Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Catalytic Converter

2.1.1 Pengertian Catalytic Converter

Catalytic Converter merupakan alat yang dipakai untuk memurnikan gas


polutan knalpot dari mesin kendaraan bermotor untuk mengkonvers ika n
komponen berbahayanya seperti karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan
nitrogen oksida (NOx) menjadi tidak beracun atau menjadi gas yang tidak
berbahaya dengan cara yang sangat efisien (Naveenkumar et al. 2020). Catalytic
converter ini diletakkan di antara manifold engine dan knalpot tailpipe. Emisi gas
buang yang mengalir keluar dan menjalani proses kimia didalamnya dikonversi
menjadi gas yang relatif lebih sehat. (Syahruji and Ghofur 2019)

Gambar 1. Saluran gas buang dengan catalytic converter

Sumber : (Heisler 1996)

6
7

2.1.2 Cara Kerja Catalytic Converter

Catalytic converter dapat mengurangi emisi gas buang dengan


menggunakan dua jenis katalis, fungsi dari dua jenis katalis tersebut sebagai
reduction catalyst dan oksidation catalyst.
Reduction catalyst yang berfungsi untuk membantu menurunkan emisi
atau pancaran NOx, ketika sebuah molekul NO dan NO 2 melewati katalisator
out, katalisator mengikat atom nitrogen lemah tersebut keluar dari molekul dan
setelah itu membebaskan oksigen. Senyawa nitrogen yang lemah tadi mengikat
atom nitrogen lemah yang lain membentuk N 2 . (Bagus Irawan 2012)
Contoh :
2NO → N2 + O2 atau 2NO 2 → N2 + 2O 2
Katalis oksida adalah langkah kedua converter yang menurunkan atau
mengoksidasi hidrokarbon dan carbon monoksida yang tidak terbakar pada
proses pembakaran zat tersebut diatas dengan platina atau rhodium sebagai
katalisator (Twigg 2007). Katalisator ini membantu menuntaskan gas sisa
reaksi CO dan hidrokarbon menjadi oksigen. (Bagus Irawan 2012)
Contoh :
2CO 2 + O2 → 2CO 2
Langkah ketiga adalah suatu sistem kendali dengan ECU (Electrica l
Control Unit) yang memonitori dan memberi informasi untuk mengendalika n
sistem injeksi bahan bakar kedalam ruang bakar.

2.1.3 Jenis – jenis Catalytic Converter

Catalytic converter yang telah ada pada saat ini sudah dibedakan menjadi
berbagai jenis yaitu :
1. Catalytic Converter Oksidasi (Single bed oxidation)
Catalytic converter Oksidasi beroperasi dengan udara berlebih
untuk mengubah HC dan CO menjadi H2 O dan CO 2 . Namun, catalytic
converter ini tidak mempengaruhi NO x (Purnomo 2020).
2. Catalytic Converter Dua Jalan
8

Sistem ini terdiri dari dua sistem katalitik yang dipasang secara
berurutan. Gas buang yang melewati katalis oksidasi kedua menga lir
melalui katalis reduksi pertama. Sistem bagian depan atau pertama
adalah katalis reduksi yang bertanggung jawab untuk mengura ngi
emisi NOx. Sedangkan sistem kedua adalah katalis oksidasi yang
dapat mengurangi emisi HC dan CO. Namun, sistem ini tidak optimal
untuk konversi NOx (Purnomo 2020).
3. Catalytic Converter Tiga Jalan
Sistem ini dirancang untuk mengurangi gas polutan seperti CO,
HC dan NOx yang keluar dari sistem pembuangan dengan
mengubahnya menjadi CO 2 , uap air (H2 O), dan reaksi nitrogen (N 2)
melalui reaksi kimia (Bagus Irawan 2012). Hal ini dicapai dengan
mengoksidasi karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC)
sehingga karbon monoksida dan molekul hidrokarbon disusun
kembali untuk membentuk karbon dioksida (CO 2 ) dan nitrogen (N 2 ).
Reaksi kimia setelah pembakaran dalam sistem pembuangan ini akan
memakan waktu yang sangat lama (Heisler 1996; Pontikakis,
Konstantas, and Stamatelos 2004).
Tetapi laju reaksi kimia dapat sangat dipercepat dengan adanya
katalis. Bahan katalis untuk mereduksi gas buang biasanya adalah
logam mulia seperti platinum (Pt) dan rhodium (Rh).
4. Denox Catalytic Converter
Sistem ini memiliki sistem yang hampir sama dengan tree way
catalytic converter, tetapi NO x yang ada diubah pada daerah udara
yang berlebih. Catalytic converter ini memiliki efisiensi penurunan
NOx hingga 50%. (Purnomo 2020)
9

