Anda di halaman 1dari 13

Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)

Bandung, 5-6 Oktober 2016


KE-068

State of the Art Teknologi Hidrotermal Untuk Pengolahan Sampah


Kota Menjadi Bahan Bakar Padat
Budi Triyono1,*, Muhammad Hanif Gusman2, David Hutapea2, Pandji
Prawisudha2 dan Ari Darmawan Pasek2
1JurusanTeknik Mesin Politeknik Negeri Bandung,
Jalan Gegerkalong Hilir, Ds. Ciwaruga, Bandung 40012, Indonesia
2Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung,
Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia
email : budit0904@gmail.com

Abstrak
Penggunaan berlebihan bahan bakar fosil menyebabkan peningkatan kadar CO2 di atmosfer
yang merupakan salah satu penyebab pemanasan global akibat efek rumah kaca sehingga perlu
untuk dilakukan optimalisasi berbagai sumber energi terbarukan, salah satunya adalah
pemanfaatan biomassa dan limbah padat lainnya sebagai bahan bakar padat alternatif. Proses
torefaksi merupakan proses termal untuk meningkatkan kualitas biomassa sebagai bahan bakar
padat yang meliputi pengurangan kadar air, peningkatan keseragaman ukuran dan densitas
energi. Hidrotermal (HT) adalah proses yang menggunakan cairan dengan tekanan dan suhu
tinggi sebagai media perpindahan panas, juga dikenal sebagai torefaksi basah (WT) atau
hidrotermal karbonisasi (HTC). Makalah ini membahas tentang potensi limbah padat (MSW)
untuk dikonversi menjadi bahan bakar padat melalui proses HTC, termasuk uraian tentang
sejarah, mekanisme proses HTC, dan studi literatur untuk penelitian yang berkaitan dengan
konversi MSW menjadi bahan bakar padat. Hal ini bertujuan untuk memetakan perkembangan
teknologi HTC serta mengidentifikasi penelitian lanjutan yang perlu dilakukan. Penelitian
terkait HTC mulai berkembang pada tahun 1990 dan berkembang pesat beberapa tahun yang
lalu, ditandai dengan peningkatan signifikan jumlah artikel ilmiah yang dipublikasikan.
Penelitian yang telah dilakukan umumnya masih dilakukan dalam skala laboratorium
menggunakan sistem reaktor batch, meskipun beberapa penelitian telah dilakukan pada skala
pilot. Berdasarkan proses dan bahan bakar padat yang dihasilkan menunjukkan bahwa proses
HTC adalah teknologi yang potensial untuk produksi bahan bakar padat terbarukan terutama
dari biomassa dengan kadar air yang tinggi seperti MSW. Studi komprehensif masih diperlukan
untuk mengidentifikasi kemungkinan dan hambatan dalam menerapkan teknologi HTC untuk
mengonversi MSW menjadi bahan bakar padat dalam skala komersial.
Kata kunci : Zero CO2, high moisture content biomass, hidrotermal karbonisasi (HTC),
municipal solid waste (MSW), dan bahan bakar padat terbarukan
Pendahuluan bahan bakar fosil sebagai sumber energi.
IPCC melaporkan bahwa emisi dari bahan
Bahan bakar fosil seperti minyak bumi,
bakar fosil akan menyebabkan kenaikan
batu bara, dan gas alam merupakan sumber
temperatur sekitar 1.4 - 5.8°C dalam kurun
energi primer dunia (sekitar 80%
waktu 1990 sampai 2100 [2].
kebutuhan energi dunia bergantung pada
bahan bakar fosil). Namun, sumber energi Dewasa ini, dunia sedang berusaha untuk
dari fosil ini diramalkan akan habis 40–50 mengurangi emisi karbon dari bahan bakar
tahun lagi [1]. Selain itu, kerusakan fosil dengan menggunakan biomassa
lingkungan seperti pemanasan global sebagai sumber energi alternatif. Saat ini
merupakan efek samping dari penggunaan biomassa memenuhi 10-15% kebutuhan

