Anda di halaman 1dari 93

MODUL

PENCABUTAN GIGI

Mata Kuliah:

Dasar-Dasar Pencabutan Gigi

Disusun oleh:

Dosen Pembimbing:
Yessi Yuzar, S. SiT, M. Kes
2

PRODI D-III KESEHATAN GIGI


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2023

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas karunia-Nya Modul Pencabutan Gigi ini bisa kami t
erbitkan sebagai panduan bagi dosen dan mahasiswa. Modul Pencabutan Gigi ini membahas t
entang cara pencabutan gigi yang dimulai dari menyiapkan alat dan bahan sampai kepada pro
ses pencabutan dan perawatan setelah pencabutan gigi. Mahasiswa diharapkan memiliki peng
etahuan dan keterampilan berkaitan dengan pencabutan gigi dan mampu melakukan pencabut
an gigi tanpa rasa sakit dan sedikit perdarahan

Metode pembelajaran yang diterapkan selama proses pembelajaran Pencabutan Gigi s


esuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan, yaitu mampu melakukan pencabutan Gigi. D
alam setiap kegiatan tersebut akan dilengkapi tahap-tahap pencabutan gigi decidui dan gigi pe
rmanen mengukur kemampuan pencapaian kompetensi bagi mahasiswa.

Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang mendukung sampai modul ini di
terbitkan. Modul ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan, oleh sebab itu saran dan m
asukan yang positif sangat kami harapkan demi perbaikan buku ini. Mudah-mudahan buku in
i bisa memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Modul Pencabutan Gigi 3

Bukittinggi, 19 Desember 2023

Tim Penyusun
4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................


DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................


1.2 Tujuan Mata Kuliah ........................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum ........................................................................................
1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................................
1.3 Kompetensi Yang dicapai oleh Mahasiswa......................................................
1.4 Deskripsi Mata Kuliah.....................................................................................
1.5 Capaian Pembelajaran Lulusan Program Studi................................................
1.6 Capaian Pembelajaran Mata Kuliah.................................................................
1.7 Bahan Kajian...................................................................................................
1.8 Evaluasi ..........................................................................................................
1.9 Pohon Topik....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teori Dasar Pencabutan....................................................................................


2.2 Teori Dasar Anastesi........................................................................................
2.2.1 Macam-macam Anastesi..................................................................
2.2.2 Indikasi Anastesi.............................................................................
2.2.3 Kontra Indikasi Anastesi.................................................................
2.3 Nervus Trigeminus. .........................................................................................
2.4 Anatomi Mulut.................................................................................................
2.5 Instrumen Pencabutan Gigi
2.5.1 Ciri-ciri...........................................................................................
2.5.2 Kegunaan alat.................................................................................
2.5.3 Cara memegang alat........................................................................
2.6 Teknik Pencabutan Gigi
2.6.1 Posisi..............................................................................................
a. Posisi berdiri operator......................................................................
...............
b. Posisi jari operator..........................................................................
c. Posisi pasien....................................................................................
d. Posisi dental unit.............................................................................
2.6.2 Tahap-tahap Pencabutan Gigi..........................................................
2.6.3 Pencabutan Gigi Decidui.................................................................
Modul Pencabutan Gigi 5

a. Indikasi pencabutan gigi decidui...............................................


b. Kontra indikasi pencabutan gigi decidui...................................
c. Manipulasi pencabutan gigi decidui..........................................
2.6.4 Pencabutan Gigi Permanen..............................................................
a. Indikasi pencabutan gigi permanen...........................................
b. Kontraindikasi pencabutan gigi permanen................................
c. Manipulasi pencabutan gigi permanen......................................
2.6.5 Komplikasi Pencabutan Gigi...........................................................
2.6.6 Penanganan Syncope dan Anaphylatic Shock.................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................


6

DAFTAR TABEL
Modul Pencabutan Gigi 7

DAFTAR GAMBAR
8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi
maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi. Program St
udi Kesehatan Masyarakat Universitas Fort De Kock sebagai program studi dalam yang meng
arahkan lulusannya agar memiliki keahlian dalam bidang kesehatan masyarakat dengan demik
ian, dibutuhkan kurikulum perguruan tinggi.

Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang konsep manajemen data, konsep analis
a univariat dan bivariat, terampil melakukan manajemen data dengan SPSS, terampil melakuk
an, mengeluarkan ukuran/uji statistik yang berkaitan dengan univariat dan bivariat serta mam
pu menyajikan/menginterpretasikan hasil univariat dan bivariate. Capaian Pembelajaran (CP)
dari mata kuliah ini adalah mahasiswa bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan mampu m
enunjukkan sikap religius, menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang kea
hliannya secara mandiri, mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesai
an masalah di bidang keahliannya berdasarkan hasil analisis informasi dan data, mampu mend
okumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin k
esahihan dan mencegah plagiasi, menguasai metode analisis data kesehatan masyarakat.

1.2 Tujuan Mata Kuliah

1.2.1 Tujuan Umum

Untuk dapat membantu mahasiswa dalam memahami pencabutan gigi decidui dan gig
i permanen.

1.2.2 Tujuan Khusus


Modul Pencabutan Gigi 9

1. Melakukan pencabutan gigi mobilty.

2. Melakukan pencabutan gigi persistensi

3. Melakukan pencabutan gigi permanen akar satu.

4. Melakukan pencabutan gigi permanen akar terpisah.

1.3 Kompetensi Yang Dicapai oleh Mahasiswa


1. Mahasiswa mampu mempersiapkan alat dan bahan pencabutan gigi
2. Mahasiswa mampu menggunakan alat dan bahan pencabutan gigi
3. Mahasiswa mampu mengatur posisi duduk pasien.
4. Mahasiswa mampu menentukan posisi berdiri operator
5. Mahasiswa mampu menentukan posisi jari operator
6. Mahasiswa mampu mengatur posisi kursi atau Dental Unit
7. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan gigi decidui mobility.
8. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan gigi decidui persistensi
9. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan gigi permanen satu akar
10. Mahasiswa mampu melakukan pencabutan gigi permanen akar terpisah.
11. Mahasiswa mampu melakukan perawatan luka sesudah pencabutan gigi
12. Mahasiswa mampu memberikan instruksi sesudah pencabutan gigi

1.4 Deskripsi Mata Kuliah

Mata kuliah ini membahas tentang teori dasar anestesi dan pencabutan gigi, indikasi, a
plikasi serta kemungkinan komplikasi pencabutan gigi sulung menggunakan topical a
nestesi dan infiltrasi serta pencabutan gigi berakar tunggal dan terpisah menggunakan
infiltrasi anestesi

1.5 Capaian Pembelajaran Lulusan Program Studi


10

1. Pengetahuan

P1CPP09 Menguasai konsep teoritis dan teknis pencabutan gigi.

2. Sikap

PSCP02

Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan aga


ma, moral, dan etika.

PSCP09

Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang keahliannya secara


mandiri

3. Keterampilan Umum

PKUCP01

Mampu mengidentifikasi faktor resiko, dan masalah, kesehatan gigi dan mul
ut secara subjektif dan objektif, membuat analisis dan diagnosis asuhan kese
hatan gigi dan mulut berdasarkan penyebab dan gejala/symptom, melakukan tindak
an/intervensi edukasi, prevensi dan terapi sesuai dengan konsep dental hygiene and
therapy care.

4. Keterampilan Khusus
P1CPK04

Mampu melaksanakan intervensi/implementasi asuhan kesehatan gigi dan mulut in


dividu, keluarga dan kelompok masyarakat (Oral Health Therapy) sesuai kewenan
gan.

1.6 Capaian Pemebelajaran Mata Kuliah

1. Teori dasar anastesi untuk pencabutan gigi


2. Teori dasar pencabutan gigi

3. Teknik-teknik pencabutan gigi (posisi dan gerakan pencabutan)

4. Tahap-tahap pencabutan gigi

5. Pencabutan gigi sulung menggunakan lokal anestesi dalam konteks kolaborasi dengan
dokter gigi
Modul Pencabutan Gigi 11

6. Pencabutan gigi tetap akar tunggal menggunakan lokal anestesi dalam konteks kolabo
rasi dengan dokter gigi

7. Penanganan syncope dan anaphylactic shock

1.7 Bahan Kajian


1. Teori dasar pencabutan gigi

2. Teori dasar anestesi

3. Nervus Trigeminus

4. Anatomi mulut

5. Instrumen pencabutan gigi

6. Teknik pencabutan gigi

a. Posisi
b. Topical anestesi
c. Infiltrasi anestesi
7. Tahap-tahap pencabutan gigi

8. Pencabutan gigi decidui

a. Indikasi pencabutan gigi decidui


b. Kontra indikasi pencabutan gigi decidui
c. Manipulasi pencabutan gigi decidui

9. Pencabutan gigi permanen

a. Indikasi pencabutan gigi permanen


b. Kontra indikasi pencabutan gigi permanen
c. Manipulasi pencabutan gigi permanen
10. Komplikasi Pencabutan Gigi
12

11. Penanganan syncope dan anaphylactic shock

1.8 Evaluasi
Sistem penilaian pencapaian kompetensi yang dikembangkan mengacu pada akt
ivitas yang dilakukan mahasiswa baik di dalam maupun di luar kelas, sehingga penilaian
didasarkan pada pencapaian aspek kognitif, psikomotor, dan afektif yang terdiri dari:

1. Seminar : 20 %
2. Penugasan : 10 %
3. Ujian tulis : 30 %
4. Pratikum : 40 %
Evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan pencapaian kompetensi mahasiswa.
Evaluasi juga dilakukan berdasarkan pada saat diskusi atau kerja kelompok, keaktifan sel
ama pembelajaran termasuk pencapaian kehadiran 100% KECUALI sakit dengan surat k
eterangan dokter dan jika ada saudara yang meninggal. Bila kehadiran tidak mencukupi 1
00% maka keputusan diserahkan pada tim pengajar.

Kisaran angka Huruf

85 – 100 A

80 – 84 A-

75 – 79 B+

70 – 74 B

65 – 69 B-

60 – 64 C+

55-59 C
Modul Pencabutan Gigi 13

50-54 C-

40-49 D

0-39 E
14

1.9 POHON TOPIK

PENCABUTAN GIGI

Konsep dasar pencabutan gigi dan anastesi gigi

MINGGU 1 dan 2

Konsep dasar anatomi mulut dan cabang nervus trigeminus

MINGGU 3 dan 4

Instrumen pencabutan gigi

MINGGU 3,4

Posisi operator
, dan Posisi jari

MINGGU 5,6

Posisi pasien dan dental unit

MINGGU 7

Tahap-tahap Pencabutan Gigi

MINGGU 8

Pencabutan Gigi Decidui

MINGGU 9,10

Pencabutan Gigi Permanen


Indikasi, Kontraindikasi dan Manipulasi

MINGGU 11,12,13

Komplikasi Pencabutan Gigi

MINGGU 14

Penanganan Syncope dan Anaphylatic Shock

MINGGU 14, 15

1.10. RPS (Terlampir)


Modul Pencabutan Gigi 15

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Dasar Pencabutan Gigi

Exodontia merupakan ilmu yang mempelajari tentang pencabutan gigi yang baik dan
benar, yakni aman, higienis dan tanpa rasa sakit disertai penanggulangan komplikasi yang
baik sebelum, saat dan setelah tindakan Exodontia adalah ilmu yang mempelajari segala
sesuatu tentang bagaimana cara mengeluarkan (ekstraksi) gigi secara efektif dan segala
perawatan yang menyertainya. (Sitanaya, 2016).

Ekstraksi gigi sering dikategorikan menjadi dual macam yakni, ekstraksi simple dan
ekstraksi bedah/ surgical. Ekstraksi simple adalah ekstraksi yang dilakukan pada gigi yang
terlihat dalam rongga mulut, menggunakan anestesi lokal dan menggunakan alat-alat untuk
elevasi bagian gigi yang terlihat. Sementara ekstraksi bedah adalah ekstraksi yang dilakukan
pada gigi yang tidak dapat dijangkau dengan mudah karena berada dibawah garis ginggiva
atau karena belum erupsi secara keseluruhan. Dalam ekstraksi bedah, dilakukan sayatan pada
gusi untuk menjangkau gigi. Dalam beberapa kasus, gigi tersebut harus dipecah menjadi
beberapa bagian sebelum dicabut. (Sitanaya, 2016).

Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan. sebuah gigi atau akar gigi yang utuh
tanpa menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang sekecil mungkin pada jaringan penyangga
sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan
komplikasi. Setiap operator harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan
merupakan tindakan yang ideal, dan dalam rangka untuk mencapai tujuan itu ia harus
menguasai teknik pencabutan gigi yang benar. Adapun tujuan dari pendidikan limu
Pencabutan Gigi, antara lain:

1. Mampu memahami cara-cara manipulasi pencabutan gigi dengan aman dan higienis
dan tidak sakit
2. Dapat memahami dan menanggulangi komplikasi baik pada saat maupun setelah
pencabutan gigi misalnya jika terjadi perdarahan, syncope atau infeksi.
Ilmu pencabutan gigi ditunjang pula oleh ilmu-ilmu. lain yang merupakan dasar atau
berhubungan erat/langsung dengan tindakan pencabutan gigi, antara lain: ilmu farmakologi,
ilmu penyakit dalam, dental anatomi rontgenologi dan ilmu alat-alat kedokteran gigi
(PPAKG). Ilmu-ilmu tersebut harus dipahami sehingga bisa bekerja efisien mungkin, aman,
higienis, dan terhindar dari komplikasi

Hilangnya atau dicabutnya gigi terutama pada usia muda akan membuat gigi-gigi yang
lainnya bergerak kearah gigi yang hilang tersebut sehingga membuat gigi tidak teratur lagi.
16

Oleh karenanya tindakan pencabutan gigi sebaiknya merupakan tindakan terakhir yang
dilakukan apabila tidak ada cara lain untuk mempertahankan gigi tersebut di dalam rahang. (S
itanaya, 2016).

2.2 Teori dasar anestesi


Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika dilakukan
prosedur pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, untuk
menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanan pembedahan. Rasa sakit dapat diredakan
melalui terputusnya perjalanan neural pada berbagai tingkatan dan melalui cara-cara
yang dapa memberikan hasil permanen atau sementara. Ujung syaraf yang mempersepsi
rasa sakit dapat distimulasi oleh stimulus mekanis, osmotic, termal , dan kimia . Rasa
sakit biasanya terhenti dengan segera bila stimulus yang merangsang ujung syaraf
dihilangkan. Anestesi berasal dari bahasa yunani “an “ yang artinya tanpa dan “aesthesis “
yang artinya rasa, sensasi. Jadi anestesi berarti tanpa rasa, tanpa sensasi sehingga tidak
menimbulkan rasa sakit. Anestesi digunakan dengan tujuan untuk mencegah atau
menghilangkan rasa sakit, serta memudahkan dalam melakukan tindakan misalnya:
operasi pencabutan gigi. Banyak prosedur perawatan gigi yang tidak menimbulkan rasa
sakit namun bila diperlukan , perawatan gigi dapat dilakukan dengan bantuan anestesi
local maupun umum dan untuk situasi seperti ini, dokte gigi harus sudah menentukan
indikasi dan kontraindikasi dari keduanya sebelum memutuskan untuk mengunakan salah
satu diantaranya (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016)
2.2.1 Macam-macam anestesi

A. Anastesi Lokal
Anastesi lokal ialah obat yang bila diberikan secara lokal (topical atau suntikan) dalam
kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf yang dikenai oleh ob
at tersebut. Obat-obatan ini menghilangkan rasa/sensasi nyeri (dan pada konsentrasi ti
nggi dapat mengurangi aktivitas motorik) terbatas pada daerah tubuh yang dikenai tan
pa menghilangkan kesadaran. (utama, 2004)
Yang termasuk dalam anestesi lokal (terminal anestesi) adalah:
a. anastesi infiltrasi
adalah suatu teknik anestesi lokal dimana obat anestesi (anestetikum) mengenai ujung-
ujung syaraf terminal pada suatu daerah terbatas.Misalnya: untuk pencabutan gigi insis
ivus rahang atas,maka anestesi ditujukan pada N.alveolaris Superior Anterior. Teknik i
nfiltrasi anastesi adalah sebagai berikut :
Modul Pencabutan Gigi 17

a. Submucous infiltrasi
Istilah ini digunakna bila larutan anestesi di depositkan tepat dibawah membrane muk
osa. Cara ini tidak bias digunakan untuk ekstraksi gigi, hanya sering digunakan untuk i
ncisi submucous abses pada infra oral.
b. Subpersioteal infiltrasi
Pada teknik ini, larutan antiseptic didepositkan antara periosteum dan bidang corical.
Karena sturuktur ini terikat erat suntikan tentu terasa sangat sakit. Karena itu suntikan
ini hanya digunakan bila tidak ada alternative lain atau bila anestesi supersifial dapat d
iperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan b
ermanfaat bila suntikan periosteal gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun bi
asanya pada situasi ini lebih sering digunakan intraligamen infiltrasi.
c. Supraperiosteal infiltrasi
Merupakan anestesi infiltrasi yang paling umum/sering dilakukan pada praktek kedokt
eran gigi, dan disebut “ suntikan infiltrasi “ . larutan anestetikumdidepositkan diatas pe
rios pada daerah apex gigi.
Jarum diinsersikan pada muccobucal fold dan mukosa palatal/lingual. Suntikkan jarum
pada muccobuccal fold kearah apex gigi yang akan dicabut kira-kira sedalam 1/2-1cm.
Lakukan aspirasi (handle jarum suntik ditarik) untuk melihat apakah jarum suntik men
genai pembuluh darah atau tidak. Bila tidak ada darah dalam spuit, depositkan anesteti
kum 0,5cc secara perlahan-lahan lalu jarum ditarik. Kemudian untuk mukosa palatal d
epositkan obat anestetikum 0,5cc setelah melakukan aspirasi.
d. Intraosseous infiltrasi
Pada teknik ini, larutan anestetikum di depositkan langsung pada tulang medullari
s. Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur tulang dan jarum yang di
desain khusus untuk tujuan tersebut. Pada prakteknya, dewasa ini sudah dipasarkan laruta
n anestesi yang efektif dan penggunaan intraligamen infiltrasi sudah mengurangi perlunya
suntikan intraosseous dank arena itu suntikan intraosseous ini sudah makin jarang digunak
an.

e. Intraseptal infiltrasi
Merupakan versi modifikasi dari teknik introsseous yang kadang-kadang digunakan
bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang gigi tiruan immediat
e serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin digunakan.

f. Intraligamen infiltrasi

Teknik ini dianggap sebagai teknik pembantu untuk teknik yang lebih cangg
ih. Teknik ini umumnya menggunakan syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27
gauge atau syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut seperti Ligmaject, Rolon, a
tau Citojet yang digunakan bersama jarum 30gauge.
18

Jarum diinsersikan pada sulkus gingival dengan bevel mengarah menjauhi gigi. Jarum ke
mudian didorong ke membran periodontal bersudut 30derajat terhadap sumbu panjang gig
i. Jarum ditahan dengan jari operator untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke pe
netrasi maksimal sehingga terletak diantara akar-akar gigi dan tulang crestal. Tekanan ma
ksimal diaplikasikan pada pegangan syringe selama 5 detik dengan tekana ke belakang ya
ng kuat untuk mendepositkan sejumlah kecil larutan pada membran periodontal. Untuk m
enganestsi gigi berakar jamak, dilakukan penyuntikan untuk tiap akar (drg. Rini Irmayanti
M.MKes, 2016)

b. anestesi blok ( konduksi)


adalah suatu bentuk teknik anestesi lokal dimana anestetikum mengenai cabang syaraf
yang lebih besar pada suatu daerah tertentu. Misalnya: pencabutan gigi anterior rahang
bawah,obat anestetikum ditujukan pada foramen mandibula dimana terdapat N.Mandi
bularis (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016).

c. anestesi topikal
adalah anestesi yang diberikan hanya pada permukaan mukosa. Misalnya untuk penca
butan gigi susu goyang derajat 3 atau 4 dapat dipakai sebagai anestesi pendahuluan unt
uk menghilangkan rasa sakit pada penyuntikan jarum.Topikal anestesi dapat dibedaka
n menjadi 2 macam berdasarkan cara pemberiannya,yaitu:
- Dengan cara disemprot : bahan yang sering digunakan adalah chlor ethyl spray ata
u xylocain spray. Chlor ethyl disemprotkan pada kapas atau tampon secukupnya,tu
nggu beberapa saat (1 menit) sampai terlihat seperti bunga es/bersalju pada kapas t
ersebut. Letakkan kapas itu pada mukosa gigi yang akan dicabut dibawah cervic gi
gi,agak ditekan sedikit agar bahan anestesi benar-benar mengenai mukosa sehingg
a menjadi teranestesi/baal lalu lakukan pencabutan. Cara lain adalah denganmenye
mprotkan langsung pada mukosa. Mukosa sekitarnya jangan lupa diisolasi agar ker
ing. Sesudah nmpak lapisan salju pada jaringan/mukosa setempat baru dilakukan p
encabutan
- Dengan cara diulas : bahan yang biasa digunakan adalah cocain pasta atau countral
gin pasta. Anestesi dilakukan dengan cara diulas dengan mengulaskan cocain pasta
atau countralgin pada daerah gigi yang akan dicabut dikeringkan dan diisolasi agar
mukosa tidak kering. Kemudian ulaskan pasta anestetikum pada mukosa,tunggu be
berapa saat. Kemudian tunggu beberapaa saat, selanjutnya dapat dilakukan tindaka
n. Misalnya penyuntikan dengan jarum (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016)

B. Anatesi Umum
Anastesi umum adalah anastesi dengan menggunakan kombinasi obat- obatan yang m
embuat pasien dalam kondisi seperti tertidur sebelum operasi atau prosedur medis lain
nya sehingga pasien tidak merasa nyeri karena dalam kondisi tidak sadar (Wijayanti,
2013)
Modul Pencabutan Gigi 19

Anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena


a. anestesi inhalasi
Yang termasuk obat anestesi inhalasi yaitu: halotan, enfluran, isofluran,s evoflur
an, desflurane dan methoxyflurane yang merupakan cairan yang mudah menguap. Oba
t-obatan ini diberikan sebagai uap melalui saluran napas.Cara pemberian anestesi inhal
asi :
- open drop method : zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan didepan hidun
g penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak diketahui daan pemakaiann
ya boros karena zat anestesi menguap ke udara terbuka.
- semiopen drop method : cara ini hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengu
rangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
- semiclosed method : udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang dapat dit
entukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi dapat diatur dengan
memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia dapat dihindari dengan pe
mberian O2 (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016)
b. anestesi intravena (injeksi)
Beberapa obat digunakan secara intravena (baik sendiri atau dikombinasikan de
ngan obat lain) untuk menimbulkan anestesi atau sebagai komponen anestesi berimban
g (balanced anesthesia) atu untuk menenangkan pasien di unit rawat darurat yang mem
erlukan bantuan npas buatan untuk jangkan panjang (drg. Rini Irmayanti M.MKes,
2016).

