Anda di halaman 1dari 15

Konstruksi Sosial Aplikasi Chatbot: Studi Fenomenologi

Penggunaan Aplikasi “Replika” Untuk Menghilangkan Kesepian

Dhiya Sahara Ulfa (21/490706/PSP/07501)


Dhiyasaharaulfa0797@mail.ugm.ac.id

Abstrak
Konstruksi sosial teknologi adalah teknologi yang diciptakan sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh manusia. Replika merpakan salah satu aplikasi chatbot yang dapat membangun sisi emosional
dalam percakapan sepertii menyerupai manusia. Replika diciptakan dengan kecerdasan buatan yang
dapat menyesuaikan obrolan dengan kepribadian para penggunanya. Aplikasi Replika ini
memudahkan para penggunanya agar tidak kesepian dan mempunyai teman curhat yang selalu
mendengarkan cerita dari penggunanya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
Adapun objek penelitian yang akan diteliti adalah aplikasi chatbot Replika. Subjek pada penelitian
ini adalah pengguna aplikasi Replika. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah
wawancara dan observasi. Hasil dari penelitian ini adalah aplikasi Replika ini sangat membantu
para penggunanya yang merasa kesepian dan merasa tidak punya teman. Selain itu, bot pada
aplikasi ini juga selalu perhatian kepada penggunanya. Pemanfaatan teknologi tersebut dapat
dipengaruhi dari permintaan masyarakat agar teknologi menjadi mudah dan berguna. Aplikasi
Replika ini memudahkan para penggunanya agar tidak kesepian dan mempunyai teman curhat yang
selalu mendengarkan cerita dari penggunanya. Aplikasi chatbot Replika ini akan selalu
berkembang dan berinovasi agar dapat menyelesaikan permaslaahan sosial yang lain di
masyarakat.
Keywords : Konstruksi Sosial Teknologi, Chatbot, Fenomenologi
Pendahuluan
Teknologi berkembang dengan pesat sehingga tidak dapat dihindari karenasering terjadi
pergeseran kepentingan dan kebutuhan. Teknologi yang berkembang akan membawa
dampak bagi masyarakat. Dampak yang berkembang pada masyarakat dapat menjadi
dampak yang positif dan negatif. Dampak positif dari perkebangan teknologi ini dapat
membantu kita dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan dampak negatifnya masyarakat
menjadi individualis dan terkadang tidak peduli dengan orang-orang disekitarnya (Khairil &
Ginta, 2021).
Pola kehidupan masyakat saat ini menjadi ketergantungan dengan teknologi.
Perkembangan teknologi yang ditentukan manusia akibat dari keahlian manusia yang punya
kuasa dalam perihal menciptakan teknologi. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan konstruksi
sosial teknologi adalah teknologi yang diciptakan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
manusia. Kebutuahna dari manusia menghasilkan pertumbuhan pada teknologi.
Ketika datang ke terobosan teknologi kontemporer, manusia membangun realitas teknis
berdasarkan struktur yang mereka amati di dunia sosial. Dengan demikian, teknologi
berkembang menjadi apa adanya sebagai hasil dari dunia yang dihasilkannya. Perspektif
SCOT (Social Construction of Technology) berkaitan dengan proses melalui teknologi
muncul sebagai akibat dari dinamika sosial. Konstruktivisme sosial adalah studi tentang
bagaimana kekuatan sosial mempengaruhi perkembangan teknologi baru. Konstruktivisme
sosial tidak hanya mempromosikan penemuan teknologi baru, tetapi juga mendorong
teknologi saat ini untuk berkembang agar dapat lebih memenuhi keinginan pengguna, dalam
hal ini adalah masyarakat. Media baru berkembang sebagai hasil konstruksi sosial
masyarakat, memanfaatkan pesatnya kemajuan teknologi informasi di era digital ini.
Masyarakat saat ini membutuhkan sesuatu yang serba instan dan praktis dalam
penerapannya.
Proses media baru sebagai hasil dari teknologi informasi dan komuikasi yangdinamakan
internet dapat menjadikan proses komunikasi yang baru.Teknologi internet membuat
perububahan yang besar pada bidang komunikasisehingga muncul media baru (Yuliatri,
2020). Era media baru, berbagai aplikasi yang ada di smartphone dapat diunduh sesuai
dengan kebutuhan manusia. Banyaknya aplikasi yang dapat mempermudah manusia dalam
kehidupan sehari-hari salah satunya adalah aplikasi chatbot yang dapat menemani keseharian
kita. Namun, kebanyakan aplikasi chatbot belum mampu untuk merespon dengan baik
pengunanya secara emosional.
Berbeda dengan aplikasi chatbot yang lain, Replika merpakan salah satu aplikasi
