Anda di halaman 1dari 154

COVER

Modul Praktis: Analisis


Data Dengan SPSS 18
Pendekatan Secara User-Friendly Dalam
Penelitian Gizi dan Kesehatan

Agus Hendra AL-Rahmad


PENERBIT: JURUSAN GIZI POLITEKNIK KESEHATAN ACEH TAHUN 2014
Contents
Preface

Paket perangkat lunak IBM SPSS® adalah salah satu aplikasi statistik yang paling banyak
digunakan dalam dunia akademis, bisnis, dan pemerintah. Modul Praktis ini, Analisis
Data Dengan SPSS 18 Pendekatan Secara User-Friendly Dalam Penelitian Gizi dan
Kesehatan, memberikan pembaca dengan kedua model pengenalan interface friendly
untuk perhitungan statistik dasar dengan paket perangkat lunak IBM SPSS dan portal
untuk prosedur multivariat yang lebih komprehensif dan statistik yang kuat.
Dalam penelitian gizi dan kesehatan, kita perlu menguasai berbagai aspek terkait
dengan metode penelitian yang kita rancang. Seperti desain, pengukuran, pemilihan
subjek/sampel, pengolahan data, dan sampai dengan penggunaan uji hipotesis hingga
menyajikan sebuah hasil penelitian kedalam laporan kita. Modul ini fokus penulis susun
kearah penggunaan uji hipotesis baik parametrik maupun non-parametrik, dan fokus
selanjutnya bagaimana cara melakukan penyajian data.
Modul ini secara sistematik menyampaikan alur berpikir secara sistematis untuk menuju
uji hipotesis yang tepat. Pendekatan dilakukan secara sederhana, aplikatif dan sedikit
membahas aspek-aspek terotis. Metode ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak
manfaat baik secara khusus pada peminatan keilmuan gizi maupun pada ilmu kesehatan
lain pada umumnya.
Kita tahu bahwa, statistik merupakan ilmu yang bersifat dinamis. Oleh karena itu,
penulis memaparkan beberapa pendapat yang dianut untuk kasus-kasus yang masih
dianggap menjadi suatu hal yang kontroversial. Mengahadapi permasalahan ini, penulis
sangat mengharapkan konstribusi dari pembaca terkait hal-hal yang mungkin perlu
pembenahan sehingga ditemui suatu titik terang.
Akhirnya, atas semua bantuan yang diberikan baik moril maupun materil, langsung
maupun tidak langsung yang sifatnya membangun, penulis hanya mampu mengucapkan
terima kasih. Kepada Allah jualah kita memohon ampun dan perlindungan, Amin.

Aceh Besar, Agustus 2014


Page 1 of 149

Dasar-Dasar SPSS v.18,0


1. Latar Belakang.
Didalam Kehidupan aktifitas sehari hari, sering kita jumpai banyak hal yang dapat
kita deskripsikan dalam sebuah bentuk data. Informasi data yang diperoleh tentunya
harus diolah terlebih dahulu menjadi sebuah data yang mudah dibaca dan di analisa.
Akan tetapi bagaimana penyajian data yang kita dapat tentunya berbeda-beda, sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan penyaji data.
Pada dasarnya aplikasi ilmu statistic dibagi dalam dua bagian, yaitu statistic
Deskriptif dan statistic Induktif. Statistik Deskriptif berusaha menjelaskan atau
menggambarkan berbagai karakteristik data, seperti berapa rata – ratanya, seberapa
jauh data-data yang bervariasi dan sebagainya.
SPSS berasal dari singkatan Statistical Package for Social Science, SPSS ini
merupakan paket program statistik yang berguna untuk mengolah dan menganalisis
data penelitian, dengan SPSS semua kebutuhan pengolahan dan analisis data dapat
diselesaikan dengan mudah dan cepat. Kemampuan yang dapat diperoleh dari SPSS
meliputi memproses semua bentuk file data, modifikasi data, membuat tabulasi
berbentuk distribusi frekwensi, analisis deskriptif statistik, analisis statistik parametric,
analisis statistik lanjut yang sederhana maupun komplek, pembuatan grafik, dsb.
Perkembangan program SPSS sangat cepat dimulai dari SPSS/PC+ (masih under DOS)
kemudian berkembang menjadi SPSS for Windows dari versi 6 dan berkembang menjadi
7.5, 9.0, 10.0, 11.0, 12, 13, 14, 15, 16 dan 17, serta versi 18 yang keluar pada akhir tahun
2009, sedangkan versi terakhir merupakan versi 22 (2015).

SPSS merupakan software statistik yang pada awalnya digunakan untuk riset
dibidang sosial (SPSS saat itu adalah singkatan dari Statistical Package for the Social
Science). Sejalan dengan perkembangan SPSS digunakan untuk melayani berbagai jenis
user sehingga sekarang SPSS singkatan dari Statistical Product and Service Solutions.
Proses pengolahan data pada Program SPSS adalah sebagai berikut :

Input Data Proses Data Output Data

Data Editor Pengolahan dan Output Navigator


- Data View Analisa Data - Pivot Table
- Variable View Editor - Text
- Chart

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 2 of 149

Penjelasan Proses Statistik dengan SPSS:


 Data yang akan diproses dimasukkan lewat menu DATA EDITOR yang otomatis
muncul di layar saat SPSS dijalankan.
 Data yang diinput kemudian diproses, juga lewat menu DATA EDITOR.
 Hasil pengolahan data muncul di layar (window) yang lain dari SPSS, yaitu
OUTPUT NAVIGATOR

Pada menu Output Navigator, informasi atau output statistik dapat ditampilkan secara
:
 Text atau tulisan. Pengerjaan (perubahan bentuk huruf, penambahan,
pengurangan dan lainnya) yang berhubungan dengan output berbentuk teks
dapat dilakukan lewat menu
 Tabel. Pengerjaan (pivoting tabel, penambahan, pengurangan tabel dan lainnya)
yang berhubungan dengan output berbentuk tabel dapat dilakukan lewat menu
 Chart atau Grafik. Pengerjaan (perubahan tipe grafik dan lainnya) yang
berhubungan dengan output berbentuk grafik dapat dilakukan lewat menu

2. Teori Statistika
a. Statistik dan Komputer Statistik
Pada prinsipnya statistik bisa diartikan sebagai sebuah kegiatan untuk :
 Mengumpulkan data
 Meringkas/menyajikan data
 Menganalisis data dengan metode tertentu
 Menginterpretasikan hasil analisis tersebut
Metode statistik sebagai alat bantu untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dapat diterapkan pada berbagai disiplin ilmu seperti pertanian,
industri, psikologi, manajemen, ekonomi, termasuk bidang kedokteran dan
kesehatan masyarakat.
Statistika kesehatan ialah data atau informasi yang berkaitan dengan
masalah kesehatan. Statistika kesehatan dapat bermanfaat untuk kepentingan
administratif, seperti merencanakan program pelayanan kesehatan,
menentukan alternatif penyelesaian masalah kesehatan, dan melakukan analisis
tentang berbagai penyakit selama periode waktu tertentu (time series analysis).
Selain itu, statistika kesehatan juga berguna untuk menentukan penyebab
timbulnya penyakit baru yang belum diketahui atau untuk menguji manfaat obat
bagi penyembuhan tertentu setelah hasil uji klinik dinyatakan berhasil.
Statistika kesehatan secara administratif dapat digunakan untuk
memberikan penerangan tentang kesehatan kepada masyarakat, misalnya
informasi tentang pentingnya imunsasi pada bayi dan anak, informasi tentang
cara penularan suatu penyakit, dan lain-lain.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 3 of 149

Dalam hal ini, ilmu statistik tersebut sangat berguna untuk membantu
masalah dalam pengambilan keputusan atas masalah tertentu yang berkaitan
dengan gizi dan kesehatan pada khususnya.

b. Pembagian Statistik
Secara garis besar, metode statistik dapat dibagi menjadi dua katagori.
Katagori pertama disebut sebagai Statistika Deskriptif1 yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran tentang keadaan yang berkaitan dengan gizi dan
kesehatan masyarakat pada khususnya. Misalnya jumlah penderita gizi buruk,
pola konsumsi, ketersediaan pangan keluarga, dan lain-lain.
Kegiatan yang dilakukan pada statistika deskriptif meliputi pengumpulan
data, pengolahan data, penyajian data dan analisis data secara sederhana
berupa perhitungan Median, Mean, Deviasi, Ratio, Varians, dan lain-lain.
Statistik yang kedua ialah Statistika Inferensial yang ditujukan untuk
menarik kesimpulan ciri-ciri populasi yang dinyatakan dengan parameter
populasi melalui perhitungan-perhitungan statistik sampel. Hal ini dilakukan
untuk menguji hipotesis berdasarkan teori estimasi dan distribusi probabilitas
(to extrapolate) atau untuk membandingkan suatu variabel/data yang satu
dengan yang lainnya (to contrast).

c. Macam-Macam Data
Data yang kita kumpulkan dapat berupa data Kualitatif dan atau data
Kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil perhitungan dan tidak mentakan
kuantitas, tetapi menyatakan sifat yang dikelompokan kedalam katagori. Oleh
karena itu data kualitatif sering disebut data katagori dan individu dalam
katagori mempunyai nilai yang sama. Data kualitatif dinyatakan dalam
frekwensi, misalnya sembuh atau tidak, baik atau kurang, laki-laki atau
perempuan, dan sebagainya.
Data Kuantitatif merupakan data yang dihasilkan data perhitungan dan
pengukuran, dapat berupa bilangan bulat atau decimal. Data kuantitatif
dinyatakan dalam kuantitas numerik terhadap ciri-ciri tertentu yang disebut
variabel. Data ini dapat dibedakan atas :
1. Data Diskrit,
Merupakan data yang diperoleh dari hasil perhitungan hingga hasilnya slalu
positif, dan dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya secara jelas (lebih
mudah dianalisis). Contoh jumlah kunjungan ke fasilitas yankes, jumlah anak,
jumlah tempat tidur di RS, dll

1 Sampai saat ini, sebagian orang masih menganggap bahwa statistika deskriptif kurang bermanfaat sehingga dapat
dikatakan bahwa penelitian deskriptif kualitasnya lebih rendah. Namun demikian, statistika inferensial akan
menjadi sia-sia dan tidak ada gunanya apabila tidak disertai dengan kegiatan statistik deskriptif. Oleh karena itu,
antara statistik deskriptif dan statistik inferensial merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 4 of 149

2. Data Kontinue,
Merupakan data yang diperoleh dari hasil pengukuran, dapat berupa bilangan
decimal atau bulat tergantung alat ukur yg digunakan(informasi yg diperoleh
lebih mendalam). Contoh : Recall, TB, BB, tekanan darah, dll.
Data dapat pula dibagi dalam dua hal menurut sumbernya, yaitu : Data
Primer merupakan materi atau kumpulan fakta yang dikumpulkan sendiri oleh
peneliti pada saat penelitian berlangsung. Sedangkan yang kedua adalah data
skunder adalah Pengumpulan data yang diinginkan diperoleh dari orang lain atau
tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti itu sendiri (medical records,
kapasitas tempat tidur, publikasi ilmiah, dll).
Variabel adalah Konsep atau penggambaran dari suatu fenomena tertentu
yang mempunyai nilai (dalam hal ini data). Merupakan nilai yang tidak pasti,
dapat berubah-ubah dari satu individu ke individu lainnya ataupun pada individu
yang sama tetapi berbeda pada pengamatannya). Contoh variabel usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan lain-lain.

d. Skala Ukuran
Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik wawancara atau angket
sering mendapat jawaban dengan itensitas yang berbeda-beda. Misalnya
Pengetahuan Ibu Tentang Gizi akan menghasilkan jawaban baik dan kurang.
Untuk menempatkan jawaban yang sesuai dengan posisinya maka disusun
dalam skala ukuran.
Menurut skala pengukuran terhadap variabel dan data dalam sebuah
penelitian, maka ada 4 (empat) jenis skala dalam statistik, yaitu :
1. Nominal, variabel yang hanya dapat membedakan nilai data untuk
mengkalasifikasi objek individu atau kelompok. (Sex, Suku, Agama, dll).
Biasanya angka digunakan sebagai simbol.
2. Ordinal, variabel yang hanya dapat membedakan nilai data dan diketahui
tingkatan yg lebih tinggi / rendah. (Pendidikan, Pangkat, Tingkat
Pengetahuan, dll).
3. Interval, variabel yang dpt dibedakan, diketahui tingkatan, diketahui beda
besar/kecil antar nilainya namun tidak diketahui kelipatan suatu nilai & tdk
m’punyai nilai nol mutlak (suhu, frekwensi, tanggal dll).
4. Ratio, variabel yang paling tinggi skalanya, yaitu bisa dibedakan, ada
tingkatan, ada besar beda dan ada kelipatan serta ada nol mutlak (BB, TB, Skor
Pengetahuan, Pendapatan, dll)

e. Populasi dan Sampel


Populasi (universe) merupakan sekelompok individu atau objek yang
memiliki karakteristik yg sama (umur, seks, pekerjaan, dan objek lainnya.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 5 of 149

Sedangkan sampel merupakan sebahagian kecil dari populasi atau objek yang
memilki karakteristik yg sama. Perlunya pengambilan sampel dari suatu populasi
dalam sebuah penelitian adalah akan menguntungkan peneliti secara
metodelogis karena pengukuran yang kita lakukan lebih akurat dan lebih detail.
Berdasarkan metode, sampling terbagi kedalam dua yaitu :
1. Probabilitas sampling,
Setiap individu atau objek pada suatu populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih menjadi sampel. Pemilihan sampel dilakukan secara
random, dan data penelitian dapat mengambarkan keadaan dari suatu
populasi, peneliti dapat menghitung nilai mean, SD, koefesien korelasi dari
populasi yang sebenarnya. Beberapa cara dalam melakukan probabilitas
sampling yaitu Simpel Random Sampling (acak sederhana), Systematic
Sampling, Stratifield Sampling (Stratifikasi), Cluster Sampling (klaster)

2. Non-Probabilitas sampling,
Hanya individu/objek pada suatu populasi yg memenuhi syarat tertentu
menjadi sampel. Ada 4 cara dalam melakukan metode ini :
- Convenience sampling :
Memilih sampel dengan cara seenaknya tanpa protokoler, (interview pd
setiap org dijln yang dijumpai).
- Quota sampling :
Memilih sampel dgn cara menentukan quota (sampel dengan sex yg sama)
- Judgement sampling (Purposive) :
Memilih sampel dengan cara memakai proses seleksi bersyarat (sampel
pasien DM dengan kebiasaan merokok)
- Panel sampling :
Merupakan sampel semi permanen yg dipilih untuk keperluan suatu studi
yg berkelanjutan. Sampling ini sangat bermanfaat dan menguntungkan
karena data masih bisa digunakan berulang kali.

3. Pengolahan Data Statistik


Berdasarkan parameter yang ada dalam ilmu statistik dan untuk keperluan
inferensi maka statistik dibagi menjadi :
a. Statistik Parametrik :
Berhubungan dengan statistik inferensi (pengambilan keputusan atas masalah
tertentu yang membahas parameter-parameter populasi seperti rata-rata,
proporsi dan sebagainya. Ciri dari statistik parametrik adalah jenis data interval
atau ratio serta distribusi data (populasi) adalah normal atau mendekati normal.
Contohnya adalah Uji Korelasi Pearson, Regresi, Uji-T, dll.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 6 of 149

b. Statistik Non Parametrik :


Berhubungan juga dengan statistik inferensi, tetapi tidak membahas parameter-
parameter populasi. Ciri non parametrik adalah jenis data nominal atau ordinal
serta distribusi data (populasi) tidak diketahui atau bisa disebut tidak normal.
Contohnya adalah : Korelasi Spearman, Chi-Square, dll.

Pengolahan data merupakan salah satu bagian dari penelitian setelah kegiatan
pengumpulan data. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, paling
tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui (Sutanto, PH., 2001)
yaitu sebagai berikut :
1. Editing, merupakan kegiatan pengecekan isian kuesioner, apakah jawaban pada
kuesioner sudah :
- Lengkap : semua pertanyaan sudah terisi
- Jelas : jawaban dari pertanyaan cukup jelas terbaca
- Relevan : jawaban relevan dengan pertanyaan yang ada
- Konsisten : antara beberapa pertanyaan ada yang berkaitan dan hal ini perlu
diperhatikan.
2. Koding, merupakan kegiatan merubah data dalam bentuk huruf menjadi nilai atau
angka. Kegunaannya adalah mempermudah pada saat analisis data
3. Proccessing, merupakan proses pengentrian data (yang telah melewati editing
dan koding) ke program komputer yang databasenya telah kita susun. Pembuatan
database bisa di Excel, SPPS, Stata, SAS, R-Cmdr, Epi Info, dll.
4. Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry
apakah ada kesalahan atau tidak. Pada data cleaning, sering pula dilakukan
Dummy Table

4. Analisis Data Statistik2


Setelah kita selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya adalah
data dianalisis. Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting didalam suatu
penelitian, karena dengan analisislah data dapat mempunyai arti/makna yang dapat
berguna untuk memecahkan masalah penelitian.
Dalam modul ini, analisis data akan disampai dalam bentuk tiga macam analisis
data yaitu meliputi :
a. Analisis Univariate
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis data yang
ada.
Analisis ini sering disebut juga sebagai analisis deskriptif.
b. Analisis Bivariate

2 Bahasan tentang analisis data penelitian akan dibahas secara lebih rinci pada masing-masing bab

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 7 of 149

Analisa Bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara independent dan


variabel dependent. Dari hasil analisis akan diketahui variabel bebas manakah
yang berpengaruh bermakna secara statistik dengan variabel dependent. Artinya
pada analisis analitik ini digunakan pengujian scara statistik. Jenis uji statistik yang
digunakan sangat tergantung dari jenis data/variabel yang dihubungkan.
c. Analisis Multivariate
Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel independen
dengan satu variabel dependen. Analisis multivariate dilakukan secara khusus
untuk mengetahui variabel independen mana yang paling berperan
berhubungannya dengan variabel dependen.

5. Penyajian Data
Penyajian data merupakan salah satu tahapan akhir dalam penelitian dan
pembuatan laporan. Data yang disajikan harus sederhana dan jelas agar mudah dibaca.
Penyajian data juga dimasudkan agar para pengamat dapat dengan mudah memahami
apa yang kita sajikan untuk selanjutnya dilakukan penilaian atau perbandingan dan lain-
lain. Bentuk penyajian data bermacam-macam dan disesuaikan dengan tujuan yang
hendah dicapai. Bentuk penyajian data berupa :
a. Penyajian data dalam bentuk tulisan (Textular)
Penyajian dalam bentuk tulisan sebenarnya merupakan gambaran umum tentang
kesimpulan dalam sebuah penelitian, atau yang lainnya.
b. Penyajian data dalam bentuk tabel (Table)
Penyajian ini merupakan penyajian data dalam bentuk angka yang disusun secara
teratur dalam bentuk kolom dan baris. Suatu tabel yang lengkap terdiri dari nomor
tabel, judul tabel, catatan pendahuluan, badan tabel, catatan kaki, dan sumber
data.
c. Penyajian data dalam bentuk grafik (Graphical or Diagram)
Penyajian data dalam bentuk grafik lebih menarik dan lebih mudah dipahami,
serta hal-hal yang kurang jelas dalam tabel akan lebih jelas bila disajikan dalam
grafik, bahkan dengan grafik orang akan lebih mudah mengingat. Misalnya untuk
mengetahui kecenderungan dan mengadakan perbandingan.

6. Mulai menjalankan SPSS v.18,0 for Windows


Pertama sekali anda harus pastikan bahwa computer/laptop anda sudah ter-
install program SPSS v.18,0 for Windows. Untuk memanggil program SPSS dapat
dilakukan dua cara, yaitu :
Pertama :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 8 of 149

Bila ditampilan pertama atau desktop pada computer/laptop anda sudah muncul icon
SPSS, maka klik dengan mouse icon tersebut dua kali.

Kedua :
Untuk menjalankan program SPSS v.18,0 adalah dengan memulai klik Start, All
Programs, dan Pilih SPSS, kemudian klik SPSS v.18,0 for Windows.

Gambar 1. Memulai SPSS

Kemudian, tunggu beberapa saat sehingga tampilan jendela SPSS muncul seperti pada
gambar 2 berikut ini :

Didalam operasionalnya, SPSS mengenal dua jenis jendela (windows) yang utama,
yaitu :
1. SPSS Data Editor,
Jendela ini berisi tampilan data yang kita olah dan analisis dengan bentuk
tampilan sejenis spreadsheet (seperti tampilan Excel).
2. SPSS Output,
Jendela ini merupakan hasil olahan (hasil analisis) yang kita lakukan akan
ditampilkan pada output windows. Window ini merupakan teks editor, artinya
dita dapat mengedit hasil analisis yang ditampilkan.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 9 of 149

Gambar 2. Tampilan Jendela SPSS pada Data View

Gambar 3. Tampilan Jendela SPSS pada Variable View

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 10 of 149

Gambar 4. Tampilan Jendela Output SPSS

7. Struktur Data pada SPSS v.18,0 for Windows.


Agar data diolah dapat dengan SPSS, data harus mempunyai struktur, format dan
jenis ertentu. Dalam SPSS data yang diolah tersusun berdasarkan kolom dan baris. Tiap
kolom melambangkan satu variabel (dalam data base dikenal dengan nama field),
misalnya tiap pertanyaan pada kuesioner menunjukkan satu variabel. Tiap baris data
dinamakan case (kasus/responden) sebagaimana istilah record di data base.

Variable

Case

Gambar 5. Bentuk Variable dan Cases pada SPSS v.18,0 for Windows

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 11 of 149

Tampilan Utama SPSS v.18,0 for Windows


1. File
Digunakan untuk membuat data baru, membuka file data yang telah tersimpan
(ektensi.SAV), atau membaca file data dari program lain seperti dbase, excel dan
lain-lain.
2. Edit
Digunakan untuk memodifikasi, mengkopy, menghapus, mencari dan menganti
data.
3. View
Digunakan untuk melakukan modifikasi pada font, tampilan , mengedit toolbar
dan statusbar
4. Data
Digunakan untuk membuat atau mendefinisikan nama variabel,
mengambil/menganalisis sebahagian data, mengabungkan data dan lain-lain.
5. Transform
Digunakan untuk transpormasi/modifikasi data seperti pengelompokkan
variabel, pembuatan variabel baru dari perkalian atau penjumlahan dari variabel
yang ada dan lain-lain.
6. Analyze
Digunakan untuk memilih berbagai produk statistik, dari statistik yang
sederhana (deskriptif) sampai dengan analisis statistik yang komplek
(multivariat).
7. Graphs
Digunakan untuk membuat grafik meliputi grafik bar, pie, garis, histogram,
scatter plot dan sebagainya.

8. Utilities
Digunakan untuk menampilkan berbagai informasi tentang isi file, serta
melakukan beberapa penambahan menu yang disediakan.
9. Windows
Digunakan untuk berpindah-pindah antar jendela, misalnya dari jendela data ke
jendela output.
10. Help
Memuat informasi bantuan bagaimana mengunakan berbagai fasilitas pada
SPSS.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 12 of 149

8. Entry Data dan Membuat Variable pada SPSS.


Entry data dapat langsung dilakukan pada data editor. Data editor memiliki bentuk
tampilan sejenis spreadsheet yang digunakan sebagai fasilitas untuk memasukkan/
mengisikan data. Ada tiga hal yang harus diperhatikan :
a. Baris menunjukkan kasus/responden
b. Kolom menunjukkan variabel
c. Sel merupakan perpotongan antara kolom dan baris menunjukkan nilai/data.

Sebaiknya yang pertama kali yang harus dilakukan pada saat entry data adalah
memberi nama variabel. Satu variabel mewakili/melambangkan satu pertanyaan. Agar
tidak menemui kesulitan dalam membuat nama variabel sebaiknya mengikuti
ketentuan sebagai berikut :
a. Nama variabel maksimal berisi 20 huruf/karakter
b. Nama variabel tidak boleh ada spasi, hanya diperbolehkan abjad a-z dan angka 0-9,
serta untuk lambang hanya Underscore yang diperbolehkan ( _ )
c. Nama variabel tidak ada yang sama.

Untuk menyusun variabel, posisi tampilan atau jendela SPSS harus pada “Variable
View”. Lakukanlah pilihan submenu Variable View disebelah kiri bawah, sehingga kita
bias menyusun variabel sebagai berikut :
 Name; pilihan ini untuk memasukan nama variabel, misalnya “pekerjaan”.
 Type; untuk mendefinisikan tipe variabel: numeric, date, string, dll.
 Width; untuk menulis panjang dan pendeknya variabel.
 Decimal; untuk menulis jumlah decimal dibelakang koma.
 Label; pilihan ini untuk menuliskan label pada sebuah variabel.
 Values; untuk menuliskan nilai kuantitatif dari variabel yang skala pengukurannya
adalah ordinal atau nominal, buka scale.
 Missing; pilihan missing untuk menuliskan ada atau tidaknya jawaban yang kosong.
 Columns; pilihan columns untuk menuliskan lebar kolom.
 Align; pilihan ini digunakan untuk membuat rata kanan, kiri atau tengah penempatan
teks atau angka di Data View.
 Measure; untuk menentukan skala pengukuran variabel, misalnya nominal, ordinal
atau scale.

Sebagai contoh berikut akan dilakukan entry data karakteristik ibu dan balita, meliputi :
Kores, Status Pekerjaan Ibu, Pengetahuan Ibu, Jenis Kelamin Bayi dan Berat Badan Bayi.

Status Pekerjaan Jenis Kelamin


Skor
Ibu Bayi Berat Badan Bayi
Kores Pengetahuan
1= BEKERJA, 1= LAKI-LAKI (Kilogram)
Ibu
2= TDK BEKERJA 2= PEREMPUAN

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 13 of 149

HNC 1 25 1 2.7
FAT 1 20 1 3.0
ZNP 2 22 2 3.4
KH 1 25 1 2.5
SER 2 28 1 3.2
DEW 1 24 2 2.9
MEI 2 19 1 2.5

Dalam contoh ini kita mempunyai 5 variabel, yaitu : Kores, Status Pekerjaan Ibu, Skor
Pengetahuan, Jenis Kelamin Bayi dan Berat Badan Bayi.
Membuat variabel Kores.
a. Klik cell pada baris 1, dibawah Name, kemudian ketik Kores.
b. Pada Type pilih String, dengan width 10.
c. Dan pada Label ketik Kode Responden.
Membuat variabel Kerja.
a. Klik cell pada baris 2, dibawah Name, kemudian ketik Kerja.
b. Pada Type pilih Numeric, dengan width 8, dan pada Decimal pilih 0.
c. Dan pada Label ketik Status Pekerjaan Ibu.
d. Pada Values, klik 2 kali cell None sampai muncul kotak dialog berikut :
- Isikan angka”1” pada Value dan kata
“BERKERJA” pada Label, kemudian klik
Add.
- Isikan angka “2” pada Value dan kata
“TDK BERKERJA” pada Label, kemudian
klik Add.
- Kemudian klik OK
- Jika ada perbaikan klik Change dan
Remove untuk meghapus

Membuat variabel Pengetahuan.


a. Klik cell pada baris 3, dibawah Name, kemudian ketik Pengetahuan.
b. Pada Type pilih Numeric, dengan width 8, dan pada Decimal pilih 0.
c. Dan pada Label ketik Skor Pengetahuan.
Membuat variabel JK_Bayi.
a. Klik cell pada baris 4, dibawah Name, kemudian ketik JK_Bayi.
b. Pada Type pilih Numeric, dengan width 8, dan pada Decimal pilih 0.
c. Dan pada Label ketik Jenis Kelamin Bayi.
d. Pada Values, klik 2 kali cell None sampai muncul kotak dialog berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 14 of 149

- Isikan angka”1” pada Value dan kata


“LAKI-LAKI” pada Label, kemudian klik
Add.
- Isikan angka “2” pada Value dan kata
“PEREMPUAN” pada Label, kemudian
klik Add.
- Kemudian klik OK
- Jika ada perbaikan klik Change dan
Remove untuk meghapus

Membuat variabel BB_Bayi.


d. Klik cell pada baris 5, dibawah Name, kemudian ketik BB_Bayi.
e. Pada Type pilih Numeric, dengan width 8, dan pada Decimal pilih 1.
e. Dan pada Label ketik Berat Badan Bayi (Kg).

Jika kelima variabel tersebut telah dimasukan kedalam “Variable View”, maka akan
terlihat tampilan pada Variable View sebagai berikut :

Gambar 8. Tampilan variabel yang telah dibuat pada Variable View

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 15 of 149

9. Cara Mengisikan Data.


Untuk proses pengisian data, dibawah ini adalah contoh data karakteristik ibu dan
bayi yang kita teliti dan telah dimasukan kedalam desain variabel diatas. Berikut ini
adalah tampilan data yang ada pada jendela Data View.

Pada gambar 9 berikut ini menyajikan bagaimana bentuk pengentrian data pada
jendela Data View. Pada Data View, kita dengan mudah mengentri atau menglakukan
modifikasi terhadap data yang telah ada.

Point 1 Point 2

Gambar 9. Tampilan data yang telah dientry pada jendela Data View

Data diatas dapat dipahami sebagai berikut :


- Pada point 1, menunjukan bahwa jumlah data sebanyak 20 pada variabel BB_Bayi,
atau disebut jumlah kasus (jumlah kuesioner) yang dalam SPSS disebut dengan
baris.
- Pada point 2, menunjukan jumlah variabel yaitu sebanyak 5 variabel (atau sama
dengan jumlah butir pertanyaan) yang dalam SPSS disebut kolom.

Untuk memasukan data seperti diatas, pilihlah perintah Data View. Setelah itu,
masukan data mulai dari data ke-1 sampai data ke-20 seperti contoh berikut ini :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 16 of 149

- Masukan urutan kode responden mulai nomor 1 s/d 20 kedalam kolom variabel
“Kores”, dimulai dari baris pertama , kedua dan seterusnya sampai baris ke-20.
- Masukan data status pekerjaan pada variabel “Kerja”.
- Masukan data skor pengetahuan pada variabel “Pengetahuan”.
- Masukan data jenis kelamin bayi pada variabel “JK_Bayi”.
- Masukan data berat badan bayi pada variabel “BB_Bayi”.

