Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH PERILAKU RISIKO DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP KEBANGKRUTAN BANK

DI INDONESIA : KASUS KRISIS EKONOMI TAHUN 1997

FIFI SWANDARI
STIE Kerjasama Yogyakarta

Abstract
I examines the impact of risk taking behavior and ownership structure (concentrated
and institution) on bank failure. I predict that risk-taking behavior and ownership structure has
positive impact on bank failure. Result shows that risk taking behavior and concentrated ownership
give little support to hypothesis. I finds inverse relationship between institution ownership and bank
failure. This result suggest that institution ownership give good impact on banking industries.

A. Pendahuluan
Krisis ekonomi yang diawali dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan November 1997 menyebabkan
bangsa Indonesia terjerumus dalam jurang kemiskinan. Data dari BPS (2000) menunjukkan bahwa tingkat
kemiskinan di Indonesia meningkat secara drastis sejak terjadinya krisis yaitu mencapai 49,5 juta orang
pada tahun 1998. Tahun 1999 walau tingkat kemiskinan mengalami penurunan namun tingkat
keparahannya lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Kemiskinan di Indonesia terlihat dari
meningkatnya jumlah pengangguran, meningkatnya anak usia sekolah yang putus sekolah dan turunnya
kualitas kesehatan masyarakat.
Besarnya dampak krisis menyebabkan banyak peneliti yang mencoba mencari penyebabnya.
Beberapa peneliti berbeda pendapat mengenai penyebab krisis. Peneliti ekonomi makro berpendapat
bahwa penyebab krisis adalah faktor makro yaitu turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika,
sedangkan peneliti mikro berpendapat bahwa industri perbankan memiliki peran besar untuk terjadinya
krisis. Menurut pendapat kedua saat sebelum krisis faktor-makro belum mampu menunjukkan prediksi
adanya krisis. Hal itu ditandai dengan masih bagusnya fundamental ekonomi. Sebaliknya aspek mikro,
industri perbankan menunjukkan pemburukan dari tahun ke tahun. Hal tersebut terlihat dari peningkatan
hutang industri perbankan pada tahun-tahun sebelum krisis (Hesse dan Auria, 1998). Akibatnya saat terjadi
krisis, sebagian bank mengalami kesulitan keuangan yang berlanjut menjadi kebangkrutan. Peneliti
berpendapat bahwa kebangkrutan sebagian bank di Indonesia memiliki kontribusi yang signifikan terhadap
krisis.
Beberapa tahun sebelum krisis, hutang bank yang berasal dari dana nasabah dan pinjaman luar
negeri menimbulkan moral hazard dari pemegang saham mayoritas/pengendali. Pemegang saham
pengendali menanamkan dana pada investasi berrisiko atas beban debtholder. Salah satu bentuk perilaku
yang berresiko adalah pelampauan batas pemberian kredit ke dalam perusahaan dalam satu kelompok
usaha. Selain itu mereka juga berinvestasi pada industri properti yang sudah jenuh dan industri manufaktur
yang tidak berbasis ekspor. Perilaku berrisiko sangat potensial menimbulkan kerugian dan kebangkrutan
bank.
Perilaku pemilik yang sangat berrisiko tersebut dimungkinkan oleh struktur kepemilikan bank yang
sangat terkonsentrasi. Jika kepemilikan bank terkonsentrasi maka sebagian besar saham akan dimiliki oleh
sebagian kecil individu atau institusi. Kontrol mereka atas perusahaan begitu besar sehingga segala
tindakan perusahaan merupakan cerminan dari kehendak pemilik. Kontrol yang besar atas perusahaan dan
tanpa disertai pertimbangan bisnis yang sehat berakibat pada rusaknya bank yang mereka miliki. Saat
sebelum krisis kontrol yang besar yang dimiliki pemegang saham menyebabkan bank menderita kerugian
dan akhirnya bangkrut.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah perilaku risiko dan stuktur kepemilikan bank
berpengaruh terhadap kebangkrutan bank. Bank dengan perilaku risiko tinggi berpotensi besar untuk
bangkrut. Adapun struktur kepemilikan yang sangat terkonsentrasipun potensial menimbulkan
kebangkrutan pada bank.
Penelitian ini diharapkan mampu memberi sedikit kontribusi terutama kontribusi kebijakan. Dari
hasil penelitian ini diharapkan Bank Indonesia tidak hanya mengawasi indikator-indikator perilaku risiko
yang formal saja (misal CAMEL) melainkan juga memberi sedikit perhatian pada kepemilikan bank. Pemilik
bank merupakan salah faktor strategis yang berpengaruh terhadap kinerja bank.

SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI


Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003 227
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Alat analisis yang digunakan adalah regresi logit. Pertimbanganya, model regresi tidak
memerlukan banyak persyaratan seperti model Multivariate Discriminant Analysis (MDA). Sampel yang
digunakan terdiri dari bank yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Diperoleh sampel bank bangkrut
sebanyak 29 untuk tahun 1995 dan 1996. Sedangkan untuk sampel bank yang tidak bangkrut sebanyak 44
untuk tahun 1995 dan 44 untuk tahun 1996. Data yang digunakan adalah data porsi kepemilikan saham,
ekuitas dan total asset. data tersebut diperoleh dari Direktori Perbankan Indonesia tahun 1997 dan 1998.
Diprediksi perilaku risiko dan kepemilikian terkonsentrasi berpengaruh positif terhadap
kebangkrutan sedangkan kepemilikan institusi sebaliknya. Hasil pengujian menunjukkan koefisien variabel
perilaku risiko dan kepemilikan terkonsentrasi bertanda positif seperti yang diprediksi. Artinya tingginya
perilaku risiko dan kepemilikan terkonsentrasi memang meningkatkan kemungkinan kebangkrutan bank.
Akan tetapi hasil tersebut tidak signifikan. Sedangkan variabel kepemilikan institusi berpengaruh negatif
terhadap kebangkrutan bank dan signifikan sama seperti yang diprediksi. Hasil tersebut menunjukkan
kepemilikan bank oleh institusi memberi dampak yang lebih baik pada industri perbankan.
.
B. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa saat owner manager memutuskan untuk
membiayai kegiatannya dengan hutang maka akan timbul konflik kepentingan antara manajer dengan
debtholder. Hal ini dikenal dengan agency cost of debt.
Sehubungan dengan lembaga perbankan, bertindak sebagai pemegang surat hutang adalah para
nasabah, bank luar negeri maupun bank lain di dalam negeri. Dalam hal ini merekalah pihak-pihak paling
memiliki resiko saat manajer berinvestasi pada portfolio investasi yang tidak tepat. Bagi lembaga
perbankan, para deposan hampir tidak mungkin mampu memonitor perilaku manajer. Kepentingan mereka
hanya dilindungi oleh peraturan pemerintah. Oleh karenanya seperti yang dikatakan oleh Buser, Chen dan
Kane saat tidak adanya agency cost of debt dari depositor dan batasan peraturan, pemegang saham akan
memperoleh benefit dengan meningkatkan hutang dan menanamkan dananya pada asset yang beresiko
(Cebenoyan, Cooperman dan Register;1995). Agency cost of debt ini pada lembaga keuangan dikenal
dengan problem “moral hazard” (Demsetz et al., 1997).

