Oleh:
Kelompok F
LAPORAN AKHIR
STASE KEPERAWATAN GERONTIK
Oleh:
Kelompok F
Mengesahkan,
Oleh:
Kelompok F
i
LEMBAR PENGESAHAN
Lola Illona Elfani Kausar, S.Kep., Ns., M.Kep dr. Aditya Anin Primasari
NIP. 19921103 202203 2 011 NIP. 19831107 2010012 005
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur tim penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, semangat serta kesabaran hati
sehingga penyusun dapat menyelesaikan asuhan keperawatan ini yang berjudul
“LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DI WISMA LILY PANTI
PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA (PPRSLU) BUDI
SEJAHTERA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DI MARTAPURA”. Laporan
asuhan keperawatan ini merupakan salah satu tugas kelompok pada praktik profesi
Keperawatan Gerontik. Selesainya penyusunan laporan asuhan keperawatan ini
tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun
materil. Atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan tersebut, penyusun
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
Kurnia Rachmawati, S. Kep, Ns., MNSc sebagai Koordinator Praktik Profesi
Keperawatan Gerontik yang berkenan dalam memberikan arahan selama Praktik
Profesi Keperawatan Gerontik.
Lola Illona Elfani Kausar, S.Kep., Ns., M.Kep. sebagai pembimbing akademik yang
berkenan memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian laporan asuhan
keperawatan ini.
dr. Aditya Anin Primasari selaku Preseptor Klinik (Clinical Instructor) di Wisma
Lily Kelompok F Praktik Profesi Keperawatan Gerontik yang telah memberikan
petunjuk dan saran untuk penyempurnaan laporan asuhan keperawatan ini.
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah banyak
memberikan bantuan baik materil maupun imateril demi perampungan penyusunan
laporan asuhan keperawatan ini.
Dengan demikian, penyusun juga mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Kelompok F
iii
DAFTAR ISI
COVER HALAMAN....................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2. Tujuan Laporan ........................................................................ 3
1.3. Manfaat Laporan ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Konsep Dasar Penuaan .................................................................... 4
2.1.1 Definisi Proses Penuaan ...................................................................... 4
2.1.2 Batasan Usia Lanjut ............................................................................ 4
2.1.3 Kebutuhan Hidup Orang Lanjut Usia ................................................. 4
2.1.4 Teori-Teori Proses Menua .................................................................. 5
2.1.5 Perubahan Anatomi dan Fisiologis Pada Sistem Tubuh Lansia .......... 7
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LAPORAN ASUHAN
KEPERAWATAN GERONTIK DI WISMA LILY PANTI
PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT
USIA (PPRSLU) BUDI SEJAHTERA PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN DI MARTAPURA ......................... 37
3.1 PENGKAJIAN ............................................................................... 37
2. Batas Wilayah ................................................................................. 37
4. Jumlah Lansia Berdasarkan Umur .............................................. 39
5. Jumlah Lansia Berdasarkan Pendidikan ..................................... 39
6. Jumlah Lansia Berdasarkan Agama ............................................ 40
7. Jumlah Lansia Berdasarkan Suku ............................................... 40
8. Vital Statistik .................................................................................. 41
9. Terapi Medikasi.............................................................................. 42
10. Personal Hygiene ............................................................................ 43
11. Riwayat Penyakit Dahulu .............................................................. 43
12. Pengkajian Morse Fall Scale (MFS).............................................. 43
iv
13. Pengkajian Mini Mental State Exam (MMSE) ............................ 44
14. Pengkajian Kognitif hasil Tes SPMSQ......................................... 44
15. Pengkajian Barthel Indeks ............................................................ 45
16. Pengkajian fungsi kekuatan otot kaki pada lansia ..................... 45
17. Pengkajian fungsi keseimbangan pada lansia ............................. 46
18. Pengkajian kesepian pada lansia .................................................. 49
19. Data Keluhan Klien ........................................................................ 50
20. Data Psikososial .............................................................................. 50
A. Analisis Data ................................................................................... 59
B. Skoring Masalah Keperawatan..................................................... 62
BAB IV PEMBAHASAN ........................................................................... 76
4.1 Syndrom Lansia Lemah ................................................................. 76
4.2 Hambatan Interaksi Sosial ............................................................ 78
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 80
1.1 Simpulan ......................................................................................... 80
1.2 Saran ................................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................77
v
DAFTAR TABEL
vi
dialami pada lansia di Wisma Lily............................................................55
Tabel 3. 20 Distribusi frekuensi mengalami terpeleset pada lansia di Wisma Lily.55
Tabel 3. 21 Distribusi frekuensi penggunaan tongkat saat beraktivitas pada lansia
di Wisma Lily...........................................................................................56
Tabel 3. 22 Distribusi frekuensi riwayat stroke pada lansia di Wisma Lily...........56
Tabel 3. 23 Distribusi frekuensi mengalami pandangan mata kabur pada lansia di
Wisma Lily...............................................................................................57
Tabel 3. 24 Distribusi frekuensi mengalami tengkuk tegang/sakit kepala
berat/pusing pada lansia di Wisma Lily...................................................58
Tabel 3. 25 Distribusi frekuensi usaha mengatasi tengkuk tegang/sakit kepala
berat/pusing pada lansia di Wisma Lily....................................................59
Tabel 3. 26 Distribusi frekuensi BAK tidak terkontrol pada lansia di Wisma
Lily.........................................................................................................................60
vii
BAB I PENDAHULUAN
1
lingkungan dan pola hidup yang sehat. Pola hidup sehat pada lansia seperti
membiasakan melakukan aktivitas fisik, mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan
kesehatan, status gizi dan penurunan fungsi organ tidak berlangsung secara
cepat (Deiby, 2013). Status gizi adalah suatu keadaan tubuh akibat dari
konsumsi makanan dan zat gizi yang digunakan. Status gizi pada lansia
dipengaruhi oleh asupan makan, penyakit degeneratif dan infeksi, usia, tingkat
pendidikan, pendapatan dan pengetahuan. Sebagian besar status gizi lansia
dipengaruhi oleh perubahan saluran pencernaan yang meliputi rongga mulut,
esofagus, lambung, dan usus (Harinda, 2012).
Penurunan fungsi alat pencernaan khususnya pada usus dapat
menyebabkan konstipasi. Konstipasi dapat diartikan sebagai kesulitan buang air
besar, yang disebabkan karena berkurangnya fungsi pergerakan usus dan
kesulitan pergerakan feses. Konstipasi pada lansia selain menurunnya fungsi
gastrointestinal juga dipengaruhi oleh asupan makanan. Makanan yang dapat
mempengaruhi terjadinya proses konstipasi adalah makanan yang mengandung
kalsium, tinggi lemak dan makanan yang tinggi gula. Selain itu juga dipengaruhi
oleh tidak ada zat gizi tertentu yang mendukung penyerapan kalsium sehingga
dapat menyebabkan konstipasi. Kadar kalsium yang tinggi dalam tubuh
menurunkan kontraktilitas otot, dengan demikian mengurangi reabsorpsi air
(Endyarni dkk, 2004). Konstipasi dapat ditangani dengan asupan tinggi vitamin
C. Vitamin C dosis tinggi berfungsi sebagai pencahar. Asam askorbat yang
berlebih akan menyebabkan tekanan osmotik pada usus dan mengakibatkan
penurunan absobrsi air, sehingga feses menjadi lebih lembek (Gall, 1992).
Jumlah lansia di PPRSLU sebanyak 70 orang lansia. Masalah kesehatan yang
dialami lansia adalah hipertensi, konstipasi, pnglihatan kabur, dan pelupa.
Pemberian makanan sudah di laksanakan di Panti namun beberapa lansia
kadang tidak mengkonsumsi menu yang telah disediakan namun ada yang
membeli makan di luar Panti.
2
1.2. Tujuan Laporan
1.1.1 Tujuan Umum
Tujuan pembuatan laporan ini adalah untuk menerapkan asuhan
keperawatan kelompok khusus, yaitu kelompok pada lansia di wisma Lily.
1.1.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari kegiatan ini agar mahasiswa mampu:
a) Melakukan pengkajian pada kelompok lanjut usia
b) Mengetahui kondisi permasalahan lansia di lapangan
c) Menetapkan masalah kesehatan pada kelompok khusus lansia
d) Membuat perencanaan tindakan keperawatan yang akan
diberikan untuk mengatasi masalah.
e) Melaksanakan rencana tindakan asuhan keperawatan yang telah
disusun
f) Mengevaluasi tindakan asuhan keperawatan yang dilakukan pada
lansia.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
4
Kebutuhan tersebut sejalan dengan pendapat Maslow menyatakan bahwa
kebutuhan manusia meliputi (1) Kebutuhan fisik (physiological needs) adalah
kebutuhan fisik atau biologis seperti pangan, sandang, papan, seks dan sebagainya.
(2) Kebutuhan ketentraman (safety needs) adalah kebutuhan akan rasa keamanan
dan ketentraman, baik lahiriah maupun batiniah seperti kebutuhan akan jaminan
hari tua, kebebasan, kemandirian dan sebagainya (3) Kebutuhan sosial (social
needs) adalah kebutuhan untuk bermasyarakat atau berkomunikasi dengan manusia
lain, organisasi profesi, kesenian, olah raga, kesamaan hobby dan sebagainya (4)
Kebutuhan harga diri (esteem needs) adalah kebutuhanakan harga diri untuk diakui
akan keberadaannya, dan (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)
adalah kebutuhan untuk mengungkapkan kemampuan fisik, rohani maupun daya
pikir berdasar pengalamannya masing-masing, bersemangat untuk hidup, dan
berperan dalam kehidupan. Sejak awal kehidupan sampai berusia lanjut setiap
orangmemiliki kebutuhan psikologis dasar. Kebutuhan tersebut diantaranya orang
lanjut usia membutuhkan rasa nyaman bagi dirinya sendiri, serta rasa nyaman
terhadap lingkungan yang ada. Tingkat pemenuhan kebutuhan tersebut tergantung
pada diri orang lanjut usia, keluarga dan lingkungannya . Jika kebutuhan tersebut
tidak terpenuhi akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan orang lanjut usia
yang akan menurunkan kemandiriannya.
2.1.4 Teori-Teori Proses Menua
a. Teori – teori biologi
1. Teori genetik dan mutasi (somatic mutatietheory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies –
spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
diprogram oleh molekul – molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi. Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel
kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
5
2. Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
3. Reaksi dari kekebalan sendiri(autoimmunetheory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4. Teori “immunology slow virus” (immunology slow virustheory) Sistem
immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organtubuh.
5. Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
6. Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan- bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-
sel tidak dapat regenerasi.
7. Teori rantai silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
8. Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah
setelah sel-sel tersebut mati.
9. Teori kejiwaan sosial
10. Aktivitas atau kegiatan (activitytheory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya.
Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif
dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
6
Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjutusia.
11. Kepribadian berlanjut (continuitytheory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh
tipe personality yang dimiliki.
12. Teori pembebasan (disengagementtheory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (tripleloss),
yakni:
a. Kehilangan peran
b. Hambatan kontak sosial
c. Berkurangnya kontak komitmen
2.1.5 Perubahan Anatomi dan Fisiologis Pada Sistem Tubuh Lansia
1. Sistem Kardiovaskuler
a. Jantung (Cor)
Elastisitas dinding aorta menurun dengan bertambahnya usia. Disertai
dengan bertambahnya kaliber aorta. Perubahan ini terjadi akibat adanya
perubahan pada dinding media aorta dan bukan merupakan akibat dari
perubahan intima karena aterosklerosis. Penambahan usia tidak
menyebabkan jantung mengecil seperti organ tubuh lain, tetapi malahan
terjadi hipertropi. Pada umur 30-90 tahun massa jantung bertambah
(±1gram/tahun pada laki-laki dan ± 1,5 gram/tahun pada wanita). Pada
daun dan cincin katup aorta perubahan utama terdiri dari berkurangnya
jumlah inti sel dari jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan lipid,
degenerasi kolagendan kalsifikasi jaringan fibrosa katup tersebut. Daun
katup menjadi kaku, perubahan ini menyebabkan terdengarnya bising
sistolik ejeksi pada usia lanjut.
7
Ukuran katup jantung tampak bertambah. Pada orang muda katup
antrioventrikular lebih luas dari katup semilunar. Dengan bertambahnya
usia terdapat penambahan circumferensi katup, katup aorta paling cepat
sehingga pada usia lanjut menyamai katup mitral, juga menyebabkan
penebalan katup mitral dan aorta. Perubahan ini disebabkan degenerasi
jaringan kalogen, pengecilan ukuran, dan penimbunan lemak. Perubahan
pada katup aorta terjadi pada daun atau cincin katup. Katup menjadi kaku
dan terdengar bising sistolik ejeksi.
b. Pembuluh Darah Otak
Otak mendapat suplai darah utama dari Arteria Karotis Interna dan
a.vertebralis. Pembentukan plak ateroma sering dijumpai didaerah
bifurkatio kususnya pada pangkal a.karotis interna, Sirkulus willisii
dapat pula terganggu dengan adanya plak ateroma juga arteri-arteri kecil
mengalami perubahan ateromatus termasuk fibrosis tunika media
hialinisasi. Walaupun berat otak hanya 2% dari berat badan tetapi
mengkomsumsi 20% dari total kebutuhan oksigen komsumsion. Aliran
darah serebral pada orang dewasa kurang lebih mempengaruhi fungsi
sistem vertebrobasiler adalah degenerasi discus veterbralis (kadar air
sangat menurun, fibrokartilago meningkat dan perubahan pada
mukopoliskharid). Akibatnya diskus ini menonjol ke perifer mendorong
periost yang meliputinya dan lig.intervertebrale menjauh dari corpus
vertebrae. Bagian periost yang terdorong ini akan mengalami klasifikasi
dan membentuk osteofit. Keadaan seperti ini dikenal dengan nama
spondilosis servikalis. Discus intervertebralis total merupakan 25% dari
seluruh collumna vertebralis sehingga degenerasi diskus dapat
mengakibatkan pengurangan tinggi badan pada usia lanjut. Dengan
adanya kelainan anatomis pembuluh darah arteri pada usia lanjut seperti
telah diuraikan diatas, dapat dimengerti bahwa sirkulasi otak pada orang
tua sangat rentan terhadap perubahan-perubahan, baik perubahan posisi
tubuh maupun fungsi jantung dan bahkan fungsi otak
8
c. Pembuluh Darah Perifer.
Arterosclerosis yang berat akan menyebabkan penyumbatan arteria
perifer yang menyebabkan pasokan darah ke otot-otot tungkai bawah
menurun hal ini menyebabkan iskimia jaringan otot yang menyebabkan
keluhan kladikasio.
2. Sistem Pernafasan (System Respiratorius)
a) Dinding dada: Tulang-tulang mengalami osteoporosis, rawan
mengalami osifikasi sehingga terjadi perubahan bentuk dan ukuran
dada. Sudut epigastrik relatif mengecil dan volume rongga dada
mengecil.
b) Otot-otot pernafasan: Musuculus interkostal dan aksesori
mengalamikelemahan akibat atrofi.
c) Saluran nafas: Akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis
bronkus dan aveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cicin
rawan bronkus mengalami pengapuran.
d) Struktur jaringan parenkim paru: Bronkiolus, duktus alveoris dan
alveolus membesar secara progresip, terjadi emfisema senilis.
Struktur kolagen dan elastin dinding saluran nafas perifer
kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas jaringan
parenkim paru mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim
paru pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan permukaan
akibat pengurangan daerah permukaan alveolus.
3. Sistem Pencernaan (System Digestivus)
a) Rongga Mulut (Cavum Oris)
1) Gigi: Hilangnya jaringan gigi akibat fungsi pengunyah yang terus
menerus. Dimensi vertikal wajah menjadi lebih pendek sehingga
merubah penampilan /estetik fungsi pengunyah. Meningkatkan
insiden karies terutama bagian leher gigi dan akar, karies sekunder
di bawah tambalan lama. Jaringan penyangga gigi mengalami
kemunduran sehingga gigi goyang dan tanggal.
