Anda di halaman 1dari 56

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

(SPM)

Standar Pelayanan Minimal ditujukan kepada


pengusaha angkutan penyeberangan yang telah
memiliki persetujuan pengoperasian angkutan
penyeberangan.

Penetapan Standar Pelayanan Minimal berfungsi


untuk menjamin kepastian dalam memberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat
pengguna jasa angkutan penyeberangan yang
aman, nyaman, tertib dan lancar serta sesuai dengan
daya jangkau masyarakat.
1
Perusahaan angkutan penyeberangan yang melayani lintas
sesuai dengan persetujuan pengoperasian angkutan
penyeberangan yang telah diberikan, harus melakukan hal-hal
sebagai berikut :

1. Mengoperasikan kapal secara tepat waktu sesuai dengan


jadwal sejak saat pemberangkatan sampai di tempat
pelabuhan penyeberangan tujuan;

2. Memelihara kebersihan dan kenyamanan kapal yang


dioperasikan;

3. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pengguna


jasa;

4. Mempekerjakan awak kapal yang dilengkapi dengan


pakaian seragam dan menggunakan tanda pengenal
perusahaan.
2
Persyaratan pelayanan bagi perusahaan penyeberangan
terdiri dari :

1. Persyaratan pelayanan untuk penumpang;

2. Persyaratan pelayanan untuk pemuatan kendaraan di kapal


penyeberangan;

3. Persyaratan pelayanan kecepatan kapal;

4. Persyaratan pelayanan pemenuhan jadwal kapal.

Persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan telah diatur


melalui Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor :
SK.73/AP005/DJPD/2003 Tahun 2003 tentang Persyaratan Pelayanan
Minimal Angkutan Penyeberangan.

3
Persyaratan Pelayanan Minimal untuk Penumpang

Persyaratan Pelayanan Minimal untuk Penumpang terdiri dari :

1. Persyaratan pelayanan kenyamanan penumpang;

2. Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang;

3. Persyaratan jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way)

1. Persyaratan pelayanan kenyamanan penumpang, menyangkut :

a. Waktu atau lama berlayar yang dibagi menjadi 5 (lima) kategori sbb :

1) Kategori 1, lama pelayaran s/d 1 jam;


2) Kategori 2, lama pelayaran 1 s/d 4 jam;
3) Kategori 3, lama pelayaran 4 s/d 8 jam;
4
4) Kategori 4, lama pelayaran 8 s/d 12 jam;
5) Kategori 5, lama pelayaran di atas 12 jam.

b. Kelas tempat duduk penumpang dibagi menjadi 3 (tiga) kelas sbb :

1) Tempat duduk kelas ekonomi;


2) Tempat duduk kelas non – ekonomi Bisnis;
3) Tempat duduk kelas non – ekonomi Eksekutif.

2. Persyaratan konstruksi kapal untuk pelayanan penumpang.


Persyaratan pelayanan minimal konstruksi kapal untuk layanan
penumpang, meliputi :

a. Luas ruangan tempat duduk/tempat tidur penumpang kurang lebih


60% luas geladak ruangan
b. Penumpang terdiri dari :
1) Penumpang geladak terbuka : Luas lantai untuk kursi/bangku per
orang berukuran 0,30 – 0,45 m2;
5
2) Penumpang geladak tertutup :
a) Tinggi tenda/atap minimal 1,9 m;
b) Luas lantai untuk kursi/bangku per orang 0,30 – 0,65 m2.

3) Penumpang kamar :
a) Kapasitas maksimal tiap kamar untuk 6 (enam) orang;
b) Harus mempunyai tempat tidur tetap, berukuran minimal 1,08 m
panjang dan 0,70 m lebar;
c) Luas lantai per orang minimal 1,36 m2.

c. Tempat duduk terdiri dari :


1) Bangku :
a) Tempat duduk memanjang yang menjadi satu, tanpa sekat
sandaran tangan;
b) Kapasitas tiap bangku tidak boleh melebihi 6 (enam) orang
untuk satu sisi keluar menuju gang/jalan lalu orang;
c) Bangku dapat ditempatkan pada ruang penumpang geladak
terbuka.
6
2) Kursi :
a) Tempat duduk bersandaran tangan untuk masing-masing
penumpang dan ditempatkan secara berderet;
b) Luas ukuran kursi minimal 0,30 m2 tiap kursi ;
c) Bentuk dan ukuran kursi seperti dalam gambar berikut :

