Anda di halaman 1dari 10

Al-Tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam

Vol. 19 No. 2, 2022, 251-260


P-ISSN 0216-5937, E-ISSN 2654-4598
DOI: 10.15575/al-tsaqafa.v19i2. 20402

PERAN KETURUNAN SUNAN KUDUS DALAM


PERKEMBANGAN DAKWAH ISLAM DI BANDUNG
THE ROLE OF SUNAN KUDUS'S DESCENDANTS IN DEVELOPING ISLAMIC DAKWAH IN BANDUNG

SAMSUDIN1, AJID HAKIM2, SHALEH AFIF3, ABDULLAH HAJI SAID4


1,2Jurusan
Sejarah Peradaban Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung
3STAI Al-Badar Cikulus Purwakarta
4Prince of Sonkla University

Email: 1samsudin@uinsgd.ac.id, 2ajidhakim@uinsgd.ac.id, 3shaleh0301@gmail.com,


4abdullahhayeesaid@gmail.com

ABSTRAK
Sunan Kudus adalah salah seorang wali yang berhasil melakukan Islamisasi di Kudus dan
wilayah lain di Jawa. Keturunan dan para pengikut Sunan Kudus terus melakukan dakwah
Islam. Kemudian muncul fenomena baru, ditemukan ada beberapa warga Muslim keturunan
Kudus yang menetap di wilayah Bandung. Keturunan dan para pengikut Sunan Kudus
meneruskan dan mengembangkan ajaran Islam di wilayahnya masing-masing, dampaknya
sebagian besar daerah yang disinggahinya mengalami perkembangan agama Islam lebih maju
dibandingkan dengan daerah lain. Untuk itu penulis tertarik dengan mengkaji masyarakat
tersebut dengan tujuan, Pertama; diperoleh gambaran sejarah dan genealogi warga Muslim
keturunan Kudus di Bandung. Kedua; bagaimana sebaran dan peranannya dalam
mengambangkan Islam. Metode yang digunakan adalah dengan metode sejarah, yang meliputi
heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian munculnya warga
Muslim keturunan Kudus di Bandung melalui proses hijrahnya warga Kudus menuju wilayah
Bandung pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang dilakukan oleh keluarga bani
Yahya bin Abdul Jabbar dengan membawa ketiga anaknya bersamaan dengan peristiwa perang
Diponegoro. Mereka menyebar ke wilayah Panyandaan Cisarua, Kebonhui, dan Parigilame
Parongpong Kabupaten Bandung Utara serta ke Cipeuyeum Ciranjang Kabupaten Cianjur.
Kemudian walaupun tidak semua wilayah sama, perkembangan Islamnya cukup maju
dibandingkan dengan daerah lain, seperti munculnya tokoh Muslim dalam bidang ekonomi,
agama, pendidikan, seni, politik, dan hukum.
Kata kunci: Peranan, sejarah, Sunan Kudus, dan warga Muslim keturunan Kudus.

ABSTRACT
Sunan Kudus is one of the saints who succeeded in Islamizing Kudus Regency and other areas in
Java. Descendants and followers of Sunan Kudus continued to preach Islam. Then a new
phenomenon emerged, it was found that there were several Muslim citizens of Kudus descent
living in Bandung. The descendants and followers of Sunan Kudus continued and developed
Islamic teachings in their respective regions, the impact was that most of the areas he visited
experienced more advanced developments in Islam compared to other regions. For this reason,
the researcher is interested in studying this community with the aim of, first: an overview of the
history and genealogy of Muslim residents of Kudus descent in Bandung was obtained. Second:
how its distribution and role in developing Islam. The method used is the historical method, which
includes heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Based on the results of research
on the emergence of Muslim residents of Kudus descent in Bandung through the process of
migration of Kudus residents to the Bandung area in the late 18th and early 19th century which
was carried out by the Bani Yahya bin Abdul Jabbar family with their three children with the
Diponegoro war. They spread to the Panyandaan Cisarua, Kebonhui, and Parigilame Parongpong
areas of West Bandung Regency and to Cipeuyeum Ciranjang, Cianjur Regency. Furthermore,

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 251


Peran Keturunan Sunan Kudus Dalam Perkembangan Dakwah Islam di Bandung Utara

although not all regions are the same, the development of Islam is quite advanced compared to
other regions, such as the emergence of Muslim leaders in the fields of economics, religion,
education, arts, politics, and law.
Keywords: History, Muslim citizens of Kudus descent, role, and Sunan Kudus.