Karakteristik Lembaga Perbankan dan Industri Perbankan di Indonesia


Karakteristik Lembaga Perbankan
Fungsi utama sebuah bank adalah sebagai lembaga intermediasi. Artinya bertindak sebagai
perantara dari pihak yang kelebihan dana untuk disalurkan pada pihak lain yang kekurangan dana. Oleh
karenanya dapat dipahami bahwa sebagian besar dana yang disalurkan bukan berasal dari modal pemilik
bank melainkan pihak lain seperti para deposan maupun bank lain. Oleh karenanya pada setiap neraca
bank, ratio debt to equity akan selalu besar.
Bank merupakan sebuah lembaga yang paling banyak dikenai peraturan. Peraturan tersebut
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan para deposan maupun debt holder. Adapun pihak yang paling
berkompeten mengawasi lembaga perbankan adalah bank sentral.
Resiko yang dihadapi oleh bank cukup banyak, diantaranya adalah adalah resiko yang
dikarenakan oleh tingkat bunga (Saunders, 2000). Saat bank memberi pinjaman jangka panjang biasanya
akan menetapkan tingkat bunga kredit dengan tingkat bunga tetap (flat rate) dan biasanya dengan tingkat
bunga yang rendah. Adapun dana yang digunakan untuk pemberian kredit berasal dari simpanan nasabah
yang berjangka pendek dengan tingkat bunga yang berfluktuasi. Pada kasus krisis tahun 1997 di
Indonesia, tingkat bunga simpanan/deposito sempat mencapai 60%/tahun. Akibatnya adalah negatif
spread yang berakibat pada berkurangnya modal bank.

Industri Perbankan di Indonesia


Setelah PAKTO’88 bank-bank di Indonesia berdiri seperti cendawan di musim hujan. Para
pengusaha Indonesia baik yang bermodal besar maupun hanya bermodal koneksi berramai-ramai
mendirikan bank. Mereka mendirikan bank tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai bisnis
perbankan.

228
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Tujuan para pengusaha mendirikan bank tidak dikarenakan adanya keinginan menjadi bankir
profesional yang terpercaya melainkan untuk mengambil keuntungan dari bank yang mereka miliki. Karena
kemampuan perbankan mereka terbatas maka praktek bajak membajak direktur bank marak terjadi.
Bank-bank yang baru berdiri tersebut dikelola dengan sangat ceroboh oleh para pemiliknya.
Mereka melakukan pinjaman luar negeri dalam jumlah besar dan waktu jatuh tempo yang singkat. dana
yang mereka peroleh tidak mereka salurkan pada proyek yang bagus melainkan mereka salurkan pada
perusahaan yang berada pada kelompok usaha yang sama.
Saat sebelum krisis pemilik memiliki peran yang sangat besar. Boleh dikatakan manajer
profesional hanya kepanjangan tangan dari pemilik. Semua keputusan strategis bank ada di tangan
pemilik.
Saat itu Bank Indonesia tidak mampu menjadi pengawas yang baik. Pengawasan bank oleh BI
sangat lemah. Adapun alasan yang sering dimunculkan adalah banyaknya jumlah bank yang harus
diawasi tidak sepadan dengan tenaga yang dimiliki BI. Akibatnya saat terjadi goncangan nilai tukar banyak
bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya dan berakibat pada kebangkrutan bank.

Penelitian Klasik Tentang Kebangkrutan Perusahaan


Altman pada tahun 1960an melakukan penelitian tenatang kebangkrutan perusahaan. Tujuannya
adalah meningkatkan kualitas analisis rasio keuangan sebagai teknik analisis. Adapun kasus yang akan
digunakan sebagai ilustrasi adalah prediksi kebangkrutan perusahaan.
Sampel awal adalah 66 perusahaan, terdiri dari 33 perusahaan yang bangkrut dan 33 perusahaan
yang survive. Data utama yang digunakan adalah data laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba).
Rasio keuangan yang digunakan awalnya ada 22 rasio selanjutnya dikompilasi menjadi lima dan dijadikan
sebagai variabel independen. Kelima rasio tersebut adalah rasio likuiditas, profitabilitas, leverage,
solvabilitas dan rasio aktivitas. Adapun alat analsis yang digunakan adalah MDA (Multiple Discriminant
Analysis ).
Kesimpulan yang dapat diambil oleh Altman menyatakan bahwa analisis rasio masih dapat
digunakan sebagai alat analisis yang dapat diandalkan terutama jika digabungkan dengan metode statistik
canggih. Hal ini terlihat dari hasil penelitian ini. Hasil prediksi kebangkrutan cukup akurat saat
menggunakan analisis rasio dan dengan metode statistik MDA. Adapun tingkat akurasi yang paling besar
saat digunakan data rasio satu tahun dan dua tahun sebelum terjadi kebangkrutan.
Beaver (1996) melakukan penelitian tentang kebangkrutan tetapi tidak bertujuan menemukan
prediktor terbaik untuk kebangkrutan. Tujuannya adalah menginvestigasi kemampuan prediksi rasio
keuangan dengan model yang diajukan. Dengan model tersebut kemampuan prediksi analisis rasio
menjadi lebih baik. Adapun rasio yang digunakan oleh Beaver antara lain adalah sebagai berikut: cashflow
to total debt, net income to total asset, total debt to total asset, working capital to total asset dan current
ratio.
Dari dua pendapat tersebut peneliti sependapat bahwa analisis rasio masih dapat digunakan
sebagai prediktor kebangkrutan. Adapun sesuai dengan pendapat Altman, peneliti juga menggunakan data
satu tahun dan dua tahun sebelum terjadi kebangkrutan. Krisis perbankan yang ditandai oleh dilikuidasinya
16 bank terjadi pada tahun 1997. Oleh karenanya data yang digunakan adalah data tahun 1995 dan 1996.

Perilaku Risiko dan Kebangkrutan


Esty (1997) menunjukkan bahwa pada S&L dengan bentuk organisasi yang berbeda ( stock vs
mutual ) akan berbeda pula perilaku risiko dari manajernya. Debtholder tidak merasa berkepentingan untuk
memonitor perilaku manajer karena simpanan mereka dijamin. Saat tidak terdapat kontrol dari debt holder,
manajer S&L dengan bentuk stock memiliki kebebasan untuk menempatkan dana yang dikelolanya pada
asset berrisiko. Harapannya tentu saja memperoleh tingkat pengambalian yang tinggi. Akibatnya tingkat
risiko S&L dengan bentuk stock jauh lebih tinggi dibanding bentuk mutual.
Sejalan dengan pendapat Esty (1997), sebagian besar bank di Indonesia berbentuk kepemilikan
saham dan nasabah juga tidak memiliki insentif untuk memonitor perilaku manajer. Oleh karenanya,
pemegang saham akan berupaya meningkatkan nilai opsi call dari saham yang mereka miliki. Hal ini
menjadi insentif bagi pemilik untuk meningkatkan risiko atas beban deposan. Ketiadaan monitoring dari

229
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

deposan juga turut memberi dukungan terhadap tingginya perilaku risiko manajer. Jika perilaku pemegang
saham lebih berrisiko, maka bank memiliki kemungkinan besar untuk bangkrut.
Penelitian dari DeGennaro et al. (1993) menunjukkan, saat terjadi krisis yang berat, bank yang
dapat bertahan adalah bank yang melakukan perubahan strategi. Dimaksud perubahan strategi disini
adalah strategi untuk memilih tingkat risiko yang konservatif. Ditemukan bahwa bank yang survive pada
kondisi krisis adalah bank yang memiliki portofolio yang relatif kurang berrisiko dibanding bank yang
bangkrut.
Bongini, Claessens dan Ferri (2001) melakukan penelitian tentang krisis lembaga keuangan di
Asian. Hasil mereka menunjukkan bahwa perilaku risiko mempengaruhi kebangkrutan lembaga keuangan.
Indikator perilaku risiko yang mereka gunakan adalah rasio CAMEL. Hipotesis kedua yang diajukan adalah
sebagai berikut:
H1: Perilaku berrisiko dari pemilik bank berpengaruh positif terhadap kebangkrutan bank.

Ukuran Perilaku Risiko


Para peneliti menggunakan ukuran perilaku risiko yang berbeda saat mengukur perilaku risiko
dari manajer ataupun pemegang saham. Berikut rangkuman perilaku risiko pemilik yang dapat dirangkum
peneliti.