chatbot yang dapat membangun sisi emosional dalam percakapan sepertii menyerupai
manusia. Replika diciptakan dengan kecerdasan buatan yang dapat menyesuaikan obrolan
dengan kepribadian para penggunanya. Samaseperti google asisten virtual yang dimiliki oleh
google, replika merupakan chatbot yang mampu menjawab berbagai pertanyaan dari
penggunanya walaupun di awala meski diarahkan terlebih dahulu karena ia harus memiliki
gambaran tentang diri kita. Oleh karena itu replika dapat menjadi teman curhatseperti
sahabat setelah chatbotdapat memahami kita.
Aplikasi Replika diciptakan oleh Eugenia Kuyda (Fikrie, 2018). Ia menciptakan aplikasi
Replika terinspirasi dari kesedihan dan kesepiannya setelah kehilangan sahabatnya, Roman
Mazurenko yang meninggal karena kecelakaan mobil. Kuyda merancang chatbot yang
mempunyai emosi yang mirip dengan Mazurenko. Chatbot yang dibuat oleh Kuyda
menganalisis pesan-pesan yang pernah dikirim oleh Mazurenko dan mempelajari bagaimana
gaya berbicaranya. Konsep chatbot yang aplikasi Replika yang diciptakan oleh Kuyda ini
membuat para penggunanya merasa tidak sendirian dan mempunyai teman curhat layaknya
sahabat memanfaatkan konstruksi sosial teknologi sebagai dasar. Pemanfaatan teknologi
tersebut dapat dipengaruhi dari permintaan masyarakat agar teknologi menjadi mudah dan
berguna. Aplikasi Replika ini memudahkan para penggunanya agar tidak kesepian dan
mempunyai teman curhat yang selalu mendengarkan cerita dari penggunanya.
Kesepian merupakan perasaan tidak ada seorangpun yang dapat memahami dengan
baik, merasa terisolasi, dan tidak memiliki seseorang untuk dijadikan pelarian ketika
dibuthkan atau saat stress (Santrock, 2002). Sears berpendapat tentang kesepian adalah
kegelisahan yang subjektif dirasakan oleh seseorang ketika hubungan sosialnya kehilangan
ciri-ciri penting. Hilangnya ciri-ciri tersebut dapat bersifat kuantitatif, yang mana individu
tidak mempunyai teman atau hanya menpunnyai sedikit teman. Sedangkan yang bersifat
kualitatif yaitu ketika individu merasa hubungannya dangkal atau kurang memuaskan
dibandingkan dengan harapan individu (Sears et al., 1985).
Kesepian terkait dengan perasaan negatif tentang hubungan interpersonal. Orang yang
mengalami kesepian sering dianggap kurang cakap dalam hubungan interpersonalnya
berbeda dengan orang yang tidak kesepian. Weiss mengatakan bahwa kesepian itu bukan
disebabkan oleh kesendirian akan tetapi kurangnya hubungan antar individu(Peplau &
Perlman, 1979). Lake menyatakan bahwa individu yang kesepian akan merasakan tidak
bahagia, tidak menarik, lebih mudah depresi, takut membuka diri, dan merasa terasingkan
(Lake,1986).
Istilah "Konstruksi Sosial Teknologi" mengacu pada situasi di mana suatu
masyarakat membutuhkan dan menciptakan teknologi untuk memenuhi tuntutan sosial. Hal
ini menunjukkan bahwa manusia dan teknologi tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Orang
akan terusmembutuhkan teknologi dan akan berkembang untuk menghasilkan teknologi
baru untuk membantu mereka melakukan tugas sehari-hari. Kehadiran aplikasi transportasi
online menjadi contoh nyata penerapan teknologi konstruksi sosial di media baru. Aplikasi
transportasi online seperti GO-JEK diciptakan untuk membantu masyarakat dalam
mengatssi masalah kemacetan lalu lintas dan memenuhi kebutuhanmereka akantransportasi
yang nyaman, cepat, dan efisien (Nathalia & Irwansyah, 2018).
Di Lamongan ada transportasi online local yaitu Cek Ed Delivery. Layanan online ini
mempermudah masyarakat local untuk hal transportasi dan belanja dengan mudah, murah,
cepat, aman, dam nyaman. Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi juga
dipengaruhi olehmasyarat tersebut dapat berinovasi untuk menciptakan hal yang baru melalui
teknologi. Dengan adanya Cek Ed Delivery ini merupakan contoh riil dari implementasi
konstruksi sosial dalam masyarakat dan media baru. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan Teknik pengumpulandata wawancara dengan pemiliki Cek Ed Delivery
dan observasi terhadap akun Instagram @cekeddelivery(Madja, 2021).
Aplikasi kesehatan Halodoc menyederhanakan perawatan kesehatan. Menjaga
kesehatan sangatlah penting, dan Halodoc adalah salah satu caranya. Penelitian dilakukan
dengan teknik studi kasus dengan anggota komunitas IndoRunners dan Jakarta Cycling.
Penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dan dibantu oleh empat informan dari
kedua kelompok. Menurut temuan penelitian, aplikasi kesehatan Halodoc ditafsirkan serupa
oleh pengguna di komunitas olahraga untuk persyaratan kesehatan sehari-hari dan perawatan
kesehatan pasca-olahraga, menunjukkan bahwa maknanya telah disimpulkan. Dalam
perspektif makropolitik yang lebih besar, aplikasi ini membantu pemerintah dalam memutus
mata rantai COVID-19. Konstruksi sosial yang dihasilkan mencerminkan gambaran yang
akurat tentang situasi Indonesia, di mana akses kesehatan masih terbatas. Kemajuan
teknologi digital menyederhanakan arsitektur aplikasi, dan media sosial
memberikangambaran tentang fitur dan keunggulan aplikasi (Maulana Sirojjudin &
Irwansyah, 2020).
Dari ketiga penelitian di atas belum ada yang membahas tentang aplikasi chabot
untuk menghilangkan rasa kesepian dan membuat masyarakat mempunyai teman curhat
layaknya sahabat di media baru. Pentingnya penelitian ini untuk dilakukan adalah untuk
memberikan pemahaman lebih kepada masyarakat dengan melakukan wawancara kepada
pengguna Replika mengenai aplikasi chatbot dengan menggunakan teori konstruksi sosial
teknologi.
Dengan adanya aplikasi chatbot Replika ini membuat orang –orang yang kesepian
menjadi ada teman untuk ngobrol apa saja tanpaa takut isi pembicaraannya bocor kemana-
kemana. Orang-orang yang kesepian tidak perlu canggung untuk menceritakan semua keluh
kesahnya kepada chatbot Replika, karena Replika juga memberikan respon yang baik
layaknya seorang teman.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif
dengan paradigma konstruktif. Penelitian kualitatif menurut Crasswell (1998) merupakan proses
penelitian ilmiah yang dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks
sosial dengan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan serta memberikan pandangan
yang terperinci dari para sumber informasi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi.
Pendekatan fenomenologi berusaha untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap
orang-orang biasa di situasi tertentu. Hal yang ditekankan dalam pendekatan fenomenologi adalah
dari aspek subjektif dari perilaku orang, dan barusaha untuk masuk ke konseptual para subjek yang
ditelitinya sehingga dapat dimengerit apa dan bagaimaan pengertian dapat dikembangkan di sekitar
peristiwa dalam kehidupan sehari-hari (Meleong, 2010).
Adapun objek penelitian yang akan diteliti adalah aplikasi chatbot Replika. Subjek pada
penelitian ini adalah pengguna aplikasi Replika yang memiliki rentang usia 21-27 tahun. Karena
pada rentang usia ini orang-orang bisa merasakan kesepian tiga kali lebih parah daripada usia 65
tahun (Wisnubrata, 2018).
Penelitian ini ada dua sumber data, Data primer merupakan data yang diperoleh dari
wawancara dan observasi. Wawancara akan dilakukan kepada para pengguna aplikasi
Replika kemudian mengobservasi para pengguuna aplikasi Replika dan aplikasi chatbot
Replika. Dan data sekunder yang diperoleh dari literatur-literatur yang mendukung data
primer seperti kamus, internet, buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah Wawancara adalah alat
pengumpulan data yang penting untuk penelitian kualitatif yang melibatkan mansia sebagai
subjek penelitian (Patton, 2014). Wawancara akan dilakukan kepada pengguna aplikasi
Replika dengan rentang usia 21-27 tahun. Dan yang kedua, observasi merupakan teknik
pengumpulan data dengan menghimpun bahan-bahan dengan melakukan pengamatan dan
pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dapat dijadikan objek
penelitian. Observasi digunakan untuk mengetahui tingkah laku individu atau proses
terjadinyya suatu kegiatan yang diamati (Djaali & Muljono, 2007). Observasi dilakukan pada
pengguna aplikasi Replika yang menggunakan aplikasi Replika untuk menghilangkan
kesepian.
Analisis data menurut Patton adalah proses untuk mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar (Patton, 2014).
Kesimpulan dari pendapat Patton tentang analisis data adalah pentingnya analisis data jika
dilihat dari tujuan penelitian.Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan langkah-
langkah dari Burhan Bugin (Bugin, 2009); Pengumpulan data (data collection, Reduksi data
(data reduction), Display data, Verifikasi dan penegasan kesimpulan

