Anda di halaman 1dari 14

Pengaruh Intensitas Penggunaan TikTok terhadap Kreativitas Remaja di Kota

Semarang

Draft Proposal Penelitian Komunikasi Kuantitatif

Diajukan sebagai salah satu pengerjaan tugas mata kuliah Metode Penelitian
Komunikasi Kuantitatif Program S1 pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Anggota Kelompok

- Akhlaqul Kharimah (14040120130170)


- Fauzan Fajrie (14040120140073)
- Mufid Hanif (14040120130163)
- Rizky Putra (14040120140118)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
2021

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman yang serba digital ini, teknologi semakin berkembang dan bersamaan
dengan itu kebutuhan masyarakat akan informasi juga terus meningkat. Para ahli terus
mengembangkan teknologi agar kebutuhan informasi masyarakat terpenuhi.
Pengembangan ini memunculkan berbagai media sosial yang setiap waktu semakin
beragam jenisnya. Sekarang, hampir setiap individu memiliki akun media sosial.
Menurut Andika (2019) (dalam Safitri, Rahmadhany, & Irwansyah, 2021), media sosial
merupakan platform yang dimanfaatkan penggunanya dalam merepresentasikan diri
dengan berbagi, berinteraksi, berkomunikasi, dan menciptakan jalinan sosial virtual
menggunakan internet. Platform-platform berbasis jaringan sosial ini digunakan untuk
menjalin komunikasi dan bersosialisasi dengan sesama pengguna di penjuru dunia yang
tertaut dengan koneksi internet.

Selain itu, khalayak juga bisa menggunakan media sosial sebagai wadah untuk
menyalurkan gagasan dan ekspresi diri dalam jangkauan yang luas kepada publik. Setiap
media sosial memiliki sistem, fitur, dan kegunaan yang berbeda. Penyebaran pada media
komunikasi ini juga mempunyai bermacam-macam bentuk, di antaranya visual, audio,
dan audio-visual. Individu menggunakan media sosial untuk tujuan tertentu. Menurut
Kusuma dan Oktavianti (2020), media berusaha memenuhi motif seseorang dalam
memakai media massa dan kebutuhan orang tersebut akan terpenuhi apabila motifnya
sudah terpenuhi. Dalam hal ini, media sosial akan menyesuaikan dengan preferensi
penggunanya agar sesuai dengan yang diinginkan.

Penggunaan media sosial berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jaringan


Internet Indonesia (APJII) meningkat di masa pandemi. Hal ini dikarenakan masyarakat
yang mulai mengurangi kegiatan di luar rumah dan lebih banyak menghabiskan waktu
secara online. Data menunjukkan adanya peningkatan internet traffic di Indonesia
sebesar 15-20% dan 47% masyarakat lebih lama mengakses media sosial dibandingkan
sebelum masa pandemi (Apjii.or.id). Media sosial yang saat ini sedang ramai diminati di
Indonesia, bahkan di seluruh dunia adalah Tiktok. TikTok merupakan sebuah platform
jejaring sosial asal Tiongkok yang diciptakan oleh Zhang Yiming dan diluncurkan pada
September 2016. Pada tahun 2020, data menunjukkan terdapat sekitar 22,2 juta pengguna
aktif bulanan (monthly active users) TikTok di Indonesia. Platform yang dikembangkan
oleh Beijing ByteDance Technology ini menyuguhkan video-video berdurasi singkat
serta sejumlah fitur untuk menciptakan dan mempublikasikan video.

Pembuatan konten TikTok juga dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja.
Selain itu, tidak ada format tertentu dalam membuat video sehingga individu bebas untuk
berekspresi dan tidak hanya terfokus pada satu tema saja. Dalam hal ini, remaja dapat
mengembangkan potensi kreativitasnya melalui TikTok. Platform ini berperan dalam
memberdayakan pemikiran kreatif individu dan membebaskan individu menuangkan
gagasannya. Informasi dan inspirasi yang didapat dari TikTok mampu menstimulasi ide-
ide kreatif remaja untuk menciptakan berbagai konten yang imajinatif dan inovatif.