7
3) Kursi reklining (reclining) :
a) Tempat duduk dengan sandaran punggung yang dapat diatur
dan ditempatkan pada ruangan penumpang geladak tertutup,
yang merupakan tempat duduk kelas bisnis dan eksekutif;
b) Luas ukuran kursi minimal 0,50 m2 tiap kursi;
c) Bentuk dan ukuran kursi seperti dalam gambar berikut :

8
d. Gang/jalan melintas untuk orang/penumpang :
Jarak antara (lebar) dari gang tempat untuk melintas penumpang,
ditetapkan sebagai berikut :
1) Sampai dengan 100 penumpang, jarak 0,80 m;
2) DI atas 100 penumpang, jarak 1,00 m;
3) Di atas 1000 penumpang, jarak minimal 1,20 m;
4) Sudut kemiringan tangga penumpang yang menghubungkan antar
geladak, tidak boleh melebihi 450.

e. Kamar mandi dan wc untuk penumpang harus tersedia.


Untuk penumpang harus tersedia kamar mandi dan wc, dengan
jumlah minimal sebagai berikut :
1) Dari 13 sampai 50 penumpang, minimal harus ada 2 kamar mandi
dan wc; selanjutnya untuk setiap 50 atau bagian dari 50
penumpang s/d 500 penumpang harus ada tambahan 1 kamar
mandi dan wc;

9
2) Lebih dari 500 penumpang, untuk setiap 100 atau bagian dari 100
penumpang, harus ada tambahan 1 wc;
3) Kamar mandi dan wc dibagi untuk pria dan wanita, serta harus
dilengkapi dengan dinding-dinding pemisah yang baik;
4) Harus terdapat persediaan air di tempat-tempat air dengan jumlah
sedikitnya 1/6 dari jumlah kamar mandi dan wc, sejauh
perlengkapan kamar mandi dan wc masih belum memenuhi hal
tersebut secara cukup;
5) Untuk kapal dengan penumpang tidak lebih dari 12 orang, paling
sedikit harus ada 1 kamar mandi dan 1 wc bagi awak kapal, yang
harus dapat digunakan juga untuk penumpang;
6) Untuk kapal yang melayani kategori 3 dan 4 (pembagian menurut
jam berlayar), harus tersedia cukup waktu bagi penumpang untuk
mandi;
7) Ruang kamar mandi dan wc harus terpisah dari ruang akomodasi
dengan baik dan ruang-ruang tersebut harus cukup luas serta
cukup sirkulasi udaranya, dengan penataan ruangan dan
konstruksi sehingga memudahkan penyaluran air dan kotoran
dalam pembersihannya.
10
f. Sistem lubang angin/ventilasi udara dan penerangan :
1) Ruang akomodasi penumpang harus diberikan lubang
angin/ventilasi udara yang cukup;
2) Ruang akomodasi penumpang di geladak tertutup, harus memakai
sistem penghisap (exhaust) dan sirkulasi udara minimal 10 kali per
jam;
3) Ruang akomodasi kelas bisnis dan eksekutif, harus memakai fan
atau sistem pendingin udara (AC);
4) Ruang akomodasi penumpang harus mendapat cukup cahaya
melalui kaca jendela pada tingkap-tingkap sisi, atau melalui kaca-
kaca lain yang dipasang untuk itu;
5) Pada malam hari tiap-tiap ruangan harus diberi penerangan yang
cukup;
6) Kapal yang berukuran di atas 2500 m3 ke atas, harus
menyediakan ruangan untuk perawatan orang sakit (klinik dan
kamar perawatan) dengan sistem ventilasi udara tersendiri, begitu
pula untuk pembuangan air dan kotoran harus dengan sistem
pencuci kuman sebelum dibuang keluar kapal.
11
g. Dapur dan kafetaria :
1) Dapur tidak boleh ditempatkan di geladak kendaraan;
2) Dapur harus mempunyai sistem lubang angin/ventilasi udara dan
pembuangan air kotor yang terpisah dengan ruang akomodasi;
3) Kompor yang digunakan harus jenis kompor listrik;
4) Bila menggunakan sistem pembakaran dengan gas, tangki
penyimpan gas harus terpisah dan pada saluran gas masuk harus
dipasang minimal satu buah keran penutup cepat (shut-off valve)
yang terletak di luar ruang dapur;
5) Untuk pelayanan penumpang, diizinkan penempatan kafetaria di
ruang penumpang;
6) Kafetaria harus menggunakan kompor/pemanas listrik;
7) Sistem lubang angin/ventilasi udara dan pembuangan air kotor
harus terpisah dengan ruang penumpang;
8) Pengelola/petugas kafetaria wajib menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan.

