Anda di halaman 1dari 19

pa yang dimaksud dengan gas bumi ?

Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi
tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses
penambangan Minyak dan Gas Bumi.

Apa yang dimaksud dengan Bahan Bakar Gas ?


Bahan Bakar Gas adalah gas bumi yang telah dimurnikan dan aman, bersih, andal,
murah. BBG digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Komposisi BBG
sebagian besar terdiri dari gas metana dan etana kurang lebih 90% dan selebihnya
adalah gas propana, butana, nitrogen dan karbondioksida. BBG lebih ringan dari
udara dengan berat jenis sekitar 0,6036 dan mempunya nilai oktan 120.

Sejauh mana aplikasi dan penggunaan BBG di Indonesia ?


Di Indonesia, BBG telah diuji coba oleh suatu tim evaluasi teknis Proyek
Percontohan Bahan Bakar Gas dengan hasil baik dan laik untuk dipakai pada
kendaraan transportasi. Segala merk/type kendaraan dapat menggunakan BBG,
dengan memasang peralatan tambahan yang disebut 'Conversion Kit'. Bila
diperlukan, kendaraan BBG dapat kembali menggunakan Bahan Bakar Minyak
hanya dengan memutar tombol penyeleksi bahan bakar (2 sistem). Saat ini, Busway,
beberapa operator Taksi, dan Bajaj rekondisi di Jakarta juga sudah menggunakan
BBG.

Seberapa besar efisiensi gas alam dibandingkan dengan energi lainnya ?

Efisiensi pembakaran gas alam lebih tinggi daripada bahan bakar fosil lainnya,
seperti bahan bakar minyak dan batubara dan emisi gas dari pembakaran gas alam
jauh lebih rendah daripada bahan bakar fosil lain karena emisi Nitrogen Oksida (NO
x ), Sulfur Dioksida (SO 2 ), dan karbon yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada
standar emisi. Bahan bakar minyak dan batubara juga menghasilkan partikel debu
ke udara. Tabel 1 adalah tabel tingkat emisi bahan bakar fosil dalam pon/miliar Btu
dari input energi
Tabel 1. Tingkat Emisi Bahan Bakar Fosil (Pound/ Miliar BTU)

Polutan Gas Alam Minyak Batubara


Karbondioksida (CO 2 ) 117.000 164.000 208.000
Karbonmonoksida (CO) 40 33 208
Nitrogen Oksida (NO x ) 92 448 457
Sulfur Dioksida (SO x ) 1 1.122 2.591
Partikel 7 84 2.744
Merkuri 0 0,007 0,016

Apa yang dimaksud dengan LPG ?

LPG (Liquefied Petroleum Gas) adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan
tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang
pada dasarnya terdiri atas propana (C 3 H 8 ), butana (C 4 H 10 ), atau campuran
keduanya.

Apakah aplikasi dan penggunaan LPG ?


LPG digunakan sebagai pengganti freon, aerosol, bahan pendingin
(refrigerant/cooling agent), kosmetika, bahan bakar dan juga digunakan sebagai
bahan mentah untuk pro

Bagaimana penggolongan LPG menurut penggunaannya ?

• LPG Mix, merupakan campuran antara propana (C 3 H 8 ) dan butana (C 4 H 10 )


dengan komposisi antara 70-80% dan 20-30% volume dan ditambahkan oleh
odoran/ pembau (mercaptant). Umumnya digunakan sebagai bahan bakar untuk
rumah tangga.
• LPG Propana, merupakan LPG yang mengandung propana 95% volume masing-
masing dan ditambahkan dengan odoran/ pembau (mercaptant). Umumnya
digunakan untuk industri.
• LPG Butana, merupakan LPG yang mengandung butana 97,5% volume dan
ditambahkan dengan odoran/ pembau (mercaptant). Umumnya digunakan untuk
industri.

Apa yang dimaksud dengan LNG ?

LNG adalah gas bumi yang terutama terdiri dari metana yang dicairkan pada suhu
sangat rendah (sekitar -160 o C) dan dipertahankan dalam keadaan cair untuk
mempermudah transporasi dan p

Metanol dibandingkan bensin adalah sekitar 20% lebih kuat, dan menciptakan alternatif bensin. Metanol
sulit untuk mendapatkan, dan dapat dengan mudah terkontaminasi hanya dari kelembaban di udara.

Mesin bensin menghasilkan 53.176 BTU energi pada 6500 rpm, sedangkan mesin metanol menghasilkan
67.545 BTU energi pada 6500 rpm.
Metanol diproduksi dari gas alam, minyak dan batubara, sedangkan bensin berasal dari minyak bumi.
Campuran dari karbon monoksida dan hidrogen diubah menjadi metanol selama proses kimia.

Metanol digunakan sebagai bahan bakar dalam mesin pembakaran internal, sedangkan bensin digunakan
untuk performa mesin tuning atau mengurangi emisi gas buang berbahaya. Bensin juga digunakan sebagai
pelarut untuk menipiskan cat.
Metanol digunakan sebagai pengganti bensin, tetapi substitusi mahal. Metanol juga dianggap sebagai
reduktor untuk emisi prekursor ozon, tapi itu relatif kecil dan tidak efektif

Kendaraan Methanol memberikan kinerja brisker, dan kurang rentan untuk membentuk Ozon, tapi bila
dibandingkan dengan bensin, metana terlalu mahal. Meskipun metanol akan memberikan manfaat dalam hal
performa kendaraan, ketersediaan metanol ini terbatas.
Bensin dibandingkan dengan metanol memiliki kelebihan tertentu sebagai bahan bakar balap, seperti
konsumsi bahan bakar, korosi, ketersediaan, kontaminasi, sistem pendingin dan air dalam bahan bakar.
Bensin adalah ringan, dan membutuhkan sedikit ruang untuk penyimpanan bahan bakar jika dibandingkan
metanol. Mobil metanol mengkonsumsi bahan bakar lebih banyak bila dibandingkan dengan menggunakan
bensin.
Mesin menggunakan bahan bakar lebih banyak dengan metanol dibandingkan dengan bensin, sehingga
jumlah bahan bakar yang masuk ke bak mesin diencerkan dengan metanol. Pemisahan dapat menjadi
masalah serius, dan metanol adalah pelumas yang sangat buruk, yang pada menghasilkan batang katup,
panduan atau katup kursi berkarat. Metanol dapat mengkaratkan logam dan bahan lunak dalam sistem bahan
bakar dengan mudah.
Metanol menciptakan formaldehida, dan kurang mudah terbakar daripada bensin. Metanol beracun dan tidak
boleh bersentuhan dengan kulit, serta bensin yang juga dianggap sebagai ancaman bagi kesehatan
masyarakat. Metanol juga disebut bahan bakar-bio masa depan, sedangkan bensin tidak ramah lingkungan.
Ringkasan Perbedaan Antara Metanol dan Bensin:
1. Metanol merupakan bahan bakar-bio masa depan, sedangkan bensin tidak ramah lingkungan.
2. Bensin dan metanol keduanya digunakan sebagai bahan bakar mobil, dan metanol lebih kuat
daripada bensin.
3. Metanol mahal, dan digunakan sebagai bahan bakar pengganti, dibandingkan dengan bensin.
4. Bensin dan metanol keduanya beracun, dan kontak dengan kulit harus dihindari, terutama
dalam kasus metanol.
5. Metanol kurang mudah terbakar daripada bensin, tetapi dapat menimbulkan korosi pada
bagian logam dalam mesin.

