Anda di halaman 1dari 10

KERAGAMAN SISWA DAN PEMENUHAN TARGET KURIKULUM

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
SEMESTER 2

Dosen :

Dr, Zul Amri, M.Ed

Mahasiswa :

Fitri Dwiyana 22302161

UNIVERSITAS NEGRI PADANG (UNP)


PROFESI PENDIDIKAN GURU (PPG) GELOMBANG 1
2023
DAFTAR ISI

BAB 1 : PENDAHULUAN

BAB 2 : PEMBAHASAN

BAB 3 : PENUTUP
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keberagaman adalah suatu kondisi yangterdapat bermacam-macam


perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu di tengahkehidupan
bermasyarakat.Keberagaman atau diversity semula dipergunakan dalam
pengertian secara umum sebagai pernyataan pernyataan bervariasi (Chris
SpeechleySpeechley dan Ruth Weatley, Weatley, 2001: 4). Namun,
keberagaman kemudian berkembang dan dipergunakan untuk menjelaskan
terdapatnya variasi ditempat pekerjaan, karena dalam suatu organisasi terdapat
orang dengan berbagai berbagai latar belakang dan budaya.

Setiap anak memiliki keunikan dan tentu berbeda dengan yang


lain.Seperti terlihat pada perbedaan budaya, suku, kelas sosial, Bahasa daerah,
serta latar belakangkeluarga. Perbedaan budaya ini merujuk pada tradisi
perilaku, Bahasa dan persepsi tentangduatu kelomppok. Saat anak
memasuki sekolah, mereka telah membawa persepsi masing-masing
terhadap suatu hal. Perbedaan budaya setiap peserta didikdapat menjadi suatu
hal yangunik bila dikembangkan dengan baik. Pengaruh suku juga turut
membawa keragaman bagisiswa. hal ini dapat dibuktikan bahwa peserta didik
yang berasal dari suku melayu memilikisuara yang lembut dibanding
peserta didik yang berasal dari suku batak, yang mana saatdikelas
suara ini akan lebih dominan.

Dalam berbagai aspek perkembangan individu, ada dua fakta yang


menonjol, yaitu pertama, semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan
di dalam pola perkembangannya dan kedua, di dalam pola yang bersifat umum
tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan individu
menurut Landgren (1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi
pada aspek fisik-motorik, kognitif, maupun sosio-emosional. Setiap manusia
mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda.

Pada proses pembelajaran, guru tidak cukup hanya dengan


menyampaikan materi pelajaran saja atau yang biasa disebut dengan transfer
ilmu. Sebab, di dalam pembelajaran atau pendidikan, ada empat aspek
penilaian yang harus dilakukan guru terhadap siswanya yaitu aspek kognitif,
aspek afektif, dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, demi terwujudnya
tujuan belajar dengan hasil yang optimal, guru perlu mengenal masing-
masing siswa, dimana setiap siswa merupakan makhluk yang unik, secara
lebih dekat.

Melihat banyaknya keberagaman peserta didik ini, dihadirkanlah


kurikulum yang akandijadikan sebagai penuntun bagi peserta didik dan
pendidik dalam mencapai ketuntutasanbelajar. Saat ini kurikulum yang
dipakai adalah kurikulum merdeka. Kurikulum ini bertujuanmengejar
ketertinggalan pendidikan dari negara maju. Kurikulum ini diharapkan
memberikebebasan bagi peserta didik dalam memilih apa yang
diminatinya dalam pembelajaran.Kurikulum juga dirancang lebih
sederhana dan fleksibel untuk memperdalam pembelajaransiswa, namun
tetap diiringi dengan pembelajaran memperbaiki karakter siswa. Selain itu,
fasekurikulum ini juga berfokus pada konten esensial dan pengembangan
keterampilan siswa.

Kurikulum merdeka dapat menjadi jawaban dari segala permasalahn


pendidikan. pesertadidik diberikan kebebasan belajar, kemudian juga dengan
kurikulum ini dapat membantu pesertadidik menemukan jati dirinya sesuai
dengan bakat dan minatnya. Pada kurikulum ini, nilai bukanmenjadi ukuran
untuk naik ketingkat kelas berikutnya. Hal ini bertujuan untuk
memberikankemerdekaan bagi guru dan siswa. dan yang terakhir adalah
bahwasanya kurikulum merdekamengubah proses pembelajaran bukan
hanya sebagai pembenuhan kewajiban tetapi menjadisebuah proses
pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan.