12
h. Ruang rekreasi sebagai public area dan ruang ibadah :
1) Kapal yang memuat lebih dari 50 penumpang, dapat menyediakan
ruang terbuka untuk tempat santai/rekreasi bagi penumpang;
2) Kapal penumpang wajib menyediakan ruangan untuk ibadah
dengan luas yang sesuai jumlah penumpang dan ruang kapal yang
tersedia, serta harus selalu dijaga kebersihan dan kerapihannya.

13
Persyaratan SPM Pemuatan Kendaraan di Kapal

Kapal penyeberangan yang mengangkut kendaraan, harus memenuhi


perlengkapan sebagai berikut :

1. Pintu rampa
Terdiri dari 2 (dua) pintu, yang dipasang di bagian haluan dan
buritan untuk tipe ro-ro atau samping kiri atau kanan yang berguna
sebagai jalan masuk dan keluar kendaraan.

Spesifikasi teknis pintu rampa adalah sebagai berikut :


1) Panjang yang disesuaikan dengan kondisi lintasan yang
dilayani;
2) Lebar minimum 4,0 m;
3) Kecepatan buka penuh maksimal 2 menit dan menutup penuh
maksimal 3 menit;

14
4) Daya dukung harus mampu mendukung beban kendaraan
minimal dengan jumlah berat yang diperbolehkan (JBB) 17,5
ton dan muatan sumbu terberat (MST) sebesar 8 ton.
Daya dukung ini disesuaikan dengan kapasitas lalu lintas dan
angkutan serta daya dukung jalan yang akan dilayani.

2. Ruang untuk kendaraan


a. Lantai ruang kendaraan harus dirancang mampu menahan
beban kendaraan dengan minimal JBB 17,5 ton dan MST 8 ton.

b. Tinggi ruang kendaraan :


1) Kendaraan kecil/sedan minimal 2,5 m;
2) Kendaraan besar/truk dan campuran minimal 3,8 m;
3) Untuk mengangkut truk trailer/peti kemas minimal 4,7 m.

c. Ruang kendaraan yang tertutup harus disediakan lampu


penerangan, sistem sirkulasi udara, tangga/jalan keluar/masuk
bagi pengemudi serta harus diberi tanda larangan :
15
“DILARANG MEROKOK” dan “PENUMPANG DILARANG
TINGGAL DI RUANG KENDARAAN” serta “DILARANG
MENGHIDUPKAN MESIN KENDARAAN SELAMA
PELAYARAN SAMPAI PINTU RAMPA DIBUKA KEMBALI”
yang dapat terlihat jelas dan mudah dibaca.

d. Jarak minimal antar kendaraan :

1) Jarak antara masing-masing kendaraan pada sisi kiri dan


kanan 60 cm;
2) Jarak antara muka dan belakang kendaraan 30 cm;
3) Untuk kendaraan yang sisi sampingnya bersebelahan dengan
dinding kapal, berjarak 60 cm dihitung dari lapisan dalam
atau sisi luar gading-gading (frame);
4) Jarak sisi antara kendaraan dengan tiang penyanggah (web
frames) 60 – 80 cm.

16
e. Antara pintu rampa haluan/buritan dengan batas sekat
pelanggaran, dilarang ditaruh kendaraan.

f. Untuk lintas penyeberangan yang kondisi lautnya berombak


kuat/besar sehingga membuat sudut kemiringan kapal lebih dari
10%, kendaraan yang dimuat dalam kapal harus dilengkapi
dengan sistem pengikatan (lashing).

