PENCABUTAN GIGI
Mata Kuliah:
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
Yessi Yuzar, S. SiT, M. Kes
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, atas karunia-Nya Modul Pencabutan Gigi ini bisa kami t
erbitkan sebagai panduan bagi dosen dan mahasiswa. Modul Pencabutan Gigi ini membahas t
entang cara pencabutan gigi yang dimulai dari menyiapkan alat dan bahan sampai kepada pro
ses pencabutan dan perawatan setelah pencabutan gigi. Mahasiswa diharapkan memiliki peng
etahuan dan keterampilan berkaitan dengan pencabutan gigi dan mampu melakukan pencabut
an gigi tanpa rasa sakit dan sedikit perdarahan
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang mendukung sampai modul ini di
terbitkan. Modul ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan, oleh sebab itu saran dan m
asukan yang positif sangat kami harapkan demi perbaikan buku ini. Mudah-mudahan buku in
i bisa memberikan manfaat bagi yang membacanya.
Modul Pencabutan Gigi 3
Tim Penyusun
4
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Modul Pencabutan Gigi 7
DAFTAR GAMBAR
8
BAB I
PENDAHULUAN
Kurikulum pendidikan tinggi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi
maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian dan penilaiannya yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan tinggi. Program St
udi Kesehatan Masyarakat Universitas Fort De Kock sebagai program studi dalam yang meng
arahkan lulusannya agar memiliki keahlian dalam bidang kesehatan masyarakat dengan demik
ian, dibutuhkan kurikulum perguruan tinggi.
Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang konsep manajemen data, konsep analis
a univariat dan bivariat, terampil melakukan manajemen data dengan SPSS, terampil melakuk
an, mengeluarkan ukuran/uji statistik yang berkaitan dengan univariat dan bivariat serta mam
pu menyajikan/menginterpretasikan hasil univariat dan bivariate. Capaian Pembelajaran (CP)
dari mata kuliah ini adalah mahasiswa bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan mampu m
enunjukkan sikap religius, menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di bidang kea
hliannya secara mandiri, mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesai
an masalah di bidang keahliannya berdasarkan hasil analisis informasi dan data, mampu mend
okumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin k
esahihan dan mencegah plagiasi, menguasai metode analisis data kesehatan masyarakat.
Untuk dapat membantu mahasiswa dalam memahami pencabutan gigi decidui dan gig
i permanen.
Mata kuliah ini membahas tentang teori dasar anestesi dan pencabutan gigi, indikasi, a
plikasi serta kemungkinan komplikasi pencabutan gigi sulung menggunakan topical a
nestesi dan infiltrasi serta pencabutan gigi berakar tunggal dan terpisah menggunakan
infiltrasi anestesi
1. Pengetahuan
2. Sikap
PSCP02
PSCP09
3. Keterampilan Umum
PKUCP01
Mampu mengidentifikasi faktor resiko, dan masalah, kesehatan gigi dan mul
ut secara subjektif dan objektif, membuat analisis dan diagnosis asuhan kese
hatan gigi dan mulut berdasarkan penyebab dan gejala/symptom, melakukan tindak
an/intervensi edukasi, prevensi dan terapi sesuai dengan konsep dental hygiene and
therapy care.
4. Keterampilan Khusus
P1CPK04
5. Pencabutan gigi sulung menggunakan lokal anestesi dalam konteks kolaborasi dengan
dokter gigi
Modul Pencabutan Gigi 11
6. Pencabutan gigi tetap akar tunggal menggunakan lokal anestesi dalam konteks kolabo
rasi dengan dokter gigi
3. Nervus Trigeminus
4. Anatomi mulut
a. Posisi
b. Topical anestesi
c. Infiltrasi anestesi
7. Tahap-tahap pencabutan gigi
1.8 Evaluasi
Sistem penilaian pencapaian kompetensi yang dikembangkan mengacu pada akt
ivitas yang dilakukan mahasiswa baik di dalam maupun di luar kelas, sehingga penilaian
didasarkan pada pencapaian aspek kognitif, psikomotor, dan afektif yang terdiri dari:
1. Seminar : 20 %
2. Penugasan : 10 %
3. Ujian tulis : 30 %
4. Pratikum : 40 %
Evaluasi dilakukan untuk menilai kemajuan pencapaian kompetensi mahasiswa.
Evaluasi juga dilakukan berdasarkan pada saat diskusi atau kerja kelompok, keaktifan sel
ama pembelajaran termasuk pencapaian kehadiran 100% KECUALI sakit dengan surat k
eterangan dokter dan jika ada saudara yang meninggal. Bila kehadiran tidak mencukupi 1
00% maka keputusan diserahkan pada tim pengajar.
85 – 100 A
80 – 84 A-
75 – 79 B+
70 – 74 B
65 – 69 B-
60 – 64 C+
55-59 C
Modul Pencabutan Gigi 13
50-54 C-
40-49 D
0-39 E
14
PENCABUTAN GIGI
MINGGU 1 dan 2
MINGGU 3 dan 4
MINGGU 3,4
Posisi operator
, dan Posisi jari
MINGGU 5,6
MINGGU 7
MINGGU 8
MINGGU 9,10
MINGGU 11,12,13
MINGGU 14
MINGGU 14, 15
BAB II
PEMBAHASAN
Exodontia merupakan ilmu yang mempelajari tentang pencabutan gigi yang baik dan
benar, yakni aman, higienis dan tanpa rasa sakit disertai penanggulangan komplikasi yang
baik sebelum, saat dan setelah tindakan Exodontia adalah ilmu yang mempelajari segala
sesuatu tentang bagaimana cara mengeluarkan (ekstraksi) gigi secara efektif dan segala
perawatan yang menyertainya. (Sitanaya, 2016).
Ekstraksi gigi sering dikategorikan menjadi dual macam yakni, ekstraksi simple dan
ekstraksi bedah/ surgical. Ekstraksi simple adalah ekstraksi yang dilakukan pada gigi yang
terlihat dalam rongga mulut, menggunakan anestesi lokal dan menggunakan alat-alat untuk
elevasi bagian gigi yang terlihat. Sementara ekstraksi bedah adalah ekstraksi yang dilakukan
pada gigi yang tidak dapat dijangkau dengan mudah karena berada dibawah garis ginggiva
atau karena belum erupsi secara keseluruhan. Dalam ekstraksi bedah, dilakukan sayatan pada
gusi untuk menjangkau gigi. Dalam beberapa kasus, gigi tersebut harus dipecah menjadi
beberapa bagian sebelum dicabut. (Sitanaya, 2016).
Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan. sebuah gigi atau akar gigi yang utuh
tanpa menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang sekecil mungkin pada jaringan penyangga
sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak menimbulkan
komplikasi. Setiap operator harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan
merupakan tindakan yang ideal, dan dalam rangka untuk mencapai tujuan itu ia harus
menguasai teknik pencabutan gigi yang benar. Adapun tujuan dari pendidikan limu
Pencabutan Gigi, antara lain:
1. Mampu memahami cara-cara manipulasi pencabutan gigi dengan aman dan higienis
dan tidak sakit
2. Dapat memahami dan menanggulangi komplikasi baik pada saat maupun setelah
pencabutan gigi misalnya jika terjadi perdarahan, syncope atau infeksi.
Ilmu pencabutan gigi ditunjang pula oleh ilmu-ilmu. lain yang merupakan dasar atau
berhubungan erat/langsung dengan tindakan pencabutan gigi, antara lain: ilmu farmakologi,
ilmu penyakit dalam, dental anatomi rontgenologi dan ilmu alat-alat kedokteran gigi
(PPAKG). Ilmu-ilmu tersebut harus dipahami sehingga bisa bekerja efisien mungkin, aman,
higienis, dan terhindar dari komplikasi
Hilangnya atau dicabutnya gigi terutama pada usia muda akan membuat gigi-gigi yang
lainnya bergerak kearah gigi yang hilang tersebut sehingga membuat gigi tidak teratur lagi.
16
Oleh karenanya tindakan pencabutan gigi sebaiknya merupakan tindakan terakhir yang
dilakukan apabila tidak ada cara lain untuk mempertahankan gigi tersebut di dalam rahang. (S
itanaya, 2016).
A. Anastesi Lokal
Anastesi lokal ialah obat yang bila diberikan secara lokal (topical atau suntikan) dalam
kadar yang cukup dapat menghambat hantaran impuls pada saraf yang dikenai oleh ob
at tersebut. Obat-obatan ini menghilangkan rasa/sensasi nyeri (dan pada konsentrasi ti
nggi dapat mengurangi aktivitas motorik) terbatas pada daerah tubuh yang dikenai tan
pa menghilangkan kesadaran. (utama, 2004)
Yang termasuk dalam anestesi lokal (terminal anestesi) adalah:
a. anastesi infiltrasi
adalah suatu teknik anestesi lokal dimana obat anestesi (anestetikum) mengenai ujung-
ujung syaraf terminal pada suatu daerah terbatas.Misalnya: untuk pencabutan gigi insis
ivus rahang atas,maka anestesi ditujukan pada N.alveolaris Superior Anterior. Teknik i
nfiltrasi anastesi adalah sebagai berikut :
Modul Pencabutan Gigi 17
a. Submucous infiltrasi
Istilah ini digunakna bila larutan anestesi di depositkan tepat dibawah membrane muk
osa. Cara ini tidak bias digunakan untuk ekstraksi gigi, hanya sering digunakan untuk i
ncisi submucous abses pada infra oral.
b. Subpersioteal infiltrasi
Pada teknik ini, larutan antiseptic didepositkan antara periosteum dan bidang corical.
Karena sturuktur ini terikat erat suntikan tentu terasa sangat sakit. Karena itu suntikan
ini hanya digunakan bila tidak ada alternative lain atau bila anestesi supersifial dapat d
iperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan b
ermanfaat bila suntikan periosteal gagal untuk memberikan efek anestesi, walaupun bi
asanya pada situasi ini lebih sering digunakan intraligamen infiltrasi.
c. Supraperiosteal infiltrasi
Merupakan anestesi infiltrasi yang paling umum/sering dilakukan pada praktek kedokt
eran gigi, dan disebut “ suntikan infiltrasi “ . larutan anestetikumdidepositkan diatas pe
rios pada daerah apex gigi.
Jarum diinsersikan pada muccobucal fold dan mukosa palatal/lingual. Suntikkan jarum
pada muccobuccal fold kearah apex gigi yang akan dicabut kira-kira sedalam 1/2-1cm.
Lakukan aspirasi (handle jarum suntik ditarik) untuk melihat apakah jarum suntik men
genai pembuluh darah atau tidak. Bila tidak ada darah dalam spuit, depositkan anesteti
kum 0,5cc secara perlahan-lahan lalu jarum ditarik. Kemudian untuk mukosa palatal d
epositkan obat anestetikum 0,5cc setelah melakukan aspirasi.
d. Intraosseous infiltrasi
Pada teknik ini, larutan anestetikum di depositkan langsung pada tulang medullari
s. Prosedur ini sangat efektif bila dilakukan dengan bantuan bur tulang dan jarum yang di
desain khusus untuk tujuan tersebut. Pada prakteknya, dewasa ini sudah dipasarkan laruta
n anestesi yang efektif dan penggunaan intraligamen infiltrasi sudah mengurangi perlunya
suntikan intraosseous dank arena itu suntikan intraosseous ini sudah makin jarang digunak
an.
e. Intraseptal infiltrasi
Merupakan versi modifikasi dari teknik introsseous yang kadang-kadang digunakan
bila anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang gigi tiruan immediat
e serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin digunakan.
f. Intraligamen infiltrasi
Teknik ini dianggap sebagai teknik pembantu untuk teknik yang lebih cangg
ih. Teknik ini umumnya menggunakan syringe konvensional yang pendek dan lebarnya 27
gauge atau syringe yang didesain khusus untuk tujuan tersebut seperti Ligmaject, Rolon, a
tau Citojet yang digunakan bersama jarum 30gauge.
