Anda di halaman 1dari 28

A.

Latar Belakang Masalah


Sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
terletak di daerah tropis, yaitu wilayah yang dekat dengan garis
khatulistiwa. Disisi lain, indonesia juga berada di antara dua
samudera besar yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, serta
di antara dua benua besar pula yaitu Benua Australia dan Benua
Asia. Dilihat dari letak geografis, Indonesia memiliki dua musim
yaitu musim kemarau dan musim hujan. Dua musim tersebut
disebabkan karena angin muson barat dan angin muson timur.
Dengan adanya dua musim, tidak menutup kemungkinan memiliki
bencana dari kedua musim tersebut. Seperti bencana di musim
kemarau bencana kebakaran hutan, kekeringan, kegagalan panen
atau kematian tanaman. Sedangkan di musim hujan seperti banjir,
tanah longsor, angin besar, dan lain sebagainya.
Bencana-bencana yang disebutkan di atas memiliki faktor
penyebab masing-masing. Terlepas dari faktor alam, salah satunya
yaitu diakibatkan oleh ulah tangan manusia yang tidak memiliki rasa
tanggung jawab. Seperti contoh yang dikutip dalam berita Liputan 6
dengan judul “Banjir Bandang Terjang Ajibarang Banyumas, Mobil
Nyaris Hanyut Ratusan Bebek Ludes Tersapu”. Berita ini
menjelaskan bahwa di Desa Pandansari Kecamatan Ajibarang
diterjang banjir bandang sehingga banyak rumah yang terendam
bahkan peternakan bebek milik warga setempat hanyut tersapu oleh
derasnya banjir bandang. Pemicu banjir bandang di daerah tersebut
karena hujan deras yang membuat sungai Puruk meluap. Banjir
bandang bermula dari akar rumpun bambu yang menyumbat,
sampah juga menjadi salah satu faktor terjadinya luapan Sungai
Puruk.
Selain bencana pada musim hujan, musim kemarau juga
mengakibatkan bencana kekeringan. Dikutip dalam Kompas, dengan

1
judul “Kekeringan di Banyumas Meluas, 5.033 Jiwa Alami Krisis
Air Bersih”. Berita ini menjelaskan bahwa di Banyumas mengalami
krisis air bersih. BMKG Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung
Cilacap memprakirakan puncak musim kemarau wilayah Jawa
Tengah terjadi Bulan Agustus. Ada 5.033 warga di 14 desa yang
tersebar di 10 kecamatan mengalami krisis air bersih.
Jika dilihat dari kedua contoh bencana alam di atas, bencana
tersebut tidak lepas dari ulah tangan manusia yang tidak memiliki
tanggung jawab dan belum adanya kesadaran dalam peduli
lingkungan. Seperti membuang sampah sembarangan sehingga pada
saat hujan, sampah tersebut hanyut di selokan maupun sungai hingga
menyumbat dan menyebabkan meluapnya air sungai kemudian
banjir. Kekeringan juga tidak lepas dengan ulah tangan manusia
meskipun mutlak bencana alam. Seperti manusia melakukan
aktivitas yang menimbulkan efek gas rumah kaca dan pemanasan
global.
Oleh sebab itu, kita sebagai manusia harus memiliki jiwa
menjaga, merawat, dan melestarikan lingkungan. Seperti halnya
dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 205 yang artinya
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk
mengadakan kerusakan kepadanya, dan merusak tanaman-tanaman
dan bintang ternak, dan allah tidak menyukai kebinasaan”. Selain
itu, Surat Al-A’raf ayat 56 juga menjelaskan yang artinya “Dan
janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik”.
Dalam hal ini merupakan bentuk hubungan manusia dengan
alam yang berupa peduli lingkungan. Jika hubungan manusia dengan
tuhan serta menjalankan segala perintah dan menjauhi laranganNya

2
disebut hablum minallah, dan jika hubungan baik manusia dengan
manusia disebut hablum minannas, maka hubungan manusia dengan
alam juga harus dijaga dengan cara menanamkan jiwa peduli
lingkungan terhadap diri dan orang lain. Karena manusia hidup di
dunia harus seimbang dalam segala hal agar tidak ada ketimpangan
dalam kehidupan.
Perilaku semacam itu sudah semestinya melekat pada jiwa
seorang santri atau seseorang yang sedang menuntut ilmu. Santri
juga memiliki peran penting dalam menjaga, merawat, dan
melestarikan lingkungan. Santri memiliki potensi yang sangat besar
jika dilihat dari jumlah pesantren dan santrinya. Dalam Pangkalan
Data Pondok Pesantren Kementrian Agama RI (PDPP Kemenag RI,
2022), di Indonesia terdapat 26.974 pesantren dengan 4.009.547
santri. Data tersebut merupakan pesantren yang terdaftar, belum lagi
dijumlahkan dengan pesantren yang belum terdaftar dan jumlah
santri (alumni) terdahulu. Dengan jumlah yang begitu besar tentunya
hal ini memiliki potensi bagi pemerintah dalam mengembangkan
dan mendorong para santri dalam hal peduli lingkungan.
Dengan potensi jumlah santri tersebut terdapat kesenjangan,
yakni pesantren di Indonesia memiliki banyak harapan dalam
menanamkan jiwa peduli lingkungan berupa merawat, menjaga, dan
melestarikan lingkungan untuk keselamatan dan keberlangsungan
hidup. Namun, potensi yang dimiliki pesantren tidak terlalu
diperhatikan oleh pemerintah maupun pesantren itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena banyak asumsi bahwa pesantren merupakan
sebatas pendidikan tradisional berbasis agama islam.
Dalam hal ini di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto
menjadi salah satu pesantren yang terletak di Banyumas dimana
kiainya menanamkan jiwa peduli lingkungan kepada para santrinya.
Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto memiliki beberapa
asrama yang letak asrama tersebut tidak dalam satu lokasi seperti

