Anda di halaman 1dari 25

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTIBUDAYA

dan
SCIENCE FOR ALL

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Belajar dan Pembelajaran
yang dibimbing oleh Drs. Pudyo Susanto, M.Pd.

Oleh
MERRY CHRISTIANI
130351603600
Kls A / Off A

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PRODI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
Desember 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Untuk mengatasi berbagai konflik horizontal, pendidikan berperan
membentuk

pandangan

siswa

mengenai

kehidupan

dan

meningkatkan

penghargaan terhadap keberagaman. Pendidikan multikultural di Indonesia


menghadapi tiga tantangan mendasar.
Pertama, fenomena homogenisasi terjadi dalam dunia pendidikan akibat
tarik ulur antara keunggulan dan keterjangkauan. Para siswa terkelompokkan
dalam sekolah-sekolah sesuai latar belakang sosio-ekonomi, agama, dan etnisitas.
Tiap hari anak-anak bergaul dan berinteraksi hanya dengan teman segolongan.
Jika interaksi di luar sekolah juga demikian, pengalaman anak-anak untuk
memahami

dan

menghargai

perbedaan

menjadi

amat

langka.

Tantangan kedua dalam pendidikan multikultural adalah Science for all.


Penelitian saya atas Science for all menganalisis bahwa dalam sekolah SMP
Laboratorium UM menjalankan program sekolah Inklusif sehingga siswa yang
berkebutuhan khusus seperti penyandang autis dan tuna rungu dapat bersekolah
bersama siswa normal lainnya. Siswa yang kurang mampu pun dapat bersekolah
dengan adanya bantuan dana BOS dari pemerintah.
Pendidikan multibudaya, pada hakekatnya merupakan kelas berisi siswa
dengan beragam etnis, bahasa, sosial, gender, maupun kepandaian; kesadaran
bahwa di benua lain (selain Eropa) ada metode Ilmiah lain dan temuan Sains
lainnya; pendidikan Sains masa kini adalah Science Teaching for All Children.
Model pembelajarannya mengangkat isu sains kontekstual/ STS; Hands-on
activity (siswanya belajar langsung dengan pengalaman langsung); Inquiry-based
Learning Experince; Cooperative learning. Namun pembelajaran ini sulit
diterapkan karena sulitnya komunikasi antara pendidik dengan peserta didik
terutama peserta didik yang berkebutuhan khusus.
Komunikasi adalah sarana yang dapat mempermudah interaksi antar
manusia di seluruh dunia. Sekarang ini komunikasi dan pendidikan merupakan
bagian yang penting dan tidak terpisahkan dalam perkembangan sains dan

teknologi. Pendidikan sebagai upaya untuk membantu manusia mencapai realitas


diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. Kecendrungan ke masa
yang akan datang adalah pendidikan untuk semua.
(Educational for All) yang tidak diskriminatif. Sesuai dengan Undangundang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, yang
mengamanatkan agar setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan (Depdiknas, 2003: 1), artinya tidak ada diskriminasi
perlakuan pendidikan termasuk bagi anak penyandang ketunaan (tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa dan tunalaras) dan anak yang berkesulitan
belajar, seperti kesulitan membaca, menulis dan berhitung. Proses belajar
bertujuan untuk mencapai perubahan tingkah laku dan mengoptimalkan potensi
diri masing-masing anak.
Sekolah sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap pendidikan
anak, diharapkan mampu mengembangkan kemampuan-kemampuan tersebut
dalam diri anak, sehingga mampu mengatasi kesulitan dalam belajar IPA. Saat ini
di Kota Malang ada beberapa sekolah inklusif yang menerima anak berkebutuhan
khusus, salah satunya adalah SMP Laboratorium Universitas Negeri Malang.
Sekolah ini menerima seorang anak tuna rungu dan lainnya anak autis dengan
ragam yang berbeda. Sekolah ini baru 4 tahun menjadi sekolah inklusif dan telah
meluluskan satu siswa penyandang autis.
Autisme adalah kombinasi dari beberapa kelainan perkembangan otak.
Masalah yang dihadapi anak autis antara lain : masalah komunikasi, sosialisasi,
kelainan pengindraan, bermain dan perilaku. Kondisi anak autis yang mengalami
masalah perkembangan kompleks sangat membutuhkan penanganan khusus
dalam pembelajaran IPA dan kesehariannya.
Menurut Lerner (Mulyono Abdurrahman, 2003: 227) adalah kesulitan
tentang symbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan media yang keliru dan
tulisan yang tidak terbaca, benda-benda konkrit di sekitar siswa atau penggunaan
media pembelajaran.
SMP Laboratorium UM dalam pembelajaran IPA, anak dikenalkan dengan
cara demonstrasi bila dirasa materi yang diajarkan terlalu rumit untuk siswa,
dengan sistem satu guru untuk banyak siswa. Untuk siswa autis yang sulit