18
Jarum diinsersikan pada sulkus gingival dengan bevel mengarah menjauhi gigi. Jarum ke
mudian didorong ke membran periodontal bersudut 30derajat terhadap sumbu panjang gig
i. Jarum ditahan dengan jari operator untuk mencegah pembengkokan dan didorong ke pe
netrasi maksimal sehingga terletak diantara akar-akar gigi dan tulang crestal. Tekanan ma
ksimal diaplikasikan pada pegangan syringe selama 5 detik dengan tekana ke belakang ya
ng kuat untuk mendepositkan sejumlah kecil larutan pada membran periodontal. Untuk m
enganestsi gigi berakar jamak, dilakukan penyuntikan untuk tiap akar (drg. Rini Irmayanti
M.MKes, 2016)
c. anestesi topikal
adalah anestesi yang diberikan hanya pada permukaan mukosa. Misalnya untuk penca
butan gigi susu goyang derajat 3 atau 4 dapat dipakai sebagai anestesi pendahuluan unt
uk menghilangkan rasa sakit pada penyuntikan jarum.Topikal anestesi dapat dibedaka
n menjadi 2 macam berdasarkan cara pemberiannya,yaitu:
- Dengan cara disemprot : bahan yang sering digunakan adalah chlor ethyl spray ata
u xylocain spray. Chlor ethyl disemprotkan pada kapas atau tampon secukupnya,tu
nggu beberapa saat (1 menit) sampai terlihat seperti bunga es/bersalju pada kapas t
ersebut. Letakkan kapas itu pada mukosa gigi yang akan dicabut dibawah cervic gi
gi,agak ditekan sedikit agar bahan anestesi benar-benar mengenai mukosa sehingg
a menjadi teranestesi/baal lalu lakukan pencabutan. Cara lain adalah denganmenye
mprotkan langsung pada mukosa. Mukosa sekitarnya jangan lupa diisolasi agar ker
ing. Sesudah nmpak lapisan salju pada jaringan/mukosa setempat baru dilakukan p
encabutan
- Dengan cara diulas : bahan yang biasa digunakan adalah cocain pasta atau countral
gin pasta. Anestesi dilakukan dengan cara diulas dengan mengulaskan cocain pasta
atau countralgin pada daerah gigi yang akan dicabut dikeringkan dan diisolasi agar
mukosa tidak kering. Kemudian ulaskan pasta anestetikum pada mukosa,tunggu be
berapa saat. Kemudian tunggu beberapaa saat, selanjutnya dapat dilakukan tindaka
n. Misalnya penyuntikan dengan jarum (drg. Rini Irmayanti M.MKes, 2016)
B. Anatesi Umum
Anastesi umum adalah anastesi dengan menggunakan kombinasi obat- obatan yang m
embuat pasien dalam kondisi seperti tertidur sebelum operasi atau prosedur medis lain
nya sehingga pasien tidak merasa nyeri karena dalam kondisi tidak sadar (Wijayanti,
2013)
Modul Pencabutan Gigi 19
C. Anastesi Regional
Anastesi regional adalah subspesialis anestesiologi yang berfokus pada blok anastesi l
okal saraf perifer dan neuraxis (Neal, Joseph M, n.d.). Anastesi regional dilakukan den
gan cara blok syaraf spinal, epidural maupun periferal (Hausman, M. S., Elizabeth, S.,
Jewell., Engoren, 2015). Anastesi regional berkaitan erat dengan anastesi bedah, denga
n contoh penerapan di blok pleksus sederhana untuk operasi ringan dengan rawat jalan,
blok saraf femoralis untuk operasi total knee replacement dan blok epidural toraksis p
ada operasi kolon (Wijayanti, 2013)
a. Anastesi Lokal
Indikasi dari penggunaan anestesi lokal dalam bidang kedokteran gigi adalah untu
k pencabutan gigi-gigi rahang atas dan bawah baik anterior maupun posterior. Sela
in itu anestesi lokal juga digunakan untuk prosedur bedah lainnya misalnya incisi,g
ingivektomi,alveovektomi maupun odontektomi (drg. Rini Irmayanti M.MKes,
2016).
20
b. Anastesi umum
1. Pasien yang menjalani prosedur bedah yang membutuhkan relaksasi mendalam
untuk jangka waktu yang lama.
2. Pembedahan yang tidak dapat dibius sevara adekuat dengan anastesi lokal/regi
onal.
3. Operasi yang kemungkinan akan menyebabkan kehilangan darah yang signifik
an/ mengganggu pernafasan.
4. Pasien tidak kooperatif.
5. Obat-obatan relaksasi yang dalam biasanya menyebabkan depresi pernafasan s
ehingga harus diberikan general anatesi.(Wijayanti, 2013)
c. Anastesi Regional
Indikasi dari penggunaan anestesi regional dalam bidang kedokteran gigi adalah u
ntuk pencabutan gigi-gigi rahang atas dan bawah baik anterior maupun posterior. S
elain itu anestesi regional juga digunakan untuk prosedur bedah lainnya misalnya i
ncisi,gingivektomi,alveovektomi maupun odontektomi (Wijayanti, 2013).
a. Anastesi Lokal
1. Waktu yang diperlukanbuat pengendalian nyeri selama perawatan
2. Kebutuhan akan terkendalinya nyeri setelah tindakan selesai, jika diperkirakan bah
wa timbul nyeri pasca tindakan maka diperlukan anastetik yang berdurasi Panjang.
(pre-emptive analgesia) anastetik yang berdurasi anastesia sebentar, dapat digunak
an pada prosedur yang non-traumatis.
3. Kemungkinan terjadinya self-mutilation setelah perawatan selesai. Anastesi berdur
asi pendek juga dipakai jika anastesia pasca tindakan justru membahayakan pasien,
misalnya pada pasien anak-anak dan pasien dengan gangguan mental.
4. Kebutuhan akan hemostasis selama prosedur. Jika diperlukan hemostatis selama p
erawatan, biasanya bisa diberikan larutan anestetik yang mengandung epinefrin de
ngan kadar 1:50 000 atau 1:100 000.
5. Status fisik pasien. Status fisik atau status medis pasien terkait dengan indikasi dan
kontraindikasi pemakaian anestetik lokal (Wijayanti, 2013)
b. Anastesi umum
Pasien dengan gangguan fungsi jantung, paru-paru dan status kehamilan yang harus di
stabilkan kondisinya sebelum operasi jika memungkinkan. Sebagai contoh : pasien datang den
gan angina pectoris tidak stabil, harus menjalani kateterisasi jantung sebelum dilakukan anate
si general dan operasi elektif.(Wijayanti, 2013)
c. Anastesi regional
Kontradiksi Mutlak
1. Penolakan pasien.
Modul Pencabutan Gigi 21
Secra sistematik, merupakan faktor penentu dalam pemilihan anastesi untuk pencabut
an gigi. Oleh karena itu, sebelum memberikan anastesi perlu dilakukan evaluasi/anamnesa dar
i penderita. Dari anamnesa ini akan didapatkan keterangan yang sangat berguna sehingga pen
derita disiapkan untuk mendapatkan pengobatan/perawatan yang sesuai.
Pada kasus dengan penyakit sistematik tersebut sebaiknya tidak memakai adrenalin da
lam obat anastesi lokal yang digunakan, dan perlu meminta bantuan/konsul pada dokter priba
di pasien sebelummelakukan pencabutan. Pencabutan gigi pada pasien dengan penyakit yang
berat/parah harus dilakukan di rumah sakit, apapun bentuk anastesi yang digunakan harus me
nghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau membahayakan jiwa pasien (Wijayant
i, 2013).
a. Nervus Opthalmicus
Berasal dari ganglion gasseri, nervus ini menuju kedepan melalui fissura orbitali
s cereblasi menuju orbita. Nervus ini mempunyai 3 cabang utama, yaitu : n.lacrimalis,
n.frontalis, dan n.nasocilaris. Cabang - cabang nasociliaris ini mempersyarafi kulit kep
ala diatas mata, selaput kelopak mata dan sebagian selaput hidung.
b. Nervus Maksillaris
Cabang nervus maksillaris yang mempersyarafi gigi rahang atas yaitu : Cabang n
ervus maksillaris yang mempersyarafi gigi rahang atas yaitu:
bibir atas
sayap hidung
kelopak mata
daerah hidung
palatum durum
C atas kiri sampai C atas kanan
c. Nervus Mandibularis
epidermis ke dermis, pewarnaan akan menjadi lebih ringan. Lapisan berwarna yang
lebih ringan, dermis, terdiri dari jaringan ikat padat yang tidak teratur. Dermis jauh
lebih tebal dari pada epidermis. Pada kulit yang tebal, papila dermis membuat batas
yang sangat tidak teratur antara epidermis dan dermis. Hipodermis adalah lapisan
paling ringan yang terlihat dan sebagian besar terdiri dari jaringan adiposa. Untaian
jaringan ikat yang padat dapat meluas dari dermis jauh ke dalam hipodermis dan
mengikat kulit ke struktur di bawahnya (Racmi Fanani Hakim, 2021).
2. Langit Langit
Langit-langit adalah atap mulut dan dasar rongga hidung Bagian ini meluas ke
posterior ke dalam faring. Langit-langit memiliki suplai arteri yang banyak yang
berasal dan cabang arteri maksilaris dan banyak saraf sensorik yang merupakan
cabang ganglion pterigopalatina. Langit-langit terdiri dari langit-langit keras, atau dua
pertiga anterior, dan langit-langit kunak, atau sepertiga posterior. Langit-langit keras
berisi langit langit tulang, dibentuk oleh prosesus atau tonjolan tulang palatina dari
maksila dan pelat horizontal tulang palatina, Mukoperiosteum langit-langit keras
mengandung banyak kelenjar palatina, raphe median, dan lipatan palatine transversal
(Racmi Fanani Hakim, 2021)
Rugae
Rugae merupakan tonjolan irregular dari jaringan konektif yang dilapisi oleh
membrane mukosa pada sepertiga anterior palatum keras Rugae memiliki peran pada
26
3. Lidah
Lidah terletak di dasar mulut, dilekatkan oleh otot ke tulang hyoid, mandibula,
prosesus styloid, dan faring. Lidah penting untuk mengecap, mengunyah, menelan,
dan berbicara. Lidah terutama terdiri dan otot rangka, sebagian ditutupi oleh selaput
lendir, dan menyajikan ujung dan tepe, dorsum, permukaan inferice, dan akar Ujung,
atau puncak, biasanya bertumpu pada gigi seri dan berlanjut di setiap sisi ke margin
Dorsum memanjang dari rongga mulut ke orofaring Alur berbentuk V. sulcus
terminalis, membentang ke lateral dan anterior dari lubang kecil, foramen cecum
Bagian mulut dorsum dapat menunjukkan akur median yang dangkal
di sekitar pinggiran. Akar lidah bertumpu pada dasar mulut dan menempel
pada tulang rahang bawah dan tulang hyoid. Saraf, pembuluh darah, dan otot
ekstrinsik masuk atau keluar dari lidah melalui akarnya (Racmi Fanani Hakim,
2021)
4. Mukosa Mulut
Struktur Mikroskopik
Susunan mikroskopik mukosa mulut secara berurutan sebagai berikut, Epitel
(berlapis gepeng) bisa berkeratin, non keratin, parakeratin atau orthokeratin, lapisan
selanjutnya yaitu Lamina propria, Submukosa, Jaringan ikat jarang, kelenjar lemak,
kelenjar keringat, pembuluh darah, dan Pembuluh syaraf lalu Otot dan Periosteum/
tulang (Racmi Fanani Hakim, 2021)
Gambaran Histologis mukosa mulut
Pertemuan antara epitel berlapis gepeng dan lamina propria yang keduanya
membentuk mukosa mulut, nyata dan dibentuk oleh membrane basalis. Pada beberapa
daerah di dalam rongga mulut membran mukosa melekat lagsung ke dalam
periosteum jaringan tulang dibawahnya (mukoperiosteum).
