Anda di halaman 1dari 8

Naskah Drama Legenda Batu Menangis

Legenda Batu Menangis (Cerita Rakyat Kalimantan )


Alkisah, disebuah bukit yang jauh dari desa, didaerah Kalimantan hiduplah seorang janda miskin
dan seorang anak gadisnya.
Anak gadis janda itu bernama Darmi, rupanya sangat cantik jelita. Namun sayang, ia mempunyai
perilaku yang amat buruk. Gadis itu amat pemalas, tak pernah membantu ibunya melakukan
pekerjaan-pekerjaan rumah. Kerjanya hanya bersolek setiap hari.
Segala permintaannya harus dituruti. Setiap kali ia meminta sesuatu kepada ibunya harus
dikabulkan, tanpa memperdulikan keadaan ibunya yang miskin, setiap hari harus membanting
tulang mencari sesuap nasi.
Suatu hari, seperti biasa gadis itu mengurung dirinya di dalam kamarnya. Ia tak mau matahari
merusak kulitnya. Ia enggan debu-debu mengotori wajahnya.

Darmi : Ibuuuu!(Dengan nada yang keras)


Sang ibu tergesa-gesa menghampiri putrinya.

Darmi : Bukankah sudah berulang kali aku bilang bahwa setiap aku bangun ibu harus sudah
menata kamar ini hingga rapi, menyediakan lulur, air hangat, dan membuatkan minuman sari
buah untukku? (ekspresi marah)

Ibu : (dengan nada pelan) kamu itu sudah besar, nak. Kamu bisa mengerjakan semua itu
sendiri.

Darmi :Ibu kan tahu, aku lagi sibuk,


Sang ibu hanya mengelus dada. Hatinya gelisah. Kesibukan mempercantik diri, hanya itulah
yang selalu dilakukan putrinya yang pemalas itu.
Matahari mulai memancarkan sinarnya . Sang ibu mulai bersiap-siap untuk berangkat ke sawah
untuk bekerja, ia tidak lupa mengajak darmi untuk membantunya di sawah.

Ibu: Darmi . . .Ayo Bantu ibu bekerja di sawah(sambil mengetuk pintu kamar darmi)
Darmi : Tidak bu . . ., nanti kalo kuku dan kulit ku kotor gimana?

Ibu : apa kamu tidak kasihan sama ibu nak ? (dengan nada iba)
Darmi : saya lagi dandan bu . .(sibuk merias wajahnya)
Akhirnya sang ibu pergi kesawah sendirian. Setelah Ibu pulang dari sawah . Darmi langsung
menghampirinya

Ibu: ibu pulang . .(dengan nada lelah)

Darmi : Upahnya mana ? (sambil mencari-cari uang upah ibunya di pakaian ibunya ,dan di
temukan uangnya di dalam genggaman tangan ibunya)

Darmi : nahh ini dia. .(dengan wajah senang sambil menunjuk uang)
Ibu: Jangan, Nak! Uang itu untuk membeli beras, ujar sang Ibu.

Darmi : Bedak ku habis bu, mesti beli yang baru

Ibu : kamu itu jadi anak bisanya cuma minta aja, tapi tidak pernah mau bekerja (dengan kesal)
Meskipun marah, sang Ibu tetap memberikan uang itu kepada Darmi. Keesokan harinya, ketika
ibunya pulang dari bekerja, si Darmi meminta lagi uang upah yang diperoleh ibunya untuk
membeli alat kecantikannya yang lain. Keadaan itu terjadi setiap hari.
Suatu hari, sang ibu mencoba untuk membujuk anaknya agar mulai mengubah tabiat buruknya.

Darmi : bu, mana uangnya?

ibu : nak.. Coba kamu bantu ibu di sawah.

Darmi : apa sih bu?

