Jurnal Storet
Jurnal Storet
02 (2023) 780-789
© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
p-ISSN : 2798-3420 I e-ISSN : 2477-6068
1. Pendahuluan
Semua jenis makhluk hidup yang ada di muka bumi ini memerlukan peranan air sebagai sumber
kehidupannya [1]. Bagi manusia, sumber air bersih merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi untuk
keperluan sehari-hari karena tanpa air bersih manusia akan mengalami kesulitan dalam bertahan hidup.
Oleh karena itu, penggunaan air sebaiknya dilakukan secara bijak dengan memperhitungkan
kepentingan generasi sekarang serta generasi berikutnya [2]. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia
yang cukup tinggi sejalan dengan semakin berkembangnya tingkat pendidikan di masyarakat serta
perkembangan kota dapat memberikan dampak besar, baik berdampak secara positif maupun negatif.
Sungai menjadi salah satu media yang menerima dampak dari banyaknya aktivitas pembangunan dan
eksplorasi sumber daya alam yang dilakukan oleh manusia secara gencar [3].
Sungai merupakan salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia dan dapat menampung buangan dari kegiatan manusia di daerah permukiman,
perkebunan, pertanian, peternakan, dan industry di sekitarnya. Hasil buangan dari kegiatan ini akan
mengalir masuk ke dalam badan sungai sehingga menyebabkan terjadinya perubahan faktor fisika,
kimia, dan biologi dalam air sungai tersebut [4]. Sungai memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah
pencemaran yang terjadi di badan sungai dengan bantuan aktivitas biologis dari mikroorganisme yang
hidup di dalam air yang disebut self purification [5]. Sungai Metro merupakan anak Sungai Brantas
yang aliran sungainya melalui Kota Malang dan bermuara di Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang
dengan panjang sungai ±41,6 km. Permasalahan yang terjadi di Sungai Metro saat ini adalah tingkat
kualitas air yang mulai mengalami penurunan yang disebabkan oleh semakin padatnya permukiman.
Kegiatan dari permukiman ini dapat memberikan masukan limbah domestik dan bahan organik ke
badan sungai [6]. Hal ini dapat memberikan dampak negatif terhadap ekosistem perairan sungai [7].
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status mutu air Sungai Metro Kota Malang
dengan menggunakan metode STORET, metode Indeks Pencemaran, dan metode CCME-WQI. Serta
untuk mengetahui lokasi yang menjadi penyebab terbesar tercemarnya Sungai Metro Kota Malang.
Kemudian mencari parameter yang menjadi penyebab terbesar tercemarnya Sungai Metro Kota Malang.
781
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
Gambar 1: Titik lokasi pemantauan kualitas air Sungai Metro Kota Malang
2.2 Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu:
1. Data peta wilayah Sungai Metro Kota Malang.
2. Data peta titik pengambilan sampel air di Sungai Metro Kota Malang.
3. Data kualitas air parameter fisika, kimia, dan biologi setiap titik pengambilan sampel air Sungai
Metro Kota Malang tahun 2017-2021.
2.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapatkan dari Dinas Lingkungan Hidup
Kota Malang. Data berisikan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang terdapat di Sungai Metro Kota
Malang tahun 2017 - 2021. Dalam satu tahun, sampel air diambil sebanyak dua kali yaitu pada bulan
Juli dan Oktober. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 titik yang ditentukan oleh Dinas Lingkungan
Hidup Kota Malang, yaitu bagian hulu yang berada di Jembatan Joyogrand dengan kedalaman sungai
0,7 m, bagian tengah yang berada di Jembatan Bandulan dengan kedalaman sungai 0,9 m, dan bagian
hilir yang berada di Jembatan Tirtosari dengan kedalaman sungai 1,4 m. Parameter yang digunakan
untuk menentukan kualitas air adalah temperatur, TDS, TSS, pH, BOD, COD, DO, total fosfat, NO3-
N, NO2-N, dan total coliform.
782
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
Parameter
Jumlah Contoh1) Nilai
Fisika Kimia Biologi
Maksimum -1 -2 -3
< 10 Minimum -1 -2 -3
Rata-rata -3 -6 -9
Maksimum -2 -4 -6
> 10 Minimum -2 -4 -6
Rata-rata -6 -12 -18
Catatan: 1) Jumlah parameter yang digunakan untuk penentuan status mutu air
6. Menjumlahkan skor negatif dari seluruh parameter dan menentukan status mutu airnya berdasarkan
Tabel 2.