9
2) Muskulus: Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga
terjadi pergerakan yang tidak terkontrol dari bibir, lidah dan rahang
orafacial dyskinesis.
3) Mukos: Jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis,
merah, mengkilap, dan kering.
4) Lidah (Lingua): Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil
lidah dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan dengan ini maka
terjadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya orang
tua sering mengeluh tentang kelainan yang dirasakan terhadap rasa
tertentu misalnya pahit dan asin. Dimensi lidahbiasanya membesar
dan akibat kehilangan sebagian besar gigi, lidah besentuhan dengan
pipi waktu mengunyah, menelan dan berbicara.
5) Kelenjar liur (Glandula Salivarius): Terjadi degenerasi kelenjar liur,
yang mengakibatkan sekresi dan viskositas saliva menurun.
a) Sendi Temporo Mandibular (Art Temporo Mandibularis):
Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis sering sudah
terjadi pada usia 30-50 tahun. Perubahan pada sendi Temporo
Mandibularis ini akibat dari proses degenerasi. Dengan
manifestasi melemahnya otot-otot mengunyah sendi, sehingga
sukar membuka mulut secara lebar.
b) Tulang Rahang (Os Maxilare dan Os Mandibulare): Terdapat
resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm terutama pada
rahang tanpa gigi atau setetelah pencabutan.
b) Lambung (Ventriculus)
Terjadi atrofi mukosa, atrofi sel kelenjar dan ini menyebabkan sekresi
asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuranlambung
pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan
berkurang. Proses pengubahan protein menjadi pepton terganggu.
Karena sekresi asam lambung berkurang rangsang rasa
10
lapar juga berkurang. Absobsi kobalamin menurun sehingga konsentrasi
kobalamin lebih rendah.
c) Usus halus (Intestinum Tenue)
Mukosa usus halus mengalami atrofi, sehingga luas permukaan
berkurang jumlah vili berkurang yang menyebebabkan penurunan proses
absorbsi. Di daerah duodenum enzim yang dihasilkan oleh pancreas dan
empedu menurun, sehingga metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
menjadi tidak sebaik sewaktu muda. Keadaan seperti ini menyebabkan
gangguan yang disebut sebagai maldigesti dan mal absorbsi.
d) Pankreas (Pancreas)
Produksi ensim amylase, tripsin dan lipase menurun sehingga kapasitas
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga menurun. Pada lansia
sering terjadi pankreatitis yang dihubung¬kan dengan batu empedu.
e) Hati (Hepar)
Ukuran hati mengecil dan sirkulasi portal juga menurun pada usia kurang
dari 40 tahun 740 ml/menit, pada usia diatas 70 tahun menjadi 595
ml/menit. Hati berfungsi sangat penting dalam proses metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak. Disamping juga memegang peranan
besar dalam proses detoksikasi, sirkulasi, penyimpanan vitamin,
konyugasi, bilirubin dan lain sebagainya. Dengan meningkatnya usia
secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan akibat atrofi
sebagian besar sel, sehingga menyebabkan penurunan fungsi hati. Hal ini
harus di ingat terutama dalam pemberian obat-obatan.
f) Usus Besar dan Rektum (Colon dan Rectum)
Pada colon pembuluh darah menjadi ber kelok-kelok yang menyebabkan
motilitas colon menurun, berakibat absobsi air dan elektrolit meningkat
sehingga faeses menjadi lebih keras sering terjadi konstipasi.
11
4. Sistema Urinarius
a) Ginjal (Ren)
Setelah umur 30 tahun mulai terjadi penurunan kemampuan ginjal dan
pada usia 60 tahun kemampuan tingggal 50% dari umur 30 tahun, ini
disebabkan berkurangnya populasi nefron dan tidak adanya
kemampuan regenerasi. Dengan menurunnya jumlah populasi nefron
akan terjadi penurunan kadar renin yang menyebabkanhipertensi.
Terjadi penebalan membrana basalis kapsula Bowman dan
terganggunya permeabilitas, perubahan degeneratif tubuli, perubahan
vaskuler pembuluh darah kecil sampai hialinisasi arterioler dan
hiperplasia intima arteri menyebabkan disfungsi endotel yang
berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin yang menyebabkan
resobsi natrium ditubulus ginjal.
b) Kandung Kemih (Vesica Urinarius)
Dengan bertambahnya usia kapasitas kandung kemih menurun, sisa
urin setelah selesai berkemih cenderung meningkat dan kontraksi otot
kandung kemih yang tidak teratur sering terjadi keadaan ini
menyebabkan sering berkemih dan kesulitan menahan keluarnya
urin. Pada wanita pasca menopouse karena menipisnya mukosa
disertai dengan menurunnya kapasitas, kandung kemih lebih rentan
dan sensitif terhadap rangsangan urine, sehingga akan berkontraksi
tanpa dapat dikendalikan keaadan ini disebut over active bladder.
Gangguan ini mengenai sekurang-kurangnya 50 juta orang di negara
yang berkembang. Normal berkemih seorang sehat dalam waktu 24
jam adalah: 1100-1800 cc, frekuensi kurang 8 kali, nokturna kurang
2 kali, volume berkemih rata-rata 200-400 cc, dan volume
maksimum berkemih 400-600 cc.
12
5. Sistem Genitalia
a) Wanita
Dengan berhentinya produksinya hormon estrogen, genitalia
interna dan eksterna berangsur-angsur mengalami atrofi.
a) Vagina mengalami kontraktur, panjang dan lebar vagina
mengalami pengecilan. Fornises menjadi dangkal, begitu
pula serviks tidak lagi menonjol ke dalam vagina. Sejak
klimakterium, vagina berangsur-angsur mengalami atropi,
meskipun pada wanita belum pernah melahirkan. Kelenjar
seks mengecil dan berhenti berfungsi. Mukosa genitalia
menipis begitu pula jaringan sub- mukosa tidak lagi
mempertahankan elastisitasnya akibat fibrosis.
b) Uterus: Setelah klimaterium uterus mengalami atrofi,
panjangnya menyusut dan dindingnya menipis, miometrium
menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks
menyusut tidak menonjol, bahkan lama-lama akan merata
dengan dinding jaringan.
c) Ovarium: Setelah menopause, ukuran sel telur mengecil dan
permukaannya menjadi “keriput” sebagai akibat atrofi dari
medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang
sebelumnya, permukaan ovarium menjadi rata lagi seperti
anak oleh karena tidak terdapat folikel. Secara umum,
perubahan fisik genetalia interna dan eksterna dipengaruhi
oleh fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti berfungsi, pada
umumnya terjadi atrofi dan terjadi inaktivitas organ yang
pertumbuhannya oleh hormon estrogen dan progesteron.
d) Payudara (Glandula Mamae): Payudara akan menyusut dan
menjadi datar, kecuali pada wanita yang gemuk, dimana
payudara tetap besar dan menggantung. Keadaan ini
disebabkan oleh
13
karena atrofi hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja.
Kelenjar pituari anterior mempengaruhi secara histologik
maupun fungsional, begitu pula kelenjar tiroid dan adrenal
menjadi “keras” dan mengkibatkan bentuk tubuh serupa
akromegali ringan. Bahu menjadi gemuk dan garis pinggang
menghilang. Kadang timbul pertumbuhan rambut pada
wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang, oleh karena
pertumbuhannya dipengaruhi oleh kelenjar adrenal dan
bukan kelenjar ovarium. Rambut kepala menjadi jarang.
Kenaikan berat badan sering terjadi pada masa klimakterik.
b) Pria
a) Prostat: Pembesaran prostat merupakan kejadian yang sering
padapria lansia, gejala yang timbul merupakan efek mekanik
akibat pembesaran lobus medius yang kemudian seolah-olah
bertindak sebagai katup yang berbentuk bola (Ball Valve
Effect). Disamping itu terdapat efek dinamik dari otot polos
yang merupakan 40% dari komponen kelenjar, kapsul dan
leher kantong kemih, otot polos ini dibawah pengaruh sistem
alfa adrenergik. Timbulnya nodul mikroskopik sudah terlihat
pada usia 25-30 tahun dan terdapat pada 60% pria berusia 60
tahun, 90% pada pria berusia 85 tahun, tetapi hanya 50%
yang menjadi BPH Makroskopik dan dari itu hanya 50%
berkembang menjadi BPH klinik yang menimbulkan
problem medik.
b) Testis: Penuaan pada pria tidak menyebabkan berkurangnya
ukuran dan berat testis tetapi sel yang memproduksi dan
memberi nutrisi (sel Leydic) pada sperma berkurang jumlah
dan aktifitasnya sehingga sperma berkurang sampai 50% dan
testoteron juga menurun. Hal ini menyebabkan penuruna
libido
14
dan kegiatan sex yang jelas menurun adalah multipel
ejakulasi dan perpanjangan periode refrakter. Tetapi banyak
golongan lansia tetap menjalankan aktifitas sexsual sampai
umur lanjut.
6. Sistem Integumen
a) Kulit rambut: Pertumbuhan menjadi lambat, lebih halus dan
jumlahnya sedikit, Rambut pada alis, lubang hidung dan wajah
sering tumbuh lebih panjang, Rambut memutih, Rambut
banyak yang rontok.
b) Kuku: Pertumbuham kuku lebih lambat, kecepatan
pertumbuhan menurun 30-50% dari orang dewasa, Kuku
menjadi pudar, Warna kuku agak kekuningan, Kuku menjadi
tebal, keras tapi rapuh, Garis- garis kuku longitudinal tampak
lebih jelas. Kelainan ini dilaporkan terdapat pada 67% lansia
berusia 70 tahun.
7. Sistem Muskuloskeletal
Massa tulang kontinu sampai mencapai puncak pada usia 30-35 tahun
setelah itu akan menurun karena disebabkan berkurangnya aktivitas
osteoblas sedangkan aktivitas osteoklas tetap normal. Secara teratur
tulang mengalami turn over yang dilaksanakan melalui 2 proses yaitu;
modeling dan remodeling, pada keadaan normal jumlah tulang yang
dibentuk remodeling sebanding dengan tulang yang dirusak. Ini
disebut positively coupled jadi masa tulang yang hilang nol. Bila
tulang yang dirusak lebih banyak terjadi kehilangan masa tulang ini
disebut negatively coupled yang terjadi pada usia lanjut. Dengan
bertambahnya usia terdapat penurunan masa tulang secara linier yang
disebabkan kenaikan turn over pada tulang sehingga tulang lebih
pourus. Selama kehidupan laki-laki kehilangan 20- 30% dan wanita
30-40% dari puncak massa tulang. Pada sinofial sendi terjadi
perubahan berupa tidak ratanya permukaan sendi terjadi celah
15
dan lekukan dipermukaan tulang rawan. Erosi tulang rawan hialin
menyebabkan pembentukan kista di rongga sub kondral. Ligamen dan
jaringan peri artikuler mengalami degenerasi Semuanya ini
menyebabkan penurunan fungsi sendi, elastisitas dan mobilitas hilang
sehingga sendi kaku, kesulitan dalam gerak yang rumit. Perubahan
yangjelas pada sistem otot adalah berkurangnya masa otot terutama
mengenai serabut otot tipe II. Penurunan ini disebabkan karena otropi
dan kehilangan serabut otot. Perubahan ini menyebabkan laju
metabolikbasal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang. Otot
menjadi mudah lelah dan kecepatan laju kontraksi melambat. Selain
penurunan masa otot juga dijumpai berkurangnya rasio otot dan
jaringan lemak.
8. Sistem Imun
a) Kelenjar Timus (Glandula Thymus): Pemeriksaan anatomis
menunjukkan bahwa ukuran maksimal kelenjar Timus terdapat
pada usia pubertas sesudahnya akan mengalami proses
pengecilan. Pada usia 40-50 tahun jaringan kelenjar tinggal 5-
10%. Diketahui bahwa Timus merupakan kelenjar endokrin
sekaligus tempat deferensiasi sel limfosit T menjadi sel
imunokompeten. Involusi ditandai dengan adanya infiltrasi
jaringan fibrous dan lemak.
b) Limpa (Lien), kelenjar Limfe: Tidak ada perubahan morfologis
yang berarti hanya menunjukkan turunnya kemampuan
berproliferasi dan terdapat sedikit pembesaran limpa.
9. Sistem Syaraf Pusat (Systema Nervosum Centrale)
Berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang
lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-
rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Pada penuaan otak
kehilangan 100.000 neuron/tahun. Pada orang tua pada permukaan
otak melebar sedangkan girus akan mengecil.
16
Terjadi penebalan meningeal, atropi cerebral (berat otak menurun
10% antara usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan
dendrit dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan
batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel.
Berbagai perubahan degeneratif ini meningkat pada individu lebih
dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan
integrasi, input sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran
sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin posisi sendi). Tampilan sensori
motor untuk menghasilkan ketepatan melambat. Daya pemikiran
abstrakmenghilang, memori jangka pendek dan kemampuan belajar
menurun, lebih kaku dalam memandang persoalan, lebih egois dan
introvert.
10. Pengkajian Status Fungsional
a. KATZ Indeks
Indeks KATZ adalah alat yang secara luas digunakan untuk
menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan penyakit
kronis. Indeks ini merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6
fungsi yaitu mandi, berpakaian, toileting, berpindah, kontinen dan
makan. Tingkat kemandirian lansia:
A: kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
mandi, berpakaian dan mandi.
B: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali
satudari fungsi tambahan.
C: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali
mandidan satu dari fungsi tambahan.
D: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali
mandi,berpakain dan satu dari fungsi tambahan.
E: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar mandi dan satu dari fungsi
tambahan.
F: kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari kecuali
mandi,berpakaian, ke kamar mandi dan ke kamar kecil.
17
G: Ketergantungan pada keenam fungsi.
b. SPMSQ (Short portable mental stastus quetionnaire)
Digunkan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual terdiri dari 10 pertanyaan yang menilai orientasi,
memori dalam hubungan dengan kemampuan perawatan diri,
memori jauh dan kemampuan matematis.
c. MMSE (Mini mental short exam)
Menguji aspek kogitif dari fungsi mental, orientasi , registrasi,
perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai
kemungkinan paling tinggi adalah 30 dengan nilai 21 atau kurang
biasanya indikasi adanya kerusakan kognitif yang memerlukan
penyelidikan lebih lanjut.
d. Inventaris Depresi Beck
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan sikap yang
berhubungan dengan depresi. Setiap hal di rentang dengan
mengguunakan skala 4 poin untuk mendakan intensitas gejala.