Pada daerah lain mukosa dipisahkan dari periosteum oleh jaringan ikat jarang
berlemak atau berkelenjar yang mengandung pembuluh darah besar dan serabut syaraf
(submukosa).
Daerah pertemuan yang tepat antara lamina propria dan submukosa sering
tidak jelas Epitel berlapis gepeng menutupi semua permukaan rongga mulut. Epitel
yang berkeratin terlihat sel-sel di atas lapisan basal besar-besar, polihedral, dan
membentuk lapisan spinosa. Epitel nonkreatin, terdiri dan lapisan spinosa, lapisan
intermedium, dan lapisan superfisial(Racmi Fanani Hakim, 2021)
Lamina Propria
Lamina propria terdiri atas gambaran sel fibroblast berbentuk bintang, banyak
ditemukan retikulum endoplasma kasar. Fibroblast sekresi fiber dan substansi dasar.
Histiosit, berbentuk spindle atau stelat, banyak ditemukan pada vesikel lisosom.
Fungsinya mengaktifkan makrofag Makrofag adalah sel berbentuk bulat dengan
staining nukleus, terdapat pada lisosom dan vesikel fagositik. Fungsi makrofag yaitu
fagositosis dan memproses antigen untuk dapat diberikan untuk dapat dikenali oleh sel
sel imun.
Sel Mast, berbentuk bulat atau oval. Fungsinya mensekresikan mediator
inflamasi dan agen vasoactive. Neutrofil, berbentuk bulat dengan nudeus seperti
keping, terdiri atas lisosom dan granula spesifik. Fungsinya fagositosis dan
penghancuran sel Limfosit, bentuk bulat dengan nukleus seperti roda. Sitoplasma
basofilik, banyak mengandung sitoplasma retikulum kasar Fungsinya adalah
mensintesis imonoglobulin Sel endothelial, terdiri atas vesikel pinositotik Fungsinya
sebagai lapisan pembuluh darah dan jaringan limfank. (Racmi Fanani Hakim, 2021)
Inervasi Mukosa Mulut
Persyarafan lamina propria terdiri dari syaraf sensoris, berbentuk anyaman
pada lapisan terdalam lamina propria dan membentuk suatu fleksus halus. Syaraf
Modul Pencabutan Gigi 29
sensoris berakhir sebagai akhir syaraf bebas atau yang terorganisasi ditemukan baik
pada lamina propria maupun di dalam epitel.
Syaraf khusus seperti pada Meissner, Ruffini, dan Badan Krause dan organ
akhir mukokutanea terlihat pada lamina propria. Anyaman syaraf sensoris berkembang
baik pada mukosa penutup di bagian anterior lidah dan daerah palatum keras yang
sangat sensitif terutama terhadap perabaan dan perubahan temperature (Racmi Fanani
Hakim, 2021)
Vaskularisasi mukosa mulut
Oral mukosa kaya akan suplai darah dari arteri. Tidak seperti di kulit, di
mukosa mulut vena tidak berperan penting tapi memiliki banyak anastomose dengan
kapiler. Variasi Struktural dibagi dalam:
1. Mukosa mastifikasi/penguyahan Mempunyai jaringan ikat berserat kolagen
padat, epitel dan stratum korneum kurang fleksibel. Mukosa mastikasi
berfungsi menahan tekanan fisik yang lebih besar.
2. Mukosa penutup Mukosa penutup terdapat pada mukosa labium, mukosa
bukal dasar mulut, permukaan ventral lidah, alveolus vestibulum, dan
palatum lunak Janngan ikat yang elastis sehingga epitel dapat
direnggangkan
3. Mukosa khusus terdapat pada permukaan dorsal lidah yang berfungsi
sebagai pengecap.
5. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan dan mengeluarkan air fur yang berfungsi
Membersihkan mulut, melembabkan dan melarutkan bahan kimia makanan,
Membantu pembentukan bolus makanan kelenjar mengandung enzim yang memecah
pati.
Kelenjar ludah terdiri dan tiga pasang kelenjar ekstrak (keleryar saliva mayor)
yaitu parotis, submandibular, dan sublingual Kelenjar kudah Intrinsik (kelenjar saliva
minor) banyak ditemukan pada mukosa mulut bagian bukal sebagai kelenjar bukal,
merupakan kelenjar saliva minor yang tersebar di seluruh mukosa mulut. (Racmi
Fanani Hakim, 2021)
Kelenjar saliva mayor
1. Kelenjar parotis
Kelenjar parotis terletak di anterior telinga di antara otot masseter dan kulit.
Duktus parotis, terbuka ke ruang depan di sebelah molar atas kedua
2. Kelenjar saliva submandibular
Kelenjar submandibular, terletak di sepanjang aspek medial tubuh rahang
bawah Salurannya terbuka di dasar frenulum lingual.
3. Kelenjar saliva sublingual
Kelenjar saliva sublingual terletak di anterior kelenjar submandibular di bawah
lidah. Salurannya terbuka melalui 10-12 saluran ke dasar mulut.
30
Saliva
Saliva adalah cairan kompleks rongga mulut yang disekresikan oleh kelenjar
saliva mayor dan minor yang terdapat pada mukosa mulut. Sekitar 90% air liur yang
terbentuk di rongga mulut diproduksi oleh kelenjar submandibular, kelenjar sublingual
dan kelenjar parotis, 10% lainnya oleh kelenjar ludah kecil lainnya. Seluruh laju aliran
saliva yang tidak distimulasi adalah sekitar 0,3-0,4 ml/menit. Air liur akan membantu
melindungi gigi. lidah, selaput lendir mulut, dan orofaring Air liur yang disekresi oleh
kelenjar ludah terdiri dari 99.5% air dan 0,5% zat lain, berupa komponen organik dan
anorganik. Komponen organik saliva terdiri dari protein, lipid, urea, asam amino,
glukosa, vitamin, dan amonia. Komponen anorganik saliva terdiri dari natrium,
kalium, kalsium, magnesium, klorida, sulfat, dan fosfat.
Saliva merupakan suatu larutan cairan encer yang mengandung unsur organik
dan inorganik yang terdapat dalam lingkungan mulut. Saliva berperan penting pada
pengunyahan, menelan dan juga proses bicara (Racmi Fanani Hakim, 2021)
Pengendalian Salivasi
Kelenjar intrinsik menjaga mulut tetap lembab, kelenjar ludah ekstrinsik
mengeluarkan air liur yang kaya enzim dan serosa sebagai respons terhadap makanan
yang tertelan yang merangsang kemoreseptor dan pressoreseptors pikiran tentang
makanan akan menstimulasi saraf simpatis yang kuat menghambat air liur dan
menyebabkan mulut kering (Racmi Fanani Hakim, 2021)
Fungsi Utama Saliva
Fungsi utama saliva adalah untuk lubrikasi, pencernaan, solvent action (bahan
pelarut), antibakteri, antijamur, buffering action. remineralisasi, pengaturan suhu serta
produksi growth factor dan regulasi peptide (Racmi Fanani Hakim, 2021)
Komponen periodontium terdiri dari sementum, ligament periodontal, gingiva dan tula
ng alveolar. Periodontal berfungsi bersama semua komponennya untuk mendukung gigi berad
a dalam soketnya. Periodonsium menahan perpindahan tekanan selama pengunyahan, berbicar
a maupun saat penelanan. Pemeliharaan posisi spasial pada tiap gigi berkenaan kepada sekitar
tulang dan gigi lain dalam lengkung. Ligament periodontal membuat sejumlah pergerakan ter
batas pada gigi di dalam soket, sekaligus mencegah pergerakan besar selama kontak oklusal d
an hal ini melindungi pembuluh darah, pembuluh saraf dalam periodontium terutama bagian y
ang masuk ke apical foramen.
Jaringan gingiva melidungi jaringan periodontal lainnya dari lingkungan mulut melalu
i perlindungan terhadap masuknya mikroorganisme dan subtansi toksik lainnya dari rongga m
ulut. Sebagai tambahan, peran supporting dan perlindungan, jaringan periodontal juga terlibat
dalam erupsi gigi, serta perkembangan pemeliharaan oklusi.
1. SEMENTUM
32
2. LIGAMEN PERIODONTAL
Ligamen periodontal adalah jaringan konektive yang padat, berada diantara
sementum dan tulang alveolar. Ligament periodontal berfungsi sebagai pendukung
dan pelekat antara tiap gigi dalam tulang rahang. Dalam arah servical
berkesinambungan dengan lamina propria gingiva.
Seperti semua konektive tissue, ligament periodontal berisi campuran sel,
matriks ekstraselular dan serabut, bersama dengan pembuluh darah dan pembuluh
syaraf. Kepadatan ligament periodontal merupakan hasil dari sejumlah bundle
serabut kolagen. Bundle serabut kolagen ini menahan berbagai tekanan terhadap
gigi, mengganti serabut utama dari ligemen periodontal. Serabut kolagen dikenal
juga sebagai serat oksitalan. Sel utama ligament adalah fibroblast yang disintesis
dan mendegradasi serabutnya. Osteoblast dan sementoblas ditemukan di perifer
dari ligament dan juga berisi osteoklas. Sel primitive mesenkhimal sel mast,
makrofag, eosinophil, dan limfosit juga merupakan komponen mormal pada
ligament periodontal. Matriks ekstrasulelar terbuat dari berbagai makromolekul
termasuk glikosaminoglikan, glikoprotein, dan proteoglikan (Racmi Fanani
Hakim, 2021)
3. TULANG ALVEOLAR
Tulang alveolar membentuk bagian maksila dan mandibular yang mensupport
gigi. Badan maksila dan mandibula terbagi menjadi basal dan komponen alveolar
Modul Pencabutan Gigi 33
melalui lapisan dasar dari lapisan tulang dari soket gigi/soket atau alveoli mengisi
prosesus alveolar. Struktur histologis tulang alveolar sama dengan struktur tulang
pada bagian tubuh lainnya, namun membentang pada gigi untuk membentuk
matriks fungsional yang memelihara dan pengembangan. Setelah kehilangan gigi,
tulang alveolar mengalami resorpsi, sebaliknya kegagalan perkembangan gigi
menyebabkan kegagalan perkembangan tulang alveolar.