Maraknya tren yang tercipta dari TikTok, membuat banyak orang mulai
memusatkan perhatian pada platform ini. Terdapat banyak konten menarik yang dibuat
oleh para konten kreator dengan beragam jenis konsep dan latar belakang, seperti konten
edukasi, memasak, dance cover, trivia, hiburan, hingga kesehatan. Sebagai platform
berbasis audio-visual, Tik Tok memfasilitasi khalayak dalam berkreasi dengan
menyediakan fitur rekam atau upload video, menambahkan audio atau musik, opsi
editing, serta filter. Banyaknya konten menarik yang tersebar di TikTok membuat
pengguna tertarik untuk ikut menciptakan hal yang sama pada lamannya. Ketertarikan
pada hal tersebut mampu mengasah dan mengembangkan potensi diri individu, terutama
pada diri remaja. Hurlock (1991) (dalam Fitri, 2018) menyatakan bahwa masa remaja
merupakan periode perkembangan individu dalam mencapai kematangan mental, sosial,
fisik, dan pola pemikiran sebagai bentuk peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa.

Salah satu potensi yang dapat dikembangkan melalui TikTok adalah kreativitas.
Menurut Creative Education Foundation (dalam Doni dkk., 2021), kreatif merupakan
kemampuan individu dalam menemukan pendekatan serta inovasi terhadap pemecahan
masalah dengan cara mutakhir dan lebih baik dari sebelumnya. TikTok berperan dalam
memberdayakan pemikiran kreatif individu dan membebaskan individu menuangkan
gagasannya. Informasi dan inspirasi yang didapat dari TikTok mampu menstimulasi ide-
ide kreatif individu untuk menciptakan berbagai konten yang inovatif dan edukatif,
namun tetap menghibur.

Saat ini kreativitas semakin berkembang, semakin banyak individu mulai


mengasah kreativitasnya guna mengembangkan kemampuan diri untuk bersaing di
segala bidang. kreativitas merupakan hal yang saat ini cukup penting, semakin banyak
individu mengembangkan kreativitasnya tentu semakin banyak pula penemuan baru yang
dapat dijadikan kompetitor. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk meneliti korelasi
intensitas penggunaan aplikasi TikTok terhadap kreativitas remaja. Selain itu, hasil
penelitian mengenai dampak aplikasi TikTok terhadap berpikir kreatif nantinya menjadi
informasi yang berguna bagi pengguna media sosial, khususnya pengguna TikTok.

1.2 Batasan Masalah

Untuk memperjelas ruang lingkup permasalahan yang akan diteliti agar tidak
terlalu luas, maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:

1. Penelitian hanya terbatas pada media sosial dan kreativitas remaja yang
menggunakan aplikasi TikTok di Kota Semarang.
2. Responden penelitian adalah remaja yang menggunakan aplikasi TikTok di Kota
Semarang.
3. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional untuk mengetahui hubungan
aplikasi TikTok terhadap kreativitas remaja.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah, “Apakah terdapat hubungan antara intensitas penggunaan aplikasi TikTok
terhadap kreativitas remaja Kota Semarang”.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan intensitas penggunaan
aplikasi Tik Tok terhadap kreativitas remaja Kota Semarang.
1.5 Signifikansi Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat akademis. penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam


studi bidang Ilmu Komunikasi
2. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi menguji pengalaman
teoritis peneliti selama mengikuti studi di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP
Undip.
3. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan bagi para pengguna media sosial dan masyarakat tentang hubungan
aplikasi TikTok terhadap kreativitas sehingga dapat memberi gambaran bagi
pengguna media sosial dan masyarakat untuk mengetahui pengaruh dari aplikasi
TikTok.
BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 State of Art

Penelitian terdahulu digunakan untuk mengkaji pembahasan terkait dengan


penelitian ini. Peneliti memakai penelitian sebelumnya yang terbaru guna menjadi
sumber rujukan dan sumber informasi yang relevan sebagai tambahan untuk penelitian
yang penulis kerjakan. Terdapat beberapa penelitian yang penulis anggap berkaitan
dengan pembahasan pada penelitian, diantaranya:

Pertama: Skripsi milik Fredrick Gerhad Sitorus, alumnus Fakultas Ilmu Sosial &
Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara yang berjudul “Pengaruh
Penggunaan Aplikasi TikTok terhadap Perilaku Anak (Studi pada Pengguna Aplikasi
TikTok pada Remaja di Kota Medan)”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kuantitatif yang memiliki fokus pembahasan mengenai pengaruh penggunaan TikTok
dengan perilaku anak di Kota Medan yang menghasilkan bahwa minat remaja di kota
Medan terhadap aplikasi TikTok muncul karena fitur-fitur yang disediakan oleh TikTok
sangat bervariasi dan para content creator memengaruhi remaja untuk menjadi content
creator juga. Skripsi ini dianggap dapat menjadi referensi sumber karena memiliki
kesamaan kajian penelitian yaitu pengaruh penggunaan TikTok terhadap perilaku remaja.

