DISUSUN OLEH :
NAMA: Andi Arnis
Zainal NIM:
105111104422
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2023/2024
KONSEP HEMODIALISIS
A. Definisi Hemodialisis
Hemodialis merupakan terapi yang dilakukan untuk menggantikan fungsi kerja
ginjal dengan menggunakan suatu alat yang di buat khusus bertujuan untuk
mengobati gejala serta tanda akibat LFG dengan kadar rendah, target
dilakukannya terapi ini adalah untuk menambah jangka waktu hidup penderita
CKD serta dapat meningkatkan kualitas hidup penderita. Secara sederhana
hemodialisis dapat diartikan sebagai metode pencucian darah, dengan cara
membuang sisa ataupun senyawa berbahaya yang berlebihan, lewat membran
semi permeabel yang dilakukan untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah
tidak berfungsi dengan baik. Hemodialisis adalah suatu proses pemisahan atau
penyaringan darah melalui membran semipermeabel yang dilakukan pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal baik yang kronik maupun akut (Lumbantobing,
2022).
B. Tujuan Hemodialisis
Tujuan dilakukannya terapi hemodialysis adalah sebagai berikut :
1. Menggantikan peranan ginjal dalam membuang sisa-sia metabolisme dalam
tubuh, diantaranya ureum, dan kreatinin.
2. Menggantikan peranan ginjal dalam proses pengeluaran cairan tubuh yang
semestinya dikeluarkan dalam bentuk urin dan menjaga keseimbangan
elektolit dan asam basa.
3. Menggantikan fungsi ginjal ketika menunggu pengobatan yang lain.
4. Meningkatkan kualitas hdup pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal.
C. Indikasi Hemodialisis
Indikasi hemodialisis dibagi menjadi dua jenis, yaitu (Nuari 2017):
a) Hemodialisis emergency
Tindakan hemodialisis harus dilakukan segera, indikasi hemodialisis emergency
antara lain disebabkan karena:
1. Kegawatan ginjal seperti uremia berat atau overhidrasi, oliguria (produksi
urine < 200ml/12 jam), anuria Produksi urine 6,5 dan disertai perubahan
pada EKG), asidosis berat (pH 150mg/dL), ensefalopati uremia,
neuropati/miopati uremia, pericarditis uremikum, dan hipernatremia berat
(Na>160 atau <115 mmol/L).
2. Keracunan akut yang bisa melewati membrane dialisis seperti keracunan
alkohol dan obat-obatan.
b) Hemodialisis kronik
Menurut K/DOQI dialisis dilakukan jika GFR pasien ,15 ml/menit, disertai
gejala uremia yaitu letarghy, anoreksia,nausea,mual dan muntah, adanya
gejala malnutrisi yang ditandai dengan hilangnya masa otot atau adanya
hipertensi, kelebihan cairan dan komplikasi reftrakter.
D. Kontraindikasi
Kontraindikasi tindakan hemodialisis diantaranya adalah (Nuari 2017) :
1. Hipotensi
2. Sindroma otak organik
3. Akses vaskuler yang sulit
4. Hemodinamik dan koagulasi yang tidak stabil
5. Alzheimer
6. Demensia multi infark
7. Sindroma hepatorenal
8. Sirosis hepatis
E. Komplikasi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan intervensi untuk mengganti sebagian dari fungsi ginjal.
Intervensi ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir stadium
akhir. Walaupun intervensi hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang
cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat
menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang
menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya
menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat
hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani
hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari responden hemodialisis tekanan
darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau
intradialytic hypertension (Agarwal dkk dalam Mahmudah, 2017). Komplikasi
hemodialysis dibagi menjadi dua yakni : a) Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, hipertensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada,
sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil.
Tabel 1. Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan,
terapi antihipertensi, infark jantung,
temponade, reaksi anafilaksis
Dialysis diakhiri dengan menghentikan darah dari klien, membuka selang normal
salin dan membilas selang untuk mengembalikan darah pasien. Pada akhir
dialysis, sisa akhir metabolism dikeluarkan, keseimbangan elektrolit tercapai dan
buffer system telah diperbaharui (Brunner & Suddart, 2010).
H. Lama Waktu Hemodialisis
Lama waktu hemodialisis terbagi menjadi dua kategori yaitu (Insani et al., 2019):
a) Kategori baru apabila terapi hemodialisis kurang dari 24 bulan
b) Kategori lama apabila terapi hemodialisis telah lebih dari 24 bulan Lama
menjalani hemodialisis akan berpengaruh terhadap penurunan kadar asam amino.
