Anda di halaman 1dari 3

YAYASAN ANANTA BHAKTI

SMP SANTA THERESIA


Jl. H.AGUS SALIM NO 75 JAKARTA PUSAT  021-31935320
Website: www.sttheresia-jkt.sch.id email: smptheresia@yahoo.co.id

Penilaian Harian Semester Genap Tahun Ajaran 2021/2022


Mata pelajaran : Bahasa Indonesia Hari, tanggal : Kamis, 12 Mei 2022
Kelas : VIII Waktu : 10.25 – 11.45 WIB

Bacalah naskah drama berikut!


Batu Menangis

Narrator : Dahulu kala, hiduplah seorang janda miskin, Mak Daliyah namanya. Ia tinggal
di sebuah gubuk reyot di pinggir hutan. Ia bekerja di ladang sempit peninggalan
mendiang suaminya. Sepulang dari berladang, Mak Daliyah mencari kayu bakar
di hutan. Kayu-kayu bakar itu kemudian dijualnya di perkampungan penduduk
yang jauh dari tempat tinggalnya, Mak Daliyah mempunyai seorang anak gadis.
Cantika namanya. Sesuai namanya, wajah Cantika amatlah cantik.

Mak Daliyah : (kelelahan) “Cantika, anakku. Ibu lelah sekali. Tolong kamu masak, ya, untuk
makan malam nanti.”

Cantika : (sedang bersolek di muka cermin) “Memangnya Mak dari mana?” (menyahut
tanpa menoleh)

Mak Daliyah : “Mak dari ladang kemudian ke hutan, mencari kayu bakar, untuk dijual besok.”

Cantika : “Aduh, Mak. Lihat anakmu sudah secantik ini, masa disuruh masak? Nanti bau
minyak, tangan jadi kotor. Susah, harus dandan lagi.” (masih sibuk bersolek)

Mak Daliyah : (menghela napas panjang) “Memangnya kamu mau ke mana? Mengapa kamu
merias diri?”

Cantika : “Tidak ke mana-mana, tetapi aku suka berias saja. Lihatlah, Mak. Bukankah aku
ini cantik? Ah, bukan. Aku bukanlah cantik. Tapi aku cantik sekali!” (sambil terus
mengedip-ngedipkan mata di depan cermin)

Mak Daliyah : “Mak tahu kamu cantik. Tapi seharusnya kamu tidak boleh bicara begitu. Tidak
baik membangga-banggakan diri seperti itu.”

Cantika : “Mengapa, Mak? Aku memang cantik. Mengapa aku tidak boleh mengakuinya.”
Mak Daliyah : (menghela napas lagi) “Ya sudah. Yang penting kamu masak, ya. Mak lelah
sekali dan butuh istirahat.” (duduk di kursi rotan dengan lemas)

Cantika : “Tidak mau! Pokoknya aku tidak mau!”


Mak Daliyah : (terdiam) Kalau begitu, biarkan Mak istirahat sebentar, ya. (ke kamar dan
merebahkan diri)

Narator : Keesokan harinya kedua ibu dan anaknya itu pergi ke pasar. Cantika memakai
pakaian terbaik yang dimilikinya. Mak jalan di belakang, sedangkan Cantika jalan
di depan.

Pemuda : “Wahai, gadis cantik! Apakah wanita berbaju lusuh yang berjalan di
belakangmu itu ibumu?”

Cantika : (memandang pemuda) Bu …… bukan! Itu cuma pembantuku!

Mak Daliyah : (terkejut dan sangat sedih) “Cantika, anakku! Aku ini ibumu, orang yang
melahirkanmu. Sungguh sangat durhaka jika engkau berani menganggapku
sebagai pembantumu! Sadarlah engkau, wahai anakku”

Cantika : (menggeleng-geleng sambil menutup telinga)” Tidak! Tidak! Malu, aku mengakui
engkau sebagai ibuku. Malu! Lihat …. Aku gadis cantik seperti ini. Sementara
engkau, dengan pakaianmu yang lusuh seperti itu mau mengakui sebagai ibuku.
Pemuda itu pasti akan lari kalau aku mengakui engkau sebagai ibuku. Pokoknya
TIDAK!” (berteriak)

Mak Daliyah : (berlinang air mata, berlutut dan berdoa) “Ya Tuhan, mohon sadarkan anak
hamba. Berilah ia hukuman yang setimpal.”
Cantika : (mendadak tidak bisa bergerak) “Aduh, ada apa dengan tubuhku!? (menatap kedua
tangannya dengan ngeri) kenapa aku tak bisa bergerak? (menatap Mak Daliyah
penuh penyesalan dan menangis) Mak, ampuni aku! Ampuni aku! Ampuni
kedurhakaan anakmu ini, Mak.” (terus menangis hingga tak lagi bersuara dan tak
bergerak)

Narator : Semuanya sudah terlambat bagi Cantika. Mak Daliyah hanya terdiam. Akhirnya
seluruh tubuh Cantika berubah menjadi batu. Batu jelmaan Cantika itu terus
meneteskan air seperti air mata penyesalan yang menetes dari matanya. Orang
orang yang mengetahui adanya air yang terus menetes dari batu itu pun
menyebutnya “Batu Menangis”
(Diadaptasi dari cerita rakyat Kalimantan)
1. Berdasarkan naskah drama di atas, tentukanlah:

a. Tema

b. Alur (berikan alasan)

c. Tokoh dan watak (berikan bukti)

d. Latar tempat, waktu, suasana

e. Amanat

f. Dialog (2 dialog)

g. Gaya bahasa

Perhatikan kutipan cerpen berikut!

Aku desak kerumunan murid yang menonton di pintu. Kulihat kepala sekolah maju
sambil membentak dan menghardik para penonton. Waskito berdiri di muka kelas,
membelakangi bangku-bangku. Memang ia memegang gunting, tetapi tidak terbuka.

Suara kepala sekolah menggelegar, “Berikan gunting itu, Waskito!” Suara demikian
kasar kukhawatirkan justru akan membuat muridku mata gelap. Sekali pandang aku
mengetahui bahwa Waskito kaget oleh kedatangan kepala sekolah. Tanpa berpikir panjang
kumanfaatkan kejutan tersebut. Tiga atau empat langkah aku bergegas mendahului kepala
sekolah, gunting itu kurebut dengan kedua tanganku.

“Ah, kamu ini ada-ada saja! Dari mana kau dapatkan gunting ini?” dan langsung aku
berbalik, memberikan gunting kepada kepala sekolah yang telah berada tepat di sampingku.
Tanpa suatu kata, kurangkulkan lengan ke pundak Waskito. Segera setengah kudorong, dia
kuajak keluar menuju ke kantor.

2. Ubahlah kutipan cerpen tersebut menjadi naskah drama singkat!

Anda mungkin juga menyukai