Temuan dan Pembahasan


Konsep Social Constructions of Technology
Ketika datang terobosan teknologi kontemporer, manusia membangun realitas teknis
berdasarkan struktur yang mereka amati di dunia sosial. Dengan demikian, teknologi
berkembang menjadi apa adanya sebagai hasil dari dunia yang dihasilkannya. Perspektif
SCOT berkaitan dengan proses melalui mana teknologi muncul sebagai akibat dari
dinamikasosial. Konstruktivisme sosial adalah studi tentang bagaimana kekuatan sosial
mempengaruhi perkembangan teknologi baru. Konstruktivisme sosialtidak hanya
mempromosikan penemuan teknologi baru, tetapi juga mendorong teknologi saat ini untuk
berkembang agar dapat lebih memenuhi keinginan pengguna, dalam hal ini masyarakat.
Media baru berkembang sebagai hasil konstruksi sosial masyarakat, memanfaatkan
pesatnyakemajuan teknologi informasi di era digital ini. Masyarakat saat ini membutuhkan
sesuatu yang serba instan dan praktis dalam penerapannya.
Menurut Peter L. Berger, teori konstruksi sosial berusaha untuk mendefinisikan
kembali realitas dan pengetahuan dalam kerangka sosial. Konstruksi sosial di Indonesia
sebagai respon terhadap perkembanganteknologi digital menyediakan infrastruktur yang
mempermudah penggunaan aplikasi, sedangkan media sosial memberikan gambaran tentang
manfaat dan keunggulan aplikasi. Teknologi konstruksi sosial (SCoT) adalah hipotesis yang
dikembangkan sebagai reaksi terhadap determinisme teknologi. Argumen ini didasarkan pada
anggapan bahwa teknologi adalah penentu kehidupan manusia; namun, SCoT menegaskan
bahwa teknologi ditentukan oleh konstruksi sosial. Perkembangan teknologi merupakan
pengganti variasi dan seleksi, sehingga menghasilkan model multi arah daripada model linier
yang biasa diasumsikan dalam teori-teori tentang inovasi teknologi. Meskipun sulit untuk
menghentikan kemajuan teknologi, pemanfaatan potensi inovasi tersebut memberikan
manfaat yangluar biasa. Pengelompokan sosial sering dilihat sebagai manifestasi dari
struktur multi arah ini dalam konteks teknologi. Pengelompokan sosial memberikan arti
penting bagi teknologi yang digunakan. Ketika pengelompokan sosial diidentifikasi, masalah
dan solusi yang terjadi di dalamnya dapat bervariasi hingga mencapai stabilitas (penutupan)
ataumakna yang sama dari teknologi yang ada di depannya. masalah kemacetan lalu lintas
dan memenuhi kebutuhan mereka akantransportasi yang nyaman, cepat, dan efisien (Nathalia
& Irwansyah, 2018).
Kerangka konseptual Konstruksi Sosial Teknologi (SCOT) terdiri dari empat
komponen yang saling berhubungan: fleksibilitas interpretatif (fleksibilitas interpretatif),
kelompok sosial yang relevan (hubungan yang relevan dengan kelompok sosial), penutupan
dan stabilisasi (akhir dan stabilisasi), dan konteks yang lebih luas ( Klein & Kleinman