Tabel 2: Klasifikasi Status Mutu Air Menurut US-EPA
2 2
(Ci⁄Lij )M + (Ci⁄Lij )R
PIj = √ Pers. 1
2
Keterangan:
PIj = Indeks Pencemaran bagi peruntukan j
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air i
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air i yang tercantum dalam baku mutu peruntukan air
M = Maksimum
R = Rata-rata
783
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
2.4.3 Metode Canadian Council of Ministers of the Environment Water Quality Index (CCME-WQI)
Keterangan:
F1 = Persentase parameter yang tidak memenuhi baku mutu
F2 = Persentase uji setiap parameter yang tidak memenuhi baku mutu (uji gagal)
F3 = Selisih hasil uji pada parameter yang tidak memenuhi baku mutu
1,732 = Nilai normalitas antara 0 sampai 100
2.4.4 Standar Deviasi dan Standar Error
Standar deviasi adalah ukuran penyebaran data dalam suatu sampel untuk mengetahui seberapa jauh
atau dekat nilai data dengan rata-ratanya. Standar deviasi merupakan nilai akar kuadrat dari varians dan
menunjukkan standar penyimpangan data terhadap nilai rata-ratanya.
∑n (xi - x̅ )2
SD = √ i=1 Pers.3
n-1
Keterangan:
SD = Standar deviasi
xi = Data ke-i
x̅ = Nilai rata-rata data
n = Jumlah data
Standar error adalah istilah statistik pengukuran ketepatan distribusi sampel yang mewakili suatu
populasi dengan menggunakan standar deviasi. Ukuran statistik ini menunjukkan seberapa dekat nilai
rata-rata populasi dengan nilai estimasi yang diperoleh dari rata-rata sampel.
SD
SE = Pers.4
√n
Keterangan:
SE = Standar error
SD = Standar deviasi
n = Jumlah data
2.4.5 Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi (r) adalah nilai yang menentukan seberapa besar hubungan linier antara dua
variabel. Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 sampai dengan +1. Jika nilai koefisien korelasi
menunjukkan nilai positif, maka kedua variabel memiliki hubungan yang searah. Nilai r yang mendekati
-1 atau +1 maka menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang kuat.
n ∑ni=1 xi yi - ∑ni=1 xi ∑ni=1 yi
r= Pers.5
2
√n ∑ni=1 x2i - (∑ni=1 xi )2 √n ∑ni=1 y2 - (∑ni=1 y )
i i
Keterangan:
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah titik pasangan (x,y)
xi = Nilai variabel x
yi = Nilai variabel y
784
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
Tahun
2017 2018 2019 2020 2021
0
-20
Skor Metode STORET
-40 Jembatan
Joyogrand
-60
Jembatan
Bandulan
-80
Jembatan
-100 Tirtosari
-120
-140
Pada grafik skor dapat dilihat bahwa pada tahun 2017 sampai dengan 2021 di lokasi Jembatan
Joyogrand pencemaran tertinggi terjadi pada tahun 2018 dan pencemaran terendah terjadi pada tahun
2020. Pada lokasi Jembatan Bandulan pencemaran tertinggi terjadi pada tahun 2018 dan pencemaran
terendah terjadi pada tahun 2020. Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari pencemaran tertinggi
terjadi pada tahun 2018 dan pencemaran terendah terjadi pada tahun 2017.
Dengan menggunakan metode STORET, status mutu air Sungai Metro Kota Malang didapatkan
hasil pada lokasi Jembatan Joyogrand 25% kondisi air tercemar sedang dan 75% kondisi air tercemar
berat. Pada lokasi Jembatan Bandulan diperoleh 20% kondisi air tercemar ringan dan 80% kondisi air
tercemar berat. Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari diperoleh 60% kondisi air tercemar sedang
dan 40% kondisi air tercemar berat.