Struktur prosesus alveolar terdiri dari lapisan padat di luar dari tulang
kompakta, lempeng kortikal luar, pada bagian permukaan labial dan lingual yang
merupakan kelanjutan dari tulang kompakta dari bagian basal maksila dan
mandibular. Pada puncak alveolar, lapisan ini, tulang kompakta berlanjut ke
sekitar gigi untuk membentuk lapisan kepadatan radio dari alveolus, bagian dalam
lempeng kortikal, yang disebut lamina dura secara radiologis.
Tulang alveolar disebut juga selayaknya tulang karena membentuk tulang ke
dalam serabut utama dari periodontal ligament dan yang melekat atau lempeng
kribriform, karena berpori dan banyak saluran volkman. Secara histologi sering
disebut bundle tulang, karena berisi bundle serat sharpey. Tulang kanselous
ditemukan diantara lamina dura dan bukal lingual lempeng kortikal luar. Tulang
alveolar meluas ke dalam daerah diantara akar gigi dari gigi yang multi root dan
septum interadikular. Septum interdental memisahkan sekitar gigi. Lempeng
kortikal dilapistoleh periosteum, namun lapisan alveolar, termodifikasi oleh
masuknya serabut utama dari ligament periodontal.
Lempeng kortikal dari tulang kompakta secara umum, lebih tebal pada
mandibular dibanding mandibular. Lebih tebal pada bagian lingual dari pada
palatal dari gigi dibandingkan sisi bukal. Pengecualian secara keseluruhan, yang
paling tebal adalah bukal aspek dari gigi posterior mandibular yang bagian
eksternalnya terdapat oblique ridge bergabung dengan prosesus alveolaris. Pada
mandibular, lempeng kortikal kepadatannya tebal, dimana bagian luar maksila
lempeng kortikal berisi sejumlah kecil perforasi yang mentransmisi pembuluh
darah. Pada region anterior, struktur alveolus termodifikasi oleh fusi lempeng
kortikal dengan lamina dura. Hal ini terjadi baik pada aspek bukal dan lingual
insisivus mandibular. Ketebalan tulang pada region yang berbeda maksila dan
mandibular mempengaruhi penggunaan anaetesi lokal pada perawatan dental.
Secara histologis, lamina dura berisi X baik lamella harvers sirkumferensial
dan konsentrik dengan osteosit berada dalam lacuna. Tulang kanselous berisi
trabekula yang ramping dan saling berkaitan yang berisi osteosit. Ukuran dan
bentuk trabekula bervariasi tergantung derajat tekanan yang mengenai tulang,
menjadi sangat luas sekitar gigi yang mendapat tekanan besar namun ramping
pada sekitar tulang gigi yang memiliki antagonis. Remodeling trabekula terjadi
berkesinambungan menunjukkan sejumlah lapisan terbalik. Ruang di antaranya
berisi sumsum tulang, jaringan hematopoietik pada orang dewasa muda, pada anak
34
anak menuju remaja, digantikan dengan sumsum kuning. Lempeng bukal dan
lingual dilapisi periosteum fibrosa yang secara ketat mengikat ke gigiva
dibawahnya dengan kolagen lamina propria umtuk membentuk mukoperiosteum.
Terhadap jaringan vestibulum lebih longgar, membentuk submucosa yang berarti
mukosa alveolar melekat pada lempeng kortikal (Racmi Fanani Hakim, 2021)
Ciri-ciri:
a) Handle sampai dengan beaknya lurus
b) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil
2. Tang mahkota gigi posterior rahang atas decidui
Ciri-ciri:
a) Handle sampai dengan beaknya bengkok/membentuk sudut
b) Kedua beak tidak bertemu
Ciri-ciri:
a) Handle dan sampai dengan beeknya berbentuk bayonet, ada yang
berbentuk S
b) Kedua paruh bila ditutup akan bertemu
c) Tang untuk akar gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil
Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya membentuk sudut 90
b) Kedua paruh bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk mahkota gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil
Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya membentuk sudut 90
Modul Pencabutan Gigi 37
Ciri-ciri:
a) Antara handle sampai dengan beaknya 90°
b) Kedua paruh/beaknya bila ditutup akan bertemu
c) Tang untuk akar gigi kiri dan kanan sama
d) Bentuknya kecil
Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya lurus.
b) Kedua paruh/ beek tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
Ciri-ciri:
a) Antara handle dengan beaknya seperti S
b) Kedua paruh beak bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya seperti huruf S
b) Kedua paruh beek tidak bertemu
c) Bagian bucal berlekuk dan yang tidak berlekuk bagian palatal
d) Kiri dan kanan berbed
Ciri-ciri:
a) Handle sampai beeknya lurus
b) Kedua paruh bila ditutup bertemu
c) Tang akar gigi anterior kiri dan kanan sama
Ciri-ciri:
Modul Pencabutan Gigi 39
Ciri-ciri:
a) Handle sampai becknya seperti" Bayonet
b) Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu
c) Tang untuk gigi kiri dan kanan sama
Ciri-ciri:
a) Handle dan sampai dengan beeknya 45°
b) Kedua paruh beek bila ditutup tidak bertemu
c) Kedua paruh beak tidak berlekuk
8. Tang mahkota gigi molar rahang bawah permanent
Ciri-ciri:
a) Handle dan sampai dengan beeknya 90°
40
Ciri-ciri:
a) Antara handle sampai dengan beeknya membentuk sudut 90°
b) Kedua paruh bila ditutup akan bertemu
c) Tang akar untuk semua rahang bawah permanen
C. Bein Bengkok
Ciri ciri:
a) Alat dari bahan stenless steel yg bagian ujungnya tajam dan rapih
b) Bentuknya bengkok: mesial dan distal
D. Bein Lurus
Ciri-ciri:
a) Alat terbuat dari stenles steel bagian ujungnya tajam dan pipih
b) Bentuknya lurus
E. Cryer
Modul Pencabutan Gigi 41
Ciri-ciri:
a) Alat dari bahan stenless steel yg berbentuk "T"
b) Bentuk ujungnya berbeda-beda untuk kiri dan kanan
F. Alat Suntik
1. Citojec
Ciri-ciri:
a) Harus menggunakan obat injeksi yang khusus dengan jarum yg lebih kecil
b) Cara memasukan/menekan pada waktu mengeluarkan obat ada samping
dan dari belakang tanpa aspirasi
2. Disposible
Ciri-ciri:
a) terbuat dari plastik
b) alat ini untuk sekali pakai kemudian dibuang (Larasati et al., 2018)
2.4.2 Kegunaan alat
Kegunaan:
Untuk mencabut gigi posterior atas sulung
C. Bein bengkok
Kegunaan :
Untuk melepaskan gigi dari jaringan periodontium
D. Bein lurus
Kegunaan:
Untuk melepaskan gigi dari jaringan periodontium
E. Cryer
Kegunaan:
Untuk mengambil sisa akar
F. Alat suntik
Kegunaan:
sebagai alat untuk injeksi anastesi sebelum dilakukan pencabutan gigi (Larasati et al.,
2018)
Alat dipegang dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah seperti kita memegang
pena untuk menulis tetapi tidak identik. Sedangkan jari manis dan atau jari
kelingking sebagai titik tumpuan pada jaringan keras gigi pada waktu melakukan
preparasi. Cara ini digunakan bila melakukan preparasi menggunakan contra angle
handpiece maupun hand instrument.
2. Inverted pen grasp
Posisi jari sama dengan modified pen grasp, tetapi digunakan bila operator
mengerjakan geligi rahang atas dimana jari dan alat menghadap ke atas.
3. Palm and thumb grasp
Phantom dapat dinaik turunkan atau ditengadahkan serta diatur setinggi siku
operator. Selama bekerja posisi badan operator harus tegak. Pembukaan rahang
phantom antara geligi depan rahang atas dan bawah tidak melebihi tiga jari (jari
telunjuk, tengah dan jari manis) operator. Bila mengerjakan geligi rahang atas
maka phantom dinaikkan dan ditengadahkan 30 derajat. Bila mengerjakan geligi
rahang bawah maka rahang bawah phantom disejajarkan dengan lantai. Untuk
melakukan pekerjaan tangan kiri operator memegang kaca mulut,sedangkan
tangan kanan memegang peralatan yang lain, misalnya kaca mulut yang kedua,
ekskavator, sonde, plastic filling instrument dan lain-lain.(Gigi & Iii, 2015)
2. Rahang atas kiri, operator berada dii jam 10 dan kepala pasien menoleh
kearah operator.
46
3. Rahang bawah kiri, operator berada dijam 9 dan kepala pasien menoleh ke
arah operator.
5. Anterior RA dan RB, operator berada dibagian depan yaitu posisi jam 8.
c. Posisi Pasien
1. Rahang atas
Kepala pasien setinggi bahu operator.
RA tidak terlalu tengadah, oklusal plan RA membentuk 45 derajat
terhadap lantai
Wajah pasien menghadap ke kanan waktu pencabutan kiri, dan
sebaliknya.
2. Rahang bawah
Bahu pasien setinggi siku operator
Oklusal plan RB sejajar dengan lantai
Wajah pasien menghadap ke kanan waktu pencabutan kiri, dan
sebaliknya. (Astuti, 2018)
1. Infeksi stomatitis akut, infeksi Vincent akut atau herpetic stomatitis, dan lesi s
ejenis harusnya dihilangkan sebelum pertimbangan untuk tindakan ekstraksi.
Pengecualian untuk abses dentoalveolar akut disertai selulitis, ini memerlukan
pencabutan segera.
2. Blood dyscrasias membuat pasien rentan terhadap infeksi postoperatif dan he
moragi. Ekstraksi dapat dilakukan jika ada rekomendasi dari hematologis dan
persiapan yang baik dari pasien.
3. Acute atau chronic rheumatic heart disease, kelainan jantung kongenital dan g
angguan ginjal membutuhkan antibiotik yang tepat.
4. Acute pericementitis, abses dentoalveolar dan selulitis harusnya dirawat deng
an pemberian antibiotik preoperatif dan postoperative.
5. Infeksi sistemik akut pada masa kanak-kanak merupakan kontraindikasi pemil
ihan tindakan ekstraksi pada anak- anak karena daya tahan tubuh yang rendah
memungkinan terjadinya infeksi sekunder.
6. Malignancy, jika diduga terdapat keganasan, maka pencabutan gigi merupaka
n kontraindikasi. Trauma dari ekstraksi memiliki kecenderungan untuk memp
ertinggi laju pertumbuhan dan penjalaran tumor. Pada situasi lain, pencabutan
gigi secara kuat diindikasikan pada pasien. yang menerima terapi radiasi untu
k keganasan pada rahang atau jaringan disekitarnya. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya resiko infeksi pada tulang yang telah terpapar radiasi.
7. Gigi yang tersisa pada tulang yang terpapar radiasi dapat dicabut sebagai usah
a terakhir dan hanya setelah seluruh konsekuensinya dijelaskan kepada orang
tua pasien. Jika gigi harus dicabut, konsultasi dengan radiologis yang menang
aninya perlu dilakukan karena resiko infeksi tulang akan mengikuti ekstraksi
pada kebanyakan kasus walaupun setelah terapi antibiotik, dikarenakan avasc
ulariti yang disebabkan oleh radiasi. Perkembangan infeksi yang tidak terkend
ali hanya dapat diselesaikan dengan reseksi besar dari tulang yang terpapar. O
leh karena itu, pencabutan gigi setelah radiasi sangat berbahaya.
