Anda di halaman 1dari 34

PILOCYTIC ASTROCYTOMA

Dafriana Darwis, Sri Muliati, Junus Baan

I. PENDAHULUAN
Astrocytoma adalah tumor primer pada susunan saraf pusat
yang berasal dari sel- sel astrocyt. Sel astrocyt adalah salah satu
tipe sel penunjang pada jaringan otak yang disebut sel glial
sehingga kelompok tumor ini disebut juga kelompok tumor glial
atau glioma.(1)
Pilocytic astrocytoma (PA) adalah salah satu jenis
tumor/neoplasma astrocytoma (WHO grade I) yang dimasukkan
dalam kategori berbatas tegas berbentuk kistik dengan mural
nodule, pertumbuhannya lambat (circumscribed astrocytoma),
umumnya jinak, tidak mempunyai kecenderungan untuk rekuren
ataupun bertransformasi menjadi ganas dan ditandai oleh rosenthal
fibers dan atau eosinophilic granular bodies atau keduanya secara
mikroskopis. (2,3)
Istilah Pilocytic astrocytoma yang disebut juga Juvenile pilocytic
astrocytoma, menunjukkan suatu sifat khas seperti rambut dari sel
tumor, merupakan tumor glial sistem saraf pusat yang paling
sering pada anak-anak dan dewasa muda, kadang-kadang pada
umur yang lebih tua (later ages). (2,4)
Pada mulanya cerebellar astrocytoma diidentifikasi oleh Harvey
Cushing pada tahun 1931 dari 76 pasien yang dirawat, dan
membedakan tumor ini dari tumor glioma lainnya. Pilocytic
astrocytoma ini memperlihatkan sifat/ karakteristik yang tipikal.
Pada tahun 1977, Russel dan Rubinstein memperkenalkan istilah
Juvenile pilocytic astrocytoma. Selanjutnya pada tahun 1993, istilah
Pilocytic astrocytoma oleh WHO di klasifikasikan ke dalam tumor
sistem saraf pusat. (5,6)

1
Pilocytic astrocytoma ini biasanya berasal dari cerebellum,
brainstem, regio hipothalamus, atau jalur optic, pada area ini
terdapat sel-sel astrocytes, termasuk juga hemisfer cerebrum dan
(3,7,8)
spinal cord.
Pada pemeriksaan CT scan 40% tumor ini bentuknya solid, 10-
20% mempunyai kalsifikasi, dan lebih dari 70% bentuknya kistik
dan biasanya disertai( 47%) mural node. (9,10)

II. INSIDENS
Insiden Pilocytic astrocytoma dilaporkan 6% dari seluruh
tumor otak pada manusia , pada anak-anak diperkirakan sekitar
15%. Lebih dari 50% tumor otak pada anak-anak, lokasinya di
fossa posterior dan 1/3 di antaranya adalah Pilocytic astrocytoma.
Lokasi tersering adalah di cerebellum ( 60 %), sisanya pada jalur
optik, area hipothalamus, ventrikel III, hemisfer cerebral, pons,
medula oblongata dan spinal cord. Lebih dari 80% terjadi pada usia
kurang dari 20 tahun dan frekuensi tersering antara usia 5 – 10
tahun. Distribusi pada perempuan dan laki-laki dilaporkan sama.
(2,3,6,8,10)

III. ANATOMI
Susunan saraf pusat terdiri dari otak besar (cerebrum), batang
otak, otak kecil (cerebellum) dan sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut
hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fissura
longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi menjadi hemisfer kanan
dan kiri. Hemisfer kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan
yang disebut corpus callosum. Hemisfer cerebri dibagi menjadi
lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya,

2
yaitu lobus frontalis, lobus parietalis, lobus occipitalis, dan lobus
temporalis. (11)

Pada permukaan hemisfer serebri terdapat struktur yang


disebut dengan girus dan sulkus yang mengakibatkan permukaan
serebrum seperti bergelombang. Girus adalah bagian dari korteks
serebri yang menonjol sedangkan sulkus adalah lekukan diantara
girus yang berisi cairan serebrospinal. Lobus frontalis merupakan
bagian anterior dari hemisfer serebri yang terletak di depan sulkus
sentralis dan di atas fisura silvii. Lobus parietalis merupakan bagian
posterior dari hemisfer serebri yang terletak di belakang sulkus
sentralis dan di depan sulkus parietooksipitalis. Lobus oksipitalis
terletak di belakang sulkus parietooksipitalis sedangkan lobus
temporalis terletak di bawah fisura silvii dan di depan girus angularis.
(11,12)

Batang otak tersusun atas midbrain (mesenchepalon), pons,


dan medula oblongata. Batang otak terletak di bagian inferior dari
serebrum dan anterior serebelum yang berhubungan dengan
serebrum pada bagian superior dan medula spinalis pada bagian
inferior.(11)
Serebelum merupakan bagian dari otak manusia yang
terbesar kedua, terletak di belakang batang otak dan di bawah lobus
oksipitalis serebri. Seperti serebrum, serebelum terdiri atas dua
hemisfer, memiliki lapisan luar berupa gray matter dan lapisan dalam
white matter. Serebelum mempunyai tiga buah pedunkulus yang
menghubungkan antara serebelum dan batang otak. Pedunkulus
serebelum superior menghubungkan serebelum dengan midbrain
(mesensephalon), pedunkulus serebelum media menghubungkan
serebelum dengan pons, dan pedunkulus serebelum inferior
menghubungkan serebelum dengan medula oblongata.(13)

3
Diencephalon terdiri atas thalamus, metathalamus,
epithalamus, subthalamus, dan hipothalamus. Thalamus merupakan
kumpulan substansia grisea yang berbentuk ovoid dengan ukuran
panjang 4 cm dan lebar 1,5 cm, membentuk dinding lateral ventrikel
III. Hipothalamus membentuk bagian dasar dan anterior ventrikel III.
Dipisahkan dari thalamus oleh sulkus hipothalamikus.(14,15)

Gambar 1. Anatomi otak potongan sagital.