785
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
6.0
Pencemaran
4.0 Jembatan
Joyogrand
3.0 Jembatan
Bandulan
2.0
Jembatan
1.0 Tirtosari
0.0
2017 2018 2019 2020 2021
Tahun
Gambar 3: Grafik skor Metode Indeks Pencemaran di Sungai Metro Kota Malang
Pada grafik skor dapat dilihat bahwa pada tahun 2017 sampai dengan tahun 2021 di lokasi Jembatan
Joyogrand pencemaran tertinggi terjadi pada tahun 2018 dan pencemaran terendah terjadi pada tahun
2020. Pada lokasi Jembatan Bandulan pencemaran tertinggi terjadi pada tahun 2017 dan pencemaran
terendah terjadi pada tahun 2020. Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari pencemaran tertinggi
terjadi pada tahun 2018 dan pencemaran terendah terjadi pada tahun 2017.
Dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran, status mutu air Sungai Metro Kota Malang
didapatkan hasil pada lokasi Jembatan Joyogrand 80% kondisi air tercemar ringan dan 20% kondisi air
tercemar sedang. Pada lokasi Jembatan Bandulan diperoleh 80% kondisi air tercemar ringan dan 20%
kondisi air tercemar sedang. Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari diperoleh 100% kondisi air
tercemar ringan.
3.4 Perhitungan Kualitas Air Menggunakan Metode CCME-WQI
Dalam metode CCME-WQI, pada tahun 2018 di Jembatan Joyogrand (titik hulu) dihasilkan skor
sebesar 40,910, sehingga dapat disimpulkan bahwa status mutu airnya tergolong dalam Kondisi Air
Buruk. Berikut merupakan rekapitulasi status mutu air dengan Metode CCME-WQI.
100
80
Skor Metode CCME-WQI
Jembatan
60 Joyogrand
Jembatan
40 Bandulan
Jembatan
20 Tirtosari
0
2017 2018 2019
Tahun 2020 2021
Pada grafik skor dapat dilihat bahwa pada grafik tahun 2017 sampai dengan tahun 2021 di lokasi
Jembatan Joyogrand kondisi air terburuk terjadi pada tahun 2018 dan kondisi air terbaik terjadi pada
tahun 2020. Pada lokasi Jembatan Bandulan kondisi air terburuk terjadi pada tahun 2018 dan kondisi
air terbaik terjadi pada tahun 2020. Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari kondisi air terburuk
terjadi pada tahun 2018 dan kondisi air terbaik terjadi pada tahun 2017.
786
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
Dengan menggunakan metode CCME-WQI, status mutu air Sungai Metro Kota Malang didapatkan
hasil pada lokasi Jembatan Joyogrand 20% kondisi air baik, 40% kondisi air cukup, 20% kondisi air
kurang, dan 20% kondisi air buruk. Pada lokasi Jembatan Bandulan diperoleh 40% kondisi air baik dan
60% kondisi air kurang. Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari diperoleh 60% kondisi air baik, 20%
kondisi air kurang, dan 20% kondisi air buruk.
3.5 Hasil Analisis Data
Untuk menentukan status mutu air pada Sungai Metro Kota Malang dengan menggunakan Metode
STORET, Metode Indeks Pencemaran, dan Metode CCME-WQI digunakan 11 parameter yang sama,
yaitu temperatur, TDS, TSS, pH, BOD, COD, DO, NO3-N, NO2-N, total fosfat, dan total coliform.
Dengan menggunakan parameter yang sama tersebut, ternyata menghasilkan nilai mutu air yang
berbeda. Perbedaan tersebut dikarenakan cara perhitungannya yang berbeda dan perbedaan klasifikasi
status mutu air pada masing-masing metode.
Tabel 3: Hasil Analisis Data dengan Menggunakan Metode STORET, IP, dan CCME-WQI
Berdasarkan metode STORET, status mutu air di Sungai Metro Kota Malang pada masing-masing
lokasi menunjukkan tercemar berat. Metode STORET memiliki kelebihan dapat menyimpulkan status
mutu air pada rentang waktu tertentu sehingga masyarakat awam dapat lebih mudah memahami kondisi
air yang ada. Namun, metode ini juga memiliki kelemahan yaitu perbedaan bobot skor pada masing-
masing jenis parameter, dimana bobot skor parameter biologi lebih besar daripada bobot skor parameter
fisika dan kimia. Tingginya bobot skor parameter biologi ini sangat berpengaruh terhadap hasil
penentuan status mutu air menggunakan Metode STORET [9].
Berdasarkan metode Indeks Pencemaran, status mutu air di Sungai Metro Kota Malang pada masing-
masing lokasi menunjukkan kondisi tercemar ringan. Metode Indeks Pencemaran memiliki kelebihan
yaitu penentuan status mutu airnya dapat menggunakan satu seri data saja, sehingga memerlukan waktu
dan biaya yang relatif lebih kecil. Namun, kelemahan dari metode ini adalah jika penentuan status mutu
airnya hanya menggunakan satu seri data saja, maka tidak cukup untuk mewakili kondisi mutu air yang
sebenarnya.
Berdasarkan metode CCME-WQI, status mutu air di Sungai Metro Kota Malang pada masing-
masing lokasi menunjukkan status mutu air yang cukup. Metode CCME-WQI memiliki kelebihan yaitu
metode ini dianggap metode yang paling tepat dalam menggambarkan status mutu air secara
keseluruhan, karena mendasarkan perhitungannya dengan pendekatan statistika. Namun, metode ini
memiliki kelemahan yaitu perhitungannya lebih rumit dibandingkan Metode STORET dan Metode
Indeks Pencemaran.
787
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
Berdasarkan tabel di atas, dengan jumlah data sebanyak 14 untuk metode STORET dan 15 untuk
metode Indeks Pencemaran dan CCME-WQI, setiap metode memiliki rata-rata sebagai berikut: metode
STORET memiliki nilai rata-rata -56,857; metode Indeks Pencemaran memiliki rata-rata 3,050; dan
metode CCME-WQI memiliki nilai rata-rata 70,036. Nilai hasil dari standar deviasi untuk masing-
masing metode adalah: 42,024 untuk metode STORET; 1,382 untuk metode Indeks Pencemaran; dan
17,882 untuk metode CCME-WQI. Semakin besar nilai standar deviasi maka menunjukkan semakin
menyebarnya data sampel dari rata-rata atau semakin tidak akurat dengan nilai rata-rata.
Nilai hasil dari standar error untuk masing-masing metode adalah: 11,231 untuk metode STORET;
0,357 untuk metode Indeks Pencemaran; dan 4,617 untuk metode CCME-WQI. Semakin kecil nilai
standar error yang didapatkan, maka menunjukkan semakin akuratnya estimasi yang dihasilkan [10].
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, metode Indeks Pencemaran memiliki nilai standar deviasi
dan standar error terkecil dibandingkan metode STORET dan CCME-WQI.
3.7 Koefisien Korelasi Antar Metode
Tabel 5: Nilai Koefisien Korelasi (r) Antar Metode
Berdasarkan hasil nilai koefisien korelasi antar metode di atas, nilai koefisien korelasi (r) antara
metode STORET dan Indeks Pencemaran adalah sebesar -0,686. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi
antara metode STORET dan Indeks Pencemaran bersifat berlawanan dan memiliki kekuatan hubungan
yang tinggi. Sama halnya pada hubungan antara metode Indeks Pencemaran dan CCME-WQI yang
memiliki nilai -0,910. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara Metode Indeks Pencemaran dan
CCME-WQI bersifat berlawanan, karena nilai r adalah negative dan memiliki kekuatan hubungan yang
sangat tinggi. Sedangkan nilai koefisien antara metode CCME-WQI dengan metode STORET adalah
sebesar 0,898. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara metode CCME-WQI dan metode STORET
searah, karena nilai r adalah positif dan memiliki kekuatan hubungan yang sangat tinggi.
4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat dihasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Hasil analisis status mutu air Sungai Metro Kota Malang pada 3 titik lokasi pemantauan dari tahun
2017-2021 dengan menggunakan kriteria mutu air kelas II dengan metode STORET didapatkan hasil
pada lokasi Jembatan Joyogrand (hulu) 25% air tercemar sedang dan 75% air tercemar berat. Pada
lokasi Jembatan Bandulan (tengah) diperoleh 20% air tercemar ringan dan 80% air tercemar berat.
Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari (hilir) diperoleh 60% air tercemar sedang dan 40% air
tercemar berat. Berdasarkan Metode Indeks Pencemaran didapatkan hasil pada lokasi Jembatan
Joyogrand (hulu) 80% air tercemar ringan dan 20% air tercemar sedang. Pada lokasi Jembatan Bandulan
(tengah) diperoleh 80% air tercemar ringan dan 20% air tercemar sedang. Sedangkan pada lokasi
Jembatan Tirtosari (hilir) diperoleh 100% air tercemar ringan. Berdasarkan Metode CCME-WQI
didapatkan hasil pada lokasi Jembatan Joyogrand (hulu) 20% kondisi air baik, 40% kondisi air cukup,
20% kondisi air kurang, dan 20% kondisi air buruk. Pada lokasi Jembatan Bandulan (tengah) diperoleh
40% kondisi air baik dan 60% kondisi air kurang. Sedangkan pada lokasi Jembatan Tirtosari (hilir)
diperoleh 60% kondisi air baik, 20% kondisi air kurang, dan 20% kondisi air buruk.