PENDAHULUAN Terdapat beberapa penelitian


Sunan Kudus merupakan salah satu terdahulu yang berkaitan erat dengan
dari sembilan walisongo yang strategi perkembangan Islam yang
melakukan penyebaran ajaran agama dilakukan Sunan Kudus dan walisongo
Islam ke masyarakat Kudus dan lainnya di tanah Jawa. Di antaranya
sekitarnya. Sebagai bukti syiar Sunan yang pertama adalah penelitian Mas’udi
Kudus, saat ini Islam menjadi sistem (2014) yang berjudul “Genealogi
keyakinan mayoritas masyarakat Walisongo: Humanisasi Strategi
Kudus dan terdapat seni arsitektur Dakwah Sunan Kudus” membahas
menara Mesjid Kudus yang berasal dari tentang analisis otentisitas kemunculan
perpaduan bentuk mesjid dengan sejarah perkembangan Islam yang
candi. Keberhasilan Sunan Kudus dalam dilakukan Sunan Kudus. Melalui
melakukan Islamisasi tentunya pendekatan genealogi, dalam penelitian
didukung oleh keluarga dan pengikut tersebut dijelaskan bahwa di antara
Sunan Kudus yang hingga sekarang strategi penyebaran Islam yang
masih ada. dilakukan Sunan Kudus adalah
Pada periode kontemporer, menciptakan strategi sistem ibadah
ditemukan beberapa warga Muslim yang menekankan nilai humanisme,
keturunan Kudus yang menetap di seperti adaptasi budaya Hindu-Buddha
wilayah Bandung Utara. Warga Muslim pada pembagunan Mesjid Kudus.
keturunan Kudus ini meneruskan dan Kedua, penelitian Khotimah
mengembangkan ajaran Islam di (2018) yang berjudul “Enkulturasi
wilayahnya masing-masing. Nilai-Nilai Kesejarahan Sunan Kudus
Berdasarkan hasil penelitian penulis, Pada Masyarakat di Daerah Kudus
munculnya warga Muslim keturunan Kulon” dengan metode deskriptif
Kudus di Bandung Utara dimulai sejak kualitatif terhadap data observasi dan
kedatangan warga Kudus ke wilayah wawancara. Penelitian tersebut
Bandung Utara pada akhir abad ke-18 membahas bagaimana persepsi
dan awal abad ke-19 yang dilakukan masyarakat mengenai tokoh Sunan
oleh keluarga Bani Yahya bin Abdul Kudus dan penerapan nilai-nilai
Jabbar. Keluarga Bani Yahya menyebar kesejarahan Sunan Kudus yang
ke wilayah Cisarua dan Parongpong, diwariskan terhadap masyarakat
Kabupaten Bandung Utara hingga Kudus Kulon.
wilayah Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Ketiga, penelitian Santoso dkk.
Kemudian, perkembangan Islam di (2017) yang berjudul “Dakwah “Udeng
daerah-daerah tersebut cukup maju Vs Teklek”: Studi Dakwah Multikultural
walaupun tidak merata, seperti contoh Mbah Sholeh Semendi Winongan
perkembangannya adalah munculnya Pasuruan Indonesia” yang membahas
tokoh berpengaruh dalam bidang tentang penyebaran ajaran Islam di
agama, ekonomi, pendidikan, seni, Pasuruan yang dilakukan oleh Mbah
politik, hukum dan lainnya. Sholeh Semendi sebagai salah satu
keturunan Sunan Gunung Djati.

