Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016

“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”


Jatinangor, 27-28 Oktober 2016
ISBN 978-602-72216-1-1

Pengelompokkan Kabupaten/Kota Di Pulau Jawa Berdasarkan


Pembangunan Manusia Berbasis Gender Menggunakan
Bisecting K-Means
Dila Fitriani Azuri*, Zulhanif, Resa Septiani Pontoh

Departemen Statistika, FMIPA Universitas Padjadjaran


*E-mail: dilafazuri@gmail.com

Abstrak

Pemaknaan gender pada pembangunan manusia berbasis gender mengacu pada perbedaan laki-laki dan
perempuan dalam peran, perilaku, kegiatan serta atribut yang dikontruksikan secara sosial. Perbedaan ini
tidak menjadi masalah bila disertai keadilan, namun dalam kenyataannya terjadi ketidakadilan gender.
Indikator untuk evaluasi pembangunan berbasis gender, yaitu Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Nilai IPG dan IDG pada setiap Kabupaten/Kota di pulau Jawa
masih terjadi ketimpangan yang menandakan belum terjadinya pemerataan pembangunan yang dirasakan
oleh seluruh rakyat. Salah satu prasyarat keberhasilan program pembangunan bergantung pada ketepatan
pengidentifikasian target group dan target area. Pada penelitian ini digunakan Bisecting K-means untuk
pengelompokkan Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. Dari penelitian didapatkan 3 klaster yang terbentuk baik
pada laki-laki ataupun perempuan. Pada klaster laki-laki, klaster 1 beranggotakan 32 Kabupaten/Kota,
anggota pada klaster 2 yaitu 43 Kabupaten/Kota, dan klaster 3 terdapat 44 Kabupaten/Kota. Nilai
silhouette coefficient pada klaster laki-laki yaitu 0,3. Sedangkan pada klaster perempuan yaitu dimana
pada klaster 1 beranggotakan 42 Kabupaten/Kota, anggota pada klaster 2 yaitu 42 Kabupaten/Kota, dan
klaster 3 terdapat 35 Kabupaten/Kota. Nilai silhouette coefficient pada klaster perempuan yaitu 0,26. Baik
pada klaster perempuan ataupun laki-laki, klaster yang terbentuk masih tergolong lemah.

Kata Kunci: Bisecting K-means, Metode Elbow, Pembangunan Manusia Berbasis Gender, Radial Plot,
Silhouette Coefficient

1. Pendahuluan kebijakan dan strategi pembangunan bisa tepat


Pembangunan manusia berbasis gender sasaran dan tepat guna. Salah satu prasyarat
merupakan salah satu indikator yang menjadi keberhasilan program-program pembangunan
perhatian dunia. Pemaknaan gender mengacu pada sangat bergantung pada ketepatan
perbedaan laki-laki dan perempuan, perbedaan ini pengidentifikasian target group dan target area
tidak menjadi masalah bila disertai keadilan antar (Basri, 1995, seperti dikutip Yulianto, 2014).
keduanya. Namun kenyataannya telah terjadi Salah satu teknik pengelompokkan yaitu
ketidakadilan gender, dimana salah satu jenis clustering. Clustering merupakan proses
kelamin mengalami diskriminasi. Untuk mengelompokkan objek ke dalam sebuah klaster,
menghilangkan ketidakadilan gender maka objek yang berada pada klaster sama memiliki
diperlukan kesetaraan dan keadilan gender dalam kemiripan tinggi (Hair dkk., 2010). Dalam
proses bermasyarakat dan bernegara (BPS, 2015). clustering terdapat dua metode, yaitu metode
Indikator untuk evaluasi pembangunan berbasis hirarki dan metode non hirarki. Metode hirarki
gender yaitu Indeks Pembangunan Gender (IPG) memiliki kelemahan yaitu tidak cocok untuk data
dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IPG dengan jumlah observasi yang besar (Hair dkk.,
dapat mengukur kesenjangan pembangunan antara 2010). Sedangkan metode non hirarki dapat
laki-laki dan perempuan serta IDG dapat digunakan untuk data yang berjumlah besar
mengukur persamaan peranan perempuan dan laki- (Johnson dan Wichern, 2007:696). Salah satu
laki dalam pengambilan keputusan, politik, dll. pendekatan dari metode non hirarki adalah
Namun pada kenyataannya masih terjadi Bisecting K-means. Beberapa penelitian telah
ketimpangan IPG dan IDG, dimana masih terdapat dilakukan mengenai metode ini. Bisecting K-
Kabupaten/Kota yang memiliki IPG atau IDG means merupakan jenis lain dari K-means.
tertinggi atau terendah. Hal ini menandakan belum Bisecting K-means lebih baik daripada K-means
adanya pemerataan pembangunan manusia dan sama baik atau lebih baik daripada metode
berbasis gender yang tentu bertentangan dengan hirarki (Steinbatch dkk., 2000:1). Bisecting K-
tujuan pembangunan di Indonesia, yaitu adanya means menghasilkan klaster yang seragam
pemerataan hasil pembangunan yang dapat (memiliki ukuran yang sama), tidak menghasilkan
dirasakan oleh seluruh penduduk. Untuk empty cluster, waktu perhitungan lebih cepat,
melaksanakan program pembangunan perlu adanya tingkat akurasi lebih baik, dan lebih efisien jika
identifikasi berdasarkan indikator pembangunan jumlah klaster bertambah (Patil dan Khan,
manusia berbasis gender agar dalam mengambil 2015:40).