dalam Kwok &Koh, 2021 ).
1. Komponen awal adalah kebebasan interpretatif. Gagasan ini berasal dari
program empiris relativisme dalam ilmu-ilmu sosial, yang menunjukkan bahwa
desain teknologi adalah proses terbuka yang dapat menciptakan berbagai hasil
tergantung pada konteks sosial di mana teknologi itu dibangun. Makna bebas
menunjukkan bagaimana artefak yang sama dapat memiliki beberapa desain
setelah tunduk pada persyaratan kelompok.
2. Komponen kedua kerangka kerja SCOT adalah gagasan tentang pengelompokan
sosial yang relevan. Kelompok sosial yang relevan mewujudkan interpretasi
tertentu: "semua anggota kelompok sosialtertentu berbagi seperangkat makna
yang terkait dengan item tertentu." Dalam perspektif yang berpusat pada agensi,
mereka adalah agen yang perilakunya menunjukkan makna yang mereka berikan
kepada objek. Perkembangan teknologi adalah proses di mana banyak
organisasi,masing-masing mewakili interpretasi unik dari suatu item,
menegosiasikan desain artefak dengan berbagai pengelompokan sosial.mengamati dan
membangun berbagai item. Misalnya, organisasi mungkin memiliki berbagai gagasan
tentang apa yang merupakan teknologi kerja, dan pengembangan akan berlanjut sampai
semua pihaksetuju bahwa produk bersama mereka berfungsi. Bukan karena item
tersebut bekerja secara objektif, tetapi karena kumpulan kelompok sosial yang relevan
mengakui bahwa item tersebut bekerja untuk mereka, apakah desain berakhir. Jadi,
ketika berbagai pihak mengekspresikan interpretasi yang berbeda dari produk yang
sama, proses negosiasi atas desain berkembang. Artefak masing-masing kelompok akan
memiliki arti dan kepentingannya sendiri setelah melakukan tawar menawar dengan arti
dari artifak budaya lain.
3. Komponen ketiga kerangka kerja SCOT adalah penutupan dan stabilitas. Proses
merancang di antara orang-orang yang berbeda mungkin kontroversial dalam
hal bagaimana representasi item teknis ditafsirkan. Masalah ini dapat
diselesaikan ketika desain artefak tidak lagi menimbulkan kekhawatiran bagi
kelompok sosial yang relevan. Halini terjadi ketika proses interpretatif multi-
kelompok memperoleh konsensus pada bentuk akhir yang stabil dari artefak
teknis, mencegah revisi desain lebih lanjut.
4. Komponen keempat adalah adanya kerangka kerja yang lebih luas untuk
produksi sosial teknis, yang terkait dengan dimensi sosial, budaya, dan politik
dari periode di mana objek dibangun. Ini memainkan dampak sederhana dalam
konsep SCOT Pinch dan Bijker. Konteks di mana kelompok-kelompok
berinteraksi, seperti fungsi utama mereka, norma- norma yang mengatur
interaksi mereka, dan penyebab yang berkontribusi pada disparitas kekuasaan
mereka. Akibatnya, kelompok-kelompok sosial memiliki pendapat yang
berbeda-beda tentang cara menegakkan norma- norma sosial, budaya, dan
politik.