433
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

energi dunia. Negara – negara maju Kadar air yang ada pada MSW Indonesia
menggunakan biomassa untuk memenuhi lebih besar dari 60%, sehingga dibutuhkan
9-14% kebutuhan energinya, namun di proses pre-treatment untuk mengurangi
negara – negara berkembang hampir 20- kadar airnya sebelum digunakan sebagai
35% kebutuhan energi dipenuhi oleh bahan bakar padat pada WTE plant [7].
biomassa [3]. Ketika biomassa dibakar atau Teknologi hidrotermal cocok diaplikasikan
dikonversi menjadi bentuk bahan bakar untuk jenis biomassa yang memiliki
lain, karbon pada biomassa akan bereaksi kandungan air yang tinggi, salah satunya
dengan oksigen diudara untuk membentuk adalah sampah kota atau municipal solid
karbon dioksida yang akan terpapar ke waste (MSW), karena proses ini tidak
atmosfer. Jika terbakar semuanya, jumlah memerlukan pengeringan awal seperti
karbon dioksida yang dihasilkan akan sama teknologi torefaksi [8].
dengan yang diambil dari atmosfer pada Melalui paper ini akan dijelaskan berbagai
masa pertumbuhan. Jadi tidak ada penelitian terkait bidang hidrotermal yang
penambahan karbon dioksida ke atmosfer sudah dilakukan untuk berbagai jenis
sehingga biomassa dapat dipandang sampah kota atau MSW di beberapa negara
sebagai sumber energi yang tidak agar dapat terpetakan perkembangannya
menghasilkan emisi karbon dioksida [4]. serta dapat teridentifikasi penelitian
Penggunaan biomassa sebagai sumber lanjutan yang perlu dilakukan.
energi alternatif masih menyisakan
beberapa masalah diantaranya: densitas Proses Hidrotermal
energi yang rendah, kandungan abu yang
merugikan, ongkos transportasi yang Hidrotermal (HT) adalah proses
tinggi, serta biaya pre-treatment yang termokimia untuk membentuk kembali
tinggi. Oleh sebab itu diperlukan suatu biomassa pada air panas bertekanan. Dalam
teknologi untuk meningkatkan kualitas kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi,
biomassa sehingga dapat mengatasi terlebih ketika melebihi titik kritisnya
masalah – masalah yang dihadapi. Salah (373.3°C dan 22.1 MPa), rapat massa,
satu teknologi yang terus dikembangkan konstanta dielektrik, dan konstanta
hingga saat ini adalah hidrotermal. disosiasi ion turun secara drastis, yang
mana dapat mempercepat laju reaksi [9].
Istilah hidrotermal sebenarnya merupakan Hidrotermal sendiri sudah digunakan
istilah dalam disiplin ilmu geologi yang secara luas untuk recovery bahan bakar dan
digunakan untuk menjelaskan aktifitas air produk kimia dari biomassa yang memiliki
pada tekanan dan temperatur tinggi pada kandungan air yang tinggi. Sebagaimana
pembentukan batuan dan mineral [5]. pada Gambar 1, konversi hidrotermal dapat
Namun teknologi hidrotermal sudah dibagi menjadi Hidrotermal karbonisasi
diaplikasikan secara luas dalam berbagai (180 – 250°C) untuk memproduksi
disiplin ilmu termasuk kimia organik, hidrochar, Hidrotermal likuifaksi (sekitar
biokimia, bioenergi, pangan, dan lain-lain. 200-370°C, dengan tekanan antara 4 dan 20
Proses hidrotermal sendiri memiliki MPa) untuk memproduksi minyak berat
keunggulan dibanding teknologi torefaksi. dan Hidrotermal gasifikasi (dekat
Disamping hidrotermal meningkatkan nilai temperatur kritis sampai 500°C) untuk
kalor dari biomassa, hidrotermal juga menghasilkan gas kaya hidrogen [10].
terbukti mengurangi jumlah komponen
organik dan inorganik yang terlarut dalam
air sehingga mengurangi potensi
pembentukan kerak pada tungku [6].

434
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

menggunakan kondisi air subkritik, artinya


air dijaga dibawah titik kritisnya yaitu
temperatur 374°C dan tekanan 22.1 MPa.
Air subkritik dalam fasa cair memiliki sifat
pelarutan yang baik disebabkan oleh
konstanta dielektriknya dan rapat massa
yang tinggi dibanding fasa uapnya. Dengan
aplikasi panas, ion asam hidronium (H3O+)
dan ion basa hidroksil (OH-) terbentuk
melalui penguraian. Untuk setiap zat dititik
kritisnya, sifat dan strukturnya berubah
signifikan, yang menunjukkan ikatan
hidrogen putus dan memisahkan gugus
dengan struktur rantainya [12].
Peningkatan produk ion dalam kondisi
subkritik mempercepat reaksi yang
dikatalis oleh asam atau basa. Mekanisme
reaksi pada proses hidrotermal dapat dilihat
pada Gambar 2. Reaksi awal yang terjadi
ketika biomassa dipanaskan dalam air
adalah hidrolisis [13]. Selulosa akan
mengalami hidrolisis pada kondisi
hidrotermal pada temperatur 200°C.
Gambar 1. (a) Kondisi operasi konversi Hemiselulosa mengalami hidrolisis sekitar
hidrotermal (b) sifat fisik air pada daerah temperatur 180°C, namun reaksi secara
sub-kritik, kritik,dan super kritik ditekanan detail belum diketahui secara pasti. Lignin
25.3 MPa[10] akan terdegradasi secara hidrotermal diatas
temperatur 200°C disebabkan oleh jumlah
ikatan eternya yang banyak.
Proses karbonisasi secara hidrotermal atau
hydrothermal carbonization (HTC) Setelah mengalami hidrolisis, biomassa
merupakan proses termokimia pada akan mengalami reaksi dehidrasi. Dehidrasi
temperatur yang relatif rendah untuk pada konversi hidrotermal dapat terjadi
meningkatkan fasa padatnya yang biasa secara reaksi kimia maupun proses fisik
disebut HTC. Proses ini dapat yang menghilangkan kandungan air dari
mengkonversikan berbagai jenis biomassa matriks biomassa tanpa mengubah susunan
menjadi serupa lignit bahkan sub- kimianya. Dehidrasi secara kimia
bituminous dengan massa tertinggal sekitar mengkarbonisasi biomassa dengan
35-60%. Karbon yang hilang sangat tinggi menurunkan rasio H/C dan O/C.
pada proses ini dikarenakan senyawa Sederhananya, dehidrasi adalah proses
organik terlarut pada fasa cair dan hanya penghilangan gugus hidroksil. Perlakuan
sedikit gas yang diproduksi. Proses ini hidrotermal juga mengakibatkan sebagian
sangat dipengaruhi oleh jenis biomassa gugus karboksil dan karbonil terurai. Gugus
serta kondisi operasi yang meliputi waktu karboksil dan karbonil mengalami
tinggal serta temperatur [11]. degradasi pada temperatur diatas 150°C
menyisakan CO2 dan CO. Beberapa gugus
Temperatur operasi HTC sekitar 180- terbentuk dari proses degradasi
250°C di tekanan subkritik dengan waktu biomakromolekul pada kondisi hidrotermal
tinggal yang pendek. Proses hidrotermal