3
pesantren pada umumnya, melainkan berpisah-pisah dan membaur
dengan masyarakat. Sehingga santri secara tidak langsung memiliki
kewajiban dalam kontribusi peduli lingkungan di sekeliling asrama
untuk menciptakan keharmonisan dalam membangun hubungan
santri dengan alam dan masyarakat. Disisi lain, hal tersebut
merupakan bukti konkret kontribusi pesantren kepada masyarakat.
Kontribusi tersebut berupa bersih-bersih lingkungan seperti
menyapu di sepanjang jalan yang sering kali dilalui oleh santri,
mencabuti rumput, hingga turut andil dalam bersih-bersih dalam
ruang lingkup RT. Fenomena ini merupakan dampak adanya
komunikasi kiai kepada santri. Karena seorang kiai di pesantren
menjadi pimpinan tertinggi yang sudah seharusnya dipatuhi dan
ditaati dalam segala perintahnya. Tentunya kiai tidak akan
memerintahkan santri dalam perbuatan yang tidak baik.
Dalam ruang lingkup pesantren, berbagai macam aktivitas
atau komunikasi yang dilakukan oleh para santri maupun kiai.
Seperti mengaji dan kegiatan kepesantrenan yang lain. Komunikasi
di pesantren dengan di luar pesantren sangat berbeda. Contohnya
yaitu ketika santri bertemu dengan kiainya saat berada di jalan, santri
akan menundukkan kepala dan seluruh badannya menghadap ke kiai
dengan maksud hormat dan dengan dasar mengedepankan akhlak
yang bersumber pada kitab-kitab klasik seperti kitab kuning gundul.
Sedangkan orang selain santri apabila bertemu dengan guru tidak
seperti apa yang dilakukan santri, hanya tegur sapa, terkadang
menghindar. Selain itu, kiai bukan hanya menyampaikan ilmu agama
melainkan ajakan dalam hal spiritual seperti membaca tahlil,
istighosah, sholawat bersama dan lain sebagainya.
Proses pendidikan di pesantren pada umumnya lebih
mengedepankan ilmu agama seperti fikih, akhlak, tasawuf, nahwu,
shorof, dan lain sebagainya terkait ilmu agama. Akan tetapi di
Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto selain ilmu-ilmu agama,

4
ilmu kehidupan, kepemimpinan, keorganisasian, kemasyarakatan,
hingga peduli lingkungan diajarakan di pesantren ini. Salah satu
contoh yaitu ketika kiai menasehati santri, ada yang mematuhi
perintah dan nasehat kiai, ada juga yang belum mematuhi. Berbagai
macam cara yang dilakukan kiai dalam mengatasi santri yang belum
mematuhi perintah, nasehat, maupun peraturan pesantren. mulai dari
nasehat secara verbal maupun nonverbal, bahkan secara spiritual
(doa).
Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto yang notabenya
khusus santri mahasiswa maupun calon mahasiswa memiliki
keunikan tersendiri dalam komunikasi kiai terhadap santrinya.
Pengasuh Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto, Prof. Dr. K.
H. Mohammad Roqib, M.Ag. Sering kali menasehati maupun ajakan
kepada santrinya menggunakan bahasa yang tersirat seperti
komunikasi simbolik secara verbal maupun nonverbal. Diantaranya
yaitu pembuatan sumur resapan, bersih-bersih sungai kecil atau
irigasi, bak kontrol selokan, maupun kegiatan lainnya. kegiatan
tersebut dinamakan roan (kerja bakti atau gotong royong).
Ada salah satu kewajiban santri dalam melestarikan budaya
tradisi santri yang berkaitan dengan peduli lingkungan yaitu roan.
Roan sendiri merupakan kegiatan secara bersama-sama dalam
menjalankan aktivitas bersih-bersih maupun gotong royong santri.
Roan di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto dilaksanakan
pada hari Ahad yang dipimpin langsung oleh Pengurus Pusat
Departemen Kebersihan baik putra maupun putri membagi para
santri menjadi beberapa tim untuk ditempatkan pada tempat-tempat
pesantren. Seperti kebun, kolam pesantren, masjid, halaman asrama,
jalan yang dilalui santri, dan bangunan sarana prasarana pesantren
yang lainnya.
Zainul Ma’arif mengatakan bahwa istilah “Roan” berawal
dari kata tabarrukan yang kemudian disingkat menjadi rukan,

5
kemudian menjadi istilah roan. Roan adalah kegiatan santri berupa
kerja bakti membersihkan lingkungan pesantren. Adanya penanaman
jiwa peduli lingkungan di Pesantren Mahasiswa An Najah
Purwokerto tidak lain karena atas kegelisahan pengasuh terhadap
lingkungan yang sering kali banyak sampah yang berserahkan
bahkan tertimbun banyak di dalam tanah. Hal ini diketahui ketika
proses pembangunan asrama pesantren. kejadian ini tidak terjadi satu
atau dua kali saja, bahkan berkali-kali dalam setiap pembangunan
baik itu asrama, masjid, maupun sarana prasarana pesantren lainnya.
Ucap pengasuh Pesma An Najah Purwokerto setelah khotmil qur’an
24 September 2023.
Selain roan, di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto
juga memiliki gerakan pramuka Racana KH. A. Wahid Hasyim dan
Ny. Hj. Sholihah Wahid. Gerakan pramuka ini menjadi satu-satunya
pesantren (pendidikan non formal) yang memiliki gerakan pramuka.
Pada umumnya pesantren yang memiliki gerakan pramuka hanya
pesantren yang memiliki pendidikan formal. Dalam hal ini,
merupakan langkah pesantren dalam mewadahi santri untuk
mengimplementasikan ilmu yang dipelajari, lebih-lebih dalam hal
peduli lingkungan. Seperti yang tercantum dalam Dasa Darma
Pramuka ke dua yaitu cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.
Maka dari itu, pengasuh mengajak seluruh santrinya agar
menjaga, merawat lingkungan baik lingkungan pesantren maupun
lingkungan secara luas pada umumnya. Bahkan kiai tidak bosan-
bosannya sering menasehati dan mengajak para santrinya mengambil
paku, kawat, maupun sampah plastik bekas sobekan snack sekecil
apapun agar langsung diambil dan dibuang ke tempat sampah. Jika
kawat dan paku maupun barang lainnya yang sekiranya bisa
dirongsokkan atau dijual, agar disimpan di Bank Sampah Pesantren.
selain menasehati, pengasuh sering kali mengambili secara langsung
sampah yang berserakan dihadapan para santri. Hal ini tidak lain

6
sebagai pendidikan yang disampaikan pengasuh secara nonverbal
kepada santrinya.
Menurut teori interaksionisme simbolik, manusia pada
dasarnya yaitu makhluk yang saling berinteraksi. Setiap interaksi
mutlak membutuhkan sarana tertentu. Sarana menjadi media
simbolisasi dari apa yang dimaksudkan dalam sebuah interaksi.
Struktur sosial mempengaruhi teori interaksionisme simbolik yang
membentuk perilaku tertentu, kemudian membentuk simbolisasi
dalam interaksi sosial, dalam hal ini ruang lingkup pesantren yaitu
kiai dan santri menjadi sosial masyarakat. Jika dihubungkan dengan
teori interaksionisme simbolik, santri dalam hal ini akan membentuk
suatu perilaku berupa penolakan atau penerimaan dengan adanya
simbol yang mereka terima.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti tertarik untuk
mengetahui tentang interaksionisme simbolik kiai kepada santri dan
penelliti mengangkat judul “Interaksionisme Simbolik Kiai Dan
Santri Dalam Menanamkan Jiwa Peduli Lingkungan di
Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto”.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
interaksionisme simbolik kiai dan santri dalam menanamkan jiwa
peduli lingkungan di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto?.
C. Tujuan Dan Manfaat Peneitian
1. Tujuan penelitian
Untuk mendapatkan informasi terkait interaksionisme
simbolik kiai dan santri dalam membangun jiwa peduli
lingkungan di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto.
2. Manfaat Penelitian

7
a. Manfaat teoritis
1) Dapat menjadi referensi penelitian selanjutnya pada
bidang komunikasi.
2) Penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai ilmu-
ilmu komunikasi. Lebih-lebih ilmu komunikasi
interpersonal berupa interaksionisme simbolik
b. Manfaat praktis
1) Menambah wawasan mengenai interaksionisme simbolik
kiai terhadap santri dan sebagai media penyelesaian tugas
akhir untuk memperoleh gelar sarjana.
2) Dapat menambah wawasan pada bidang komunikasi
verbal maupaun nonverbal mengenai interaksionisme
simbolik kiai terhadap santri dalam menanamkan jiwa
peduli lingkungan.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Retno Asih
(1522104028) Institut Agama Islam Negeri Purwokerto yang
berjudul “Interaksionisme Simbolik (Study Antara Pengemis dan
Pengunjung Sunday Morning di Gor Satria)”. Skripsi ini berfokus
pada fenomena interaksi antara pengemis dan pengunjung yang ada
di Gor Satria. Persamaan dengan penulis yaitu sama-sama
menggunakan teori interaksionisme simbolik. Sedangkan letak
perbedaannya adalah subjek, objek, serta lokasi penelitian. Seperti
tertuang pada judul penulis “Interaksionisme Simbolik Kiai Dan
Santri Dalam Penanaman Jiwa Peduli Lingkungan Di Pesantren
Mahasiswa An Najah Purwokerto”.
Penelitian artikel ilmiah yang dilakukan oleh Wahyu Ilawatus
Z. (13040564012) Universitas Negeri Surabaya Program Studi
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum dengan judul
“Interaksionisme Simbolik Pekerja Seks Komersial di Karaoke
Keluarga X2 Sidoarjo”. Penelitian ini menggunakan metode

8
penelitian kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan pada penelitian
ini adalah teori interaksionisme simbolik George Herbert Mead.
Persamaan penelitian Wahyu dengan penulis yaitu sama-sama
menggunakan teori interaksionisme simbolik sebagai dasar dalam
mengembangkan penelitian. Sedangkan perbedaannya yaitu pada
subjek penelitian. Penulis menggunakan kiai dan santri dalam
penanaman jiwa peduli lingkungan di Pesantren Mahasiswa An
Najah Purwokerto. Sedangkan Wahyu menggunakan PSK sebagai
subjeknya.
Penelitian skripsi yang ketiga dilakukan oleh Muhammad
Arifal (11543102305) Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau dengan judul “Komunikasi Interaksi Simbolik Guru Dengan
Siswa Kelas X Dalam Membangun Komunikasi Efektif Di SMKS
YPPI Tualang”. penelitian skripsi ini mengarah pada komunikasi
interaksi simbolik yang dilakukan oleh guru terhadap siswa kelas X
dalam membangun komunikasi yang efektif. Persamaan penelitian
Arifal dengan penulis yaitu sama-sama menggunakan teori
interaksionisme simbolik. Sedangkan perbedaannya terdapat pada
subjek penelitian dan tujuan dalam komunikasi interaksi
simboliknya.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah ini bertujuan untuk memfokuskan pada
pembahasan penelitian sebelum melakukan analisis lebih lanjut serta
meminimalkan terjadinya kesalahpahaman dalam pembahasan
masalah penelitian.
Judul dalam penelitian ini yaitu “Interaksionisme Simbolik Kiai
Dan Santri Dalam Penanaman Jiwa Peduli Lingkungan Di Pesantren
Mahasiswa An Najah Purwokerto”. Untuk menghindari dan
meminimalisir kesalahpahaman dalam pemaknaan istilah yang
terdapat dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Komunikasi