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 252


Samsudin, Ajid Hakim, Shaleh Afif, Abdullah Haji Said

Penelitian ini menggunakan metode tersebut dikritik, diinterpretasi, serta


kualitatif dengan teknik pendekatan kemudian hasilnya disusun dalam
analisis biografi Mbah Sholeh Semendi. bentuk historiografi.
Berdasarkan hasil penelitian awal HASIL DAN PEMBAHASAN
dan kajian terdahulu mengenai Proses Islamisasi di Kudus
pengaruh Sunan Kudus dalam Sunan Kudus berhasil melakukan
perkembangan dakwah Islam, penulis dakwah Islamnya dengan pendekatan
tertarik untuk meneliti lebih dalam yang kooperatif dan inklusif dengan
bagaimana sejarah dan genealogi warga kalangan masyarakatnya, mula-mula
Muslim keturunan Kudus di Bandung mempelajari adat istiadat masyarakat
Utara, serta bagaimana persebaran dan
Jawa yang masih kuat mengamalkan
peranannya dalam proses Islamisasi di ajaran Hindu-Buddha, dan keyakinan
wilayah Bandung Utara. lokal masyarakat Kudus. Seperti salah
METODE satu contohnya adalah adanya
Adapun metode penelitian yang kesamaan antara Mesjid Menara Kudus
dilakukan penulis adalah metode dengan Mesjid Wali, menurut Mas’udi
penelitian sejarah. Menurut Herlina (2016, hal. 81), keberadaan masjid ini
(2020, hal. 1), penelitian sejarah adalah merupakan salah satu strategi Sunan
penelitian yang menganalisis peristiwa- Kudus untuk menyebarkan Islam
peristiwa terdahulu dengan tujuan dengan mengadopsi beberapa
menciptakan penggambaran ulang bangunan masjid berbentuk bangunan
mengenai masa lalu secara sistematis masyarakat Hindu-Buddha wilayah
dan objektif. Metode penelitian sejarah Kudus.
pada artikel ini dimulai dengan Selain itu, Sunan Kudus mencoba
heuristik, yaitu mencari sumber melalui menarik perhatian penganut ajaran
studi kepustakaan, wawancara secara Hindu dengan membeli seekor sapi
lisan, dan tulisan. Sumber yang yang disimpan di depan rumahnya,
diperoleh penulis dalam sumber kemudian memberikan pernyataan
Primer: Tertulis: 1) Arsip Silsilah kepada masyarakat bahwa
keluarga besar Eyang Yahaya (warga menyembelih sapi adalah perbuatan
yang hijrah dari Kudus ke Bandung dosa yang dikutuk oleh para Dewa.
Utara); 2) Arsip silsilah Bani Maemunah Setelah mendapat perhatian
wilayah Parongpong; 3) Buktik masyarakat, dia menjelaskan dengan
interaksi dlam bentuk surat antara membacakan surat Al-Baqarah (sapi
warga Kudus dengan keluarganya di betina). Hal ini dilakukan Sunan Kudus
Bandung; 4) Struktur DKM mesjid untuk menumbuhkan nilai toleransi
panyadaan (Cisarua), Mesjid Ciwaruga, pada masyarakat dengan tidak
dan Mesjid Kebonhui. Sumber Lisan membeda-bedakan agama, ras, suku,
dilakukan dengan mewawancarai ataupun latar belakang orang lain
perwakilan keluarga Bani Yahya bin (Khotimah, 2018, hal. 123). Dengan
Abdul Jabbar. Sumber Visual: 1) Foto begitu, masyarakat mengenal Islam
Komplek Makam Sunan Kudus. 2) Foto melalui Sunan Kudus dengan percaya
Komplek masyarakat disekitar Makam bahwa Islam merupakan agama yang
Sunan Kudus. 3) Foto dan Vedeo menghormati keyakinan lain.
Komplek makam keluarga keturunan Selanjutnya, untuk menarik umat
Sunan Kudus di Cisarua. 4) Foto Mesjid Buddha lainnya, dia membuat pancuran
Agung Cimahi. Selanjutnya data yang berjumlah delapan, masing-

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 253


Peran Keturunan Sunan Kudus Dalam Perkembangan Dakwah Islam di Bandung Utara

masing pancuran di atasnya diberi arca. Islam dan akhirnya membawa pada
Sejalan dengan ajaran Buddha yang keyakinan baru, yaitu agama Islam yang
diberinama Asta Sanghika atau jalan tergolong baru pada waktu Itu.
berlipat delapan. Delapan pancuran Sosok Sunan Kudus selain tokoh
tersebut, Sunan Kudus menjadikannya agama yang dekat dengan masyarakat,
menjadi padasan untuk berwudhu dan dia merupakan pejabat tingi dalam
mengarahkannya kepada tuntunan pemerintahan, pedagang, ilmuan, dan
shalat (Hasanah, 2019, hal. 4). seniman. Menurut Zuhri (1979), Sunan
Sedangkan untuk menarik Kudus adalah pejabat tinggi di Kerajaan
masyarakat umum, ia mengubah Demak, mempunyai jabatan kira-kira
upacara-upacara adat, seperti upacara sama dengan Ketua Mahkamah Agung
Mitoni. Menurut Abdullah (2018, hal. atau Menteri Kehakiman, seorang
6), tradisi upacara Mitoni atau Panglima Perang atau Senopati di
Tingkeban ini terjadi pada masa Prabu wilayah Bintoro.
Jayabaya, pada saat itu terdapat Lebih lanjut, Sunan Kudus
orangtua yang telah melahirkan anak memiliki ilmu yang luas dan mendalam
sembilan kali namun tidak satupun sehingga ia kerapkali disebut waliul
yang hidup. Kemudian tradisi ini ilmi karena sangat menguasai ilmu
tumbuh menjadi selamatan tiga bulan Tauhid, Ushul Hadist, Mantiq (logika),
kehamilan yang sering diiringi doa agar Fiqih (hukum) dan mistis. Salah satu
diberi ketampanan seperti Arjuna dan pemikirannya yang terkenal dalam
kecantikan seperti Dewi Ratih. Yang bidang hukum adalah pandangannya
kemudian Sunan Kudus mengubahnya bahwa sumber keadilan adalah satu,
dengan mendoakan supaya tampan tetapi memiliki sudut banyak, yaitu
seperti Nabi Yusuf dan cantik seperti sudut yang bisa dikatakan, dilihat, dan
Maryam, ibunda Nabi Isa. dirasakan, bukan oleh seseorang, tetapi
Dalam bidang seni Sunan Kudus untuk semua orang.
dikenal oleh masyarakat sebagai Kemudian sebagai ahli dalam
seseorang yang ahli mengarang cerita bidang ekonomi, dia merupakan
pendek yang mengandung filsafat seorang pedagang yang mampu menilai
Islam. Selain itu, dia melakukan harta dan kekayaan merupakan
pertunjukan pada perayaan maulid setandar nilai ketakwaan, akhlak, dan
Nabi Muhammad SAW, dengan itu ibadah seseorang. Jika mereka jujur
masyarakat berduyun-duyun datang ke dalam berdagangnya maka bisa dinilai
mesjid untuk menyaksikan jujur dalam bidang lainnya. Begitu juga
pertunjukannya, dengan himbauan sebaliknya, bila tidak jujur, maka dalam
untuk membaca dua kalimat syahadat, bidang lainnya bisa dianggap tidak
yang oleh masyarakat setempat dikenal jujur.
dengan istilah sakaten. Standar ketakwaan seseorang
Pendekatan yang dilakukan menurut Sunan Kudus bisa dinilai
Sunan Kudus sangat kooperatif dengan dalam mengelola hartanya. Pandangan
masyarakat, bahkan pada tingkatan ini menarik untuk diatanggapi,
tertentu bisa dikatakan terjadi proses mengingat dalam konteks kehidupan
sinkretisme karena memadukan ajaran sekarang banyak orang yang tidak jujur
masyarakat setempat dengan ajaran dalam berdagang maupun dalam
Islam, ini dilakukan untuk pengelolaan keuangan, terutama
mempermudah masyarakat mengenal keuangan negara, yang dikorupsi oleh

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 254


Samsudin, Ajid Hakim, Shaleh Afif, Abdullah Haji Said

oknum para pejabat dan Kemudian Darajat memiliki keturunan


masyarakatnya sehingga bernama Alwi, Asmuji, Syamsi, dan
mengambarkan masyarakat tersebut Masri. Imam Ahmad memiliki tiga
memiliki ketakwaan yang rendah. orang anak bernama; Asmirah,
Dengan berbagai kemampuan dan Maenrah, dan Asmirah. Kemudian
pendekatan dakwah yang kooperatif, Bayuhaji Tasroban (Tasmijah) memiliki
maka Islamisasi di Kudus telah berhasil delapan anak, yaitu: Kartini, Srianah,
Sunan Kudus lakukan. Sehingga pada Khosnah, Suminah, Ardiono, Hasan
periode berikutnya, dapat diteruskan Sumarno, Muhammad, dan Uto.
oleh keturunan dan para pengikutnya Kemudian ada anggota keluarga
untuk terus melakukan dakwah Islam yang kembali ke Kudus yaitu anak
di wilayah Kudus, Jawa Tengah dan pertama Darajat bernama Alwi. Ia
daerah lainnya. kembali ke Kudus dan menetap di
sekitar Menara Kudus. Alwi memiliki
Hijrahnya Bani Yahya ke Bandung
empat orang anak yaitu; Abdullah,
Pada abad akhir abad ke-18 dan
Muzaenah, Masyhadi, dan Darkhan.
awal ke-19, selama perang Diponegoro,
Abdullah memiliki seorang putri
Bani Yahya bin Abdul Jabbar, yang
bernama Jaenah. Masyhadi memiliki
merupakan keturunan Sunan Kudus,
tiga orang anak; Noor Achlis, Uswah,
hijrah menuju wilayah Bandung Utara.
and Ahmad Mufarroch. Uswah memiliki
Dia membawa istrinya yang sedang
empat orang anak; Taupik Budiman,
hamil dan dua anaknya bernama
Yunita Rosyidah, Riayah Rahmawati,
Darajat dan Imam Ahmad. Di tengah
and M Saeful Arif. Mufarah memiliki dua
perjalanan menuju Bandung, di tengah
orang anak; Farez Adi Prasetia dan
hutan Alas Roban, istrinya melahirkan
Farez Rahman Ferdelanza. Sedangkan
anak perempuan bernama Bayuhaji
Noor Achlis pindah dari Kudus ke
Tasroban.
Semarang.
Tujuan mereka hijrah ke Bandung
Keluarga Alwi inilah yang menjadi
adalah untuk dakwah Islam yang
penghubung antara keluarga di
sebelumnya dilakukan oleh Diponegoro
Bandung dengan keluarga di Kudus.
dan pasukannya. Karena konflik dengan
Hubungan tersebut terjadi dalam
pemerintah kolonial Belanda, mereka
berbagai bentuk, seperti saling
terpaksa mengungsi ke daerah lain,
menguatkan untuk menjalin
salah satunya ke Bandung dan daerah
silaturahmi kekeluargaan, memberikan
lain di Priangan (Dasuki, 2019). Namun
petunjuk ritual keagamaan berupa
menurut Kusniawati (imas), cucu dari
ziarah ke Makam Sunan Kudus, dan
Bayuhaji Tasroban, tujuannya adalah
saling menguatkan untuk terus
berdagang batik (Kusniawati, 2019).
mengembangkan ajaran Islam dalam
Alasan utama mereka merantau
bentuk bisnis dan agama, dan bersama
ke Bandung adalah untuk berdagang
ingin mengungkap sejarah Sunan
karena keluarga mereka adalah
Kudus (Mufarroch, 2021).
pengusaha. Mereka berbisnis sambil
mendukung dakwah Islam. Mereka Keturunan Kudus di Bandung Utara
akhirnya menetap di Panyandaan, Desa Keturunan Yahya bin Abdul
Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Jabbar tersebar di wilayah Cisarua dan
Kabupaten Bandung Utara. Yahya Panyandaan, tempat awal mereka
memiliki tiga orang anak; Darajat, datang, lalu menyebar ke wilayah
Imam Ahmad, dan Bayuhaji Tasroban. Kebonhui, Cigugur-girang, Parigilame,

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 255


Peran Keturunan Sunan Kudus Dalam Perkembangan Dakwah Islam di Bandung Utara

Parongpong, Cimahi, Cipeuyem, dan lain yang menetap di Cisarua. Yahya


daerah lainnya. Maka dari itu, menikah dengan warga asli orang
Panyandaan merupakan wilayah yang Sunda yang kemudian melahirkan Haji
pertama kediaman Bani Yahya Syahbana dan memiliki cucu yang
sekaligus menjadi pusat penyebaran. bernama Ma Emun, Engko, Ma Eteh,
Mula-mula, Darajat, anak pertama Enda, dan Uhi. Kemudian Ma Emun
Yahya melahirkan Alwi, Asmuji, Syamsi, menikah dengan Asmuji sehingga
dan Masri. Asmuji menetap di keluarga ini memiliki dua garis
Panyandaan bersama dengan cucunya keturunan Bani Yahya, yaitu dari ayah
bernama Turman dan Kusman. Asmuji ke Darajat dan dari garis ibu
Kemudian Masri, juga menetap di Emun ke Haji Syahbana. Dari Engko
Panyandaan Cisarua bersama anaknya, melahirkan buyut bernama Momon,
Yusup, dan cucunya bernama Euis, Uko, Cucun, Cucu, Wawat, Dana, Iyep,
Epon, Muslih, Ade, Siti Sarah, Euis, Lala, dan Parman. Dari Ma Eteh melahirkan
Asep, dan Siti. Setelah kematian buyut bernama Andi, Eem, Cacih,
istrinya, Murni, Darajat menetap di Engkar, dan Ikom. Serta dari Uhi
Cisarua dengan istri barunya dan melahirkan cucu bernama Oya, Obing,
memiliki anak bernama Ma Anah, Ma Anah, Parman, dan Uway.
Ati, Ma Dariah, dan Rahma. Selanjutnya, Kemudian ada beberapa keluarga
Darajat kembali menikah dengan Ma Bani Yahya memilih untuk keluar dari
Ebod, orang asli Cisarua melahirkan wilayah Panyandaan Cisarua, seperti
anak bernama Ma Aneh, Ma Ati, Ma Alwi dan anak cucunya kembali ke
Dariah, dan Rahman. Kudus. Selanjutnya Masri memilih
Kemudian keluarga Bayuhaji untuk tinggal di Cipeuyem, Cianjur.
Tasroban sebagian besar menetap di Kemudian Imam Ahmad, anak kedua
wilayah Cisarua, bersama anaknya dari Yahya beserta anak cucunya
bernama Kartini, Srianah, Khosnah, menetap di Parigilame dan Kebonhui.
Suminah, Ardiono, Hasan Sumarno, Imam Ahmad sendiri menetap dan
Muhammad, dan Uto. Kemudian meninggal di Mesjid Agung Cimahi.
keluarga Kusniawati dan Syarifah Imam Ahmad beserta anaknya
sebagian besar menetap di Cisarua dan bernama Asmirah, Mainirah, dan
daerah lainnya. di antara cucu cicit Maemunah menyebar ke wilayah
Kusniawati dan Syarifah bernama Parigilame dan kemudian membentuk
Asmarawati, Iis Aryani, Sri Hartini, komunitas Muslim. Akan tetapi, pada
Rahmat, Tedi, Warsa, Ayi, Komar, dan periode berikutnya, Maenirah menikah
Wiwi. dengan Masri dan berhijrah ke
Kemudian keluarga Bani Yahya Cipeuyuem. Sedangkan Maemunah
tersebut menyebar dan melebur berpindah bersama suaminya ke
dengan masyarakat Cisarua. Selain itu, Kebonhui, serta Asmirah dengan
mereka memiliki tanah dengan luas anaknya bernama Engko dan Karmita,
antara Rumah Sakit Jiwa Cisarua hingga kemudian memiliki cucu bernama Eros
Ciuyah Cimahi, sehingga kebanyakan dan cicit bernama Nuron. Wilayah
keluarga keturunan Kudus tersebut Parigilame menjadi pusat penyebaran
menetap dan meninggal serta kedua setelah Panyandaan. Menirah
dimakamkan di Panyandaan Cisarua. menyebar ke Cipeuyeum dan
Selain keluarga Asmuji dan cucu Maemunah menyebar ke wilayah
Bayuhaji Tasroban, terdapat keluarga Kebonhui.