C. Anastesi Regional
Anastesi regional adalah subspesialis anestesiologi yang berfokus pada blok anastesi l
okal saraf perifer dan neuraxis (Neal, Joseph M, n.d.). Anastesi regional dilakukan den
gan cara blok syaraf spinal, epidural maupun periferal (Hausman, M. S., Elizabeth, S.,
Jewell., Engoren, 2015). Anastesi regional berkaitan erat dengan anastesi bedah, denga
n contoh penerapan di blok pleksus sederhana untuk operasi ringan dengan rawat jalan,
blok saraf femoralis untuk operasi total knee replacement dan blok epidural toraksis p
ada operasi kolon (Wijayanti, 2013)

2.2.2 Indikasi anestesi

a. Anastesi Lokal
Indikasi dari penggunaan anestesi lokal dalam bidang kedokteran gigi adalah untu
k pencabutan gigi-gigi rahang atas dan bawah baik anterior maupun posterior. Sela
in itu anestesi lokal juga digunakan untuk prosedur bedah lainnya misalnya incisi,g
ingivektomi,alveovektomi maupun odontektomi (drg. Rini Irmayanti M.MKes,
2016).
20

b. Anastesi umum
1. Pasien yang menjalani prosedur bedah yang membutuhkan relaksasi mendalam
untuk jangka waktu yang lama.
2. Pembedahan yang tidak dapat dibius sevara adekuat dengan anastesi lokal/regi
onal.
3. Operasi yang kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah yang signifik
an/ mengganggu pernafasan.
4. Pasien tidak kooperatif.
5. Obat-obatan relaksasi yang dalam biasanya menyebabkan depresi pernafasan s
ehingga harus diberikan general anatesi.(Wijayanti, 2013)

c. Anastesi Regional
Indikasi dari penggunaan anestesi regional dalam bidang kedokteran gigi adalah u
ntuk pencabutan gigi-gigi rahang atas dan bawah baik anterior maupun posterior. S
elain itu anestesi regional juga digunakan untuk prosedur bedah lainnya misalnya i
ncisi,gingivektomi,alveovektomi maupun odontektomi (Wijayanti, 2013).

2.2.3 Kontra indikasi anestesi

a. Anastesi Lokal
1. Waktu yang diperlukanbuat pengendalian nyeri selama perawatan
2. Kebutuhan akan terkendalinya nyeri setelah tindakan selesai, jika diperkirakan bah
wa timbul nyeri pasca tindakan maka diperlukan anastetik yang berdurasi Panjang.
(pre-emptive analgesia) anastetik yang berdurasi anastesia sebentar, dapat digunak
an pada prosedur yang non-traumatis.
3. Kemungkinan terjadinya self-mutilation setelah perawatan selesai. Anastesi berdur
asi pendek juga dipakai jika anastesia pasca tindakan justru membahayakan pasien,
misalnya pada pasien anak-anak dan pasien dengan gangguan mental.
4. Kebutuhan akan hemostasis selama prosedur. Jika diperlukan hemostatis selama p
erawatan, biasanya bisa diberikan larutan anestetik yang mengandung epinefrin de
ngan kadar 1:50 000 atau 1:100 000.
5. Status fisik pasien. Status fisik atau status medis pasien terkait dengan indikasi dan
kontraindikasi pemakaian anestetik lokal (Wijayanti, 2013)
b. Anastesi umum
Pasien dengan gangguan fungsi jantung, paru-paru dan status kehamilan yang harus di
stabilkan kondisinya sebelum operasi jika memungkinkan. Sebagai contoh : pasien datang den
gan angina pectoris tidak stabil, harus menjalani kateterisasi jantung sebelum dilakukan anate
si general dan operasi elektif.(Wijayanti, 2013)

c. Anastesi regional
 Kontradiksi Mutlak
1. Penolakan pasien.
Modul Pencabutan Gigi 21

2. Ahli anastesi tidak berpengalaman dan tidak kompeten.


3. Gangguan koagulasi mayor dan pasien harus mengkonsumsi antikoagulan.
4. Infeksi ditempat pemasangan jarum.
 Kontradiksi Relatif
1. Pasien yang secara psikiatrik/psikologis tidak cocok dengan Teknik regiona.l
2. Ahli bedah yang tidak nyaman dengan pasien yang terjaga.
3. Pasien syok hipovolemik berat.
4. Penyakit neurologis.
5. Durasi operasi tidak pasti
Secara lokal, infeksi pada gingiva yang akut serta infeksi akut lainnya menjadi kontra
indikasi. Disebabkan karena daerah yang dikenakan anastesi akan mengalami pemucatan dan
tekanan menyebar ke jaringan sekitarnya yang bebas dari infeksi sehingga keradangan akan m
eluas. Selain itu tidak terjadi efek anastesi karena pH jaringan yang rendah.

Secra sistematik, merupakan faktor penentu dalam pemilihan anastesi untuk pencabut
an gigi. Oleh karena itu, sebelum memberikan anastesi perlu dilakukan evaluasi/anamnesa dar
i penderita. Dari anamnesa ini akan didapatkan keterangan yang sangat berguna sehingga pen
derita disiapkan untuk mendapatkan pengobatan/perawatan yang sesuai.

Penyakit-penyakit sistematik yang tidak boleh dilakukan pencabutan misalnya, pada p


enderita penyakit jantung, penderita penyakit kelainan darah seperti hemofilia, leukemia atau
haemoragi purpura, penderita penyakit diabetes mellitus, penderita hipertensi/hipotensi, dan
Wanita hamil yang ada dalam triwulan pertama atau terakhir.

Pada kasus dengan penyakit sistematik tersebut sebaiknya tidak memakai adrenalin da
lam obat anastesi lokal yang digunakan, dan perlu meminta bantuan/konsul pada dokter priba
di pasien sebelummelakukan pencabutan. Pencabutan gigi pada pasien dengan penyakit yang
berat/parah harus dilakukan di rumah sakit, apapun bentuk anastesi yang digunakan harus me
nghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau membahayakan jiwa pasien (Wijayant
i, 2013).

2.3 Nervus trigeminus


Nervus Trigeminus (N. V) merupakan syaraf sensorik yang mempersyarafi sebagian
besar kulit kepala dan wajah, juga mempersyarafi selaput lendir mulut, hidung, sinus
paranasalis serta gigi. Nervus Trigeminus ini mempunyai 3 cabang utama yaitu : Nervus
opthalmicus, Nervus maksilaris, Nervus mandibularis (drg. Rini Irmayanti M.MKes,
2016)
22

a. Nervus Opthalmicus
Berasal dari ganglion gasseri, nervus ini menuju kedepan melalui fissura orbitali
s cereblasi menuju orbita. Nervus ini mempunyai 3 cabang utama, yaitu : n.lacrimalis,
n.frontalis, dan n.nasocilaris. Cabang - cabang nasociliaris ini mempersyarafi kulit kep
ala diatas mata, selaput kelopak mata dan sebagian selaput hidung.

b. Nervus Maksillaris
Cabang nervus maksillaris yang mempersyarafi gigi rahang atas yaitu : Cabang n
ervus maksillaris yang mempersyarafi gigi rahang atas yaitu:

1. Nervus Alveolaris Superior Posterior, mempersyarafi:

 gigi M1 rahang atas, akar disto buccal dan palatal


 gigi M2 rahang atas
 gigi M3 rahang atas
 palatum
 tulang alveolus regio molar atas
 gingiva bagian buccal M1 sampai M3 atas

2. Nervus Alveolaris Superior Media, mempersyarafi:


Modul Pencabutan Gigi 23

 gigi 11, 12, dan C atas


 processus alveolaris regio gigi P1, P2 dan M1 atas
 gingiva bagian buccal regio gigi 11, 12 dan C atas

3. Nervus Alveolaris Superior Anterior, mempersyarafi:

 gigi 11, 12, dan C atas


 processus alveolaris regio gigi 11, 12, dan C atas
 gingiva bagian bucal regio gigi 11, 12, dan C atas

4. Nervus Labialis Superior, mempersyarafi:

 bibir atas
 sayap hidung
 kelopak mata

5. Nervus Nasalis Posterior Superior, mempersyarafi:

 daerah hidung

6. Nervus Incisivus, mempersyarafi:

 palatum durum
 C atas kiri sampai C atas kanan

7. Nervus Palatinus, terdiri dari:

 Nervus Palatinus inferior yang mempersyarafi palatum durum regio C sampai M3


atas
 Nervus Palatinus posterior yang mempersyarafi regio palatum

c. Nervus Mandibularis

Nervus mandibularis ini memasuki mandibula melalui foramen mandibula, berjalan di


dalam canalis mandibula menuju ke depan, keluar melalui foramen mentale. Cabang-cabang
Nervus Mandibularis, yaitu:
24

1. Nervus Buccinatorius (Nervus Buccalis) yang mempersyarafi :


 mukosa pipi
 gingiva bagian buccal regio M1, M2, dan M3 bawah

2. Nervus Auricula temporalis

3. Nervus Lingualis yang mempersyarafi:

 1/2 lidah dan 2/3 bagian buccal


 mukosa dasar mulut
 gingiva bagian lingual

4. Nervus Alveolaris inferior yang mempersyarafi:

 setengah bagian mempersyarafi gigi rahang bawah


 setengah bagian mempersyarafi tulang rahang bawah

5. Nervus Mentale yang mempersyarafi:

 setengah bagian mukosa bibir bawah


 daerah dagu (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016)

2.4. Anatomi Mulut


2.4.1 Anatomi, Histologi Jaringan Lunak Rongga Mulut
1. Bibir
Bibir merupakan lipatan muskulofibrous yang dihubungkan ke gusi oleh
frenula superior dan inferior. Bagian median dari bibir atas menunjukkan alur luar
yang dangkal, yaitu filtrum. Bibir dari luar ke dalam terutama terdiri dari kulit, otot
orbikularis oris, kelenjar labial, dan mukosa. Bibir sumbing paling sering terjadi di
bibir atas dalam posisi paramedian, dan sering dikaitkan dengan celah langit-langit.
Pipi mengandung otot buccinator dan kelenjar bukal, secara struktur menyerupai bibir.
Titik awal yang baik adalah mengidentifikasi lapisan utama (epidermis, dermis, dan
hipodermis) kulit. Tiga lapisan pembentuk kulit dapat dikenali di semua bagian kulit.
Epitel yang membentuk lapisan permukaan, epidermis, biasanya merupakan lapisan
paling gelap yang terlihat. Sublayer terlihat di epidermis. Pada peralihan dari
Modul Pencabutan Gigi 25

epidermis ke dermis, pewarnaan akan menjadi lebih ringan. Lapisan berwarna yang
lebih ringan, dermis, terdiri dari jaringan ikat padat yang tidak teratur. Dermis jauh
lebih tebal dari pada epidermis. Pada kulit yang tebal, papila dermis membuat batas
yang sangat tidak teratur antara epidermis dan dermis. Hipodermis adalah lapisan
paling ringan yang terlihat dan sebagian besar terdiri dari jaringan adiposa. Untaian
jaringan ikat yang padat dapat meluas dari dermis jauh ke dalam hipodermis dan
mengikat kulit ke struktur di bawahnya (Racmi Fanani Hakim, 2021).

Gambar Skema Histologi Kulit

Gambar Skema Anatomi Rongga Mulut

2. Langit Langit
Langit-langit adalah atap mulut dan dasar rongga hidung Bagian ini meluas ke
posterior ke dalam faring. Langit-langit memiliki suplai arteri yang banyak yang
berasal dan cabang arteri maksilaris dan banyak saraf sensorik yang merupakan
cabang ganglion pterigopalatina. Langit-langit terdiri dari langit-langit keras, atau dua
pertiga anterior, dan langit-langit kunak, atau sepertiga posterior. Langit-langit keras
berisi langit langit tulang, dibentuk oleh prosesus atau tonjolan tulang palatina dari
maksila dan pelat horizontal tulang palatina, Mukoperiosteum langit-langit keras
mengandung banyak kelenjar palatina, raphe median, dan lipatan palatine transversal
(Racmi Fanani Hakim, 2021)
 Rugae
Rugae merupakan tonjolan irregular dari jaringan konektif yang dilapisi oleh
membrane mukosa pada sepertiga anterior palatum keras Rugae memiliki peran pada
26

pengucapan kata-kata. Pada saat pencetakan bedak boleh diganggu untuk


mendapatkan kenyamanan gigi tiruan

 Langit-langit Lunak (Velum Palatinum)


Langit-langit lunak (velum palatinum) adalah lipatan fibromuskular bergerak
yang tersuspensi dari langit-langit keras di posterior dan berakhir di uvula
Bagian anatomi Ini memisahkan sebagian nasofaring dan orofaring dan
membantu menutup ismus faring saat menelan dan berbicara
Langit-langit lunak berlanjut di bagian lateral dengan dua lipatan. lengkung
palatoglossal dan palatopharyngeal (Racmi Fanani Hakim, 2021)

3. Lidah
Lidah terletak di dasar mulut, dilekatkan oleh otot ke tulang hyoid, mandibula,
prosesus styloid, dan faring. Lidah penting untuk mengecap, mengunyah, menelan,
dan berbicara. Lidah terutama terdiri dan otot rangka, sebagian ditutupi oleh selaput
lendir, dan menyajikan ujung dan tepe, dorsum, permukaan inferice, dan akar Ujung,
atau puncak, biasanya bertumpu pada gigi seri dan berlanjut di setiap sisi ke margin
Dorsum memanjang dari rongga mulut ke orofaring Alur berbentuk V. sulcus
terminalis, membentang ke lateral dan anterior dari lubang kecil, foramen cecum
Bagian mulut dorsum dapat menunjukkan akur median yang dangkal

Mukosa memiliki banyak papila lingual kecil :


1. Papila filiform
Papila Ini merupakan papilla yang tersempit dan paling banyak, Papilla
filiformis berbaris parallel, terdapat peninggian kolumnar primer lamina
propria 530 papila sekunder tinggi. Epitel di atas papila diakhiri dengan titik
meruncing Keras dan tidak berkeratin.
2. Papilla fungiform
Papila fungiform, berbentuk seperti jamur dengan kepala bulat dan
berisi pengecap. Papilla ini berbentuk jamur seperti kenop, dapat tersebar
tunggal di antara papila filiform. Papilla ini Lebih besar dan lebih sedikit
jumlahnya dibandingkan dengan papila filiform. Bagian Batangnya sempit,
bagian atas membulat. Ukuran berkisar 1,8 mm dengan tinggi 1 mm. Lebar 1
hingga beberapa perasa kecap. Papila fungiform yang dimodifikasi: berbentuk
kerucut dengan tinggi 3 mm.
3. Papilla Vallate
Papila ini berbaris berbentuk seperti huruf V: V memisahkan tubuh
lidah & akar lidah. Terdiri atas 7 sampai 11 papila. Papila terbesar berukuran:
0,5 sampai 1,5 mm. dengan tinggi sekitar 1 sampai 3 mm, papilla ini lebar.
Terdapat pada bagian atas maupun bagian bawah permukaan lidah seperti parit
Modul Pencabutan Gigi 27

di sekitar pinggiran. Akar lidah bertumpu pada dasar mulut dan menempel
pada tulang rahang bawah dan tulang hyoid. Saraf, pembuluh darah, dan otot
ekstrinsik masuk atau keluar dari lidah melalui akarnya (Racmi Fanani Hakim,
2021)

Gambar lidah dan papilla lidah

Gambar papilla filiformis

Gambar papilla fungiformis


28

4. Mukosa Mulut
 Struktur Mikroskopik
Susunan mikroskopik mukosa mulut secara berurutan sebagai berikut, Epitel
(berlapis gepeng) bisa berkeratin, non keratin, parakeratin atau orthokeratin, lapisan
selanjutnya yaitu Lamina propria, Submukosa, Jaringan ikat jarang, kelenjar lemak,
kelenjar keringat, pembuluh darah, dan Pembuluh syaraf lalu Otot dan Periosteum/
tulang (Racmi Fanani Hakim, 2021)
 Gambaran Histologis mukosa mulut
Pertemuan antara epitel berlapis gepeng dan lamina propria yang keduanya
membentuk mukosa mulut, nyata dan dibentuk oleh membrane basalis. Pada beberapa
daerah di dalam rongga mulut membran mukosa melekat lagsung ke dalam
periosteum jaringan tulang dibawahnya (mukoperiosteum).
Pada daerah lain mukosa dipisahkan dari periosteum oleh jaringan ikat jarang
berlemak atau berkelenjar yang mengandung pembuluh darah besar dan serabut syaraf
(submukosa).
Daerah pertemuan yang tepat antara lamina propria dan submukosa sering
tidak jelas Epitel berlapis gepeng menutupi semua permukaan rongga mulut. Epitel
yang berkeratin terlihat sel-sel di atas lapisan basal besar-besar, polihedral, dan
membentuk lapisan spinosa. Epitel nonkreatin, terdiri dan lapisan spinosa, lapisan
intermedium, dan lapisan superfisial(Racmi Fanani Hakim, 2021)
 Lamina Propria
Lamina propria terdiri atas gambaran sel fibroblast berbentuk bintang, banyak
ditemukan retikulum endoplasma kasar. Fibroblast sekresi fiber dan substansi dasar.
Histiosit, berbentuk spindle atau stelat, banyak ditemukan pada vesikel lisosom.
Fungsinya mengaktifkan makrofag Makrofag adalah sel berbentuk bulat dengan
staining nukleus, terdapat pada lisosom dan vesikel fagositik. Fungsi makrofag yaitu
fagositosis dan memproses antigen untuk dapat diberikan untuk dapat dikenali oleh sel
sel imun.
Sel Mast, berbentuk bulat atau oval. Fungsinya mensekresikan mediator
inflamasi dan agen vasoactive. Neutrofil, berbentuk bulat dengan nudeus seperti
keping, terdiri atas lisosom dan granula spesifik. Fungsinya fagositosis dan
penghancuran sel Limfosit, bentuk bulat dengan nukleus seperti roda. Sitoplasma
basofilik, banyak mengandung sitoplasma retikulum kasar Fungsinya adalah
mensintesis imonoglobulin Sel endothelial, terdiri atas vesikel pinositotik Fungsinya
sebagai lapisan pembuluh darah dan jaringan limfank. (Racmi Fanani Hakim, 2021)
 Inervasi Mukosa Mulut
Persyarafan lamina propria terdiri dari syaraf sensoris, berbentuk anyaman
pada lapisan terdalam lamina propria dan membentuk suatu fleksus halus. Syaraf
Modul Pencabutan Gigi 29

sensoris berakhir sebagai akhir syaraf bebas atau yang terorganisasi ditemukan baik
pada lamina propria maupun di dalam epitel.
Syaraf khusus seperti pada Meissner, Ruffini, dan Badan Krause dan organ
akhir mukokutanea terlihat pada lamina propria. Anyaman syaraf sensoris berkembang
baik pada mukosa penutup di bagian anterior lidah dan daerah palatum keras yang
sangat sensitif terutama terhadap perabaan dan perubahan temperature (Racmi Fanani
Hakim, 2021)
 Vaskularisasi mukosa mulut
Oral mukosa kaya akan suplai darah dari arteri. Tidak seperti di kulit, di
mukosa mulut vena tidak berperan penting tapi memiliki banyak anastomose dengan
kapiler. Variasi Struktural dibagi dalam:
1. Mukosa mastifikasi/penguyahan Mempunyai jaringan ikat berserat kolagen
padat, epitel dan stratum korneum kurang fleksibel. Mukosa mastikasi
berfungsi menahan tekanan fisik yang lebih besar.
2. Mukosa penutup Mukosa penutup terdapat pada mukosa labium, mukosa
bukal dasar mulut, permukaan ventral lidah, alveolus vestibulum, dan
palatum lunak Janngan ikat yang elastis sehingga epitel dapat
direnggangkan
3. Mukosa khusus terdapat pada permukaan dorsal lidah yang berfungsi
sebagai pengecap.

5. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan dan mengeluarkan air fur yang berfungsi
Membersihkan mulut, melembabkan dan melarutkan bahan kimia makanan,
Membantu pembentukan bolus makanan kelenjar mengandung enzim yang memecah
pati.
Kelenjar ludah terdiri dan tiga pasang kelenjar ekstrak (keleryar saliva mayor)
yaitu parotis, submandibular, dan sublingual Kelenjar kudah Intrinsik (kelenjar saliva
minor) banyak ditemukan pada mukosa mulut bagian bukal sebagai kelenjar bukal,
merupakan kelenjar saliva minor yang tersebar di seluruh mukosa mulut. (Racmi
Fanani Hakim, 2021)
Kelenjar saliva mayor
1. Kelenjar parotis
Kelenjar parotis terletak di anterior telinga di antara otot masseter dan kulit.
Duktus parotis, terbuka ke ruang depan di sebelah molar atas kedua
2. Kelenjar saliva submandibular
Kelenjar submandibular, terletak di sepanjang aspek medial tubuh rahang
bawah Salurannya terbuka di dasar frenulum lingual.
3. Kelenjar saliva sublingual
Kelenjar saliva sublingual terletak di anterior kelenjar submandibular di bawah
lidah. Salurannya terbuka melalui 10-12 saluran ke dasar mulut.
30

Saliva
Saliva adalah cairan kompleks rongga mulut yang disekresikan oleh kelenjar
saliva mayor dan minor yang terdapat pada mukosa mulut. Sekitar 90% air liur yang
terbentuk di rongga mulut diproduksi oleh kelenjar submandibular, kelenjar sublingual
dan kelenjar parotis, 10% lainnya oleh kelenjar ludah kecil lainnya. Seluruh laju aliran
saliva yang tidak distimulasi adalah sekitar 0,3-0,4 ml/menit. Air liur akan membantu
melindungi gigi. lidah, selaput lendir mulut, dan orofaring Air liur yang disekresi oleh
kelenjar ludah terdiri dari 99.5% air dan 0,5% zat lain, berupa komponen organik dan
anorganik. Komponen organik saliva terdiri dari protein, lipid, urea, asam amino,
glukosa, vitamin, dan amonia. Komponen anorganik saliva terdiri dari natrium,
kalium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat, dan fosfat.
Saliva merupakan suatu larutan cairan encer yang mengandung unsur organik
dan inorganik yang terdapat dalam lingkungan mulut. Saliva berperan penting pada
pengunyahan, menelan dan juga proses bicara (Racmi Fanani Hakim, 2021)

Sumber dan Komposisi Saliva


Saliva disekresi dari sel serosa dan mukosa kelenjar ludah. Komposisi saliva
terdiri dari 97-99,5% air, hipoosmatik, mengandung larutan sedikit asam. Saliva
mengandung elektrolit yaitu Na+, K+, CH. PO42-, HCO3-. Enzim pencernaan yaitu
amilase saliva untuk membantu pencernaan amilum, Protein diantaranya musin,
lisozim, defensin, dan Imunoglobulin A, serta limbah metabolik seperti urea dan asam
urat. (Racmi Fanani Hakim, 2021)

Pengendalian Salivasi
Kelenjar intrinsik menjaga mulut tetap lembab, kelenjar ludah ekstrinsik
mengeluarkan air liur yang kaya enzim dan serosa sebagai respons terhadap makanan
yang tertelan yang merangsang kemoreseptor dan pressoreseptors pikiran tentang
makanan akan menstimulasi saraf simpatis yang kuat menghambat air liur dan
menyebabkan mulut kering (Racmi Fanani Hakim, 2021)
Fungsi Utama Saliva
Fungsi utama saliva adalah untuk lubrikasi, pencernaan, solvent action (bahan
pelarut), antibakteri, antijamur, buffering action. remineralisasi, pengaturan suhu serta
produksi growth factor dan regulasi peptide (Racmi Fanani Hakim, 2021)

Unit Sekretoris Glandula Saliva


Unit sekretoris saliva terdiri dari :
 Asinus
 Duktus interkalaris
 Duktus striata
Modul Pencabutan Gigi 31

Unit sekretoris tersebut bertemu pada duktus sekretorius utama yang


memanjang dari massa glandula ke saluran rongga mulut (Racmi Fanani Hakim, 2021)

Gambar skema unit sekretori glandula saliva

2.4.2 Anatomi, Histologi Jaringan Periodontal

Komponen periodontium terdiri dari sementum, ligament periodontal, gingiva dan tula
ng alveolar. Periodontal berfungsi bersama semua komponennya untuk mendukung gigi berad
a dalam soketnya. Periodonsium menahan perpindahan tekanan selama pengunyahan, berbicar
a maupun saat penelanan. Pemeliharaan posisi spasial pada tiap gigi berkenaan kepada sekitar
tulang dan gigi lain dalam lengkung. Ligament periodontal membuat sejumlah pergerakan ter
batas pada gigi di dalam soket, sekaligus mencegah pergerakan besar selama kontak oklusal d
an hal ini melindungi pembuluh darah, pembuluh saraf dalam periodontium terutama bagian y
ang masuk ke apical foramen.

Jaringan gingiva melidungi jaringan periodontal lainnya dari lingkungan mulut melalu
i perlindungan terhadap masuknya mikroorganisme dan subtansi toksik lainnya dari rongga m
ulut. Sebagai tambahan, peran supporting dan perlindungan, jaringan periodontal juga terlibat
dalam erupsi gigi, serta perkembangan pemeliharaan oklusi.

Gambar skema jaringan periodontal

1. SEMENTUM
32

Sementum merupakan jaringan konektive termineralisasi yang menjangkarkan


serabut kolagennnya pada ligament periodontal dari gigi. Sementum adalah bagian
yang avascular, berbeda dengan tulang yang sangat vascular. Sementum berwarna
kuning terang, dan kurang terang dibanding enamel, dan permukaannya lebih tidak
beraturan. Konsistensi lebih lembut, sehingga lebih mudah abrasi dibandingkan
dengan dentin maupun email. Komposisinya hanya mengandung 50% hidroksi
apatit dalam berat. Matriks organic terdiri dari kolagen type I dan beberapa
proteoglikan. Kolagen pada sementum berasal dari 2 sumber yaitu serabut intrinsic
yang dieksresikan dari sementoblas, selama pembentukan sementum, serabut
ekstrinsic pada ujung serabut periodontal ligament terbungkus dalam sementum.
Dua jenis type sementum structural, yaitu sementum selular berisi sel
sementosit bekerjasama dalam subtansi, ditemukan pada sepertiga ujung apical
sampai setengah akar gigi. Sementum aselular tidak berisi sel dan biasanya
memanjang dari amelosemental junction ke foramen apical. Sementum aselular
terbentuk dari lapisan tipis konstan dengan sekitar gigi, namun sementum aselular
secara bertingkat bertambah ketabalannya terhadap apeks gigi. Transisi dari
sementum aselular ke sementum selular berkaitan dengan waktu erupsi ke rongga
mulut. (Racmi Fanani Hakim, 2021)

2. LIGAMEN PERIODONTAL
Ligamen periodontal adalah jaringan konektive yang padat, berada diantara
sementum dan tulang alveolar. Ligament periodontal berfungsi sebagai pendukung
dan pelekat antara tiap gigi dalam tulang rahang. Dalam arah servical
berkesinambungan dengan lamina propria gingiva.
Seperti semua konektive tissue, ligament periodontal berisi campuran sel,
matriks ekstraselular dan serabut, bersama dengan pembuluh darah dan pembuluh
syaraf. Kepadatan ligament periodontal merupakan hasil dari sejumlah bundle
serabut kolagen. Bundle serabut kolagen ini menahan berbagai tekanan terhadap
gigi, mengganti serabut utama dari ligemen periodontal. Serabut kolagen dikenal
juga sebagai serat oksitalan. Sel utama ligament adalah fibroblast yang disintesis
dan mendegradasi serabutnya. Osteoblast dan sementoblas ditemukan di perifer
dari ligament dan juga berisi osteoklas. Sel primitive mesenkhimal sel mast,
makrofag, eosinophil, dan limfosit juga merupakan komponen mormal pada
ligament periodontal. Matriks ekstrasulelar terbuat dari berbagai makromolekul
termasuk glikosaminoglikan, glikoprotein, dan proteoglikan (Racmi Fanani
Hakim, 2021)

3. TULANG ALVEOLAR
Tulang alveolar membentuk bagian maksila dan mandibular yang mensupport
gigi. Badan maksila dan mandibula terbagi menjadi basal dan komponen alveolar
Modul Pencabutan Gigi 33

melalui lapisan dasar dari lapisan tulang dari soket gigi/soket atau alveoli mengisi
prosesus alveolar. Struktur histologis tulang alveolar sama dengan struktur tulang
pada bagian tubuh lainnya, namun membentang pada gigi untuk membentuk
matriks fungsional yang memelihara dan pengembangan. Setelah kehilangan gigi,
tulang alveolar mengalami resorpsi, sebaliknya kegagalan perkembangan gigi
menyebabkan kegagalan perkembangan tulang alveolar.
Struktur prosesus alveolar terdiri dari lapisan padat di luar dari tulang
kompakta, lempeng kortikal luar, pada bagian permukaan labial dan lingual yang
merupakan kelanjutan dari tulang kompakta dari bagian basal maksila dan
mandibular. Pada puncak alveolar, lapisan ini, tulang kompakta berlanjut ke
sekitar gigi untuk membentuk lapisan kepadatan radio dari alveolus, bagian dalam
lempeng kortikal, yang disebut lamina dura secara radiologis.
Tulang alveolar disebut juga selayaknya tulang karena membentuk tulang ke
dalam serabut utama dari periodontal ligament dan yang melekat atau lempeng
kribriform, karena berpori dan banyak saluran volkman. Secara histologi sering
disebut bundle tulang, karena berisi bundle serat sharpey. Tulang kanselous
ditemukan diantara lamina dura dan bukal lingual lempeng kortikal luar. Tulang
alveolar meluas ke dalam daerah diantara akar gigi dari gigi yang multi root dan
septum interadikular. Septum interdental memisahkan sekitar gigi. Lempeng
kortikal dilapistoleh periosteum, namun lapisan alveolar, termodifikasi oleh
masuknya serabut utama dari ligament periodontal.
Lempeng kortikal dari tulang kompakta secara umum, lebih tebal pada
mandibular dibanding mandibular. Lebih tebal pada bagian lingual dari pada
palatal dari gigi dibandingkan sisi bukal. Pengecualian secara keseluruhan, yang
paling tebal adalah bukal aspek dari gigi posterior mandibular yang bagian
eksternalnya terdapat oblique ridge bergabung dengan prosesus alveolaris. Pada
mandibular, lempeng kortikal kepadatannya tebal, dimana bagian luar maksila
lempeng kortikal berisi sejumlah kecil perforasi yang mentransmisi pembuluh
darah. Pada region anterior, struktur alveolus termodifikasi oleh fusi lempeng
kortikal dengan lamina dura. Hal ini terjadi baik pada aspek bukal dan lingual
insisivus mandibular. Ketebalan tulang pada region yang berbeda maksila dan
mandibular mempengaruhi penggunaan anaetesi lokal pada perawatan dental.
Secara histologis, lamina dura berisi X baik lamella harvers sirkumferensial
dan konsentrik dengan osteosit berada dalam lacuna. Tulang kanselous berisi
trabekula yang ramping dan saling berkaitan yang berisi osteosit. Ukuran dan
bentuk trabekula bervariasi tergantung derajat tekanan yang mengenai tulang,
menjadi sangat luas sekitar gigi yang mendapat tekanan besar namun ramping
pada sekitar tulang gigi yang memiliki antagonis. Remodeling trabekula terjadi
berkesinambungan menunjukkan sejumlah lapisan terbalik. Ruang di antaranya
berisi sumsum tulang, jaringan hematopoietik pada orang dewasa muda, pada anak
34

anak menuju remaja, digantikan dengan sumsum kuning. Lempeng bukal dan
lingual dilapisi periosteum fibrosa yang secara ketat mengikat ke gigiva
dibawahnya dengan kolagen lamina propria umtuk membentuk mukoperiosteum.
Terhadap jaringan vestibulum lebih longgar, membentuk submucosa yang berarti
mukosa alveolar melekat pada lempeng kortikal (Racmi Fanani Hakim, 2021)

Gambar skema histologi jaringan periodontal


Modul Pencabutan Gigi 35

2.4 Instrumen pencabutan gigi


2.4.1 Ciri-ciri

A. Tang pencabutan gigi decidui


1. Tang mahkota gigi anterior rahang atas decidui

Ciri-ciri:
a) Handle sampai dengan beaknya lurus
b) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil
2. Tang mahkota gigi posterior rahang atas decidui

Ciri-ciri:
a) Handle sampai dengan beaknya bengkok/membentuk sudut
b) Kedua beak tidak bertemu

3. Tang akar gigi posterior rahang atas decidui


36

Ciri-ciri:
a) Handle dan sampai dengan beeknya berbentuk bayonet, ada yang
berbentuk S
b) Kedua paruh bila ditutup akan bertemu
c) Tang untuk akar gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil

4. Tang mahkota gigi anterior rahang bawah decidui

Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya membentuk sudut 90
b) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk mahkota gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil

5. Tang mahkota gigi posterior rahang bawah decidui

Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya membentuk sudut 90
Modul Pencabutan Gigi 37

b) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu


c) Tang untuk mahkota gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil

6. Tang akar gigi bawah decidui

Ciri-ciri:
a) Antara handle sampai dengan beaknya 90°
b) Kedua paruh/beaknya bila ditutup akan bertemu
c) Tang untuk akar gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil

B. Tang Pencabutan Gigi Permanent


1. Tang untuk mahkota gigi anterior rahang atas permanent

Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya lurus.
b) Kedua paruh/ beek tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama

2. Tang untuk mahkota gigi premolar rahang atas permanent


38

Ciri-ciri:
a) Antara handle dengan beaknya seperti S
b) Kedua paruh beak bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama

3. Tang untuk mahkota gigi molar rahang atas permanent

Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya seperti huruf S
b) Kedua paruh beek tidak bertemu
c) Bagian bucal berlekuk dan yang tidak berlekuk bagian palatal
d) Kiri dan kanan berbed

4. Tang akar gigi anterior rahang atas permanent

Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya lurus
b) Kedua paruh bila ditutup bertemu
c) Tang akar gigi anterior kiri dan kanan sama

5. Tang akar gigi posterior rahang atas permanent

Ciri-ciri:
Modul Pencabutan Gigi 39

a) Kedua paruh beek bertemu


b) Tang akar gigi posterior kiri dan kanan sama
c) Handle sampai beeknya seperti bayonet

6. Tang molar tiga RA permanent

Ciri-ciri:
a) Handle sampai becknya seperti" Bayonet
b) Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama

7. Tang posterior gigi premolar 1 dan 2 rahang bawah permanent

Ciri-ciri:
a) Handle dan sampai dengan beeknya 45°
b) Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu
c) Kedua paruh beak tidak berlekuk
8. Tang mahkota gigi molar rahang bawah permanent

Ciri-ciri:
a) Handle dan sampai dengan beeknya 90°
40

b) Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu


c) Kedua paruh berlekuk
d) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama

9. Tang akar gigi rahang bawah permanen

Ciri-ciri:
a) Antara handle sampai dengan beeknya membentuk sudut 90°
b) Kedua paruh bila ditutup akan bertemu
c) Tang akar untuk semua rahang bawah permanen

C. Bein Bengkok

Ciri ciri:
a) Alat dari bahan stenless steel yg bagian ujungnya tajam dan rapih
b) Bentuknya bengkok: mesial dan distal
D. Bein Lurus

Ciri-ciri:
a) Alat terbuat dari stenles steel bagian ujungnya tajam dan pipih
b) Bentuknya lurus

E. Cryer
Modul Pencabutan Gigi 41

Ciri-ciri:
a) Alat dari bahan stenless steel yg berbentuk "T"
b) Bentuk ujungnya berbeda-beda untuk kiri dan kanan

F. Alat Suntik
1. Citojec

Ciri-ciri:
a) Harus menggunakan obat injeksi yang khusus dengan jarum yg lebih kecil
b) Cara memasukan/menekan pada waktu mengeluarkan obat ada samping
dan dari belakang tanpa aspirasi
2. Disposible

Ciri-ciri:
a) terbuat dari plastik
b) alat ini untuk sekali pakai kemudian dibuang (Larasati et al., 2018)
2.4.2 Kegunaan alat

A. Tang pencabutan gigi decidui

1. Tang mahkota gigi anterior RA decidui


42

Kegunaan:
Untuk mencabut gigi posterior atas sulung

2. Tang mahkota gigi posterior RA decidui


Kegunaan:
Untuk mencabut gigi posterior atas sulung

3. Tang akar gigi posterior rahang atas decidui


Kegunaan :
Untuk mencabut akar gigi posterior atas sulung

4. Tang mahkota gigi anterior rahang bawah decidui


Kegunaan:
Untuk mencabut mahkota gigi anterior bawah sulung

5. Tang mahkota gigi posterior rahang bawah decidui


Kegunaan:
Untuk mencabut mahkota gigi posterior bawah sulung

6. Tang akar gigi bawah decidui


Kegunaan:
Untuk mencabut akar gigi rahang bawah decidui
B. Tang pencabutan gigi permanen
1. Tang mahkota gigi anterior rahang atas permanen
Kegunaan:
Untuk mencabut gigi depan atas permanen

2. Tang mahkota gigi premolar rahang atas permanen


Kegunaan:
Untuk mencabut gigi premolar atas permanen

3. Tang mahkota gigi molar rahang atas permanen


Kegunaan:
Untuk mencabut gigi molar atas permanen

4. Tang akar gigi anterior rahang atas permanen


Kegunaan:
Untuk mencabut gigi anterior atas permanen

5. Tang akar gigi posterior RA permanen


Kegunaan:
Modul Pencabutan Gigi 43

Untuk mencabut gigi posterior atas permanen

6. Tang molar tiga RA permanent


Kegunaan:
Untuk mencabut gigi posterior rahang atas permanen

7. Tang posterior gigi premolar 1 dan 2 RB permanent


Kegunaan:
Untuk mencabut mahkota gigi premolar bawah permanen

8. Tang mahkota gigi molar RB permanen


Kegunaan:
Untuk mencabut gigi molar bawah permanen
9. Tang akar gigi rahang bawah permanen
⁰Kegunaan:
untuk mencabut semua akar gigi rahang bawah permanen

C. Bein bengkok
Kegunaan :
Untuk melepaskan gigi dari jaringan periodontium
D. Bein lurus
Kegunaan:
Untuk melepaskan gigi dari jaringan periodontium

E. Cryer
Kegunaan:
Untuk mengambil sisa akar

F. Alat suntik
Kegunaan:
sebagai alat untuk injeksi anastesi sebelum dilakukan pencabutan gigi (Larasati et al.,
2018)

2.4.3 Cara memegang alat

Cara memegang alat operator dapat memegang hand-instrument dengan 4 cara:

1. Modified pen grasp


44

Alat dipegang dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah seperti kita memegang
pena untuk menulis tetapi tidak identik. Sedangkan jari manis dan atau jari
kelingking sebagai titik tumpuan pada jaringan keras gigi pada waktu melakukan
preparasi. Cara ini digunakan bila melakukan preparasi menggunakan contra angle
handpiece maupun hand instrument.
2. Inverted pen grasp

Posisi jari sama dengan modified pen grasp, tetapi digunakan bila operator
mengerjakan geligi rahang atas dimana jari dan alat menghadap ke atas.
3. Palm and thumb grasp

Instrumen diletakkan pada telapak tangan dan digenggam dengan seluruh


jari,sedangkan ibu jari bebas dan digunakan sebagai tumpuan pada jaringan keras
gigi. Cara ini dipakai bila menggunakan straight hand piece atau pekerjaan
laboratoris maupun penggunaan hand cutting instrument.
4. Modified palm and thumb grasp
Modul Pencabutan Gigi 45

Phantom dapat dinaik turunkan atau ditengadahkan serta diatur setinggi siku
operator. Selama bekerja posisi badan operator harus tegak. Pembukaan rahang
phantom antara geligi depan rahang atas dan bawah tidak melebihi tiga jari (jari
telunjuk, tengah dan jari manis) operator. Bila mengerjakan geligi rahang atas
maka phantom dinaikkan dan ditengadahkan 30 derajat. Bila mengerjakan geligi
rahang bawah maka rahang bawah phantom disejajarkan dengan lantai. Untuk
melakukan pekerjaan tangan kiri operator memegang kaca mulut,sedangkan
tangan kanan memegang peralatan yang lain, misalnya kaca mulut yang kedua,
ekskavator, sonde, plastic filling instrument dan lain-lain.(Gigi & Iii, 2015)

2.5 Teknik Pencabutan Gigi


2.5.1 Posisi
a. Posisi berdiri operator
1. Rahang atas kanan operator berada dijam 10 dan kepala pasien menoleh ke
arah operator.