Kedua: Artikel Jurnal oleh Annisa Nurintha Fitri, Lestari Bunga Pertiwi, dan
Marisa Puspita Sary yang berjudul “Pengaruh Media Sosial Tiktok terhadap Kreativitas
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2019”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survey yang menghasilkan
pernyataan bahwa TikTok berpengaruh kepada kreativitas Mahasiswa Ilmu Komunikasi
UNJ Angkatan 2019.
2.2 Deskripsi variabel

Konsep Teoritis Konsep Variabel

Variabel Bebas (X) - Video

Pengaruh Penggunaan Aplikasi TikTok - Minat

- Frekuensi

- Durasi

- Lagu

- Komponen Pengetahuan
(Kognitif)
Variabel Terikat (Y)
- Komponen Perasaan (Afektif)
Kreativitas Remaja
- Komponen Perilaku (Konatif)

- Umur
Karakteristik Responden - Gender
- Jenjang Pendidikan
- Pekerjaan

Adapun yang menjadi definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah aplikasi
TikTok (X), kreativitas (Y), dan karakteristik responden.

1. Variabel Bebas (X) yaitu Pengaruh Penggunaan Aplikasi TikTok

(1) Video. Gambar-gambar dalam frame, dimana frame demi frame diproyeksikan
melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar
hidup. Video merupakan salah satu jenis media audio-visual yang dapat
menggambarkan suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara
alamiah atau suara yang sesuai.
(2) Ketertarikan/minat adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan.
Minat merupakan dorongan atau keinginan dalam diri seseorang pada objek
tertentu. Misalnya, minat terhadap pelajaran, olahraga, atau hobi. Minat
bersifat pribadi (individual).
(3) Frekuensi. Ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam satuan detik
dengan satuan.
(4) Durasi. Rentang waktu atau lamanya sesuatu hal atau sebuah peristiwa
berlangsung, dimana hal ini biasanya dikaitkan dengan gelaran sebuah acara.

2. Variabel Terikat (Y) yaitu Kreativitas Remaja

(1) Komponen kognitif. representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik
sikap. Sesuatu yang telah terpolakan dalam fikiran. Tidak selalu akurat. Berisi
persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu
(1969).
(2) Komponen Afektif. Perasaan yang menyangkut aspek emosional. Banyak
dipengaruhi oleh kepercayaan yang kita percayai sebagai benar dan berlaku
bagi objek termaksud.
(3) Komponen Konatif. Aspek kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap
yang dimiliki oleh seseorang bagaimana orang berperilaku dalam situasi
tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh
bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Menurut
Freud, konasi merupakan wujud dari kognisi dan afeksi dalam bentuk tingkah
laku.
2.3 Teori

Penelitian membutuhkan titik tolak yang jelas untuk memecahkan masalah yang
diteliti. Kerangka teori memperjelas penelitian untuk menyelesaikan masalah di dalam
penelitian karena kerangka teori memuat pokok-pokok pikiran yang menjelaskan
masalah penelitian yang akan diteliti. Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak
atau landasan untuk memecahkan atau menyoroti masalahnya. Untuk itu perlu disusun
kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana
masalah penelitian itu akan disoroti. (Nawawi, 2001:39)

Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian pengaruh intensitas


penggunaan aplikasi TikTok terhadap kreativitas remaja adalah:

2.1.1 Komunikasi Massa

Disadari atau tidak, setiap orang pasti pernah berkomunikasi massa. Misalnya, pada saat
membaca artikel di internet, mendengar radio, atau menonton televisi.

Salah satu bentuk dari komunikasi adalah komunikasi massa. Menurut Effendy
(1989:187), komunikasi massa merupakan proses komunikasi secara sekunder yaitu
proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat
atau sarana sebagai media kedua (surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, dan
sebagainya). Setelah memaknai lambang sebagai media pertama.

Teori S-O-R (Stimulus, Organism, Respons) dikemukakan pertama kali oleh


Houland, et. al pada tahun 1953 dalam Effendy (2003: 53). Teori ini menjelaskan unsur
penting dalam model komunikasi. Ada tiga unsur dalam S-O-R, yaitu Pesan (Stimulus,
S), Komunikan (Organism, O), dan Efek (Response, R). Artinya pesan disampaikan oleh
komunikator pada dasarnya untuk menggerakkan dan mengubah sikap/perilaku khalayak
sasaran untuk bertindak sesuai yang diharapkan komunikator. Teori ini semula berasal
dari psikologi. Apabila kemudian juga menjadi teori komunikasi, tidaklah mengherankan
karena objek material dari psikologi dan komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang
jiwanya meliputi komponen-komponen: sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi, dan
konasi (Effendy, 2009:254).