17
PEMUATAN KENDARAAN DI KAPAL RO-RO

a. Pengaturan kendaraan

Kendaraan yang masuk dari pintu rampa ke dalam kapal langsung


diatur oleh petugas geladak dengan jarak antara masing-masing
kendaraan sekurang-kurangnya 60 cm.
Ruang yang cukup untuk dilewati pada saat masuk dan keluar
kendaraan di atas kapal dan ruang yang cukup pada saat evakuasi
kapal dalam keadaan darurat.
b. Lashing kendaraan di kapal

Penggunaan tali atau rantai yang dilengkapi pengetat atau sabuk


lashing digunakan untuk meredam gaya horizontal untuk menghindari
muatan kendaraan bergeser atau terbalik; yang terpenting tidak terlalu
longgar atau terlalu ketat.
Bila kendaraan yang diangkut pada bidang dengan kelandaian
tertentu, maka perlu ada upaya penambahan lashing, agar kendaraan
tidak meluncur di medan yang ada kelandaiannya.
18
19
SPM KECEPATAN KAPAL

Persyaratan pelayanan kecepatan kapal terdiri dari 2 (dua) kategori,


yaitu :

1. Kapal pelayanan ekonomi untuk kendaraan mempunyai kecepatan


pelayanan (service speed) sekurang-kurangnya 10 knot per jam;

2. Kapal pelayanan non – ekonomi untuk kendaraan mempunyai


kecepatan rata-rata pelayanan (service speed) sekurang-
kurangnya 15 knot per jam.
Dalam pemenuhan kecepatan pelayanan, kapal yang melayani
lintas pendek dengan jarak sampai dengan 6 (enam) mil,
kecepatan rata-rata pelayanan dapat disesuaikan untuk memenuhi
jadwal perjalanan kapal .

20
PERSYARATAN PELAYANAN PEMENUHAN JADWAL KAPAL

Jadwal kapal pada lintas penyeberangan terdiri dari :


1. Jadwal perjalanan kapal, yaitu jadwal kapal untuk melakukan
operasi yang sekurang-kurangnya meliputi penetapan waktu kapal
meninggalkan dermaga yang disebut waktu keberangkatan dan
waktu kapal merapat di dermaga yang disebut waktu kedatangan,
terdiri dari jam, hari, bulan dan tahun serta lokasi keberangkatan
dan kedatangan.
2. Jadwal siap operasi (stand by), yaitu jadwal kapal cadangan untuk
siap operasi memberikan bantuan pelayanan angkutan apabila
jumlah kapal yang beroperasi berkurang akibat rusak, docking,
atau hal-hal lainnya atau siap operasi evakuasi penyelamatan
dan/atau pertolongan kecelakaan kapal.
Kapal cadangan dalam jadwal siap operasi (stand by) harus dapat
dioperasikan dalam waktu tidak lebih dari 2 (dua) jam setelah
mendapat perintah operasi dari pejabat yang menetapkan jadwal
kapal.
21
3. Jadwal istirahat (off), yaitu jadwal istirahat operasi kapal pada lintas
penyeberangan yang mempunyai kapal cadangan.

4. Jadwal docking, yatu jadwal kapal untuk docking guna menjalani


perawatan dan harus mengikuti penetapan dari pejabat yang
mempunyai kewenangan di bidang kelaikan kapal.

Pemenuhan jadwal pelayanan kapal ditentukan berdasarkan :

1. Pemenuhan jadwal waktu (time table) yang telah ditetapkan oleh


pejabat yang menetapkan jadwal kapal;

2. Pemenuhan hari operasi berdasarkan jumlah hari operasi dan


jumlah trip yang harus dilayani.

22
Kapal yang keluar dari jadwal disebabkan kerusakan
dan setelah diadakan perbaikan tanpa perlu docking
atau kapal yang keluar dari jadwal guna menjalani
pemeliharaan, perawatan dan perbaikan,
berdasarkan jadwal docking atau diluar jadwal
docking, diwajibkan melaporkan kepada pejabat
yang menetapkan jadwal kapal sebelum beroperasi
kembali untuk masuk ke dalam jadwal guna
mendapat persetujuan beroperasi kembali serta
dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu oleh petugas
di bidang kelaikan guna memperoleh persetujuan
kelaikan.

23
PENETAPAN JADWAL KAPAL

1. Kepala Pelabuhan Penyeberangan menetapkan jadwal kapal yang


terdiri dari jadwal untuk tingkat permintaan angkutan rendah,
normal dan tinggi yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan
keseimbangan antara permintaan angkutan dan penyediaan jasa
(demand & supply);

2. Perusahaan angkutan penyeberangan dengan dikoordinasikan


oleh Kepala Cabang PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) atau
Kepala Pelabuhan Penyeberangan, wajib mengumumkan jadwal
perjalanan kapal yang telah ditetapkan pada papan pengumuman..
Minimal ada 1 (satu) papan pengumuman jadwal perjalanan kapal,
yang dipasang di setiap dermaga dan loket penjualan tiket serta
dapat dibaca pada jarak sekurang-kurangnya 10 meter.

24
Pengaturan jadwal dilakukan oleh Kepala Cabang Pelabuhan
Penyeberangan setempat berdasarkan :

1. Persetujuan pengoperasian kapal angkutan penyeberangan pada


lintas yang bersangkutan;

2. Pertimbangan pelayanan angkutan dan ketaatan terhadap jadwal


yang telah ditetapkan sesuai jumlah trip per hari dan jumlah kapal
yang diizinkan melayani lintas yang bersangkutan;

3. Pemerataan kesempatan untuk masing-masing perusahaan


pelayaran yang beroperasi di pelabuhan penyeberangan sesuai
persetujuan pengoperasian yang diberikan;

4. Hasil koordinasi dengan pengelola pelabuhan dan perusahaan


angkutan penyeberangan.

Apabila tidak terpenuhinya jadwal karena ada kerusakan/docking,


Kepala Cabang Pelabuhan dapat menunjuk kapal lain sebagai kapal
pengganti dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku.

25
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan jadwal
pelayaran adalah :

1. Faktor Muat Kapal Penyeberangan.

Faktor muat adalah jumlah penumpang dan kendaraan yang diangkut


oleh kapal dibandingkan dengan kapasitas yang disediakan.
Sebelum dimasukkan ke dalam formula baku, data-data tersebut harus
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam Satuan Unit Produksi (SUP).

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 58 Tahun 2003


tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif
Angkutan Penyeberangan, yang telah di rubah dengan Peraturan
Menteri Perhubungan No. 18 Tahun 2012, maka penetapan golongan
kendaraan sesuai SUP adalah sebagai berikut :

26
Pembagian Golongan Kendaraan Berdasarkan SUP

Golongan Jenis Kendaraan SUP


I Sepeda 1,6
II Sepeda motor < 500 cc dan gerobak dorong 2,8
III Sepeda motor besar ( ≥ 500 cc ) dan kendaraan roda 3 5,6
Kendaraan bermotor berupa mobil jeep, sedan, minicab, minibus,
mikrolet, pick up, station wagon dengan ukuran panjang sampai
IV dengan 5 meter dan sejenisnya :
1. Kendaraan penumpang beserta penumpangnya 21,63
2. Kendaraan barang beserta muatannya 17,98
Kendaraan bermotor berupa mobil bus, mobil barang (truk) tangki
V dengan ukuran panjang sampai dengan 7 meter dan sejenisnya :
1. Kendaraan penumpang beserta penumpangnya 37,39
2. Kendaraan barang beserta muatannya 31,55
Kendaraan bermotor berupa mobil bus, mobil barang (truk) tangki
dengan ukuran panjang lebih dari 7 meter sampai dengan 10
VI meter dan sejenisnya, dan kereta penarik tanpa gandengan :
1. Kendaraan penumpang beserta penumpangnya 63,28
2. Kendaraan barang beserta muatannya 52,33
27
Pembagian Golongan Kendaraan Berdasarkan SUP

Golongan Jenis Kendaraan SUP


Kendaraan bermotor berupa mobil barang (truk tronton) tangki,
VII kereta penarik berikut gandengan serta kendaraan alat berat 66,03
dengan ukuran panjang lebih dari 10 meter sampai dengan 12
meter dan sejenisnya.
Kendaraan bermotor berupa mobil barang (truk tronton) tangki,
VIII kendaraan alat berat dan kereta penarik berikut gandengan 98,75
dengan ukuran panjang lebih dari 12 meter sampai dengan 16
meter dan sejenisnya.
Kendaraan bermotor berupa mobil barang (truk tronton) tangki,
IX kendaraan alat berat dan kereta penarik berikut gandengan 148,13
dengan ukuran panjang lebih dari 16 meter dan sejenisnya.

28
Formula yang dipergunakan untuk menentukan faktor muat tiap-tiap
kapal penyeberangan :
KP
LF = x 100 %
KT

dimana : KP = Kapasitas Terpakai


KT = Kapasitas Tersedia
LF = Load Factor

Ada 2 (dua) perhitungan yang berkaitan dengan perhitungan faktor


muat, yaitu :

1. Occupancy Ratio For Passenger, yaitu jumlah penumpang dibagi


dengan kapasitas muat penumpang untuk jumlah trip yang sama
(dalam SUP) x 100 %;

2. Occupancy Ratio For Vehicle, yaitu jumlah kendaraan dibagi


dengan kapasitas muat kendaraan untuk jumlah trip yang sama
(dalam SUP) x 100 %.
29
2. Pengoperasian Kapal Penyeberangan.

a. Jumlah Frekuensi Keberangkatan Kapal :

Untuk menghitung jumlah kapal yang beroperasi yaitu


berdasarkan jumlah penumpang dan kendaraan, menggunakan
rumus seperti dibawah ini :

1) Untuk Frekuensi Keberangkatan Kapal berdasarkan jumlah


penumpang :

N
Fp =
365 x K x LF x M

dimana :
Fp = Frekuensi keberangkatan kapal berdasarkan
penumpang
K = Koefisien waktu operasi kapal / tahun ( = 0,9 )
30
LF = Faktor muat
M = Kapasitas angkut kapal (penumpang)
N = Jumlah penumpang naik/turun di pelabuhan per
tahun.

2) Untuk Frekuensi Keberangkatan Kapal berdasarkan jumlah


kendaraan :

N
Fc =
365 x K x LF x M

dimana :
Fc = Frekuensi keberangkatan kapal berdasarkan
kendaraan
K = Koefisien waktu operasi kapal / tahun ( = 0,9 )

31
LF = Faktor muat
M = Kapasitas angkut kapal (kendaraan)
N = Jumlah kendaraan naik/turun di pelabuhan per
tahun.

b. Jadwal Pengoperasian Kapal Penyeberangan :

Pengurangan maupun penambahan jumlah frekuensi kapal


yang beroperasi pada suatu lintas penyeberangan, erat
kaitannya dengan kegiatan operasional terhadap jadwal
perjalanan kapal dalam rangka memberikan pelayanan kepada
pengguna jasa.
Dalam pengaturan jadwal keberangkatan kapal berdasarkan
frekuensi yang diinginkan dengan melakukan pengurangan
maupun penambahan frekuensi dilihat dari jumlah permintaan
penumpang/kendaraan harian, untuk itu perlu dilakukan survei
waktu operasional kapal.

32
3. Jumlah Dermaga Penyeberangan.

Dalam pengaturan jadwal, jumlah dermaga juga merupakan hal yang


harus diperhatikan terkait dengan jumlah kapal yang beroperasi dalam
satu lintasan.
Apabila jumlah kapal yang beroperasi banyak dengan waktu tempuh
yang relatif pendek, maka jumlah dermaga merupakan hal yang
menentukan dalam penjadwalan.

4. Waktu Bongkar Muat.

Waktu bongkar muat adalah waktu yang dibutuhkan kapal dalam


melakukan bongkar muat penumpang dan kendaraan di dermaga.
Dalam pembuatan jadwal agar tidak terjadi antrian masuk untuk
melakukan bongkar muat penumpang dan kendaraan, maka waktunya
harus diatur sehingga jadwal kapal tidak terganggu dan tepat waktu.

33
5. Waktu Kapal Berlayar.

Waktu kapal berlayar adalah jarak yang ditempuh kapal dari asal
sampai dengan tujuan dalam satuan waktu.

6. Waktu Operasional Pelabuhan.

Waktu operasional pelabuhan adalah lama waktu operasional


pelabuhan untuk melayani kegiatan bongkar muat penumpang dan
kendaraan dalam satuan waktu.

7. Contoh Jadwal Kapal.

Berikut ini adalah contoh penjadwalan untuk lintas penyeberangan A –


B yang memiliki masing-masing 2 dermaga, waktu operasional
pelabuhan selama 12 jam per hari, dioperasionalkan 4 buah kapal
penyeberangan dengan waktu tempuh 2 jam dan waktu bongkar muat
selama 1 jam.
34
7. Contoh Jadwal Kapal.

Berikut ini adalah contoh penjadwalan untuk lintas penyeberangan


A – B yang memiliki masing-masing 2 dermaga, waktu operasional
pelabuhan selama 12 jam per hari, dioperasionalkan 4 buah kapal
penyeberangan dengan waktu tempuh 2 jam dan waktu bongkar muat
selama 1 jam.

Contoh Jadwal Kapal Penyeberangan

35
Jadwal Keberangkatan dan Kedatangan Kapal
A B
No. Kapal
Berangkat Tiba Berangkat Tiba
1 KMP 1 06.00
08.00
2 KMP 2 07.00
09.00
3 KMP 3 06.00
08.00
4 KMP 4 07.00
09.00
5 KMP 1 09.00
11.00
6 KMP 2 10.00
12.00
7 KMP 3 09.00
11.00
8 KMP 4 10.00
12.00
9 KMP 1 12.00
14.00
10 KMP 2 13.00
15.00
36
A B
No. Kapal
Berangkat Tiba Berangkat Tiba
11 KMP 3 12.00
14.00
12 KMP 4 13.00
15.00
13 KMP 1 15.00
17.00
14 KMP 2 16.00
18.00
15 KMP 3 15.00
17.00
16 KMP 4 16.00
18.00

37
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 62
Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan
Penyeberangan :

JENIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL ( BAB II pasal 2)

(1) Badan Usaha Angkutan Penyeberangan yang mengoperasikan


Kapal Angkutan Penyeberangan harus memenuhi SPM Angkutan
Penyeberangan.

(2) SPM Angkutan Penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) terdiri atas:

a. SPM Angkutan Penyeberangan untuk pelayanan penumpang;


b. SPM Angkutan Penyeberangan untuk pemuatan kendaraan;
dan
c. SPM Angkutan Penyeberangan untuk pengoperasian kapal.

38
(1) SPM Angkutan Penyeberangan untuk pelayanan penumpang
meliputi aspek :

a. keselamatan;
b. keamanan;
c. kenyamanan;
d. kemudahan; dan
e. kesetaraan.

(2) SPM Angkutan Penyeberangan untuk pemuatan kendaraan


meliputi aspek :

a. keselamatan;
b. keamanan; dan
c. kemudahan.

39
(3) SPM Angkutan Penyeberangan untuk pengoperasian kapal
meliputi aspek :

a. keamanan;
b. kenyamanan; dan
c. Keteraturan.

SPM Angkutan Penyeberangan untuk pelayanan penumpang


terdiri atas pelayanan :

1. kelas ekonomi; dan


2. kelas non-ekonomi terdiri atas :
a. reguler; dan
b. ekspres.

40
SPM Angkutan Penyeberangan untuk pemuatan kendaraan terdiri
atas :

1. pintu rampa;
2. ruang untuk kendaraan; dan
3. fasilitas pemuatan kapal.

SPM Angkutan Penyeberangan untuk pengoperasian kapal terdiri


atas :

1. kecepatan dinas kapal; dan


2. pemenuhan jadwal.

Kecepatan dinas kapal diukur dengan melakukan percobaan berlayar


di lintasan.

41
Pemenuhan jadwal tersebut terdiri atas :

1. jadwal perjalanan kapal;


2. jadwal operasi kapal;
3. jadwal siap operasi;
4. jadwal istirahat dan
5. jadwal dok.

42
Dalam hal tidak terpenuhinya jadwal perjalanan
kapal, Perusahaan Angkutan Penyeberangan
harus memberikan kompensasi kepada pengguna
jasa berupa konsumsi.

Kompensasi tersebut tidak diberikan apabila


disebabkan oleh keadaan kahar. (force majeure)

Keadaan kahar harus dibuktikan dengan


keterangan dari Instansi yang berwenang.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian


kompensasi kepada pengguna jasa ditetapkan
oleh Direktur Jenderal

43
Jadwal perjalanan kapal merupakan waktu
Kapal Angkutan Penyeberangan untuk melakukan
keberangkatan dan kedatangan yang terdiri atas
jam, hari, bulan, tahun, dan lokasi dermaga.

Waktu keberangkatan dan kedatangan


merupakan waktu kapal meninggalkan dermaga
dan waktu kapal merapat di dermaga.

44
Jadwal operasi kapal ditentukan berdasarkan :

1. Jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh Balai


atau unit pelaksana teknis daerah; dan

2. Hari operasi berdasarkan jumlah hari operasi dan


jumlah trip yang harus dilayani yang telah
ditentukan.

Balai adalah Balai Pengelola Transportasi Darat.

45
Jadwal siap operasi merupakan jadwal Kapal Angkutan
Penyeberangan yang siap operasi untuk memberikan bantuan
pelayanan angkutan apabila jumlah kapal yang beroperasi berkurang
dari yang diperlukan.

Kapal dalam jadwal siap operasi harus dioperasikan dalam waktu


paling lambat 2 (dua) jam setelah mendapat perintah operasi dari
Balai.