18
PATWAY
19
10. Rencana Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian: Perawat mengkaji perubahan pada
fisiologis, kognitif dan perilaku sosial pada lansia (Leeckenotte,
1997):
a) Perubahan fisiologis :
a) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan.
b) Kegiatan yang mampu di lakukan lanjut usia.
c) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri.
d) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi
penglihatan, danpendengaran.
e) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK.
f) Kebiasaan gerak badan / olahraga /senam lanjut usia.
g) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang sangat
bermaknadirasakan.
b. Pemeriksaan fisik
20
Sistem Temuan Normal
Integumen Warna Pigmentasi berbintik/bernoda diarea
kulit yang terpajan sinar matahari, pucat
meskipun tidak anemia
Kelem Kering, kondisi bersisik
baban
Suhu Ekstremitas lebih dingin
Tekstur Penurunan elastisitas, kerutan, kondisi
berlipat, kendur
Distribusi Penurunan jumlah lemak pada
lemak ekstremitas, peningkatan jumlah
diabdomen
Rambut Penipisan rambut
Kuku Penurunan laju pertumbuhan
Kepala dan Kepala Tulang nasal, wajah menajam, &
leher angular
Mata Penurunan ketajaman penglihatan,
akomodasi, adaptasi dalam gelap,
sensitivitas terhadap cahaya
Telinga Penurunan membedakan nada,
berkurangnya reflek ringan,
pendengaran kurang
Mulut, Penurunan pengecapan, atropi papilla
faring ujung lateral lidah
Leher Kelenjar tiroid nodular
Thoraxs & Peningkatan diameter antero-posterior,
paru-paru peningkatan rigiditas dada,
peningkatan RR dengan penurunan
ekspansi paru, peningkatan resistensi
jalan nafas
21
Sistem Peningkatan sistolik, perubahandenyut
Kardiovask jantung saat istirahat, nadi perifer
uler mudah dipalpasi, ekstremitas
bawah dingin
Payudara Berkurangnnya jaringan payudara,
kondisi menggantung dan mengendur
Sistem Penurunan sekresi kelenjar saliva,
Pencernaan peristatik, enzim digestif, konstipasi
Reproduksi Wanita Penurunan estrogen, ukuran uterus,
atropi vagina
Pria Penurunan testosteron, jumlah sperma,
testis
Perkemihan Penurunan filtrasi renal, nokturia,
penurunan kapasitas kandung kemih,
inkontinensia
Wanita Inkontenensia urgensi & stress,
penurunan tonus otot perineal
Pria Sering berkemih & retensi urine.
22
menggambarkan tingkat fungsional klien dan mengukur efek tindakan
yangdiharapkan untuk memperbaiki fungsi (Nugroho, 2008). Indeks ini
merentang kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi, berpakaian,
toileting, berpindah, kontinen dan makan. Tingkat Kemandirian Lansia
(Nugroho, 2008):
A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
mandi, berpakaian dan mandi
B : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali satu
dari fungsi tambahan
C : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi dan satu fungsi tambahan
D : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahaE : kemandirian dalam
semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil dan satu fungsi tambahan
F : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari – hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil
G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
a) Perubahan Kognitif
Kebanyakan trauma psikologis dan emosi pada masa lansia
muncul akibat kesalahan konsep karena lansia mengalami
kerusakan kognitif. Akan tetapi perubahan struktur dan fisiologi
yang terjadi pada otak selama penuaan tidak mempengaruhi
kemampuan adaptif & fungsi secara nyata (Nugroho, 2008).
Pengkajian status kognitif
a. SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan intelektual.
Terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori dalam
hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh
dan kemampuan matematis (Nugroho, 2008).
b. MMSE (mini mental state exam)
Menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi,
23
registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan
bahasa. Nilai kemungkinan paling tinggi adalah 30, dengan
nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
(Nugroho, 2008).
c. Inventaris Depresi Beck
Berisi 13 hal yang menggambarkan berbagai gejala dan
sikap yang behubungan dengan depresi. Setiap hal direntang
dengan menggunakan skala 4 poin untuk menandakan
intensitas gejala (Nugroho, 2008).
b) Perubahan psikososial
a. Lansia harus beradaptasi pada perubahan psikososial yang
terjadi pada penuaan.
R: Resolve
24
c. Dari mana sumber keuangan lanjut usia
d) Spiritual
a. Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan
keyakinanagamanya.
25
timbulnya masalah.
12. Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada lansia
yaitu:
a) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak mampu dalam memasukkan,
mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
b) Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
c) Defisit perawatan diri berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal, nyeri, kelemahan.
d) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan,
sulit bergerak.
e) Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan kendala
komunikasi,kurang proses pikir, ketiadaan orang terdekat.
f) Risiko Jatuh dengan faktor resiko usia ≥65 tahun, Gangguan
mobilitas, Penurunan kekuatan ekstrimitas bawah
g) Risiko Cedera dengan faktor risiko usia ekstrem
26
13. Perencanaan dan Implementasi aspek fisik Atau biologis, mental dan psikososial
NO Diagnosa Kriteria Hasil/NOC Intervensi/NIC
Keperawatan
1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen gangguan makan
nutrisi : kurang dari selama 3x24 jam pasien diharapkan 1. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan untuk
kebutuhan tubuh mampu: memuat perencanaan perawatan jika sesuai.
berhubungan 1. Asupan nutrisi tidak bermasalah
dengan tidak 2. Diskusikan dengan tim dan pasien untuk
mampu dalam 2. Asupan makanan dan cairan tidak membuat target berat badan, jika berat badan
memasukkan, bermasalah pasien tdak sesuia dengan usia dan bentuk tubuh.
mencerna, 3. Energi tidak bermasalah 3. Diskusikan dengan ahli gizi untuk menentukan
mengabsorbsi
makanan karena asupan kalori setiap hari supaya mencapai dan
4. Berat badan ideal
faktor biologi. atau mempertahankan berat badan sesuai target.
4. Ajarkan dan kuatkan konsep nutrisi yang baikpada
pasien
5. Kembangkan hubungan suportif dengan pasien
6. Dorong pasien untuk memonitor diri sendiri
terhadap asupan makanan dan kenaikan atau
pemeliharaan berat badan
7. Gunakan teknik modifikasi tingkah laku untuk
meningkatkan berat badan dan untuk
menimimalkan berat badan.
8. Berikan pujian atas peningkatan berat badan dan
tingkah laku yang mendukung peningkatan berat
badan.
27
2 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Nyeri
dengan agen cedera selama 3x24 jam masalah nyeri kronis 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
fisik dapat teratasi. 2. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
Nyeri : Efek yang mengganggu 3. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi
Definisi : Keparahan dari dampak nyeri seperti relaksasi, terapi aktivitaspijatan dll
kronik yang dapat diamati atau dilaporkan 4. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
pada fungsi sehari-hari. membantu penurunan nyeri
Kriteria hasil : 5. Berikan individu penurun nyeri yang optimal
1. Tidak ada gangguan pergerakan fisik dengan peresepan analgesic
2. Tidak ada gangguan pada aktivitas
sehari-hari
3. Tidak ada gangguan dalam rutinitas
28
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Bantuan perawatan diri : Mandi/Kebersihan
diri: mandi selama 3x24 jam masalah defisit (1801)
berhubungan perawatan diri mandi dapat teratasi. 1. Letakkan handuk, sabun, yang diperlukan di sisi
dengan gangguan Perawatan diri : Mandi tempat tidur atau kamar mandi
muskuloskeletal, Definisi : Hambatan kemampuan untuk
2. Fasilitasi pasien untuk mandi sendiri dengan
nyeri, kelemahan. melakukan atau menyelesaikan
tepat
mandi/aktivitas perawatan diri untuk diri
sendiri 3. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan
29
dengan Perawatan diri : Berpakaian 2. Monitor kemampuan pasien berpakaian
gang Definisi : Tindakan seseorang untuk berpakaian sendiri
guan secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
3. Pakaikan pakaian setelah
muskuloskeletal Kriteria hasil :
1. Dapat memilih berpakaian membersihkan diridiselesaikan
, nyeri,
kelemahan. 4. Pakaikan pakaian yang tidak ketat dengan
2. Dapat memakai pakaian bagian atas
tepat
3. Dapat memakai pakaian bagianbawah
5. Berikan bantuan sampai pasien sepenuhnya
mampu memikul tanggung jawab untuk
berpakaian
5 Defisit Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Bantuan Perawatan Diri : Pemberian Makan
pera
3x24 jam masalah defisit perawatan diri makan 1. Monitor kemampuan pasien untuk menelan
watandiri :
dapat teratasi.
2. Ciptakanlingkungan yang
maka
Perawatan diri : Makan
nberhubungan menyenangkanselama waktu makan
dengan Kriteria hasil :
gang
1. Dapat menyiapkan makanan yang akan 3. Berikan bantuan fisik sesuiai kebutuhan
guan
muskuloskeletal disantap 4. Posisikan pasien dalam posisi makan
, nyeri, yangnyaman.
2. Dapat memotong makanan
kelemahan.
3. Dapat memasukkan makanan menggunakan 5. Sediakan makanan dan minuman
yang disukaidengan tepat
jari
4. Dapat mengunyah makanan
30
6 Defisit perawatan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Bantuan perawatan diri : Eliminasi
diri :Eliminasi selama 3x24 jam masalah defisit 1. Bantu pasien ke toilet atau tempat lain untuk
berhubungan perawatan diri eliminasi dapat teratasi. eliminasi pada interval waktu tertentu
dengan gangguan Perawatan diri : Eliminasi
muskuloskeletal, Definisi : Tindakan seseorang untuk 2. Beri privasi pasien selama eliminasi
ketoilet secara mandiri dengan atau tanpa 4. Instruksikan pasien atau yang lain
bantuan alat dalam rutinitas toilet
Kriteria hasil :
1. Dapat merespon saat kandung kemih 5. Buatkan kegiatan eliminasi dengan tepat dan
penuh dengan tepat waktu sesuai kebutuhan
2. Dapat menanggapui dorongan untuk 3. Monitor integritas kulit pasien
buang air besar secara tepat waktu
3. Dapat masuk dan keluar kamar
mandi
7 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pengaturan posisi
fisik berhubungan selama 3x24 jam masalah Hambatan 1. Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan
dengan gangguan mobilitas fisik dapat teratasi. posisi
muskuloskeletal, Pergerakan
penurunan massa Definisi : Kemampuan untuk bisa 2. Dorong latihan ROM aktif dan pasif
otot, penurunan bergerak bebas di tempat dengan atau 3. Tempatkan barang secara berkala dalam
kekuatan otot. tanpa lat bantu
jangkauan
Kriteria hasil :
1. Dapat berjalan 4. Jangan menempatkan pasien pada posisi yang
bisa meningkatkan nyeri
2. Bergerak dengan mudah
4. Tempatkan lampu pemanggil dalam jangkauan.
3. Gerakan sendi tidak terganggu
31
8 Hambatan interaksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Socialization Enhancement :
sosial berhubungan selama 7x24 jam diharapkan klien dapat 1. Buat interaksi terjadwal
dengan kendala berinteraksi dengan kelompok dan lansia
2. Dorong pasien ke kelompok atau program
komunikasi, kurang lain, dengan kriteria hasil:
keterampilan interpersonal yang membantu
proses pikir, Self esteem, situational
meningkatkan pemahaman tentang pertukaran
ketiadaan orang 1. Lingkungan yang suportif yang
informasi atau sosialisasi, jìka perlu
terdekat bercirikan hubungan dan tujuan
anggota keluarga 3. Identifikasi perubahan perilaku tertentu
2. Menggunakan aktivitas yang 4. Berikan umpan balik positif jika pasien
menenangkan, menarik, dan berinteraksi dengan orang lain
menyenangkan untuk meningkatkan
5. Fasilitas pasien dalam memberi masukan dan
3. Kesejahteraan, interaksi sosial dengan membuat perencanaan
orang, kelompok, atau organisasi
6. Anjurkan bersikap jujur dan apa adanya dalam
4. Memahami dampak dari perilaku diri berintraksi dengan orang lain
pada interaksi sosial
7. Anjurkan menghargai orang lain
5. Mendapatkan/ meningkatkan
keterampilan interaksi sosial, 8. Bantu pasien meningkatkan kesadaran tentang
kerjasama, ketulusan dan saling kekuatan dan keterbatasan dalam
memahami berkomunikasi dengan orang lain
32
9 Risiko Jatuh dengan Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Jatuh
faktor resiko usia keperawatan selama 3x24 jam, risiko 1. Identifikasi perilaku dan faktor yang
≥65 tahun, jatuh tidak terjadi. mempengaruhi resiko jatuh
Gangguan Keparahan cedera fisik
mobilitas, Dengan kriteria hasil: 2. Bantu ambulasi pasien yang memiliki
Penurunan kekuatan 1. Tidak terjadi lecet pada kulit, memar, ketidakseimbangan
ekstrimitas bawah luka gores, ekstremitas keseleo dan
3. Letakkanbenda-benda dalam jangkauan yang
trauma lainnya.
mudah bagi pasien
4. Orientasikan pasien pada lingkungan fisik
5. Sediakan pencahayaan yang cukup dalam rangka
meningkatkan pandangan.
10 Risiko Cedera Setelah dilakukan intervensi Manajemen Lingkungan: Keselamatan
dengan faktor 1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien
keperawatan selama 3x24 jam, resiko
resiko usia ekstrem.
2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan
cedera tidak terjadi.
lingkungan
Keparahan cedera fisik
3. Modifikasi lingkungan untuk minimalkan bahan
Definisi : Keparahan dari tanda dan
gejala
dari cedera tubuh, Kriteria Hasil :
1. Ekstrimitas keseleo
2. Fraktur ekstrimitas
3. Gangguan imobilisasi
33
11 Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan SeIf-eficacy enhancement:
ketidakberdayaan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi 1. Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-
dengan faktor resiko ketidakberdayaan pada klien, faktor yang dapat menimbulkan
ansietas, kurang Self esteem, situational low ketidakberdayaan
dukungan sosial, dengan kriteria hasil:
strategi koping 1. Kepercayaan kesehatan : persepsi 2. Diskusikan dengan pasien tentang pilihan yang
tidak efektif dan kemampuan realistis dalam perawatan
kurang dapat
2. Menunujukkan Penilaian pribadi 3. Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan
merawat diri.
tentang harga diri tentang perawatan
34
personal 8. Tunjukan rasa percaya diri terhadap kemampuan
pasien untuk mengatasi situasi
7. Mendiskripsikan secara faktual
perubahan fungsi tubuh 9. Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan
dirinya
8. Mampu beradaptasi dengan
ketidakmampuan fisik 10. Ajarkan keterampilan perilaku yang positif
melalui bermain peran, model peran, diskusi
9. Melaporkan dukungan yang adekuat
dari orang terdekat, teman-temandan 11. Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika
tetangga diperlukan
10. Mampu Mengontrol kecemasan 12. Buat statement positif terhadap pasien
Kesehatan spiritual
13. Dukung pasien untuk menerima tantangan baru
14. Kaji alasan-alasan untuk mengkritik
atau menyalahkan diri sendiri
12 Gangguan Pola Setelah dilakukan intervensi keperawatan Peningkatan tidur
Tidur berhubungan selama 3x24 jam masalah gangguan pola 1. Tentukan polatidur pasien
dengan pola tidur tidur dapat teratasi.
2. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama
tidak menyehatkan. Tidur
Kriteria hasil : penyakit
1. Kualitas tidur tidak terganggu 3. Monitor/catat pola tidur pasien dan jumlah jam
2. Efisisensi tidur tidak terganggu tidur
3. Terdapat perasaan segar setelah tidur 4. Anjurkan pasien untuk memantau pola tidur
Dorong pasien untuk menetapkan rutinitas tidur
35
13 Distress spiritual Setelah dilakukan intervensi keperawatan Dukungan spiritual
berhubungan dengan selama 3X24 jam pasien secara luas 1. Gunakan komunikasi terapeutik dalam
perubahan hidup, diharapkan mampu: membangun hubungan saling percaya dan caring
ancaman kematian Pengaharapan (hope)
atau sekarat diri atau 1. Mengekspresikan orientasi masa 2. Gunakan alat untuk memantau daan
orang lain, cemas, depan yang positif mengevaluasi kesejahteraan spiritual klien
mengasingkan diri, 2. Mengekspresikan arti kehidupan dengan baik
kesendirian atau 3. Dorong individu untuk meninjau ulang masa lalu
pengasingan social, 3. Mengekspresikan rasa optimis dan berfokus kepada kejadian dan hubungan yang
kurang sosiokultural. memberikan dukungan dan kekuatanspiritual
4. Mengekspresikan perasaan untuk
mengontrol diri sendiri 4. Dorong penggunaan sumber-sumber spiritual jika
5. Mengekspresikan kepercayaan diinginkan.\dengarkan perasaan pasien.
36
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LAPORAN ASUHAN
KEPERAWATAN GERONTIK DI WISMA LILY PANTI
PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA
(PPRSLU) BUDI SEJAHTERA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DI
MARTAPURA
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Inti
1. Sejarah Singkat PPRSLU Budi Sejahtera Provinsi Kalimantan Selatan
Panti ini berdiri tahun 1977 berlokasi di Jl. A. Yani Km. 18.700 Kel.