berkomunikasi, menggunakan shadow untuk membantunya belajar. Untuk siswa


tuna rungu menggunakan alat bantu pendengaran untuk belajarnya.
Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pembelajaran berbasis multibudaya dan Science for All di SMP
Laboratorium UM terutama pada siswa berkebutuhan khusus.

1.2.Rumusan Masalah
1) Apa pengertian pembelajaran multibudaya ?
2) Apa pengertian, penyebab, dan karakteristik autis ?
3) Bagaimana perlakuan terhadap anak autis ?
4) Bagaimana pendekatan pembelajaran bagi anak autis ?
5) Bagaimana model pelayanan pendidikan bagi anak autis ?
6) Bagaimana pelaksanaan kegiatan belajar mengajar anak autis ?
7) Bagaimana hambatan proses belajar mengajar dan solusinya ?

1.3.Tujuan
1) Mengetahui pengertian pembelajaran multibudaya
2) Mengetahui pengertian, penyebab, dan karakteristik autis
3) Mengetahui perlakuan terhadap anak autis
4) Mengetahui pendekatan pembelajaran bagi anak autis
5) Mengetahui model pelayanan pendidikan bagi anak autis
6) Mengetahui pelaksanaan kegiatan belajar mengajar anak autis
7) Mengetahui hambatan proses belajar mengajar dan solusinya

BAB II
ISI

2.1. Pengertian Pembelajaran Multibudaya


Pembelajaran adalah usaha dan proses untuk menjadikan siswa belajar
aktif dan efektif atau meningkatkan keefektifan belajar. Pembelajaran, membuat
lingkungan/ menciptakan lingkungan sehingga membuat belajar menjadi efektif.
Multibudaya adalah terdiri dari banyak budaya yang berkumpul dalam suatu
waktu dan ruang yang sama. Pembelajaran multibudaya adalah usaha untuk
menjadikan siswa belajar aktif dan efektif belajar dimana siswa itu sendiri berasal
dari berbagai budaya yang berbeda.
Pendidikan multibudaya yang pada hakekatnya :

Kelas berisi siswa yang beragam etnis, bahasa, sosial, gender, maupun
kepandaian

Kesadaran bahwa di benua lain (selain Eropa) ada metode Ilmiah lain dan
temuan Sains lainnya

Pendidikan Sains masa kini adalah Science Teaching for All Children

Pendidikan multibudaya diusahakan pada sekolah-sekolah yang siswanya


multi-etnik.

Model Pembelajaran pada Pendidikan Multibudaya :

Mengangkat isu sains kontekstual/ STS

Hands-on activity (siswanya belajar langsung dengan pengalaman


langsung)

Inquiry-based Learning Experince

Cooperative learning
Dalam pembelajaran tidak terlepas dari keragaman budaya yang dimiliki

oleh peserta didik sebagai bagian dari anggota masyarakat, yaitu keragaman
dalam hal bahasa, etnis, cara hidup, nilai-nilai, dan adat istiadat yang berlaku
dalam masyarakat. Dalam pembelajaran tidak terlepas dari unsur kebudayaan,
karena:
1. kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks;
2. kebudayaan merupakan prestasi manusia yang material;

3. kebudayaan dapat berbentuk fisik;


4. kebudayaan dapat berbentuk perilaku;
5. kebudayaan merupakan realitas yang objektif;
6. kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang terasing.
Berdasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang beragam kompleks dan
terintegrasi, dalma proses pembelajaran harus menggunakan multi disipliner,
seperti: filsafat,

sosiologi,

antropologi,

biologi,

psikologi,

komunikasi.

Keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat harus dijadikan dasar


pengayaan dalam pembeljaran sehingga guru harus menciptakan belajar untuk
hidup bersama dalam damai dan harmoni sesuai dengan salah satu pilar belajar
dan UNESCO yaitu learning to live together.
Peran guru dalam menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan adalah:
1. pendidik harus menjadi model;
2. harus menciptakan masyarakat bermoral;
3. mempraktekkan disiplin moral;
4. menciptakan situasi demokrasi;
5. mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum;
6. menciptakan budaya kerja sama;
7. menumbuhkan kesadaran karya;
8. mengembangkan refleksi moral;
9. mengajarkan revolusi konflik.

