Anda di halaman 1dari 9

METODE PRODUKSI HIDROGEN

Hydrogen di alam tidak bisa ditemukan atau diperoleh dalam bentuk murni melainkan selalu dalam
bentuk senyawa seperti halnya H2O (air). Untuk itu perlu adanya suatu metode yang dapat
digunakan untuk memperoleh Hidrogen, ada 4 metode dalam produksi Hidrogen yang umum
diterapkan, antara lain:

1. Thermochemical
2. Electrokimia
3. Photobiology
4. Photochemical

2. Elektrokimia

Beberapa proses produksi hidrogen yang sedang dikembangkan dengan memanfaatkan


energi nuklir, yaitu elektrolisis, steam reforming dan termokimia siklus sulfur-iodine. Dalam setiap
proses tersebut terdapat input (umpan dan energi) dan output (bahan kimia yang diinginkan dan
kehilangan energi).

Pada metode produksi hidrogen yang dilakukan secara elektrolisis dimana proses produksi
dilakukan dalam suatu sistem elktrokimia.

A. Elektrolisis Air
adalah proses pemisahan molekul air menggunakan listrik dan merupakan metode yang paling
umum untuk produksi hidrogen. Listrik dialirkan melalui suatu sel dengan dua elektroda yang
mengandung larutan elektrolit KOH. Diagram alir proses elektrolisis dapat dilihat pada Gambar 1.
Reaksi dasar dari proses elektrolisis adalah sebagai berikut :

2H3O+ + 2e- H2 + 2H2O katoda ...(1)


3H2O O2 + 2H3O+ + 2e- anoda ...(2)
------------------------------------------------------
H2O H2 + O2 ...(3)
Elektroda yang berupa katoda dan anoda ditempatkan dalam larutan KOH sehingga terjadi
perpindahan elektron. Hidrogen akan terbentuk pada katoda dan oksigen akan terbentuk pada
anoda. Dekomposisi air terjadi pada suhu 25oC dan tekanan atmosfer pada tegangan 1,23 Volts.
Elektrolisis menggunakan listrik, maka efisiensi termal keseluruhan dari proses meliputi efisiensi
PLTN dan efisiensi elektrolisis itu sendiri.

Efisiensi proses elektrolisis pada umumnya sekitar 80%, tetapi efisiensi PLTN hanya
sekitar 34%. Kisaran efisiensi termal yang memungkinkan untuk elektrolisis adalah 25-45%.

Proses elektrolisis keseluruhan


Hydrogen
Energy
(panas nuklir)

Pembangkitan listrik
(pa
Oksigen
Air
Elektrolisis
air

Kehilangan energi

Gambar 1. Diagram Alir Proses Elektrolisis.

Saat ini sedang dikembangkan elektrolisis, untuk dioperasikan pada suhu tinggi (700-900oC),
menggantikan beberapa inputan listrik dengan energi termal. Energi panas lebih murah dari pada
energi listrik, maka biaya produksi H2 dengan metode ini diharapkan dapat lebih murah dari pada
elektrolisis konvensional. Namun dalam tahap awal pengembangan, teknologi ini memerlukan
biaya modal sangat tinggi yaitu 1300$/kW. Instalasi elektrolisis dengan suhu tinggi memerlukan
lokasi yang berdekatan dengan PLTN, karena PLTN yang menyediakan energi panas. PLTN yang
digunakan pada metode ini adalah tipe RST (Alimah dan dewita, 2008)
B. Elektrolisis Basa (Alkali)

Elektrolisis basa menggunakan larutan KOH (kaustik) sebagai elektrolit yang mengalami sirkulasi
melalui sel-sel elektrolit. Cocok untuk aplikasi stasioner dan tersedia pada tekanan operasi hingga
25 bar. Elektrolisis alkali merupakan teknologi dewasa ini, dengan catatan yang signifikan dalam
aplikasi industri, yang memungkinkan operasi remote.

Elektrolit : 4H2O 4H+ + 4OH .......(4)

Katoda : 4H+ + 4e- 2H2 ..(5)

Anoda : 4OH- O2 + 2H2O + 4e- ...(6)

Reaksi keseluruhan : 2H2O O2 + 2H2 ...(7)

Keuntungan dari elektrolisis basa antara lain biaya yang dibutuhkan relative sedikit (murah),
energy efisiensi dan rasio turn-down yang tinggi.

