Anda di halaman 1dari 16

MODUL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN MANAJEMEN BENCANA

KONSEP DASAR BENCANA DAN KEJADIAN LUAR BIASA

PENDIDIKAN KEPERAWATAN SEMARANG PROGRAM DIPLOMA III


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2022-2023
A. Konsep dasar bencana dan penangananya
a. Definisi Bencana
Menurut Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah dalam
WHO – ICN (2009) bencana adalah sebuah peristiwa, bencana yang tiba-tiba
serius mengganggu fungsi dari suatu komunitas atau masyarakat dan
menyebabkan manusia, material, dan kerugian ekonomi atau lingkungan yang
melebihi kemampuan masyarakat untuk mengatasinya dengan menggunakan
sumber dayanya sendiri. Meskipun sering disebabkan oleh alam, bencana dapat
pula berasal dari manusia.
Adapun definisi bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 24
tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang mengatakan bahwa bencana
adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis.
Dari ketiga definisi diatas dapat di simpulkan bahwa bencana adalah suatu
keadaan yang tiba-tiba mengancam kehidupan masyarakat karena faktor alam
dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan korban jiwa,
kerusakan lingkungan yang melebihi kemampuan masyarakat untuk mengatasinya
sendiri.
b. Siklus Bencana dan Penanggulangan Bencana
Siklus bencana dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu:
1) Fase pra bencana adalah masa sebelum terjadi bencana
2) Fase bencana adalah waktu/saat bencana terjadi
3) Fase pasca bencana adalah tahapan setelah terjadi bencana.

Semua fase ini saling mempengaruhi dan berjalan terus sepanjang masa serta
siklus bencana ini menjadi acuan untuk melakukan penanggulangan bencana.
Penanganan bencana bukan hanya dimulai setelah terjadi bencana. Kegiatan
sebelum terjadi bencana (pra-bencana) berupa kegiatan pencegahan, mitigasi
(pengurangan dampak), dan kesiapsiagaan merupakan hal yang sangat penting
untuk mengurangi dampak bencana. Saat terjadinya bencana diadakan tanggap
darurat dan setelah terjadi bencana (pasca-bencana) dilakukan usaha rehabilitasi
dan rekonstruksi.Berikut rincian tentang kegiatan penanggulangan bencana sesuai
siklus bencana.