Landasan Ulin Barat dengan daya tampung 50 orang, mengingat kondisi bangunan
kurang memenuhi syarat, maka sejak Tahun 1981 dipindahkan ke lokasi yangbaru
yaitu Jl. A. Yani Km. 21.700 Landasan Ulin Tengah Banjarbaru dengannama
Panti Sosial Tresna Werdha “Budi Sejahtera” sesuai dengan SK MensosNomor:
6.HUK/1994 Tanggal 05 Februari 1994 dengan kapasitas dayatampung 100 orang.
Berdasarkan SK Gubernur Kalimantan Selatan Nomor:026/DIKDAKEU/ 2002
tanggal 16 Januari 2002, PSTW “Pembimbing Budi”disatukan pengelolaannya
dengan PSTW “Budi Sejahtera”. Mulai Tahun 2007kapasitas tampung menjadi
170 orang, dan pada tahun 2020 kapasitas dayatampung menjadi 180 orang,
dimana yang berada di Landasan Ulin 110 orangdan di Martapura 70 orang.
Menyikapi Perubahan Nomenklatur dari Panti Sosial Tresna Werdha "Budi
Sejahtera" berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 05Tahun 2022
tentang Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Unit PelaksanaTeknis Daerah Pada
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan ,Per tangal 11Maret 2022 resmi berubah nama
menjadi Panti Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia "Budi Sejahtera" atau
disingkat PPRSLU "Budi Sejahtera". PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel berlokasi di
JL, Ahmad Yani KM 38,Sungai Sipai, Kec. Martapura, Banjar, Kalimantan Selatan
70614, Indonesiamerupakan salah satu UPTD Dinas Sosial Prov. Kalsel yang mempunyai
tugasmemberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan perawatan jasmani maupun rohani
kepada lanjut usia terlantar dan lansia eksikotik lanjut usia agar paralanjut usia dapat
hidup secara wajar.
2. Batas Wilayah
Dari hasil windshield survey pada tanggal 08 Januari 2024 Batas Wisma Lily,
37
yaitu :
i. Kiri : Wisma Matahari
ii. Kanan : Wisma Asoka
Halaman
Jala
n
Wisma Wisma
Matahari Wisma Lily
Asoka
38
3. Data Demografi Penghuni Wisma Tabel 3.1
Data Penghuni di Wisma Lily pada tanggal 08 Januari 2024
Jenis Pendidikan
No. Nama Usia Agama Suku
Kelamin Terakhir
1. Ny. A Perempuan 66 tahun SD Islam Banjar
2. Ny. A Perempuan 76 tahun SD Islam Banjar
3. Ny. M Perempuan 66 tahun SD Islam Banjar
4. Ny. U Perempuan 70 tahun SD Islam Banjar
5. Ny. R Perempuan 78 tahun SD Islam Banjar
6. Ny. E Perempuan 66 tahun SD Islam Banjar
7. Ny. W Perempuan 73 tahun Tidak diketahui Islam Banjar
8. Ny. M Perempuan 61 tahun SMP Islam Banjar
9. Ny. U Perempuan 66 tahun SD Islam Banjar
10. Ny. T Perempuan 74 tahun SD Islam Banjar
11. Ny. K Perempuan 73 tahun Tidak sekolah Islam Banjar
12. Ny. N Perempuan 72 tahun Tidak sekolah Islam Banjar
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan data sekunder pada tanggal
08 Januari 2024terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera
Prov. Kalsel oleh kelompok F.
4. Jumlah Lansia Berdasarkan Umur
Tabel 3.2 Distribusi frekuensi berdasarkan Umur pada lansia di Wisma Lily
No. Kategori Frekuensi Presentase
1. Middle Age (45-59 tahun) 0 0%
2. Elderly (60-74 tahun) 10 83,3%
3. Old (75-90 tahun) 2 16,7%
4. Very Old (>90 tahun) 0 0%
Total 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan data sekunder pada tanggal
08 Januari 2024 terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera
Prov. Kalsel oleh kelompok F
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa umur lansia di Wisma Lily berada
padakategori elderly sebanyak 10 orang (83,3%) dan kategori old sebanyak 2
orang (16,7%).
5. Jumlah Lansia Berdasarkan Pendidikan
39
4. SMA 0 0%
5. Tidak diketahui 1 8,3%
Total 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan data sekunder pada tanggal
08 Januari 2024 terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera
Prov. Kalsel oleh kelompok F.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pendidikan terakhir lansia di Wisma Lily yaitu,
SD sebanyak 8 orang (66,7%), tidak sekolah sebanyak 2 orang (16,7%), SMP sebanyak 1
orang (8,3%), dan tidak diketahui sebanyak 1 orang (8,3%).
6. Jumlah Lansia Berdasarkan Agama
Tabel 3.4 Distribusi frekuensi berdasarkan Agama pada lansia di Wisma Lily
No Agama Frekuensi Persentase
1. Islam 12 100%
2. Non Muslim 0 0%
Jumlah 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara pada tanggal 08 Januari 2024
terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh
kelompok F.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua lansia di Wisma Lily yaitu 12
orang (100%) beragama Islam.
7. Jumlah Lansia Berdasarkan Suku
Tabel 3.5 Distribusi frekuensi berdasarkan Suku pada lansia di Wisma Lily
No. Kategori Frekuensi Presentase
1. Banjar 12 100%
2. Jawa 0 0%
3. Lain-lain 0 0%
Total 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara pada tanggal 08 Januari 2024
terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel
oleh kelompok F
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar lansia di Wisma Lily
sebanyak 12 orang (100%) bersuku Banjar.
40
8. Vital Statistik
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan pemeriksaan fisik pada tanggal
8 Januari 2024 terhadap para lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov.
Kalsel oleh kelompok F.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar lansia di Wisma Lily
memiliki keluhan sakit kedua kaki sebanyak 7 orang (58,3%), sakit lutut disertai
gatal-gatal sebanyak 3 orang (25%), sakit lutut disertai tidak bisa berjalan sebanyak
2 orang (16,7%). Berdasarkan observasi, Ny. M tampak sering menggaruk
badannya sehingga menimbulkan beberapa luka kecil. Selain itu, tampak luka kecil
41
pada kulit Ny. M.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 3 orang lansia (25%) berada pada
tekanan pre hipertensi, 3 orang lansia (25%) pada tekanan hipertensi stage 1, dan 6
orang lansia (50%) pada tekanan darah normal.
9. Terapi Medikasi
Tabel 3.8 Terapi Medikasi Lansia di Wisma Lily
No. Nama Nama Obat Dosis
1. Ny. N Amlodipine 1x1
Allupurinol 100mg 2x1
Caviplex 1x1
2. Ny. U Amlodipine 1x1
3. Ny. W Allupurinol 100 mg 2x1
Caviplex 1x1
B12 2x1
4. Ny. M Allupurinol 100mg 2x1
Caviplex 1x1
Amplodipin 1x1
5. Ny. T Allupurinol 100mg 3x1
Caviplex 1x1
Citicolin 2x1
6. Ny. J Allupurinol 100mg 2x1
Caviplex 2x1
7. Ny. W B12 2x1
Meloxicam 1x1
Amlodipine 1x1
Allupurinol 100mg 2x1
Caviplex 1x1
8. Ny. M Allupurinol 100mg 2x1
Caviplex 1x1
9. Ny. L Allupurinol 100mg 2x1
Caviplex 1x1
10. Ny. I Caviplex 1x1
42
11. Ny. K Allupurinol 100mg 2x1
Amlodipine 1x1
Caviplex 1x1
12. Ny. U Allupurinol 100mg 2x1
Couplex/ Vit. C 1x1
Sumber: Hasil pengkajian dengan data sekunder (Daftar Obat Rutin Wisma
Lily di Poli) pada tanggal 8 Januari 2024 terhadap 12 orang lansia di Wisma Lily
PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh kelompok I.
Berdasarkan tabel di atas dari hasil pengkajian dari data sekunder, dari 12 lansia
penghuni Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel didapatkan 4 orang
mendapatkan medikasi untuk mengontrol hipertensinya yaitu obat Amlodipin
(33,33%), dan 10 orang mendapatkan medikasi untuk mengontrol asam urat dalam
darah yaitu obat Allupurinol (83,3%).
10. Personal Hygiene
Berdasarkan wawancara dengan penghuni Wisma Lily, 6 lansia (50%) mandi 1x
sekali mandiri dan menggosok gigi 2x sehari, 5 lansia (41,7%) mandi 1x sekali
dengan bantuan oleh perawat, dan 1 lansia (8,3%) mandi dengan cara diseka 1x
sehari dan mandi 1x hari sekali.
11. Riwayat Penyakit Dahulu
Tabel 3.9 Distribusi riwayat penyakit dahulu pada lansia di Wisma Lily
Kategori Jumlah Presentasi
Hipertensi 7/12 58,3%
Asam Urat 6/12 50%
Kolesterol 1/12 8,3%
Gangguan jiwa 5/12 41,7%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan data sekunder pada tanggal 8
Januari 2024 terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov.
Kalsel oleh kelompok F
Berdasarkan data diatas yang didapatkan dari analisis nama obat diketahui bahwa 1
lansia (8,3%) memiliki riwayat penyakit kolesterol, 7 lansia (58,3%) memiliki
riwayat penyakit hipertensi, 6 lansia (50%) memiliki riwayat penyakit asamurat,
dan 5 lansia (41,7%) memiliki riwayat penyakit gangguan jiwa.
43
No. Kategori Jumlah Presentasi
1. Tidak beresiko 0 orang 0%
2. Risiko Rendah 5 orang 41,7%
3. Risiko tinggi 7 orang 58,3%
Jumlah 12 100 %
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan observasi pada tanggal 8
Januari 2023 terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov.
Kalsel oleh kelompok F.
Berdasarkan tabel diatas dari hasil pengkajian observasi dan wawancara
menggunakan angket skala jatuh Morse Fall Scale (MFS) pada 12 lansia penghuni
Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel didapatkan hasil sebagian
besar lansia berisiko tinggi untuk jatuh yaitu 7 orang (41,7%), dan risiko rendah
yaitu 5 orang (58,3%).
44
3. Kerusakan intelektual berat 3 orang 25%
Jumlah 12 100%
45
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan observasi pada tanggal 08
Januari 2024 terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov.
Kalsel oleh kelompok F.
Berdasarkan tabel diatas dari hasil pengkajian menggunakan angket 30 Second
Chair Stand Test pada 12 lansia penghuni Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera
Prov. Kalsel didapatkan hasil lansia dengan nilai dibawah rata-rata sebanyak 12
orang (100%).
17. Pengkajian fungsi keseimbangan pada lansia
Tabel 3.19 Distribusi frekuensi mengalami terpeleset pada lansia di Wisma Lily
No Mengalami terpeleset Frekuensi Presentase
1 Ya Tidak 1 8,3%
2 11 91,7%
Jumlah 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian wawancara pada tanggal 08 Januari 2024 terhadap
orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh kelompok F
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa lansia di Wisma Lily yang pernah
mengalami terpeleset yaitu sebanyak 1 orang (8,3%).
Tabel 3.20 Distribusi frekuensi penggunaan tongkat saat beraktivitas pada lansia di
Wisma Lily
No Penggunaan tongkat Frekuensi Persentase
1 Ya Tidak 1 8,3%
2 11 91,7%
Jumlah 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan observasi pada tanggal 08 Januari 2024
46
terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh
kelompok F.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa lansia di Wisma Lily yaitu 1 yang
menggunakan tongkat saat beraktivitas (8,3%).
Tabel 3.21 Distribusi frekuensi skala kekuatan otot pada lansia di Wisma Lily
No. Nama Kekuatan Otot
1. Ny. I 4444 4444
4444 4444
2. Ny. N 5555 5555
3333 4444
3. Ny. M 4444 4444
4444 4444
4. Ny. U 4444 4444
3333 3333
5. Ny. W 5555 5555
4444 4444
6. Ny. E 5555 5555
5555 4444
7. Ny. J 4444 4444
3333 4444
8. Ny. U 3333 3333
1111 1111
9. Ny. M 4444 4444
4444 4444
10. Ny. W 4444 4444
4444 3333
11. Ny. L 4444 4444
4444 5555
12. Ny. T 3333 3333
2222 2222
Sumber: Hasil pengkajian pemeriksaan fisik pada tanggal 08 Januari 2024
terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh
kelompok F.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa seluruh lansia (12 orang) kebanyakan
mengalami kelemahan pada kakinya. Sedangkan lansia yang mengalami kelemahan
pada tangan sebanyak 5 orang lansia.
Tabel 3.22 Distribusi frekuensi riwayat stroke Pada lansia di Wisma Lily
No Riwayat Stroke Frekuensi Presentase
1 Ya Tidak 1 8,3 %
2 11 91,7 %
Jumlah 12 100%
47
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara dan data sekunder pada tanggal 08
Januari 2024 terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov.
Kalsel oleh kelompok F
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa seluruh lansia di Wisma Lily (91,7%)
tidak pernah mengalami stroke dan 1 Orang yang pernah mengalami stroke (8,3%).
Tabel 3.23 Distribusi frekuensi mengalami pandangan mata kabur pada lansia
diWisma Lily
No Pandangan Mata Kabur Frekuensi Persentase
1 Ya 5 41,7%
2 Tidak 7 58,3%
3 Tidak melihat sama sekali 0 0%
Jumlah 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara pada tanggal 08 Januari 2024
terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh
kelompok F.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa 5 orang (41,7%) pandangan mata kabur,
dan 7 orang lansia (58,3%) tidak mengalami mata kabur.
48
Jumlah 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara pada 08 Januari 2024 terhadap
orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh kelompok
F.
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa sebagian besar lansia di Wisma Lilyyaitu
sebanyak 2 orang (16,7%) akan beristirahat saja jika merasa pusing.
Tabel 3.27 Distribusi frekuensi mendapatkan senam untuk melatih BAKyang tidak
terkontrol para lansia di Wisma Lily
Mendapatkan pelatihanuntuk
No Frekuensi Persentase
mengontrol BAK
1 Ya 0 0%
2 Tidak 12 100%
Jumlah 12 100%
Sumber: Hasil pengkajian dengan wawancara pada 08 Januari 2024 terhadap
orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel oleh kelompok F
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa seluruh lansia (100%) di Wisma Lily
mengatakan tidak pernah mendapatkan pelatihan senam untuk mengontrol BAK.
18. Pengkajian kesepian pada lansia
49
Januari 2024 terhadap orang lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Prov.
Kalsel oleh kelompok F.
Berdasarkan tabel diatas dari hasil pengkajian menggunakan angket UCLA
Loneliness Scale pada 12 lansia penghuni Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera
Prov. Kalsel didapatkan hasil sebagian besar mampu risiko jatuh sebanyak 12 orang
(100 %).