2. Rahang atas kiri, operator berada dii jam 10 dan kepala pasien menoleh
kearah operator.
46

3. Rahang bawah kiri, operator berada dijam 9 dan kepala pasien menoleh ke
arah operator.

4. Rahang bawah kanan, operator berada dibelkang pasien agar memperoleh


posisi kerja yang optimal.

5. Anterior RA dan RB, operator berada dibagian depan yaitu posisi jam 8.

b. Posisi Jari Operator


1. Rahang atas kanan, ibu jari di bukal, telunjuk dipalatal dan 3 jari lainnya
diluar mulut.
2. Rahang atas kiri, ibu jari dipalatinal, telunjuk dibukal dan 3 jari lainnya di
luar mulut.
3. Rahang bawah kiri, ibu jari di dagu, telunjuk dilabial dan 3 jari tengah
dilingual.
4. Rahang bawah kanan, ibu jari dilingual, telunjuk dibukal dan 3 jari lainnya
menahan dagu.
Modul Pencabutan Gigi 47

5. Anterior rahang atas, ibu jari dipalatinal dan telunjuk dilabial.


6. Anterior rahang bawah, ibu jari di dagu, telunjuk dilabial dan jari tengah
dilingual. (Astuti, 2018)

c. Posisi Pasien
1. Rahang atas
 Kepala pasien setinggi bahu operator.
 RA tidak terlalu tengadah, oklusal plan RA membentuk 45 derajat
terhadap lantai
 Wajah pasien menghadap ke kanan waktu pencabutan kiri, dan
sebaliknya.
2. Rahang bawah
 Bahu pasien setinggi siku operator
 Oklusal plan RB sejajar dengan lantai
 Wajah pasien menghadap ke kanan waktu pencabutan kiri, dan
sebaliknya. (Astuti, 2018)

d. Posisi Dental Unit


1. Untuk pencabutan gigi rahang atas, kursi harus dimiringkan kebelakang
sehingga tepat pada 60 derajat dari lantai serta penempatan pasien
relatif lebih tinggi.
2. Untuk pencabutan rahang bawah, kursi lebih tegak dari rahang atas dan
penempatan pasien relatif lebih rendah.
48

2.6.2 Tahap-Tahap Pencabutan Gigi

2.6.3 Pencabutan Gigi Decidui


Pencabutan gigi adalah suatu prosedur pengangkatan gigi beserta akarnya
beserta akarnya dari dalam soket tulang alveolaris. Sedangkan pencabutan gigi susu
adalah pencabutan pada gigi susu yang umumnya dilakukan pada anak-anak usia
periode gigi pergantian yaitu 6-12 tahun. Meskipun gigi susu akan digantikan oleh
gigi tetap, namun dalam memutuskan untuk melakukan pencabutan gigi susu perlu
beberapa pertimbangan berdasarkan indikasi dan kontra indikasi pencabutan gigi
susu. (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016)
a. Indikasi pencabutan gigi decidui
Beberapa kondisi berikut merupakan indikasi pencabutan gigi susu, antara lain:
1. Jika gigi mengalami lubang yang tidak dapat diperbaiki
2. Jika infeksi periapikal tidak dapat dihilangkan dengan alternatif perawatan lai
nnya
3. Kasus abses dentoalveolar akut disertai selulitis
4. Jika gigi susu mengganggu pertumbuhan gigi permanen
5. Gigi yang sudah waktunya tanggal
6. Gigi susu yang persisten
7. Gigi susu yang impaksi menghalangi erupsi gigi tetap
8. Gigi dengan ulkus decubitus
9. Untuk perawatan orthodontik
10. Kelebihan jumlah gigi (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016)
11. Gigi yang sudah waktunya tanggal tetapi masih persistensi. Bila pada rontgen
foto tampak penggantinya sudah akan keluar
Modul Pencabutan Gigi 49

12. Gigi susu yang seringkali menimbulkan abses


13. Gigi susu yang merupakan fokal infeksi Gigi susu yang merupakan penyebab
infeksi jaringan sekitarnya (Nur Adibah Hanum, 2022)
b. Kontra indikasi pencabutan gigi decidui
Kontraindikasi untuk ekstraksi gigi pada anak-anak dan orang dewasa
hampir sama. Sebagian besar dari kontraindikasi ini bersifat relatif dan dapat
diatasi dengan tindakan pencegahan dan premedikasi khusus, kecuali untuk
kasus- kasus di bawah ini:

1. Infeksi stomatitis akut, infeksi Vincent akut atau herpetic stomatitis, dan lesi s
ejenis harusnya dihilangkan sebelum pertimbangan untuk tindakan ekstraksi.
Pengecualian untuk abses dentoalveolar akut disertai selulitis, ini memerlukan
pencabutan segera.
2. Blood dyscrasias membuat pasien rentan terhadap infeksi postoperatif dan he
moragi. Ekstraksi dapat dilakukan jika ada rekomendasi dari hematologis dan
persiapan yang baik dari pasien.
3. Acute atau chronic rheumatic heart disease, kelainan jantung kongenital dan g
angguan ginjal membutuhkan antibiotik yang tepat.
4. Acute pericementitis, abses dentoalveolar dan selulitis harusnya dirawat deng
an pemberian antibiotik preoperatif dan postoperative.
5. Infeksi sistemik akut pada masa kanak-kanak merupakan kontraindikasi pemil
ihan tindakan ekstraksi pada anak- anak karena daya tahan tubuh yang rendah
memungkinan terjadinya infeksi sekunder.
6. Malignancy, jika diduga terdapat keganasan, maka pencabutan gigi merupaka
n kontraindikasi. Trauma dari ekstraksi memiliki kecenderungan untuk memp
ertinggi laju pertumbuhan dan penjalaran tumor. Pada situasi lain, pencabutan
gigi secara kuat diindikasikan pada pasien. yang menerima terapi radiasi untu
k keganasan pada rahang atau jaringan disekitarnya. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya resiko infeksi pada tulang yang telah terpapar radiasi.
7. Gigi yang tersisa pada tulang yang terpapar radiasi dapat dicabut sebagai usah
a terakhir dan hanya setelah seluruh konsekuensinya dijelaskan kepada orang
tua pasien. Jika gigi harus dicabut, konsultasi dengan radiologis yang menang
aninya perlu dilakukan karena resiko infeksi tulang akan mengikuti ekstraksi
pada kebanyakan kasus walaupun setelah terapi antibiotik, dikarenakan avasc
ulariti yang disebabkan oleh radiasi. Perkembangan infeksi yang tidak terkend
ali hanya dapat diselesaikan dengan reseksi besar dari tulang yang terpapar. O
leh karena itu, pencabutan gigi setelah radiasi sangat berbahaya.
8. Diabetes mellitus merupakan kontraindikasi yang bersifat relatif. Namun, perl
u dipastikan bahwa anak tersebut dalam kondisi kesehatan yang terkendali da
n dalam pengawasan dokter yang merawatnya. Pada kasus diabetes terkendali,
antibiotik bukan prasyarat untuk pencabutan gigi. Penting untuk anak dengan
50

diabetes untuk menjaga diet setelah operasi untuk menjaga metabolisme gula
dan lemak pada anak tetap stabil (Nur Adibah Hanum, 2022)

Untuk mendukung diagnosa yang benar dan tepat serta menyusun rencana
perawatan yang tidak menimbul kan akibat yang tidak diinginkan, maka sebelum
dilakukan tindakan eksodonsi atau tindakan bedah lainnya harus dipersiapkan da
hulu suatu pemeriksaan yang teliti dan lengkap, Yaitu dengan pertanyaan adakah
kontra indikasi eksodonsi atau tindakan bedah lainnya yang disebabkan oleh fakt
or lokal atau sistemik Kontra indikasi eksodonsi akan berlaku sampai dokter spes
ialis akan memberi ijin atau menanti keadaan umum penderita dapat menerima su
atu tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi yang membahayakan bagi jiw
a penderita.
 Kontra indikasi lokal
a. Pada infeksi gingiva akut
b. Pericoronitis
c. Kelainan Pada periapikal seperti abses periapikal
d. Sinusitis maksilaris
e. Gigi yang berada dalam jaringan tumor
 Kontra indikaasi sistemik
Pasien dengan kontra indikasi yang bersifat sistemik memerlukan pertimb
angan khusus untuk dilakukan eksodonsi, Bukan kontra indikasi mutlak dari ekso
donsi Faktor-faktor ini meliputi pasien-pasien yang memiliki riwayat penyakit kh
usus. Dengan kondisi riwayat penyakit tersebut, eksodonsi bisa dilakukan dengan
persyaratan bahwa pasien sudah berada dalam pengawasan dokter ahli dan penya
kit yang menyertainya bisa dikontrol dengan baik. Hal tersebut penting untuk me
nghindari terjadinya komplikasi sebelum pencabutan, saat pencabutan, maupun s
etelah pencabutan gigi.
1. Diabetes mellitus
Malfungsi utama dari Diabetes Mellitus adalah penurunan absolut atau r
elatif kadar insulin dalam darah yang mengakibatkan kegagalan metabolisme
glukosa Penderita Diabetes dapat digolongkan menjadi :
a. Diabetes Melitus ketergantungan insulin (IDDM tipe 1. juvenile, ketot
ik, britile) Terjadi setelah infeksi virus dan produksi antibodi autoimu
n pada orang yang predisposisi antigen HLA. Biasanya terjadi pada pa
sien yang berumur di bawah 40 tahun.

b. Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (NDDM, tipe 2, diabetes dewas


a stabil). Diturunkan mela- lui gen dominan dan biasanya dikaitkan denga
n kegemukan. Lebih sering terjadi pada umur di atas 40 tahun. Pembedah
an dentoalveolar yang dilakukan pada pasien diabetes tipe 2 dengan meng
gunakan anestesi lokal biasanya tidak memerlukan tambahan insulin atau
Modul Pencabutan Gigi 51

hipoglikemik oral. Pasien diabetes tipe 1 yang terkontrol harus mendapat


pemberian insulin seperti biasanya sebelum dilakukan pembedahan; dan
makan karbohidrat dalam jumlah yang cukup. Perawatan yang terbaik unt
uk pasien ini adalah pagi hari sesudah makan pagi. Diabetes yang tidak ter
kon- trol dengan baik, yang sering disebabkan oleh karena sulit mendapat
kan insulin, harus dijadikan terkontorl lebih dahulu sebelum dilakukan pe
mbedahan, Ini biasanya memerlukan rujukan dan kemungkinan pasien har
us rawat inap.

Diabetes yang terkontrol dengan baik tidak memerlukan terapi antibioti


k profilaktik untuk pembedahan rongga mulut. Pasien dengan diabetes yang ti
dak terkontrol akan mengalami penyembuhan lebih lambat dan cenderung me
ngalami infeksi, sehingga memerlukan pemberian antibiotik profilaksis. Resp
onnya terhadap infeksi tersebut diduga keras alobat defisiensi leukosit polimo
rfonuklear dan menurunnya atau terganggu- nya fagositosis, diapedisis, dan k
hemotaksis karena hiperglikemi. Sebaliknya, infeksi orofasial menyebabkan k
endala dalam pengaturan dan pengontrolan diabetes, misalnya meningkatnya
kebutuhan insulin. Pasien dengan riwayat kehilangan berat badan yang penye
babnya tidak diketahui, yang terjadi bersamaan dengan kegagalan penyembuh
an infeksi dengan terapi yang biasa dilakukan, bisa dicurigai menderita diabet
es.

Keadaan Darurat pada Diabetes Diabetes kedaruratan, syok insulin (hi


poglikemia), dan ketoasidosis (hiperglikemia) lebih sering terjadi pada diabet
es tipe 1. Kejadian yang sering terlihat adalah hipoglikemia, yang dapat timbu
l sangat cepat apabila terjadi kegagalan menutupi kebutuhan akan insulin den
gan asupan karbohidrat yang cukup. Sedangkan ketoasidosis biasanya berkem
bang setelah beberapa hari. Pasien yang menderita hipoglikemia menunjukka
n tanda-tanda pucat, berkeringat, tremor, gelisah, dan lemah. Dengan pemberi
an glukosa s ecara oral (10-20 gram), kondisi tersebut akan dengan mudah me
mbaik. Kegagalan untuk merawat kondisi ini akan mengakibatkan kekejanga
n, koma, dan mungkin menyebabkan kematian. Untuk mengatasi ketoasidosis
diperlukan pemberian insulin dan cairan. Hal tersebut sebaiknya dilakukan di
rumah sakit (pasien rawat inap).

2. Kehamilan
Pregnancy bukan kontraindikasi terhadap pembersihan kalkulus ataupu
n ekstraksi gigi, karena tidak ada hubungan antara pregnancy dengan pembek
uan darah. Perdarahan pada gusi mungkin merupakan manifestasi dari pregna
ncy gingivitis yang disebabkan pergolakan hormon selama pregnancy. Yang
52

perlu diwaspadai adalah sering terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes mell
itus yang meskipun sifatnya hanya temporer, akan lenyap setelah melahirkan,
namun cukup dapat menimbulkan masalah saat dilakukan tindakan perawatan
gigi yang melibatkan perusakan jaringan dan pembuluh darah. Jadi, bila ada p
asien dalam keadaan pregnant bermaksud untuk scaling kalkulus atau ekstrak
si, sebaiknya dirujuk dulu untuk pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah
dan kadar gula darahnya. Jangan lupa sebelum dilakukan tindakan apapun, p
asien dilakukan tensi dulu.
Kalau memang ada gigi yang perlu diekstraksi (dimana hal itu tidak bis
a dihindari lagi, pencabutan gigi (dan juga tindakan surgery akut lainnya sepe
rti abses,dil) bukanlah suatu kontraindikasi waktu hamil. Hati-hati bila pada 3
bulan pertama, rontgen harus dihindari saja kecuali kasus akut (politrauma, fr
aktur, dil). Hati-hati bila menggunakan obat bius dan antibiotic, (ada daftarny
a mana yang boleh dan mana yang tidak boleh (FDA) sedative (nitrous oxide,
dormicum itu tidak dianjurkan). Kalau memang harus dicabut giginya atau sc
alling pada ibu hamil, waspada dengan posisi tidurnya jangan terlalu baring, k
arena bisa bikin kompresi vena cafa inferior. Kalau memang riskan, dan pera
watan gigi-mulut tidak dapat ditunda sampai post-partus, maka sebaiknya tind
akan dilakukan di kamar operasi dengan bekerja sama dengan tim code blue,
atau tim resusitasi. Ekstraksi gigi pada pasien hamil yang sehat bisa dilakukan
dengan baik dan aman di praktek, clinic biasa, atau rumah sakit. Kesulitan ya
ng sering timbul pada ekstraksi gigi pada ibu hamil adalah keadaan psikologis
nya yang biasanya tegang, dll. Seandainya status umum pasien yang kurang j
elas sebaiknya di konsulkan dulu ke dokter obgin-nya.
3. Penyakit Kardiovaskuler
Sebelum menangani pasien perlu mengetahui riwayat kesehatan pasie
n baik melalui rekant medisnya atau wawancara langsung dengan pasien. Jika
ditemukan pasien dengan tanda-tanda sesak napas, kelelahan kronis, palpitasi
sukar tidur dan vertigo maka perlu dicurigai bahwa pasien tersebut menderita
penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lanjut yang teliti d
an akurat, misalnya pemeriksaan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk
mendukung diagnosa sehingga kita dapat menyusun rencana perawatan yang
tepat dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Pada penyakit kar
diovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik menye
babkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdar
ahan. Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontra indikasi eksodonsi.
Kontra indikasi eksodonsi di sini bukan berarti tidak boleh melakuka
n tindakan eksodonsi pada pasien ini, namun dalam penangannannya perlu ko
nsultasi pada para ahli, dalam hal ini dokter spesialis jantung. Dengan berkon
sultasi, kita bisa mendapatkan rekomendasi atau izin dari dokter spesialis men
genai waktu yang tepat bagi pasien untuk menerima tindakan eksodonsi tanpa
terjadi komplikasi yang membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan penda
mping yang diperlukan sebelum atau sesudah dilakukan eksodonsi, misalnya
Modul Pencabutan Gigi 53

saja penderita jantung rema harus diberi penicillin sebelum dan sesudah ekso
donsi dilakukan.

4. Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pe
mbuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pemb
uluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita meng
gunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat t
etap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi Penting juga ditany
akan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat
antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga da
pat menyebabkan perdarahan.
5. Kelainan Darah
a. Purpura hemoragik
Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan
dari dalam gusi merupakan keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan
karena fragilitas kapiler (daya tahan kapiler abnormal terhadap rupture) pa
da pasien tersebut dalam keadaan kurang, sehingga menuju kearah keadaa
n mudah terjadi pendarahan petechie dan ecchimosis. Perlu ditanyakan ke
pada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia, atau pengalama
n pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan darah yaitu
waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi protromb
in.
b. Leukemia
Pada lekemia terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leuko
sit dan prekursornya dalam darah dan sumsum tulang. Sehingga mudah in
feksi dan terjadi perdarahan.
c. Anemia
Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah s
ehingga kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang.
Selain itu, penderita anemia memiliki kecenderungan adanya kerusakan
mekanisme pertahanan seluler
d. Hemofilia
Setelah ekstraksi tindakan gigi yang menimbulkan trauma pada pe
mbuluh darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platele
t plug (gumpalan darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya int
eraksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh dar
ah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah Luka ekstraksi juga
memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari pr
othrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi fibrin Pa
da pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII P
ada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedan
54

gkan pada von Willebrand's disease terjadi kegagalan pembentukan platel


et, tetapi penyakit ini jarang ditemukan. Agar tidak terjadi komplikasi pas
ca eksodonsia perlu ditanyakan adakah kelainan perdarahan seperti waktu
perdarahan dan waktu penjendalan darah yang tidak normal pada penderit
a hipertensi. Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonst
riktor, pembu- luh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah me
ningkat, pembuluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. A
pabila kita menggunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokons
triktor, darah dapat tetap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstr
aksi.
Penting juga ditanyakan kepada pasien apakah mengkonsumsi obat-ob
at tertentu seperti obat antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan
obat- obatan lain karena juga dapat menyebabkan perdarahan (drg. Rin
i Irmayanti M.MKes, 2016)

c. Manipulasi pencabutan gigi decidui


Menurut(drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016) Pencabutan gigi yang ideal
adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh, atau akar gigi, dengan trauma
minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat
sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pascaoperasi di
masa Mendatang.