78
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016
“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27-28 Oktober 2016
ISBN 978-602-72216-1-1

2. Metode dengan menggunakan K-means dan mengikuti


2.1 Metode Pengumpulan Data aturan dibawah ini:
Data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data sekunder, yaitu data dari publikasi
Badan Pusat Statistik dengan judul Pembangunan
Manusia Berbasis Gender 2015. Kabupaten/Kota 3. Hitung centroid dari ML dan MR, yaitu dan
di Pulau Jawa berjumlah 119 dan variabel yang .
terlibat dalam penelitian ini berjumlah enam
4. Jika dan berhenti.
variabel, yaitu angka harapan hidup, rata-rata lama
sekolah, harapan lama sekolah, pengeluaran per Namun, jika dan dan
kapita, keterwakilan di parlemen, dan profesi ulangi langkah ke-2.
sebagai tenaga manajer, profesional, administrasi,
dan teknisi. 2.2.3 Silhouette Coefficient
Setelah dilakukan pengelompokkan, maka
2.2 Metode Analisis Data selanjutnya mengevaluasi hasil pengelompokkan
2.2.1 Metode Elbow menggunakan validasi klaster. Validasi klaster
Sebelum melakukan pengelompokkan, sama dilakukan untuk mengukur seberapa baik hasil
seperti K-means, pada Bisecting K-means jumlah pengelompokkan yang didapat. Dalam penelitian
klaster ditentukan terlebih dahulu. Penentuan ini digunakan salah satu internal validation index
jumlah klaster menggunakan metode Elbow. yaitu Silhouette Coefficient. Dengan langkah
Penentuan jumlah klaster pada metode ini dapat sebagai berikut (Kaufman dan Rousseeauw, 2005):
dihasilkan dari perbandingan hasil SSE (Sum of
Square Error) pada masing-masing jumlah klaster 1. Hitung nilai silhouette dengan rumus sebagai
dengan rumus SSE sebagai berikut (Irwanto dkk., berikut:
2012, seperti dikutip Merliana, 2015:17):