19. Data Keluhan Klien
Tabel 1.1 Ditribusi Frekuensi Berdasarkan Masalah Kesehatan Yang Paling Sering
Dialami Pada Lansia Di Wisma Lily
No. Nama/Insial Lansia Keluhan
1. Ny. N Kkien mengatakan merasa nyeri pada kedua
lutut dan gatal-gatal pada kakinya
2. Ny. U Klien mengatakan nyeri pada kedua kaki dan
tidak bisa bejalan
3. Ny. W Klien mengatakan nyeri pada kedua lutut
4. Ny. M Klien mengatakan nyeri pada pada kedua
lutut, pinggang dan gatal-gatal pada tubuh
5. Ny. T Klien mengatakan nyeri pada kedua kaki
6. Ny. J Klien mengatakan badan gatal-gatal dan kaki
tidak bisa berjalan
7. Ny. W Klien mengatakan kedua kaki nyeri
8. Ny. M Klien mengatakan tangan sakit dan badannya
juga nyeri
9. Ny. L Klien mentakan kaki kirinya nyeri
10. Ny. I Klien mengatakan kedua kakinya nyeri dan
kesulitan bejalan
11. Ny. E Klien mengatakan kedua kaki nyeri
50
mengalami demensia sehingga jarang berinteraksi dengan penghuni lain. 2 orang
tidak dapat diajak berkomunikasi karena mengalami gangguan kejiwaan. Selain itu,
1 lansia lainnya nampak sering mondar-mandir keluar wisma. Lansia tersebut
sering berjalan-jalan sendirian dan meninggalkan wismanya. Tak hanya itu, lansia
tersebut juga terlihat sering mengobrol dengan orang di luar wismanya. Lansia
terssebut banyak bercerita dan senang jika ada yang menanggapi ceritanya.
Berdasarkan wawancara dengan salah satu lansia di Wisma Lily, lansia mengatakan
bahwa mereka tidak akrab satu sama lain, mereka hanya sering bertemu dengan
teman sekamar saja. Bahkan dalam satu kamar pun mereka jarang berinteraksi satu
sama lain. Alasan para lansia tidak akrab satu sama lain adalah pembicaraan yang
tidak nyambung antara lansia satu dan lansia lain serta kondisi fisiologis
pendengaran yang kurang.
51
3.1.2 Data Sub Sistem
1. Lingkungan Fisik
a. Perumahan
Berdasarkan pengkajian dengan observasi pada tanggal 08 Januari 2024,
bangunan Wisma Lily terbuat dari bahan permanen dengan ukuran yang cukup luas
untuk 12 penghuni wisma. Kondisi di dalam Wisma Lily cukup bersih dan rapi,
terkadang tercium aroma yang tidak sedap di setiap pagi. Terdapat ventilasi dan
jendela yang dibuka setiap pagi, terdapat pegangan besi (side rail) tempat lansia
berpegangan apabila berjalan dari ruang tamu, kamar, dan WC. Berdasarkan hasil
windshield survey pada tanggal 08 Januari 2024 di Wisma Lily memiliki fasilitas
ruang tamu yang luas, terdapat 4 kamar tidur, tiap kamar dihuni oleh 1 – 4 lansia, 2
lemari pakaian, 2 kamar mandi / wc, 1 tempat mencuci piring, lemari piring dan 1
tempat menjemur pakaian.
52
Gambar : WC yang digunakan lansia
b. Lingkungan/ Daerah
Dari hasil observasi pada tanggal 08 Januari 2024, halaman depan dari Wisma
Lily terdapat pohon, beberapa tanaman di halaman. Sedangkan di samping wisma
sebelah kanan terdapat wisma Matahari dan sebelah kiri wisma Asoka.
2. Kebiasaan
Dari hasil windshield survey dan wawancara pada tanggal 08 Januari 2024
penghuni di PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel mengatakan kegiatan yang
dilakukan pasien lansia setiap harinya adalah dimulai pada pagi hari biasanya pasien
lansia makan, lalu mandi, setelah itu pasien dibebaskan untuk berkegiatan ada yang
duduk dikursi ruang tamu, duduk dikasur masing-masing sambil berbincang-bincang
dan ada yang menyendiri dikamar sendiri setelah itu pada siang hari pasien diberikan
makanan siang lalu diberi obat siang setelah itu pasien lansia istirahat tidur siang.
Kebiasaan lansia di Wisma Lily setiap harinya adalah pada pagi hari lansia mandi pada
secara mandiri atau dibantu mandi oleh perawat apabila ada yang mengalami
keterbatasan fisik dan mental, kemudian lansia akan makan pagi dan setelahnya
beristirahat, duduk di teras atau tidurtiduran sambil menunggu makan siang. Karena
keterbatasan fisik pasien lansia di ruang Lily tidak mengikuti kegiatan yang disediakan
oleh pihak panti PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel.
3. Pusat Pelayanan Kesehatan
Dari hasil wawancara & windshield survey pada tanggal 08 Januari 2024
terdapat pusat pelayanan kesehatan dan agama yang terletak pada wilayah PPRSLU,
yaitu klinik kesehatan dan mushola yang berada di sebelah poliklinik. Terdapat
53
ambulance di samping mushola. Orang yang biasa dijumpai para penghuni lansia
Wisma Lily yaitu para petugas PPRSLU. Petugas memberikan obat dan mengecek
keadaan lansia ke masing-masing Wisma. Pengobatan yang dilakukan dengan
berkolaborasi bersama dokter umum yang bertugas, jika klien membutuhkan fasilitas
kesehatan lebih lanjut maka pihak Panti Sosial bekerja sama dengan puskesmas dan
Rumah Sakit Daerah dengan pembiayaan di tanggung oleh BPJS. Obat yang
disediakan pada klien lansia diambil dari dana APBD Provinsi Kalimantan Selatan.
4. Pendidikan
Dari hasil wawancara & windshield survey pada tanggal 08 Januari 2024, sarana
pendidikan yang terdapat di PPRSLU Sejahtera Martapura adalah kegiatan
keagamaan/ yasinan yang rutin dilakukan setiap hari senin, selasa, rabu dan kamis di
musola panti, kadang karyawan panti juga mengikuti kegiatan para lansia di musola
untuk memberikan informasi atau pengetahuan karena kegiatan keagamaan ini
merupakan sarana yang tepat karena banyak lansia dari semua wisma yang datang.
Ada juga pendidikan pertanian, pendidikan kesehatan. Namun ada beberapa lansia
yang tidak bisa mengikuti kegiatan karena tidak mampu lagi untuk melakukan
aktivitas di luar dari wisma bahkan untuk mobilisasi saja lansia memerlukan bantuan
dari petugas yang berjaga di Wisma Lily, namun teman satu wisma yang mengikuti
kegiatan akan menyampaikan informasi yang didapat tersebut. Selain itu juga terdapat
kegiatan senam yang diadakan setiap hari Jumat yang mengundang instruktur dari luar
panti. Pada hari sabtu terdapat kegiatan yaitu sabtu ceria yang diisi dengan kegiatan
keterampilan atau memasak, serta bimbingan sosial dan pendidikan kesehatan. Pada
hari Minggu tidak ada kegiatan di wisma Lily. Sarana pendidikan biasanya juga
didapat para lansia dari mahasiswa yang berpraktik, baik berupa pendidikan kesehatan
atau terapi modalitas. Selain kegiatan keagamaan, PPRSLU Budi Sejahtera Prov.
Kalsel juga memberikan pendidikan nonformal bagi para lansia seperti bimbingan
memasak, pembuatan eco enzim, dan bimbingan keterampilan menjahit.
54
5. Keamanan dan Transportasi
Hasil observasi pada tanggal 08 januari 2024 di lingkungan Wisma tidak terdapat
adanya alat pemadam kebakaran ringan seperti apar. Kantor polisi berada kurang lebih
1 km di luar dari panti. Lantai setiap hari dibersihkan dan dipel oleh pengasuh dan
mahasiswa yang berpraktik. Keadaan sanitasi cukup bersih. Terdapat pos penjagaan
satpam yang terletak di depan Panti. Di setiap wisma masing-masing terdapat
pengasuh yang selalu memperhatikan kondisi para lansia. Hasil wawancara pada
tanggal 08 Januari 2023 para lansia yang ada di PPRSLU biasanya keliling daerah
sekitar PPRSLU hanya dengan berjalan kaki, terkadang juga ada yang menggunakan
alat transportasi seperti angkutan umum, becak dan kendaraan roda dua (minta
diantarkan pengasuh) apabila ingin keluar panti seperti pergi ke pasar.
6. Politik dan Kebijakan Pemerintah
a. Kebijakan Tentang Pengelolaan Lansia Terlantar di Daerah
Dari hasil windshield survey dan wawancara pada tanggal 08 Januari 2024
dikatakan bahwa pengelolaan lanjut usia yang terlantar di daerah dilakukan oleh
pihak PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel bekerja sama dengan Dinas Sosial di
masing-masing Kabupaten di Kalimantan Selatan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh panti meliputi kegiatan sosialisasi, koordinasi, kemudian seleksi.
Untuk Persyaratan penerimaan calon klien di PPRSLU Budi Sejahtera Prov Kalsel
adalah:
- Lansia usia 60 th keatas
- Lansia Terlantar/ Rawan Terlantar/ Lansia dg Gangguan Mental/ eks Psikotik
- Tidak punya penyakit menular (skb*)
- BERSEDIA tinggal dipanti Kelengkapan :
- KTP, KK (asli)
- BPJS (asli dan aktif)
55
- Surat Keterangan tidak Mampu dari RT setempat.
- Mengisi Form Isian Penanggung Jawab
- Surat Rekomendasi dari Dinsos kab/kota setempat
- Surat Keterangan Sehat/tidak memiliki penyakit menular
- Kartu Vaksin (bila ada) Koordinasi lain yang dilakukan dengan Dinas Sosial
juga meliputi pemberitahuan oleh pihak Panti PPRSLU terkait adanya lanjut
usia yang sakit atau meninggal dunia. Selain itu, kerjasama dan koordinasi juga
dilakukan jika dilakukan home visite ke daerah asal lanjut usia oleh PPRSLU
Budi Sejahtera.
b. Kebijakan Kesehatan Terkait Kesehatan Lansia di Panti
Hasil wawancara kepada pihak PPRSLU Budi Sejahtera pada tanggal 08
Januari 2024, kesehatan lansia di PPRSLU Budi Sejahtera dikelola oleh tim
kesehatan yang terdiri atas dokter yang berjumlah 1 orang, pengelola keperawatan
1 orang, perawat yang berjumlah 7 orang (PNS 1, kontrak 6). Kebijakan kesehatan
yang dibiayai oleh pemerintah pada pengadaan fasilitas dan stok obat yang rutin
dikonsumsi lansia setiap harinya. Sedangkan kebutuhan pelayanan kesehatan
lanjutan di instansi kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit menggunakan
bantuan dari BPJS. Untuk pelayanan kesehatan lanjutan/rujukkan kesehatan ke
instansi kesehatan spt puskesmas martapura 1, RS ratu zaleha martapura, RS
banjarbaru, RS ulin, RS ansal dan RS Sambang Lihum dengan menggunakan BPJS
atau jaminan Kesehatan daerah.
c. Kebijakan Pembinaan Lansia di Panti
Hasil observasi dan windshield survey pada tanggal 08 Januari 2024,
pembinaan lansia di PPRSLU Budi Sejahtera dilakukan secara rutin oleh Kasi
Pembinaan dan Rehabilitasi Sosial, serta Kasi Pelayanan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh Kasi Pembinaan dan Rehabilitasi Sosial meliputi:
- Kegiatan bimbingan keagamaan berupa pengajian atau ceramah agama,
yasinan tahlilan, maulid habsi, sholat berjamaah.
- Bimbingan fisik (senam lansia)
- Bimbingan keterampilan (memasak, menjahit, bercocok tanam, beternak)
- Bimbingan mental, kesehatan, dan psikososial
- Pembinaan pada lansia yang berselisih paham
56
- Home visit dan penelusuran keluarga
- Reunifikasi dan terminasi (pemakaman) Sedangkan kegiatan yang dilakukan
oleh Kasi Pelayanan meliputi upaya pemenuhan kebutuhan pangan, papan,
sandang, dan kesehatan lansia di panti.
7. Pelayanan Sosial dan Kesehatan yang Tersedia
Dari hasil observasi pada tanggal 08 Januari 2024 di PPRSLU Budi Sejahtera,
terdapat aula dibagian depan wilayah panti yang digunakan untuk kegiatan yang sudah
dijadwalkan oleh petugas panti. Kegiatan sosial yang dilaksanakan yaitu:
- Pada pagi hari Senin yaitu maulud habsyi
- Hari Selasa yaitu ceramah
- Hari Rabu yaitu yasinan
- Hari Kamis yaitu ceramah agama
- Hari Jumat yaitu senam
- Hari Sabtu yaitu sabtu ceria (keterampilan atau memasak atau bimbingan sosial
atau pendidikan kesehatan)
Hari Minggu tidak ada kegiatan Dari hasil windshield survey pada tanggal 08
Januari 2024, didapatkan panti memiliki klinik kesehatan. Klinik kesehatan panti yang
menjadi pusat pengobatan lansia yang berada disini, klinik tersebut dijaga 24 jam
apabila ada klien yang dirawat inap di poli klinik. Penghuni wisma biasanya dilakukan
pengukuran tanda- tanda vital kemudian ditanyakan keluhan yang dirasakan saat itu,
jika ada penghuni yang sakit maka dilakukan observasi dan perawatan lebih lanjut.
Pengobatan yang dilakukan dengan berkolaborasi bersama dokter umum yang
bertugas, jika klien membutuhkan fasilitas kesehatan lebih lanjut maka pihak Panti
Sosial bekerja sama dengan puskesmas dan Rumah Sakit Daerah dengan pembiayaan
di tanggung oleh BPJS atau Jaminan Kesehatan daerah. Obat yang disediakan pada
klien lansia diambil dari dana APBD Provinsi Kalimantan Selatan.
8. Sistem Komunikasi
Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 08 januari 2024, sarana sistem
komunikasi di Wisma Lily yaitu terdapat radio. Saat wawancara salah satu lansia di
Wisma Lily mengatakan sering saja berkomunikasi dengan lansia di wisma lain,
kadang beberapa lansia sering datang ke wisa lily untuk berdiskusi santai. Tidak ada
terdapat papan pengumuman di wisma hanya terdapat beberapa poster pada dinding di
57
Wisma Lily. Hasil observasi terdapat beberapa lansia yang susah diajak berkomunikasi
karena mengalami gangguan pendengaran dan gangguan penglihatan bahkan ada yang
tidak nyambung saat diajak biacara. Beberapa lansia kadang masih ada yang dijenguk
keluarganya.
9. Sistem Ekonomi, Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari (Penghasilan)
Hasil observasi dan wawancara kepada kaka diruangan wisma lily dan juga
beberapa lansia pada tanggal 8 Januari 2024. Sistem pemasukan dan pengeluaran di
Wisma Lansia secara formal dikelola oleh bendahara panti, untuk keperluan sehari-
hari seperti biaya makan, minum, pengobatan, air listrik dan lain lain. Salah satu lansia
mengatakan pemasukan berasal dari dana APBD dan sumbangan dari donatur, ada
beberapa dari Dinas Sosial Kabupaten setempat yang juga memberikan uang saku
untuk kliennya. Lansia mendapatkan uang saku setiap 3 bulan sekali dari pihak PLT,
lansia juga mengatakan dana tersebut tidak selalu dalam bentuk uang kadang dalam
bentuk barang dan biasanya untuk barang di jual terlebih dulu dan uangnya baru
diberikan ke kami. Hasil observasi di PPRSLU Budi Sejahtera tidak ada warung/toko
yang terletak di dalam wilayah PPRSLU hanya terdapat pedagang yang memasuki
wilayah PPRSLU untuk berjualan, seperti pedagang jamu, kerupuk dan sayur.
10. Rekreasi (Sarana, Waktu)
Dari hasil observasi dan wawancara pada tanggal 8 Januari 2024, tidak terdapat
sarana rekreasi hanya terdapat 1 gazebo di tengah PPRSLU dan terdapat taman bunga
dan juga kolam ikam. Ruang depan Lily hanya terdapat sofa dan kursi, di ruang tengah
terdapat sofa digunakan oleh para lansia. Lansia lebih sering berada di kamar untuk
beristirahat di tempat tidur. Berdasarkan hasil wawancara, rekreasi di PPRSLU Budi
Sejahtera dilakukan dengan tidak terjadwal. Beberapa tujuan rekreasi seperti ziarah ke
makam, taman banua raya, dan siring menara pandang, dan juga bisa ketempat lainnya.
