Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,

no. 1 (2022): 55-72

Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi,


Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja
Available online http://journal.stt-abdiel.ac.id/JA

Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Pendidikan Keluarga Kristiani


di Era Revolusi Industri 4.0

Tjendanawangi Saputra
DOI: 10.37368/ja.v6i1.349

Institut Agama Kristen Negeri Toraja


tj.anaa90@gmail.com

Abstrak
Artikel ini membahas mengenai peran pentingnya pendidikan nilai-nilai Kristen di keluarga dalam
menghadapi pengaruh pesatnya perkembangan teknologi digital di era revolusi industri 4.0. Kemajuan
teknologi telah berdampak besar dalam kehidupan manusia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Aspek positif dari perkembangan ini adalah masyarakat semakin dekat dengan teknologi yang dapat
membantu kerja lebih efisien. Namun di sisi lain juga banyak dijumpai berbagai penyimpangan atau
pelanggaran etika dalam penggunaan teknologi digital dan internet seperti pornografi, cyberbullying, judi, dan
kecanduan internet, yang dapat menyebabkan degradasi moral. Untuk itulah diperlukan penanaman nilai-nilai
kristiani yang dimulai sejak dini. Melalui kajian deskriptif dengan metode studi kepustakaan, akan
digambarkan kondisi dan tantangan yang dihadapi oleh generasi saat ini serta bagaimana peran penting
pendidikan Kristen yang dimulai dari keluarga berdasarkan pemikiran Horache Bushnell. Bushnell
memfokuskan pendidikan pada penanaman nilai-nilai kebaikan berdasarkan iman Kristen melalui kurikulum
pendidikan kristiani dalam keluarga seperti pengendalian tubuh, perkembangan kesalehan/kesalehan hidup,
dan keanggotaan dalam jemaat, yang berguna untuk membekali generasi sekarang ini menjadi generasi yang
tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan zaman dengan tidak meninggalkan atau menyimpang dari
nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan.
Kata Kunci: Horace Bushnell; keluarga; nilai-nilai kristiani; pendidikan; teknologi.

Abstract
This article discusses the important role of Christian values education in the family in facing the influence of
the rapid development of digital technology in the era of the industrial revolution 4.0. Technological advances
have had a major impact on human life, from children to adults. The positive aspect of this development is
that people are getting closer to technology that can help work more efficiently. But on the other hand, there
are also many ethical deviations or violations in the use of digital and internet technologies such as
pornography, cyberbullying, gambling, and internet addiction, which can lead to moral degradation. For this
reason, it is necessary to inculcate Christian values from an early age. Through a descriptive study with a
literature study method, will describe the conditions and challenges faced by the current generation as well as
the important role of Christian education starting from the family based on the thoughts of Horache Bushnell.
Bushnell focuses education on inculcating good values based on the Christian faith through a Christian
education curriculum in the family such as body control, development of godliness/godliness of life, and
membership in the congregation, which are useful for equipping today's generation to be strong in facing
various challenges of the times with not leave or deviate from the truth values of God's Word.
Keywords: Horace Bushnell; family; christian values; education; technology

How to Cite: Saputra, Tjendanawangi. “Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Pendidikan Keluarga
Kristiani di Era Revolusi Industri 4.0.” Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama
Kristen dan Musik Gereja 6, no. 1 (2022): 55-72.
ISSN 2685-1253 (Online)

55
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

Pendahuluan

Sejak awal mula manusia ada hingga zaman sekarang ini pendidikan terus
berkembang dan memberikan pengaruh dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Thomas
Groome menyatakan bahwa manusia benar-benar berakar dalam waktu, menjalani
kehidupan di antara dua kekekalan, dengan sebuah awal dan akhir. Dengan kata lain
manusia adalah makhluk-makhluk historis.1 Sebagai makhluk sejarah, manusia hidup
dalam ruang dan waktu dan mengembangkan diri melalui pendidikan seumur hidup. Masa
lalu, sekarang dan masa depan adalah tiga aspek penting dari realitas kehidupan. Mengenai
dunia pendidikan, ketiga aspek tersebut menunjukkan bahwa disiplin ilmu masa lalu,
pengalaman pendidikan saat ini, serta perkembangan dan perubahan dunia masa depan
harus dikaji secara lebih seimbang. Manusia tidak boleh melupakan sejarah dan
warisannya, tetapi harus hidup di masa sekarang dengan cara yang kreatif, bergerak
menuju masa depan yang terbuka dan lebih baik dari sebelumnya.
Saat ini manusia hidup di era Revolusi Industri 4.0 di mana banyak perubahan telah
terjadi. Kemajuan teknologi menandai salah satu perubahan. Kemajuan teknologi telah
berdampak besar pada kehidupan manusia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Aspek positif dari perkembangan ini adalah masyarakat semakin dekat dengan teknologi
yang dapat membantu kerja lebih efisien. Menurut penulis sendiri, kemudahan dalam
mengakses internet memungkinkan generasi sekarang mendapatkan akses yang lebih luas
ke dunia mereka sendiri, yang tidak hanya membantu proses pembelajaran di sekolah,
tetapi juga mempromosikan interaksi sosial dan hiburan. Namun di sisi lain, harus disadari
bahwa dampak teknologi tidak hanya berkisar pada hal-hal yang positif, tetapi juga
mengarah pada hal-hal yang negatif. Dalam tulisannya, Alinurdin mengemukakan bahwa
banyak dijumpai berbagai penyimpangan atau pelanggaran etika (nilai-nilai) dalam
penggunaan internet seperti pornografi cybersex dan cyber-affair, sexting, cyberbullying,
cyberstalking, judi, dan kecanduan internet.2 Bukan hanya orang dewasa yang tentunya
melakukan penyimpangan tersebut, namun dalam kenyataan di lapangan, anak-anak usia
sekolah hingga remaja pun terjerumus dalam penyalahgunaan teknologi dewasa ini.
Perkembangan zaman menjadi tantangan bagi keluarga kristiani. Tanggung jawab
para orang tua dalam mendidik anak-anaknya makin berat. Untuk itulah, pendidikan
Kristen berperan penting untuk mendidik dan membimbing anak-anak agar hidup dalam