2.2 Katalis

2.2.1 Pengertian Katalis


Definisi katalis pertama kali dikemukakan oleh Otswald sebagai suatu
substansi yang mampu mengubah laju reaksi kimia tanpa mengubah besarya
energi yang menyertai reaksi tersebut. Dalam jurnal (Utomo and Laksono 2007)
menurut Satterfield (1980) konsep dasar katalis adalah zat yang dalam jumlah
kecil dapat menyebabkan perubahan yang besar. Menurut Agustine (1996),
katalis adalah substansi yang dapat meningkatkan laju reaksi pada suatu reaksi
kimia yang mendekati kesetimbangan dimana katalis tersebut tidak terlibat secara
permanen, tertulis dalam jurnal (Utomo and Laksono 2007).
Secara umum katalis dikelompokkan menjadi dua yaitu katalis homogen dan
katalis heterogen.
1. Katalis Homogen
Katalis homogen ini mempunyai wujud yang sama dengan reaktan
dan produk reaksi. Proses katalis terjadi melalui perubahan senyawa
menjadi senyawa yang kompleks dan terjadi pengubahan susunan
molekul dan ligan katalis (Rufiati 2011). Pada katalis homogen ini
kondisi reaksi relatif ringan, dan memungkinkan penyetelan yang
mudah dari sifat katalik (Dijkstra, Van Klink, and Van Koten 2002).
2. Katalis Heterogen
Katalis heterogen ini berbeda wujudnya pada katalis dan reaktanya,
tetapi menyediakan permukaan dimana reaksi dapat berlangsung
(Rufiati 2011). Sistem katalis heterogen adalah yang paling mudah
digunakan diaplikasi industry karena katalis yang mudah dibuat, katalis
mudah diletakkan di dalam tabung reactor di mana reaktan menga lir,
dan konstruksi sederhana (Dijkstra, Van Klink, and Van Koten 2002)
2.2.2 Dukungan Katalis

Salah satu penyusun katalis terbuat dari logam atau metal :


1. Metalic Monolith
Metallic monolith adalah katalis dalam bentuk tabung atau pipa
berlubang kecil dan besar. Dimensi bentuk monolith biasanya
10

meliputi silinder oval, bentuk bulat, “racetract” untuk engine yang


besar (displacement silinder 3 dan 3,5 liter) dua katalis ditempatkan
secara paralel (Ghasemi 2010).

2. Cramic Monolith
Karakteristik dan sifat – sifat dari ceramic monolith sebagai
berikut:
1. Katalis bekerja/berinteraksi secara spesifik.
2. Katalis lebih efektif bila ditentukan dengan baik.
3. Tidak terjadi perubahan dalam massa dan komposisi kimia
secara signifikan pada akhir dari suatu akhir.
4. Secara umum dibutuhkan sejumlah kecil katalis untuk
mengahsilkan reaksi yang hamper tak terbatas.
5. Pada umumnya, sebuah katalis tidak dapat memulai suatu
reaksi.
6. Karakteristik tidak mempengaruhi posisi akhir dari
kesetimbangan, akan tetapi memperpendek waktu yang
dibutuhkan mencapai keetimbangan.
7. Perubahan temperature dapat merubah laju reaksi dari
reaksi katalitik.

2.3 Proses Terbentuknya Gas Buang

Emisi gas buang yang dihasilkan dari proses pembakaran dalam mesin
kendaraan merupakan salah satu sumber utama pencemaran udara. Emisi gas
buang yang dihasilkan berupa karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO 2 ),
hidrokarbon (HC), dan oksida nitrogen (NOx). Dalam pembakaran sempurna,
gas buang hasil pembakaran berupa karbondioksida (CO 2 ) dan air (H2 O) serta
udara yang tidak terlibat pembakaran. Tetapi pembakaran sempurna s ulit
11

terjadi, sehingga menyebabkan terdapat gas buag hasil pembakaran lain seperti
CO, HC, dan NOx (Lkili and Aydin 2012).
• Karbonmonoksida (CO)
Karbon monoksida adalah gas yang tidak berasa, tidak berbau,
tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya. Gas karbonmonoksida
dihasilkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna akibat dari
pencampuran bahan bakar dan udara yang terlalu kaya (Prockop
and Chichkova 2007). Jadi untuk mengurangi CO, perbandinga n
campuran harus dikurangi atau dibuat kurus. Akan tetapi reaksi ini
sangat lambat dan tidak dapat merubah seluruh sisa CO menjadi
CO2 . (Hariyanto, Wahab, and Lesmanah 2002)
• Hidrokarbon (HC)
Gas hidrokarbon terbentuk terbentuk dari berbagai sumber.
Pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna dan tidak
terbakarnya semua minyak pelumas di dalam silinder merupakan
salah satu penyebab terbentuknya emisi hydrocarbon (HC). Emisi
hidrokarbon metana ini dapat menyebabkan leukemia dan kanker
(Jayanti, Hakam, and Santiasih 2014; Payri et al. 2009)
• Nitrogen Oksida (NOx)
Gas nitrogen oksida (NOx) dihasilkan senyawa nitrogen dan
oksida yang terkandung di udara dari campuran udara – bahan
bakar. Kedua unsur tersebut bersenyawa jika temperature di dalam
ruang bakar 1.800C. 95% dari NOx yang terdapat pada gas
buangan berupa nitric oxide (NO) yang terbentuk di dalam ruang
bakar. Nitric oxide ini selanjutnya bereaksi dengan oksigen di udara
membentuk nitrogen dioksida (NO 2 ). Nitrogen oksida ini juga
membuat lapisan ozon semakin menipis (Gómez-García, Pitchon,
and Kiennemann 2005).
12

2.4 Substract

Di dalam catalytic converter terdapat substrac yang merupakan bahan dasar


konstruksinya yang nantinya dengan washcoat. Ada 3 jenis substrat yaitu : ceramic
pellet, ceramic honeycomb (monolith), dan metallic honeycomb.

2.4.1 Ceramic pellet

Ceramic pellet terdiri dari lapisan keramik seperti magnesium alumunium

silikat, dan dapat menahan keausan suhu tinggi sekitar 1000 C (Heisler 1996).

Gambar di bawah ini merupakan penampang catalytic converter pelet keramik.

Gambar 2. Ceramic pellet catalytic converter

2.4.2 Ceramic Honeycomb

Ceramic honeycomb terbuat dari bahan yang sama dengan keramik pellet dan
memiliki bentuk sarang lebah. Struktur model ini lebih rapuh karena dipasang
fleksibel wire mesh subtract diantara casing dan honeycomb. Pemasangan ini
membantu melindungi honeycomb dari ekspansi panas termal dan ganggua n
eksternal yang dapat merusak bentuk dari honeycomb itu sendiri (Heisler 1996).
Gambar berikut menunjukkan tampilan penampang model catalytic converter
ceramic honeycomb.
13

Gambar 3. Ceramic honeycomb catalytic converter

2.4.3 Metallic Honeycomb

Pada model metallic honeycomb ini memiliki bentuk spiral yang berguna
untuk gelombang radio ekspansi termal dan juga membuatnya lebih tahan lama.
Katalis ini terdiri dari bahan alumina berpori (Al2 O3 ) (Heisler 1996). Penmapang
dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Gambar 4. Metallic honeycomb catalytic converter