9
Menurut Liliweri kata “komunikasi” berasal dari bahasa
Latin “comunicare” berarti mengalihkan atau mengirimkan.
Makna kata “komunikasi” juga sebagai konsep untuk
menjelaskan tujuan komunikasi, “menjadikan semua orang
mempunyai pengetahuan dan perasaan yang sama terhadap suatu
hal (baik secara umum maupun secara rinci)”.
Sedangkan menurut Flores de Gortari menjelaskan bahwa
komunikasi ibarat darah yang mengalir dalam tubuh manusia.
Komunikasi merupakan penggerak bagi konsep yang berkaitan
yaitu manusia, masyarakat, kebudayaan, peradaban, dan
kemajuan.
Berdasarkan definisi di atas, maka komunikasi yang
disebutkan dalam penelitian ini adalah komunikasi kiai dan
santri Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto dalam
menanamkan jiwa peduli lingkungan.
2. Interaksi
Interaksi merupakan bagian dari komunikasi, akan tetapi
lebih mengarah dalam konteks nonverbal. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) kata interaksi adalah saling
mempengaruhi, saling menarik, saling meminta, dan memberi.
Selain itu, interaksi juga dapat diartikan sebagai hubungan, aksi,
hingga mempengaruhi antar individu maupun kelompok. Yang
dimaksud interaksi dalam penelitian ini adalah interaksi kiai dan
santri Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto dalam
menanamkan jiwa peduli lingkungan.
3. Simbol
Bahasa manusia memiliki makna berupa simbol dan tidak
minta tanggapan atau respon secara langsung. Karena manusia
harus membaca dan menafsirkan setiap gerakan maupun ucapan
dalam menentukan maknanya. Hal itu dikarenakan komunikasi

10
manusia melibatkan adanya interpretasi dan penegasan makna
jika ada consensus makna.
Menurut Saifuddin, simbol yaitu objek, bunyi bicara,
kejadian, maupun bentuk-bentuk tertulis yang diberi makna oleh
manusia. Bentuk primer dari simbolisasi manusia adalah melalui
bahasa. berdasarkan definisi di atas, maka simbol yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah gestur dan bahasa yang diberikan
atau digunakan kiai dan santri Pesantren Mahasiswa An Najah
Purwokerto dalam menanamkan jiwa peduli lingkungan.
4. Teori Interaksionisme Simbolik
George Herbert Mead sebagai tokoh utama teori ini
menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi simbol yang
diberikan orang lain, demikian pula perilaku orang tersebut.
Dengan menggunakan isyarat berupa simbol, kita dapat
mengutarakan maksud tujuan, pikiran, dan perasaan. Begitu juga
sebaliknya jika kita membaca simbol yang ada pada orang lain.
Teori interaksionisme simbolik menurut dua ahli, yaitu:
Herbert Blumer mengatakan bahwa interaksionisme simbolik
merupakan proses interaksi dalam rangka membentuk makna
atau arti bagi setiap individu. Sedangkan Scott Plunkett
mendefinisikan interaksionisme simbolik sebagai cara kita
belajar menginterpretasi, serta memberi makna terhadap dunia
melalui interaksi dengan orang lain.
James Mark Baldwin, Wiliam James, Charles Horton Cooley,
William I Thomas, John Dewei dan George Herbert Mead
merupakan para ilmuan yang mempunyai andil utama dalam
merintis interaksionisme simbolik. Akan tetapi dari semua
ilmuan di atas, Mead yang paling popular sebagai peletak dasar
teori tersebut. Kemudian Mead mengembangkan teori
interaksionisme simbolik pada tahun 1920 dan 1930. Namun
selama dekade awal, perkembangan teori interaksionisme

11
simbolik seolah-olah tersembunyi dibalik dominasi teori
fungsionalisme dari Talcott Parson. Kemudian pada tahun 1950
dan tahun 1960 interaksionisme simbolik muncul kembali
bersamaan dengan kemunduran teori fungsionalisme yang
kemudian teori interaksionisme simbolik ini menjadi
berkembang pesat hingga saat ini.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud


interaksionisme simbolik dalam penelitian ini adalah bagaimana
pikiran (mind) yang ada di dalam diri (self) dapat berkembang
dan terurai melalui proses komunikasi secara simbolik baik
verbal maupun nonverbal kepada individu lainnya (society).

5. Kiai
Kiai adalah sebutan pemuka agama dalam agama islam yang
menjadi panutan oleh umat islam dalam menjalankan syariat
islam. Kiai merupakan pewaris nabi, maksudnya ilmu-ilmu yang
dimiliki kiai merupakan warisan dari para nabi. Mengapa
demikian, karena ilmu kiai tersambung sanadnya mulai dari
guru-gurunya hingga Nabi Muhammad SAW. Disisi lain, kiai
biasanya identik memiliki sebuah pesantren dan kiai disebut
pengasuh serta memiliki panggilan abah oleh para santri.
Menurut Saiful Akhyar Lubis, menyatakan bahwa “Kyai
adalah tokoh sentral dalam suatu pondok pesantren, maju
mundurnya pondok pesantren ditentukan oleh wibawa dan
kharisma sang kyai. Karena itu, tidak jarang terjadi, apabila sang
kyai di salah satu pondok pesantren wafat, maka pamor pondok
pesantren tersebut merosot karena kyai yang menggantikannya
tidak sepopuler kyai yang telah wafat itu”. Dalam penelitian ini
yang dimaksud kiai yaitu pengasuh Pesantren Mahasiswa An
Najah Purwokerto Prof. Dr. K. H. Mohammad Roqib, M. Ag.
6. Santri

12
Menurut K. H. Mustofa Bisri santri adalah murid kiai yang
dididik dengan kasih sayang untuk menjadi orang mukmin yang
kuat (imannya tidak goyah oleh kepentingan, pergaulan, dan
perbedaan), yang mencintai tanah airnya (tempat dia dilahirkan,
menghirup udaranya, dan bersujud di atasnya) dan menghargai
tradisi budayanya. Seseorang yang sangat menghormati guru
dan orang tua serta menyayangi sesama hamba Allah. orang yang
mencintai ilmu dan tidak pernah berhenti belajar (dari buaian
hingga liang lahat); yang menganggap agama sebagai anugerah
dan cara untuk mendapat ridha tuhannya. Santri adalah hamba
yang bersyukur.
Sedangkan menurut John E. mendefinisikan santri berasal
dari Bahasa Tamil, yang berarti guru ngaji. Istilah santri itu
berasal dari kata cantrik yang berarti seseorang yang selalu
bersama dengan guru atau bisa disebut dengan patuh dan taat
kepada guru. Dari definisi di atas, penelitian ini yang dimaksud
santri yaitu santri yang berada di Pesantren Mahasiswa An Najah
Purwokerto.
7. Peduli Lingkungan
Peduli adalah sikap yang terdapat pada manusia dalam suatu
persoalan dan keadaan yang terjadi. Sedangkan lingkungan
adalah keseluruhan melingkupi makhluk hidup dan
mempengaruhi perkembangannya.
Peduli lingkungan merupakan suatu sikap yang harus ada
pada setiap manusia, karena berdampak pada keberlangsungan
hidup. Yang dimaksud peduli lingkungan pada penelitian ini
yaitu penanaman jiwa peduli lingkungan oleh kiai dan santri
berupa kegiatan roan dan gerakan pramuka di Pesantren
Mahasiswa An Najah Purwokerto.
F. Kerangka Teori
A. Kajian Teori