Ibu : Ibu kan sudah tua, jika ibu dipanggil oleh Tuhan maka Ibu tak khawatir lagi engkau bisa
mengurusi dirimu sendiri. Kita itu orang miskin, kita harus tetap bekerja untuk bisa makan. (di
ruang tamu)

Darmi :(sibuk melentik kan kukunya) siapa suruh jadi orang miskin. Lagi pula Aku tidak pernah
minta kamu jadi ibuku. . (ketus sang gadis)
Ibu pun sedih mendengar ucapan yang terlontar dari mulut anaknya sendiri

Ibu : Baiklah, Anakku. Ibu hanya memohon agar kamu tidak mengurung diri di rumah. Kenalilah
lingkunganmu agar ibu tenang jika suatu saat dipanggil Tuhan. ( dengan sabar )

Hari berganti hari. Akhirnya sang anak mau menuruti kehendak ibunya. Ia tidak keberatan untuk
ke mana pun bersama sang ibu. . Tapi anaknya ini mengajukan sebuah syarat bahwa ibunya tidak
diperbolehkan untuk mengakui bahwa ia adalah ibunya di depan umum. Sebagai seorang ibu
tentulah hatinya teriris mendengar itu. Namun sang ibupun menyetujuinya.
Hingga, pada suatu hari anak gadis itu diajak ibunya turun ke desa untuk berbelanja di pasar
yang letaknya jauh dari tempat tinggal mereka. Anak gadis itu berjalan melenggang dengan
memakai pakaian yang bagus dan bersolek agar orang dijalan yang melihatnya akan mengagumi
kecantikannya.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka. Mereka begitu
terpesona melihat kecantikan anak gadis itu, terutama para pemuda desa yang tak puas-puasnya
memandang wajah gadis itu.Namun ketika melihat orang yang berjalan dibelakang gadis itu,
sungguh kontras keadaannya. Hal itu membuat orang bertanya-tanya.

Pemuda 1 : eeh eeh , coba liat wanita itu , cantik sekali kan? (sambil mengagumi)

Pemuda 2 : iyaiya benar. wanita itu bagai bidadari surga, elok parasnya, tak sanggup aku
menahan untuk menatap keindahannya.
Pemuda 1 : iya , bahkan wanita itu lebih cantik daripada bunga mawar

Pemuda 2 : rasanya aku tertarik untuk mengenalnya. .

Pemuda 1: eeh , tapi yang di belakangnya itu siapa ?

Pemuda 2: entahlah, siapa ya dia itu? (sambil berlari)

Pemuda 1 : heh heh, kamu mau kemana?

Pemuda 2 : mau kenalanlah.

Pemuda 1 : eh aku ikut, ikut ikut

Dilain sisi , para perempuan pun turut membicarakan kehadiran mereka

Perempuan 1 :Murti, kamu liat tidak wanita tua yang di belakang gadis cantik itu ?

Perempuan 2 : iya kak aku melihatnya, kasian yaa ....

Perempuan 1: sungguh sangat kasian ya , siapakah dia sambil membawa keranjang belanjaan di
belakang wanita cantik itu?

Perempuan 2 :apakah mungkin dia itu . . .(sambil berfikir)

Perempuan 1: ssstt!! Jangan berfikir yang macam-macam, gak boleh. menduga itu tidak baik!

Perempuan 2: eehm , iya baiklah kak

Di antara orang yang melihatnya itu, seorang pemuda mendekati dan bertanya kepada gadis itu

Pemuda 1 : hay cantik , Siapa yang berjalan dibelakangmu itu? Apakah itu ibumu? (penasaran)

Darmi : Bukan, bukan,(mendongakan kepalanya) Dia itu budak!( dengan nada lembut kemudian
kencang)

Pemuda 2 : Hai, manis. Yakin dia itu bukan ibumu? (penasaran)


Darmi : bukan! Sudah ku bilang dia itu budak! Pergi sana! (Darmi menendang ibu)

Perempuan 1 : astaga, jangan begitu (perempuan membantu si ibu untuk berdiri)

Perempuan 2 : iya! Hargai orang lainlah. Walaupun dia itu budakmu, tapi dia juga manusia!
Alangkah terlukanya sang ibu mendengar itu. Hatinya menangis dan ia benar-benar tak berdaya
menahan sakit hatinya. Ia berbisik dan memohon kepada Tuhan.
Akhirnya si ibu pun berdoa
Ibu : Ya Tuhan, hamba tak kuat menahan hinaan ini. Anak kandung hamba begitu teganya
memperlakukan diri hamba sedemikian rupa. Ya, Tuhan hukumlah anak durhaka ini ! Hukumlah
dia.( sambil menangis dan menjerit )
Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, perlahan-lahan tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi
batu. Perubahan itu dimulai dari kaki. Ketika perubahan itu telah mencapai setengah badan, anak
gadis itu menangis memohon ampun kepada ibunya.
Darmi :Oh, Ibu..ibu..ampunilah saya, ampunilah kedurhakaan anakmu selama ini. IbuIbu
ampunilah anakmu.. (merintih dan menangis )

Ibu : maafkan ibu nak..