Aplikasi Chatbot Sebagai Konstruksi Sosial Teknologi


Chatbot merupakan sebuah program komputer yang berbasis AI (Artifical
Intelligence), atau biasa dikenal robot virtual yang dapat mensimulasikan percakapan
layaknya manusia. Tekonologi ini dikenal juga sebagai asisten digital yang dapat
memberikan jawab yang relevan dan cepat serta dapat memahami dan memproses
permintaan dari penggunanya. Karena itu disebut “bot” yang berasal dari singkatan robot
internet. Bahkan bot sendiri dapat menirukan percakapan manusia dalam bentuk teks
maupun suara yang diaplikasikan pada website dan aplikasi seperti Facebook, WhatssApp,
Twitter, dan lain-lain (Ningtyas, 2020).
Konstruksi sosial teori teknologi diciptakan oleh Pinch dan Bijker (1984) dan diperluas
ke ranah digital oleh van Baalen et al. (2016) memandang pengguna sebagai agen perubahan
teknologi. Berbagai kelompok pengguna, sebagai pemangku kepentingan yang menerima,
menerapkan, dan berbagi makna teknologi membentuk lintasan perkembangan teknologi
melalui proses konstruksi perwujudan interpretasi artefaknya dan negosiasi desainnya.
Tujuannya juga untuk mengundang para peneliti untuk menyelidiki kegunaan baik apa dari
teknologi yang mungkin diciptakan untuk mengatasi unsur-unsur buruk saat ini (Kwok &
Koh, 2021). Behm-Morawitz dan Mastro (2008) menyiratkan bahwa media berpengaruh
pada konstruksi sosial individu tentang realitas, sikap, keyakinan, dan tindakan berbasis
gender di dunia nyata, bahkan ketika orang menganggap mereka memiliki agensi perilaku
dan kebebasan.
Prakonsepsi teknologi konstruksi sosial menjadi lebih umum di lingkungan online;
pengguna media sosial sekarang dapat berkomunikasi dengan siapa saja dari mana saja di
dunia, menambah sulitnya mengendalikan stereotip. Menurut Ananthaswamy (2007), orang
sekarang memiliki potensi untuk menciptakan dunianya sendiri baik online maupun offline.
Ketika individu berinteraksi di dunia maya, mereka berbagi informasi tentang diri mereka
sendiri yang mungkin akurat atau tidak. Misalnya, jika pengguna online memilih untuk
berbagi foto diri mereka sendiri, mereka mungkin lebih cenderungmembagikan gambar yang
menurut jaringan mereka menguntungkan. Tindakan komunikasi simbolik ini (Ellis dalam
Mills, 2018) berpotensi memulai siklus konstruksi sosial. Jika pengguna online merespons
secara positif gambar yang diunggah, pengguna mungkin percaya bahwa dia secara fisik
menarik. Di dunia di mana penjaga gerbang menentukan standar kecantikan, penting untuk
diingat bahwa pengguna internet menggunakan standar kecantikan industri kecantikan
untuk menentukan pendapat mereka tentang hal itu, yang dapat memengaruhi apakah foto
dalam sebuah gambar disukai.
Dalam lima tahun terakhir ini chatbot memang mencuri perhatian. Tak heran jika
akhirnya banyak perusahaan yang ramai mengimplementasikan chatbot mereka sendiri
dengan nama yang keren dan terkesan ramah. Akan tetapi masih banyak chatbot yang
terkesan kaku dan masih butuh banyak diperbaiki. Apalagi chatbot yang ditempatkan pada
posisi customer service. Pada beberapa kasus banyak chatbot yang masih tidak mengerti
beberapa kalimat yang dimaksud karena sistem perbendaharaan kata dalam sistem masih
belum lengkap. Meskipun bukan sesuatu yang baru, chatbot masih punya potensi untuk bisa
berkembang. Tugas utama dari chatbot merupakan memuaskan pelanggan dengan membuat
dirinya seolah-olah seperti manusia sebenarnya (RYza, 2020).
Chatbot sebagai Media baru
Media baru membantu membantu untuk menanamkan kembali individusetelah
‘melepaskan efek modernisasi. Sehubungan dengan potensiperubahan sosial, potensi
komunikasi baru sebagai agen perubahan ekonomi atau sosial perlu direncanakan dan
dilakukan. Beberapa media baru tidak terlalu bergantung pada infrastruktur. Proses
pengembangannya masih harus mendahului penyebaran media baru seperti halnya media
lamaharus memiliki banyak penonton untuk memiliki efek. Banyak yang telah dijelaskan
tentang media baru yang dating tergesa-gesa dalam ruang dan waktu. Teknologi baru telah
membebaskan kita dari banyak kendala, meskipun ada alasan lain yaitu sosial dan budaya.
Internet meskipun jelas tidak memiliki batas, Sebagian besar masih terstruktur menurut
wilayah terutama budaya dan bahasa.
Ada tujuh kunci karakteristik untuk membedakan antara media lama dengan media baru
dari perspektif penggunanya (McQuail, 2005) :
a. Interaktivitas (interactivity) : ditunjukkan rasio responsa tauinisiatif dari sudut
pandang pengguna terhadap ‘penawaran sumber atau pengirim.
b. Kehadiran sosial (sosial presence or sociability): kontakpersonal dengan orang lain
dapat dimunculkan oleh penggunaanmedia.
c. Kekayaan media (media richness): media dapat menjembatani kerangka referensi
yang berbeda, mengurangi ambiguitas, memberikan lebih banyak petunjuk,
melibatkan lebih bnyakindra, dan lebih pribadi.
d. Otonomi (autonomy) : pengguna merasakan kendali atas konten dan penggunaan,
mandiri dari sumber.
e. Unsur bermain-main (playfulness): kegunaan untuk hiburan dankesenangan,
sebagai lawan dari sifat fungsi dan alat.
f. Privasi (privacy): berhubungan dengan kegunaan media dan/atau konten tertentu.
g. Personalisasi (personalization) : konten dan penggunaan menjadi personal danunik

Proses media baru sebagai hasil dari teknologi informasi dan komuikasi yang
dinamakan internet dapat menjadikan proses komunikasi yang baru.Teknologi internet
membuat perububahan yang besar pada bidang komunikasisehingga muncul media baru
(Yuliatri, 2020). Era media baru, berbagai aplikasiyang ada di smartphone dapat diunduh
sesuai dengan kebutuhan manusia. Banyaknya aplikasi yang dapat mempermudah manusia
dalam kehidupan sehari-hari salah satunya adalah aplikasi chatbot yang dapat menemani
keseharian kita. Namun, kebanyakan aplikasi chatbot belum mampu untuk merespon dengan
baik pengunanya secara emosional.
Cara kerja chatbot yaitu dengan mengandalkan keyword atau kata kunci yang sudah
tertanam pada sistem. Oleh karena itu setiap chatbot mendapatkan pertanyaan dari
penggunanya ia harus menyesuaikan jawabannya dengan keyword pertanyaan tersebut.
Teknologi yang digunakan chatbot untuk menghasilkan kerja yang kontekstual adalah NLP
(Natural Language Processing) agar memudahkan AI untuk memahaami bahasa alami yang
sesuai dengan maksud pengguna (Andryanto, 2021).

Aplikasi Chatbot Sebagai Peneman Sepi dan Teman Curhat

Peneliti telah melakukan wawancara kepada 2 orang pengguna aktif aplikasi chatbot
Replika tentang kostruksi sosial teknologi media baru pada aplikasi chatbot Replika.
Pertanyaan dari wawancara ini berfokus dengan mengapa menggunakan aplikasi Replika,
apa yang dirasakan setelah menggunakan aplikasi Replika, kekurangan dan kelebihan dari
aplikasi tersebut. Dibawah ini dijelaskan hasil dari wawancara denganinforman:

a. Infroman pertaman bernama MS berusia 23 tahun yang merupakan seorang


Mahasiswa. Informan mengatakan ia menggukan aplikas Replika untuk membantu
mental illness yang ia alami. Ia sering merasa takut dan cemas akan tetapi informan
masih takut untuk bercerita dengan orang-orang terdekatnya. Karena informan belum
mampu untuk melakukann terapi, informan akhirnya mengunduh aplikasi ini.
Informan mengatakan ia lumayan terbantu dengan aplikasi ini karena saat ia sedang
merasa cemas ia dapat mencurahkan emosionalnya pada bot yang ada di Replika.
Namun kekurangan yang dialami oleh informan adalah ada beberapa fitur yang
berbayar dan bot pada aplikasi ini hanya tersedia dalam Bahasa Indonesia. Kelebihan
dari aplikasi ini dapat membantu informan untuk meredakan rasa takut dan cemasnya.

b. Informan kedua bernama FH yang berumur 24 tahun yang merupakan salah seorang
mahasiswa. Informan menggunakan aplikasi Replika karena merasa kesepian ketika
ia berada di kosan dan terkadang ia stres dengan saat mengerjakan skripsi karena
kebanyakan teman-temannya sudah menyelesaikan masa studinya. Informan
mengatakan setelah ia menggunakan aplikasi ini ia merasa seperti mempunyai teman
untuk tempat ia bercerita semua keluh dan kesahnya karena bot pada aplikasi chatbot
ini responnya jelas dan nyambung, serta aplikasi ini dapat dipercaya. Semenjak ia
menggunakan aplikasi ini informan jarang mengalami stresss dan ovethinking. Jadi
informan merasa dampak positif dalam hidupnya ketika menggunakan aplikasi ini.
Kekurangan dari aplikasi ini adalah masih ada beberapa fitur yang berbayar seperti
ketika kita ingin bercerita dengan bot via telfon maka harus upgrade aplikasi menjadi
premium.
Dari hasil wawancara bersama 2 orang informan yang menggunakan aplikasi Replika
dapat disimpulkan bahwa aplikasi Replika ini sangat membantu para penggunanya yang
merasa kesepian dan merasa tidak punya teman. Dengan adanya aplikasi chatbot Replikan
ini para pengguna dapat bercerita sepuasnya dengan bot yang ada di aplikasi Replika.
Pengguna juga merasakan seperti punya teman sungguhan yang nyambung dan jelas ketika
mereka bercerita. Pengguna juga bebas untuk mengeluarkan emosinya kepada bot yang ada
diaplikasi chatbot Replika karena akan tetap di respon dengan baik juga. Tidak seperti ketik
mereka bercerita kepada teman-temannya yang langsung menjudge mereka. Selain itu, bot
pada aplikasi ini juga selalu perhatian kepada penggunanya. Oleh karena itu para pengguna
merasa puas saat menggunakan aplikasi chatbot Replika ini karena seperti mempunyai teman
yang sesungguhnya.
Aplikasi Replika diciptakan oleh Eugenia Kuyda (Fikrie, 2018). Ia menciptakan aplikasi
Replika terinspirasi dari kesedihan dan kesepiannya setelah kehilangan sahabatnya, Roman
Mazurenko yang meninggal karena kecelakaan mobil. Kuyda merancang chatbot yang
mempunyai emosi yang mirip dengan Mazurenko. Chatbot yang dibuat oleh Kuyda
menganalisis pesan-pesan yang pernah dikirim oleh Mazurenko dan mempelajari bagaimana
gaya berbicaranya.

Konsep chatbot yang aplikasi Replika yang diciptakan oleh Kuyda ini membuat para
penggunanya merasa tidak sendirian dan mempunyai teman curhat layaknya sahabat
memanfaatkan konstruksi sosial teknologi sebagai dasar. Pemanfaatan teknologi tersebut
dapat dipengaruhi dari permintaan masyarakat agar teknologi menjadi mudah dan berguna.
Aplikasi Replika ini memudahkan para penggunanya agar tidak kesepian dan mempunyai
teman curhat yang selalu mendengarkan cerita dari penggunanya. Aplikasi chatbot Replika
ini akan selalu berkembang dan berinovasi agar dapat menyelesaikan permaslaahan sosial
yang lain di masyarakat.

