Anda di halaman 1dari 2

Paragraf 1: Pengenalan Isu

Mengawali kegiatan pada hari Senin (14/3/2022), Presiden Joko Widodo melakukan penyatuan tanah
dan air ke dalam Kendi Nusantara. Kegiatan berlangsung di titik nol kilometer Ibu Kota Negara (IKN)
Nusantara. Tanah dan air tersebut berasal dari seluruh Nusantara.

Paragraf 2: Pengenalan Isu – Menjelaskan fakta tentang asal tanah yang ada di Kendi Nusantara.

Misalnya, tanah yang diambil di Jawa Timur berasal dari daerah Trowulan, Mojokerto, yang dulunya
merupakan tilas keraton Majapahit. Dari Bali, tanah tersebut diambil dari Pura Pusering Jagat,
Tampaksiring, Giantar. Dari Aceh, tanah diambil dari Masjid Raya Baiturrahman.

Paragraf 3: Pengenalan Isu – Menjelaskan tentang filosofi ritual penyatuan tanah dan air. Filosofi dari
ritual penyatuan tanah dan air dari berbagai daerah tersebut untuk menguatkan fakta sejarah bahwa
dulunya Indonesia merupakan gabungan wilayah dari berbagai kerajaan hingga masyarakat adat.

Paragraf 4: Pengenalan Isu – Menjelaskan tentang masyarakat adat.

Masyarakat adat sudah sejak dulu menghuni Nusantara, baik yang tergabung dalam kerajaan, maupun
yang berdiri sendiri. Sibukdin (60), seorang Kepala Adat Suku Balik Kelurahan Sepaku yang bermukim tak
jauh dari titik nol kilometer masih merasa khawatir akan tergusur dari tanah kelahirannya.

Paragraf 5: Pengenalan Isu – Menjelaskan tentang kekhawatiran masyarakat adat akan tergusur dari
wilayahnya.

Tidak hanya Sibukdin, warga sukunya juga merasa khawatir, karena dulu sempat terdesak oleh warga
transmigran pada era Orde Baru. Saat ini, mereka khawatir akan terdesak juga oleh adanya proyek IKN
Nusantara. Mestinya, keraguan mereka bisa ditepis dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang
(RUU) Masyarakat Adat. RUU tersebut telah masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022.

Paragraf 6: Pengenalan Isu – Mencantumkan fakta tentang RUU Masyarakat Adat. RUU
Masyarakat Adat tersebut merupakan harapan untuk menjawab persoalan yang tengah dihadapi
masyarakat adat. Kompas melakukan jajak pendapat pada 10-13 Mei 2022, yang mana diperoleh hasil
bahwa responden Kompas menilai hak warga negara dan pengakuan identitas masyarakat adat harus
segera dipenuhi.

Paragraf 7: Argumentasi

Entah kapan upaya legislasi ini dapat segera tuntas, karena ketika berkaca pada RUU
Perlindungan Data Pribadi, berbagai upaya juga sebaiknya dilakukan demi masyarakat adat. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan adalah dengan melengkapi dan mendetailkan data Kebijakan Satu Peta
Nasional (One Map) yang sangat penting untuk meminimalkan sengketa lahan masyarakat adat.

Paragraf 8: Argumentasi

Pemerintah dan masyarakat pada umumnya perlu mendengarkan persoalan, harapan, dan kebutuhan
masyarakat adat. Pun hal tersebut juga harus segera diwujudkan. Karena, tiap masyarakat adat memiliki
isu yang khas, oleh karena itu penyelesaiannya juga harus dengan cara yang khas pula.

Paragraf 9: Argumentasi

Pada akhirnya, kita pun berharap agar pemerintah dan penegak hukum bisa menjadi pemberi, minimal
fasilitator untuk mencapai solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat adat. Selama ini,
mereka sering mendapat ancaman kekerasan hingga kriminalisasi. Tentu saja, kalangan akademisi,
terutama antropolog ikut mendampingi supaya bisa membantu dalam mengurai permasalahan
masyarakat adat.

Paragraf 10: Kesimpulan

Kita sudah selayaknya membela masyarakat adat, karena jumlah mereka yang diperkirakan mencapai 24
persen dari total populasi Indonesia. Ada 2.061 komunitas adat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Membela masyarakat adat berarti membela Indonesia, bukan?

Anda mungkin juga menyukai