58
A. Analisis Data
Masalah
No Data Etiologi
Kesehatan
1. DS:
• Ny. N mengatakan merasa sakit kedua lutut dan gatal-gatal. Penurunan Sindrom lansia lemah
energi, pada sebagian besar
• Ny. U mengatakan merasa gatal-gatal pada badan, khususnya tangan.
penurunan kelompok lansia di
• Ny. W mengatakan merasa sakit kedua lutut-pinggang, disertai gatal-gatal. kekuatan otot, Wisma Lily PPRSLU
• Ny. M mengatakan merasa sakit kedua kaki dan tidak bisa berjalan. dan disfungsi Budi Sejahtera Prov.
• Ny. T mengatakan merasa sakit kepala dan kedua kaki. kognitif, Kalsel
• Ny. J mengatakan gatal gatal dan tidak bisa berjalan.
• Ny. W mengatakan sakit kedua lutut.
• Ny. M mengatakan merasa sakit kedua kaki.
• Ny. L mengatakan merasa sakit paha sebelah kanan, gatal seluruh tubuh, merasa
pusing.
• Ny. I mengatakan sakit kepala dan kedua kaki
• Ny. E mengatakan sakit kedua kaki
• Ny. U mengatakan merasa sakit di kedua kakinya.
• Saat dilakukan pengkajian, sebagian besar lansia di wisma lilly kesulitan
mengingat hari, dan ada beberapa yang mengatakan lupa tahun ini tahun berapa
• Ada 2 nenek, yaitu nenek W dan M yang tidak tau sekarang berada di mana
DO:
• Berdasarkan hasil pengkajian observasi dan wawancara menggunakan angket
skala jatuh Morse Fall Scale (MFS) pada 12 lansia penghuni Wisma Lily di
PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel didapatkan hasil sebagian besar lansia
berisiko tinggi untuk jatuh dan mengalami kelemahan yaitu 7 orang (41,7%), dan
risiko rendah yaitu 5 orang (58,3%).
59
• Berdasarkan hasil pengkajian menggunakan angket 30 Second Chair Stand Test
pada 12 lansia penghuni Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel
didapatkan hasil lansia dengan nilai dibawah rata-rata sebanyak 12 orang
(100%).
• Berdasarkan hasil pengkajian menggunakan angket Four- Stage Balance Test
pada 12 lansia penghuni Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel
didapatkan hasil sebagian besar mampu risiko jatuh sebanyak 12 orang (100 %).
• Berdasarkan hasil pengkajian, diketahui bahwa seluruh lansia (12
orang) kebanyakan mengalami kelemahan pada kakinya.
• Berdasarkan tabel diatas dari hasil pengkajian menggunakan angket kognitif
SPMSQ pada 12 lansia penghuni Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera
didapatkan 2 orang (17%) dengan kerusakan intelektual utuh, 7 orang (58%)
kerusakan intelektual sedang, 3 orang (25%) dengan kerusakan intelektual berat.
• Berdasarkan hasil pengkajian dan observasi menggunakan angket Mini Mental
State Exam pada 12 lansia penghuni Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera
Prov. Kalsel didapatkan hasil sebagian besar lansia tidak memiliki gangguan
kognitif yaitu 7 orang (58,3%), gangguan kognitif ringan yaitu 2 orang (16,7%),
dan memiliki gangguan kognitif berat yaitu 3 orang (25%).
• Berdasarkan data yang didapatkan dari analisis nama obat diketahui bahwa 1
lansia (8,3%) memiliki riwayat penyakit kolesterol, 7 lansia (58,3%) memiliki
riwayat penyakit hipertensi, 6 lansia (50%) memiliki riwayat penyakit asam urat,
dan 5 lansia (41,7%) memiliki riwayat penyakit gangguan jiwa.
60
2. DS:
Disfungsi Hambatan interaksi sosial pada
• Beberapa lansia mengatakan bahwa mereka tidak akrab satu sama lain, interaksi sebagian besar lansia di Wisma
mereka hanya sering bertemu dengan teman sekamar saja. Bahkan dengan orang Lily PPRSLU Budi Sejahtera
lain
dalam satu kamar pun mereka jarang berinteraksi satu sama lain.
Alasan para lansia tidak akrab satu sama lain adalah pembicaraan yang
tidak nyambung antara lansia satu dan lansia lain serta kondisi
fisiologis pendengaran yang kurang.
• Ada 2 orang lansia yang mengatakan rindu dan kesepian pada anak atau
keluarganya karena merasa lama tidak dikunjungi
DO:
• 4 orang lansia yang tinggal di wisma Lily sering kali terlihat
berinteraksi dengan sesama lansia di wisma tersebut.
• 4 orang lansia terlihat hanya tidur di kamar wisma dan jarang
berkomunikasi dengan penghuni lainnya.
• 2 orang lansia mengalami demensia sehingga jarang berinteraksi
dengan penghuni lain.
• 2 orang tidak dapat diajak berkomunikasi karena mengalami gangguan
kejiwaan.
61
B. Skoring Masalah Keperawatan
Waktu Yang
Prevalesi Tingkat Potensi
Masalah Kesesuaian Minat Diharapkan Program Ketersediaan
Pengurangan Total
Keperawatan dengan CHN Risiko Keparahan Masyarakat sumber daya
Risiko Memberikan efek
Sindrom Lansia
Lemah berhubungan
dengan penurunan
2 2 2 2 1 1 2 13
energi dan kekuatan
otot, disertai disfungsi
kognitif
Hambatan Interaksi
Sosial berhubungan
dengan disfungsi 2 2 1 2 1 2 1 11
interaksi dengan
orang lain
Pembobotan:
0: tidak ada kepentingan komunitas prioritas
1: prioritas sedang
2: prioritas tinggi
Daftar Prioritas Masalah Keperawatan:
1. Sindrom lansia lemah pada sebagian besar lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera b/d penurunan energi dan kekuatan otot
2. Hambatan interaksi sosial pada sebagian besar lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera b/d disfungsi interaksi dengan orang lain.
62
C. Perencanaan dan Implementasi aspek fisik Atau biologis, mental dan psikososial
Diagnosa
No. Kriteria Hasil/NOC Intervensi/NIC
Keperawatan
1. Sindrom lansia Kebugaran fisik: Peningkatan Latihan : Kekuatan
lemah pada Setelah dilakukan intervensi 1. Berikan informasi mengenai jenis latihan
sebagian besar lansia keperawatan selama 1x pertemuan, daya otot yang bisa dilakukan
di Wisma Lily masalah keperawatan risiko sindrom 2. Bantu mendapatkan sumber yang
PPRSLU Budi lansia lemah dapat dihindari, dengan diperlukan untuk terlibat dalam latihan
Sejahtera Prov. kriteria: 3. Bantu mengembangkan program latihan
Kalsel berhubungan 1. Kekuatan otot baik kekuatan yang seusai dengan tingkat
dengan penurunan 2. Ketahanan otot tidak terganggu kebugaran otot
energi dan kekuatan 3. Fleksibilitas sendi baik 4. Instruksikan untuk mengenali tanda dan
otot. gejala latihan yang bisa atau tidak bisa
Kognisi: ditoleransi selama dan setelah sesi latihan
Setelah dilakukan intervensi 5. Demonstrasikan sikap tubuh yang baik
keperawatan selama 1x pertemuan, 6. Instruksikan untuk beristirahat sejenak
masalah keperawatan risiko sindrom setiap selesai latihan
lansia lemah pada gangguan kognisi 7. Memberikan Latihan ROM aktif dan
dapat dihindari, dengan kriteria: pasif.
63
1. Mampu berkomunikasi jelas sesuai Terapi Kelompok:
usia 1. Tentukan tujuan dari kelompok serta
2. Mampu memahami tentang makna kealamiahan dari proses kelompok
situasi 2. Bentuk kelompok dengan jumlah optimal
3. Mampu berkonsentrasi : 5 – 12 anggota
4. Mendapatkan memori lansung 3. Pilih anggota kelompok yang bersedia
5. Mendapatkan memori baru untuk berpartisipasi aktif
6. Mampu memproses informasi 4. Tetapkan waktu dan tempat pertemuan
7. Keterampilan perhitungan yang kelompok
kompleks 5. Memfasilitasi kelompok melakukan
terapi aktivitas kelompok (TAK) bermain
dakon untuk meningkatkan kemampuan
kognitif dan memori pada lansia (Septiana
Putri, 2019)
Stimulasi Kognitif:
1. Tentukan tujuan dari kelompok serta
kealamiahan dari proses kelompok
2. Bentuk kelompok dengan jumlah optimal
: 5 – 12 anggota
64
3. Pilih anggota kelompok yang bersedia
untuk berpartisipasi aktif
4. Tetapkan waktu dan tempat pertemuan
kelompok
5. Melakukan terapi aktivitas untuk
meningkatkan kognitif
6. Melakukan latihan kegiatan senam otak
(Suryamto, 2022)
65
5. Memfasilitasi kelompok melakukan
terapi aktivitas kelompok (TAK) bermain
menebak benda untuk meningkatkan
kemampuan kognitif dan memori pada
lansia (Cyntia Theresia L, 2023).
66
D. Implementasi Keperawatan
No. Diagnosis Implementasi Waktu Evaluasi TTD
Kamis, 11 Januari 2024
1. Hambatan Terapi Kelompok 10.00 S:
Interaksi Sosial 1. Menentukan tujuan dari WITA - Para lansia mengatakan dapat
kelompokn serta memahami manfaat dan cara jalannya Dani
pada sebagian besar
kealamiahan dari proses permainan
lansia di wisma Lily kelompok - Para lansia mengatakan senang bisa
2. Membentuk kelompok berkumpul dan melakukan permainan Ridha
PPRSLU Budi
dengan jumlah optimal: 5- dengan teman-teman
Sejahtera Prov. 12 anggota O:
3. Memilih anggota kelompok Erga
Kalsel berhubungan - Para lansia sangat antusias mengikutu
yang bersedia untuk
terapi aktivitas kelompok dari awal
dengan disfungsi berpartisipasi aktif
hingga akhir dan tidak ada yang
4. Menetapkan waktu dan Nada
interaksi dengan meninggalkan tempat sebelum selesai
tempat pertemuan
kegiatan
orang lain kelompok
- Semua lansia yang terlibat dalam TAK
5. Memfasilitasi kelompok
dapat menyebutkan nama dan Ariska
melakukan Terapi
panggilannya
Aktivitas Kelompok (TAK)
- 4 dari 5 lansia yang terlibat dalam TAK
pentingnyasosialisasi dan
dapat menyebutkan asal daerahnya
mengimplementasikan
- 4 dari 5 lansia yang terlibat dalam TAK
teknik komunikasi yang
dapat menyebutkan hobi mereka
tepat dengan melakukan
- 4 dari 5 lansia yang terlibat dalam TAK
perkenalan driri antara satu
dapat mengingat nama lansia lain
sama lainnya sesama
- Beberapa lansia terlihat cukup aktif
penghuni wisma Lily
dalam pelaksanaaan TAK
67
A: Masalah Teratasi Sebagian
Indikator Awal Tujuan Akhir
Perasaan 3 5 4
nyaman
dengan
situasi
sosial
Kooperatif 3 5 4
dalam
bermain
dengan
sebaya
68
Sejahtera Prov. 3. Membantu Sendi untuk Mobilisasi pada kelompok
mengembangkan program Lansia
Kalsel berhubungan
latihan kekuatan yang - Lansia cukup aktif dalam kegiatan
dengan kondisi sesuai dengan tingkat - Lansia dapat mengikuti dan
kebugaran otot mempraktikan langkah-langah ROM
terkait gangguan
4. Menginstruksikan untuk A: Masalah Teratasi Sebagian
kognitif beristirahatsejenak setiap Indikator Awal Tujuan Akhir
selesai latihan Kekuatan 3 5 4
5. Memberikan Latihan ROM otot
aktif dan pasif membaik
Ketahanan 3 5 4
otot baik
Fleksibilitas 3 5 4
sendi baik
69
No. Diagnosis Implementasi Waktu Evaluasi TTD
Jum’at, 12 Januari 2024
1. Hambatan Memori Latihan Memori 11.00 S:
pada sebagian besar 1. Menstimulasi ingatan WITA - 5 orang lansia mengataka senang ketika
lansia di Wisma Lily dengan mengulangi mereka bisa mengikuti kegiatan senam Dani
PPRSLU Budi pemikiran pasien yang otak
Sejahtera Prov. terakhir - Para lansia mengatakan memahami
Kalsel berhubungan 2. Mengimplementasikan tujuan dari penerapan senam otak Ridha
dengan kondisi teknik latihan kognisi dan sebagai latihan mencegah pikun
terkait gangguan memori yang teoat dengan - 5 orang lansia mengatakan masih
kognitif senam otak pada hari mengingat tempat dimana mereka
Erga
Jum’at, 12 Januari 2024 di tinggal dan waktu dilakukannya
Ruang Tamu Wisma Lily kegiatan senam otak yaitu hari jum’at,
12 Januari 2024 di Ruang Tamu Wisma
Nada
Lily
O:
- Telah dilakukan senam otak pada hari
Jum’at, 12 Januari 2024 pada pukul Ariska
11.00 WITA di Ruang Tamu WIsma
Lily
- Para lansia Nampak antusias mengikuti
senam otak
- 4 dari 5 orang lansia mampu mengikuti
gerakan senam otak, namun 1 orang
tidak mampu karena keterbatasan
penglihatan
A: Masalah Teratasi Sebagian
Indikator Awal Tujuan Akhir
Mengingat 3 4 4
70
informasi
yang baru
saja terjadi
secara
akurat
Mengingat 3 5 4
informasi
yang
terbaru
secara
akurat
Mengingat 3 4 4
informasi
yang
sudah
lama
secara
akurat
71
kognitif 3. Membantu - Lansia cukup aktif dalam kegiatan
mengembangkan program - Lansia dapat mengikuti dan
latihan kekuatan yang mempraktikan langkah-langah ROM
sesuai dengan tingkat A: Masalah Teratasi Sebagian
kebugaran otot Indikator Awal Tujuan Akhir
4. Menginstruksikan untuk Kekuatan 3 5 4
beristirahatsejenak setiap otot
selesai latihan membaik
5. Memberikan Latihan ROM Ketahanan 3 5 4
aktif dan pasif otot baik
Fleksibilitas 3 5 4
sendi baik
72
No. Diagnosis Implementasi Waktu Evaluasi TTD
Sabtu, 13 Januari 2024
1. Sindrom Lansia Peningkatan Latihan: 12.00 S:
Lemah pada Kekuatan WITA - Lansia mengatakan mengerti dan
sebagian besar 1. Memberikan informasi memahai cara melakukan ROM aktif Dani
lansia di Wisma Lily mengenai jenis latihan dan pasif
PPRSLU Budi daya otot yang bisa O:
Sejahtera Prov. dilakukan - 5 dari 12 Lansia di Wisma Lily Ridha
Kalsel berhubungan 2. Membantu mendapatkan mengikuti kegiatan Latihan Pergerakan
dengan kondisi sumber yang diperlukan Sendi untuk Mobilisasi pada kelompok
terkait gangguan untuk terlibat dalam latihan Lansia
Erga
kognitif 3. Membantu - Lansia cukup aktif dalam kegiatan
mengembangkan program - Lansia dapat mengikuti dan
latihan kekuatan yang mempraktikan langkah-langah ROM
Nada
sesuai dengan tingkat A: Masalah Teratasi Sebagian
kebugaran otot Indikator Awal Tujuan Akhir
4. Menginstruksikan untuk Kekuatan 3 5 4
beristirahatsejenak setiap otot Ariska
selesai latihan membaik
5. Memberikan Latihan ROM Ketahanan 3 5 4
aktif dan pasif otot baik
Fleksibilitas 3 5 4
sendi baik
73
lansia di wisma Lily kelompokn serta kealamiahan memahami manfaat dan cara jalannya
PPRSLU Budi
dari proses kelompok permainan
Sejahtera Prov.