1) Pra Bencana
a. Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari
ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan
lingkungan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab
ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan
energi atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu
yang lebih panjang (Smith, 1992). Cuny (1983) menyatakan bahwa
pencegahan bencana pada masa lalu cenderung didorong oleh
kepercayaan diri yang berlebihan pada ilmu dan teknologi pada tahun
enam puluhan; dan oleh karenanya cenderung menuntut ketersediaan
modal dan teknologi. Pendekatan ini semakin berkurang peminatnya
dan kalaupun masih dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini diserap
pada kegiatan pembangunan pada arus utama.
b. Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian
pada pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian
mengurangi kemungkinan dampak negatif pencegahan ialah langkah-
langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau
mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian
dan pengubahsuaian fisik dan lingkungan. Tindakan-tindakan ini
bertujuan untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi
tekanan, mengatur dan menyebarkan energi atau material ke wilayah
yang lebih luas atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 1992).
Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang
lebih dapat diterima secara ekologi (Carter, 1991). Kegiatan-kegiatan
mitigasi termasuk tindakantindakan non-rekayasa seperti upaya-upaya
peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan untuk
mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan
dan penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil
keputusan yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk
pananaman modal untuk bangunan struktur tahan ancaman bencana
dan/atau perbaikan struktur yang sudah ada supaya lebih tahan
ancaman bencana (Smith, 1992).
c. Kesiapsiagaan
Fase Kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan
yang baik dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir
kerugian yang ditimbulkan akibatterjadinya bencana dan menyusun
perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta
perawatan yang efektif pada saat terjadi bencana. Tindakan terhadap
bencana menurut PBB ada 9 kerangka, yaitu 1. pengkajian terhadap
kerentanan, 2. membuat perencanaan (pencegahan bencana), 3.
pengorganisasian, 4. sistem informasi, 5. pengumpulan sumber daya, 6.
sistem alarm, 7. mekanisme tindakan, 8. pendidikan dan pelatihan
penduduk, 9. gladi resik.
2) Saat Bencana
Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase tanggap
darurat atau tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang
nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang
dilakukan secara kongkret yaitu: 1. instruksi pengungsian, 2. pencarian dan
penyelamatan korban, 3. menjamin keamanan di lokasi bencana, 4. pengkajian
terhadap kerugian akibat bencana, 5. pembagian dan penggunaan alat
perlengkapan pada kondisi darurat, 6. pengiriman dan penyerahan barang
material, dan 7. menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi
dengan membaginya menjadi “Fase Akut” dan “Fase Sub Akut”. Dalam Fase
Akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan
dan pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang
terluka akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut
dengan “Fase Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan terhadap
orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta
dilakukan tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan
selama dalam pengungsian.
3) Setelah Bencana
a) Fase Pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan,
tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala
(sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat
tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah
ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas
untuk membuka kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai
memberikan kembali pelayanan secara normal serta mulai menyusun
rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan
kepada para korban. Fase ini bagaimanapun juga hanya merupakan fase
pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti
sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa
peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
b) Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat
berusaha mengembalikan fungsifungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang
atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang sama seperti
sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan
komunitas pun dapat dikembangkan secara progresif.
B. Kejadian luar biasa
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1501/MENKE
No.1501/MENKES/PER/X/2010, S/PER/X/2010, kejadian luar biasa adalah
timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna
secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Suatu daerah dapat ditetapkan
dalam keadaan KLB apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam
jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut menurut
jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan
dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam
tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian
kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun
waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya
dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan periode menunjukkan kenaikan dua kenaikan dua kali atau lebih
dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
C. Tipe bencana
Tipe bencana dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, longsor, dll
2. Bencana yang disebabkan oleh ulah manusia, seperti perang, pengeboman, dll
Fase bencana baik bencana alam maupun oleh ulah manusia adalah sama, namun
bencana sering dibedakan berdasarkan kuantitas dari kerusakan yang ditimbulkan atau
kualitas tipe dampak pengobatannya. Sebagai contoh, gempa bumi menyebabkan
banyak terjadi luka-luka dan retakan, banjir menyebabkan meninggal dan infeksi
penyakit, dan lain-lain.
Dalam UU RI no 24 tahun 2007 dinyatakan sebagai berikut: Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor
nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam,
non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana
sosial. [2]
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat
berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan.
Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah,
maka dihitung sebagai satu kejadian.
Berikut adalah berbagai jenis bencana:
1. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi
yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas
gunung api atau runtuhan batuan.
2. Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu"
berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian
gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar
laut akibat gempa bumi.
3. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas,
lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir
lahar.
4. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat.
5. Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang
besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.
6. Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.
7. Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk
kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang
dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan
pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang
dibudidayakan.
8. Angin Topan adalah angin kencang atau bisa juga disebut badai besar yang
sangat kuat dengan pusaran angin dengan kecepatan 120 km/h atau lebih. Angin
topan bergerak mengaduk laut dibawahnya dan menyebabkan gelombang besar
yang sangat kuat.
9. Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti
rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang
menimbulkan korban dan/atau kerugian.
10. Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan
dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang
menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan
lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas
dan kesehatan masyarakat sekitar.
11. Wabah Penyakit wabah adalah peningkatan kejadian penyakit secara mendadak
ketika jumlah kasus melebihi prediksi normal untuk suatu lokasi atau periode
waktu tertentu. Peningkatan kasus penyakit ini dapat terjadi pada sekelompok
populasi yang kecil dan terlokalisasi atau pada ribuan orang diseluruh benua.
Wabah bisa berupa peningkatan penyakit infeksi atau penyakit yang berasal dari
lingkungan, seperti penyakit bawaan air atau makanan, serta dapat memengaruhi
wilayah di suatu negara atau beberapa negara. Pandemi adalah wabah penyakit
yang terjadi secara global ketika banyak negara di seluruh dunia terinfeksi
penyakit.
12. Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba,
mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50
km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat
(3-5 menit).
13. Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena
efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat
menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi
keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin
kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.
14. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut
yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis
pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah
pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun
manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.
15. Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di
darat, laut dan udara.
16. Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu
perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya
(unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung
pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan,
proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.
17. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.
18. Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal
yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh
kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai
pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).
19. Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana
teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang
bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan
hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran
terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas
publik internasional.
20. Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui
subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang,
istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang
tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat
dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, seperti infrastruktur, struktur
ekonomi, dan lain-lain.
D. Fase-fase dalam bencana

