Anda di halaman 1dari 3

Wawasan Ekologi untuk Warga Sekolah

Implementasi pendidikan berwawasan ekologi dapat berupa penerapan model


pengajaran alam sekitar, mengembangkan sikap kritis dan peduli lingkungan
kepada siswa dengan cara memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dan
juga melalui program ekowisata.

Desember menjadi bulan yang mengingatkan kita akan nestapa semesta yang
dilanda krisis. Beragam bencana kerap terjadi di bulan ini, seperti banjir, tanah
longsor, gempa bumi, hingga tsunami. Dari sejumlah daerah di Indonesia yang
pernah diterjang tsunami, dua diantaranya terjadi di bulan Desember, yaitu tsunami
Aceh (26 Desember 2004) dan tsunami Selat Sunda (22 Desember 2018).

Tidak dimungkiri memang, sejumlah bencana itu datang dari Sang Khaliq yang
Maha Kuasa menegur hambanya yang semakin hari semakin kekirian (Aceh: brat
u wie), dan sebagai orang beriman tentu kita harus mempercayainya. Namun
demikian, diakui atau tidak, beberapa bencana itu ada yang datang akibat ulah
manusia yang merudapaksa alam hingga merusak ekosistem atau satwa-satwa di
dalamnya.

Sebagai contoh, terjadi banjir bandang. Kita tahu, pemerintah dengan seperangkat
undang-undangnya telah melarang masyarakat agar tidak melakukan penebangan
hutan secara liar (illegal logging), akan tetapi masyarakat dengan kelicikan dan
kerasukannya abai terhadap larangan itu. Sehingga yang terjadi kemudian ialah
pohon-pohon dibabat secara membabi-buta. Hutan pun menjadi gundul. Lalu
ketika musim hujan tiba –apalagi hujan lebat sampai berhari-hari, terjadilah
bencana banjir.

Sejatinya manusia sebagai khalifah di muka bumi punya peran dan tanggungjawab
yang harus disadari betul-betul dalam menjaga keseimbangan alam dan sekitarnya.
Karena itu, dengan melihat fenomena buruknya hubungan manusia dengan alam
dan sekitar, maka upaya-upaya untuk mengembalikan kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan yang krisis, sudah saatnya digalakkan kembali.  Kegiatan-
kegiatan yang berbasis ekologi dan penyelamatan lingkungan juga harus
digaungkan dengan lebih giat lagi, agar tidak menjadi sebatas wacana saja.

Pendidikan Berwawasan Ekologi

Pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk menyelamatkan lingkungan. Karena


melalui pintu pendidikan inilah aksi-aksi penyelamatan dan juga penyemaian nilai-
nilai kecintaan terhadap lingkungan yang selanjutnya melahirkan generasi-generasi
penerus yang mencintai dan melestarikan lingkungan dapat diwujudkan.
Pendidikan yang merujuk pada pembangunan karakter manusia yang beradab,
humanis dan bertanggung jawab diharapkan juga mampu membangun karakter
anak didik yang mencintai lingkungannya. Pendidikan berwawasan ekologi
menjadi terobosan ulung --yang penting dan mendesak—mengingat dunia yang
sedang krisis ekologi.

Merujuk pada Dian Permana Sari (2006) mengatakan pada tahap praksis
pendidikan berwawasan ekologi dimaksudkan sebagai segala tindakan yang
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan yang dapat mempengaruhi hasil dari
penyelenggaraan pendidikan itu baik ditinjau dari kondisi lingkungannya yang
meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, daerah dan geografisnya, sejarah
masyarakatnya, politik negaranya, ilmu dan teknologi di sekelilingnya, hingga
masyarakat globalnya.

Raharja (2012) dalam penelitiannya menyebutkan, implementasi pendidikan


berwawasan ekologi dapat berupa penerapan model pengajaran alam sekitar,
mengembangkan sikap kritis dan peduli lingkungan kepada siswa dengan cara
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dan juga melalui program
ekowisata, yaitu mengajak siswa berwisata ke tempat-tempat yang bisa menambah
kecintaan terhadap lingkungan.

Dengan demikian, pendidikan berwawasan ekologi dalam implimentasiya tidak


mesti dimulai dengan sebuah aksi yang besar. Akan tetapi, ia dapat dimulai dengan
hal sederhana yang dibiasakan oleh guru dan siswa.

Sebagai contohnya, dengan cara melakukan pembiasaan buang sampah pada


tempatnya, membersihkan saluran air yang tersumbat, melakukan penghijauan
pada area-area sekolah dan sekitarnya yang gersang atau tandus, dan lain
sebagainya. Lalu untuk penguatan peraturannya, dapat dibuat kesepakatan sanksi
antara guru dengan siswa. Penulis yakin melalui pola pembiasaan seperti ini dapat
menumbuhkan pola pembiasaan hidup bersih dan terbangunnya karakter siswa
bertanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Di samping itu, program-program yang muaranya menjaga lingkungan patut juga


dibebanpikirkan pada siswa yang aktif dalam organisasi di level sekolah semacam
OSIS atau sejenisnya. Seperti gerakan pungut sampah pada setiap akhir pekan,
penanaman pohon, baik berupa tanaman perdu, bunga-bungan ataupun pepohonan
lainnya pada setiap momen-momen hari besar tertentu harus digaungkan lebih
besar.

Tak hanya itu, setiap guru yang mengampu mata pelajaran apapun, perlu kiranya,
setiap sebulan sekali mengajak para siswanya belajar di luar ruangan (out door).
Lalu di sela-sela kegiatan pembelajaran guru memasukan materi atau konten
seputar pentingnya menjaga lingkungan hidup, sehingga mereka pun selain dapat
berinteraksi langsung dengan lingkungan sekitar sekolahnya juga dapat merasakan
betapa indahnya alam bila dapat dijaga dan dikelola dengan baik.

Penulis yakin, jika dan ketika kita yang bergelut dalam dunia pendidikan baik di
level paling dasar (SD) hingga level tertinggi (universitas) memberlakukan hal-hal
sederhana dalam menjaga lingkungan –seperti yang penulis sebut di atas, maka
pemahaman pada warga pembelajar akan tumbuh dengan baik, bahwa alam dan
lingkungan sekitarnya akan senantiasa baik bila kita menjaganya dengan baik.
Bahwa kerusakan lingkungan yang melahirkan nestapa bagi umat manusia
merupakan dampak buruk dari ulah manusia itu sendiri .

Belajar Ekologi dari Sekolah Sukma Bangsa

Adalah penting bila di sekolah-sekolah, pendidikan yang berwawasan ekologi


diterapkan sebagai upaya untuk menumbuhkan sikap kritis pada tiap individu
warga sekolah baik secara moralitas maupun secara intelektualitasnya. Karena
konsep pendidikan yang demikian merupakan wujud nyata kepedulian kita
terhadap lingkungan sekitar.

Sekolah Sukma Bangsa, dapat menjadi acuan dan referensi bagi siapapun yang
berkeinginan untuk menciptakan kesadaran untuk peduli lingkungan. Bila Anda
memasuki lingkungan sekolah Sukma Bangsa, jangan heran bila Anda melihat di
setiap sudut gedung sekolah tersedia galon air minum yang dengan gratis dapat
diambil sepuasnya oleh siswa.  Jangan heran pula, bila Anda ingin membeli jajanan
di lingkungan Sekolah Sukma Bangsa, maka minumannya tidak dikasih sedotan
yang terbuat dari plastik. Hal ini karena di Sekolah Sukma terdapat aturan ketat
bagi warga sekolah, tak hanya untuk guru dan siswa, yang bertanggung jawab
terhadap lingkungan yang bersih, baik dari sampah anorganik maupun sampah
organik. Sederetan norma dengan sanksi yang tegas diberlakukan pula, dengan
tujuan terbentuk dan terjaganya keteraturan sosial yang sudah terbangun,
setidaknya dimulai dari ruang lingkup sekolah. Nyan ban!

*)Muhammad Syawal Djamil, merupakan staff pengajar mapel Sosiologi di


SMA Sukma Bangsa Pidie, yang juga menjabat sebagai Pembina OSIS Sukma
Bangsa Pidie.

Anda mungkin juga menyukai