10. Mengedit Data.


a. Menghapus isi sel
Untuk melakukan penghapusan pada isi sel, bias dilakukan dengan cara berikut
ini:
1. Pilih sel yang akan dihapus isinya dan klik
2. Tekan tombol Delete (pada keyboard)
Untuk mengapus isi sejumlah sel sekaligus, pilihlan sejumlah sel tersebut dengan
drag (menyorot/mengeblok) dengan mouse.

- Tampilan gambar diatas, berarti kita membuat blok pada variabel


Pengetahuan pada nomor responden 3 s/d 6. Tekan Delete untuk
menghapusnya.

b. Menghapus isi sel satu kolom (menghapus Variabel).


1. Klik heading kolom (nama variabel) yang akan dihapus isi sel-selnya, misalkan
akan dihapus variabel kerja; klik heading Kerja seperti tampilan dibawah ini :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 17 of 149

Klik disini

2. Tekan tombol Delete pada keyboard.

Begitu juga jika anda mau melakukan penghapusan pada row atau kasus
c. Mengkopi isi sel.
1. Pilih sel (sejumlah sel dengan menyorot) yang akan dicopi isinya
2. Tekan Ctrl+C (Copy)
3. Pindahkan kursor (penunjuk sel) kesel yang akan dituju
4. Tekan Ctrl+V (Paste)
Hal yang perlu diperhatikan dalam mengcopi isi sejumlah sel adalah, bahwa
format hasil copy akan selalu menyesesuaikan dengan format variabel dimana
isi sel atau sejumlah sel itu dicopy.

d. Mengkopi isi sel kolom (mengcopy Variabel).


1. Klik heading kolom (nama variabel) yang akan dicopy
2. Tekan Ctrl+C (Copy)
3. Klik heading kolom yang dituju
4. Tekan Ctrl+V (Paste)
Hasil dari perintah diatas adalah mengcopy kolom sekaligus dengan format
variabelnya (type, lebar, value, dsb), dan sudah pasti tidak bias mengubah nama
variabelnya.

e. Menyisipkan kolom (menyisipkan Variabel).


1. Pidahkan penunjuk sel pada kolom/variabel yang akan disisipi
2. Klik kanan pada heading kolom yang akan disisipi.
3. Kemudian klik Insert Variabel.
Sedangkan untuk melakukan penyisipin pada baris, sama dengan hal diatas,
hanya pada baris klik kanan, dan pilih Insert Cases.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 18 of 149

11. Menyimpan File Data.


Data yang telah dimasukan dapat disimpan keberbagai format data. Secara
pengaturan dasar, SPSS for Windows akan menyimpan data tersebut dengan format
SPSS, bentuk formatnya dicirikan dengan ektensi .SAV (nama file.SAV).
Untuk menyimpan data yang telah anda entry, dapat dilakukan sebagai berikut ini :
1. Pilih File, bawa kursor ke Save (atau Ctrl+S), sehingga akan muncul tampilan sbb:
Pada tampilan gambar dibawah ini terdapat beberapa isian kotak :
- Save in; Anda dapat memilih direktori/drive tempat menyimpan file. Bila pada
kotak Save in tidak dirubah berarti data disimpan dalam direktori program SPSS.
- File name; Anda harus mengetikan nama file dikotak ini. SPSS akan
menambahkan extension SAV, sehingga anda cukup mengetikan nama filenya
saja dan tidak perlu mengetik ektensinya.
- Save as type; Data dapat disimpan dalam berbagai macam format. Untuk data
SPSS akan disimpan dengan format .SAV.

2. Misalkan kita akan menyimpan data di My Documents dan diberi nama Latihan
Gizi. Klik kota Save in, geser kursor dan sorot My Documents. Klik kotak File
name, isikan Latihan Gizi. Maka akan terlihat tampilannya sebagai berikut ini :

Agar tersimpan di My
Documents

Ketik Latihan Gizi

3. Klik Save, maka data Latihan Gizi akan tersimpan di My Documents.

12. Mengaktifkan atau Membuka File Data.


Untuk mengaktifkan atau membuka file data yang telah ada, bias kita lakukan
dengan cara berikut ini :
1. Pilih File, bawa kursor ke Open kemudian pilih Data (atau Ctrl+O), sehingga akan
muncul tampilan sbb:

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 19 of 149

Terlihat pada kota diatas ada beberapa isian, yaitu :


- Look in; Anda dapat memilih/menganti direktori tempat file disimpan. Secara
otomatis tampilan pertama akan muncul direktori SPSS.
- File name; Tempat untk mengetikan nama file. Atau dapat juga dilakukan
dengan meng-klik nama file yang tertampil pada kotak bagian atas File name.
- Files of type; Data dapat disimpan dalam berbagai format yang dapat dipilih
dalam kotak ini. Secara otomatis tampilan akan muncul File format
SPSS(.SAV).
2. Misalkan sekarang akan diaktifkan/dibuka file data : Latihan Gizi dari My
Documents, maka caranya adalah; klik kotak Look in, geser ke My Documents,
klik kotak File name, ketik Latihan Gizi, atau klik Latihan Gizi yang
terlihat/tertampil pada kotak diatasnya.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 20 of 149

3. Kemudian klik Open, data akan muncul di layar (seperti gambar dibawah ini)

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 21 of 149

Transformasi/Modifikasi Data SPSS v.18,0


Setelah semua data dientry pada dasarnya anda dapat langsung melakukan analisis
untuk mengetahui informasi yang diinginkan. Namun seringkali data yang ada tidak
semuanya dapat langsung dilakukan analisisnya.

Beberapa data masih bias jadi perlu dilakukan modifikasi/transformasi, misalnya untuk
keperluan analisis kita harus mengelompokan umur menjadi tiga katagori, misalnya 0 – 1
tahun, 2 – 3 tahun dan 4 – 5 tahun., dan kasus lain misalnya kita akan membuat variabel
baru hasil dari gabungan beberapa variabel (misalnya membuat variabel IMT, dari variabel
BB dan TB), maka kita harus melakukan aktifitas di SPSS untuk menggabungkan beberapa
variabel tsb.

Dari uraian diatas tentunya sekarang menjadi jelas ternyata sering kali kita tidak dapat
langsung melakukan analisis, kita harus melakukan modifikasi data. Perlu tidaknya
modifikasi dilakukan dapat dilihat pada Defenisi Operasional Variabel dari penelitian Karya
Tulis Ilmiah kita. Misalkan dalam penelitian anda Defenisi Operasionalnya adalah sebagai
berikut :

No Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala


1. Status Gizi Keadaan balita yang dilihat dari 1. Baik Ordinal
Balita pengukuran antropometri ber- - Gizi Baik
dasarkan BB/TB dengan meng- Z Score > -2,0 SD
gunakan standar Z Score s/d < +2,0 SD
2. Tidak Baik
- Gizi Lebih :
Z Score >+2,0 SD
- Gizi Kurang :
Z Score <-2,0 SD s/d
> -3 SD
- Gizi Buruk :
Z Score <-3,0 SD

No Variabel Defenisi Operasional Hasil Ukur Skala


2. Konsumsi Energi Kecukupan energi, protein yang 1. Baik, Ordinal
dan Protein dikonsumsikan dihitung berdasar- bila ≥80%AKG
kan pengukuran Reccal 24 jam 2. Tidak Baik,
yang dilihat berdasarkan AKG bila <80% dari AKG
3. Pengetahuan Segala sesuatu yang diketahui oleh Skoring Rasio
Gizi responden tentang penyakit dan
imunisasi campak baik yang
diperoleh secara formal maupun
informal.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 22 of 149

Dari contoh DO diatas dapat diketahui bahwa variabel Pengetahuan Gizi bias langsung
dianalisis, sedangka variabel Status Gizi Balita dan Konsumsi Energi dan Protein masih
perlu dilakukan modifikasi dengan SPSS. Variabel Status Gizi Balita perlu dilakukan
pengelompokan menjadi Status Gizi Baik (Gizi Normal) dan Status Gizi Tidak Baik (Gizi
Kurang, Buruk dan Lebih). Variabel Konsumsi Energi dan Protein perlu dibuat dengan
cara perhitungan persentase AKG, jika diatas 80% AKG maka mempunyai asupan yang
baik dan jika hasilnya adalah dibawah 80% maka katagorinya adalah asupan tidak baik.

Berikut akan diuraikan beberapa jenis modifikasi data (Recode, Compute dan Count)
yang dapat dilakukan di Program SPSS for Windows.

1. Recode
Secara umum tujuan utama dari transformasi data adalah untuk mengbah skala
pengukuran data asli menjadi bentuk lain sehingga data dapat memenuhi asumsi-
asumsi yang mendasari analisis statistik baik deskriptif maupun analitik. Transformasi
data merupakan suatu proses yang dapat dilakukan untuk merubah bentuk data, dan
yang paling umum digunakan yaitu Recode. Dimana Recode ini merupakan transformasi
yang paling umum digunakan dalam kajiannya di SPSS untuk melakukan
pengklasifikasian data. Recode tersedia kedalam dua model yaitu :
a. Recode into Same Variables...
b. Recode into Different Variables...

Keduanya mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk melakukan perubahan data asli
kedata dengavariabel baru yang biasa dilakukan transformasi yaitu dari data numerik
menjadi data katagorik. Recode into same variables merupakan trasnformasi data
dimana data asli yang diubah akan ditimpa (replace) kedalam data baru sehingga data
asli hilang. Sedangkan Recode into different variables merupakan transformasi data
dimana data asli yang diubah tidak akan ditimpa melainkan disusunnya sebuah variabel
dan data baru sehingga data asli masih tetap bisa digunakan. Umumnya dalam
melakukan proses Recode yaitu dengan model Recode into different varibales.

Pengelompokan biasanya digunakan untuk mengubah variabel numeric menjadi


variabel katagorik. Pengelompokan dapat dilakukan pada variabel yang sama atau
kevariabel baru yang berbeda. Dianjurkan kalau melakukan pengelompokan sebaiknya
digunakan variabel baru sehingga masih memiliki nilai yang asli pada file data.
Sebagai contoh kita memiliki data Latihan Gizi yang berisi variabel Kode Responden
[Kores], Status Pekerjaan Ibu [Kerja], Skor Pengetahuan [Pengetahuan], Jenis Kelamin
Bayi [JK_Bayi] dan Berat Badan Bayi [BB_Bayi]. Pada data yang telah dientry di SPSS
adalah hasilnya sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 23 of 149

Gambar 16. Tampilan Data View pada SPSS.

Sebagai contoh kita akan melakukan pengelompokan variabel “Pengetahuan”.


Pengetahuan akan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok data, yaitu: Baik ( > Mean +
0,5SD) dan Cukup (Mean – 0,5SD s/d Mean + 0,5SD ) serta Kurang ( < Mean – 0,5SD ).

Langkah dalam melakukan Recode adalah sebagai berikut :


1. Pilih Trasform, dan pilih Recode seperti gambar dibawah ini

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 24 of 149

2. Pilih Recode Into Different Variables.

3. Sorot variabel Pengetahuan, lalu klik tanda panah kekanan sehingga variabel
Pengetahuan berpindah di kotak Input Variable  Output Variable.
4. Pada kotak Output Variable, pada bagian Name ketiklah Tk_Pengetahuan
(sebagai nama variabel baru untuk umur yang bentuknya sudah katagorik), dan
pada bagian Label ketiklah Tingkat Pengetahuan (Label pada variabel
Tk_Pengetahuan).
5. Klik Change sehingga pada kotak Input Variable  Output Variable terlihat
Pengetahuan  Tk_Pengetahuan, seperti terlihat pada gambar dibawah ini :

6. Klik option Old and New Values, sehingga muncul kotak Old and New Values
dimonitor PC/Laptop anda seperti ini :
Pada kotak dialog tersebut ada beberapa isian yang harus di isi. Secara garis
besar ada 2 isian yang harus di isi, yaitu Old Value (nilai lama yang akan di
recode) dan New Value (nilai baru sebagai hasil recode dari nilai lama).
Merecode bisa dilakukan per satu nilai lama atau jangkauan nilai (Range)

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 25 of 149

7. Sekarang kita akan merecode nilai Skor Pengetahuan [Pengetahuan], jika nilai < Mean
– 0,5SD (22) adalah Kurang (kode 1) dan Mean – 0,5SD s/d Mean + 0,5SD (23 s/d 24)
adalah Cukup (kode 2) dan Jika Baik > Mean + 0,5SD (25) adalah kodenya 3. Pindahkan
kursor ke kotak Range, LOWEST through value, ketiklah 23. Bawa kursor kebagian
kota New Value, dan pada Value ketiklah 1 kemudia klik Add. Hasilnya adalah sebagai
berikut :

Langkah 3

Langkah 1

Langkah 4
klik Add

Langkah 2

8. Sekarang, pindahkan lagi kursor ke kotak Range: --- through ---, disini kita akan
mengrecode Pengetahuan 23 s/d 24 menjadi kode 2. Pad 2 kotak tersebut isilah
angka 23 dan 24. Lalu pindahkan kursor ke kotak New Value, dan pada Value
ketiklah 2 kemudia klik Add. Hasilnya adalah sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 26 of 149

Langkah 4

Langkah 1

Langkah 2

Langkah 3 Langkah 5
klik Add

9. Selanjutnya klik pada bagian Range, value through HIGHEST. Kita akan
melakukan pengkodean Pengetahuan > 25 menjadi kode 3. Pada kotak Range,
value through HIGHEST ketiklah angka 25, lalu pindahkan lagi kursor ke kotak
New Value, dan pada Value ketiklah 3 kemudia klik Add. Hasilnya adalah sebagai
berikut :

Langkah 3

Langkah 1

Langkah 4
klik Add

Langkah 2

10. Klik Continue, Klik OK, terilihat variabel baru Tk_Pengetahuan sudah terbentuk
berada dikolom paling kanan.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 27 of 149

Tampak pada gambar diatas variabel baru ”Tk_Pengetahuan” masih


menampilkan 2 desimal, anda dapat masuk ke jendela Variable View, kemudian
klik Decimals pada variabel Tk_Pengetahuan dan isi dengan 0. Kemudian anda
juga dapat memberi Value Labels untuk kode 1 = Kurang, 2 = Cukup dan 3 = Baik,
dengan cara mengklik 2 kali pada Values seperti teknik pembuatan value labels
pada bahagian sebelumnya.

2. Compute
Selain fasilitas merecode yang sudah coba kita kerjakan diatas untuk mengelompokan
data, fasilitas SPSS yang lain yaitu membuat variabel baru hasil dari operasi perhitungan
matematik dari beberapa variabel yang sudah dientry, misalkan kita hendak melakukan
penjumlahan, pengurangan, pembagian dan perkalian, dll.
Sebagai contoh pada file Latihan Gizi terdapat data Berat Badan Ibu [BB_Ibu] dan Tinggi
Badan Ibu (cm) [TB_Ibu]. Kita akan membuat variabel baru agar setiap responden
mempunyai data Indeks Masa Tubuh (IMT). Sebelumnya disini kita bahas dulu sedikit
tentang Rumus IMT, yaitu :

BB(kg) Keterangan :
IMT = IMT = Indeks Masa Tubuh,
TB(m)2 BB(kg) = Berat Badan dalam Kg,
TB(m) = Tinggi Badan dalam meter.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 28 of 149

Jadi pada kasus Latihan Gizi ini jika anda mau menghitung IMT responden, maka
sebelumnya anda harus merubah TB (cm) ke TB (m). Untuk mengubah TB dari cm ke m,
dapat dilakukan dengan langka-langkah berikut ini :

1. Pastikan anda berada pada posisi Data Vew.


2. Pilih Transform.
3. Pilih Compute Variables, kemudian akan muncul kotak dialog seperti dibawah ini :

Pada kotak tersebut diatas, terdapat beberapa point penting. Yaitu :


Target Variable : Diisi nama variabel yang akan dibuat, dapat merupakan
variabel yang lama, ataupun variabel yang baru.
Numeric Expression : Diisi dengan rumus yang akan digunakan untuk
menghitungan nilai yang baru pada target variable.
Rumus yang tertulis dapat mengandung nama variable
yang sudah ada, operasional matematik dan fungsi.
Adapun operasi matematik yang dapat dilakukan adalah
penjumlahan (+), pengurangan (-), perkalian (*),
pembagian (/), pangkat (**), tanda kurung “(.)”

4. Misalkan kita akan membuat variabel baru, yaitu Tinggi Badan Ibu (meter),
dengan nama variabelnya TB_Ibu_m, maka pada kotak Target Variable, ketiklah
TB_Ibu_m. Dan pada Type & Label ketik TB Ibu (m).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 29 of 149

5. Pada Numeric Expression, ketiklah variabel-variabel yang diperlukan untuk


membuat variabel baru (TB_Ibu_m) tampilannya adalah (TB_Ibu_cm/100), dan
klik If, pilih Include all cases sehingga terlihat dilayar adalah sebagai berikut :

6. Kemudian, klik OK. Dan variabel baru dengan nama Variabel TB_Ibu_m.

Jadi sekarang, pada kasus Latihan Gizi ini kita akan menghitung IMT responden, dimana
TB (m) telah terbentuk. Selanjutnya langkah-langkah dalam melakukan perhitungan
Variabel IMT adalah sebagai berikut :
1. Pastikan anda berada pada posisi Data Vew.
2. Pilih Transform.
3. Pilih Compute Variables, sehingga muncul kotak dialog Compute Variable,
seperti pada gambar diatas.
4. Pada Target Variable, ketik IMT yang merupakan nama variabel
5. Pada Type & Label ketik Indeks Masa Tubuh
6. Kemudian pada Numeric Expression, masukanlah variabel-variabel yang
dibutuhkan untuk menghitung IMT sebagaimana pada rumus sebelumnya.
7. Klik If, pilih Include all cases sehingga terlihat dilayar adalah sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 30 of 149

8. Klik OK, pilih dan sebuah variabel baru telah terbentuk yaitu Variabel IMT.

Membuat Variabel Baru dengan Kondisi Tertentu.


Dalam pembuatan variabel baru sering kali dihasilkan kondisi beberapa variabel
yang ada. Misalnya dalam file Latihan Gizi terdapat variabel BB Ibu dan variabel
IMT. Kemudian kita ingin membuat variabel baru yang berisi Resiko dan Tidak
Resiko. Misalkan variabel baru tersebut diberi nama RISK dan untuk kelompok
Resiko (kode 1) dan Tidak Resiko (kode 2). Adapunn kriteria Resiko adalah bila BB
Ibu diatas 55 Kg dan IMT diatas 23. Selain kondisi tersebut akan dikelompokan
kedalam Tidak Resiko. Dari kasus ini berarti kita diharapkan membuat variabel baru
dengan kondisi variabel BB Ibu dan IMT. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai
berikut :

1. Pilih Transform
2. Pilih Compute sehingga muncul kotak dialog Compute Variable, seperti pada
gambar diatas.
3. Pada Target Variable, ketik RISK yang merupakan nama variabel
4. Pada Type & Label ketik Resiko
5. Kemudian pada kotak Numeric Expression, ketiklah angka 2

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 31 of 149

6. Klik OK, terlihat variabel RISK sudah terbentuk dengan semua sel berisi angka 2

7. Selanjutnya pilih kembali menu Transform, dan klik Compute


8. Pada kota Target Variable, biarkan tetap berisi RISK
9. Pada kotak Numeric Expression, hapus angka 2 dan gantilah dengan angka 1
10. Klik tombol If, sesaat kemudian muncul Compute Variable : If Cases
11. Klik tombol berbentuk lingkaran kecil: Include if cases statifies condition
12. Pada kotak dibawah option Include if cases statifies condition, masukan
variabel BB_Ibu > 55 & IMT > 23
13. Klik Continue
14. Klik Ok, maka akan muncul pesan :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 32 of 149

15. Klik OK, maka terbentuklah variabel RISK pada kolom paling kanan dengan isi 1
dan 2 (1 = Resiko, dan 2 = Tidak Resiko)

Klik Disini

3. Select Cases (Subset Data).


Select Case atau memilih sebagian data (Subset Data) seringkali perlu digunakan
pada kondisi-kondisi tertentu. Misalkan kita ingin mengetahui distribusi Status Gizi
balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Lhoknga, tentu saja dalam data ada
variabel yang menunjukan masing-masing wilayah kerja .

Sebagai contoh, dalam Latihan Gizi kita ingin mengetahui rata-rata BB_Bayi (Berat
Badan Bayi) pada Ibu yang berkerja (variabel Kerja). Adapun langkah dan caranya
adalah sebagai berikut :

1. Pilih Menu : Data


2. Pilih Select Cases
3. Dan, pada tombol : If condition is satisfied

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 33 of 149

Gambarnya adalah sebagai berikut :

4. Klik pilihan : If
5. Ketikah/masukan/sorot variabel Kerja=1
Note : Ibu yang bekerja kodenya =1

6. Klik Continue
7. Perhatikan dibagian bawah pada kotak Outputnya tertera disitu Filter out
unselected case (tidak dianalisis hanya ditandai saja dengan pencoretan
nomor kasus), copy selected case to new sheet (kasus yang kita seleksi akan
dikopi ke lembar kerja yang baru), Delete unselected case (kasus yang tidak

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 34 of 149

terpilih akan dihapus secara permanen). Biasanya kita gunakan option:


Filter out unselected case.
8. Klik OK, sehingga anda kembali ke data editor.
9. Perhatikan pada data editor ada beberapa kasus yang tidak terpilih
(dimatikan), yang ditandai dengan pencoretan nomor kasusnya.

10. Untuk menghilangkan kasus yang telah diseleksi tadi (filetered), kita bisa
melakukan dengan cara menghapus variabel yaitu filter_$. Klik kanan pada
variabel tersebut dan pilih clear, sehingga kasus yang tidak terpilih (dimatikan)
akan aktif kembali.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 35 of 149

Reliabelitas dan Validitas Instrumen


Penelitian
Salah satu masalah dalam suatu penelitian adalah bagaimana data yang diperoleh
mempunyai nilai yang akurat dan objektif. Hal ini sangat penting dalam penelitian
karena suatu kesimpulan penelitian hanya akan dapat dipercaya bila didasarkan pada
informasi yang juga dapat dipercaya (akurat). Data yang kita kumpulkan tidak akan
berguna jika alat pengukur (Instrumen) yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian tidak mempunyai validitas dan reliabelitas yang tinggi.

1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauhmana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Misalnya bila seseorang
akan berat badan (BB) balita, maka dia (pengukur) harus menggunakan timbangan
dacin. Dilain pihak bila seseorang ingin menimbang berat badan ibu, maka dia harus
menggunakan timbangan badan/seca. Jadi dapat disimpulkan bahwa timbangan
dacin valid untuk mengukur BB balita, tapi tidak valid untuk menimbang BB ibu.

Cara mengukur validitas suatu instrumen (dalam hal ini kuesioner) dilakukan
dengan cara melakukan korelasi antara skor masing-masing variabel dengan skor
totalnya. Suatu variabel/pertanyaan dikatakan valid bila skor variabel tersebut
berkorelasi secara signifikan dengan skor total. Teknik korelasi yang digunakan
adalah Korelasi Pearson Product Moment ( r ).

𝑁 (∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋. ∑ 𝑌)
𝑟=
√[𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 ][𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 ]

Keputusan Uji, adalah sebagai berikut :


 Bila r hitung lebih besar dari r table ---> Ho ditolak, artinya varibel valid
 Bila r hitung lebih kecil dari r table ---> Ho diterima, artinya varibel tidak
valid

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 36 of 149

2. Reliabelitas
Reliabelitas adalah sautu ukuran yang menunjukan sejauh mana hasil pengukuran
tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang
sama dan dengan alat ukur yang sama. Misalkan seseorang peneliti ingin mengukur
tinggi badan (TB) dengan menggunakan dua jenis alat ukur. Alat ukur pertama
dengan Microtoice dan alat ukur yang kedua adalah meteran kain. Pengukuran yang
dilakukan dengan Microtoice akan mendapatkan hasil yang sama kalau
pengukurannya diulang dua kali atau lebih, sebaliknya pengukuran yang dilakukan
dengan meteran kain besar kemungkinan akan didapatkan hasil yang berbeda kalau
pengukurannya diulang dua atau lebih. Dari gambaran masalah tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa Mikrotoice lebih reliabelitas dibandingkan meteran kain
untuk mengukur tinggi badan (TB) seseorang.

Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah


konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Jadi misalkan responden menjawab
“setuju” terhadap perilaku gizi dapat memperbaiki status gizi balitanya, maka jika
beberapa waktu kedepan ditanya lagi hal yang sama maka ia (responden)
seharusnya tetap konsisten pada jawaban semula, yaitu “setuju”

Pengukuran reliabelitas pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Repeated Measure atau ukur ulang.
Pertanyaan ditanyakan pada responden secara berulang pada waktu yang
berbeda (misalnya sebulan kemudian), dan dilihat apakah ia tetap konsisten
dengan jawabannya.

b. One Shot atau diukur sekali saja.


Disini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan
pertanyaan lain. Pada umumnya pengukuran dilakukan secara One Shot dengan
melibatkan beberapa pertanyaan.

Pengujian Reliabelitas dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu. Jadi jika
sebuah pertanyaan tidak valid, maka pertanyaan tersebut dibuang. Pertanyaan-
pertanyaan yang sudah valid kemudian baru secara bersama-sama diukur
reliabelitasnya.

Latihan “Uji Validitas dan Reliabelitas” :


Berikut adalah hasil wawancara terhadap 15 responden (ibu-ibu). Tujuannya adalah
untuk mengetahui tingkat pengetahuan gizi responden, maka digunakan 5
pertanyaan tersebut untuk dilakukan uji instrumen, apakah pertanyaan-pertanyaan

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 37 of 149

tersebut adalah valid dan semua pertanyaan ini adalah relialibel. Berikut adalah
hasilnya :

No. P1 P2 P3 P4 P5
1. 4 3 4 4 4
2. 1 1 1 1 1
3. 1 2 1 1 1
4. 4 4 3 4 4
5. 2 4 2 2 2
6. 3 3 3 3 3
7. 4 1 4 4 4
8. 1 1 1 1 1
9. 3 3 3 3 3
10. 2 3 2 2 2
11. 1 1 1 1 1
12. 2 2 2 2 2
13. 4 2 4 3 4
14. 3 1 3 3 3
15. 2 3 2 2 2

Pertanyaan :
1. Tentukan validitas dari kuesioner diatas ?
2. Telesuri lebih lanjut, pertanyaan mana saja yang kurang baik untuk mengetahui
tingkat pengetahuan gizi ibu ?
3. Ujilah reliabelitas dari kuesioner diatas ?

Penyelesaian :
Langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Masukan data tersebut diatas ke SPSS
2. Kemudian, pada menu pilih Analyze
3. Sorot ke Scale dan pilih atau klik Reliability Analysis ..., sehingga tampak dilayar
sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 38 of 149

4. Masukan semua variabel kedalam kotak item (ingat : variabel yang masuk hanya
variabel yang akan diuji saja) yaitu P1, P2, P3, P4, dan P5. Hasilnya adalah :

5. Pada Model, biarkan pilihan pada Alpha


6. Klik Statistics...
7. Pada bagian Descriptives for : klik pilihan Item, Scale, Scale if item deleted

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 39 of 149

8. Abaikan yang lain, dan klik Continue


9. Klik OK, terlihat hasil outputnya sebagai berikut :

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 15 100.0
Excludeda 0 .0
Total 15 100.0
a. Listwise deletion based on all
variables in the procedure.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 40 of 149

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.928 5

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
P1 2.47 1.187 15
P2 2.27 1.100 15
P3 2.40 1.121 15
P4 2.40 1.121 15
P5 2.47 1.187 15

Item-Total Statistics
Scale Corrected Cronbach's
Scale Mean if Variance if Item-Total Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Correlation Deleted
P1 9.53 15.124 .963 .881
P2 9.73 20.924 .328 .993
P3 9.60 15.971 .915 .892
P4 9.60 15.686 .955 .884
P5 9.53 15.124 .963 .881

Scale Statistics
Std.
Mean Variance Deviation N of Items
12.00 25.429 5.043 5

Interpretasi :

Hasil analisis reliabelitas memperlihat dua bagian. Bagian pertama menunjukan


hasil statistik deskriptif masing-masing variabel dalam bentuk Mean, Variance,
dan lain-lain.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 41 of 149

Pada bagian kedua, memperlihatkan hasil dari proses validitas dan reliabelitas.
Kaidah yang berlaku bahwa pengujian dimulai dengan menguji validitas
kuesioner, baru dilanjutkan uji reliabelitas.

a. Uji Validitas :
Untuk mengetahui validitas kuesioner dilakukan dengan membandingkan
nilai r tabel dengan nilai r hitung

*) Menentukan nilai r tabel


Nilai r tabel dilihat dengan tabel korelasi – r – (pada lampiran 1) dengan
menggunakan df = n – 2. Pada latihan ini df = 15 – 2 = 13, pada CI 95% (α =
0,05) didapat angka r tabel = 0,514

*) Menentukan nilai r hasil perhitungan


Nilai r hasil perhitungan dapat dilihat pada kolom “Corrected item-Tota
Correlation” pada hasil outputnya.

*) Penarikan keputusan
Masing-masing pertanyaan/variabel dibandingkan nilai r hasil perhitungan
dengan nilai r tabel, dengan ketentuan sebagai berikut :
 Bila r hitung > dari r table ---> pertanyaan tersebut valid
 Bila r hitung < dari r table ---> pertanyaan tersebut tidak valid

Kesimpulannya adalah :
Terlihat dari 5 pertanyaan, ada satu pertanyaan yaitu P2 (r = 0,328) yang
nilainya lebih rendah dari r tabel (r = 0,514). Sehingga pertanyaan P2 tidak
valid, sedangkan untuk pertanyaan P1, P3, P4, dan P5 dinyatakan valid (nilai r
hitung > nilai r tabel)

Langkah selanjutnya melakukan analisis lagi dengan mengeluarkan


pertanyaan yang tidak valid (P2). Lakukan langkah seperti prosedur diatas,
yaitu pada menu pilih Analyze, sorot Scale, dan klik Reliability Analysis ....
Masukan keempat varabel (P2 tidak dimasukan dalam analisis karena nilai r
hitung < nilai r tabel). Klik OK, kemudian muncul tampilan sebagai berikut :

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 42 of 149

Case Processing Summary


N %
Cases Valid 15 100.0
Excludeda 0 .0
Total 15 100.0
a. Listwise deletion based on all variables
in the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.993 4

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
P1 2.47 1.187 15
P3 2.40 1.121 15
P4 2.40 1.121 15
P5 2.47 1.187 15

Item-Total Statistics
Corrected Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
P1 7.27 11.495 .996 .988
P3 7.33 12.095 .971 .994
P4 7.33 12.095 .971 .994
P5 7.27 11.495 .996 .988

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 43 of 149

Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
9.73 20.924 4.574 4

Interpretasi :

Sekarang terlihat bahwa dari keempat pertanyaan, semua mempunyai nilai r


hitung (Corrected Item-Total Correlation) berada diatas nilai r tabel (0,514).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa keempat pertanyaan tersebut valid.

b. Uji Reliabelitas :

Setelah semua pertanyaan sudah valid semua, analisis dilanjutkan dengan uji
reliabelitas. Untuk mengetahui reliabelitas sebuah instrumen (kuesioner)
adalah dengan membandingkan nilai r perhitungan (Cronbach's Alpha)
dengan r tabel, dengan ketentuannya adalah bilai nilai r hitung > nilai r tabel,
maka pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah reliable.

Dari hasil uji diatas ternyata diketahui bahwa nilai r hitung (Alpha) lebih besar
dibandingkan dengan nilai r tabel pada CI 95% dengan df = 13 (0,994 > 0,514).
Maka dapat disimpulkan bahwa keempat pertanyaan tersebut diatas adalah
reliabel.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 44 of 149

Pengantar Analisa Data


Setelah kita selesai melakukan pengolahan data serta modifikasi data pada SPSS,
maka langkah selanjutnya adalah data dianalisis. Data mentah (raw data) yang sudah
susah payah kita kumpulkan tidak akan ada artinya jika tidak dianalisis. Analisis data
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena dengan
analisislah data kita mempunyai arti/makna yang dapat berguna untuk memecahkan
masalah dalam suatu penelitian.

Analisis mempunyai posisi strategis dalam suatu penelitian. Namum perlu


dimengerti bahwa dengan melakukan analisis tidak dengan sendirinya dapat secara
langsung memberi jawaban penelitian, untuk itu perlu diketahui bagaimana
menginterpretasi hasil analisis tersebut. Menginterpretasi berarti kita dapat
menjelaskan hasil analisis guna memperoleh makna/arti dari suatu data.

Interpretasi mempunyai dua bentuk, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Interpretasi dalam arti sempit (deskriptif) yaitu interpretasi data yang dilakukan hanya
sebatas pada masalah penelitian yang diteliti berdasarkan data yang dikumpulkan dan
diolah untuk keperluan penelitian tersebut. Atau dalam pengertian lain bahwa interpretasi
dalam bentuk deskriptif hanya memberikan penjelasan dan gambaran tentang suatu atau
beberapa masalah tanpa perlu dilakukan suatu proses pembuktian secara statistik atau
estimasi ataupun pengujian hipotesa. Pada analisis sederhana (analisis univariat) ini bisa
dilakukan dengan ukuran nilai tengah dan dispersi : karena nilai rata-rata dan standar
deviasi merupakan dasar perhitungan statistik yang lebih kompleks. Nilai tengah (central
tendency) tidak hanya satu, tetapi terdapat beberapa ukuran nilai tengah yang dapat
digunakan. Dalam Modul ini, kita akan berbicara tentang beberapa pengukuran nilai
tengah yang paling sering digunakan antara lain adalah :
1. Rata-rata hitung (Arithmatic Mean) atau disingkat Mean
2. Rata-rata ukur (Geometric Mean)
3. Median, dan
4. Modus (Mode)

Bila kita ingin mengetahui informasi yang lebih lengkap, maka kita harus
menghitung juga variasi atau penyimpangan terhadap rata-rata. Perhitungan dispersi ini
sangat penting karena beberapa hal sebagai berikut :
1. Mendapatkan informasi tambahan tentang penyimpangan yang terjadi pada
suatu distribusi.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 45 of 149

2. Dapat menilai ketepatan nilai tengah dalam mengwakili distribusinya. Bila


suatu distribusi memiliki dispersi yang besar maka nilai tengahnya kurang
mengwakili distribusinya, sebaliknya bila distribusi mempunyai dispersi yang
kecil maka nilai tengah mempunyai ketepatan yang tinggi. Oleh karena itu,
pengukuran nilai tengah tanpa menghitung dispersi, informasi yang kita
peroleh kurang sempurna.
3. Perhitungan dispersi juga mempunyai arti penting untuk mengadakan analisis
melalui perhitungan statistik yang lebih mendalam.

Terjadinya variasi data merupakan suatu peristiwa yang alamiah. Oleh karena itu,
variasi dapat terjadi pada semua kejadian (ingat : penggunaan data baik pada ukuran
nilai tengah dan dispersi adalah data numerik/angka). Ukuran variasi atau dispersi yang
akan dibahas dalam modul ini meliputi hal-hal berikut ini :

1. Dispersi absolut yang terdiri dari :


a. Rentang (Range)
b. Kuartil
c. Desil
d. Persentil
e. Deviasi Rata-rata (Mean Deviation)
f. Deviasi Standar (Standard Deviation)
g. Varians (Variance)

2. Dispersi relatif berupa koefesien variasi (Coeffecient of Variationi)


Sedangkan Interpretasi dalam arti luas (analitik) yaitu interpretasi guna mencari
makna data hasil penelitian dengan jalan tidak hanya menjelaskan/menganalisis data
hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan inferensi (generalisasi) dari data yang
diperoleh dengan teori-teori yang relevan dengan hasil-hasil penelitian tersebut. Pada
umumnya interpretasi dalam arti luas sering melibatkan proses pembuktian data secara
statistik, adanya estimasi data, serta ada pengujian hipotesis penelitian.
Pada jenis interpretasi data dalam arti luas, jenis analisis statistiknya terbagi
kedalam dua, yaitu analisis data Bivariate dan analisis data Multivariate.

1. Analisis Data Bivariate :


Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis
yang lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antara dua variabel, maka
analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Untuk mengetahui hubungan diantara

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 46 of 149

kedua variabel biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik yang
digunakan sangat tergantung pada jenis data/variabel yang dihubungkan

2. Analisis Data Multivariate :


Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel independen
dengan satu variabel dependen. Analisis multivariate dilakukan secara khusus
untuk mengetahui variabel independen mana yang paling berperan
berhubungannya dengan variabel dependen.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 47 of 149

Analisa Data Deskriptif (Univariat)


Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Dalam analisis data kuantitatif kita dihadapkan
pada kumpulan data yang besar/banyak yang belum jelas maknanya. Fungsi analisis
sebetulnya adalah menyederhanakan atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran
sehingga menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut dapat berupa ukuran
statistik, tabe maupun grafik.
Secara teknis pada dasarnya analisis ini merupakan kegiatan meringkas kumpulan
data menjadi ukuran tengah dan ukuran variasi/dispersi. Selanjutnya membandingkan
gambaran-gambaran tersebut antara satu kelompok dengan kelompok lain, sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam analsis.

A. Peringkasan Data Jenis Numerik


1. Ukuran Tengah (Central Tendency)
Ukuran tengah merupakan cerminan dari konsentrasi dari nilai-nilai hasil
pengukuran. Berbagai ukuran dikembangkan untuk mencerminkan ukuran tengah
tersebut, dan yang paling sering dipakai adalah Mean, Modus, dan Median.

a. Mean :
Mean/average adalah ukuran rata-rata yang merupakan hasil bagi dari jumlah
semua nilai pengukuran (xi) dibagi oleh banyaknya pengukuran (n). Secara
sederhana perhitungan nilai Mean dapat dituliskan dengan rumus :

∑ xi
̅=
X
n

Keuntungan dari nilai Mean adalah mudah menghitungnya dan sudah


menglibatkan seluruh data dalam perhitungannya. Namun kelemahan dari nilai
Mean adalah, nilai Mean sangat dipengaruhi oleh nilai ekstrim, baik ekstrim
tinggi maupun rendah. Oleh karena itu pada kelompok data yang ada nilai
ekstrimnya (sering dikenal dengan “distribusi data yang menceng/miring”),
Mean tidak dapat mengwakili rata-rata kumpulan nilai pengamatan. Sebagai
contoh data yang ada nilai ekstrimnya adalah data pendapatan/penghasilan.
Apabila Mean per bulan adalah 10 juta, sebenarnya sebagian besar orang

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 48 of 149

pendapatannya dibawah 10 juta. Mean 10 juta diperoleh karena tarikan nilai dari
sekelompok kecil orang (misalnya konglomerat) yang pendapatannya sangat
tinggi. Dengan demikian penggunaan Mean yang ada nilai ekstrimnya kurang
tepat.

Contoh : Berikut ada 6 balita yang diukur BB dan TB. Hasil perhitungan Z-Score
BB/TB adalah : 2.74; -0.75; 1.50; -1.44; -2.55; 3.05

2.74 + (−0.75) + 1.50 + (−1.44) + (−2.55) + 3.05


̅=
X
6
̅
X = 0.43

b. Modus :
Mode/Modus merupakan nilai pengamatan yang mempunyai frekwensi/jumlah
terbanyak atau nilai data yang paling sering muncul dalam sebuah variabel.

Contoh : Berikut hasil pengukuran berat badan (BB) terhadap 10 balita di


Kecamatan A, yaitu : 20.5kg, 30kg, 35kg, 20.5kg, 20kg, 15kg, 20.5kg, 40kg, 30kg,
16kg.

Dari data tersebut diatas, kita dapat mengetahui bahwa nilai/data yang paling
sering atau banyak muncul pada BB balita 20.5kg. Kesimpulannya adalah Mode
dari data-data tersebut adalah 20.5kg

Jika dalam sebuah pengukuran memperoleh semua skor menunjukkan frekuensi


yang samamaka data tersebut tidak mempunyai modus. Jika dalam sebuah
pengukuran terdapat 2 skor yangmempunyai frekuensi sama, maka modus dari
data tersebut adalah kedua skor itu dijumlahkan kemudian dibagi 2 (dua).

Mode = (Mode1 + Mode2)/2

c. Median :
Median adalah nilai dimana setengah banyaknya pengamatan mempunyai nilai
dibawahnya dan setengah lagi mempunyai nilai diatasnya. Berbeda dengan nilai

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 49 of 149

Mean, perhitungan median hanya mempertimbangkan urutan nilai hasil


pengukuran, dan besar beda antar nilai dapat diabaikan. Karena mengabaikan
besar beda nilai tersebut, maka Median tidak dipengaruhi oleh nilai ekstrim.
Prosedur perhitungan Median melalui langkah-langkah berikut ini :
- Data diurutkan/di-array dari nilai terkecil ke nilai terbesar
- Hitung posisi Median dengan rumus = (n + 1)/2
- Hitung nilai Mediannya.

Contoh : Berikut hasil pengukuran berat badan (BB) terhadap 10 balita di


Kecamatan A, yaitu : 20.5kg, 30kg, 35kg, 20.5kg, 20kg, 15kg, 20.5kg, 40kg, 30kg,
16kg.

Data diurutkan menjadi : 15, 16, 20, 20.5, 20.5, 20.5, 30, 30, 35, 40

Menentukan posisi Median = (10 + 1)/2 = 5.5

Mediannya adalah data yang urutannya ke 5.5 yaitu (20.5 + 20.5)/2 = 20.5

Jadi kesimpulanya adalah : dari 10 balita yang diukur Bbnya 50% mempunyai BB
dibawah 20.5kg dan 50% mempunyai BB diatas 20.5kg

Hubungan nilai mean median dan mode akan menentukan bentuk distribusi data
sebagai berikut :
- Bila nilai mean, median dan mode sama, maka bentuk distribusi datanya
normal.
- Bila nilai mean > median > mode , maka bentuk distribusinya datanya
menceng/miring ke kanan.
- Bila nilai mean < median < mode, maka bentuk distribusinya datanya
menceng /miring kiri.

2. Ukuran Variasi/Penyebaran (Dispersi)


Nilai-nilai hasil pengamatan akan cenderung saling berbeda satu sama lain atau
dengan kata lain hasil pengamatan akan selalu bervariasi. Untuk mengetahui
seberapa jauh data bervariasi digunakan ukuran variasi/penyebaran (dispersi).
Terdapat beberapa jenis ukuran variasi antara lain : Range, Jarak inter kuartil, Varians
dan Standar Deviasi.
a. Range :
Range merupakan ukuran variasi/penyebaran yang paling dasar, dihitung dari
selisih nilai terbesar dengan nilai terkecil. Kelemahan Range adalah dipengaruhi

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 50 of 149

nilai ekstrim. Keuntungan dari perhitungan nilai Range ini adalah dapat dilakukan
dengan cepat.

b. Jarak inter Kuartil :


Nilai observasi disusun berurutan dari nilai terkecil ke nilai terbesar, kemudian
ditentukan kuartil bawah dan atas. Kuartil merupakan pembagian data menjadi
4 bagian yang dibatasi oleh 3 ukuran kuartil, yaitu Kuartil I, Kuartil II, dan Kuartil
III. Kuartil I mencakup 25% data berada dibawahnya dan 75% data berada
diatasnya. Kuartil II (Median) mencakup 50% data berada dibawahnya dan 50%
data berada diatasnya. Kuartil III mencakup 75% data berada dibawahnya dan
25% data berada diatasnya. Jarak inter kuartil adalah selisih antara Kuartil III dan
Kuartil I. Ukuran ini lebih baik dari Range, terutama kalau frekwensi pengamatan
banyak dan distribusi sangat menyebar.

c. Varians :
Variasi data yang diukur melalui penyimpangan/deviasi dari nilai-nilai
pengamatan terhadap nilai Mean-nya.
Varians adalah rata-rata hitung dari kuadrat deviasi terhadap nilai Mean. Rumus
perhitungan untuk Varians adalah :

Ʃ (xi – x)2
S2 = -------------
n

Semakin besar nilai varians akan semakin bervariasi suatu data tersebut. Karena
satuan varians (kuadrat) yang tidak sama dengan satuan nilai pengamatan, maka
dikembangkan suatu ukuran variasi yang mempunyai satuan yang sama dengan
satuan pengamatan, yaitu Standar Deviasi.

d. Standar Deviasi :
Standar Deviasi dinyatakan sebagai akar positif variansi. Seperti halnya varian,
semakin besar SD semakin besar variasinya. Apabila tidak ada variasi maka SD=0.
Rumus untuk Standar Deviasi adalah :

∑(xi − x)2
S = √
n

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 51 of 149

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, untuk data numerik/angka


digunakan nilai Mean, Median, Kuartil, Range, Standar Deviasi, Minimal, Maksimal. Bila
data yang terkumpul tidak menunjukan adanya nilai ekstrim (berdistribusi normal),
maka perhitungan nilai Mean dan Standar Deviasi merupakan cara analisis univariat
yang tepat. Sedangkan bila dijumpai adanya nilai ekstrim (tidak berdistrisbusi normal),
maka nilai Median dan Inter Quartil Range (IQR) yang lebih tepat untuk digunakan bila
dibandingkan dengan nilai Mean dan Standar Deviasi.

LATIHAN DENGAN SPSS v18

Pada data numerik, peringkasan data dapat dilakukan dengan melaporkan ukuran
tengah dan nilai penyebarannya. Ukuran yang paling umum digunakan adalah Mean,
Median, Modus. Sedangkan ukuran penyebaran (variasi) yang digunakan adalah Range,
Standar Deviasi, Minimal, Maksimal. Pada SPSS ada dua cara untuk mengeluarkan
analisis deskriptif yaitu dapat melalui perintah Frequencies atau perintah Descriptives.
Biasanya yang digunakan adalah perintah Frequencies oleh karena ukuran statistik yang
dihasilkan pada menu Frequencies sangat lengkap (seperti Mean, Median, Varian, dll),
selain itu pada perintah ini juga dapat ditampilkan grafik histogram dan kurva normal
serta distribusi frekwensi dan beberapa grafik (Pie, Bar, Histogram) terhadap data
katagorik. Sedangkan perintah yang kedua, yaitu Descriptives analisis bivariatnya hanya
terbatas pada data numerik saja, dan bisa dilihat juga nilai ukuran tengah dan
penyebarannya seperti Mean, Sum, Median, Standar Deviasi, Range, Minimum dan
Maksimum, serta bisa menglihat distribusi data dalam bentuk Kurtosis dan Skewness.

Berikut akan dilakukan analisis terhadap Variabel IMT, dengan menggunakan perintah
Frequencies :

1. Aktifkan data Latihan Gizi.sav (dengan cara membuka pada SPSS)


2. Pada Menu, pilihlah Analyze
3. Sorot pada Descriptive Statistics
4. Dan klik Frequencies..., terlihat kotak dialog adalah sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 52 of 149

5. Sorot variabel yang akan dianalisis (misalnya : IMT), sorot IMT dan klik tanda 
masukan kekotak Variabel (s):

6. Klik tombol/option Statistics..., pilih ukuran yang mau kita analisis misalnya Mean,
Standar Deviasi, Minimum, Maksimum.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 53 of 149

7. Selanjutnya klik Continue


8. Pada tombol/option Charts..., lalu muncul menu baru dan klik Histogram:, kemudian
pilih/klik With normal curve

9. Selanjutnya klik Continue


10. Klik OK, dan pada layar (Output) terlihat distribusi frekwensi dengan disertai ukuran
statistik yang kita inginka, kemudian dibawahnya ditampilkan grafik histogram
beserta kurva normalnya.

Frequencies
Statistics
Indeks Masa Tubuh
N Valid 48
Missing 0
Mean 20.7469
Std. Deviation 2.32966
Minimum 17.30
Maximum 28.06

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 54 of 149

Indeks Masa Tubuh


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 17.30 1 2.1 2.1 2.1
18.51 6 12.5 12.5 14.6
18.87 2 4.2 4.2 18.8
19.00 2 4.2 4.2 22.9
19.29 2 4.2 4.2 27.1
19.36 2 4.2 4.2 31.3
19.68 2 4.2 4.2 35.4
19.72 4 8.3 8.3 43.8
19.84 2 4.2 4.2 47.9
20.20 1 2.1 2.1 50.0
20.20 2 4.2 4.2 54.2
20.58 1 2.1 2.1 56.3
20.66 2 4.2 4.2 60.4
20.96 4 8.3 8.3 68.8
21.08 4 8.3 8.3 77.1
21.94 2 4.2 4.2 81.3
22.22 1 2.1 2.1 83.3
23.11 2 4.2 4.2 87.5
23.56 2 4.2 4.2 91.7
23.79 1 2.1 2.1 93.8
26.58 1 2.1 2.1 95.8
28.06 2 4.2 4.2 100.0
Total 48 100.0 100.0

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 55 of 149

Dari hasil diatas, nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel Statistics kolom Mean,
begitu juga dengan Standar Deviasi, Minimum, Maksimum. Pada contoh diatas nilai
rata-rata (Mean) IMT adalah 20,75; Standar Deviasi adalah 2,33; IMT terendah
(Minimum) adalah 17,30; dan IMT tertinggi (Maximum) adalah 28,06. Distribusi
frekwensi ditampilkan menurut IMT terendah sampai dengan IMT tertinggi dengan
disertai informasi dengan nilai jumlah dan persentasenya. Bentuk distribusi data
dapat diketahui dari grafik histogram dan kurva normalnya. Dari tampilan grafik
diatas dapat dilihat bahwa distribusi variabel IMT berbentuk tidak normal, tepatnya
menceng kiri.
Dari hasil analisis diatas belum diperoleh informasi yang kuat terhadap estimasi
instermal yang penting untuk melakukan estimasi parameter populasi. Bila anda
ingin memperoleh estimasi interval, maka lakukan analisis ekplore (uji normalitas)
dengan perintah Explore... (permasalahan ini akan dibahas pada point C : Uji
Normalitas Data).

Selanjutnya, akan dilakukan analisis terhadap Variabel IMT dan variabel BB_Bayi,
dengan menggunakan perintah Descriptives... :

1. Aktifkan data Latihan Gizi.sav (dengan cara membuka pada SPSS)


2. Pada Menu, pilihlah Analyze
3. Sorot pada Descriptive Statistics
4. Dan klik Descriptives..., terlihat kotak dialog adalah sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 56 of 149

5. Sorot variabel yang akan dianalisis (misalnya : IMT dan BB_Bayi), sorot IMT, BB_Bayi
dan klik tanda  masukan kekotak Variabel (s):

6. Klik tombol Options...


7. Sesuaikan ukuran analisis univariate anda dengan cara mengklik setiap ukuran
datanya. Contoh dalam latihan ini akan dilihat nilai Mean, Standar Deviasi, Minimum,
Maximum dan nilai Range. Tampilannya sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 57 of 149

8. Klik Continue, dan


9. Klik OK. Tampilan outputnya adalah seberikut :

Descriptives

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
BERAT BADAN BAYI 48 1.9 3.4 2.748 .4084
Indeks Masa Tubuh 48 17.30 28.06 20.7469 2.32966
Valid N (listwise) 48

Dari hasil analisis tersebut diatas, menunjukan bahwa berat badan bayi dari 48 bayi
yang diukur BB terendah adalah 1,9kg dan tertinggi adalah 3,4kg dengan rata-rata
BB bayi adalah 2,75kg dan standar deviasi terhadap rata-rata BB bayi adalah 0,41kg.
Begitu juga dengan IMT ibu, dari 48 ibu-ibu yang diukur IMTnya, IMT terendah
adalah 17,30 dan tertinggi adalah 28,06 dengan rata-rata IMT adalah 20,75 dan
standar deviasinya adalah 2,33.

Bentuk Penyajian Data Numerik :

Bentuk penyajian data dalam analisis univariat dapat berupa tekstular, tabular maupun
dalam bentuk grafik. Namun perlu diingat bahwa kita dianjurkan hanya salah satu, tidak
diperkenankan menyajikan data secara sekaligus menggunakan Tabel dan juga Grafik
dalam menyampaikan informasi. Tetapi pada umumnya dalam penyajian data sering
menggabungkan antara tabel dengan teks dan antara grafik dengan teks.

Contoh penyajian analisis univariat pada data numerik :

Tabel. 1
Distibusi Berat Badan Bayi dan IMT Ibu di Rumah Sakit Ibu Anak
Tahun 2009

Variabel N Mean Std. Dev Min - Max

1. BB Bayi 48 2,75 0,41 1,9 – 3,4


2. IMT Ibu 48 20,75 2,33 17,30 – 28,06

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 58 of 149

B. Peringkasan Data Jenis Katagorik


Berbeda dengan peringkasan data numerik yang nilai ukurannya (ukuran tengah
maupun ukuran variasi) tidak beragam jenisnya. Pada data katagorik peringkasan
data hanya menggunakan distribusi frekwensi dengan ukuran nilai persentase atau
proporsi/jumlah nilai masing-masing yang diamati. Bila data berjenis katagorik,
tentunya informasi/peringkasan yang penting disampaikan tidak mungkin/tidak
lazim menggunakan ukuran Mean atau ukuran variasi, pada data katagorik variasi
maksimal apabila jumlah antar katagori berjumlah sama.

Contoh :
Kelas A : mahasiswa 50 dan mahasiswi 50
Kelas B : mahasiswa 90 dan mahasiswi 10
Pada kelas A, jenis kelamin mahasiswa bervariasi (heterogen) karena 50% pria dan
50% wanita.
Pada kelas B, jenis kelamin mahasiswa tidak bervariasi (homogen pada pria) karena
pria 90% dan wanita hanya 10%.

Latihan pada SPSS v18

Berikut akan dilakukan analisis terhadap Variabel Kerja dan Tk_Pengetahuan, dengan
menggunakan perintah Frequencies :
1. Aktifkan data Latihan Gizi.sav (dengan cara membuka pada SPSS)
2. Pada Menu, pilihlah Analyze
3. Sorot pada Descriptive Statistics
4. Dan klik Frequencies..., terlihat kotak dialog adalah sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 59 of 149

5. Sorot variabel yang akan dianalisis (misalnya : Kerja dan Tk_Pengetahuan), sorot
Kerja, Tk_Pengetahuan dan klik tanda  masukan kekotak Variabel (s):

6. Abaikan yang lain, dan klik OK. Hasinya adalah sebagai berikut :

Frequency Table

Status Pekerjaan Ibu


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BEKERJA 29 60.4 60.4 60.4
TDK BEKERJA 19 39.6 39.6 100.0
Total 48 100.0 100.0

Tingkat Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid KURANG 22 45.8 45.8 45.8
CUKUP 11 22.9 22.9 68.8
BAIK 15 31.3 31.3 100.0
Total 48 100.0 100.0

Dari hasil analisis frekwensi diatas dapat diketahui proporsi dan persentase pada
setiap variabel. Misalnya pada Status Pekerjaan Ibu terlihat bahwa sebesar 60,4%

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 60 of 149

adalah ibu yang bekerja dan 39,6% lainnya ibu yang bekerja. Begitu juga dengan
Tingkat Pengetahuan ibu, dari 48 ibu yang diwawancarai diketahui sebesar 45,8%
berpengetahuan, 31,3% berpengetahuan baik dan 22,9% lainnya adalah
berpengetahuan cukup.
Bentuk penyajian data katagorik lebih sering dibuat dalam bentuk tabel, jarang yang
menggunakannya dalam bentuk grafik. Berikut ini anda dapat menglihat perbedaan
penyajian data dalam bentuk tabel dengan dalam bentuk grafik

Tabel. 2
Distibusi Frekwensi Status Pekerjaan Ibu dan Tingkat Pengetahuan Ibu
di Rumah Sakit Ibu Anak Tahun 2009

Karakteristik Ibu n %

Status Pekerjaan Ibu


1. Bekerja 29 60,4
2. Tidak Bekerja 19 39,6
Tingkat Pengetahuan Ibu
1. Baik 15 31,3
2. Cukup 11 22,9
3. Kurang 22 45,8
Total 48 100,0

Grafik. 1
Distibusi Status Pekerjaan Ibu dan Tingkat Pengetahuan Ibu
di Rumah Sakit 212 Tahun 2009

25
22

20

15
15
11
10

0
Baik Cukup Kurang

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 61 of 149

C. Uji Normalitas Data


Uji normalitas dilakukan dengan tujuan untuk menarik kesimpulan pada parameter
populasi melalui perhitungan statistik sampel dengan asumsi bahwa sampel diambil
dari populasi yang berdistribusi normal atau hampir mendekati batas normal dan
dilakukan pada sampel besar ( n > 30 ), karena dengan sampel besar distribusi rata-
rata sampel akan berdistribusi normal atau mendekati batas normal.

Penggunaan uji normalitas sangat penting dilakukan pada analisa statistik yang
menggunakan Metode Statistik Parametrik. Penggunaan statistik parametrik untuk
penarikan kesimpulan melalui pengujian hipotesis (inferensial) pada populasi yang
datanya tidak berdistribusi normal hasilnya tidak valid.

Beda halnya jika kita menggunakan Metode Statistik Non-Parametrik, disini untuk
pengujian hipotesis tidak membutuhkan asumsi tentang normalitas distribusi pada
suatu populasi. Hal ini perlu diperhitungkan, karena tidak akan selalu semua data
dari suatu populasi akan berdistribusi secara normal atau ini bisa terjadi pada
populasi kecil maupun besar. Para ahli statistik seperti Fisher, Wilcoxon, Spearman,
dan S. Hajek telah menemukan metode statistik yang dapat digunakan untuk
pengujian hipotesa yang tidak bergantung pada bentuk normalitas dari distribusi
populasi. Statistik tersebut dinamakan Statistik Non-Parametrik (Distribution Free).

Oleh karena itu dalam prosedur pengujian hipotesis, ada beragam jenis uji statistik
yang dapat digunakan, dan setiap uji mempunyai syarat dan ketentuan yang harus
dipenuhi, salah satunya tergantung pada jenis distribusi data populasinya apakah
mengikuti distribusi normal atau tidak. Untuk mengetahui data dari suatu populasi
berdistribusi normal atau tidak, kita harus melakukan estimasi parameter populasi.
Uji yang sesuai untuk hal tersebut adalah Uji Kolmogorov Sminorv ataupun
Shapiro-Wilk.

Dasar pengambilan keputusan didasari pada pendekatan Probabilitas (nilai p), yaitu
:
a. Jika nilai p value < α, maka data tidak berdistribusi secara normal, dan
b. Jika nilai p value > α, maka data tersebut berdistribusi secara normal.

Set data memiliki distribusi normal ataupun tidak dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 62 of 149

Tabel 3. Metode untuk mengetahui suatu set data


Memiliki distribusi normal atau tidak

Untuk memperoleh Estimasi Parameter Populasi tersebut, kita bisa melakukan


analisis Eksplorasi data dengan perintah Explore. Adapun langkah dan caranya
adalah sebagai berikut (dalam hal ini pada file Latihan Gizi.sav, akan dilihat apakah
data pada variabel Pengetahuan berdistribusi normal atau tidak) :

1. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze, kemudian sorot Descriptives
Statistics, lalu pilih Explore.... Dan tampaklah kotak dialog sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 63 of 149

2. Pada kotak Dependent List: isilah dengan variabel Pengetahuan, dan kotak
Faktor List: serta Label Cases by: biarkan kosong saja, jangan di isi.
Tampilannya :

3. Klik tombol Statistics..., dan pada Display biarkanya saja Both, klik/tandai
bagian Descriptives, tampak dilayar sbb :

4. Klik Continue
5. Kemudian klik tombol Plots..., dan pada bagian Boxplots pilih/tandai
Dependents together, kemudia klik/tandai Normality plots with test. Hasilnya
adalah sbb :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 64 of 149

6. Klik Continue
7. Klik OK, hasilnya dapat dilihat pada jendela Output yaitu sebagai berikut :

Explore

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Skor Pengetahuan 48 100.0% 0 .0% 48 100.0%

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 65 of 149

Descriptives
Statistic Std. Error
Skor Pengetahuan Mean 23.08 .420
95% Confidence Interval Lower Bound 22.24
for Mean Upper Bound 23.93
5% Trimmed Mean 23.04
Median 23.00
Variance 8.461
Std. Deviation 2.909
Minimum 19
Maximum 28
Range 9
Interquartile Range 5
Skewness .282 .343
Kurtosis -1.001 .674

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Skor Pengetahuan .126 48 .054 .920 48 .003
a. Lilliefors Significance Correction

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 66 of 149

Dari hasil analisis Explore tersebut, terlihat juga nilai Mean, Median, dan Mode.
Namun yang paling penting dari tampilan Explore tersebut adalah munculnya angka
Estimasi Interval. Dari hasil tersebut kita dapat melakukan estimasi interval dari
skor pengetahuan ibu. Kita dapat menghitung 95% CI skor pengetahuan ibu yaitu
22,24 s/d 23,93. Jadi pada CI 95% kita yakin bahwa rata-rata skor pengetahuan ibu
dipopulasi berada pada selang 22,24 sampai 23,93.

Dari hasil analisis Explore diatas, dapat diketahui pula normalitas sebuah data. Hal
ini ditunjukan dengan munculnya hasil uji kenormalan data dengan Uji Shapiro-
Wilk. Dari hasil ini menunjukan bahwa nilai probabilitas (p-value) yaitu sebesar
0,003. Berdasarkan teknik pengambilan keputusan, maka dalam hal ini nilai p value
> dari nilai α (0,05). Ini berarti bahwa pada CI 95% variabel skor pengetahuan ibu
tidak berdistribusi secara normal.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 67 of 149

PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DILAPORAN PENELITIAN

Dari angka-angka tersebut diatas, kemudian kita dapat menyajikannya dalam


bentuk tabel. Adapun penyajian dan interpretasi datanya adalah sebagai berikut :

Tabel. 3
Distribusi Statistik Deskriptif Variabel Skor Pengetahuan Ibu di
Desa 212 tahun 2009
Mean
Variabel St. Dev Min – Mak 95% CI p-value
Median
Pengetahuan Ibu 23,08 2,909 19,0 – 28,0 22,24 – 23,93 0,003
23,00

Hasil analisis didapatkan bahwa rata-rata skor pengetahuan ibu adalah 23,08 (95%
CI: 22,24 – 23,93), mediannya adalah 23,00 dengan standar deviasi adalah 2,909.
Skor pengetahuan ibu paling rendah adalah 19,0 dan yang paling tinggi adalah 28,0.
Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata
skor pengetahuan ibu adalah diantara 22,24 sampai dengan 23,93. Hasil uji Uji
Shapiro-Wilk menunjukan bahwa variabel skor pengetahuan ibu tidak berdistribusi
secara normal.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 68 of 149

Pengujian Hipotesis

1. Pendahuluan.
Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel kemudian dapat
diteruskan ke analisis yang lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antara dua
variabel, maka analisis dilanjutkan pada tingkat analisis bivariat atau bahkan ke analisis
lebih kompleks yaitu analisis multivariat. Untuk mengetahui hubungan dua variabel
tersebut biasanya digunakan prosedur pengujian statistik/ uji hipotesis.

Pengujian hipotesis dapat berguna untuk membantu pengambilan keputusan


tentang apakah suatu hipotesis yang diajukan, seperti perbedaan atau hubungan cukup
meyakinkan untuk ditolak atau diterima. Keyakinan ini didasarkan pada besarnya
peluang untuk memperoleh hubungan tersebut secara kebetulan (by change). Semakin
kecil peluang tersebut maka semakin besar keyakinan bahwa hubungan tersebut
memang ada.

Prinsip pengujian hipotesis adalah melakukan perbandingan antara nilai sampel


(data hasil penelitian) dengan nilai hipotesis (nilai populasi) yang diajukan. Peluang
untuk diterima dan ditolaknya suatu hipotesis tergantung besar kecilnya perbedaan
antara nilai sampel dengan nilai hipotesis. Bila perbedaan tersebut cukup besar, maka
peluang untuk menolak hipotesis pun besar pula, sebaliknya bila perbedaan tersebut
kecil, maka peluang untuk menolak hiotesis menjadi kecil. Jadi, makin besar perbedaan
antara nilai sampel dengan nilai hipotesis maka makin besar peluang untuk menolak
hipotesis.

Kesimpulan yang didapat dari hasil pengujian hipotesis ada dua kemungkinan
yaitu menolak hipotesis dan menerima hipotesis (gagal menolak hipotesis). Dalam hal
ini perlu dipahami bahwa arti menerima hipotesis sebetulnya kurang tepat, yang tepat
adalah gagal menolak hipotesis.

2. Hipotesis.
Hipotesis kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/lemah kebenarannya dan
thesis artinya pernyataan atau teori. Dengan demikian hipotesis berarti pernyataan
sementara yang perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran suatu hipotesis
digunakan pengujian yang disebut pengujian hipotesis.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 69 of 149

Dalam pengujian hipotesis, akan dijumpai dua jenis hipotesis yaitu hipotesis null
(Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).
a. Hipotesis Null (Ho) :
Suatu hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara dua
kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain.

b. Hipotesis Alternatif (Ha) :


Adalah suautu hipotesis yang menyatakan ada perbedaan suatu kejadian diatara dua
kelompok yang diamati, atau Ha merupakan hipotesis yang menyatakan ada
hubungan variabel satu dengan variabel yang lain.

3. Menentukan Tingkat Kemaknaan (Level of Significance).


Tingkat kemaknaan merupakan kesalah tipe I suatu uji yang biasanya diberi notasi
α. Tingkat kemaknaan (Level of Significance) adalah menentukan kriteria/batasan yang
digunakan untuk memutuskan apakah Ho ditolak atau Ho gagal ditolak. Tingkat
kemaknaan merupakan nilai yang menunjukan besarnya peluang salah dalam menolak
Ho. Atau dengan kata lain, nilai α merupakan nilai batas maksimal kesalah dalam
menolak Ho. Bila kita menolak Ho berarti menyatakan ada perbedaan/hubungan/
pengaruh.

Penentuan nilai α (alpha) tergantung dari tujuan dan kondisi penelitian. Nilai α
(alpha) yang sering digunakan adalah 10%, 5% atau 1%. Untuk bidang kesehatan
masyarakat pada umumnya menggunakan nilai α (alpha) sebesar 5%, sedangkan pada
penelitian-penelitian eksperimen murni batas toleransi kesalahan lebih kecil yaitu
sebesar 1% karena mengandung nilai resiko yang fatal.

4. Pemilihan Jenis Uji Statistik.


Pada pembahasan sebelumnya dibagian Uji Normalitas juga telah disinggung
tentang penggunaan metode statistik yang cocok untuk pengujian hipotesis. Dalam
pengujian hipotesis sangat berhubungan dengan distribusi data populasi yang akan
diuji. Bila distribusi data populasi berbentuk normal/simetris/gauss, maka proses
pengujian dapat digunakan dengan pendekatan uji statistik parametrik. Sedangkan bila

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 70 of 149

distribusi data populasinya tidak normal atau tidak diketahui distribusinya maka dapat
digunakan pendekatan uji statistik non-parametrik.

Kenormalan suatu data dapat juga dilihat dari jenis variabelnya, bila variabelnya
berjenis numerik/kuantitatif biasanya distribusi datanya mendekati normal/simetris
sehingga dapat digunakan uji statistik parametrik. Bila jenis variabelnya
katagori/kualitatif, maka bentuk distribusinya tidak normal, sehingga uji statistik non-
parametrik dapat digunakan. Penentuan jenis uji statistik juga ditentukan oleh jumlah
data yang dianalisis, bila jumlah data/sampel kecil ( < 30 )cenderung digunakan uji non-
parametrik.

5. Prosedur/ Langkah Pengujian Hipotesis.


Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam pengujian hipotesis. Langkah-
langkah tersebut yaitu :
a. Menetapkan hipotesa/hipotesis
Hipotesis dalam statistik dikenal dua macam yaitu Ho (tidak ada perbedaan antara
dua variabel) dan Ha (ada perbedaan antara dua variabel)
b. Penentuan Uji Statistik yang sesuai.
Jenis uji statistik sangat tergantung dari :
- Jenis variabel yang akan dianalisis
- Jenis data apakah indepeden atau dependen
- Jenis distribusi data populai (normal atau tidak)
c. Menentukan tingkat kemaknaan (Level of Significance).
Batas tingkat kemaknaan yang sering disebut juga dengan nilai α (alpha) apakah 5%
dan atau 1%.
d. Perhitungan statistik.
Menghitung data sampel kedalam uji hipotesis yang sesuai, dari hasil perhitungan
tersebut kemudian dibandingkan dengan nilai populasi untuk mengetahui apakah Ho
ditolak atau Ho gagal ditolak.

e. Keputusan Uji Statistik


Keputusan dalam pengujian statistik dapat dicari dengan dua pendekata yaitu
pendekatan klasik dan pendekatan probabilitas.
1. Pendekatan klasik :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 71 of 149

Pendekatan klasik adalah memutuskan apakah Ho ditolak atau gagal ditolak


dengan cara membandingkan nilai perhitungan statistik dengan nilai pada tabel.
Nilai pada tabel dapat dilihat pada tabel yang sesuai dengan uji statistik yang kita
gunakan. Ketentuannya adalah sebagai berikut :
- Jika hasil perhitungan statistik > dibandingkan nilai tabel, maka keputusannya
adalah Ho ditolak dan Ha gagal ditolak, artinya ada hubungan/pengaruh atau
perbedaan diantara kedua variabel
- Jika hasil perhitungan statistik < dibandingkan nilai tabel, maka keputusannya
adalah Ho gagal ditolak dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan/pengaruh
atau perbedaan diantara kedua variabel

2. Pendekatan probabilitas :
Pendekatan yang dilakukan secara probabilitas pada umumnya adalah hasil
perhitungan statistik yang menggunakan program-program tertentu, seperti : Epi
Info, SPSS, SAS, dll. Setiap kita melakukan uji statistik dengan komputer selain
diatmpilkan nilai hitungan juga ditampilkan/dikeluarkan nilai p (p value). Dengan
nilai p kita dapat menggunakan untuk keputusan uji statistik yaitu dengan cara
membandingkan nilai p dengan nilai α (alpha). Ketentuan yang berlaku adalah
sebagai berikut ;
- Bila nilai p (p value) < nilai α (alpha), maka keputusannya adalah Ho ditolak dan
Ha gagal ditolak, artinya ada hubungan/pengaruh atau perbedaan diantara
kedua variabel
- Bila nilai p (p value) > nilai α (alpha), maka keputusannya adalah Ho gagal
ditolak dan Ha ditolak, artinya tidak ada hubungan/pengaruh atau perbedaan
diantara kedua variabel

Pengertian Nilai P (probabilitas) :

Nilai p merupakan nilai yang menunjukan besarnya peluang salah menolah Ho dari
data penelitian. Nilai p dapat diartikan pula sebagai nilai besarnya peluang hasil
penelitian. Harapan kita nilai p adalah sekecil mungkin, sebab bilai nilai p-nya kecil
maka kita yakin bahwa adanya perbedaan/pengaruh/hubungan pada hasil
penelitian menunjukan pula adanya perbedaan/pengaruh/hubungan di populasi.
Dengan kata lain, jika nilai p-nya kecil maka perbedaan/pengaruh/ hubungan yang
ada pada suatu penelitian terjadi bukan karena faktor kebetulan (by chance).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 72 of 149

BERIKUT ADALAH BERBAGAI UJI STATISTIK YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK


ANALISIS BIVARIAT :

Jenis Variabel
Jenis Uji Statistik
VARIABEL I VARIABEL II
KATAGORI KATAGORI  CHI-SQUARE/ FISHER EXACT
KATAGORI NUMERIK  UJI T Independent
 UJI T Dependen
 ANOVA
NUMERIK NUMERIK  KORELASI
 REGRESI

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 73 of 149

Uji Hipotesis Variabel Katagorik dengan


Katagorik (Uji Chi-Square)

Seringkali dalam suatu penelitian, kita menemui data yang tidak dapat dinyatakan
dalam bentuk angka-angka pengukuran (data numerik). Sebaliknya justru kita jumpai
adalah data hasil dari menghitung jumlah pengamatan yang diklasifikasi atas beberapa
katagorik. Data seperti ini disebut data katagorik (kualitatif), misalnya jenis kelamin ada
“Laki-laki” dan “Perempuan”, status gizi ada “Normal”, “Kurang” dan “Buruk” dan lain-
lain. Dalam penelitian kesehatan seringkali peneliti perlu melakukan analisis hubungan
variabel katagorik dengan variabel katagorik. Analisis ini bertujuan untuk menguji
perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel.

Misalnya kita ingin mengetahui Hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi
balita, apakah ada perbedaan proporsi kejadian diare antara balita yang gizi baik dengan
balita yang gizi kurang baik. Dari contoh ini terlihat bahwa variabel pengetahuan gizi
(baik/kurang), variabel status gizi (baik/kurang/buruk), dan variabel kejadian diare
(diare/tidak diare) merupakan kesemuanya adalah variabel katagorik.

Untuk menjawab kasus tersebut diatas maka uji statistik yang cocok digunakan
untuk mengetahui hubungan maupun perbedaan proporsi adalah Uji Chi-Square,
dimana uji tersebut berupaya untuk membuktikan hipotesis variabel katagorik dengan
katagori yang tidak berpasangan.

1. Tujuan Uji Chi-Square.


Tujuan dari penggunaan Uji Chi-Square adalah untuk menguji hubungan antara dua
kelompok data/variabel (data katagorik) serta untuk menguji perbedaan
proporsi/persentase antara beberapa kelompok data pada dua variabel atau lebih.
Contoh untuk penyelesaian pada pengujian Chi-Square adalah :
a. Apakah ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita. Kasus ini
berarti akan menguji hubungan variabel pengetahuan gizi ibu (katagori “baik”
dan “kurang”) dengan variabel status gizi balita (katagori “normal”, “kurang” dan
“buruk”).
b. Apakah ada perbedaan proporsi kejadian diare antara balita yang gizi baik
dengan balita yang gizi kurang baik. Pada kasus ini akan menguji perbedaan

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 74 of 149

proporsi variabel kejadian diare (katagori “ya” dan “tidak”) dengan variabel gizi
balita (katagori “baik” dan “kurang baik”).

2. Prinsip Dasar Uji Chi-Square.


Proses pengujian Chi-Square adalah membandingkan frekwensi yang terjadi atau
nilai pengamatan (observasi) dengan frekwensi nilai harapan (ekspektasi). Bila nilai
frekwensi observasi dengan nilai frekwensi harapan adalah sama, maka dikatakan
tidak ada hubungan/perbedaan yang signifikan. Sebaliknya, bila nilai frekwensi
observasi dan nilai frekwensi harapan berbeda, maka dikatakan ada
hubungan/perbedaan yang signifikan.

Rumus Uji Chi-Square adalah sebagai berikut :

Keterangan :
2
( O – E )2
X = X2 = Hasil Hitung Uji Chi-Square
E
O = Nilai Observasi
E = Nilai Harapan (Ekspetasi)
df = (k-1)(b-1) k = Jumlah Kolom
b = Jumlah Baris

Uji Chi-Square sangat baik digunakan untuk tabel dengan derajat kebebasan (df)
yang besar. Sedangkan khusus untuk tabel 2x2 (df-nya adalah 1) sebaiknya
digunakan Uji Chi-Square yang sudah dikoreksi (Yate’s Correction). Formula Chi-
Square berdasarkan Yate’s Correction adalah sebagai berikut :

( O – E − 0,5)2
X2 =
E

3. Keterbatasan Chi-Square.
Seperti kita ketahui bahwa Uji Chi-Square menuntut nilai frekwensi
harapan/ekspektasi (E) dalam masing-masing sel tidak boleh terlampau kecil. Jika
frekwensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin menjadi tidak tepat. Oleh karena
itu dalam penggunaan Chi-Square kita harus memperhatikan batasan-batasan
terhadap uji statistik ini. Adapun beberapa keterbatasan Chi-Square adalah :
a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (Nilai E) kurang dari 1

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 75 of 149

b. Tidak boleh ada sel yang mempuyai nilai harapan (Nilai E) kurang dari 5, atau
lebih dari 20% dari jumlah keseluruhan sel.

Jika keterbatasan tersebut ternyata terjadi pada saat uji Chi-Square, maka peneliti
harus menggabungkan katagori-katagori yang berdekatan dalam rangkan
memperbesar nilai frekwensi harapan dari sel-sel tersebut (penggabungan ini dapat
dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x4, dll).
Penggabungan ini diharapkan tidak sampai membuat datanya kehilangan makna.

Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2x2 (ini bearti kita tidak bisa
menggabungkan katagori-katagorinya lagi), maka dianjurkan menggunakan Uji
Fisher Exact.

4. Prosedur Pengujian Chi-Square.

Untuk memperoleh hasil yang tepat maka, kita harus mengikuti prosedur dan
tahapan dari pengujian Chi-Square itu sendiri. Adapun prosedur pengujian Chi-
Square adalah sebagai berikut :
a. Formulasikan hipotesis dari penelitian anda (Ho dan Ha)
b. Masukan nilai frekwensi observasi ( O ) dalam tabel silang
c. Masukan nilai frekwensi harapan ( E ) dalam tabel silang
d. Hitung nilai X2 sesuai aturan yang berlaku :
 Bila tabelnya lebih dari 2x2, gunakan uji Chi-Square tanpa koreksi
 Bila tabelnya 2x2, gunakan uji Chi-Square Yate’s Correction
 Bila tabelnya 2x2, dan terdapat ada sel yang nila E-nya < 5, gunakan uji Fisher
Exact Test
e. Tentukan tingkat kepercayaan yang anda inginkan (CI) baik 95% yaitu nilai α =
0,05 maupun yang 99% yaitu nilai α = 0,01.
f. Hitunglah derajat kebebasan (yaitu untuk membandingkan nilai X 2 hitung
dengan nilai X2 tabel) dengan rumus df = (k-1)(b-1).
g. Pengambilan keputusan (ada dua cara) yaitu :
1. Pendekatan Klasik :
 Bila X2 hitung > nilai X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha gagal ditolak. Berarti
pada CI = 95% atau CI = 99% terdapat hubungan/perbedaan proporsi yang
signifikan antara variabel indepeden dengan variabel dependen

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 76 of 149

 Bila X2 hitung < nilai X2 tabel, maka Ho gagal ditolak dan Ha ditolak. Berarti
pada CI = 95% atau CI = 99% tidak terdapat hubungan/perbedaan proporsi
antara variabel indepeden dengan variabel dependen

2. Pendekatan Probabilitas :
 Bila P. Value < Nilai α (0,05), maka Ho ditolak dan Ha gagal ditolak. Berarti
pada CI = 95% atau CI = 99% terdapat hubungan/perbedaan proporsi yang
signifikan antara variabel indepeden dengan variabel dependen
 Bila P. Value > Nilai α (0,05), maka Ho gagal ditolak dan Ha ditolak. Berarti
pada CI = 95% atau CI = 99% tidak terdapat hubungan/perbedaan proporsi
antara variabel indepeden dengan variabel dependen

ODD RASIO (OR) DAN RISIKO RELATIF (RR) :


Hasil dari Uji Chi-Square hanya dapat menyimpulkan ada dan tidaknya
hubungan/perbedaan proporsi antar kelompok atau dua variabel katagorik. Dengan
demikian Uji Chi-Square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini Uji
Chi-Square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki resiko lebih besar
dibandingkan dengan kelompok lain.

Dalam bidang penelitian kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal


dengan ukuran Odds Ratio (OR) dan Risiko Relatif (RR). OR pada umumnya sering
digunakan pada desain penelitian Cases Control atau Cross Sectional, karena OR adalah
sifatnya membandingkan odds (kemungkinan besar) pada kelompok ter-ekpose dengan
odds pada kelompok yang tidak ter-ekspose. Dasar perhitungan untuk memperoleh
Nilai OR adalah = (a x d) / (b x c). Selain itu kita juga bisa mengetahui persentase
Population Atrribute Risk (PAR) atau menduga besarnya persentase dengan
menghilangkan faktor resiko. Perhitungan PAR adalah = p(r-1) / p(r-1) + 1

Keterangan :
p = adalah proporsi subjek yang terpajan (a+b) / (a+b+c+d)
r = OR ( r > 1 )

Sedangkan RR umumnya digunakan pada desain penelitian Kohort. RR digunakan


untuk membandingkan risiko pada kelompok ter-ekspose dengan kelompok tidak ter-
ekspose. RR dapat dihitung dengan = (a/(a+c) / b(b+d)).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 77 of 149

Dalam melakukan interpretasi terhadap nilai OR dan RR, kita harus berhati-hati.
Interpretasi kedua ukuran ini akan sangat tergantung dari cara memberikan kode
variabel baris dan kolom pada tabel silang. Sebaiknya kita memberikan kode rendah
untuk kelompok Resiko dan kode tinggi untuk kelompok Tidak Resiko pada variabel
baris, begitu juga pada variabel kolom, kode yang rendah kita berikan untuk kelompok
Kasus dan kode yang tinggi kita berikan untuk kelompok Kontrol.

Contoh pembuatan tabel silang untuk desain penelitian Cross Sectional :

Tabel 4.
Distribusi Pendidikan Ibu terhadap Perolehan Imunisasi Campak
Perolehan Imunisasi Campak
Total
Pendidikan Ibu Rendah Tinggi
n % n % n %
Rendah 15 51,7 14 48,3 29 100,0
Menengah 12 26,1 34 73,9 46 100,0
Tinggi 3 20,0 12 80,0 15 100,0
Total 30 33,3 60 66,7 90 100,0
Sumber : Hasil Pengumpulan Data Tahun 2009.

Pembuatan persentase pada analisis tabel silang harus diperhatikan agar supaya
tidak salah dalam menginterpretasikan data. Pada jenis penelitian survei/Cross
Sectional atau kohort, pembuatan persentasnya harus berdasarkan nilai pada variabel
indepedennya. Untuk contoh bisa dilihat pada tabel diatas yang menjelaskan tentang
distribusi pendidikan ibu terhadap perolehan imunisasi campak. PERLU DI INGAT
BAHWA OR DAN RR HANYA BERLAKU PADA TABEL 2 x 2.

Beda halnya pada desain penelitian yang bersifat Case Control, pembuatan
persentasenya berdasarkan variabel dependennya, misalkan kita sajikan dalam tabel 5
dibawah ini :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 78 of 149

Tabel 5.
Distribusi Responden Menurut Kasus Diare dan Status Gizi
Kejadian Diare Balita
Total
Status Gizi Balita Ya Tidak
n % n % n %
Kurang Baik 28 58,3 14 29,2 42 43,7
Baik 20 41,7 34 70,8 54 56,3
Total 48 100,0 48 100,0 90 100,0
Sumber : Hasil Pengumpulan Data Tahun 2009.

LATIHAN PENGUJIAN CHI-SQUARE PADA SPSS v.18 :


Suatu penelitian ingin mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara
pengetahuan gizi ibu dengan BB Bayi baru lahir. Variabel pengetahuan gizi ibu
(indepeden) berisi tiga katagori yaitu “KURANG”, “CUKUP”, dan “BAIK”. Sedangkan
variabel BB Bayi (dependen) berisi dua katagori yaitu “BBLR” dan “NORMAL”.

File latihan kerja disimpan dalam CD tutorial dengan nama file adalah Latihan Gizi.sav.
Adapun penyelesaian dari kasus tersebut di SPSS v.18 adalah sebagai berikut. Lankah-
langkahnya adalah :
1. Pastikan anda berada pada data editor Latihan Gizi.sav, bila belum maka aktifkan
dulu lembar kerja atau file tersebut.
2. Dari menu utama SPSS v.18, klik Analyze, kemudian pilih Descriptive Statistics,
kemudian klik Crosstabs. Sehingga akan muncul kotak dialog seperti berikut ini :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 79 of 149

3. Dari menu diatas tersedia 3 box yang harus diisi. Pada box Row(s): diisi dengan
variabel indepeden (variabel bebas), pada contoh ini adalah variabel Pengetahuan
Gizi Ibu. Sedangkan pada box Column(s): diisi dengan variabel dependen (variabel
terikat), pada contoh ini adalah variabel BB Bayi Lahir. Isikanlah kedua box tersebut
berdasarkan variabel yang mau diuji :

4. Klik tombol option Statistics... . Dan klik pada pilihan Chi-Square, dan klik pada
pilihan Risk (option pilihan ini digunakan untuk mengetahui derajat hubungan, baik
pada desain Case Control maupun Cohort).

5. Klik pilihan Continue. Kemudian klik option Cells... , pada bagian Counts biarkan saja
pilihan Observed (menampilkan nilai frekwensi observasi/pengamatan) dan pilihan
Expected (menampilkan nilai frekwensi harapan) biarkan saja. Kemudian pada

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 80 of 149

bagian Percentages klik pilihan Rows (menampilkan nilai persentase berdasarkan


baris).

6. Klik Continue, dan Klik OK. Hasilnya adalah sebagai berikut :

Tingkat Pengetahuan * BB BAYI LAHIR Crosstabulation

BB BAYI LAHIR

BBLR NORMAL Total


Tingkat Pengetahuan KURANG Count 9 17 26
Gizi
% within Tingkat Pengetahuan 34.6% 65.4% 100.0%
CUKUP Count 11 4 15
% within Tingkat Pengetahuan 73.3% 26.7% 100.0%
BAIK Count 7 12 19
% within Tingkat Pengetahuan 36.8% 63.2% 100.0%
Total Count 27 33 60
% within Tingkat Pengetahuan 45.0% 55.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig.
Value df (2-sided)
Pearson Chi-Square 6.509a 2 .039
Likelihood Ratio 6.629 2 .036
Linear-by-Linear Association .119 1 .730
N of Valid Cases 60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
6,75.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 81 of 149

Risk Estimate

Value
a
Odds Ratio for Tingkat Pengetahuan
(KURANG / CUKUP)
a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They
are only computed for a 2*2 table without empty cells.

Note : Perhitungan untuk OR dan RR pada kasus tersebut diatas tidak dapat dilanjutkan, hal ini
mengingat bahwa perhitungan OR dan RR hanya berlaku pada jenis tabel contingency 2x2.
Sedangkan pada contoh kasus diatas tabel contingency yang muncul adalah 3x2

Pada hasil diatas selain tertampil tabel silang antara tingkat pengetahuan gizi dengan
BB bayi lahir, juga di jumpai angka masing-masin selnya. Angka yang paling atas adalah
jumlah kasus masing-masing sel, angka yang kedua adalah persentase menurut baris
(data yang kita analisis, LATIHAN GIZI.SAV, berasal dari penelitian cros sectional
sehingga persen yang ditampilkan adalah persentase baris, namun jika jenis
penelitiannya case control angka persentase yang digunakan adalah persentase kolom)
Hasil uji chi square dapat dilihat pada kotak Chi Square Test. Dari print out muncul
dengan beberapa bentuk/angka sehingga menimbulkan pertanyaan, “angka yang mana
yang kita pakai?”, apakah Pearson, continuity correction, likelihood, atau fisher?
Aturan yang berlaku pada uji Chi Square adalah sbb:
a. Bila pada table 2x2 dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka uji yang
digunakan adalah Fisher Exact
b. Bila pada table 2x2 dijumpai nilai E<5, maka uji yang dipakai sebaiknya
Continuity Correction
c. Bila tablenya lebih dari 2x2 , mislnya 3x2, 3x3, dll., maka gunakan uji Pearson Chi
Square
d. Uji Likelihood Ratio dan Linear-by-Linear Association, biasanya digunakan
untuk keperluan lebh spesiefik, misalnya untuk analisis stratifikasi pada bidang
epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier antara dua variabel
katagorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.

Pada contoh diatas, bearti menggunakan Pearson Chi Square dengan p-value dapat
dilihat pada kolom Asymp. Sig. dan terlihat p-valuenya = 0,039. Dengan demikian p-
value lebih kecil dari nilai alpha (5% atau α = 0,05) sehingga Ho ditolak dan Ha gagal
ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan ibu dengan berat badan bayi lahir (BBL) di RS A.

Uji Chi-Square hanya dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dua
variabel atau lebih, sehingga uji ini tidak dapat digunakan untuk mengetahui
derajat/kekuatan hubungan dua variabel. Untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan
banyak metode yang bisa digunakan tergantung latar belakang disiplin keilmuannya,

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 82 of 149

misalnya untuk bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat digunakan nilai OR


atau RR. Nilai OR digunakan untuk jenis penelitian Cross Sectional dan Case Control,
sedangkan nilai RR digunakan bila jenis penelitiannya adalah Cohort.

Perlu diketahui bahwa dalam mengeluarkan nilai OR atau RR harus hati-hati jangan
sampai terjadi kesalahan pengkodean. Pemberian kode harus ada konsistensi antara
variabel independen dengan variabel dependen. Untuk variabel independen, kelompok
yang beresiko diberi kode rendah dan kode tinggi diberi untuk kelompok yang tidak
beresiko. Pada variabel dependennya, kode rendah diberikan untuk jika kejadian yang
menjadi fokus penelitian ada dan kode tinggi jika kejadian yang menjadi fokus penelitian
tidak ada. Sebagai contoh pada kasus Latihan Gizi.SAV untuk variabel independennya
yaitu Pola Makan (kurang baik diberi kode “1” dan baik diberi kode “2”), variabel
dependennya yaitu Resiko BB (obesitas diberi kode “1” dan normal diberi kode “2”).

PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DI LAPORAN PENELITIAN

Tabel 7.
Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Berat Badan Bayi Baru Lahir (BBL) di RS A

Berat Badan Bayi Lahir


Total
Pengetahuan Ibu BBLR Normal P-Value
n % n % n %
Kurang Baik 9 34,6 17 65,4 26 100,0 0,039
Cukup 11 73,3 4 26,7 15 100,0
Baik 7 36,8 12 63,2 19 100,0
Total 27 45,0 33 55,0 60 100,0

Tabel 5.8 diatas tentang hubungan pengetahuan ibu dengan berat badan bayi
baru lahir (BBL) di RS A diperoleh bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan kurang baik
lebih banyak yaitu 26 orang bila dibandingkan dengan ibu yang berpengetahuan cukup
dan baik. Hal ini menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan ibu-ibu yang melahirkan
bayi di RS A bisa dipastikan sebesar 43,3% adalah kurang pengetahuannya.
Selanjutnya secara proporsional ibu yang berpengetahuan kurang baik hanya
sebesar 34,6% mempunyai bayi yang lahir dengan BBLR, pada ibu yang berpengetahuan
cukup diketahui bahwa proporsional ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR sangat
besar yaitu 73,3%, akan tetapi berbeda dengan ibu yang berpengetahuan baik dimana
sebesar 63,2% ibu yang berpengetahuan baik melahirkan bayinya dengan berat badan
yang normal di RS A.
Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh nilai p=0,039 (p < α), ini berarti bahwa
pada CI95% Ho ditolak dan Ha gagal ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa ada

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 83 of 149

hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan berat badan bayi lahir (BBL)
di RS A.

CONTOH KASUS UNTUK DESAIN CASE CONTROL STUDY


Suatu penelitian ingin mengetahui kejadian obesitas diakibatkan oleh pola makan.
Variabel pola makan (indepeden) berisi dua katagori yaitu “KURANG BAIK”, dan “BAIK”.
Sedangkan variabel Resiko BB (dependen) berisi dua katagori yaitu “OBESITAS” dan
“NORMAL”.

File latihan kerja disimpan dalam CD tutorial dengan nama file adalah Latihan Gizi.sav.

Adapun penyelesaian dari kasus tersebut di SPSS v.18 adalah sebagai berikut

1. Pastikan anda berada pada data editor Latihan Gizi.sav, bila belum maka aktifkan
dulu lembar kerja atau file tersebut.
2. Dari menu utama SPSS v.18, klik Analyze, kemudian pilih Descriptive Statistics,
kemudian klik Crosstabs. Sehingga akan muncul kotak dialog seperti berikut ini :

3. Dari menu diatas tersedia 3 box yang harus diisi. Pada box Row(s): diisi dengan
variabel indepeden (variabel bebas), pada contoh ini adalah variabel Pola Makan.
Sedangkan pada box Column(s): diisi dengan variabel dependen (variabel terikat),
pada contoh ini adalah variabel Resiko BB. Isikanlah kedua box tersebut berdasarkan
variabel yang mau diuji :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 84 of 149

4. Klik tombol option Statistics... . Dan klik pada pilihan Chi-Square, dan klik pada
pilihan Risk (option pilihan ini digunakan untuk mengetahui derajat hubungan, baik
pada desain Case Control maupun Cohort).

5. Klik pilihan Continue. Kemudian klik option Cells... , pada bagian Counts biarkan saja
pilihan Observed (menampilkan nilai frekwensi observasi/pengamatan) dan pilihan
Expected (menampilkan nilai frekwensi harapan) biarkan saja. Kemudian pada
bagian Percentages klik pilihan Rows (menampilkan nilai persentase berdasarkan
baris).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 85 of 149

6. Klik Continue, dan Klik OK. Hasilnya adalah sebagai berikut :

POLA KONSUMSI * Resiko Crosstabulation

Resiko

OBESITAS NORMAL Total


POLA KONSUMSI KURANG BAIK Count 21 11 32
% within Resiko 70.0% 36.7% 53.3%
BAIK Count 9 19 28
% within Resiko 30.0% 63.3% 46.7%
Total Count 30 30 60
% within Resiko 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.696a 1 .010
b
Continuity Correction 5.424 1 .020
Likelihood Ratio 6.829 1 .009
Fisher's Exact Test .019 .010
Linear-by-Linear 6.585 1 .010
Association
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
14,00.
b. Computed only for a 2x2 table

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 86 of 149

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for POLA KONSUMSI 4.030 1.372 11.839
(KURANG BAIK / BAIK)
For cohort Resiko = OBESITAS 2.042 1.128 3.697
For cohort Resiko = NORMAL .507 .295 .871
N of Valid Cases 60

PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DI LAPORAN PENELITIAN

Tabel 8.
Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Obesitas Anak di Daerah X

Berat Badan
Total OR
Pola Makan Obesitas Normal P-Value
CI:95%
n % n % n %
Kurang Baik 21 70,0 11 36,7 32 53,3 0,020 4,03
(1,37 – 11,84)
Baik 9 30,0 19 63,3 28 46,7
Total 30 100,0 30 100,0 60 100,0

Berdasarkan tabel 5.9 diatas dapat diketahui bahwa berat badan anak yang
obesitas secara proporsional lebih banyak akibat pola makan yang kurang baik yaitu
sebesar 70,0%. Hal ini menjelaskan bahwa secara keseluruhannya berat badan anak
yang obesitas lebih cenderung akibat pola makan yang kurang baik. Begitu juga dengan
anak yang mempunyai berat badan normal proporsinya lebih banyak pada anak yang
mempunyai pola makan yang baik yaitu sebesar 63,3%.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,020 (p < 0,05) dengan OR=4. Ini berarti
bahwa pada tingkat kemaknaan 95% Ho ditolak dan Ha gagal ditolak. Kesimpulannya
yaitu pola makan anak di daerah X berhubungan sangat signifikan dengan resiko berat
badan, dimana anak yang mempunyai pola makan kurang baik mempunyai resiko 4 kali
lebih besar mengalami obesitas dibandingkan anak yang mempunyai pola makan baik.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 87 of 149

Uji Hipotesis Komparatif Katagorik


(2 kelompok) dengan Numerik

1. Pendahuluan.
Didalam bidang penelitian kesehatan sering kali kita harus menarik kesimpulan
apakah parameter dua populasi berbeda atau tidak. Misalnya, apakah ada perbedaan
status gizi anak balita pada keluarga miskin dengan keluarga tidak miskin, atau apakah
ada perbedaan perilaku ibu sebelum dengan sesudah mengikuti penyuluhan dan
pelatihan menyusui. Uji statistik yang membandingkan mean dua kelompok data ini
disebut uji beda dua mean. Pendekatan ujinya dapat menggunakan pendekatan
distribusi Z dan distribusi T. Untuk aplikasi penelitiannya biasa digunakan pendekatan
distribusi T, sehingga uji beda dua mean lebih seringnya digunakan Uji-T jika bersifat
parametrik, sebaliknya jika data tidak berdisribusi normal maka alternatif digunakan uji
statistik Mann Whitney dan Wilcoxon jika bersifat non-parametrik
Sebelum kita melakukan uji statistik dua kelompok data, kita perlu perhatikan
apakah kedua kelompok data tersebut berasal dari data yang independen atau data
dependen. Dikatakan kedua kelompok data independen (tidak berpasangan/bebas)
yaitu bila data kelompok satu tidak tergantung pada kelompok data yang kedua,
misalnya membandingkan asupan energi dan protein balita pada keluarga miskin
dengan keluarga tidak miskin. Selanjutnya, kedua kelompok data dikatakan dependen
(berpasangan) bila kelompok data yang dibandingkan datanya saling mempunyai
ketergantungan, misalnya data perilaku ibu menyusui sebelum dan sesudah mengikuti
pelatihan/penyuluhan yang berasal dari orang yang sama (data sesudah tergantung
dengan data sebelum).
Berdasarkan kelompok data tersebut, maka uji beda dua mean dibagi menjadi
dalam dua kelompok yaitu : uji beda mean independen (Uji T Independen atau Mann
Whitney) dan uji beda mean dependen (Uji T Dependen atau Wilcoxon). Jika dilihat dari
segi desain penelitian yang digunakan, jelas bahwa Uji T Independen lebih cenderung
pada penelitian yang desainnya adalah Crossectional. Sedangkan Uji T Dependen lebih
cenderung pada penelitian yang desainnya adalah Quasi Exsperiment, Exsperiment.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 88 of 149

2. UJI BEDA DUA MEAN INDEPENDEN (Independent Sample T-Test)


Analisis uji bedan dua mean independen (Independent Sample T-Test)
bertujuan untuk mengetahui perbedaan mean dua kelompok data yang independen
(tidak berpasangan), dengan syarat atau asumsi yang harus dipenuhi yaitu :
1. Kelompok data berdistribusi normal/simetris
2. Kedua kelompok data independen
3. Variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan katagori
Untuk variabel yang dependen datanya harus numerik, sedangkan untuk
variabel yang independen datanya yaitu katagorik yang hanya terdiri dari dua
kelompok.
Prinsip pengujian dua mean adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data.
Oleh karena itu dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah varian kedua kelompok
data yang diuji sama atau tidak. Bentuk varian kedua kelompok data akan berpengaruh
pada nilai standar error yang akhirnya akan membedakan rumus pengujiannya. Untuk
mengetahui varian antara satu kelompok data dengan kelompok data yang kedua sama
atau bahkan berbeda maka kita bisa melakukan Uji Homogenitas Varian. Perhitungan
uji ini dengan menggunakan Uji F dengan rumus sebagai berikut :

S12 df1 = n1-1


F= 2 df2 = n2-1
S2

Pada perhitungan uji F, varian yang lebih besar didefinisikan sebagai pembilang dan
varian yang lebih kecil didefenisikan sebagai penyebut.

a. Uji T Independen pada varian yang sama


Uji beda dua mean dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z atau uji T. Uji Z dapat
digunakan bila standar deviasi populasi ( σ ) diketahui dan jumlah sampel besar atau
diatas 30. Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan uji T. Pada
umumnya nilai standar deviasi ( σ ) sulit diketahui, sehingga uji beda dua mean
biasanya menggunakan Uji T (T-Test). Formula statistik untuk varian yang sama maka
bentuk uji sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 89 of 149

̅ 1 −X
X ̅2
T= 1 1
Sp2 √(n )+(n )
1 2

Dimana untuk perhitungan standar deviasi gabungannya yaitu :

(n1 − 1)S12 + (n2 − 1)S22


Sp2 =
n1 + n2 − 2

Atau dengan menggunakan rumus modifikasinya (uji T varian sama), yaitu :

̅
X1 − ̅
X2
T=
̅ 1 )2 +∑(X2 −X
∑(X1 −X ̅ 2 )2 1 1
√ .[ + ]
n1 +n2 −2 n1 n2

Df = n1 + n2 -2

Keterangan :
̅1 : Nilai rata-rata pengamatan kelompok 1
X
̅
X2 : Nilai rata-rata pengamatan kelompok 2
S1 : Nilai standar deviasi kelompok 1
S2 : Nilai standar deviasi kelompok 2
Sp : Nilai deviasi gabungan
n1 : Banyaknya sampel kelompok 1
n2 : Banyaknya sampel kelompok 2

b. Uji T Independen pada varian yang berbeda

̅1 − X
X ̅2
T=
S12 S2
√(
n1
) + ( n2 )
2

Untuk DF (degrre of freedom) uji T independen yang variannya tidak sama itu
berbeda dengan yang di atas (DF= Na + Nb -2), tetapi menggunakan rumus :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 90 of 149

2
S12 S22
[( ) + ( n )]
n1 2
df = 2 2
S12 S2
[( n ) /(n1 − 1)] + [( n2 ) /(n2 − 1)]
1 2

3. UJI BEDA DUA MEAN DEPENDEN (Dependent Sample T-Test)


Uji ini untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua kelompok data yang
dependen. Misalnya untuk mengetahui apakah ada perbedaan berat badan sebelum
mengikuti proram diet dan berat badan setelah mengikuti program diet. Sama seperti
uji T independen, uji T dependen memiliki asumsi yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Datanya berdistribusi normal.
2. Kedua kelompok data dependen (berpasangan)
3. variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik (dengan hanya 2
kelompok).

Rumus yang digunakan, sebagai berikut :


Keterangan :
δ δ : rata-rata deviasi (selisih sampel 1 dengan sampel 2)
T=
SDδ⁄ SDδ : standar deviasi dari deviasi
√n df : n-1

LATIHAN :
UJI T-INDEPENDEN DAN T-DEPENDEN

1. Latihan Uji T Independen

Sebagai contoh dalam pelaksanaan secara aplikatif, maka kita akan menggunakan file
LATIHAN UJI T-INDEPENDEN.SAV yang bisa didapat dalam CD Tutorial. Pada latihan ini
akan menguji perbedaan status gizi anak balita pada keluarga miskin dengan keluarga
tidak miskin. Variabel dependen (Status Gizi Anak balita) sedangkan variabel
independen adalah Status Keluarga (Keluarga Miskin dan Keluarga Tidak Miskin).
Caranya secara SPSS v.18 yaitu sebagai berikut :
1. Aktifkan/buka file data LATIHAN UJI T-INDEPENDEN.SAV (diasumsikn data normal,
jika tidak normal maka uji Non-Parametriknya yaitu Mann-Whitney).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 91 of 149

2. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze kemudian pilih submenu Compare Mean,
selanjutkan klik Independent Sample T Test...

3. Pada layar tampak box dialogue yang didalamnya terdapat Test Variables(s) yaitu
untuk memasukan variabel data numerik (dependen) dan Grouping Variable
merupakan data berkelompok dengan data katagorik (independen).
4. Klik variabel Z-SCORE MENURUT INDEKS BB/TB [Z_SCORE_BBTB] dan masukan ke
kotak Test Variable(s).
5. Klik variabel STATUS KELUARGA [STATUS_KELUARGA] dan masukan ke kotak
Grouping Variable

6. Klik Define Groups..., yang selanjutnya akan menampilkan kotak isian berupa dua
kelompok data. Dalam mengisi kelompok data hanya cukup dengan memasukan
kode tiap kelompok data. Pada kasus ini, kode untuk kelompok data Keluarga Miskin
yaitu 1 dan untuk Keluarga Tidak Miskin yaitu 2. Jadi, ketikanlah 1 pada Group 1 dan
2 pada Group 2.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 92 of 149

7. Klik Continue
8. Klik OK untuk menjalankan prosedur perintahnya, sehingga hasilnya sebagai berikut:

Pada tampilan diatas dapat dilihat nilai rata-rata, standar deviasi dan standar
error Z-Score BB/TB Anak Balita untuk masing-masing kelompok keluarga. Rata-rata
Z-Score BB/TB atau status gizi menurut indeks BB/TB pada mereka dengan kelompok
keluarga miskin yaitu -1,1703 dengan standar deviasinya 1,8520. Sedangkan pada
kelompok keluarga tidak miskin, rata-rata Z-Score BB/TB pada anak balitanya yaitu -
0,9188 dengan deviasi sebesar 1,86291.
Hasil uji T dapat dilihat pada tabel dibawahnya yaitu pada tabel Independent
Sample Test. Dalam hal ini, hasil dari SPSS menampilkan dua uji T yaitu uji T dengan
asumsi bahwa kedua kelompok mempunyai varians yang sama (Equal variances
assumed) dan uji dengan asumsi bahwa kedua kelompok mempunyai varians yang
berbeda (Equal variances not assumed). Untuk memilih uji T mana yang kita pakai,
dapat dilihat dari uji kesamaan varians melalui Levene’s Test for Equality of

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 93 of 149

Variances (Uji Levene = Homogentitas varians), dimana jika Sig. (p-value) > nilai alpha
(0,05) maka kedua kelompok mempunyai varians yang sama, sedangkan jika nilai p-
value < 0,05 maka kedua kelompok mempunyai varians yang berbeda.
Pada uji Levene diatas diperoleh nilai p-value (Sig.) yaitu 0,999 (p > 0,05) berarti
varians kedua kelompok adalah sama. Jadi untuk penentuan hasil dari uji T maka yang
digunakan sebagai pengambilan keputusan terletak pada baris dengan varians yang
sama (Equal variances assumed). Dari hasil diatas didapat nilai p=0,618, sehingga bisa
disimpulkan bahwa pada CI:95% status gizi anak balita antara keluarga miskin dengan
keluarga tidak miskin tidak terdapat perbedaan signifikan.

PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DI LAPORAN PENELITIAN


Seperti halnya pada analisis deskriptif, print out diatas tidak boleh langsung dicopy dan
disajikan dalam laporan penelitian. Pada laporan penelitian kita harus menyajikan
kedalam tabel baru (membuat tabel) untuk menyajikan hasil dari analisis data tersebut.
Adapun bentuk penyajian dan interpretasinya adalah sebagai berikut:

Tabel 9.
Distribusi Rata-Rata Z-Score Indeks BB/TB (Status Gizi Anak Balita)
Menurut Status Keluarga

Perbedaan Rerata
Variabel n Rerata + SD p-value
(CI:95%)
- Keluarga Miskin 29 -1,170 + 1,852 -0,25 (-1,23 – 0,618
0,76)
- Keluarga Tidak 26 -0,919 + 1,863
Miskin

Berdasarkan tabel 9 diatas dapat dipaparkan bahwa rata-rata z-score indeks


BB/TB anak balita pada keluarga miskin yaitu -1,170 dengan standar deviasinya 1,852.
Sedangkan pada kelompok keluarga tidak miskin, rata-rata Z-Score BB/TB pada anak
balitanya yaitu -0,919 dengan deviasi sebesar 1,863. Perbedaan rerata antara kedua
kelompok sebesar -0,25. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,618 (p > 0,05) sehingga
pada CI:95% Ha ditolak dan Ho gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa status
gizi anak balita antara keluarga miskin dengan keluarga tidak miskin tidak terdapat
perbedaan yang signifikan.

2. Uji T Dependen
Uji T dependen sering kai disebut dengan uji t pair/related ata pasangan. Uji T Dependen
sering digunakan pada analisis data penelitian eksperimen yang mengharuskan kedua

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 94 of 149

sampel bersifat terikat (mempunyai subjek dan karakteristik yang sama). Dengan kata
lain disebut dependen bila responden yang diukur/diteliti dua kali (pre and post).
Misalnya kita ingin membandingkan berat badan anak SD sebelum dan sesudah
pemberian PMT-AS.
Pada kasus ini data yang digunakan adalah data numerik (IMT) sebagai variabel
dependen sedangkan data katagorik (sebelum dan sesudah) yang merupakan sebagai
variabel independen dengan dua kelompok dan berpasangan. Berikut ini merupakan
langkah-langkah dalam melakukan analisis dengan uji t berpasangan.

1. Penuhi asumsi kenormalan data


2. Varians data tidak perlu diuji, karena kedua kelompok data berpasangan
3. Jika memenuhi syarat (data berdistribusi normal), maka dipilih uji t berpasangan.
Sebaliknya jika data tidak normal maka lakukan transformasi data
4. Jika hasil transformasi belum menunjukan data dengan distribusi normal, maka
digunakan uji alternatif Non-Parametrik yaitu uji Wilcoxon.
5. Aktifkan/buka file data LATIHAN UJI T-DEPENDEN.SAV (diasumsikn data normal)
6. Dari menu utama SPSS, pilih menu Analyze kemudian pilih submenu Compare Mean,
selanjutkan klik Paired Samples T Test...

7. Berikut box dialog untuk Paired-Samples T Test

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 95 of 149

8. Klik Indeks Masa Tubuh Sebelum PMT [IMT_PRE] pindahkan (klik tanda panah) ke
Paired Variables sehingga muncul pada Variable1.
9. Klik Indeks Masa Tubuh Sesudah PMT [IMT_POST] pindahkan ke Paired Variables
sehingga muncul pada Variable2.

10. Klik OK, hasilnya tampak sebagai berikut:

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 96 of 149

Pada tabel pertama terlihat statistik deskriptif berupa rata-rata IMT beserta
standar deviasinya antara IMT sebelum pemberian PMT dan setelah pemberian PMT.
Pada pengukuran pertama (IMT sebelum diberikan PMT) mempunyai rata-rata 20,83
dengan standar deviasinya sebesar 2,418. Sedangkan setelah diberikan PMT, diperoleh
rata-rata IMT sebesar 21,27 dan deviasinya sebesar 2,659.
Selanjutnya pada uji t ini juga dilaporkan kondisi korelasi antara variabel pertama
dengan variabel kedua (pair) sehingga bisa diasumsikan bahwa kedua kelompok
mempunyai korelasi positif atau negatif yang sering disebut juga dengan peningkatan
atau penurunan dan hasil ini disajikan pada tabel kedua yaitu Paired Samples
Correlations.
Uji t berpasangan dilaporkan pada tabel ke tiga yaitu tabel Paired Smples Test,
terlihat nilai perbedaan nilai rerata antara kedua kelompok perlakuan yaitu -0,44
dengan standar deviasinya sebesar 1,223. Perbedaan ini diuji dengan uji t berpasangan
dimana menghasilkan nilai p = 0,018 (lihat pada kolom Sig. 2-tailed). Maka dapat
disimpulkan pada CI:95% terdapat perbedaan IMT antara sebelum diberikan PMT-AS
dengan sesudah diberikan PMT-AS (p < 0,05) pada anak sekolah dasar. Atau bisa juga
disimpulkan, bahwa pemberian PMT-AS secara signifikan dapat meningkatkan IMT
pada anak sekolah (p < 0,05).

PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DI LAPORAN PENELITIAN


Dari hasil yang didapat diatas, kemudian angka-angkanya disusun dalam tabel yang kita
sajikan kedalam laporan penelitian sehingga hal ini akan memudahkan pembaca dalam
menjustifikasi hasil penelitian kita. Bentuk penyajian dan insterpretasi hasil tersebut
adalah sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 97 of 149

Tabel 10.
Distribusi Rata-Rata IMT Anak Sekolah Menurut Pemberian
PMT-AS pada Anak Sekolah

Perbedaan
Variabel n Rerata + SD CI:95% p-value
Rerata + SD
- IMT sebelum 46 20,83 + 2,418 -0,44 + 1,223 -0,80 s.d -0,08 0,018
pemberian PMT-AS
- IMT setelah 46 21,27 + 2,659
pemberian PMT-AS

Hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 10, menggambarkan bahwa


rata-rata IMT anak sekolah sebelum diberikan PMT-AS yaitu 20,83 dengan standar
deviasi 2,418 sedangkan setelah diberikan PMT-AS rerata IMT anak menjadi 21,27
dengan deviasinya sebesar 2,659. Perbedaan rerata yang terjadi yaitu -0,44 dan dengan
selisih deviasinya yaitu 1,223. Hasil uji statistik didapatkan nilai p=0,018 (p < 0,05)
sehingga pada CI:95% Ho ditolak dan Ha gagal ditolak. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa pada tingkat kemaknaan 95% (α=0,05) terdapat perbedaan
signifikan antara IMT sembelum diberikan PMT-AS dengan IMT sesudah diberikan PMT-
AS pada anak sekolah dasar. Dengan kata lain, bahwa pemberian PMT-AS pada anak
usia sekolah dasar secara signifikan dapat meningkatkan nilai IMT mereka.

3. Uji Mann-Whitney

Mann Whitney U Test adalah uji non parametrik yang digunakan untuk
mengetahui perbedaan median 2 kelompok bebas apabila skala data variabel terikatnya
adalah ordinal atau interval/ratio tetapi tidak berdistribusi normal. Mann Whitney U Test
disebut juga dengan Wilcoxon Rank Sum Test. Merupakan pilihan uji non parametris
apabila uji Independent T Test tidak dapat dilakukan oleh karena asumsi normalitas tidak
terpenuhi. Tetapi meskipun bentuk non parametris dari uji independent t test, uji Mann
Whitney U Test tidak menguji perbedaan Mean (rerata) dua kelompok seperti layaknya uji
Independen T Test, melainkan untuk menguji perbedaan Median (nilai tengah) dua
kelompok.
Tetapi beberapa pakar statistik tetap menyatakan bahwasanya uji Mann Whitney
U Test tidak hanya menguji perbedaan Median, melainkan juga menguji Mean. Mengapa
seperti itu? karena dalam berbagai kasus, Median kedua kelompok bisa saja sama, tetapi
nilai probabilitas hasilnya kecil yaitu < 0,05 yang berarti ada perbedaan. Penyebabnya
adalah karena Mean kedua kelompok tersebut berbeda secara nyata. Maka dapat
disimpulkan bahwa uji ini bukan hanya menguji perbedaan Median, melainkan juga
perbedaan Mean.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 98 of 149

Ada dua macam tehnik perhitungan Mann Whitney U-test ini, yaitu untuk sampel-
sampel kecil dimana n ≤ 20 dan sampel besar bila n > 20. Oleh karena pada sampel besar
bila n > 20, maka distribusi sampling Mann Whitney U-test-nya mendekati distribusi
normal, maka test signifikansi untuk uji hipotesis nihilnya disarankan menggunakan harga
kritik Z pada tabel probabilitas normal. Sedangkan test signifikansi untuk sampel kecil
digunakan harga kritik Mann Whitney U-test. Adapun formula rumus Mann-Whitney Test,
yaitu sebagai berikut :

a. Jika sampel kecil dengan n < 20


Rumus umum dari uji mann whitney yang digunakan untuk sampel kecil, yaitu:
U1 = n1.n2 - U2
U2 = n1.n2 - U1
Keterangan :
U1 = Uji statistik 1
U2 = Uji statistik 2
R1 = Jumlah rank sampel 1
R2 = Jumlah rank sampel 2
n1 = Banyak sampel kelompok 1
n2 = Banyak sampel kelompok 2

Setelah mendapatkan nilai statistik uji U1 dan U2. kemudian mengambil nilai terkecil
dari kedua nilai tersebut. Nilai terkecil yang diperoleh kemudian dibandingkan
dengan tabel mann whitney.

b. Jika sampel besar dengan n > 20


Berbeda dengan kasus jumlah sampel kecil, jumlah sampel besar menggunakan
statistik uji z karena jumlah sampel yang besar yaitu > 20 setiap sampel. Cara ini tidak
membutuhkan tabel mann whitney tapi menggunakan tabel z yang mungkin lebih
populer. Caranya hampir sama untuk sampel kecil yaitu mencari U1 dan U2.
Kemudian ada langkah tambahan untuk menentukan statistik uji z. Nantinya akan
digunakan untuk membandingkan dengan tabel z. Berikut rumus yang digunakan.

1. Jika rangkingnya berbeda :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 99 of 149

2. Jika rangkingnya sama :

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS MANN-WHITNEY


Hasil pengumpulan data terkait survei yaitu perbedaan berat badan anak saat keluar
dari rumah sakit A dengan rumah sakit B pasca perawatan. Hipotesis yang diuji yaitu
“Apakah terdapat perbedaan berat badan anak/pasien pasca perawatan antara rumah
sakit A dengan yang dirawat pada rumah sakit B”.

Untuk melakukan uji Mann-Whitney (karena kedua kelompok data berat badan diatas
tidak berdistribusi normal) melalui SPSS langkah-langkahnya sebagai berikut :

1. Aktifkan file kerja kita. Dala hal ini menggunakan file LATIHAN UJI MANN-
WHITNEY.SAV
2. Pastikan bahwa benar, jika kedua kelompok data tidak berdistribusi normal
Langkah-langkah dalam penguji distribusi normal pernah disampaikan pada bagian
sebelumnya yang mengacu ke pendekatan probabilitas
3. Klik menu Analyze kemudian pilih Nonparametric Tests
4. Pada Legacy Dialogs pilih 2 Independent Samples
5. Tampilannya sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 100 of 149

6. Masukan variabel BMI kedalam Test Variable List


7. Masukan vaiabel Rumah_Sakit kedalam Grouping Variable

8. Aktifkan uji Mann-Whitney U


9. Klik kota Define Groups ...
10. Masukan angka 1 pada kotak Group 1 (1 merupakan kode untuk RS tipe A)
11. Masukan angka 2 pada kotak Group 2 (2 merupakan kode untuk RS tipe B)

12. Prosesnya selesai, klik Continue


13. Klik OK

Output SPSS tersebut adalah sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 101 of 149

Output pertama menyajikan hasil deskriptif berupa rangking BMI pasien menurut
Rumah Sakit Anak. Pada Rumah Sakit Anak A terdapat 44 orang sampel rata-rata
rangkingnya yaitu 44,61, sedangkan pada Rumah Sakit Anak B dengan jumlah sampe
sebanyal 56 orang mempunai rerata rangkingnya yaitu 55,13.

Output kedua menyajikan hasil Mann-Whitney U Test. Hasil statistik diperoleh nilai atau
angka Significancy yaitu sebesar 0,071 (p-value = 0,071). Oleh karena nilai p > 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara IMT anak pasca
perawatan antara Rumah Sakit Anak tipe A dengan Rumak Sakit Anak tipe B.

MENYAJIKAN HASIL DALAM LAPORAN PENELITIAN3

Tabel 11.
Hasil Analisis Mann-Whitney Terhadap BMI Pasien Menurut Tipe
Rumah Sakit Pasca Perawatan

Median
Variabel n p-value
(minimum – maksimum)
BMI Pasien RS tipe A 44 23,7 (22,0 – 26,0) 0,071
BMI Pasien RS tipe B 56 24,0 (22,8 – 25,0)

Hasil penelitian sebagaimana tersajikan pada tabel 11, secara deskriptif dapat
dipaparkan bahwa dari 44 pasien pasca perawatan di RS tipe A mempunyai BMI
terendah 22,0 dan tertinggi 25,0 dengan mediannya sebesar 23,7. Sedangkan dari 56
pasien pasca perawatan di RS tipe B mempunyai BMI terendah 22,8 dan tertinggi 25,0
3
Suatu tabel yang baik adalah menyajikan informasi yang lengkap atas setiap subjeknya. Dalam hal ini
terdiri dari jumlah subjek tiap kelompok, media, minimum dan maksimum serta nilai probabilitas. Nilai
rata-rata dan simpangan baku tidak dilaporkan karena data mempunyai sebaran tidak normal.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 102 of 149

dengan mediannya sebesar 24,0. Hasil uji statistik Mann-Whitney U Test, diperoleh p-
value sebesar 0,071. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada CI:95% Ho gagal ditolak
dan Ha ditolak (p-value > 0,05), dengan kata lain tidak terdapat perbedaan BMI pasien
pasca perawatan antara RS tipe A dengan RS tipe B.

4. Uji Wilcoxon

Wilcoxon Signed Rank Test adalah uji non parametrik untuk mengukur
signifikansi perbedaan antara 2 kelompok data yang berpasangan dengan data berskala
ordinal atau interval tetapi berdistribusi tidak normal. Uji Wilcoxon Signed Rank Test
merupakan uji alternatif dari uji pairing t test atau t paired atau yang lebih dikenal
dengan uji Dependent T Test apabila tidak memenuhi asumsi normalitas. Uji ini dikenal
juga dengan istilah Wilcoxon Match Pair Test.

Perlu dibedakan, bahwa uji ini dari uji yang lain tapi mirip namanya, yaitu uji Wilcoxon
Rank Sum Test. Uji Wilcoxon Rank Sum Test merupakan uji beda non parametrik 2
kelompok data yang tidak berpasangan (Mann-Whitney U Test) atau disebut data
bebas/independen.

Asumsi atau syarat dari uji ini antara lain:


1. Variabel dependen berskala data ordinal atau interval/rasio tetapi berdistribusi tidak
normal. Oleh karenanya anda perlu melakukan uji normalitas terlebih dahulu pada
selisih antara kedua kelompok. Selisih yang dimaksud adalah misal: nilai pretest atau
nilai sebelum dikurangi nilai posttest atau setelah. Apabila memenuhi asumsi
normalitas maka sebaiknya menggunakan uji parametrik yang sesuai yaitu uji paired
t test / Dependent T Test. Dan apabila tidak memenuhi maka uji Wilcoxon Signed
Rank Test dapat digunakan sebagai alternatif.
2. Variabel independen terdiri dari 2 kategori yang bersifat berpasangan. Seperti yang
sudah dijelaskan di atas, berpasangan artinya subjek sebagai sumber data adalah 1
individu atau observasi yang sama. Apabila subjeknya beda, misal nilai IMT anak kelas
A dan kelas B, maka uji yang tepat apabila memenuhi asumsi normalitas adalah
uji Independen T Test. Dan apabila tidak memenuhi asumsi normalitas, maka uji yang
tepat adalah Mann Whitney U Test atau yang disebut juga Wilcoxon Rank Sum Test.
3. Bentuk dan sebaran data antara kedua kelompok yang berpasangan adalah simetris.
Jika tidak memenuhi asumsi ini maka gunakanlah alternatif uji yang lain, yaitu uji Sign
Test.

Dalam pendekatan perhitungan secara klasik, untuk menghitung uji Wilcoxon mengikuti
prosedur sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 103 of 149

1. Hitung selisih nilai data dan median untuk setiap pengamatan, Di = Xi – M0. Jika
hasilnya Di = 0, abaikan pengamatan tersebut.
2. Beri peringkat untuk |Di|. Jika ada nilai yang sama (disebut ties) beri peringkat
tengah (mid-rank).
3. Pasangkan tanda ‘plus’ dan ‘minus’ pada peringkat sesuai nilai pada langkah pertama.
4. Hitunglah : jumlah peringkat bertanda ‘plus’ (T+), dan jumlah peringkat bertanda
‘minus’ (T-).

Jika kondisi nilainya mengalami Ties (mempunyai nilai yang sama):

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS WILCOXON


Suatu penelitian yang bersifat analistik dengan desain Quasi-Experiment bertujuan
untuk mengukur pengaruh penyuluhan terhadap skor pengetahuan ibu tentang gizi.
Perumusan masalah yang diajukan yaitu “Apakah terdapat perbedaan rerata skor
pengetahuan ibu-ibu tentang gizi sebelum dan seudah penyuluhan ?”. Adapun hipotesis
penelitian tersebut yaitu sebagai berikut :
Ho : Tidak terdapat perbedaan rata-rata skor pengetahuan ibu-ibu tentang gizi antara
sebelum dilakukan penyuluhan dengan sesudah dilakukan penyuluhan
Ha : Terdapat perbedaan rata-rata skor pengetahuan ibu-ibu tentang gizi antara
sebelum dilakukan penyuluhan dengan sesudah dilakukan penyuluhan

Untuk melakukan uji Wilcoxon (karena kedua kelompok data yaitu skor pengetahuan
ibu baik sebelum maupun sesudah penyuluhan diatas tidak berdistribusi normal) maka
melalui SPSS langkah-langkahnya sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 104 of 149

1. Aktifkan file kerja kita. Dalam hal ini bukalah file LATIHAN UJI WILCOXON.SAV
2. Klik menu Analyze kemudian pilih Nonparametric Tests
3. Pada Legacy Dialogs pilih 2 Related Samples
4. Tampilannya sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 105 of 149

5. Masukan variabel PRETEST kedalam kotak Test Pairs, sehingga dianggap sebagai
Variabel 1.
6. Selanjutnya masukan POSTEST kedalam kotak Test Pairs, sehingga dianggap sebagai
Variabel 2.
7. Aktifkan uji Wilcoxon pada bagian Test Type. Sehingga tampilannya menjadi sebagai
berikut :

8. Proses uji Wilcoxon telah selesai, untuk melihat hasil maka silakan klik OK

Output SPSS hasil analisis Wilcoxon adalah sebagai berikut :

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

PENGETAHUAN Negative Ranks 26a 37,42 973,00


SESUDAH PENYULUHAN - Positive Ranks 56b 43,39 2430,00
PENGETAHUAN SEBELUM Ties 18c
PENYULUHAN
Total 100
a. PENGETAHUAN SESUDAH PENYULUHAN < PENGETAHUAN SEBELUM PENYULUHAN
b. PENGETAHUAN SESUDAH PENYULUHAN > PENGETAHUAN SEBELUM PENYULUHAN
c. PENGETAHUAN SESUDAH PENYULUHAN = PENGETAHUAN SEBELUM PENYULUHAN

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 106 of 149

Test Statisticsb

PENGETAHUAN SESUDAH PENYULUHAN -


PENGETAHUAN SEBELUM PENYULUHAN

Z -3,377a
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Interpretasi hasil uji Wilcoxon disampaikan dalam dua tabel/output yaitu :


a. Output pertama merupakan Tabel Rank yang menunjukan perbandingan
pengetahuan sebelum dan sesudah penyuluhan. Terdapat 26 orang dengan hasil
pengetahuan setelah dilakukan penyuluhan yang lebih rendah dibandingkan
sebelum penyuluhan, 18 orang tetap dan sebanyak 56 orang mempunyai
pengetahuan yang lebih baik dari sebelum penyuluhan.
b. Output yang kedua merupakan bagian dari Test Statistics (hasil uji hipotesis
Wilcoxon). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Significancy sebesar
0,001 (nilai yang ditunjukan pada baris Asymp. Sig. 2-tailed). Sedangkan nilai Z
menujukan hasil perhitungan secara manual jika menggunakan rumus diatas.
Oleh karena p-value yaitu 0,001 ( p < 0,05 ) maka bisa disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan pengetahuan ibu tentang gizi antara sebelum penyuluhan
dengan sesudah penyuluhan.

MELAPORKAN HASIL PENELITIAN KEDALAM LAPORAN

Tabel 12.
Hasil Analisis Wilcoxon Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Gizi

Median
Pengetahuan Gizi Ibu n p-value
(minimum – maksimum)
Sebelum Penyuluhan 100 58 (33 – 78) 0,001
Setelah Penyuluhan 100 62 (40 – 79)

Hasil penelitian sebagaimana tersajikan pada tabel 124, secara deskriptif dapat
dipaparkan bahwa dari 100 ibu yang diberikan penyuluhan tentang gizi diketahui bahwa
sebelumnya mempunyai skor pengetahuan terendah yaitu 33 dan skor tertinggi 78
dengan nilai mediannya sebesar 58. Sedangkan setelah diberikan penyuluhan maka

4
Suatu tabel yang baik adalah menyajikan informasi yang lengkap atas setiap subjeknya. Dalam hal ini
terdiri dari jumlah subjek tiap kelompok, media, minimum dan maksimum serta nilai probabilitas. Nilai
rata-rata dan simpangan baku tidak dilaporkan karena data mempunyai sebaran tidak normal.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 107 of 149

terdapat peningkatan skor pengetahuan ibu dimana skor terendah yaitu 40 dan skor
tertinggi 79 dengan nilai mediannya sebesar 62. Hasil uji statistik Wilcoxon, diperoleh p-
value sebesar 0,001. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada CI:95% Ho ditolak dan Ha
gagal ditolak (p-value < 0,05), dengan kata lain terdapat perbedaan skor pengetahuan
ibu-ibu tentang gizi antara sebelum penyuluhan dengan setelah penyuluhan. Atau
penyuluhan yang diberikan secara signifikan dapat meningkatkan pengetahuan ibu-ibu
tentang gizi.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 108 of 149

Uji Hipotesis Komparatif Katagorik


(> 2 kelompok) dengan Numerik (Uji-Anova)

1. Pendahuluan.
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa uji beda rata-rata dua
kelompok data baik yang independen maupun bersifat dependen, maka pengujian
hipotesisnya menggunakan uji t. Namun seringkali kita jumpai dilapangan bahwa
terdapat data dengan jumlah kelompok yang melebihi dari dua, misalnya ingin
mengetahui perbedaan rata-rata z-score balita (status gizi) untuk daerah Aceh Besar,
Banda Aceh dan Sabang. Dalam menganalisis data pada kasus tersebut (dimana data
lebih dari dua kelompok) sangat tidak dianjurkan menggunakan uji t. Kelemahan dalam
penggunaan uji t adalah : 1) melakukan pengujian secara berulang kali sesuai kombinasi
yang mungkin, 2) bila melakukan uji t berulang maka akan meningkatkan (inflasi) nilai α
(alpha), artinya akan meningkatkan peluang dengan hasil yang keliru. Perubahan Inflasi
nilai α sebesar = 1 – (1-α)n.
Oleh karena itu untuk mengatasi masalah tersebut maka uji statistik yang
dianjurkan (uji statistik yang tepat) dalam menganalisis perbedaan yang mempunyai
kelompok data lebih dari dua rata-rata maka digunakan Uji Analisys of Variances atau
yang dikenal dengan Uji Anova atau Uji F.
Prinsip uji Anova adalah melakukan telaah variabelitas data menjadi dua
sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok
(between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varians sama
dengan 1) maka rata-rata yang dibandingkan antar kelompok tidak ada perbedaan.
Sebaliknya apabila hasil perbandingan kedua varians tersebut menghasilkan nilai lebih
dari 1, maka rata-rata yang dibandingkan menunjukan ada perbedaan.
Analisis of Varians (Anova) mempunyai dua jenis yaitu analisis varians satu
arah/faktor (one way) dan analisis varians dua arah/faktor (two way). Selain itu pada uji
Anova terdapat juga Uji Repeated Anova yang digunakan bila akan dilakukan uji beda >
2 kali pengukuran. Anova mensyaratkan statistik paramatrik sebagai bentuk kekuatan
dalam membuktikan hipotesis. Oleh karena, itu beberapa asumsi yang harus dipenuhi
pada uji Anova dan Repeated Anova adalah sebagai berikut :
a. Data mempunyai distribusi normal/simetris
b. Mempunyai varians yang homogen
c. Sampel/Kelompok data bersifat independen (Anova)
d. Sampel/Kelompok data bersifat dependen (Repeated Anova)

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 109 of 149

e. Jenis data yang dihubungkan adalah numerik dengan katagorik (lebih dari dua
kelompok data)
f. Skala data numerik yaitu interval atau ratio
g. Skala data katagorik yaitu nominal atau ordinal

Pada pendekatan parametrik (apabila data berdistribusi normal) maka untuk


menguji hipotesis rata-rata diatas dua kelompok data digunakan Anova, dan untuk
menguji hipotesis rata-rata diatas dua kelompok dengan > 2 kali pengukuran maka
digunakan uji Repeated Anova. Sebaliknya pendekatan non-parametrik (apabila data
tidak bedistribusi normal) maka alternatif untuk uji Anova yaitu uji Kruskal-Wallis
sedangkan alternatif untuk uji Repeated Anova yaitu uji Friedman.

2. Uji Anova One Way.


Anova merupakan singkatan dari "Analysis of Varian" adalah salah satu uji
komparatif yang digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari
dua kelompok. Rumus yang digunakan untuk menghitung Anova One Way yaitu dengan
mengikuti prosedur sebagai berikut :

𝑆𝑏 2 Keterangan :
𝐹= F = F hitung (hasil anova)
𝑆𝑤 2
Sb2 = Varians populasi antar kelompok
Sw2 = Varians populasi dalam kelompok
2
∑(𝑥̅𝑘 − 𝑥̅𝑡 )2 Xk = Rata-rata tidap kelompok data
𝑆𝑏 =
𝑘−1 Xt = Rata-rata total
k = Banyaknya kelompok data
S12 = Varians dalam kelompok 1 (dst)
𝑆12 + 𝑆22 + ⋯ 𝑆𝑘2 N = Jumlah seluruh data
𝑆𝑤 2 =
𝑁−𝑘

Analisis Multiple Comparison (Posthoc-Test)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut kelompok mana saja yang
berbeda terhadap rata-ratanya jika pada pengujian Anova dihasilkan ada perbedaan
bermakna (p-value < 0,05) atau pada kondisi Ho ditolak dan Ha gagal ditolak. Ada
berbagai jenis analisis multiple comparison diantaranya adalah Bonferroni, Tukey HSD,
Duncan, LSD, dan lain-lain. Pada modul ini hanya dibahas pendekatan Bonferroni
(kelompok data terbentuk dengan sendirinya) dimana telah direncanakan sebulum data
diperoleh. Dan Duncan (kelompok data/perlakuan dibentuk sendiri oleh peneliti dengan
sistim trial and error), selain itu Uji Duncan cenderung digunakan untuk menguji

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 110 of 149

perbedaan diantara semua pasangan perlakuan yang mungkin tanpa memperhatikan


jumlah perlakuan.

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS ONE WAY ANOVA


Seorang peneliti ingin mengetahui apakah ad perbedaan kadar gula darah antara
kelompok ekonomi rendah, sedang dan tinggi. Pertanyaan penelitian yang dirumuskan
yaitu sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan kadar gula darah antara kelompok
ekonomi rendah, sedang dan tinggi di RSU X ?”.

Dalam melakukan analisis uji anova, langkahnya adalah sebagai berikut :


1. Memeriksa syarat anova untuk >2 kelompok yang tidak berpasangan.
a. Data harus berdistribusi normal (wajib).
b. Data harus mempunyai varians yang sama (wajib).
2. Jika memenuhi syarat di atas (poin a dan b), maka dipilih uji one way ANOVA.
3. Jika tidak memenuhi syarat, maka diupayakan untuk melakukan transformasi
data supaya data berdistribusi normal dan varians menjadi sama.
4. Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal atau varians masih
tetap tidak sama, maka alternatifnya mengacu kestatistik non-parametrik yaitu
dipilih uji Kruskal-Wallis.
5. Jika pada uji anova atau Kruskal-Wallis, nilai probabilitas yang dihasilkan yaitu
dibawah 0,05 (p-value < 0,05), maka dilanjukan dengan melakukan analisis Post
Hoc.

a. Uji normalitas
1. Bukalah file: LATIHAN UJI ANOVA ONE WAY.sav
2. Lakukanlah uji normalitas untuk data kadar gula darah menurut kelompok
datanya. (langkahnya dapat dilihat pada Bahagian 2 tentang Uji Normalitas).
Adapun hasil dari Test of Normality yaitu sebagai berikut :

Tests of Normality
tingkat ekonomi Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kadar gula tinggi ,088 100 ,055 ,984 100 ,247
darah sedang
dimension1

,085 100 ,071 ,981 100 ,151


rendah ,083 100 ,083 ,981 100 ,161
a. Lilliefors Significance Correction
3. Interpretasi hasil dari Test of Normality yaitu terlihat bahwa nilai Signifancy
(Kolmogorov-Smirnov) masing-masing kelompok semuanya mempunyai p-value
> 0,05. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa distribusi ketiga kelompok data
tersebut adalah normal.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 111 of 149

b. Uji varians dan melihat hasil anova


Langkah-langkah untuk melakukan uji varians yaitu :
1. Data masih menggunakan file: LATIHAN UJI ANOVA ONE WAY.sav
2. Klik Analyze, kemudian pilih Compare Means dan klik One-Way Anova

3. Masukan variabel gula ke dalam Dependent List.


4. Masukan variabel class ke dalam Factor List. Sehingga tampilan sebagai berikut:

5. Aktifkan kotak Options...


6. Pilih Homogeneity of Variances (untuk menguji varians data)

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 112 of 149

7. Klik Continue. Klik OK

Hasil/output dari uji varians dan anova adalah sebagai berikut:

Test of Homogeneity of Variances


kadar gula darah
Levene Statistic df1 df2 Sig.
19,480 2 297 ,000

ANOVA
kadar gula darah
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 283877,299 2 141938,649 119,474 ,000
Within Groups 352845,786 297 1188,033
Total 636723,085 299

Interpretasinya yaitu:
a. Significancy Test of Homogeneity of Variances menunjukan angka 0,000 (p-value
< 0,05). Dapat disimpulkan “paling tidak terdapat dua kelompok mempunyai
varians yang berbeda secara signifikan.
b. Oleh karena varians tidak sama, maka hasil uji anova tidak valid. Oleh karena itu
harus dilakukan transformasi data dengan harapan variansnya sama.

c. Mencari bentuk transformasi


Hasil analisis ternyata varians tidak sama, maka harus dilakukan transformasi data.
Langkah berikut merupakan bentuk transformasi data yang baik. Untuk memperoleh
bentuk trasformasi yaitu :
1. Masih menggunakan file: LATIHAN UJI ANOVA ONE WAY.sav
2. Klik Analyze, pilih Descritives Statistics, selanjutnya klik Explore.
3. Masukan variabel gula kedalam Dependent List, dan
4. Variabel class ke dalam Factor List

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 113 of 149

5. Klik Plots... pada Display List


6. Pilih Power Estimation (untuk mencari bentuk transformasi terbaik)

7. Klik Continue, selanjutnya klik OK

Output SPSS sebagai berikut:

Interpretasinya yaitu:
Nilai slope dan nilai power merupakan panduan dalam melakukan model
transformasi. Berikut ini merupakan tabel yang dianjurkan untuk melakukan
transformasi data menurut nilai slope

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 114 of 149

Tabel 13. Panduan mencari bentuk transformasi terbaik dengan


memperhitungkan faktor slope dan power5

Slope Power Bentuk Transformasi


-1 2 Square (kuadrat)
0 1 Tidak perlu transformasi
0,5 0,5 Square root (akar)
1 0 Logaritma
1,5 -0,5 1/ Square root
2 -1 Reciprocal (1/n)

Berdasarkan hasil output diatas diketahui nilai slope= 1,429 dan nilai power= -0,429.
Maka mengacu tabel 13, bentuk trasformasi yang terbaik dapat dilakukan dengan
cara 1/ Square root.

d. Melakukan transformasi data


Ingat kembali teknik dalam melakukan transformasi data. Langkah dalam melakukan
transformasi data sebagai berikut :
1. Pilih Transform, kemudian klik Compute.
2. Pada Target Variabel, ketik gula_trans (variabel baru hasil transformasi).
3. Pindahkan sqrt dari kotak Function group: Function and Special Variables ke
kotak Numeric Expression dengan mengklik tanda panah.
4. Tampak kolom berkedip (?). Masukan variabel gula kedalam kolom berkedip tadi
dengan mengklik tanda panah.
5. Kemudian ketik 1/sebelum sqrt sehingga tertulis: 1/SQRT(gula) yang berarti
1/square root. Sehingga tampak tampilan sebagai berikut :

5
Untuk mentransformasi data supaya mempunyai varians yang sama atau kenormalan suatu data kita
mempunyai panduan yaitu dengan memperhatikan nilai slope dan nilai power

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 115 of 149

6. Proses telah selesai, kemudian klik OK.

Akan muncul variabel baru dengan nama gula_trans, seperti berikut ini:

e. Melakukan uji varians untuk variabel hasil transformasi data


Langkah-langkah untuk melakukan uji varians yaitu :
1. Data masih menggunakan file: LATIHAN UJI ANOVA ONE WAY.sav
2. Klik Analyze, kemudian pilih Compare Means dan klik One-Way Anova
3. Masukan variabel gula_trans ke dalam Dependent List.
4. Masukan variabel class ke dalam Factor List. Sehingga tampilan sebagai berikut:
5. Aktifkan kotak Options...
6. Pilih Homogeneity of Variances (untuk menguji varians data)
7. Klik Continue. Klik OK

Output SPSS yaitu sebagai berikut :

Test of Homogeneity of Variances


gula_trans
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,962 2 297 ,142

ANOVA
gula_trans
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,005 2 ,002 106,526 ,000
Within Groups ,007 297 ,000
Total ,012 299

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 116 of 149

Interpretasi hasilnya yaitu :


a. Menilai varians:
Hasil uji varians (Test of Homogeneity of Variances) diperoleh p-value 0,142.
Karena p-value > 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan varians
menurut ketiga keompok data, atau dengan kata lain bahwa varians data adalah
sama6.

b. Menilai hasil uji Anova:


Karena varians data sama, maka uji Anova pada tabel berikutnya (ANOVA) adalah
valid. Pada uji Anova, diperoleh nilai p=0,000 yang berarti paling tidak terdapat
perbedaan kadar gula darah yang bermakna pada dua kelompok.

Berdasarkan hasil uji Anova diperoleh p-value < 0,05. Sehingga sesuai aturan yang
berlaku di Anova jika pada kondisi tersebut maka perlu dilakukan analisis Post Hoc Test.
Analisis ini untuk menjawab “Pada kelompok data manakah terdapat perbedaan yang
bermakna tersebut ?”

f. Melakukan Analisis Post Hoc


Untuk melakukan analisis Post Hoc lakukanlah prosedur sebagai berikut :
1. Data masih menggunakan file: LATIHAN UJI ANOVA ONE WAY.sav
2. Klik Analyze, kemudian pilih Compare Means dan klik One-Way Anova
3. Masukan variabel gula_trans ke dalam Dependent List.
4. Masukan variabel class ke dalam Factor List. Sehingga tampilan sebagai berikut:

5. Aktifkan kotak Post Hoc...

6
Untuk menstransformasi data supaya data berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama, kita
tidak mempunyai panduan yang pasti. Harus dilakukan beberapa kali percobaan transformasi data

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 117 of 149

6. Pilih LSD pada bagian Equal Variances Assumed (memilh uji alternatif manapun,
hasilnya relatif sama)

7. Klik Continue. Klik OK

Hasil Post Hoc test :

Multiple Comparisons
gula_trans
LSD
(I) tingkat (J) tingkat Mean Difference 95% Confidence Interval
ekonomi ekonomi (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
tinggi sedang -,00778* ,00068 ,000 -,0091 -,0064
rendah -,00930* ,00068 ,000 -,0106 -,0080
sedang tinggi ,00778* ,00068 ,000 ,0064 ,0091
rendah -,00151* ,00068 ,028 -,0029 -,0002
rendah tinggi ,00930* ,00068 ,000 ,0080 ,0106
sedang ,00151* ,00068 ,028 ,0002 ,0029
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Interpretasi menurut hasil Post Hoc Test:


a. Kelompok ekonomi tinggi dengan sedang, p-value= 0,000 dimana CI:95% tidak
tercakup angka 0.
b. Kelompok ekonomi tinggi dengan kelompok ekonomi rendah, p-value= 0,000
dimana CI:95% tidak tercakup angka 0.
c. Kelompok ekonomi sedang dengan kelompok ekonomi rendah, p-value= 0,000
dimana CI:95% tidak tercakup angka 0.
d. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kadar gula darah berbeda secara
signifikan pada semua kelompok tingkat ekonomi.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 118 of 149

MELAPORKAN HASIL PENELITIAN KEDALAM LAPORAN


Tabel 14. Hasil Analisis One Way Anova Rerata Gula Darah Menurut
Kelas Ekonomi Pasien Di RSU X

Kelompok Data n Rerata + SD p-value


Kelas Ekonomi Tinggi 100 0,061 + 0,005 0,000
Menengah 100 0,069 + 0,004
Rendah 100 0,070 + 0,005
df1;2= 2;297. CI:95%
Berdasarkan tabel 14 diketahui secara deskriptif bahwa pada kelas ekonomi tinggi
mempunyai rerata gula darah 0,061 dengan deviasi 0,005. Begitu juga dengan kelas
ekonomi menengah dimana rerata gula darah 0,069 dengan deviasi 0,004. Sedangkan
pada kelas ekonomi rendah rata-rata gula darah 0,070 dengan deviasi sebesar 0.005.
Hasil uji statistik One Way Anova diperoleh p-value= 0,000 (p-value < 0,05). Dapat
disimpulkan bahwa pada tingkat kemaknaan 95% paling tidak terdapat perbedaan rata-
rata gula darah pada dua kelompok kelas ekonomi pada pasien di RSU X.
Tabel 15. Hasil Analisis Post Hoc LSD Rerata Gula Darah Menurut
Kelas Ekonomi Pasien Di RSU X

Perbedaan CI:95%
p-value
Rerata Minimum Maksimum
Tinggi vs Sedang -0,008 -0,009 -0,006 0,000
Tinggi vs Rendah -0,009 -0,011 -0,008 0,000
Sedang vs Rendah -0,002 -0,003 -0,000 0,028
Confidences of Interval : 95%

Berdasarkan tabel 15, dapat dipaparkan hasil uji lanjut anova (Post Hoc LSD) diperoleh
perbedaan rata-rata gula darah antara kelompok kelas ekonomi tinggi dengan sedang
sebesar -0,008 dan dengakan kelompok ekonomi rendah sebesar -0,009 dengan masing-
masing p-value=0,000 (p-value < 0,05). Sedangkan hasil perbedaan rerata gula darah
antara kelompok ekonomi sedang dengan kelompok ekonomi rendah sebesar -0,002
dengan p-value=0,028 (p-value < 0,05). Berdasarkan hasil uji lanjut anova dapat
disimpulkan bahwa gula darah pasien di RSU X pada kesemua kelompok kelas ekonomi
terdapat perbedaan signifikan, dimana perbedaan kadar gula darah yang paling tinggi
terjadi antara kelompok ekonomi tinggi dengan kelompok ekonomi rendah.

Data yang disajikan diatas merupakan data hasil transformasi kadar gula darah, yaitu
nilai 1/akar dua dari nilai kadar gula darah. Secara klinik nilai ini sulit untuk dipahami,
oleh karena itu jalan keluarnya adalah dengan cara menyajikan rata-rata geometrik
(transformasi balik dari rerata nilai transformasi). Tetapi, nilai standar deviasi tidak
bisa dilakukan transformasi terbalik seperti halnya pada nilai rata-rata. Sehingga

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 119 of 149

alternatif penyajian data hasil analisis One Way Anova dan Post-Hoc Test LSD yaitu
sebagai berikut :

Tabel 16. Hasil One Way Anova beserta Post Hoc LSD Rerata Gula Darah Menurut
Kelas Ekonomi Pasien Di RSU X

n Rerata Geometrik p-value


Kelas Ekonomi Tinggi 100 268,22 0,000
Sedang 100 211,01
Rendah 100 202,02
Uji post-hoc LSD: Tinggi vs sedang p < 0,001; tinggi vs rendah p < 0,001; sedang vs rendah
p = 0,028

3. Uji Repeated Measured Anova.


Repeated Measures Anova digunakan bila akan dilakukan uji beda > 2 kali
pengukuran. Prinsipnya sama dengan paired t test (membandingkan rata-rata dua
sampel yang saling berhubungan), hanya saja pengukuran lebih dari dua kali untuk
teknik ini. Sementara perbedaannya dengan Anova adalah sampel pada uji ini adalah
sampel yang berhubungan, sementara Anova mensyaratkan sampel indendepen.
Pada uji Repeated Measures Anova, bahwa asumsi ataupun syarat penting yang
harus dipenuhi yaitu :
a. Data pada setiap kelompoknya harus normal, jika tidak normal diupayakan
transformasi data. Jika hasil transformasi tidak normal, maka pilih aternatif uji
Friedman (Non-Parametrik)
b. Mempunyai hipotesis komparatif
c. Kelompok data berpasangan dan variabel yang dihubungkan berupa numerik
dengan katagorik
d. Jumlah kelompok data > 2 kelompok
e. Jika pada uji Repeated Measures Anova atau uji Friedman menghasilkan nilai p <
0,05, maka dilanjutkan dengan menganalisis Post Hoc.

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS REPEATED MEASURED ANOVA


Seorang peneliti ingin mengetahui peran suatu metode pelatihan bagi
penderita Arthritis Gout terhadap fungsi lutut (terapi naik turun tangga). Sebelum
dimulai pelatihan, kita terlebih dahulu mengukur fungsi lutut sampel yang diukur
berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk naik tangga (detik). Selanjutnya kita akan
melihat perbandingan fungsi lutut sebelum pelatihan, dua minggu setelah pelatihan dan
empat minggu setelah pelatihan. Rumusan masalah yaitu “terapi naik turun tangga bagi

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 120 of 149

penderita Arthritis Gout dapat meningkatkan fungsi lutut”. Oleh karena itu pada model
penelitian seperti ini hipotesis dapat diajukan sebagai berikut :
Ho : Tidak ada perbedaan fungsi lutut bagi penderita Arthritis Gout antara antara
sebelum dilakukan terapi dengan setelah dilakukan terapi naik turun tangga.
Ha : Ada perbedaan fungsi lutut bagi penderita Arthritis Gout antara antara sebelum
dilakukan terapi dengan setelah dilakukan terapi naik turun tangga.

Dengan menggunakan SPSS ver.18 kasus diatas dapat diselesaikan melalui beberapa
tahap, yaitu :
a. Menguji distribusi data
1. Bukalah file latihan yang akan digunakan yaitu file: LATIHAN UJI REPEATED
ANOVA.sav
2. Lakukanlah uji normalitas untuk data fungsi lutut sebelum pelatihan, 2 minggu
setelah pelatihan dan 4 minggu setelah pelatihan. Proses untuk melakukan uji
normalitas yaitu sama seperti halnya pada bagian sebelumnya. Jika prosesnya
benar maka hasilnya dari analisis sebagai berikut:

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Detik kecepatan naik ,093 35 ,200* ,973 35 ,544
turun tangga (awal)
Detik kecepatan naik ,108 35 ,200* ,971 35 ,469
turun tangga (minggu 2)
Detik kecepatan naik ,093 35 ,200* ,959 35 ,218
turun tangga (minggu 4)
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

3. Berdasarkan hasil uji normalitas data (Tests of Normality) dapat dilihat bahwa
nilai Signifacancy pada bagian Shapiro-Wilk (n<50) untuk semua variabel
mempunyai p-value > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa distribusi data pada
hasil tiga penguruan tersebut adalah normal.

b. Melakukan uji Repeated Measured Anova


Langkah-langkah dalam melakukan analisis atau uji Repeated Measured Anova
sebagai berikut :
1. Bukalah file latihan yang akan digunakan yaitu file: LATIHAN UJI REPEATED
ANOVA.sav
2. Selanjutnya pada bagian Analyze pilih General Linier Model, kemudian klik
Repeated Measures...

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 121 of 149

3. Ganti tulisan factor1 dengan waktu pada kolom Within-Subject Factor Name
4. Ketik angka “3” kedalam kolom Number of Levels (untuk menunjukan berapa kali
pengulangan data). Selanjutnya klik Add maka akan terlihat seperti gambar 4.
5. Kemudian klik Define. Masukan variabel drk_sct1, dtk_sct2, dan dt_sct4 kedalam
Within-Subject Variables. Sehingga akan terlihat seperti gambar 5

Gambar 4. Gambar 5.

6. Klik bagian Options.... Pindahkan variabel waktu kedalam kotak Display Means
for: dengan mengklik tanda panah . Berikut tampilannya :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 122 of 149

7. Proses telah selesai. Klik Continue, kemudian kli OK.

Output di SPSS secara garis besar adalah sebagai berikut :

Multivariate Testsb
Effect Value F Hypothesis df Error df Sig.
waktu Pillai's Trace ,756 51,209a 2,000 33,000 ,000
Wilks' Lambda ,244 51,209a 2,000 33,000 ,000
Hotelling's Trace 3,104 51,209a 2,000 33,000 ,000
Roy's Largest Root 3,104 51,209a 2,000 33,000 ,000
a. Exact statistic
b. Design: Intercept
Within Subjects Design: waktu

Pairwise Comparisons
Measure:MEASURE_1
(I) waktu (J) waktu 95% Confidence Interval for
Mean Differencea
Difference (I-J) Std. Error Sig.a Lower Bound Upper Bound
1 2
dimension2
11,492* 1,316 ,000 8,817 14,168
3 17,190* 1,676 ,000 13,785 20,595
2
dimension1
1
dimension2
-11,492* 1,316 ,000 -14,168 -8,817
3 5,698* ,823 ,000 4,024 7,371
*
3 1
dimension2
-17,190 1,676 ,000 -20,595 -13,785
2 -5,698* ,823 ,000 -7,371 -4,024
Based on estimated marginal means
*. The mean difference is significant at the ,05 level.
a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no adjustments).

Interpretasi hasil analisis Repeated Measured Anova :


a. Hasil akhir dari Repeated Measured Anova dapat dilihat pada bagian output
Multivariate Test. Dimana menunjukan hasil secara keseluruhan pada uji
Repeated Measured Anova. Nilai Significancy yang diperoleh (p-value) yaitu 0,000
sehingga pada CI:95% diketahui p-value < 0,05. Oleh karena itu dapat ditarik
kesimpulan “Paling tidak terdapat dua pengukuran terapi yang berbeda”.
Pertanyaannya adalah pengukuran mana yang berbeda. Oleh karena itu perlu
dilakukan uji lanjut (Post Hoc LSD).
b. Post Hoc LSD merupakan uji lanjut menggunakan pendekatan LSD, hasilnya
disampaikan pada output kedua diatas yaitu bagian Pairwise Comparisons.
Analisis ini bertujuan melihat perbandingan pada pengukuran pertama dengan
kedua, pengukuran pertama dengan ketiga dan pengukuran kedua dengan ketiga.
Hasilnya secara signifikan untuk setiap perbandingan adalah 0,000. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan terjadi pada semua aspek
pengukuran.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 123 of 149

MELAPORKAN HASIL PENELITIAN KEDALAM LAPORAN


Tabel 17. Hasil Uji Repeated Anova Terhadap Perbedaan Fungsi Lutut Bagi Penderita
Arthritis Gout Antara Sebelum Dengan Setelah Dilakukan Terapi

Kecepatan Naik Turun n Rata-rata + SD p-value


Tangga
Awal 35 37,70 + 13,28 0,000
Minggu ke 2 35 26,21 + 8,02
Minggu ke 4 35 20,51 + 5,95

Berdasarkan tabel 17 dapat dijelaskan secara deskriptif bahwa sebelum dilakukan terapi
rata-rata responden mempunyai kecepatan naik turun tangga yaitu 37,70 dengan
deviasi 13,28. Setelah dilakukan terapi pada minggu kedua, rata-rata kecepatanya yaitu
26,21 dengan deviasi sebesar 8,02. Pada minggu keempat terlihat bahwa kecepatan naik
turun tangga semakin cepat yaitu mempunyai rata-rata 20,51 dengan deviasinya 5,95.
Hasil uji statistik diketahui nilai p= 0,000, jadi pada CI:95% Ho ditolak dan Ha gagal
ditolak. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan fungsi lutut bagi penderita
Arthritis Gout antara antara sebelum dilakukan terapi dengan setelah dilakukan terapi
naik turun tangga.

Untuk mengetahui terapi mana yang lebih signifikan dalam mempercepat naik turun
tangga dapat dilihat pada tabel 18 berikut ini.

Tabel 18. Hasil Uji Paired Wise Comparison Terhadap Perbedaan Fungsi Lutut Bagi
Penderita Arthritis Gout Antara Sebelum Dengan Setelah Dilakukan Terapi

Kecepatan Naik Turun n Perbedaan Rata-rata p-value


Tangga (CI:95%)
Awal vs Minggu ke 2 35 11,49 (8,817 – 14,168) 0,000
Awal vs Minggu ke 4 35 17,19 (13,785 – 20,595) 0,000
Minggu ke 2 vs Minggu ke 4 35 5,70 (4,024 – 7,371) 0,000

Tabel 18 menyajikan hasil bahwa dari 35 sampel yang dilakukan uji terapi naik turun tangga
pada penderita Arthritis Gout, diketahui antara sebelum dengan setelah dua minggu
dilakukan terapi mempunyai selisih kecepatan rata-rata sebesar 11,49, dan sebelum terapi
dengan setelah 4 minggu selisih kecepatannya lebih besar yaitu 17,19. Sedangkan antara
minggu ke dua dengan minggu ke empat selisihnya hanya sebesar 5,70. Hasil uji statistik
diperoleh p-value sebesar 0,000 baik antara sebelum dengan setelah terapi pada minggu ke
2 dan minggu ke 4 maupun antara minggu ke 2 dengan minggu ke 4. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perbedaan terhadap kecepatan naik turun tangga didapat pada semua
aspek pengukuran.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 124 of 149

4. Uji Kruskal-Wallis.
Kruskal-Wallis test dikembangkan oleh Kruskal dan Wallis. Uji Kruskal-
Wallis adalah uji nonparametrik yang digunakan untuk membandingkan tiga atau lebih
kelompok data sampel. Uji Kruskal-Wallis digunakan ketika asumsi Anova tidak terpenuhi.
ANOVA adalah teknik analisis data statistik yang digunakan ketika kelompok-kelompok
variabel bebas lebih dari dua. Pada Anova, kita asumsikan bahwa distribusi dari masing-
masing kelompok harus terdistribusi secara normal. Dalam uji Kruskal-Wallis, tidak
diperlukan asumsi tersebut, sehingga uji Kruskal-Wallis adalah uji distribusi bebas. Jika
asumsi normalitas terpenuhi, maka uji Kruskal-Wallis tidak sekuat Anova.

Uji Kruskal Wallis harus memenuhi asumsi berikut ini:


- Sampel ditarik dari populasi secara acak
- Kasus masing-masing kelompok independen
- Skala pengukuran yang digunakan biasanya ordinal
- Rumus umum yang digunakan pada uji kruskal wallis adalah :
𝑘
12 𝑅12
𝐻= − 3(𝑛 + 1)
𝑛(𝑛 + 1)
𝑖=𝑙

Statistik uji Kruskal Wallis menggunakan nilai distribusi Chi-kuadrat dengan


derajat bebas adalah k-1 dengan jumlah sample harus lebih dari 5. Jika nilai uji Kruskal
Wallis lebih kecil dari pada nilai chi-kuadrat tabel, maka hipotesis null diterima, berarti
sampel berasal dari populasi yang sama, demikian pula sebaliknya.

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS KRUSKAL-WALLIS


Seorang peneliti ingin mengetahui perbedaan konsumsi gula (gram/hari) pada laki-laki
dengan BMI obesitas, gemuk dan normal. Pertanyaan penelitian yang dirumuskan yaitu
“Apakah terdapat perbedaan jumlah konsumsi gula (gram/hari) pada kelompok pria
dengan BMI obesitas, gemuk dan normal?”.
Berdasarkan rumusan penelitian tersebut, hipotesis yang diajukan yaitu :
Ho : Tidak ada perbedaan jumlah konsumsi gula (gram/hari) pada kelompok pria
dengan BMI obesitas, gemuk dan normal.
Ha : Ada perbedaan jumlah konsumsi gula (gram/hari) pada kelompok pria dengan
BMI obesitas, gemuk dan normal.

Setelah kita bisa menetapkan perumusan masalah, tujuaan penelitian dan mengajukan
hipotesis yang ingin dibuktikan, maka perlu pemilihan uji statistik yang tepat. Pada kasus
ini mengingat data merupakan numerik dengan katagorik lebih dari dua kelompok,
dimana data tidak berdistribusi normal, maka Uji Statistik Nonparametrik Kruskal-Wallis
adalah pilihan tepat untuk membuktikan hipotesis.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 125 of 149

Penyelesaian Kasus tersebut dengan menggunakan aplikasi SPSS v.18 sebagai berikut:

a. Uji normalitas
1. Bukalah file: LATIHAN UJI KRUSKAL WALLIS.sav
2. Lakukanlah uji normalitas untuk data jumlah konsumsi gula (gr/h) menurut
kelompok datanya. (langkahnya dapat dilihat pada Bahagian 2 tentang Uji
Normalitas). Adapun hasil dari Test of Normality jika prosedur yang dijalankan
benar sebagai berikut :

Tests of Normality
BMI Sample Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Konsumsi Gula Obes ,262 26 ,000 ,846 26 ,001
(gr/h) Gemuk
dimension1

,223 27 ,001 ,811 27 ,000


Normal ,127 31 ,200* ,929 31 ,041
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Berdasarkan hasil uji normalitas (Shapiro-Wilk, n < 50) dapat dilihat bahwa data
konsumsi gula (gr/h) menurut kelompok pria yang obesitas mempunyai p-value=
0,001 dan kelompok pria yang gemuk mempunyai p-value= 0,000 serta kelompok
pria dengan BMI yang normal mempunyai p-value= 0,041. Berdasarkan hasil
analisis statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa data konsumsi gula pada
ketiga kelompok tidak mempunyai distribusi normal pada CI:95% (p-value < 0,05).
Karena syarat Anova tidak bisa terpenuhi, maka digunakan uji alternatif yaitu
mengarah kestatistik non parametrik, uji yang cocok yaitu Kruskal-Wallis Test.

b. Melakukan Uji Kruskal-Wallis


Kruskal-Wallis Test merupakan salah satu uji dalam statistik non-parametrik.
Prosedurnya dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Klik Analyze dan pada bagian sub-menunya pilih Nonparametric Test kemudian
pilih Legacy Dialogs, selanjutnya klik K Independent Samples... (seperti terlihat
pada gambar 1).
2. Masukan variabel gula kedalam kotak Test Variables List:
3. Kemudian masukan variabel bmi kedalam Grouping Variable:
4. Klik Define Range...
5. Masukan angka 1 (merupakan kode yang dilabelkan untuk bmi yang obesitas)
pada kotak Minimum:
6. Masukan angka 3 (merupakan kode yang dilabelkan untuk bmi yang normal) pada
kotak Maximum:
7. Aktifkan uji Kruskal-Wallis H

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 126 of 149

Gambar 1. Langkah Uji Kruskal-Wallis (langkah 1)

Langkah 2

Langkah 3

Langkah 4-6

8. Proses telah selesai. Selanjut klik OK

Output di SPSS adalah sebagai berikut :

Kruskal-Wallis Test
Ranks
BMI Sample N Mean Rank
Konsumsi Gula (gr/h) Obes 26 60,25
Gemuk 27 47,63
dimension1

Normal 31 23,15
Total 84

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 127 of 149

Test Statisticsa,b
Konsumsi Gula
(gr/h)
Chi-square 34,499
df 2
Asymp. Sig. ,000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: BMI
Sample

Interpretasi hasil dari analisis Kruskal-Wallis yaitu :


a. Hasil pada output pertama (Rank) memberikan makna bahwa konsumsi gula
(gr/h) pada sampel menurut kelompok BMI. Pada kelompok yang obesitas, dari 26
orang sampel mempunyai rerata rangking tertinggi yaitu 60,25. Rerata rangking
dibawahnya berada pada kelompok sampel dengan BMI gemuk yaitu 47,63.
Sedangkan kelompok sampel dengan bmi normal mempunyai rerata rangking
dibawah sampel yang ber-bmi gemuk yaitu sebesar 23,15.
b. Output kedua (Test Statistics) merupakan hasil analisis dari Kruskal-Wallis Test.
Nilai Asymptotic Significany yaitu 0,000 (p-value < 0,05). Maka dapat disimpulkan
pada CI:95% paling tidak terdapat perbedaan jumlah gula yang dikonsumsi
(gram/hari) antara dua kelompok.
c. Untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan maka harus
dilakukan analisis Post Hoc. Karena data tidak normal maka untuk menggunakan
analisis Post Hoc, Mann-Whitney merupakan pemilihan uji yang tepat.

c. Melakukan Analisis Post-Hoc


Analisi Post-Hoc untuk uji Kruskal-Wallis adalah dengan menggunakan uji Mann-
Whitney. Prosedur dan langkah-langkah sudah pernah diuraikan pada bagian
sebelumnya.
1. Uji Mann-Whitney yang mengkonsumsi gula (gr/h) pada kelompok sampel bmi
obesitas dengan gemuk. Langkah-langkahnya :
a. Klik menu Analyze kemudian pilih Nonparametric Tests
b. Pada Legacy Dialogs pilih 2 Independent Samples
c. Masukan variabel gula kedalam Test Variable List
d. Masukan vaiabel bmi kedalam Grouping Variable
e. Aktifkan uji Mann-Whitney U
f. Klik kota Define Groups ...
g. Masukan angka 1 pada Group 1 (1 merupakan kode untuk bmi obesitas)
h. Masukan angka 2 pada Group 2 (2 merupakan kode untuk bmi gemuk)
i. Proses telah selesai, klik Continue. Kemudian klik OK

Jika prosedurnya benar, maka output dari Test Statistics adalah sebagai berikut:

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 128 of 149

Test Statisticsa
Konsumsi Gula
(gr/h)
Mann-Whitney U 234,000
Wilcoxon W 612,000
Z -2,082
Asymp. Sig. (2-tailed) ,037
a. Grouping Variable: BMI Sample

2. Uji Mann-Whitney yang mengkonsumsi gula (gr/h) pada kelompok sampel bmi
obesitas dengan normal. Langkah-langkahnya :
a. Ikuti langkah dan prosedur sebagaimana diatas (poin a – f)
b. Masukan angka 1 pada Group 1 (1 merupakan kode untuk bmi obesitas)
c. Masukan angka 2 pada Group 2 (2 merupakan kode untuk bmi normal)
d. Proses telah selesai, klik Continue. Kemudian klik OK

Jika prosedurnya benar, maka output dari Test Statistics adalah sebagai berikut:

Test Statisticsa
Konsumsi Gula
(gr/h)
Mann-Whitney U 58,500
Wilcoxon W 554,500
Z -5,522
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Grouping Variable: BMI Sample

3. Uji Mann-Whitney yang mengkonsumsi gula (gr/h) pada kelompok sampel bmi
gemuk dengan normal. Langkah-langkahnya :
a. Ikuti langkah dan prosedur sebagaimana diatas (poin a – f)
b. Masukan angka 1 pada Group 1 (1 merupakan kode untuk bmi gemuk)
c. Masukan angka 2 pada Group 2 (2 merupakan kode untuk bmi normal)
d. Proses telah selesai, klik Continue. Kemudian klik OK

Jika prosedurnya benar, maka output dari Test Statistics adalah sebagai berikut:

Test Statisticsa
Konsumsi Gula
(gr/h)
Mann-Whitney U 163,000
Wilcoxon W 659,000
Z -3,985
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000
a. Grouping Variable: BMI Sample

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 129 of 149

Interpretasi Hasil Post-Hoc Mann-Whitney Test:

Berdasarkan hasil analisis Post-Hoc secara Mann-Whitney Test, diperoleh hasil


bahwa :
1. Jumlah konsumsi gula (hari/gram) antara kelompok bmi yang obesitas dengan
kelompok gemuk, diperoleh nilai p= 0,037
2. Jumlah konsumsi gula (hari/gram) antara kelompok bmi yang obesitas dengan
kelompok normal, diperoleh nilai p= 0,000
3. Jumlah konsumsi gula (hari/gram) antara kelompok bmi yang gemuk dengan
kelompok normal, diperoleh nilai p= 0,000
4. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada CI:95% setiap kelompok sampel
mempunyai nilai perbedaan (p-value < 0,05) terhadap jumlah konsumsi gula untuk
setiap hari/gramnya.

MELAPORKAN HASIL PENELITIAN KEDALAM LAPORAN PENELITIAN

Tabel 19. Hasil Analisis Kruskal-Wallis Terhadap Jumlah Konsumsi Gula (hari/gram)
Menurut Kelompok BMI

Median
Kelompok Data n p-value
(minimum – maksimum)
Jumlah Konsumsi Obesitas 29 89,7 (60,6 – 173,4) 0,000
gula (hari/gram) Gemuk 27 76,8 (46,2 – 196,7)
Normal 31 60,3 (48,6 – 90,0)
Uji Kruskal-Wallis. Uji Post-Hoc Mann-Whitney: Obesitas vs Gemuk, p < 0,05; Obesitas
vs Normal, p < 0,01; Gemuk vs Normal, p < 0,01.

Berdasarkan tabel 19 dapt dijelaskan bahwa jumlah konsumsi gula pada kelompok
obesitas mempunyai median 89,7/hari/gram. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi bila
dibandingkan konsumsi gula pada kelompok yang gemuk yaitu sebesar 76,8/hari/gram.
Sedangkan pada kelompok normal, jumlah konsumsi gula cenderung lebih sedikit bila
dibandingkan dengan kelompok obesitas dan gemuk yaitu sebesar 60,3/hari/gram.
Hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000, maka pada CI:95% Ho ditolak
dan Ha gagal ditolak. Sehingga dapat disimpulkan paling tidak terdapat perbedaan
jumlah konsumsi gula diantara dua kelompok. Hasil Post-Hoc menunjukan bahwa setiap
kelompok sampel mempunyai nilai perbedaan (p-value < 0,05) terhadap jumlah
konsumsi gula untuk setiap hari/gramnya.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 130 of 149

5. Uji Friedman.
Uji Friedman dilakukan untuk mengetahui perbedaan lebih dari dua kelompok
sampel yang saling berhubungan. Data yang dianalisis adalah data ordinal, sehingga jika
data berbentuk interval atau ratio sebaiknya dirubah dulu ke bentuk ordinal (jika data
numerik, maka ini merupakan hasil data yang tidak berdistribusi normal). Uji Friedman
merupakan alternative dari Repeated Measured Anova. Uji ini dilakukan jika asumsi-
asumsi dalam statistik parametrik tidak terpenuhi, atau juga karena sampel yang terlalu
sedikit.

Rumus yang digunakan untuk Analisis Uji Friedman


Sampel Kecil Sampel Besar

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS FRIEDMAN


Seorang peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan Indeks Masa Tubuh
(BMI) pada pria sebelum senam kebugaran, 3 minggu sesudah senam kebugaran, dan 6
minggu sesudah senam kebugaran. Perumusan masalahnya yaitu “Apakah terdapat
perbedaan bmi pada pria antara sebelum senam kebugaran, 3 minggu sesudah senam
kebugaran, dan 6 minggu sesudah senam kebugaran ?”. Hipotesis yang diajukan yaitu :
Ho : Tidak ada perbedaan bmi pada pria antara sebelum senam kebugaran, 3 minggu
sesudah senam kebugaran, dan 6 minggu sesudah senam kebugaran.
Ha : Ada perbedaan bmi pada pria antara sebelum senam kebugaran, 3 minggu
sesudah senam kebugaran, dan 6 minggu sesudah senam kebugaran.

Langkah-langkah penyelesaiannya dengan SPSS yaitu :


a. Memeriksa kenormalan data
1. Bukalah file: LATIHAN UJI FRIEDMAN.sav
2. Lakukanlah uji normalitas untuk data bmi sebelum, 3 minggu sesudah dan 6
minggu sesudah senam kebugaran.
Jika proses analisis normalitas benar sebagaimana prosedurnya, maka hasil dari
uji normalitas yaitu sebagai berikut (Tests of Normality) :

Berdasarkan hasil uji, dapat dijelaskan bahwa baik bmi awal, bmi setelah 3 minggu
dan bmi setelah 6 minggu masing-masing mempunyai nilai p-value < 0,05. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok data bmi tersebut tidak berdistribusi
secara normal. Sehingga kita tidak bisa menggunakan uji Repeated Anova. Jadi

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 131 of 149

pada kasus ini, uji untuk membuktikan hipotesis yang diajukan harus
menggunakan statistik non-parametrik yaitu uji Friedman.

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BMI Awal ,275 57 ,000 ,762 57 ,000
BMI Setelah 3 minggu ,156 57 ,001 ,887 57 ,000
BMI Setelah 6 minggu ,209 57 ,000 ,913 57 ,001
a. Lilliefors Significance Correction

b. Melakukan Uji Friedman


Langkah-langkah atau prosedur dalam melakukan analisis Friedman Test yaitu
sebagai berikut :
1. Pada menu Klik Analyze dan pada bagian sub-menunya pilih Nonparametric Test
kemudian pilih Legacy Dialogs, selanjutnya klik K Related Samples...

2. Kemudian masukan variabel yang akan diuji yaitu bmi1, bmi2, dan bmi3 kedalam
kotak Test Vaiables:
3. Klik bagian Statistics..., kemudian aktifkan pilihan Descriptive
4. Aktifkan uji Friedman pada bagian Test Type. Sehingga tampilannya sebagai
berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 132 of 149

5. Proses telah selesai, selanjutnya klik OK

Ouput SPSS sebagai berikut :

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
BMI Awal 57 26,285 3,6993 23,1 35,6
BMI Setelah 3 minggu 57 22,171 1,5915 19,3 26,9
BMI Setelah 6 minggu 57 21,434 ,9165 19,8 23,1

Friedman Test
Ranks Test Statisticsa
Mean Rank N 57
Chi-square 90,982
BMI Awal 3,00
df 2
BMI Setelah 3 minggu 1,72
Asymp. Sig. ,000
BMI Setelah 6 minggu 1,28
a. Friedman Test

Interpretasi hasil analisis :


a. Pada bagian pertama yaitu Descriptive Statistics, mendiskripsikan masing-masing
kelompok data menurut nilai pemusatan dan nilai penyebarannya. Data ini sangat
bermanfaat dalam melaporkan hasil nanti.
b. Pada bagian Friedman Test, yaitu pada Test Statistics diperoleh p-value hasil uji
Friedman yaitu sebesar 0,000. Sehingga Hipotesis yang dapat diambil pada CI:95%
yaitu Ho ditolak dan Ha gagal ditolak. Selanjutnya bisa kita simpulkan bahwa
setidaknya terdapat perbedaan yang signifikan (p-value < 0,05) bmi pria antara
sebelum senam kebugaran dengan setelah 3 minggu dan setelah 6 minggu senam
kebugaran.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 133 of 149

c. Melakukan Uji Friedman


Hasil analisis Uji Friedman diperoleh p-value < 0,05 yang berarti pada keltiga
kelompok data bmi mempunyai perbedaan signifikan. Untuk menemukan
pengukuran mana yang terjadi perbedaan maka harus dilakukan dengan analisis
Post-Hoc. Analisis Post-Hoc untuk uji friedman yaitu dengan uji Wilcoxon. Langkah-
langkah uji wilcoxon sudah pernah dibahas pada latihan sebelumnya. Berikut
prosedur dan langkahnya yaitu :
1. Aktifkan file kerja kita. Dalam hal ini bukalah file LATIHAN UJI WILCOXON.SAV
2. Klik menu Analyze kemudian pilih Nonparametric Tests
3. Pada Legacy Dialogs pilih 2 Related Samples
4. Masukan variabel bmi1 dan bmi2 kedalam kotak Test Pairs: menjadi Pair-1.
5. Masukan variabel bmi1 dan bmi3 kedalam kotak Test Pairs: menjadi Pair-2.
6. Masukan variabel bmi2 dan bmi3 kedalam kotak Test Pairs: menjadi Pair-1.
7. Aktifkan uji Wilcoxon pada bagian Test Type. Sehingga tampilannya sebagai
berikut :

8. Proses untuk uji post-hoc telah selesai. Klik OK untuk melihat hasilnya

Output dari SPSS yaitu :

Test Statisticsb
BMI Setelah 6
BMI Setelah 3 BMI Setelah 6 minggu - BMI
minggu - BMI minggu - BMI Setelah 3
Awal Awal minggu
Z -6,576a -6,576a -2,757a
Asymp. Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,006
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 134 of 149

Interpretasi hasil analisis post-hoc :


Dengan uji Wilcoxon diperoleh p-value=0,000 untuk perbandingan bmi awal dengan
setelah 3 minggu perlakuan, dan juga p-value=0,000 untuk perbandingan bmi awal
dengan setelah 6 minggu perlakuan. Sedangkan untuk perbandingan pengukur bmi
antara setelah 3 minggu dengan setelah 6 minggu perlakuan diperoleh p-value=
0,006. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa senam kebugaran pada kelompok
pria dapat menurunkan bmi secara signifikan baik setelah 3 minggu maupun setelah
6 minggu ditreatment. Semakin lama dilakukan proses senam kebugaran juga
semakin signifikan untuk menurunkan bmi pada pria. Sehingga senam kebugaran
sampai 6 minggu mempunyai treatment yang sangat baik untuk menurunkan bmi.

MELAPORKAN HASIL PENELITIAN


Melaporkan hasil analisis Uji Friedman beserta post hoc akan lebih baik kita sampaikan
informasi terhadap nilai median dan nilai minimum-maksimum serta nilai probabilitas.
Selanjutnya hasil analisis post-hoc bisa kita informasikan dibawa tabel (footnote of
table). Berikut bentuk penyajian datanya :

Tabel 20. Hasil Analisis Friedman Terhadap Pengukuran BMI Hasil Treatment
Senam Kebugaran
Median
Pengukuran BMI n p-value
(minimum-maksimum)
Sebelum treatment 57 24,3 (23,1 – 35,6) 0,000
3 minggu treatment 57 22,4 (19,3 – 26,9)
6 minggu treatment 57 21,5 (19,8 – 23,1)
Uji Post-Hoc Wilcoxon: sebelum vs 3 minggu p-value < 0,01; sebelum vs 6 minggu p-value < 0,01;
3 minggu vs 6 p-value < 0,01.

Berdasarkan tabel 20 dapat sampaikan secara deskriptif bahwa sebelum dilakukan


treatment, bmi pria terendah yaitu 23,1 dan tertinggi 35,6 dengan median sebesar 24,3.
Hasil treatment setelah 3 minggu terjadi penurunan bmi dimana bmi terendah 19,3 dan
tertinggi 26,9 sedangkan mediannya sebesar 22,4. Selanjutnya setelah dilakukan treatment
pada minggu ke 6 bmi dapat diturunkan menjadi 21,5 dengan bmi terendah 19,8 dan
tertinggi 23,1. Hasil uji diketahui nilai p= 0,000, jadi pada CI:95% Ho ditolak dan Ha gagal
ditolak. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan signifikan (p-value < 0,05) bmi pada
pria antara sebelum senam kebugaran, 3 minggu sesudah senam kebugaran, dan 6 minggu
sesudah senam kebugaran. Hasil post-hoc test diperoleh p-value sebesar 0,000 baik antara
sebelum dengan setelah 3 minggu dan sebelum dengan setelah 6 minggu. Serta p-value=
0,006 antara setelah 3 minggu dengan setelah 6 minggu. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan terhadap pengukuran bmi pria didapat pada semua aspek pengukuran
treatment melalui senam kebugaran.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 135 of 149

Uji Hipotesis Korelatif Numerik dengan


Numerik (Uji-Pearson Correlation)

1. Pendahuluan.

Seringkali dalam suatu penelitian kita ingin mengetahui hubungan antar dua
variabel yang mempunyai data numerik atau skala datanya ratio/interval. Misalnya
hubungan berat badan lahir dengan tinggi badan, dan hubungan asupan protein
dengan indeks prestasi, serta lainnya. Hubungan antara dua variabel yang
mempunyai data numerik dapat dihasilkan dua jenis yaitu, derajat/keeratan
hubungan dan bentuk hubungan. Untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan
maka digunakan analisis korelasi, sedangkan untuk mengetahui bentuk hubungan
antara dua variabel maka digunakan analisis regresi.
Korelasi disamping dapat digunakan untuk mengetahui derajat/keeratan
hubungan, uji tersebut juga bisa menentukan arah hubungan antara dua variabel
dengan data numerik. Misalnya, apakah hubungan berat badan lahir dan tinggi
badan mempunyai derajat yang kuat atau lemah, dan juga apakah hubungan kedua
variabel tersebut berpola positif atau negatif.
Analisis korelasi sebenarnya menghasilkan diagram tebar/pencar (scatter
plot) yang memvisualkan hubungan antara dua variable. Diagram ini merupakan
grafik yang menunjukan titik-titik perpotongan nilai data dari dua variabel (X dan Y).
Secara umum, pada grafik variable independen (X) didefinisikan sebagai horizontal
sedangkan variabel dependen (Y) sebagai garis vertikal.
Diagram tebar akan memberikan informasi tentang pola hubungan antara
dua variabel X dan Y. Selain itu juga memberikan informasi tentang pola hubungan
dari kedua variabel, serta menggambarkan keeratan hubungan dari kedua variabel
tersebut.
Diagram diatas memaknai hasil potongan data dari analisis korelasi dengan
empat macam tipe diagram pecar dimana gambar (a) korelasi linier positif, (b)
korelasi linier negatif, (c) tidak ada hubungan atau tidak berkorelasi, dan (d) tidak
ada korelasi linier. Deraja hubungan (kuat lemahnya hubungan) dapat dilihat dari
tebaran datanya, semakin rapat tebaran datanya semain kuat hubungannya dan
sebaliknya semakin melebar tebaran data maka menunjukan hubungan semakin
lemah.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 136 of 149

Untuk mengetahui lebih tepat besar/derajat hubungan antara dua variabel


digunakan koefesien korelasi Pearson Product Moment. Koefesien korelasi disimbulkan
dengan r (huruf r kecil) yang dapat diperoleh dengan rumus statistik sebagai berikut :

Nilai korelasi ( r ) berkisar antara 0 sampai dengan 1 atau bila dengan disertai
arahnya nilainya antara -1 sampai dengan +1. Dengan makna korelasi sebagai berikut:
r = 0 maka tidak ada hubungan linier
r = -1 maka hubungan linier negatif sempurna
r = +1 maka hubungan linier positif sempurna

Hubungan dua variabel dapat berpola positif dan berpola negatif. Hubungan positif
terjadi apabila semakin bertambah variabel X maka bertambah pula nilai variabel Y.
Sedangkan hubungan negatif terjadi apabila kenaikan suatu variabel diikuti oleh
penurunan nilai variabel lainnya. Menurut Colton, bahwa kekuatan hubungan dua
variabel secara kualitatif dapat dibagi kedalam 4 area, yaitu :
r = 0,00 – 0,25 tidak ada hubungan/hubungan lemah
r = 0,26 – 0,50 hubungan sedang
r = 0,51 – 0,75 hubungan kuat
r = 0,76 – 1,00 hubungan sangat kuat/sempurna

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 137 of 149

2. Uji Hipotesis (Pearson Product Moment).


Koefesien korelasi yang dihasilkan merupakan langkah pertama untuk
menjelaskan derajat hubungan linier antara dua variabel. Selanjutnya perlu dilakukan
uji hipotesis untuk mengetahui apakah Ho ditolak atau Ho gagal ditolak dengan asumsi
apakah antara variabel mempunyai hubungan signifikan atau karena hanya faktor
kebetulan dari random sample (by change). Uji hipotesis dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu :
a. Membandingkan nilai r-hitung dengan r-table.
b. Menggunakan pengujian dengan pendekatan distribusi t.

Pada bahasan ini, untuk pengujian hipotesis menggunakan pendekatan distribusi t


(koefesien determinan korelasi), dengan rumus statistiknya sebagai berikut :

Jika Sampel kecil, maka : Jika Sampel besar, maka :

𝑛−2 𝑍 = 𝑟 √𝑛 − 1
𝑡=𝑟√
1 − 𝑟2

Kegunaan dari Uji Korelasi Pearson, yaitu :


a. Untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y.
b. Untuk menyatakan besarnya sumbangan variabel satu terhadap yang lainnya yang
dinyatakan dalam persen.

Secara statistik uji Korelasi Pearson merupakan bagian pendakatan parametrik yang
mempunyai masing-masing datanya adalah numerik. Sehingga asumsi kenormalan data
penting untuk diperhatikan. Jika data tidak berdistribusi normal, upayakan dengan
melakukan transformasi. Jika hasilnya masih belum normal maka pilih statistik non-
parametrik dalam hal ini menggunakan uji Rank-Spearman. Adapun asumsi atau syarat
untuk Pearson Correlation yaitu :
a. Data berdistribusi Normal
b. Variabel yang dihubungkan mempunyai data linear.
c. Variabel yang dihubungkan mempunyai pasangan yang sama dari subyek yang sama
pula (variasi skor variabel yang dihubungkan harus sama).
d. Variabel yang dihubungkan mempunyai data interval atau rasio.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 138 of 149

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS PEARSON CORRELATIONS


Sebagai contoh kita akan melakukan analisis dari sebuah topik terkait hubungan Berat
Badan Lahir dengan Panjang Badan saat ini pada bayi usia 0 – 24 bulan. Berdasarkan
topik tersebut, dirumuskan pertanyaan penelitian “Apakah berat badan lahir
berhubungan dengan panjang badan saat ini pada bayi usia 0 – 24 bulan di Kota X ?”.
Hipotesis yang diajukan dari rumusan masalah diatas yaitu :
Ho : Tidak ada hubungan berat badan lahir dengan panjang badan saat ini pada bayi
usia 0 – 24 bulan di Kota X.
Ha : Ada hubungan berat badan lahir dengan panjang badan saat ini pada bayi usia 0 –
24 bulan di Kota X.

Penyelesaian kasus diatas menggunakan SPSS mengikuti prosedur berikut ini:


1. Memeriksa syarat uji parametrik, dimana data harus berdistribusi normal.
2. Jika data berdistribusi normal maka dilanjut dengan Uji Korelasi Pearson.
3. Bila data tidak berdistribusi normal, upayakan dengan melakukan transformasi
data untuk membentuk kenormalan data
4. Apabila hasil transformasi data tidak normal, maka pilih uji alternatif yaitu
mengacu kestatistik non-parametrik adalah Korelasi Rank-Spearman

a. Uji Normalitas Data BBL dengan Data Panjang Badan (PB)


1. Aktifikan file yang sudah ada di CD tutorial yaitu file: LATIHAN UJI PEARSON
CORRELATION.SAV
2. Lakukan prosedur untuk menganalisis kenormalan data Berat Badan Lahir
dengan data Panjang Badan. Langkah serta prosedur dalam analisis kenormalan
data sudah pernah diuraikan pada bagian Analisa Data Deskriptif. Jika prosedur
dilakukan secara benar maka hasilnya sebagai berikut :

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Berat Badan Lahir (Kg) ,079 55 ,200* ,970 55 ,176
Panjang Badan (cm) ,070 55 ,200* ,974 55 ,263
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.

Interpretasi hasil:
1. Berdasarkan tabel Test of Normality diatas menggunakan Uji Kolmogorov-
Smirnov (n > 50) diperoleh nilai Significancy atau nilai probabilitas (p-
value) untuk data Berat Badan Lahir yaitu 0,200 (p-value > 0,05) dan untuk
data Panjang Badan yaitu 0,200 (p-value > 0,05).
2. Sehingga data disimpulkan bahwa kedua kelompok data baik data Berat
Badan Lahir maupun data Panjang Badan mempunyai distribusi yang
normal pada CI:95% (p-value > 0,05).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 139 of 149

3. Oleh karena itu tepat, bahwasanya untuk membuktikan hipotesis yang


diajukan menggunakan statistik parametrik Korelasi Pearson.

b. Melakukan Uji Korelasi Pearson Product Moment


Untuk melakukan uji Korelasi Pearson menggunakan SPSS v.18 maka lakukanlah
prosedur-prosedur berikut ini:
1. Masih dengan file di CD tutorial yaitu file: LATIHAN UJI PEARSON
CORRELATION.SAV
2. Dari menu utama SPSS klik Analyze selanjutnya pilih Correlate kemudian sorot
pada bagian Bivariate... .

3. Klik sub-menu Bivariate... sehingga muncul tampilan menu berikut :

4. Sorot atau klik variabel BBL kemudian masukan kekotak bagian Variables: dengan
cara mengklik tanda . Lakukan hal yang sama untuk variabel kedua yaitu PB.
5. Aktifkan pilihan Pearson pada bagian Correlation Coeffecients.
6. Kemudian pada bagian Test of Significance pilih Two-tailed.
7. Pastikan bagian Flag significant correlations sudah terpilih.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 140 of 149

8. Sehingga tampilan dari menu Bivariate Correlations seperti berikut dibawah ini:

9. Langkah terakhir klik OK. Kemudian lihat hasilnya di bagian Output SPSS.

Pada Output SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:

Correlations

Correlations
Berat Badan Panjang Badan
Lahir (Kg) (cm)
Berat Badan Lahir (Kg) Pearson Correlation 1 -,049
Sig. (2-tailed) ,723
N 55 55
Panjang Badan (cm) Pearson Correlation -,049 1
Sig. (2-tailed) ,723
N 55 55

Interpretasi hasil analisis Korelasi Pearson:


1. Tampilan dari sebuah analisis Korelasi Pearson merupakan matrik antar
variabel yang dikorelasi. Informasi yang muncul terdapat tiga baris yaitu baris
pertama berisi nilai korelasi ( r ); baris kedua berisi nilai Significancy atau nilai
probabilitas (p-value); dan baris ketiga menampilan jumlah data/sampel ( N ).
2. Pada hasil diatas diperoleh nilai koefesien korelasi atau nilai r = -0,049 dengan
nilai p = 0,723.
3. Dapat disimpulkan bahwa hubungan berat badan lahir dengan panjang badan
saat ini menunjukan hubungan lemah (r = -0,049) dan berpola negatif. Artinya
semakin rendah berat badan lahir maka semakin panjang badan anak pada saat

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 141 of 149

ini. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,723 sehingga pada CI:95% Ho gagal
ditolak dan Ha ditolak, berati tidak terdapat hubungan (p-value > 0,05) antara
berat badan lahir dengan panjang badan saat ini pada bayi usia 0 – 24 bulan di
Kota X.

MELAPORKAN HASIL PENELITIAN KEDALAM LAPORAN

Tabel 21. Hasil Analisis Korelasi Pearson antara Berat Badan Lahir dengan
Panjang Badan Bayi 0 – 24 bulan di Kota X

Variabel n r p-value

Berat Badan Lahir 55 - 0,049 0,723

Berdasarkan tabel diatas terkait hasil analisis korelasi antara berat badan lahir dengan
panjang badan bayi dari 55 data yang diamati dan diukur diperoleh nilai r = - 0,049
dengan pola negatif, hal ini menunjukan hubungan yang lemah antara kedua variabel
dengan pola hubungan negatif. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,0723 sehingga pada
CI:95% Ho gagal ditolak dan Ha ditolak. Kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil
analisis yaitu tidak terdapat hubungan (p-value > 0,05) antara berat badan lahir dengan
panjang badan saat ini pada bayi usia 0 – 24 bulan di Kota X. Hubungan yang terjadi
bersifat kebetulan random sampel (by change) dengan keeratan yang lemah dan
berpola negatif yaitu semakin rendah berat badan lahir maka semakin panjang badan
pada bayi 0 – 24 bulan pada saat ini di Kota X.

3. Uji Hipotesis Rank-Spearman.


Korelasi Rank (jenjang) Spearman adalah sebuah metode yang diperlukan
untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel dimana dua variabel itu tidak
mempunyai joint normal distribution dan conditional variance-nya tidak diketahui sama.
Korelasi rank dipergunakan apabila pengukuran kuantitatif secara eksak tidak mungkin
atau sulit dilakukan. Dalam mengukur koefisien korelasinya, disyaratkan bahwa
pengukuran kedua variabelnya sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga
individu-individu yang diamati dapat diberi jenjang dalam dua rangkaian berurutan.
Dalam analisis ini, hipotesis nihil yang akan diuji mengatakan bahwa dua variabel yang
diteliti dengan nilai jenjangnya itu independen; artinya bahwa tidak ada hubungan
antara jenjang variabel yang satu dengan jenjang dari variabel lainnya. Pengujian dapat
didasarkan pada sampel kecil ataupun sampel besar (apabila n ≥ 10).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 142 of 149

Korelasi rank ditemukan oleh Spearman, sehingga disebut juga


sebagai Korelasi Spearman. Korelasi ini dapat juga disebut sebagai korelasi bertingkat,
korelasi berjenjang, korelasi berurutan, atau korelasi berpangkat. Korelasi rank dipakai
apabila:
1. Data ratio atau interval tidak berdistribusi normal
2. Kedua variabel yang akan dikorelasikan itu mempunyai tingkatan data ordinal
3. Jumlah anggota sampel dibawah 30 (sampel kecil)
4. Data tersebut memang diubah dari interval ke ordinal

Besarnya hubungan antara dua variabel atau derajat hubungan yang mengukur korelasi
berpangkat disebut koefisien korelasi berpangkat atau koefisien korelasi Spearman yang
dinyatakan dengan lambang 𝑟𝑠 . Korelasi rank berguna untuk mendapatkan :
1. Kuatnya hubungan dua buah data ordinal
2. Derajat kesesuaian dari dua penilai terhadap kelompok yang sama
3. Validitas konkuren alat pengumpul data

Koefisien Korelasi Spearman (𝑟𝑠 ) adalah suatu ukuran dari kedekatan


hubungan antara dua variabel ordinal. Dengan demikian koefisien korelasi peringkat
Spearman berfungsi mirip dengan koefisien korelasi linier (r), hanya saja yang digunakan
adalah nilai-nilai peringkat dari variabel X dan Y, bukan nilai sebenarnya. Perhitungan
koefisien korelasi peringkat Spearman dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Penyusunan peringkat dari data
2. Penentuan perbedaan peringkat dari pasangan data
3. Perhitungan koefisien korelasi peringkat, dengan rumusnya sebagai berikut :

Keterangan :
6 𝑥 ∑ 𝑑2 𝑟𝑠 = Koefesien Korelasi Spearman
𝑟𝑠 = 1 − 3
𝑛 −𝑛 d = Selisih antara variabel X dengan Y
n = Banyaknya pasangan data
6 = Nilai konstanta

Untuk menginterpretasikan nilai koefisien Korelasi Spearman, sama halnya seperti


koefisien korelasi pearson linear, perlu diingat bahwa nilai korelasi nol (𝑟𝑠 = 0)
menunjukkan tidak adanya korelasi. Sedangkan nilai korelasi +1,0 dan -1,0 menunjukkan
arah dan korelasi yang sempurna.

Rumus yang digunakan untuk membuktikan hipotesis yaitu :

Jika Sampel kecil, maka : Jika Sampel besar, maka :

𝑛−2 𝑍 = 𝑟𝑠 √𝑛 − 1
𝑡 = 𝑟𝑠 √
1 − 𝑟𝑠 2

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 143 of 149

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS SPEARMAN CORRELATIONS


Seorang peneliti ingin mengetahui apakah pengetahuan ibu tentang gizi berhubungan
dengan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi seimbang di Kabupaten X. Perumusan
masalah penelitian yaitu “ Bagaimanakah hubungan pengetahuan ibu tentang gizi
dengan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi seimbang di Kabupaten X ?”. Penelitian ini
menggunakan hipotesis dua arah yaitu :
Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan perilaku ibu dalam
pemenuhan gizi seimbang di Kabupaten X.
Ha : Ada hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan perilaku ibu dalam
pemenuhan gizi seimbang di Kabupaten X.

Penyelesaian kasus diatas menggunakan SPSS mengikuti prosedur berikut ini:


1. Memeriksa syarat uji parametrik, dimana data harus berdistribusi normal.
2. Jika data berdistribusi normal maka dilanjut dengan Uji Korelasi Pearson.
3. Bila data tidak berdistribusi normal, upayakan dengan melakukan transformasi
data untuk membentuk kenormalan data
4. Apabila hasil transformasi data tidak normal, maka pilih uji alternatif yaitu
mengacu kestatistik non-parametrik adalah Korelasi Rank-Spearman

a. Uji Normalitas Data


1. Buka CD tutorial yaitu gunakan file: LATIHAN UJI SPEARMAN CORRELATION.SAV
2. Lakukan prosedur untuk menganalisis kenormalan data Skor Pengetahuan Ibu
dengan data Skor Perilaku Ibu. Jika prosedur dilakukan secara benar maka hasilnya
sebagai berikut :

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PEGETAHUAN GIZI IBU ,113 142 ,000 ,942 142 ,000
PERILAKU GIZI IBU ,145 142 ,000 ,940 142 ,000
a. Lilliefors Significance Correction

Interpretasi hasil:
1. Berdasarkan tabel Test of Normality diatas menggunakan Uji Kolmogorov-
Smirnov (n > 142) diperoleh nilai Significancy atau nilai probabilitas (p-
value) untuk data Pengetahuan Gizi Ibu yaitu 0,000 (p-value < 0,05) dan
untuk data Perilaku Gizi Ibu yaitu 0,000 (p-value < 0,05).
2. Sehingga data disimpulkan bahwa kedua kelompok data baik data
Pengetahuan Gizi Ibu maupun data Perilaku Gizi Ibu tidak mempunyai
distribusi yang normal pada CI:95% (p-value < 0,05).

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 144 of 149

3. Oleh karena itu tepat, uji statistik yang tepat untuk membuktikan hipotesis
yang diajukan yaitu statistik non-parametrik Korelasi Rank-Spearman7.

b. Uji Korelasi Rank-Spearman


Prosedur analisis Rank-Spearman pada prinsipnya sama dengan prosedur analisis
Korelasi Pearson. Perbedaannya terletak pada pilihan uji statistik pada bagian
Correlation Coeffecients. Untuk melakukan analisis Rank-Sperman, ikuti prosedur
dan langkah-langkah berikut ini:
1. Buka CD tutorial yaitu gunakan file: LATIHAN UJI SPEARMAN CORRELATION.SAV
2. Dari menu utama SPSS klik Analyze selanjutnya pilih Correlate kemudian sorot
dan klik pada bagian Bivariate...
3. Sorot atau klik variabel PENGETAHUAN kemudian masukan kekotak bagian
Variables: dengan cara mengklik tanda . Lakukan hal yang sama untuk variabel
kedua yaitu PERILAKU.
4. Aktifkan pilihan Spearman pada bagian Correlation Coeffecients.
5. Kemudian pada bagian Test of Significance pilih Two-tailed.
6. Pastikan bagian Flag significant correlations sudah terpilih.
7. Sehingga tampilan dari menu Bivariate Correlations seperti berikut dibawah ini:

10. Langkah terakhir klik OK. Kemudian lihat hasil analisis Rank-Spearman di bagian
Output SPSS.

7
Dalam hal ini seharusnya dilakukan transformasi sebelum menggunakan statistik non-parametrik.
Kondisi data diatas diasumsikan hasil transformasi juga tidak mendekati distribusi normal. Oleha karena
itu diputuskan menggunakan uji Korelasi Rank-Spearman

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 145 of 149

Output SPSS Rank-Spearman

Nonparametric Correlations

Correlations
PEGETAHUAN PERILAKU GIZI
GIZI IBU IBU
Spearman's PEGETAHUAN Correlation Coefficient 1,000 ,183*
rho GIZI IBU Sig. (2-tailed) . ,029
N 142 142
PERILAKU GIZI Correlation Coefficient ,183* 1,000
IBU Sig. (2-tailed) ,029 .
N 142 142

Interpretasi hasil analisis Korelasi Spearman:


1. Tampilan dari sebuah analisis Spearman sama dengan Korelasi Pearson. Pada
hasil diatas diperoleh nilai koefesien korelasi atau nilai 𝑟𝑠 = 0,183 berpola positif
dengan nilai p = 0,029.
2. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan gizi ibu dengan perilaku gizi ibu
mempunyai hubungan yang lemah (𝑟𝑠 = 0,183) dan berpola positif, artinya
semakin baik pengetahuan maka semakin baik perilaku ibu tentang gizi. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p = 0,029 sehingga pada CI:95% Ho ditolak dan Ha
gagal ditolak, berati terdapat hubungan signifikan (p-value < 0,05) antara
pengetahuan dengan perilaku ibu dalam pemenuhan gizi seimbang di
Kabupaten X.
3. Prinsip penyajian data kedalam laporan penelitian juga sama dengan penyajian
pada hasil analisis Korelasi Pearson berikut juga dengan narasinya.

MELAPORKAN HASIL PENELITIAN KEDALAM LAPORAN

Tabel 21. Hasil Analisis Korelasi Spearman antara Pengetahuan dengan


Perilaku Gizi Ibu di Kabupaten X

Variabel n r p-value

Pengetahuan Ibu tentang gizi 142 0,183 0,029

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 146 of 149

Uji Hipotesis Korelatif Numerik dengan


Numerik (Uji-Regresi Linier)

1. Pendahuluan.

Analisis regresi adalah suatu proses memperkirakan secara sistematis


tentang apa yang paling mungkin terjadi dimasa yang akan datang berdasarkan
informasi yang sekarang dimiliki agar memperkecil kesalahan. Regresi merupakan
suatu alat ukur yang juga dapat digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya
korelasi antarvariabel. Jika kita memiliki dua buah variabel atau lebih maka sudah
selayaknya apabila kita ingin mempelajari bagaimana variabel-variabel itu
berhubungan atau dapat diramalkan. Analisis regresi dapat juga diartikan sebagai
usaha memprediksi perubahan.
Analisis Regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan
untuk mengetahui bentuk hubungan antar dua atau lebih variabel. Tujuan analisis
regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu variabel yaitu variabel
dependen melalui variabel lainnya/variabel independen. Regresi linear hanya dapat
digunakan pada skala interval dan ratio. Secara umum regresi linear terdiri dari dua,
yaitu regresi linear sederhana yaitu dengan satu buah variabel bebas dan satu buah
variabel terikat; dan regresi linear berganda (regresi ganda) dengan beberapa
variabel bebas dan satu buah variabel terikat.
Sebagai contoh kita ingin menghubungkan dua variabel berdata
numerikyaitu berat badan dengan tekanan darah. Dalam kasus ini berarti berat
badan sebagai variabel independen dan tekanan darah sebagai variabel dependen,
sehingga dengan regresi kita dapat memperkirakan besarnya nilai tekanan darah bila
diketahuk data berat badan.

2. Regresi Linier Sederhana.


Analisis regresi linear sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh
antara satu buah variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat. Untuk
melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan
beberapa metode. Salah satu metode yang paling sering digunakan yaitu metode
kuadrat terkecil (least square). Metode Least Square merupakan suatu metode
pembuatan garis regresi dengan cara meminimalkan jumlah kuadrat jarak antara
nilai Y yang teramati dan nilai Y yang diramalkan oleh garis regresi itu. Secara
matematis model persamaan garis regresi sebagai berikut :

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 147 of 149

Y = a + bX

Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel bebas. Koefisien a adalah
konstanta (intercept) yang merupakan titik potong antara garis regresi dengan
sumbu Y pada koordinat kartesius. Persamaan tersebut diatas merupakan model
deterministik yang secara sempurna/tepat untuk dapat digunakan untuk peristiwa
alam, misalnya hukum grativikasi bumi, hubungan antara suhu Fahrenheit dengan
suhu Celcius, dan lain sebagainya.

Ketika berhadapan dengan kondisi pada ilmu sosial, hubungan antar


variabel mempunyai kemungkinan adanya kesalahan/penyimpangan (bersifat tidak
eksak), artinya untuk beberapa nilai X yang sama kemungkinan diperoleh nilai Y yang
berbeda. Misalnya hubungan berat badan dengan tekanan darah, dimana tidak
setiap orang yang berat badannya sama akan memiliki tekanan darah yang sama.
Oleh karena hubungan antara X dengan Y pada ilmu-ilmu sosial/kesehatan
masyarakat tidaklah bersifat eksak/pasti, maka persamaan garis yang dibentuk
menjadi :

Y = a + bX + e

Dimana :
Y = Variabel dependen
X = Variabel independen
a = Intercep, merupakan perkiraan besarnya rata-rata variabel Y ketika nilai
variabel X= 0. Dapat dihitung dengan persamaan :

a = Y – bX

b = slope, perkiraan besarnya perubahan nilai variabel Y bila nilai variabel X


berubah satu unit pengukuran. Persamaannya yaitu :

𝒏. ∑ 𝑿𝒀 − ∑ 𝑿. ∑ 𝒀
𝒃=
𝒏. ∑ 𝑿𝟐 − (∑ 𝑿)𝟐

e = nilai kesalahan (error), merupakan selisih antara nilai Y individual yang


teramati dengan nilai Y yang sesungguhnya pada titik X tertentu.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 148 of 149

y = a + bx + e

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada analisis regresi linier sederhana yaitu :
1. Kesalahan Standar Estimasi (standard error of estimate / Se)
Besarnya kesalahan standar estimasi (Se) menunjukan ketepatan persamaan
estimasi yang sesungguhnya. Semakin kecil nila Se, maka semakin kecil nilai
ketepatan persamaan estimasi yang dihasilkan untuk menjelaskan nilai variabel
dependen yang sesungguhnya, begitu juga sebaliknya. Untuk mengetahui besarnya
nilai Se dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini :

∑ 𝒀𝟐 − 𝒂 ∑ 𝒀 − 𝒃 ∑ 𝑿𝒀
𝑺𝒆 = √
𝒏−𝟐

2. Koefesien Determinasi (R2)


Ukuran yang penting dan sering digunakan dalam analisis regresi adalah Koefesien
Determinasi atau disimbolkan dengan R2 (R-Square). Koefesien determinasi dapat
dihitung dengan menggunakan formula: R2 = r2. Fungsi dari nilai koefesien
determinasi yaitu untuk mengetahui seberapa besar variasi variabel dependen (Y)
dapat dijelaskan oleh variabel independen (X), atau nilai R-Square menunjukan
seberapa jauh variabel independen dapat memprediksi variabel dependen. Semakin
besar nilai R-Square semakin baik/tepat variabel independen dalam memprediksi
variabel dependen. Besarnya nilai R-Square antara 0 s/d 1 atau antara 0,0% s/d
100,0%.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Page 149 of 149

3. Koefesien Determinasi (R2)


Regresi adalah metode statistik parametrik bahwa data harus berdistribusi normal.
Regresi harus memenuhi syarat uji asumsi klasik yaitu Heteroskedastisitas,
Autokorelasi, Multikolinieritas dan Normalitas. Beberapa syarat tersebut seperti :
a. Variabel bebas tidak berkorelasi dengan disturbance term (Error).
Nilai disturbance term sebesar 0 atau dengan simbol sebagai berikut: E (U / X) = 0,
b. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka antara variabel bebas (explanatory) tidak
ada hubungan linier yang nyata,
c. Model regresi dikatakan layak jika angka signifikansi pada ANOVA sebesar < 0.05,
Predictor yang digunakan sebagai variabel bebas harus layak. Kelayakan ini
diketahui jika angka Standard Error of Estimate < Standard Deviation,
d. Koefisien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan Uji T. Koefesien
regresi signifikan jika T hitung > T table (nilai kritis),
e. Model regresi dapat diterangkan dengan menggunakan nilai koefisien determinasi
(KD = R Square x 100%) semakin besar nilai tersebut maka model semakin baik.
Jika nilai mendekati 1 maka model regresi semakin baik,
f. Residual harus berdistribusi normal,
g. Data berskala interval atau rasio,
h. Kedua variabel bersifat dependen, artinya satu variabel merupakan variabel bebas
(variabel predictor) sedang variabel lainnya variabel terikat (variabel response).

LATIHAN DENGAN SPSS PADA KASUS REGRESI LINIER SEDERHANA


Seorang peneliti ingin mengetahui apakah pada pria berumur >40 tahun mempunyai
kecenderungan terhadap kejadian hipertensi di salah satu RS Kota Banda Aceh.

SPSS | Modul : Basic Analysis for Health Research


Referensi

Braun, J.W & Murdoch, D.J. (2007). A First Course in Statistical Programming with R.
Cambridge University Press. Cambridge, New York. United States of America.

Creswell, JW. (2010) Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Editor: Ahmad Fawaid. Edisi Ketiga. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Dahlan, MS. (2011) Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Deskriptif, Bivariat dan
Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan SPSS. Edisi Kelima. Penerbit Salemba
Medika. Jakarta.

DeShea, L. and Toothaker, L.E. (2015). Introductory Statistics for the Health Sciences. CRC
Press Taylor & Francis Group. Boca raton; London; New York

Hastono, SP. (2001) Modul Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia.

Lameshow, S and Lwanga, SK. (1990) Sample Size Determination in Health Studies, A
Practical Manual. Geneva, WHO. Software version 2nd by K.C Lin and Peter
Chiam, National University of Singapore.

Lemeshow, S., Hosmer, DW., Klar, J., & Lwanga, SK. (1997) Besar Sampel dalam Penelitian
Kesehatan. Editor: Dibyo Pramono dan Hari Kusnanto. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Meyers, L.S., Gamst, G.C., & Guarino, A.J. (2013) Performing Data Analysis Using IBM
SPSS. Published by John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Canada

Scott, I and Mazhindu, D. (2005) Statistics: for Health Care Professionals. SAGE
Publications., London; Thousand Oaks; New Delhi.

Anda mungkin juga menyukai