O2

O2/KOH
Energi Gas separator
Transformer Electrolytic/
/rectifier cell block
H2/KOH
Gas separator deoxidiser
KOH
Water
Dioniser
/reverse
Dryer H2
osmosis

Gambar 2. Diagram Proses dalam Elektrolisis Basa


C. Polymer Electrolyte Membrane (PEM) Electrolysis

Prinsip elektrolisis PEM disajikan dalam persamaan 8 dan 9. Elektrolisis PEM tidak memerlukan
elektrolit cair, yang mana ini menyederhanakan desain cell secara signifikan. Elektrolit dalam
elektrolisis PEM berupa membrane polimer asam. Elektrolisis PEM berpotensi dapat dirancang
untuk tekanan operasi hingga beberapa ratus bar, dan cocok untuk aplikasi stasioner dan mobile.
Kelemahan utama dari teknologi ini adalah masa operasi terbatas dari membrane. Keuntungan
utama dari elektrolisis PEM dibanding elektrolisis basa (alkali) adalah rasio turndown yang tinggi,
lebih aman karena tidak adanya elektrolit KOH, desain yang lebih kompak karena kepadatan yang
lebih tinggi, dan tekanan operasi yang lebih tinggi.
Anoda : H2O O2 + 2H+ + 2e- .(8)
Katoda : 2H+ + 2e- H2.(9)
Dengan biaya yang relative tinggi, kapasitas rendah, efisiensi rendah dan masa operasi yang
singkat, dapat disimpulkan elektrolisis PEM yang tersedia saat ini belum efektif dibandingkan
elektrolisis basa (alkali) (Riss, et all, 2006).

3. Metode Photobiology

Produksi hydrogen secara photobiology didasarkan pada dua langkah yaitu fotosintesis
(10) dan produksi hydrogen yang dikatalisis oleh hidrogenase (11), misalnya ganggang hijau dan
cyanobacteria. Diperlukan penelitian jangka panjang mengenai hal ini dimana jika produksi
hydrogen dengan cara ini berhasil maka akan dihasilkan produksi hydrogen terbarukan untuk
jangka panjang, ini sangat penting untuk memahami proses alam dan regulasi genetic dalam
produksi hydrogen. Metabolism dan rekayasa genetika dapat digunakan untuk menunjukan proses
dalam bioreactor yang lebih besar. Pilihan lainnya adalah untuk dua langkah reproduksi
menggunakan fotosintesis buatan (Riss, et all, 2006).

Fotosintesis : 2H2O 4H+ + 4e- + O2 (10)

Produksi hydrogen (Hidrogenase) : 4H+ + 4e- 2H2 .(11)

Biohidrogen adalah hidrogen yang diproduksi melalui proses biologi. Proses produksi
hidrogen secara biologi membutuhkan energi lebih sedikit daripada cara kimia atau elektrokimia.
Produksi biohidrogen dapat menggunakan mikroba dari berbagai taksa dan tipe fisiologi. Mikroba
tersebut dapat memproduksi hydrogen melalui proses bioteknologi dengan dua cara yaitu proses
fermentasi secara anaerobik atau aerobik (Mahyudin & Koesnandar dalam Fahma Hastuti, 2011).
Produksi hidrogen secara biologi berbeda dari cara kimia atau elektrokimia, yaitu dapat dilakukan
pada tekanan dan suhu normal (Kotay & Das dalam Fatma Hastuti, 2011). Produksi hidrogen
secara biologis dapat menggunakan limbah organik sebagai substrat fermentasi sehingga
membantu dalam menangani limbah-limbah organik dan membuat produksi hidrogen lebih
ekonomis.

Mikroorganisme yang dapat menghasilkan hidrogen terdiri atas tiga jenis, yaitu:
sianobakteria, bakteri anaerob, dan bakteri fotosintetik. Sianobakteria merupakan mikroorganisme
yang memproduksi hidrogen dengan cara fotosintesis, yaitu memecah air menjadi hidrogen dan
oksigen. Sianobakteria dapat mengkonversi langsung energi cahaya menjadi energi kimia
sehingga tidak membutuhkan akumulasi radiasi bahan bakar atau substansi organik dalam media
bakteri (Sirait 2007). Kelemahan organisme ini dalam memproduksi hidrogen adalah proses
produksi hidrogen lambat, sistem reaksinya membutuhkan energi yang besar, dan membutuhkan
penanganan khusus untuk memisahkan gas hidrogen dan oksigen. Berbeda dengan sianobakteria,
bakteri anaerob menggunakan substansi organik sebagai sumber elektron dan energi tunggal, serta
mengkonversinya menjadi hidrogen. Reaksinya berlangsung cepat dan prosesnya tidak
memerlukan bahan bakar sehingga membuat bakteri ini berguna bagi skala besar limbah cair.
Namun, bakteri ini memiliki kelemahan dalam memproduksi gas hidrogen, yaitu hasil
dekomposisi atau penguraian senyawa organik menghasilkan asam-asam organik (seperti asam
asetat, asam butirat, dll). Asam organik tersebut menimbulkan masalah baru bila tujuan dari
produksi adalah untuk menanggulangi limbah.