Tabel 1
Indikator-Indikator Perilaku Risiko
No Peneliti Indikator
1 Saunders et al (1990), mengukur Empat ukuran risiko pasar yaitu : s (total return
perilaku risiko dari owner manajer risk),  (nonsystematic risk), m (market risk) dan
I (interest rate risk).
2 Knopf dan Teall (1996), menguji Harga saham, laporan keuangan (equity to total
hubungan antara struktur asset ratio/ETA, investasi pasda real estate,
kepemilikan S&L dan perilaku risiko brokered CD) dan kejadian kebangkrutan.
saat diterapkannya Financial
Institution Reform, Recovery and
Enforcement Act tahun 1989.
3 Soledad et al. (2001) CAMEL, diukur dengan kecukupan modal, kualitas
asset, manajemen, laba dan likuiditas
4 Demsetz et al. (1997) menguji moral Standar deviasi selama satu tahun dari harga
hazard dan problem keagenan saham minguan untuk BHC tertentu pada tahun
antara pemilik dengan manajer pada tertentu. Ukuran risiko ini merupakan ukuran risiko
bank holding companies (BHC). menyeluruh karena sudah memasukan ukuran
risiko untuk asset, kewajiban maupun posisi off-
balance sheet.
5 Bathala et al. (1994) yang menguji Menggunakan volatilitas earning (ERNVOL) untuk
dampak kepemilikan institusi pada mengukur risiko bisnis dan potesi kebangkrutan
kebijakan hutang dan kepemilikan perusahaan. ERNVOL dihitung sebagai standar
manajerial. deviasi earning before interest and taxes (EBIT)
dibagi total asset selama periode lima tahun.
6 Leonard dan Biswas (1988) menguji Menggunakan credit risk index untuk mengukur
dampak perubahan regulasi perilaku risiko Saving Bank. Credit Risk Index
terhadap perilaku risiko Saving merupakan ukuran ringkas dari risiko kredit dari
Bank. aset institusi. Index tersebut dihitung berdasarkan
bobot risiko asset dari Basle Agreement.

Penelitian ini menggunakan ETA (equity to total asset ratio) sebagi proksi risiko. Hal ini karena
sebagian besar bank belum menjual sahamnya di pasar modal sehingga ukuran risiko yang didasarkan
pada harga saham belum dapat digunakan.

230
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Struktur Kepemilikan
Dalam pandangan teoritis, beberapa peneliti berpendapat bahwa struktur kepemilikan perusahaan
memiliki pengaruh terhadap jalannya perusahaan. Michael Porter dalam Gedajlovic dan Shapiro (1998)
menyatakan bahwa tujuan perusahaan sangat ditentukan oleh struktur kepemilikan, motivasi dan
pemegang surat hutang, corporate governance dan proses insentif yang membentuk motivasui manajer.
Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya
perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja. Hal ini karena adanya kontrol yang mereka
miliki..Adapun struktur kepemilikan yang dimaksud pada penelitian ini adalah kepemilikan bank yang
sangat terkonsentrasi dan kepemilikan institusi.

Struktur Kepemilikan di Indonesia


1. Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi
Knopf dan Teall (1996), menguji hubungan antara struktur kepemilikan S&L dan perilaku risiko
saat diterapkannya Financial Institution Reform, Recovery and Enforcement Act tahun 1989. Salah satu
ukuran risikonya adalah kejadian kebangkrutan. Hasilnya menunjukkan bahwa pemegang saham insider
berkorelasi dengan kejadian kebangkrutan S&L.
Claessens et al. (2000) menyatakan bahwa belum terdapat pemisahan yang jelas antara
kepemilikan dan kontrol pada perusahaan yang terdaftar di BEJ. Kebanyakan perusahaan masih dimiliki
oleh keluarga dan posisi manajer dipegang oleh pemegang saham mayorits. Kalaupun tidak, maka
manajernya masih dari kalangan keluarga. Akibatnya apa yang menjadi pendapat pemeganag saham
terbesar juga juga menjadi pendapat manajer.
Di BEJ hanya sebagian kecil saham yang dijual ke pasar. Keluarga masih menjadi pemegang
saham terbesar. Akibatnya keluarga masih memiliki kontrol yang besar terhadap perusahaannya.
Akibatnya kepemilikan perusahaan sangat terkonsentrasi pada sedikit pemegang saham. Pemegang
saham terbesar adalah pengendali perusahaan. Kendali yang besar memudahkan para pemilik mengontrol
berbagai kebijakan strategi seperti strategi pendanaan dan investasi.
Pada masa-masa sebelum krisis para pemilik tidak segan-segan berhutang dalam bentuk dollar
karena suku bunga yang lebih rendah dibanding tingkat bunga dalam mata uang rupiah. Hutang tersebut
mereka salurkan pada investasi yang tidak berbasis ekspor bahkan hanya mereka salurkan pada kelompok
usaha. Saat terjadi krisis nilai tukar bank kesulitan membayar karena investasi yang mereka salurkan
sebelumnya juga menjadi kredit macet. Krisis nilai tukar dan kredit macet pada akhirnya menyebabkan
berkurangnya modal bank dan akhirnya bank menjadi bangkrut.
Peneliti berpendapat sebaiknya kepemilikan bank tidak terkonsentrasi, artinya banyak pihak yang
menjadi pemegang sahamnya. Akan lebih ideal jika sebagian besar porsi kepemilikan bank dijual di pasar
modal agar kinerjanya dapat dikontrol oleh banyak pihak. Kepemilikan yang terkonsentrasi sangat
memungkinkan terjadinya penyalahgunaan dana deposan dan pemegang surat hutang oleh para pemilik.
Adapun H2 yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H2: Tingkat konsentrasi kepemilikan berpengaruh positif terhadap kebangkrutan bank.

Kepemilikan Konsentrasi
Ukuran yang digunakan untuk mengetahui ukuran konsentrasi kepemilikan adalah Herfindahl
Index (HI). Index ini biasa digunakakan untuk mengetahui tingkat konsentrasi industri maupun untuk
mengetahui informasi yang berhubungan dengan pangsa pasar seluruh perusahaan (Martin, 1994 ). Nilai
HI Diperoleh dengan menghitung jumlah kuadrat kepemilikan saham masing-masing. Jika nilai Herfindahl
Index mendekati 1 dikatakan kepemilikan saham terkonsentrasi, sedangkan jika nilainya mendekati nol
dikatakan kepemilikan saham adalah tersebar.

2. Kepemilikan Bank oleh Institusi


Menurut Pozen (1994), investor institusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu investor pasif dan
aktif. Investor pasif tidak terlalu ingin terlibat dengan keputusan manajemen. Sebaliknya dengan investor
aktif, mereka aktif terlibat dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan. Keberadaan investor