13
1. Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan dengan maksud dan tujuan
tertentu. Setiap individu melakukan komunikasi, karena
ketika tidak adanya komunikasi maka kehidupan tidak akan
hidup. Komunikasi itu sangat penting dilakukan oleh setiap
individu dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Seperti yang dikatakan oleh Dr. Everett Kleijan dari East
West Center Hawaii, komunikasi merupakan bagian dari
kehidupan manusia seperti halnya manusia bernafas.
Komunikasi merupakan proses sosial di mana setiap
individu berkomunikasi menggunakan simbol-simbol untuk
menciptakan dan menginterprestasikan makna dalam
lingkungan. Tujuan komunikasi yaitu untuk membangun
kesamaan makna dari berbagai macam individu. Simbol-
simbol yang digunakan dalam berkomunikasi ada dua, yaitu
simbol verbal dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah
semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih,
baik dinyatakan secara lisan maupun tulisan. sedangkan
komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang
menggunakan bahasa isyarat atau bahasa tubuh. Menurut
Onong Uchjana Effendy, Komunikasi nonverbal adalah
komunikasi yang menyangkut gerak-gerik (gesture), sikap
(posture), ekspresi wajah (facial expression), pakaian yang
bersifat simbolik, isyarat, yang tidak menggunakan bahasa
lisan dan tulisan. Dalam sebuah komunikasi verbal, terdapat
peristiwa tutur. Di dalam peristiwa tutur ada tindak tutur
yang memerlukan bahasa sebagai media komunikasi.
Komunikasi dalam interaksionisme simbolik
termasuk dalam komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal atau komunikasi antarpribadi menurut R.

14
Wayne Pace, adalah proses komunikasi antara dua orang atau
lebih secara langsung. Dalam hal ini komunikator
menyampaikan pesan secara langsung kepada komunikan,
kemudian komunikan menanggapinya pada saat yang
bersamaan. Barnlund Barnlund mendefinisikan komunikasi
interpersonal sebagai bertemunya dua orang atau lebih yang
terjadi secara tidak terstruktur dan secara
spontan. Sedangkan menurut Everett M. Rogers berpendapat
komunikasi interpersonal adalah proses komunikasi dari
mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antar
beberapa individu. Pendapat lain dari Deddy Mulyana
mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses
komunikasi antar orang secara tatap muka yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang
lain secara langsung baik secara verbal maupun nonverbal.
Berdasarkan uraian di atas, maka komunikasi yang
dimaksud yaitu bagaimana komunikasi kiai dan santri dalam
menanamkan jiwa peduli lingkungan di Pesantren
Mahasiswa An Najah baik secara verbal maupun nonverbal.
2. Interaksi
Interaksi adalah perilaku atau kegiatan saling
mempengaruhi antara anggota-anggota masyarakat. Interaksi
merupakan bagian dari komunikasi, akan tetapi lebih
mengarah dalam konteks nonverbal. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) kata interaksi adalah saling
menarik, saling mempengaruhi, saling meminta, dan
memberi. Selain itu, interaksi juga dapat diartikan sebagai
hubungan, aksi, hingga mempengaruhi antar individu
maupun kelompok.
Interaksi terjadi karena suatu proses adanya tujuan
dan maksud dari setiap individu yang dituangkan dalam

15
bentuk interaksi. Interaksi memiliki satu maupun dua arah
sehingga komunikator dengan komunikan dapat menciptakan
interaksi secara efektif.
Dalam penelitian ini, interaksi satu arah maupun dua
arah dalam menanamkan jiwa peduli lingkungan kiai dan
santri. Dalam hal ini berupa interaksi timbal balik keduanya.
3. Simbol
Simbol dalam komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan dengan tanda-tanda yang menyatakan
suatu hal yang mengandung gagasan tertentu. Selain itu,
Simbol juga dapat diartikan sebagai suatu tanda yang terlihat
yang menggantikan gagasan atau objek. Simbol sering
diartikan secara sempit sebagai tanda-tanda tradisional, yang
dikontruksikan oleh masyarakat atau individu dengan makna
tertentu yang kurang lebih terstandarisasi dan disepakati atau
digunakan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Dalam
konteks ini, makna simbol sering disamakan dengan simbol
ilmiah.
Dalam perspektif antropologi, simbol dinnyatakan
baik secara implisit maupun eksplisit. Menurut Edward Tylor
untuk mengekspresikan pemikiran adalah dengan kekuatan
pengunaan kata-kata. Dalam hal ini suara tidak berhubung
langsung dengan ungkapan ini, karena simbol sebagai
mediator, mewakili tingkat tertinggi kemampuan khusus
manusia dalam berbahasa dan kehadirannya menyatukan
semua umat manusia ke dalam kesatuan mental yang
substansial.
Simbol yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
bagaimana simbol-simbol yang terdapat dalam komunikasi
verbal maupun nonverbal kiai dan santri.
4. Interaksionisme Simbolik