8. Diabetes mellitus merupakan kontraindikasi yang bersifat relatif. Namun, perl
u dipastikan bahwa anak tersebut dalam kondisi kesehatan yang terkendali da
n dalam pengawasan dokter yang merawatnya. Pada kasus diabetes terkendali,
antibiotik bukan prasyarat untuk pencabutan gigi. Penting untuk anak dengan
50
diabetes untuk menjaga diet setelah operasi untuk menjaga metabolisme gula
dan lemak pada anak tetap stabil (Nur Adibah Hanum, 2022)
Untuk mendukung diagnosa yang benar dan tepat serta menyusun rencana
perawatan yang tidak menimbul kan akibat yang tidak diinginkan, maka sebelum
dilakukan tindakan eksodonsi atau tindakan bedah lainnya harus dipersiapkan da
hulu suatu pemeriksaan yang teliti dan lengkap, Yaitu dengan pertanyaan adakah
kontra indikasi eksodonsi atau tindakan bedah lainnya yang disebabkan oleh fakt
or lokal atau sistemik Kontra indikasi eksodonsi akan berlaku sampai dokter spes
ialis akan memberi ijin atau menanti keadaan umum penderita dapat menerima su
atu tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi yang membahayakan bagi jiw
a penderita.
Kontra indikasi lokal
a. Pada infeksi gingiva akut
b. Pericoronitis
c. Kelainan Pada periapikal seperti abses periapikal
d. Sinusitis maksilaris
e. Gigi yang berada dalam jaringan tumor
Kontra indikaasi sistemik
Pasien dengan kontra indikasi yang bersifat sistemik memerlukan pertimb
angan khusus untuk dilakukan eksodonsi, Bukan kontra indikasi mutlak dari ekso
donsi Faktor-faktor ini meliputi pasien-pasien yang memiliki riwayat penyakit kh
usus. Dengan kondisi riwayat penyakit tersebut, eksodonsi bisa dilakukan dengan
persyaratan bahwa pasien sudah berada dalam pengawasan dokter ahli dan penya
kit yang menyertainya bisa dikontrol dengan baik. Hal tersebut penting untuk me
nghindari terjadinya komplikasi sebelum pencabutan, saat pencabutan, maupun s
etelah pencabutan gigi.
1. Diabetes mellitus
Malfungsi utama dari Diabetes Mellitus adalah penurunan absolut atau r
elatif kadar insulin dalam darah yang mengakibatkan kegagalan metabolisme
glukosa Penderita Diabetes dapat digolongkan menjadi :
a. Diabetes Melitus ketergantungan insulin (IDDM tipe 1. juvenile, ketot
ik, britile) Terjadi setelah infeksi virus dan produksi antibodi autoimu
n pada orang yang predisposisi antigen HLA. Biasanya terjadi pada pa
sien yang berumur di bawah 40 tahun.
2. Kehamilan
Pregnancy bukan kontraindikasi terhadap pembersihan kalkulus ataupu
n ekstraksi gigi, karena tidak ada hubungan antara pregnancy dengan pembek
uan darah. Perdarahan pada gusi mungkin merupakan manifestasi dari pregna
ncy gingivitis yang disebabkan pergolakan hormon selama pregnancy. Yang
52
perlu diwaspadai adalah sering terjadinya kondisi hipertensi dan diabetes mell
itus yang meskipun sifatnya hanya temporer, akan lenyap setelah melahirkan,
namun cukup dapat menimbulkan masalah saat dilakukan tindakan perawatan
gigi yang melibatkan perusakan jaringan dan pembuluh darah. Jadi, bila ada p
asien dalam keadaan pregnant bermaksud untuk scaling kalkulus atau ekstrak
si, sebaiknya dirujuk dulu untuk pemeriksaan darah lengkap, laju endap darah
dan kadar gula darahnya. Jangan lupa sebelum dilakukan tindakan apapun, p
asien dilakukan tensi dulu.
Kalau memang ada gigi yang perlu diekstraksi (dimana hal itu tidak bis
a dihindari lagi, pencabutan gigi (dan juga tindakan surgery akut lainnya sepe
rti abses,dil) bukanlah suatu kontraindikasi waktu hamil. Hati-hati bila pada 3
bulan pertama, rontgen harus dihindari saja kecuali kasus akut (politrauma, fr
aktur, dil). Hati-hati bila menggunakan obat bius dan antibiotic, (ada daftarny
a mana yang boleh dan mana yang tidak boleh (FDA) sedative (nitrous oxide,
dormicum itu tidak dianjurkan). Kalau memang harus dicabut giginya atau sc
alling pada ibu hamil, waspada dengan posisi tidurnya jangan terlalu baring, k
arena bisa bikin kompresi vena cafa inferior. Kalau memang riskan, dan pera
watan gigi-mulut tidak dapat ditunda sampai post-partus, maka sebaiknya tind
akan dilakukan di kamar operasi dengan bekerja sama dengan tim code blue,
atau tim resusitasi. Ekstraksi gigi pada pasien hamil yang sehat bisa dilakukan
dengan baik dan aman di praktek, clinic biasa, atau rumah sakit. Kesulitan ya
ng sering timbul pada ekstraksi gigi pada ibu hamil adalah keadaan psikologis
nya yang biasanya tegang, dll. Seandainya status umum pasien yang kurang j
elas sebaiknya di konsulkan dulu ke dokter obgin-nya.
3. Penyakit Kardiovaskuler
Sebelum menangani pasien perlu mengetahui riwayat kesehatan pasie
n baik melalui rekant medisnya atau wawancara langsung dengan pasien. Jika
ditemukan pasien dengan tanda-tanda sesak napas, kelelahan kronis, palpitasi
sukar tidur dan vertigo maka perlu dicurigai bahwa pasien tersebut menderita
penyakit jantung. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan lanjut yang teliti d
an akurat, misalnya pemeriksaan tekanan darah. Hal ini dimaksudkan untuk
mendukung diagnosa sehingga kita dapat menyusun rencana perawatan yang
tepat dan tidak menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Pada penyakit kar
diovaskuler, denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah pasien naik menye
babkan bekuan darah yang sudah terbentuk terdorong sehingga terjadi perdar
ahan. Pasien dengan penyakit jantung termasuk kontra indikasi eksodonsi.
Kontra indikasi eksodonsi di sini bukan berarti tidak boleh melakuka
n tindakan eksodonsi pada pasien ini, namun dalam penangannannya perlu ko
nsultasi pada para ahli, dalam hal ini dokter spesialis jantung. Dengan berkon
sultasi, kita bisa mendapatkan rekomendasi atau izin dari dokter spesialis men
genai waktu yang tepat bagi pasien untuk menerima tindakan eksodonsi tanpa
terjadi komplikasi yang membahayakan bagi jiwa pasien serta tindakan penda
mping yang diperlukan sebelum atau sesudah dilakukan eksodonsi, misalnya
Modul Pencabutan Gigi 53
saja penderita jantung rema harus diberi penicillin sebelum dan sesudah ekso
donsi dilakukan.
4. Hipertensi
Bila anestesi lokal yang kita gunakan mengandung vasokonstriktor, pe
mbuluh darah akan menyempit menyebabkan tekanan darah meningkat, pemb
uluh darah kecil akan pecah, sehingga terjadi perdarahan. Apabila kita meng
gunakan anestesi lokal yang tidak mengandung vasokonstriktor, darah dapat t
etap mengalir sehingga terjadi perdarahan pasca ekstraksi Penting juga ditany
akan kepada pasien apakah dia mengkonsumsi obat-obat tertentu seperti obat
antihipertensi, obat-obat pengencer darah, dan obat-obatan lain karena juga da
pat menyebabkan perdarahan.
5. Kelainan Darah
a. Purpura hemoragik
Pada pasien dengan keadaan scurvy lanjut maka perdarahan ke dan
dari dalam gusi merupakan keadaan yang biasa terjadi. Hal ini disebabkan
karena fragilitas kapiler (daya tahan kapiler abnormal terhadap rupture) pa
da pasien tersebut dalam keadaan kurang, sehingga menuju kearah keadaa
n mudah terjadi pendarahan petechie dan ecchimosis. Perlu ditanyakan ke
pada pasien tentang riwayat perdarahan pasca eksodonsia, atau pengalama
n pendarahan lain. Selanjutnya diteruskan pada pemerikasaan darah yaitu
waktu pendarahan dan waktu penjedalan darah, juga konsentrasi protromb
in.
b. Leukemia
Pada lekemia terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leuko
sit dan prekursornya dalam darah dan sumsum tulang. Sehingga mudah in
feksi dan terjadi perdarahan.
c. Anemia
Ciri-ciri anemia yaitu rendahnya jumlah hemoglobin dalam darah s
ehingga kemampuan darah untuk mengangkut oksigen menjadi berkurang.
Selain itu, penderita anemia memiliki kecenderungan adanya kerusakan
mekanisme pertahanan seluler
d. Hemofilia
Setelah ekstraksi tindakan gigi yang menimbulkan trauma pada pe
mbuluh darah, hemostasis primer yang terjadi adalah pembentukan platele
t plug (gumpalan darah) yang meliputi luka, disebabkan karena adanya int
eraksi antara trombosit, faktor-faktor koagulasi dan dinding pembuluh dar
ah. Selain itu juga ada vasokonstriksi pembuluh darah Luka ekstraksi juga
memicu clotting cascade dengan aktivasi thromboplastin, konversi dari pr
othrombin menjadi thrombin, dan akhirnya membentuk deposisi fibrin Pa
da pasien hemofilli A (hemofilli klasik) ditemukan defisiensi factor VIII P
ada hemofilli B (penyakit Christmas) terdapat defisiensi faktor IX. Sedan
54
kstraksi gigi menjadi lebih sulit tetapi juga dapat menyebabkan masalah pungg
ung yang lama pada operator. Posisi operator dideskripsikan sebagai posisi op
erator yang menggunakan tangan kanan, untuk operator yang menggunakan ta
ngan kiri, posisi ini harus dibalik. Ekstraksi dari keseluruhan gigi pada rahang
atas dan molar bawah kiri dan gigi depan dikeluarkan dengan posisi operator b
erdiri menghadap pasien dan berdiri disisi kiri dari kursi gigi. Ekstraksi gigi da
ri molar bawah kanan dilakukan dengan posisi operator berdiri pada sisi kanan
belakang pasien.
c. posisi kursi
Posisi kursi gigi adalah faktor yang penting bagi pasien dan operator. P
osisi atau tinggi yang salah akan mengarah pada ketidaknyamanan atau stress
otot pada operator, yang dapat menghasilkan kelelahan yang tidak perlu dan k
emungkinan kegagalan ekstraksi pada pasien. Untuk ekstraksi dari gigi pada k
uadran kiri bawah (molar bawah kiri) dan gigi anterior bawah, posisi dalam pe
ncabutan harus sejajar atau dibawah siku dengan kursi disandarkan kira-kira 3
0° terhadap lantai. Untuk pencabutan pada kuadran bawah kanan( molar kanan
bawah) posisi pencabutan harus 6 inchi atau 15 cm dibawah siku dengan kursi
sedikit diturunkan.
a. Untuk ekstraksi gigi maxilla, dental chair diposisikan sekitar 60 derajat terh
adap lantai
b. Selama ekstraksi pada kuadran maxilla sebelah kanan, kepala pasien seharu
snya mengarah ke operator, sehingga akses yang cukup dan visualisasi bisa
didapatkan
c. Untuk ekstraksi gigi anterior maxilla, kepala pasien harus diposisikan lurus
kedepan
d. Pada ekstraksi kuadran maxilla sebelah kiri, kepala pasien hanya sedikit dia
rahkan keoperator.
e. Untuk ekstraksi mandibula, pasien harus diposisikan lebih tegak lurus sehi
ngga ketika mulut dibuka,occlusal plane sejajar dengan lantai
f. Posisi kursi harus lebih rendah dari pada posisi kursi saat ekstraksi gigi per
manen, dan lengan operator pada sudut 120 derajat pada siku.
gigi diputar secara sejajar sumbu panjang gigi kearah mesio palatinal,
disto palatinal, mesio buccal, disto buccal ‡ (sepuluh derajat). Dengan gerak
an ini, membrane periodontal akan sobek atau putus dan melepaskan akar da
ri tulang alveolar.
b. Gerakan Luksasi
gigi digoyangkan kejurusan palatinal dan buccal, palatinal labial, lingu
al buccal, lingual labial. Dengan gerakan ini, tulang alveolar menjadi lebih b
esar atau lebar sehingga memudahkan pencabutan.
c. Gerakan Ekstraksi
gerakan mencabut gigi sejajar sumbu panjang gigi, dilakukan setelah
gigi goyang.
d. Gerakan Pencabutan Kombinasi
kombinasi antara gerakan pencabutan rotasi-gerakan pencabutan luks
asi, gerakan pencabutan rotasi-gerakan pencabutan ekstraksi dan atau Gerak
an pencabutan luksasi-gerakan pencabutan ekstraksi.