(Dikutip dari kepustakaan 16)

Otak manusia diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu


sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteri vertebralis. Arteri
karotis interna memasuki kranium melalui foramen karotis interna
dan mempercabangkan arteri serebri anterior dan media. Arteri
vertebralis kanan dan kiri memasuki kranium melalui foramen
magnum dan bergabung membentuk arteri basilaris. Percabangan
terakhir dari arteri basilaris adalah arteri serebri posterior. Kedua
arteri karotis interna dan arteri basilaris tersebut saling
beranastomosis pada dasar otak dan membentuk Sirkulus
Arteriosus Willisi.(13)

4
Gambar 2. Arteri pada dasar otak.
(Dikutip dari kepustakaan 16)

Pembuluh darah vena pada sistem saraf pusat tidak berjalan


beriringan dengan arteri yang mensuplai aliran darah tersebut, vena
intraserebri juga tidak mempunyai katup, seperti vena lain pada
umumnya. Secara umum aliran darah vena akan menuju ke sinus
venosus terdekat. Sinus venosus adalah pembuluh darah vena
berukuran besar dengan tekanan yang rendah, terletak di dalam
duramater. Terdapat beberapa sinus venosus yaitu sinus sagitalis
superior, sinus sagitalis inferior, straight sinus, sinus tranversus,
sinus sigmoid, sinus kavernosus, sinus petrosus superior, sinus
petrosus inferior, dan sinus sphenoparietalis. Semua sinus venosus
tersebut bermuara ke vena jugularis interna. Vena jugularis interna
keluar dari kranium melalui foramen jugularis.(14,17)

5
Gambar 3. Sistem vena serebri.
(Dikutip dari kepustakaan 16)

Dalam perkembangannya, neural tube membentuk beberapa


kavitas di dalam otak yang disebut ventrikel. Ventrikel berisi cairan
serebrospinalis yang diproduksi oleh pleksus koroideus yang
terdapat di dalam ventrikel. Dinding dalam ventrikel dilapisi oleh
lapisan sel ependim. Di dalam otak terdapat 2 buah ventrikel lateralis
yang masing-masing terletak di dalam hemisfer serebri, satu
ventrikel III yang terletak di diencephalon (dinding ventrikel III
dibentuk oleh thalamus dan hipothalamus), dan satu ventrikel IV
yang dikelilingi oleh pons, medula oblongata, dan serebelum.
Sistem ventrikel otak saling berhubungan antara satu dengan
yang lainnya. Ventrikel lateralis dihubungkan dengan ventrikel III oleh
Foramen Monro, Ventrikel III dan ventrikel IV oleh Aquaduktus Silvii.
Cairan serebrospinalis diproduksi oleh pleksus koroideus yang
terdapat di dalam ventrikel. Aliran cairan serebrospinalis berawal dari
ventrikel lateralis melalui Foramen Monro menuju ke ventrikel III,
melalui Aquaduktus Silvii menuju ventrikel IV, dan keluar sistem
ventrikel melalui Foramen Luschka dan Magendie menuju ruang
subarakhnoid. Di dalam ruang subarakhnoid cairan serebrospinalis

6
direabsorpsi oleh Granulasiones Arakhnoid Pacchioni menuju sinus
venosus dura dan kembali memasuki aliran darah. Volume total
cairan serebrospinalis pada orang dewasa ± 150 cc. Kecepatan
produksi cairan serebrospinalis oleh pleksus koroideus 20 cc/jam
atau sekitar 500 cc/hari.(18)

Gambar 4. Sirkulasi cairan serebrospinalis.


(Dikutip dari kepustakaan 16)

IV. ETIOLOGI

Seperti halnya tumor yang lain, etiologi dari Pilocytic


astrocytoma belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
dikaitkan dengan pertumbuhan tumor ini, seperti faktor genetik
dan lingkungan. Beberapa peneliti menduga bahwa tumor otak
terjadi akibat sering terpapar bahan kimia, seperti pestisida,vinyl
klorida, acrylonitril, hydrocarbon, dll. Terutama terpapar pada
masa kehamilan atau pada masa kanak- kanak.(1)

Pada Pilocytik astrocytoma, diduga ada suatu astrocyt


precussor cell, astrocyt merupakan sel penunjang utama di

7
otak yang paling sering memperlihatkan perubahan reaktif bila
ada cedera parenkim otak termasuk bila ada paparan dari luar.
Astrocyt akan berespon dan membentuk jaringan padat
prosessus sitoplasma. Serat Rosenthal adalah salah satu
struktur astrocyt ( pewarnaan H dan E) yang tampak eosinofilik
terang dengan kualitas hampir refraktil, ditemukan pada
sejumlah neoplasma tumbuh lambat serta beberapa penyakit
non neoplasma lainnya.( 3,19)