1. Posisi pasien, operator, dan kursi


a. Posisi pasien
Untuk memastikan kenyamanan dalam berbagai manipulasi yang dida
pat dalam proses pencabutan, kursi gigi harus selalu diposisikan dengan bena
r. Untuk pencabutan pada rahang atas, mulut pasien harus sama tingginya de
ngan bahu operator dan sudut antara kursi gigi dan bidang horizontal (lantai)
kira-kira 120°.Dan juga, permukaan oklusal gigi rahang atas harus membent
uk sudut 45° dengan bidang horizontal selama mulut terbuka.Dalam pencabu
tan gigi rahang bawah, kursi gigi diposisikan lebih rendah, maka sudut antara
kursi dengan bidang horizontal adalah 110°. Permukaan oklusal dari gigi rah
ang bawah harus sejajar dengan bidang horizontal saat mulut pasien terbuka.
Posisi operator yang menggunakan tangan kanan selama ekstraksi dengan m
enggunakan tang, berada di depan kanan pasien, operator yang menggunakan
tangan kiri harus berada di depan kiri pasien.Untuk pencabutan gigi anterior
rahang bawah, operator yang menggunakan tangan kanan harus berada di de
pan belakang pasien di sisi kanan, operator yang menggunakan tangan kiri h
arus berada di depan pasien atau dibelakang pasien pada sisi kiri.
b. Posisi operator
Seperti posisi kursi, posisi operator juga sangat penting dalam pencabut
an. Menggunakan posisi yang salah dalam pencabutan tidak hanya membuat e
Modul Pencabutan Gigi 55

kstraksi gigi menjadi lebih sulit tetapi juga dapat menyebabkan masalah pungg
ung yang lama pada operator. Posisi operator dideskripsikan sebagai posisi op
erator yang menggunakan tangan kanan, untuk operator yang menggunakan ta
ngan kiri, posisi ini harus dibalik. Ekstraksi dari keseluruhan gigi pada rahang
atas dan molar bawah kiri dan gigi depan dikeluarkan dengan posisi operator b
erdiri menghadap pasien dan berdiri disisi kiri dari kursi gigi. Ekstraksi gigi da
ri molar bawah kanan dilakukan dengan posisi operator berdiri pada sisi kanan
belakang pasien.

c. posisi kursi
Posisi kursi gigi adalah faktor yang penting bagi pasien dan operator. P
osisi atau tinggi yang salah akan mengarah pada ketidaknyamanan atau stress
otot pada operator, yang dapat menghasilkan kelelahan yang tidak perlu dan k
emungkinan kegagalan ekstraksi pada pasien. Untuk ekstraksi dari gigi pada k
uadran kiri bawah (molar bawah kiri) dan gigi anterior bawah, posisi dalam pe
ncabutan harus sejajar atau dibawah siku dengan kursi disandarkan kira-kira 3
0° terhadap lantai. Untuk pencabutan pada kuadran bawah kanan( molar kanan
bawah) posisi pencabutan harus 6 inchi atau 15 cm dibawah siku dengan kursi
sedikit diturunkan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika ekstraksi antara lain:

a. Untuk ekstraksi gigi maxilla, dental chair diposisikan sekitar 60 derajat terh
adap lantai
b. Selama ekstraksi pada kuadran maxilla sebelah kanan, kepala pasien seharu
snya mengarah ke operator, sehingga akses yang cukup dan visualisasi bisa
didapatkan
c. Untuk ekstraksi gigi anterior maxilla, kepala pasien harus diposisikan lurus
kedepan
d. Pada ekstraksi kuadran maxilla sebelah kiri, kepala pasien hanya sedikit dia
rahkan keoperator.
e. Untuk ekstraksi mandibula, pasien harus diposisikan lebih tegak lurus sehi
ngga ketika mulut dibuka,occlusal plane sejajar dengan lantai
f. Posisi kursi harus lebih rendah dari pada posisi kursi saat ekstraksi gigi per
manen, dan lengan operator pada sudut 120 derajat pada siku.

2. Gerakan pada ekstraksi gigi.


Dalam melakukan tindakan pencabutan gigi, diperlukan pengetahuan serta
keterampilan tentang tehnik pencabutan gigi yaitu gerakan yang diperlukan unt
uk mengeluarkan gigi dari socketnya. Ada empat gerakan dalam pencabutan gig
i yaitu gerakan rotasi, luksasi, ekstraksi dan gerakan kombinasi.
a. Gerakan Rotasi
56

gigi diputar secara sejajar sumbu panjang gigi kearah mesio palatinal,
disto palatinal, mesio buccal, disto buccal ‡ (sepuluh derajat). Dengan gerak
an ini, membrane periodontal akan sobek atau putus dan melepaskan akar da
ri tulang alveolar.
b. Gerakan Luksasi
gigi digoyangkan kejurusan palatinal dan buccal, palatinal labial, lingu
al buccal, lingual labial. Dengan gerakan ini, tulang alveolar menjadi lebih b
esar atau lebar sehingga memudahkan pencabutan.

c. Gerakan Ekstraksi
gerakan mencabut gigi sejajar sumbu panjang gigi, dilakukan setelah
gigi goyang.
d. Gerakan Pencabutan Kombinasi
kombinasi antara gerakan pencabutan rotasi-gerakan pencabutan luks
asi, gerakan pencabutan rotasi-gerakan pencabutan ekstraksi dan atau Gerak
an pencabutan luksasi-gerakan pencabutan ekstraksi.
3. Teknik Ekstraksi Gigi
Teknik pencabutan gigi terdiri atas 2 yaitu:
a. Pencabutan Intra Alveolar
Pencabutan intra alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi deng
an menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini
sering juga di sebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa di
lakukan pada sebagian besar kasus pencabutan gigi. Dalam metode ini, blad
e atau instrument yaitu tang atau bein ditekan masuk ke dalam ligamentum
periodontal diantara akar gigi dengan dinding tulang alveolar. Bila akar tela
h berpegang kuat oleh tang, dilakukan gerakan kea rah buko-lingual atau bu
ko-palatal dengan maksud menggerakkan gigi dari socketnya. Gerakan rota
si kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan dan ge
rakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol shingga fraktur gigi d
apat dihindari.
b. Pencabutan Trans Alveolar
Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan denga
n metode intra alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dil
akukan pencabutan dengan metode trans alveolar. Metode pencabutan ini di
lakukan dengan terlebih dahulu mengambil Sebagian tulang penyangga gigi.
Metode ini juga sering disebut metode terbuka atau metode surgical yang d
igunakan pada kasus-kasus:
 Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar
 Gigi yang mengalami hypersementosis atau ankylosis
 Gigi yang mengalami germinasi atau dilacerasi
Modul Pencabutan Gigi 57

 Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan de
ngan bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxilla
ris.
Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans alveolar harus dib
uat secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak dinginka
n. Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda yang dise
suaikan dengan keadaan dari setiap kasus. Secara garis besarnya, komponen
penting dalam perencanaan adalah bentuk flap mukoperiostal, cara yang dig
unakan untuk mengeluarkan gigi atau akar gigi dari socketnya, seberapa ban
yak pengambilan tulang yang diperlukan.

1. Teknik Ekstraksi Gigi Incisivus


Pada pencabutan gigi insisivus jarang terjadi kesulitan, kecuali kal
au giginya berjejal, konfigurasi akar rumit, atau gigi sudah dirawat endo
dontik. Adapun tehnik mencabut gigi incisivus yaitu:
a. Pegang tang cabut pada bagian handlenya dan harus dipegang denga
n menggunakan tangan yang biasa dipakai oleh operator.
b. Kemudian beaksnya dimasukkan kedalam soket gusisedalam mungk
in
c. Pinch grasp dan telapak tangan keatas digunakan untuk gigi Rahang
Atas sedangkan Sling Grasp dan telapak tangan kebawah digunakan
untuk gigi Rahang Bawah.
d. Berikan tekanan lateral (fasial/lingual) serta rotasional.
e. Untuk rahang atas: tekanan lateral lebih ditingkatkan pada arah fasial,
sedangkan tekanan rotasional lebih ditekankan kearah mesial.
f. Dan untuk Rahang Bawah: tekanan permulaan adalah lateral dengan
penekanan kearah facial. Ketika mobilitas pertama dirasakan, tekana
n rotasional dikombinasikan dengan lateral sangat efektif. Karena ins
isivus bawah tidak tertanam terlalu kuat, pengungkitan yang perlaha
n dan tekanan yang terkontrol akan mengurangi kemungkinan fraktu
r.
2. Teknik Ekstraksi Gigi Caninus
Caninus sangat sukar dicabut. Akarnya panjang dan tulang servika
l yang menutupinya padat dan tebal. Gigi kaninus atas dicabut dengan ca
ra pinch grasp untuk mendeteksi awal terjadinya ekspansi atau fraktur bi
dang fasial dan mengatur tekanan selama proses pencabutan. Adapun te
hnik mencabut gigi caninus adalah:
a. Tang cabut dipegang pada bagian handlenya dan harus dipegang den
gan menggunakan tangan yang biasa dipakai oleh operator.
b. Kemudian beaksnya dimasukkan kedalam soket gusi sedalam mungk
in
58

c. Pinch grasp dan telapak tangan keatas digunakan untuk gigi Rahang
Atas sedangkan Sling Grasp dan telapak tangan kebawah digunakan
untuk gigi Rahang Bawah.
d. Berikan tekanan lateral (fasial/lingual) serta rotasional.
e. Untuk rahang atas: Tekanan pencabutan utama adalah ke lateral terut
ama fasial, karena gigi terungkit kearah tersebut. Tekanan rotasional
digunakan untuk melengkapi tekanan lateral, biasanya dilakukan set
elah terjadi sedikit luksasi.
f. Untuk rahang bawah: tekanan yang diberikan adalah tekanan lateral
fasial, karena arah pengeluaran gigi adalah fasial. Tekanan rotasional
bisa juga bermanfaat.

3. Teknik Ekstraksi Gigi Molar


Untuk mengekspansi alveolus pada gigi molar diperlukan tekanan
terkontrol yang besar. Kunci keberhasilan pencabutan gigi-gigi molar ad
alan keterampilan menggunakan elevator untuk luksasi dan ekspansi alv
eolus, sebelum menggunakan tang. Tekanan yang diperlukan untuk men
cabut molar biasanya lebih besar dari pada gigi premolar. Adapun tehnik
atau cara memegang tang gigi molar adalah:
a. Tang cabut dipegang pada bagian handlenya dan harus dipegang den
gan menggunakan tangan yang biasa dipakai olen operator.
b. Kemudian beaksnya dimasukkan kedalam soket gusi sedalam mungk
in
c. Pinch grasp dan telapak tangan keatas digunakan untuk gigi Rahang
Atas sedangkan Sling Grasp dan telapak tangan kebawah digunakan
untuk gigi Rahang Bawah.
d. Untuk rahang atas: Tekanan pencabutan utama adalah kearah bukal,
yaitu arah pengeluaran gigi. Untuk rahang bawah: Tekanan lateral pe
rmulaan untuk pencabutan gigi molar adalah kearah lingual.

2.6.4 Pencabutan Gigi Permanen


1. Pendahuluan
Masalah Kesehatan gigi, khususnya penyakit gigi dan mulut menjadi prioritas untuk
mendapatkan perhatian yang serius. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak di temukan
baik dinegara maju maupun Negara yang sedang berkembang adalah karies gigidan
penyakit periodontal. Masalah kesehatan gigi di Indonesia, khususnya karies gigi dan
penyakit periodontal masih tinggi yaitu mencapai lebih dari 80 % (Riskesdas Nasional,
2013) Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilaksanakan oleh
Modul Pencabutan Gigi 59

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia, menunjukkan bahwa


53,7% penduduk Papua Barat mempunyai pengalaman karies (gigi berlubang). (Riskesdas
Nasional, 2018)
Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu gigi utuh, atau akar gigi
dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat
sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pasca operasi dimasa
mendatang. Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur pengangkatan gigi beserta akarnya
dari dalam soket tulang alveolaris menggunakan tang, elevator ataupun dengan pendekatan
transalveolar (pembedahan).( Carranza A.F, 2012. Tooth Mobility and Pathologic.)
Menurut Jonathan dan Frame (2007) pencabutan gigi adalah pengangkatan gigi dari soketnya.
Definisi pencabutan gigi merupakan pengambilan gigi tanpa rasa sakit pada satu gigi utuh,
atau akar gigi, dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas
pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah pasca operasi di masa
mendatang.(. Jonathan P, Frame, JW, 2007.)
a. Indikasi pencabutan gigi permanen
Indikasi pencabutan gigi:
1. Gigi yang sudah karies dan tidak dapat diselamatkan dengan perawatan apapun.
2. Pulpitis atau gigi dengan pulpa non-vital yang harus dicabut jika perawatan endodontik
tidak dapat dilakukan.
3.Gigi dengan periodontoclasia (kerusakan jaringan periodontal) berat.
4. Gigi impaksi,supernumerary mengganggu
5. Sisa akar
6. Malposisi ekstrem. Kontraindikasi pencabutan gigi:
- Apabila pasien tidak menghendaki giginya dicabut
- Pendarahan yang tidak diinginkan.
-Alergi pada anestesi lokal
-Hipertensi jika pendarahan tidak terkontrol.
-Diabetes yang tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
-Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan konservasi,
endodontik, dan sebagainya. (Carranza A.F, 2012.)
b.Prinsep pencabutan Gigi
60

Prinsip Pencabutan Gigi


1.Asepsis: bebas dari mikroorganisme patogen,baik dari rongga mulut,operatot,alat dan
bahan.
2.traumatik: kegiatan ekstraksi yang terencana adalah pemilihan teknik exodonsi yang tepat
akan mengurangi resiko.
3. Anestesi: bahan anestesi, metode anestesi, dan pemilihan yang tepat. Pasca Pencabutan
Gigi tahapan pasca ekstraksi
-Kontrol perdarahan
- Intruksi pasca ekstraksi
-Meresepkan obat antibiotik dan analgetik
- Kontrol dan evaluasi (Inka JF, Bernat H., 2014.)

Masalah Kesehatan gigi, khususnya penyakit gigi dan mulut menjadi prioritas untuk
mendapatkan perhatian yang serius. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak di temukan
baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang adalah karies gigi dan penyakit
periodontal.
Menurut Howe (1999) pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu
gigi utuh, atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga
bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pasca
operasi dimasa mendatang.(Howe, G. 1999.)
Data pencabutan gigi akibat karies didapatkan melalui data sekunder berupa buku register
selama dua tahun, yaitu tahun 2017 sampai 2018. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
jumlah tertinggi angka pencabutan gigi selama tahun 2017- 2018 adalah jenis kelamin
perempuan dengan jumlah 71 dan 65 responden. Jenis kelamin perempuan paling banyak
melakukan pencabutan gigi pada tahun 2018 (60,2%) bila dibandingkan dengan laki-laki di
tahun 2018 hanya sebesar (39,8%). Bila dikalkulasikan pada tahun 2017 samapai 2018.
terjadi penurunan jumlah pasien pencabutan gigi dari 56,5% menjadi 43,5%. Secara alamai
wanita memiliki kecenderungan mengalami karies gigi lebih tinggi akibat fluktuasi hormonal
pada saat-
Modul Pencabutan Gigi 61

saat tertentu seperti menstruasi, bila dibanding kan laki-laki yang tidak mengalamai
menstruasi. Selain dari akibat fluktiasi hormonal, kurangnya menjaga kebersihan gigi dan
mulut serta prilaku menyikat gigi yang salah seperti waktu menyikat gigi yang terlalu lama
dan salah dalam pemilihan pasta gigi merupakan hal- hal yang dapat menyebabkan penyakit
karies pada gigi.(Mukhbitin F. 2017.)

b. Kontra indikasi pencabutan gigi permanen


a.Kontraindikasi sistemik.
Kontraindikasi sistemik meliputi kondisi sistemik pasien yang tidak memungkinkan
pasien untuk mendapatkan terapi bedah seperti pasien dengan penyakit penyakit metabolik
yang tidak terkontrol, seperti deabetes dan penyakit ginjal yang parah . Pasien dengan
leukimia atau limfoma yang tidak terkontrol juga merupakan kontraindikasi untuk ekstraksi
Gigi karena berpotensi cukup besar untuk mengalami komplikasi infeksi dan perdarahan
berat . Pasien dengan penyakit jantung yang tidak terkontrol pun harus menunda ekstraksi
giginya hingga penyakit tersebut terkontrol. Begitu pula pada pasien dengan hipertensi yang
tidak terkontrol karena dapat menyebabkan perdarahan yang persisten, akut myocardial dan
cerebrovascular accident.
Kehamilan relatif merupakan kontraindikasi pencabutan. Pencabutan pada Wanita
hamil dapat dilakukan pada akhir trimester awal, trimester kedua, dan awal trimester akhir.
Namun, tindakan yang lebih ekstensif harus ditunda sampai kelahiran. Pasien hemophilia atau
pasien dengan platelet disorser tidak boleh dilakukan ekstraksi Gigi hingga Koagulopati yang
diderita dinyatakan sembuh.

b.Kontra indikasi lokal.


Kondisi kondisi yang termasuk dalam kontraindikasi lokal dari pencabutan Gigi
Adalah:
1) Ekstraksi pada area radiasi.
2) Gigi pada area tumor malignan.
3) Perikoronitis maupun radang akut lainnya.
4) Gigi dengan abses dentoalveolar.
62

c. Manipulasi pencabutan gigi permanen


d. MANIPULASI EKSTRAKSI
e. Melakukan pencabutan pada gigi sulung tidak berbeda dengan gigi
permanen,yang tidak memerlukan tenaga besar, maka bentuk tang ekstraksi lebih
kecilukurannya. Perlu diingat bahwa gigi molar susu atas mempunyai akar
yangmemancar , yang menyulitkan pencabutannya. Apabila permasalahannya
tersebut ditambah dengan adanya resorpsi, maka tekanan berlebihan harus
dihindari. Seperti pada pencabutan semua gigi atas, digunakan
f. Pinch Grasp
g. dan telapak menghadap keatas.Tang #150s ini biasanya digunakan dari depan
kanan dan kiri dengan cara
h. Pinch Grasp
i. dan posisi telapak tangan yang menghadap ke atas, posisi telapak tanganini
memungkinkan terjadinya posisi pergelangan lurus dan siku yang mendekati
badan. Teknik
j. Pinch Grasp
k. yang efektif juga tergantung pada retraksi pipi atau bibirdan stabilitas prosesus
alveolaris.
l.Tekhnik
m. Pinch Grasp
n. Teknik
o. Pinch Grasp
p. terdiri dari memegang prosesus alveolaris di antara ibu jari dantelunjuk dengan
tangan yang bebas. Ini akan membantu retraksi pipi, stabilitaskepala, mendukung
prosesus alveolaris, dan meraba tulang bukal.Pencabutan pada gigi RA dapat
dibedakan dengan 2 cara, yaitu
q. 
Modul Pencabutan Gigi 63

r.
s. Pencabutan pada gigi yang sudah goyang (anestesi dengan Chlor Ethyl)
t.
u.
v. Letakkan ujung tang (beak/ paruh) pada bagian bukal dan lingual/ palatinal
gigisampai cervical gigi/ bifurkasi gigi.
w. 
x.
y. Pada gigi dengan akar tunggal (gigi anterior), gerakan pencabutan rotasi
(gigidiputar sesuai sumbu panjang gigi) dan ekstraksi (gigi digerakkan kea rah
pertumbuhan gigi).

2.6.5 Komplikasi Pencabutan Gigi


1. Pendahuluan
Komplikasi (complication) dapat diartikan sebagai sebuah perubahan yang
tidak diinginkan dari penyakit, kondisi kesehatan atau terapi (an unfovarable evolution
or consequence of a disease, a health condition or a therapy) .Komplikasi merupakan
suatu penyakit atau cedera yang terjadi atau berkembang sewaktu dilakukan perawatan
suatu kelainan sebelumnya. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang sering
dilakukan oleh para dokter gigi baik di instansi pemerintah maupun pada praktik
pribadi. Pencabutan gigi merupakan salah satu tindakan pembedahan minor di rongga
mulut yang mempunyai risiko, baik terhadap pasien maupun terhadap operator dan
tenaga medis pembantu. Klinisi perlu mewaspadai komplikasi yang berhubungan
dengan tindakan tersebut sehingga mengetahui cara untuk meminimalkan dan
melakukan terapi terhadap komplikasi tersebut. Komplikasi yang mungkin dapat
64

terjadi pada tindakan pencabutan gigi perlu diinformasikan secara rinci pada pasien
dan atau keluarganya dan dibuat secara tertulis (informed consent) untuk mencegah
terjadinya masalah di kemudian hari (yusuf, Harmas yazid. Murniati, 2018) .
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur tindakan yang menggabungkan
prinsip operasi dan prinsip fisika serta mekanika. Bila prinsip-prinsip tersebut dapat
diaplikasikan dengan benar maka gigi dapat dikeluarkan dari soketnya tanpa sekuele
yang berarti. Penting untuk dipahami bahwa pencabutan gigi tidak memerlukan daya
besar, tetapi dilakukan dengan ketrampilan dan daya yang terkontrol. Daya besar akan
mengakibatkan cedera jaringan, merusak tulang dan gigi,serta menambah
ketidaknyamanan dan kecemasan pasien. Pencabutan gigi merupakan tantangan bagi
dokter gigi karena memerlukan anestesi lokal yang adekuat untuk mencegah nyeri
pada waktu pencabutan dan sekaligus mengendalikan kecemasan pasien. Beragam
kesulitan dapat dijumpai pada pencabutan gigi seperti faktor usia, status kesehatan
umum pasien, etnik, anatomi (trismus, ukuran lidah, struktur gigi), status mental (rasa
cemas), dan kemampuan kerja sama pasien.
Indikasi pencabutan gigi adalah gigi dengan karies besar yang tidak dapat
direstorasi, nekrosis pulpa yang tidak dapat dilakukan perawatan saluran akar,
penyakit periodontal parah, persiapan perawatan ortodontik, gigi malposisi yang tidak
dapat dirawat ortodonti, gigi patah, gigi yang mengganggu penempatan dan desain
protesa, gigi terpendam yang dapat menimbulkan masalah pathosis (infeksi, inflamasi,
resorbsi tulang), gigi berlebih, pre terapi radiasi daerah kepala dan leher, gigi pada
garis fraktur rahang, pada pasien psikiatrik dengan sejarah menggigit, dan alasan
ekonomi Kontra indikasi pencabutan gigi dapat berupa faktor local dan sistemik.
Faktor lokal terutama adalah adanya riwayat terapi radiasi kanker daerah kepala leher
karena dapat mengakibatkan osteoradionekrosis, gigi yang terdapat di dalam tumor
terutama tumor ganas dan infeksi akut pada jaringan periodontal, sedangkan faktor
sistemik adalah karena kondisi kesehatan umum pasien memang tidak memungkinkan
untuk dilakukan tindakan operasi
Komplikasi pencabutan gigi dapat terjadi akibat factor lokal atau sistemik serta
dapat terjadi sewaktu tindakan atau setelah tindakan. Tata laksana terbaik dan
termudah mengatasi komplikasi adalah dengan tindakan pencegahan sebelum terjadi
Modul Pencabutan Gigi 65

komplikasi. Pencegahan komplikasi operasi terbaik adalah melalui penilaian pra-


operasi dan rencana terapi komprehensif. Penting untuk disadari bahkan dengan
penilaian tersebut, komplikasi kadang dapat terjadi. Perencanaan tindakan operasi
meliputi peninjauan menyeluruh sejarah kesehatan pasien, pembuatan dan analisis
radiografi, melakukan rencana terapi dan selalu mengikuti prinsip-prinsip bedah dasar
termasuk prinsip asepsis, atraumatik, hemostasis, dan debridemen luka setelah
tindakan operasi. Berikut ini akan diuraikan secara ringkas, beberapa komplikasi yang
dapat terjadi sewaktu dan setelah tindakan tindakan pencabutan gigi. (yusuf, Harmas
yazid. Murniati, 2018)

a. Komplikasi Sewaktu Pencabutan Gigi


Komplikasi yang dapat terjadi sewaktu tindakan pencabutan gigi adalah sebagai
berikut:
1) Fraktur mahkota atau akar dan cedera pada gigi tetangga
Fraktur mahkota dan akar gigi merupakan komplikasi yang paling
sering dijumpai pada tindakan pencabutan gigi, terutama pada gigi posterior
yang multi akar. Fraktur gigi atau akar gigi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti kesalahan penempatan paruh tang/forsep, paruh forsep
memegang bagian gigi di luar daerah sementum atau poros panjang paruh
forsep tidak sejajar dengan poros panjang gigi, pemilihan forsep yang salah
atau tidak tepat, karies gigi yang meluas bahkan kadang meliputi akar gigi
sehingga struktur gigi akan menjadi rapuh dan dapat berakibat fraktur gigi,
kerapuhan struktur gigi yang berkaitan dengan usia lanjut atau nekrosis
jaringan pulpa gigi, proses kalsifikasi akar gigi dan jaringan pendukungnya,
gigi yang telah dirawat saluran akar, gigi yang mengalami peradangan apikal
kronis, gigi yang mempunyai kelainan akar misalnya akar gigi membengkok
atau menyudut pada ujungnya, akar gigi mengalami hipersementosis, berakar
tambahan/supernumerari, kelainan tulang pendukung gigi yang akan
diekstraksi, gerakan ekstraksi gigi yang salah tanpa mengindahkan arah sumbu
panjang gigi, menggerakkan gigi yang akan diekstraksi ke satu arah saja
dengan kekuatan yang melebihi batas kekuatan struktur gigi tersebut 2-4.
66

Perlu dipahami kontrol daya pada waktu melakukan pencabutan gigi sa


ngat penting, gunakan prinsip keterampilan atau kemahiran (finesse) bukan ke
kuatan (force). Pengenalan gigi yang berisiko mengalami fraktur akar merupak
an tindakan pencegahan yang penting. Gigi posterior multiakar, akar yang mel
engkung, gigi taring atau gigi anterior lain yang memiliki dilaserasi akar, atau
gigi dengan akar yang lebar dan tipis, semuanya memiliki peningkatan risiko te
rjadinya fraktur .Fraktur akar dapat dicegah atau diminimalkan dengan perenca
naan tindakan dan pemotongan gigi sebelum diangkat dan dicabut 2-4 (Gamba
r 1 dan Gambar 2).

Gambar 1. Pencabutan gigi molar bawah dengan separasi akar 2

 Dibuat flap envelope dengan membuang sedikit tulang bukal sehingga


bifurkasi terlihat. Gigi dipotong dengan bur, memisahkan gigi menjadi
bagian mesial dan distal.
 Mahkota dan akar gigi yang sudah terpisah dikeluarkan.
Modul Pencabutan Gigi 67

Gambar 2. Pencabutan gigi molar atas dengan separasi akar 2


 Pembuatan flap envelope dan pembuangan tulang untuk akses bor,
pemotongan akar bukal dari mahkota.
 Pengambilan mahkota dan akar palatal.
 Penggunaan elevator lurus untuk memisahkan dan mengeluarkan akar
bukal.
 Penggunaan elevator cryer untuk mengeluarkan akar yang tersisa.
Ketika gigi sudah dicabut, perlu diamati untuk memastikan bahwa
seluruh akar telah diangkat. Susun kembali fragmen dari gigi yang
dipotong untuk memastikan pengangkatan yang komplet. Jika terjadi
fraktur akar, soket bekas pencabutan gigi harus diirigasi untuk melihat
akar yang tertinggal. Untuk gigi tanpa infeksi periapikal, ujung akar
yang kecil (<3 mm) dapat ditinggalkan tanpa adanya efek samping.
Untuk kasus tertentu pada gigi molar tiga bawah dilakukan
teknik yang disebut koronektomi untuk menghadari kerusakan saraf
alveolaris inferior 4. Pada gigi dengan infeksi, fragmen akar harus
diangkat dengan hati-hati dan jangan mendorong bagian apikal fragmen
akar. Manipulasi ini dilakukan sampai akar dapat dimobilisasi sehingga
dapat terangkat. Cedera yang sering dijumpai pada gigi tetangga adalah
terjadinya fraktur pada restorasi gigi atau pada mahkota gigi yang
sangat rusak. Namun, dapat pula terjadi luksasi gigi tetangga atau
pencabutan gigi yang salah. Pencegahan untuk cedera pada gigi
68

tetangga adalah dengan mengenali kemungkinan fraktur pada gigi


tetangga, memberi penjelasan pra-operasi, menggunakan elevator
dengan tepat dan jangan menekan gigi tetangga 2. Bila terjadi luksasi
atau avulsi sebagian gigi tetangga maka perlu segera dilakukan reposisi
dan imobilisasi. Pencabutan gigi yang salah terjadi akibat perhatian
operator yang tidak adekuat terutama pada pencabutan untuk persiapan
perawatan ortodonti. Pencegahannya adalah dengan perhatian penuh
pada prosedur, pastikan gigi yang dicabut adalah gigi benar dan
dilakukan pemeriksaan ulang kembali untuk memastikan gigi tersebut
benar untuk dicabut.(yusuf, Harmas yazid. Murniati, 2018)

Setelah dilakukan tindakan ekstraksi, biasanya sering diikuti adanya Komplika


si-komplikasi pada pencabutan gigi banyak dan bermacam-macam. Komplikasi pasca
esktraksi ini bisa menjadi masalah yang serius dan fatal. Menurut Pederson (1996), ko
mplikasi adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan normal
dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, dan edema. Tetapi apabila berlebihan m
aka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk kompli
kasi. Komplikasi pencabutan gigi menurut Pederson (1996) dibagi menjadi tiga yaitu
komplikasi intraoperatif, komplikasi pasca bedah, dan komplikasi beberapa saat setela
h operasi. Komplikasi intraoperatif berupa perdarahan, fraktur, pergeseran, cedera jari
ngan lunak, dan cedera saraf. Sedangkan komplikasi pasca bedah berupa perdarahan, r
asa sakit, edema, dan reaksi terhadap obat. Dan yang termasuk komplikasi beberapa sa
at setelah operasi adalah alveolitis (dry socket) dan infeksi. Komplikasi-komplikasi lai
n yang mungkin terjadi yaitu: kegagalan dalam anastesi dan mecabut gigi baik dengan
tang atau bein, fraktur dari mahkota gigi yang dicabut, fraktur akar-akar gigi yang aka
n dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga ata
u gigi antagonisnya, fraktur mandibula, dislokasi gigi tetangganya dan dislokasi sendi
temporomandibular, perpindahan akar ke dalam jaringan lunak, perpindahan akar ke d
alam sinus maksilaris, kerusakan pada gusi, bibir, nervus dentalis inferior, dan kerusak
an pada lidah dan dasar mulut.(Ii, 2001)

2) Edema
Modul Pencabutan Gigi 69

merupakan salah satu komplikasi pasca pencabutan gigi yang terjadi.


Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap tindakan pencabutan dan
pembedahan gigi, dan merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap
cedera.Besarnya edema yang terjadi bervariasi setiap individu dan tidak selalu
sama, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat
edema yang sama baik pada tiap-tiap pasien. Pembengkakan yang terjadi
biasanya dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien. Edema lebih
sering terjadi pada gigi yang dicabut dengan menggunakan open view method
daripada dengan yang menggunakan forceps technique. Penyebab umum
terjadinya edema adalah laserasi jaringan lunak, retraksi flap yang dilakukan
dengan tidak hati hati, dan adanya iritasi dari fragmen-fragmen tulang. Edema
merupakan suatu respon normal terhadap cedera. Edema merupakan salah satu
tanda terjadinya inflamasi. Inflamasi adalah reaksi tubuh terhadap masuknya
benda asing, invasi mikroorganisme, atau kerusakan jaringan
Edema biasanya akan mencapai ukuran maksimumnya sekitar 48 jam
setelah tindakan operatif dan akan berkurang dalam 4-6 hari. Edema pada
jaringan lunak fasial bisa berhubungan dengan adanya perdarahan di bawah
jaringan mulut yang meluas ke jaringan fasial diatasnya dan menyebabkan
terjadinya edema dan diskolorasi pada jaringan.
 Pencegahan Komplikasi Edema
Tujuan dari pencegahan terjadinya edema pencabutan gigi
adalah untuk memberikan kenyamanan Pasien. Hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi pada saat tindakan
pencabutan gigi adalah dengan melakukan tindakan secara hati-hati dan
sesuai dengan prosedur yang berlaku. Dengan melakukan setiap
tindakan dengan hati-hati sudah menjadi langkah awal untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya pembengkakan paca pencabutan
gigi. Selain itu dapat juga dilakukan pemberian aplikasi dingin pada
area operasi. Aplikasi dingin selama 24 jam pertama sesudah
pembedahan biasanya sangat bermanfaat. Hal ini dapat mengurangi
kemungkinan terjadinya edema. Penggunaan aplikasi ini adalah sebagai
70

vasokonstriktor, sehingga dapat mengurangi terjadinya eksudasi cairan


ke jaringan. Biasanya penggunaan aplikasi dingin digunakan pada saat
segera setelah terjadi trauma pada wajah dan rahang untuk
meminimalisir akumulasi cairan di jaringan, sebagai bagian dari
prosedur posoperatif untuk odontektomi, perawatan fraktur, dan
tindakan bedah lainnya, untuk mengurangi rasa sakit pada kasus
pulpitis, dan kondisi lainnya.8 Aplikasi dingin ini dapat berupa
penggunaan es batu yang dimasukkan ke dalam plastik, atau dengan
memasukkan es batu tersebut ke dalam mulut. Penggunaan aplikasi
dingin ini harus diberikan secara terus menerus setiap 30 menit per jam.
Menurut Archer (1975), penggunaan aplikasi dingin ini dapat diberikan
secara intermiten selama kurang dari 20 menit.
Sedangkan menurut Peterson (1998), penggunaan aplikasi
dingin ini dilakukan setelah 12 jam pertama setelah pencabutan gigi
untuk mengkontrol edema dan memberikan kenyamanan kepada
pasien.Selain penggunaan aplikasi dingin, penggunaan aplikasi panas
juga dapat mengurangi edema. Aplikasi panas ini dapat dilakukan
setelah edema mencapai ukuran maksimalnya. Tujuannya agar terjadi
vasodilatasi yang akan meningkatkan sirkulasi darah dan akan
mempercepat proses penyembuhan. Penggunaan aplikasi panas ini juga
harus dilakukan secara terus menerus yaitu setiap 30 menit per jam.
Dapat juga dilakukan penggunaan intraoral heat yang berupa hot
isotonic saline rinse. Tetapi sebelum dilakukan pemberian aplikasi
panas ini, kulit terlebih dahulu diolesi pertoleum jelly untuk mencegah
terbakarnya kulit karena panas.

3) Dry Socket (Alveolar Osteitis)


Modul Pencabutan Gigi 71

Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi.
Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan
gigi adalah dry socket. Dry socket terjadi sekitar 3% setelah dilakukan
tindakan pencabutan gigi. Komplikasi ini sering terjadi setelah pencabutan gigi
posterior dan lebih sering terjadi pada rahang bawah daripada di rahang atas.
Regio molar bawah adalah daerah yang sering terkena, khususnya alveolus
molar ketiga. Dry socket lebih sering terjadi setelah pencabutan gigi yang
menggunakan anastesi lokal daripada pencabutan gigi yang menggunakan
anastesi umum. Ada beberapa penyebab dari timbulnya dry socket. Dry socket
bisa terjadi karena trauma selama pencabutan gigi, penurunan perdarahan yang
diakibatkan karena penggunaan injeksi epinephrine atau vasokonstriktor
lainnya. Selain itu penyebab lain dry socket adalah karena adanya infeksi pada
soket gigi setelah pencabutan gigi, tulang yang tebal, hilangnya blood clot.
Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.
Adanya trauma dan infeksi menyebabkan timbulnya reaksi inflamasi pada
sum-sum tulang dan akan terjadi pelepasan tissue activator. Pelepasan ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan plasminogen di dalam clot menjadi
plasmin. Agen fibrinolitik ini akan menghacurkan blood clot dan pada saat
yang bersamaan, terjadi pelepasan kinin dari kinogen, yang juga di dalam clot,
sehingga akan menimbulkan terjadinya rasa sakit.Sedangkan menurut Kruger
(1974), penyebab dari munculnya dry socket tidak diketahui, tetapi ada
beberapa Faktor yang dapat meningkatkan insiden terjadinya dry socketyaitu
truma, infeksi suplai darah dari tulang sekitar, dan kondisi sistemik. Penyebab
72

dari komplikasi ini juga dapat berhubungan dengan faktor-faktor yang dapat
menghalangi terbentuknya blood clot di dalam alveolus. Pasien dengan dense
osteosclerotic bone, atau gigi dengan osteosclerotic alveolar wall yang
disebabkan karena iinfeksi kronik, merupakan faktor predisposisi munculnya
dry socket.
Dry socket biasanya akan muncul pada hari ke 3-5 sesudah tindakan
bedah atau pencabutan gigi. Keluhan utamanya adalah timbulnya rasa sakit
yang hebat. Pada pemeriksaan terlihat alveolus terbuka, terselimuti kotoran dan
disertai dengan munculnya peradangan gingiva. Menurut Pedlar dan kawan-
kawan (2001), akan terlihat adanya sisa clot yang berwarna abu-abu, mukosa
sekitar dan alveolus akan berwarna merah dan bengkak. Inflamasi akan
menyebar secara mesiodistal melalui alveolus, menyebabkan timbulnya rasa
empuk pada gigi disebelahnya jika dilakukan penekanan. Biasanya jika hal ini
terjadi pasien akan merasa bahwa telah terjadi salah pencabutan gigi karena
akan muncul rasa sakit pada gigi sebelahnya. Selain itu juga akan timbul bau
mulut dan terdapat local lymphadenitis.
 Pencegahan Komplikasi Dry Socket
Insiden terjadinya komplikasi ini dapat dicegah. Karena ada
keterlibatan bakteri yang dapat menimbulkan dry scoket, maka
sebelum tindakan pencabutan gigi dilakukan pemberian
prophylactic administration berupa metronidazole, atau melakukan
irigasi pada gingival crecive dengan menggunakan Menurut Pedlar
dan kawan-kawan (2001), pencegahan komplikasi ini dapat
dilakukan dengan mengurangi trauma, pembersihan alveolus,
dilakukan packing sebagai profilaksis dengan pembalut obat.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
atraumatic surgery, hindari terjadinya kontaminasi, dan menjaga
kesehatan umum pasien dengan baik.
Apabila tidak dilakukan perawatan, maka komplikasi ini akan
hilang secara spontan dengan sendirnya. Biasanya dibutuhkan
waktu selama 4 minggu dan selama itu rasa sakit akan tetap timbul.
Modul Pencabutan Gigi 73

Apabila tidak dilakukan perawatan dengan benar, maka dry socket


akan berkembang menjadi osteomyelitis.Menurut Pederson (1996),
perawatan yang dilakukan harus dilakukan dengan hati-hati. Bagian
yang mengalami alveolitis dirigasi dengan menggunakan larutan
saline yang hangat dan diperiksa. Lakukan palpasi yang hati-hati
dengan menggunakan aplikator kapas untuk membantu dalam
menentukan sensitivitas. Apabila pasien tidak tahan, maka
dilakukan anastesi lokal atau topikal sebelum melakukan packing.
Packing ini dilakukan dengan memasukkan pembalut obat-obatan
ke dalam alveolus. Pembalut diganti sesudah 24-48 jam kemudian
dirigasi dan diperiksa kembali.
Kebanyakan dry socket akan sembuh sesudah 4-5 hari, apabila
sampai 5-7 hari maka harus dilakukan rontgen, dan diperkirakan
terjadi osteomyelitis.3 Menurut Pedlar dan kawan-kawan (2001),
perawatan yang dilakukan yaitu irigasi soket dengan menggunakan
larutan saline hangat untuk menghilangkan debris. Lalu lakukan
pemberian antiseptic dressing untuk menutupi tulang yang
terekspos. Antiseptic dressing yang digunakan adalah pasta eugenol
yang diletakaan di bagian korona dari soket gigi untuk menutup
tulang. Biasanya dressing ini tidak perlu diganti karena akan hilang
dengan sendirinya dalam beberapa hari. Ada juga dressing alternatif
yang dapat digunakan yaitu Whitehead’s varnish pada ribbon
gauze, Bismuth iodoform dan parafin paste dalam gauze. Dressing
alternatif ini harus diganti setelah satu minggu. Sedangkan menurut
Laskin (1985), perawatan yang dilakukan bertujuan untuk
menghilangkan rasa sakit yang timbul akibat dari soket. Perawatan
yang dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama dengan terapi lokal
berupa irigasi soket gigi dengan sterile isotonic saline solution atau
dilute solution dari hidrogen peroksida untuk menghilangkan
material nekrotik dan debris. Lalu diikuti dengan pemberian
dressing dengan menggunakan eugenol atau guaiacol, anastesi
74

topikal (butacaine) yang diletakkan pada gauze. Yang kedua


sebagai tambahan dari terapi lokal adalah dengan pemberian
analgesik seperti codeine sulfate (1/2 gram) atau meperidine (50
gram) setiap 3-4 jam sekali. Pasien harus selalu di evaluasi. Jika
rasa sakitnya telah hilang, maka pemberian medikasi di dalam soket
tidak harus diganti. Tetapi jika rasa sakitnya masih muncul, maka
lakukan irigasi dan dressing di dalam soket harus di ganti.
Pemberian analgesik dapat diberikan secara oral maupun parenteral.
Tindakan kuretase tidak boleh dilakukan sebagai perawatan dry
socket. Karena tindakan ini dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya penyebaran infeksi (Ii, 2001).
4) Perdarahan
Perdarahan mungkin merupakan komplikasi yang paling
ditakuti,karena oleh dokter maupun pasiennya dianggap mengancam
kehidupan. Pasien dengan gangguan pembekuan darah yang tidak terdiagnosis
sangatlah jarang. Apabila riwayat kesehatan menunjukkan kecurigaan pada
penyakit tertentu, sebaiknya menghubungi dokter yang merawat sebelumnya,
sebelum melakukan perawatan. Bermacam-macam tes laboratorium bisa
mengkonfirmasikan/menyingkirkan masalah atau mengidentifikasikan bagian
khusus yang menyebabkan kegagalan mekanisme pembentukan beku darah.
Apabila pasien mengalami mekanisme beku darah yang terganggu, perawatan
adalah merupakan kerja sama antara dokter gigi dan dokter umum.
Tindakan untuk mengontrol perdarahan adalah tindakan segera, baik
tekanan dengan tangan atau tekanan tidak langsung dengan perban.
Menutupnya dengan spons kasa atau Gelfoam bertekanan.Klem atau
pengikatan digunakan untuk mengontrol perdarahan dari pembuluh darah. Klip
hemostatik, digunakan untuk mengontrol per darahan dari pembuluh yang sulit
diikat. Elektrokauterisasi, untuk perdarahan dari pembuluh yang kecil, atau
rembesan. Bahan-bahan hemostatic Sepon gelatin penyerap (Gelfoam) yang
menyerap darah dengan aksi kapiler dan menimbulkan beku darah. Selulosa
yang dioksidasi (Surgicel), yang secara fisik mempercepat pembentukan
Modul Pencabutan Gigi 75

bekuan darah. Hemostat kolagen mikrofibrilar (Avitene, Helistat), yang


memicu agregasi platelet. Trombin hewan topikal (Trombinar, Thrombostat),
yang membekukan fibrinogen dengan segera.

5) Fraktur

Fraktur bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis,
restorasi, prosesus alveolaris dan kadang-kadang mandibula. Semua fraktur
yang dapat dihindarkan mempunyai etiologi yang sama; yaitu tekanan yang
berlebihan atau tidak terkontrol atau ke- duanya. Cara terbaik untuk
menghindari fraktur di samping tekanan terkontrol adalah dengan
menggunakan gambar sinar-X sebelum melakukan pembedahan. Akar yang
mengalami delaserasi atau getas atau yang dirawat endodontik sering
mengharuskan dilakukannya perubahan pada rencana pembedahan, biasanya
dimulai dari prosedur pencabutan dengan tang (close procedure) sampai
melakukan pembukaan flap. Apabila sesudah dilakukan pencabutan dengan
tang menggunakan tekanan terkontrol tidak terjadi luksasi dan dilatasi
alveolus, ini menunjukkan perlunya dilakukan pembedahan. Pengenalan
adanya fraktur biasanya secara klinik dan mudah terlihat, kecuali untuk fraktur
mandibula. Apabila ini terjadi pada waktu dilakukan pencabutan dengan tang,
atau pembedahan biasanya melibatkan gigi molar ketiga. Meskipun garis
fraktur bisa dilihat pada film periapikal, ketidakberadaannya bukan selalu
berarti tidak terjadi fraktur. Jika masih ada keraguan bisa dilakukan panoramik
atau film ekstraoral yang lain. Kegagalan mendapatkan gambar sinar-X dari
76

bagian yang dicurigai, merupakan kelalaian yang serius dan bisa berdampak
hukum.

6) Ujung Akar dan Frakmen


Ujung akar dan frakmen adalah sisa-sisa dari struktur yang normalnya
berada di dalam prosesus alveolaris. Karena itu benda tersebut bisa ditolerir
dan jarang mengakibatkan adanya reaksi benda asing atau infeksi. Keputusan
untuk mengeluarkannya, didasarkan pada perkiraan bahwa tidak akan terjadi
cedera akibat hal tersebut dan oleh karena itu merupakan keadaan dengan rasio
risiko/ manfaat yang menguntungkan. Merusak sebagian besar lingir alveolar
dalam upaya untuk membebaskan ujung akar merupakan tindakan yang patut
dipertanyakan. Apabila ada risiko tendorongnya gigi ke dalam sinus maxillaris,
ke fossa intratemporalis, canalis al- veolaris inferior atau ke ruang
submandibular maka pengeluaran frakmen akar sering memberikan rasio
risiko/manfaat yang merugikan. Apabila pengeluaran pada situasi ini memang
diperlukan, maka sebaiknya merujuk ke spesialis bedah. Apabila ujung atau
frakmen dibiarkan tetap pada tempatnya, maka sebaiknya dilakukan foto
rontgen untuk kontrol di masa mendatang dan pasien diberitahu mengenai
pertimbangan risiko/manfaat yang mendasari keputusan tersebut.

7) Gigi Sebelahnya dan Antagonis


Penggunaan elevator dengan hati-hati Fraktur pada gigi atau restorasi di
dekatnya, kebanyakan merupakan akibat terlalu kuatnya tekanan yang
dikenakan melalui elevator. Suatu elevator yang tertumpu pada gigi atau
restorasi di dekatnya bisa menggoyahkan gigi tersebut atau restorasi bisa lepas.
Cedera pada gigi antagonis biasanya akibat dari pencabutan eksplosif, yaitu
gigi terungkit secara tidak diperkirakan dari alveolus akibat tekanan berlebih
ke arah oklusal atau sejajar. Perawatannya bersifat individual, mulai dari
replantasi gigi yang tercabut tidak sengaja, mem- buat restorasi sementara atau
menyemenkan kembali mahkota prostetik atau inlai. Pencegahan didasarkan
pada penggunaan pinch grasp atau sling grasp dan tekanan terkontrol.
Modul Pencabutan Gigi 77

8) Prosesus Alveolaris
Fraktur minor Fraktur prosesus alveolaris yang ringan adalah
terikutnya bagian tulang bukal/ fasial maksila bersama akar pada waktu
dilakukan pencabutan dengan tang. Hal tersebut disebabkan oleh tekanan yang
besar pada prosesus alveolaris yang getas dan tipis. Kejadiannya sulit
diperkirakan, bahkan walaupun kadang-kadang dapat diraba bila digunakan
pinch grasp. Cara penanganannya dengan menggunakan rongeur untuk
mengambil tulang-tulang tajam di dekatnya dan menggunakan kikir tulang
untuk menghaluskan tepi-tepi tulang. Mukoperiosteum di atasnya perlu dijahit
bila sangat terpisah dengan tulangnya.
Fraktur mayor Radiograf bisa membantu memperkirakan fraktur
mayor pada prosesus alveolaris rahang atas. Apabila sinus hiperareasi dan
prosesus alveolar ekstrusi, jembatan tulang yang tertinggal antara lantai sinus
dan puncak lingir kebanyakan setipis kertas. Kondisi ini menunjukkan
perlunya pembedahan tanpa lebih dahulu mencabut menggunakan tang. Pada
kasus terjelek, alveolus molar atas mungkin fraktur total, kadang-kadang
melibat kan seluruh tuberositas dan dasar antral. Dasar pemikiran dari konsep
penanganan fraktur prosesus alveolar yang luas adalah pengertian bahwa
tulang yang terpisah dari periosteum atau suplai darahnya mudah menjadi
nekrosis. Karena itu, suatu pendekatan konservatif yang dapat melindungi
periosteum kalau memungkinkan dipilih. Umumnya gerakan dari tuberositas
bisa dideteksi sebelum dikeluarkan dan pencabutan ditunda. Prosedur ditunda
dan gigi atau gigi-gigi yang terlibat di splinting dan kalau bisa dibebaskan dari
oklusi. Karena sinus maxillaris cedera sampai batas tertentu, maka kasus ini
memerlukan pemberian antibiotik spektrum yang luas dan dekongestan
sistemik. Pencabutan diselesaikan setelah beberapa saat (biasanya 6-8 minggu)
melalui pembedahan. Jika prosesus alveolaris atau tuberositas terangkat pada
waktu pencabutan, maka gigi dikeluarkan dengan pembedahan dan tulang
dikembalikan pada daerah yang fraktur sebagai graft bebas. Jika ini dilakukan,
78

maka penjahitan mukoperiosteum harus dilakukan, karena sebagian besar dasar


sinus maxillaris harus diganti.

9) Pergeseran

Antrum sering terlibat Seluruh gigi atau frakmen akar bisa masuk ke
sinus maxillaris, fossa infratemporalis, hidung, canalis mandibularis atau ruang
submandibula. Bagian yang paling sering adalah sinus maxillaris . Kejadian ini
sering merupakan akibat dari usaha untuk mengambil frakmen/ujung akar gigi
molar atau premolar kedua atas melalui alveolus dengan tekanan elevator yang
berlebihan ke arah superior. Pemeriksaan sinar-X yang akurat diperlukan baik
sebelum maupun intra-operatif. Kedekatan sinus terhadap apeks akar mungkin
sedemikian rupa sehingga perlu dilakukan pembedahan. Jika terjadi fraktur
akar, film dibuat untuk mendeteksi posisi frakmen dengan tepat. Hubungan
akar terhadap antrum, sering bisa dinilai berdasarkan bagian gigi yang
tercabut. Pencabutan dengan pembedahan dilakukan dengan memperhatikan
upaya untuk menghindari tekanan ke arah antrum misalnya, akar bukal bisa
tergeser akibat tekanan ke palatal. Pasien diperingatkan untuk jangan bersin,
dan batuk dan menghembuskan hidung. Usaha mengeluarkan ujung akar yang
masuk ke sinus melalui alveolus biasanya tidak ada gunanya dan sering
mengakibatkan membesarnya lubang tulang yang pada akhirnya akan
mendukung terjadinya komunikasi yang persisten yaitu fistula ororantral.
Pendekatan standar untukmasuk ke dalam sinus maxillaris adalah dengan me-
tode Caldwell-Luc, dengan jalan masuk melalui fossa canina.
Pergeseran ke dalam mandibula Pergeseran mandibula biasanya hanya
melibatkan gigi molar, sedangkan canalis mandibularis dan ruang
Modul Pencabutan Gigi 79

submandibula adalah bagian yang sering mengalami pergeseran ini . Ujung


akar molar ketiga baik yang sudah erupsi/impaksi sering sangat dekat letaknya
terhadap tulang kortikal dari bundel neuromuskular canalis alveolaris inferior,
seperti terbukti dari seringnya dilaserasi Penatalaksanaan pergeseran
mandibula Pasien diberitahu tentang keadaan yang ada dan dirujuk. Pada kasus
pergeseran ke dalam canalis alveolaris inferior, pengeluaran harus dilakukan
segera sedangkan pada kasus pergeseran ke dalam ruang submandibula,
pembedahan biasanya ditunda untuk memungkinkan terjadinya fibrosis dulu,
sehingga terjadi imobilisasi frakmen akar. Pendekatan ke arah canalis adalah
dengan flap mukoperiosteal bukal yang cukup besar dan kemudian melalui
alveolus atau dekortikasi lateral ke bukal (pengambilan segmen dataran bukal).
Dekortikasi memberikan jalan masuk yang bagus dan memungkinkan
dekompresi, atau memperbaiki saraf yang cedera. Ruang submandibula
biasanya dicapai dengan membuat flap envelope lingual yang cukup besar
yang direfleksikan dari servikal gigi.

b. Komplikasi Beberapa Saat Setelah Operasi


1) Alveolitis
Lepasnya beku darah Komplikasi yang paling sering, paling
menakutkan dan paling sakit sesudah pencabutan gigi adalah dry socket atau
alveolitis (osteitis alveolar). Biasanya dimulai pada hari ke 3-5 sesudah
operasi. Keluhan utamanya adalah rasa sakit yang sangat hebat. Pada
pemeriksaan terlihat alveolus yang terbuka, terselimuti kotoran dan di kelilingi
berbagai tingkatan peradangan dari gingiva. Kebersihan mulut kurang atau
buruk. Regio molar bawah adalah daerah yang sering terkena, khususnya
alveolus molar ketiga.
Etiologi Penyebab alveolitis dan temuan yang konsisten adalah
hilangnya bekuan akibat lisis, mengelupas atau keduanya. Alveolitis ini
biasanya disebabkan oleh streptococcus, tetapi lisis mungkin bisa juga terjadi
tanpa keterlibatan bakteri. Diduga trauma berperan karena mengurangi
vaskularisasi, yaitu pada tulang yang mengalami mineralisasi yang tinggi pada
80

pasien lanjut usia. Didasarkan hal tersebut, pada waktu melakukan pencabutan
pada pasien lanjut usia atau pasien dengan gangguan kesehatan, perlu
dilakukan packing profilaksis dengan pembalut obat-obatan pada alveolus
mandibula.(Larasati et al., 2018)
Penatalaksanaan Untuk perawatan dipersyaratkan tindakan yang
tenang, halus dan hati-hati. Bagian yang mengalami alveolitis diirigasi dengan
larutan saline yang hangat, dan diperiksa. Palpasi yang hati- hati dengan
menggunakan aplikator kapas membantu dalam menentukan sensitivitas.
Apabila pasien tidak tahan terhadap hal tersebut, maka dilakukan anestesi
topikal atau lokal sebelum melakukan packing. Pembalut obat-obatan
dimasukkan ke dalam alveolus. Pembalut diganti sesudah 24-48 jam, kemudian
diirigasi dan diperiksa lagi. Kadang-kadang diperlukan resep analgesik.
Penyembuhan/resolusi Proses penyembuhan dinilai secara obyektif dan
subyektif. Berkurangnya rasa sakit dan granulasi dengan epiteliasasi ulang
yang perlahan merupakan tanda-tanda resolusi yang paling nyata. Jika terlihat
nanah, maka diperlukan terapi anti- biotik dan kultur. Kebanyakan dry socket
sembuh se- sudah 4-5 hari. Persistensi yang berkepanjangan, yaitu sampai
lebih dari 10 hari, merupakan keadaan yang perlu perhatian khusus. Apabila
hal tersebut terjadi, pertimbangkan kemungkinan adanya osteitis akut insi- pien
atau osteomielitis (Gb. 5-20). Radiologi peri- apikal yang memperlihatkan
kaburnya batas lamina dura cenderung mempertegas diagnosis tersebut. Pasien
dirujuk, karena tindakan perawatan menyeluruh misalnya pembersihan
merupakan indikasi.
Dry socket yang tertunda Suatu bentuk dry socket atau alveolitis bisa
timbul 2-3 bulan sesudah pencabutan gigi molar ketiga bawah yang impaksi di
dalam (level C). Kondisi ini dimanifestasikan sebagai sepsis dan kegagalan
pembentukan bekuan darah yang terjadi bersama proses penyembuhan
mukosa. Secara klinis, dry socket yang tertunda termanifestasi berupa
pembengkakan dari daerah operasi yang sedang meng- alami penyembuhan.
Rasa sakit bervariasi mulai dari ringan sampai berat, dan biasanya agak
berkurang bila nanah sudah keluar. Mungkin berhubungan dengan
Modul Pencabutan Gigi 81

pembengkakan wajah, yang mencerminkan adanya selulitis.


Penatalaksanaannya dengan jalan membuka kembali daerah pencabutan
dibantu dengan anestesi lokal, kuretase ringan dan irigasi, diikuti dengan
pengisian longgar menggunakan pembalut obat-obatan. Terapi antibiotik
misalnya penisilin atau bila alergi, eritromisin, diberikan segera. Diperlukan
pula penggantian pembalut setiap 24-48 jam sampai 2-3 kali. Apabila infeksi
sudah terkontrol, biasanya ada suatu cacat menetap yang besar pada mukosa
yang menim- bulkan kendala dalam pembersihan mulut. Menganjur- kan
pasien melakukan irigasi sendiri di rumah dengan menggunakan spuit
disposibel 10 ml, sering mening- katkan upaya kebersihan selama di rumah.
(Aguayo Torrez, 2021)

2) Infeksi
Pencegahan Didasarkan atas potensi penyebaran infeksi, kemungkinan
bakteriemia atau keduanya, pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses
infeksi akut, yaitu perikoronitis atau abses, bisa mengganggu proses
pembedahan. Terapi antibiotik yang sesuai (kadar penisilin terapetik dalam
darah dicapai 1 jam sesudah pemberian secara oral) dan apabila diindi-
kasikan, insisi dan drainase digunakan untuk mengontrol keadaan akut.
Apabila akan segera dilakukan pembedahan, pengontrolan rasa sakit dengan
anestesi lokal, menunggu 1 jam sesudah pemberian antibiotik akan memberi
manfaat sebagai payung pelindung sebelum dilakukan insisi abses, drainase
atau pen- cabutan gigi. (Irawan, 2020)
Pencabutan gigi tertentu yang mengalami sepsis lokal baik yang sudah
dirawat maupun belum, misalnya deposit kalkulus yang banyak dan gingivitis
akut atau kronis sebaiknya dihindari. Profilaksis sebelum pencabutan (skaling)
yang dilakukan 2-3 hari sebelum pencabutan gigi, merupakan cara efektif
untuk mengurangi kontaminasi lokal, Edema versus infeksi Infeksi pasca-
bedah, abses, atau selulitis bisa terjadi pada awal atau bersama- an dengan
edema. Diagnosa banding ditentukan dengan adanya fakta bahwa infeksi
biasanya diikuti oleh peningkatan rasa sakit, lemas dan demam. Perkem-
82

bangan fluktuan merupakan tanda yang jelas dari adanya pernanahan dan
sering memerlukan aspirasi jarum untuk mengkonfirmasikannya, diikuti
dengan insisi dan drainase.
Trismus yang persisten sesudah pencabutan gigi dengan pembedahan
jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi yang membingungkan. Penyebab
yang sering adalah infeksi, yang termanifestasi sebagai miositis kronis, yaitu
radang dari otot-otot pengunyahan, terutama masseter. kadang-kadang terjadi
sesudah hilangnya selulitis yang luas (mungkin karena fibrosis atau adesi), tapi
bisa juga terjadi sesudah anestesi blok mandibula (hematomi) tanpa melibatkan
tindakan pembedahan. Apabila tidak ada bukti-bukti infeksi akut, maka
perawatan dilakukan dengan aplikasi panas, pemijatan dan latihan yang
ditujukan untuk mendapatkan kembali hubungan interinsisal yang normal.
Pembukaan interinsisal biasanya tidak lebih dari 15-20 mm. Reduksi rentang
gerakan mandibula yang serupa dapat terjadi pada spasme otot yang akut atau
kelainan susunan internal dari sendi temporomandibula yang akut (sendi
terkunci), kemungkinan ini harus ikut di- pertimbangkan. Jika terbukti ada
infeksi, yaitu adanya pembengkakan, nyeri, demam, lemas maka diperlukan
terapi dengan antibiotik.
Trismus yang persisten kadang-kadang terjadi sesudah hilangnya
selulitis yang luas (mungkin karena fibrosis atau adesi), tapi bisa juga terjadi
sesudah anestesi blok mandibula (hematomi) tanpa melibatkan tindakan
pembedahan. Apabila tidak ada bukti-bukti infeksi akut, maka pera- watan
dilakukan dengan aplikasi panas, pemijatan dan latihan yang ditujukan untuk
mendapatkan kembali hubungan interinsisal yang normal.(Pedersen G.W,
1996)

c. Komplikasi Pencabutan Gigi Dengan Penyulit


Pencabutan gigi dengan keadaan penyulit yang terlalu dipaksakan dan teknik
yang salah sering menimbulkan komplikasi diantaranya: (Howe, 1993, Pedersen, I
996, Peterson, 2003)
1) Fraktur Tulang Alveolar
Modul Pencabutan Gigi 83

dapat terjadi karena terjepitnya tulang alveolar secara tidak disengaja di


antara ujung tang pencabutan gigi atau konfigurasi dari akar gigi itu sendiri.
bentuk dari tulang alveolar, atau adanya perubahan patologis dalam tulang itu
sendiri. Pencabutan gigi kaninus terkadang disertai komplikasi tiaktur tulang
searah labial.
2) Fraktur Tuber Maksila
terjadi biasanya berhubungan dengan dekatnya letak tuberositas
terhadap sinus yang biasa terjadi bila terdapat gigi molar atas yang terisolasi,
khususnya bila gigi memanjang/ turun. Geminasi patologis antara gigi molar
kedua atas yang telah erupsi dengan gigi molar ketiga atas tidak erupsi bisa
menjadi predisposisi.
3) Masuknya Fragmen Akar ke dalam Sinus.
Komplikasi ini bisa terjadi jika ujung akar dekat dengan sinus atau
rongga sinus yang besar, dan ujung akar yang bengkok. Biasanya terjadi pada
akar gigi premolar dan molar atas, dan yang sering akar palatal. Pada kasus
seperti ini pemakaian elevator dengan tenaga yang besar harus dihindari.
4) Perdarahan yang berlebihan
terjadi jika pembuluh darah terpotong. Hal ini dapat terjadi karena
trauma yang besar pada saat pencabutan dimana tulang yang terangkat
mengoyak jaringan lunak sekitarnya. Juga dapat terjadi karena penggunaan bor
yang mengenai kanalis mandibularis.
5) Trauma Pada Nervus Alveularis. Nervus Mentalis dari Lingualis
Trauma pada nervus ini bisa menimbulkan parestesi. Nervus lingualis
dapat rusak oleh pencabutan traumatik gigi molar bawah dimana jaringan
lunak Iingual terjebak pada ujung tang, atau terkena bur sclama pembuangan
tulang. Nervus alveolaris atau mentalis dapat terkena trauma pada saat
pembuatan flap atau pemakaian bur yang terlalu dalam dan tidak terkontrol,
atau ujung akar bengkok mengenai kanalis mandibularis. (Agung & Dwiastuti,
2013)

d. Manajemen Komplikasi Pasca Ekstraksi Gigi


84

Tujuan utama dilakukannya perawatan postoperatif pasca pencabutan gigi


adalah untuk mempercepat proses penyembuhan dan untuk mencegah dan
mengurangi terjadinya rasa sakit dan pembengkakan. Setelah dilakukan tindakan
bedah atau pencabutan gigi biasanya akan muncul banyak keluhan-keluhan dari
pasien. Hal ini wajar terjadi. Salah satu keluhan yang mungkin terjadi adalah rasa
ketidaknyamanan. Rasa ini dapat muncul sebagai akibat adanya rasa sakit yang
dialami oleh pasien, dan untuk menghilangkan rasa ketidaknyamanan pada pasien
dapat dilakukan pemberian obat penghilang rasa sakit. Menurut Laskin (1985) dan
Peterson (1998), ada beberapa tindakan postoperatif lain yang harus dilakukan
yaitu sebagai berikut:
1) Istirahat yang cukup. Istirahat dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan luka.
2) Pasien dianjurkan untuk tidak makan makanan yang keras terlebih dahulu.
Pasien harus makan makanan yang cair dan lembut, terutama pada hari
pertama pasca pencabutan gigi. Makanannya juga tidak boleh terlalu panas.
Pasien baru boleh makan beberapa jam setelah pencabutan gigi agar tidak
menganggu terbentuknya blood clot. Dan jangan mengunyah pada sisi yang
baru di cabut.
3) Banyak minum air untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
4) Pasien harus selalu menjaga kebersihan mulutnya. Gigi harus disikat secara
rutin, kumur-kumur dengan menggunakan saline solution (1/2 sendok teh
garam yang dilarutkan di dalam satu gelas air panas). Pasien tidak boleh
kumur-kumur dengan menggunakan hidrogen peroksida karena dapat
menghilangkan blood clot.
5) Untuk mengurangi rasa sakit dapat digunakan pemberian obat analgesik.
Selain dengan pemberian obat analgesik penggunaan aplikasi dingin juga dapat
digunakan untuk mengurangi terjadinya rasa sakit.
6) Pasien tidak boleh merokok. Karena dapat meningkatkan insiden terjadinya
dry socket.
Modul Pencabutan Gigi 85