16
Penelitian ini menggunakan teori interaksionisme
simbolik yang dipopulerkan oleh George Herbert Mead.
Dalam teori interaksi simbolik terdapat tiga gagasan, yaitu
Mind, Self, and Society. Tiga gagasan tersebut sebagai
berikut:
a. Mind (Pikiran)
Mead mendefinisikan pikiran sebagai proses
komunikasi seseorang dengan dirinya sendiri, tidak
ditemukan di dalam diri individu; pikiran adalah
fenomena sosial. Dalam proses sosial, pikiran muncul
dan berkembang. Jika dilihat dari pikiran secara
pragmatis, Mead mengatakan bahwa pikiran melibatkan
proses berpikir yang mengarah pada penyelesaian suatu
masalah.
Mind berkembang dalam proses sosial komunikasi,
tidak dapat dipahami sebagai proses yang terpisah. Proses
ini melibatkan dua fase, yaitu conversation of gestures
(percakapan gerakan) dan language (bahasa).
b. Self (Diri)
Diri adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh
setiap manusia dalam menerima diri sendiri sebagai
sebuah subjek maupun objek. Diri memiliki hubungan
secara dialektis dengan pikiran. Artinya, dalam satu pihak
Mead menyatakan tentang tubuh kita bukanlah diri dan
baru akan menjadi diri bila pikiran kita sudah
berkembang.
Konsep diri merujuk pada kepribadian reflektif
individu dan diartikan melalui interaksi dengan orang
lain. Self adalah entitas manusia ketika ia berpikir
mengenai siapa dirinya. Dalam memahami konsep diri,
kita perlu memahami perkembangan diri yang hanya

17
mungkin terjadi melalui pengambilan peran. Untuk
melihat diri, kita merefleksikan diri dengan cara menjadi
orang lain. Dalam hal ini menjadi bagian sangat penting
dalam pengembangan diri.
c. Society (Masyarakat)
Mead mendefinisikan Society (masyarakat) sebagai
proses sosial terus menerus yang mendahulukan pikiran
dan diri. Dalam proses pembentukan pikiran dan diri,
masyarakat memiliki peran penting atas hal tersebut.
Masyarakat dibentuk melalui interaksi antar-individu
yang terkoordinasi dan menempati tingkatan tertinggi
bila dibandingkan dengan makhluk lain. Karena manusia
berinteraksi menggunakan berbagai macam simbol yang
signifikan, yaitu bahasa.
Adapun alasan peneliti menggunakan teori
interaksionisme simbolik karena peneliti mengamati bahwa
setiap komunikasi interpersonal secara tatap muka memiliki
pesan-pesan simbolik. Dalam hal ini, kiai harus bisa
memahami simbol-simbol para santrinya dalam bentuk
verbal maupun non verbal. Begitu juga sebaliknya, santri
sudah seharusnya memahami akan simbol-simbol yang
diberikan oleh kiainya.
Konsep diri dalam santri ketika belajar memiliki
perbedaan masing-masing. Ada santri yang dapat memahami
simbol-simbol yang diberikan oleh kiainya secara verbal dan
non verbal, ada yang hanya dapat memahami secara verbal
maupun non verbal. Dari konsep diri setiap santri, kiai harus
mengembangkan pikiran-pikirannya agar dapat
menyampaikan pesan dan dapat diterima oleh santri.
Sehingga dalam menanamkan jiwa peduli lingkungan dapat
diterima dan direalisasikan oleh para santri.

18
Herbert Blumer merupakan salah satu muridnya George
Hebert Mead yang mengembangkan dan mempopulerkan
teori interaksionisme simbolik. Mulyana menegaskan bahwa
perspektif interaksionisme simbolik adalah suatu proses
memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek, dan
perspektif ini mengisyaratkan bahwa setiap manusia
membentuk perilakunya dengan mempertimbangkan
ekspetasi, dalam proses ini memungkinkan adanya
penyesuaian. Kemudian Blumer dan Mulyana menegaskan
sebagai berikut: “Proses sosial dalam kehidupan
kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan aturan-
aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan
menegakkan kehidupan kelompok. Dalam konteks ini,
makna dikonstruksikan dalam proses interaksi dan proses
tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan
kekuatan-kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan
substansi dari organisasi sosial dan kekuatan sosial.
Tegasnya, masyarakat adalah proses interaksionisme
simbolik”.

Penelitian ini menekankan komunikasi interaksionisme


simbolik kiai dan santri baik secara verbal maupun nonverbal.
Kemudian berdasarkan penjelasan di atas yang dimaksud
interaksionisme simbolik dalam penelitian ini adalah bagaimana
pikiran (mind) yang ada di dalam diri (self) kiai dan santri
Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto dapat berkembang
melalui proses komunikasi secara simbolik kepada individu
lainnya (society).

5. Kiai
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kiai
adalah kata sapaan kepada alim ulama (cerdik pandai dalam

19
agama islam). Sedangkan Sedangkan definisi kiai secara
umum dapat diartikan sebagai seseorang yang sangat
dihormati karena memiliki ilmu agama yang cukup
mumpuni.
Kiai merupakan unsur yang paling esensial dalam
pesantren, karena pendirian, pertumbuhan, perkembangan
maupun pengurusan sebuah pesantren merupakan peran
penting dari seorang kiai. Selain itu, kiai berada dalam posisi
sebagai tokoh kepercayaan masyarakat karena keilmuan dan
kebijaksanaannya, sehingga kiai seringkali didatangi oleh
banyak orang dengan tujuan minta nasehat, doa, dan
keberkahannya.
Kiai merupakan indikator pesantren. Adanya
pesantren karena kiai dan kiai menjadi pemimpin utama
dalam suatu pesantren. Keberadaan kiai di pesantren menjadi
pemimpin juga disebut pengasuh. Dalam penelitian ini, kiai
yang dimaksud yaitu Prof. Dr. K. H. Mohammad Roqib,
M.Pd. selaku pengasuh Pesantren Mahasiswa An Najah
Purwokerto.
6. Santri
Santri adalah seseorang yang sedang belajar di
pesantren. pada umumnya, ada dua kategori santri yaitu
santri mukim dan santri kalong. Santri mukim adalah
seseorang yang berasal dari luar daerah pesantren dan
menetap di pesantren. sedangkan santri kalong adalah santri
yang berasal dari daerah sekitar pesantren dan tidak menetap
di pesantren. Santri kalong pulang pergi ke pesantren hanya
mengikuti kegiatan dan aktifitas pesantren.
Dalam penelitian ini, peneliti meneliti di Pesantren
Mahasiswa An Najah Purwokerto yang notabenya santri
khusus mahasiswa baik mukim maupun kalong.

20
7. Peduli Lingkungan
Peduli adalah sikap yang terdapat pada manusia
dalam suatu persoalan dan keadaan yang terjadi. Sedangkan
lingkungan adalah keseluruhan yang ada di sekitar makhluk
hidup dan mempengaruhi perkembangan kehidupan. Jadi
peduli lingkungan adalah sikap manusia yang diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan menjaga,
merawat, serta melestarikan lingkungan.
Peduli lingkungan merupakan suatu sikap yang harus
ada pada setiap manusia, karena berdampak pada
keberlangsungan hidup. Yang dimaksud peduli lingkungan
pada penelitian ini yaitu penanaman jiwa peduli lingkungan
oleh kiai dan santri berupa kegiatan roan dan gerakan
pramuka di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto.
B. Kerangka Pikir
Alur dalam kerangka pikir peneliti bertujuan untuk
menggambarkan dan mempermudah dalam penelitian. Berbagai
macam faktor yang mempengaruhi komunikasi kiai dan santri
dalam penanaman jiwa peduli lingkungan, yaitu komunikasi kiai
dan santri yang mengandung simbol-simbol verbal maupun non
verbal.
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti bagaimana
interaksionisme simbolik kiai dan santri dalam menanamkan
jiwa peduli lingkungan di Pesantren Mahasiswa An Najah
Purwokerto menggunakan teori interaksionisme simbolik George
Herbert Mead. Terdapat tiga ide dasar dalam teori ini, yaitu Mind
(pikiran) bagaimana simbol-simbol yang terdapat dalamm proses
komunikasi di pesantren, Self (diri) bagaimana konsep diri yang
dimiliki kiai dan santri, kemudian Society (masyarakat)
hubungan antar individu. Kiai berkomunikasi secara simbolik
dengan santri selama di pesantren baik dalam proses belajar

21
mengajar maupun tidak. Dalam hal ini kiai dan santri menjadi
objek utama dalam penelitian yang akan diteliti di Pesantren
Mahasiswa An Najah Purwokerto mulai dari proses belajar
mengajar di majelis dan bagaimana membangun jiwa peduli
lingkungan diantara kiai dan santri tersebut.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif
kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan data
berdasarkan faktor-faktor yang mendukung objek penelitian dan
menganalisis faktor-faktor tersebut untuk mengetahui
peranannya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini tidak
dipaksakan untuk mendapatkan gambaran sepenuhnya mengenai
suatu hal dalam pandangan manusia yang telah diteliti. Dalam
penelitian deskriptif, tentunya berhubungan dengan persepsi, ide,
pendapat, kepercayaan orang yang akan diteliti dan
kesemuannya tidak dapat di ukur dengan angka. Tujuan dari
penelitian deskriptif kualitatif adalah untuk menggambarkan dan
mensintesis berbagai peristiwa, latar, dan situasi realitas sosial
yang berbeda. Selain itu, bertujuan untuk menyoroti realitas
sebagai sifat, kepribadian, model, atau representasi dari
pengaturan, situasi, dan kejadian tertentu.
Pendekatan yang digunakan untuk melihat interaksionisme
simbolik kiai dan santri dalam menanamkan jiwa peduli
lingkungan di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto
menggunakan teori interaksionisme simbolik George Herbert
Mead. Pada teori ini terdapat tiga ide dasar yaitu bagaimana
Mind (pikiran) dalam simbol-simbol yang terdapat dalam proses
komunikasi di pesantren, bagaimana konsep self (diri) yang
dimiliki kiai dan santri, dan society (masyarakat) hubungan antar
individu.

22
Dalam buku yang berjudul The Research Process, karya
Bouma Gary D. menjelaskan bahwa pada teknik purposive
sampling, seorang peneliti percaya bahwa mereka dapat
menggunakan pertimbangan atau intuisinya dalam memilih
orang maupun kelompok terbaik yang dapat memberikan
informasi yang akurat. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita
ketahui bahwa purposive sampling memiliki intisari penjelasan
berupa kelompok yang cermat dan terbaik yang akan dipilih
menjadi responden penelitian. Dalam hal ini peneliti akan
memilih pengurus pesantren, pengurus pramuka, dan santri.

2. Tempat dan waktu penelitian


a. Tempat penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian yaitu di
Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto. Jl. Moh. Besar,
RT.6/RW.3, Dusun II Prompong, Kutasari, Kec. Baturaden,
Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah kode pos 53151. Peneliti
memilih Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto
merupakan pesantren yang berada dalam naungan pesantren
mitra kampus UIN Prof. K. H. Saifuddin Zuhri Purwokerto
dan satu-satunya pesantren khusus mahasiswa yang
menekankan jiwa peduli lingkungan salah satunya melalui
gerakan pramuka Racana KH. A. Wahid Hasyim dan Ny. Hj.
Sholihah Wahid dan kegiatan roan.
b. Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada Bulan Desember
2023 sampai Bulan Maret 2024.
3. Subjek dan objek penelitian
a. Subjek penelitian

23
Subjek dalam penelitian ini meliputi sumber
informasi dan data yang berupa dokumentasi, wawancara,
data, tertulis maupun cetak. Subjek penelitian merupakan
suatu orang maupun benda yang memiliki maupun menjadi
sumber data. Dalam melakukan penelitihan diperlukan
subjek penelitian sebagai sumber atau pemberi informasi
mengenai data dan keterangan yang menjadi sasaran
penelitian.
Subjek penelitian yang akan diteliti adalah seorang
kiai atau Pengasuh Pesantren Mahasiswa An Najah
Purwokerto yaitu Prof. Dr. K. H. Mohammad Roqib, M. Ag.
menjadi subjek utama dan santri Pesantren Mahasiswa An
Najah Purwokero meliputi pengurus pesantren, pengurus
pramuka dan santri sebagai subjek pendukung.
b. Objek penelitian
Objek merupakan suatu sasaran atau titik yang
menjadi perhatian pada saat dilakukannya penelitian. Adapun
objek dalam penelitian ini adalah pemikiran, pemahaman,
pendapat, pengetahuan dan sikap yang diberikan subjek
secara esensial.
4. Sumber data
a. Sumber primer
Menurut S. Nasution, data primer ialah data yang
diperoleh dari lapangan atau tempat penelitian. Sedangkan
definisi lain menyebutkan data primer adalah data yang
diperoleh dari subjek penelitian dengan pengambilan data
pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari. Metode
dapat berupa wawancara secara langsung kepada pihak-pihak
terkait seperti pengasuh, pengurus, dan santri Pesantren
Mahasiswa An Najah Purwokerto.
b. Sumber skunder