231
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

institusi ini dipandang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan. Tak jarang kegiatan investor
ini mampu meningkatkan harga saham sehingga mampu meningkatkan nilai perusahaaan.
Pushner (1995) melakukan penelitian mengenai struktur kepemilikan di Jepang. Peneliti menguji
pengaruh struktur kepemilikan ekuitas terhadap leverage dan selanjutnya menguji hubungan antara
leverage dengan efisinsi perusahaan. Fokusnya adalah struktur kepemilikan institusi keuangan. Hasilnya
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kepemilikan institusi dengan leverage dan antara
leverage dengan produktifitas. Sehingga secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa struktur kepemilikan
saham oleh institusi keuangan memberi pengaruh yang positif terhadap produktifitas perusahaan.
Penelitian dari Slovin dan Sushka (1993), menunjukkan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat
jika institusi mampu menjadi alat monitoring yang efektif. Penelitian dari Smith (1996) menunjukkan bahwa
aktifitas monitoring institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan
kemakmuran pemegang saham. Hasil ini juga didukung oleh penelitian dari Crutchley et al. (1999) yang
menemukan bahwa monitoring yang dilakukan oleh institusi mampu mensubstitusi biaya keagenan lain
(hutang, deviden dan kepemilikan manajerial) sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan
meningkat.
Kepemilikan institusi tidak selalu meningkatkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusi dapat
menurunkan nilai perusahaan saat kepentingan institusi sejalan dengan kepentingan manajer (Slovin dan
Sushka, 1993). Dalam hal ini, institusi dan manajer memiliki kepentingan yang sama sehingga mereka
berkolusi yang berakibat pada turunnya nilai perusahaan.
Pada kasus di Indonesia, peneliti berpendapat bahwa kepemilikan institusi cukup mampu menjadi
alat monitoring yang baik. Hal ini dikarenankan pemegang saham institusi telah memiliki kemampuan dan
sarana yang memadai untuk memonitor perusahaan dimana sahamnya mereka miliki. Oleh karenanya
bank yang sebagian besar sahamnya dimiliki institusi memiliki kemungkinan kecil untuk bangkrut. Hipotesis
ketiga yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
H3 : Kepemilikan bank oleh institusi berpengaruh negatif terhadap kebangkrutan
bank.

C. Metodologi
Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh perilaku risiko dan struktur kepemilikan (konsentrasi,
institusi) terhadap kebangkrutan bank. Ada dua model yang dapat digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan yaitu logit dan Multivariate Discriminant Analysis (MDA). Tidak seperti pada model logit,
MDA memiliki beberapa persyaratan yang tidak diperlukan dalam model logit (Ohlson, 1980).
Pertama, syarat statistik yaitu : variance covariance matrik dari perusahaan yang fail maupun
survive harus sama dan prediktor harus berdistribusi normal. Dua, output MDA adalah skor yang memiliki
interpretasi terbatas. Tiga, MDA menganut prosedur”matching” artinnya perusahaan yang fail maupun
survive harus memiliki kriteria yang sama misalnya ukuran yang sama maupun industri yang sama.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti memutuskan untuk menggunakan model logit untuk
mengetahui pengaruh perilaku risiko terhadap kebangkrutan bank umum di Indonesia. Adapun modelnya
adalah sebagai berikut:
BANGKRUT = f (RISK, HI, INST, LSIZE )
BANGKRUT : bernilai 1 jika bank bangkrut, bernilai 0 jika bank tidak bangkrut
RISK : Tingkat risiko bank diukur dengan membagi ekuitas dengan total asset
HI : Herfindahl Index, mengukur tingkat konsentrasi kepemilikan
INST : Tingkat kepemilikan institusi
LSIZE : Ukuran perusahaan, log naturan dari total asset

Variabel dependen adalah BANGKRUT (failure), merupakan variabel dikotomous, bernilai satu (1)
jika bank yang diteliti bangkrut dan bernilai nol (0) jika bank tidak bangkrut. Sebuah bank dikategorikan
bangkrut jika bank tersebut dilikuidasi, dimerjer dengan bank yang sehat dan diselamatkan dengan
dukungan keuangan dari pemerintah (Heffernan; 1999).
Variabel independen yang diuji adalah RISK. Dihitung dengan membagi ekuitas dengan total
asset. Semakin tinggi risiko bank semakin besar pula kemungkinan bank untuk bangkrut. Variabel ini

232
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

digunakan pula oleh Knopf dan Teall (1996) saat menguji hubungan antara struktur kepemilikan S&L dan
perilaku risiko saat diterapkannya Financial Institution Reform, Recovery and Enforcement Act tahun 1989.
HI merupakan variabel tingkat konsentrasi kepemilikan bank. Semakin tinggi konsentrasi
kepemilikan, semakin besar kontrol yang dimiliki pemilik untuk mengendalikan bank. Hal ini menyebabkan
besarnya potensi penyalahgunaan dana dari bank yang dimiliki. Oleh karenanya ditengarai variabel ini
berpengaruh positif terhadap kebangkrutan bank.
INST merupakan variabel tingkat kepemilikan bank oleh institusi. Sebuah institusi dipercaya
mempunyai kemampuan dan sarana yang baik untuk mengontrol perusahaan yang dimilikinya. Semakin
besar porsi kepemilikan bank oleh institusi, semakin kecil kemungkinan bank untuk bangkrut.
LSIZE, Variabel ini ditengarai berpengaruh positif terhadap kebangkrutan bank. Pada kasus
Indonesia, bank-bank besar justru menjadi sumber dana bagi pemilik maupun bagi perusahaan yang
berada pada group yang sama.

Sampel
Sampel terdiri dari bank yang dikategorikan bangkrut dan bank yang tidak bangkrut. Adapun
prosedur pemilihan sampel adalah sebagai berikut: (1) bank yang bangkrut adalah bank yang dilikuidasi,
dimerjer maupun mendapat bantuan keuangan dari pemerintah, (2) memiliki data laporan keuangan dua
tahun sebelum bank dikategorikan sebagai bank yang bangkrut, (3) bank yang tidak bangkrut adalah bank
tidak dilikuidasi, dimerjer maupun mendapat bantuan dana dari pemerintah. Adapun untuk sampel bank
yang tidak bangkrut adalah seluruh bank devisa pada tahun 1995 dan tahun 1996. Alasan digunakannya
bank devisa sebagai sampel bank yang tidak bangkrut karena sebagian besar bank yang bangkrut
merupakan bank devisa.
Dari kriteria tersebut diperoleh sampel bank bangkrut sejumlah 29 bank . Jumlah ini sama untuk
tahun 1995 dan tahun 1996. Sampel bank yang tidak bangkrut berjumlah 44 bank untuk tahun 1995 dan
46 untuk tahun 1996.

Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kepemilikan (prosentasi kepemilikan saham
oleh masing-masing pihak), data ekuitas, data total asset. Data yang digunakan adalah data satu dan dua
tahun sebelum tahun 1997 yakni data tahun 1995 dan 1996. Data tersebut diperoleh dari Direktori
Perbankan Indonesia dari Bank Indonesia tahun 1997 sampai 1998. Data kebangkrutan bank diperoleh
dari Infobank tahun 1997 dan tahun 1998.

D. Hasil
Penelitian ini menggunakan model logit untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependennya. namun demikian sebagai gambaran awal juga dilakukan uji beda dua rata-
rata untuk masing-masing variabel independen. Berikut ini hasil uji beda dua rata-rata untuk tahun 1995
dan tahun 1996.
Tabel 2
Hasil Uji Beda Variabel Independen Data Tahun 1995
Bangkrut = f (RISK, HI, INST, LSIZE)
N Mean Std. Error Mean t-test
Risk 1 29 9.86E-02 7.84E-03 -2,151*
0 44 0.126553 9.18E-03
HI 1 29 0.3422631 4.26E-02 -1.862
0 44 0.4631553 4.46E-02
INST 1 29 0.5043759 6.38E-02 -0,941
0 44 0.5917932 6.25E-02
LSIZE 1 29 13.89374 0.2810616 3,403*
0 44 12.95169 0.1278878
Signifikan pada  5%

233
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Tabel 3
Hasil Uji Beda Variabel Independen Data Tahun 1996
Bangkrut = f (RISK, HI, INST, LSIZE)
N Mean Std. Error Mean Uji Beda

Risk 1 29 9,64E-02 6.40E-03 -0,822


0 46 0,1043132
6.50E-03
HI 29 0,387610 4.68E-02 -1,166
1 46 0,460982 4.03E-02
0
INST 29 0,448521 6.26E-02 -3,526*
1 46 0,722300 4.74E-02
0
LSIZE 1 29 14,0639 0.2897 3,072*
0
46 132268 0.1169
Signifikan pada  5%

Dari tabel 2 terlihat hasil uji beda dua rata-rata untuk variabel independen untuk tahun 1995. Pada
variabel RISK nilai rata-rata bank yang bangkrut sebesar 9,86E-02 dan nilai rata-rata untuk bank yang tidak
bangkrut sebesar 0,1266. Adapun nilai t hitung sebesar –2,151 dan signifikan (t tabel 1,96). Dapat
dikatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat risiko antara bank yang bangkrut dengan yang tidak bangkrut.
Terlihat bahwa pada bank yang bangkrut memiliki rata-rata risiko ternyata lebih kecil dibanding yang tidak
bangkrut. Pada tahun 1996, nilai rata-rata RISK untuk bank yang bangkrut sebesar 6,40E-03 sedangkan
untuk bank yang tidak bangkrut sebesar 6,50E-03. Dari uji t terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kedua rata-rata. dapat dikatakan bahwa pada tahun 1996 tidak ada perbedaan risiko
antara bank yang bangkrut dengan bank tidak bangkrut.
Pada uji beda variabel HI yang mengukur konsentrasi kepemilikan terlihat bahwa nilai rata-rata
untuk tahun 1995 sebesar 0,3436 untuk bank bangkrut dan 0,4632 untuk bank yang tidak bangkrut. Nilai t
hitung sebesar –1,862 dan tidak signifikan. dapat dikatakan nilai HI untuk kedua jenis sampel adalah sama.
Pada tahun 1996, nilai rata-rata HI sebesar 0,3876 untuk bank yang bangkrut dan 0,4610. Nilai t hitung
sebesar –1,168 dan tidak signifikan. dapat dikatakan bahwa nilai HI untuk kedua jenis sampel sama.
Pada uji beda variabel INST yang menunjukkan kepemilikan institusi menunjukkan rata-rata bank
yang tidak bangkrut sebesar 0,5044 dan untuk bank yang tidak bangkrut sebesar 0,5918. Nilai t hitung
sebesar –0,941 dan tidak signifikan. Dapat dikatakan bahwa nilai INST untuk kedua jenis sampel sama.
Untuk tahun 1996, rata-rata kepemilikan INST sebesar 0,4485 untuk bank yang bangkrut sedangkan untuk
bank yang tidak bangkrut sebesar 0,7223. Nilai t hitung sebesar –3,528 dan signifikan. Dapat dikatakan
bahwa ada perbedaan besarnya nilai INST.
Variabel independen selanjutnya adalah LSIZE. Nilai rata-rata untuk bank yang bangkrut pada
tahun 1995 sebesar 13,8937 dan untuk bank yang tidak bangkrut sebesar 12,9517. Nilai t sebesar 3,403
dan signifikan. Dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan nilai LSIZE untuk kedua jenis sampel. Pada
tahun 1996 nilai rata-rata LSIZE untuk bank yang bangkrut sebesar 14,0639 sedangkan untuk bank yang
tidak bangkrut sebesar 13,2268. Nilai t 3,072 dan signifikan. dapat dikatakan bahwa ada perbedaan
besarnya nilai LSIZE untuk kedua jenis sampel.
Dari hasil uji beda untuk tahun 1995 dan tahun 1996 terlihat hasil yang tidak sesuai seperti yang
diharapkan. Misalkan nilai rata-rata RISK sebagai proksi dari perilaku risiko, diperkirakan bank yang lebih
berrisiko adalah bank yang bangkrut ternyata sebaliknya. Bank yang lebih berrisiko adalah bank yang tidak
bangkrut (hasil tahun 1995 dan 1996). Begitu juga nilai HI sebagai proksi dari konsentrasi kepemilikan.
Bank yang bangkrut diperkirakan kepemilikan sahamnya lebih terkonsentrasi. Namun hasilnya tidak
menunjukkan seperti itu. Nilai HI justru lebih besar pada bank tidak bangkrut (hasil tahun 1995 dan tahun
1996). Artinya kepemilikan saham pada bank tidak bangkrut justru lebih terkonsentrasi. Selanjutnya agar
dapat diperoleh hasil lebih jelas dilakukan analisis de.ngan regresi logit. Hasilnya tampak seperti tabel 4
berikut ini.

234
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Tabel 4
Hasil Regresi Logit
Bangkrut = f (RISK, HI, INST, LSIZE)
Variabel Tahun 1995 sig Tahun 1996 sig
RISK -7,495 (0,206) 2,096 (0,776)

HI -1,614 (0,15) 0,396 (0,722)

INST -0,222 (0,775) -2,924* (0,01)

LSIZE 0,614* (0,016) 0,805* (0,005)

*Signifikan pada  5%

Dari hasil regresi logit terlihat bahwa koefisien regresi dari perilaku risiko untuk tahun 1995
sebesar –7,495 dan bertanda negatif dan tidak signifikan. Sedangkan untuk tahun 1996 nilainya sebesar
2,096 dan tidak signifikan. Tanda negatif pada tahun 1995 menunjukkan ketidaksesuaian dengan hipotesis
yang dikemukakan. Pada tahun 1996 hasilnya lebih baik, tanda pada koefisien RISK bernilai positif. Artinya
semakin besar tingkat perilaku risiko semakin besar pula kemungkinan bank untuk bangkrut. Akan tetapi
hasil tersebut tidak signifikan.
Koefisien regresi untuk variabel independen kedua HI –1,614 pada tahun 1995 bertanda negatif
dan tidak signifikan. Pada tahun 1996 hasilnya juga membaik, koefisien HI bernilai 0,396 namun juga tidak
signifikan. Dari hasil tersebut terlihat bahwa pada tahun 1995 tidak ada dukungan terhadap hipotesis yang
dikemukakan sebelumnya. Akan tetapi pada tahun 1996 hasilnya menunjukkan bahwa semakin besar
kosentrasi kepemilikan akan semakin besar pula kemungkinan bank untuk bangkrut. Namun demikian hasil
ini juga tidak signifikan.
Variabel independen ketiga adalah INST. Koefisien INST untuk tahun 1995 sebesar –0,222 pada
tahun 1995 dan –2,924 pada tahun 1996. Hasil pada tahun 1995 tandanya tidak sesuai seperti yang
diharapkan dan tidak signifikan, sedangkan pada tahun 1996 tandanya sesuai seperti hipotesis dan
signiufikan pada 5%. dapat dikatakan bahwa kepemilikan saham bank oleh institusi memperkecil
kemungkina bank untuk bangkrut.
Variabel independen keempat adal LSIZE. Variabel ini merupakan variabel kontrol. Hasil untuk
tahun 1995 menunjukkan koefisisen LSIZE sebesar 0,614, bertanda positif dan signifikan. Hasil yang sama
juga terlihat pada tahun 1996, Nilai rata-ratanya sebesar 0,805, bertanda positif dan signifikan pada 5%.
Dari hasil ini terlihat bahwa semakin besar ukuran bank maka semakin besar pula kemungkinannya untuk
bangkrut.

E. Simpulan dan Diskusi


Penelitian ini bertujuan menguji apakah perilaku risiko dan struktur kepemilikan berpengaruh
terhadap kebangkrutan bank di Indonesia. Perilaku risiko dihitung dengan membagi ekuitas dengan total
assetnya. Adapun struktur kepemilikan yang diteliti adalah kepemilikan yang terkonsentrasi dan
kepemilikan oleh institusi.
Diprediksi perilaku risiko akan memperbesar kemungkinan kebangkrutan juga konsentrasi
kepemilikan. Sedangkan variabel lain yaitu kepemilikan institusi akan memperkecil kemungkinan
kebangkrutan, sedangkan varioabel LSIZE akan memperbesar kemungkinan kebangkrutan.
Hasil uji beda tampaknya tidak memberi hasil seperti yang diharapkan, untuk tahun 1995 selain
LSIZE tidak ada beda rata-rata antara variabel independen yang diuji. Kalupun ada perbedaan itupun tidak
signifikan Pada tahun 1966 uji beda yang signifikan hanya pada variabel kepemilikan institusi (INST) dan
LSIZE.
Adapun dari hasil regresi logit diperoleh hasil yang kurang baik untuk tahun 1995. Koefisien RISK
bertanda negatif dan tidak signifikan. Koefisien berubah positif pada tahun 1996. Hal itu menunjukkan
bahwa perilaku risiko memperbesar kemungkinan bank untuk bangkrut. Hal itu menunjukkan sedikit

235
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

dukungan pada hipotesis. Akan tetapi hasil tersebut tidak signifikan. Hasil tersebut tampaknya dapat
dijelaskan dari uji beda terdahulu.
Pada tahun 1995 dan tahun 1995 rata-rata perilaku risiko bank yang tidak bangkrut justru lebih
besar. Artinya bank yang risikonya tinggi justru tidak bangkrut. Dengan kata lain variabel risiko ini belaum
mampu digunakan sebagai pembeda antara bank yang bangkrut dengan bank yang tidak bangkrut.
Begitu pula dengan variabel konsentrasi kepemilikan. Tahun 1995 bertanda negatif dan tidak
signifikan. Tahun 1996 tandanya sudah sesuai yang berarti semakin besar konsentrasi kepemilikan
semakin besar pula kemungkinan untuk bangkrut. namun hasil ini juga tidak signifikan. Dari uji beda tahun
1995 dan 1996, konsentrasi kepemilikan yang lebih besar justru pada bank yang tidak bangkrut. Sama
seperti variabel RISK, variabel konsentrasi kepemilikan ini belum mampu digunakan sebagai pembeda
antara bank yang bangkrut dengan bank yang tidak bangkrut.
Hasil regresi logit untuk kepemilikan institusi (INST) pada tahun 1996 menunjukkan hasil seperti
yang diharapkan. Variabel ini bertanda negatif dan signifikan. Artinya kepemilikan institusi mampu
mengurangi kemungkinan kebangkrutan bank. Dengan kata lain, bank dengan kepemilikan institusi
memiliki kemungkinan kecil untuk bangkrut. Dari hasil ini menunjukkan bahwa untuk kasus di Indonesia
kepemilikan oleh institusi akan lebih baik karena banknya akan menjadi relatif lebih sehat.
Adapun untuk variabel LSIZE menunjukkan hasil seperti yang diharapkan untuk tahun 1995 dan
1996. Variabel ini bernilai positif dan signifikan. Hal ini berarti bank dengan total asset besar memiliki
kemungkinan besar untuk bangkrut. Salah satu penyebab yang mungkin adalah bank besar dimanfaatkan
sebagai kasir bagi para pemilik maupun perusahaan dalam grup yang samanya. Sebagai contoh bank BCA
dijadikan kasir bagi perusahaan dalam kelompok seperti Indofood.

F. Saran untuk Penelitian Selanjutnya


Penelitian ini belum dapat menunjukkan pengaruh perilaku risiko dan konsentrasi kepemilikan
terhadap kebangkrutan bank di Indonesia. Akan tetapi peneliti masih mempercayai bahwa kedua hal
tersebut menjadi penyebab utama kebangkrutan bank. Oleh karenanya pada penelitian selanjutnya perlu
dicari proksi yang lebih tepat untuk ukuran perrilaku risiko. Bila dimungkinkan dapat digunakan ukuran
risiko berbasis pasar (market risk). Sedangkan untuk konsentrasi kepemilikan peneliti berpendapat bahwa
kepemilikan saham yang tidak terkonsentrasi/tersebar adalah lebih baik. Artinya semakin banyak pihak
yang memiliki saham bank maka kinerja bank akan semakin baik. Peneliti mendukung kepemilikan saham
oleh masyarakat melalui pasar modal. Bank yang sahamnya dijual di pasar modal dipercaya memiliki
kinerja lebih baik. Oleh karenanya pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebangkrutan perlu diteliti lebih
jauh dengan berbagai model maupun ukuran.

DAFTAR PUSTAKA
Altman, Edward I., 1968,”Financial Ratios, Discriminant Analysis and The Preiction of Corporate
Bankruptcy”, Journal of Finance, Septembar.
Bathala, Chenchuramaiah T., Kenneth P. Moon, and Ramesh P. Rao, 1994, “Managerial Ownership, Debt
Policy, and Institutional Holding”, Financial Management, Vol. 23., No. 3. Autum.
Bongini, Paola; Stijn Claessens; Giovanni Ferri, 2001,” The Political Economy of Distess in East Asian
Financial Institution”, Journal of Financial Services Research 19:1, 5-25.
Cebenoyan, A. Sinan, Elizabeth S. Cooperman, and Charles A. Regsiter, 1995, “Deregulation,
Reregulation, Equity Ownership, and S&L Risk-Taking”, Financial Management, Vol. 24, No.3,
Autum.
Claessens, Stijn, Simeon Djankov and Larry H.P. Lang, 2000,”The Separation of Ownership and control in
East Asian Corporation, Journal of Financial Economics, 58.
Crutchley, Claire E., Marlin R.H. Jensen, John S. Jahera, Jr Dan Jennie E. Raymonnd, 1999,”Agency
problems and the simultaneity of financial decision making, The role of institutional ownership”,
International Review of Financial Analysis 8:2.

Cole, Rebel A, Jeffery W. Gunther, 1995, Separating tjhr likelihood and timing of bank failure, Journal of
Banking & Finance, No. 19.

236
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

DeGennaro, Ramon P, Larry H.P. Lang dan James B. Thomson, 1993,” Troubled Saving and Loan
Institution :Turnaround Strategies under Insolvency”, Financial Management, Vol. 22, No. 3.
Esty, Benjamin C., 1997,”Organizational form and risk taking in the saving and loan industry”, Journal of
Financial Erconomics 44.
Heffernan, Shelagh, 1999, Modern Banking in Theory and Practices, John Wiley & Son, England.
Hesse, Helmut dan Laura Auria, 1998, The Financial Crisis in Southeast Asia: Causes and Effect on The
Global Economy, Economics, Vol. 57.
Institute of Developing Economic, 2000.
Infobank, Edisi September, No. 229
Gedajlovic, Eric R ; Daniel M. Shapiro,1998,”Management and Ownership Effects: Evidence from Five
Countries”, Strategic Management Journal, Vol. 19, 533-553.
Jensen, Michael, and William Meckling, 1976,”Theory of the Firm:Managerial Behavior, agency cost, and
ownership structure, Journal of Financial Economics 4.
Knopf, John D;Teall, John L, 1996,”Risk Taking Behavior in the US thrift industry: Owwnership structure
and regulatory changes, Journal of Banking and Finance, Vol.:20.
La Porta, Rafael, Florencio Lopez-de-Silanes, Andrei Shleifer, 1999,”Corporate Ownership Around the
World, Journal of Finance, Vol.: LIV, No. 2.
Leonard Paul A. dan Rita Biswas, 1998, The Impact of Regulatory Changes on the Risk-Taking Behavior of
State Charter Savings Banks, Journal of Financial Services Research 13, (37-69).
Martin, Stephen, 1994, Industrial Economics; Economic Analysis and Public Policy, Second Edition.
Meyer, Paul A. Dan Howard W. Pifer, 1970, “Prediction of Bank Failures, Journal of Finance,
Ohlson, James A., 1980, Financial Ratios and the Probabilistic Prediction of Bankruptcy, Journal of
Accounting Research, Spring.
Pyle, David H., 1997,”Bank Risk Management : Theory”, Makalah Seminar, Jerusalem.
Pushner, George M, 1995,”Equity ownership structure, leverage, and productivity: Empirical evidence from
Japan”, Pasific-Basin Finance Journal 3 (241-255).
Saunders, Anthony, Elizabeth Strock, and Nickolaos G. Travlos, 1990,”Ownership Structure, Deregulation,
and Bank Risk Taking, Journal of Finance, Vol. XLV, No. 2.
Saunders, Anthony, 2000, Financial Institutions Management: A Modern Perspectivve,McGraw-Hill, 3rd
edition.
Smith, Michael P, 1996,”Shareholder Activism by Institutional Investors: Evidence from CalPERS, Journal
of Finance, Vol. LI, No.1.
Slovin, Myron B. Dan Marie E. Sushka, 1993,”Ownership Concentration, Corporate Control Activity, and
Firm Value:Evidence from the Death of Inside Blockholders, Journal of Finance, Vol XLVIII, No.4.

237
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Sampel Bank yang Bangkrut dan Tidak Bangkrut


1=Bangkrut
0=Tidak Bangkrut

Bank Bali 1
Bank Baja Int 1
Bank Bukopin 1
BCA 1
Bank Central dagang 1
Bank Danamon Ind 1
Bank Duta 1
Bank Dagang dan Industri 1
Bank Ficorinvest 1
BII 1
Jaya Bank Int 1
Lippo Bank 1
Bank lautan Berlian 1
Bank Niaga 1
Bank Nusa Nasional 1
Bank Prima Expres 1
Bank Putra Surya Perkasa 1
Bank Pos Nusantara 1
Bank RSI 1
Bank Rama 1
Bank Tamara 1
Bank Tiara Asia 1
Bank Universal 1
Bank Aken 1
Bank Dana Hutama 1
Bank Indotrade 1
Bank Patriot 1
Sewu Int. Bank 1
Bank PDFCI 1
Bank Artha Niaga Kencana 0
Bank Asia Pasific 0
Bank Artha Graha 0
Bank Antar Daerah 0
Bank Artha Pratama 0
Artamedia Bank 0
Bank Arya Panduarta 0
Bank Alfa 0
Bank Buana Indonesia 0
Bank Bumi Arta 0
Bank Bahari 0
Bank Bumi Putera Indonesia 0
Bank Century Intervet Corp 0
Bank Dagang Bali 0
Bank Dharmala 0
Bank Ekonomi Rahardja 0
Bank Ganesha 0
Bank Hagaku 0

238
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Halim Indonesia bank 0


Hastin Int. Bank 0
Bank Hagakita 0
Bank Indonesia Raya 0
Bank IFI 0
Bank Kharisma 0
Bank Kesawan 0
Bank Mashill Utama 0
Bank Mauyapada Int 0
Bank Muamalat Ind 0
Bank Metro Express 0
Bank Maspion Ind. 0
Bank Metropolitan Raya 0
Bank Mestika Dharma 0
Bank Namura Ind. 0
Bank NISP 0
Bank Nusantara Parahyangan 0
Pan Ind. Bank 0
Bank Pikko 0
Bank Putera multikarsa 0
Bank Swadesi 0
Sahid Gadjah Perkasa Bank 0
Bank Shinta Ind 0
Tata Int. Bank 0
Bank Umum servitia 0
United City Bank 0
Bank Windu Kentjana 0
Bank Agroniaga 0

239
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

UJI BEDA Th 1996


T-Test
Group Statistics

Std. Error
FAIL N Mean Std. Deviation Mean
RISK-1 1 29 9.64E-02 3.444372E-02 6.40E-03
0 46 .1043132 4.407676E-02 6.50E-03
HI 1 29 .387610 .252275 4.68E-02
0 46 .460982 .273275 4.03E-02
INST 1 29 .448521 .337041 6.26E-02
0 46 .722300 .321334 4.74E-02
LNSIZE 1 29 14.0639 1.5603 .2897
0 46 13.2268 .7927 .1169

240
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Mean Std. Error Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper
RISK-1 Equal variances
.572 .452 -.822 73 .414 -7.92E-03 9.639E-03 -2.7E-02 1.13E-02
assumed
Equal variances
-.869 69.539 .388 -7.92E-03 9.118E-03 -2.6E-02 1.03E-02
not assumed
HI Equal variances
.329 .568 -1.166 73 .247 -7.34E-02 6.293E-02 -.198798 5.21E-02
assumed
Equal variances
-1.187 63.222 .239 -7.34E-02 6.179E-02 -.196842 5.01E-02
not assumed
INST Equal variances
.500 .482 -3.526 73 .001 -.273779 7.764E-02 -.428519 -.119040
assumed
Equal variances
-3.488 57.530 .001 -.273779 7.850E-02 -.430936 -.116623
not assumed
LNSIZE Equal variances
15.131 .000 3.072 73 .003 .8371 .2725 .2940 1.3803
assumed
Equal variances
2.679 37.239 .011 .8371 .3124 .2042 1.4701
not assumed

241
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Logistic Regression Th 1996


Case Processing Summary
a
Unweighted Cases N Percent
Selected Cases Included in Analysis 75 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 75 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 75 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value


0 0
1 1

Block 0: Beginning Block


Classification Tablea,b

Predicted

FAIL Percentage
Observed 0 1 Correct
Step 0 FAIL 0 46 0 100.0
1 29 0 .0
Overall Percentage 61.3
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant -.461 .237 3.786 1 .052 .630

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step Variables V3 .688 1 .407
0 HI 1.371 1 .242
INST 10.916 1 .001
LNSIZE 8.582 1 .003
Overall Statistics 19.649 4 .001

Block 1: Method = Enter

242
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 21.947 4 .000
Block 21.947 4 .000
Model 21.947 4 .000

Model Summary

-2 Log Cox & Snell Nagelkerke


Step likelihood R Square R Square
1 78.138 .254 .344

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.


1 7.325 7 .396

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

FAIL = 0 FAIL = 1
Observed Expected Observed Expected Total
Step 1 8 7.351 0 .649 8
1 2 6 7.009 2 .991 8
3 7 6.552 1 1.448 8
4 8 6.181 0 1.819 8
5 4 5.473 4 2.527 8
6 4 4.684 4 3.316 8
7 3 4.053 5 3.947 8
8 3 2.848 5 5.152 8
9 3 1.850 8 9.150 11

Classification Tablea

Predicted

FAIL Percentage
Observed 0 1 Correct
Step 1 FAIL 0 40 6 87.0
1 13 16 55.2
Overall Percentage 74.7
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step
a
RISK -7.495 5.922 1.602 1 .206 .001
1 HI -1.614 1.145 1.986 1 .159 .199
INST -.222 .776 .082 1 .775 .801
LSIZE .614 .255 5.779 1 .016 1.848
Constant -7.015 3.595 3.807 1 .051 .001
a. Variable(s) entered on step 1: RISK, HI, INST, LSIZE.