3. Teknik Ekstraksi Gigi
Teknik pencabutan gigi terdiri atas 2 yaitu:
a. Pencabutan Intra Alveolar
Pencabutan intra alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi deng
an menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini
sering juga di sebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa di
lakukan pada sebagian besar kasus pencabutan gigi. Dalam metode ini, blad
e atau instrument yaitu tang atau bein ditekan masuk ke dalam ligamentum
periodontal diantara akar gigi dengan dinding tulang alveolar. Bila akar tela
h berpegang kuat oleh tang, dilakukan gerakan kea rah buko-lingual atau bu
ko-palatal dengan maksud menggerakkan gigi dari socketnya. Gerakan rota
si kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan dan ge
rakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol shingga fraktur gigi d
apat dihindari.
b. Pencabutan Trans Alveolar
Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan denga
n metode intra alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dil
akukan pencabutan dengan metode trans alveolar. Metode pencabutan ini di
lakukan dengan terlebih dahulu mengambil Sebagian tulang penyangga gigi.
Metode ini juga sering disebut metode terbuka atau metode surgical yang d
igunakan pada kasus-kasus:
Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar
Gigi yang mengalami hypersementosis atau ankylosis
Gigi yang mengalami germinasi atau dilacerasi
Modul Pencabutan Gigi 57
Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan de
ngan bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxilla
ris.
Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans alveolar harus dib
uat secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak dinginka
n. Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda yang dise
suaikan dengan keadaan dari setiap kasus. Secara garis besarnya, komponen
penting dalam perencanaan adalah bentuk flap mukoperiostal, cara yang dig
unakan untuk mengeluarkan gigi atau akar gigi dari socketnya, seberapa ban
yak pengambilan tulang yang diperlukan.
c. Pinch grasp dan telapak tangan keatas digunakan untuk gigi Rahang
Atas sedangkan Sling Grasp dan telapak tangan kebawah digunakan
untuk gigi Rahang Bawah.
d. Berikan tekanan lateral (fasial/lingual) serta rotasional.
e. Untuk rahang atas: Tekanan pencabutan utama adalah ke lateral terut
ama fasial, karena gigi terungkit kearah tersebut. Tekanan rotasional
digunakan untuk melengkapi tekanan lateral, biasanya dilakukan set
elah terjadi sedikit luksasi.
f. Untuk rahang bawah: tekanan yang diberikan adalah tekanan lateral
fasial, karena arah pengeluaran gigi adalah fasial. Tekanan rotasional
bisa juga bermanfaat.
Masalah Kesehatan gigi, khususnya penyakit gigi dan mulut menjadi prioritas untuk
mendapatkan perhatian yang serius. Penyakit gigi dan mulut yang paling banyak di temukan
baik di negara maju maupun negara yang sedang berkembang adalah karies gigi dan penyakit
periodontal.
Menurut Howe (1999) pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa rasa sakit satu
gigi utuh, atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga
bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak terdapat masalah prostetik pasca
operasi dimasa mendatang.(Howe, G. 1999.)
Data pencabutan gigi akibat karies didapatkan melalui data sekunder berupa buku register
selama dua tahun, yaitu tahun 2017 sampai 2018. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan
jumlah tertinggi angka pencabutan gigi selama tahun 2017- 2018 adalah jenis kelamin
perempuan dengan jumlah 71 dan 65 responden. Jenis kelamin perempuan paling banyak
melakukan pencabutan gigi pada tahun 2018 (60,2%) bila dibandingkan dengan laki-laki di
tahun 2018 hanya sebesar (39,8%). Bila dikalkulasikan pada tahun 2017 samapai 2018.
terjadi penurunan jumlah pasien pencabutan gigi dari 56,5% menjadi 43,5%. Secara alamai
wanita memiliki kecenderungan mengalami karies gigi lebih tinggi akibat fluktuasi hormonal
pada saat-
Modul Pencabutan Gigi 61
saat tertentu seperti menstruasi, bila dibanding kan laki-laki yang tidak mengalamai
menstruasi. Selain dari akibat fluktiasi hormonal, kurangnya menjaga kebersihan gigi dan
mulut serta prilaku menyikat gigi yang salah seperti waktu menyikat gigi yang terlalu lama
dan salah dalam pemilihan pasta gigi merupakan hal- hal yang dapat menyebabkan penyakit
karies pada gigi.(Mukhbitin F. 2017.)
r.
s. Pencabutan pada gigi yang sudah goyang (anestesi dengan Chlor Ethyl)
t.
u.
v. Letakkan ujung tang (beak/ paruh) pada bagian bukal dan lingual/ palatinal
gigisampai cervical gigi/ bifurkasi gigi.
w.
x.
y. Pada gigi dengan akar tunggal (gigi anterior), gerakan pencabutan rotasi
(gigidiputar sesuai sumbu panjang gigi) dan ekstraksi (gigi digerakkan kea rah
pertumbuhan gigi).
terjadi pada tindakan pencabutan gigi perlu diinformasikan secara rinci pada pasien
dan atau keluarganya dan dibuat secara tertulis (informed consent) untuk mencegah
terjadinya masalah di kemudian hari (yusuf, Harmas yazid. Murniati, 2018) .
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur tindakan yang menggabungkan
prinsip operasi dan prinsip fisika serta mekanika. Bila prinsip-prinsip tersebut dapat
diaplikasikan dengan benar maka gigi dapat dikeluarkan dari soketnya tanpa sekuele
yang berarti. Penting untuk dipahami bahwa pencabutan gigi tidak memerlukan daya
besar, tetapi dilakukan dengan ketrampilan dan daya yang terkontrol. Daya besar akan
mengakibatkan cedera jaringan, merusak tulang dan gigi,serta menambah
ketidaknyamanan dan kecemasan pasien. Pencabutan gigi merupakan tantangan bagi
dokter gigi karena memerlukan anestesi lokal yang adekuat untuk mencegah nyeri
pada waktu pencabutan dan sekaligus mengendalikan kecemasan pasien. Beragam
kesulitan dapat dijumpai pada pencabutan gigi seperti faktor usia, status kesehatan
umum pasien, etnik, anatomi (trismus, ukuran lidah, struktur gigi), status mental (rasa
cemas), dan kemampuan kerja sama pasien.
Indikasi pencabutan gigi adalah gigi dengan karies besar yang tidak dapat
direstorasi, nekrosis pulpa yang tidak dapat dilakukan perawatan saluran akar,
penyakit periodontal parah, persiapan perawatan ortodontik, gigi malposisi yang tidak
dapat dirawat ortodonti, gigi patah, gigi yang mengganggu penempatan dan desain
protesa, gigi terpendam yang dapat menimbulkan masalah pathosis (infeksi, inflamasi,
resorbsi tulang), gigi berlebih, pre terapi radiasi daerah kepala dan leher, gigi pada
garis fraktur rahang, pada pasien psikiatrik dengan sejarah menggigit, dan alasan
ekonomi Kontra indikasi pencabutan gigi dapat berupa faktor local dan sistemik.
Faktor lokal terutama adalah adanya riwayat terapi radiasi kanker daerah kepala leher
karena dapat mengakibatkan osteoradionekrosis, gigi yang terdapat di dalam tumor
terutama tumor ganas dan infeksi akut pada jaringan periodontal, sedangkan faktor
sistemik adalah karena kondisi kesehatan umum pasien memang tidak memungkinkan
untuk dilakukan tindakan operasi
Komplikasi pencabutan gigi dapat terjadi akibat factor lokal atau sistemik serta
dapat terjadi sewaktu tindakan atau setelah tindakan. Tata laksana terbaik dan
termudah mengatasi komplikasi adalah dengan tindakan pencegahan sebelum terjadi
Modul Pencabutan Gigi 65
2) Edema
Modul Pencabutan Gigi 69
Dry Socket adalah suatu kondisi hilangnya blood clot dari soket gigi.
Komplikasi yang paling sering terjadi, dan paling sakit sesudah pencabutan
gigi adalah dry socket. Dry socket terjadi sekitar 3% setelah dilakukan
tindakan pencabutan gigi. Komplikasi ini sering terjadi setelah pencabutan gigi
posterior dan lebih sering terjadi pada rahang bawah daripada di rahang atas.
Regio molar bawah adalah daerah yang sering terkena, khususnya alveolus
molar ketiga. Dry socket lebih sering terjadi setelah pencabutan gigi yang
menggunakan anastesi lokal daripada pencabutan gigi yang menggunakan
anastesi umum. Ada beberapa penyebab dari timbulnya dry socket. Dry socket
bisa terjadi karena trauma selama pencabutan gigi, penurunan perdarahan yang
diakibatkan karena penggunaan injeksi epinephrine atau vasokonstriktor
lainnya. Selain itu penyebab lain dry socket adalah karena adanya infeksi pada
soket gigi setelah pencabutan gigi, tulang yang tebal, hilangnya blood clot.
Trauma dan infeksi adalah penyebab utama dari timbulnya dry soket.
Adanya trauma dan infeksi menyebabkan timbulnya reaksi inflamasi pada
sum-sum tulang dan akan terjadi pelepasan tissue activator. Pelepasan ini akan
menyebabkan terjadinya perubahan plasminogen di dalam clot menjadi
plasmin. Agen fibrinolitik ini akan menghacurkan blood clot dan pada saat
yang bersamaan, terjadi pelepasan kinin dari kinogen, yang juga di dalam clot,
sehingga akan menimbulkan terjadinya rasa sakit.Sedangkan menurut Kruger
(1974), penyebab dari munculnya dry socket tidak diketahui, tetapi ada
beberapa Faktor yang dapat meningkatkan insiden terjadinya dry socketyaitu
truma, infeksi suplai darah dari tulang sekitar, dan kondisi sistemik. Penyebab
72
dari komplikasi ini juga dapat berhubungan dengan faktor-faktor yang dapat
menghalangi terbentuknya blood clot di dalam alveolus. Pasien dengan dense
osteosclerotic bone, atau gigi dengan osteosclerotic alveolar wall yang
disebabkan karena iinfeksi kronik, merupakan faktor predisposisi munculnya
dry socket.