Pasien yang menjalani terapi hemodialisis biasanya akan mengalami penurunan
nafsu makan, sehingga asupan makanan pasien akan berkurang dan tubuh akan
kehilangan massa otot dan lemak yang berada di subkutan. Pasien PGK dengan
hemodialisis akan mulai mengalami penurunan berat badan pada tiga bulan
pertama menjalani hemodialisis, kemudian akan menurun secara signifikan
setelah satu tahun menjalani hemodialisis (Syara et al., 2020).
KONSEP CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
A. Definisi Cronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam mempertahankan
keseimbangan volume dan komposisi cairan tubuh dalam asupan batas normal,
dengan fungsi utama untuk menyaring (filtrasi) dan mengeluarkan zat-zat sisa
metabolisme (racun) dari dalam tubuh melalui urine, mengatur volume dan
komposisi kimia dalam darah, keseimbangan osmotik, mengatur keasaman dan
basa darah, sistem pengaturan hormon. Jika ginjal telah mengalami kerusakan
maka akan sulit untuk mempertahankan kondisi ginjal yang baik. Salah satu
penyakit akibat kegagalan ginjal dalam melakukan fungsinya adalah Chronic
Kidney Desease (CKD).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan keseimbangan dan integritas tubuh yang muncul secara
bertahap lebih dari 3 bulan ditandai dengan kelainan struktur atau fungsi ginjal
dengan atau tanpa adanya penurunan LFG. Menurut Patricia (2010), Chronic
Kidney Desease (CKD) adalah penyakit penurunan fungsi ginjal yang progresif
dan tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala
(irreversible) dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 mL/menit dalam
waktu 3 bulan atau lebih, sehingga tubuh gagal mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.
B. Epidemiologi Cronic Kidney Disease (CKD)
Penderita Gagal Ginjal terbanyak berada pada kelopok usia 45 - 54 tahun yaitu
sebanyak 31 % dan usia 55 - 64 tahun sebanyak 31% dengan jenis kelamin
terbanyak yaitu laki - laki. Sedangkan peluang hidup pasien satu bulan orang
hemodialisa adalah 87,3% lebih tinggi dibandingkan dengan peluang hidup 1
tahun yaitu sebesar 46,7% (Juwita & Kartika, 2019). Menurut data World Health
Organization (WHO), penyakit gagal ginjal kronis telah menyebabkan kematian
pada 850.000 orang setiap tahunnya. Angka tersebut menunjukkan bahwa
penyakit gagal ginjal kronis menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai
penyebab angka kematian dunia. Hasil Riskesdas 2018 menunjukan peningkatan
pada pasien gagal ginjal sebanyak 0,38% per 100 penduduk. karena Riskesdas
2013 hanya
menangkap data orang yang terdiagnosis PGK sedangkan sebagian besar PGK di
Indonesia baru terdiagnosis pada tahap lanjut dan akhir (RI, 2017).
C. Etiologi Cronic Kidney Disease (CKD)
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut (Andra and Yessie, 2013):
a) Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah
Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau
lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.
Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang
tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas
system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan
akhirnya gagal ginjal.
b) Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis.
c) Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden
dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
d) Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
e) Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.
f) Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
g) Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.
D. Patofisologi Cronic Kidney Disease (CKD)
Penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangannya selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Mula-mula karena adanya zat toksik. Infeksi dan obstruksi
saluran kemih yang menyebabkan retensu urine. Dari penyebab tersebut
glomerular filtration rate (GFR) di seluruh masa nefron turun dibawah normal.
Hal yang dapat terjadi dari menurunnya GFR meliputi: sekresi ptotein terganggu,
retensi Na dan sekresi eritropoitin turun. Hal ini mengakibatkan terjadinya
sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatatn asam lambung yang meningkat
akan merangsang mual, dapat juga terjadi iritasi pada lambung dan pendarahan
jika iritasi pada lambung dan pendarahan tersebut tidak ditangani yang dapat
menyebabkan melena.
Proses retensi Na menyebabkan total cairan ekstra seluler meningkat, kemudian
terjadilah edema. Edema tersebut menyebabkan beban jantung naik sehingga
adanya hipertrofi ventriker kiri dan curah jantung menurun. Proses hipertrofi
tersebut diikuti juga dengan menurunnya cardiac output yang menyebabkan
mernurunnya aliran darah ke ginjal, kemudian terjadilah retensi Na dan H2O
meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan volume cairan pada pasien GGK.
Menurunnya cardiac output juga dapat menyebabkan suplai oksigen ke jaringan
mengalami penurunan menjadikan metabolism anaerob menyebabkan timbunan
asam meningkat sehingga nyeri sendi terjadi, selain itu cardiac output juga dapat
mengakibatkan penurunan suplai O2 ke otak yang dapat mengakibatkan
kehilangan kesadaran.
Hipertrofi ventrikel akan mengakibatkan ventrikel jantung kiri naik,
mengakibatkan tekanan vena pulmonalis sehingga kapiler paru naik terjadi
edema paru yang mengakibatkan difusi O2 dan CO2 terhambat sehingga pasien
merasakan sesak. Adapun Hb yang menurun akan mengakibatkan suplai O2 Hb
turun dan pasien GGK akan mengalami kelemahan atau gangguan perfusi
jaringan (Corwin 2009).
E. Klasifikasi Cronic Kidney Disease (CKD)
Penyakit CKD selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR yang tersisa
(Muttaqin & Sari, 2011). (Price dan Wilson, 2012) menjelaskan perjalanan klinis
umum CKD progresif dibagi menjadi tiga stadium yaitu: a) Stadium 1
(penurunan cadangan ginjal)
Pada stadium pertama kreatinin serum dan kadar BUN normal dan
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi
beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine.
(Muttaqin & Sari, 2011). menjelaskan penurunan cadangan ginjal yang terjadi
apabila GFR turun 50% dari normal.
b) Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari
normal). Pada tahap ini BUN mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin
serum mulai meningkat melebihi kadar normal, azotemia ringan, timbul
nokturia dan poliuri.
c) Stadium 3 (gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Stadium ketiga disebut penyakit ginjal stadium akhir (ERSD) yang dapat
terjadi apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai GFR 10% dari keadaan
normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml permenit atau kurang.
Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN meningkat sangat menyolok
sebagai respons terhadap GFR yang mengalami sedikit penurunan. KDOQI
merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan
GFR yaitu:
3. Kelebihan volume cairan 1. Electrolit and acid Manajemen Cairan Manajemen Cairan
base balanced 1. Kaji tanda-tanda vital 1. Peninggian tekanan
2. Fluid balanced 2. Batasi asupan air darah menunjukan
3. Hydration 3. Kaji lokasi dan hipervolemia
luasnya edema, jika 2. Ketika fungsi ginjal
yang menurun,
Kriteria Hasil : ada
4. Berikan diuretic
yang
1. Terbebas dari edema, efusi, diresepkan kemampuan untuk
anaskara. mengeliminasi
2. Bunyi nafas bersih, tidak Monitor Cairan kelebiham cairan
ada dyspnea/ortopneu. 1. Monitor berat badan rusak
3. Terbebas dari distensi vena 2. Monitor asupan 3. Adanya edema
jugularis, reflek dan pengeluaran menunjukan adanya
hepatojugular (+) 3. Berikan dialysis dan catat akumulasi cairan di
4. Memelihara tekanan vena reaksi pasie jaringan interstisial
sentral, tekanan kapiler tubuh yang salah
paru, output jantung dan satu kemungkinan
vital sign dalam batas penyebabnya
normal. perpindahan cairan
5. Terbebas dari kelelahan, ke jaringan
kecemasan atau 4. Diuretic bertujuan
kebingungan. untuk menurunkan
volume plasma dan
6. Menjelaskan indikator cairan di jaringan
kelebian cairan sehingga
menurunkan resiko
terjadinya
edema paru
4. Ketidakefektifan perfusi 1. Circulation status Manajemen Hipovolemi Manajemen
jaringan perifer 2. Tissue perfusion : 1. Monitor status Hipovolemi
cerebral hemodinamik meliputi 1. Memberikan
nadi dan tekanan darah. informasi tentang
Kriteria Hasil : 2. Monitor adanya tanda- derajat atau
1. Mendemonstrasikan status tanda dehidrasi. keadekuatan perfusi
sirkulasi 3. Instruksikan pada pasien jaringan dan
2. Tekanan systole dan untuk menghindari posisi menentukan
diastole dalam rentang yang berubah cepat, kebutuhan
yang diharapkan khususnya dari posisi intervensi
3. Tidak ada ortostatik terlentang pada posisi 2. Dehidrasi
hipertensi duduk atau berdiri. menunjukan adanya
6. Mampu berpindah
dengan atau tanpa Terapi aktivitas
bantuan alat. 1. Menghindari
ketidaknyamanan
7. Status kardiopulmonari
klien
adekuat
8. Sirkulasi status baik