243
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

DAFTAR BANK BANGKRUT DAN TIDA


I. Likuidasi 1997
1. Bank Harapan Santosa
2. Bank Guna Int
3. Bank Andromeda
4. Bank Astria Raya
5. Sejahtera Bank Umum
6. Bank Dwipa
7. Bank Kosagraha Semesta
8. Bank Jakarta
9. Bank Citrahasta Dhanamanunggal
10. South East Asia Bank
11. Bank Pinaesaan
12. Bank Mataram Dhanarta
13. Bank Anrico
14. Bank Pasific
15. Bank Industri
II. Bank Take Over 1988
1. Bank Tiara Asia
2. Bank PDFCI
3. Bank Danamon Ind
III. Bank Kategori C th 1988
1. Bank Putra Surya Perkasa
2. Bank Bira
3. Bank Nusa Int
4. Bank Aspac
5. Bank Utama
6. Bank Ficorinvest
7. Bank Papan
8. Bank Nasional
9. Bank Dagang dan Industri
10. Bank Intan
11. Bank Tata
12. Bank Lautan Berlian
13. Bank Sewu Int
14. Bank Dewa Rutji
15. Bank Uppindo
16. Bank Danahutama
17. Bank Central Dagang
18. Bank Aken
19. Bank BTPN
20. Bank Indotrade
21. Bank Patriot
IV. BTO Maret 1999
1. Bank RSI
2. Bank rama
3. Bank Jaya
4. Bank Duta
5. Bank Niaga
6. Bank Pos Nusantara
7. Bank Tamara
8. BCA
9. Bank Nusa nasional

244
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

V. Bank Rekapitalisasi Maret 1999


1. BPD Sulawesi Utara
2. BPD Bengkulu
3. Bank Jatim
4. Bank Kalbar
5. Bank DKI
6. Bank BPD Jateng
7. BPD Nusa Tenggara Timur
8. BPD Nusa Tenggara Barat
9. Bank Patriot
10. Bank Bali
11. BPD Sumatra Utara
12. Bank Media
13. BPD Aceh
14. Bank Prima Express
15. Bank Bukopin
16. Bank Lippo
17. BII
18. Bank Negara Indonesia
19. Bank Rakyart Indonesia
20. Bank Universal
21. Bank Tabungan Negara
22. Bank Bumi daya
23. Bank Dagang Negara
24. Bank Ekspor Impor Ind
25. BPD Lampung
26. BPD Maluku
27. Bapindo

Bank-Bank yang “Survive” (114)


J. Bank Umum Swasta Nasional Devisa (29)
1. PT Artamedia Bank
2. PT Bank Artha Graha
3. PT Bank Arta Niaga Kencana
4. PT Bank Antar Daerah
5. PT Bank Buana Indonesia
6. PT Bank Bumiputera Indonesia
7. PT Bank Bumi Arta
8. PT Bank CIC Internasional
9. PT Bank Dagang Bali
10. PT Bank Ekonomi Raharja
11. PT Bank Ganesha
12. PT Bank Haga
13. PT Bank Hagakita
14. PT Halim Indonesia Bank
15. PT Bank IFI
16. PT Bank Kesawan
17. PT Bank Mestika Dharma
18. PT Bank Maspion Indonesia
19. PT Bank Mayapada Internasional
20. PT Bank Muamalat Indonesia
21. PT Bank Metro Ekspres
22. PT Bank Nusantara Parahyangan

245
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

23. PT Bank NISP


24. PT Bank Pikko
25. PT Pan Indonesia Bank
26. PT Bank Shinta Indonesia
27. PT Bank Swadesi
28. PT Bank Unibank
29. PT Bank Windu Kentjana
II. Bank Umum Swasta Nasional Bukan Devisa (44)
1. PT Anglomas Internasional Bank
2. PT Alfindo Sejahtera
3. PT Bank Artos Indonesia
4. PT Agroniaga bank
5. PT Bank Akita
6. PT Bank Asiatic
7. PT Bank Bintang Manunggal
8. PT Bank Bisnis Internasional
9. PT Centratama Nasional Bank
10. PT Dipo Internasional Bank
11. PT Bank Djasa Arta
12. PT Bank Danpac
13. PT Bank Eksekutif Internasional
14. PT Bank Fama Internasional
15. PT Global Internasional bank
16. PT Bank Harfa
17. PT Bank Harda Internasional
18. PT Bank Harmoni Internasional
19. PT Bank Himpunan Saudara 1906
20. PT Bank Indomonex
21. PT Bank Ina Perdana
22. PT Bank Index Selindo
23. PT Bank Jasa Jakarta
24. PT Bank Kesejahteraan Ekonomi
25. PT Liman Internasional Bank
26. PT Bank Mitraniaga
27. PT Bank Mayora
28. PT Mega Bank
29. PT Bank Multi Arta Sentosa
30. PT Bank Prasidha Utama
31. PT Prima Master Bank
32. PT Bank Purba Danarta
33. PT Bank Ratu
34. PT Bank Royal Indonesia
35. PT Bank Sinar harapan Bali
36. PT Bank Swansarindo Internasional
37. PT Bank Swaguna
38. PT Bank Syariah Mandiri
39. PT Bank Sri Partha
40. PT Tabungan Pensiunan Nasional
41. PT Bank Umum Tugu
42. PT Bank UIB
43. PT Bank Victoria Internasional
44. PT Bank Yudha Bhakti

246
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

III. Bank Pembangunan Daerah (12)


1. BPD Bali
2. BPD Irian Jaya
3. BPD Jambi
4. BPD Kalimantan Tengah
5. BPD Kalimantan Timur
6. BPD Kalimantan Selatan
7. BPD Riau
8. BPD Sumatra Selatan
9. BPD Sumatra Barat
10. BPD Sulawesi Selatan
11. BPD Sulawesi Tengah
12. BPD Sulawesi Tenggara
IV. Bank Campuran (29)
1. PT ANZ Panin Bank
2. PT BNP Lippo Indonesia
3. PT BII Commonwealth
4. PT Bank Chinatrust Tamara
5. PT Bank Credit Lyonais Indonesia
6. PT Bank DBS Buana
7. PT Daiwa Perdania Bank
8. PT Bank Dai-Ichi Kangyo
9. PT Bank Finconesia
10. PT Fuji Bank Internasional
11. PT Bank Hanvit Indonesia
12. PT Bank IBJ Indonesia
13. PT Indosuez Indonesia Bank
14. PT Inter Pacific Bank
15. PT ING Indonesia Bank
16. PT Keppel Tat Lee Buana Bank
17. PT Korea Exchange Bank Danamon
18. PT May bank Nusa Internasional
19. PT Bank Merincorp
20. PT Bank Multicor
21. PT Bank Paribas-BBD Indonesia
22. PT Bank OCBC-NISP
23. PT Rabobank Duta Indonesia
24. PT Bank Societe Generale Indonesia
25. PT Bank Sumitomo Niaga
26. PT Sanwa Indonesia Bank
27. PT Bank Sakura Swadarma
28. PT Tokai Lippo Bank
29. PT United Overseas Bank Bali

247
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003
Pengaruh Perilaku Risiko dan Struktur Kepemilikan terhadap Kebangkrutan Bank SESI
di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997

Bank yang dilikuidasi (Infobank)


1. Bank Harapan Santosa
2. Bank Guna Internasional
3. Bank Andromeda
4. Bank Astri Raya
5. Sejahtera Bank Umum
6. Bank Dwipa
7. Bank Kosagraha Semesta
8. Bank Jakarta
9. Bank Citrahasta Dhanamanunggal
10. South East Asia Bank
11. Bank Pinaesaan
12. Bank Mataram Dhanarta
13. Bank Anrico
14. Bank Pacific
15. Bank Industri
16. Bank Umum Majapahit
17. Bank Centris
18. Bank Deka
19. Bank Hokindo
20. Bank Kredit Asia
21. Bank Pelita
22. Bank Subentra
23. Bank Surya
Bank Beku Operasional (Infobank)
1. Bank Dagang Nasional Indonesia
2. Bank Modern
3. Bank Umum Nasional
Bank Dikuasai pemerintah (Infobank)
1. Bank PDFCI
2. Bank Tiara Asia
Bank dalam pengawasan BPPN (makalah Anwar Nasution)
1. BCA
2. Bukopin
3. Bank Niaga
4. Bank Danamon
5. Bank Lippo
6. BII
7. Bank Artamedia
8. Bank Bali
9. Bank Patriot
10. Bank Prima Express
11. Bank Universal

248
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI VI
Surabaya, 16 – 17 Oktober 2003

Anda mungkin juga menyukai