Anda di halaman 1dari 3

NASKAH MONOLOG

22 TAHUN TANPA
KEPASTIAN
ZHAFIRA NAJIYA
(DI TEMPAT YANG DIMANA KEBENARAN LEBIH TINGGI DARI APAPUN DI TEMPAT
PENGADILAN KOMNASHAM SAYA MEMINTA KEADILAN YANG TELAH DI TIMBULKAN
AKIBAT KERUSAKAN DAN PERBUATAN SEMENA-MENA YANG DI LAKUKAN OLEH
PARA APARAT)
(hormat, dengan nada menyindir) Kepada Ketua Komnasham yang terhormat, sebelumnya
kami dari warga sipil Papua yang tidak merasakan keadilan, oleh aparat dan pemerintah
setempat. Sudah 22 tahun kami menunggu keadilan. Namun, apalah suara-suara yang kami
lontarkan untuk keadilan itu, Apa tidak cukup kami menuntut sampai 2 kali kepada
Komnasham yang terhormat? Apakah kalian merasakan apa yang kami rasakan pada saat ada
peristiwa tersebut? Apakah kalian tahu Bagaimana rasanya, bagaimana rasanya kehilangan
keluarga kalian? Kehilangan yang menyayat hati, ketika keluarga kalian ada yang di bunuh,
menghilang tanpa jejak, bahkan… seorang Perempuan yang di jadikan korban kekerasan
seksual, dan 39 warga yang di siksa secara sadis. Pernahkah kalian merasakannya?! Perasaan
kehilangan itu…
Apakah kalian juga tahu betapa paniknya kami ketika rumah-rumah kami di bakar secara sia-
sia? Secara sia-sia! Selama 22 tahun, 22 tahun kami menunggu keadilan dan pertanggung
jawaban dari pihak Komnasham, dan kejaksaaan. Namun… namun kalian menjalani hidup
seakan tak terjadi apa-apa! Hidup seolah-olah kejadian yang menimpa kami itu tak pernah
terjadi. Kalian tau? kami sampai harus mengeluarkan uang dengan jumlah yang banyak hanya
untuk memperbaiki rumah -rumah kami. Rumah yang di bakar oleh aparat secara membabi
buta, tanpa mempedulikan ada dan bagaimana kami akan menjalani hidup kedepannya. Dimana
kepedulian kalian? Dimana mata kalian melihat? Apakah kalian pernah bertanya-tanya? Kalian
tidak mengetahuinya? Baiklah, jika kalian memang tidak mengetahui apa yang terjadi,
biarkanlah kami bercerita mengenai awal mula terjadinya tragedi wamena.
(TAHUN 2001 DI DAERAH WAMENA DEKAT DENGAN PABRIK PT VPP)
(agak monotone) Di awal pertengahan tahun 2001, di dekat daerah wamena. Terdapat sebuah
Perusahaan kayu yang baru didirikan, Perusahaan itu meng-imingi Kerjasama antara
Perusahaan dengan warga sekitar. Kala itu, Perusahaan menawarkan sebuah keuntungan yang
cukup besar bagi kami. sebagai warga sekitar yang kehidupannya berkecukupan, tentu saja
kami sangat tergiur untuk menerima tawaran itu. Tetapi dengan bodohnya kami menerima
tawaran tersebut dengan sangat mudah. Tanpa rasa curiga? hahaha (tertawa miris) hanya
karena di iming-iming keuntungan, mata kami tertutup atas kemungkinan munculnya
penderitaan kami dikemudian hari.
(menyindir, nyelelewe) Heh! Kami memang bodoh, tapi tidak sebodoh itu sampai saat
diperlakukan tidak adil, kami akan diam. Dengan jelas kami menyuarakan suara, menyuarakan
suara ketidakadilan dari segala perjanjian yang telah dibuat. Kami menyampaikan tuntutan,
tuntutan atas ketidaksetujuan kami, dengan menahan fasilitas Perusahaan sebagai jaminan.
Akan tetapi, apakah Perusahaan bergerak setelah itu? Tidak. Perusahaan tetap diam, bahkan
mereka malah mendatangkan brimob, pasukan militer hanya untuk menekan kami para warga
biasa.
(nyinyir) Apakah kami tertekan? Oh, tentu tidak, dengan ego juga keberanian yang sangat
besar, tidak ada waktu bagi kami untuk merasa tertekan hanya karena brimob didatangkan.
Daripada merasa tertekan, kami lebih memilih untuk membalas mereka. Caranya? Gampang
saja, kami tinggal melaporkan mereka ke OPM, pasukan bersenjata papua yang tidak kalah
gagah. Tanpa ba-bi-bu dengan segera kami pergi menghampiri kantor mereka.