14

2.5 Material Katalis

Bahan katalis padat banyak digunakan karena murah, mudah dipisahkan


dari reaktan, dan cocok untuk banyak industry. Katalis padat meliputi oksida
logam, katalis logam dan alloy, katalis argano logam serta katalis asam atau
basa. Oksida logam transisi dan campuranya serta logam mulia diketahui
berfungsi sebagai bahan katalis untuk mempercepat reaksi oksidasi karbon
monoksida. Logam mulia yang banyak digunakan sebagai katalis antara lain
Platinum, Ruthenium, Rhodium, Iridium (Lestari 2012; Steel 1991).
Bahan katalis logam mulia memiliki banyak kelebihan dan kekurangan.
Keuntunganya adalah tingkat aktivitas yang sangat tinggi, dan kerugianya
adalah biaya yang mahal, ketersediaanya di alam sedikit, dan waktu hidupnya
singkat. Meskipun oksida logam kurang aktif dari pada logam mulia, oksida
logam lebih banyak digunakan sebagai bahan katalis karena ketersediaanya di
alam besar, biaya rendah dan masa pakai yang lama.
Oksida yang digunakan dalam catalytic converter diantaranya tembaga
(Cu). Bontan T. Sofyan (2011:65) mengatakan bahwa “Tembaga merupakan
logam yang khusus dan sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, dalam
jurnal (Razali, Maksum, and Daswarman 2014).Tembaga sebagai katalis
karena memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi untuk reaksi oksidasi
reduksi. Tingkat oksidasi tembaga berubah secara thermodinamik antara CuO,
CU2 O dan CU. Perbedaan dalam adsorpsi oksigen oleh spesies pada tingkat
oksidasi tersebut merupakan penyebab tingginya aktivitas dan selektivitas
katalis tembaga.

2.6 Kuningan (CuZn)

Kuningan adalah logam yang merupakan campuran dari tembaga dan seng.
Komponen utama kuningan biasanya diklasifikasikan sebagai paduan tembaga.
Warna kuningan berbeda-beda tergantung pada jumlah seng yang terkandung
dalam tembaga tersebut. Seng juga mempengaruhi warna kuningan. Kuninga n
lebih kuat dan lebih keras dari tembaga, tetapi tidak kuat seperti baja (Wibowo
et al. 2020).
15

Bahan utama dari kuningan adalah tembaga. Jumlah total tembaga


bervariasi dari 55% hingga 95%, tergantung pada jenis kuningan dan tujuan
penggunaan. Kuningan yang mengandung tembaga murni dengan cara elektrik,
menghasilkan setidaknya 99,3% kuningan murni untuk mengurangi jumlah
bahan lainya. Kuningan yang mengandung sedikit tembaga, juga dapat dibuat
dari tembaga murni secara elektrik, tetapi lebih umum ditemukan dalam
tembaga. Saat proses daur ulang berlangsung, perlu diketahui jumlah tembaga
dan bahan lainya sehingga produsen dapat menyesuaikan jumlah bahan yang
ditambahkan untuk mencapai kadar kuningan yang diinginkan (Syahruji and
Ghofur 2019).
Bahan kedua dari kuningan adalah seng (Zn). Jumlah seng bervariasi antara
5% sampai dengan 40% menurut beratnya sesuai dengan jenis kuninga n.
Kuningan dengan kadar seng yang tinggi akan bersifat kuat dan sulit dibentuk.
Titik leleh zat padat yaitu dimana benda padat terebut menjadi cair. Berikut
titik leleh standart logam kuningan :

Tabel 1. titik cair standart kuningan

Sumber. (Wibowo et al. 2020)

2.7 Desain Katalis Model Sarang Lebah

Sarang lebah merupakan suatu konstruksi yang mengagumkan, bentuk dari


suatu rumah lebah. Sarang lebah berbentuk bulat, dan didalamnya terdapat
banyak lubang kecil sebagai tempat bertelur dan membuat larva lebah.
Penggunaan bentuk dalam desain pada katalis merupakan hal yang pasti terjadi,
karena tidak mungkin membuat desain tanpa menggunakan setidaknya satu
16

bentuk. Bentuk sebagai salah satu elemen dalam desain akan membantu
desainer untuk mengkomunikasikan atas fungsi dan kegunaan dalam teknologi.
Bentuk sarang lebah yang unik kemudian saya terapkan pada desain
catalytic converter sehingga partikel gas buang dapat disaring dengan katalis
yang berbentuk sarang lebah. Sehingga selama proses reduksi, aliran panas
dapat dikeluarkan dengan baik dan catalytic converter dapat bekerja sesuai
dengan yang diharapkan.