2.2. Pengertian, Penyebab, dan Karakteristik Autis


Istilah Autisme berasal dari kata Autos yang berarti diri sendiri Isme
yang berarti suatu aliran. Berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya
sendiri. Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks
menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai
tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Bahkan pada autistik infantil gejalanya
sudah ada sejak lahir.
Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental,
sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk
bidang-bidang tertentu (savant)

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal


timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di
mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:
1) Menurut Teori Psikososial
Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap sebagai
akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua (ibu) dan anak.
Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang emosional, kaku, obsesif,
tidak hangat bahkan dingin dapat menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.
2) Teori Biologis

Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki resiko lebih
tinggi dibanding populasi keluarga normal.

Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada kehamilan awal, obatobatan, tangis bayi terlambat, gangguan pernapasan, anemia.

Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak selama dalam


kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya gangguan oksigenasi,
perdarahan, atau infeksi.

Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum dengan sel-sel


Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal sel-sel purkinje mempunyai
kandungan serotinin yang tinggi.

Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin atau opioid dalam


darah.
3) Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal dekat
tambang batu bara, dsb.
4) Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut data yang
ada 60% anak autistik mempunyai sistem pencernaan kurang sempurna.
Dan kemungkinan timbulnya gejala autistik karena adanya gangguan
dalam pendengaran dan penglihatan.

Anak autis mempunyai masalah/ gangguan dalam bidang:


1. Komunikasi:

Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.

Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara tapi
kemudian sirna,

Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya.

Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat


dimengerti orang lain

Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

Senang meniru atau membeo (echolalia)

Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian tersebut
tanpa mengerti artinya

Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa

Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia


inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu

2. Interaksi sosial:

Penyandang autistik lebih suka menyendiri

Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan

Tidak tertarik untuk bermain bersama teman

Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh

3. Gangguan sensoris:

Sangat sensistif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk

Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga

Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda

Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Pola bermain:

Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya,

Tidak suka bermain dengan anak sebayanya,

Tidak kreatif, tidak imajinatif

Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar-putar

Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda,

Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan
dibawa kemana-mana

5. Perilaku:

Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)

Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang,


mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke
pesawat TV, lari/berjalan bolak balik, melakukan gerakan yang diulangulang

Tidak suka pada perubahan

Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong

6. Emosi:

Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa


alas an

Hiu emper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak
diberikan keinginannya

Kadang suka menyerang dan merusak

Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri

tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain

2.3. Perlakuan Terhadap Anak Autis


Sebelum mengikuti pendidikan formal (sekolah), anak autistik di tes
terlebih dahulu dan dilihat perilakunya selama 1 minggu. Apabila perilakunya
masih terkontrol, maka anak tersebut dapat diterima untuk belajar di sekolah
dengan atau tanpa seorang shadow.
Berikut ragam terapi untuk penderita autis umumnya antara lain:
1. Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih
baik.
2. Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
3. Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar sambil
bermain.

4. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk menenangkan anak


melalui pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang.
5. Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi tingkat
gangguan autisme.
6. Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan pendengaran anak
lebih sempurna
7. Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan kebugaran kondisi tubuh
agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat,
efek casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
8. Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk melepaskan energi yang
berlebihan pada diri anak melalui aktifitas di air.
9. Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan emosi, melatih kontak
mata dan konsentrasi.

Di SMP Laboratorium ini, apabila siswa autis tidak terkontrol dan sangat
mengganggu proses belajar siswa reguler lainnya dapat dilakukan beberapa cara,
antara lain:
a. Menempatkan siswa autis ke dalam sebuah ruangan tersendiri hingga dia
tenang.
b. Memindahkan siswa autis ke ruang khusus anak autis. Di sana siswa
ditenangkan oleh shadow masing-masing.
c. Disarankan oleh guru untuk pulang lebih awal bila benar-benar di luar
kendali dan sangat mengganggu proses belajar-mengajar.

2.4. Pendekatan Pembelajaran bagi anak autis


1. Discrete Tial Training (DTT) : Training ini didasarkan pada Teori Lovaas
yang mempergunakan pembelajaran perilaku. Dalam pembelajarannya
digunakan stimulus respon atau yang dikenal dengan orperand conditioning.
Dalam prakteknya, guru memberikan stimulus pada anak agar anak memberi
respon. Apabila perilaku anak itu baik, guru memberikan reinforcement
(penguatan). Sebaliknya perilaku anak yang buruk dihilangkan melalui time
out/ hukuman/kata tidak.