788
Pradsindra Amyrtha Swandani 1 et al., Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Air Vol. 03 No. 02 (2023) p. 780-789
Pencemaran terbesar terjadi pada bagian hulu Sungai Metro Kota Malang yaitu pada titik Jembatan
Joyogrand. Pencemaran terjadi akibat tingginya nilai dari parameter BOD, COD, NO2-N (nitrit), total
fosfat, dan total coliform, serta nilai dari parameter DO yang kurang dari baku mutu airnya. Tingginya
parameter-parameter tersebut akibat dari banyaknya sampah organik, limbah domestik, pemakaian
pupuk yang berlebihan, limbah peternakan, dan perilaku buang air besar di sungai oleh masyarakat.
Penyebab terbesar tercemarnya Sungai Metro Kota Malang adalah tingginya kandungan BOD dan
NO2-N (nitrit) di setiap titik lokasi pemantauan dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2021. Tingginya
kandungan BOD dan NO2-N disebabkan oleh banyaknya limbah organik dan aktivitas masyarakat di
sepanjang pinggiran sungai, serta kegiatan pertanian di sekitar sungai.
Daftar Pustaka
[1] R. J. Kodoatie and R. Sjarief, Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (Edisi Revisi), Revisi.
Yogyakarta: CV ANDI OFFSET, 2008.
[2] H. Effendi, Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Yogyakarta: PT Kanisius, 2003.
[3] Yuniarti and D. Biyatmoko, “Analisa Kualitas Air dengan Penentuan Status Mutu Air Sungai Jaing
Kabupaten Tabalong,” Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, vol. 5, no. 2, pp. 52–69, 2019.
[4] H. Sahabuddin, D. Harisuseno, and E. Yuliani, “Analisa Status Mutu Air dan Daya Tampung
Beban Pencemaran Sungai Wanggu Kota Kendari,” Jurnal Teknik Pengairan, vol. Vol. 5, no. No.
1, pp. 19–28, 2014.
[5] E. Hendriarianti, H. Setyobudiarso, and R. Endra Triono, “Skenario Pengelolaan Kualitas Air
Sungai Metro Kota Malang dari Analisa Daya Tampung Beban Pencemaran,” Jurnal Purifikasi,
vol. 14, no. 2, pp. 125–135, Dec. 2014.
[6] V. Djoharam, E. Riani, and M. Yani, “Analisis Kualitas Air dan Daya Tampung Beban
Pencemaran Sungai Pesanggrahan di Wilayah Provinsi DKI Jakarta,” Jurnal Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Journal of Natural Resources and Environmental
Management), vol. 8, no. 1, pp. 127–133, Apr. 2018, doi: 10.29244/jpsl.8.1.127-133.
[7] E. A. Yusnita and H. Triajie, “Penentuan Status Mutu Air di Perairan Estuari Kecamatan Socah
Kabupaten Bangkalan Menggunakan Metode STORET dan Metode Indeks Pencemaran,”
Juvenil:Jurnal Ilmiah Kelautan dan Perikanan, vol. 2, no. 2, pp. 157–165, Jun. 2021, doi:
10.21107/juvenil.v2i2.10777.
[8] Menteri Negara Lingkungan Hidup, “Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115
Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air,” Jakarta, 2003.
[9] M. Aristawidya, Z. Hasan, and H. Herawati, “Status Pencemaran Situ Gunung Putri di Kabupaten
Bogor Berdasarkan Metode STORET dan Indeks Pencemaran,” LIMNOTEK Perairan Darat
Tropis di Indonesia, vol. 27, no. 1, pp. 27–38, 2020.
[10] D. J. Musselwhite and B. C. Wesolowski, “Standard Error of Measurement,” in The SAGE
Encyclopedia of Educational Research, Measurement, and Evaluation, SAGE Publications, Inc.,
2018. doi: 10.4135/9781506326139.n658.
789