Sedangkan menurut Archer (1975), perawatan postoperatif yang diinstruksi


kan kepada pasien untuk mencegah komplikasi adalah sebagai Biarkan gauze spon
ge tetap berada di dalam mulut selama 30 menit setelah pencabutan gigi untuk men
gurangi perdarahan.

1) Jangan menggunakan obat kumur selama 6 jam paska pencabutan, karena


dapat menstimulus terjadinya perdarahan dan dapat mengganggu terbentuknya
blood clot.
2) Apabila terjadi perdarahan ringan, kumur-kumur dengan menggunakan air
garam yang hangat.
3) Apabila perdarahan terus menerus terjadi, segera hubungi dokter gigi. Dan
selama menunggu, letakkan soaked tea bag pada area yang mengalami
perdarahan, lalu tutup dengan menggunakan kapas atau kasa, gigit sekitar 20
menit
4) Gunakan aplikasi panas untuk menghilangkan diskolorasi yang terjadi.
5) Lakukan pemberian vitamin C dan vitamin B terapi tambahan yang berfungsi
untuk membantu penyembuhan jaringan (yusuf, Harmas yazid. Murniati,
2018).

2. Kesimpulan
Anamnesa yang cermat pemeriksaan klinis yang teliti dan pemeriksaan
radiografi sebelum tindakan pencabutan dapat memperkirakan tingkat kesulitan
pencabutan gigi dan merencanakan tindakannya. Pencabutan gigi dengan penyulit
dapat dilakukan dengan tcknik open method cxtraction, teknik ini jika dilakukan
dengan benar dapat merupakan solusi yang baik untuk tindakan pencabutan gigi
dengan kasus – kasus penyulit dan dapat rnenghindari resiko yang tidak diinginkan
baik bagi pasien maupun dokter giginya. Teknik pencabutan ini membutuhkan
peralatan penunjang bedah yang sesuai disamping kemampuan dari operator yang
terlatih. Dokter gigi sebaiknya selalu mengikuti perkembangan alat-alat yang baru dan
meningkatkan kemampuan dari teknik pencabutan gigi.
86

2.6.6 Penanganan Syncope Dan Anaphylactic Shock


1. Synchope
Syncope adalah kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh yang
tiba-tiba dan bersifat sementara,konsekuensi terjadi pemulihan sepontan.
Kehilangan kesadaran tersebut terjadi akibat penurunan aliran darah ke otak
dan akan membaik tanpa memmbutuhkan terapi kimiawi maupun elektrik.
Shyncope merupakan masalah klinis yang umum pada anak-anak dan remaja,
dan sebanyak 15% anak-anak mengalami setidaknya satu episode sebelum
akhir masa remaja. Syncope merupakan masalah yang tidak terlalu bahaya,
namun dalam beberapa kasus berkaitan dengan masalah kardioveskuler yang
mendasar dan menyebabkan resiko kematian mendadak.
Penyebab syncope ada 2 faktor yaitu factor fisik dan faktor lingkungan.
faktor fisik antara lain rasa lapar yaitu sutatu keadaan dimana penderita
kekeurangan asupan makanan, biasa dikarenakan tidak sarapan saat pagi
hari,keadaan fisik yang jelek yaitu dimana penderita mengalami kecapekan
atau mempunyai riwayat penyakit misalnya lemah jantung. Faktor lingkungan
adalah suatu keadaan dimana penderita itu berada meliputi lingkungan yang
panas yaitu keadaan dimana penderita mengalami karena penderita terpapar
matahari secara langsung (Davit, 2010). Teori lain menyatakan Penyebab
syncope dapat diklarifikasikan dalam lima kelompok utama yaitu :
 Vasekuler
Disebabkan oleh adanya penurunan volume darah. Volume darah akan
berkurang pada pendarahan, dehidrasi, keringat berlebihan dan berkemih
berlebihan.
 Kardiak
Modul Pencabutan Gigi 87

Disebabkan oleh irama jantung yang tidak beraturan, biasanya karena


takiaritmia (ventrikular atau supraventrikular) atau bradiaritmia.Pada seseorang
yang memeiliki irama jantung abnormal, jantung tidak mampu meningkatkan
curah jantung untuk mengompensasi menurunnyatekanan darah.
 Metabolik
Penyebab metabolik pada syncope sangat jarang, gangguan metabolik yang
menyebabkan syncope adalah hipoglekemi, anemia,hiperventilasi (berkurangnya
kadar karbondioksida dalam darah).
 Syncope situasional
Syncope situasional merupakan kondisi pingsan pada situasi tertentu yang
menyebabakan gangguan peredaran darah ke otak misalnya karena batuk atau
karena berkemih berlebihan biasanya terjadi jika jumlah darah yang mengalir
kembali ke jantung berkurang selama mengedan.
Syncope didahului oleh pusing atau perasaan melayang tertutama pada saat
seseorang sedang dalam keadaan berdiri, setelah jatuh, tekanan darah akan
kembali meningkat karena penderita telah berbaring dan karena penyebab pingsan
telah hilang. Berdiri terlalu cepat dapat menyebabkan penderita kembali pingsan.
Jika penyebabnya adalah gangguan irama jantung, pingsan akan terjadi dan
berakhir secara tiba-tiba. Saat sebelum pinsan, kadang penderita mengalami
palpitasi (jantung berdebar – debar).
 Penatalaksanaan Synchope
Seseorang yang mengalami syncope dapat diatasi dengan cara sederhana
yang bisa dilakukan oleh orang awam misalnya guru, siswa, dan remaja. Pasien
dibaringkan dengan kaki ditinggikan untuk memperlancar aliran darah ke otak, jaga
aliran darah disekitar cukup baik, dan longgarkan pakaianya. Pasien yang kemudian
terlihat sadar langsung diberikan minuman manis untuk meningkatkan kadar gula
darahnya, jika seseorang mengalami kehilangan kesadaran dan belum siuman,
segera lakukan pertolongan pertama dan bawa kerumah sakit (Smith, 2006).
Penderita dibaringkan mendatar merupakan satu-satunya cara untuk
mengembalikan kesadaran penderita. Mengangkat kaki dapat mempercepat
pemulihan karena bisa meningkatkan aliran darah ke jantung dan otak. Jika
88

penderita terlalu cepat untuk duduk atau berdiri dapat terjadi epeisode pingsan lain.
Pada orang yang tidak memiliki penyakit jantung, pingsan biasanya tidak terlalu
serius, dan jarang diperlukan pemeriksaan diagnostik maupun pengobatan yang
lebih lanjut (Hurlimann, 2007)

2. Anaphylactic Shock
Anafilaksis adalah sebuah reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengancam jiwa yang terjadi akibat paparan antigen dan melibatkan berbagai
sistem organ dengan onset cepat. Reaksi hipersensitivitas ini dicirikan dengan
adanya gangguan pada jalan nafas, dan atau sirkulasi, serta adanya perubahan
secara nampak pada kulit dan mukosa). Rekurensi pada anfilaksis umum
terjadi, terutama pada kelompok dengan alergi lebih dari suatu paparan. Usia
tua berhubungan dengan peningkatan kemungkinan terjadinya anafilaksis
akibat konsumsi obat. Hal ini mungkin berhubungan dengan peningkatan
paparan terhadap suatu obat atau akibat kerentanan jantung. Alergi terhadap
lateks, bahan yang umumnya ada pada peralatan medis seperti sarung tangan,
stetoskop, kateter, respirator, kondom, dan tabung drainase, juga dapat
menyebabkan anafilaksis. Penyakit asma tidak meningkatkan resiko untuk
terjadinya reaksi, namun berdampak pada tingkat keparahan saat terjadinya
reaksi. Suatu studi di Amerika menemukan bahwa prevalensi anafilaksis di
suatu populasi umum sekitar 1.6% atau lebih. Pada studi ini, responden
mengaku mengalami anafilaksis akibat paparan obat-obatan, makanan, atau
sengatan serangga.
Studi ini juga menjelaskan bahwa pasien yang pernah mengalami
anafilaksis masih belum memiliki persiapan apabila hal ini terjadi berulang.
Anafilaksis akibat konsumsi makanan menjadi penyebab paling umum di
berbagai studi. Beberapa bagian di Asia, alergi telur lebih umum terjadi pada
populasi anak-anak dibawah 5 tahun dibanding alergi terhadap susu sapi. Pada
populasi yang lebih tua, alergi terhadap kelompok hewan krustasea dan
molluska lebih umum terjadi dan menjadi penginduksi terbanyak di negara-
negara Asia tenggara seperti di Singapore, Thailand, dan.
Modul Pencabutan Gigi 89

Anafilaksis akibat iatrogenik umum terjadi karena administrasi


antibiotik dan obat anestesi dengan waktu median kematian selama 5 menit
(dari 4 - 120 menit) akibat henti jantung. Anafilaksis akibat alergi makanan
terjadi lebih lambat dengan waktu median kematian selama 30 menit (dari 6
menit hingga 6 jam). Anafilaksis iatrogenik lebih umum terjadi pada usia tua
(mungkin akibat seringnya paparan terhadap zatzat tersebut), sedangkan
anafilaksis akibat makanan umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja.
Anafilaksis merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang dimana terjadi
pelepasan berbagai mediator kimia hasil degranulasi basofil dan sel mast pada
paparan berulang suatu antigen. Mediator yang terliibat pada reaksi ini
meliputi histamin, triptase, karboksipeptidase A, proteoglikan, dan berbagai
jenis sitokin (IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, dan IL-13). Teraktivasinya
phospholipase A, siklooksigenase, dan lipooksigenasi menyebabkan
terbentuknya metabolit hasil asam arakidonat seperti prostaglandin, platelet-
activating factors di (PAF ) dan anafilaksis terjadi secara cepat dan
mempengaruh sistem tubuh secara luas dalam kurun waktu 2 jam setelah
paparan antigen. Klinis yang ditemui dapat berupa kelainan pada kulit
(urtikaria, dermatitis atopik, dan angioedema), gastrointestinal (kolik, nyeri
perut, diare, konstipasi, atau muntah-muntah), respirasi (bersin, batuk, dispneu,
dan rhinorrhea), hingga ke kardiovaskular (kolaps jantung).
Syok anafilaksis terjadi karena adanya kerusakan pada otot jantung dan
disfungsi ventrikel akibat penurunan output kardiak karena hipoperfusi
perdarahan koroner. Hipoperfusi perdarahan koroner ini terjadi akibat
vasodilatasi sistemik, kebocoran plasma, dan penurunan venous return. Reaksi
ini dapat terjadi bukan hanya lewat ingesti antigen, namun juga bisa lewat
inhalasi atau kontak dengan atigen terkait. Pada diagnosis anafilaksis, penting
untuk mengetahui riwayat konsumsi makanan pasien dan evaluasi klinis seperti
status nutrisi dan perkembangan dan penyakit atopik seperti dermatitis, rhinitis
alergi, dan asma. Suatu case report melaporkan adanya kelianan neurologis
(kehilangan kesadaran, inkontinensi urine, serta sequale neurologis lain seperti
90

ganguaan pengelihatan dan menulis) pada pasien setelah syok anafilaktik yang
diduga karena cedera hipoksik.
Anafilaksis adalah suatu keadaan kegawatdaruratan medis. Pasien
mungkin menunjukkan gejala yang ringan namun memburuk dengan cepat
hingga mengancam nyawa. Penanganan pasien dengan syok anafilaksis
dilakukan dengan penyelamatan fungsi kerja organ-organ vital hingga
penanganan gejala-gejala lain yang turut timbul. Tujuan dilakukannya
penulisan literature review ini adalah untuk mengetahui tatalaksana yang tepat
pada kasus syok anafilaktik. Literature review ini perlu dilakukan agar
memudahkan pembaca untuk mengetahui informasi terkait penanganan
anafilaksis.
o Tatalaksana anafilaksis dimulai dengan membersihkan tubuh pasien dari
zat-zat yang dicurigai menginduksi terjadinya reaksi hipersensitivitas
(dekontaminasi). Pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas dilakukan
dengan menghitung frekuensi napas, mendengar apakah adanya
abnormalitas pada bunyi, berbicara, baik dengan atau tanpa bantuan
stetoskop. Evaluasi adanya abnormalitas pada perfusi jaringan sistemik
dapat dilakukan dengan menilai denyut dan tekanan darahTakikardi ialah
detakkan jantung yang terjadi >120 kali dalam satu menit dan hipertensi
disebutkan saat tekanan darah sistol bernilai >120 mmHg.
Data saturasi oksigen juga penting untuk diketahui. Semua data-data ini
kemudian dicatat dan dicek secara berkala selama tatalaksana diterapkan
kepada pasien. Persiapan untuk koreksi bila terjadi obstruksi jalan napas
dan instabilitas vasomotor harus selalu tersedia di dekat pasien karena 2
kesalahan umum yang menyebabkan mortalitas pada anafilaksis adalah
keterlambatan intubasi dan administrasi epinephrine. Pasien harus
diposisikan horizontal dengan kedua kaki dinaikkan (Posisi Trendelenburg)
untuk membantu aliran darah kembali ke jantung dan mencegah terjadinya
sindrom ventrikel kosong. Pasien dengan anafilaksis harus mengindari
aktivitas fisik agar tidak terjadi perburukan reaksi. Pasien yang
menampilkan gangguan respirasi dianjurkan untuk ada dalam keadaan
Modul Pencabutan Gigi 91

setengah duduk . Pasien dengan reaksi kardiovaskular harus segera


diberikan epinephrine secara intramuskular sebanyak 0.3-0.5 mL dengan
konsentrasi epinephrine 1:1000 yang diinjeksi pada paha anterolateral.
(Muliati, 2016)

Gejala-gejala abdominal seperti mual, muntah, atau kolik dapat diredaka


n dengan administrasi serotonin antagonis (misal, ondansetron). Pasien yang m
enampilkan reaksi utama pada kulit, dapat diberika antialergi seperti dimetinde
ne dan glukokortikosteroid dengan dosis normal. Pencegahan rekurensi terjadin
ya anafilaksis dilakukan dengan menghindari paparan antigen penginduksi. Pasi
en yang wajib untuk membawa epinephrine auto-injector sebagai upaya penang
anan dini bila terjadi anafilaksis serta mengetahui bagaimana cara menggunaka
nnya. Sangat penting bagi praktisi untuk dapat mengenali tanda-tanda anafilaksi
s karena kejadian ini dapat terjadi kepada siapa saja dan kapan saja. Maka dari i
tu, penting bagi praktisi untuk memberikan tatalaksana yang tepat bagi pasien d
engan anafilaksis (Muliati, 2016).

3. Kesimpulan
Shynchope adalah hilangnya kesadaran singkat dan tiba-tiba yang
berhubungan dengan hilangnya tonus postural dengan pemulihan spontan.
Sinkop pediatrik sering terjadi, dengan sekitar 15% anak-anak mengalami
episode ini sebelum akhir masa remaja. Kebanyakan synchope pediatrik
bersifat jinak dan mempunyai penyebab otonom yaitu vasovagal atau
ortostatik. Synchope lebih jarang disebabkan oleh kondisi jantung yang
mengancam jiwa seperti kelainan struktural dan aritmia. Kondisi neurologis
seperti kejang dan migrain mungkin menyerupai synchope.
Penanganan anafilaksis dimulai dengan dilakukannya dekontaminasi.
Evaluasi dan penilaian berkala tandatanda vital pasien penting untuk menilai
respon terhadap terapi. Terapi epinephrine merupakan kunci utama dalam
penanganan anafilaksis. Pemberian cairan dan oksigen terbukti menurunkan
angka mortalitas. Pemberian terapi tambahan seperti antiemetik, antihistamin,
92

dan glukokortikosteroid dapat membantu meringakan gejala subjektif yang


dialami oleh pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Aguayo Torrez, M. V. (2021). penyabab dan gejala yang timbul dari penyakit neuralgia trige
minal. 1(10), 511–520.

Agung, S., & Dwiastuti, P. (2013). DENTAL EXTRACTION TECHNIQUE USING DIFFICU
LTY. 1.

drg. Rini Irmayanti M.MKes. (2016). EXODONTIA dasar-dasar ilmu pencabutan gigi. CV B
UDI UTAMA.

Gigi, K., & Iii, S. (2015). Blok 2.3.5.

Hurlimann, M. D. (2007). SYNCHOPE. Combustion Science and Technology, 21(5–6), 1–49.


Modul Pencabutan Gigi 93

Ii, B. A. B. (2001). Esktraksi Gigi UI. 3–17.

Irawan, A. E. (2020). Terapi pada Anafilaksis. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(Nov
ember), 409–416.

Larasati, R., Soesilaningtyas, & Isnanto. (2018). Modul Praktik Dasar-Dasar Pencabutan Gigi
(Exodontia). Jurnal Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, 031, 3.

Muliati. (2016). Penatalaksanaan Anafilaksis. Revista CENIC. Ciencias Biológicas, 152(3), 2


8.

Nur Adibah Hanum, D. (2022). Pelayana Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut Individu (S. S. O
ktavianis (ed.)). PT GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI.

Pedersen G.W. (1996). Buku ajar praktis bedah mulut : (oral surgery) (p. 387).

Racmi Fanani Hakim. (2021). ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI SISTEM RONGGA MU


LUT (Apriningsih (ed.)).

Riskesdas Nasional. (2013). Riskesda Nasional 2013. Kementrian Kesehatan RI 2013, 127(33
09), 1275–1279. https://doi.org/10.1126/science.127.3309.1275

Riskesdas Nasional. (2018). Riskesdas Nasional 2018. Kementrian Kesehatan RI 2018, 1–582.

Wijayanti, A. (2013). Modul Pembelajaran. Journal of Chemical Information and Modeling, 5


3(9), 1689–1699.

yusuf, Harmas yazid. Murniati, N. (2018). KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI. leutikaprio.

Sum ber Geoffrey L Howe. 1989. Penca butan Gigi Geligi ed.2. Jakarta:EGC.

Menipulasi Pencabutan gigi permanen

Anda mungkin juga menyukai