Dilaporkan pula bahwa ada hubungan antara Pilocytic


astrocytoma ini dengan penyakit Neurofibromatosis tipe 1
(NF1). Pilocytic astrocytoma adalah tumor tersering pada
populasi dengan NF1. NF1 adalah kelainan genetik inherediter
pada lengan autosom dominan ini dihubungkan dengan
meningkatnya resiko kejadian tumor otak (15- 20% berkembang
ke tumor low grade). Pada pasien NF1, Pilocytic atrocytoma
berasal dari nervus optikus, hipotalamus dan cerebellum. 5 %
pasien NF1 akan menjadi Cerebellar pilocytic astrocytoma. .(20)

V. DIAGNOSIS
Diagnosis Pilocytic astrocytoma ditegakkan berdasarkan
gambaran klinis, radiologi, dan pemeriksaan histopatologi. Pada
pemeriksaan radiologi, modalitas yang utama adalah CT scan dan
MRI. (3)
Pemeriksaan CT Scan dan MRI adalah modalitas yang paling
baik untuk mendiagnosis Cerebellar astrocytoma. CT scan mudah
tersedia, cepat, dan lebih murah dibandingkan MRI, tetapi adanya
artefak tulang membatasi visualisasi pada fossa posterior. MRI
merupakan modalitas pilihan preoperatif karena akurat dalam
menentukan lokasi, resolusinya tinggi, tanpa artefak tulang, dan
perbedaan jaringan lebih jelas.(3,10)

8
Gejala Klinis :

o Nyeri kepala, mual/muntah(akibat dari adanya hidrosefalus


dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial)
o Penurunan visus
o Ataxia, tanda-tanda cerebellar
o Kejang, hemiparese (3,10)

Gambaran Radiologik :

A. CT scan
 Massa kistik / padat / keduanya, berbatas tegas, 50-
80% merupakan massa kistik dengan mural node
didalamnya
 Dapat dijumpai adanya edema perifokal yang minimal
namun pada umumnya tidak ditemukan adanya edema
perifokal
 Komponen padat tumor sebesar 51% mempunyai
densitas isodens, 43% hipodens, dan 6% hiperdens
 Kalsifikasi dapat ditemukan pada 10-20% kasus, jarang
ditemukan adanya pendarahan di dalam tumor
 Tidak jarang didapatkan adanya hidrosefalus obstruktif
 Dapat ditemukan adanya invasi tumor ke ruang
subarakhnoid
 Pasca pemberian kontras IV, > 95% kasus mengalami
penyangatan dengan pola penyangatan yang bervariasi
- Komponen kistik tidak mengalami penyangatan
dengan mural node yang menyangat kuat pada 50%
kasus
- Penyangatan heterogen massa padat dengan
nekrosis sentral pada 40% kasus

9
- Penyangatan homogen massa padat pada 10%
kasus
 PA yang terjadi pada nervus optikus / kiasma optikum /
traktus optikus akan memberikan gambaran berupa
pembesaran nervus optikus / kiasma optkum / traktus
nervus optikus yang menyangat pasca pemberian
kontras IV. Nervus optikus elongasi, melebar, dan
menyebabkan timbulnya lekukan di dalam kavum orbita
(“Dotted i”). (3,4,8,21-26)

B B

Gambar 5. Pilocytic astrocytoma.


A. CT scan kepala tanpa kontras yang menunjukkan adanya
massa kistik dengan mural node yang isodens didalamnya
B. Pasca pemberian kontras IV, tampak adanya
penyangatan pada komponen padat tumor / mural node.
(Dikutip dari kepustakaan 25)
B. MRI ( Magnetic Resonance Imaging)
 Pada T1WI, komponen padat tumor mempunyai
intensitas isointens / hipointens terhadap gray matter
sedangkan komponen kistik isointens sampai sedikit
hiperintens terhadap cairan serebrospinal

10
 Pada T2WI, komponen padat tumor mempunyai
intensitas hiperintens terhadap gray matter (mempunyai
intensitas yang sama dengan cairan serebrospinal pada
50% kasus) sedangkan komponen kistik hiperintens
terhadap cairan serebrospinal
 Pasca pemberian kontras Gadolinium, tampak
penyangatan yang heterogen pada komponen padat
tumor. Dinding kistik tumor kadang-kadang juga
mengalami penyangatan.
 Pada FLAIR, komponen padat mempunyai intensitas
hipointens terhadap gray matter sedangkan komponen
kistik hiperintens terhadap cairan serebrospinal
 Pada MRSI (MR Spectroscopic Imaging), lesi
mempunyai kadar myoinositol yang tinggi, tinggi kolin,
rendah NAA (N-acetyl aspartate), dan tinggi laktat.
MRSI tidak dapat menggambarkan secara tepat
karakteristik biologik tumor.(3,4,8,22,24-26)

B C C

Gambar 6. Pilocytic astrocytoma.


A. MRI kepala T1WI. Tampak massa kompleks dengan
komponen kistik yang slight hiperintens terhadap cairan
serebrospinal dan komponen padat / mural node yang
hipointens terhadap gray matter pada hemisfer kanan
serebelum.

