2. IAP DKI Jakarta menolak pemilihan Gubernur oleh Presiden atas rekomendasi DPR.
Pemilihan langsung lebih menyuarakan suara rakyat dan menjadi bagian dari cara
mengevaluasi capaian-capaian pembangunan lima tahunan untuk tujuan jangka panjang.
Selain itu, penunjukan Wakil Presiden sebagai pimpinan Dewan Kawasan Aglomerasi
menimbulkan kesan ketidaksetaraan kewenangan, sementara kawasan aglomerasi
memerlukan gotong royong, kerjasama dan dukungan yang setara antara kota-kota terkait.
3. IAP DKI Jakarta mendukung perluasan kewenangan khusus dari Pemerintah Provinsi DKI,
tetapi IAP DKI Jakarta mengharapkan perluasan kewenangan ini disertai dengan kepastian
dukungan anggaran yang memadai dari pemerintah pusat untuk pembiayaan
pengembangan kawasan aglomerasi. IAP DKI Jakarta mengusulkan setiap pemerintah
daerah di kawasan aglomerasi beserta pemerintah pusat harus mengalokasikan dana
untuk pembangunan kawasan aglomerasi.
4. IAP DKI Jakarta memandang sinkronisasi pembangunan tidak hanya terbatas pada
sinkronisasi dokumen perencanaan pembangunan dan rencana tata ruang, namun harus
lebih luas mencakup sinkronisasi prioritas, program, pendanaan, dan kerangka waktu
(timeline) di setiap pemerintah daerah pada kawasan aglomerasi.
5. IAP DKI Jakarta mengusulkan peninjauan kembali terhadap kepastian status Tim Koordinasi
Jabodetabekpunjur yang dipimpin oleh Menteri ATR/BPN dalam Permen ATR/BPN No. 22
Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Jabodetabekpunjur setelah RUU DKJ disahkan
terutama pada poin sinkronisasi pembangunan dan pembentukan Dewan Kawasan
Aglomerasi
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan dengan dasar mengedepankan gotong royong
dalam pembangunan Metropolitan Jakarta, demi mewujudkan kebebasan demokrasi dan
pembangunan untuk bagi segenap bangsa Indonesia.