2.8 Reaksi Pembakaran

Dalam teori stoichiometric menyatakan, untuk membakar 1 gram bensin


dengan sempurna dibutuhkan 14,7 gram udara. Dengan kata lain perbandinga n
campuran ideal adalah 14,7 : 1 (Artika and Rudiansyah 2017). Perbandinga n
ini disebut AFR( Air -Fuel Ratio). Pada alat uji emisi yang menggunakan istila h
AFR, ketika dilakukan pengujian emisi dapat menampilkan angka yang
berbeda, dimana :
• AFR = 14,7, berarti campuran ideal
Campuran ideal terbentuk antara bahan bakar dan udara sudah dalam
keadaan seimbang untuk mencapai suatu pembakaran yang sempurna.
• AFR > 14,7, berarti campuran kurus
Campuran kurus yaitu campuran bahan bakar – udara dengan rasio
bahan bakar lebih rendah dari biasanya.
• AFR < 14,7 berarti campuran gemuk
Campuran gemuk yaitu campuran bahan bakar dan udara yang
mengandung bahan bakar lebih banyak dari biasanya.
• Lamda (ℷ)
Untuk menyatakan perbandingan antara teori dan kondisi nyata suatu
campurn bahan bakar dan udara dinyatakan dengan lamda (Dolbear and
Kim 1975). Secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ 𝑛𝑦𝑎
ℷ=
𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 𝑆𝑡𝑜𝑖𝑐ℎ𝑖𝑜𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖𝑐

Jika jumlah udara sesungguhnya 14,7 maka :


17

14,7
ℷ = 14,7:1

Artinya : ℷ = 1 berarti campuran ideal


ℷ > 1 berarti campuran kurus
ℷ < 1 berarti campuran kaya
2.8.1 Pembakaran Sempurna
Pembakaran sempurna tidak menghasilkan gas berbahaya dan
menghasilkan energi pembakaran yang tinggi. Pada pembakaran
yang sempurna akan menghasilkan karbon dioksida dan uap air
(Bambang Irawan 2019).
C8 H18 + O2 CO2 + H2 O
2C8 H18 + 25O2 16CO 2 + 18H2 O
2.8.2 Pembakaran Tidak Sempurna
Pembakaran tidak sempurna akan menghasilkan berbagai
macam gas buang dan energy yang lebih sedikit. Pada pembakaran
tidak sempurna akan menghasilkan karbon monoksida, karbon
dioksida, uap air, serta partikulat karbon (Bambang Irawan 2019).
C8 H18 + O2 CO2 + H2 O
2C8 H18 + 21O2 8CO + 8CO 2 + 18H2 O

2.9 Bahan Bakar Pertalite

Pertalite dapat dikategorikan sebagai bahan bakar kendaraan yang


memenuhi syarat dasar ketahanan, dimana BBM ini tidak akan menimbulka n
gangguan serta kerusakan mesin, karena kandungan oktan 90 lebih sesuai
dengan perbandingan kompresi kebanyakan kendaraan bermotor yang ada di
Indonesia. Keunggulan dari bahan bakar pertalite yaitu sebagai berikut :
a. Durability, pertalite tergolong bahan bakar kendaraan yang
memenuhi persyaratan dasar kekuatan atau keawetan dan tidak
membahayakan atau merusak mesin.
b. Fuel economy, kompatibilitas antara angkat oktan 90 pada pertalite
dan rasio kompresi kendaraan yang beroperasi untuk desainya. AFR
yang lebih tinggi dengan konsumsi bahan bakar yang lebih tinggi
18

menghasilkan kinerja mesin yang lebih optimal dan efisiensi yang


lebih tinggi untuk jarak yang lebih jauh (Wira, 2016) dalam jurnal
(Luthfi et al. 2018) .
c. Performance, kandungan angka oktan 90 pada pertalite akan
memberikan performa mesin yang lebih baik disbanding dengan
oktan 88. Hasilnya adalah torsi yang lebih tinggi dan putaran mesin
yang lebih tinggi (Donny Fernandez, 2009; Rosid, 2016) dalam
jurnal (Luthfi et al. 2018).

Anda mungkin juga menyukai