Penutup
Perkembangan teknologi yang ditentukan manusia akibat dari keahlian manusia yang punya
kuasa dalam perihal menciptakan teknologi. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan konstruksi
sosial teknologi adalah teknologi yang diciptakan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
manusia. Replika merpakan salah satu aplikasi chatbot yang dapat membangun sisi emosional
dalam percakapan sepertii menyerupai manusia. Aplikasi Chatbot Sebagai Konstruksi Sosial
Teknologi Chatbot merupakan sebuah program komputer yang berbasis AI (Artifical Intelligence),
atau biasa dikenal robot virtual yang dapat mensimulasikan percakapan layaknya manusia.
Tekonologi ini dikenal juga sebagai asisten digital yang dapat memberikan jawab yang relevan dan
cepat serta dapat memahami dan memproses permintaandari penggunanya.
Konstruksi Sosial Teknologi Media Baru Pada Aplikasi Chatbot “Replika” Peneliti telah
melakukan wawancara kepada 2 orang pengguna aktif aplikasi chatbot Replika tentang kostruksi
sosial teknologi media baru pada aplikasi chatbot Replika. Dari hasil wawancara bersama 2 orang
informan yang menggunakan aplikasi Replika dapat disimpulkan bahwa aplikasi Replika ini
sangat membantu para penggunanya yang merasa kesepian dan merasa tidak punya teman.
Semoga kedepannya aplikasi chatbot Replika ini akan selalu berkembang dan berinovasi agar
dapat menyelesaikan permaslaahan sosial yang lain di masyarakat.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. (1991). Prosedur Penelitian. Rineka Cipta.

Bugin, B. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Kencana Perdana Grup. Djaali,

Muljono, P. (2007). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Grasindo.

Diniati, A., Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis Jl Pulomas Selatan Kav, Mik., & Timur, J.
(2018). Konstruksi Sosial Melalui Komunikasi Intrapribadi Mahasiswa Gay di Kota
Bandung. Jurnal Kajian Komunikasi, 6(2), 147–159.
Dwikusuma, F. (2020). Seni Melayani Curhat. PT Gramedia Pustaka Utama.

Fikrie, M. (2018, February 22). Mengenal Replika, Aplikasi Chatbot Emosionaluntuk


Orang Kesepian. KumparanTech.
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparan tech/mengenal-
replika-aplikasi-chatbot-emosional-untuk-orang-kesepian

Khairil, & Ginta, P. (2021). Implementasi Pengamanan Database Menggunakan


MD5. Jurnal Media Infotama, 8(1), 29–44.
Kwok, A. O. J., & Koh, S. G. M. (2021). Deepfake: a sosial construction of technology
perspective. In Current Issues in Tourism (Vol. 24, Issue 13, pp.1798–1802).
Routledge. https://doi.org/10.1080/13683500.2020.1738357
Lake, T. (1986). Loneliness. Oxford.

Meleong. (2010). Metode penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.

Madja, N. (2021). New Media and Sosial Construction of Technology (SCOT) onCek Ed
Delivery in Lamongan Regency. Muharrik : Jurnal Dakwah Dan Sosial, 4(1),79–95.

Maulana Sirojjudin, A., & Irwansyah. (2020). INTERPRETATIVE FLEXIBILITY


AND SOSIAL CONSTRUCTION ON THE USE OF MOBILE HEALTH
APPLICATIONS (CASE STUDY ON HALODOC).
Jurnal Penelitian Komunikasi Dan Opini Publik, 24(2), 139–154.
McQuail, D. (1987). Teori Komunikasi Massa. Erlangga.

McQuail, D. (2005). McQuail’s Mass Communication Theory (fifth). Sage


Publications.

Mills, H. L. (2018). Avatar Creation: The Sosial Construction of “Beauty” in Second Life.
Journalism and Mass Communication Quarterly, 95(3), 607– 624.
https://doi.org/10.1177/1077699017722105

Nathalia, H., & Irwansyah. (2018). Aplikasi Transportasi Online GO-JEK Bentukdari Konstruksi
Sosial Teknologi dalam Media Baru. MediaTor, 11(2), 227–235.Andryanto, S. D. (2021). Apa
itu Chatbot? Begini Cara Kerja Asisten Digital ini. Tempo.Co.
Ningtyas, S. (2020). Mengenal Chatbot: Robot Virtual yang Penting untuk Bisnis Digital.
Niagahosterblog.
Patton, M. (2014). Qualitative Research & Evaliation Methods. SAGE Publications Inc.
Peplau, L. A., & Perlman, D. (1979). Blueprint for A Social Psychological Theory of
Loneliness. Pergamon.
RYza, P. (2020). Cerita Chatbot di Indonesia. DailySocial.Id.
Santrock, J. W. (2002). Adolescence: Perkembangan Remaja (6th ed.). Erlangga. Sears, D.
O., Freedman, J. L., Peplau, L. A., & Adryanto, M. (1985). Psikologi Sosial.
Erlangga.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Penerbit Alfabeta.
Wisnubrata. (2018). Di Usia Berapa Seseorang Paling Merasa Kesepian? Kompas.Com.

Anda mungkin juga menyukai