Metanol lebih jarang digunakan sebagai sumber biofuel dibandingkan dengan etanol. Etanol
adalah sumber biofuel utama saat ini. Etanol dan metanol dapat dibuat dari reaktan yang sama
yaitu glukosa (Pratiwi dkk., 2006).
Ada dua cara pembuatan metanol. Pertama, melalui metode pirolisis produk biomas berbasis
selulosa tanaman seperti kayu. Kedua, melalui reaksi metana dengan uap air pada suhu tinggi
(Kuncorojati, 2010).
Pirolisis dimulai dengan memanaskan serpihan serbuk kayu tanpa udara dalam bejana besi
dalam temperatur 500 oC. Hal ini mengakibatkan ikatan menjadi renggang dan dapat terputus.
Akibatnya, selulosa dapat terurai menjadi glukosanya kemudian glukosa akan terurai lagi
menjadi gas CO dan H2 (Kuncorojati, 2010). Hal ini karena terjadi perubahan fasa dari padat ke
gas. Dalam keadaan gas, jarak antara molekul-molekul cukup besar sehingga molekul bergerak
secara bebas ke segala arah dalam garis lurus (Atkins dan Paula, 2006). Reaksinya sebagai
berikut (Kuncorojati, 2010) :

C6H12O6  6CO + 6H2


Campuran uap kemudian ditampung dan didinginkan. Campuran kemudian didistilasi untuk
mendapatkan metanolnya. Distilasi dilakukan dengan prinsip perbedaan volatisitas antara
metanol dengan zat-zat lain dalam campuran seperti air atau gas terlarut. Pendinginan
campuran uap mengakibatkan terjadinya reaksi (Kuncorojati, 2010) :
CO + 2H2  CH3OH
Cara kedua yaitu reaksi metana dan uap air atau dengan gas O2. Pada tekanan sedang 1
hingga 2 MPa (10–20 atm) dan temperatur tinggi (sekitar 850 °C), metana bereaksi dengan uap
air (steam) dengan katalis nikel untuk menghasilkan gas sintesis menurut reaksi kimia berikut
(Pratiwi dkk., 2006) :
CH4 + H2O → CO + 3 H2
Reaksi ini, umumnya dinamakan steam-methane reforming atau SMR, merupakan reaksi
endotermik dan limitasi perpindahan panasnya menjadi batasan dari ukuran reaktor katalitik
yang digunakan (Pratiwi dkk., 2006).
Metana juga dapat mengalami oksidasi parsial dengan molekul oksigen untuk menghasilkan gas
sintesis melalui reaksi kimia berikut (Pratiwi dkk., 2006):
2 CH4 + O2 → 2 CO + 4 H2
Reaksi ini adalah eksotermik dan panas yang dihasilkan dapat digunakan secara in-situ untuk
menggerakkan reaksi steam-methane reforming. Ketika dua proses tersebut dikombinasikan,
proses ini disebut sebagai autothermal reforming. Rasio CO and H2 dapat diatur dengan
menggunakan reaksi perpindahan air-gas (the water-gas shift reaction) untuk menghasilkan
stoikiometri yang sesuai dalam sintesis metanol (Pratiwi dkk., 2006):
CO + H2O → CO2 + H2
Karbonmonoksida dan hidrogen kemudian bereaksi dengan katalis kedua untuk menghasilkan
metanol. Saat ini, katalis yang umum digunakan adalah campuran tembaga, seng oksida, dan
alumina, yang pertama kali digunakan oleh ICI di tahun 1966. Pada 5–10 MPa (50–100 atm) dan
250 °C, ia dapat mengkatalisis produksi metanol dari karbon monoksida dan hidrogen dengan
selektifitas yang tinggi (Pratiwi dkk., 2006):
CO + 2 H2 → CH3OH
Sangat perlu diperhatikan bahwa setiap produksi gas sintesis dari metana menghasilkan 3 mol
hidrogen untuk setiap mol karbonmonoksida, sedangkan sintesis metanol hanya memerlukan 2
mol hidrogen untuk setiap mol karbonmonoksida. Salah satu cara mengatasi kelebihan hidrogen
ini adalah dengan menginjeksikan karbondioksida ke dalam reaktor sintesis metanol, di mana ia
akan bereaksi membentuk metanol sesuai dengan reaksi kimia berikut (Pratiwi dkk., 2006):
CO2 + 3 H2 → CH3OH + H2O
Berdasarkan penelitian, 1 km dapat ditempuh oleh mobil dengan menggunakan energi sebesar
3,46 x 106 Joule. Gasoline perliternya mengandung 3,46 x 107 J. Energi ini dapat digunakan
untuk menjalankan mobil sejauh 10 km. Solar perliternya mengandung 3,86 x 107 J. Energi ini
dapat digunakan untuk menjalankan mobil sejauh 11 km. Biodiesel perliternya mengandung
energi 3,33 x 107 – 3,57 x 107 J. Energi ini dapat digunakan untuk menjalankan mobil sejauh 9,6
– 10,5 km (Fitrayadi, 2008).
Densitas metanol pada suhu 25 oC adalah 0,7914 gr/cm3. Massa molekul relatif metanol adalah
32,042 gram/mol (Lide, 2004). Entalpi pembakaran standar dari CH3OH adalah -726 kJ/mol.
Berdasarkan data-data di atas, dapat kita hitung jumlah energi permol untuk metanol (Atkins dan
Paula, 2006):
gr = ρV = 0,7914 g/cm3 x 1000 cm3 = 791,4 gram
n= gr/Mr = 791,4 gram/ 32,042 gram.mol-1 = 24,6988 mol
E = Δhco x n = -726 kJ/mol x 24,6988 mol = 17931,3288 kJ (mendekati 1,79 x 107 J)
Bahan bakar gas (BBG) semuanya memiliki densitas yang sangat kecil mendekati nol sehingga
energi perliter yang dihasilkannya pun pastinya akan jauh lebih kecil daripada bahan bakar cair
(Atkins dan Paula, 2006).
Etanol memiliki densitas 0,7893 g/cm3. Etanol memiliki massa molekul relatif sebesar 46,068
gram/mol (Lide, 2004). Entalpi pembakaran standar C2H5OH adalah -1368 kJ/mol. Kita juga
dapat menghitung besarnya energi yang dihasilkan perliternya (Atkins dan Paula, 2006) :
gr = ρV = 0,7893 g/cm3 x 1000 cm3 = 789,3 gram
n= gr/Mr = 789,3 gram/ 46,068 gram.mol-1 = 17,1334 mol
E = Δhco x n = -1368 kJ/mol x 17,1334 mol = 23438,4912 kJ (mendekati 2,34 x 107 J)
Artinya dengan 1 L metanol, kita dapat menempuh 5,17 km perjalanan. Adapun dengan etanol,
kita dapat menempuh 6,76 km perjalanan (Lide, 2004).
Metanol dapat digunakan sebagai senyawanya sendiri atau direaksikan dengan minyak seperti
triolein (minyak zaitun) menjadi ester (metil oleat) dengan katalis NaOH dan hasil samping
gliserol (Nelly dkk., 2004). Sebagai senyawanya sendiri, metanol pada suhu 15 oC dapat
dicampurkan dengan BBM yang disebut dengan bioalkohol. Bioalkohol mampu menghasilkan
panas yang lebih besar daripada BBM (Aklis, 2009).
Kandungan metanol dalam BBM tidaklah dapat melewati 15 % untuk campuran homogen tanpa
menggunakan zat-zat tambahan (Fitrayadi, 2008). Hal ini karena produk alkana bersifat nonpolar
sedangkan metanol bersifat polar sehingga kelarutan metanol adalah rendah dalam senyawa
alkana (Tim Dosen Kimia Dasar, 2009). Tetapi pencampuran metanol pada BBM dengan kadar
15 % juga menimbulkan masalah terutama di daerah dingin. Hal ini karena pada suhu 0 oC,
metanol tidak larut sepenuhnya dan tampak memisah dengan BBM (Fitrayadi, 2008). Semakin
rendah suhu, maka kelarutan senyawa akan semakin rendah (Atkins dan Paula, 2006). Tetapi,
metanol 15 % pun jika dibiarkan beberapa menit, juga akan memisah. Hal ini biasanya terjadi
selama proses pembakaran (Fitrayadi, 2008).
Tidak hanya metanol, tetapi juga seluruh jenis senyawa alkohol lain memiliki kandungan air yang
cukup besar. Hal ini karena metanol dan juga senyawa alkohol lain memiliki sifat hidrofilik yang
kuat. Senyawa alkohol termasuk metanol dapat dengan mudah menarik uap air yang terdapat di
atmosfer. Oleh karena itu, jika kandungannya pada BBM besar, maka akan menyebabkan korosi
besi pada komponen mesin sehingga dapat merusak komponen mesin. Selain itu, karena
pembakarannya yang terlalu cepat, maka memperbesar terjadinya knocking pada mesin
kendaraan (Atkins dan Paula, 2006).
Kandungan metanol paling irit di mana bahan bakar menghasilkan karbonmonoksida paling
sedikit dengan kandungan air seminimal mungkin adalah pada konsentrasi 5 %. Semakin rendah
kadar metanol dalam BBM, maka gas buangan karbonmonoksida semakin besar tetapi
kandungan airnya semakin kecil. Sebaliknya, semakin tinggi kadar metanol dalam BBM, maka
gas buangan karbonmonoksida semakin kecil tetapi kandungan airnya semakin besar (Aklis,
2009).
Metanol juga dapat dibuat menjadi metil oleat dengan mereaksikannya terhadap triolein dengan
katalis NaOH. Metil oleat memiliki kandungan air yang lebih sedikit daripada metanol. Reaksinya
adalah sebagai berikut (Nelly dkk., 2004):

Gliserol sebagai hasil samping reaksi di atas juga dapat tergedradasi kembali menjadi metanol
serta asetaldehid dan etanol. Produk utama dari degradasi gliserol pada kondisi dekat air
superkritis adalah asetaldehid, metanol dan etanol. Produk terbentuk dari lintasan reaksi ionik
dan reaksi radikal bebas yang saling berkompetisi pada kondisi dekat air superkritis. Distribusi
dan terbentuknya produk pada berbagai temperatur ditunjukkan pada Tabel 1 (Rahmawati dan
Anggraeni, 2009).
Tabel 1 Distribusi produk degradasi dari konsentrasi terbesar sampai terkecil
Temperatur Reaksi Produk Utama
200 oC Asetaldehid
250 oC Asetaldehid, metanol
300 oC Asetaldehid, metanol, etanol
350 oC Asetaldehid, metanol, etanol
400 oC Asetaldehid, metanol, etanol
Pembakaran semakin sempurna dengan bertambah pendeknya rantai karbon. Dengan
mencampurkan metanol ke dalam bahan bakar minyak, maka akan meningkatkan bilangan
oktan dari bahan bakar minyak tersebut (Cotton dan Wilkinson, 1989). Bahan aditif yang dapat
ditambahkan dengan metanol agar kelarutannya dalam BBM semakin tinggi antara lain yang
terbaik adalah sabun atau detergen (Zenta, 2009).
BAB III
PEMBAHASAN

Jikalau kita tinjau dengan seksama reaksi yang terjadi pada peristiwa pirolisis kayu :

C6H12O6  6CO + 6H2


CO + 2H2  CH3OH
Apabila reaksi kedua kita kalikan dengan n dan reaksi ketiga kita kalikan dengan 3n :

nC6H12O6  6nCO + 6nH2


3nCO + 6nH2  3nCH3OH
Maka akan kita dapatkan reaksi total sebagai berikut :
(C6H12O6)n  3nCO + 3nCH3OH
Terlihat bahwa ternyata untuk setiap pirolisis 1 mol selulosa, tidak hanya menghasilkan 3n mol
CH3OH tetapi juga 3n mol CO. Senyawa ini kemungkinan besar terkandung pada campuran
larutan yang akan didistilasi sebagai gas terlarut. Pada proses distilasi, gas ini pasti akan keluar
bergabung dengan udara di atmosfer. Seperti kita ketahui bersama bahwa gas karbonmonoksida
dapat berikatan dengan hemoglobin darah 210 kali lebih kuat daripada ikatan hemoglobin
dengan gas O2.
Sintesis metanol dengan bahan dasar metana pun bukan merupakan solusi. Metana adalah
salah satu produk gas alam yang termasuk langka walaupun tidak selangka minyak bumi.
Sintesis metana dari kotoran ternak memang telah ditemukan tetapi produksi yang sedikit itu
tidak akan mungkin cukup sebagai bahan baku sintesis metanol.
Sintesis bahan bakar metanol yang ramah lingkungan melalui metode pirolisis memang cukup
menjanjikan di masa yang akan datang. Namun, perlu dipikirkan agar gas karbonmonoksida
sebagai hasil sampingnya dapat dipastikan tidak akan menimbulkan bahaya bagi tubuh dan
lingkungan. Mungkin, yang dapat dilakukan untuk mengolah gas karbonmonoksida ini adalah
dengan mereakiskannya terhadap radikal phenil yang terbentuk dari pemutusan ikatan senyawa
peroksida secara radikal dengan menambahkan pula senyawa benzaldehid dalam reaksi
(Norman, 1978):

Produk yang terbentuk adalah asam benzoat yang dalam keadaan padatannya dapat dibuat
sebagai bahan pengembang kue.
Perbandingan energi perliter dari metanol dan berbagai bahan bakar adalah metanol : gasoline :
solar : biodiesel : etanol : BBG = 1: 1,93 : 2,16 : 1,92 : 1,31 : sangat kecil. Terlihat bahwa dari
segi energi, metanol memiliki energi yang lebih rendah dari bahan bakar lain kecuali BBG.
Walaupun metanol memiliki energi yang lebih kecil perliternya dibandingkan dengan bahan
bakar lainnya seperti gasoline, solar, maupun biodiesel, tetapi pembakarannya jauh lebih
sempurna sehingga mengurangi pembentukan gas karbonmonoksida yang beracun bagi tubuh
serta karbon hitam yang membuat mesin kendaraan menjadi gosong. Dibandingkan dengan
BBG, metanol jauh lebih aman secara fisik karena BBG mudah meledak. Tetapi karena sifatnya
yang korosif dan menyebabkan knocking, maka menjadi pertimbangan sendiri untuk
memakainya sebagai bahan bakar.
Yang menjadi masalah bukanlah bagaimana pada pembuatan bahan bakar metanol, metanolnya
bebas dari air, tetapi bagaimana supaya metanol tidak menarik uap air dari atmosfer selama
berada dalam mesin. Metanol dapat dengan mudah menarik uap air dari atmosfer ke dalamnya.
Air pada bahan bakar metanol tidak dapat dihindari. Yang dapat dimodifikasi hanyalah mesinnya.
Sebaiknya digunakan logam pada mesin yang tidak dapat berkarat. Lapisan Al2O3 yang
terbentuk dari proses korosi sekali pun tidak mungkin berguna melindungi logam Al karena di
dalam mesin terjadi sangat banyak dentuman-dentuman dan gesekan-gesekan. Kita ketahui
bersama bahwa potensial reduksi standar dari H2O dan O2 yang dapat menyebabkan korosi
logam adalah sesuai dengan reaksi berikut : O2 + H2O 4e-  4OH- Eo = + 0,40 V. Jadi, supaya
mesin tidak berkarat, maka harus digunakan logam yang potensial reduksi standarnya lebih
besar dari + 0,40 V. Selain itu, tentu saja harus logam yang memiliki kekerasan yang tinggi
sehingga tahan terhadap gesekan antarmesin dan dapat ditempa. Logam-logam yang seperti itu
hanya ada 3 yang ditemukan sampai saat ini, yaitu Ag (Ag+ + e-  Ag Eo= +0,80 V), Au (Au+ +
e-  Au Eo = + 1,69 V, Au3+ + 3e-  Au + 1,40 V), dan Pt (Pt2+ +2e-  =1,20 V). Ketiga logam di
atas adalah logam mulia yang mahal sehingga tidak akan ada orang yang tega membuatnya
menjadi komponen mesin. Jadi, biasanya orang-orang menggunakan stainless steel untuk
mengatasi korosi ini (Sunardi, 2007). Tetapi hal itu sebenarnya tidaklah tepat karena stainless
steel masih dapat terkorosi walaupun lebih lambat daripada besi. Ini adalah tantangan yang
besar sebenarnya bagi ilmuwan kimia untuk menemukan paduan logam yang memiliki potensial
reduksi standar lebih besar daripada + 0,40 Volt sehingga tidak dapat terkorosi oleh udara. Perlu
diketahui bersama, BBM 100 % pun tetap mengandung H2O.
Selain itu, karena pembakaran yang terlalu cepat maka semakin memicu terjadinya knocking.
Metanol dengan bahan bakar minyak pun bukanlah perpaduan larutan yang baik karena
kedunya tidak saling melarutkan secara sempurna sehingga harus betul-betul diperhatikan
komposisinya agar dapat tetap dalam satu fasa pada suhu berapa pun yang mungkin
dicapainya. Pengubahan bentuk metanol menjadi metil ester juga bukan solusi yang tepat untuk
dapat digunakan 100 % pada bahan bakar seperti biodiesel yang diupayakan berkembang di
Eropa karena ternyata kandungan air di dalamnya masih cukup tinggi untuk terjadinya korosi.
Kandungan metanol dapat ditingkatkan dengan penggunaan bahan aditif seperti sabun atau
detergen. Hal ini karena sabun dan detergen dapat mengikat metanol yang polar pada bagian
abu alkalinya sekaligus mengikat senyawa hidrokarbon pada bahan bakar minyak yang nonpolar
pada bagian asam lemak atau gliserolnya. Hal ini memungkinkan dibuatnya metanol 20 % atau
bahkan lebih. Namun, perlu diingat bahwa semakin banyak kandungan metanol dalam BBM juga
mendorong semakin besar terjadinya korosi dan knocking.
Kelarutan suatu senyawa berkurang dengan menurunnya suhu. Akibatnya, pada daerah dingin,
kita tidak dapat membuat metanol 15 % dalam BBM. Selain itu, metanol 15 % dapat dengan
sendirinya memisah dengan BBM selama proses pembakaran. Hal ini mungkin karena selama
proses pembakaran, metanol mengadakan kontak dengan udara yang mengandung uap air.
Metanol akan menyerap uap air sehingga metanol semakin dijenuhkan oleh kandungan air.
Akibatnya, dalam beberapa menit, metanol akan memisah dari BBM.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, baik metanol maupun dalam bentuk metil esternya sebaiknya
digunakan dalam konsentrasi 5 % sampai kurang dari 15 % saja untuk menjaga keawetan mesin
kendaraan dan untuk menjaga kemungkinan metanol dan BBM tidak akan memisah pada
penurunan suhu.
Etanol sebagai bahan aditif BBM yang selama ini digunakan sebaiknya digantikan saja dengan
metanol. Metanol dan etanol sama-sama dapat menyebabkan bertambah cepatnya korosi besi.
Tetapi, metanol memiliki pembakaran yang lebih sempurna daripada etanol dan juga metanol
lebih kurang polar dibandingkan dengan etanol sehingga dapat bercampur lebih baik pada
senyawa alifatik hidrokarbon seperti yang terdapat pada bahan bakar kendaraan.
Walaupun sekarang ini para ahli sedang gencar-gencarnya melakukan penelitian untuk
menemukan sumber energi terbarukan, kita sebagai pengguna harus bijak agar jangan sampai
akan timbul masalah baru berupa krisis pangan akibat pangan dijadikan sumber sintesis bahan
bakar atau persaingan lahan antara tanaman pangan dengan tanaman biofuel. Tetap
menghemat energi dan jauhi sikap boros.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Metanol memiliki pembakaran yang lebih sempurna sehingga gas karbonmonoksida sebagai
hasil samping reaksi yang utama yang dihasilkan semakin sedikit. Namun, penggunaan metanol
menimbulkan masalah baru yaitu seperti senyawa alkohol lain, bahan bakar metanol
mempercepat korosi mesin kendaraan. Selain itu, sintesis bahan bakar metanol dengan metode
pirolisis cenderung berbahaya karena menghasilkan gas karbonmonoksida sebagai hasil
samping. Begitu pula dengan metode reaksi metana dengan uap air yang bukan merupakan
solusi karena kelangkaan dari metana itu sendiri. Selain itu, pembakarannya yang terlalu cepat
dapat menimbulkan knocking pada mesin kendaraan.
Metanol ke depannya dapat diarahkan untuk menciptakan bahan bakar yang lebih ramah
lingkungan, namun harus dikembangkan penelitian tentang bagaimana sintesis metanol yang
membutuhkan energi seefisien mungkin tetapi aman bagi kesehatan tubuh dan lingkungan.
Selain itu, harus dikembangkan pula penelitian mengenai modifikasi metanol agar tidak
menyebabkan rusaknya mesin kendaraan misalnya karena korosi atau knocking.
DAFTAR PUSTAKA

Aklis, N., 2009, Uji Prestasi Mesin Motor Bensin dengan Bahan Bakar B-5 Bioethanol Biji
Mangga dan B-5 Ethanol Pasar, Jurnal Penelitian Sains & Teknologi (online), 10, 92-100,
http://www.google.co.id, diakses pada tanggal 4 Oktober 2010 pada pukul 08.30.

Anonim, 2009, Metanol, http://id.wikipedia.org, diakses pada tanggal 2 Oktober 2010 pukul 15.00
WITA.

Atkins, P., dan Paula, J. D., 2006, Physical Chemistry, Oxford University press, London.

Cotton, F. A., dan Wilkinson, G., 1989, Kimia Anorganik Dasar, UI press, Jakarta.

Fitrayadi, D., 2008, Penggunaan Metanol sebagai Bahan Aditif untuk Meningkatkan Angka Oktan
pada Bensin yang Ramah Lingkungan (online), diakses pada tanggal 4 Oktober 210 pukul 11.00
WITA.

Lide, D. R., 2004, CRC Handbook of Chemistry and Physics, (online), http://www.google.com,
diakses pada tanggal 9 Maret 2010 pukul 14.40 WITA.

Ma’arif, A., 2010, Pirolisis, http://arumaarifu.wordpress.com, diakses pada tanggal 2 Oktober


2010 pukul 12.30 WITA.

Nelly, Fransiska, A., Nyoto, H., dan Utomo, J., 2004, Perancangan Awal Pabrik Biodiesel dari
Minyak Jelantah Sawit, Prosiding (online), 10, 101-106, http:// www.google.co.id, diakses pada
tanggal 4 Oktober 2010 pukul 10.10 WITA.

Norman, R. O. C., 1978, Principles of Organic Synthesis, Chapman and Hall, London.

Pratiwi, D. A., Maryati, S., Srikini, Suharno, dan Bambang, 2006, Biologi, Erlangga, Jakarta.

Putut, S., 2010, Proses Fermentasi Etanol, http://id.answers.yahoo.com, diakses pada tanggal 3
Oktober 2010 pukul 12.00 WITA.

Rahmawati, E. K., dan Anggraeni, Y., 2009, Degradasi Gliserol Menjadi Produk Kimia Antara
(Chemical Intermediate Product) pada Kondisi Dekat Air Superkritis (online), http://
www.google.co.id, diakses pada tanggal 4 Oktober 2010 pukul 10.25 WITA.

Sukardi, 2007, 116 Unsur Kimia Deskriptif dan Pemanfaatannya, Yrama Widya, Bandung.

Tim Dosen Kimia Dasar, 2009, Kimia Organik Dasar, UPT MKU Unhas, Makassar.

Zenta, F., 2009, Teknik Laboratorium Kimia Organik, Unhas press, Makassar.
Produksi Metanol dari Bahan Baku Biomas
Metanol dapat diproduksi dari bahan baku biomas dengan menggunakan proses hydrocarb. Secara
umum proses hydrocarb dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: proses hydrogasification dari bahan baku
biomas, proses pyrolysis yang merupakan proses dekomposisi metana secara thermal dan proses
pembentukan metanol secara catalytic.
Biomas yang berasal dari kayu bakar mempunyai komposisi seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.1 dan
mempunyai rumus kimia CH1.38O0.59. Kandungan abu dan sulfur dari kayu bakar lebih kecil bila
dibandingkan dengan batubara, yang akan mengurangi biaya dan kesulitan dalam memanfaatkan
biomas.
Table 3.1 Analisis Komposisi Kayu Bakar
Kandungan Kayu Bakar Persen Kandungan (%)
Abu
Karbon
Hidrogen
Sulfur
Nitrogen
Oksigen 0.74
51.94
5.99
0.18
0.48
40.67
Total 100.00

Total proses hydrocarb dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi sebagai berikut:
CH1.38O0.59 + 0.245 CH4 0.655 C + 0.59 CH3OH
kayu bakar + gas alam karbon + methanol
Mula-mula biomas, gas alam, dan penyerap sulfur diumpankan ke reaktor hydrogasification pada
suhu 800oC dengan tekanan 5 x 106 N/m2 (50 atm). Reaksi yang terjadi selama proses ini :
C + 2H2 CH4
C + H2 CO + H2
CO + H2O CO2 + H2
CO + H2 C + H2O
Abu, karbon dan penyerap sulfur keluar dari reaktor hydrogasification dalam bentuk padat
sedangkan gas yang dihasilkan diumpankan ke reaktor kedua yang mempunyai suhu 1100oC dan
tekanan sekitar 50 atm dan reaksinya :
CH4 C + 2 H2
C + H2O CO + H2
C + CO2 2 CO
Karbon murni yang terbentuk dalam dekomposisi thermal dari metana dalam reaktor pyrolysis
dibuang sebagai hasil sampingan. Kemudian metanol diproses dalam reaktor ketiga pada suhu
260oC dan tekanan sekitar 50 atm.
CO + 2 H2 CH3OH
CO2 + 3 H2 CH3OH + H2O
Setelah kondensasi metanol, sisa-sisa gas dikembalikan ke reaktor hydrogasification. Seluruh
nitrogen yang terkandung dalam bahan baku diubah menjadi N2.

3.2 Kandungan Energi Metanol dan Bahan Bakar lainnya


Bilangan oktan adalah angka yang menunjukkan seberapa besar tekanan yang bisa diberikan
sebelum bensin terbakar secara spontan. Di dalam mesin, campuran udara dan bensin (dalam
bentuk gas) ditekan oleh piston sampai dengan volume yang sangat kecil dan kemudian dibakar oleh
percikan api yang dihasilkan busi. Karena besarnya tekanan ini, campuran udara dan bensin juga bisa
terbakar secara spontan sebelum percikan api dari busi keluar. Jika campuran gas ini terbakar karena
tekanan yang tinggi (dan bukan karena percikan api dari busi), maka akan terjadi knocking atau
ketukan di dalam mesin. Knocking ini akan menyebabkan mesin cepat rusak, sehingga sebisa
mungkin harus dihindari. Perbandingan bilangan oktan pada bahan bakar yaitu :
Tabel 1 Bilangan Oktan Bahan Bakar
Bahan Bakar Bilangan Oktan (RON)
Solar
Gasoline
Biodiesel
BBG
Metanol 15-25
88-95
92- 126
120-130
133
Sumber : http://www.catatannaema.co.cc/2010/04/bilangan-oktan.html