11
B. Pada T2WI, Komponen kistik maupun padat tampak
hiperintens.
C. Pasca pemberian kontras Gadolinium IV, tampak adanya
penyangatan pada komponen padat tumor / mural node.
(Dikutip dari kepustakaan 26)

A B

C D

Gambar 7. Pilocytic astrocytoma pada daerah kiasma


optikum – hipotalamus.
MRI T1WI kepala potongan sagital (A), tampak massa yang
hipointens terhadap gray matter. Pada T2WI potongan aksial
(B) massa tersebut tampak hiperintens. Pasca pemberian
kontras Gadolinium, potongan aksial (C) dan koronal (D),
massa tampak menyangat kontras dengan daerah-daerah
yang mengalami nekrosis.
(Dikutip dari kepustakaan 25)

A B

12
A
Gambar 8. Pilocytic astrocytoma.
MRI kepala T1WI dengan kontras Gadolinium dan fat
saturation potongan aksial.
A. Tampak pembesaran nervus optikus kanan yang
menyangat kontras (anak panah)
B. Tampak nervus optikus yang melebar, elongasi, dan
menekuk sehingga memberikan gambaran “Dotted i”
(kepala anak panah).
(Dikutip dari kepustakaan 3)

Gambar 9. Pilocytic astrocytoma. A. CECT axial memperlihatkan lesi


kistik berbatas tegas dengan mural node di sentral dan marginal.
B. Axial T1WI dan C. Axial T2WI memperlihatkan kista yang
berisi debris tumor
(dikutip dari kepustakaan 2)

13
Gambar 10.Pilocytic astrocytoma. A. T1WI, B. T2WI, C. T1WI dengan
kontras memperlihatkan kista berbatas tegas pada lobus
temporal kanan disertai mural nodul tumor .
(dikutip dari kepustakaan 2)

C. MRS (Magnetic Resonance Spectroscopy)


Bila pada pemeriksaan CT dan MRI masih sulit
membedakan cerebellar pilocytic astrocytoma dari tumor-
tumor susunan saraf pusat cerebellum lainnya pada anak,
seperti: Medulloblastoma dan Ependymoma. MRS berguna
sebagai ajuvan MRI untuk mendiagnosis astrocytoma
cerebellum. Pemeriksaan MRS berdasarkan perbedaan level
metabolit-metabolit dan makromolekul tumor. Suatu studi
melaporkan bahwa rasio cholines/N acetil-aspartat
(cho/NAA) pilocytic astrocytoma cerebellar lebih tinggi
dibanding jaringan otak normal. Namun bila dibandingkan
dengan ependymoma dan medulloblastoma, level rasio
cho/NAA lebih tinggi pada ependymoma dan lebih rendah
pada medulloblastoma.(20)
D. Kedokteran nuklir
 PET (Positron Emission Tomography), menunjukkan
adanya peningkatan metabolisme FDG (18F-
fluorodeoxyglucose) pada PA

14
 Sama dengan MRSI, PET tidak dapat memberikan
gambaran yang akurat tentang karakteristik biologik
tumor.(3,22)

Gambaran Histopatologik
 Secara makroskopik PA merupakan tumor yang berbatas
tegas, konsistensi lunak, berwarna keabu-abuan dapat
ditemukan komponen kistik didalamnya
 Secara mikroskopik PA terdiri atas kombinasi compact dan
loose area. Compact area tersusun atas sel-sel yang
elongasi dengan inti yang elongasi sedangkan loose area
tersusun atas microcyst dengan bentuk spons dan sel-sel
astrosit yang berbentuk bintang dengan inti bulat.
Gambaran histopatologik yang sering ditemukan pada PA
adalah rosenthal fibers (bangunan berbentuk seperti sosis
atau corkscrew) dan eosinophilic granular bodies.
Eosinophilic granular bodies merupakan tanda bahwa PA
merupakan tumor jinak.
 Ditemukan adanya proliferasi mikrovaskuler yang
mengakibatkan terjadinya penyangatan pasca pemberian
kontras pada CT scan dan MRI. (3,21,25)

A B C

15
Gambar 11. Pilocytic astrocytoma . Gambaran makroskopik
PA (A), tampak massa tumor berbatas tegas, terdiri atas
komponen padat (mural node) dan kistik pada daerah
hipothalamus-thalamus. Gambaran mikroskopik PA (B & C),
tampak kombinasi compact dan loose area serta rosenthal
fibers (anak panah gambar C).
(Dikutip dari kepustakaan 8 dan 21)

VI. Diagnosis Banding


 Medulloblastoma
– Tumor embrional serebelum yang bersifat invasif dan
maligna, keganasan sistem saraf pusat dan tumor fossa
posterior (30-40%) yang paling sering ditemukan pada
anak-anak
– Puncak insidens pada dekade pertama kehidupan, sekitar
75% ditemukan pada usia 5-15 tahun, dengan rata-rata
umur penderita saat ditegakkan diagnosis 7 tahun. Lebih
dominan ditemukan pada laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2-4:1.
– Lokasi tumor hampir pada semua kasus terjadi di
serebelum (94,4%) dan paling sering (>75%) pada midline
verrmis serebeli. Lokasi tumor yang lebih ke lateral,
hemisfer serebeli, merupakan karakteristik tumor yang
terjadi pada anak-anak yang lebih tua, remaja, dan orang

