Nephrolithiasis
Supersaturasi → kristal → presipitasi kristal → inti nukleasi → agregasi → menarik bahan-bahan lain →
kristal yang lebih besar (masih rapuh) → menempel pada epitel saluran kemih → retensi kristal →
bahan-bahan lain diendapkan → lithiasis
Supersaturasi Type of kidney stones
1. pH urin 1. Calcium oxalate ~75%
2. Kekuatan ionik 2. Calcium phosphate ~15%
3. Konsentrasi zat terlarut 3. Uric acid ~8%, struvite ~1%, cystine <1%
4. Kompleksasi
Patofisiologi Peningkatan aktivitas peristaltik otot polos kalises/ureter untuk mengeluarkan batu → peningkatan tekanan
intraluminal → peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri
Diff diagnosis → muscular or skeletal pain, herpes zoster, duodenal ulcer, abdominal aortic aneurysm,
gynecologic conditions, ureteral stricture, and ureteral obstruction by material other than a stone (e.g blood
clot)
Status urologis
4. a/r flank sinistra/dextra
a. Palpasi : Ballotement (+) → pembesaran ginjal (hidronefrosis)
b. Palpasi : nyeri di sisi kanan → nyeri pekak dan konstan
c. Perkusi : Ketok CVA (+)
Penunjang
1. Hematologi
a. eritrosit rendah ?
2. Kimia Darah
a. BUN tinggi
3. Urinalisis
a. Makroskopik
i. Gross hematuria
b. Analisis kimia
i. Blood (+)
c. Mikroskopik
i. eritrosit : numerous
ii. Sel epitel tinggi
iii. Hematuria
iv. Leukosituria
v. Kristal
4. Elektrolit (cek penyebab lithiasis) : kalsium, oksalat, fosfat
5. X-ray abdomen (KUB) : radiopasitas (setinggi? e.g regio lumbar paravertebral kanan II-III ukuran? e.g
1x1 cm
6. USG renal (jika tidak IVU, misal alergi kontras, faal ginjal menurun, dan wanita hamil) : Lesi
hiperechoic dengan bayangan akustik di ginjal kanan/kiri
7. IVU : dapat mendeteksi batu semi-opak atau non opak (yang tidak terlihat foto polos abdomen)
8. BNO : radioopaque
Ureterolithiasis (3A)
Definisi Batu ureter – umumnya = batu yang terbentuk di dalam sistem kalik ginjal yang turun ke ureter
Etiologi Kondisi yang mendukung terbentuknya batu : matrik protein dan inflamasi bakteri, peningkatan konsentrasi
urin → percepatan pembentukan kristal
Level keasaman abnormal (alkali) → mempercepat
Statis urin → predisposisi
S/F ureter
7. Jika batu menyumbat ureter saat melewati right pelvic brim → gejala mirip akut apendisitis
a. jika kiri mirip divertikulitis akut
8. Stone PUJ → urinary urgency and frequency
Penunjang 1. Urinalisis
a. hematuria mikroskopik
b. Leukosituria
c. Kristal (+)
2. Sedimen urin : kristal pembentuk batu
3. Elektrolit : kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat dalam darah maupun urin → cek penyebab
timbulnya BSK
4. Foto polos abdomen
5. IVU (pielografi intra vena) → deteksi batu semi-opak atau non opak
6. USG (bila tidak mungkin IVU : alergi kontras, faal ginjal menurun, wanita hamil)
Tatalaksana
Vesikolitiasis (3A)
Patogenesis Supersaturasi → kristal → presipitasi kristal → inti nukleasi → agregasi → menarik bahan-bahan lain →
kristal yang lebih besar (masih rapuh) → menempel pada epitel saluran kemih → retensi kristal →
bahan-bahan lain diendapkan → lithiasis
Patofisiologi Iritasi
TRIAS : hematuria, disuria dan gangguan pancaran
5
Pem fisik 1. GA
2. TTV
3. VAS → sakit (e.g 8)
Status urologis
1. a/r suprapubik/supra symphisis
a. Palpasi : nyeri tekan suprapubik (+)
b. Palpasi : buli-buli penuh (bulging) / teraba massa
Tambahan
1. DRE : teraba batu buli-buli (palpasi bimanual)
Penunjang 1. Urinalisis
a. Warna : kuning keruh
b. Hematuria
2. USG : shadow echoic & deteksi batu radiolusen
3. BNO : radiopaque pada proyeksi vesica urinaria
Radikulopati Lumbal
Patogenesis Kompresi L2, L3 dan L4 → nyeri punggung menjalar ke aspek anterior paha
Pem fisik 1. Kelemahan saat Ekstensi lutut & adduksi pinggul & Fleksi pinggul
2. Hilangnya sensasi : paha anterior
3. ↓ refleks patella (L4)
6
4. L5 : nyeri punggung akut – penurunan kekuatan ekstensi jempol kaki, eversi kaki, inversi, ekstensi
jari kaki, dorsofleksi
5. Lasegue (+) ?
CKD (2)
Etiologi/FR
Patofisiologi Mekanisme
1. ECFV expansion → hypertension → nephron hyperfiltration and injury
Uremia
1. akibat akumulasi toxin yang biasanya diekskresi
2. akibat hilangnya fungsi ginjal lainnya (e.g homeostasis cairan dan elektrolit serta regulasi hormon)
3. Inflamasi sistemik progresif serta konsekuensi vaskular dan nutrisinya
Penunjang 1. Hematologi Gangguan produksi eritropoietin & kadar ureum tinggi menyebabkan pemendekan umur
eritrosit → anemia (Anemia normositik dan normokromik, mulai pada stadium 3)
a. Hb : rendah
b. Ht : rendah
2. GDS : tinggi DM
3. Ureum: tinggi (>39 mg/dl )
4. Creatinine: tinggi (>1.3 mg/dL)
5. GFR
6. Proteinuria ↑ tekanan darah → ↑ fluks protein melintasi kapiler glomerulus
7. Albuminuria
8. Hipoalbuminemia
9. Hyperkalemia intake, transfusi stored red blood cells, dan asidosis metabolik
8
Tatalaksana Non-farmakologi
1. Tirah baring
2. Pembatasan cairan 1L/hari
3. Pembatasan protein 0,9 g/kgbb per hari
4. diet rendah garam 2-3 gr per hari
5. debridement luka (jika ulkus dekubitus)
6. Rendah fosfat
7. CaCO3 3 x 1 tab (jika hipokalsemia)
8. transfusi PRC 200 cc (jika anemia) ↑ Hb pasien untuk anemia & syarat sebelum hemodialisa
9
BPH (2)
Keluhan utama Nyeri perut bagian bawah dan tidak dapat/susah kencing
Patogenesis Testosteron → diubah oleh enzim 5 alfa-reduktase → DHT → berikatan dengan reseptor androgen →
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel → sel stroma terstimulasi oleh DHT dan estradiol →
1. Intrakrin dan autokrin → proliferasi sel stroma
2. Parakrin → proliferasi sel-sel epitel
International prostate symptom score dikembangkan oleh AUA dan distandarisasi WHO
1. Ringan: skor 0-7
2. Sedang: skor 8-19
3. Berat: skor 20-35
10
Pencitraan
1. Trans abdominal ultrasonography
a. perkiraan volume (besar) prostat
b. panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion (lPP)
c. mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan darah)
d. menghitung sisa (residu) urine pasca miksi
e. hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat
2. Transurethral ultrasonography (TRUS) → cari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat berupa
area hipoekoik
Tatalaksana
Reseksi prostat
1. TURP : monopolar dan bipolar transurethral resection of the prostate
a. Tindakan baku emas pembedahan BPH dengan volume prostat 30-80 ml
b. Dipotong menjadi bagian kecil (cip)
2. Laser prostatektomi
a. Prostate gland akan koagulasi pada suhu 60-65 C dan mengalami vaporisasi pada suhu
>100 C
Vaporization of the prostate
3. TUIP : transurethral incision the prostate
a. Rekomendasi : sedang-berat dengan volume prostat <30 ml, tanpa pembesaran lobus
medius
b. Insisi bladder outlet tanpa pengangkatan jaringan
Enukleasi prostat
4. Prostatektomi terbuka
a. Apabila tidak ada TUEP-B atau enukleasi laser holmium
b. Sedang-berat, volume >80 ml
Invasi Minimal
1. Termoterapi → pemanasan 44 C → nekrosis koagulasi → destruksi jaringan pada transisional prostat
2. TUNA (transurethral needle ablation of the prostate) → Kateter masuk ke uretra → energi dari
frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai 100 C → nekrosis jaringan prostat
3. Stent → pada uretra prostatika
4. High intensity focused ultrasound (HIFU) → energi panas → nekrosis
Lain-lain
1. Sistostomi
a. Retensi urin dan kateterisasi transuretra tidak bisa → sistostomi (kateter supravesika)
13
2. Kateter menetap
Kontrol Berkala
1. Prostatektomi menghilangkan gejala obstruksi (voiding), tapi tidak menghilangkan gejala storage
(50% urgensi)
2. Pasien dengan watchful waiting kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun → Skor IPSS,
Uroflowmetri, Residu urin pasca miksi
3. Terapi inhibitor alfa-reduktase → kontrol minggu ke 12 dan bulan ke 6, kemudian setiap tahun
a. Nilai respon thd pengobatan setelah 6 minggu → IPSS, uroflowmetri, residu urin pasca miksi
b. Tidak menunjukkan tanda perbaikan → pikirkan tindakan bedah
4. Setelah pembedahan
a. kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi\
b. Kontrol selanjutnya : 3 bulan
5. Terapi invasif minimal
a. 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan setiap tahun
Ca Prostat (2)
Etiologi/FR ● Genetik
2-5x lebih berisiko jika terdapat anggota keluarga inti mengalami Ca prostat
● Hormonal
● Diet
- Banyak mengandung lemak, susu hewani, daging merah, dan hati
- ↓ RF : vitamin A, beta karoten, isoflavon atau fitoestrogen (kedelai), likofen, selenium, dan vitamin E
● Pengaruh lingkungan
Merokok dan paparan bahan kimia Kadmium (Cd) (pada alat listrik dan baterai)
● Infeksi
Patogenesis Etiologi → hipermetilasi GSTP1 gene promoter → PIN (prostate intraepithelial neoplasia)
Patofisiologi Proliferasi sel carcinoma pada prostat → peningkatan massa prostat → menekan uretra → retensi urine dan nyeri perut
bagian bawah
Anamnesis ● CC
1. S : suprapubic pain
2. O : kronik
Gejala timbul pada carcinoma stadium lanjut, pada stadium dini tidak ditemukan adanya gejala
● OC
Gejala muncul saat mencapai stadium lanjut, stadium dini asimtomatik
1. Gangguan berkemih :
a. Penurunan kekuatan pancaran urine
Massa prostat menekan uretra → penurunan kekuatan otot eksternal sphincter
b. Hematuria
Massa berupa carcinoma → ruptur massa → darah mengikuti arah keluarnya urin
2. Sulit BAB
Massa prostat menekan rektum → gangguan BAB
3. Darah dalam semen
Massa berupa carcinoma → ruptur massa → darah mengikuti arah keluarnya semen
4. Penurunan BB tanpa sebab
5. Nyeri tulang
Metastase Ca prostat sering mengarah pada tulang
● Riwayat/RF
1. Usia : older age (>50 y.o)
2. Ras : black people
3. Genetik
Tatalaksana ● Nonfarmakologi
1.
Membatasi jumlah makanan berlemak, susu hewani, daging merah
2.
Hindari merokok
3.
Konsumsi makanan sehat (sayuran dan buah-buahan)
● Farmakologi
HRPC/CRPC : (hormone/castrate refractory prostate cancer)
● Tindakan
1. Observasi
Bagi pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup <10 tahun
2. Prostatektomi radikal : pengangkatan kelenjar prostat bersama vesika seminalis
Pada pasien dengan stadium T1-2, N0, M0
3. Radiasi : didahului dengan limfadenektomi, dikerjakan melalui bedah laparoskopi
Pada pasien tua dan tumor yang bermetastasis
4. Terapi hormonal : ADT (androgen deprivation therapy)
Terapi kanker prostat stadium lanjut (yang sudah terdapat metastase pada tulang)
5. Pada trauma tajam perlu dicari deskripsi senjata dan jumlah tusukan.
6. Pada trauma tembak, tipe dan kaliber pistol, jarak tembak, dan jumlah tembak perlu diselidiki lebih
lanjut.
Pem fisik 1. Tanda: nyeri tekan abdomen, nyeri tekan suprapubik, hematoma pada daerah abdomen bawah,
distensi abdomen bawah, darah pada meatus uretra, hematuria, dan edema atau ekimosis pada
genitalia eksterna dan perineum
2. Instabilitas pelvis
3. Trauma penetrasi: luka masuk dan keluar
4. Cedera pada organ urogenital lainnya
Penunjang 1. USG
2. Sistografi: modalitas pencitraan yang direkomendasikan pada kasus cedera kandung kemih
non-iatrogenik dan kecurigaan adanya trauma kandung kemih iatrogenik pasca operasi.
3. CT-Sistografi
4. Sistoskopi
Etiologi/FR Trauma medula spinalis : kecelakaan / luka tusuk atau tembak / tumor
Patogenesis
S/F
Patofisiologi Kompresi pada saraf spinalis S2, S3, dan S4 → retensio urin dan hilangnya kontrol vesika urinaria, Inkontinensia alvi
Penunjang 1. Radiologis
2. CT scan & MRI
Tatalaksana 1. Metilprednisolon
2. Rehabilitasi medik → fisioterapi, terapi okupasi, bladder training → mempertahankan ROM dan mobilitas
AKI (2)
Definisi Gangguan fungsi filtrasi dan ekskresi oleh ginjal selama hari - minggu (biasanya 7 hari)
→ Retensi Nirogenous and other waste product
Prerenal azotemia
Etiologi/FR
Patofisiologi
Anamnesis 1. Gejala
a. Anuria atau oliguria
b. Hipotensi ortostatik
2. Riwayat
a. Asupan cairan buruk
b. Kehilangan cairan (perdarahan, diare, muntah, sekuestrasi ke ruang ekstravaskuler)
c. NSAID / ACE-I / ARB
d. CHF
e. Penyakit hepar (sirosis)
f. Diuretics
g. Sindrom nefrotik (hipoalbuminemia)
Intrinsik AKI
17
Etiologi
Anamnesis
Sepsis-associated AKI Ischemia-associated AKI Nephrotoxin-associated AKI
1. Sepsis syndrome 1. Sepsis Rhabdomyolysis
2. Septic shock 2. Usia tua 1. Traumatic crush injuries
Hipotensi 3. CKD 2. Seizures
Takikardia 3. Immobilizations
Takipnea Hemolysis
Sianosis 1. Riwayat transfusi darah baru2
Kelelahan/gelisah ini dengan reaksi transfusi
Menggigil/demam Tumor lysis
Perubahan mental 1. Recent chemotherapy
Nyeri otot
Pem fisik
Sepsis-associated AKI Ischemia-associated AKI Nephrotoxin-associated AKI
1. Hipotensi (tdk selalu) 1. Hipotensi sistemik Rhabdomyolysis
1. Iskemia ekstremitas
18
Penunjang
Sepsis-associated AKI Ischemia-associated AKI Nephrotoxin-associated AKI
1. Culture (+) 1. Sedimentasi urin Rhabdomyolysis
2. Sedimentasi urin a. granular casts 1. ↑ myoglobin
a. Granular casts b. Renal tubular epithelial 2. ↑ Creatine kinase & asam urat
b. renal tubular epithelial cell casts 3. Urine heme (+) w/ few RBC
cell casts c. FeNa >1% 4. FeNa <1%
3. Awal penyakit : FeNa <1% 5. Hiperfosfatemia + hipokalsemia
4. Biasanya >1% dengan Hemolysis
osmolaritas <500 mOsm/kg 1. Anemia
Rhabdomyolysis x hemolysis 2. ↑ LDH
Warna merah tetap di supernatan 3. Low haptoglobin
setelah sentrifugasi 4. FeNa <1%
Tumor lysis
Dipstick + Hb tapi sedikit RBC pada 1. Hyperphosphatemia
sedimen urin 2. Hypocalcemia
3. Hyperuricemia
Diagnosis AKI
Diagnosis Anamnesis
1. Oliguria / anuria
2. Urin berwarna merah / coklat w/or tanpa hematuria berat
19
Penunjang
1. Anemia (multifaktorial)
AKI sering menyebabkan
1. Hiperkalemia
2. Hiperfosfatemia
3. Hipokalsemia
Tambahan
1. Anion gap ↑ : uremia (retensi anion : fosfat, hipurat, sulfat, urat) → metabolic acidosis
2. Radiologi : ukuran ginjal normal
Urinalisis
1. Proteinuria ringan <1 g/hari → iskemia / nefrotoksin
2. Proteinuria lebih berat >3.5 g/hari → glomerulonefritis, vaskulitis, NSAID
Tes prognostik : IV furosemide 1.0 - 1.5 mg/kg → urin output <200 mL 2 jam setelah IV → progres ke AKI lebih parah dan butuh renal
replacement therapy
↑ Konsentrasi SCr atau ↓ urine output
↑ baseline 0.3 mg/dL dlm 48 jam atau ↑ min 50% dlm 1 minggu
Etiologi/FR (1) Lupus nephritis (2) IgA nephropathy (3) subacute bacterial endocarditis (4) anti glomerular basement membrane
disease
S/F Glomerulus
Patofisiologi ↓ GFR → produksi gejala uremia dengan retensi Na+ dan H2O
Penunjang 1. Azotemia
2. Urinalisis :
a. hematuria
b. Pyuria
c. Proteinuria 1-2 g/24 h
3. ↑ serum kreatinin berhubungan dengan ↓ filtrasi glomerulus
4. Makroskopis : hematuria
5. Microscope
a. Red blood cell casts
b. Dysmorphic RBC
2. Hematuria
3. Urine sediment : RBC casts
4. Anti-dsDNA antibodies (+)
5. Hypocomplementemia
Terapi
1. Kortikosteroid → metilprednisolon oral
2. Antihipertensi (furosemid dan captopril)
Definisi Acute pyelonephritis is defined as inflammation of the kidney and renal pelvis (Smith)
RF
1. Pada wanita usia reproduksi
2. aktivitas seksual dan riwayat ISK pada pasien dan keluarga
3. Diabetes dan inkontinensia urin
Patogenesis Mikroorganisme dari saluran kemih bawah → lewat ureter → mencapai ginjal
Penunjang 1. Hematologi
a. Leukositosis
b. Peningkatan Laju endap darah (ESR)
c. elevated levels of C-reactive protein
2. Urinalisis (dipstick)
a. Piuria / WBC
b. Bakteriuria
c. RBC / Hematuria
d. Nitrates (+)
e. Increase colony count
3. Hitung koloni uropatogen ≥104 /mL → bakteriuria
23
Tatalaksana Tujuan → mencegah kerusakan ginjal lebih parah dan perbaikan kondisi pasien
1. Antibiotik
a. Pemberian 10-14 hari
b. Bakterisidal dan spektrum luas
c. Fluorokuinolon dan sefalosporin → oral empiris
d. Jika rawat inap → IV : fluorokuinolon, aminoglikosida, atau sefalosporin atau penisilin
spektrum luas
e. Carbapenem : jika kultur awal ada organisme MDR
f. Jika membaik → parenteral lanjut 1 minggu dan lanjut terapi oral selama 2 minggu
g. 48-72 jam respon klinik buruk → re-evaluasi faktor pencetus, komplikasi dan efektivitas obat,
serta cara pemberian
h. Bakteremia : parenteral 7-10 hari dan lanjut oral 10-14 hari berikutnya
Oral
Parenteral
24
Definisi Sistitis akut mengacu pada infeksi saluran kemih bagian bawah, terutama kandung kemih (smith)
Etiologi/FR Microorganism
1. E. Coli (tersering)
2. Enterococci
3. Proteus
4. S. auresu
Faktor risiko (pertahanan lokal tubuh menurun)
1. DM
2. Trauma lokal minor (e.g pada saat senggama)
3. Wanita muda dan premenopause
a. Hubungan seksual, penggunaan spermisida, partner seks baru
b. Ibu dengan riwayat ISK
c. Riwayat ISK anak-anak
4. Wanita tua dan post menopause
a. Riwayat ISK pre-menopause
b. Inkontinensia, sistokel, kateterisasi
c. Vaginitis atrofi karena defisiensi estrogen
5. Pria (usia 15-50 tahun) angka kejadian sedikit
Patogenesis Cara utama infeksi adalah naik dari flora periuretra/vagina dan feses.
Patofisiologi Inflamasi → mukosa vesika urinaria : eritema, edema, hipersensitif jika terisi urin → mudah terangsang untuk
berkontraksi → frekuensi
Kontraksi → nyeri
eritema mukosa : mudah berdarah
25
Pembeda → jarang ada pada cystitis (demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum menurun)
Pem fisik 1. TTV jarang : jika fever (infeksi invasif luar bladder : ginjal, prostat, aliran darah)
Penunjang 1. Urinalisis
a. Leukosituria
b. Bakteriuria
c. Nitrit
d. Leukosit esterase (+)
e. Makroskopis
i. Kejernihan : keruh
ii. Berbau (busuk)
f. Mikroskopis
i. Piuria
ii. Hematuria
iii. Bacteriuria
26
Tatalaksana Antibiotik
1. 1-7 hari
Antibiotik wanita
1. Kehamilan : penicillin, sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin, trimethoprim, dan sulfonamide
2. Pria : 7 hari → TMP-SMX atau fluoroquinolone
Uji sensitivitas (sistitis pria jangan tanpa melibatkan prostat)
Follow up
1. Urinalisis dan/atau kultur urin jika pasca obat masih gejala
2. Sembuh dan kambuh setelah 2 minggu → kultur urin dan uji sensitivitas antibiotik
PHERP
27
Etiologi/FR
Patogenesis 1. RV : thin-walled, highly compliant chamber at low pressures and ejects low pulmonary vascular
resistance
2. RV rentan thd kegagalan seperti ↑ afterload (ex. emboli paru)
3. Most common cause : left-sided HF
4. Disfungsi LV → ↑ pulmonary vascular pressure → ↑ afterload RV
5. ↑ afterload RV – because disease of lung parenchyma or pulmonary vasculature
6. RV gagal → ↑ diastolic pressure transmitted retrograde to RA – w/ subsequent congestion of systemic
vein
7. Kongesti vena sistemik
S/F RV jantung
Patofisiologi
28
Anamnesis 1. Onset
2. Edema perifer / bengkak / edema ekstremitas bawah (gejala awal)
3. RUQ discomfort (peregangan kapsula hepar) + mual dan muntah
4. Penambahan berat badan
5. Anorexia, appetite loss
6. Perut kembung, anoreksia, rasa kenyang dini (gejala GI akibat edema dinding usus dan kongesti
hepar)
Hemofilia A (2)
Definisi Defek Hemophilia A bukanlah tidak adanya kompleks F VIII tetapi lebih
merupakan defek molekular atau tidak adanya bagian koagulannya F VIII:C
F VIIIa dan IXa yang menempel pada permukaan platelet → teraktivasi → kompleks fungsional → aktivasi
faktor X
Patofisiologi
Anamnesis 1. Hematuria
2. Hemarthrosis (sendi) + nyeri sendi
3. Hematoma
4. Hematemesis & melena
5. Riwayat
a. Perdarahan → pasca sirkumsisi dan pencabutan gigi
b. Anggota keluarga dengan riwayat perdarahan abnormal
4. aPTT → memanjang
5. Faktor VIII C → rendah
Patogenesis Tension type : Trigger (RF) → muscle spasm (a/r neck, shoulder) → kontraksi pada pembuluh darah pada leher →
menstimulus nociceptive receptor →
Migrain : pelebaran & penyempitan pembuluh darah otak, neurotransmitter, dan sensitivitas saraf trigeminal
Cluster : Gg hipotalamus
Tension-type : ketegangan otot
S/F
Patofisiologi Stimulasi nosiseptor perifer dan jalur produksi nyeri di perifer atau CNS
Tension-type Afferent signal via trigeminal nerve (CN V) → mengirim sinyal ke trigeminal nuclei pada brainstem →
thalamus → sensory cortex → efferent mengirim sinyal ke area yang diinervasi oleh CN V → headache
Anamnesis Tension-type
1. S : frontal dan temporal area
2. O :
a. Episodic
b. Chronic : > 15 days/month
c. No worse on exertion
3. C :
a. Bilateral
b. Non-pulsating
c. Band-like
● Riwayat
1. Pola tidur
2. Stres, lingkungan dan keluarga
3. Dehidrasi
Trigger (RF) → muscle spasm
Criteria Diagnosis :
1. > 2
a. Non-pulsatile
b. No photophobia
c. No nausea/vomiting
d. No phonophobia
2. No worse on exertion
Pem fisik
Penunjang
Second Exposure :
Allergen cross-link dengan IgG → degranulasi mast cell → pelepasan pro-inflammatory (histamin)
Patofisiologi Pelepasan histamin → histamin berikatan dengan H1 Receptor di blood vessel → vasodilatasi pembuluh darah di palpebra →
peningkatan permeabilitas vaskular → eksudat → edema periorbital
Anamnesis ● CC
1. Edema palpebra
2. C : muncul saat terpapar alergen
● OC
1. Itching a/r periorbital
2. Mata merah
3. Mata berair
Efek dari pelepasan histamin
● Riwayat → Riwayat alergi dan keluarga
Genetic susceptibility
1. Riwayat alergi → (1)Allergic rhinitis – (2) Atopic dermatitis – (3) Asthma
Atopic Triad → perkembangan alergi
GNAPS (3A)
Definisi Glomerulonefritis akut : istilah yang menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi dan
inflamasi sel glomerulus akibat proses imunogenik
S/F Glomerulus
Anamnesis 1. History :
a. Faringitis streptokokus → sakit tenggorokan, batuk, pilek, demam?
b. Pioderma → masalah kulit?
Gejala tipikal
2. Edema : palpebra pada pagi hari retensi air dan garam dan tahanan jaringan longgar palpebra dan
pengaruh gravitasi setelah tidur
a. Palpebra (tersering)
b. Disusul daerah ekstremitas, dan jika retensi cairan hebat (asites, edema genitalia eksterna :
skrotum/vulva)
3. Oliguria
4. Gross hematuria (dark colla/air cucian daging)
Tambahan
1. Gejala sistemik :sakit kepala, malaise, anorexia, dan flank pain (swelling renal capsule)
Penunjang 1. Hematologi
a. Hb ↓
b. Eritrosit ↓
c. Albumin ↓ (sedikit)
d. anemia normokromik ringan akibat hemodilusi dan hemolisis tingkat rendah
2. Urinalysis
a. Makroskopis
i. Warna : coklat gelap
b. Analisis kimia
i. BJ ↑
ii. Protein (+)
iii. Darah (+)
c. Mikroskopis
i. Eritrosit (banyak)
ii. RBC casts RBCs adhere to hyaline casts in tubular segment
iii. PMN leukocytes ?
iv. Silinder (+)
3. ASTO ↑ (jarang ↑ setelah infeksi kulit streptokokus)
4. Anti Deoxyribonuclease B level → dokumentasi infeksi streptokokus kulit
5. ↓ Serum C3 level (returns to normal 6-8 wk after the onset)
33
6. Streptozim (+) → mengukur banyak antibodi thd antigen streptokokus yang berbeda
7. Laporan kultur tenggorokan
8. Biopsi ginjal : jika hematuria, proteinuria, fungsi ginjal dan/atau kadar C3 rendah >2 bulan
Menyangkal komplikasi
1. MRI otak → indikasi : gejala neurologik (hypertensive encephalopathy : blurred vision, severe
headaches, altered mental status, new seizures
2. Chest X-ray → Pulmonary edema & HF (orthopnea, batuk, respiratory distress)
Etiologi/FR Primary or idiopathic (90%) → Minimal change disease (umum 85%), focal segmental glomerulosclerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis, membranous nephropathy, dll
Sekunder : SLE, henoch-schonlein purpura, malignancy, dan infeksi (e.g hepatitis, HIV, dan malaria)
Patogenesis Penipisan podosit + ↓ jumlah podosit fungsional + perubahan slit diaphragm integrity
4.