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 256


Samsudin, Ajid Hakim, Shaleh Afif, Abdullah Haji Said

Keluarga Bani Yahya yang Samsudin. Kemudian Anang Alnah


menyebar ke Cipeuyem membentuk memiliki duapuluh tiga cucu di
komunitas Muslim yang diinisiasi oleh antaranya Kunandar, Ririn Riani, Tedi
Masri beserta anaknya bernama Wati, Indra Gunawan, Dian Andayani, Oman
Endeu, Asmen, dan Yusup. Kemudian Suherman, Muhtar, Oyeh Kurniati,
Yusup kembali ke Cisarua, sedangkan Tosin Suhaendi, Enok Rohayati, Ayi
Asmen tetap tinggal di Cipeyeum dan Taryana, Enjang Mulyana, Atikah,
memiliki anak bernama Dadang Nurani, Neng Iim Rohimah, Iyan
Khaerul, Cecep Hidayat, Hendriyani, Maryani, Siti Qodariyah, Ihsan Muzaki
Dede Sofwanul, Aji Amirul Hayat, Agus Wafa, Kiki Rizki Ubaidillah, Alisya
Abdullah, Lilis Rahmawati, Suhendar Islamiyati, Nuri Fajriani, Pasya, Alrazi
Rahmat, dan Bekti Fauzi. Kemudian Ibnu Jafar Sodik Alsundani, dan Shadra
Dadang melahirkan anak bernama Ibnu Jafar Sodik Alsundani.
Muhammad Dikky, Fathiya Lestari, dan Selanjutnya Maemunah memiliki
Muhammad Dika. Sedangkan Hendar anak bernama Carwita, Cucu, Oneng,
berpindah ke wilayah Lembang dan Aji Titi, Aling, Ayi, dan Dede. Serta
berhijrah ke wilayah Patrol Maemunah memiliki sebelas cucu
Parongpong. bernama Yono, Atikah, Rani, Yana,
Pada saat ini, keluarga Bani Yahya Riyan, Tedi, Tian, Ompel, Sumiati, Ati,
yang menyebar dan menetap di dan Faisal.
wilayah Kebonhui adalah Maemunah Keluarga Bani Yahya yang
yang menikah dengan Bapak Taen. menetap di Kebonhui bukan hanya
Mereka memiliki anak bernama Anwar, keturunan Maemunah binti Imam
Ratna, Atikah, Alnah, dan Endang Apri. Ahmad, namun terdapat keluarga Yaya
Anwar memiliki putra bernama bin Wati binti Masri bin Darajat, yang
Sukarna, dan cucu bernama Komariah, memiliki anak bernama Onih, Oris,
Masyitoh, Fatimah, Rokhayah, Samsu Omah, Enung, Komarudin, Bibi, dan
Taupik, Suhiar, dan Hanifah. Kemudian Komik. Kemudian Yaya memiliki cucu
Ratna memiliki anak bernama Eman, dari anak-anaknya yang menyebar di
Dahlan, Enda, Rukman, Ade Fendi, Kebonhui dan Pangkalan desa
Dadang, dan Mulyati. Lalu Ratna Sariwangi. Selain itu terdapat keluarga
memiliki duapuluh tujuh cucu bernama lain yang menetap di Kebonhui, yaitu
Ano Komarna, Dede Sudayat, Aang Asep bin Yusup bin Darajat beserta
Tajudin, Euis Siti Sodiah, Asep Sujana, anaknya.
Deden Dedi Rohaendi, Eneng Siti Anisa, Kemudian dari Kebohui, mereka
Neneng, Wawan, Dadan, Agus, Iwa, menyebar ke wilayah lain di Kecamatan
Yayat, Nandar, Titis Suntara, Parongpong seperti Sukamulaya,
Miharyana, Nurjanah, Dedeh, Nenden, Ciroyom, dan Andir. Serta di wilayah
Tatang, Halima, Dadih Arifin, Titin, lainnya lagi seperti Pasirjati, Kabupaten
Sumiati, Sri, Azpa, Asep, dan Didin. Bandung dan Kabupaten/Kota Bekasi.
Di lain sisi, Atikah tidak memiliki Peranan Keturunan Kudus dalam
anak, namun mengakui Neneng Iim Perkembangan Islam di Bandung
Rohimah sebagai anak asuhnya, cucu Utara
dari Anang Alnah. Dari Anang Alnah Pusat penyebaran keluarga besar
memiliki beberapa anak yaitu Wasdi
Bani Yahya bin Abdul Jabbar adalah di
Suarna, Euis Wangsih, Eurat Ratna, Panyandaan Cisarua, Kebonhui, dan
Nonoh, Rahman, Engkos, Lili Somantri, Parigilame serta Cipeuyeum, daerah-

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 257


Peran Keturunan Sunan Kudus Dalam Perkembangan Dakwah Islam di Bandung Utara

daerah tersebut sebagian besar Titis Suntara. Kemudian Atikah dan


perkembangan Islamnya cukup maju Sholeh, pengusaha terkaya di desa
dibandingkan dengan daerah lain. Cigugur-girang menjadi haji pertama
Sedikit banyaknya dipengaruhi oleh meskipun dalam perjalanan suaminya
munculnya tokoh Muslim berpengaruh meninggal di Mekkah. Sebelum
dalam bidang ekonomi, agama, kematiannya, Sholeh juga mewakafkan
pendidikan, seni, politik, dan hukum. tanah untuk jalan, tempat ibadah, dan
Semua tokoh tersebut mendukung sarana pendidikan.
kegiatan keagamaan di daerahnya Kemudian anak dari Ratna banyak
masing-masing. menjadi pengusaha, Dahlan dan adik-
Wilayah Kebonhui Cigugur-girang adiknya, sekaligus menjadi tokoh
adalah salah satu wilayah yang paling agama paling berpengaruh pada 1970-
maju kehidupan keagamaannya an karena mendapat dukungan kuat
dibandingkan daerah lain karena dari keluarga dari pihak istri, Marda
didukung oleh tokoh Muslim Bani dan Emay, sehingga berhasil
Yahya. Dari daerah tersebut, lahir tokoh mengembangkan Mesjid Al-Mutaqin
yang mendukung kegiatan keagamaan menjadi pusat kegiatan keagamaan di
sehingga terjadi perkembangan pesat, Kebonhui. Kemudian diteruskan oleh
seperti meningkatnya jumlah tempat anak dan mantunya, Ade Wawan,
ibadah, sarana pendidikan, serta tradisi menjadi tokoh agama dan anggota
zakat, infak, shadaqah, serta berhaji dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
umrah. Untuk haji dan umrah di Kabupaten Bandung Barat.
Cigurgur-girang dan Ciwaruga Selanjutnya Ma Anang bersama
Parongpong didominasi oleh warga suaminya Katmi telah berhasil
Kebonhui dan Parigilame, karena 35% mengantarkan sebagian anak cucunya
warganya sudah menjalankan haji. untuk belajar di pendidikan Islam dan
Selain haji, ibadah qurban menyelesaikan Doktor Ilmu Sejarah di
berkembang cukup pesat di Kebonhui, salah satu perguruan tinggi Pakistan.
misalnya di RT 04/RW 17, walaupun Kemudian berhasil mendirikan sarana
taraf menengah ke bawah, mayoritas pendidikan dan tempat ibadah.
masyarakatnya rutin berkurban Kemudian Endang juga menjadi tokoh
sehingga sering menginspirasi agama paling berpengaruh bagi jemaah
masyarakat lainnya. Mesjid Al-Muttaqin dan Al-Ikhlas
Berkembangnya ajaran Islam di Kebonhui.
Kebonhui dan Parigilame didukung Di antara peran warga keturunan
oleh anak-anak Maemunah seperti Kudus dalam perkembangan ajaran
Anwar, Atikah, Ratna, Ma Anang, dan Islam di Kebonhui yang dilakukan oleh
Endang. Anwar, yang kerap dipanggil keturunan Maemunah, terutama
Mama Ewen merupakan pengusaha Endang Anwar seorang pengusaha yang
sekaligus santri pertama di Kebonhui menginspirasi keluarga dan warga
sehingga menginspirasi kwarga untuk mengkaji dan mendukung
setempat untuk mengkaji dan kegiatan keagamaan di Kebonhui.
mendukung kegiatan keagamaan. Selain itu, anaknya, Sukarna
Kemudiaan bersama anaknya, Sukarna, mewakapkan tanah dan hartanya untuk
mereka mewakafkan tanah dan perkembangan madrasah diniyah dan
hartanya untuk tempat ibadah dan Mesjid Al-Amin yang dikelola oleh
sarana pendidikan yang dipimpin Ustad Ustad Titis Suntara. Berdasarkan

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 258


Samsudin, Ajid Hakim, Shaleh Afif, Abdullah Haji Said

pernyataan Anwar, setelah kedatangan keturunan Bani Yahya yang menjadi


keluarga besar Maemunah dari Kudus TNI, kepolisian, pilot, dan bidang lainya.
pada 2003, nilai keagamaan di daerah KESIMPULAN
Kebonhui berkembang pesat (Sunarya, Berdasarkan hasil penelitian sejarah
2018). kemunculan warga Muslim keturunan
Selanjutnya, di wilayah Kudus di Bandung Utara pada akhir
Parigilame dan Cipeuyeum, ajaran abad ke-18 dan awal abad ke-19 yang
Islam berkembang lebih maju dilakukan oleh keluarga bani Yahya bin
dikarenakan oleh faktor migrasi Abdul Jabbar bersamaan dengan
keluarga Imam Ahmad, putra Yahya, peristiwa Perang Diponegoro.
dan faktor perkawinan yang dilakukan
Terjadinya proses hijrahnya keluarga
oleh putrinya, Asmirah dengan warga Bani Yahya ke Bandung dibuktikan
lokal. Ajaran Islam kurang berkembang secara genealogis keluarganya yang
di Panyandaan, tempat pertama Bani nasabnya hari ini sampai ke warga yang
Yahya menetap, terutama sebelum masih menetap di Kudus.
tahun 1970-an. Hal ini disebabkan oleh Sejak awal proses hijrah, keluarga
dominasi masyarakat setempat yang Bani Yahya menyebar ke wilayah
menganut paham komunis. Walaupun Panyandaan, Cisarua, Kebonhui, dan
begitu, daerah tersebut memunculkan Parigilame, Kabupaten Bandung Utara
Yusup Bin Masri, seorang tokoh agama hingga ke Cipeuyeum, Kabupaten
dan penghulu, beserta keluarga Cianjur. Proses perkembangan ajaran
Turman dan Kusman mendirikan Islam di Kebonhui lebih maju dibanding
Mesjid Panyandaan. dengan daerah lain. Hal tersebut
Perkembangan ajaran Islam di dibuktikan dengan meningkatnya
wilayah-wilayah yang disinggahi oleh jumlah tempat ibadah, sarana
keluarga Yahya tersebut didukung oleh pendidikan, serta berkembangnya
tokoh pengusaha, seperti Yahya Sendiri, tradisi berhaji, zakat, wakaf, dan
Asmuji, Kusman dan Turman. qurban. Selain itu, muncul juga tokoh
Selanjutnya Titis Suntara yang menjadi Muslim dalam bidang ekonomi,
pimpinan pesantren Madrasah Al-Amin pendidikan, seni, politik, dan hukum.
dan Ano Komarna pimpinan Forum Al-
Qur’an dan Sunah serta berdatangan DAFTAR PUSTAKA
santri baru lulusan dari Islamabad, Abdullah, A. F. A. (2018). Ritual Agama
Pakistan. Kemudian di bidang Islam di Indonesia dalam Bingkai
pendidikan lahir Samsudin Al-Katmi Budaya. Prosiding Seminar
Ibnu Jafar Shodik, doktor ilmu sejarah Nasional Islam Moderat, 1, 1–11.
beserta guru-guru lain seperti, Engkos, Dasuki, D. (2019). Wawancara dengan
Atikah, Iim Rohimah dan Ririn Riyani. Cucu Asmuji bin Darajat di
Di bidang seni, Ki Dalang Opik Sunandar Bandung.
Sunarya merupakan dalang dan aktor Hasanah, U. (2019). Respon Masyarakat
terkenal pada tahun 1990-an. Di bidang Kudus Terhadap Strategi Dakwah
hukum dan politik, lahir Odang Kosasih Sunan Kudus [Institut Agama
dan Oman Suherman (almarhum) Islam Negeri Salatiga].
menjadi Kepala Desa Cigugur-girang, http://www.iainsalatiga.ac.id
Parongpong dan Pimpinan Herlina, N. (2020). Metode sejarah. In
Pemerintahan Daerah Kota Bekasi. Satya Historika (Vol. 110, Nomor
Selain yang disebutkan, banyak 9).

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 259


Peran Keturunan Sunan Kudus Dalam Perkembangan Dakwah Islam di Bandung Utara

http://digilib.isi.ac.id/6127/2/Pa 305.
ges from Metode Sejarah Revisi https://doi.org/10.31969/alq.v19
Akhir 2020.pdf i2.159
Khotimah, N. (2018). Enkulturasi Nilai- Mufarroch, A. (2021). Wawancara
Nilai Kesejarahan Sunan Kudus dengan Cucu Alwi bin Darajat di
Pada Masyarakat di Daerah Kudus Kudus.
Kulon. Historia Pedagogia, 7(1), Santoso, R., Sodiq, Mukhayyaroh, F., &
129–137. Fathurrohman, A. (2017). Dakwah
https://journal.unnes.ac.id/sju/in “Udeng Vs Teklek”: Studi Dakwah
dex.php/hp/article/download/31 Multikultural Mbah Sholeh
811/13697/ Semendi Winongan Pasuruan
Kusniawati. (2019). Wawancara Indonesia. Al-Tahrir: Jurnal
dengan Buyut Bayuhaji Tasroban Pemikiran Islam, 17(1), 77.
di Bandung. https://doi.org/10.21154/altahrir
Mas’udi. (2014). Genealogi Walisongo : .v17i1.690
Humanisasi Strategi Dakwah Sunarya, O. S. (2018). Wawancara
Sunan Kudus. Addin, 8(2), 223– dengan Dalang, Putra Sukarna bin
244. Anwar bin Mamunnah bin Imam
Mas’udi. (2016). Genealogi Petilasan Ahmad.
Sunan Kudus: Representasi Masjid Zuhri, S. (1979). Sejarah Kebangkitan
Wali Sebagai Ruang Dakwah Islam dan Perkembangannya di
Sunan Kudus di Desa Jepang, Indonesia. Al-Ma’arif.
Mejobo, Kudus. Al-Qalam, 19(2),

Al-Tsaqafa : Jurnal Ilmiah Peradaban Islam. Vol 19 No. 2, 2022 260

Anda mungkin juga menyukai