Jadwal siap operasi ditentukan berdasarkan pernyataan siap operasi


dari operator Kapal Angkutan Penyeberangan dan dapat dioperasikan
bila diperintahkan.

Pemenuhan jadwal siap operasi dilakukan evaluasi setiap 3 (tiga)


bulan sekali oleh Balai sesuai dengan yang telah disepakati.

46
Jadwal istirahat merupakan jadwal istirahat operasi Kapal Angkutan
Penyeberangan.

Penetapan jadwal istirahat ditentukan berdasarkan pengaturan pola


operasional pada lintas penyeberangan yang dilayani.

Jadwal dok merupakan jadwal kapal untuk melakukan pemeliharaan,


perawatan dan perbaikan.

Jadwal dok harus mengikuti penetapan dari pejabat yang mempunyai


kewenangan di bidang kelaikan kapal.

47
Dalam kondisi tertentu kapal Angkutan Penyeberangan dapat tidak
memenuhi jadwal operasi kapal.

Dalam hal kapal Angkutan Penyeberangan tidak memenuhi jadwal


operasi harus melaporkan kepada Balai atau unit pelaksana teknis
daerah.

Kondisi tertentu tersebut adalah kapal dalam kondisi rusak atau kapal
dalam perawatan.

Kapal yang akan beroperasi kembali harus meminta izin kepada Balai
atau unit pelaksana teknis daerah untuk masuk kedalam jadwal
operasi.

48
Untuk memenuhi SPM Angkutan Penyeberangan,
dilakukan pemeriksaan oleh Petugas Pemeriksa SPM
Angkutan Penyeberangan.

Petugas Pemeriksa SPM Angkutan Penyeberangan


adalah aparatur sipil negara di lingkungan Direktorat
Jenderal yang mempunyai kualifikasi dan keahlian di
bidang angkutan sungai, danau, dan penyeberangan.

Dalam hal telah memenuhi SPM Angkutan


Penyeberangan, diberikan Surat Keputusan
Pemenuhan SPM Angkutan Penyeberangan.

49
Pemenuhan Surat Keputusan SPM Angkutan
Penyeberangan, ditetapkan oleh :

a. Menteri, untuk pelayanan Angkutan


Penyeberangan lintas antar negara dan/atau
antar provinsi;
b. Gubernur, untuk pelayanan Angkutan
Penyeberangan lintas antar kabupaten/kota
dalam provinsi; dan
c. Bupati/Wali kota, untuk pelayanan Angkutan
Penyeberangan lintas dalam kabupaten /kota.

50
Pemenuhan penetapan Surat Keputusan yang
ditetapkan oleh Menteri, ditandatangani oleh Direktur
Jenderal.

Persetujuan penetapan tersebut di atas berlaku


paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
ditetapkan atau sampai dengan kapal melakukan
dok.

51
Petugas Pemeriksa SPM Angkutan
Penyeberangan harus memiliki kompetensi
pemeriksa SPM Angkutan Penyeberangan.

Kompetensi tersebut ditetapkan oleh


Direktur Jenderal.

52
MONITORING DAN EVALUASI

Untuk memastikan pemenuhan SPM Angkutan


Penyeberangan, dilakukan monitoring dan evaluasi.

Monitoring dan evaluasi dilakukan secara berkala


dan/atau insidental.

Monitoring dan evaluasi secara berkala dilaksanakan


setelah diperoleh persetujuan SPM Angkutan
Penyeberangan.

53
Monitoring dan evaluasi secara insidental
dilaksanakan dalam hal terdapat laporan atau aduan
dari pengguna jasa.

Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh Menteri


melalui Direktur Jenderal, gubernur, dan bupati/wali
kota sesuai dengan kewenangannya.

Hasil monitoring dan evaluasi digunakan sebagai


dasar evaluasi terhadap pemberian SPM Angkutan
Penyeberangan.

54
Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi secara berkala
ditemukan pelanggaran terhadap pemenuhan SPM
Angkutan Penyeberangan, Perusahaan Angkutan
Penyeberangan dikenai sanksi berupa dikeluarkan dari
jadwal operasi sampai dengan terpenuhinya SPM
Angkutan Penyeberangan.

Dalam hal hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan


secara insidental ditemukan pelanggaran terhadap
pemenuhan SPM Angkutan Penyeberangan,
perusahaan angkutan penyeberangan dikenai sanksi
pencabutan Surat Keputusan SPM Angkutan
Penyeberangan.

55
56

Anda mungkin juga menyukai