Kalsel berhubungan 1. Membentuk kelompok - Para lansia mengatakan senang bisa
dengan disfungsi dengan jumlah optimal: 5- berkumpul dan melakukan permainan
interaksi dengan 12 anggota dengan teman-teman
orang lain 2. Memilih anggota O:
kelompok yang bersedia
- Para lansia sangat antusias mengikutu
untuk berpartisipasi aktif
terapi aktivitas kelompok dari awal
3. Menetapkan waktu dan
hingga akhir dan tidak ada yang
tempat pertemuan
meninggalkan tempat sebelum selesai
kelompok
kegiatan
4. Memfasilitasi kelompok
- Semua lansia yang terlibat dalam TAK
melakukan Terapi
dapat menyebutkan nama dan
Aktivitas Kelompok
panggilannya
(TAK)
- 4 dari 5 lansia yang terlibat dalam TAK
pentingnyasosialisasi dan
dapat menyebutkan asal daerahnya
mengimplementasikan
- 4 dari 5 lansia yang terlibat dalam TAK
teknik komunikasi yang
dapat menyebutkan hobi mereka
tepat dengan melakukan
- 4 dari 5 lansia yang terlibat dalam TAK
perkenalan driri antara satu
dapat mengingat nama lansia lain
sama lainnya sesama
- Beberapa lansia terlihat cukup aktif
penghuni wisma Lily
dalam pelaksanaaan TAK
A: Masalah Teratasi Sebagian
Indikator Awal Tujuan Akhir
Perasaan 3 5 4
nyaman
74
dengan
situasi
sosial
Kooperatif 3 5 4
dalam
bermain
dengan
sebaya
75
BAB IV PEMBAHASAN
Proses menua merupakan suatu proses yang akan terjadi disepanjang hidup
manusia yang dimulai sejak permulaan kehidupan. “Menjadi tua” adalah suatu
keadaan dan masa yang pasti terjadi didalam kehidupan manusia. Lansia mengalami
perubahan fisiologis dan morfologis salah satunya pada system muskuloskeletal
khususnya otot. Pada perubahan fisiologis yang terjadi adalah penurunan kekuatan otot
dan penurunan massa otot (Hartinah et al., 2019).
Perubahan fisiologis yang terjadi pada otot lansia akan mengalami penurunan
kekuatan otot dan penurunan massa otot (atropi otot). Kekuatan otot dapat
menurun dengan bertambahnya usia seseorang yaitu sebesar 40% dari usia 30 sampai
80 tahun. Colombia University Medical Center menemukan bahwa menurunnya
kekuatan otot pada lansia terjadi akibat kebocoran kalsium dari kelompok protein
dalam sel otot yang disebut ryanodine yang kemudian memicu terjadinya
rangkaian kejadian yang membatasi kontraksi serabut otot. Dengan berkurangnya
kalsium yang tersedia maka kontraksi otot melemah (Hartinah et al., 2019).
Berdasarkan hasil pemeriksaan skala kekuatan otot diketahui seluruh lansia (12
orang) kebanyakan mengalami kelemahan pada kakinya. Sedangkan lansia yang
76
mengalami kelemahan pada tangan sebanyak 5 orang lansia. Berdasarkan dari hasil
pengkajian menggunakan angket 30 Second Chair Stand Test pada 12 lansia penghuni
Wisma Lily di PPRSLU Budi Sejahtera Prov. Kalsel didapatkan hasil lansia dengan nilai
dibawah rata-rata sebanyak 12 orang (100%).
77
4.2 Hambatan Interaksi Sosial
Berdasarkan hasil yang ditemukan pada saat pengkajian diketahui beberapa lansia
tidak akrab satu sama lain, mereka hanya sering bertemu dengan teman sekamar saja.
Bahkan dalam satu kamar pun mereka jarang berinteraksi satu sama lain. Alasan para
lansia tidak akrab satu sama lain adalah pembicaraan yang tidak nyambung antara lansia
satu dan lansia lain serta kondisi fisiologis pendengaran yang kurang. Ada 2 orang lansia
yang rindu dan kesepian pada anak atau keluarganya karena merasa lama tidak
dikunjungi, 3 orang lansia terlihat hanya tidur di kamar wisma dan jarang
berkomunikasi dengan penghuni lainnya, 2 orang lansia mengalami demensia
sehingga jarang berinteraksi dengan penghuni lain, dan sebanyak 2 orang tidak dapat
diajak berkomunikasi karena mengalami gangguan kejiwaan.
78
lainnya. Terapi aktivitas kelompok ini efektif mengubah perilaku karena di dalam
kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam
kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan menjadi tempat
klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptif (Yunita, 2012). Beberapa penelitian mengenai pengaruh terapi aktivitas
kelompok terhadap klien dengan masalah keperawatan gangguan sosialisasi seperti
penelitian yang dilakukan oleh Fatma Jama (2018), yang menunjukkan sebagian besar
lansia yang diteliti mengalami peningkatan kemampuan sosialisasi. Lansia diberikan
perlakuan berupa terapi aktifitas kelompok dalam tiga sesi yang dimana pelaksanaannya
dilakukan sebanyak tiga kali. Masing-masing terapi dilakukan satu kali dalam seminggu
selama tiga minggu berturut-turut. Dengan demikian kemampuan sosialisasi sebelum
dan sesudah dilakukannya terapi aktifitas kelompok mengalami perubahan yang
signifikan jika dibandingkan dengan sebelum dilakukannya terapi aktifitas kelompok
dengan hasil uji paired t-test didapatkan nilai p sebesar 0.000.
79
BAB V PENUTUP
1.1 Simpulan
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada lansia di Wisma
Lilly di PPRSLU Budi Sejahtera Martapura, dapat disimpulkan:
1. Berdasarkan pengkajian lansia di Wisma Lilly diperoleh jumlah total lansia
yang dikaji sebanyak 12 orang.
2. Dari analisa masalah yang muncul didapatkan masalah keperawatan yaitu
Sindrom Lansia Lemah dan Hambatan Interaksi Sosial.
1.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
3. Mempelajari masalah pada lansia di Wisma Lilly PPRSLU Budi Sejahtera
Martapura, kemudian dapat melakukan intervensi yang sesuai untuk
mengatasi masalah keperawatan Sindrom Lansia Lemah dan Hambatan
Interaksi Sosial.
2. Bagi Lansia
Lansia di Wisma Lily PPRSLU Budi Sejahtera Martapura dapat menjaga
hubungan interaksi antara sesama lansia dengan selalu melakukan kegiatan
kelompok, dapat melakukan secara mandiri tentang terapi aktivitas seperti
tebak gambar, senam otak dan bermian dakon untuk meningkatkan fungsi
kognitif.
80
DAFTAR PUSTAKA
Amin, H., & Malik, A. S. (2018). Human memory retention and recall processes. A review
of EEG and fMRI studies. Neurosciences Journal, 18(4), 330.
Gross, Richard. 2022. Psychology. The Science of Mind and Behaviour. Terjemahan
Helly Prajitno Soecipto, Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Miller, C. (2022). Nursing for Wellness in Older Adults: theory ang practice.( 6th ed.).
Philadelphia: Lippincott Williams & WIlkin.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., & Wagner, C.M. (2016). Nursing
Outcome Classification (NOC), Edisi 6. Philadelpia: Elsevier.
81
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
BERMAIN DAKON UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
KOGNITIF DAN MEMORI PADA LANSIA DI WISMA LILY
PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA
(PPRSLU) BUDI SEJAHTERA MARTAPURA
Oleh:
Kelompok F
Oleh:
Kelompok F
Lola Illona Elfani Kausar, S.Kep., Ns., M.Kep dr. Aditya Anin Primasari
NIP. 19921103 202203 2 011 NIP. 19831107 2010012 005
KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
BERMAIN DAKON UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN MEMORI
PADA LANSIA DI WISMA LILY PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT
USIA (PPRSLU) BUDI SEJAHTERA MARTAPURA
A. Persiapan
1. Topik : TAK “Bermain Dakon untuk Meningkatkan Memori
Jangka Pendek”
2. Tujuan :
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok bermain dakon diharapkan
lansia dapat meningkatkan memori khususnya memori jangka pendek
sebagai bentuk peningkatan kemampuan kognitif.
b. Tujuan Khusus
1. Lansia mampu mengetahui manfaat dari bermain dakon.
2. Lansia mampu mempererat hubungan antar individu dan kelompok
3. Lansia mampu menerapkan TAK bermain dakon ini dalam
kehidupan sehari-hari sebagai bentuk peningkatan kemampuan
kognitif sekaligus mengusir rasa bosan.
B. Landasan Teori
Populasi lanjut usia diperkirakan akan semakin meningkat setiap tahunnya.
Populasi lanjut usia adalah populasi yang berumur 60 tahun atau lebih.
Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia
terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah
lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada
tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta
jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta
jiwa.
Proses penuaan merupakan suatu proses yang alami ditandai dengan adanya
penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial. Terkait
dengan perubahan fisik, proses menua pada lansia akan menyebabkan banyak
perubahan pada sistem neurologi, organ otak pada lanjut usia akan mengalami
perubahan fungsi. Salah satunya adalah perubahan pada fungsi kognitif.
Secara kognitif lansia mengalami beberapa perubahan gradual khususnya
dalam kemampuan memori.
Age-Associated Memory Impairment (AAMI) merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi defisiensi dalam proses mengingat
yang terjadi seiring penuaan. AAMI tidak seperti penyakit demensia, tidak
terjadi secara progresif atau bukanlah suatu ketidakmampuan. AAMI
merupakan gangguan memori ringan yang masih normal terjadi pada usia
lanjut.
Keterangan :
:Leader
:Co Leader
:Peserta
:Observer
Lampiran Materi
A. Evaluasi Struktural
1. Kesiapan Peserta Penyuluhan
a. Sasaran : Lansia di Wisma Lily
b. Hari / tanggal pelaksanaan : Kamis, 11 Januari 2024
2. Waktu kegiatan dimulai : 11.00 WITA
3. Kesiapan tempat pelaksanaan : Ruang Tengah Wisma Lily
4. Kesiapan penyaji
a. Penyaji/leader :
Penyajian materi dilakukan oleh Mahadani, S.Kep dengan menggunakan
media dakon.
b. Co Leader :Ridha Khairina, S.Kep
c. Observer : Irhamna Putri Nada Ramadhini, S.Kep
d. Fasilitator 1 : Khofifah Erga Salsabila, S.Kep
e. Fasilitator 2 :Ariska Wulandari, S.Kep
5. Kesiapan materi penyaji
Materi disampaikan langsung tanpa media
6. Kesiapan media : dakon
B. Evaluasi Proses
1. Sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok, kelompok F terlebih dahulu
kontrak dengan para lansia bahwa akan dilakukan kegiatan terapi aktivitas
kelompok pada pukul 11.00 WITA.
2. Saat terapi aktivitas kelompok dilaksanakan, penyaji melakukan sesi
pembukaan selama 5 menit dengan memberi salam, memperkenalkan diri,
membina hubungan saling percaya, menyampaikan tujuan pokok materi
yaitu mengenai manfaat permainan dakon.
3. Peserta antusias mengikuti proses terapi aktivitas kelompok dari awal
sampai akhir, dan tidak ada yang meninggalkan tempat TAK sebelum TAK
berakhir. Peserta juga secara bergantian mengikuti terapi bermain ini.
4. Penyaji menanyakan kepada para lansia apakah sudah memahami mengenai makna
dan manfaat bermain dakon.
5. Penyaji menarik kesimpulan dari proses terapi aktivitas kelompok.
6. Penyaji menutup terapi aktivitas kelompok dengan mengucapkan salam.
C. Evaluasi Hasil
1. Kegiatan terapi aktivitas kelompok berjalan sesuai dengan tanggal yang telah
ditentukan, yaitu Kamis, 11 Januari 2024 selama ±40 menit sebelumnya sempat
terlambat karena harus mengumpulkan lansia terlebih dulu.
2. Sebagian besar peserta mampu memahami makna bermain dakon.
3. Lansia merasa senang mengikuti terapi bermain
4. Lansia dapat memahami cara bermain dakon dengan metode tim.
5. Terdapat 4 lansia yang mengikuti kegiatan, terdapat 1 orang yang memiliki
keterbatasan dalam mendengar sehingga perlu dipandu dalam kegiatan TAK.
6. Terdapat 1 lansia tidak dapat duduk dilantai karena kondisi post stroke sehingga
mengikuti kegiatan dengan duduk dikursi.
7. Adapun hambatan dalam kegiatan ini yaitu :
- Hanya terdapat 4 lansia yang bisa diajak bermian dikarenakan yang lain ada
yang sedang sakit kepala dan beberapa ada yang hanya bisa di tempat tidur.
- Terdapat 1 orang lansia tidak dapat mengikuti proses terapi aktivitas kelompok
karena keterbatasan dalam mendengar dan berbicara sehingga di pandu untuk
melakukan proses bermian.
DOKUMENTASI
DAFTAR PUSTAKA
Oktaviani, S.D. 2022. Pengaruh Terapi Bermian Dakon Terhadap Status Kognitif
Lansia Hipertensi di Puskesmas Sumbang 1. Skolastik Keperawatan.
Vol.8. No.2.
DAFTAR HADIR
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
BERMAIN DAKON UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN MEMORI
PADA LANSIA DI WISMA LILY PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT
USIA (PPRSLU) BUDI SEJAHTERA MARTAPURA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
Disusun Oleh :
Kelompok F
Disusun Oleh :
Kelompok F
Mahadani, S. Kep. 2330913310002
Ridha Khairina, S.Kep. 2330913320009
Khofifah Erga Salsabila, S.Kep. 2330913320011
Irhamna Putri Nada Ramadhini, S.Kep 2330913320030
Ariska Wulandarii, S.Kep 2330913320008
Mengetahui,
D. Perencananan Penyuluhan
Waktu : 20 Menit / 10.00 – 10.20 WITA
Hari/Tanggal : Jumat, 12 Januari 2024
Tempat : Wisma Lily
Sasaran : 8 orang lansia di wisma Lily
Metode : Ceramah dan diskusi (tanya jawab)
Media : Poster
Anggota Penyuluhan :
1. Moderator : Irhamna Putri Nada Ramadhini, S.Kep
2. Penyaji materi : Mahadani, S.Kep
3. Observer : Ridha Khairna, S.Kep
4. Fasilitator : Ariska Wulandari, S.Kep
Khofifah Erga Salsabila, S.Kep
Keterangan :
: Pemateri
: fasil+observer+dokumentator
: Peserta
: moderator
E. Kegiatan Penyuluhan
menjawab pertanyaan.
3. Menyimpulkan tentang
materi yang telah
disampaikan.
4. Menutup dan
mengucapkan salam
G. Evaluasi
1. Evaluasi Struktural
a) Peserta penyuluhan siap di tempat 10 menit sebelum penyuluhan.
b) Tempat pelaksanaan siap 30 menit sebelum penyuluhan.
c) Anggota penyuluhan siap 20 menit sebelum penyuluhan.
d) Media penyuluhan siap 30 menit sebelum penyuluhan.
2. Evaluasi Proses
a) Peserta aktif mendengarkan dan bertanya
b) Proses penyuluhan dapat berlangsung dengan lancar dan peserta
penyuluhan mengetahui dan memerhatikan materi penyuluhan yang
diberikan.
c) Selama proses penyuluhan diharapkan terjadi interaksi antara penyuluh
dengan sasaran.
d) Kehadiran peserta diharapkan 80% dan tidak ada peserta yang
meninggalkan tempat penyuluhan selama kegiatan berlangsung.