Dry socket biasanya akan muncul pada hari ke 3-5 sesudah tindakan
bedah atau pencabutan gigi. Keluhan utamanya adalah timbulnya rasa sakit
yang hebat. Pada pemeriksaan terlihat alveolus terbuka, terselimuti kotoran dan
disertai dengan munculnya peradangan gingiva. Menurut Pedlar dan kawan-
kawan (2001), akan terlihat adanya sisa clot yang berwarna abu-abu, mukosa
sekitar dan alveolus akan berwarna merah dan bengkak. Inflamasi akan
menyebar secara mesiodistal melalui alveolus, menyebabkan timbulnya rasa
empuk pada gigi disebelahnya jika dilakukan penekanan. Biasanya jika hal ini
terjadi pasien akan merasa bahwa telah terjadi salah pencabutan gigi karena
akan muncul rasa sakit pada gigi sebelahnya. Selain itu juga akan timbul bau
mulut dan terdapat local lymphadenitis.
Pencegahan Komplikasi Dry Socket
Insiden terjadinya komplikasi ini dapat dicegah. Karena ada
keterlibatan bakteri yang dapat menimbulkan dry scoket, maka
sebelum tindakan pencabutan gigi dilakukan pemberian
prophylactic administration berupa metronidazole, atau melakukan
irigasi pada gingival crecive dengan menggunakan Menurut Pedlar
dan kawan-kawan (2001), pencegahan komplikasi ini dapat
dilakukan dengan mengurangi trauma, pembersihan alveolus,
dilakukan packing sebagai profilaksis dengan pembalut obat.
Pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
atraumatic surgery, hindari terjadinya kontaminasi, dan menjaga
kesehatan umum pasien dengan baik.
Apabila tidak dilakukan perawatan, maka komplikasi ini akan
hilang secara spontan dengan sendirnya. Biasanya dibutuhkan
waktu selama 4 minggu dan selama itu rasa sakit akan tetap timbul.
Modul Pencabutan Gigi 73
5) Fraktur
Fraktur bisa mengenai akar gigi, gigi tetangga atau gigi antagonis,
restorasi, prosesus alveolaris dan kadang-kadang mandibula. Semua fraktur
yang dapat dihindarkan mempunyai etiologi yang sama; yaitu tekanan yang
berlebihan atau tidak terkontrol atau ke- duanya. Cara terbaik untuk
menghindari fraktur di samping tekanan terkontrol adalah dengan
menggunakan gambar sinar-X sebelum melakukan pembedahan. Akar yang
mengalami delaserasi atau getas atau yang dirawat endodontik sering
mengharuskan dilakukannya perubahan pada rencana pembedahan, biasanya
dimulai dari prosedur pencabutan dengan tang (close procedure) sampai
melakukan pembukaan flap. Apabila sesudah dilakukan pencabutan dengan
tang menggunakan tekanan terkontrol tidak terjadi luksasi dan dilatasi
alveolus, ini menunjukkan perlunya dilakukan pembedahan. Pengenalan
adanya fraktur biasanya secara klinik dan mudah terlihat, kecuali untuk fraktur
mandibula. Apabila ini terjadi pada waktu dilakukan pencabutan dengan tang,
atau pembedahan biasanya melibatkan gigi molar ketiga. Meskipun garis
fraktur bisa dilihat pada film periapikal, ketidakberadaannya bukan selalu
berarti tidak terjadi fraktur. Jika masih ada keraguan bisa dilakukan panoramik
atau film ekstraoral yang lain. Kegagalan mendapatkan gambar sinar-X dari
76
bagian yang dicurigai, merupakan kelalaian yang serius dan bisa berdampak
hukum.
8) Prosesus Alveolaris
Fraktur minor Fraktur prosesus alveolaris yang ringan adalah
terikutnya bagian tulang bukal/ fasial maksila bersama akar pada waktu
dilakukan pencabutan dengan tang. Hal tersebut disebabkan oleh tekanan yang
besar pada prosesus alveolaris yang getas dan tipis. Kejadiannya sulit
diperkirakan, bahkan walaupun kadang-kadang dapat diraba bila digunakan
pinch grasp. Cara penanganannya dengan menggunakan rongeur untuk
mengambil tulang-tulang tajam di dekatnya dan menggunakan kikir tulang
untuk menghaluskan tepi-tepi tulang. Mukoperiosteum di atasnya perlu dijahit
bila sangat terpisah dengan tulangnya.
Fraktur mayor Radiograf bisa membantu memperkirakan fraktur
mayor pada prosesus alveolaris rahang atas. Apabila sinus hiperareasi dan
prosesus alveolar ekstrusi, jembatan tulang yang tertinggal antara lantai sinus
dan puncak lingir kebanyakan setipis kertas. Kondisi ini menunjukkan
perlunya pembedahan tanpa lebih dahulu mencabut menggunakan tang. Pada
kasus terjelek, alveolus molar atas mungkin fraktur total, kadang-kadang
melibat kan seluruh tuberositas dan dasar antral. Dasar pemikiran dari konsep
penanganan fraktur prosesus alveolar yang luas adalah pengertian bahwa
tulang yang terpisah dari periosteum atau suplai darahnya mudah menjadi
nekrosis. Karena itu, suatu pendekatan konservatif yang dapat melindungi
periosteum kalau memungkinkan dipilih. Umumnya gerakan dari tuberositas
bisa dideteksi sebelum dikeluarkan dan pencabutan ditunda. Prosedur ditunda
dan gigi atau gigi-gigi yang terlibat di splinting dan kalau bisa dibebaskan dari
oklusi. Karena sinus maxillaris cedera sampai batas tertentu, maka kasus ini
memerlukan pemberian antibiotik spektrum yang luas dan dekongestan
sistemik. Pencabutan diselesaikan setelah beberapa saat (biasanya 6-8 minggu)
melalui pembedahan. Jika prosesus alveolaris atau tuberositas terangkat pada
waktu pencabutan, maka gigi dikeluarkan dengan pembedahan dan tulang
dikembalikan pada daerah yang fraktur sebagai graft bebas. Jika ini dilakukan,
78
9) Pergeseran
Antrum sering terlibat Seluruh gigi atau frakmen akar bisa masuk ke
sinus maxillaris, fossa infratemporalis, hidung, canalis mandibularis atau ruang
submandibula. Bagian yang paling sering adalah sinus maxillaris . Kejadian ini
sering merupakan akibat dari usaha untuk mengambil frakmen/ujung akar gigi
molar atau premolar kedua atas melalui alveolus dengan tekanan elevator yang
berlebihan ke arah superior. Pemeriksaan sinar-X yang akurat diperlukan baik
sebelum maupun intra-operatif. Kedekatan sinus terhadap apeks akar mungkin
sedemikian rupa sehingga perlu dilakukan pembedahan. Jika terjadi fraktur
akar, film dibuat untuk mendeteksi posisi frakmen dengan tepat. Hubungan
akar terhadap antrum, sering bisa dinilai berdasarkan bagian gigi yang
tercabut. Pencabutan dengan pembedahan dilakukan dengan memperhatikan
upaya untuk menghindari tekanan ke arah antrum misalnya, akar bukal bisa
tergeser akibat tekanan ke palatal. Pasien diperingatkan untuk jangan bersin,
dan batuk dan menghembuskan hidung. Usaha mengeluarkan ujung akar yang
masuk ke sinus melalui alveolus biasanya tidak ada gunanya dan sering
mengakibatkan membesarnya lubang tulang yang pada akhirnya akan
mendukung terjadinya komunikasi yang persisten yaitu fistula ororantral.
Pendekatan standar untukmasuk ke dalam sinus maxillaris adalah dengan me-
tode Caldwell-Luc, dengan jalan masuk melalui fossa canina.
Pergeseran ke dalam mandibula Pergeseran mandibula biasanya hanya
melibatkan gigi molar, sedangkan canalis mandibularis dan ruang
Modul Pencabutan Gigi 79
pasien lanjut usia. Didasarkan hal tersebut, pada waktu melakukan pencabutan
pada pasien lanjut usia atau pasien dengan gangguan kesehatan, perlu
dilakukan packing profilaksis dengan pembalut obat-obatan pada alveolus
mandibula.(Larasati et al., 2018)
Penatalaksanaan Untuk perawatan dipersyaratkan tindakan yang
tenang, halus dan hati-hati. Bagian yang mengalami alveolitis diirigasi dengan
larutan saline yang hangat, dan diperiksa. Palpasi yang hati- hati dengan
menggunakan aplikator kapas membantu dalam menentukan sensitivitas.
Apabila pasien tidak tahan terhadap hal tersebut, maka dilakukan anestesi
topikal atau lokal sebelum melakukan packing. Pembalut obat-obatan
dimasukkan ke dalam alveolus. Pembalut diganti sesudah 24-48 jam, kemudian
diirigasi dan diperiksa lagi. Kadang-kadang diperlukan resep analgesik.
Penyembuhan/resolusi Proses penyembuhan dinilai secara obyektif dan
subyektif. Berkurangnya rasa sakit dan granulasi dengan epiteliasasi ulang
yang perlahan merupakan tanda-tanda resolusi yang paling nyata. Jika terlihat
nanah, maka diperlukan terapi anti- biotik dan kultur. Kebanyakan dry socket
sembuh se- sudah 4-5 hari. Persistensi yang berkepanjangan, yaitu sampai
lebih dari 10 hari, merupakan keadaan yang perlu perhatian khusus. Apabila
hal tersebut terjadi, pertimbangkan kemungkinan adanya osteitis akut insi- pien
atau osteomielitis (Gb. 5-20). Radiologi peri- apikal yang memperlihatkan
kaburnya batas lamina dura cenderung mempertegas diagnosis tersebut. Pasien
dirujuk, karena tindakan perawatan menyeluruh misalnya pembersihan
merupakan indikasi.
Dry socket yang tertunda Suatu bentuk dry socket atau alveolitis bisa
timbul 2-3 bulan sesudah pencabutan gigi molar ketiga bawah yang impaksi di
dalam (level C). Kondisi ini dimanifestasikan sebagai sepsis dan kegagalan
pembentukan bekuan darah yang terjadi bersama proses penyembuhan
mukosa. Secara klinis, dry socket yang tertunda termanifestasi berupa
pembengkakan dari daerah operasi yang sedang meng- alami penyembuhan.
Rasa sakit bervariasi mulai dari ringan sampai berat, dan biasanya agak
berkurang bila nanah sudah keluar. Mungkin berhubungan dengan
Modul Pencabutan Gigi 81
2) Infeksi
Pencegahan Didasarkan atas potensi penyebaran infeksi, kemungkinan
bakteriemia atau keduanya, pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses
infeksi akut, yaitu perikoronitis atau abses, bisa mengganggu proses
pembedahan. Terapi antibiotik yang sesuai (kadar penisilin terapetik dalam
darah dicapai 1 jam sesudah pemberian secara oral) dan apabila diindi-
kasikan, insisi dan drainase digunakan untuk mengontrol keadaan akut.