Prinsip dasar dari teori S-O-R adalah respon yang merupakan reaksi balik dari
individu ketika menerima stimulus dari media. Seseorang dapat mengharapkan atau
memperkirakan suatu kaitan efek antara pesan-pesan media massa dan reaksi audiens,
dapat juga dikatakan efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus
respons, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara
pesan dan reaksi komunikan. Hosland, et. al (1953) mengatakan bahwa proses
perubahan perilaku sejatinya sama dengan proses belajar. Proses perilaku tersebut
menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
· Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.
Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus tersebut tidak
efektif memengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi apabila stimulus
diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut
efektif.

· Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka mengerti
stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

· Setelah itu, organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk
bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

· Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus
tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).
Selanjutnya, teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila
stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.
Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan
harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor
reinforcement memegang peranan penting.

Ada beberapa teori stimulus-respons yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dalam
kesempatan ini penulis akan menjelaskan tiga teori dari beberapa teori stimulus respons yang
ada, diantaranya:

1.Teori Pembiasaan Klasik dari Pavlov

Teori pembiasaan klasik ini ditemukan oleh Ivan Petrovich Pavlov (1848 - 1936),
seorang ahli fisiologi bangsa Rusia. Dalam teori ini, Pavlov melakukan eksperimen pada
seekor anjing. Ia mendapati bahwa air liur anjing telah lebih dahulu keluarsebelum seekor
anjing mulai memakan makanan. Eksperimen ini dilakukan dengan cara; Pertama, ia
membunyikan lonceng sebelum anjing diberi makanan, tanpa diikuti pemberian makanan.
Cara tersebut tidak pernah membuat anjing mengeluarkan air liurnya. Setelah itu, ia
memberikan makanan, dan membuat anjing itu mengeluarkan air liurnya. Dengan cara
yang sama dan diberlakukan secara berulang-ulang terhadap anjing tersebut, maka disini
anjing telah “mempelajari” bahwa bunyi lonceng bermakna bahwa makanan akan muncul
dan segera anjing tersebut mengeluarkan air liurnya.
Dari eksperimen Pavlov tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menimbulkan
atau memunculkan reaksi yang diinginkan yang disebut respon, maka perlu adanya
stimulus yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga disebut dengan pembiasaan.
Dengan pemberian stimulus yang dibiasakan, maka akan menimbulkan respons yang
dibiasakan. Teori ini merujuk pada suatu kebiasaan yang dilakukan.

Contoh yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu
kebiasaan makan makanan yang pedas. Seseorang tidak terbiasa untuk makan makanan
yang memiliki rasa pedas. Namun dengan membiasakan diri untuk makan makanan pedas
sedikit demi sedikit dan berulang-ulang maka kini orang tersebut telah terbiasa memakan
makanan yang memiliki rasa pedas.

2.Teori Penghubungan dari Thorndike

Teori penghubungan diperkenalkan oleh Edward L. Thorndike (1874 – 1919),


seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Thorndike melakukan eksperimen pada
seekor kucing. Ia menempatkan seekor kucong dalam sebuah sangkar. Di dalam sangkar
tersebut terdapat engsel, yang mana bila engsel tersebut ditekan maka dapat terbuka dari
dalam. Kucing itu berusaha untuk mencari jalan keluar dengan mencakar-cakar kesana-
kemari. Secara kebetulan kaki kucing tersebut menginjak engsel sehingga pintu sangkar
terbuka dan kucing tersebut dapat keluar. Eksperimen ini dilakukan beberapa kali oleh
Thorndike. Dalam eksperimen tersebut awalnya kucing itu masih berperangai yang sama
seperti eksperimen sebelumnya. Eksperimen tersebut terus dilakukan dan kucing tersebut
membutuhkan waktu yang semakin sedikit untuk dapat membuka sangkar itu. Akhirnya,
kucing itu dpat membuka sangkar dengan segera tanpa harus mencakar dulu kesana
kemari.

Dari eksperimen Thorndike tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk memperoleh


hasil yang baik maka kita memerlukan latihan. Latihan yang dimaksud ialah latihan yang
dilakukan secara berulang-ulang dengan urutan yang benar dan secara teratur. Teori ini
merujuk kepada system “coba-coba”, yaitu suatu kegiatan yang bila kita gagal dalam
melakukannya, maka kita harus terus mencoba hingga akhirnya berhasil.

Contoh yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari salah satunya yaitu
belajar naik sepeda. Pertama kali, seseorang belum dapat menaiki atau mengendarai
sepeda. Orang tersebut belajar untuk mengayuh sepedanya. Meskipun awalnya ia terjatuh,
namun ia tetap mencoba untuk berusaha berlatih naik sepeda. Dan hasilnya, orang tersebut
kini telah dapat mengayuh sepedanya dan tidak terjatuh lagi. Contoh ini merupakan salah
satu contoh dari teori penghubungan yang dikemukakan oleh Thorndike, yaitu bahwa
hubungan stimulus dan respons dapat diperkuat melalui latihan-latihan.

3.Teori Behaviorisme dari Watson

Teori bahaviorisme diperkenalkan oleh John B. Watson ( 1878-1958) seorang ahli


psikologi berkebangsaan Amerika. Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai Bapak
Behaviorisme. Menurut Watson, dalam pembelajaran tidak ada perbedaan antara manusia dan
hewan. Untuk membuktikan teori ini, Watson melakukan eksperimen terhadap Albert
seorang bayi berumur 11bulan. Awalnya Albert adalah seorang bayi yang gembira. Ia tidak
takut terhadap binatang seperti tikus putih berbulu halus. Dalam eksperimen ini Watson
memulai percobaannya dengan memukul sebatang besi dengan sebuah palu. Setiap kali
Albert mendekat untuk memegang tikus itu, Watso melakukan perlakuan yang sama seperti
memukul besi tersebut. Dan akibatnya, Albert menjadi takut terhadap tikus putih itu, dan
hewan ataupun benda lainnya yang berwarna putih,seperti kelinci putih ataupun jaket yang
berwarna putih. Eksperimen yang telah dilakukan oleh Watson ini membuktikan bahwa
pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.

Dari eksperimen Watson tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam proses


pembelajaran sebagian perilaku yang terjadi adalah akibat pengaruh dari lingkungan sekitar.
Dengan kata lain bahwa karakter atau kepribadian seseorang individu dapat terbentuk oleh
karena dipengaruhi lingkungan sekitar atau lingkungan dimana ia berada.

Contoh yang dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari yaitu ada seorang pria
yang bersuku bugis. Ia menikah dengan seorang wanita yang kini menjadi istrinya yang
bersuku sunda. Setelah mereka tinggal bersama sekian tahun di lingkungan keluarga istrinya,
maka sang suami yang awalnya tidak tahu berbahasa sunda kini telah dapat berbahasa sunda
dan memiliki dialek sunda dalam berbicara. Sang suami pun telah dapat memahami bahasa
daerah istrinya. Ini merupakan salah satu contoh teori yang dikemukakan oleh Watson,
dimana kepribadian atau tingkah laku seseorang dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara atas pertanyaan penelitian yang


telah dirumuskan.

Ho: Tidak terdapat hubungan antara aplikasi TikTok dengan kreativitas.

Ha: Terdapat hubungan antara aplikasi TikTok dengan kreativitas.


Daftar Pustaka

Anggi Aldila Safitri, Anissa Rahmadhany, dan Dr. Irwansyah. 2021. Penerapan Teori
Penetrasi Sosial pada Media Sosial: Pengaruh Pengungkapan Jati Diri melalui TikTok
terhadap Penilaian Sosial. Diakses pada 25 September 2021 dari
http://www.jurnal.unidha.ac.id/index.php/jteksis/article/view/180/107

Fitri, Annisa Nurintha, Lestari Bunga Pertiwi, dan Marisa Puspita Sary. 2021. Pengaruh
Media Sosial Tiktok terhadap Kreativitas Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Negeri
Jakarta Angkatan 2019. Komuniti: Jurnal Komunikasi dan Teknologi Informasi, 13 (1), 37-
46. Diakses pada 9 Oktober 2021
https://journals.ums.ac.id/index.php/komuniti/article/view/13045

Kusuma, Dian N.S.C dan Roswita Oktavianti. Penggunaan Aplikasi Media Sosial Berbasis
Audio Visual dalam Membentuk Konsep Diri (Studi Kasus Aplikasi Tiktok). Diakses pada
23 September 2021 dari https://journal.untar.ac.id/index.php/koneksi/article/view/8214/5855

Fredrick Gerhad Sitorus. 2018. Pengaruh Penggunaan Aplikasi TikTok terhadap Perilaku
Anak (Studi pada Pengguna Aplikasi TikTok pada Remaja di Kota Medan). Fakultas Ilmu
Sosial & Ilmu Politik. Medang: Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara. Diakses pada 9
Oktober 2021 dari http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/4566

Anda mungkin juga menyukai