Adversity Quotient Mahasiswa Tunanetra
Adversity Quotient Mahasiswa Tunanetra
Abstract
This study aims to determine adversity quotient of students with disabilities (blind) in resolving and
overcoming difficulties while studying in college. The informants are three visually impaired students
who are already taking classes for four semesters and follows the student college organization. This
study used qualitative methods of phenomenology. The data in this study comes from the words and
actions of informants obtained by using observation and interviews. The data analysis used coding
techniques. Results from this study indicate adversity quotient obtained from the collaboration of the four
dimensions of adversity quotient, which is control, origin and ownership, reach, and endurance.
Adversity quotient students with disabilities (blind) are influenced by internal and external motivational
factors, perseverance, learning, risk taking behavior, competitiveness, and independence. In addition, a
sense of gratitude for the conditions experienced, the experience of all the difficulties, and extensive
network of friends also affects their adversity.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adversity quotient mahasiswa difabel (tunanetra) dalam
menyelesaikan dan mengatasi kesulitan dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Informan
terdiri dari tiga mahasiswa difabel tunanetra yang sudah menempuh kuliah selama empat semester dan
mengikuti organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
fenomenologi. Data dalam penelitian ini bersumber dari kata-kata dan tindakan informan yang diperoleh
dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Sedangkan analisis data penelitian ini dengan
menggunakan teknik koding. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adversity quotient diperoleh dari hasil
kolaborasi empat dimensi adversity quotient, yaitu kendali diri (control), asal-usul dan pengakuan (origin
dan ownership), jangkauan (reach), dan daya tahan (endurance). Adversity quotient mahasiswa difabel
(tunanetra) dipengaruhi oleh faktor motivasi (internal dan eksternal), ketekunan, belajar, mengambil
resiko, daya saing, dan kemandirian. Selain itu, rasa “syukur” atas kondisi yang dialami, pengalaman
menghadapi berbagai kesulitan, dan jaringan pertemanan yang luas juga mempengaruhi adversity mereka.
115
ADVERSITY QUOTIENT MAHASISWA TUNANETRA
kesulitan yang dimilikinya serta akan kendali diri yang baik individu
mengubahnya menjadi peluang diharapkan mampu berperilaku adaptif
keberhasilan dan kesuksesan. Adversity ketika menghadapi kesulitan Origin dan
quotient menurut Stoltz (2000) Ownership (asal-usul dan pengakuan)
merupakan suatu potensi yang dengan yang mempertanyakan dua hal yaitu
ini individu dapat mengubah hambatan siapa atau apa yang menjadi asal usul
menjadi peluang, lalu menyatakan kesulitan dan sampai sejauh manakah
bahwa suksesnya suatu pekerjaan dan seseorang mengakui akibat-akibat
hidup individu di tentukan oleh adversity kesulitan itu. Reach (jangkauan)
quotient (AQ). Begitu juga dengan Al merupakan kemampuan individu untuk
Kumayi dalam bukunya Kecerdasan 99 memperkecil akibat dari kesulitan agar
(2006) yang mendefinisikan kecerdasan kesulitan yang dihadapi tidak
adversitas (adversity quotient) sebagai mempengaruhi sisi lain dari
kecerdasan yang dimiliki seseorang kehidupannya. Endurance (daya tahan)
dalam mengatasi kesulitan dan sanggup merupakan kemampuan individu untuk
bertahan hidup. Dengan AQ, individu bertahan dalam kesulitan yang
bagai diukur kemampuannya dalam dihadapinya.
mengatasi setiap persoalan hidup untuk Adapun faktor-faktor yang
tidak berputus asa. mempengaruhi adversity quotient yaitu
Adversity Quotient memiliki daya saing, produktivitas, kreativitas,
dimensi-dimensi yang dapat memberikan motivasi, belajar, ketekunan, mengambil
gambaran mengenai ketangguhan resiko, perbaikan, merangkul perubahan,
individu dalam menghadapi hambatan keuletan, stress, tekanan, dan
atau kesulitan. Selain itu, dimensi kemunduran (Stoltz, 2000). Stoltz
tersebut dapat memprediksi kendali membagi individu menjadi 3 (tiga)
individu dalam menghadapi kondisi kelompok berdasarkan respons individu
tersebut. Dimensi adversity quotient pada sebuah kesulitan yang dihadapi.
lebih sering disebut dengan CO²RE yaitu Tiga tipe individu tersebut yaitu quitters,
Control (kendali) yang merupakan climbers, dan campers. Quitters
kemampuan individu dalam menunjukkan individu dengan respon
mengendalikan peristiwa sulit. Dengan negatif pada kesulitan dan lebih memilih
jalan yang mudah serta datar menuju duanya) tidak berfungsi sebagai saluran
kesuksesan. Sedangkan campers penerima informasi dalam kegiatan
menunjukkan individu yang mudah sehari-hari seperti halnya orang awas.
merasa puas dengan menikmati hasil Secara ilmiah (Somantri, 2006),
jerih payah dan kenyamanan yang sudah ketunanetraan dapat disebabkan oleh
diperoleh. Berbeda dengan climbers faktor dari dalam diri seseorang
yang memperlihatkan individu yang (internal) ataupun faktor dari luar orang
berupaya memenuhi kebutuhan tersebut (eksternal). Hal-hal yang
aktualisasi diri menurut hierarki termasuk faktor internal yaitu faktor-
kebutuhan Maslow. faktor yang erat hubungannya dengan
kondisi bayi selama masih dalam
Mahasiswa Difabel (Tunanetra)
kandungan. Sedangkan hal-hal yang
Menurut Poerwadarminta (2005)
termasuk dalam faktor eksternal
mahasiswa adalah mereka yang sedang
diantaranya faktor-faktor yang terjadi
belajar di perguruan tinggi. Mahasiswa
pada saat atau sesudah bayi dilahirkan.