1
Thomas H. Groome, Christian Religious Education (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), 17.
2
David Alinurdin, “Etika Kristen Dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan Menurut Perspektif
Alkitab,” Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 17, no. 2 (2018): 95.
56
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

kebenaran Firman Tuhan. Pendidikan pada dasarnya dimulai dari keluarga. Keluarga
menjadi pusat utama pendidikan bagi generasinya. Pendidikan Kristen di lingkungan
keluarga menjadi kunci utama untuk mulai menanamkan nilai-nilai kebenaran dan
pembinaan iman sejak dini untuk membekali setiap individu menghadapi tantangan zaman.
Berdasarkan Ulangan 6:4-7, orang tua memiliki peran dan tanggung jawab dalam mendidik
dan membimbing anak-anaknya. Tempat paling pertama yang disebutkan dalam ayat ini
adalah “rumah”. Dengan kata lain bentuk pengajaran agama atau pendidikan spiritual
sangat bergantung kepada pendidikan orang tua kepada anak-anak mereka di rumah atau di
dalam lingkungan keluarga.
Dalam artikel ini, penulis akan mengkaji pemikiran dari Horace Bushnell yang
memfokuskan pendidikan pada penanaman nilai-nilai kebaikan berdasarkan iman Kristen
yang dimulai semenjak dini dari lingkungan keluarga. Pendapat Horace Bushnell,
sebagaimana yang dikutip oleh Stevie Cornelia Kimbal, dkk, memandang bahwa keluarga
memainkan peranan sentral dalam pembentukan hidup beriman seorang anak.3 Tentunya,
kehidupan beriman seorang anak dapat menjadi landasan yang kuat dalam membentuk
karakter anak yang tangguh menghadapi berbagai tantangan di era 4.0 sekarang ini. Namun
demikian pendidikan kristiani dalam keluarga seringkali diabaikan oleh para orang tua
karena beranggapan bahwa tugas membina iman adalah tugas yang dilakukan oleh gereja
dan guru agama/guru PAK. Sehubungan dengan hal ini, lebih lanjut Kimbal, dkk
mengemukakan bahwa kurangnya metode dan teknik melaksanakan pendidikan kristiani
dalam keluarga yang disebabkan oleh pemahaman yang kurang memadai tentang
bagaimana mengajar dan membimbing anak-anak dengan baik menjadi juga salah satu
faktor penghambat internalisasi pendidikan kristiani dalam keluarga.4Untuk itu, perlu
langkah-langkah yang jelas dan praktis bagi para orang tua dalam melaksanakan
pendidikan secara kristiani dalam keluarga, sebab pendidikan kristiani adalah yang
pertama dan utama dalam keluarga untuk membentuk karakter anak sesuai kebenaran
Firman Tuhan.
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya, seperti yang dilakukan Elisabeth Savitri
Lukita Dewi mengenai “Pola Asuhan Kristen Christian Nurture Horace Bushnell dan
Implementasinya Bagi Keluarga di Era Digital 4.0”, ditekankan bahwa melalui suasana
yang menyenangkan, orang tua dapat mengajarkan apa yang mereka percaya, nilai-nilai

3
Stevie Cornelia Kimbal, Johanna Setlight, and Deflita R.N. Lumi, “Internalisasi Pendidikan
Kristiani Dalam Keluarga,” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 7, no. 6 (October 5, 2021): 90–107, accessed
March 17, 2022, http://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/view/966.
4
Ibid.
57
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

rohani, nilai alkitabiah dan memberi teladan iman kepada anak dengan berlandaskan kasih
tanpa syarat yang menjadi fondasi penting dalam pendidikan dan asuhan Kristen.5
Penelitian lain yang serupa dengan kajian ini yaitu “Signifikansi Konsep Christian Nurture
Menurut Horace Bushnell Bagi Keluarga Kristen” oleh Vardik Vandiano. Penelitiannya
membuktikan bahwa orangtua yang sering meluangkan waktu untuk mendiskusikan hal-
hal rohani dengan anak remaja dan pemudanya, cenderung menghasilkan generasi muda
yang taat Firman Tuhan.6 Dengan demikian, penelitian-penelitian di atas memberikan
penekanan untuk membangun lingkungan keluarga yang harmonis dan kondusif yang
dapat menolong orang tua dalam melaksanakan pendidikan kristiani yang efektif.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis memfokuskan mengenai sumbangsih Bushnell
bagi kurikulum pendidikan dalam keluarga yang akan dikaitkan dengan pola asuh orang
tua Kristen menghadapi era teknologi digital. Untuk itulah, dalam artikel ini penulis
memfokuskan pada signifikansi pemikiran Bushnell pada pendidikan kristiani dalam
keluarga di era revolusi industri 4.0.
Tulisan ini akan memaparkan bagaimana sumbangsih gagasan Horace Bushnell
terhadap pendidikan Kristen yang dimulai dari keluarga dalam menghadapi berbagai
tantangan di era revolusi industri 4.0. Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan
wawasan bagi para orang tua Kristen mengenai pentingnya pendidikan yang dimulai dari
keluarga untuk menanamkan nilai-nilai kristiani sedini mungkin dalam menghadapi era 4.0
atau yang juga disebut era teknologi digital. Hal ini penting guna membekali generasi
sekarang ini menjadi generasi yang tangguh ketika berhadapan dengan tantangan zaman
dan tidak meninggalkan atau menyimpang dari nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan.
Dengan demikian pendidikan Kristen yang dimulai dari dalam keluarga, membawa peran
penting dalam membentuk karakter generasi sekarang ini untuk tetap hidup sesuai nilai-
nilai kebenaran Firman Tuhan namun yang juga tetap melek terhadap perubahan dan
perkembangan zaman.
Dalam artikel ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif
melalui pendekatan studi kepustakaan, yaitu penulis mengumpulkan data dan informasi
yang berkaitan dengan gagasan pemikiran Horace Bushnell terhadap pendidikan Kristen
dan mengaitkannya dengan masa kini seputar signifikansi pendidikan Kristen bagi generasi

5
Elisabeth Savitri Lukita Dewi, “Pola Asuhan Kristen Christian Nurture Horace Bushnell Dan
Implementasinya Bagi Keluarga Di Era Digital 4.0,” KERUGMA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama
Kristen 3, no. 1 (2021): 19–32.
6
Vardik Vandiano, “Signifikansi Konsep Christian NurtureMenurut Horace Bushnell BagiKeluarga
Kristen,” REAL DIDACHE: Journal of Christian Education 1, no. 1 (2020): 39–45.
58
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

muda dalam menghadapi perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi. Penulis


melakukan penelaahan terhadap literatur, buku-buku, dan artikel-artikel yang berhubungan
dengan masalah yang sedang dibahas, kemudian dianalisis secara objektif untuk menarik
kesimpulan secara deskriptif.