1. Pra Bencana
a. Pencegahan
Pencegahan ialah langkah-langkah yang dilakukan untuk
menghilangkan sama sekali atau mengurangi secara drastis akibat dari
ancaman melalui pengendalian dan pengubahsuaian fisik dan
lingkungan.Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk menekan penyebab
ancaman dengan cara mengurangi tekanan, mengatur dan menyebarkan
energi atau material ke wilayah yang lebih luas atau melalui waktu yang
lebih panjang (Smith, 2014). Cuny (2013) menyatakan bahwa pencegahan
bencana pada masalalu cenderung didorong oleh kepercayaan diri yang
berlebihan pada ilmu dan teknologi pada tahun enam puluhan dan oleh
karenanya cenderung menuntut ketersediaan modal dan teknologi.
Pendekatan ini semakin berkurang peminatnya dan kalau pun masih
dilakukan, maka kegiatan pencegahan ini diserap pada kegiatan
pembangunan pada arus utama.
b. Mitigasi
Mitigasi ialah tindakan-tindakan yang memfokuskan perhatian pada
pengurangan dampak dari ancaman, sehingga dengan demikian
mengurangi kemungkinan dampak negatif pencegahan ialah langkah-
langkah yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau
mengurangi secara drastis akibat dari ancaman melalui pengendalian dan
pengubahsuaian fisik dan lingkungan.Tindakan-tindakan ini bertujuan
untuk menekan penyebab ancaman dengan cara mengurangi tekanan,
mengatur dan menyebarkan energi atau material ke wilayah yang lebih luas
atau melalui waktu yang lebih panjang (Smith, 2014).
Kejadian bencana terhadap kehidupan dengan cara-cara alternatif yang
lebih dapat diterima secara ekologi (Carter,2015). Kegiatan-kegiatan
mitigasi termasuk tindakan tindakan non-rekayasa seperti upaya-upaya
peraturan dan pengaturan, pemberian sangsi dan penghargaan untuk
mendorong perilaku yang lebih tepat, dan upaya-upaya penyuluhan dan
penyediaan informasi untuk memungkinkan orang mengambil keputusan
yang berkesadaran. Upaya-upaya rekayasa termasuk pananaman modal
untuk bangunan struktur tahan ancaman bencana dan/atau perbaikan
struktur yang sudah ada supaya lebih tahan ancaman bencana (Smith,2014)
c. Kesiapsiagaan
Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik
dengan memikirkan berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian yang
ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agar
dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif pada
saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9
kerangka, yaitu 1. pengkajian terhadap kerentanan, 2. Membuat
perencanaan (pencegahan bencana), 3. pengorganisasian, 4. sistem
informasi, 5. Pengumpulan sumber daya, 6. Sistem alarm, 7. Mekanisme
tindakan, 8. Pendidikan dan pelatihan penduduk, 9. Gladi resik.
2. Saat Bencana
Saat bencana disebut juga sebagai tanggap darurat. Fase tanggap darurat atau
tindakan adalah fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk
menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Aktivitas yang dilakukan secara
kongkret yaitu :1. instruksi pengungsian, 2. Pencarian dan penyelamatan
korban, 3. Menjamin keamanan di lokasi bencana, 4. pengkajian terhadap
kerugian akibat bencana, 5. Pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada
kondisi darurat, 6. Pengiriman dan penyerahan barang material, dan 7.
Menyediakan tempat pengungsian, dan lain-lain.
Dari sudut pandang pelayanan medis, bencana lebih dipersempit lagi dengan
membaginya menjadi “Fase Akut”dan “Fase Sub Akut”. Dalam Fase Akut, 48
jam pertama sejak bencana terjadi disebut “fase penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”. Pada fase ini dilakukan penyelamatan
dan pertolongan serta tindakan medis darurat terhadap orang-orang yang terluka
akibat bencana. Kira-kira satu minggu sejak terjadinya bencana disebut dengan
“Fase Akut”. Dalam fase ini, selain tindakan “penyelamatan dan
pertolongan/pelayanan medis darurat”, dilakukan juga perawatan terhadap
orang-orang yang terluka pada saat mengungsi atau dievakuasi, serta dilakukan
tindakan-tindakan terhadap munculnya permasalahan kesehatan selama dalam
pengungsian.
3. Setelah Bencana
a. Fase Pemulihan
Fase Pemulihan sulit dibedakan secara akurat dari dan sampai kapan,
tetapi fase ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan
kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti sedia kala
(sebelum terjadi bencana). Orang-orang melakukan perbaikan darurat
tempat tinggalnya, pindah ke rumah sementara, mulai masuk sekolah
ataupun bekerja kembali sambil memulihkan lingkungan tempat
tinggalnya. Kemudian mulai dilakukan rehabilitasi lifeline dan aktivitas
untuk membuka kembali usahanya. Institusi pemerintah juga mulai
memberikan kembali pelayanan secara normal serta mulai menyusun
rencana-rencana untuk rekonstruksi sambil terus memberikan bantuan
kepada para korban. Fase ini bagaimana pun juga hanya merupakan fase
pemulihan dan tidak sampai mengembalikan fungsi-fungsi normal seperti
sebelum bencana terjadi. Dengan kata lain, fase ini merupakan masa
peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
b. Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi
Jangka waktu Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi juga tidak dapat
ditentukan, namun ini merupakan fase dimana individu atau masyarakat
berusaha mengembalikan fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan
merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Tetapi, seseorang
atau masyarakat tidak dapat kembali pada keadaan yang sama seperti
sebelum mengalami bencana, sehingga dengan menggunakan
pengalamannya tersebut diharapkan kehidupan individu serta keadaan
komunitas pun dapat dikembangkan secara progresi.