435
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

sangat reaktif, hal ini bergantung pada sebagai bahan bakar padat hingga pupuk.
asalnya dan derajat konversinya. Sedangkan kondensat yang menguap dan
tidak menguap dapat dimanfaatkan sebagai
penghasil toxic substance berupa fenol,
furfural, dan turunannya [15].
Pada dasarnya, HTC merupakan pirolisis
yang dikondisikan pada temperatur dan
tekanan yang tinggi serta hadirnya air pada
kondisi subkritik. Kehadiran air sebagai
medium memberikan keuntungan, yaitu
tidak diperlukannya pre drying bagi
biomassa yang akan diproses. Apabila
dibandingkan dengan torefaksi kering,
HTC beroperasi dengan temperatur yang
lebih rendah. Parameter proses HTC ada
Gambar 2. Prinsip Reaksi Hidrotermal Karbonisasi lima, yaitu temperatur, tekanan, pH,
[13] residence time, dan solid load. Temperatur
memainkan peran dalam memulai hidrolisis
Senyawa tak jenuh yang mengalami pada lignoselulosa. Semakin tinggi
polimerisasi secara mudah dibentuk dari temperatur maka semakin banyak fraksi
eliminasi gugus karboksil dan karbonil. karbon yang tertinggal. Namun demikian,
Reaksi kondensasi seringkali dipengaruhi temperatur yang tinggi dengan residence
oleh pembentukan CO2. Dari beberapa time yang lama dapat berpotensi mereduksi
eksperimen disimpulkan bahwa karbon yang terdapat di biomassa.
pembentukan HTC-coal selama karbonisasi Sehingga perlu dicari reaction of severity
hidrotermal terjadi saat proses polimerisasi untuk menentukan temperatur dan
kondensasi. Meskipun (hemi) selulosa residence time optimumnya.
terdiri atas karbohidrat, struktur aromatik
sangat mungkin terjadi pada kondisi Penggunaan katalis asam dapat
hidrotermal. Struktur aromatik ini mempercepat laju reaksi kimia pada proses
kemudian dikenal sebagai pembentuk hidrotermal. Namun demikian, telah
cetakan untuk HTC-coal. Reaksi ini diketahui bahwa seluosa dapat
berlangsung pada temperatur 200-300°C terdekomposisi oleh lactic acid dan reaksi
[14]. katalitik asam lain tanpa adanya tambahan
katalis, karena air adalah solvent yang
Proses HTC atau torefaksi basah pada dapat bersifat asam atau basa [16].
kondisi hot compressed water akan Penggunaan katalis basa (Na(OH) dan
menghasilkan produk berupa hydrochar, Ca(OH)2) dapat meningkatkan produksi
kondensat yang menguap dan kondensat lactic acid [17]. Namun, penggunaan
yang tidak menguap. Namun demikian, katalis basa jarang digunakan karena akan
kehadiran kondensat yang menguap harus menghasilkan reaksi sampingan.
diminimalisasi karena energi yang
dibutuhkan oleh pemanas untuk Solid load merupakan perbandingan
menguapkan air sangatlah besar volume air dan massa dari biomassa [18].
dibandingkan dengan mempertahankan air Untuk memaksimalkan produksi bahan
dengan massa yang sama pada zona sub- bakar padat, solid load harus dikondisikan
kritiknya. Hydrochar merupakan padatan setinggi mungkin, sehingga waktu
hasil densifikasi HTC yang dapat pemanasan yang dibutuhkan untuk
dimanfaatkan secara luas, dari pemanfaatan mencapai polimerisasi dapat

436
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

diminimalisasi dan reaksi akan berjalan Proses HTC Untuk Pengolahan


lebih cepat dibandingkan dengan solid load Sampah Kota Menjadi Bahan
yang rendah. Bakar Padat
Proses hidrotermal memiliki kemampuan Sampah kota atau municipal solid waste
untuk melarutkan exchangeable anorganic (MSW) telah menjadi masalah besar di
ions ke air sehingga jumlah abu bahan banyak negara berkembang dan bahkan
bakar padat dapat diminimalisasi. Zat negara-negara maju karena keterbatasan
terbang terdiri dari condensable atau non usia pakai atau kapasitas fasilitas tempat
condensable vapor atau gases ketika pembuangan akhir (TPA), termasuk di
biomassa dikondisikan pada temperatur Indonesia. Teknologi pengolahan limbah
tertentu. Melalui proses hidrolisis dan saat ini dituntut untuk mampu
dekarboksilasi pada hidrotermal, kuantitas menghilangkan limbah yang memenuhi
zat terbang dapat direduksi [19]. tiga kondisi: ramah lingkungan, ekonomis,
dan kapasitas pemrosesan yang tinggi.
Bahan bakar padat biomassa yang telah
Salah satu alternatif solusi adalah mengolah
melalui pretreatment hidrotermal secara
dan memanfaatkan MSW sebagai bahan
umum akan mengalami penurunan
bakar padat alternatif untuk industri atau
perbandingan H/C dan O/C pada Gambar 3.
rumah tangga.
Hal ini terjadi karena fraksi karbon pada
bahan bakar padat biomassa meningkat
seiring dengan berjalannya proses 1.1 Potensi Sampah Kota
hidrotermal. Penurunan H/C terjadi karena Saat ini sampah kota atau municipal waste
pada proses hidrotermal dimana atom merupakan permasalahan pelik yang
hidrogen dapat terlepas dari rantai dihadapi oleh hampir semua kota-kota
hidrokarbon dalam bentuk H2 (gas) dan besar di Indonesia, termasuk kota Bandung.
akan bereaksi dengan oksigen membentuk Saat ini sampah dikolektif dari masyarakat
air. Penurunan O/C dapat disebabkan oleh yang selanjutnya diangkut dan disimpan ke
pembentukan CO2 pada reaksi tempat pembuangan sementara (TPS) yang
dekarboksilasi, pembentukan CO pada kemudian akan dibuang di tempat
reaksi dekarbonilasi, serta terbentuknya O2 pembuangan akhir (TPA) yang jaraknya
yang berikatan dengan H2 pada proses cukup jauh dan umumnya diolah dalam
pembentukan H2O (cair). bentuk landfill. Kementrian Lingkungan
Hidup melaporkan bahwa pada tahun 2008
Indonesia menghasilkan 38,5 juta ton
sampah dan meningkat 2-4 % pertahunnya
[21]. Penelitian mengenai pemanfaatan
sampah kota sebagai bahan bakar padat
alternatif telah banyak dilakukan, namun
peningkatan publikasi terkait HTC secara
signifikan terbit sekitar tahun 2000an.
Limbah yang umum dimanfaatkan adalah
berbagai sampah padat kota dan residu dari
pengolahan limbah cair yaitu sewage
sludge.
Gambar 3. Kurva Van Krevelen [20]
Khalil (2005) melakukan penelitian
mengenai efektifitas proses HT untuk
mendekomposisi kandungan organik dari
sewage sludge dengan dua scenario,