16
dewasa. Dapat ditemukan di ventrikel IV (3%), daerah lain
di otak (2,1%), dan medulla spinalis (0,6%).
– Pada CT scan, medulloblastoma memberikan gambaran
massa padat isodens atau hiperdens (90% kasus),
berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas disertai
edema perifokal. Massa menyebabkan pendesakan atau
bahkan dapat menginfiltrasi ke dalam ventrikel IV dan
menyebabkan terjadinya hidrosefalus pada sebagian besar
kasus (90-95%). Pada beberapa kasus dapat ditemukan
kalsifikasi (20%), daerah kistik atau nekrosis kecil (40-50%)
di dalam tumor namun jarang terjadi pendarahan pada
tumor. Pasca pemberian kontras IV, massa tampak
mengalami penyangatan yang relatif homogen.
– Pada MRI, massa tampak hipointens sampai isointens
pada T1WI dan isointens sampai hiperintens pada T2WI.
Adanya lesi kistik, pendarahan, dan kalsifikasi pada tumor
akan memberikan gambaran intensitas sinyal yang
heterogen pada T2WI. Pada FLAIR, massa akan
memberikan intensitas sinyal yang hiperintens dan sangat
berguna dalam membedakan tumor dari cairan
serebrospinalis di dalam ventrikel IV. Pasca pemberian
kontras Gadolinium, massa akan tampak menyangat
kontras secara heterogen. Pemberian kontras Gadolinium
sangat penting untuk mendeteksi adanya metastasis tumor
melalui cairan serebrospinalis.(3,4,5,22,27)

17

A B
Gambar 14. Meddullobalstoma
(anak umur 6 tahun).
Gambaran CT scan kepala
potongan aksial dengan kontras
(a&b), tampak suatu massa
hiperdens yang heterogen
dengan kalsifikasi didalamnya
dan edema perifokal disekitarnya
pada daerah vermis serebeli
yang tampak meluas dan
memenuhi ventrikel IV serta
mengakibatkan terjadinya
hidrosefalus obstruktif.
Pada MRI T2WI (c), massa
tampak hiperintens dan
heterogen. Pada T1WI (d),
massa tampak hipointens. Pasca
pemberian kontras Gadolinium
(e&f), massa tampak menyangat
kontras secara heterogen.
(Dikutip dari kepustakaan 22)

 Ependymoma
- Berasal dari sel-sel ependim dinding ventrikel,
sering berkaslifikasi
- Ditemukan terutama pada anak-anak
- Pada plain CT tampak area isodens, tepi regular
dan sering disertai kalsifikasi dan hidrosefalus
obstruktif
- Pada pemberian media kontras tampak
enhancement homogeny atau noduler

18
Gambar 15. Ependymoma pada ventrikel IV. (A). Axial CT Scan tanpa
kontras : Tampak massa isodens dengan kalsifikasi di dalamnya disertai
hydrocephalus. (B). Coronal T1WI dengan kontras memperlihatkan massa
menyangat homogen
(dikutip dari kepustakaan 29 )

Pilocytic astrocytoma Ependymoma Medulloblastoma


Asal/lokasi Cerebellum (60%), Ventrikel IV (floor) Ventrikel IV (roof)
optic/chiasma opticum,
sekitar ventrikel III,
brainstem
Insiden Anak-anak, dewasa Anak-anak, dewasa Anak-anak
umur muda, dewasa muda
(kadang-kadang) NECT
Radiologik NECT NECT - Massa solid di ventrikel
- Kistik/solid - Massa IV
- Udem minimal atau hipo/isodens/slight - 90% hiperdens
tanpa udem hiperdens terhadap - Kalsifikasi 20%
- Komponen solid, jaringan otak - Pendarahan (jarang)
hipo/isodens - Kalsifikasi (50%) - Kistik kecil
- Kalsifikasi (20%) - Kistik +/- intratumor/nekrosis
- Sering hidrocefalus - Pendarahan sentral (40-50%)
- Pendarahan (jarang) - Hidrosefalus - Hidrosefalus (95%)

19
CECT CECT CECT
- >95% enhance - Enhance heterogen - >90% enhance
(bervariasi) atau homogen ringan- - Homogen
- 50% kistik tidak sedang - Kadang-kadang
enhance, sangat “patchy”
enhance pada mural
nodul
- 40% solid dengan
nekrotik sentral,
enhance heterogen
- 10% solid, homogen
T1WI T1WI T1WI
- Bagian solid, - Hetoregen, biasanya - Hipointens terhadap
iso/hipointens iso/hipointens grey matter
terhadap grey matter - Kistik,slight hiperintens
- Kandungan kistik, terhadap CSF
iso/slight hiperintens - Hiperinten kalsifikasi,
produk darah
T2WI T2WI T2WI
- Solid: hiperintens - Heterogen, biasanya - Mendekati intensitas
terhadap grey matter iso/hiperintens grey matter
- Kandungan kistik: - Kistik: hiperintens
hiperintens terhadap - Hipointens: kalsifikasi,
CSF produk darah
FLAIR FLAIR FLAIR
- Bagian solid: - Kistik sangat - Hiperintens terhadap
hiperintens terhadap hiperintens terhadap jaringan otak
grey matter CSF
- Kandungan kistik:
hiperintens tehadap
CSF