B. Teori
a. Teori Keberagaman

Teori tentang gaya belajar menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya
belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah
informasi. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang
digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality).
Teori tentang kepribadian peserta didik menurut Horton (1982:12),
pengertian kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi,
dan temperamen seseorang. Sikap, perasaan, ekspresi, dan temperamen
itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika dihadapkan pada situasi
tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan berprilaku yang baku,
atau berpola dan konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.

b. Teori Kurikulum
Menurut S. Nasution, kurikulum merupakan suatu rencana yang disusun
untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf
pengajaran. Menurut Beauchamp dalam Herry Widyastono, (1975: 2):
A curriculum is a writen document which may contain many
ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their
enrollment in give school. Kurikulum merupakan suatu rencana
pendidikan atau pengajaran, pelaksanaan rencana sudah masu
pengajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori
a. Keragaman Siswa
Pada dasarnya setiap siswa memiliki keberagaman dan ciri khasnya
masing-masing seperti kecerdasan, gaya belajar, kepribadian, suku dan
budaya, status sosial, gender dan bahasa.
1. Intelegensi Kata inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa
latin yaitu “inteligensia“. Sedangkan kata “inteligensia“ berasal dari kata inter
dan lego, “inter” berarti diantara, sedangkan lego berarti memilih. Sehingga
inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih
suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran. Santrock (2008) Intelegensi
(kecerdasan) adalah keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan
untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.
2. Gaya Belajar Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar
adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi.
Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan
individu dalam memproses informasi (perceptual modality). Setiap siswa
memiliki Gaya belajar yang berbeda-beda ada pembelajar visual,adio dan
kinestetik. Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada
ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan
terlebih dahulu agar mereka paham Gaya belajar seperti ini mengandalkan
penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya.
Gaya belajar Auditori (Auditory Learners) mengandalkan pada pendengaran
untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar
seperti ini benar-benar menempatkan
3. Suku dan Budaya Kultur adalah pola perilaku, keyakinan, dan
semua produk dari kelompok orang tertentu yang diturunkan dari generasi
ke generasi lainnya. Suku atau etnis adalah pola umum karakteristik seperti
warisan kultural, nasionalitas, ras, agama, dan bahasa. Kultur sangat
mempengaruhi pengajaran dan pembelajaran. Banyak aspek budaya
mempunyai andil bagi identitas dan konsep diri pelajar dan mempengaruhi
keyakinan dan nilai, sikap, dan harapan, hubungan sosial, penggunaan
bahasa, dan perilaku lain pelajar.

4. Kepribadian Schaefer dan Lamm (1998:97) adalah sebagai


keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri khas, dan perilaku seseorang.
Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku, berlaku terus-
menerus secara konsisten dalam menghadapi situasi yang dihadapi. Pola
perilaku dengan demikian juga merupakan perilaku yang sudah baku, yang
cenderung ditampilkan seseorang jika ia dihadapkan pada situasi kehidupan
tertentu. Orang yang pada dasarnya pemalu cenderung menghindarkan diri
dari kontak mata dengan lawan bicaranya.
5. Status sosial Status sosial yang didasarkan atas penghasilan,
pekerjaan, pendidikan dan gensi social dapat sangat mempengaruhi sikap siswa
terhadap sekolah, pengetahuan latar belakang, kesiapan sekolah dan pencapaian
akademis. Keluarga kelas pekerja dan berpenghasilan rendah mengalami
tekanan yang mempunyai andil dalam praktik pengasuhan anak, pola
komunikasi, dan harapan rendah yang mungkin akan kurang
menguntungkan anak-anak ketika mereka memasuki sekolah. Siswa yang
mempunyai SSE yang rendah sering mempelajari budaya normative yang
berbeda dari budaya kelas menengah sekolah tersebut, yang menuntut daya
saing, dan penentuan tujuan.
6. Bahasa Perbedaan bahasa yang digunakan siswa dalam lingkungan
keluarga dan sekolahnya akan menjadi masalah yang besar dalam
melaksanakan pembelajaran. Riset terakhir menunjukkan bahwa pendidikan
dwibahasa (bilingual education), khususnya pendidikan dwibahasa
berpasangan dapat memberi manfaat bagi siswa. Hal ini sangat terasa dalam
konteks pendidikan yang diselenggarakan dalam suatu wilayah yang
memeliki bahasa yang beragam. Guru yang baik dan profesional harus
memiliki kemampuan untuk mempelajari bahasa lokal di mana dia mengabdi

b. Kurikulum
Kurikulum Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani
yaitu curir yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu.
Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi
Kuno di Yunani, yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari
garis start sampai finish. Dapat dipahami jarak yang harus ditempuh di
sini bermakna kurikulum dengan muatan isi dan materi pelajaran yang
dijadikan jangka waktu yang harus ditempuh oleh siswa untuk memperoleh
ijazah. Dalam bahasa Arab, kata kurikulum yang biasa digunakan adalah
manhaj, yang berarti jalan terang yang dilalui manusia pada berbagai
bidang kehidupan. Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al-dirāsah)
dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang
dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan
pendidikan. Menurut S. Nasution, kurikulum merupakan suatu rencana yang
disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan
dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf
pengajaran. Selanjutnya Nasution menjelaskan sejumlah ahli teori
kurikulum berpendapat bahwa kurikulum bukan hanya meliputi semua
kegiatan yang direncanakan melainkan peristiwaperistiwa yang terjadi di
bawah pengawasan sekolah. Jadi selain kegiatan kurikulum yang formal yang
sering disebut kegiatan ko-kurikuler atau ekstra kurikuler (co-curriculum atau
ekstra curriculum). Menurut Crow and Crow, sebagaimana yang dikutip oleh
Oemar Hamalik, kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah
mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu
program untuk memperoleh ijazah. Dalam bukunya yang lain, Hamalik
menjelaskan lebih luas bahwa kurikulum di sini memuat isi dan materi
pelajaran. Jadi kurikulum ialah sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah
pengetahuan, mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman
orang tua atau orang-orang pandai masa lampau yang telah disusun secara
sistematis dan lpgis. Bahkan Alice Miel memahami bahwa kurikulum meliputi
keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan,
kecakapan, dan sikap-sikap orang yang melayani dan dilayani di sekolah
(termasuk di dalamnya seluruh pegawai sekolah) dalam memberikan
bantuan kepada siswa termasuk ke dalam kurikulum.
Tujuan dari kurikulum itu sendiri adalah :
1. Menciptakan pendidikan yang menyenangkan.
2. Mengejar ketertinggalan pembelajaran.
3. Mengembangkan potensi peserta didik

B. Refleksi
Penulis menyadari bahwa perbedaan setiap peserta didik merupakan
keunikan yang harus di hargai, setiap anak berhak mendapatkan pendidikan
namun guru perlu memahami bahwa cara peserta didik belajar berbeda-beda.
Guru perlu memahami karakteristik peserta didik, sehingga guru dapat
mengajar secara efektif sesuai dengan kebutuhan. Keberagaman di Indonesia
sudah sangat terkenal dari segi budaya, suku, bahasa, agama dan sebagainya.
Hal itu juga terjadi di dalam kelas. Seperti tempat saya mengajar, saya mengajar
di kelas E.1 di SMAN 10 Padang. Keragaman yang saya temukan ialah adanya
beberapa kebudayaan yang berbeda, peserta didik tidak sepenuhnya asli suku
minang ada beberapa yang berasal dari jawa tengah, jawa barat, jambi, batam,
riau, dan sebagainya.
Tentunya keragaman suku tersebut dapat mempengaruhi pembelajaran,
jika guru tidak tahu adanya perbedaan suku mereka guru secara tidak sadar
menyamaratakan peserta didik dan menganggap mereka paham budaya
minang, namun jika guru tahu tentu guru akan menghargai suku selain minang
dan mencoba memberikan pembelajaran terkait bukan hanya berkaitan suku
minang namun juga kebudayaan lainnya.
Namun, penulis menyadari keragaman tersebut menjadi sebuah masalah
ketika guru menyamaratakan peserta didik, seperti menyamaratakan
kemampuan kognitif, gaya belajar, control emosionala, suku, agama, dan
seabgainya. Menyamaratkan peserta didik membuat peserta didik merasa
tertekan karena menganggap dirinya bodoh atau tidak mampu melakukan
seperti yang temannya lakukan, pada kurikulum KTSP dan Kurikulum 2013
guru masih menyamaratakan kemampuan peserta didik, bahkan peserta didik
harus mengikuti standard kurikulum untuk dikatakan kompetensi yang tercapai.
Sulitnya standard kompetensi kurikulum yang mengharuskan nilai diatas KKM
di semua mata pelajaran membuat anak yang memiliki potensi dibidang satu
mata pelajaran frustasi dan sulit berkonsentrasi, bahkan anak yang memang
memiliki kognitif rendah dibidang akademik memilih jalan curang untuk
mendapatkan nilai diatas KKM. Tujuan pembelajaran akhirnya tidak tercapai
dan tujuan kurikulum juga mustahil diwujudkan.
Dengan adanya pengembangan kurikulum kini muncullah kurikulum
merdeka, kurikulum yang berpihak kepada peserta didik. Kini peserta didik
tidak memiliki tuntutan nilai KKM, namun berdasarkan kebutuhan peserta
didik itu sendiri dan juga berdasarkan kemampuan masing-masing. Tidak ada
peserta didik yang gagal.
Untuk itu, dengan adanya kurikulum merdeka guru diharapkan dapat
memahami bahwa peserta didik di dalam kelas itu beragam, menjadi guru yang
baik bukan berarti membiarkan mereka bebas untuk tidak belajar namun
menuntun mereka belajar sesuai dengan keinginan mereka.

Anda mungkin juga menyukai