437
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

pertama dilakukan pada temperatur tinggi aslinya. Selain itu, proses mineralisasi dan
tanpa oksidan dan kedua adalah pada solubilisasi tidak berbeda jauh pada suhu
temperatur yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi dari 250 °C (4 MPa) [25].
menggunakan oksidan (hydrogen
peroxide). Komponen organik dari sewage 1.2 Karakteristik Produk HTC
sludge sebagian besar berupa padatan dan dari Municipal Solid Waste
hanya sebagian kecil larut dalam cairan. (MSW)
Kandungan organik dari lumpur sekunder
terurai ketika mengalami perlakuan Kendala terbesar pemanfaatan MSW
hidrotermal subkritis. Oksidasi terjadi sebagai bahan bakar adalah yang kadar air
ketika hidrogen peroksida ditambahkan, yang sangat tinggi dan bentuk tidak teratur.
dan laju reaksi meningkat seiring dengan Untuk mengatasi masalah ini, Yoshikawa
suhu [22] (2009) mengembangkan teknologi inovatif
hidrotermal (HT) sebagai alternatif
Pengolahan sewage sludge menggunakan pemrosesannya. Hasil penelitiannya
teknologi HT akan menghasilkan cukup menunjukkan bahwa produk hasil proses
banyak residu cair sehingga Yoshikawa HT memiliki nilai kalor hampir sama
(2007) mencoba untuk menginvestigasi dengan batu bara kelas rendah sub-
tentang potensi pemanfaat limbah residu bituminous, terjadi penurunan kandungan
dari proses HT menjadi pupuk cair. Hasil klorin dan merekomendasikan untuk
penelitian menunjukkan bahwa residu cair penggunaan produk sebagai campuran pada
dari proses HT untuk sewage sludge cukup proses co-firing sebesar 20% [26].
memiliki nutrisi utama (N, P dan K) serta
nutrisi mikro (Cu, Zn, Mo, etc) sehingga Prawisudha (2011) juga melakukan
memiliki potensi untuk dimanfaatkan penelitian menggunakan reaktor berukuran
sebagai pupuk cair [23]. 3 m3 yang dapat mengolah sampah
sebanyak 1 ton per batch yang
Yoshikawa (2008) memperkenalkan menunjukkan bahwa Proses HT ini
konsep pemanfaatan teknologi HT untuk menghasilkan produk pulp yang seragam
memproses MSW dan sewage sludge dengan peningkatan kepadatan mencapai
menjadi bahan bakar padat dan pupuk cair. empat kali lipat atau 75% pengurangan
Menurutnya, proses HT dapat secara efektif volume sampah dengan nilai kalor rata-rata
mengkonversi MSW menjadi bahan bakar produk adalah 18 MJ/kg. Perhitungan
alternatif seperti pulverized coal yang dapat keseimbangan energi menunjukkan bahwa
dimanfaatkan sebagai co-firing pada boiler energi yang dibutuhkan untuk proses HT
di pabrik semen yang secara tidak langsung adalah sepersembilan dari kandungan
akan mengurangi emisi CO2. Selain itu, energi dalam produk. Hal ini menunjukkan
proses HT juga dapat menghasilkan pupuk bahwa sistem pengolahan menggunakan
cair bebas logam berat yang berasal dari HT adalah sistem yang dapat beroperasi
pengolahan sewage sludge [24]. Kim secara mandiri yang tidak membutuhkan
(2008) juga melakukan penelitian yang energi tambahan dari luar. Selain itu, proses
bertujuan untuk menyelidiki isi padatan HT juga membutuhkan energi yang lebih
dari excess sludge yang diproses rendah daripada proses pengolahan limbah
menggunakan reaksi HT dan mengevaluasi konvensional [27].
kemungkinan untuk mendaur ulangnya
menjadi produk yang stabil dan tidak Berge (2011) mengevaluasi implikasi
berbahaya. Hasil penelitian menunjukkan lingkungan yang terkait dengan proses
bahwa Jumlah kandungan karbon produk HTC pada MSW (termasuk gas dan produk
yang dihasilkan adalah bervariasi dan cair), untuk mengevaluasi fisik, kimia, dan
tergantung pada komposisi material sifat termal dari hydrochar yang diproduksi

