Anda di halaman 1dari 9

Cari

Kerajaan Kalingga
kerajaan di Asia Tenggara

ꦶ ꦔ) atau Kerajaan Ho-ling (Hanzi:


Kerajaan Kalingga (bahasa Jawa: ꦏꦫꦺꦠꦴꦤꦭ 訶陵; Hēlíng
atau 闍婆; Dūpó dalam sumber-sumber berita Tiongkok) adalah kerajaan bercorak Hindu-
Buddha yang pertama muncul di pantai utara Jawa Tengah pada abad ke-6 Masehi,
bersamaan dengan Kedatuan Sriwijaya, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.
Kerajaan Kalingga
Ho-ling
594–695

Peta kerajaan Kalingga

Ibu kota Tidak diketahui, diperkirakan antara Pekalongan


dan Jepara

Bahasa yang umum digunakan Jawa Kuno, Sanskerta

Agama Hindu dan Buddha

Pemerintahan Monarki
Raja atau Ratu
• 594-605 Wasumurti
• 605-632 Wasugeni
• 632-652 Wasudewa
• 652 Wasukawi
• 632-648 Kiratasingha
• 648-674 Kartikeyasingha
• 674-695 Ratu Shima
Sejarah
• Didirikan 594
• Runtuh 695

Didahului oleh Digantikan oleh


Kerajaan Tarumanagara Kerajaan Medang

Sekarang bagian dari Indonesia


Catatan sejarah berdasarkan naskah-naskah dan catatan perdagangan Tiongkok.

Historiografi
Temuan arkeologis dan catatan sejarah dari kerajaan ini langka, dan lokasi persis ibu kota
kerajaan tidak diketahui. Diperkirakan ada di suatu daerah antara Pekalongan dan Jepara
saat ini. Sebuah tempat bernama Kecamatan Keling ditemukan di pantai utara Kabupaten
Jepara, namun beberapa temuan arkeologis di dekat Kabupaten Pekalongan dan Batang
menunjukkan bahwa Kabupaten Pekalongan adalah pelabuhan kuno, nama Pekalongan
mungkin merupakan nama yang diubah dari Pe-Kaling-an. Kalingga ada antara abad ke-6 dan
ke-7, dan itu adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha paling awal yang didirikan di Jawa
Tengah.[1]

Sejarah

Sumber lokal …
Carita Parahyangan

Berdasarkan naskah Carita Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri Ratu Shima,
bernama Parwati, menikah dengan putra mahkota Kerajaan Galuh yang bernama Rahyang
Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh. Dikisahkan Ratu
Shima memiliki cucu bernama Sannaha yang menikah dengan raja Galuh ketiga, yaitu
Bratasenawa. Sannaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Rakryan Sanjaya yang
kelak menjadi raja dan menggabungkan Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.

Setelah Ratu Shima meninggal pada tahun 732 M, Rakryan Sanjaya menggantikan buyutnya
dan menjadi raja Kalingga Selatan yang kemudian disebut Mataram, dan kemudian
mendirikan dinasti baru bernama wangsa Sanjaya.

Kekuasaan di Sunda-Galuh diserahkan kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan


Barmawijaya alias Rakryan Panaraban. Kemudian Rakryan Sanjaya menikahi Sudiwara putri
Rakryan Dewasingha, raja Kalingga Utara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.

Nama Ho-ling diperkirakan muncul pada abad ke-5 (kemudian disebut Keling) yang
diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari
catatan dari Tiongkok. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi wilayah taklukan Kedatuan
Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan, bersama Kerajaan
Melayu dan Kerajaan Tarumanagara yang sebelumnya telah ditaklukan Sriwijaya. Ketiga
kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya.[2]

Kisah lokal

Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah mengenai seorang ratu legendaris yang
menjunjung tinggi prinsip 'keadilan' dan 'kebenaran' dengan keras tanpa pandang bulu. Kisah
legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur
dan menindak tegas kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang tegas yaitu
pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri.

Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemasyhuran
rakyat Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan
sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada seorang pun rakyat
Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga
tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima
demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya. Dewan menteri
memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang
menyentuh barang yang bukan miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman potong
kaki.[3]

Berita Tiongkok …

Berita keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari zaman dinasti
Tang dan catatan I-Tsing, seorang biksu Buddha yang berkelana lewat laut ke India melalui
jalur sutra.

Catatan dari zaman Dinasti Tang



Catatan pada zaman Dinasti Tang, memberikan keterangan tentang keberadaan Ho-ling
sebagai berikut.

Ho-ling atau Jawa terletak di seberang lautan selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen
La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Bali) dan di sebelah barat terletak
Sumatra.

Ibu kota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.

Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya
terbuat dari gading.

Penduduk Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa.

Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.

Catatan dari berita Tiongkok ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling
diperintah oleh penguasa perempuan yang disebut Hsi-mo (Ratu Shima). Ia adalah seorang
ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Ho-ling sangat aman dan
tentram.

Catatan I-Tsing

Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah
menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha. Di Ho-ling ada pendeta Tionghoa
bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam bahasa
Tionghoa. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu
antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana
dalam agama Buddha Hinayana.

Daftar raja-raja

Belum ditemukan temuan berupa prasasti atau catatan sejarah sezaman mengenai
keberadaan Kerajaan Kalingga secara pasti.

Daftar nama raja-raja Kalingga ini dapat ditemukan pada naskah-naskah seperti Carita
Parahyangan dan Naskah Wangsakerta.

Berikut daftar nama raja-raja yang diperkirakan pernah memerintah di Kerajaan Kalingga :
Tahun
Nama raja Keterangan
berkuasa

Berkuasa selama 11 tahun. Memiliki dua orang anak, yaitu:


594-605
Wasumurti Wasugeni dan Dewi Wasundari (menikah dengan Kiratasingha).
M
Setelah ia wafat, takhta diteruskan oleh Wasugeni.

Berkuasa selama 27 tahun. Ia menikah dengan Dewi Paramita,


sebagai permaisuri. Dewi Paramita adalah putri raja dinasti
605-632 Pallawa dari India. Mereka dikaruniai dua orang anak, yaitu:
Wasugeni
M Wasudewa dan Dewi Wasuwari (Ratu Shima), yang menikah
dengan Kartikeyasingha. Setelah ia wafat, takhta diteruskan
oleh Wasudewa.

Berkuasa selama 20 tahun. Ia memerintah bersama dengan


632-652
Wasudewa adiknya, Dewi Wasuwari. Ia memiliki seorang putra bernama
M
Wasukawi. Setelah ia wafat, takhta diteruskan oleh Wasukawi.

652-??? Berkuasa hanya sebentar karena usianya yang masih mudah.


Wasukawi
M Kemudian, takhta digantikan Kiratasingha

Berkuasa selama 20 tahun. Ia adalah menantu Wasumurti dan


merupakan ayah dari Kartikeyasingha, putra yang berasal dari
632-648
Kiratasingha istri Melayu. Kiratasingha diketahui adalah seorang bangsawan
M
dari Kerajaan Melayu yang mengungsi ke Jawa karena ekspansi
dari Kedatuan Sriwijaya.

Berkuasa selama 26 tahun bersama istrinya, Ratu Shima. Ia


merupakan menantu Wasugeni setelah menikahi Dewi
648-674 Wasuwari (Ratu Shima). Kartikeyasingha dari pihak ibunya
Kartikeyasingha
M masih keturunan raja Kerajaan Melayu, karena ibunya adalah
adik raja Melayu yang ditumpas oleh Sri Jayanasa dari Kedatuan
Sriwijaya.

Berkuasa selama 21 tahun, menggantikan suaminya yang wafat.


Ia memiliki dua orang anak, yaitu: Dewi Parwati dan Rakryan
Dewasingha. Dewi Parwati kelak menikah dengan Rahyang
674-695 Wasuwari (Ratu
Mandiminyak, yang menjadi raja kedua di Kerajaan Galuh.
M Shima)
Kemudian memiliki anak bernama Dewi Sannaha. Kelak Dewi
Sannaha menikah dengan Bratasenawa, raja ketiga Kerajaan
Galuh.

Pembagian Kerajaan
Sebelum Ratu Shima wafat pada 695 M, wilayah Kalingga dibagi dua untuk kedua anaknya,
yakni Parwati dan Rakryan Narayana. Parwati, yang diperistri Rahyang Mandiminyak dari
Kerajaan Galuh, menguasai Kalingga Utara (Bhūmi Mātaram). Sedangkan Kalingga Selatan
(Bhūmi Sambhāra) diserahkan kepada Rakryan Narayana.[4]

Kalingga Selatan …
Rakryan Narayana (695-742 M), bergelar Prabu Iswarakesawalingga Jagatnata
Bhuwanatala

Rakryan Dewasingha (742-760 M), bergelar Prabu Iswaralingga Jagatnata

Rakryan Limwana (760-789 M) bergelar Prabu Gajayanalingga Jagatnata

Kalingga Utara …
Dewi Parwati (695-709 M), bergelar Sri Maharani Parwati Tunggalpratiwi

Prahara Di Kalingga Utara

Parwati ratu Kalingga (Bhūmi Mātaram) yang beribukota di Pragawatipura, di sekitar Sungai
Praga (Kali Progo) dan Sungai Elo (Kali Elo). Ketika Parwati mangkat, dia didharmakan di
daerah barat ibukota Pragawatipura, tepatnya di tepi timur Sungai Luku Loh (Sanskerta: Luku
Loh; bajak subur), diperkirakan Luku Loh nama kuno dari Sungai Luk Ulo. Pendharmaan itu
disucikan oleh para keturunannya. Bertolak dari nama Parwati Tunggalpartiwi itulah
pendharmaan itu kemudian disebut Kabhumian (Sanskerta: pṛthivī; ibu bumi) atau dalam
bahasa Indonesia "Ibu Pertiwi" yang bermakna wilayah khusus Sang Bhumi.

Kabhumian tempat Sri Maharani Parwati Tunggalpartiwi didharmakan itulah yang menjadi
pusat wilayah agung Mataram (Sanskerta: Mātaram; ibu) yang mendatangkan kemakmuran.
Derah disekitar Kabhumian disebut Patanahan (kediamana sang bhumi). Kawasan berlimpah
kesuburan yang membentang antara Sungai Luku Loh dan Sungai Praga yang sering
dijadikan medan perang perebutan takhta diantara keturunan Parwati kemudian disebut
dengan nama Bagelen (Sanskerta: Baga Loh; kandungan subur), dalam bahasa Sanskerta
baga berarti kandungan dan loh berarti subur/melimpah Bagelen dapat diartikan sebagai
warisan ibu yang subur.

Seiring mangkatnya Sang Bhumi (Parwati), terjadilah perebutan takhta. Rakryan Narayana
yang telah diberi wilayah Kalingga Selatan (Bhūmi Sambhāra) ingin menguasai seluruh
wilayah Kalingga. Dengan dukungan bala tentara dari Kerajaan Indraprahasta, Rakryan
Narayana berhasil merebut takhta Kalingga Utara (Bhūmi Mātaram). Akhirnya ibukota
Pragawatipura berhasil diduduki oleh Rakryan Narayana.
Sannaha (putri Parwati dengan Mandiminyak) dan Sanna (putra Mandiminyak dengan
Pwahaci Rababu) meloloskan diri dari Pragawatipura. Mereka menyingkir ke kawasan antara
Gunung Candrageni (Merapi) dan Gunung Candramuka (Merbabu). Atas pertolongan
Maharesi Bhanu Mas, Sannaha yang sedang hamil tua diungsikan ke timur, ke kediaman
Maharesi Bhanu Wangi, saudara kembar Maharesi Bhanu Mas. Di sana, di tanah timur itu,
lahirlah putra Sanna dan Sannaha yang bernama Rakai Jambri alias Sanjaya, yang kelak
mendirikan kerajaan Medang i Bhūmi Mātaram.[5]

Kutipan

1. Mengenal Kerajaan Kalingga[1] (https://ilmusaku.com/mengenal-kerajaan-kalingga-dan-ratu-sima-yan


g-legenda/)

2. Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula
(https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno) . Singapore: Editions Didier Millet.
hlm. pages 171. ISBN 981-4155-67-5.

3. Drs. R. Soekmono, (1973 edisi cetak ulang ke-5 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2,
2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 37.

4. Mamat Ruhimat. Transliterasi Teks dan Terjemahan Pustaka Rājya-Rājya i Bhumi Nusāntara (http://pu
staka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2011/03/pustaka_rajya_rajya_i_bhumi_nusantara.pdf) .
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat, Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga 2009.

5. Edi Suhardi Ekajati, Undang A. Darsa (1999). Jawa Barat, koleksi lima lembaga: Katalog Induk
Naskah-naskah Nusantara Volume 5, T. E. Behrend. Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9794613312.

Referensi

Sudiono (2000). Peninggalan Prasejarah di Kabupaten Purworejo. Jakarta: Puslitkernas:


Majalah Kalpataru Majalah Arkeologi 14 29-50.

Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay
Peninsula (https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno) . Singapore: Editions
Didier Millet. hlm. pages 171. ISBN 981-4155-67-5.

Drs. R. Soekmono, (1973 edisi cetak ulang ke-5 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan
Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 37.

Ary Sulistyo (2008). Situs-situs Megalitik di Daerah Tenggara Gunung Slamet Purbalingga
Jawa Tengah: Kajian Linguistik Fisik dan Karakteristik Situs. Universitas Indonesia Library
(dalam bahasa Indonesia).
Didahului oleh: Kerajaan Hindu-Budha Diteruskan oleh:
Tarumanagara 594 - 782 Medang

Artikel bertopik sejarah Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu
Wikipedia dengan mengembangkannya (https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Keraj
aan_Kalingga&action=edit) .

Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Kerajaan_Kalingga&oldid=21779722"

Terakhir disunting 13 hari yang lalu oleh 114.142.170.39

Anda mungkin juga menyukai