(WARGA SIPIL) (lirih dan tidak berdaya) setibanya di kantor OPM, pemimpin warga sipil
wamena pun meminta bantuan, “Permisi bapak, sa sedang mencari pemimpin OPM”.
Pemimpin OPM yang mendengar permohonan kami, langsung menemui kami. Aduan demi
aduan kami sampaikan kepada pemimpin OPM, “tolong kami, kami diperlakuan dengan tidak
adil dari para pendatang, mereka sudah mengubah lahan kami menjadi sebuah pabrik, tanpa
ada timbal balik yang setara, serta… mengambil sumber daya yang ada di Kawasan kami.”
(MEMPERAGAKAN SOSOK PEMIMPIN OPM) (marah) “Apakah betul seperti itu ?! jika
betul, sa akan mengirimkan seluruh pasukan yang sa punya untuk membantu kalian!”.
Pemimpin OPM dan pasukannya langsung bergegas menuju Wamena bersama warga sipil.
Namun… saat pemimpin OPM dan pasukannya sampai di Wamena, mereka mendapat
perlakuan yang tidak baik dari brimob. (OPM (tegas)) “Permisi Bapak sa mendapatkan
informasi bahwa atasan kalian telah melakukan hal yang tidak mengenakan bagi warga sekitar
Wamena”. Tetapi, sikap yang ditunjukkan oleh brimop tidaklah menyenangkan, dengan acuh
mereka mendiamkan OPM.
(puas) Dengan perasaan marah, OPM dengan sigap membantu kami para warga sipil dengan
cara kekerasan. Kami yang mendengar itu jujur saja, kami merasa sangat puas. Ingin rasanya
kami menertawakan mereka yang menerima semua kekerasan ini. Ingin rasanya teriak dan
berkata “hahahah, mampus kalian, makanya tepati janji kalian, maka kekerasan ini tidak akan
terjadi!!”. Tapi jika kami melakukan hal tersebut, maka sudah dijamin kami tidak akan selamat,
oleh karena itu, kami hanya bisa terdiam bisu dan diam diam merasa sangat puas di dalam hati.
(jengkel) Tetapi, orang-orang yang berada di dalam Perusahaan maupun brimob itu sangat
keras kepala, mereka tetap tidak menggubris tuntutan kami, padahal segala cara sudah kami
lakukan, baik dari cara baik baik maupun cara kekerasan.
(tidak peduli) jadi, tidak ada pilihan lain selain membunuh 5 anggota brimop dan 1 anggota
Perusahaan. Tidak hanya itu, OPM pun membakar 6 pucuk senjata, peluru, serta penyimpanan
amunisi milik brimop. Bahkan, setelah aksi OPM tersebut, TNI melakukan operasi pengejaran
dan penyisiran di sekitar kota Wamena, Papua tuk menangkap OPM. Memang perasaan kasihan
itu timbul, namun kami memilih untuk tidak menghiraukan perasaan bersalah ataupun kasihan
kami terhadap Perusahaan, brimop, ataupun OPM.
(miris) mirisnya, selama operasi berlangsung… lebih dari seribu orang mengungsi, rumah
warga dirusak, dan lima desa habis dibakar. Tidak hanya itu, ditemukan bukti adanya
penyiksaan, penahanan sewenang-wenang, dan perbuatan kejam lainnya terhadap masyarakat
sipil yang belum terbukti terlibat dalam pembobolan gudang senjata militer.
Hasil penyelidikan Komnasham menyatakan setidaknya empat orang tewas, 39 orang terluka
akibat penyiksaan, lima orang menjadi korban penghilangan orang secara paksa, dan satu orang
menjadi korban kekerasan seksual.
Itulah kisah kami…
Sekarang… apa kalian masih mau berkata bahwa apa yang kami rasakan itu tidaklah cukup?
Apakah yang kami rasakan itu bukan apa-apa? Kenapa? Kenapa ketidak adilan ini terjadi?
Dimana letak kesalahannya? Dimana keadilan saat kami membutuhkan? Kami hanya meminta,
tidak… kami hanya memohon untuk memberikan keadilan kepada kami. Tunjukkan
kepedulian kepada kami. Kami mungkin hanya kerikil yang tidak penting dimata kalian, tetapi
kalau kalian diposisi kami, apakah kalian bisa berkata begitu?! Berikan kami kepastian, berikan
kami keadilan. Kami hanya ingin sebuah penutupan yang layak. Sekian dari kami, terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai