Anda di halaman 1dari 45

1

Nephrolithiasis

Etiologi/FR Faktor intrinsik


1. Herediter
2. Usia : sering pada usia 30 - 50 tahun
3. Jenis kelamin : LK 3x lebih dari PR
Faktor ekstrinsik
1. Geografi
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dalam air
4. Diet : diet tinggi purin, oksalat dan kalsium
5. Pekerjaan : sedentary life
6. Penyakit → stenosis uretero-pelvis, divertikel, obstruksi infravesika pada BPH, striktur, dan vesika
urinaria neurogenik

Patogenesis Inhibitor < promotor kristalisasi

Supersaturasi → kristal → presipitasi kristal → inti nukleasi → agregasi → menarik bahan-bahan lain →
kristal yang lebih besar (masih rapuh) → menempel pada epitel saluran kemih → retensi kristal →
bahan-bahan lain diendapkan → lithiasis
Supersaturasi Type of kidney stones
1. pH urin 1. Calcium oxalate ~75%
2. Kekuatan ionik 2. Calcium phosphate ~15%
3. Konsentrasi zat terlarut 3. Uric acid ~8%, struvite ~1%, cystine <1%
4. Kompleksasi

S/F Pembentukan batu → obstruksi dan iritasi

Patofisiologi Peningkatan aktivitas peristaltik otot polos kalises/ureter untuk mengeluarkan batu → peningkatan tekanan
intraluminal → peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri

Anamnesis 1. Riwayat kencing berpasir?


2. Nyeri saat kencing
3. Riwayat faktor risiko internal dan eksternal
4. Nyeri kolik aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises meningkat → untuk mengeluarkan batu
5. Nyeri non kolik (hidronefrosis atau infeksi ginjal) peregangan kapsula renal
6. sudden onset unilateral flank pain (when a stone moves into ureter) / nyeri pinggang
7. Pain
a. intensity : increase rapidly
b. No alleviating factor
8. Painless gross hematuria
9. Pain accompanied often by nausea & vomiting
10. Symptoms may mimic acute cholecystitis (if the stone at right ureteropelvic junction)
11. Risiko
a. Minum bersoda dan jarang minum air putih
b. Jarang olahraga
12. Penurunan keluaran urin / oliguria

Diff diagnosis → muscular or skeletal pain, herpes zoster, duodenal ulcer, abdominal aortic aneurysm,
gynecologic conditions, ureteral stricture, and ureteral obstruction by material other than a stone (e.g blood
clot)

Pem fisik 1. Kesadaran : compos mentis


2. TTV : Normal
3. IMT : overweight/obese ?
2

Status urologis
4. a/r flank sinistra/dextra
a. Palpasi : Ballotement (+) → pembesaran ginjal (hidronefrosis)
b. Palpasi : nyeri di sisi kanan → nyeri pekak dan konstan
c. Perkusi : Ketok CVA (+)

Penunjang

1. Hematologi
a. eritrosit rendah ?
2. Kimia Darah
a. BUN tinggi
3. Urinalisis
a. Makroskopik
i. Gross hematuria
b. Analisis kimia
i. Blood (+)
c. Mikroskopik
i. eritrosit : numerous
ii. Sel epitel tinggi
iii. Hematuria
iv. Leukosituria
v. Kristal
4. Elektrolit (cek penyebab lithiasis) : kalsium, oksalat, fosfat
5. X-ray abdomen (KUB) : radiopasitas (setinggi? e.g regio lumbar paravertebral kanan II-III ukuran? e.g
1x1 cm
6. USG renal (jika tidak IVU, misal alergi kontras, faal ginjal menurun, dan wanita hamil) : Lesi
hiperechoic dengan bayangan akustik di ginjal kanan/kiri
7. IVU : dapat mendeteksi batu semi-opak atau non opak (yang tidak terlihat foto polos abdomen)
8. BNO : radioopaque

Tatalaksana 1. Analgesik → rujuk ke dokter spesialis urologi → operasi


2. Terapi konservatif
a. Rehidrasi cairan maintenance RL 20 tetes/m
b. Analgesik (ketorolac inj 2x1 ampul/hari)
3. ESWL
3

Ureterolithiasis (3A)

Definisi Batu ureter – umumnya = batu yang terbentuk di dalam sistem kalik ginjal yang turun ke ureter

Etiologi Kondisi yang mendukung terbentuknya batu : matrik protein dan inflamasi bakteri, peningkatan konsentrasi
urin → percepatan pembentukan kristal
Level keasaman abnormal (alkali) → mempercepat
Statis urin → predisposisi

Patogenesis Batu dari renal → masuk ke ureter

S/F ureter

Patofisiologi 1. Peristaltik otot polos


2. Trauma mukosa

Anamnesis 1. Nyeri akut abdomen/pinggang


a. Sifat : kolik hebat
b. Mendadak
c. Seperti ditusuk-tusuk
peristaltik otot polos sistem ureter meningkat → untuk mengeluarkan batu
Nyeri kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat
2. Nyeri saat kencing & Sering kencing batu ureter distal
3. Hematuria trauma mukosa
4. Batu menetap di ureter → inflamasi : periureteritis + obstruksi kronis : hidroureter/hidronefrosis
5. Pancaran BAK normal
6. disertai perut kembung, mual dan muntah, keringat dingin, dan pucat
4

7. Jika batu menyumbat ureter saat melewati right pelvic brim → gejala mirip akut apendisitis
a. jika kiri mirip divertikulitis akut
8. Stone PUJ → urinary urgency and frequency

Pem Fisik 1. Keadaan umum : tampak sakit


2. Kesadaran : compos mentis, gelisah (?)
3. TTV
4. Abdomen
a. Tegang
b. Palpasi : nyeri tekan (+) a/r hipokondrium
Status urologis
1. Perkusi : ketok CVA (+)

Penunjang 1. Urinalisis
a. hematuria mikroskopik
b. Leukosituria
c. Kristal (+)
2. Sedimen urin : kristal pembentuk batu
3. Elektrolit : kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat dalam darah maupun urin → cek penyebab
timbulnya BSK
4. Foto polos abdomen
5. IVU (pielografi intra vena) → deteksi batu semi-opak atau non opak
6. USG (bila tidak mungkin IVU : alergi kontras, faal ginjal menurun, wanita hamil)

Tatalaksana

Vesikolitiasis (3A)

Etiologi/FR Sering pada pasien penderita :


1. Gangguan miksi
a. BPH
b. Striktur uretra
c. Divertikel buli-buli
d. Buli-buli neurogenik
2. Terdapat benda asing di vesika urinaria
a. Kateter urin dalam waktu lama → benda asing → inti untuk terbentuknya batu
3. Bisa jadi batu dari batu ginjal atau ureter yang turun ke vesika urinaria

Patogenesis Supersaturasi → kristal → presipitasi kristal → inti nukleasi → agregasi → menarik bahan-bahan lain →
kristal yang lebih besar (masih rapuh) → menempel pada epitel saluran kemih → retensi kristal →
bahan-bahan lain diendapkan → lithiasis

S/F Batu vesika urinaria

Patofisiologi Iritasi
TRIAS : hematuria, disuria dan gangguan pancaran
5

Anamnesis 1. Gejala iritasi


a. Disuria hingga stranguria
b. Perasaan tidak enak sewaktu kencing
c. Kencing tiba-tiba terhenti kemudian lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh
2. Nyeri pada saat miksi → referred pain : ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki
3. Hematuria
4. Sulit BAK
a. Tidak lancar
b. ada fase berhenti
c. tiba-tiba terputus
5. Nyeri di akhir BAK
6. Riwayat : BAK merah dan keluar pasir/batu

Pem fisik 1. GA
2. TTV
3. VAS → sakit (e.g 8)
Status urologis
1. a/r suprapubik/supra symphisis
a. Palpasi : nyeri tekan suprapubik (+)
b. Palpasi : buli-buli penuh (bulging) / teraba massa
Tambahan
1. DRE : teraba batu buli-buli (palpasi bimanual)

Penunjang 1. Urinalisis
a. Warna : kuning keruh
b. Hematuria
2. USG : shadow echoic & deteksi batu radiolusen
3. BNO : radiopaque pada proyeksi vesica urinaria

Tatalaksana 1. IVFD RL 20 gtt/i


2. inj ketorolac 30 mg/8 jam
3. Litotripsi
4. Jika terlalu besar → pembedahan terbuka (vesikolitotomi)
5. Koreksi penyebab timbulnya stasis urin
6. ESWL
7. Endourologi

Radikulopati Lumbal

Etiologi/FR Kompresi nerve root akibat


1. Hernia Nukleus Pulposus (HNP)
2. Spondylosis
Area paling rentan : L4-L5 dan L5-S1

Patogenesis Kompresi L2, L3 dan L4 → nyeri punggung menjalar ke aspek anterior paha

S/F Nerve root

Patofisiologi Damage to sensory neurons & motor neurons

Anamnesis 1. Low back pain → menjalar ke anterior paha → lutut → kaki


2. Mati rasa
3. Kelemahan
4. Hilangnya refleks

Pem fisik 1. Kelemahan saat Ekstensi lutut & adduksi pinggul & Fleksi pinggul
2. Hilangnya sensasi : paha anterior
3. ↓ refleks patella (L4)
6

4. L5 : nyeri punggung akut – penurunan kekuatan ekstensi jempol kaki, eversi kaki, inversi, ekstensi
jari kaki, dorsofleksi
5. Lasegue (+) ?

Penunjang 1. MRI tulang belakang → kompresi nerve root


Radikulopati ringan : kehilangan sensori dan nyeri tanpa defisit motorik
Sedang : kehilangan sensori atau nyeri dengan defisit motorik ringan
Berat : kehilangan sensori dan nyeri dengan defisit motorik yang nyata

Tatalaksana 1. Pengurangan BB & olahraga & latihan Mckenzie


2. IVFD RL 500 cc + ketorolac / 8 jam
3. NSAID / Inj steroid epidural
4. Kortikosteroid saat fase akut : metilprednisolon 3 x 62,5 mg

CKD (2)

Etiologi/FR

Patogenesis 1. Mekanisme inisiasi spesifik terhadap etiologi yang mendasari


a. kelainan genetik pada perkembangan ginjal
b. pengendapan kompleks imun
c. peradangan pada jenis glomerulonefritis tertentu
d. paparan toksin pada penyakit tertentu pada tubulus ginjal & interstitium
2. Mekanisme non-spesifik : hiperfiltrasi & hipertrofi sisa nefron yang masih hidup
a. konsekuensi umum dari penurunan massa ginjal dalam jangka panjang, terlepas dari
underlying etiology
Tambahan
1. Akhirnya - adaptasi hiperfiltrasi dan hipertrofi jangka pendek untuk mempertahankan GFR →
maladaptif (karena ↑ tekanan dan aliran nefron → distorsi arsitektur glomerulus, fungsi podosit
abnormal, dan gg penghalang filtrasi → sklerosis dan hilangnya sel-sel ginjal nefron yang tersisa)
2. ↑ aktivitas RAS intrarenal → hiperfiltrasi kompensasi awal dan maladaptif hipertrofi dan sklerosis
berikutnya
DM
Hiperglikemia → glikasi non enzimatik asam amino dan protein → Terjadi reaksi antara glukosa dengan
protein → menghasilkan produk AGEs (Advanced Glycosylation Products)
1. Proses pembentukan AGEs dan ROS → efek metabolik dan hemodinamik yang akan menyebabkan
stimulasi RAAS → hipertensi
2. Penimbunan AGEs dalam glomerulus maupun tubulus ginjal dalam jangka panjang akan merusak
seluruh glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal

S/F abnormalitas pada ginjal baik struktural atau fungsional


7

Patofisiologi Mekanisme
1. ECFV expansion → hypertension → nephron hyperfiltration and injury
Uremia
1. akibat akumulasi toxin yang biasanya diekskresi
2. akibat hilangnya fungsi ginjal lainnya (e.g homeostasis cairan dan elektrolit serta regulasi hormon)
3. Inflamasi sistemik progresif serta konsekuensi vaskular dan nutrisinya

Anamnesis 1. Onset : >3 bulan


2. Bengkak → lokasi? (kaki, tangan, kelopak mata pagi hari, perut) menetap? tambah parah?
3. ↓ Frekuensi berkemih (tidak sakit atau tidak lancar)
4. Urin sedikit dan keruh
5. sindrom uremik
a. ↓ nafsu makan
b. penurunan berat badan
c. anoreksia, mual, dan muntah abnormalitas GI & Retensi racun uremik
d. cegukan, kram otot Iritabilitas neuromuskular
e. edema perifer
f. pruritus uremik dan hiperfosfatemia
g. restless leg syndrome
h. Lidah metal (dysgeusia) pemecahan urea menjadi amonia dalam air liur
6. Gangguan pola tidur komplikasi CNS
7. Badan lemas Gangguan produksi eritropoietin → anemia
8. Dispnea? ↑ permeabilitas membran kapiler alveolar : karena uremik dan merespons terhadap dialisis
9. Riwayat
a. DM
b. Hipertensi
c. Obat → antiinflamasi nonsteroid, penghambat siklooksigenase-2 (COX-2), antimikroba, obat
kemoterapi, obat antiretroviral, penghambat pompa proton, obat katartik usus yang
mengandung fosfat, dan litium
d. Merokok
e. Kontrol penyakit?

Pem fisik 1. GA : tampak sakit sedang?


2. Kesadaran : compos mentis?
3. TTV
a. TD : Hipertensi
4. Uremic fetor pemecahan urea menjadi amonia dalam air liur
5. Mata :
a. konjungtiva anemis +/+? Gangguan produksi eritropoietin → anemia
b. Funduskopi (e.g retinopati diabetik yang berhubungan dengan nefropati diabetik, hipertensif
retinopati?)
6. Abdomen : cembung & shifting dullness
7. Ekstremitas :
a. edema pitting
b. Ulkus ? DM → penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah → iskemia dan ulkus //
peningkatan HbA1c eritrosit → deformabilitas eritrosit

Penunjang 1. Hematologi Gangguan produksi eritropoietin & kadar ureum tinggi menyebabkan pemendekan umur
eritrosit → anemia (Anemia normositik dan normokromik, mulai pada stadium 3)
a. Hb : rendah
b. Ht : rendah
2. GDS : tinggi DM
3. Ureum: tinggi (>39 mg/dl )
4. Creatinine: tinggi (>1.3 mg/dL)
5. GFR
6. Proteinuria ↑ tekanan darah → ↑ fluks protein melintasi kapiler glomerulus
7. Albuminuria
8. Hipoalbuminemia
9. Hyperkalemia intake, transfusi stored red blood cells, dan asidosis metabolik
8

10. Asidosis metabolik


11. Hiperfosfatemia
12. Hipokalsemia
13. Radiologis : ginjal kecil / bukti osteodistrofi ginjal
14. USG
a. Ginjal bilateral kecil → CKD berlangsung lama
b. Batas korteks dan medula menipis
15. Evaluasi penyakit tulang metabolik : Konsentrasi serum kalsium, fosfor, vitamin D, dan PTH
penekanan produksi kalsitriol karena retensi fosfat dan peningkatan kadar FGF-23, yang juga
meningkatkan degradasi kalsitriol
16. Bat wing appearance (komplikasi paru → edema alveolar → dispnea)
17. EKG → LVH (komplikasi CKD) + heart failure
18. Pericardial disease : depresi interval PR dan elevasi segmen ST yang menyebar & nyeri dada

Tatalaksana Non-farmakologi
1. Tirah baring
2. Pembatasan cairan 1L/hari
3. Pembatasan protein 0,9 g/kgbb per hari
4. diet rendah garam 2-3 gr per hari
5. debridement luka (jika ulkus dekubitus)
6. Rendah fosfat
7. CaCO3 3 x 1 tab (jika hipokalsemia)
8. transfusi PRC 200 cc (jika anemia) ↑ Hb pasien untuk anemia & syarat sebelum hemodialisa
9

Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 gr/dl


9. hemodialisa terapi pengganti ginjal
Farmakologi
1. Captopril 2 x 12,5 mg ACE-inhibitor → ↓ BP dan hipertensi intraglomerular
2. intravena IVFD NaCl 0,9 % X TPM
3. Furosemid Injeksi/ 8 Jam mengurangi edema sebagai loop diuretik
4. asam folat 2 x 1 mg asam folat berfungsi sebagai bahan pembentuk sel darah merah
5. Glimepiride 1 x 2 mg (jika penyebabnya DM) sulfonilurea

PHERP 1. Hemodialisa → hati hati HCV, cek berkala

BPH (2)

Keluhan utama Nyeri perut bagian bawah dan tidak dapat/susah kencing

Etiologi/FR 1. Secara pasti penyebab tidak diketahui


2. Berkaitan dengan ↑ kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging
RF
1. Obesitas (peningkatan inflamasi dan tekanan intraabdomen → memperburuk LUTS)

Patogenesis Testosteron → diubah oleh enzim 5 alfa-reduktase → DHT → berikatan dengan reseptor androgen →
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel → sel stroma terstimulasi oleh DHT dan estradiol →
1. Intrakrin dan autokrin → proliferasi sel stroma
2. Parakrin → proliferasi sel-sel epitel

S/F Hiperplasia Zona transisional prostat dan obstruksi uretra

Patofisiologi Hiperplasia prostat → obstruksi uretra → LUTS

Anamnesis 1. Nyeri perut bagian bawah


2. Tidak kencing?
Gejala obstruktif (keluhan saat berkemih)
1. Pancaran lemah (slow stream)
2. BAK terputus-putus (intermitten)
3. Mengejan (straining)
4. Butuh waktu lama untuk miksi (prolonged voiding)
5. Rasa ingin BAK, tapi sulit keluar (hesitansi / anyang-anyangeun)
6. Perasaan tak tuntas (feeling incomplete emptying)
7. Menetes akhir (Terminal dribbling)
8. Double voiding ?
Gejala Iritatif (keluhan akibat gangguan pada pengisian urin)
1. Urinary frequency (sering BAK)
2. Nocturia
3. Urgency (rasa ingin BAK mendadak dan sulit menahan)
4. Urge incontinence (BAK yang tidak dapat ditahan) / mengompol
5. Small voided
Gejala pasca berkemih
1. Rasa tidak lampias (obstruktif)
2. Terminal dribbling (obstruktif)

International prostate symptom score dikembangkan oleh AUA dan distandarisasi WHO
1. Ringan: skor 0-7
2. Sedang: skor 8-19
3. Berat: skor 20-35
10

Pem fisik 1. Status generalisata : GA (tampak sakit)


2. Status urologis
a. a/r suprapubik : nyeri tekan (+), vesika urinaria teraba (e.g 3 jari diatas simfisis pubis)
3. DRE
a. Konsistensi : kenyal (seperti meraba ujung hidung)
b. Hilangnya sulcus medianus
c. Tidak teraba kutub atas
d. Lobus kanan dan kiri simetris
e. Tidak didapatkan nodul

Penunjang 1. USG kandung kemih dan prostat


a. hiperplasia prostat, vol. (e.g 84 cc)
b. Skor IPP
IPP :
● diukur dari ujung tonjolan (protrusi) prostat di dalam buli-buli hingga dasar (basis) sirkumferensi buli-buli
● pertumbuhan berlebih pada lobus medius dan lateral prostat ke arah buli
● Korelasi kuat dengan risiko terjadinya retensi urine akut
● Derajat 1 besarnya 1,5 mm
● derajat 2 besarnya 5-10 mm
● derajat 3 besarnya 10 mm
2. Uroflowmetri Flow rate
a. menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
b. alat uroflowmetri
3. Residual urine / post void residual
a. Menggunakan (ultrasonografi atau bladder scan setelah miksi)
b. Jumlah residu urine pada pria normal rata-rata 50 ml
Bersifat untuk menyangkal
1. Urinalisis → mencari kemungkinan infeksi (lanjut kultur) / inflamasi traktus urinarius
2. Faal ginjal : penyulit Upper urinary tract
3. Gula darah → DM → buli-buli neurogenik
4. PSA → jika (-) menyangkal keganasan prostat
5. Foto polos → apa ada batu opak saluran kemih?
6. IVU : Kelainan pada ginjal / ureter (hidronefrosis / hidroureter)
11

Pencitraan
1. Trans abdominal ultrasonography
a. perkiraan volume (besar) prostat
b. panjang protrusi prostat ke buli-buli atau intra prostatic protrusion (lPP)
c. mungkin didapatkan kelainan pada buli-buli (massa, batu, atau bekuan darah)
d. menghitung sisa (residu) urine pasca miksi
e. hidronefrosis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi prostat
2. Transurethral ultrasonography (TRUS) → cari kemungkinan adanya fokus keganasan prostat berupa
area hipoekoik

Tatalaksana

Watchful waiting atau konservatif (menunggu / observasi)


1. Skor IPSS <7
2. Kontrol berkala 3-6 bulan → menilai perubahan keluhan, IPSS, uroflowmetry, maupun volume residu
urine
3. penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya
a. Kurangi minum di malam hari dan jika perjalanan jauh
b. Mengurangi konsumsi kafein, alkohol, cokelat, atau zat yang memiliki efek diuretik dan iritan
(iritasi vesika urinaria)
c. batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
d. Milking urethra
e. kurangi makanan pedas dan asin
f. Olahraga 2-3x seminggu
g. Hindari konstipasi dengan makanan tinggi serat
h. jangan menahan kencing terlalu lama
4. Tidak diberi obat atau operasi
5. Secara periodik minta pasien kontrol
Medikamentosa (skor IPSS >7)
Apabila gangguan berkemih sangat mengganggu dan menurunkan kualitas hidup
1. alfa 1 -adrenergik blocker
a. Lini pertama untuk LUTS : gejala sedang-berat
b. Prazosin yang diberikan 2x/hari
c. terazosin, afluzosin, dan doksazosin 1x/hari
2. Inhibitor reseptor alfa 1A adrenergik : tamsulosin → sangat selektif terhadap otot polos prostat
3. 5 alfa-reduktase Inhibitor (5 Alfa Reduktase inhibitor / 5 ARI)
a. Indikasi : Gejala LUTS sedang-berat dan peningkatan risiko progresi (volume prostat >40 cc)
b. menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh
enzim 5 a-reduktase di dalam sel prostat
c. Menginduksi apoptosis pada sel epitel prostat
d. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat menurun
e. Finasteride (menghambat 5 q reduktase tipe 2) : 5 mg sehari (SE → Disfungsi ereksi)
f. Dutasteride (SE → Disfungsi ereksi)
g. Duodart : enzim 5 cAR type 1 dan tipe 2 (dual inhibitor)
h. Obat bekerja maksimal setelah 3-6 bulan
4. Antimuskarinik → mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih
a. Gejala sedang berat dengan keluhan penyimpanan yang menonjol
b. efek samping : kesulitan berkemih
5. Beta 3 agonis
a. Reseptor beta 3 adrenergik → terstimulasi → relaksasi detrusor
b. Efek samping : infeksi saluran kemih
6. Phosphodiesterase 5 inhibitor
12

a. LUTS sedang-berat dengan atau tanpa disfungsi ereksi


b. ↑ konsentrasi dan memperpanjang cGMP intraseluler → mengurangi tonus detrusor, prostat,
dan uretra
7. Fitofarmaka
a. ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu
b. anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG),
inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflamasi, menurunkan outflow
resistance, dan memperkecil volume prostat
c. Fitofarmaka : Pygeum africanum, Serenoo repens, Hypoxis rooperi, Radix urtico dan masih
banyak lainnya
Terapi kombinasi (medikamentosa)
1. α1-blocker + 5α-reduktase inhibitor
a. Volume prostat >30 cc dan PSA >1.5 ng/dL
b. Sedang-berat pasien risiko progres penyakit ke arah lebih buruk (e.g volume prostat >40 ml)
2. α1-blocker + antimuskarinik
a. mengurangi frekuensi berkemih, nokturia, urgensi, episode inkontinensia, skor IPSS dan
memperbaiki kualitas hidup dibandingkan dengan α1-blocker atau plasebo saja
b. Indikasi : kasus storage yang tidak membaik setelah monoterapi α1-blocker atau antagonis
reseptor antimuskarinik saja
Pembedahan

Reseksi prostat
1. TURP : monopolar dan bipolar transurethral resection of the prostate
a. Tindakan baku emas pembedahan BPH dengan volume prostat 30-80 ml
b. Dipotong menjadi bagian kecil (cip)
2. Laser prostatektomi
a. Prostate gland akan koagulasi pada suhu 60-65 C dan mengalami vaporisasi pada suhu
>100 C
Vaporization of the prostate
3. TUIP : transurethral incision the prostate
a. Rekomendasi : sedang-berat dengan volume prostat <30 ml, tanpa pembesaran lobus
medius
b. Insisi bladder outlet tanpa pengangkatan jaringan
Enukleasi prostat
4. Prostatektomi terbuka
a. Apabila tidak ada TUEP-B atau enukleasi laser holmium
b. Sedang-berat, volume >80 ml
Invasi Minimal
1. Termoterapi → pemanasan 44 C → nekrosis koagulasi → destruksi jaringan pada transisional prostat
2. TUNA (transurethral needle ablation of the prostate) → Kateter masuk ke uretra → energi dari
frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai 100 C → nekrosis jaringan prostat
3. Stent → pada uretra prostatika
4. High intensity focused ultrasound (HIFU) → energi panas → nekrosis
Lain-lain
1. Sistostomi
a. Retensi urin dan kateterisasi transuretra tidak bisa → sistostomi (kateter supravesika)
13

2. Kateter menetap
Kontrol Berkala
1. Prostatektomi menghilangkan gejala obstruksi (voiding), tapi tidak menghilangkan gejala storage
(50% urgensi)
2. Pasien dengan watchful waiting kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun → Skor IPSS,
Uroflowmetri, Residu urin pasca miksi
3. Terapi inhibitor alfa-reduktase → kontrol minggu ke 12 dan bulan ke 6, kemudian setiap tahun
a. Nilai respon thd pengobatan setelah 6 minggu → IPSS, uroflowmetri, residu urin pasca miksi
b. Tidak menunjukkan tanda perbaikan → pikirkan tindakan bedah
4. Setelah pembedahan
a. kontrol paling lambat 6 minggu pasca operasi\
b. Kontrol selanjutnya : 3 bulan
5. Terapi invasif minimal
a. 6 minggu, 3 bulan, 6 bulan, dan setiap tahun

Ca Prostat (2)

Etiologi/FR ● Genetik
2-5x lebih berisiko jika terdapat anggota keluarga inti mengalami Ca prostat
● Hormonal
● Diet
- Banyak mengandung lemak, susu hewani, daging merah, dan hati
- ↓ RF : vitamin A, beta karoten, isoflavon atau fitoestrogen (kedelai), likofen, selenium, dan vitamin E
● Pengaruh lingkungan
Merokok dan paparan bahan kimia Kadmium (Cd) (pada alat listrik dan baterai)
● Infeksi

Patogenesis Etiologi → hipermetilasi GSTP1 gene promoter → PIN (prostate intraepithelial neoplasia)

S/F Prostat → Gg proses mikturisi

Patofisiologi Proliferasi sel carcinoma pada prostat → peningkatan massa prostat → menekan uretra → retensi urine dan nyeri perut
bagian bawah

Anamnesis ● CC
1. S : suprapubic pain
2. O : kronik
Gejala timbul pada carcinoma stadium lanjut, pada stadium dini tidak ditemukan adanya gejala
● OC
Gejala muncul saat mencapai stadium lanjut, stadium dini asimtomatik
1. Gangguan berkemih :
a. Penurunan kekuatan pancaran urine
Massa prostat menekan uretra → penurunan kekuatan otot eksternal sphincter
b. Hematuria
Massa berupa carcinoma → ruptur massa → darah mengikuti arah keluarnya urin
2. Sulit BAB
Massa prostat menekan rektum → gangguan BAB
3. Darah dalam semen
Massa berupa carcinoma → ruptur massa → darah mengikuti arah keluarnya semen
4. Penurunan BB tanpa sebab
5. Nyeri tulang
Metastase Ca prostat sering mengarah pada tulang
● Riwayat/RF
1. Usia : older age (>50 y.o)
2. Ras : black people
3. Genetik

Pem fisik 1. BMI : obese (RF)


14

Obesitas → cancer lebih agresif untuk tumbuh


2. DRE :
a. Nodul keras pada prostat
b. Kelenjar berbenjol-benjol
Massa adenocarcinoma dapat teraba berbenjol, membedakan dengan BPH

Penunjang 1. PAP (Prostatic Acid phosphatase)


Zat yang dihasilkan oleh acini cell pada prostate → sekresi pada duktus prostatic
2. PSA (Prostate Specific Antigens)
a. > 4 : carcinoma
- Glikoprotein yang dihasilkan oleh sitoplasma sel prostate → menembus basal membran sel epitel → beredar
melalui pembuluh vaskuler → peningkatan pada pemeriksaan darah perifer
- Mendeteksi dini dan evaluasi lanjutan setelah terapi
3. TRUS (transrectal ultrasonography) : adanya area hipoekoik
Memiliki kemampuan 2x lebih baik dibandingkan colok dubur
4. Biopsi Ca Prostate

Tatalaksana ● Nonfarmakologi
1.
Membatasi jumlah makanan berlemak, susu hewani, daging merah
2.
Hindari merokok
3.
Konsumsi makanan sehat (sayuran dan buah-buahan)
● Farmakologi
HRPC/CRPC : (hormone/castrate refractory prostate cancer)

● Tindakan

1. Observasi
Bagi pasien dalam stadium T1 dengan umur harapan hidup <10 tahun
2. Prostatektomi radikal : pengangkatan kelenjar prostat bersama vesika seminalis
Pada pasien dengan stadium T1-2, N0, M0
3. Radiasi : didahului dengan limfadenektomi, dikerjakan melalui bedah laparoskopi
Pada pasien tua dan tumor yang bermetastasis
4. Terapi hormonal : ADT (androgen deprivation therapy)
Terapi kanker prostat stadium lanjut (yang sudah terdapat metastase pada tulang)

Trauma kandung kemih

Etiologi/FR Non-iatrogenik (tumpul dan tajam) ● Iatrogenik (eksternal dan internal)

Anamnesis 1. Tanda khas: hematuria makroskopik


2. Gejala lain: nyeri perut, anuria, disuria, retensi urine, memar di daerah suprapubik, dan adanya
kebocoran urine
3. Riwayat fraktur pelvis
4. Mekanisme terjadinya trauma
15

5. Pada trauma tajam perlu dicari deskripsi senjata dan jumlah tusukan.
6. Pada trauma tembak, tipe dan kaliber pistol, jarak tembak, dan jumlah tembak perlu diselidiki lebih
lanjut.

Pem fisik 1. Tanda: nyeri tekan abdomen, nyeri tekan suprapubik, hematoma pada daerah abdomen bawah,
distensi abdomen bawah, darah pada meatus uretra, hematuria, dan edema atau ekimosis pada
genitalia eksterna dan perineum
2. Instabilitas pelvis
3. Trauma penetrasi: luka masuk dan keluar
4. Cedera pada organ urogenital lainnya

Penunjang 1. USG
2. Sistografi: modalitas pencitraan yang direkomendasikan pada kasus cedera kandung kemih
non-iatrogenik dan kecurigaan adanya trauma kandung kemih iatrogenik pasca operasi.
3. CT-Sistografi
4. Sistoskopi

Tatalaksana 1. Profilaksis antibiotik


2. Pembedahan

Lesi medula spinalis

Etiologi/FR Trauma medula spinalis : kecelakaan / luka tusuk atau tembak / tumor

Patogenesis

S/F

Patofisiologi Kompresi pada saraf spinalis S2, S3, dan S4 → retensio urin dan hilangnya kontrol vesika urinaria, Inkontinensia alvi

Anamnesis 1. Retensi urin → anuria / tidak BAK


2. Nyeri akut belakang leher, paralisis, paraplegia

Pem fisik 1. Refleks bulbocavernosus : hilang

Penunjang 1. Radiologis
2. CT scan & MRI

Tatalaksana 1. Metilprednisolon
2. Rehabilitasi medik → fisioterapi, terapi okupasi, bladder training → mempertahankan ROM dan mobilitas

AKI (2)

Definisi Gangguan fungsi filtrasi dan ekskresi oleh ginjal selama hari - minggu (biasanya 7 hari)
→ Retensi Nirogenous and other waste product

Prerenal azotemia

Etiologi/FR

Patogenesis 1. Hypovolemia → ↓ laju aliran darah renal → ↓ GBHP → ↓ GFR


2. TDS<80 mmHg → gagal autoregulasi, termasuk : Ang II, ADH, myogenic reflex, TGF, dll
16

S/F ↓ GFR → Gg ekskresi ginjal

Patofisiologi

Anamnesis 1. Gejala
a. Anuria atau oliguria
b. Hipotensi ortostatik
2. Riwayat
a. Asupan cairan buruk
b. Kehilangan cairan (perdarahan, diare, muntah, sekuestrasi ke ruang ekstravaskuler)
c. NSAID / ACE-I / ARB
d. CHF
e. Penyakit hepar (sirosis)
f. Diuretics
g. Sindrom nefrotik (hipoalbuminemia)

Pem fisik 1. TTV → HR : Takikardia & BP : Hipotensi


2. Tanda dehidrasi → CRT >2 detik & ↓ turgor kulit Membran mukosa kering
3. JVP : rendah

Penunjang 1. Kimia klinis


a. Serum urea : Tinggi
b. Serum kreatinin : tinggi
c. Serum potassium : tinggi
2. AGD
3. BUN/creatinine ratio : >20
4. FeNa <1%
5. Sedimentasi urin
a. Hyaline casts
6. BJ : >1.018
7. Osmolaritas urin >500 mOsm/kg

Intrinsik AKI
17

Etiologi

Patogenesis Sepsis-associated AKI


1. Inflamasi, disfungsi mitokondria, edema interstisial
2. Vasodilatasi arteri – sitokin → ↑ ekspresi NO sintase → ↓ GFR
a. Vasodilatasi arteriol eferen berlebihan
b. Vasokonstriksi ginjal akibat aktivasi sistem saraf simpatis, RAAS, atau ↑ vasopresin dan endotelin
3. Kerusakan endotel → adhesi & migrasi leukosit → aktivasi ROS → melukai sel tubulus ginjal
Ischemia-associated AKI
1. Renal medulla : daerah paling hipoksia
2. ↑ interaksi leukosit-endotel di small vessels → inflamasi dan ↓ aliran darah
3. Disfungsi mitokondria dan rilis ROS → cedera tubulus ginjal
4. Sering berkmbeng ketika
a. Terbatas cadangan ginjal
b. Penyerta : sepsis, nefrotoksik, rhabdomyolysis, pankreatitis
c. Azotemia prerenal
5. Cedera tubulus proksimal → ↑ zat terlarut ke makula densa → TGF → vasokonstriksi pre glomerulus persisten
→ ↓ GFR
6. Obstruksi akibat nekrotik debris → ↓ GFR
Nephrotoxin-associated AKI
1. Rentan thd agen nefrotoksik (karena perfusi darah tinggi dan konsentrasi zat) → paparan racun dengan
konsentrasi tinggi pada sel tubular, interstisial, dan endotel
2. RF : usia tua, penyakit ginjal kronik, prerenal azotemia
3. Hipoalbuminemia → ↑ konsentrasi free circulating drug
4. Contoh : agen kontras, antibiotik, agen kemoterapi, toxic ingestion, asam urat (endogen)

S/F Struktur dan fungsi ginjal

Patofisiologi ↓ GFR → ↓ ekskresi metabolit

Anamnesis
Sepsis-associated AKI Ischemia-associated AKI Nephrotoxin-associated AKI
1. Sepsis syndrome 1. Sepsis Rhabdomyolysis
2. Septic shock 2. Usia tua 1. Traumatic crush injuries
Hipotensi 3. CKD 2. Seizures
Takikardia 3. Immobilizations
Takipnea Hemolysis
Sianosis 1. Riwayat transfusi darah baru2
Kelelahan/gelisah ini dengan reaksi transfusi
Menggigil/demam Tumor lysis
Perubahan mental 1. Recent chemotherapy
Nyeri otot

Pem fisik
Sepsis-associated AKI Ischemia-associated AKI Nephrotoxin-associated AKI
1. Hipotensi (tdk selalu) 1. Hipotensi sistemik Rhabdomyolysis
1. Iskemia ekstremitas
18

Penunjang
Sepsis-associated AKI Ischemia-associated AKI Nephrotoxin-associated AKI
1. Culture (+) 1. Sedimentasi urin Rhabdomyolysis
2. Sedimentasi urin a. granular casts 1. ↑ myoglobin
a. Granular casts b. Renal tubular epithelial 2. ↑ Creatine kinase & asam urat
b. renal tubular epithelial cell casts 3. Urine heme (+) w/ few RBC
cell casts c. FeNa >1% 4. FeNa <1%
3. Awal penyakit : FeNa <1% 5. Hiperfosfatemia + hipokalsemia
4. Biasanya >1% dengan Hemolysis
osmolaritas <500 mOsm/kg 1. Anemia
Rhabdomyolysis x hemolysis 2. ↑ LDH
Warna merah tetap di supernatan 3. Low haptoglobin
setelah sentrifugasi 4. FeNa <1%
Tumor lysis
Dipstick + Hb tapi sedikit RBC pada 1. Hyperphosphatemia
sedimen urin 2. Hypocalcemia
3. Hyperuricemia

Post renal AKI

Etiologi Bladder outlet obstruction


Bilateral pelvoureteral obstruction (or unilateral obstruction of a solitary functioning kidney)

Patogenesis Obstruksi → ↑ tekanan hidrostatik retrograde dan Gg filtrasi glomerulus

S/F Struktur dan fungsi ginjal

Patofisiologi 1. ↑ tekanan intratubular secara tiba-tiba → perubahan hemodinamik


2. Vasodilatasi aferen
3. Ang II, TXA2 dan vasopresin → vasokonstriksi intrarenal

Anamnesis 1. Riwayat → BPH, nefrolitiasis, pelvic malignancy


2. Anuria dan oliguria
3. Tanda gejala obstruksi/BSK
a. Obstruksi ureter → nyeri kolik
b. BPH → nokturia, frekuensi, hesitancy
c. Perut terasa penuh dan nyeri suprapubik

Pem fisik 1. Ketok CVA (+)

Penunjang 1. Urinalisis : hematuria / piuria (tergantung penyebab)


2. Radiologi : sumbatan radiopak

Diagnosis AKI

Diagnosis Anamnesis
1. Oliguria / anuria
2. Urin berwarna merah / coklat w/or tanpa hematuria berat
19

Penunjang
1. Anemia (multifaktorial)
AKI sering menyebabkan
1. Hiperkalemia
2. Hiperfosfatemia
3. Hipokalsemia
Tambahan
1. Anion gap ↑ : uremia (retensi anion : fosfat, hipurat, sulfat, urat) → metabolic acidosis
2. Radiologi : ukuran ginjal normal
Urinalisis
1. Proteinuria ringan <1 g/hari → iskemia / nefrotoksin
2. Proteinuria lebih berat >3.5 g/hari → glomerulonefritis, vaskulitis, NSAID
Tes prognostik : IV furosemide 1.0 - 1.5 mg/kg → urin output <200 mL 2 jam setelah IV → progres ke AKI lebih parah dan butuh renal
replacement therapy
↑ Konsentrasi SCr atau ↓ urine output

↑ baseline 0.3 mg/dL dlm 48 jam atau ↑ min 50% dlm 1 minggu

Terapi Prerenal azotemia


1. Cairan kristaloid (RL) IV → memulihkan fungsi ginjal dan koreksi hiperkalemia dan asidosis metabolik (untuk
pasien tidak hypochloremic)
2. 0.9% saline (hypovolemic hypochloremic)
3. Bicarbonate (dextrose water w/ 150 mEq sodium bicarbonate) → metabolic acidosis (pH <7.2)
4. Hyperphosphatemia → limit asbrobsi fosfat GI (Ca2+ carbonate)
5. Symptomatic hypocalcemia → Calcium gluconate
6. Total parenteral nutrition
a. total energy intake of 20–30 kcal/kg per day.
b. Protein intake should vary depending on the severity of AKI: 0.8–1.0 g/kg per day in non catabolic AKI
without the need for dialysis; 1.0–1.5 g/kg per day in patients on dialysis; and up to a maximum of 1.7
g/kg per day
7. Severe acute blood loss → PRC
8. Volume overload → furosemide bolus (200 mg) diikuti dengan infus (10-40 mg/jam)
9. Konsultasi ke dokter Sp. PD

Acute Nephritic Syndrome

Etiologi/FR (1) Lupus nephritis (2) IgA nephropathy (3) subacute bacterial endocarditis (4) anti glomerular basement membrane
disease

Patogenesis Inflamasi glomerulus → ↓ GFR

S/F Glomerulus

Patofisiologi ↓ GFR → produksi gejala uremia dengan retensi Na+ dan H2O

Anamnesis 1. Hematuria (dark colla)


2. Edema (periorbital)
3. Oliguria

Pem fisik 1. TTV : hipertensi


2. Edema
20

Penunjang 1. Azotemia
2. Urinalisis :
a. hematuria
b. Pyuria
c. Proteinuria 1-2 g/24 h
3. ↑ serum kreatinin berhubungan dengan ↓ filtrasi glomerulus
4. Makroskopis : hematuria
5. Microscope
a. Red blood cell casts
b. Dysmorphic RBC

Lupus nephritis IgA Nephropathy


1. Komplikasi SLE 1. Deposisi IgA di mesangium
2. Deposisi circulating immune complexes (berisi DNA dan 2. Salah satu bentuk glomerulonefritis paling umum
Anti-DNA) → aktivasi kaskade komplemen → 3. Pria>wanita
complement-mediated damage, infiltrasi leukosit, aktivasi 4. Puncak kejadian : dekade 2-3 kehidupan
faktor prokoagulasi dan rilis sitokin 5.
3. Deposisi : mesangial, subendothelial, subepithelial space Manifestasi
Manifestasi 1. Hematuria episodik berulang
1. hematuria Penunjang
PE 1. ↑ konsentrasi IgA serum
1. Hipertensi 2. Serum komplemen : normal (C3&C4)
Penunjang Terapi
1. Proteinuria 1. ACEI dan steroid atau imunosupresan
21

2. Hematuria
3. Urine sediment : RBC casts
4. Anti-dsDNA antibodies (+)
5. Hypocomplementemia
Terapi
1. Kortikosteroid → metilprednisolon oral
2. Antihipertensi (furosemid dan captopril)

Tatalaksana 1. Diet → diet rendah Na+ dan K+ → mengurangi retensi Na+


2. Pembatasan cairan
3. Tirah baring
4. Anti-hipertensi
5. Imunosupresan

Pyelonephritis (4A) akut non komplikata

Definisi Acute pyelonephritis is defined as inflammation of the kidney and renal pelvis (Smith)

Etiologi/FR Microorganism → infection


1. E. Coli (70-80% kasus)
2. Proteus
3. Klebsiella spp
4. Gram (+) coccus : Streptococcus faecalis & enterococcus, S. aureus
5. Enterobacter, Pseudomonas, Serratia, and Citrobacter spp

RF
1. Pada wanita usia reproduksi
2. aktivitas seksual dan riwayat ISK pada pasien dan keluarga
3. Diabetes dan inkontinensia urin

Patogenesis Mikroorganisme dari saluran kemih bawah → lewat ureter → mencapai ginjal

S/F Infection involves the renal parenchyma

Patofisiologi Inflammatory response & irritates epithelium


Pathogens use enzyme to reduce nitrate to nitrite
22

Anamnesis 1. Onset : acute


2. Nyeri daerah pinggang
Mild pyelonephritis
1. low-grade fever
2. with or without lower-back or costovertebral-angle pain
Severe pyelonephritis
1. high fever (pembeda dengan cystitis)
2. rigors (menggigil)
3. nausea, vomiting
4. flank and/or loin pain (nyeri daerah perut dan punggung)
Tambahan (kadang gejala iritasi vesika urinaria)
1. Disuria (?) colony bacteria irritates urinary epithelium
2. Urgency
3. Frequency

Pem fisik 1. TTV : Fever >38 C (anak >39)


2. Abdomen : suara usus melemah (seperti ileus paralitik)
3. CVA (bisa +)

Penunjang 1. Hematologi
a. Leukositosis
b. Peningkatan Laju endap darah (ESR)
c. elevated levels of C-reactive protein
2. Urinalisis (dipstick)
a. Piuria / WBC
b. Bakteriuria
c. RBC / Hematuria
d. Nitrates (+)
e. Increase colony count
3. Hitung koloni uropatogen ≥104 /mL → bakteriuria
23

4. Bacterial cultures from urine


5. Faal ginjal (menurun jika terkena 2 ginjal)
6. Foto polos
a. Kekaburan dari bayangan otot psoas
b. Mungkin – bayangan radioopak dari Batu (jika ada)
7. CT scan (jarang) : Acute bacterial infection causes constriction of peripheral arterioles and reduces
perfusion → areas of reduced signal density
8. USG → menyingkirkan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih
9. PIV : bayangan ginjal membesar dan keterlambatan pada fase nefrogram

Tatalaksana Tujuan → mencegah kerusakan ginjal lebih parah dan perbaikan kondisi pasien
1. Antibiotik
a. Pemberian 10-14 hari
b. Bakterisidal dan spektrum luas
c. Fluorokuinolon dan sefalosporin → oral empiris
d. Jika rawat inap → IV : fluorokuinolon, aminoglikosida, atau sefalosporin atau penisilin
spektrum luas
e. Carbapenem : jika kultur awal ada organisme MDR
f. Jika membaik → parenteral lanjut 1 minggu dan lanjut terapi oral selama 2 minggu
g. 48-72 jam respon klinik buruk → re-evaluasi faktor pencetus, komplikasi dan efektivitas obat,
serta cara pemberian
h. Bakteremia : parenteral 7-10 hari dan lanjut oral 10-14 hari berikutnya
Oral

Parenteral
24

2. Fluoroquinolones : lini pertama untuk uncomplicated acute pyelonephritis


3. Terapi suportif
4. Follow up
a. Urinalisis (dipstick) pasca terapi
b. Kultur urin : pada wanita hamil dan pasien yang tidak membaik selama 3 hari dan pasien
dengan infeksi ulang setelah 2 minggu
c. USG, CT

Acute Cystitis (4A) (non komplikata)

Definisi Sistitis akut mengacu pada infeksi saluran kemih bagian bawah, terutama kandung kemih (smith)

Etiologi/FR Microorganism
1. E. Coli (tersering)
2. Enterococci
3. Proteus
4. S. auresu
Faktor risiko (pertahanan lokal tubuh menurun)
1. DM
2. Trauma lokal minor (e.g pada saat senggama)
3. Wanita muda dan premenopause
a. Hubungan seksual, penggunaan spermisida, partner seks baru
b. Ibu dengan riwayat ISK
c. Riwayat ISK anak-anak
4. Wanita tua dan post menopause
a. Riwayat ISK pre-menopause
b. Inkontinensia, sistokel, kateterisasi
c. Vaginitis atrofi karena defisiensi estrogen
5. Pria (usia 15-50 tahun) angka kejadian sedikit

Patogenesis Cara utama infeksi adalah naik dari flora periuretra/vagina dan feses.

S/F Inflamasi akut mukosa vesika urinaria

Patofisiologi Inflamasi → mukosa vesika urinaria : eritema, edema, hipersensitif jika terisi urin → mudah terangsang untuk
berkontraksi → frekuensi
Kontraksi → nyeri
eritema mukosa : mudah berdarah
25

Anamnesis 1. Typical symptoms


a. Dysuria (iritatif)
b. urinary frequency (iritatif)
c. urgency (iritatif)
2. Often note as well
a. BAK dengan Jumlah urin sedikit (iritatif)
b. Nocturia
c. hesitancy
d. suprapubic discomfort (iritatif)
e. and gross hematuria
f. urin keruh/berbau busuk
3. Tambahan
a. Tidak adanya discharge atau iritasi vagina, pada wanita yang tidak memiliki Faktor risiko

Pembeda → jarang ada pada cystitis (demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum menurun)

Pem fisik 1. TTV jarang : jika fever (infeksi invasif luar bladder : ginjal, prostat, aliran darah)

Penunjang 1. Urinalisis
a. Leukosituria
b. Bakteriuria
c. Nitrit
d. Leukosit esterase (+)
e. Makroskopis
i. Kejernihan : keruh
ii. Berbau (busuk)
f. Mikroskopis
i. Piuria
ii. Hematuria
iii. Bacteriuria
26

g. Jumlah koloni bakteri uropatogen ≥103 /mL


h. Culture urine
i. Gejala tidak hilang atau kembali dalam 4 minggu pasca terapi
ii. Wanita hamil dan yg gejala tdk khas
iii. Diduga pielonefritis

Tatalaksana Antibiotik
1. 1-7 hari
Antibiotik wanita
1. Kehamilan : penicillin, sefalosporin, fosfomisin, nitrofurantoin, trimethoprim, dan sulfonamide
2. Pria : 7 hari → TMP-SMX atau fluoroquinolone
Uji sensitivitas (sistitis pria jangan tanpa melibatkan prostat)

Follow up
1. Urinalisis dan/atau kultur urin jika pasca obat masih gejala
2. Sembuh dan kambuh setelah 2 minggu → kultur urin dan uji sensitivitas antibiotik

PHERP
27

Heart Failure – Right Sided (3A/B)

Etiologi/FR

Patogenesis 1. RV : thin-walled, highly compliant chamber at low pressures and ejects low pulmonary vascular
resistance
2. RV rentan thd kegagalan seperti ↑ afterload (ex. emboli paru)
3. Most common cause : left-sided HF
4. Disfungsi LV → ↑ pulmonary vascular pressure → ↑ afterload RV
5. ↑ afterload RV – because disease of lung parenchyma or pulmonary vasculature
6. RV gagal → ↑ diastolic pressure transmitted retrograde to RA – w/ subsequent congestion of systemic
vein
7. Kongesti vena sistemik

S/F RV jantung

Patofisiologi
28

Anamnesis 1. Onset
2. Edema perifer / bengkak / edema ekstremitas bawah (gejala awal)
3. RUQ discomfort (peregangan kapsula hepar) + mual dan muntah
4. Penambahan berat badan
5. Anorexia, appetite loss
6. Perut kembung, anoreksia, rasa kenyang dini (gejala GI akibat edema dinding usus dan kongesti
hepar)

Pem fisik 1. TTV


2. BMI : bisa obese
Auskultasi - cardiac
3. Gallop S3/S4 sisi kanan
4. Murmur regurgitasi trikuspid
5. RV membesar
6. Loud P2
Palpasi - perkusi
7. Peripheral edema (pitting)
8. Hepatomegaly
9. Jugular venous distention
10. Perkusi : posterior lung base → dullness

Penunjang Pemeriksaan penunjang


1. Hematology : N
2. Blood test – natriuretic peptides (NPs)
3. Chest X-ray : right-side
4. Cardiac catheterization : apakah ada CAD?
5. Echocardiography

Tatalaksana 1. Koreksi underlying disease


2. Eliminasi acute precipitating cause of symptoms
3. Diuretic : furosemide
4. Vasodilator : ACEI (captopril)
5. Inotropic drugs
a. Dobutamine – BP <90 mmHg
b. Dopamine – BP <80 mmHG
c. Noradrenaline BP <70 mmHG
6. Beta Blocker : bisoprolol

Hemofilia A (2)

Definisi Defek Hemophilia A bukanlah tidak adanya kompleks F VIII tetapi lebih
merupakan defek molekular atau tidak adanya bagian koagulannya F VIII:C

70% genetik & 30% mutasi gen

Etiologi/FR Defisiensi faktor VIII

Patogenesis X-linked recessive → penderita (pria) dan pembawa sifat (wanita)


29

Disebabkan oleh mutasi yang mempengaruhi regulasi gen, atau


penghapusan semua atau sebagian dari gen

Gen untuk F VIII : berada pada kromosom X


F VIII : protein koagulasi rantai tunggal yang mengatur pengaktifan faktor X melalui protease yang dihasilkan
jalur pembekuan intrinsik

F VIIIa dan IXa yang menempel pada permukaan platelet → teraktivasi → kompleks fungsional → aktivasi
faktor X

S/F Faktor pembekuan

Patofisiologi

Anamnesis 1. Hematuria
2. Hemarthrosis (sendi) + nyeri sendi
3. Hematoma
4. Hematemesis & melena
5. Riwayat
a. Perdarahan → pasca sirkumsisi dan pencabutan gigi
b. Anggota keluarga dengan riwayat perdarahan abnormal

Pem fisik 1. Inspeksi → sign of bleeding


2. TTV : takikardi / takipnea / hipotensi / ortostatis

Penunjang 1. Hitung trombosit → N


2. Bleeding time → N
3. PT → N
30

4. aPTT → memanjang
5. Faktor VIII C → rendah

Tatalaksana 1. Pertolongan pertama


a. R → Rest
b. I → Ice
c. C → Compression
d. E → Elevation
2. Kriopresipitat (dibuat dari FFP yang dibekukan) → dosis 1 unit/kgBb diulang setiap 18 jam

Primary Headache (4)

Etiologi/FR Genetik, lingkungan, hormonal, psikososial

Patogenesis Tension type : Trigger (RF) → muscle spasm (a/r neck, shoulder) → kontraksi pada pembuluh darah pada leher →
menstimulus nociceptive receptor →
Migrain : pelebaran & penyempitan pembuluh darah otak, neurotransmitter, dan sensitivitas saraf trigeminal
Cluster : Gg hipotalamus
Tension-type : ketegangan otot

S/F

Patofisiologi Stimulasi nosiseptor perifer dan jalur produksi nyeri di perifer atau CNS
Tension-type Afferent signal via trigeminal nerve (CN V) → mengirim sinyal ke trigeminal nuclei pada brainstem →
thalamus → sensory cortex → efferent mengirim sinyal ke area yang diinervasi oleh CN V → headache

Anamnesis Tension-type
1. S : frontal dan temporal area
2. O :
a. Episodic
b. Chronic : > 15 days/month
c. No worse on exertion
3. C :
a. Bilateral
b. Non-pulsating
c. Band-like
● Riwayat
1. Pola tidur
2. Stres, lingkungan dan keluarga
3. Dehidrasi
Trigger (RF) → muscle spasm
Criteria Diagnosis :
1. > 2
a. Non-pulsatile
b. No photophobia
c. No nausea/vomiting
d. No phonophobia
2. No worse on exertion

Pem fisik

Penunjang

Tatalaksana 1. Episodic therapy


a. NSAIDs
b. Acetaminophen
2. Chronic therapy
a. First-line : tricyclic antidepressant (amitriptyline)
b. Second line : Mirtazapin, venlafaxine
3. Tambahan → relaksan otot
31

Angioedema (3B) e.c alergi

Etiologi/FR Secondary exposure of allergen

Patogenesis Sensitization Phase :


Alergen masuk ke dalam pernapasan via inhalasi → APC (makrofag dan dendritic cell) mengenali antigen dari alergen → APC cell
membawa ke lymph node → mempresentasikan antigen terhadap naive T cell → Naive T cell berubah menjadi T-helper 2 dengan
bantuan interleukin →
- Th2 menghasilkan IL-4 → memberi sinyal ke B cell untuk memproduksi IgG
- Th2 menghasilkan IL-5 → produksi eosinophil
IgG akan berikatan dengan mast cell dengan reseptor Fce

Second Exposure :
Allergen cross-link dengan IgG → degranulasi mast cell → pelepasan pro-inflammatory (histamin)

Patofisiologi Pelepasan histamin → histamin berikatan dengan H1 Receptor di blood vessel → vasodilatasi pembuluh darah di palpebra →
peningkatan permeabilitas vaskular → eksudat → edema periorbital

Anamnesis ● CC
1. Edema palpebra
2. C : muncul saat terpapar alergen
● OC
1. Itching a/r periorbital
2. Mata merah
3. Mata berair
Efek dari pelepasan histamin
● Riwayat → Riwayat alergi dan keluarga
Genetic susceptibility
1. Riwayat alergi → (1)Allergic rhinitis – (2) Atopic dermatitis – (3) Asthma
Atopic Triad → perkembangan alergi

Pem fisik 1. Eyes : pitting edema a/r periorbital

Penunjang 1. Hematology : Eosinophil : increase Degranulasi mast cell → pelepasan eosinophil


2. Serology : IgG : increase Th2 menghasilkan Il-4 → Il-4 memberhentikan produksi IgM oleh B cell yang digantikan IgG
3. Skin prick test Mengetahui reaksi alergi terhadap alergen tertentu

Tatalaksana Topical antihistamine

S/F 1. Edema palpebral → vasodilatasi 1. GA: lemas 1. Hematologi: Farmakologi


SLE (3A) tergangg & peningkatan permeabilitas 2. TTV: febris - Penurunan s:
(Hipersensitivitas u kapiler 3. HTT: Hb, Jml 1. Kortikos
tipe 3 Sistem 2. Ruam pipi/butterfly rash → a. Kulit & mukosa: RBC, Hct teroid
Trigger imun deposit kompleks imun di dermis - (anemia) → (Methylp
genetik/lingkunga 3. Discoid rash → deposit Photosensitivity (hemolysis) rednisol
n → sel plasma Etiologi kompleks imun di dermis (+) - Leukopenia, one/pred
produksi Autoantib 4. Nyeri sendi dan otot → deposit - Malar rash (+) limfopenia nisone)
autoantibodi → odi kompleks imun di sendi & otot → vasodilatasi & → → untuk
autoantibodi 5. Penurunan nafsu makan & BB peningkatan (hemolysis) supresi
berikatan dengan 6. Mual, muntah, diare, nyeri perut permeabilitas - Trombosito sel imun
self-antigen → Hx: kapiler penia →
membentuk 1. Riw. autoimun pasien & - Discoid rash (+) (hemolysis) Non-Farmak
kompleks imun keluarga → risk factor → vasodilatasi & 2. CRP meningkat ologis:
→ kompleks 2. Riw. merokok → risk factor peningkatan 3. ESR meningkat 1. Hindari
imun terdeposit di 3. Riw. sering terpapar sinar permeabilitas 4. Imunologi: sinar
organ → aktivasi matahari → risk factor kapiler ANA (+), matahari
komplemen → - Oral ulcers (+) anti-dsDNA(+) →
respons b. Eye: dry, edema 5. Urinalysis: mencega
inflamasi) c. Ekstremitas: nyeri proteinuria h flare
sendi & otot
32

GNAPS (3A)

Definisi Glomerulonefritis akut : istilah yang menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi dan
inflamasi sel glomerulus akibat proses imunogenik

Etiologi/FR Group A β-hemolytic streptococcal infections → postinfectious complication


1. Setelah faringitis streptokokus selama musim dingin → SNA setelah 1-2 wk
2. Atau – setelah infeksi kulit streptokokus atau pioderma selama musim hangat → 3-6 wk
Tambahan
1. Bisa semua usia, tapi tersering 6-7 tahun (Nelson 5-12 tahun)

Patogenesis Molecular mimicry


Circulating antibodies yang dihasilkan oleh antigen streptokokus bereaksi dengan antigen glomerulus normal
→ in situ immune complex formation → anti streptococcal antibodies

Activation immune complex → inflammatory process damages capillary walls

S/F Glomerulus

Patofisiologi Glomerulus permeable to RBC and protein

Anamnesis 1. History :
a. Faringitis streptokokus → sakit tenggorokan, batuk, pilek, demam?
b. Pioderma → masalah kulit?
Gejala tipikal
2. Edema : palpebra pada pagi hari retensi air dan garam dan tahanan jaringan longgar palpebra dan
pengaruh gravitasi setelah tidur
a. Palpebra (tersering)
b. Disusul daerah ekstremitas, dan jika retensi cairan hebat (asites, edema genitalia eksterna :
skrotum/vulva)
3. Oliguria
4. Gross hematuria (dark colla/air cucian daging)
Tambahan
1. Gejala sistemik :sakit kepala, malaise, anorexia, dan flank pain (swelling renal capsule)

Pem fisik 1. TTV : hipertensi


2. Kepala : edema periorbital (+/+)

Penunjang 1. Hematologi
a. Hb ↓
b. Eritrosit ↓
c. Albumin ↓ (sedikit)
d. anemia normokromik ringan akibat hemodilusi dan hemolisis tingkat rendah
2. Urinalysis
a. Makroskopis
i. Warna : coklat gelap
b. Analisis kimia
i. BJ ↑
ii. Protein (+)
iii. Darah (+)
c. Mikroskopis
i. Eritrosit (banyak)
ii. RBC casts RBCs adhere to hyaline casts in tubular segment
iii. PMN leukocytes ?
iv. Silinder (+)
3. ASTO ↑ (jarang ↑ setelah infeksi kulit streptokokus)
4. Anti Deoxyribonuclease B level → dokumentasi infeksi streptokokus kulit
5. ↓ Serum C3 level (returns to normal 6-8 wk after the onset)
33

6. Streptozim (+) → mengukur banyak antibodi thd antigen streptokokus yang berbeda
7. Laporan kultur tenggorokan
8. Biopsi ginjal : jika hematuria, proteinuria, fungsi ginjal dan/atau kadar C3 rendah >2 bulan
Menyangkal komplikasi
1. MRI otak → indikasi : gejala neurologik (hypertensive encephalopathy : blurred vision, severe
headaches, altered mental status, new seizures
2. Chest X-ray → Pulmonary edema & HF (orthopnea, batuk, respiratory distress)

Tatalaksana Tujuan → treating acute effects of renal dysfunction and hypertension


1. Istirahat
2. Diet
a. Edema ringan → garam dibatasi : 0.5 - 1 g/hari
b. Edema berat → makanan tanpa garam
c. Ureum meninggi → batasi protein : 0.5 - 1 g/kgbb/hari
d. Asupan cairan
Asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20 - 25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan pada setiap
kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari)
3. Hipertensi
a. Ringan : istirahat cukup dan batasi cairan (TD normal dalam 1 minggu)
b. Sedang/berat tanpa tanda serebral : kaptopril (0.3 - 3 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau
kombinasi
c. Berat atau hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) : klonidin (0.002 -
0.006 mg/kgbb/hari) bisa diulangi hingga 3x atau diazoxide IV 5 mg/kgbb/hari → 2 obat tsb
bisa digabung dengan furosemid (1 - 3 mg/kgbb)

Nephrotic syndrome (2)

Intro Manifestasi klinis penyakit glomerulus – berhubungan w/ heavy proteinuria

Etiologi/FR Primary or idiopathic (90%) → Minimal change disease (umum 85%), focal segmental glomerulosclerosis,
membranoproliferative glomerulonephritis, membranous nephropathy, dll
Sekunder : SLE, henoch-schonlein purpura, malignancy, dan infeksi (e.g hepatitis, HIV, dan malaria)

Patogenesis Penipisan podosit + ↓ jumlah podosit fungsional + perubahan slit diaphragm integrity

S/F S : glomerulus dan F : filtrasi

Patofisiologi ↑ permeabilitas dinding kapiler glomerulus → massive proteinuria & hypoalbuminemia

Anamnesis 1. Edema 👍 underfill


a. Awalnya disekitar mata dan ekstremitas bawah
b. generalized → asites dan Edema penis dan skrotum (jika parah → obstruksi uretra)
c. Simetris
d. Paling menonjol di area dependen (yang terpengaruh gravitasi? kaki?)
e. edema periorbital, facial (pagi hari) jaringan sangat lunak dan postur berbaring malam hari
f. Large bullae (beberapa kasus) (bisa ruptur → predisposisi ulserasi dan selulitis)
2. Hoarseness vocal cord edema
3. Hematuria (minimal)
4. Urin berbusa
5. Kelelahan dan kurang nafsu makan (anoreksia)
6. Irritability, abdominal pain, diarrhea

Pem fisik 1. Hipertensi tidak


2. Kulit halus
3. Ekstremitas : edema

Penunjang 1. Tes darah


a. Hypoalbuminemia 👍 (serum albumin <2.5 g/dL)
34

b. hypercholesterolemia hipoalbuminemia yang menyebabkan peningkatan sintesis protein hati


c. ↑ Kolesterol & trigliserida, ↑ LDL & VLDL, HDL ↓/N
2. Urinalysis (first morning)
a. proteinuria (≥3.5 g/d) atau urin protein : creatinine ratio >2
b. Proteinuria : 3+ or 4+
c. Lipiduria
d. Serum creatinine (biasanya normal)
3. microscopic
a. hematuria (20%)

4.
5.
b. Casts
👍
Hiperlipidemia
Hypercoagulable state
6. Anion gap decreased
7. Serum complement : N

Tatalaksana kortikosteroid
35

Trauma ginjal anak

Etiologi/FR 1. Trauma ginjal tersering : trauma tumpul → berhubungan dengan trauma organ multisistem
2. Tidak langsung : cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di retroperitoneum
3. Trauma ureter : trauma tajam atau trauma iatrogenik akibat pembedahan di retroperitoneal atau
pelvis
4. Trauma vesika urinaria dan uretra : biasanya berhubungan dengan trauma lain seperti patah tulang
panggul
5. Trauma genitalia eksterna terisolasi, dicurigai kekerasan seksual
6. Trauma tumpul karena jatuh, kecelakaan mobil, trauma olahraga, serangan fisik, pelecehan seksual
7. Luka tembus, karena jatuh ke benda tajam, pisau dll

Patogenesis Trauma → mencederai ginjal karena ginjal anak lebih besar, memiliki lemak perirenal yang lebih sedikit, otot
perut jauh lebih lemah, dan dinding dada yang jauh lebih elastis dan dapat dikompresi

S/F Ginjal/ureter/vesika urinaria/uretra

Patofisiologi

Anamnesis 1. Riwayat trauma →


a. Trauma daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, perut bagian atas dengan
disertai nyeri atau jejas di daerah itu
b. Cedera deselerasi berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas
Trauma derajat ringan
2. Gross or microscopic hematuria
3. Cedera ginjal berat → 65% gross hematuria dan 33% hematuria mikroskopis, 2% tidak hematuria
4. Lecet pada pinggang/jejas (ekimosis)
5. Nyeri perut atau panggul (flank pain)
Tambahan
6. Fraktur kosta bawah (T8-T12)
7. Fraktur prosesus spinosus vertebra
8. kontusio
9. Abdominal rigidity

Pem fisik 1. Status generalisata → kesadaran?


Trauma minor
2. TTV/Cek hemodinamik (tidak ada syok hemodinamik pada trauma ringan?)
a. Tekanan darah
b. Denyut jantung
c. RR
d. Suhu tubuh
3. Abdomen : pembesaran lingkar perut?
4. a/r flank dextra sinistra : penambahan massa?
36

Penunjang 1. Hematologi : ↓ Hb (?)


2. Urinalisis
a. Makroskopis : gross hematuria
b. Mikroskopis : >50 RBC/lapang pandang besar
3. CT scan (dengan pemindaian gambar delayed)
4. Trauma akut → USG : alat skrining dan mengikuti perjalanan cedera ginjal
a. Hematuria mikroskopik tanpa syok
b. Kontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler? robekan kapsul ginjal?
5. Alternatif CT scan tidak ada → IVP (pielografi IV)
6. IVU
a. suntik kontras dosis tinggi 2 ml/kgbb
b. Menilai tingkat kerusakan ginjal dan keadaan ginjal kontralateral
37

Tatalaksana

Manajemen konservatif non bedah


1. Tirah baring
2. Pemberian cairan
3. dan observasi
Tambahan
Trauma ginjal major
1. Intervensi operasi darurat : jika hemodinamik tidak stabil
2. Intervensi minimal invasif → angioembolisasi, stenting, dan drainase perkutan (jika diindikasikan)
3. Perdarahan persisten dan meluas saat laparotomi → eksplorasi retroperitoneal

~DD Luka kelamin~

Syphilis

Etiologi/FR Treponema pallidum subspecies pallidum

Patogenesis T. pallidum penetrasi ke membran mukosa utuh atau mikroabrasi kulit


1. Inkubasi 2-6 minggu
2. masuk ke limfatik dan darah untuk memproduksi infeksi sistemik & metastasis jauh sebelum lesi
primer
3. Inokulasi → lesi primer
4. Sekunder : 6-12 minggu setelah infeksi – penghindaran imun karena variasi antigenik dari TprK
surface antigens → lesi sekunder

S/F
38

Patofisiologi

Anamnesis 1. Riwayat kontak seksual (five P approach)


a. Partner → Frekuensi & Ganders your partner
b. Practices → What kind of sexual contact → vaginal sex, anal sex, oral sex?
c. Protection → kondom?
d. Past history STI → STI / HIV?
e. Pregnancy
Primary syphilis
1. Ulkus genitalia eksterna (3 minggu setelah kontak)
2. Pembesaran KGB → 1 minggu setelah lesi (e.g penis)
Secondary syphilis
1. Lesi mukokutan atau kulit generalisata
2. Limfadenopati generalisata
3. Tanda & gejala konstitusional → sore throat (15–30%), fever (5–8%), weight loss (2–20%), malaise
(25%), anorexia (2–10%), headache (10%), and meningismus (5%)

Pem fisik Pemeriksaan Venereologi


Primary syphilis
1. Inguinal → palpasi → pembesaran KGB regional
a. Limfadenopati inguinal
b. Bilateral (atau unilateral) & multiple
c. Nodus keras (firm)
d. Nonsuppurative (tidak bernanah)
e. Tidak nyeri
f. Non fluktuasi
2. Ulkus / chancre
a. Predilection sites : (Pria) Sulcus coronarius, glans penis & penile shaft, perianal area
b. Jumlah → Soliter (or multiple)
c. Lesi awal papul → erosi, teraba keras karena terdapat indurasi
d. Diameter : 0.5 - 1.5 cm (papula) & 1 - 2 cm (chancre)
e. Tepi lesi : meninggi, keras, berbatas tegas, bulat/oval
f. Kedalaman : superfisial atau dalam
g. Konsistensi : cartilaginous pada palpasi tepi dan dasar ulkus
h. Dasar lesi : halus, non purulent, bersih (+ red, with clear serum)
i. Tidak nyeri
j. Indurasi : firm
3. Penis → ulkus (pria LSL)
39

a. Chancre → lubang anus, rektum, anus atau mulut


Secondary syphilis
1. Inguinal → pembesaran KGB
a. Generalisata
b. Tidak nyeri tekan
2. Skin Rash (ruam)
a. Macular, papular, papulosquamous, pustular
b. (Sering) lebih dari 1 bentuk bersamaan
3. Lesi awal
a. Warna : merah pucat atau pink
b. Tidak gatal
c. Discrete macules yang tersebar di batang tubuh dan ekstremitas
d. Makula → berkembang menjadi lesi papular yang tersebar luas dan sering mengenai palmar
dan plantar (bercak merah polimorfik)
4. Lesi tambahan
a. Alopecia
b. Kondiloma lata (di daerah hangat, lembab → perianal, vulva, skrotum) 10%
c. Erosi mukosa (mucous patches) 10-15% – mukosa mulut atau genital (erosi abu-abu
keperakan tanpa sakit yang dikelilingi pinggiran merah
5. Penis
a. Ruam kulit → makula, papula, papulosquamous, dan kadang pustular
b. Ruam kulit → seringkali lebih dari 1 bentuk hadir secara bersamaan

Penunjang 1. Dark-field
a. Ramping
b. Treponemal movement → Gerakan lambat
c. Angulasi / corkscrew / spiral
d. Spiroseta motil ?
2. Tes serologis
a. Tes non-treponema → RPR (rapid plasma reagin) dan VDRL (venereal disease research
laboratory
b. Tes spesifik treponema → tes TPHA (Treponema pallidum Haemagglutination Assay)

Tatalaksana

Tes TPHA dan titer RPR → setiap 3 bulan di tahun pertama (3,6,9,12) dan tiap 6 bulan tahun kedua (18, 24)

Chancroid (3A)

Etiologi/FR Haemophilus Ducreyi

Patogenesis Infeksi akibat epitel yang rusak selama seks dengan orang yang terinfeksi
Inokulasi
Periode inkubasi 1-14 hari

Perjalanan penyakit
40

Inkubasi 4-7 hari → lesi awal : Papula dan eritematosa disekitarnya (di tempat masuknya virus) → 2 atau 3
hari → pustula → spontan pecah dan membentuk ulkus

S/F

Patofisiologi H. ducreyi mengkode cytolethal distending toxin → kematian sel epitel ireversibel → kerusakan kulit dan
ulkus

Anamnesis 1. Riwayat kontaks seksual


2. Ulkus → nyeri dan mudah berdarah
3. Benjolan inguinal

Pem fisik Pemeriksaan venereologi


Lesi
1. Early primary lesions → pustule
2. Multiple
3. Diameter : variable
4. Tepi : ireguler
5. Kedalaman : dalam (excavated)
6. Dasar : purulent (bernanah) / warna abu atau kuning, mudah berdarah
7. Indurasi : (-) soft
8. Nyeri (very tender)
9. Predilection site : frenulum, prepusium, sulkus koronaria, glans penis, & penile shaft
10. Jumlah : 1-3 (up to 10)
11. Beberapa ulkus bersatu → giant ulcer
KGB
1. Limfadenopati (regional) inguinal
2. Tender / painful
3. Fluktuasi dan pecah spontan
4. May suppurate / buboes
5. Loculated
6. Unilateral (Usually)

Penunjang 1. Kultur (dari lesi atau aspirasi KGB supuratif)


2. Gram (-) coccobacillary – School of fish swab ulkus genital
3. Pertumbuhan nya butuh : faktor X (hemin), lembab & CO2 (?)
Menyangkal (dari CDC) : infeksi sifilis

Tatalaksana Obat yang dianjurkan


1. Siprofloksasin* 2 x 500 mg/hari – oral – selama 3 hari
atau
2. Eritromisin base 4 x 500 mg/hari – oral – selama 7 hari
atau
3. Azitromisin 1 g – oral – dosis tunggal
Obat pilihan lain
4. Seftriakson 250 mg – IM – dosis tunggal
Follow-up
1. Cek ulang 3-7 hari → jika pengobatan berhasil → ulkus membaik dalam 3-7 hari
2. Ulkus besar → sembuh >2 minggu
Manajemen Mitra seks
1. Pasangan seks → cek dan obati jika kontaks seks dengan pasien 10 hari sebelum timbul gejala

Herpes genitalis (HSV)

Etiologi/FR Herpes simplex virus type 2 (double stranded DNA)

Patogenesis Paparan HSV pada permukaan mukosa atau abrasi kulit → masuk virus ke sel epidermis dan dermis →
replikasi → infeksi ujung saraf sensorik &/or otonom → fase awal infeksi : replikasi virus di ganglia dan
41

jaringan saraf yang berdekatan → Migrasi sentrifugal virion menular melalui saraf perifer → virus menyebar
ke permukaan mukokutan
Inkubasi 2-7 hari

S/F

Patofisiologi

Anamnesis 1. Didahului rasa terbakar dan gatal area calon lesi sebelum timbul lesi
2. Setelah lesi timbul → gejala konstitusional (episode pertama) : Malaise – Demam – Sakit kepala –
mialgia
3. Lesi
a. Nyeri
b. Gatal
c. Disuria (Lesi uretra)
d. Sekret uretra
4. Lesi vesikel mudah pecah → erosi multiple
5. Riwayat HSV/lesi sebelumnya (kekambuhan HSV-2 ~90%)
6. Kadang HSV genital → manifestasi prostatitis (nyeri anorektal, keluar cairan anorektal, tenesmus,
konstipasi)

Pem fisik Pemeriksaan venereologi


Lesi
1. Early primary lesions : vesicle (lesi vesikuler multipel dengan dasar eritematosa)
2. Tahapan lesi → vesikel – pustula – ulkus eritematosa yang nyeri
3. Lesi berkelompok
4. Predilection site : glans penis, prepusium, penile shaft, bisa di uretra, dan anal
42

5. Jumlah : multiple
6. Diameter : 1-2 mm
7. Tepi : eritematosus
8. Kedalaman : superfisial
9. Dasar : serosa, eritematosus, non vaskular
10. Indurasi (-)
11. Nyeri
12. Bilateral
Limfadenopati
1. Firm
2. Tender
3. Bilateral (sering)

Penunjang 1. Giemsa → Multinucleated giant cells


2. ELISA (enzyme linked immunosorbent assays)
3. PCR → deteksi DNA HSV
4. IgG IgM HSV 1 dan 2

Tatalaksana 1. Tindakan profilaksis


a. Edukasi → HSV menular → abstinensia
b. Proteksi → busa spermisidal dan kondom, serta pencucian alat kelamin (air dan sabun pasca
koitus)
2. Terapi non spesifik
a. Nyeri dan gejala lain → analgesik, antipiretik, antipruritus
b. Zat pengering – antiseptik : povidon iodin topikal → mengeringkan lesi, mencegah infeksi
sekunder, dan mempercepat penyembuhan
c. Antibiotik (mencegah infeksi sekunder)
3. Spesifik
a. Asiklovir : IV / oral / topikal – dosis 5 mg/kgBB dengan interval 8 jam
i. IV 5-10 hari
ii. Oral 200 mg 5x/hari 5-10 hari
b. Valasiklovir
c. Famsiklovir

Limfogranuloma Venereum

Definisi IMS yang mengenai sistem saluran pembuluh limfe dan kelenjar limfe

Etiologi/FR Chlamydia trachomatis (L1, L2 atau L3)

Patogenesis 1. Chlamydia tidak bisa menembus kulit intak


2. Masuk melalui laserasi dan abrasi kecil
3. Penyakit jaringan limfatik
4. Trombolimfangitis dan perilimfangitis – penyebaran inflamasi dari KGB ke jaringan sekitar
Inkubasi 3 hari - 6 minggu

S/F

Patofisiologi

Anamnesis Lesi primer


1. Koitus suspektus
2. Lesi
a. Tidak sakit
b. Erosi atau ulkus dangkal, papul-papul kelompok vesikel kecil mirip lesi herpes atau uretritis
non-spesifik
c. Dapat disertai limfangitis dorsal penis
43

Pem fisik Pemeriksaan venereologi


Lesi
1. Early primary lesions : papule, pustule, or vesicle (ulkus atau papula genital sembuh sendiri dan
terjadi di tempat inokulasi)
2. Tidak sakit
3. Erosi atau ulkus dangkal, papul-papul berkelompok / nonindurated herpetiform ulcer
4. Predilection site : sulkus koronarius, frenulum, prepusium, penis, uretra dan skrotum
5. Number : biasanya 1 (soliter)
6. Diameter : 2 - 10 mm
7. Tepi : meninggi, bulat atau oval
8. Kedalaman : superfisial atau dalam
9. Dasar : variable, non vascular
10. Indurasi : firm
11. Pain : variable
KGB
1. Limfadenopati / bubo
a. nyeri, bisa supurasi, loculated, usually unilateral
b. Inguinalis atau femoralis

Penunjang 1. Nucleic acid amplification test (NAAT)


2. Tes GPR : peningkatan globulin dalam darah (1-2 tetes formalin 40% pada 2 cc serum → 24 jam →
(+) penggumpalan
3. Giemsa stain dari pus bubo → inclusion bodies chlamydia
4. Tes frei
a. Suntik 0.1 ml antigen (lygranum) intradermal pada lengan bawah
b. Setelah 48-74 jam : (+) → papula eritematosa dikelilingi infiltrat diameter >6 mm
5. Tes serologi
a. CFT (complement fixation test) : titer 1:64 atau lebih besar → infeksi LGV aktif
b. RIP dan Micro IF typing
6. Kultur jaringan

Tatalaksana

~DD duh tubuh~

Gonococcal urethritis e.c N. Gonorrhoeae

Etiologi/FR Neisseria Gonorrhoeae

Patogenesis Adhesi N. Gonorrhoeae ke sel mukosa oleh pili, opa, dll → transport to subepithelial space → mucosal cell
damage & invasion
Hanya membran mukosa yang dilapisi kolumnar atau kuboidal

S/F Uretra

Patofisiologi PMN response – exudation purulent material into lumen


44

Anamnesis 1. Riwayat kontak seksual


2. Urethral discharge
a. Awalnya : sedikit dan mukoid/mukopurulen
b. Sangat purulen dan relatif banyak dlm 24 jam
3. Disuria

Pem fisik 1. Inspeksi → penile edema & eritema & skrotum bengkak?
2. Milking → Purulent urethral discharge

Penunjang 1. Gram stain → PMN leukosit dengan gram (-) diplokokus intraseluler

Tatalaksana

Non-gonococcal Urethritis e.c C. trachomatis

Etiologi/FR Chlamydia Trachomatis

Patogenesis Infeksi sel epitel kolumnar pada lokasi mukosa → replikasi → cell death

S/F Uretra

Patofisiologi

Anamnesis 1. Riwayat kontak seksual


2. Urethral discharge → tidak terlalu kental (mucoid or clear)
3. Disuria
4. Pruritus & penile burning

Pem fisik 1. Inspeksi : skrotum bengkak?


2. Milking → discharge tidak terlalu kental (mucoid or clear)

Penunjang 1. Urethral gram stain → 5 atau lebih PMN/HPF


2. First-void urine → pyuria
3. Positive culture
4. NAAT : nucleic acid amplification test
45

Tatalaksana

NGU e.c C. T. Vaginalis

Etiologi/FR Trichomonas vaginalis

Patogenesis Inkubasi 309 hari

S/F

Patofisiologi Peradangan dan kerusakan epitel genital

Anamnesis 1. Riwayat kontak seks


2. Urethral discharge (⅓ kasus purulen, ⅓ lain masing-masing mukopurulen dan mukoid)
3. Duh tubuh : intermiten
4. Disuria
5. Gatal uretra
Kurang banyak dan purulen dibanding discharge gonorrhea

Pem fisik

Penunjang 1. Kultur → T. Vaginalis


Swab specimens transported in amies gel transport tubes → inokulasi di media kultur
2. Microscopic examination : (5PMNs/hpf on Gram stain)
3. Respon pengobatan metronidazol → respon baik

Tatalaksana Metronidazol

Anda mungkin juga menyukai