3. Evaluasi Hasil
a) Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
b) Peserta dapat menjawab pertanyaan yang diberikan.
H. Lampiran
Lampiran I (Materi Penyuluhan)
Lampiran II (Poster)
I. Dokumentasi
Lampiran III ( Dokumentasi)
tangan kanan ke kaki kiri dan lima kali untuk tangan kiri ke kaki kanan.
Pada adiyuswa gerakan bisa disederhanakan dengan tidak usah mengangkat
kaki terlalu tinggi. Atau jika betul-betul tidak mampu, maka gerakan bisa
dibuat tangan yang menyentuh kaki secara silang, sehingga kaki tidak perlu
diangkat. Gerakan silang mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan
merupakan gerakan pemanasan untuk semua keterampilan yang
memerlukan penyebrangan garis tengah bagian lateral. Selain mengaktifkan
dua belahan otak, gerakan inipun mampu meningkatkan daya pikir dan daya
ingat, meningkatkan koordinasi tubuh, dan merangsang kelancaran aliran
cairan otak.
2. Hooks Up
Gerakan hooks up yaitu kedua tangan disilangkan di depan dada dan kaki
disilangkan, kanan ke kiri dan sebaliknya secara bergantian, lakukan setiap
bagian selama 1 menit. Untuk adiyuswa yang memiliki keterbatasan
kekuatan fisik dan pemahaman, posisi tangan bisa hanya sekedar dirapatkan
dan digenggamkan. Gerakan ini dapat meningkatkan keseimbangan. Ketika
keseimbangan terus distimulasi, maka dapat meminimalisir keluhankeluhan
Gerakan lazy eight seperti menggambar angka 8 tidur atau simbol “tak
terhingga” di depan mata, dengan ibu jari ditegakkan dan lengan diluruskan
ke depan. Gerakan dilakukan bergantian tangan kanan terlebih dahulu,
setelah itu tangan kiri masingmasing sebanyak lima putaran. Pada saat
tangan membentuk delapan tidur, maka mata mengikuti gerakan tangan.
Pada gerakan ini, individu menyebrangi garis tengah visual tanpa berhenti,
maka gerakan ini mengaktifkan mata kanan dan kiri serta mengintegrasikan
bidang penglihatan kanan dan kiri. Pada adiyuswa, ketajaman penglihatan
secara perlahan dan pasti akan menurun, bahkan koordinasi visual persepsi
juga terganggu, dimana adiyuswa membutuhkan waktu yang lama untuk
menyadari apa yang dilihatnya. Maka gerakan ini bisa melatih daya
penglihatan sekaligus memelihara ketajaman persepsi visual.
4. Putaran Leher
Pada gerakan ini, salah satu tangan diluruskan ke atas di samping telinga.
Tangan kedua melewati bagian belakang kepala dan diletakkan di bawah
siku tangan pertama. Tangan yang lurus digerakkan (diputar) ke arah luar,
ke dalam, ke belakang dan ke muka sambil tangan kedua menahannya
dengan tekanan halus. Hembuskan napas saat otot tegang atau diaktifkan.
Gerakan dilakukan bergantian antara tangan kanan dan kiri masing-masing
tiga putaran. Mengaktifkan tangan dapat melepaskan ketegangan di otot
pundak dan dada bagian atas dan juga pangkal lengan. Pundak adalah
penopang rangka manusia, yang secara psiko-fisiologis menjadi pusat beban
manusia, terlebih jika manusia mengalami kelelahan fisik dan ketegangan
psikologis, maka pundak menjadi terasa kaku bahkan nyeri. Dada dan
pangkal lengan juga merupakan pemilik otot-otot yang terhubung langsung
dengan otot pundak sehingga ketiga bagian tersebut berkorelasi serta saling
Pada gerakan ini, kedua tangan meraih punggung telapak kaki, dengan
posisi kaki disilangkan, dan kepala mencium lutut. Untuk adiyuswa gerakan
ini disederhanakan semampunya, seperti hanya berusaha menyentuh lutut
dan menundukkan kepala, dengan kaki tetap disilangkan. Gerakan ini
dilakukan selama 1 menit. Gerakan ini menggunakan keseimbangan dan
gravitasi untuk melepaskan ketegangan pinggul dan pelvis, agar adiyuswa
dapat menemukan sikap tubuh duduk dan berdiri yang nyaman. Melalui
gerakan ini, adiyuswa dapat melatih diri untuk dapat duduk dan berdiri tanpa
merasa kesulitan sehingga bisa hidup lebih mandiri.
8. Saklar Otak
Saklar Otak adalah suatu gerakan menyentuh bagian dada atas, tepatnya
jaringan lunak di bawah tulang clavicula di kiri dan kanan sternum, lalu
memijat dengan satu tangan, sementara tangan yang lain memegang pusar.
Bisa sambil menundukan kepala dan berdoa ketika memijat dada atas.
Dilakukan selama kurang lebih 2 menit dengan mengganti tangan kanan dan
kiri. Saklar Otak merupakan titik akhir meridian ginjal dan berada dekat
pembuluh darah besar, sehingga apabila diaktifkan akan melancarkan
pengaliran darah yang kaya zat asam ke otak. Hal itu penting karena agar
Pada gerakan ini, ujung jari satu tangan menyentuh dan sedikit menekan
atas bibir, dan jari lainnya menekan lembut garis belakang pada tulang ekor.
Dilakukan selama kurang lebih 1 menit. Tombol angkasa adalah titik
akupuntur (di meridian governur) yang berhubungan langsung dengan otak,
tulang belakang dan pusat sistem saraf. Dengan mengaktifkan tombol ini
dimungkinkan untuk relaks.
11. Menguap Berenergi
Gerakan ini adalah perpaduan dari menguap, dan memijat tulang pipi dan
rahang. Dilakukan sebanyak 5 kali menguap, dan pijatan perlahan. Bisa
Satuan Acara Penyuluhan Latihan Senam Otak pada Lansia
selama 1 menit. Menguap sambil menyentuh tempat-tempat yang tegang di
rahang menolong menyeimbangkan tulang tengkorak dan menghilangkan
Gerakan ini adalah gerakan memijat secara lembut daun telinga sambil
menariknya ke luar, mulai dan ujung atas, menurun sampai sepanjang
lengkungan dan berakhir di cuping, menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Ketika memijat bisa sambil bernyanyi lagu-lagu pendek, atau
mendengarkan musik dan lagu. Gerakan dilakukan selama 1 menit.
Kegiatan ini menolong adiyuswa memusatkan perhatian terhadap
pendengarannya serta menghilangkan ketegangan pada tulang-tulang
kepala. Pendengaran seringkali berkurang ketika seseorang memasuki usia
tua. Selain itu, organ pendengaran juga sangat terkait dengan keseimbangan
tubuh. Pusat syaraf keseimbangan terletak di batang otak dan bagian otak di
sekitar telinga, sehingga pemijatan secara terstruktur dan rutin, bisa
meningkatkan kemampuan pendengaran dan keseimbangan adiyuswa, serta
menimbulkan perasaan relaks
Media SAP
Observer
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
DOKUMENTASI
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
BERMAIN TEBAK BENDA UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI
KOGNITIF PADA LANSIA DI WISMA LILY PERLINDUNGAN DAN
REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA (PPRSLU) BUDI
SEJAHTERA DI MARTAPURA
Oleh:
Kelompok F
Oleh:
Kelompok F
Lola Illona Elfani Kausar, S.Kep., Ns., M.Kep dr. Aditya Anin Primasari
NIP. 19921103 202203 2 011 NIP. 19831107 2010012 005
KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
BERMAIN TEBAK BENDA UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI KOGNITIF PADA
LANSIA DI WISMA LILY PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA
(PPRSLU) BUDI SEJAHTERA DI MARTAPURA
A. Persiapan
1. Topik : TAK “Bermain Tebak Benda untuk Meningkatkan
Fungsi Kognitif Pada Lansia”
2. Tujuan :
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi aktivitas kelompok bermain tebak benda
diharapkan lansia dapat meningkatkan fungsi kognitif.
b. Tujuan Khusus
1. Lansia mampu mengetahui manfaat dari bermain tebak benda.
2. Lansia mampu mempererat hubungan antar individu dan kelompok
3. Lansia mampu menerapkan TAK bermain tebak benda ini dalam
kehidupan sehari-hari sebagai bentuk peningkatan kemampuan
kognitif sekaligus mengusir rasa bosan.
B. Landasan Teori
Populasi lanjut usia diperkirakan akan semakin meningkat setiap tahunnya.
Populasi lanjut usia adalah populasi yang berumur 60 tahun atau lebih.
Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah lanjut usia
terbanyak di dunia. Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010, jumlah
lanjut usia di Indonesia yaitu 18,1 juta jiwa (7,6% dari total penduduk). Pada
tahun 2014, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia menjadi 18,781 juta
jiwa dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya akan mencapai 36 juta
jiwa.
Proses penuaan merupakan suatu proses yang alami ditandai dengan adanya
penurunan atau perubahan kondisi fisik, psikologis maupun sosial. Terkait
dengan perubahan fisik, proses menua pada lansia akan menyebabkan banyak
perubahan pada sistem neurologi, organ otak pada lanjut usia akan mengalami
perubahan fungsi. Salah satunya adalah perubahan pada fungsi kognitif.
Secara kognitif lansia mengalami beberapa perubahan gradual khususnya
dalam kemampuan memori.
Age-Associated Memory Impairment (AAMI) merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan kondisi defisiensi dalam proses mengingat
yang terjadi seiring penuaan. AAMI tidak seperti penyakit demensia, tidak
terjadi secara progresif atau bukanlah suatu ketidakmampuan. AAMI
merupakan gangguan memori ringan yang masih normal terjadi pada usia
lanjut.
Keterangan :
:Leader
:Co Leader
:Peserta
:Observer
:Kardus
Lampiran Materi:
Pada usia lanjut dapat terjadi perubahan-perubahan fungsi sistem dari tubuh.
Sistem tubuh yang dapat mengalami perubahan ini adalah sistem kognitif.
Berdasarkan data Susenas Badan Pusat Statistik RI tahun 2010 (BPS, 2010),
didapatkan data bahwa lansia yang mengalami kesulitan dalam mengingat atau
berkonsentrasi akhirnya berujung pada tanda dan gejala awal dari demensia.
Peningkatan fungsi kognitif pada lansia dapat dilakukan dengan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK). Terapi aktifitas kelompok adalah suatu jenis terapi aktivitas
pada lansia atas kelompok penderita bersama-sama yang diberikan denan cara
bertukar pikiran antar lansia dalam satu kelompok dan kegiatan ini dipimpin oleh
terapis. Terapi Aktivitas Kelompok juga merupakan salah satu terapi modalitas
yang dilakukan perawat kepada kelompok lansia yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama dimana terjadi terjadi dinamika interaksi yang saling
bergantung, saling membutuhkan dan menjadi laboratorium tempat lansia melatih
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku yang maladaptive,
sehingga TAK dapat menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan fungsi
kognitif lansia (Lumintang & Fidi, 2023).
Terapi kognitif sendiri dapat mencegah menurunnya daya ingat seseorang.
Terapi kognitif menitikberatkan fokusnya pada tujuan dan masalah dari keadaan
saat itu (Meilisa, 2016). Terapi ini melihat individu sebagai seorang pembuat
keputusan. Terapi kognitif telah terbukti efektif dalam menangani masalah
kecemasan, gangguan mood, gangguan kepribadian, schizophrenia dan substance
abuse. Aplikasi terapi kognitif dipakai dalam dunia pendidikan maupun
pekerjaan. Piager meruapakan salah satu pakar yang membuat terapi kognitif
dapat dikenal diawal tahun 1960-an (Lumintang & Fidi, 2023).
Terapi tebak benda dapat digunakan sebagai terapi aktivitas kelompok.
Terapi ini termasuk dalam kegiatan stimulasi sensori dengan menstimulasi panca
indra dengan menggunakan Blind Guessing Game. Pada kegiatan perabaan,
terapis menggunakan kegiatan tebak benda dimana partisipan hanya bisa meraba
benda dalam kotak tertutup dimana partisipan tidak tahu nama benda yang
dipegangnya. Melalui kegiatan perabaan yaitu tebak benda, lansia diajak untuk
bisa mempersepsikan dan menstimulasi otak untuk dapat mensinkronkan antara
benda yang dipegang dengan memori sebelumnya akan nama dari benda yang
sedang dipegangnya. Hal ini melatih otak lansia untuk aktif kembali (Sujiono,
2018) sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi tebak benda dapat digunakan
sebagai terapi pada lansia (Lumintang & Fidi, 2023).
EVALUASI
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
BERMAIN TEBAK BENDA UNTUK MENINGKATKAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA
DI WISMA LILY PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA
(PPRSLU) BUDI SEJAHTERA DI MARTAPURA
A. Evaluasi Struktural
1. Kesiapan Peserta Penyuluhan
a. Sasaran : Lansia di Wisma Lily
b. Hari / tanggal pelaksanaan : Sabtu, 13 Januari 2024
2. Waktu kegiatan dimulai : 12.00 WITA
3. Kesiapan tempat pelaksanaan : Ruang Tengah Wisma Lily
4. Kesiapan penyaji
a. Penyaji/leader :
Penyajian materi dilakukan oleh Mahadani, S.Kep dengan menggunakan
media kardus dan benda-benda disekitar.
b. Co Leader :Khofifah Erga Salsabila, S.Kep
c. Observer :Ariska Wulandari, S.Kep
d. Fasilitator 1 : Ridha Khairina, S.Kep
e. Fasilitator 2 : Irhamna Putri Nada Ramadhini, S.Kep
5. Kesiapan materi penyaji
Materi disampaikan langsung tanpa media
6. Kesiapan media :
a. Kardus yang sudah di modif
b. Benda-benda disekitar (cont. Sendok, pulpen, penghapus, perawut pensil)
B. Evaluasi Proses
1. Sebelum dilakukan terapi aktivitas kelompok, kelompok F terlebih dahulu
kontrak dengan para lansia bahwa akan dilakukan kegiatan terapi aktivitas
kelompok pada pukul 12.00 WITA.
2. Saat terapi aktivitas kelompok dilaksanakan, penyaji melakukan sesi
pembukaan selama 5 menit dengan memberi salam, memperkenalkan diri,
membina hubungan saling percaya, menyampaikan tujuan pokok materi
yaitu mengenai manfaat permainan tebak benda.
3. Peserta antusias mengikuti proses terapi aktivitas kelompok dari awal
sampai akhir, dan tidak ada yang meninggalkan tempat TAK sebelum TAK
berakhir. Peserta juga secara bergantian mengikuti terapi bermain ini.
4. Penyaji menanyakan kepada para lansia apakah sudah memahami mengenai makna
dan manfaat bermain tebak benda.
5. Penyaji menarik kesimpulan dari proses terapi aktivitas kelompok.
6. Penyaji menutup terapi aktivitas kelompok dengan mengucapkan salam.
C. Evaluasi Hasil
1. Kegiatan terapi aktivitas kelompok berjalan sesuai dengan tanggal yang telah
ditentukan, yaitu Sabtu, 13 Januari 2024 selama ±40 menit sebelumnya sekitar 5
menit untuk mengumpulkan lansia terlebih dulu.
Lumintan, C.T & Fidy, R.S. 2023. Terapi Aktivitas Kelompok "Tebak Benda" Di
Balai Penyantunan Sosial Lanjut Usia Terlantar "Senja Cerah" Paniki -
Manado. Vol.5, No.2.
DAFTAR HADIR
PENDIDIKAN KESEHATAN
LATIHAN SENAM OTAK PADA LANSIA DI WISMA LILY PERLINDUNGAN DAN
REHABILITASI SOSIAL LANJUT USIA (PPRSLU) BUDI SEJAHTERA DI MARTAPURA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.