Tantangan Generasi di Era Revolusi Industri 4.0

Saat ini kehidupan manusia telah berada di era yang disebut Revolusi Industri 4.0,
yang mengedepankan teknologi canggih. Teknologi yang digunakan dalam kehidupan
manusia sendiri merupakan sarana untuk mempermudah dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari. Teknologi pada dasarnya mengacu pada objek yang digunakan untuk
mempromosikan aktivitas manusia, seperti alat, mesin, atau perangkat keras. Ini juga dapat
mencakup sistem, organisasi, dan teknologi.7 Dengan berjalannya waktu, teknologi
semakin berkembang pesat dan memasuki berbagai kehidupan masyarakat dari anak-anak
hingga orang dewasa, sehingga sulit untuk memisahkan kehidupan masyarakat dari
teknologi. Pesatnya perkembangan teknologi tentu sangat mempengaruhi berbagai bidang
kehidupan termasuk di dalamnya adalah individu maupun masyarakat yang bersentuhan
dengan teknologi tersebut.
Seiring dengan perkembangan teknologi dari waktu ke waktu, muncul juga suatu
generasi yang lebih modern dibandingkan generasi sebelumnya. Menurut Manheim,
generasi adalah salah satu bentuk konstruksi sosial, di mana terdapat sekelompok orang
dengan usia dan pengalaman sejarah yang sama.8 Generasi yang lahir dan tumbuh di era
digital ini biasa disebut generasi Z yaitu generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai
tahun 2012. Hasil sensus penduduk tahun 2020 menunjukkan sebagian besar komposisi
penduduk Indonesia berasal dari Generasi Z/Gen Z (27,94%).9 Dengan demikian, yang
termasuk dalam generasi Z sekarang adalah anak remaja dan pemuda atau mereka yang
memasuki usia sekolah dan perkuliahan. Adapun secara garis besar, karakteristik generasi
ini adalah sebagai berikut10:

7
Djoys Anneke Rantung and Fredik Melkias Boiliu, “Teknologi Dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Kristen Yang Antisipatif Di Era Revolusi Indusri 4.0,” Jurnal Shanan 4, no. 1 (2020).
8
Yanuar Surya Putra, “Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi,” Jurnal Ilmiah Among
Makarti 9 (2016): 123–134.
9
Diyan Nur Rakhmah and Siti Nur Azizah, “Gen Z Dominan, Apa Maknanya Bagi Pendidikan
Kita?,” Masyarakat Indonesia 46/1, no. Juni (2020): 49–64,
https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/produk/artikel/detail/3133/gen-z-dominan-apa-maknanya-bagi-
pendidikan-kita.
10
Hadion Wijono, Generasi Z Dan Revolusi Industri 4.0 (Banyumas: Pena Persada, 2020).
59
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

1. Merupakan generasi di era digital, mahir di bidang teknologi, informasi, komunikasi


dan berbagai aplikasi komputer, dan penuh semangat untuk itu.
2. Sangat suka dan sering berkomunikasi dengan semua kelompok, terutama melalui
jejaring sosial atau media sosial seperti Twitter, Facebook, atau SMS.
3. Cenderung mentolerir perbedaan budaya dan sangat peduli terhadap lingkungan.
4. Terbiasa melakukan berbagai aktivitas dalam waktu bersamaan karena mereka ingin
semuanya berjalan cepat dan tidak bertele-tele.
5. Kecenderungan komunikasi verbal kurang, cenderung egois dan individualistis,
cenderung instan, tidak sabar, dan tidak menghargai proses.
Generasi selanjutnya yang merupakan generasi terbaru dan termuda adalah generasi
Alpha. Generasi ini lahir setelah tahun 2010 dan saat ini generasi Alpha adalah mereka
yang masih dalam fase anak-anak. Sejak mereka lahir, generasi ini telah bersentuhan
dengan teknologi bahkan bisa dikatakan sudah mahir dalam menggunakannya. Menurut
Wijono, mereka lahir dan tumbuh dengan diiringi adanya teknologi tersebut sehingga
teknologi tidak terpisahkan dari kehidupan mereka. Mereka juga memiliki pemikiran yang
lebih terbuka, sehingga dalam menghadapi perkembangan teknologi mereka menjadi lebih
inovatif dan transformatif. Pola pikir serta sikap generasi Alpha yang berkembang juga
sangat dipengaruhi oleh teknologi masa kini.11 Jadi bagi kedua generasi ini, teknologi dan
informasi adalah dua hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, sebab mereka
lahir pada masa dimana akses terhadap internet sudah menjadi suatu budaya global yang
berpengaruh terhadap nilai dan pandangan hidup mereka.
Melalui kecanggihan teknologi, dunia serasa ada dalam genggaman generasi
sekarang ini dan semakin tanpa batas. Berbagai akses informasi mudah didapatkan,
komunikasi pun dapat terkoneksi dengan begitu canggihnya tanpa harus berada langsung
bersama orang yang bersangkutan di tempat yang sama. Kemudahan mengakses internet
sebagai sarana berinteraksi dan berkomunikasi menjadi tak terbatasi oleh waktu dan
tempat. Selain itu melalui piranti gawai (handphone/smartphone, komputer, laptop,
notebook, tablet, ipad, kamera digital, dsb) yang terkoneksi dengan jaringan internet,
generasi sekarang ini dimudahkan untuk melakukan berbagai hal. Gawai tersebut memiliki
berbagai fungsi dan memberikan berbagai manfaat antara lain sebagai media komunikasi,
membantu akses informasi, menambah wawasan, sebagai sarana hiburan, dan menunjang
gaya hidup masa kini.

11
Ibid. 39.
60
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

Menurut hasil survei dan penelitian dari APJII atau Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia, diumumkan bahwa hasil dari survei pengguna internet di Indonesia
pada periode 2019-2020 menunjukkan bahwa sampai pada kuartal II tahun 2020 jumlah
pengguna internet di Indonesia naik menjadi 196,7 juta pengguna atau sekitar 73,7 persen
dari populasi.12 Ditambah lagi pandemi Covid-19 yang berdampak pada dunia termasuk
Indonesia telah membawa perubahan dalam proses pembelajaran dari konvensional kepada
daring. Mau tidak mau baik dari anak-anak hingga orang dewasa tersentuh dengan
teknologi baik internet maupun berbagai piranti gawai.
Seiring dengan kedekatan generasi dengan teknologi maka generasi sekarang
berada pada suatu disrupsi. Menurut Clayton M. Christensen seorang guru besar di
Harvard Business School, disrupsi atau perubahan besar yang mengubah suatu tatanan ini
merupakan hasil dari revolusi industri 4.0 dimana segala sesuatunya bersentuhan bahkan
menyatu dengan teknologi dan internet.13 Meskipun kemajuan teknologi membawa banyak
kemudahan dan hiburan namun kecanduan terhadap internet dan piranti gawai/gadget bagi
anak-anak sejak dini, dapat berpotensi melumpuhkan kepribadian individu. Sebuah
penelitian terbaru menemukan bahwa 30% usia anak di bawah 6 bulan menghadapi rata-
rata 60 menit paparan gadget rutin setiap hari. Sembilan dari sepuluh anak pada usia dua
tahun, akan lebih banyak terpapar gadget, yang dapat menyebabkan mereka menderita
SDD (Screen Dependency Disorder) atau gangguan ketergantungan pada layar gadget.
Potensi gadget merusak otak anak bisa lebih tinggi jika si kecil terkena paparan gadget
sejak dini.14
Massifnya penggunaan internet bagi generasi sekarang ini, menjadi keprihatinan
besar bagi berbagai kalangan. Dalam seminarnya, Euis Sunarti selaku Guru Besar
Departemen Ilmu Keluarga IPB, menyebut media “online” dan juga internet selain
membawa manfaat dalam membantu proses belajar mengajar, menambah ilmu
pengetahuan dan memperluas minat, juga membawa berbagai dampak negatif yang
berbahaya, seperti hilangnya kesempatan untuk bersosialisasi, munculnya perilaku asosial,

12
Buletin APJJ, “Siaran Pers: Pengguna Internet Indonesia Hampir Tembus 200 Juta di 2019 – Q2
2020,” diakses 4 Mei 2021, https://blog.apjii.or.id/index.php/2020/11/09/siaran-pers-pengguna-internet-
indonesia-hampir-tembus-200-juta-di-2019-q2-2020/.
13
Hadion Wijono, Generasi Z dan Revolusi Industri 4.0.: 62.
14
Koran SINDO, “Waspada Dampak Buruk Gadget pada Anak,” last modified 2020, diakses 7 Mei
2021. https://nasional.sindonews.com/read/121828/18/waspada-dampak-buruk-gadget-pada-anak-
1596467282.
61
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

perilaku tidak etis dan meningkatkan sikap agresif.15 Selain itu, Direktur Pemberdayaan
Informatika, Septriana juga mengemukakan dampak negatif dan bahaya dari dunia cyber,
seperti kekerasan disertai pelecehan (cyber bullying), informasi yang tidak benar dan
menyesatkan (cyber fraud), pornografi, perjudian, serta penculikan.16 Berbagai data,
temuan bahkan kasus yang terjadi di lapangan mengenai dampak negatif penggunaan
internet dan piranti gawai/gadget telah menjadi keprihatinan bagi banyak pihak.
Berkaitan dengan generasi yang hidup di era yang serba canggih dan modern ini
adalah munculnya berbagai gaya hidup yang negatif. Tingginya persaingan gaya hidup
menumbuhkan rasa individualitas yang tinggi. Generasi yang individualistik akan
menempatkan kepentingan pribadi mereka sebagai norma atau acuan yang paling penting,
padahal pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan untuk saling
menolong dan membutuhkan. Paham ini dapat merusak keseimbangan hidup manusia
sebagai pribadi maupun makhluk sosial. Selain sikap tersebut, generasi ini juga
diperhadapkan dengan hedonisme yang menjadikan kesenangan hidup sebagai pusat
tindakan mereka atau tujuan utama hidup ini. Akibatnya banyak anak-anak yang mencari
kesenangan di luar rumah dan pada akhirnya juga mengarah kepada hidup konsumerisme,
materialisme guna mempertahankan eksistensinya di tengah perkembangan zaman modern
ini. Seiring dengan kedekatan mereka dengan teknologi, informasi, dan komunikasi tanpa
batas, maka dikhawatirkan generasi muda akan semakin jauh atau terpisah dari
agama/kepercayaan rohani mereka. Paham sekularisme misalnya, merujuk kepada
kebebasan manusia dalam menjalani kehidupan yang terpisah dari nilai-nilai agama dan
cenderung kepada duniawi. Bila paham ini memasuki kehidupan anak-anak dan kaum
muda maka akan semakin membuat generasi sekarang semakin jauh dari kehidupan rohani
yang sesuai firman Tuhan.
Degradasi moral yang melanda generasi ini bahkan semenjak usia kanak-kanak
dapat terlihat dari maraknya seks bebas, aborsi, perilaku tidak menghormati yang lebih tua,
dan sebagainya. Untuk itulah diperlukan penanaman nilai-nilai Kristiani yang berlandaskan
Firman Tuhan yang dimulai sejak dini. Peran keluarga, sekolah, dan gereja sangat
diperlukan untuk membimbing generasi ini menghadapi era yang serba digital dan modern
dengan segala disrupsinya. Pendidikan nilai-nilai dan karakter yang berlandaskan
kebenaran Firman Tuhan tentunya harus ditanamkan sejak dini guna membentuk pribadi

15
Nuraeni, “Menyelamatkan Anak Dari Pengaruh Negatif Internet,” KOMINFO, last modified 2016,
https://kominfo.go.id/content/detail/6789/menyelamatkan-anak- dari-pengaruh-negatif-
internet/0/sorotan_media.
16
Ibid.
62
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

individu yang tangguh untuk membentengi dirinya dalam berhadapan dengan tantangan
zaman ini.

Pengasuhan Kristiani Horace Bushnell

Penulis mengaitkan pentingnya pendidikan kristiani dalam keluarga dengan


pemikiran dari Horace Bushnell. Bushnell adalah seorang teolog Amerika yang
menyumbangkan gagasannya pada teori dan praktik pendidikan agama Kristen. Pandangan
dan gagasan pemikiran Bushnell tentang pendidikan Kristen terkandung dalam bukunya
"Christian Nurture" atau pengasuhan Kristiani. Melalui tulisannya, Bushnell menunjukkan
keyakinannya bahwa pendidikan Kristen adalah pengalaman seorang anak yang tumbuh
dalam keluarga Kristen. Bushnell mengatakan bahwa anak-anak yang tumbuh besar dalam
lingkungan keluarga Kristiani cenderung untuk menyerap kesalehan orang tua, dan yang
lebih penting, Tuhan memerintahkan orang tua untuk memberi mereka bimbingan. Amsal
22:6 menyatakan perintah bagi orang tua untuk mendidik orang muda menurut jalan yang
seharusnya sehingga kelak mereka tidak akan menyimpang dari jalan kebenaran itu.
Apabila sejak dini, setiap individu dididik sesuai kebenaran dan ditanamkan nilai-nilai
Kristiani, maka kemungkinan besar ketika mereka beranjak dewasa dan menghadapi
berbagai tantangan pada masanya, maka mereka siap untuk menghadapinya dengan tidak
menyimpang dari nilai-nilai kebenaran.
Pendekatan utama Bushnell dalam pendidikan Kristen adalah anak-anak. Namun
baginya, pendidikan nilai-nilai Kristiani yang paling mendasar adalah ketika seseorang
tumbuh dalam keluarga yang mempraktikkan iman Kristen. Dengan kata lain, pendidikan
agama Kristen merupakan sebuah pelayanan pedagogis yang dikerjakan oleh orang tua dan
gereja yang di dalamnya kaum muda dapat terlibat secara alami dalam pengalaman
keluarga dan kehidupan gereja.17 Bushnell juga menekankan mengenai pentingnya
penanaman nilai-nilai kristiani yang harus dilakukan sejak dini atau semenjak masa kanak-
kanak. Nilai-nilai yang ditanamkan itu berfokus kepada bagaimana membuat naradidik
mencintai hal-hal baik sedini mungkin.
Dalil Bushnell memang bertentangan dengan kaum revivalis yang berpandangan
bahwa mendidik anak dalam Tuhan adalah ketika mereka dewasa dan mengalami
pertobatan. Justru ia memiliki keyakinan bahwa anak harus terbuka pada dunia sebagai
orang yang diperbaharui spiritualitasnya dari kecil sehingga ia menyadari dan mengenal
17
Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, dari
Yohanes Amos Comenius sampai perkembangan PAK di Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009): 500.
63
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

dirinya sebagai orang yang berpihak pada hal-hal yang baik.18 Menanggapi pandangan
Bushnell mengenai konsep pengasuhan Kristiani tersebut, Robert Boelkhe memandang
bahwa pemikiran Bushnell ini bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai Kekristenan agar
anak dapat mengabdi kepada Yesus Kristus tanpa mengalami pergumulan rohani.19 Namun
demikian, Bushnell menganggap bahwa pertobatan bagi seseorang yang dibesarkan dalam
keluarga Kristen tidaklah salah sehingga ia memang tidak memutlakkan pada satu cara
untuk dapat mengalami anugerah Allah.20
Bushnell memberikan sumbangsih bagi kurikulum pendidikan di keluarga. Adapun
kurikulum pendidikan Kristiani bagi anak-anak yang dapat dilakukan di dalam keluarga
menurut Bushnell21 meliputi:
1. Pengendalian tubuh, yaitu berkaitan dengan menanamkan dasar-dasar pola hidup yang
teratur melalui pembiasaan untuk membentuk perilaku-perilaku positif yang memiliki
dimensi rohani.
2. Perkembangan kesalehan/kesalehan hidup, yaitu yang berkaitan dengan keteladanan
dan model yang dilihat langsung oleh anak, antara lain:
a. Orang tua harus mampu mengendalikan diri ketika mengajar/mendidik anak,
b. Hindari terlalu banyak memberi larangan kepada anak,
c. Hindari perilaku yang mengarah kepada kekerasan terhadap anak,
d. Berikan penghargaan atas prestasi anak dan juga memperlihatkan kegembiraan
kepadanya seperti yang dirasakan,
e. Jika harus menghukum anak lakukanlah secara proporsional,
f. Sebelum mengatakan anak bersalah orang tua harus berusaha lebih dahulu
memperoleh informasi yang benar,
g. Jangan menunjukkan perasaan khawatir yang berlebihan terhadap anak,
h. Perlakukan anak sesuai dengan usianya.
3. Keanggotaan dalam jemaat, artinya melibatkan anak-anak dalam berbagai ibadah dan
kegiatan kerohanian di gereja.
Pendidikan yang hendak ditanamkan oleh Bushnell bertujuan agar perkembangan
iman anak dapat berlangsung secara dinamis.22 Namun demikian apakah prinsip dari

18
Horace Bushnell, Christian Nurture (London: YALE University Press, 1947: 4.
19
Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, Dari Yohanes
Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK Di Indonesia. 466.
20
Ibid, 466.
21
Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, Dari Yohanes
Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK Di Indonesia. 488-498.
22
Ibid, 462.
64
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

Bushnell masih dapat diterapkan pada era globalisasi dalam revolusi industri 4.0 seperti
sekarang ini? Berdasarkan pemikiran Bushnell inilah maka seyogyanya pendidikan
Kristiani berfokus pada penanaman nilai-nilai kebaikan berdasarkan iman Kristen guna
membekali generasi sekarang ini menjadi generasi yang tangguh dalam menghadapi
berbagai tantangan zaman dengan tidak meninggalkan atau menyimpang dari nilai-nilai
kebenaran Firman Tuhan.

Pentingnya Pendidikan Nilai-Nilai Kristiani

Pendidikan karakter dan nilai-nilai pada dasarnya merupakan komponen yang tak
terpisahkan dari pendidikan Kristen. Nilai-nilai Kristiani merupakan standar hidup,
panduan maupun ajaran yang didasarkan pada Alkitab, sesuatu yang baik, benar, mulia
yang diejawantahkan dalam perilaku hidup sehari-hari individu sesuai dengan kebenaran
Firman Tuhan sehingga setiap individu memiliki landasan iman yang kuat, berkarakter
baik dan dapat menjadi teladan yang baik di manapun berada. Melaui pendidikan Kristen
yang dilakukan baik dalam keluarga, sekolah, gereja maupun masyarakat, setiap individu
mulai dari kanak-kanak hingga dewasa dibimbing untuk mengenal, memahami dan
menghayati nilai-nilai tersebut dalam kehidupannya.
Salah satu orientasi dari pendidikan karakter dan nilai-nilai dari perspektif Kristen
adalah pemulihan sepenuhnya, menemukan jati diri di hadapan Tuhan, dan mampu
menemukan dan mengembangkan bakat-bakat yang telah Tuhan anugerahkan di dalamnya.
Robert W. Pazmino menunjukkan bahwa pendidikan Kristen pada dasarnya adalah suatu
upaya moderat dan sistematis yang didukung oleh upaya spiritual dan manusiawi untuk
menyebarkan pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan, dan perilaku yang sesuai dengan
iman Kristen. Di dalamnya kuasa Roh Kudus bekerja untuk mengubah, memperbaharui
dan mereformasi individu, kelompok bahkan struktur sehingga siswa dapat hidup sesuai
dengan kehendak Tuhan seperti yang tertera di dalam Alkitab, khususnya dalam Yesus.23
Dari hal itu dapat terlihat betapa pentingnya pendidikan Kristen bagi setiap
individu, terutama di tengah era industri 4.0 ini yang semakin mengedepankan teknologi
serta berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pendidikan Kristen seharusnya membangun
generasi muda di atas batu karang yang teguh agar para generasi muda dapat menangkal
paham negatif seperti materialisme, skeptisisme, hedonisme, sekularisme, bahkan ateisme
dan sebagainya. Ditambah lagi di era industri 4.0 ini, teknologi dengan segala kemajuan

23
B.S. Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen (Yogyakarta: ANDI, 2002): 10.
65
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

dan kecanggihannya membawa banyak perubahan, mulai dari gaya hidup, cara
berkomunikasi dan bersosialisasi antar sesama. Dikhawatirkan apabila setiap anak tidak
dibekali dengan iman yang benar dan teguh, serta pendidikan dan pembimbingan yang
sesuai dengan nilai-nilai Kristiani, maka kemungkinan besar mereka akan terseret pada
arus globalisasi menuju kepada kehancuran.
Pendidikan agama Kristen yang tentunya dimulai dari keluarga, hadir sebagai jalan
untuk membimbing setiap individu untuk hidup di dalam jalan kebenaran. Secara umum,
keluarga adalah lembaga sosial yang melakukan fungsi maksimum untuk menyejahterakan
kehidupan anggota keluarga, yang mencakup pengaturan sistem pernikahan, pengasuhan
dan pengarahan pada anak-anak.24 Dalam artian bahwa keluarga merupakan tempat yang
paling pertama serta utama bagi setiap anak untuk belajar dan orang tua berperan
memberikan bekal kehidupan bagi anak-anaknya. Sedangkan dalam pandangan iman
Kristen, konsep keluarga yang digambarkan dalam Alkitab salah satunya juga sebagai
lembaga pendidikan yang pertama dan utama (Ul 6:4-9). Artinya, Allah menciptakan
keluarga sebagai lembaga terpenting bagi kehidupan manusia untuk memperoleh
pendidikan dimana Allah sendiri sebagai pusat dari pengajaran. Dengan demikian keluarga
merupakan tempat atau lingkungan dimana nilai-nilai kebenaran, kehidupan dan kebaikan
diajarkan sesuai iman Kristiani.
Homrighausen dan Enklaar berpendapat bahwa pendidikan Agama Kristen ini
sebenarnya menyiapkan individu untuk mengalami persekutuan dengan Kristus, dan dalam
pengetahuan serta pengenalan yang benar akan Yesus Kristus maka setiap individu dididik
untuk semakin memiliki iman yang kuat.25 Apalagi di era yang serba digital ini,
menanamkan nilai-nilai Kristiani amatlah penting. Andar Ismail mengatakan bahwa anak–
anak yang akan tumbuh menjadi dewasa di abad ke-21 membutuhkan iman yang kuat serta
memiliki kepribadian Kristiani untuk berhadapan dengan dunia yang memasuki
globalisasi.26 Oleh karena itu peran pendidikan Kristen sangat penting untuk mendidik
generasi muda supaya tetap hidup dalam kebenaran khususnya saat segala sesuatunya
bersentuhan dengan era digital ini dengan segala pengaruhnya, positif maupun negatif.
Jadi, dalam pelaksanaan pendidikan Kristen, R.C. Miller menyatakan bahwa, pengetahuan
dan keprihatinan manusia bukanlah pusat pendidikan agama Kristen, melainkan Allah
yang menjadi pusatnya. Kalau demikian, maka tugas pendidik ialah mengatur pelajar

24
M. Elly Setiadi, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011): 289.
25
Homrighausen dan Enklaar, Pendidikan Agama Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996): 9.
26
Andar Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998): 132.
66
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

sedemikian rupa sehingga ia mengalami pengalaman yang benar dengan Allah, Bapa,
Tuhan Yesus Kristus. Hasil dari pengalaman pribadi dengan Allah Sebagai hasil dari
mengalami Allah sebagai proses kehidupan dan terlibat secara kontinu dalam mengambil
setiap keputusan, dengan demikian individu tersebut sedang dalam proses bertumbuh
menuju kedewasaan iman Kristiani.27 Firman Yesus Kristus yang adalah sumber dari
kebenaran itu sendiri yang tujuan utamanya adalah membawa setiap individu untuk
berjumpa dengan Kristus, mengenal Allah yang benar, mengasihi Allah dengan sungguh-
sungguh, hidup dalam ketaatan serta mampu mempraktikkan imannya dalam kehidupan
sehari hari. Untuk itulah, pengajaran yang didasarkan pada Firman Allah dan praktik
kebenaran, memberikan pedoman hidup bagi generasi di sepanjang masa dalam
menghadapi dunianya.
Berdasarkan teori Horace Bushnell, sejak usia dini anak perlu dibimbing dengan
menghadirkan suasana yang sungguh-sungguh Kristen. Orang tua sebagai wakil Allah
menerima dan menjalankan otoritas pengasuhan anak berdasarkan pada otoritas Allah
seutuhnya.28 Suasana yang dimaksud tentunya berhubungan dengan suasana atau atmosfir
keluarga yang penuh kasih dari Allah, seperti yang dinyatakan oleh Dewi bahwa kasih
tanpa syarat menjadi fondasi pendidikan dan asuhan Kristen dan hal inilah yang akan
membangun kehangatan hubungan keluarga.29 Selain itu Bushnell juga menekankan
tentang dua konteks utama pendidikan Kristen yaitu salah satunya adalah rumah tangga.
Baginya setiap relasi yang terjadi dalam keluarga termasuk iman, menghasilkan kualitas
kehidupan yang khusus dari keluarga tersebut. Anak-anak akan menyerap baik kekuatan
maupun kekurangan keluarganya, karena di dalam rumah tangga, anak menerima
pendidikan secara langsung.30
Sehubungan dengan hal tersebut, menurut hasil penelitian BRC (Bilangan Research
Center) terhadap dinamika spiritualitas generasi muda Kristen di Indonesia, menunjukkan
bahwa spiritualitas orang tua, kesungguhannya dalam mengikut Tuhan Yesus dan
bagaimana orang tua memperlakukan anak-anaknya serta kehadiran seutuhnya dari orang
tua untuk berjalan bersama dengan anak-anak di usia remaja dan pemuda, terbukti
memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan rohani/spiritualitas generasi

27
Noh Ibrahim Boiliu, Filsafat Pendidikan Kristen (Jakarta: UKI Press, 2017): 195-196.
28
Bushnell, Christian Nurture. 271- 273.
29
Dewi, “Pola Asuhan Kristen Christian Nurture Horace Bushnell Dan Implementasinya Bagi
Keluarga Di Era Digital 4.0.”
30
Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktik Pendidikan Agama Kristen, Dari Yohanes
Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK Di Indonesia. 475-483.
67
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

muda.31 Riset ini juga membuktikan bahwa orang tua yang sering meluangkan waktu untuk
mendiskusikan hal-hal rohani dengan remaja sesering mungkin dapat menghasilkan
generasi muda yang taat pada firman Tuhan, khususnya dalam mengemban tugas Amanat
Agung Yesus yaitu bersaksi, memberitakan Injil dan menjadi garam serta terang dunia bagi
sesamanya.

Pendidikan Keluarga Kristiani Era 4.0 berdasarkan Teori Horace Bushnell

Lingkungan primer yaitu keluarga asal merupakan agen terdepan dalam


pembentukan karakter yang baik. Virginia Satir seorang ahli pendidikan keluarga
sebagaimana dikutip oleh Sidjabat dalam buku Membangun Pribadi Unggul, menyatakan
bahwa keluarga merupakan pabrik pengolahan kepribadian, tata nilai dan watak. Ada
banyak nilai yang ditanamkan oleh keluarga terhadap anak-anak.32 Dalam hal ini, nilai-
nilai Kristiani menjadi salah satu nilai penting yang harus diintegrasikan ke dalam praktik
hidup sehari-hari generasi sekarang ini. Betapa pentingnya tugas pembinaan iman,
karakter, dan tata nilai individu sejak usia dini sebagaimana dinyatakan oleh Bushnell.
Oleh karena itu pendidikan Kristen yang dilakukan di dalam keluarga sangatlah berperan
dalam perkembangan setiap anggota keluarga menghadapi dunianya, meskipun tidak bisa
dipungkiri bahwa ada banyak faktor yang juga mempengaruhi perkembangan individu
seperti temperamen yang dibawa sejak lahir, pengalaman di luar rumah, orientasi
kepercayaan atau keagamaannya, faktor lingkungan, dan sebagainya. Untuk itulah setiap
orang tua memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar dalam membimbing anak-anak
untuk menghidupi imannya di dalam Tuhan sebelum mereka melanjutkan pendidikan dan
pergaulannya di luar rumah seperti sekolah formal. Baik orang tua, guru-guru di sekolah,
gembala, majelis gereja, diaken pada dasarnya memiliki peran penting dan mendesak.
Dari poin-poin di atas, maka prinsip pengasuhan di era digital yang dapat
diterapkan guna membimbing generasi sekarang ini dalam kaitannya dengan prinsip
pengasuhan Kristiani dari Bushnell adalah sebagai berikut:
1. Melibatkan anak-anak dalam berbagai kegiatan kerohanian.
Rutin mengadakan persekutuan/ibadah dalam keluarga, memberikan pendalaman
terhadap Alkitab kepada anak-anak, membuat mereka sejak dini dibekali dengan iman
yang kuat, kasih yang sejati, kepekaan terhadap sesama, mental yang teguh dan tahan

31
Bambang Pudjianto, Dinamika Spiritualitas Generasi Muda Kristen Indonesia (Jakarta: Yayasan
BRC, 2018): 77.
32
B.S. Sidjabat, Membangun Pribadi Unggul (Yogyakarta: ANDI, 2011): 77.
68
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

terhadap berbagai godaan dunia serta dapat bertindak bijaksana sesuai tuntunan Firman
Tuhan. Bekal kehidupan itulah yang akan menentukan kehidupan anak di masa depan.
2. Membentuk rutinitas sehari-hari dalam keluarga untuk menjalin relasi, bounding
dengan anak-anak.
Dalam hal ini orang tua harus menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif,
harmonis dan ramah anak, selalu mengajak anak untuk berbincang terkait fungsi dan
kegunaan teknologi yang tepat sesuai dengan nilai-nilai Kristiani, memberikan
pemahaman yang luas tentang dampak positif maupun negatif dari kecanggihan teknologi.
3. Memberikan teladan atau contoh yang baik dalam keluarga.
Misalnya berkaitan dengan penggunaan teknologi, orang tua memberikan contoh
penggunaan yang tepat dan positif di depan anak, mengajak anak untuk melakukan
kegiatan yang positif melalui teknologi seperti untuk mencari informasi tentang pelajaran,
pengetahuan Alkitab maupun pengetahuan umum lainnya.
4. Memantau/memperhatikan kegiatan anak-anak baik di rumah maupun di luar rumah.
Orang tua dapat memberikan aturan-aturan dan batasan-batasan yang harus anak-
anak taati. Misalnya batasan waktu penggunaan gawai/gadget agar anak dapat merasakan
bermain di dunia luar tidak bergantung pada teknologi saja, mengontrol segala kegiatan
anak terutama yang berhubungan dengan teknologi, memperhatikan pergaulannya dengan
sesama temannya, dan sebagainya.
5. Memberikan pendampingan (mentoring).
Orang tua memang harus tegas dalam memberikan aturan maupun batasan pada
pergaulan anak dengan teknologi serta lingkungannya, namun di sisi lain orang tua juga
harus senantiasa hadir dengan penuh kasih untuk mendampingi anak. Pendampingan dan
pengawasan orang tua saat anak-anak mengakses internet dan menggunakan gadget sangat
diperlukan sehingga anak-anak tidak kelewat batas dalam menggunakan teknologi. Selain
itu bisa juga dengan memasang filter pada situs-situs sehingga dapat menolong anak untuk
mengendalikan dirinya dalam bersentuhan dengan berbagai arus informasi.
Demikian juga perlu ditekankan bahwa proses pendidikan dalam keluarga harus
mampu membangun sebuah aktivitas yang membawa kepada pertumbuhan iman dan
pengamalan nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan. Sidjabat mengembangkan berbagai
kegiatan dalam proses pembelajaran, berupa emotional activities yaitu olah hati dan

69
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

affective activities yaitu olah rasa dan karsa.33 Emotional activities berkaitan dengan
pendidikan moral. Pendidikan moral bertujuan untuk membentuk karakter jujur, loyalitas,
tanggung jawab, pengertian, dan pantang menyerah. Sedangkan affective activities
bertujuan untuk membentuk sifat peduli, saling menghargai, saling menolong,
nasionalisme, dan kooperatif dengan etika profesi yang baik. Oleh karena itu, sejak berada
di lingkungan keluarga, anak telah dididik dan dibekali sehingga mampu menghadapi
dunia dan berbagai tantangan yang akan terjadi di masa depan.
Pendidikan anak-anak dimulai dari keluarga. Ini adalah poin penting sehingga
setiap pihak, orang tua maupun guru di sekolah maupun gereja memahami tugas dan
perannya dalam proses pendidikan anak. Peran pendidikan Kristen dalam keluarga
sangatlah penting di era 4.0 ini. Usaha yang dapat dilakukan oleh orang tua salah satunya
adalah mengupayakan kerja sama didalam keluarga antara ayah dan ibu sebagai pendidik
utama serta menciptakan suasana yang harmonis dan kondusif sehingga proses pendidikan
yang berlangsung dalam keluarga dapat secara maksimal terjadi dan mencapai tujuannya.
Selanjutnya orang tua juga berperan dalam mengajar, mendidik dan mendampingi anak-
anak dalam menggunakan teknologi yang berkembang sekarang ini, baik itu internet,
gawai/gadget dan piranti digital lainnya sehingga mereka tidak menyalahgunakan
teknologi akan tetapi dapat menggunakan teknologi tersebut untuk kegiatannya sehari-hari
sesuai dengan nilai-nilai iman Kristen.

Kesimpulan

Pendidikan Kristen di lingkungan keluarga menjadi titik tolak untuk mulai


menanamkan nilai-nilai kebenaran dan pembinaan iman sejak dini untuk membekali setiap
individu menghadapi tantangan di era 4.0. Gagasan Bushnell mengenai pengasuhan
kristiani memberikan sumbangsih bagi kurikulum pendidikan Kristiani dalam keluarga
yang berfokus pada penanaman nilai-nilai kebaikan berdasarkan iman Kristen melalui
pengendalian tubuh, perkembangan kesalehan/kesalehan hidup, dan keanggotaan dalam
jemaat.
Keluarga dalam hal ini orang tua seyogyanya secara kontinyu menjalin komunikasi
dan hubungan dekat dengan anaknya, membimbing anak-anak untuk memiliki pengenalan
yang benar akan Allah serta iman yang kuat berdasarkan Firman Tuhan. Selain itu orang

33
B.S. Sidjabat, “Kerangka Kurikulum Pendidikan Agama Kristen Berbasis Karakter Di Perguruan
Tinggi: Character-Based Christian Religious Education Curriculum Framework in Higher Education,” Jurnal
Jaffray 17 (2019): 73–90.
70
Tjendanawangi Saputra: Signifikansi Teori Horace Bushnell bagi Perkembangan Generasi Muda …

tua hendaknya turut serta melibatkan anak dalam kegiatan spiritual sehingga anak dapat
bertumbuh dalam lingkungan yang senantiasa melibatkan Tuhan di dalamnya. Orang tua
juga harus memberikan teladan yang baik dalam penggunaan teknologi, memantau
aktivitas anak saat berinteraksi dengan lingkungan, memberikan bantuan dan bimbingan
kepada anak-anak. Oleh karena itu, melalui pendidikan Kristiani yang dimulai dalam
keluarga, generasi ini diharapkan dapat memperkaya kemampuan memahami, menghayati
dan mengamalkan nilai-nilai Kristiani untuk kebaikan bersama di era yang semakin
bersentuhan dengan teknologi dengan segala perkembangannya.

Kepustakaan

Alinurdin, David. “Etika Kristen Dan Teknologi Informasi: Sebuah Tinjauan Menurut
Perspektif Alkitab.” Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 17, no. 2 (2018): 95.
APJJ, Buletin. “Siaran Pers: Pengguna Internet Indonesia Hampir Tembus 200 Juta Di
2019 – Q2 2020.” Last modified 2020.
https://blog.apjii.or.id/index.php/2020/11/09/siaran-pers-pengguna-internet-indonesia-
hampir-tembus-200-juta-di-2019-q2-2020/.
Boehlke, Robert R. Sejarah Perkembangan Pikiran Dan Praktik Pendidikan Agama
Kristen, Dari Yohanes Amos Comenius Sampai Perkembangan PAK Di Indonesia.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.
Boiliu, Noh Ibrahim. Filsafat Pendidikan Kristen. Jakarta: UKI Press, 2017.
Bushnell, Horace. Christian Nurture. London: YALE University Press, 1947.
Dewi, Elisabeth Savitri Lukita. “Pola Asuhan Kristen Christian Nurture Horace Bushnell
Dan Implementasinya Bagi Keluarga Di Era Digital 4.0.” KERUGMA: Jurnal Teologi
dan Pendidikan Agama Kristen 3, no. 1 (2021): 19–32.
Groome, Thomas H. Christian Religious Education. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Homrighausen dan Enklaar. Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996.
Ismail, Andar. Ajarlah Mereka Melakukan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998.
Kimbal, Stevie Cornelia, Johanna Setlight, and Deflita R.N. Lumi. “Internalisasi
Pendidikan Kristiani Dalam Keluarga.” Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan 7, no. 6
(October 5, 2021): 90–107. Accessed March 17, 2022.
http://jurnal.peneliti.net/index.php/JIWP/article/view/966.
Nuraeni. “Menyelamatkan Anak Dari Pengaruh Negatif Internet.” KOMINFO. Last
modified 2016. https://kominfo.go.id/content/detail/6789/menyelamatkan-anak-
dari-pengaruh-negatif-internet/0/sorotan_media.
Pudjianto, Bambang. Dinamika Spiritualitas Generasi Muda Kristen Indonesia. Jakarta:
Yayasan BRC, 2018.
Putra, Yanuar Surya. “Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi.” Jurnal Ilmiah
Among Makarti 9 (2016): 123–134.

71
Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 6,
no. 1 (2022): 55-72

Rakhmah, Diyan Nur, and Siti Nur Azizah. “Gen Z Dominan, Apa Maknanya Bagi
Pendidikan Kita?” Masyarakat Indonesia 46/1, no. Juni (2020): 49–64.
https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id/produk/artikel/detail/3133/gen-z-dominan-
apa-maknanya-bagi-pendidikan-kita.
Rantung, Djoys Anneke, and Fredik Melkias Boiliu. “Teknologi Dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Kristen Yang Antisipatif Di Era Revolusi Indusri 4.0.” Jurnal
Shanan 4, no. 1 (2020).
Setiadi, M. Elly. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011.
Sidjabat, B.S. “Kerangka Kurikulum Pendidikan Agama Kristen Berbasis Karakter Di
Perguruan Tinggi: Character-Based Christian Religious Education Curriculum
Framework in Higher Education.” Jurnal Jaffray 17 (2019): 73–90.
———. Membangun Pribadi Unggul. Yogyakarta: ANDI, 2011.
———. Strategi Pendidikan Kristen. Yogyakarta: ANDI, 2002.
SINDO, Koran. “Waspada Dampak Buruk Gadget Pada Anak.” Last modified 2020.
https://nasional.sindonews.com/read/121828/18/waspada-dampak-buruk-gadget-pada-
anak-1596467282.
Square, Franklin. Life and Letters of Horace Bushnell. New York: Harper&Brothers
Publishers, 1880.
Vandiano, Vardik. “Signifikansi Konsep Christian NurtureMenurut Horace Bushnell
BagiKeluarga Kristen.” Real Didache: Journal of Christian Education 1, no. 1
(2020): 39–45.
Wijono, Hadion. Generasi Z Dan Revolusi Industri 4.0. Banyumas: Pena Persada, 2020.

72

Anda mungkin juga menyukai