Analisis didasarkan pada asumsi bahwa efesiensi penggunaan energi ekivalen dengan teknik
konvensional menggunakan metanol. Perbandingan kalor pembakaran berbagai bahan bakar
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan kalor berbagai bahan bakar
Sumber : http://roilbilad.wordpress.com/2010/07/06/analis-kalor-pembakaran-dan-harga-berbagai-
alternatif-bahan-bakar
3.3 Blending Metanol dan BBM
Angka oktan adalah angka yang menyatakan kandungan molekul iso-oktan (C8) yang terdapat dalam
bahan bakar bensin. Secara garis besar, bensin dihuni oleh iso-oktan dan normal-heptana. Iso-oktan
bersifat tahan digebuk atau dikompres hingga volume terkecil tanpa mengalami pembakaran
spontan. Normal-heptana mempunyai karakteristik berlawanan dengan iso-oktan, yakni mudah
terbakar spontan meskipun baru ditekan sedikit.
Hasil penelitian yang telah dilakukan dengan penambahan metanol sebagai bahan aditif. Hasil telah
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan angka oktan untuk metanol 0% (blanko) = 88, metanol 3 %
= 90,20, metanol 6% = 91,70, metanol 9% = 92,40, dan metanol 12% = 93,40.
Berdasarkan hasil pengukuran angka oktan yang telah dilakukan, penambahan metanol dapat
meningkatkan angka oktan. Hal ini disebabkan metanol memiliki memiliki angka oktan 133.
Berdasarkan angka oktan metanol pencampuran bahan aditif metanol pada bensin menyebabkan
kenaikan angka oktan, lebih ekonomis dibandingkan dengan bensin bahan aditif lain.
Metanol merupakan senyawa oksigenat (organik beroksigen) dengan angka oktan metanol yang
tinggi dihasilkan pembakaran yang sempurna. Karekteristik metanol yang titik didih rendah
menjadikan pembakaran lebih cepat dan sifat volatil yang rendah (berat molekul rendah) yang sulit
menghasilkan getah dapat dijadikan bahan aditif pada bensin untuk menggantikan bahan aditif lain
yang kurang efektif dan efisien. Aditif metanol tidak menghasilkan logam berat seperti timbal pada
TEL, mangan pada MMT dan karsiogenik pada MTBE. Dari sifat metanol lebih sedikit dihasilkan gas
CO yang bersifat racun karena pembakaran yang sempurna gas buang diubah CO2 dan H2O. Bahan
aditif metanol analog dengan bahan bakar metanol maka mesin lebih baik karena sedikit
menghasilkan getah, endapan NOx dan SOx yang bersifat korosif pada mesin. Senyawa NOx dan SOx
diubah dalam bentuk gas NO2 dan SO2. Senyawa Nitrogen dan Sulfur tidak bisa dikurangi karena
senyawa tersebut hasil dari pengolahan bensin. Untuk menguranginya pada proses pengolahan
bensin diharapkan senyawa tersebut diminimalisir. mesin lebih baik dan tidak mudah korosif
perawatan mesin lebih murah dan lebih ekonomis.
Bensin adalah senyawa hidrokarbon yang berisi hidrogen dan atom karbon. Pada mesin yang beres,
oksigen mengubah semua hidrogen dalam bahan bakar menjadi air dan mengubah semua karbon
menjadi karbon dioksida. Namun pada kenyataannya, proses pembakaran ini tidak selamanya
berlangsung sempurna. Akibatnya, mesin kendaraan mengeluarkan beberapa jenis polutan
berbahaya, seperti hidrokarbon (HC), oksida nitrogen (NOx), karbon monoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), oksida belerang (SOx).
Setelah dilakukan uji oktan kemudian dilanjutkan uji emisi. Dari tabel gas buang bahwa pada
penambahan 9 %, yang ditunjukkan bahwa gas buang CO dan CO2 menurun yaitu masing-masing
0,352 dan 7,530 dari blanko yaitu gas buang CO = 0,539 dan CO2 = 8,36. Tetapi pada gas oksigen
yang dihasilkan mengalami kenaikan yaitu dari blanko 8,04 ke metanol 9 % = 9, 70. Jadi dengan
penambahan metanol sebagai bahan aditif pada bensin, angka oktan meningkat dan gas buang lebih
bersih dan ramah lingkungan. Berikut tabel mengenai gas buang dari pencampuran metanol pada
bensin.
3.4 Kendala-kendala Penggunaan Metanol
Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam, dikarenakan metanol tidak
mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol campuran merupakan bahan bakar dalam
model radio kontrol. Salah satu kelemahan metanol sebagai bahan bakar adalah sifat korosi
terhadap beberapa logam, termasuk aluminium. Metanol, merupakan asam lemah, menyerang
lapisan oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi:
6 CH3OH + Al2O3 → 2 Al(OCH3)3 + 3 H2O
Ketika diproduksi dari kayu atau bahan oganik lainnya, metanol organik tersebut merupakan bahan
bakar terbarui yang dapat menggantikan hidrokarbon. Namun mobil modern pun masih tidak bisa
menggunakan BA100 (100% bioalkohol) sebagai bahan bakar tanpa modifikasi. Metanol juga
digunakan sebagai solven dan sebagai antifreeze, dan fluida pencuci kaca depan mobil.
Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia lainnya. Sekitar 40%
metanol diubah menjadi formaldehyde, dan dari sana menjadi berbagai macam produk seperti
plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil. Dalam beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah
kecil metanol digunakan ke air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri,
yang mengubah nitrat menjadi nitrogen. bahan bakar direct-metanol unik karena suhunya yang
rendah, operasi pada tekanan atmofser, mengijinkan mereka dibuat kecil. Ditambah lagi dengan
penyimpanan dan penanganan yang mudah dan aman membuat metanol dapat digunakan dalam
perlengkapan elektronik.
3.5 Jarak Tempuh Penggunaan Bahan Bakar (Km/liter)
Premium rumus kimianya adalah C8H18 dan pertamax rumusnya C10H24
Mari kita lihat premium atau C8H18 jika di crack atau diurai atomnya 8 Carbon dan 18 atom
hydrogen (H2) , apabila H2O (air) di pecah atomnya dengan elektrolisa adalah oksigen 1 atom dan
H2 2 atom, sehingga untuk menyamai atom premium anda harus kalikan 9 kali H2O yang
dielektrolisa atau dengan cara menaikan arus dc elektrolisa sampai 9 kali, contoh jika sebuah
hydrogen elektrolisa 3 amper sudah menghasilkan gelembung hydrogen (H2) maka 3X9=27 amper
elektrolisa tadi hasil hydrogen nya baru bisa menyerupai H18.
Dengan alasan sumber listrik pada kendaran tidak cukup memadai apabila di ambil arus sampai
27amper maka gas hydrogen dengan cracking Premium dan atau pertamax lebih efisien dan tidak
mahal, memang cara ini tidak merupakan penghemat dengan cara non fosil fuel supelmen tetapi
untuk trik penghemat bbm pada saat ini akan lebih nyata menguntungkan. Sudah mencoba pada
kendaraan sepeda motor dan mobil. Dan hasilnya sangat memuaskan yaitu :
Honda supraX 2007 bisa 111km/L
Honda Kharisma 125cc 100km/L
Yamaha VEGA R rata-rata 80-85km /L
Honda Vario rata-rata 55 -57 km/L
Yamaha Mio rata-rata 49 – 52 km /L
Suzuki smash 100 km /L dg speed 40-60km/j
Sanex Mocin matic 54 km /L aslinya 25km/j
Mobil Honda accord 81 sebelum 9km/l bisa menjadi 15,5km/ L

3.6 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Metanol sebagai Bahan Bakar


3.6.1 Keuntungan Penggunaan Metanol
Ada beberapa keunggulan metanol jika digunakan sebagai bahan bakar alternative yaitu :
1. Mengurangi adanya gas rumah kaca
Gas rumah kaca terdiri dari karbon dioksida (CO2), metana, nitrogen oksida, dan beberapa gas lainya
yang terperangkap dalam atmosfer. Menurut data UNFCCC (United Nations Framework Convention
on Climate Change) konsentrasi global karbon dioksida dan beberapa gas rumah kaca lainnya terus
mengalami peningkatan. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca ini menyebabkan peningkatan
temperatur sehingga suhu udara atmosfer menjadi lebih panas. Tanaman atau biomassa akan
mengurangi konsentrasi karbon dioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Karbon dioksida
(CO2) diserap tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang. Ketika biomassa dibakar, karbon (C) akan
diubah ke dalam bentuk karbon dioksida dan kembali ke atmosfer.
Bila proses ini berlangsung secara terus menerus, maka jumlah konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer akan selalu seimbang. Tetapi bila konsumsi energi fosil meningkat maka konsentrasi
karbon dioksida akan meningkat. Sehingga penambahan biomassa dibutuhkan untuk
menyeimbangkan kembali jumlah karbon dioksida yang diserap dan dilepaskan. Saat ini,
kenyataannya terdapat peningkatan konsumsi jumlah energi fosil seperti gas dan minyak tidak
diimbangi dengan peningkatan jumlah biomassa. Sehingga yang terjadi adalah deforestation atau
penggundulan hutan, pembalakan dan sebagainya. Hal tersebut makin meningkatkan konsentrasi
karbon dioksida. Maka dari itu, penggunaan biomassa sebagai pengganti bahan bakar dapat
mengurangi konsentrasi karbon dioksida.
2.Mengurangi limbah organik
Sampah organik seperti sampah pertanian (jerami, tongkol), limbah pengolahan biodiesel (cangkang
biji jarak pagar, cangkang sawit), sampah kota, limbah kayu, ranting, dan pengolahan kayu (sawdust)
merupakan limbah yang keberadaanya kurang bermanfaat. Limbah tersebut bila dibiarkan atau
dibuang tanpa dibakar terlebih dahulu, dapat melepaskan gas metana yang berbahaya. Hasil
pembakaran limbah merupakan abu yang memiliki volum 1% bila dibandingkan dengan limbah
padat. Untuk meningkatkan nilai kalor dan mengurangi emisi limbah organik biasanya dilakukan
proses karbonisasi. Selain itu pembentukan menjadi briket bermanfaat sebagai bahan bakar padat.
3.Melindungi kebersihan air dan tanah
Penggunaan pupuk ternak dapat menimbulkan dampak buruk terhadap kebersihan air dan tanah.
Mikroorgranisme seperti salmonella, brucella, dan coli di dalam pupuk menyebabkan penularan
kepada manusia dan binatang. Salah satu proses pengolahan sampah ini adalah proses anaerobic
digestion, yaitu dengan penimbunan pupuk kandang ataupun biomassa lainnya dalam suatu
digester. Anaerobic digestion akan menghasilkan metana (CH4) dan slurry yang telah terbebas oleh
mikroorgranisme.
4.Mengurangi polusi udara
Limbah pertanian, biasanya langsung dibakar setelah masa panen. Hal ini akan menyebabkan
partikel-partikel atau jelaga dan polusi udara. Limbah ini dapat dikonversikan menjadi bahan bakar
yang lebih bermanfaat sehingga mengurangi jelaga dan polusi udara. Selain limbah pertanian,
pembakaran hutan sering terjadi dimana-mana. Efek pembakaran ini dapat menimbulkan polusi
asap yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pembakaran biomassa di dalam ruang bakar
menggunakan boiler mengurangi efek polusi asap karena pembakaran dalam industri menggunakan
peralatan kendali polusi untuk mengendalikan asap, sehingga lebih efisien dan bersih daripada
pembakaran langsung.
5.Mengurangi hujan asam dan kabut asap
Hujan asam merupakan fenomena yang disebabkan oleh asam sulfur dan asam nitrit. Asam-asam ini
terbentuk melalui reaksi antara air, oksigen, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida. Zat reaktan terebut
berasal dari emisi pembakaran yang kurang sempurna dari bahan bakar fosil. Asam yang terbentuk
jatuh ke bumi dalam bentuk hujan asam, kabut, dan salju. Akibat hujan asam ini meningkatkan
keasaman danau dan sungai, sehingga akan sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Hujan asam juga
merusak bahan bangunan dan cat.
Melalui pembakaran biomassa efek hujan asam ini akan direduksi, karena pembakaran biomassa
akan menghasilkan partikel emisi SO2 dan NOx yang lebih sedikit dibandingkan dengan pembakaran
bahan bakar fosil. Pembakaran biomasa lebih efisien dan sempurna bila diproses melalui karbonisasi
karena akan menghasilkan bahan bakar yang terbebas dari volatile matter atau gas mudah terbakar.
Untuk mencegah dampak buruk bagi lingkungan dapat dilakukan dengan mengurangi atau
menghentikan proses yang merupakan penyumbang gas rumah kaca, yaitu pembakaran bahan bakar
fosil. Pembakaran bahan bakar berkaitan erat dengan pemenuhan sektor energi bagi peningkatan
perekonomian suatu negara. Pengembangan biomasa sebagai sumber energi untuk substitusi bahan
bakar bisa menjadi solusi untuk mengurangi beredarnya gas rumah kaca di atmosfer. Dengan
penggunaan biomassa sebagai sumber energi maka konsentrasi CO2 dalam atmosfer akan seimban

3.6.2 Kerugian Penggunaan Metanol


1. Dampak Lingkungan
Dampak lain penanaman produk pertanian untuk biomassa adalah kerusakan pada alam. Andre
Baumann yang menjabat ketua Organisasi Lingkungan Hidup Jerman NABU menegaskan produksi
tanaman untuk biomassa harus memenuhi standar amdal:
„Biomassa sudah digunakan selama ratusan tahun. Tapi dulu produk biomassa tidak diangkut
dengan truk atau pesawat sampai tempat tujuan. Sekam gandum atau sisa tanaman lainnya
digunakan di pertanian yang sama sehingga membentuk lingkaran yang tertutup. Tapi sekarang,
manusia memakai truk dan kapal laut untuk mengangkut kelapa sawit dari kawasan tropis ke Eropa,
ini menyebabkan siklus penggunaan biomassa tidak lagi tertutup.“
Dampak produksi tanaman untuk biomassa juga mulai dirasakan di kawasan lain dunia. Contohnya di
Benua Hitam Afrika. Pakar lingkungan dari Institut Pertanian untuk Kawasan Tropis dan Subtropis
Universitas Hohenheim Joachim Sauberborn menjelaskan „Di Afrika sumber daya alam yang dapat
diperbarui luas digunakan. Banyak warga masih memakai kayu untuk memasak. Namun, dampak
negatifnya adalah kerusakan kawasan hutan karena penebangan yang tidak terkontrol. Hilangnya
vegetasi hutan menyebabkan pengikisan lapisan tanah yang subur. Akibatnya, lahan pertanian pun
makin berkurang.“
Untuk mendapatkan lahan pertanian baru, penduduk Afrika membuka hutan. Akibatnya siklus
kerusakan alam terus berlanjut. Penebangan pohon-pohon untuk lahan pertanian menyebabkan
karbondioksida dilepaskan ke udara. Padahal karbondioksida atau CO2 adalah salah satu gas rumah
kaca penyebab pemanasan global.
3.6.3 Sistem Pertanian Berkelanjutan
Karena itu, pakar biologi Andre Baumann menyarankan agar petani menggunakan sistem pertanian
yang berkelanjutan: „Istilah ini sebenarnya berasal dari sektor perhutanan. Maksudnya, penebangan
kayu disesuaikan dengan regenerasi hutan, jadi jumlah pohon yang ditebang sesuai dengan pohon
baru yang ditanam. Dalam seratus tahun terakhir, sistem pertanian berubah karena globalisasi.
Negara industri mengimpor bahan pangan dan produk pertanian dari negara berkembang. Akibatnya
muncul masalah lingungkan baik di negara berkembang maupuan industri.
Andre Baumann memberikan salah satu contoh. 12,5 persen lahan pertanian yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan Jerman berada di luar negeri. Produk pangan yang diimpor, mulai dari
buah-buahan sampai makanan ternak menghasilkan ampas dalam jumlah besar yang tidak dapat
diolah oleh sistem daur ulang Jerman. Kerusakan alam juga terjadi bila produk pertanian tersebut
berasal dari lahan yang dulunya adalah hutan. Belum lagi dengan emisi karbondioksida yang
dihasilkan saat produk tersebut ditranspor dari negara asalnya ke Jerman.
Misalnya, biodiesel dari kelapa sawit. Selain tersedia dalam jumlah banyak, dapat diperbarui dan
menghasilkan energi yang ramah lingkungan, penggunaan biodiesel dari kelapa sawit dapat
meningkatkan efisiensi pembakaran mesin, termasuk mesin kendaraan bermotor. Biodiesel jenis ini
mempunyai kandungan asetan tinggi, bebas dari sulfur dan mampu dioperasikan di musim dingin,
bahkan saat suhu mencapai minus 20 derajat Celcius sekalipun, sehingga cocok digunakan di Jerman.
Namun, pakar biologi Andre Baumann memperingatkan jangan sampai kebutuhan energi di Jerman
merusak alam di negara produsen biomassa tersebut. Pemerintah menggunakan uang pajak rakyat
untuk memberi subsidi pada produk biomassa. Padahal produk itu menyebabkan rusaknya hutan
tropis di bagian lain dunia. Misalnya, kelapa sawit yang berasal dari perkebunan yang sebelumnya
merupakan hutan. Produk tersebut harus ditranspor ribuan kilometer ke Jerman. Di sini, kelapa
sawit diolah menjadi biogas dan ampasnya digunakan sebagai pupuk. Ini sama sekali bukan sistem
pertanian berkelanjutan. Sistem ini tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara sosial maupun
ekologis.
BAB 4
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi pustaka dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikiut:
1. Metanol dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam pemenuhan energi nasional
maupun dunia bila suatu saat cadangan minyak habis karena metanol berasal dari bahan baku
biomas yang dapat diperbaharui.
2. Karbon yang dihasilkan dalam produksi metanol bebas dari abu, sulfur dan nitrogen sehingga
dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk sektor industri dan mempunyai dampak pemakaiannya
terhadap lingkungan yang kecil.
3. Metanol yang dihasilkan mempunyai emisi CO2 yang minimum sehingga sangat baik digunakan
sebagai pengganti bahan bakar kendaraan bermotor.

3.1 Saran
Di Indonesia penggunaan metanol sebagai bahan bakar masih minim karena masih kurangnya
perhatian pemerintah terhadap bahan bakar alternatif ini. Indonesia kaya akan dengan bahan baku
biomas, sehingga memungkinkan produksi metanol secara besar-besaran yang dapat menambah
pendapatan negara khususnya PT. Pertamina. Selain itu juga perlu dilakukan berbagai penelitian
dalam pengembangan penggunaan bahan bakar ini khususnya di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Wikipedia. List of Countries by GDP (nominal).


http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_GDP_(nominal). Diakses pada 2 Oktober 2010.

[2] BP. 2009. BP Statistical Review Full Report Workbook 2009. www.bp.com. Diakses pada 2
Oktober 2010.

[3] International Energy Agency. 2007. Key World Energy Statistic. International Energy Agency, Head
of Communication and Information Office. France.

[4] Energy Information Administration. 2007 International Energy Outlook 2007. US Department of
Energy. USA.

[5] Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Siaran Pers Nomor :
24/HUMAS DESDM/2008. 2008. Membangun Ketahanan Energi Nasional.
http://www.esdm.go.id/siaran-pers/55-siaran-pers/1687-membangun-ketahanan-energi-
nasional.html. Diakses 3 Oktober 2010.

[6] Di Blasi, C., Branca, C., Santoro, A., Hernandez, E., 2001, Pyrolytic Behavior and Products of Some
Wood Varieties. Combustion and Flame, 124, 165-177.

[7] Pambudi, N.A. 2008. Energi Alternatif itu Bernama Biomassahttp://netsains.com/2008/03/energi-


alternatif-itu-bernama-biomassa/. Diunduh 3 oktober 2010

[8] Singh, R.K and Misra, 2005, Biofels from Biomass, Department of Chemical Engineering National
Institue of Technology, Rourkela.

[9] Indartono, YS. 2209. Energi dan Perubahan Iklim


http://www.infometrik.com/wp-content/uploads/2009/06/energi-dan-perubahan-iklim.pdf .
Diakses 3 Oktober 2010

[10]Prospek Metanol Untuk Bahan Bakar


http://www.batan.go.id/mediakita/current/mediakita.php?group=Artikel%20Lepas&artikel=tk1.
Diakses 3 Otober 2010

PRINSIP PEMBUATAN BIOGAS


Prinsip pembuatan biogas adalahÿ
adanya dekomposisi bahan organik
secara anaerobik (tertutup dari
udara bebas) untuk menghasilkan gas
yang sebagian besar adalah berupa
gas metan (yang memiliki sifat mudah
terbakar) dan karbon dioksida, gas
inilah yang disebut biogas.
Proses dekomposisi anaerobik
dibantu oleh sejumlah
mikroorganisme, terutama bakteri
metan. Suhu yang baik untuk proses
fermentasi adalah 30-55øC, dimana
pada suhu tersebut mikroorganisme
mampu merombak bahan bahan
organik secara optimal. Hasil
perombakan bahan bahan organik
oleh bakteri adalah gas metan
seperti yang terlihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel : Komposisi
biogas (%) kotoran
sapi dan campuran
kotoran ternak
dengan sisaÿÿ
pertanian
Jenis
gas
Biogas
Kotor
an
sapi
Campuran
kotoran +
sisa
pertanian
Metan
(CH 4)
65,7 54 – 70
Karbon
dioksida
(CO 2)
27,0 45 – 57
Nitrogen
(N2) 2,3 0,5 – 3,0
Karbon
monoksid
a (CO) 0 0,1
Oksigen
(O 2)
0,1 6,0
Propena
(C 3H8)
0,7 –
Hidrogen
sulfida
(H 2S)
– sedikit
Nilai
kalor
(kkal/
m2)
6513 4800 –
6700
Sumber: Harahap, dkk (1978)
MEMBANGUN INSTALASI BIOGAS
Bangunan utama dari instalasi
biogas adalah Digester yang
berfungsi untuk menampung gas
metan hasil perombakan bahan bahan
organik oleh bakteri. Jenis digester
yang paling banyak digunakan adalah
model continuous feeding dimana
pengisian bahan organiknya
dilakukan secara kontinu setiap hari.
Besar kecilnya digester tergantung
pada kotoran ternak yamg dihasilkan
dan banyaknyaÿ biogas yang
diinginkan. Lahanÿ yang diperlukan
sekitar 16 m2. Untuk membuat
digester diperlukan bahan bangunan
seperti pasir, semen, batu kali, batu
koral, bata merah, besi konstruksi,
cat dan pipa prolon.
untitled
Gambar: Unit pengolahan kotoran
sapi menjadi biogas
Lokasi yang akan dibangun sebaiknya
dekat dengan kandang sehingga
kotoran ternak dapat langsung
disalurkan kedalam digester.
Disamping digester harus dibangun
juga penampung sludge (lumpur)
dimana slugde tersebut nantinya
dapat dipisahkan dan dijadikan
pupuk organik padat dan pupuk
organik cair.
Setelah pengerjaan digester selesai
maka mulai dilakukan proses
pembuatan biogas dengan langkah
langkah sebagai berikut:
1. Mencampur kotoran sapi
dengan air sampai terbentuk
lumpur dengan perbandingan 1:1
pada bak penampung sementara.
Bentuk lumpur akan
mempermudah pemasukan
kedalam digester
2. Mengalirkan lumpur kedalam
digester melalui lubang
pemasukan. Pada pengisian
pertama kran gas yang ada
diatas digester dibuka agar
pemasukan lebih mudah dan
udara yang ada didalam
digester terdesak keluar. Pada
pengisian pertama ini dibutuhkan
lumpur kotoran sapi dalam
jumlah yang banyak sampai
digester penuh.
3. Melakukan penambahan
starter (banyak dijual
dipasaran) sebanyak 1 liter dan
isi rumen segar dari rumah
potong hewan (RPH) sebanyak 5
karung untuk kapasitas digester
3,5 – 5,0 m2. Setelah digester
penuh, kran gas ditutup supaya
terjadi proses fermentasi.
4. Membuang gas yang pertama
dihasilkan pada hari ke-1 sampai
ke-8 karena yang terbentuk
adalah gas CO2. Sedangkan
pada hari ke-10 sampai hari
ke-14 baru terbentuk gas metan
(CH4) dan CO2 mulai menurun.
Pada komposisi CH4 54% dan
CO2 27% maka biogas akan
menyala.
5. Pada hari ke-14 gas yang
terbentuk dapat digunakan
untuk menyalakan api pada
kompor gas atau kebutuhan
lainnya. Mulai hari ke-14 ini kita
sudah bisa menghasilkan energi
biogas yang selalu terbarukan.
Biogas ini tidak berbau seperti
bau kotoran sapi. Selanjutnya,
digester terus diisi lumpur
kotoran sapi secara kontinu
sehingga dihasilkan biogas yang
optimal
Cara Pengolahan kotoran ternak
menjadi biogas selain menghasilkan
gas metan untuk memasak juga
mengurangi pencemaran lingkungan,
menghasilkan pupuk organik padat
dan pupuk organik cair dan yang
lebih penting lagi adalah mengurangi
ketergantungan terhadap pemakaian
bahan bakar minyak bumi yang tidak
bisa diperbaharui.

http://ilmualam.net/perbedaan-antara-metanol-dan-bensin.html

http://bahanbakar-gas.blogspot.co.id/2012/06/pertanyaan-seputar-bbg-bahan-bakar-gas.html

http://suhendraiskandar.blogspot.co.id/2010/11/metanol-sebagai-bahan-bakar-alternatif.html

http://chemistrysandyabdikusumah.blogspot.co.id/2011/05/metanol-sebagai-bahan-bakar-
alternatif_08.html

http://library.usu.ac.id/download/ft/kimia-bode.pdf

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12895-Presentation.pdf

https://juteg28ganteng.wordpress.com/2012/11/17/cara-membuat-biogas-sebagai-bahan-bakar-
alternatif/

Anda mungkin juga menyukai