438
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

dan untuk menentukan energetika tinggi. Selama HT, reaksi hidrolisis


karbonisasi. Hasil penelitian menunjukkan menyebabkan pengurangan volatile matter
bahwa 49-75% dari karbon dipertahankan dan peningkatan karbon tetap. HHV dari
dalam char, sedangkan 20-37% pada cairan tiga jenis MSW setelah HT meningkat
dan 2-11% pada fasa gas. Komposisi dari 1,01-1,41 kali (kandungan energi per
hydrochar yang dihasilkan terjadi proses massa) dan 6,39-9,00 kali (kandungan
dehidrasi dan dekarboksilasi selama energi per volume) [30].
karbonisasi yang menghasilkan struktur Balasubramanian (2014) terlebih dahulu
aromatik. Proses energetika menunjukkan melakukan proses hidrolisis enzimatik
bahwa proses karbonisasinya adalah terhadap limbah makanan sebelum
eksotermis [28]. perlakuan hidrotermal untuk menghasilkan
Hasil dari percobaan yang dilakukan Berge hydrochar dan bio-oil. Pra-pengolahan
(2012) juga menunjukkan bahwa produk limbah makanan dengan rasio enzim dari 1:
HTC yang berasal dari limbah padat 2: 1 (karbohidrase : protease : lipase)
sebagian besar karbon (45-75%) masih terbukti efektif dalam mengkonversi
terkandung dalam hydrochar. Produksi gas limbah makanan untuk kedua produk
selama percobaan batch menunjukkan (hydrochar dan bio-oil) dengan hasil yang
bahwa periode reaksi yang lebih lama lebih baik. Kandungan karbon dan nilai
mungkin dibutuhkan untuk kalori berkisar antara 43,7-65,4% dan 17,4-
memaksimalkan produksi produk dengan 26,9 MJ/kg untuk hydrochars yang
densitas energi yang lebih baik. Ketika diperoleh melalui pra-perlakuan enzim,
mempertimbangkan penggunaan sedangkan hydrochar yang diperoleh tanpa
hydrochar sebagai bahan bakar padat, akan pra-perlakuan bervariasi dari 38,2-53,5%
lebih banyak energi dapat dihasilkan dalam dan 15,0-21,7 MJ/kg. Pra-perawatan
bentuk hydrochar dibandingkan dengan enzimatik juga mendukung pembentukan
energi gas yang dihasilkan dari degradasi bio-oil dengan hasil tertinggi diperoleh
limbah selama penimbunan dan pencernaan pada 350 °C [31]
anaerobik, dan dari pembakaran langsung
(insinerasi) limbah makanan tersebut. 1.3 Aplikasi Co-Firing
Emisi karbon yang dihasilkan dari
penggunaan hydrochar sebagai sumber Muthuraman (2010) melakukan
bahan bakar lebih kecil daripada proses eksperimen untuk mengetahui karakteristik
pembakaran secara langsung (insinerasi), co-firing dari produk MSW yang diproses
hal ini menunjukkan bahwa HTC dapat HT yang dicampur dengan batubara India,
berfungsi sebagai alternatif untuk proses Indonesia, dan Australia menggunakan
pembakaran yang ramah lingkungan [29]. analisis TGA. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pencampuran dengan
Lu (2011) menjelaskan penerapan batubara selalu meningkatkan sifat
teknologi hidrotermal pada berbagai jenis devolatization batubara. Pirolisis dan
MSW untuk menghasilkan bahan bakar proses devolatization memberikan sedikit
padat untuk co-firing dengan batu bara atau tidak ada informasi tentang pengaruh
menggunakan tiga jenis surrogated MSW terhadap karakteristik pembakaran.
yaitu MSW Jepang, MSW India dan MSW Penambahan produk HT sangat cocok
Cina yang berbeda dalam komposisi dan untuk diaplikasikan pada batubara kualitas
karakteristik. Hasil penelitian rendah seperti batubara India dengan abu
menunjukkan bahwa proses HT mampu yang tinggi. Selain itu, temperatur
untuk mengkonversi MSW menjadi produk penyalaan (ignition temperature)
berukuran seragam dengan kadar air menunjukkan karakteristik diantara sifat
rendah, bentuk teratur dan bulk density

439
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

batubara dan MSW yang dapat diprediksi kalor rata-rata 20 MJ/kg (dry basis), yang
dari komposisi campurannya [32]. MSW sama dengan yang kelas rendah batubara
yang diproses Hidrotermal memiliki sifat subbituminous. Karena MSW digunakan
bahan bakar yang baik setara dengan kayu. dalam percobaan yang terdapat sejumlah
Campuran produk HT dapat meningkatkan besar plastik, maka penting untuk
reaktivitas arang dengan reaktivitas rendah mengurangi kandungan klorin yang dikenal
sehingga akan mengurangi karbon yang dapat menyebabkan penyumbatan, korosi,
tidak terbakar. Hasil ini menunjukkan dan pembentukan gas dioxin dalam tungku.
kelayakan menggunakan MSW yang telah Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
diproses HT sebagai bahan bakar campuran klorin di MSW yang dihasilkan dari
dengan batubara. Meskipun campuran kontainer poli vinil klorida adalah sekitar
dapat meningkatkan tingkat pembakaran 10.000 ppm (dry basis) dan dikurangi
batubara, namun tidak menunjukkan menjadi sekitar 2000 ppm (dry basis)
penurunan suhu pengapian. Oleh karena itu karena transformasi klorin anorganik yang
hubungan terbalik antara konten materi larut dalam air selama proses hidrotermal.
volatile matter dan suhu pengapian berlaku Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan
hanya untuk bahan bakar murni dan tidak hidrotermal adalah cara yang
berlaku untuk bahan bakar dicampur [33]. memungkinkan untuk mengolah MSW
menjadi bahan bakar padat alternatif
Jin (2013) melakukan percobaan co-firing
dengan kandungan klorin rendah [35].
antara MSW yang telah diproses HT dan
batu bara pada sebuah bubbling fluidized Hwang (2012) melakukan eksperimen
bed (BFB). Hasil yang diperoleh dalam proses HT menggunakan air subkritis
penelitian ini menunjukkan bahwa emisi (HTSW) pada 234 °C (kondisi LT) dan 295
CO dan NO terendah ditemukan pada °C (kondisi HT) untuk menghasilkan bahan
campuran 20% dan 30%. Selain itu, emisi bakar padat dari limbah padat perkotaan
SO2 menurun dengan penambahan (MSW) yang menggunakan kertas,
campuran MSW dan emisi HCl berada di makanan anjing (DF), sumpit kayu, dan
bawah 5 ppm. Selain itu, karbon yang tidak plastik film campuran dan lembar
terbakar (UC) menurun pada pencampuran polietilen, polipropilen, dan polistirena
di bawah 30% dan suhu rendah. Hasil disiapkan sebagai model komponen MSW,
penelitian menunjukkan kemungkinan di mana polyvinylchloride (PVC) bubuk
untuk dapat mengaplikasikan campuran dan natrium klorida digunakan untuk
30% MSW yang telah diproses HT pada mensimulasikan sumber Cl. Hasil
pembakaran didalam tungku batubara jenis penelitian menunjukkan lebih dari 75% dari
BFB [34]. karbon dalam kertas, DF, dan kayu itu
berbentuk sebagai char di bawah kedua
1.4 Reduksi Klorin kondisi LT dan HT, sementara plastik tidak
terdekomposisi dalam kondisi LT ataupun
Prawisudha (2012) melakukan studi kondisi HT. Nilai kalor (HHV) dari yang
eksperimental konversi sampah kota diperoleh arang adalah 13,886-27,544
(MSW) di Jepang ke bahan bakar padat kJ/kg dan sebanding dengan brown coal
dengan menggunakan perlakuan dan lignit. Atom Cl yang ditambahkan
hidrotermal. Sistem pengolahan mampu melalui bubuk PVC dan natrium klorida
memproses hingga 1 ton MSW per batch. sebagian masih tetap berada dalam char
Setelah diproses, MSW dari berbagai setelah HTSW, namun sebagian besar Cl
ukuran dan bentuk berubah menjadi slump berasal dari PVC ditemukan larut menjadi
yang mudah dikeringkan menjadi produk senyawa Cl selama HTSW pada kondisi HT
tepung dengan kelembaban 10% dan nilai

440
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

dan bisa dihilangkan dengan proses Pembahasan dan Diskusi


pencucian [36]. Berdasarkan studi literatur dapat
Indrawan (2012) melakukan sebuah studi tergambarkan perkembangan teknologi dan
eksperimental pada mengkonversi limbah peneltian terkait proses pemanfaatan
padat (MSW) menjadi bahan bakar padat sampah kota (MSW) menjadi bahan bakar
bebas klorin menggunakan kombinasi padat. Pada penelitian awal diketahui
pengolahan hidrotermal dan pencucian bahwa MSW berpotensi untuk dikonversi
menggunakan air. Setelah produk melalui proses HTC menjadi bahan bakar
diekstraksi dari reaktor, percobaan air-cuci padat alternatif, sedangkan sewage sludge
kemudian dilakukan untuk mendapatkan memiliki potensi untuk dijadikan pupuk
produk bebas klorin dengan kurang dari yang bebas logam berat. Apabila MSW
3000 ppm total konten klorin. Serangkaian dapat dijamin bebas dari zat-zat beracun
analisis termogravimetri juga dilakukan maka memiliki cukup potensi juga untuk
untuk membandingkan karakteristik diproses menjadi bahan bakar padat dan
pembakaran produk sebelum dan setelah pupuk cair organik.
proses pencucian. Proses pencucian produk Proses HT terbukti dapat mereduksi
hidrotermal akan meningkatkan volume MSW hingga 75% dengan
karakteristik pembakaran produk untuk co- kandungan karbon sebagian besar dalam
firing karena kandungan klorin dan abu bentuk padatan (char) yaitu sebesar 49-
yang rendah, serta profil kehilangan massa 75% dan 20-37% pada cairan, sedangkan
yang lebih baik selama pembakaran kandungan karbon yang terkandung dalam
dibandingkan dengan produk tanpa fasa gas hanya 2-11%. Selain itu, proses HT
pencucian. Proses pencucian memerlukan juga terbukti dapat meningkatkan densitas
sejumlah besar air; jika mempertimbangkan energi sebesar 1,01-1,41 kali (kandungan
proses terbentuknya emisi yang berasal dari energi per massa) atau 6,39-9,00 kali
klorin, maka proses pencucian setelah (kandungan energi per volume), dengan
perlakuan hidrotermal diperlukan hanya nilai kalor produk sebesar 15-21,7 MJ/kg
jika suhu tungku lebih dari 800 °C [37] yang hampir sama dengan nilai kalor
Poerschmann (2014) melakukan penelitian batubara sub-bituminous.
dengan poli vinil klorida (PVC) menjadi Energi yang dibutuhkan untuk proses HTC
objek proses HTC dalam air subkritis adalah sepersembilan dari kandungan
bertemperatur 180-260 °C. energi yang terkandung didalam produk
Dehidroklorinasi meningkat dengan yang dihasilkan dan proses karbonisasi
meningkatnya suhu reaksi. Hasil penelitian pada HTC adalah eksotermik sehingga
memberikan bukti kuat bahwa karbonisasi secara teoritis, ditinjau dari aspek energi,
hidrotermal terhadap limbah organik yang sistem HTC dapat berjalan secara mandiri
berasal dari rumah tangga, yang dan masih dapat menghasilkan surplus
diantaranya adalah plastik yang energi. Energi yang terkandung dalam
mengandung residu PVC, dapat padatan hasil HTC juga lebih besar
menghasilkan produk ramah lingkungan dibandingkan dengan energi yang
dan mencegah pembentukan produk terkandung dalam gas hasil penimbunan
organik beracun. Proses hidrotermal dari dan proses anaerobik, juga lebih besar dari
limbah yang mengandung PVC sebaiknya pembakaran langsung (insinerasi)
dilakukan diatas suhu 235 °C untuk khusunya untuk biomassa dengan kadar air
memungkinkan pelepasan klorin (moisture) yang tinggi.
organiknya [38].
Rangkaian penelitian yang mencoba untuk
memanfaatkan bahan bakar padat hasil

441
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

proses HT untuk proses pembakaran yang Kesimpulan


dicampur dengan batubara menunjukkan Berbagai penelitian yang telah dilakukan
bahwa percampuran akan meningkatkan
menunjukkan bahwa produk bahan bakar
sifat devolatilization dan cocok untuk padat yang dihasilkan memiliki nilai kalor
diterapkan untuk batubara dengan kadar hampir sama dengan batu bara kelas rendah
abu yang tinggi. Selain itu, campuran 30% sub-bituminous dan cukup baik untuk
juga telah dicoba untuk diaplikasikan pada digunakan sebagai bahan bakar campuran
bubbling fluidized bed dan menunjukkan untuk proses co-firing batubara dengan
emisi CO, NO, SO2 dan unburnt carbon campuran hingga 30%. Selain itu,
yang lebih baik. Proses HT juga terbukti kandungan klorin yang terkandung didalam
efektif untuk menurunkan kadar klorin MSW pun telah terbukti dapat tereduksi
pada produk yang dihasilkan, sehingga secara efektif oleh proses HTC sehingga
relatif lebih aman jika digunakan sebagai gas dioxin yang beracun dan korosif yang
bahan bakar. dihasilkan masih didalam batas yang
diijinkan jika diaplikasikan sebagai bahan
bakar. Hal ini menunjukkan bahwa proses
HTC merupakan proses inovatif yang
berpotensi efektif untuk diterapkan dalam
menanggulangi permasalahan limbah
sampah kota untuk dikonversi menjadi
bahan bakar padat alternatif yang ramah
lingkungan dan renewable.
Meskipun demikian, penelitian-penelitian
yang telah dilakukan umumnya masih
sebatas skala laboratorium dan belum
ditemukan dalam skala komersial, hanya
beberapa penelitian saja yang telah
dilakukan dalam skala pilot. Untuk itu perlu
dilakukan studi komprehensif mengenai
Gambar 4. Diagram Tanner untuk waste potensi penerapan teknologi untuk merubah
combustion MSW menjadi bahan bakar dalam skala
komersial dengan mempertimbangkan
aspek teknologi, energi dan ekonomi
Hasil studi literatur juga memberikan
sehingga dapat diketahui kelayakan dan
informasi mengenai produk HTC antara
hambatan - hambatan untuk dapat
lain yaitu kadar karbon sekitar 38,2 – 75 %
diterapkan dalam skala komersial guna
dan kandungan air sekitar 10%. Jika
menanggulangi permasalahan sampah yang
digambarkan pada Diagram Tanner seperti
dialami oleh banyak kota besar, khususnya
diperlihatkan pada Gambar 4, dengan
di Indonesia.
asumsi kadar karbon 40%, maka tampak
bahwa produk padatan dari hasil HTC Penelitian HTC terkait MSW umumnya
cukup memenuhi syarat untuk dijadikan lebih difokuskan pada karakterisasi produk
sebagai bahan bakar padat dengan yang dihasilkan dan diasumsikan homogen,
kandungan abu atau ash sekitar 50%. sedangkan mekanisme proses yang terjadi
belum dijelaskan secara detil dan diketahui
secara pasti, khususnya untuk mixed-MSW.
Pada kenyataannya, MSW di Indonesia
merupakan sampah campuran yang

442
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

sebagian besar terdiri dari sampah organik Technologies and Assessments


dan plastik yang memiliki karakteristik 2015:12:26-37
sangat berbeda. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk Daftar Pustaka Bab 2
mengetahui lebih jelas tentang mekanisme [9] Jin F, Wang Y, Zeng X, shen Z, Yao G.
yang terjadi selama proses HTC khususnya Water Under High Temperature and
untuk mixed-MSW. Pressure Conditions and Its
Application to Develop Green
Technologies for Biomass Conversion.
Daftar Pustaka Green Chemistry and Sustainable
Technology.2014:3-28
Daftar Pustaka Bab 1 [10] He C, Chen C, Giannis A,
[1] Koh MP, Hoi WK. Sustainable Yang Y, Wang J. Hydrothermal
biomass production for energy in gasification of sewage sludge and
Malaysia. Biomass Bioenergy model compounds for renewable
2003;25:517–29. hydrogen production : A Review.
[2] Mahmoud A, Shuhaimi M, Abdel Renewable and Sustanable Energy
Samed M. A combined process Reviews.2014.:39:1127-1142.
integration and fuel switching strategy [11] Hoekman SK, Broch A,
for emissions reduction in chemical Robbins C: Hydrothermal
process plants. Energy 2009;34:190–5. carbonization (HTC) of lignocellulosic
[3] Khan AA, Jonga WD, Jansens PJ, biomass. Energy Fuels 2011, 25:1802-
Spliethoff H. Biomass combustion in 1810.
fluidized bed boilers: potential [12] Acharya B, Dutta A, Minaret J.
problems and remedies. Fuel Process Review on comparative study of dry
Technology 2009;90:21–50. and wet torrefaction. Sustainable
[4] Saidur R, Abdelaziz EA, Demirbas A, Energy Technologies and Assessments
Hossain MS, Mekhilef S. A review on 2015:12:26-37
biomass as a fuel for boilers. [13] Kruse A, Funke A, Titirici M.
Renewables and Sustainables Energy Hydrothermal conversion of biomass
Review 2011:15:2262-2280 to fuels and energetic materials.
[5] K. Byrappa and Masahiro Yoshimura, Current Opinion in Chemical
Handbook of Hydrothermal Biology.2013:17:515-521.
Technology (Norwich, New York: [14] Funke A, Ziegler F.
Noyes Publications, 2001), Chapter 2: Hyrothermal carbonization of biomass:
History of Hydrothermal Technology. A summary and discussion of chemical
[6] Montano D, Pels JR, Fryda LE, Zwart mechanisms for process
RWR. Evaluation of torrefied bamboo engineering.Biofuels Bioproducts &
for sustainable bioenergy production, Biorefining 4.2010:160-177.
9th World Bamboo Congress (WBC), [15] M. T. Reza, J. Andert, B.
10–15 April, Antwerp/Merksplas – Wirth, D. Busch, J. Pielert and J. G.
Belgium, ECN. Lynam, "Hydrothermal Carbonization
http://www.ecn.nl/docs/library/ of Biomass for Energy," Appl.
report/2012/m12013.pdf Bioenergy 2014, vol. I, p. 11–29, 2014
[7] A.D. Pasek, K.W. Gultom dan A. [16] F. Jin, Z. Zhou, T. Moriya, H.
Suwono, Feasibility of recovering Kishida, H. Higashijima and H.
energy from MSW to generate Enomoto, "Controlling hydrothermal
electricity, J. Eng. Technol. Sci., Vol. reaction pathways to improve acetic
45, No. 3, pp. 241-256, 2013. acid production from carbohydrate,"
[8] Acharya B, Dutta A, Minaret J. Review Environmental Science & Technology,
on comparative study of dry and wet vol. 39(6), p. 1893–1902, 2005
torrefaction. Sustainable Energy [17] X. Yan, F. Jin, K. Tohji, A.
Kishita and H. Enomoto,

443
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

"Hydrothermal conversion of Energy Conversion Engineering


carbohydrate biomass to lactic acid," Conference, 2009.
AIChe, vol. 56(10), p. 2727–2733, [27] Prawisudha P and Novianti S,
2010. Municipal Solid Waste
[18] Z. Robbiani, "Hydrothermal TreatmentUsing Hydrothermal
carbonization of biowaste/fecal Processto Produce a Renewable
sludge," Dept. of Mechanical Energy Source, Inovasi Vol 19 No 4,
Engineering ETHZ, Master Thesis, pp.15-22, 2011.
Zurich, 2013. [28] Berge ND, Ro KS, Mao J,
[19] D. Kim, K. Lee and K. Park, Flora JRV, Chappel MA and Bae S,
"Hydrothermal carbonization of Hydrothermal Carbonization of
naerobically digested sludge for solid Municipal Waste Streams,
fuel production and energy recovery," Environmental Science and
Elsevier, Fuel 130 (2014) 120-125, Technology-American Chemical
Korea, 2014. Society, pp. 5696-5703, 2011.
[20] P. Basu, Biomass gasification, [29] Berge ND, Lu X and jordan B,
pyrolisis and torrefaction, Elsevier, Thermal conversion of municipal solid
2013. waste via hydrothermal
carbonizationComparison of
Daftar Pustaka Bab 3 carbonization products to products
from current wastemanagement
[21] Indonesian Domestic Waste
techniques, Waste manangement 32
Statistics Year 2008 p. 5, State
pp. 1353-1365, 2012.
Ministry of Environment Indonesia.
[30] Liang Lu, Namioka T and
[22] Khalil WA, Shanableh A, Yoshikawa K, Effects of hydrothermal
Rigby P, and Kokot S, Selection of treatment on characteristics and
Hydrothermal Pre-Treatment combustion behaviors of municipal
Conditions of Waste Sludge solid wastes, Applied Energy 88, pp.
destruction using multicriteria 3659-3664, 2011.
decision-making, Journal of [31] Balasubramanian R, Kaushik
Environmental management 75 pp. R, Pharsetti GK and Liu Z, Enzyme-
53-64, 2005. assisted hydrothermal treatment of
food waste for co-production of
[23] Jambaldorj G, Takahashi M, hydrochar and bio-oil, Bioresource
and Yoshikawa K, Liquid Fertilizer Technology 168 pp. 267-274, 2014.
Production from Sewage Sludge by [32] Muthuraman M, Namioka T
Hydrothermal Treatment, Proceedings and Yoshikawa K, Characteristics of
of International Simposium on co-combustion and kinetic study on
EcoTopia Science, pp 605-605, 2007. hydrothermally treated municipal solid
[24] Yoshikawa K, Hydrothermal waste with different rank coals- A
Treatment of Municipal Solid Waste thermogravimetric analysis, Applied
and Sewage Sludge to Produce Solid Energy 87, pp. 141-148, 2010.
Fuel and Liquid Fertilizer, The Second [33] Muthuraman M, Namioka T
International Energy 2030 Conference, and Yoshikawa K, A comparison of co-
pp. 124-126, 2008. combustion characteristics of coal with
[25] Kim K, Fujie K, and Fujisawa wood and hydrothermally treated
T, Feasibility of Recycling Residual municipal solid waste, Bioresource
Solid from Hydrothermal Treatment of Technology 101, pp. 2477-82, 2010.
Excess Sludge, Environ. Eng. Res. Vol. [34] Jin Y, Liang Lu, Ma X, Liu H,
13, No. 3, pp. 112-118, 2008 Chi Y and Yoshikawa K, Effects of
[26] Yoshikawa K, hydrothermal blending hydrothermally treated
treatment of municipal solid waste to municipal solid waste with coal on co-
produce solid fuel, 7th International combustion characteristics in a lab-

444
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XV (SNTTM XV)
Bandung, 5-6 Oktober 2016
KE-068

scale fluidized bed reactor, Applied using subcritical water, Waste


Energy 102, pp. 563-570, 2013. Management 32, pp. 410-416, 2012.
[35] Prawisudha P, Namioka T and [37] Indrawan B, Prawisudha P and
Yoshikawa K, Coal alternative fuel Yoshikawa K, Chlorine-free solid fuel
production from municipal solid production from municipal solid waste
wastes employing hydrothermal by hydrothermal process, Energies
treatment, Applied Energy 90, pp. 298- ISSN 1996-1073, pp. 4446-4461, 2012.
304, 2012. [38] Poerschmann J, Weiner B,
[36] Hwang IH, Aoyama H, Woszidlo S, Koehler R and Kopinke
Matsuto T, Nakagishi T and Matsuo T, FD, Hydrothermal carbonization of
Recovery of solid fuel from municipal poly(vinyl chloride), Chemosphere 119
solid waste by hydrothermal treatment pp. 682-689, 2015.

445

Anda mungkin juga menyukai