Darmi : Ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!
Anak gadis itu terus meratap dan menangis memohon kepada ibunya. Akan tetapi, semuanya
telah terlambat. Seluruh tubuh gadis itu akhirnya berubah menjadi batu. Sekalipun menjadi batu,
namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air mata, seperti sedang
menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat kutukan ibunya itu
disebut Batu Menangis

Sekian dan Terima Kasih


Sinopsis Drama
Mengisahkan sebuah keluarga petani yang hidup serba kekurangan di Tanah Gayo, Aceh.
Kesedihan dan penderitaan yang dialami kepala keluarga beserta sang istri bertambah karena
anak pertama mereka sangat tidak mengerti akan kondisi dan situasi yang dialami keluarga.
Bahkan anak itu tak sudi untuk mengurus adiknya. Hingga suatu saat, hal yang tidak masuk akal
terjadi pada keluarga tersebut.

Judul

Legenda Batu Belah Batu Betangkup

Tema

Penyesalan anak durhaka pada kedua orang tua

Tokoh dan Perwatakan

Sulung : Nakal dan tidak patuh kepada orang tua


Ayah : Pekerja keras
Ibu : Pasrah
Bungsu
Tetangga

Naskah Drama

Suatu hari ketika musim kemarau, ladang kecil yang dimiliki petani tersebut sangat kering dan
tidak membuahkan hasil.

Ayah :Bu, kita sudah tak ada uang. Ladang kering kerontang. Apa yang harus kita lakukan untuk
menyambung hidup?
Ibu :Bagaimana kalau kambing yang kita ternak dijual saja Yah?
Ayah :Tapi kan kambing-kambing itu sangat kurus, tidak akan laku mahal di pasar, Bu.
Ibu :Nanti coba minta tolong Sulung untuk menggembala kambing ke padang rumput supaya
cepat gemuk ya Yah.
Ayah :Iya Bu.

Ayah segera memanggil Sulung.

Ayah :Sulung, tolong kamu beri makan kambing-kambing kita di padang rumput ya. Persediaan
uang sudah menipis, sedangkan ladang kita sedang sangat kering.
Sulung :Tidak mau!
Ibu :Kenapa, Sulung? Tolonglah bantu Ayah dan Ibu.
Ayah :Iya, nak. Rencananya kambing akan Ayah jual di pasar untuk pemasukan kebutuhan kita.
Tak lama kemudian Sulung mau menggembala dua ekor kambing yang dimikili Ayahnya.
Namun tak sampai di padang rumput yang dituju, Sulung memutuskan untuk tidur di bawah
sebuah pohon hingga sore. Dan ketika bangun, kambing yang dititipkan Ayahnya sudah raib
entah ke mana. Tanpa rasa bersalah, Sulung tak menjelaskan kejadian sebenarnya.

Ayah :Kambing-kambing kita di mana, Sulung? Kok tidak ada?


Sulung :Tadi hanyut di sungai!
Ayah :Apa? Hanyut? Yaampun bagaimana ini? Kenapa bisa hanyut?

Ayah sangat kecewa pada Sulung yang tidak bisa diandalkan, padahal semua hal yang
dimintanya adalah demi kepentingan hidup bersama-sama, yaitu demi kebutuhan pangan.
Kesedihanpun dirasakan Ibu yang selalu bersedia untuk mencari tambahan penghasilan untuk
keluarga. Tanpa pikir panjang, Ayah segera berangkat ke hutan untuk melihat perangkap yang
sengaja dipasang untuk menjerat hewan yang ada di sekitar hutan.

Ayah :Wow ternyata aku dapat! Seekor anak babi hutan, pasti akan laku dijual di pasar. Lumayan
untuk membeli kebutuhan makanan selama seminggu!

Dengan rasa gembira, Ayah melepas jeratan yang ada pada kaki hewan tersebut dan
membawanya pulang. Namun hal tak terduga terjadi sebelum ia keluar dari hutan. Ia diserang
dua ekor induk babi yang penuh amarah melihat anak mereka ditangkap. Serangan babi hutan
tersebut tak kuasa tertahan sehingga Ayah sulung terkapar tak berdaya namun tetap mencoba
melakukan serangan balik pada hewan liar tersebut. Tetapi usahanya tak membuahkan hasil,
justru ia dikejar kawanan babi hutan hingga ke sungai. Sungguh naas nasibnya, ia tewas ketika
melompati bebatuan karena terjatuh dan kepalanya membentur sebuah batu.

Sementara itu, Ibu sedang memarahi Sulung yang tega membuang beras terakhir yang tersedia di
rumah dengan rasa sedih yang tidak terbendung.

Ibu :Sulung! Kamu ini apa-apaan? Selalu bikin susah orang tua! Seenaknya saja kamu buang
beras untuk makan ke dalam sumur?!

Lelah memarahi Sulung, Ibupun meminta tolong agar Sulung mengambil periuk tanah liat di
belakang untuk dijual ke pasar.

Ibu :Yasudah Sulung, tolong Ibu ambil periuk tanah di belakang. Akan Ibu jual ke pasar, tolong
jaga adik karena Ayah belum pulang ke rumah.
Sulung :Untuk apa aku ambil periuk dan menjaga si Bungsu?!!! Aku jadi tidak bisa main!
Mending aku pecahkan saja periuk ini!!!!

Tak disangka periuk hasil buatan Ibu dipecahkan begitu saja oleh anak nakal yang satu ini.
Sungguh keterlaluan dan membuat hati Ibu hancur berkeping-keping layaknya periuk yang sudah
pecah itu.
Ibu :Suluuuung.. Apa kamu tidak tahu, kita butuh makan. Kenapa kamu pecahkan periuk itu?
Padahal itu adalah satu-satunya sisa harta yang kita punya. (sambil meneteskan air mata)

Sungguh terlalu, Sulung justru membentak Ibunya dengan nada tinggi yang tak terkira. sikap
Sulung itu sangat keterlaluan pada Ibunya. Ia tak sadar bahwa suatu saat nanti penyesalan dan
penderitaan pasti akan ia alami jika sang Ibu sudah tiada. Sementara itu, Bungsu yang baru satu
tahun hanya bisa menyaksikan kesedihan mendalam pada Ibunya. Jika sudah sebesar Sulung,
mungkin adiknya itu akan berinisiatif untuk menolong Ibunya. Tak lama kemudian, salah satu
tetangga datang di tengah kekacauan dalam rumah itu.

Tetangga:Bu, saya ingin menyampaikan informasi bahwa suami Ibu ditemukan sudah tak
bernyawa di tepi sungai. Saya beserta warga yang lain turut berduka cita sedalam-dalamnya atas
kepergian Almarhum.
Ibu :Innalillahi wainailaihi rajiun (semakin tersedu mendengar kabar buruk tersebut)

Namun tak nampak raut wajah kesedihan dari wajah Sulung. Ia justru berpikir bahwa tanpa
Ayahnya, ia berarti bebas karena tidak ada yang menyuruh-nyuruhnya lagi.

Ibu :Sulung Ibu tak sanggup lagi hidup di dunia ini. Ibu sangat sedih melihat perilaku kamu.
Tolong jaga Bungsu, Ibu mau menyusul Ayahmu

Ibu Sulung pergi menuju sebuah batu yang disebut Batu Belah tempat suaminya terjatuh dan
meninggal. Kemudian iapun bersenandung sambil berjalan menuju batu tersebut

Batu belah batu bertangkup. Hatiku alangkah merana. Batu belah batu bertangkup. Bawalah aku
serta.

Angin sesaat bertiup kencang dan membuat Ibu Sulung terperangkap di Batu Belah yang tidak
bisa terbuka kembali untuk selamanya. Menyadari Ibunya telah tiada, Sulungpun sangat
menyesal.

Sulung :Ibuuuuu!!!! Maafkan aku!!! Ibu kembalilah, Buuu!!!! Aku menyesaaal!!! Ibuuuu!!!!

Sambil merintih dan terus menerus memohon Ibunya kembali, usaha Sulung tetap sia-sia. Batu
Belah kini tertutup dan ia tak akan bisa bertemu Ibunya.

Anda mungkin juga menyukai