2. Intervensi LEAP (Learning Experience and Alternative Program for


Preschoolers and Parents) menggunakan stimulus respon (sama dengan
DTT) tetapi anak langsung berada dalam lingkungan sosial (dengan temanteman). Anak auitistik belajar berperilaku melalui pengamatan perilaku orang
lain.
3. Floor Time merupakan teknik pembelajaran melalui kegiatan intervensi
interaktif. Interaksi anak dalam hubungan dan pola keluarga merupakan
kondisi penting dalam menstimulasi perkembangan dan pertumbuhan
kemampuan anak dari segi kumunikasi, sosial, dan perilaku anak.
4. TEACCH (Treatment and Education for Autistic Childrent and Related
Communication Handicaps) merupakan pembelajaran bagi anak dengan
memperhatikan seluruh aspek layanan untuk pengembangan komunikasi anak.
Pelayanan diprogramkan dari segi diagnosa, terapi/treatment, konsultasi,
kerjasama, dan layanan lain yang dibutuhkan baik oleh anak maupun
orangtua.

2.5. Model Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Autis


Pendidikan untuk anak autis usia sekolah bisa dilakukan di berbagai
penempatan. Berbagai model antara lain:
1. Kelas transisi
Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan
layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu atau
struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler, sehingga pada
saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain. Kelas transisi merupakan
kelas persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan
dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.
2. Program Pendidikan Inklusi
Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap
memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program ini
sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:
1. Guru terkait telah siap menerima anak autistik
2. Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan individual

3. Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.


4. Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.
5. Dan lain-lain yang dianggap perlu.
3. Program Pendidikan Terpadu
Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan di sekolah reguler. Dalam
kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk remedial
atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di kelas khusus bisa
sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung kemampuan anak.
4. Sekolah Khusus Autis
Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak
memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di sekolah
ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi sekeliling
mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program fungsional seperti bina
diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi mereka.
5. Program Sekolah di Rumah
Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu
mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-anak
autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan serius
motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah. Program
dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing atau terapis atas
kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.
6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat
parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik. Program
dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:
(1) Pengenalan diri
(2) Sensori motor dan persepsi
(3) Motorik kasar dan halus
(4) Kemampuan berbahasa dan komunikasi
(5) Bina diri, kemampuan sosial
(6) Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.

Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang terlaksana di SMP


Laboratorium UM adalah program pendidikan inklusi dan pendidikan terpadu.

2.6. Kegiatan Belajar Mengajar


1. Prinsip-prinsip pengajaran dan pendidikan
Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan
berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Terstruktur
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur,
artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan
ajar/materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah
kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat
diatasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi
sebelumnya.
Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna
dari instruksi Mencoret jawaban yang salah. Maka materi pertama yang harus
dikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata salah dan coret.
Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya
adalah mengaktualisasikan instruksi coret jawaban yang salah ke dalam
perbuatan kongkrit. Namun hal ini membutuhkan seseorang di sampingnya untuk
menunjukkan bahwa jawaban yang dikoreksinya itu salah atau benar. Struktur
pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi :
- Struktur waktu
- Struktur ruang, dan
- Struktur kegiatan
b. Terpola
Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan
terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun
tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus
dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur.
Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang,
dapat dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi

lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang


berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah
menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan
dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior terapi).
c. Terprogram
Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang
ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan
erat dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab dalam program materi pendidikan
harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga
apabila target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua,
demikian pula selanjutnya.
d. Konsisten
Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik,
prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya : apabila anak berperilaku positif
memberi respon positif terhadap susatu stimulan (rangsangan), maka guru
pembimbing harus cepat memberikan respon positif (reward/penguatan), begitu
pula apabila anak berperilaku negatif (Reniforcement) Hal tersebut juga dilakukan
dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat,
dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya.
Konsisten memiliki arti Tetap, bila diartikan secara bebas konsisten
mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru
pembimbing berarti; tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak
sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu
anak autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam
mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang
muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten
dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan
perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun
bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi
pembelajaran di sekolah dan dirumah.

e. Kontinyu
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka prinsip pendidikan dan
pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik.
Kontinyu disini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program
pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan
tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan dirumah
dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan pendidikan bagi
anak autistik harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral
(menyeluruh dan terpadu).
2. Kurikulum
Dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik tentunya
harus berdasarkan pada kurikulum pendidikan yang berorientasi pada kemampuan
dan ketidakmampuan anak dengan memperhatikan deferensiasi masing-masing
individu.
3. Pendekatan dan Metode
Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik menggunakan pendekatan
dan program individual. Sedangkan metode yang digunakan merupakan
perpaduan dari metode yang ada, dimana penerapannya disesuaikan kondisi dan
kemampuan anak serta materi dari pengajaran yang diberikan kepada anak.
Metode dalam pengajaran anak autistik adalah metode yang memberikan
gambaran kongkrit tentang sesuatu, sehingga anak dapat menangkap pesan,
informasi dan pengertian tentang sesuatu tersebut.
4. Sarana Belajar Mengajar
Sarana belajar diperlukan, karena akan membantu kelancaran proses
pembelajaran dan membantu pembentukan konsep pengertian secara kongkrit
bagi anak autistik. Pola pikir anak autistik pada umumnya adalah pola pikir
kongkrit. sehingga sarana belajar mengajarnyapun juga harus kongkrit. Beberapa
anak autistik dapat berabstraksi, namun pada awalnya mereka dilatih dengan
sarana belajar yang kongkrit

5. Evaluasi
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan dan pengajaran perlu
dilakukan adanya evaluasi (penilaian). Dalam pendidikan dan pengajaran bagi
anak autistik evaluasi dapat dilakukan dengan cara:
1) Evaluasi Proses
Evaluasi Proses ini dilakukan dengan cara seketika pada saat proses
kegiatan berlangsung dengan cara meluruskan atau membetulkan perilaku
menyimpang atau pembelajaran yang sedang berlangsung seketika itu juga. Hal
ini dilakukan oleh pembimbing dengan cara memberi hadiah atau demonstrasi
secara visual dan kongkrit. Di samping itu untuk mengetahui sejauh mana progres
yang dicapai anak dapat diketahui dengan cara adanya catatan khusus/ buku
penghubung.
2) Evaluasi Bulan
Evaluasi ini bertujuan untuk memberikan laporan perkembangan atau
permasalahan yang ditemukan atau dihadapi oleh pembimbing di sekolah.
Evaluasi bulanan ini dilakukan dengan cara mendiskusikan masalah dan
perkembangan anak antara guru dan orang tua anak autistik guna mendapatkan
pemecahan masalah (solusi dan pemecahan masalah), antara lain dengan mencari
penyebab dan latar belakang munculnya masalah serta pemecahan masalah
macam apa yang tepat dan cocok untuk anak autistik yang menjadi contoh kasus.
Hal ini dapat dilakukan oleh guru dan orang tua dengan mengadakan diskusi
bersama atau case conference.
3) Evaluasi Catur Wulan
Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi program yang dimaksud sebagai
tolok ukur keberhasilan program secara menyeluruh. Apabila tujuan program
pendidikan dan pengajaran telah tercapai dan dapat dikuasai anak, maka
kelanjutan program dan kesinambungan program ditingkatkan dengan bertolak
dari kemampuan akhir yang dikuasai anak, sebaliknya apabila program belum
dapat terkuasai oleh anak maka diadakan pengulangan program (remedial) atau
meninjau ulang apa yang menyebabkan ketidak berhasilan pencapaian program.

2.7. Hambatan Proses Belajar Mengajar dan Solusinya


1. Masalah Perilaku
Masalah perilaku yang sering muncul yaitu : stimulasi diri dan stereotip.
Bila perilaku tersebut muncul yang dapat kita lakukan :

Memberikan Reinforcement.

Tidak memberi waktu luang bagi anak untuk asyik dengan diri sendiri

Siapkan kegiatan yang menarik dan positif

Menciptakan situasi yang kondusif bagi anak, tidak menyakiti diri.

2. Masalah Emosi
Masalah ini menyangkut kondisi emosi yang tidak stabil, misalnya;
menangis, berteriak, tertawa tanpa sebab yang jelas, memberontak, mengamuk,
destruktif, tantrum. Cara mengatasinya :
1. Berusaha

mencari

dan

menemukan

penyebabnya

dengan

menanyakannya padanya atau pada shadownya.


2. Berusaha menenangkan anak dengan cara tetap bersikap tenang atau
membawanya ke ruang istirahat khusus anak autis yang telah
disediakan.
3. Setelah kondisi emosinya mulai membaik, kegiatan dapat dilanjutkan.
3. Masalah Perhatian (Konsentrasi)
Perhatian anak dalam belajar kadang belum dapat bertahan untuk waktu
yang lama dan masih berpindah pada obyek/ kegiatan lain yang lebih menarik
bagi anak. Untuk itu maka usaha yang harus diupayakan oleh pembimbing adalah:
a) Waktu untuk belajar bagi anak ditingkatkan secara bertahap.
b) Kegiatan dibuat semenarik mungkin, dan bervariasi.
c) Istirahat

sebentar

kemudian

kegiatan

dilanjutkan

kembali,

dimaksudkan untuk mengurangi kejenuhan pada anak, misal:


menyanyi, bermain,
4. Masalah Kesehatan
Bila kondisi kesehatan siswa kurang baik, maka kegiatan belajar mengajar
tidak dapat berjalan secara efektif, namun demikian kegiatan belajar tetap dapat
dilaksanakan, hanya saja dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi anak.

5. Orang Tua
Untuk memberikan wawasan pada orang tua, perlu dibentuk Perkumpulan
Orang Tua Siswa, sebagai sarana penyebaran berbagi pengalaman sesama seperti
informasi baru dari informasi internet, buku-buku bahkan jika mungkin tatap
muka dengan tokoh yang berkaitan dalam pendidikan untuk anak autistik atau
anak dengan kebutuhan khusus.
6. Masalah Sarana Belajar
Dengan menyediakan materi-materi yang mungkin diperlukan untuk
kepentingan terapi anak-anaknya misalnya :
- Textbook berbahasa Inggris dan Indonesia,
- Buku-buku pelajaran siswa,
- Kartu-kartu PECS, Compics, Flashcard, dlsb,
- Pegs, balok kayu, puzzle dan mainan edukatif lainnya.

BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Pembelajaran multibudaya adalah usaha untuk menjadikan siswa belajar
aktif dan efektif belajar dimana siswa itu sendiri berasal dari berbagai budaya
yang berbeda.
Dalam pembelajaran tidak terlepas dari unsur kebudayaan, karena;
1. kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks;
2. kebudayaan merupakan prestasi manusia yang material;
3. kebudayaan dapat berbentuk fisik;
4. kebudayaan dapat berbentuk perilaku;
5. kebudayaan merupakan realitas yang objektif;
6. kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang terasing.
Komponen-komponen yang berhubungan dengan hakikat pendidikan
adalah;
1. pendidik merupakan proses berkesinambungan;
2. proses pendidikan menumbuhkembangkan eksistensi manusia;
3. proses pendidikan muwujudkan eksistensi manusia;
4. proses pendidikan berlangsung dalam masyarakat membudaya;
5. proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi waktu dan
ruang.
Autistik

adalah

suatu

gangguan

perkembangan

yang

kompleks

menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Penyebabnya


dapat dikarenakan gangguan psikologis atau factor genetik dari keluarga.
Di SMP Laboratorium UM melaksanakan program pendidikan Inklusif
yang dalam satu kelas reguler terdapat satu siswa berkebutuhan khusus. Dan
program pendidikan terpadu dimana siswa ditempatkan pada ruang tersendiri
untuk pelaksanaan tes evaluasi belajar.
Model Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Autis
1. Kelas transisi
2. Program Pendidikan Inklusi

3. Program Pendidikan Terpadu


4. Sekolah Khusus Autis
5. Program Sekolah di Rumah
6. Panti (griya) Rehabilitasi Autis
Kegiatan Belajar Mengajar
1. Prinsip-prinsip pengajaran dan pendidikan
2. Kurikulum
3. Pendekatan dan Metode
4. Sarana Belajar Mengajar
5. Evaluasi
Hambatan proses belajar meliputi:
1. Masalah Perilaku
2. Masalah Emosi
3. Masalah Perhatian (Konsentrasi)
4. Masalah Kesehatan
5. Orang Tua
6. Masalah Sarana Belajar

DAFTAR PUSTAKA

Conny Semiawan, dkk. (1992). Pendekatan keterampilan proses, bagaimana


mengaktifkan siswa dalam belajar. Jakarta : Gramedia.
Rofi.

2011.

Pembelajaran

Multikultural,

(online),

(http://rofi11.blogspot.com/2011/06/pembelajaran-multikultural.html),
diakses 8 Desember 2014.
Syamsudin, Amir. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses
Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta : Berita Negara Republik
Indonesia.

LAMPIRAN

Hasil karya siswa autis

Proses Pembelajaran IPA

SMP Laboratorium UM

Anda mungkin juga menyukai