Eksplorasi
Konsep
Pengantar
SEL.07.2-T1-2 Eksplorasi
Konsep
1 2 3 4 5 6 7 8
Perbedaan itu bisa Anda lihat dari sistem ekologi pada setiap
individu (latar belakang keluarga, budaya, politik, ekonomi,
lingkungan, dan lain sebagainya), multiple intelligences, zone of
proximal development (ZPD), learning modalities atau yang kita
kenal dengan gaya belajar, serta masih banyak perbedaan lainnya
yang Anda mungkin dapati tentang perbedaan pada setiap individu
ini. Di bawah ini Anda akan membaca tentang beberapa teori bahwa
sejatinya individu itu berbeda. Disini akan dipaparkan 4 teori yang
melatar belakangi perlunya pembelajaran berdiferensiasi, yaitu
JORIN
(Mikrosistem). Jorin adalah seorang siswi SMP Negeri kelas 2. Ia terlahir dari
keluarga berada dan berpendidikan. Ayahnya adalah keturunan Belanda sementara
Ibunya adalah keturunan Indonesia asli. Ia adalah anak sulung dari 3 bersaudara.
JATI
(Mikrosistem). Jati adalah seorang siswa kelas 2 SMP Negeri yang sekelas dengan
Jorin. Ia tergolong dari keluarga biasa saja. Ia adalah anak semata wayang. Ayah
dan Ibunya keduanya berkebangsaan Indonesia bersuku madura dan jawa. Ada 2
sepupu yang ikut tinggal di rumahnya.
(Mesosistem) Sepulang sekolah Jati membantu Ayah dan Ibunya yang bekerja
mengelola sebuah toko sayur di pasar tradisional. Jati banyak bertemu dengan
banyak orang, seperti pembeli sayur langganannya, kuli panggul pasar, mitra ayah
ibunya di pasar. Ayah dan ibu Jati sibuk sekali dengan jualannya di pasar, apalagi
jika menjelang Idul Fitri dan tahun baru, mereka sesekali mengantarkan sayuran
untuk bapak dan ibu guru ke sekolah.
(Ekosistem). Sepulang sekolah jati terbiasa membantu ayah dan ibunya berjualan
sayur di pasar. Keberadaannya di rumah hanya ada saat malam hari, yaitu sepulang
dari lapak miliknya dan itupun terkadang ayah dan ibunya masih berada di lapak,
ayah ibunya pulang ke rumah saat siang hari saja. Kondisi rumah yang kadang
berantakan membuat ia lelah untuk meneruskan belajar. Dan baginya berantakan
atau tidak sama saja, karena ia terbiasa melihat kehidupan pasar.
(Makrosistem dan Kronosistem). Pada rentang waktu yang cukup lama, kehidupan
Jati dan keluarganya, tentunya mempunyai pandangan tersendiri terhadap
lingkungan, kehidupan sosial dan budaya dan sekitarnya. Sehingga membentuk
pribadi diri Jati.
Nah, Anda tentu dapat membedakan bukan kedua individu itu berbeda? Sekarang,
dari kedua kasus di atas, tentu Anda dapat membedakan apa itu makrosistem,
mesosistem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem. Pada kedua ilustrasi
tersebut dapat kita lihat kedua individu tersebut berbeda, baik dari lingkungan
keluarga, strata ekonomi, pandangan tentang makna kebersihan, lingkungan orang-
orang yang biasa berinteraksi dengan individu tersebut.
Masih banyak contoh yang lain. Tentunya Anda bisa membayangkan masing-
masing dari teman sekolah Anda dulu, bahwa dari latar belakang lingkungan mereka
sangatlah beragam. Satu teman sekolah dengan teman sekolah yang lainnya,
tentunya mempunyai kekhasan, bukan? Tidak mungkin satu dengan yang lain itu
sama, namun tidak menutup kemungkinan satu sama lain mempunyai latar belakang
lingkungan atau ekologi yang mirip walau tidak sama persis.
Teori tentang multiple intelligences atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut sebagai
kecerdasan majemuk. Teori ini dicetuskan dan dikembangkan oleh Howard Gardner (1993),
seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education,
Harvard University, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai
kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting
yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat
dipahami bahwa intelegensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes
IQ dalam ruang yang tertutup dan hanya konsentrasi pada soal itu tanpa ada gangguan dari
lingkungan luar. Akan tetapi inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan
persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam.
Dapat dikatakan juga bahwa setiap orang memiliki delapan jenis kecerdasan dalam tingkat
yang berbeda-beda. Pada teori multiple intelligences ini disebutkan ada delapan bentuk
kecerdasan. Delapan jenis kecerdasan itu memiliki komponen inti dan ciri-ciri yang berbeda
juga. Kehadiran ciri-ciri pada individu menentukan kadar profil kecerdasannya. Dalam
kehidupan nyata, kecerdasan-kecerdasan itu hadir dan muncul bersama-sama atau berurutan
dalam suatu atau lebih aktivitas. Kedelapan kecerdasan tersebut, yaitu:
1. Kecerdasan verbal-linguistik
Kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan berbahasa misalnya saja
melalui membaca, menulis, berbicara, memahami urutan dan makna dari kata-
kata, serta menggunakan bahasa dengan benar.
2. Kecerdasan logis-matematis
Ini merupakan kecerdasan dalam mengolah angka, matematika, dan logika untuk
menemukan dan memahami berbagai pola, seperti pola pikir, pola visual, pola
jumlah, atau pola warna.
3. Kecerdasan spasial-visual
Kecerdasan ini merupakan kemampuan pada bidang ruang dan gambar. Individu
memiliki kekuatan dalam imajinasi dan senang dengan bentuk, gambar, pola,
desain, serta tekstur.
4. Kecerdasan kinestetik-jasmani
Kemampuan dalam koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Siswa yang
memiliki kecerdasan ini senang melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti naik
sepeda, menari, atau olahraga. Ia juga mungkin merasa sulit duduk diam dalam
waktu lama dan mudah bosan.
5. Kecerdasan musical
Tidak hanya dapat memainkan alat musik atau mendengarkan lagu. Mereka yang
memiliki kecerdasan ini juga mampu memahami dan membuat melodi, irama,
nada, vibrasi, suara, dan ketukan menjadi sebuah musik.
6. Kecerdasan intrapersonal
Ini merupakan kecerdasan introspektif di mana peserta didik mampu memahami
diri sendiri, mengetahui kekuatan, kelemahan, dan motivasi diri. Jika kecerdasan
ini menonjol pada diri peserta didik, biasanya dia akan bisa berbuat bijaksana dan
bisa mengendalikan keinginan serta perilakunya, juga mampu membuat rencana
dan keputusan. Kecerdasan ini dimiliki oleh penulis, ilmuwan, dan filsuf.
7. Kecerdasan interpersonal
Kecakapan ini merupakan kemampuan untuk bermasyarakat serta memahami dan
berinteraksi dengan orang lain. Mereka yang mempunyai kecerdasan ini mampu
bekerja, berinteraksi, dan berhubungan dengan orang lain, suka bekerja sebagai
tim, memiliki banyak teman, menunjukkan empati kepada orang lain, sensitif
terhadap perasaan dan ide-ide orang lain, memediasi konflik, dan mengemukakan
kompromi.
8. Kecerdasan naturalis
Ini adalah kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan,
dan benda-benda lain di alam, serta tertarik mempelajari spesies makhluk hidup.
Mereka yang unggul dalam kecerdasan ini biasanya suka dengan alam, misalnya
saja suka dengan bercocok tanam, suka dengan hewan peliharaan, dan aktivitas
sejenisnya yang berkaitan dengan alam.
Dzaki adalah seorang siswa SD kelas 6. Jika ada tugas Bahasa Indonesia diminta untuk
membuat karangan, maka ia dengan semangat mengerjakannya. Ia mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler musik di sekolahnya. Jika ada temannya yang kesulitan ia sering membantu
dan juga sering menjadi ketua kelompok jika ada tugas kelompok, maka tak heran jika ia
mempunyai banyak teman dan sahabat. Hanya saja dia paling tidak suka dengan pelajaran
berhitung, tak heran jika pelajaran matematika memiliki nilainya kurang bagus.
Sementara Lina adalah teman sekelas Dzaki. Ia senang sekali dengan pelajaran matematika,
dan sering sekali memenangkan lomba olimpiade matematika tingkat nasional. Setiap
olimpiade matematika ia mengikutinya, hampir tak pernah absen. Di rumahnya, ia
mempunyai hewan peliharaan dan sangat sayang dengan hewan peliharaannya. Ia
merawatnya dengan senang hati dengan membantu ibunya membersihkan kendang
piaraannya. Selain itu dia adalah anak baik yang selalu membantu ibunya menyiram tanaman
dan ikut membereskan tanaman.
Pada dua cerita di atas, Anda sudah dapat melihatnya, bukan? Bahwa antara Dzaki dan Lina,
keduanya mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Sekarang coba Anda ingat-ingat teman
Anda di kelas dulu waktu masih bersekolah. Pasti dari masing-masing memiliki kecerdasan
yang berbeda-beda dan mempunyai keunggulan masing-masing pula. Pada satu sisi tidak
unggul, bisa saja disisi lain ia mempunyai kecerdasan pada bidang lain. Atau bisa jadi satu
kecerdasan dengan kecerdasan yang lain saling beriringan.
Zone of Proximal Development (ZPD) adalah zona antara tingkat perkembangan aktual dan
tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan anak
menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial
tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah dengan
bantuan orang dewasa. Ketika masuk dalam ZPD, maka anak sebenarnya dapat melakukan
aktifitas/tugas yang diberikan, akan tetapi lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping
yang lebih tahu, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual tersebut. Hal
tersebut dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki ZPD yang berbeda-beda, maka
dari itu bimbingan dan instruksi dengan kadar yang sesuai sangat dibutuhkan untuk dapat
mengembangkan potensi masing-masing siswa (Suprayogi et, al., 2022).
Pada teori ini terdapat dua level untuk ukuran kemampuan dan potensi peserta didik, yaitu
tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
aktual peserta didik adalah ketika dia bekerja untuk menyelesaikan tugas atau soal tanpa
bantuan orang lain. Sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah tingkat dari
kompetensi peserta didik yang dapat tercapai ketika dia dibantu oleh orang lain. Perbedaan
diantara kedua tingkat kemampuan tersebut termasuk dalam ZPD. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa ZPD terletak diantara hal-hal yang dapat dilakukan oleh peserta didik dan
hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh peserta didik tanpa pendampingan.
Ada sebuah pertanyaan, “Apakah anak harus dibantu? Tidak bisakah anak belajar sendiri?”.
Kondisi terbantu (tanpa dibantu) adalah kondisi di mana anak berada pada tingkat
perkembangan aktual. Kondisi ini akan dicapai dengan lebih optimal dengan bantuan, jika
anak memang masih belum menguasai apa yang dipelajari.
Bu Muniroh mengajar di kelas 1 SD. Ia mempunyai 30 murid. Dua diantaranya jika belajar
tidak mudah cepat untuk menangkap pelajaran, yaitu Siti dan Bambang. Siti lebih suka
menyendiri dan tidak mudah untuk bergaul. Sementara Bambang, senang bergerak dan
aktivitas fisik, sehingga terkesan mengganggu. Tibalah saatnya belajar Matematika. Pada saat
belajar, Siti merasa minder karena merasa tidak bisa mengerjakan, sementara Bambang
keliling kelas sehingga tidak konsentrasi ketika Bu Muniroh menjelaskan, sesekali dipanggil
namanya supaya Bambang sadar bahwa ia sedang belajar di kelas, sehingga Bambang susah
untuk menangkap pelajaran secara klasikal. Oleh karena itu keduanya memerlukan
bimbingan tersendiri dari Bu Muniroh untuk mengerjakan soal.
Pada saat murid-murid yang lain mengerjakan tugas, Bu Muniroh berkeliling kelas untuk
memantau. Kemudian Bu Muniroh akan lebih lama di dekat Siti dan Bambang untuk
membimbing mereka belajar sesuai dengan kemampuan mereka berdua.
Nah, dari penjelasan di atas, Anda bisa melihat perbedaan dari dua tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan aktual telah tercapai oleh 28 murid Bu Muniroh, sementara dua yang
lainnya, yaitu Siti dan Bambang pada tahap tingkat perkembangan potensial. Keduanya
memerlukan bimbingan khusus dari Bu Muniroh untuk memaksimalkan potensi yang mereka
punya. Nah, jarak antara 28 murid dengan Siti dan Bambang dinamakan ZPD.
Anda sudah mengerti sampai sini, bahwa lagi-lagi individu itu berbeda, atau peserta didik
dalam kelas itu memiliki banyak perbedaan satu sama lain? Berikut satu lagi disajikan bahwa
Individu itu berbeda, yaitu dari segi modalitas belajar.
Learning Modalities
Perbedaan peserta didik dalam pembelajaran juga dapat dilihat dari segi yang lain, yaitu
learning modalities atau modalitas dalam belajar yang kerap salah diinterpretasikan sebagai
gaya belajar.
Learning modalities ini biasa dikenal sebagai VAK atau Visual, Auditory, dan Kinestetik.
Nah, sampai disini mungkin Anda sudah familiar bukan dengan istilah ini apa itu VAK atau
learning modalities. Anda mungkin telah mengikuti tes yang mengkategorikan modalitas
belajar Anda atau diberi tahu bahwa Anda adalah tipe pembelajar tertentu.
o Visual
Modalitas belajar visual adalah menerima informasi lebih mudah melalui gambar.
Otak kita memproses informasi visual dengan sangat efisien. Jauh lebih mudah
untuk mengingat gambar yang jelas seperti foto daripada mengingat apa yang
dikatakan atau ditulis seseorang.
o Auditori
Modalitas belajar auditori adalah menerima informasi lebih mudah melalui
mendengar. Siswa dengan mode ini biasanya sering mengajukan pertanyaan, dan
menggunakan diskusi untuk mengklarifikasi atau menyerap materi. Ketika Anda
berada dalam mode auditori, Anda mungkin berbicara dan membaca lebih lambat
untuk menyerap semuanya.
o Kinestetik
Modalitas kinestetik melakukan sesuatu dengan fisik, atau paling tepat
digambarkan sebagai belajar sambil melakukan (learning by doing), baik sebagai
aktivitas langsung atau melalui pengalaman, atau dengan bergerak sambil berpikir
atau belajar.
Ketiga modalitas belajar di atas, tidak secara baku bahwa siswa hanya menggunakan satu
modalitas belajar saja. Intinya: jangan terjebak dalam stereotip tipe pelajar seperti apa peserta
didik tersebut. Bisa saja peserta didik itu termasuk kedalam pembelajar multimodal, artinya
peserta didik dapat menggunakan salah satu dari mode ini, tergantung pada situasinya.
Setelah Anda membaca dan memahami keempat teori dan beberapa ilustrasi di atas, Anda
bisa melihat bahwa tiap peserta didik juga memiliki keistimewaan masing-masing. Nah,
sekarang Anda mengerti bukan, bahwa setiap peserta didik itu berbeda-beda. Semuanya
berbeda satu sama lain. Memiliki kebutuhan yang berbeda dan tidak bisa disama ratakan
antara satu peserta didik dengan peserta didik yang lain.
Jika kita melihat kasus Pak Darso di atas, bukan berarti Pak Darso
harus mengajar dengan 28 cara yang berbeda untuk mengajar 28
murid. Bukan pula Pak Darso harus memperbanyak soal untuk
peserta didik yang lebih cepat mengerjakannya. Bukan pula Pak
Darso harus mengelompokan yang pintar dengan yang pintar dan
yang lambat dengan yang lambat. Bukan pula memberikan tugas
yang berbeda pada setiap anak. Bukan pula pembelajaran yang
semrawut, dimana guru harus membuat beberapa perencanaan
pembelajaran sekaligus, dimana guru harus lari kesana kemari
untuk mengajari anak satu dengan yang lainnya dalam waktu yang
bersamaan. Guru bukanlah makhluk ajaib yang harus kesana kemari
berada dalam tempat yang berbeda dalam satu waktu untuk
membantu banyak peserta didik dalam satu waktu bersamaan dan
memecahkan semua permasalahan. Lantas seperti apa sebetulnya
pembelajaran berdiferensiasi itu?
Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “kesiapan belajar”? Bayangkanlah
situasi berikut ini:
Apa yang dilakukan oleh Bu Tia di atas adalah memetakan kebutuhan belajar
berdasarkan kesiapan belajar. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk
mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan
peserta didik akan membawa peserta didik keluar dari zona nyaman mereka, namun
dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap
dapat menguasai materi baru tersebut.
Peserta didik juga memiliki minat sendiri. Ada peserta didik yang minatnya sangat
besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb. Minat adalah
salah satu motivator penting bagi peserta didik untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam
proses pembelajaran.
Sepanjang tahun, peserta didik yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik
yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk
"menghubungkan" peserta didik pada pelajaran untuk menjaga minat mereka.
Seorang guru menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan
kinerja peserta didik.
Profil belajar peserta didik terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan,
keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya
belajar seseorang. Profil belajar peserta didik ini merupakan pendekatan yang disukai peserta
didik untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang,
jenis kelamin, dll.
Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan
profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara
natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja
cenderung memilih modalitas belajar yang sesuai dengan modalitas belajar kita sendiri.
Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini
sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah
beberapa yang harus diperhatikan (Suprayogi et. Al., 2022):
1. Bahasa
2. Ketertarikan atau minat
3. Apa yang peserta didik pelajari di rumah
4. Gaya belajar
5. Special Needs atau kebutuhan khusus tertentu, misal disleksia, ADHD, autis.
6. Preferensi Belajar, setiap peserta didik memiliki acuan pada pola mereka belajar,
seperti ada peserta didik yang belajar dari buku, e-book, video Youtube, dan
banyak preferensi yang lain. (Miller, 2021)
7. Latar belakang peserta didik, contohnya tentang relasi hubungan dengan orang tua
dan tempat tinggal.
8. Konsentrasi.
9. Pembelajaran dinamis, setiap peserta didik punya metodenya masing-masing
dalam menerima pembelajaran, ada pula mereka yang berfokus pada
keterampilan, berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas, sehingga
peserta didik mengambil makna dari pembelajarannya lewat aktivitas luar (Bell,
2017)
10. Prior Knowledge; atau pengetahuan sebelumnya yang setiap peserta didik
memiliki kemampuan yang berbeda dalam menangkap informasi baru, ada yang
baru mengenal atau sudah lebih awal mengenal informasi yang baru (TOP HAT,
n.d.)
11. Culture; latar belakang budaya yang berbeda bisa juga mempengaruhi peserta
didik dalam pembelajaran.
12. Prior Experience, atau pengalaman yang dimiliki peserta didik sebelumnya.
13. Karakter. Tentunya karakter tiap peserta didik berbeda-beda.
14. Waktu dalam pengerjaan tugas. Setiap peserta didik memiliki kesempatan waktu
yang berbeda-beda dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas.
15. Status ekonomi.
16. Terakhir adalah liking school, yaitu peserta didik menyukai aktivitas bersekolah.
Contoh pemetaan atau identifikasi kebutuhan belajar berdasarkan profil pelajar peserta didik:
Pak Herman akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid
dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup.
Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Herman telah mengetahui bahwa sebagian
muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar
kinestetik.
Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Herman lalu memutuskan
untuk melakukan beberapa hal berikut ini:
o Ia juga menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses
oleh peserta didik.
o Pak Herman juga membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di
tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat
mengakses informasi.