dengan,
dengan,
a(i)= Rata-rata jarak i terhadap semua objek di
= Nilai atau data pada objek ke-i klaster A
= Centroid pada klaster b(i)= Rata-rata jarak i terhadap semua objek
pada klaster lain
2.2.2 Bisecting K-means Nilai silhouette berada pada interval −1 ≤
Setelah menentukan jumlah klaster lalu s(i) ≤ 1. Tabel berikut menyajikan interpretasi
dilakukan pengelompokkan menggunakan nilai silhouette yang mengindikasikan derajat
Bisecting K-means. Bisecting K-means kepemilikan tiap objek.
menggunakan centroid sebagai pusat klaster dan
Tabel 1. Interpretasi Nilai Silhouette
menggunakan nila rata-rata sebagai centroidnya.
Misalkan terdapat set data matriks Silhouette Interpretasi
(dimana setiap Nilai s(i) Menunjukkan bahwa jarak a(i) lebih
kolom M, , adalah titik data) dibagi menjadi mendekati besar daripada b(i). Sehingga objek i
-1 seharusnya berada di klaster B.
dua submatriks (subklaster) yaitu dan Nilai s(i) Menunjukkan bahwa a(i) dan b(i) sama.
dan . Berikut berada Artinya objek i bisa masuk ke klaster A
di sekitar 0 atau B.
merupakan langkah-langkah Bisecting K-means
Nilai s(i) Menunjukkan bahwa jarak dalam a(i)
(Savaresi dkk., 2000:2): mendekati lebih kecil dibanding jarak b(i). Hal ini
1. Inisialisasi. Pilih point atau titik data, misal 1 menandakan bawah objek i memang
; lalu hitung centroid (w) dari matriks berada pada klaster A.
M, dan hitung sebagai Sumber: Kaufmaan dan Rousseeauw, 2005:85

. Dimana rumus untuk 2. Menghitung nilai silhouette width, yaitu nilai


menghitung centroid (w) adalah sebagai rata-rata silhouette pada semua objek yang
berikut: berada dalam masing-masing klaster.
3. Menghitung nilai Silhouette Coefficient.

dengan,
N = Jumlah objek
= Kolom ke-j pada M
2. Bagi matriks
menjadi dua subklaster, yaitu ML dan MR

79
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016
“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27-28 Oktober 2016
ISBN 978-602-72216-1-1

Tabel 2. Interpretasi Nilai Silhouette Coefficient Tabel 3. Hasil Pengelompokkan menggunakan Bisecting K-
means untuk Jenis Kelamin Laki-laki
Silhouette Interpretasi
Coefficient Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3
0,71-1,00 Klaster yang kuat Sum 75.0314 98.5433 105.1935
0,51-0,70 Klaster telah layak atau sesuai Square
0,26-0,50 Klaster yang lemah Error
≤ 0,25 Tidak dapat dikatakan sebagai klaster Jumlah 32 43 44
Sumber: Kaufmaan dan Rousseeauw, 2005:88 Anggota
Anggota Kota Jakarta Sukabumi Kep. Seribu
Selatan
2.2.4 Interpretasi dan Profiling Klaster
Kota Jakarta Cianjur Bogor
Setelah validasi klaster yang telah terbentuk, Timur
selanjutnya dilakukan interpretasi dan profiling Kota Jakarta Bandung Ciamis
klaster. Tahap interpretasi klaster merupakan tahap Pusat
memberikan label yang dapat mendeskripsikan Kota Jakarta Garut Kuningan
Barat
klaster tersebut dan tahap profiling klaster yaitu Kota Jakarta Tasikmalaya Sumedang
memahami karakteristik yang membedakan Utara
masing-masing klaster (Hair dkk., 2010: 513). Kota Bogor Cirebon Bekasi
Untuk tahap profiling dari klaster yang telah Kota Sukabumi Majalengka Kota
terbentuk dapat menggunakan Radial Plot. Radial Tasikmalaya
Kota Bandung Indramayu Kota Banjar
Plot merupakan cara yang paling efektif untuk Kota Cirebon Subang Cilacap
menampilkan profil klaster (Williams, 2014:29). Kota Bekasi Purwakarta Banyumas
Kota Depok Karawang Purworejo
4. Hasil dan Pembahasan Kota Cimahi Bandung Boyolali
Satuan pada variabel yang digunakan berbeda- Barat
Karanganyar Pangandaran Klaten
beda. Oleh karena itu perlu dilakukan standarisasi Kota Magelang Purbalingga Sukoharjo
data, salah satunya menggunakan z-score. Setelah Kota Surakarta Banjarnegara Wonogiri
proses standarisasi dilakukan selanjutnya Kota Salatiga Kebumen Sragen
menentukan jumlah klaster. Dalam penelitian ini Kota Semarang Wonosobo Grobogan
jumlah klaster yang akan dibentuk yaitu sebanyak Kota Tegal Magelang Pati
Bantul Blora Kudus
3 klaster. Dimana akan dibedakan klaster untuk
Sleman Rembang Jepara
jenis kelamin laki-laki dan klaster untuk jenis Kota Temanggung Demak
kelamin perempuan. Adapun dalam komputasinya Yogyakarta
menggunakan software R dan Python. Sidoarjo Batang Semarang
Gresik Pemalang Kendal
Kota Kediri Tegal Pekalongan
4.1 Klaster untuk Jenis Kelamin Laki-laki
Kota Malang Brebes Kota
Dengan menggunakan algoritma Bisecting K- Pekalongan
means maka didapatkan hasil pengelompokkan Kota Mojokerto Pacitan Kulon Progo
Seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Kota Madiun Trenggalek Gunung Kidul
Pada Tabel 3 dapat dilihat anggota pada Kota Surabaya Malang Ponorogo
masing-masing klaster. Dimana pada klaster 1 Kota Batu Lumajang Tulungagung
Kota Tangerang Jember Blitar
beranggotakan 32 Kabupaten/Kota, anggota pada Kota Tangerang Banyuwangi Kediri
klaster 2 yaitu 43 Kabupaten/Kota, dan klaster 3 Selatan Bondowoso Mojokerto
terdapat 44 Kabupaten/Kota. Nilai sum sequared Situbondo Jombang
error terbesar yaitu pada klaster 3 dan terkecil Probolinggo Nganjuk
yaitu pada klaster 1. Setelah melakukan Pasuruan Madiun
Ngawi Magetan
pengelompokkan selanjutnya lakukan validasi Bojonegoro Lamongan
klaster menggunakan silhouette coefficient untuk Tuban Kota Blitar
melihat hasil dari pengelompokkan yang telah Bangkalan Kota
dilakukan. Probolinggo
Pada Gambar 1 dapat dilihat hasil dari Sampang Kota Pasuruan
Pamekasan Tangerang
Silhouette. Dimana nilai Silhouette Coefficient Sumenep Kota Cilegon
yaitu sebesar 0,3. Hal ini menandakan bahwa Pandeglang Kota Serang
klaster yang telah terbentuk dapat dikatakan klaster Lebak
yang lemah. Dapat dilihat pada masing-masing Serang
klaster masih terdapat nilai silhouette
Kabupaten/Kota yang bernilai negatif, yang artinya
masih terdapat Kabupaten/Kota yang seharusnya
tidak berada pada klaster tersebut namun berada
klaster itu.

80
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016
“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27-28 Oktober 2016
ISBN 978-602-72216-1-1

4.2 Klaster untuk Jenis Kelamin Perempuan


Berikut merupakan hasil pengelompokkan
dengan menggunakan algoritma Bisecting K-
means untuk data jenis kelamin perempuan yang
ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Pengelompokkan menggunakan Bisecting K-
means untuk Jenis Kelamin Perempuan

Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3


Sum 99.0563 95.4478 82.9358
Square
Error
Jumlah 42 42 35
Anggota
Gambar 1. Plot Silhouette untuk Klaster Laki-laki
Anggota Kota Jakarta Kota Kota Jakarta
Timur Sukabumi Selatan
Kota Jakarta Kota
Pusat Bandung Kota Bekasi
Kota Jakarta
Barat Kota Cirebon Karanganyar
Kota Jakarta Kota
Utara Kota Depok Magelang
Kota Bogor Kota Cimahi Sidoarjo
Kota Kota
Semarang Surakarta Sukabumi
Kota Malang Kota Salatiga Cianjur
Kota
Mojokerto Kota Tegal Garut
Kota Madiun Bantul Majalengka
Gambar 2. Radial Plot untuk Klaster Laki-laki Kota Surabaya Sleman Indramayu
Kota
Dapat dilihat pada Gambar 2 menunjukkan Kota Batu Yogyakarta Purwakarta
Kabupaten/Kota yang tergabung dalam klaster 1 Kota
memiliki angka harapan hidup, harapan lama Tangerang Gresik Karawang
sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran Kota
Tangerang
per kapita tertinggi dibandingkan dengan Selatan Kota Kediri Purbalingga
Kabupaten/Kota pada klaster lain. Pada klaster 1 Bandung
variabel yang memiliki nilai tertinggi yaitu rata- Barat Bandung Kebumen
rata lama sekolah. Artinya bahwa pada Pangandaran Tasikmalaya Wonosobo
Kabupaten/Kota tersebut penduduk laki-laki Banjarnegara Cirebon Rembang
Tegal Subang Temanggung
banyak yang menempuh pendidikan. Sedangkan Bondowoso Magelang Batang
variabel yang memiliki nilai terkecil yaitu Situbondo Blora Pemalang
ketenagakerjaan sebagai profesional, teknisi, Probolinggo Trenggalek Brebes
administrasi walaupun tidak paling kecil Pasuruan Lumajang Pacitan
dibandingan dengan klaster lain. Jadi pada klaster Ngawi Jember Malang
Bojonegoro Banyuwangi Lebak
1 ini berisi Kabupaten/Kota yang memiliki angka
Tuban Sampang Serang
harapan hidup, harapan lama sekolah, rata-rata Bangkalan Pandeglang Kep. Seribu
lama sekolah, dan pengeluaran perkapita tertinggi Pamekasan Kuningan Bogor
dibanding klaster lain, namun memiliki Sumenep Sumedang Ciamis
keterwakilan di parlemen yang paling rendah Boyolali Bekasi Klaten
dibanding Kabupaten/Kota pada klaster lain. Kota
Wonogiri Tasikmalaya Sukoharjo
Pada klaster 2 variabel yang memiliki nilai Semarang Kota Banjar Sragen
tertinggi yaitu keterwakilan di parlemen sedangkan Gunung Kidul Cilacap Grobogan
variabel yang memiliki nilai terendah yaitu rata- Ponorogo Banyumas Pati
rata lama sekolah. Artinya bahwa memang pada Tulungagung Purworejo Demak
laki-laki Kabupaten/Kota yang berada pada klaster Blitar Kudus Kota Blitar
Kediri Jepara Kota Cilegon
2 lebih berminat dalam dunia politik daripada Mojokerto Kendal
bersekolah. Sedangkan pada klaster 3, variabel Jombang Pekalongan
keterwakilan ketenagakerjaan merupakan variabel Kota
dengan nilai yang tertinggi dibandingkan dengan Nganjuk Pekalongan
variabel lain dan dibandingan dengan nilai Madiun Kulon Progo
Kota Pasuruan Magetan
keterwakilan di parlemen pada klaster lain. Tangerang Lamongan
Sedangkan yang terendah yaitu variabel Kota
keterwakilan di parlemen. Kota Serang Probolinggo

81
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016
“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27-28 Oktober 2016
ISBN 978-602-72216-1-1

Pada Tabel 4 dapat dilihat anggota pada klaster 1, variabel yang memiliki nilai tertinggi
masing-masing klaster. Dimana pada klaster 1 yaitu rata-rata lama sekolah serta variabel yang
beranggotakan 42 Kabupaten/Kota, anggota memiliki nilai terendah yaitu keterwakilan di
pada klaster 2 yaitu 42 Kabupaten/Kota, dan parlemen. Sedangkan kondisi pada klaster 2
klaster 3 terdapat 35 Kabupaten/Kota. Nilai merupakan kebalikan dari klaster 1. Dimana
sum squared error terbesar yaitu pada klaster 1 variabel keterwakilan di parlemen merupakan
dan terkecil yaitu pada klaster 3. Setelah variabel yang memiliki nilai paling besar dan
melakukan pengelompokkan selanjutnya variabel yang memiliki nilai paling kecil yaitu
lakukan validasi klaster menggunakan rata-rata lama sekolah. Sedangkan pada klaster 3
silhouette coefficient untuk melihat hasil dari variabel yang memiliki nilai tertinggi yaitu
pengelompokkan yang telah dilakukan. variabel harapan lama sekolah dan variabel yang
memiliki nilai terendah yaitu keterwakilan
perempuan diparlemen.