5.
b. Casts
👍
Hiperlipidemia
Hypercoagulable state
6. Anion gap decreased
7. Serum complement : N
Tatalaksana kortikosteroid
35
Etiologi/FR 1. Trauma ginjal tersering : trauma tumpul → berhubungan dengan trauma organ multisistem
2. Tidak langsung : cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di retroperitoneum
3. Trauma ureter : trauma tajam atau trauma iatrogenik akibat pembedahan di retroperitoneal atau
pelvis
4. Trauma vesika urinaria dan uretra : biasanya berhubungan dengan trauma lain seperti patah tulang
panggul
5. Trauma genitalia eksterna terisolasi, dicurigai kekerasan seksual
6. Trauma tumpul karena jatuh, kecelakaan mobil, trauma olahraga, serangan fisik, pelecehan seksual
7. Luka tembus, karena jatuh ke benda tajam, pisau dll
Patogenesis Trauma → mencederai ginjal karena ginjal anak lebih besar, memiliki lemak perirenal yang lebih sedikit, otot
perut jauh lebih lemah, dan dinding dada yang jauh lebih elastis dan dapat dikompresi
Patofisiologi
Tatalaksana
Syphilis
S/F
38
Patofisiologi
Penunjang 1. Dark-field
a. Ramping
b. Treponemal movement → Gerakan lambat
c. Angulasi / corkscrew / spiral
d. Spiroseta motil ?
2. Tes serologis
a. Tes non-treponema → RPR (rapid plasma reagin) dan VDRL (venereal disease research
laboratory
b. Tes spesifik treponema → tes TPHA (Treponema pallidum Haemagglutination Assay)
Tatalaksana
Tes TPHA dan titer RPR → setiap 3 bulan di tahun pertama (3,6,9,12) dan tiap 6 bulan tahun kedua (18, 24)
Chancroid (3A)
Patogenesis Infeksi akibat epitel yang rusak selama seks dengan orang yang terinfeksi
Inokulasi
Periode inkubasi 1-14 hari
Perjalanan penyakit
40
Inkubasi 4-7 hari → lesi awal : Papula dan eritematosa disekitarnya (di tempat masuknya virus) → 2 atau 3
hari → pustula → spontan pecah dan membentuk ulkus
S/F
Patofisiologi H. ducreyi mengkode cytolethal distending toxin → kematian sel epitel ireversibel → kerusakan kulit dan
ulkus
Patogenesis Paparan HSV pada permukaan mukosa atau abrasi kulit → masuk virus ke sel epidermis dan dermis →
replikasi → infeksi ujung saraf sensorik &/or otonom → fase awal infeksi : replikasi virus di ganglia dan
41
jaringan saraf yang berdekatan → Migrasi sentrifugal virion menular melalui saraf perifer → virus menyebar
ke permukaan mukokutan
Inkubasi 2-7 hari
S/F
Patofisiologi
Anamnesis 1. Didahului rasa terbakar dan gatal area calon lesi sebelum timbul lesi
2. Setelah lesi timbul → gejala konstitusional (episode pertama) : Malaise – Demam – Sakit kepala –
mialgia
3. Lesi
a. Nyeri
b. Gatal
c. Disuria (Lesi uretra)
d. Sekret uretra
4. Lesi vesikel mudah pecah → erosi multiple
5. Riwayat HSV/lesi sebelumnya (kekambuhan HSV-2 ~90%)
6. Kadang HSV genital → manifestasi prostatitis (nyeri anorektal, keluar cairan anorektal, tenesmus,
konstipasi)
5. Jumlah : multiple
6. Diameter : 1-2 mm
7. Tepi : eritematosus
8. Kedalaman : superfisial
9. Dasar : serosa, eritematosus, non vaskular
10. Indurasi (-)
11. Nyeri
12. Bilateral
Limfadenopati
1. Firm
2. Tender
3. Bilateral (sering)
Limfogranuloma Venereum
Definisi IMS yang mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe
S/F
Patofisiologi
Tatalaksana
Patogenesis Adhesi N. Gonorrhoeae ke sel mukosa oleh pili, opa, dll → transport to subepithelial space → mucosal cell
damage & invasion
Hanya membran mukosa yang dilapisi kolumnar atau kuboidal
S/F Uretra
Pem fisik 1. Inspeksi → penile edema & eritema & skrotum bengkak?
2. Milking → Purulent urethral discharge
Penunjang 1. Gram stain → PMN leukosit dengan gram (-) diplokokus intraseluler
Tatalaksana
Patogenesis Infeksi sel epitel kolumnar pada lokasi mukosa → replikasi → cell death
S/F Uretra
Patofisiologi
Tatalaksana
S/F
Pem fisik
Tatalaksana Metronidazol