24
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari orang
lain, tidak langsung diperoleh dari subjek penelitiannya. Data
sekunder biasanya berwujud data laporan atau data
dokumentasi yang telah tersedia. Jadi data sekunder adalah
data yang diperoleh dari sumber data kedua yang nantinya
akan mendukung, menambah keterangan dan sebagai
pembanding dalam suatu penelitian seperti jurnal, buku,
literatur dan skripsi.

5. Metode pengumpulan data


a. Wawancara
Wawancara adalah dialog antara periset (orang yang
berharap mendapatkan informasi) dan informan (orang yang
diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu
objek). Metode wawancara merupakan proses pengumpulan
data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsunng
dari sumbernya. Peneliti melakukan wawancara langsung dan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan
melalui tatap muka pada informan penelitian. Wawancara
dilakukan di Pesantren Mahasiswa An Najah Purwokerto.
Hal tersebut menjadikan peneliti mendapatakan wawncara
sekaligus data-data yang diperlukan untuk mendukung
penelitian ini.
Peneliti melakukkan wawancara dengan informan
yaitu, Prof. Dr. K. H. Mohammad Roqib, M. Ag. selaku
pengasuh pesantren, Irkham Auladi, S. Pd. selaku lurah
pesantren, Muhammad Sangidul Fikri selaku pengurus pusat
Departemen Kebersihan, Tedi selaku ketua Pramuka, dan
Ahmad Imron Rosadi sebagai santri. Dalam melakukan
wawancara, peneliti dibantu beberapa peralatan seperti
smartphone, buku catatan, pena yang peneliti butuhkan untuk

25
melancarakan wawancara serta mendapatakan hasil yang
memuaskan.

b. Observasi
Sutrisno Hadi mendefinisikan bahwa observasi adalah
proses rumit yang terdiri dari berbagai proses biologis dan
proses psikologis. Kemampuan mengingat dan mengamati
adalah dua hal yang paling signifikan. observasi merupakan
penelitian yang berhubungan dengan proses kerja, perilaku
manusia, gejala-gejala alam dan responden yang akan
diamati tidak terlalu besar. Tentunya sangat sesuai dengan
penelitian yang akan dipakai yaitu kualitatif. Bahwa
penelitian tentang interaksionisme simbolik kiai dan santri
berhubungan langsung dengan perilaku manusia dan peneliti
dalam pesantren terlihat lebih spesifik sehingga responden
yang diamati tidak terlalu besar.
Observasi ini akan lebih mendekatkan peneliti dengan
subjek dan objek yang akan diteliti. Dengan terjun langsung
ke lapangan untuk dapat memperoleh lebih banyak data maka
implementasi peneliti yaitu mengamati bagaimana
interaksionisme simbolik kiai dan santri dalam menanamkan
jiwa peduli lingkungan di Pesantrenn Mahasiswa An Najah
Purwokerto.
c. Dokumentasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
dokumen adalah surat yang tercetak atau tertulis yang dapat
dipakai sebagai bukti keterangan (seperti surat nikah, akta
kelahiran, surat perjanjian), barang cetakan atau naskah
karangan yang dikirim melalui pos, gambar dalam film,

26
rekaman suara, dan sebagainya yang dapat dijadikan bukti
keterangan.
Dalam penelitian kualitatif, dokumentasi merupakan
pelengkap dari teknik observasi dan wawancara. Dokumen
dapat berupa kata-kata, gambar, atau upaya kolosal dari
seorang individu. Jurnal, narasi kehidupan, biografi,
kebijakan, dan aturan adalah contoh dokumen tertulis.
Sedangkan dokumentasi disajikan sebagai bahan visual
seperti foto, sketsa, dan gambar real-time.
6. Analisis data
Teknik analisis data ialah metode mengolah data menjadi
informasi sehingga karakteristik data menjadi mudah untuk
dipahami serta bermanfaat dalam menemukan solusi
permasalahan. Analisis data juga bisa diartikan sebagai proses
perubahan data hasil dari sebuah penelitiaan menjadi informasi
yang nantinya bisa dipergunakan untuk mengambil sebuah
kesimpulan.
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang diperlukan
dalam bentuk deskriptif kualitatif, yaitu data yang dianalisis
berupa kalimat maupun kata baik diperoleh melalui observasi
maupun wawancara mendalam. Kemudian analisis deskriptif
kualitatif berupa pemaparan situasi maupun peristiwa serta
menguji hasil penelitian.
H. Sistematika Pembahasan
Ada lima pembahasan di dalam skripsi ini, dalam
pembahasannya antara bab satu dengan bab lainnya saling berkaitan
yang tidak terpisahkan. Adapun deskriptif dalam pembahasan skripsi
ini sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah,


rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pusataka, penegasan istilah, kerangka teori,

27
metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II Landasan Teori, pada bab ini penulis menguraikan
tentang pengertian Komunikasi, interaksi, simbol,
interaksionisme simbolik, peduli lingkungan.
BAB III Metodologi Penelitian, bab ini menguraikan jenis
penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan
objek penelitian, sumber data dan teknik pengumpulan
data.
BAB IV Dalam bab ini, berisi gambaran umum lokasi penelitian,
bagaimana interaksionisme simbolik kiai (Prof. Dr. K.
H. Mohammad Roqib, M. Ag.) dalam menanaman jiwa
peduli lingkungan.
BAB V Kesimpulan dan saran, bab terakhir ini menjawab
permasalahan yang ada dalam rumusan masalah, serta
masukan bagi pengasuh, pengurus, santri dan bagi
penelitian selanjutnya.

28

Anda mungkin juga menyukai