E. Faktor-faktor yang memperburuk bencana

1. Kemiskinan

Seluruh studi yang dilakukan mengenai bencana menemukan bahwa


kelompok yang paling kaya dalam populasi dapat selamat tanpa
terpengaruholeh bencana dan dapat pulih lebih cepat. Kemiskinan membuat
mereka lebih rentan terhadap bahaya.

2. Pertumbuhan penduduk

Terdapat hubungan yang jelas antara meningkatnya kerugian akibat sebuah


bencana dan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Jika daerah yang terkena
bencana terdapat lebih banyak jumlah penduduk dan bangun dan bangunan,
akibat yang ditimbulkan karena bencana kemungkinan akan meningkat

3. Urbanisasi yang cepat

Cepatnya proses pertumbuhan dan perpindahan penduduk berhubungan


dengan fenomena urbanisasi yang cepat. Kondisi ini ditandai dengan
perpindahan penduduk miskin dari daerah pedesaan dan daerah konflik
kedaerah perkotaan untuk mencari peluang ekonomi dan keamanan. Jumlah
penduduk miskin yang besar di perkotaan akan menyebabkan semakin
terbatasnya pilihan untuk membangun tempat tinggal yang aman dan
diinginkan.
4. Transisi dalam praktek budaya

Perubahan-perubahan yang tak terhindarkan yang terjadi dalam masyarakat


telah meningkatkan kerawanan terhadap bencana. Sebenarnya seluruh
masyarakat mengalami perubahan secara konstan dalam sebuah tahap transisi
yang terus-menerus. Transisi ini sering bersifat mengganggu dan tidak
seimbang, meninggalkan gap. Dalam mekanisme penanganan social dan
teknologi bagi masyarakat yang sedang berada dalam proses transisi ini,
masalah akan bertambah ketika korban yang selamat dari bencana
kemungkinan akan mendapatkan system dukungan social atau jaringan untuk
membantu proses penyelamatan dan pemulihan bencana.

5. Kerusakan lingkungan

Banyak bencana yang disebabkan ataupun diperburuk oleh kerusakan


lingkungan. Terciptanya kondisi kekeringan, tingkat keparahan relative dan
lamanya waktu kekeringan biasanya adalah sebuah fenomena alam. Kondisi
kekeringan dapat diperparah oleh buruknya pola panen, buruknya teknik nya
teknik konvervasi, hilangnya sumber mata air, dan tahap tertentu urbanisasi
tidak terkendali.

6. Kurangnya kesadaran dan informasi

Bencana dapat terjadi karena masyarakat yang rawan terhadap bencana tidak
memahami bagaimana menghilangkan bahaya atau melakukan tindakan
perlindungan. Ketidakpahaman atau ketidakpedulian ini tidak selalu disebabkan
oleh factor kemisikinan, tapi juga disebabkan oleh kurangnya kesadaran
mengenai tindakan apa yang harus dimbil untuk membangun struktur yang
aman dilokasi yang aman pula.

7. Kerentatan

Menurut pasal 55 ayat 1 UU no 24 tahun 2007 tentang penagggulan bencana,


perlindungan terhadap kelompok rentan sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 48 huruf e dilakukan dengan memberikan prioritas kepada kelompok
rentan berupa penyelamatan evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan dan
psikososial. Kelompok rentan yang dimaksud maksud pada ayat 1 terdiri atas:
a. Bayi, balita, dan anak

b. Ibu yang sedang mengandung dan menyusui

c. Penyandang cacat

d. Orang lanjut usia.


DAFTAR PUSTAKA

Permenkes. (2010). Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan
Upaya Penanggulangan.
https://Infeksiemerging.Kemkes.Go.Id/Download/Permenkes_1501_2010_Jenis_Peny
akit_Menular_Potensial_Wabah_Dan_Upaya_Penanggulangan.Pdf.

Tri. (2019). Faktor Yang Memperburuk Bencana.


https://Www.Scribd.Com/Document/410441919/Faktor-Faktoryang-Memperburuk-
Bencana-Docx

Tyas, M. (2016). Keperawatan Gadar Dan Manjemen Bencana (I. Fadila (Ed.); Cetakan Pe).
Pusdik Sdm Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai