Anda di halaman 1dari 6

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 KAJIAN TEORI

A. SERTIFIKAT LAIK OPERASI (SLO)

Kegiatan usaha ketenagalistrikan tidak dapat terlepas dari aspek regulatifnya mengingat pada
dasarnya penyediaan tenaga listrik adalah menyangkut hajat hidup masyarakat Indonesia dan telah
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Terkait hal tersebut maka keselamatan atas kegiatan
ketenagalistrikan menjadi hal yang sangat penting, dan dapat dilihat bahwa Pemerintah telah berupaya
untuk menjaga keselamatan ketenagalistrikan tersebut. Dalam implementasinya, setiap kegiatan usaha
ketenagalistrikan wajib memenuhi ketentuan keselamatan ketenagalistrikan guna mewujudkan kondisi
yang andal dan aman bagi instalasi, aman dari bahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya, serta
tidak membahayakan lingkungan hidup.
Salah satu bentuk upaya keselamatan ketenagalistrikan tersebut adalah dengan adanya persyaratan
sertifikat laik operasi (atau SLO) yang pembangkit listrik. SLO dapat dianggap sebagai suatu bukti
pengakuan formal bahwa suatu instalasi tenaga listrik telah berfungsi sebagaimana kesesuaian
persyaratan standar yang ditentukan bagi instalasi tersebut dan dinyatakan laik dioperasikan. Sehingga
dengan kata lain, persyaratan SLO tersebut menjadi indikasi bahwa suatu instalasi tenaga listrik dapat
beroperasi secara sah dan aman. Sertifikat Laik Operasi (SLO) adalah sertifikat yang diterbitkan oleh
Lembaga Inspeksi Teknik yang ditunjuk Pemerintah untuk melakukan inspeksi kelaikan operasi atas
instalasi listrik yang dipasang di bangunan pemohon listrik. SLO menjadi bukti bahwa suatu instalasi
listrik sudah laik operasi, atau sudah laik diberi tegangan listrik. Mengapa sertifikat kelaikan operasi ini
perlu, tidak lain karena bila instalasi yang tidak laik operasi namun diberi tegangan, maka berpotensi
terjadi kecelakaan, seperti kebakaran, yang dapat merugikan harta maupun nyawa.
Adapun regulasi yang saat ini berlaku sehubungan dengan SLO utamanya adalah Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral No. 10 Tahun 2021 tentang Keselamatan Ketenagalistrikan (Permen
ESDM 10/2021) yang merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (PP 25/2021), serta
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 12 Tahun 2021 mengenai Klasifikasi,
Kualifikasi, Akreditasi, dan Sertifikasi Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (Permen ESDM 12/2021).
Terciptanya pedoman terbaru terbitan era omnibus law tersebut diharapkan dapat mengakomodasi
kebutuhan atas kelancaran serta keamanan usaha di bidang ketenagalistrikan, termasuk kegiatan
komersial pembangkit listrik. Diharapkan pula dalam setiap kegiatan instalasi pembangkit tenaga listrik
untuk senantiasa mengedepankan keandalan seluruh komponen tenaga listrik demi kepentingan dan
keselamatan para pihak dan masyarakat, antara lain dengan adanya persyaratan SLO.
B. PERSYARATAN SLO

Dalam Pasal 49 PP No. 25 Tahun 2021 diatur bahwa setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi
wajib memiliki SLO. Adapun yang dimaksud “instalasi pembangkit listrik” dalam peraturan tersebut
meliputi instalasi pembangkitan, instalasi transmisi tenaga listrik, dan instalasi distribusi tenaga listrik.
Sejalan dengan itu, Pasal 18 Permen ESDM 10/2021 juga mengatur bahwa sebelum instalasi tenaga
listrik dapat beroperasi, SLO harus diperoleh terlebih dahulu, setelah menyelesaikan segala rangkaian
proses pemeriksaan dan pengujian. Hal tersebut diperuntukkan guna memastikan terpenuhinya keamanan
dan keandalan ketenagalistrikan sehingga seluruh instalasi listrik untuk pembangkit listrik aman dari
bahaya dan juga ramah lingkungan.
Penerbitan SLO dapat dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Menteri ESDM)
atau lembaga inspeksi teknis yang diakreditasi oleh Menteri ESDM, hal ini sejalan dengan ketentuan
Pasal 49 PP 25/2021 dan Pasal 31 Permen ESDM 12/2021.
SLO diperoleh berdasarkan pengajuan permohonan secara tertulis dan pada prinsipnya harus
dilengkapi dengan data-data berikut:
 izin usaha di bidang ketenagalistrikan
 lokasi instalasi yang dilengkapi dengan titik koordinat;
 jenis dan kapasitas instalasi;
 gambar instalasi dan tata letak;
 diagram satu garis;
 spesifikasi teknik peralatan utama instalasi; dan
 standar yang digunakan. Persyaratan di atas secara lebih rinci diatur dalam Pasal 32 Permen ESDM
12/2021.

Dalam Pasal 38 Permen ESDM 12/2021 pada dasarnya disebutkan bahwa setelah permohonan SLO
diajukan, lembaga penerbit SLO akan melakukan pemeriksaan dan pengujian yang dilaksanakan secara
daring, baru kemudian akan dilakukan pemeriksaan dan pengujian langsung ke lokasi instalasi tenaga
listrik. Selanjutnya apabila dinyatakan laik operasi maka akan dilakukan registrasi SLO, dan SLO akan
diterbitkan maksimal setelah 4 (empat) hari kerja.

C. KEBERLAKUAN SLO

Untuk instalasi pembangkit listrik, SLO berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
sebagaimana diatur dalam Pasal 39 Permen ESDM 12/2021. Setelah masa berlaku SLO habis dan
sepanjang pembangkit listrik tersebut masih dioperasikan, maka sepatutnya pelaku usaha perlu untuk
melakukan perpanjangan SLO dengan menempuh proses sebagaimana halnya penerbitan awal SLO.
Dengan telah diberikannya SLO merujuk pada Pasal 78 Permen ESDM 12/2021, pelaku usaha
pembangkitan tenaga listrik memiliki kewajiban untuk:

 menjaga dan mengendalikan unjuk kerja dan kualitas mutu tenaga listrik sesuai dengan hasil
pemeriksaan dan pengujian;
 menjaga dan mengendalikan keamanan instalasi pembangkit tenaga listrik dari bahaya terhadap
manusia dan makhluk hidup lainnya; dan
 mengambil tindakan yang diperlukan dalam hal adanya ketidakmampuan untuk memenuhi kedua
kewajiban tersebut di atas.
Bilamana kewajiban sebagai pemegang SLO sebagaimana disebutkan di atas tidak dipenuhi, maka
Menteri ESDM mengenakan sanksi administratif mulai dari teguran tertulis, pembekuan, denda
administratif, hingga pencabutan SLO. Hal serupa juga diterapkan kepada pemegang sertifikat SLO yang
melakukan penyalahgunaan, yaitu apabila terdapat penyalahgunaan SLO, maka pemegang SLO tersebut
diberikan sanksi pembekuan hingga pencabutan SLO. Ketentuan mengenai sanksi administratif ini
utamanya diatur dalam PP 25/2021 yaitu Pasal 55 hingga 58, dan dalam Permen ESDM 12/2021 yaitu
Pasal 88 dan 89.
Berdasarkan penjabaran tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa SLO merupakan suatu
elemen yang esensial dan tidak dapat dilepaskan dari kegiatan komersial instalasi tenaga listrik termasuk
pula bagi kegiatan operasi pada usaha pembangkitan tenaga listrik. Perolehan dan implementasi
kewajiban berdasarkan SLO telah diatur dengan spesifik oleh Pemerintah dan karenanya apabila terdapat
ketidakpatuhan maka dapat menyebabkan hambatan dalam kegiatan usaha itu sendiri. Dalam regulasi
yang ada saat ini nilai denda administratif pun dapat dikatakan cukup bernilai signifikan, sehingga
diharapkan lewat aturan tersebut, tidak ada lagi yang pengoperasian instalasi tenaga listrik termasuk
pembangkit listrik yang tidak sesuai dengan standar keselamatan dan keamanan bagi pemegang SLO dan
masyarakat.
D. ALUR PENERBITAN SLO

1. Pengajuan SLO
Pengajuan SLO bisa melalui 3 jalur layanan permohonan, yaitu:
a. PLN 123/LSP
b. SI UJANG GATRIK
c. WEBSITE JAPINDO
d. Untuk jalur permohonan melalui PLN 123/LSP , Sistem Pusat Japindo akan melalukan penarikan
data permohonan.
e. Untuk jalur permohonan melalui Si Ujang Gatrik, Sistem Pusat Japindo akan akan mengirimkan
data permohonan dan mendapatkan nomor agenda dari Sistem Si Ujang Gatrik.
f. Untuk jalur permohonan melalui Website Japindo, Sistem Pusat akan mendistribusikan kepada
Wilayah dan Areanya.

2. Pusat
Setelah Sistem Pusat menerima dan menarik permohonan dari ketiga jalur layanan tersebut. Proses
selanjutnya seperti berikut:
a. Sistem Pusat akan melanjutkan data pelanggan kepada Area
b. Sistem Pusat akan melanjutkan data pelanggan ke Wilayah
c. Area melakukan verifikasi data dan pembayaran pelanggan kemudian akan dilanjutkan ke
Wilayah
d. Data pelanggan yang sudah diverifikasi juga akan dilanjutkan ke Pusat untuk monitoring Pusat
terhadap permohonan SLO
e. Wilayah mendapatkan data pelanggan yang sudah diverifikasi oleh Area
f. Wilayah melakukan penugasan kepada PJT dan TT
g. Setelah Pusat menerima validasi PJT di Area yang berstatus “Laik Operasi” Pusat melakukan
Regitrasi ke DJK

3. Wilayah
Setelah Wilayah mendapatkan data pelanggan yang sudah diverifikasi oleh Area. Wilayah
melakukan penugasan kepada PJT dan TT, alur berikutnya yaitu:
a. Wilayah mendapatkan data pelanggan yang sudah diverifikasi oleh Area
b. Wilayah melakukan penugasan kepada PJT dan TT
c. PJT mendapatkan penugasan dari Wilayah dan mendapatkan data pelanggan
d. TT mendapatkan penugasan dari Wilayah dan mendapatkan data pelanggan

4. Area
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada bagian “3 Wilayah” Alur Proses pada Area seperti
berikut:
a. Area melakukan verifikasi data dan pembayaran pelanggan kemudian akan dilanjutkan ke
Wilayah
b. Data pelanggan yang sudah diverifikasi juga akan dilanjutkan ke Pusat untuk monitoring Pusat
terhadap permohonan SLO
c. Wilayah mendapatkan data pelanggan yang sudah diverifikasi oleh Area
d. Wilayah melakukan penugasan kepada PJT dan TT

5. Penanggung Jawab Teknik


Setelah PJT mendapatkan penugasan dan mendapatkan hasil pemeriksaan dan pengujian dari TT,
maka proses selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. PJT mendapatkan penugasan dari Wilayah dan mendapatkan data pelanggan
b. PJT mendapatkan hasil pengujian dan melakukan Validasi LHPP jika dinilai Laik Operasi maka
akan dilanjutkan ke Sistem Pusat untuk melakukan Registrasi SLO Laik Operasi

c. PJT mendapatkan hasil pengujian dan melakukan Validasi LHPP jika dinilai Tidak Laik Operasi
alamat tidak ditemukan dan pelanggan tidak dapat dihubungi proses akan dianggap selesai

d. PJT mendapatkan hasil pengujian dan melakukan Validasi LHPP jika dinilai Laik Operasi
dengan Catatan maka proses akan dikembalikan kepada TT untuk dilengkapi catatan
kekurangannya

6. Tenaga Teknik
Setelah TT mendapatkan penugasan maka proses berikutnya adalah sebagai berikut:
a. TT mendapatkan penugasan dari Wilayah dan mendapatkan data pelanggan
b. Setelah TT mendapatkan data pelanggan TT menuju lokasi pemeriksaan dan pengujian
c. Jika lokasi ditemukan maka TT akan melakukan pemeriksaan dan pengujian

d. Jika lokasi tidak ditemukan maka TT akan menghubungi pelanggan sesuai dengan data
pelanggan yang TT terima

e. Jika pelanggan bisa dihubungi dan lokasi ditemukan maka akan dilakukan pemeriksaan dan
pengujian

f. Jika pelanggan tidak bisa dihubungi dan lokasi tidak ditemukan maka TT akan melaporkan
bahwa lokasi tidak ditemukan atau pelanggan tidak dapat dihubungi

g. Setelah pemeriksaan dan pengujian selesai TT akan mengirimkan hasilnya ke PJT untuk
divalidasi

h. Jika pelanggan tidak bisa dihubungi dan lokasi tidak ditemukan maka TT akan melaporkan
status tersebut
7. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan

a. Pusat mengirimkan Registrasi Laik Operasi kepada DJK

b. Setelah mendapatkan Registrasi Laik Operasi dari Pusat maka DJK memberikan Nomor
Registrasi

c. Setelah mendapat Nomor Registrasi dari DJK maka Cetak Sertifikat bisa dilakukan di Wilayah

Anda mungkin juga menyukai