Bakteri fotosintetik memiliki sistem di antara bakteri anaerob dengan sianobakteria untuk
menghasilkan hidrogen. Bakteri ini memiliki kemampuan dalam mengkonversi substansi organik
menjadi hidrogen dengan laju yang cukup tinggi, namun juga menggunakan cahaya dalam
membantu reaksi pembentukan hidrogen. Energi cahaya yang dibutuhkan untuk memproduksi
hidrogen lebih kecil karena peran senyawa organik. Senyawa organik yang dapat digunakan oleh
bakteri ini adalah gula, laktat, asam lemak, tepung, selulosa, limbah organik dan lain-lain. Bakteri
fotosintetik yang dapat memproduksi hidrogen antara lain Rhodopseudomonas, Rhodobacter,
Anabaena, Chlamydomonas, Chromatium, dan Thiochapsa (Zaborsky et al. 1998 dalam Fatma
Hastuti, 2011).

Rhodobium marinum (ATCC 35675) merupakan salah satu bakteri fotosintetik yang dapat
memproduksi hidrogen. Rhodopseudomonas marina atau lebih dikenal dengan nama Rhodobium
marinum merupakan bakteri fotosintetik ungu nonsulfur, yaitu bakteri yang dapat menggunakan
sulfida sebagai donor elektron, tetapi tidak bisa tumbuh pada konsentrasi sulfida yang tinggi.
Selnya berbentuk batang, gram negatif, bergerak, memproduksi warna pink ke merah,
fotoheterotrof fakultatif anaerob dan dapat melakukan reproduksi melalui budding (kuncup).
Bakteri ini diisolasi dari air laut pada tahun 1995 (Hiraishi 1995 dalam Fatma Hastuti, 2011).

Produksi biohidrogen oleh mikroba dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perubahan
secara fotobiologis dan teknik fermentasi. Teknik yang pertama hanya dapat dilakukan pada siang
hari yaitu ketika adanya matahari. Hal ini dikarenakan mikroba fotosintetik menggunakan energi
dari sinar matahari sebagai sumber energi mereka. Teknik yang kedua dapat berlangsung pada
siang maupun malam hari (dalam keadaan gelap). Salah satu contoh produksi hidrogen yang
dilakukan dalam penelitian Fatma Hastuti (2011) menggunakan teknik fotofermentasi untuk
menghasilkan hidrogen yang optimal. Produksi hidrogen dengan fotofermentasi oleh bakteri
fotosintetik membutuhkan energi cahaya dan senyawa organik. Energi cahaya oleh bakteri
fotosintetik akan dikonversi menjadi energi potensial elektron kemudian membentuk ATP. Dalam
proses berikutnya, elektron ditransfer untuk mereduksi feredoksin yang merupakan pembawa
elektron ke nitrogenase (enzim yang dapat memproduksi hidrogen). Produk ATP disuplai ke enzim
tersebut bersamaan dengan pembawa elektron. Nitrogenase memerlukan ATP dan 2 Fdred untuk
menghasilkan hidrogen. Foton mengaktifkan fotosistem di pusat reaksi untuk memompa proton.
Proton ditransfer bersamaan dengan penghasilan ATP. Dua sampai tiga proton digunakan untuk
memberikan ATP (Zaborsky et al. 1998 dalam Fatma Hastuti). Produksi biohidrogen oleh R.
marinum melibatkan enzim nitrogenase. Reaksi yang terjadi pada enzim nitrogenase adalah
sebagai berikut:

2H+ + 2 Fdred + 4 ATP H2 + 2 Fdoks + 4ADP + 4 Pi.(12)

Reaksi tersebut berlangsung jika terdapat cahaya, tetapi tidak terdapat oksigen, dan dalam kondisi
nitrogen terbatas. R. marinum memperoleh elektron dari senyawa organik untuk mereduksi proton
menjadi molekul hidrogen. Jika molekul nitrogen tidak ada, enzim nitrogenase akan mereduksi
proton menjadi gas hidrogen yang dibantu dengan energi dalam bentuk ATP dan elektron yang
diperoleh dari feredoksin. Dalam proses fotosistem bakteri ini, tidak terbentuk oksigen sehingga
tidak menghambat kerja enzim nitrogenase mengingat enzim nitrogenase sensitif terhadap oksigen
(Akkerman 2002).