20
T1+C T1+C T1+C
- Intens tapi enhance Enhance homogen - >90% enhance
heterogen pada - Sering heterogen
bagian solid
- Dinding kistik kadang-
kadang enhance

MRS Choline Choline Choline


NAA NAA NAA
Laktat Laktat Laktat +

 Hemangioblastoma
- Lokasi 90-95 pada fossa posterior (8 % hemisfer cerebellum)
- Insidens umur pada usia dewasa
- Pada CT Scan tanpa kontras lesi kistik dengan densitas
rendah + nodul isodens, yang enhance uniform post
pemberian kontras
- Nodul isointens pada T1WI yang menyangat kuat post
kontras, hiperintens T2WI dan FLAIR

Gambar 16. Hemangioblastoma. Coronal dan axial T1WI dengan kontras


memperlihatkan lesi kistik yang besar dengan mural nodule yang kecil
(dikutip dari kepustakaan 30)

VII. Penatalaksanaan

21
1. Operasi
Merupakan pilihan terapi, dilakukan reseksi total (total
resection).(20)

Gambar 17. Intraoperatif memperlihatkan tumor kistik dengan


batas yang tegas
(dikutip dari kepustakaan 5)
2. Radiasi dan kemoterapi.
Digunakan sebagai terapi pelengkap pada kasus tumor
yang inkomplit reseksi. (3,7)
3. Follow up neuroimaging.
Beberapa senter melakukan MRI follow up pada bulan ke-3
dan ke-6 post reseksi, kemudian setiap 3 atau 4 tahun. Bisa
dihentikan pada tahun ke-3 atau tahun ke-5 bila tak ada
tanda-tanda rekuren.(20)

VIII. Prognosis
PA pada umumnya mempunyai prognosis yang baik. Pada
pasien pasca operasi, 5 years survival rate sebesar 86-100%, 10
years survival rate ± 83%, dan 20 years survival rate ± 70%. Pada
PA yang terjadi daerah hipothalamus – traktus nervus optikus dan
hanya dapat dilakukan reseksi parsial juga mempunyai prognosis
yang baik, 5 years survival rate sebesar 93% dan 10 years survival
rate 73%.(3,22)
Daftar Pustaka

22
1. Badas M. Astrocytoma, Brain tumor: Glioma.Avalaibel from :
http: //www. thirdage. com / health- wellnes/ astrocytoma- brain
tumor glioma.updated on july 2008.
2. Lee SH, Rees J, Smirniotopoulos J. Primary brain tumors in adults.
Lee SH, Rao KCVG, Zimmerman RA, editors. In: Cranial MRI and
CT. 4th edition. ch.7. USA: McGraw-Hill; 1999. p.271-5.
3. Osborn AG, Blaser SI, Salzman KL, Katzman GL, Provenzale J,
Castillo, et all. Neoplasm and tumorlike lesions. In: Diagnostic
imaging brain. 1st edition. Canada: Amirsys; 2004. p. I 6 8-11, 16-
23, 30-33, 92-5, 122-5.
4. Castillo M. Intracranial tumours in Neuroradiology. Ch.6.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002. p.132-5.
5. Koeller KK. Neoplasms of the posterior fossa. In : Gourtsoyiannis
NC, Ros PR, editors. Radiologic-pathologic correlations from head
to toe understanding the manifestations of disease. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2005. p. 69-71.
6. Dirven CMF. Thesis : The Pilocytic astrocytoma.
Immunohistochemical and genetic studies in relation to tumor
behavior. Amsterdam. 1998.p.8-9
7. Lo SS, Kish KK, Chang EL, Levin KJ, Keole SR, Sloan AE, et all.
Imaging in juvenile pilocytic astrocytoma. In: Smirniotopoulos JG,
Robertson HJF, Coombs, Krasny RM, editors. [serial on the
internet]. 2009 [citied 2011 May 6]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/341293-overview
8. Sutton D, Stevens JM, Miszkiel K. Intracranial lesions (1). In: Sutton
D, Stevens JM, Robinson PJA, Jenkins JPR, Whitehouse RW, Allan
PL, et all, editors. Textbook of radiology and imaging. Vol 2. 7 th
edition. London: Churchill Livingstone; 2003. p. 1739-44.
9. Grossman RI, Yousem DM. Neoplasma of the brain in
neuroradiology. 2nd edition. philadelphia: Mosby Elsevier; 2003.
ch.3. p.97-105.

23
10. Dahnert W. Pilocytic astrocytoma in radiology review manual. 6th
edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2007. p.306-8.
11. Agostinucci J, Brady CL, Cantu DN, Haynes NH, Reddy LS, Small
PK. Nervous system. In: Lippincott professional guides, anatomy &
physiology. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2002. p. 55-66.
12. Harnsberger HR, Osborn AG, Ross JS, Moore KR, Salzman
KL,Carrasco CR, et all. Brain. In: macdonald AJ, editor. Diagnostic
and surgical imaging anatomy brain head & neck spine. 1 st edition.
Canada: Amirsys; 2006. p. I. 2,8,28.
13. Leichnetz GR. Gross anatomy of the brain. In: Digital
neuroanatomy. Canada: John Wiley & sons, Inc; 2006. p. 47-65.
14. Datu AR. Susunan saraf pusat. Dalam: Diktat anatomi. Makassar:
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; hal.
17-20.
15. Ryan S, McNicholas M, Eustace S. The central nervous system. In:
Anatomy for diagnostic imaging. 2nd edition. Philadelphia: Elsevier;
2004. p. 57-8,80-3.
16. Adams MA, Amis A, Anderson RH, Aziz T, Beale TJ, Black SM, et
all. Overview of the nervous system. In: Standring S, Borley NR,
Collins P, Crossman AR, Gatzoulis MA, Healy JC, et all, editors.
Gray’s anatomy the anatomical basis of clinical practice. Vol 3. 14 th
edition. Philadelphia: WB Saunders; 2007. c. 15.
17. Leichnetz GR. Skull, meninges, and spinal cord. In: Digital
neuroanatomy. Canada: John Wiley & sons, Inc; 2006. p. 33-9.
18. Blumenfeld H. Brain and environs: cranium, ventricles, and
meninges. In: Neuroanatomy through clinical cases. Sunderland:
Sinauer Associates Inc.; 2002. p. 121-35.
19. Burns DK.Kumar V. Sistem saraf. Robbins, editor. Dalam: Buku
ajar patologi vol 2, edisi 7.Jakarta: EGC, penerbit buku kedokteran;
2007. hal 903-30.

24
20. VandenBerg SR. Pathologic classification. Berger MS, Prados MD,
editors. In: Textbook of neuro-oncology. ch.5. Philadephia: Elsevier
Saunders; 2005. p.30- 1
21. Vidal FJR, Aznar AO. Hemispheric brain tumors. In : Gourtsoyiannis
NC, Ros PR, editors. Radiologic-pathologic correlations from head
to toe understanding the manifestations of disease. Germany:
Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2005. p. 35-46, 58-62.
22. Kornienko VN, Pronin In. Supratentorial tumours. In: Diagnostic
neuroradiology. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg;
2009. p. 333-405, 432-64.
23. Jager HR, Caseiras GB, Rich PM. Benign and malignant
intracranial tumours in adults. In: Adam A, Dixon AK, Grainger RG,
Allison DJ, editors. Grainger & allison’s diagnostic radiology a
textbook of medical imaging. Vol 1. 5th edition. Philadelphia:
Elsevier; 2008. c. 56.
24. MacDonald T, Packer RJ. Pediatric astrocytoma. In: Coppes MJ,
Gross S, Windle ML, Cripe TP, Pallares D, editors. [serial on the
internet]. 2009 [citied 2011 May 6]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/985927-overview..
25. Christoforidis GA, Drevelegas A, Bourekas EC, Karkavelas G. Low-
grade gliomas. In: Drevelegas, editor. Imaging of brain tumors with
histological correlations. 2nd edition. Germany: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg; 2011. p. 78-91, 98-111.
26. Drevelegas A, Karkavelas G. High-grade gliomas. In: Drevelegas,
editor. Imaging of brain tumors with histological correlations. 2 nd
edition. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2011. p. 157-
88
27. Wilms G, Drevelegas A, Demaerel P, Sciot R. Embryonal tumor. In:
Drevelegas, editor. Imaging of brain tumors with histological
correlations. 2nd edition. Germany: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg; 2011. p. 215-21.

25
28. Donati PT, Rossi A, Biancheri R. Sellar and suprasellar disorders.
In: Heilmann U, McHugh W, Teichmann K, editors. Pediatric
neuroradiology. Vol 1. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg;
2005. p. 876-9.
29. Klein WJ. Imaging in brain ependymoma. Available from:
www.emedicine.com . updated on May 25, 2011.
30. Urena RJ. Brain imaging in hemangioblastoma. Available from:
www.emedicine.com . updated on october 1, 2008.

Laporan kasus

I. Identitas pasien
Nama : Ny.S
Umur : 35 tahun

26
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : MKS
II. Anamnesis
KU : Sakit kepala hebat
Anamnesis Terpimpin :
Dialami sejak kurang lebih 2 bulan sebelum masuk rumah sakit,
memberat dalam 3 minggu belakangan, nyeri kepala dirasakan
terutama bagian belakang dan sebelah kanan kepala. Nyeri kepala
seperti di tusuk-tusuk. Mual/muntah(+) menyemprot, osi sulit makan
dalam beberapa hari ini sehingga hanya minum susu dan air.
demam (-), riwayat taruma (-). Riwayat berobat ke dokter mata (+)
dengan keluhan penurunan penglihatan (kabur), dan penglihatan
ganda. Riw.HT, DM, jantung(-). BAK/BAB = normal.
III. Pemeriksaan fisis
KU : Sakit sedang/Gizi cukup/ Composmentis
Pupil : Isokor 2 ,5mm/2,5mm, refleks cahaya positif/positif.
Tanda Vital : T : 130/90 mmhg N: 90 x/mnt.
P: 20 x/mnt Suhu : 36,50C.
Status neurologis
GCS : E4M6V5
Nn. Cranialis dalam batas normal
Motorik :
1. Extremitas Superior ;
- Pergerakan :

- Kekuatan : 4 4
4 4

- Tonus : N N
N N

27
- Refleks fisiologis : N N
N N
- Refleks patologis : _ _
_ _

- Sensibilitas : N N
N N

Sensorik : dalam batas normal

IV. Pemeriksaan Radiologik


a. CT scan tanpa kontras.

- Tampak lesi heterogen dominan kistik pada fossa


posterior yang mendesak ventrikel IV, menyebabkan
dilatasi ventrikel lateralis dan III disertai periventrikuler
edema.
- Sulcy dan giry obliterasi
- Tidak tampak midline shift

Kesan : Suspek cerebellar pilocytic astrocytoma dengan


tanda-tanda hipertensive hydrocephalus

Usul : CT Scan kepala dengan kontras

b. MRI (post pemasangan VP shunt)


- T1WI axial

28
- T1WI Axial dengan kontras

- T1WI sagittal

- T1WI sagittal + kontras

29
- T1WI coronal + kontras

- T2WI axial

 T2WI coronal

30
- FLAIR

Expertise :
- Tampak lesi kistik (ukuran 36,9 x 40,3mm) pada
cerebellum yang hipointens pada T1WI, tidak menyangat
post kontras, hiperintens pada T2WI, berbatas tegas,
disertai mural nodule yang isointens pada T1WI,
menyangat homogen postkontras, isointens pada T2WI
dan FLAIR.
- Kontur kepala dalam batas normal.
- Tidak tampak midline shift.
- Sulci dan gyry dalam batas normal.
- Sistem ventrikel dan ruang subarachnoid dalam batas
normal.
- Cavum orbita dan bulbus oculi dalam batas normal.

Kesan : Sesuai gambaran Pilocytic astrocytoma cerebellum

31
V. Laboratorium
Hb: 13,7 g/dl; Hct: 39 %; WBC 10.300 /mm3; Plt:254.000/mm3,
GDS: 140 mg/dl, SGOT: 59/μL, SGPT: 47/μL, Ureum: 20 mg/dl,
Kreatinin: 0,7 mg/dl Elektrolit : Na: 132mmol/dl, K: 4,2 mmol/dl, Cl:
100 mmol/dl

VI. Pemeriksaan sitologi cairan serebrospinal


Tidak dilakukan .
VII. Pemeriksaan histopatologi
Kesimpulan : Inkonklusif ( sampel tidak dapat dievaluasi)
VIII. Penatalaksanaan :
 Deksametason 1 ampul / 6 jam / IV
 Ketorolak 1 ampul / 8 jam / IV
 Ranitidin 1 ampul / 12 jam / IV
 Neurobion 1 amp /24 jam /IM
 Piracetam 3 gr/6 jam/IV
 Pemasangan VP Shunt
 Eksisi tumor

Diskusi
Pilocytic astrocytoma (PA) adalah salah satu jenis
tumor/neoplasma astrocytoma (WHO grade I) yang dimasukkan dalam
kategori berbatas tegas (circumscribed astrocytoma), umumnya jinak, dan
tidak mempunyai kecenderungan untuk rekuren ataupun bertransformasi
menjadi ganas.
Pada kasus ini penderita mengeluh adanya sakit kepala, pusing,
mual/muntah, ini menandakan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Pemeriksaan CT-scan tanpa kontras didapatkan lesi kistik,
berbatas tegas, pada hemisfer cerebellum kanan disertai mural nodul,

32
mendesak ventrikel IV dan menyebabkan dilatasi ventrikel lateral dan
ventrikel III.
Pemeriksaan MRI didapatkan lesi kistik ukuran pada hemisfer
cerebellum kanan yang hipointens pada T1WI, tidak menyangat post
kontras, hiperintens pada T2WI dan FLAIR, disertai mural nodule yang
isointens pada T1WI, menyangat homogen post kontras, serta isointens
pada T2WI dan FLAIR. Secara radiologik ( berdasarkan pemeriksaan CT
Scan dan MRI ) kasus ini mendukung untuk di diagnosis sebagai
Pilocytic astrocytoma cerebellar.
Pada pasien ini telah dilakukan pemasangan VP shunt untuk
penanganan hidrosefalus, dan telah dilakukan operasi untuk eksisi tumor,
namun sampel jaringan untuk pemeriksaan histopatologi tidak dapat
dievaluasi sehingga secara histopatologi kasus ini tidak dapat dibuktikan
sebagai Pilocytic astrocytoma. Adapun hasil histopatologi yang
diharapkan pada kasus ini adalah adanya Rosenthal fiber, yaitu struktur
eosinofilik terang dengan prosessus yang panjang seperti rambut.
Berdasarkan gambaran radiologik ( asal/ lokasi tumor,bentuk lesi
dan usia), kasus ini dapat di diagnosis banding dengan
hemangioblastoma oleh karena keduanya berasal/ berlokasi pada
hemisfer cerebellum, bentuk lesi kistik yang disertai mural nodul
(komponen solid), serta usia pasien yang masuk kelompok dewasa.
Pemilihan Pilocytic astrocytoma sebagai diagnosis pertama karena
insiden lokasi Pilocytic astrocytoma pada cerebellum lebih tinggi (60%)
dibandingkan hemangioblastoma (8 %), serta klinis yang mendukung ke
arah Pilocytic astrocytoma. Prognosis penyakit pada kasus ini adalah baik
karena merupakan tumor jinak berbatas tegas, pertumbuhan tumor lambat
serta lokasi di cerebellum yang mudah dilakukan reseksi total sebagai
terapi pilihan .

33
34

Anda mungkin juga menyukai