Tabel 5. Perbandingan Variabel yang Memiliki Nilai Tertinggi


dan Terendah pada Masing-masing Klaster Berdasarkan Jenis
Kelamin

Klas Klaster Laki-laki Klaster Perempuan


ter Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
1 Rata-rata Ketenaga- Rata-rata Keterwakil-
lama kerjaan lama an di
sekolah sekolah parlemen
35 | 0.26
2 Keterwakil- Rata-rata Keterwakil- Rata-rata
an di lama an lama
parlemen sekolah diparlemen sekolah
3 Ketenaga- Keterwakil- Harapan Keterwakil-
kerjaan an di lama an di
parlemen sekolah parlemen

Gambar 3. Plot Silhouette untuk Klaster Perempuan Dapat dilihat dalam Tabel 5 bahwa terdapat
kesamaan variabel tertinggi ataupun terendah pada
Pada Gambar 3 dapat dilihat hasil dari
klaster walaupun Kabupaten/Kota yang termasuk
Silhouette. Dimana nilai Silhouette Coefficient
ke dalam klaster yang berdasarkan jenis kelamin
yaitu sebesar 0,26. Hal ini menandakan bahwa
berbeda-beda. Pada klaster 1 baik itu klaster laki-
klaster yang telah terbentuk dapat dikatakan klaster
laki atau perempuan, variabel yang memiliki nilai
yang lemah. Hal ini disebabkan karena masih
tertinggi adalah rata-rata lama sekolah. Pada
terdapat nilai silhouette Kabupaten/Kota pada
klaster 2 baik itu untuk klaster laki-laki ataupun
masing-masing klaster yang bernilai negatif.
perempuan memiliki kesamaan pada variabel yang
Artinya masih terdapat Kabupaten/Kota yang
memiliki nilai tertinggi atau terendah. Variabel
seharusnya tidak berada pada klaster tersebut
yang memiliki nilai tertinggi adalah keterwakilan
namun berada klaster itu.
di parlemen sedangkan variabel yang memiliki
nilai terendah yaitu rata-rata lama sekolah. Pada
klaster 3 memiliki kesamaan pada variabel yang
memiliki nilai terendah yaitu keterwakilan di
parlemen.

4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan baik
hasil pengelompokkan pada jenis kelamin
perempuan ataupun laki-laki memiliki nilai
silhouette yang tidak terlalu baik. Dimana nilai
tersebut menandakan bahwa klaster yang telah
Gambar 4. Radial Plot untuk Klaster Perempuan
terbentuk adalah klaster yang lemah. Hal ini
dikarenakan masih terdapat Kabupaten/Kota yang
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa klaster 1 seharusnya tidak berada dalam klaster tersebut
memiliki nilai tertinggi pada semua variabel yang akan menyebabkan nilai silhouette yang
apabila dibandingkan dengan klaster 2 dan 3.
didapat menjadi kecil.
Artinya Kabupaten/Kota yang termasuk ke dalam Pada klaster laki-laki terbentuk 3 klaster.
klaster 1 ini memiliki nilai angka harapan hidup, Dimana pada klaster 1 beranggotakan 32
rata-rata lama sekolah, harapan lama sekolah,
Kabupaten/Kota, anggota pada klaster 2 yaitu 43
pengeluaran per kapita, keterwakilan di parlemen, Kabupaten/Kota, dan klaster 3 terdapat 44
dan ketenagakerjaan paling baik bila dibandingkan Kabupaten/Kota. Pada klaster 1 variabel yang
dengan Kabupaten/Kota pada klaster lain. Pada