jika dilihat dari segi usia terbagi kedalam
Somantri (2006) mengklasifikasikan
dua kategori, yaitu kategori remaja akhir
tunanetra menjadi dua macam, yaitu,
yaitu pada rentang usia 18-21 tahun dan
buta dan low vision. Dikatakan buta jika
kategori dewasa awal dengan rentang
seseorang sama sekali tidak mampu
usia 22-28 tahun (Monks, 2001). Difabel
menerima rangsang cahaya dari luar
merupakan akronim dari “differently
(visusnya 0). Sedangkan Low Vision
abbled” (perbedaan kemampuan),
bila individu masih mampu menerima
merupakan terma baru yang digagas
rangsang cahaya dari luar, tetapi
untuk menggantikan istilah “penyandang
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika
cacat” (Ro’fah dan Muhrisun, 2010).
individu tersebut hanya mampu
Istilah tunanetra menurut
membaca headline pada surat kabar.
Depdiknas, (1997) diartikan sebagai
rusak mata, luka mata, tidak memiliki Metode
mata berarti buta atau kurang dalam Penelitian ini menggunakan
pengelihatannya. Somantri (2006), pendekatan kualitatif dengan jenis
mengartikan tunanetra sebagai individu penelitian fenomenologi. Sumber data
yang indera penglihatannya (kedua- utama dalam penelitian ini adalah kata-
kata dan tindakan yang didapatkan dari adversity quotient yang berbeda dalam
wawancara dan observasi (Moleong, penyelesaian kendala perkuliahan. Jika
2010). Metode analisis data dalam dilihat dari faktor yang mempengaruhi,
penelitian ini menggunakan analisis adversity quotient pada mahasiswa
tematik. Data selama penelitian difabel dapat dilihat dari motivasi,
berlangsung ditulis dalam bentuk ketekunan, dan pengambilan resiko.
transkrip verbatim yang merupakan Informan I dan 2 mendapatkan
langkah awal coding. Langkah-langkah dukungan dari pihak keluarga untuk
koding yang dilakukan untuk melanjutkan pendidikan tingginya. Salah
menganalisis transkrip verbatim terdiri satu bentuk dukungannya dengan
dalam 3 bagian, yaitu (Poerwandari, pemberian fasilitas-fasilitas penunjang
2005): koding terbuka (open coding), pendidikan. Akan tetapi, tidak pada
koding aksial (axial coding), dan koding informan 3 yang tidak mendapatkan
selektif (selective coding). dukungan dari keluarga untuk kuliah.
Pada penelitian ini untuk Keinginan untuk membuktikan pada
membuktikan validitas dilakukan dengan orang lain atas kemampuannya meski
triangulasi sumber-sumber data yang dealam kondisi fisik terbatas dimiliki
berbeda untuk membangun justifikasi oleh ketiga informan. memiliki
tema-tema secara koheren. Sedangkan beberapa cara untuk mendapatkan materi
reliabilitas penelitian ini diperoleh di dalam kelas baik yang disampaikan
dengan mengecek hasil transkripsi oleh dosen ataupun teman-temannya.
verbatim untuk memastikan tidak adanya Berbagai cara berusaha dilakukan
kesalahan selama proses transkripsi. ketiga informan untuk menyelesaikan
Kemudian memastikan tidak ada definisi kendala dan kesulitan di perkuliahan.
dan makna yang mengambang mengenai Menyalin catatan teman dan mencatat
kode-kode selama proses coding penjelasan dosen dengan tulisan braille
(Creswell, 2009). atau merkam penjelasan dosen dengan
alat perekam suara. Cara tersebut
Hasil
dilakukan untuk menyelesaikan kendala
Berdasarkan rangkuman dari hasil
materi. Dalam menyiasati kendala tugas,
wawancara dan observasi, ketiga
ketiga informan membutuhkan relawan
informan memiliki kecenderungan
kesulitan secara positif seperti tetap Departemen Agama RI. (2005). Al-
Qur’an dan terjemahannya.
bersyukur dengan kondisinya. Bagi
Semarang: CV. Asy Syifa’.
keluarga untuk memberikan perhatian
Depdiknas. (2004). Pedoman pendidikan
dan dukungan psikologis dari keluarga. terpadu menuju pendidikan
Bagi civitas akademika hendaknya inklusif. Jakarta: Direktorat
Pembinaan SLB Dirjen
bersikap positif dalam memberikan Manajemen Pendidikan.
penilaian terhadap mahasiswa difabel.
Depdiknas. (1997). Kamus Besar
Bagi peneliti selanjutnya dalam Bahasa Indonesia, (Cetakan
mengadakan penelitian sejenis kesembilan). Jakarta: Balai
Pustaka.
diharapkan mengambil cakupan wilayah
penelitian yang lebih luas. Hal ini dapat Efendi, M. (2006). Pengantar
psikopedagogik anak berkelainan.
dilakukan dengan menambah informan Jakarta: Bumi Aksara.
penelitian, seperti mahasiswa difabel
Moleong, L. J. (2010). Metodelogi
tunarungu dan tunadaksa untuk
penelitian kualitatif. Bandung : PT.
memperluas dan memperkaya gambaran Remaja Rosdakarya
adversity quotient pada keseluruhan
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Siti
mahasiswa difabel. R.H. (2001). Psikologi