Apabila akan segera dilakukan pembedahan, pengontrolan rasa sakit dengan
anestesi lokal, menunggu 1 jam sesudah pemberian antibiotik akan memberi
manfaat sebagai payung pelindung sebelum dilakukan insisi abses, drainase
atau pen- cabutan gigi. (Irawan, 2020)
Pencabutan gigi tertentu yang mengalami sepsis lokal baik yang sudah
dirawat maupun belum, misalnya deposit kalkulus yang banyak dan gingivitis
akut atau kronis sebaiknya dihindari. Profilaksis sebelum pencabutan (skaling)
yang dilakukan 2-3 hari sebelum pencabutan gigi, merupakan cara efektif
untuk mengurangi kontaminasi lokal, Edema versus infeksi Infeksi pasca-
bedah, abses, atau selulitis bisa terjadi pada awal atau bersama- an dengan
edema. Diagnosa banding ditentukan dengan adanya fakta bahwa infeksi
biasanya diikuti oleh peningkatan rasa sakit, lemas dan demam. Perkem-
82
bangan fluktuan merupakan tanda yang jelas dari adanya pernanahan dan
sering memerlukan aspirasi jarum untuk mengkonfirmasikannya, diikuti
dengan insisi dan drainase.
Trismus yang persisten sesudah pencabutan gigi dengan pembedahan
jarang terjadi, tetapi merupakan komplikasi yang membingungkan. Penyebab
yang sering adalah infeksi, yang termanifestasi sebagai miositis kronis, yaitu
radang dari otot-otot pengunyahan, terutama masseter. kadang-kadang terjadi
sesudah hilangnya selulitis yang luas (mungkin karena fibrosis atau adesi), tapi
bisa juga terjadi sesudah anestesi blok mandibula (hematomi) tanpa melibatkan
tindakan pembedahan. Apabila tidak ada bukti-bukti infeksi akut, maka
perawatan dilakukan dengan aplikasi panas, pemijatan dan latihan yang
ditujukan untuk mendapatkan kembali hubungan interinsisal yang normal.
Pembukaan interinsisal biasanya tidak lebih dari 15-20 mm. Reduksi rentang
gerakan mandibula yang serupa dapat terjadi pada spasme otot yang akut atau
kelainan susunan internal dari sendi temporomandibula yang akut (sendi
terkunci), kemungkinan ini harus ikut di- pertimbangkan. Jika terbukti ada
infeksi, yaitu adanya pembengkakan, nyeri, demam, lemas maka diperlukan
terapi dengan antibiotik.
Trismus yang persisten kadang-kadang terjadi sesudah hilangnya
selulitis yang luas (mungkin karena fibrosis atau adesi), tapi bisa juga terjadi
sesudah anestesi blok mandibula (hematomi) tanpa melibatkan tindakan
pembedahan. Apabila tidak ada bukti-bukti infeksi akut, maka pera- watan
dilakukan dengan aplikasi panas, pemijatan dan latihan yang ditujukan untuk
mendapatkan kembali hubungan interinsisal yang normal.(Pedersen G.W,
1996)
2. Kesimpulan
Anamnesa yang cermat pemeriksaan klinis yang teliti dan pemeriksaan
radiografi sebelum tindakan pencabutan dapat memperkirakan tingkat kesulitan
pencabutan gigi dan merencanakan tindakannya. Pencabutan gigi dengan penyulit
dapat dilakukan dengan tcknik open method cxtraction, teknik ini jika dilakukan
dengan benar dapat merupakan solusi yang baik untuk tindakan pencabutan gigi
dengan kasus – kasus penyulit dan dapat rnenghindari resiko yang tidak diinginkan
baik bagi pasien maupun dokter giginya. Teknik pencabutan ini membutuhkan
peralatan penunjang bedah yang sesuai disamping kemampuan dari operator yang
terlatih. Dokter gigi sebaiknya selalu mengikuti perkembangan alat-alat yang baru dan
meningkatkan kemampuan dari teknik pencabutan gigi.
86
penderita terlalu cepat untuk duduk atau berdiri dapat terjadi epeisode pingsan lain.
Pada orang yang tidak memiliki penyakit jantung, pingsan biasanya tidak terlalu
serius, dan jarang diperlukan pemeriksaan diagnostik maupun pengobatan yang
lebih lanjut (Hurlimann, 2007)
2. Anaphylactic Shock
Anafilaksis adalah sebuah reaksi hipersensitivitas tipe I yang
mengancam jiwa yang terjadi akibat paparan antigen dan melibatkan berbagai
sistem organ dengan onset cepat. Reaksi hipersensitivitas ini dicirikan dengan
adanya gangguan pada jalan nafas, dan atau sirkulasi, serta adanya perubahan
secara nampak pada kulit dan mukosa). Rekurensi pada anfilaksis umum
terjadi, terutama pada kelompok dengan alergi lebih dari suatu paparan. Usia
tua berhubungan dengan peningkatan kemungkinan terjadinya anafilaksis
akibat konsumsi obat. Hal ini mungkin berhubungan dengan peningkatan
paparan terhadap suatu obat atau akibat kerentanan jantung. Alergi terhadap
lateks, bahan yang umumnya ada pada peralatan medis seperti sarung tangan,
stetoskop, kateter, respirator, kondom, dan tabung drainase, juga dapat
menyebabkan anafilaksis. Penyakit asma tidak meningkatkan resiko untuk
terjadinya reaksi, namun berdampak pada tingkat keparahan saat terjadinya
reaksi. Suatu studi di Amerika menemukan bahwa prevalensi anafilaksis di
suatu populasi umum sekitar 1.6% atau lebih. Pada studi ini, responden
mengaku mengalami anafilaksis akibat paparan obat-obatan, makanan, atau
sengatan serangga.
Studi ini juga menjelaskan bahwa pasien yang pernah mengalami
anafilaksis masih belum memiliki persiapan apabila hal ini terjadi berulang.
Anafilaksis akibat konsumsi makanan menjadi penyebab paling umum di
berbagai studi. Beberapa bagian di Asia, alergi telur lebih umum terjadi pada
populasi anak-anak dibawah 5 tahun dibanding alergi terhadap susu sapi. Pada
populasi yang lebih tua, alergi terhadap kelompok hewan krustasea dan
molluska lebih umum terjadi dan menjadi penginduksi terbanyak di negara-
negara Asia tenggara seperti di Singapore, Thailand, dan.
Modul Pencabutan Gigi 89
ganguaan pengelihatan dan menulis) pada pasien setelah syok anafilaktik yang
diduga karena cedera hipoksik.
Anafilaksis adalah suatu keadaan kegawatdaruratan medis. Pasien
mungkin menunjukkan gejala yang ringan namun memburuk dengan cepat
hingga mengancam nyawa. Penanganan pasien dengan syok anafilaksis
dilakukan dengan penyelamatan fungsi kerja organ-organ vital hingga
penanganan gejala-gejala lain yang turut timbul. Tujuan dilakukannya
penulisan literature review ini adalah untuk mengetahui tatalaksana yang tepat
pada kasus syok anafilaktik. Literature review ini perlu dilakukan agar
memudahkan pembaca untuk mengetahui informasi terkait penanganan
anafilaksis.
o Tatalaksana anafilaksis dimulai dengan membersihkan tubuh pasien dari
zat-zat yang dicurigai menginduksi terjadinya reaksi hipersensitivitas
(dekontaminasi). Pemeriksaan adanya obstruksi jalan napas dilakukan
dengan menghitung frekuensi napas, mendengar apakah adanya
abnormalitas pada bunyi, berbicara, baik dengan atau tanpa bantuan
stetoskop. Evaluasi adanya abnormalitas pada perfusi jaringan sistemik
dapat dilakukan dengan menilai denyut dan tekanan darahTakikardi ialah
detakkan jantung yang terjadi >120 kali dalam satu menit dan hipertensi
disebutkan saat tekanan darah sistol bernilai >120 mmHg.
Data saturasi oksigen juga penting untuk diketahui. Semua data-data ini
kemudian dicatat dan dicek secara berkala selama tatalaksana diterapkan
kepada pasien. Persiapan untuk koreksi bila terjadi obstruksi jalan napas
dan instabilitas vasomotor harus selalu tersedia di dekat pasien karena 2
kesalahan umum yang menyebabkan mortalitas pada anafilaksis adalah
keterlambatan intubasi dan administrasi epinephrine. Pasien harus
diposisikan horizontal dengan kedua kaki dinaikkan (Posisi Trendelenburg)
untuk membantu aliran darah kembali ke jantung dan mencegah terjadinya
sindrom ventrikel kosong. Pasien dengan anafilaksis harus mengindari
aktivitas fisik agar tidak terjadi perburukan reaksi. Pasien yang
menampilkan gangguan respirasi dianjurkan untuk ada dalam keadaan
Modul Pencabutan Gigi 91
3. Kesimpulan
Shynchope adalah hilangnya kesadaran singkat dan tiba-tiba yang
berhubungan dengan hilangnya tonus postural dengan pemulihan spontan.
Sinkop pediatrik sering terjadi, dengan sekitar 15% anak-anak mengalami
episode ini sebelum akhir masa remaja. Kebanyakan synchope pediatrik
bersifat jinak dan mempunyai penyebab otonom yaitu vasovagal atau
ortostatik. Synchope lebih jarang disebabkan oleh kondisi jantung yang
mengancam jiwa seperti kelainan struktural dan aritmia. Kondisi neurologis
seperti kejang dan migrain mungkin menyerupai synchope.
Penanganan anafilaksis dimulai dengan dilakukannya dekontaminasi.
Evaluasi dan penilaian berkala tandatanda vital pasien penting untuk menilai
respon terhadap terapi. Terapi epinephrine merupakan kunci utama dalam
penanganan anafilaksis. Pemberian cairan dan oksigen terbukti menurunkan
angka mortalitas. Pemberian terapi tambahan seperti antiemetik, antihistamin,
92
DAFTAR PUSTAKA
Aguayo Torrez, M. V. (2021). penyabab dan gejala yang timbul dari penyakit neuralgia trige
minal. 1(10), 511–520.
Agung, S., & Dwiastuti, P. (2013). DENTAL EXTRACTION TECHNIQUE USING DIFFICU
LTY. 1.
drg. Rini Irmayanti M.MKes. (2016). EXODONTIA dasar-dasar ilmu pencabutan gigi. CV B
UDI UTAMA.
Irawan, A. E. (2020). Terapi pada Anafilaksis. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 2(Nov
ember), 409–416.
Larasati, R., Soesilaningtyas, & Isnanto. (2018). Modul Praktik Dasar-Dasar Pencabutan Gigi
(Exodontia). Jurnal Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya, 031, 3.
Nur Adibah Hanum, D. (2022). Pelayana Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut Individu (S. S. O
ktavianis (ed.)). PT GLOBAL EKSEKUTIF TEKNOLOGI.
Pedersen G.W. (1996). Buku ajar praktis bedah mulut : (oral surgery) (p. 387).
Riskesdas Nasional. (2013). Riskesda Nasional 2013. Kementrian Kesehatan RI 2013, 127(33
09), 1275–1279. https://doi.org/10.1126/science.127.3309.1275
Riskesdas Nasional. (2018). Riskesdas Nasional 2018. Kementrian Kesehatan RI 2018, 1–582.
Sum ber Geoffrey L Howe. 1989. Penca butan Gigi Geligi ed.2. Jakarta:EGC.