82
Prosiding Seminar Nasional MIPA 2016
“Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan”
Jatinangor, 27-28 Oktober 2016
ISBN 978-602-72216-1-1

memiliki nilai tertinggi yaitu rata-rata lama Daftar Pustaka


sekolah. Sedangkan variabel yang memiliki nilai Badan Pusat Statistika dan Kementerian
terkecil yaitu ketenagakerjaan sebagai profesional, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan
teknisi, administrasi. Pada klaster 2 variabel Anak. 2015. Pembangunan Manusia Berbasis
yang memiliki nilai tertinggi yaitu keterwakilan di Gender 2015. Pulau Jawa: CV. Lintas
parlemen sedangkan variabel yang memiliki nilai Khatulistiwa.
terendah yaitu rata-rata lama sekolah. Sedangkan Hair, Joseph F., Ronald L. Tatham, Rolph E.
pada klaster 3, variabel keterwakilan Anderson, dan William Black. 2010.
ketenagakerjaan merupakan variabel dengan nilai Multivariate Data Analysis seventh edition.
yang tertinggi dan variabel yang memiliki nilai New Jersey: Prentice-Hall.
terendah yaitu variabel keterwakilan di parlemen. Johnson, Richard, dan Dean Wichern. 2007.
Pada klaster perempuan terbentuk 3 klaster. Applied Multivariate Statistical Analysis (6th
Dimana pada klaster 1 beranggotakan 42 ed.). New Jersey: Person Prentice Hall.
Kabupaten/Kota, anggota pada klaster 2 yaitu 42 Kaufman, L., & Rousseeauw, P. J. 2005. Finding
Kabupaten/Kota, dan klaster 3 terdapat 35 Groups in Data: An Introduction to Cluster
Kabupaten/Kota. Pada klaster 1, variabel yang Analysis. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
memiliki nilai tertinggi yaitu rata-rata lama Merliana, Ni Putu Eka. 2015. Perbandingan
sekolah serta variabel yang memiliki nilai terendah Metode K-means dengan Fuzzy C-means untuk
yaitu keterwakilan di parlemen. Pada klaster 2, Analisa Karakteristik Mahasiswa Berdasarkan
variabel keterwakilan di parlemen memiliki nilai Kunjungan ke Perpustakaan. Tesis. Universitas
paling besar dan variabel yang memiliki nilai Atma Jaya Yogyakarta.
paling kecil yaitu rata-rata lama sekolah. Patil, Ruchika R., dan Amreen Khan. 2015.
Sedangkan pada klaster 3 variabel yang memiliki Bisecting K-means for Clustering Web Log
nilai tertinggi yaitu variabel harapan lama sekolah Data. International Journal of Computer
dan variabel yang memiliki nilai terendah yaitu Applications, Volume 116- No.19.
keterwakilan perempuan diparlemen. Dengan Savaresi, Sergio M., Daniel L. Boley, Sergio
diketahuinya nilai variabel yang masih kurang Bittanti, dan Giovanna Gazzaniga. 2000.
pada masing-masing klaster, diharapkan Choosing the Cluster to Split in Bisecting
pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengeluarkan Divisive Clustering Algorithm.
kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan Steinbatch, M., George Karypis, dan Vipin Kumar.
nilai variabel tersebut. 2000. A Comparison of Document Clustering
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu Techniques. Proceedings of World Text Mining
mencoba menggunakan validasi klaster yang lain, Conference, KDD2000, Boston.
tidak hanya bergantung pada satu metode validasi Williams, Graham. 2014. Data Science with R
klaster agar dapat dibandingkan. Serta untuk Cluster Analysis. Springer
profiling klaster dapat dicobakan analisis Yulianto, Safa’at, dan Kishera H. Hidayatullah.
diskriminan. 2014. Analisis Klaster untuk Pengelompokkan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah
Ucapan Terima Kasih berdasarkan Indikator Kesejahteraan Rakyat.
Terima kasih pada pihak-pihak yang telah Statistika, Vol.2, No.1
membantu secara substansi maupun finansial.

83

Anda mungkin juga menyukai