Menurut Koku et al. (2002), bakteri fotosintetik merupakan jenis mikrob yang
menguntungkan untuk produksi hidrogen dalam skala besar. Bakteri fotosintetik nonsulfur
menghasilkan hidrogen menggunakan senyawa organik dan energi cahaya. Bakteri tersebut
memiliki kemampuan tinggi dalam mengkonversi substrat secara efisien dan dapat menggunakan
secara luas berbagai susbtrat baik untuk pertumbuhan maupun produksi hidrogen. Efisiensi energi
cahaya untuk memproduksi hidrogen oleh bakteri fotosintetik lebih tinggi dibandingkan
sianobakteria. Rhodobium marinum (ATCC 35675) merupakan salah satu contoh bakteri
fotosintetik ungu nonsulfur yang dapat memproduksi H2 (Hiraishi 1995). Produksi biohidrogen
oleh bakteri fotosintetik ungu nonsulfur melibatkan enzim nitrogenase dan hidrogenase. Namun,
sejak produksi hidrogen lebih diutamakan pada nitrogenase, aktivitas hidrogenase ini terabaikan.
Aktivitas nitrogenase pada bakteri ini terstimulasi kuat oleh cahaya. Pola iluminasi saat periode
terang dan gelap juga berpengaruh besar dalam kestabilan aktivitas nitrogenase. Kerja nitrogenase
dalam menghasilkan hidrogen memerlukan sejumlah besar ATP dan energi tereduksi yang
didapatkan dari hasil fotosistem bakteri tersebut (Meyer et al. 1978 dalam Fatma Hastuti, 2011).

Nitrogenase merupakan kompleks enzimatik yang dapat memfiksasi nitrogen di udara.


Kompleks nitrogenase berada bebas di dalam organisme yang memfiksasi nitrogen dan juga
berada di dalam bakteri yang memfiksasi nitrogen. Berikut persamaan reaksi pembentukan amonia
dari fiksasi nitrogen :

N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP 2NH3 + H2 + 16 ADP + 16 Pi. .(11)

Reduksi nitrogen menjadi amonia merupakan reaksi endergonik yang memerlukan energi
metabolisme tinggi dalam bentuk ATP. Amonia dibentuk pada proses ini ditambatkan ke dalam
asam amino glutamat dan glutamin serta asam nukleat (Tamagnini et al. 2002).

Hidrogenase merupakan enzim yang mengkatalisis oksidasi reversibel dari H2 menjadi


proton. Beberapa mikroorganisme menggunakan enzim ini dengan tujuan yang berbeda-beda.
Banyak bakteri dan arkaea dapat menggunakan hidrogen sebagai sumber elektronnya dengan
bantuan hidrogenase. Beberapa bakteri fermentatif dan alga hijau menggunakan hidrogenase untuk
melepas kelebihan power reduksi dengan mereduksi proton menjadi hidrogen, dan bakteri
pemfiksasi nitrogen menggunakan hidrogenase untuk menangkap kembali hidrogen yang telah
diproduksi oleh nitrogenase (Lindberg 2003 dalam Fatma Hastuti, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Akkerman et al.. 2002. Photobiological hidrogen production photochemical efficiency and


bioreactor design. Int. J. Hydrogen Energy 27:1195-1208.
Hastuti, Fatma. 2011. Produksi Biohidrogen oleh Bakteri Fotosintetik Rhodobium marinum pada
Pencahayaan Berbeda [Srkripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Koku H, Inci E, Ufuk G, Meral Y, Lemi T. 2002. Aspect of the metabolism of hydrogen production
by Rhodobacter sphaeroides. Int. J. Hydrogen Energy 27:1315-1329.
Sirait LR. 2007. Produksi gas hidrogen dari limbah cair tahu dengan bakteri fotosintetik
Rhodobium marinum [Tesis]. Depok: Sekolah Pascasarjana, Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai