Anda di halaman 1dari 200

Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan adalah jurnal ilmiah,

Diterbitkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur


Terbit dua kali setahun, yakni setiap bulan Juni dan Desember

Penanggung Jawab
Bambang Utoyo

Ketua Penyunting
Tendas Teddy Soesilo

Wakil Ketua Penyunting


Jarwoko

Penyunting Pelaksana
Prof. Dr. Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd., Prof. Dr. Husaeni Usman, M.Pd.,MT., Dr. Edi
Rachmad, M.Pd., Dra. Siti Fatmawati, MA, Drs. Ali Sadikin, M.AP, Drs. Masdukizen,
Dra.Pertiwi Tjitrawahjuni, M.Pd.,Dr. Sugeng, M.Pd., Andrianus Hendro Triatmoko,
M.T, Dr. Pramudjono, M.S.

Sirkulasi
Diah Widyastuti

Sekretaris
Abdul Sokib Z.

Tata Usaha
Heru Buana Herman,Sunawan,

Alamat Penerbit/Redaksi : Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsii


Kalimantan Timur, Jl. Cipto Mangunkusumo Km 2 Samarinda Seberang, PO Box 218

• Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan diterbitkan pertama kali pada Juni


2007 oleh LPMP Kalimantan Timur
• Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan
dalam media lain. Naskah dalam bentuk soft file dan print out di atas
kertas HVS A4 spasi ganda lebih kurang 20 halaman, dengan format
seperti tercantum pada halaman kulit dalam belakang
EDISI KHUSUS, NOMOR 3, OKTOBER 2015 ISSN 1858-3105

Diterbitkan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rakhmatNya serta hidayah-Nya, Borneo Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP
Kalimantan Timur dapat diterbitkan.

Borneo Edisi Khusus, Nomor 3, Oktober 2015 ini merupakan edisi khusus yang
diterbitkan untuk memenuhi harapan para penulis.

Tujuan utama diterbitkannya jurnal Borneo ini adalah memberi wadah kepada
tenaga perididik, khususnya guru di Propinsi Kalirnantan Timur untuk
mempublikasikan hasil pemikirannya di bidang pendidikan, baik berupa telaah
teoritik, maupun hasil kajian empirik lewat penelitian. Publikasi atas karya mereka
diharapkan memberi efek berantai kepada para pembaca untuk melahirkan gagasan-
gagasan inovatif untuk memperbaiki mutu pendidikan dan pembelajaran. Perbaikan
mutu pendidikan dan pembelajaran ini merupakan titik perhatian utama LPMP
Kalimantan Timur sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan.

Pada edisi khusus ini, jurnal Borneo memuat beberapa artikel yang ditulis oleh
Widyaiswara LPMP Kalimantan Timur, guru SD, SMP dan SMA. jurnal Borneo edisi
khusus ini lebih hanyak memuat tulisan dari luar khususnya yang datang dari guru
yang berasal dari kota Balikpapan dengan tujuan untuk memicu semangat guru
mengembangkan gagasan-gagasan ilmiahnya. Untuk itu, terima kasih kami
sampaikan kepada para penulis artikel sebagai kontributor sehingga jurnal Borneo
edisi ini dapat terbit sesuai waktu yang ditentukan.

Ucapan terima kasih dan selamat kami sampaikan kepada pengelola jurnal Borneo
yang telah berupaya keras untuk menerbitkan Borneo edisi ini. Apa yang telah
mereka sumbangkan untuk menerbitkan jurnal Borneo mudah-mudahan dicatat
sebagai amal baik oleh Alloh SWT.

Kami berharap, semoga kehadiran jurnal Borneo ini memberikan nilai tambah,
khususnya bagi LPMP Kalimantan Timur sendiri, maupun bagi upaya perbaikan mutu
pendidikan pada umumnya.

Redaksi

Bambang Utoyo
DAFTAR ISI

BORNEO, EDISI KHUSUS, NOMOR 3, OKTOBER 2015 ISSN : 1858-3105

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

1 Penggunaan Globe Dan Apron Untuk Mengaktifkan Serta Meningkatkan 1


Perhatian Dan Hasil Belajar Siswa

Adam

2 Meningkatkan Kemandirian Belajar Matematika Materi Jangkauan 13


Dan Simpangan Data Melalui Penerapan Pendekatan Reciprocal Teaching

Sudarni

3 Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pecahan Sederhana Alat 27


Peraga

Eflin

4 Meningkatkan Hasil Belajar IPA Dengan Model Pembelajaran Kooperatif 41


Tipe STAD

Etty Muljani

5 Upaya Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata 53


Pelajaran Matematika Melalui Model Snowball Throwing

Iin Ratmayati

6 Peningkatan Prestasi Belajar Dengan Metode Kemampuan Membacakan 65


Teks Berita Melalui Media Surat Kabar

Indah Sutjiati

7 Upaya Peningkatkan Kemampuan Menulis Dalam Bahasa Inggris 79


Menggunakan Metode Pembelajaran Cooperative Learning

Kasiyati
8 Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun Ruang Melalui Benda 91
Konkret Sekitar Siswa

Yustinus Marwoto

9 Identifikasi Kata Kunci Indikator Kinerja Dan Fakta Kegiatan Pada Penilaian 105
Kinerja Guru Untuk Penyusunan Rubrik Penilaian

Samodro

10 Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams 121
Games Tournament (TGT)

Siti Fatimah

11 Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Metode Pembelajaran 133


Kooperatif Model STAD (Student Teams Achievement Division)

Suhartoyo

12 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Fisika Dengan Metode Eksperimen 147


Pokok Bahasan Bunyi

Suparno

13 Menyamakan Persepsi Guru Dari Berbagai Jenjang Pendidikan Dalam 159


Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMK Negeri 6 Balikpapan

Muhammad Syukri

14 Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Pkn Melalui Metode Pembelajaran 169


Kooperatif Model STAD (Student Teams Achevement Division)

Sarti Diana

15 Teknologi Tepat Guna Cara Mengawetkan Buah-Buahan Dan Berbagai Jenis 179
Sayuran

Ramelan

16 Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Menerapkan Model 185


Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw (Model Tim Ahli)

Najemiah
PENGGUNAAN GLOBE DAN APRON UNTUK
MENGAKTIFKAN SERTA MENINGKATKAN PERHATIAN
DAN HASIL BELAJAR SISWA

Adam
Guru Sekolah Dasar Negeri 009 Balikpapan Barat

Abstrak

Penelitian ini dilator belakangi menurunnya hasil belajar


siswa karena strategi yang diterapkan guru tidak cocok
dengan karateristik pembelajaran IPA. penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan penjelasan guru dan
keaktifan siswa melalui Apron dan Globe, mendeskripsikan
pemberian penguatan yang dilakukan guru, dan
menganalisis dampak penggunaan Globe dan Apron
terhadap pemahaman siswa. Penelitian ini menggunakan
desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian
ini adalah siswa kelas VI A SD Negeri 009 Balikpapan
Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
melakukan tes tertulis, observasi pada siswa dan guru.
Analisis data dilakukan secara kualitatif. Pada siklus I
Variasi guru masih terbatas hanya pada penggunaan alat
peraga. Pada Siklus I, sebaran skor berkisar antara skor 50
s.d 80. Diantara 5 sebaran skor tersebut, skor 70 diperoleh
oleh paling banyak siswa (10 orang), sedangkan skor 5, 9
dan 10 diperoleh oleh masing-masing satu orang siswa.
Pada siklus II, sebaran skor berkisar antar skor 60 s/d 100.
Diantara 5 sebaran skor tersebut, skor 80 diperoleh oleh
paling banyak siswa (9 orang) siswa, sedangkan skor 90
dan 100 hanya diperoleh oleh 1 orang siswa. Dari hasil
penelitian dapat diketahui bahwa penggunaan globe dan
apron dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan
siswa pada mata pelajaran IPA pada kelas VI A SD Negeri
009 Balikpapan Barat.
Kata Kunci : Globe Dan Apron, Keaktifan, Perhatian Dan
Hasil Belajar

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 1


PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan kegiatan hasil manusia
berupa pengetahuan, gagasan dan konsep teroganisir tentang alam
sekitarnya yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses
ilmiah seperti penyelidikan, penyusunan dan pengujian gagasan. Oleh
karena itu, dalam pembelajaran siswa membangun pengetahuan
berdasarkan pengamatan, pengalaman penyusunan, gagasan melalui
suatu percobaan sangatlah penting.
Menurunnya hasil belajar diduga karena strategi yang diterapkan
guru tidak cocok dengan karateristik pembelajaran IPA. Karateristik
yang dimaksud adalah anak-anak tidak lagi dilibatkan secara nyata
dalam pembelajaran, metode dan penggunaan alat peraga yang
digunakan guru kurang tepat, bahkan guru tidak menggunakan alat
peraga dalam pelajaran. Untuk meningkatkan pemahaman siswa pada
mata pelajaran IPA, maka dilaksanakan perbaikan melalui Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) dan diharapkan melalui PTK ini pembelajaran
lebih baik lagi, sehingga membantu dalam meningkatkan hasil belajar
siswa kelas VI SDN 009 Balikpapan Barat.
Dari pembelajaran yang telah penulis laksanakan diketahui bahwa
ketika penulis menjelaskan materi pelajaran yaitu Peristiwa Rotasi Bumi
dalam pelajaran IPA di kelas VI SDN 009 Balikpapan Barat, siswa
kurang memperhatikan penjelasan guru. Kemudian ketika guru bertanya
apakah siswa sudah mengerti, tidak ada seorang pun siswa yang
menjawab. Keadaan seperti ini telah terjadi berulang-ulang hampir pada
setiap pelajaran IPA. Akibatnya pemahaman siswa terhadap pelajaran
rendah dan pada setiap ulangan skor yang diperoleh siswa juga selera
rendah.
Berdasarkan hasil analisis penyebab rendahnya hasil belajar
siswa kelas VI maka masalah yang menjadi fokus perbaikan adalah
“Apakah dengan menggunakan Alat Peraga Globe dan Apron,
mengaktifkan siswa dan memberi penguatan mampu meningkatkan
perhatian dan hasil belajar siswa kelas VI dalam pelajaran IPA?”.
Berdasarkan penelitian yang akan dilaksanakan, penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan penjelasan guru dan keaktifan siswa melalui
Apron dan Globe, mendeskripsikan pemberian penguatan yang
dilakukan guru dan menganalisis dampak penggunaan Globe dan Apron
terhadap pemahaman siswa.

2 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Penelitian ini berguna untuk membantu peneliti dalam
memperbaiki pembelajaran berikutnya, memberikan dorongan yang kuat
untuk terus menerus melakukan perbaikan, mengenal kelemahan dan
kekuatannya dalam pembelajaran, memberikan rasa percaya diri bagi
peneliti. Selain itu juga dapat menggerakan guru lain untuk melakukan
perbaikan.

KAJIAN PUSTAKA

Cara Menarik Perhatian Siswa


Menarik perhatian siswa merupakan langkah awal dalam
membuka pelajaran. Menarik perhatian dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti berikut :
1) Memvariasikan gaya mengajar guru, misalnya dengan
memvariasikan suara dari rendah ketinggi, dengan mengubah posisi
guru, (misalnya berpindah dari depan ke tengah) atau dengan gerak
dan mimik muka.
2) Menggunakan alat-alat bantu mengajar yang dapat menarik
perhatian siswa, misalnya menggunakan gambar-gambar yang
menarik, metode-metode yang relevan. Penggunaan pola interaksi
yang bervariasi, misalnya pemberian tugas singkat yang harus
dikerjakan secara individual akan dapat menarik perhatian siswa.

Cara Mengaktifkan Siswa


Siswa yang tidak banyak bertanya ketika belajar, bukan berarti ia
tidak aktif, sebab mungkin saja pendengaran, penglihatan, perasaan,
pikiran, dan unsur lainnya aktif belajar. Oleh karena itu, setiap kegiatan
harus dirancang untuk meningkatkan kadar aktifitas pembelajaran.
Berkenaan dengan belajar aktif, setiap individu harus melakukan sendiri
aktivitas belajar karena belajar dapat di wakilkan kepada orang lain.
Oleh karena itu, John Dewey mengatakan “belajar adalah menyangkut
apa yang harus dikerjakan oleh dirinya sendiri, maka insiatif belajar
harus dari dirinya”. Dengan demikian, kesadaran untuk melakukan
kegiatan belajar harus datang dari setiap individu, sebab belajar tidak
bisa dipaksakan oleh orang lain.
Teori Kognitif dari Gagne dan Berliner berkenaan dengan prinsip
aktivitas belajar mengemukakan bahwa belajar menunjukkan kondisi
jiwa yang aktif, dimana jiwa tidak sekedar menerima informasi / materi,
akan tetap mengolah dan melakukan transformasi. Berpijak dari teori ini
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 3
maka seorang guru harus mengupayakan dengan berbagai cara agar
subjek belajar (siswa) dapat memiliki sejumlah aktivitas belajar seperti
mencari, mengolah informasi, menganalisis, mengidentifikasi,
memecahkan, menyimpulkan, dan melakukan transformasi belajar
(transfer of learning) ke dalam kehidupan lain yang lebih luas. Upaya
untuk mengaktifkan siswa perlu selalu dilakukan mengingat setiap
individu memiliki potensi seperti rasa ingin tahu, kemampuan
menganalisis, memecahkan masalah, melakukan sintesis, dan aspek-
aspek aktivitas lainnya.

Media Pembelajaran
Tosti dan Ball juga menyusun pengelompokan media menjadi
enam kelompok media penyaji, yaitu: (a) kelompok kesatu : grafis,
bahan cetak, dan gambar diam, (b) kelompok kedua : media proyeksi
diam, (c) kelompok ketiga : media audio, (d) kelompok keempat : media
gambar hidup, film, (e) kelompok kelima : media telivisi, dan (f)
kelompok keenam : multimedia. Dalam pembelajaran, media memiliki
banyak fungsi / kegunaan, antara lain :
o Untuk mengatasi berbagai hambatan proses komunikasi, kegunaan
media dalam mengatasi hambatan proses komunikasi antara lain
untuk mengatasi verbalisme (ketergantungan untuk menggunakan
kata-kata lisan dalam memberikan penjelasan)
o Berkaitan dengan keterbatasan fisik kelas, Media memiliki kegunaan
untuk memperkecil objek yang terlalu besar, memperbesar objek
yang terlalu kecil, menyederhanakan yang selalu rumit.
o Dalam mengatasi sikap pasif siswa kegunaan media pembelajaran
adalah untuk menimbulkan kegairahan belajar, memfokuskan,
menarik perhatian, memungkinkan mendekatkan interaksi langsung
dengan lingkungan nyata, memberi perangsang yang sama untuk
mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang
sama.

Keterampilan Memberi Penguatan


Penguatan adalah respons yang diberikan terhadap perilaku atau
perbuatan yang dianggap baik, yang dapat membuang terulangnya atau
meningkatnya perilaku / perbuatan yang dianggap baik. Dalam kaitan
dengan kegiatan pembelajaran, tujuan memberi penguatan adalah untuk :
o Meningkatkan perhatian siswa.
4 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
o Membangkitkan dan memelihara motivasi siswa.
o Memudahkan siswa belajar.
o Mengontrol dan memodivikasi tingkah laku siswa serta mendorong
munculnya perilaku yang positif.
o Menumbuhkan rasa percaya diri pada diri siswa.
o Memelihara iklim kelas yang kondusif.
Penguatan dapat diberikan dalam dua jenis yaitu penguatan
verbal dan penguatan non verbal. Penguatan verbal merupakan
penguatan yang paling mudah digunakan dalam kegiatan pembelajaran,
yang dapat diberikan dalam bentuk komentar, pujian, dukungan,
pengakuan, atau dorongan yang diharapkan dapat meningkatkan tingkah
laku dan penampilan siswa. Penguatan non verbal dapat ditunjukkan
dengan berbagai cara sebagai berikut : Mimik dan gerakan seperti:
senyuman, anggukan, tepuk tangan, atau ancungan ibu jari. Gerak
mendekati dapat ditunjukkan dengan cara melangkah mendekati siswa,
berdiri disamping siswa atau kelompok siswa bahkan dalam situasi
tertentu duduk bersama siswa atau kelompok siswa. Sentuhan seperti
menepuk bahu atau pudak siswa, menjabat tangan siswa atau
mengangkat tangan siswa yang menang jika dilakukan dengan tepat.
Kegiatan yang menyenangkan. Memberi kesempatan kepada siswa
untuk mengerjakan sesuatu yang menjadi kegemarannya. Pemberian
simbol atau benda berupa tanda cek, komentar tertulis pada buku siswa,
berbagai tanda tangan warna tertentu. Penguatan tak penuh diberikan
untuk jawaban / respon siswa yang hanya sebagian benar, sedangkan
yang lainnya masih perlu diperbaiki.

Hasil Belajar
Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik
siswa sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Oleh
karena setiap mata pelajaran / bidang studi mempunyai tugas tersendiri
dalam membentuk pribadi siswa, hasil belajar untuk suatu mata
pelajaran / bidang studi berbeda dari mata pelajaran / bidang studi
lainnya. Hasil belajar evaluasi adalah hasil belajar yang menunjukkan
kemampuan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan
pertimbangan yang dimiliki atau kriteria yang digunakan. Ditinjau dari
sudut siswa, ada dua sumber kriteria yang dapat digunakan, yaitu kriteria
yang dikembangkan sendiri oleh siswa dan kriteria yang diberikan oleh
guru. Bloom membagi hasil belajar evaluasi atas pertimbangan yang
didasarkan bukti-bukti dari dalam dan berdasarkan kriteria dari luar.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 5
Hasil belajar yang didasarkan pada pertimbangan dengan kriteria dari
luar menuntut kemampuan siswa untuk menyeleksi atau mengingat
kriteria.

Rotasi Bumi
Rotasi bumi adalah perputaran bumi pada porosnya. Pada waktu
bumi berotasi akan terjadi hal-hal sebagai berikut :
o Kala rotasi bumi 24 jam (tepatnya 23 jam 56 menit)
o Arah rotasi bumi dari barat ke timur
o Arah rotasi bumi tidak dapat disaksikan, yang tampak hanya gerak
matahari dan benda-benda langit dari timur ke barat. Gerak ini
disebut gerak semu harian.
o Sekali berotasi tempat-tempat di permukaan bumi telah mengalami
perputaran 360 derajat busur setiap 24 jam, maka untuk satu derajat
bujur ditempuh dalam waktu 15 x 4 menit = 1 jam.
Arah rotasi bumi sama dengan arah revolusinya, yaitu arah barat
menuju arah ke timur. Akibat rotasi bumi adalah sebagai berikut :
o Terjadinya Siang dan Malam; Selalu berputar pada porosnya
(berotasi) bumi juga bergerak Matahari. Selama berputar dan
mengitari Matahari, ada permukaan Bumi yang menghadap ke
Matahari dan ada yang membelakangi Matahari. Bagian permukaan
yang menghadap ke Matahari dan disinari cahayanya, sehingga
menjadi terang disebut siang. Bagian permukaan Bumi yang
membelakangi Matahari dan tidak disinaricahaya Matahari sehingga
menjadi gelap disebut malam. Pada daerah khatulistiwa, lamanya
siang hari sama dengan lamanya malam hari yaitu 12 jam.
o Terjadinya perbedaan waktu dan pembagian waktu; Sekali berotasi
Bumi mengalami perputaran 360 derajat bujur. Bumi kita dibagi
menjadi 360 derajat bujur dan dinyatakan dengan garis bujur. Setiap
derajat bujur bumi ditempuh dalam waktu 4 menit. Bumi kita dibagi
menjadi 24 daerah waktu dengan setiap daerah waktu meliputi
wilayah sebesar 15 derajat bujur.
o Matahari terlihat terbit dari sebelah timur dan tenggelam kearah
barat; Setiap hari matahari terlihat melakuakn aktivasi terbit dan
tenggelam. Terbit dan tenggelamnya matahari disebut gerak semu
harian matahari. Pada waktu pagi hari nampak matahari terbit di ufuk
timur, seiring waktu berjalan matahari semakin naik, tepat pada
tengah hari nampak matahari tepat berada di atas kepala kita.
6 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Semakin sore matahari mulai condong ke barat dan terlihat matahari
mulai munuruni langit yang akhirnya pada waktu petang, matahari
seolah-olah tenggelam disebelah barat tertelan bumi.

METODE PENELITIAN

Kerangka Penelitian
Penulis mengadakan penelitian di sekolah SDN 009 Balikpapan
Barat Kelas VI ditempat penulis mengajar. Penelitian ini dilaksanakan
dalam dua siklus dengan tahapan-tahapan : Perencanaan, Pelaksanaan,
Pengamatan (Observasi), dan Refleksi.

Perencanaan
Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru akan menggunakan
pendekatan konstekstual yaitu mengaitkan pelajaran dengan lingkungan
anak menggunakan alat peraga, mengaktifkan siswa. Dari alternatif
tindakan penelitian diatas maka langkah-langkah perbaikan yang
dilakukan adalah membuat skenario pembelajaran, mempersiapkan
sarana dan prasarana pembelajaran, menyusun RPP dan mensimulasikan
rencana perbaikan.

Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan menjelang pelaksanaan
tindakan perbaikan antara lain memeriksa kembali rencana perbaikan
pembelajaran yang telah disusun, memeriksa apakah semua alat peraga
dan sarana lain yang akan digunakan sudah tersedia, memeriksa skenario
pembelajaran yang akan dilakukan mulai dari kegiatan awal sampai
dengan akhir pelajaran, memeriksa ketersediaan alat pengumpul data
yang sudah disepakati dengan teman sejawat, meyakinkan bahwa teman
sejawat yang akan membantu sudah siap dikelas ketika pembelajaran
dimulai. Setelah seluruh perencanaan disiapkan, proses pembelajaran
dilaksanakan pada Kelas VI SDN 009 Balikpapan Barat sesuai jadwal.
Guru menyajikan program pembelajaran sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran siklus I yang telah disusun, diawali dengan
kegiatan apersepsi yaitu dengan mengajukan pertanyaan untuk
meningkatkan perhatian siswa. Dari jawaban siswa, guru menyampaikan
tujuan dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Pada kegiatan inti guru
menjelaskan peristiwa rotasi bumi dengan menggunakan globe.
Kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Dua
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 7
orang siswa diberi kesmpatan untuk mengadakan peragaan didepan
kelas. Siswa lain mengamati peragaan-peragaan yang dilakukan
temannya. Setelah siswa mengamati peragaan tersebut, guru
membimbing diskusi akibat dari rotasi bumi. Kegiatan diakhiri dengan
merangkum materi yang telah dibahas, refleksi tentang kegiatan belajar
hari itu dan tindk lanjut dengan menugaskan siswa untuk menghafal
nama-nama planet.

Pengamatan
Dalam tahap pengamatan, pengamat melakukan pengamatan
terhadap aktivitas siswa dan aktifitas guru saat pembelajaran
berlangsung. Apakah siswa masih ada asik bercerita dengan siswa lain.
Siswa menunjukkan kurang memperhatikan penjelasan guru. Apakah
sebagian siswa berada dalam tidak aktif. Apakah guru memeriksa
pemahaman siswa dengan mengajukan pertanyaan. Apakah guru
menggunakan kartu nama-nama planet (Apron). Hal ini dapat dilihat
pada catatan pengamat tentang penjelasan guru dan keaktifan siswa.

Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan guru dan hasil belajar siswa
dianalisis adanya kekurangan-kekurangan yang telah di alami selama
kegiatan belajar mengajar berlagsung. Adanya kemauan guru untuk
memperbaiki pengelolaan KBM pertemuan demi pertemuan. Hasil
analisis digunakan untuk menetapkan perbaikan-perbaikan pada siklus
berikutnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Per Siklus


Pada siklus I Variasi guru masih terbatas hanya pada penggunaan
alat peraga. Dalam peragaan pada siklus I hanya 2 orang siswa yang
dilibatkan untuk memeragakan didepan kelas. Terdapat 4 kali pertanyaan
yang diajukan oleh guru,2 dijawab oleh siswa dan 1 jawaban siswa logis.
Guru memberkan 4 kali kesempatan untuk bertanya hanya 2 kali siswa
mengajukan pertanyaan, 2 kali ditanggapi oleh guru dan siswa lainnya
tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun oleh
temannya. Berdasarkan pengamatan tentang penjelasan guru dan
keaktifan siswa pada sikus II, sangat jelas terlihat dari 20 orang siswa
8 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
semuanya mendapat kesempatan untuk melakukan peragaan dari 6
pertanyaan, 5 dijawab oleh siswa dan 4 jawaban siswa sudah memenuhi
harapan. Sedangkan pada siklus II, mengalami peningkatan yang
signifikan dari 6 kesempatan bertanya, 5 pertanyaan tersebut ditanggapi
oleh siswa lain. Hasil Observasi penguatan yang diberikan oleh guru
disajikan pada Tabel 1
Tabel 1. Catatan Pengamat Tentang Penguatan Guru Dan
Keaktifan Siswa Pada Siklus I
NO Jenis Penguatan Frekuensi Komentar
1. Baik Mengajukan pertanyaan
2. Tepat sekali / Tepat sasaran, Siswa tampak
senang
3. Luar biasa / Kurang tepat, siswa tampak
malu karena jawabannya
kurang tepat.
4. Tepuk tangan / Tepat, suasana kelas menjadi
ceria.
5. Acungan Jempol / Tidak tepat, Guru masih ragu-
ragu menggunakannya.

Dari segi pemberian penguatan, tampaknya sudah ada variasi


meskipun masih terbatas. Penguatan Verbal sudah dilakukan dengan
kata-kata yang bervariasi, meski masih ada yang salah sasaran dan
kurang tepat, sedangkan Penguatan Non Verbal dilakukan dengan dua
Variasi, namun guru masih tampak ragu-ragu menggunakannya.
Tabel 1. Catatan Pengamat Tentang Penguatan Guru Dan
Keaktifan Siswa Pada Siklus II
NO Jenis Penguatan Frekuensi Komentar
1. Baik /// Satu kurang tepat, 2 tepat
sasaran
2. Tepat sekali // Tepat, siswa senang
3. Betul // Tepat
4. Ya //// Satu kurang tepat (siswa
meringis), tiga tepat sasaran
5. Tepuk Tangan // Tepat diberikan suasana ceria
6. Acungan Jempol // Tepat, anak-anak senang
7. Jabat tangan / Siswa tampak senang
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 9
Penguatan yang diberikan guru pada siklus II semakin bervariasi.
Penguatan Verbal dilakukan dengan 4 jenis penguatan yang dilakukan
dengan tepat sasaran. Sedangkan penguatan Non Verbal pada siklus 2
dilakukan dengan 3 jenis penguatan dan ketiganya dilakukan dengan
tidak ragu-ragu sehingga penguatan yang diberikan berjalan dengan
lancar dan tepat sasaran. Dari data hasil skor latihan siswa pada siklus I
dan II diatas dikelompokkan sebagaimana Tabel 3. Grafik distribusi
hasil latihan siswa pada siklus I dan siklus II disajikan Gambar 1.

Tabel 3. Distribusi Hasil latihan siswa


NO SIKLUS I SIKLUS II
Skor F SxF % Skor F SxF
1. 100 - - - 100 1 100 5%
2. 90 - - - 90 1 90 5%
3. 80 4 320 20% 80 9 720 45%
4. 70 10 700 50% 70 6 420 300%
5. 60 3 180 15% 60 3 180 15%
6. 50 3 150 155 50 - - -
Jumlah 20 1350 100% Jumlah 20 1510 100%
Keterangan:
S x F = Skor X Frekuensi

Gambar 1. Distribusi hasil latihan siswa pada siklus I dan siklus II


10 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Pada Siklus I, sebaran skor berkisar antara skor 50 s.d 80. Diantara 5
sebaran skor tersebut, skor 70 diperoleh oleh paling banyak siswa (10
orang), sedangkan skor 5, 9 dan 10 diperoleh oleh masing-masing satu
orang siswa. Pada siklus II, sangat jelas terlihat bahwa sebaran skor
berkisar antar skor 60 s/d 100. Diantara 5 sebaran skor tersebut, skor 80
diperoleh oleh paling banyak siswa (9 orang) siswa, sedangkan skor 90
dan 100 hanya diperoleh oleh 1 orang siswa.
Berdasarkan observasi dan diskusi dengan teman sejawat,
ditemukan bahwa setelah menggunakan Globe dan Apron, siswa
dilibatkan dalam peragaan ternyata siswa mau menjawab pertanyaan,
memberi komentar atas jawaban temannya. Suasana kelas menjadi ceria
karena perhatian siswa terfokus pada Globe dan Apron serta peragaan
yang mereka lakukan. Media membantu siswa menikmati pelajaran. Hal
ini sesuai dengan fungsi media pembelajaran khususnya dalam
mengatasi sikap siswa (Asep Henry Hernawan, 2008).
Dalam perbaikan IPA kelas VI, pada siklus pertama penguatan
yang diberikan guru hanya 5 jenis penguatan. Penguatan Verbal
dilakukan sebanyak 3 kali dan penguatan non verbal dilakukan sebanyak
2 kali. Sedangkan pada siklus kedua penguatan yang diberikan oleh guru
semakin bervariasi menjadi 7 jenis penguatan. Penguatan Verbal
dilakukan 4 kali dan penguatan Nonverbal diberikan 3 kali. Hal ini
terjadi karena guru selalu memperhatikan masukan dari pengamat dan
siswa. Sehingga selalu berusaha memberikan pujian atau respons positif
terhadap perilaku perbuatan siswa yang positif. Hal ini akan membuat
siswa merasa senang karena dianggap mempunyai kemampuan (Sri
Antah W, dkk <2007>). Sebagaimana yang terungkap dari data yang
dikumpulkan oleh pengamat, Penguatan guru sudah bervariasi dan
dilakukan dengan lancar dan tepat sasaran
Dampak penggunaan alat peraga hasil belajar siswa ditunjukkan
dari skor hasil latihan siswa.Perbaikan pembelajaran siklus I dengan
materi peristiwa Rotasi bumi, digunakan Globe dan Apron sebagai alat
peraga. Hasil belajar siswa masih sedang-sedang saja, baru mencapai
rata-rata kelas 67,50 masih ada 6 orang (30%) yang mendapat skor
dibawah 70 sedangkan yang mendapat skor diatas 70 berjumlah 4 orang
(20%). Data nilai siswa menunjukkan bahwa upaya itu kurang berhasil.
Penyebabnya adalah tidak memberikan kesempatan bertanta dan hanya
sebagian anak yang mendapat kesempatan untuk memeragakan sehingga
tidak semua anak dapat mengamati dengan jelas peragaan yang
berlangsung.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 11
Sedangkan penelitian pada siklus II, berdasarkan hasil observasi,
diskusi dengan teman sejawat dan hasil latihan siswa ditemukan bahwa
dengan menggunakan alat peraga, melibatkan siswa dalam peragaaan
ternyata siswa mau mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan dan
memberi komentar atas jawaban temannya. Hal ini berpengaruh besar
pada pemahaman siswa ditunjukkan dari skor rata-rata kelas 75,50
dengan nilai terendah dan tertinggi 100.

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, dkk. (2008). Pemantapan Kemampuan Profesional. Jakarta :


Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Anggoro, M. Toha, dkk (2007). Metode Penelitian. Jakarta : Pusa
Penerbitan Universitas Terbuka
Anitah, W.S. (2007). Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta : Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka
Hermawan, A.H (2008). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Mikarsa, H.L, Taufik. A, dan Prianto, P.L. (2007). Pendidikan anak di
SD. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Nana Sutanto, P, danb Sarjan. (2007), Ilmu Pengetahuan Alam 6 Untuk
Kelas 6 SD. Jakarta : Sahabat
Suciati, Dr. (2003). Belajar dan Pembelajaran. Modul 3. Motivasi dalam
Pembelajaran. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka
Wardani, I.G.A.K. dkk (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Wardani, I.G.A.K. dkk (2007). Teknik Menulis Karya Ilmiah.. Jakarta :
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin.S (2007). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

12 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA
MATERI JANGKAUAN DAN SIMPANGAN DATA MELALUI
PENERAPAN PENDEKATAN RECIPROCAL TEACHING

Sudarni
Guru Matematika SMKN 4 Balikpapan

Abstrak

Pembelajaran Matematika di kelas XII AP2 SMK Negeri 4


Balikpapan semester 2 tahun pelajaran 2014-2015 pada
materi jangkauan dan simpangan data belum dapat
dikatakan berhasil. Pembelajaran berrsifat monoton dan
kurang menarik, sehingga siswa pasif dan kurang
menunjukkan aktivitas dalam pembelajaran. Akibatnya,
hasil belajar yang dicapai siswa sangat rendah. Nilai rata-
rata kelas yang didapat siswa hanya sebesar 64.38 dengan
prosentase keberhasilan 50% siswa). Subyek penelitian
dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa Kelas XII
AP2 SMK Negeri 4 Balikpapan semester 2 tahun pelajaran
2014-2015 yang berjumlah 32 siswa. Penelitian tindakan
kelas ini dirancang sesuai model Kemmis dan Taggart
selama 2 (dua) siklus. Data dalam penelitian ini diolah
secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Penerapan
pendekatan reciprocal teaching terbukti mampu
meningkatkan kemandirian belajar siswa yang juga
sekaligus hasil belajar siswa. Prosentase ketuntasan belajar
siklus I sebesar 75% dan pada siklus II menjadi 93.75%
atau meningkat sebesar 18.75%. Prosentase skor kinerja
siswa siklus I sebesar 68.75% dan pada siklus II mencapai
88.02% atau meningkat 19.27%. Hasil tindakan dan
observasi siklus II telah mampu memenuhi indikator
keberhasilan penelitian dari segi ketuntasan belajar dan
skor kinerja siswa. Peneliti menyarankan strategi
pembelajaran ini diterapkan oleh guru lain untuk
meningkatkan kemandirian belajar siswa.
Kata Kunci: Kemandirian Belajar Matematika,
Pendekatan Reciprocal Teaching

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 13


PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan


manusia memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari
berbagai sumber dan tempat di dunia. Hal ini berimbas pada dunia
pendidikan di mana peserta didik perlu dibekali kemampuan untuk
memperoleh, memilah, memilih, dan mengelola informasi dalam
keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemampuan
tersebut membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan
mandiri. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar
Matematika karena Matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang
kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan peserta didik
terampil berpikir rasional.
Setiap peserta didik perlu memiliki penguasaan Matematika pada
tingkat tertentu yang merupakan penguasaan kecakapan Matematika
untuk dapat memahami dunia dan berhasil dalam kariernya. Kecakapan
Matematika yang ditumbuhkan pada peserta didik merupakan
sumbangan mata pelajaran Matematika kepada pencapaian kecakapan
hidup yang ingin dicapai. Penguasaan peserta didik terhadap suatu
materi dapat dilihat dari kecakapan yang dimiliki peserta didik yang
salah satunya adalah kemampuan dalam memecahkan masalah secara
mandiri. Matematika yang bersifat deduktif aksiomatik dan berangkat
dari hal-hal abstrak, cenderung sulit diterima dan dipahami oleh peserta
didik.
Jika peserta didik dihadapkan pada suatu materi tertentu
sedangkan dia belum siap untuk memahaminya, maka dia tidak saja
akan gagal dalam belajar tetapi belajar menakuti, membenci, dan
menghindari pelajaran yang berkenaan dengan materi tersebut.
Kenyataan yang sering ditemui dalam pembelajaran Matematika adalah
sebagian besar peserta didik belum mampu menghubungkan materi yang
dipelajari dengan pengetahuan yang digunakan atau dimanfaatkan. Hal
ini disebabkan karena penggunaan sistem pembelajaran yang tradisional
yaitu peserta didik hanya diberi pengetahuan secara lisan (ceramah)
sehingga peserta didik menerima pengetahuan secara abstrak (hanya
membayangkan) tanpa mengalami atau melihat sendiri.
Pembelajaran masih bersifat monoton dan kurang menarik,
sehingga siswa menjadi pasif dan kurang menunjukkan aktivitas dalam
pembelajaran. Akibatnya, hasil belajar yang dicapai siswa sangat rendah.
14 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Nilai rata-rata kelas yang didapat siswa hanya sebesar 64.38 dengan
prosentase keberhasilan 50% siswa (16 siswa). KKM mata pelajaran
Matematika di SMK Negeri 4 Balikpapan ditetapkan ≥75. Hasil ini
mengindikasikan perlunya perbaikan pembelajaran, karena masih ada
50% siswa (16 siswa) yang belum tuntas belajar.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Kemandirian Belajar


Cara belajar secara aktif harus ditempuh untuk mendidik siswa
agar berpikir mandiri. Kualitas kemandirian adalah ciri yang sangat
dibutuhkan manusia dimasa depan. Pengajar berusaha mengembangkan
belajar dengan caranya sendiri dan mereka berusaha menemukannya
sendiri. Sikap seorang pengajar dalam pembelajaran yang membuka
peluang untuk pelajar memperoleh gerak atau ruang kerja seluas-luasnya
dalam waktu kerja dan caranya, ditandai dengan tidak menonjolkan
peranan mengajar dalam kelas.
Jika dilihat dari aspek kognitif, maka dengan belajar secara
mandiri akan didapat pemahaman konsep pengetahuan yang awet
sehingga akan mempengaruhi pada pencapaian akademik murid. Kondisi
tersebut karena murid sudah terbiasa menyelesaikan tugas yang didapat
dengan usaha sendiri serta mencari sumber-sumber belajar telah tersedia.

Pendekatan Reciprocal Teaching


Suyatno (2009: 64) menyatakan bahwa reciprocal teaching
merupakan strategi pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pengajuan
pertanyaan dimana keterampilan-keterampilan metakognitif diajarkan
melalui pengajaran langsung dan pemodelan oleh guru. Reciprocal
teaching adalah pendekatan konstruktivis berdasarkan prinsip-prinsip
pembuatan/pengajuan pertanyaan (Trianto, 2007: 96).
Pembelajaran menggunakan reciprocal teaching harus
memperhatikan tiga hal, yaitu mengingat, berfikir, dan memotivasi diri.
Dalam reciprocal teaching, guru mengajarkan siswa keterampilan-
keterampilan kognitif penting dengan menciptakan pengalaman belajar,
melalui pemodelan perilaku tertentu dan kemudian membantu siswa
mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri
dengan pemberian semangat (Brown dalam Trianto, 2007 : 96).
Untuk memahami isi materi, siswa harus membaca. Membaca
identik dengan belajar. Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 15
motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan dan tingkah laku
(Gagne dalam Slameto, 1995:13). Sehingga dengan keterampilan yang
dimilikinya siswa mampu memahami materi dan mampu mengatasi
kesulitannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan
untuk membantu siswa dalam memahami isi materi adalah model
pembelajaran terbalik (reciprocal teaching). Berdasarkan pendapat dari
para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran terbalik
(reciprocal teacing) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dirancang untuk memberikan manfaat agar tujuan pembelajaran tercapai
dan memberikan keterampilan pada siswa dalam memahami apa yang
dibaca didasarkan pada pengajuan pertanyaan.

Hakikat Mata Pelajaran Matematika


Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari siswa sejak
SD sampai SLTA bahkan di peguruan tinggi. Menurut Kolb (dalam
Wulandari, 2007:12-13) pembelajaran Matematika adalah suatu proses
di mana pengetahuan yang berupa hasil belajar siswa diciptakan oleh
siswa sendiri melalui transformasi pengalaman siswa sendiri. Menurut
Nyimas Aisyah (2007:1.4) Pembelajaran Matematika adalah proses yang
sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
(kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar Matematika
di sekolah.
Menurut Bruner (dalam Aisyah, 2007:21.5) pembelajaran
Matematika adalah pembelajaran mengenai konsep-konsep dan struktur
Matematika yang terdapat di dalam materi yang dipelajari serta mencari
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur Matematika.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
Matematika sangat besar fungsinya dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
dapat memberikan bekal kepada peserta didik untuk berpikir logis,
analitis, kritis dan mengembangkan kreatifitas, meningkatkan
kemampuan dalam usaha memecahkan masalah yang menantang.

Fungsi Pembelajaran Matematika


Cornelius (dalam Abdurahman, 2003: 38) mengemukakan 5
alasan penting belajar Matematika, karena Matematika merupakan
sarana untuk : (1) berfikir logis, (2) memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari, (3) mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi
pengalaman, (4) mengembangkan kreativitas, (5) meningkatkan
16 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
kesadaran terhadap perkembangan budaya. Matematika adalah ilmu
deduktif dan universal yang mengkaji benda abstrak disusun dengan
menggunakan bahasa simbol untuk mengekspresikan hubungan
kuantitatif dan keruangan yang mendasari perkembangan teknologi
modern dan memajukan daya pikir manusia, serta berguna untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam dunia pendidikan, Matematika berfungsi sebagai alat
pemecah masalah melalui pola pikir model Matematika, dan merupakan
alat komunikasi melalui simbol, grafik atau diagram serta model
Matematika. Menurut Murniati (2007:6), Matematika berguna untuk
kepentingan hidup dalam lingkungannya, untuk mengembangkan pola
pikirnya, dan untuk mempelajari ilmu-ilmu kemudian.

METODE PENELITIAN

Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 4 Balikpapan yang
terletak di Jl. Belibis III RSS Damai III Telp. 0542-873890 Fax. 0542-
876143 Kel. Gn. Bahagia Kota Balikpapan. Subyek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas XII AP2 SMK Negeri 4 Balikpapan sebanyak 32
siswa. Subyek penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan
rendahnya kemandirian belajar siswa dalam pembelajaran Matematika
materi jangkauan dan simpangan data yang sebelumnya telah
dibelajarkan dengan menggunakan metode ceramah, memberikan
catatan berupa sejumlah konsep dalam buku teks, dan latihan soal.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan mulai bulan Februari
sampai dengan bulan Mei tahun 2015. Pelaksanaan tindakan
dilaksanakan pada bulan Februari 2015. Rincian kegiatan penelitian
tindakan kelas ini diuraikan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang disesuaikan dengan penerapan pendekatan reciprocal
teaching.

Prosedur Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian Tindak Kelas (Classroom Action Research). Penelitian
tindakan kelas (disingkat PTK) memiliki peranan yang sangat penting
dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila
diimplementasikan dengan baik dan benar. Menurut Joni (dalam
Soedarsono, 2001: 2) PTK merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 17
reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukannyaitu, serta
untuk memperbaiki kondisi-kondisi dimana praktek-praktek
pembelajaran tersebut dilakukan. Sedangkan menuru Suyanto,
Classroom Action Research atau PTK didefinisikan sebagai suatu bentuk
penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan
tertentu agar dapat memeperbaiki dan atau meningkatkan praktek-
praktek pembelajaran dikelas secara professional.
Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk
memperbaiki, meningkatkan, dan mengadakan perubahan ke arah yang
lebih baik sebagai upaya pemecahan masalah, serta menemukan model
dan prosedur tindakan yang memberikan jaminan terhadap upaya
pemecahan masalah yang mirip atau sama, dengan melakukan
modifikasi dan penyesuain seperlunya dalam kegiatan pembelajaran
untuk mengatasi kesulitan siswa dalam pembelajaran (Soedarsono, 2001:
5). PTK termasuk penelitian dengan pendekatan kualitatif, walaupun
data yang

Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan penelitian berfungsi sebagai tolok ukur
tingkat ketercapaian tujuan penelitian. Indikator keberhasilan penelitian
tindakan kelas ini ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 1. Indikator Keberhasilan Penelitian
No Indikator % Pengukuran
1 Nilai rata-rata ≥75 Dihitung berdasarkan jumlah
kelas jawaban benar dari hasil tes.
2 Prosentase ≥85% Dihitung dari persentase jumlah
ketuntasan siswa yang mendapatkan skor tes
belajar siswa ≥75 pada tiap siklus.
3 Prosentase ≥75% Dihitung berdasarkan hasil
skor kinerja penyekoran instrumen observasi
siswa aktivitas siswa pada tiap siklus

Berdasarkan tabel di atas, ditetapkan 3 (tiga) indikator


keberhasilan penelitian dalam penelitian ini, yaitu: (1) nilai rata-rata
kelas ≥75; (2) prosentase ketuntasan belajar 85%; dan (3) prosentase
skor kinerja siswa 75%. Ketiga indikator tersebut harus dapat dicapai
18 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
secara kumulatif. Jika belum, penelitian akan dilanjutkan pada siklus
berikutnya.

Prosedur Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian Tindak Kelas (Classroom Action Research). Penelitian
tindakan kelas (disingkat PTK) memiliki peranan yang sangat penting
dan strategis untuk meningkatkan mutu pembelajaran apabila
diimplementasikan dengan baik dan benar. Menurut Joni (dalam
Soedarsono, 2001: 2) PTK merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat
reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan rasional dari tindakan-tindakan yang dilakukannyaitu, serta
untuk memperbaiki kondisi-kondisi dimana praktek-praktek
pembelajaran tersebut dilakukan. Sedangkan menuru Suyanto,
Classroom Action Research atau PTK didefinisikan sebagai suatu bentuk
penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan
tertentu agar dapat memeperbaiki dan atau meningkatkan praktek-
praktek pembelajaran dikelas secara professional.

Metode Pengumpulan Data

Observasi
Observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengamatan yang dilakukan observer kepada siswa untuk melihat
aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Metode observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis. Jadi dalam
pengamatan, peneliti menggunakan pedoman observasi yang telah
dipersiapkan agar observasi berjalan dengan lancar (Arikunto,
2006:157). Data observasi digunakan sebagai skor yang dicapai siswa
dalam ranah afektif dan psikomotor. Selain itu, juga dilakukan observasi
terhadap kinerja guru.

Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan
dengan memeriksa dan mencatat dokumen-dokumen yang menjadi
sasaran penelitian. Dokumentasi adalah cara mencari data berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen dan
agenda Arikunto (2006: 231). Dalam penelitian ini dokumentasi
dilakukan untuk memperoleh data berupa daftar nama yang didapat dari
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 19
daftar absensi siswa dan daftar nilai ulangan harian mata pelajaran
Matematika materi jangkauan dan simpangan data.

Wawancara
Menurut Arikunto (2006 :155), wawancara adalah suatu cara
yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan
jalan tanya jawab sepihak. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
wawancara bebas untuk memperoleh informasi secara langsung sebagai
penguat data dokumentasi yang ada.

Tes
Arikunto (2006:150) mengatakan bahwa tes adalah serentetan
pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
keterampilan atau pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok. Tes hasil belajar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah tes buatan guru. Bentuk tes yang digunakan
adalah tes esay.
Analisa Data
Analisa data merupakan upaya menemukan dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara, skor, dan sebagainya.
Data kuantitatif berupa angka-angka yang telah diperoleh dalam
penelitian ini, dianalisa secara deskriptif dan dipersentasekan.
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran diamati dan diberikan
skala penilaian dengan rentang skor 1 sampai 5 dengan rincian :
− Skor 5 jika dilaksanakan dengan sangat baik
− Skor 4 jika dilaksanakan dengan baik
− Skor 3 jika dilaksanakan dengan cukup baik
− Skor 2 jika dilaksanakan dengan kurang baik
− Skor 1 jika dilaksanakan dengan sangat kurang baik
Prosentase skor hasil pengamatan kinerja siswa dan kinerja guru
sebagai peneliti dalam penelitian tindakan kelas ini diklasifikasikan ke
dalam lima kategori sebagai berikut.
80% < x ≤ 100% = Sangat Baik
60% < x ≤ 80% = Baik
40% < x ≤ 60% = Cukup
20% < x ≤ 40% = Kurang
x ≤ 20% = Sangat Kurang
20 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Awal Setting Penelitian
SMK Negeri 4 Balikpapan terletak di Jl. Belibis III RSS Damai
III Telp. 0542-873890 Fax. 0542-876143 Kel. Gn. Bahagia Kota
Balikpapan. SMK Negeri 4 Balikpapan selalu mengupayakan
terwujudnya layanan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat.
Ketersediaan tenaga pendidik dengan tingkat pendidikan dan
pengalaman yang cukup memadai di SMK Negeri 4 Balikpapan,
diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas. Selain ketersediaan tenaga pendidik dengan
kualitas yang memadai, sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan
SMK Negeri 4 Balikpapan sebagai penunjang keberhasilan pembelajaran
dapat dikatakan telah memenuhi.
Terlaksananya pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan, selalu diupayakan dalam setiap mata pelajaran. Hal
ini telah menjadi komitmen bersama bagi seluruh komponen pendidikan
di SMK Negeri 4 Balikpapan. Setiap kelemahan dalam proses
pembelajaran, akan segera ditindaklanjuti melalui upaya perbaikan dan
penguatan agar kualitas output berupa lulusan yang berkualitas dapat
selalu ditingkatkan.
Kelemahan yang sering ditemui dalam pelaksanaan proses
pendidikan, adalah rendahnya prestasi belajar siswa dalam mata
pelajaran tertentu. Berdasarkan komitmen bersama yang dibuat oleh
guru di SMK Negeri 4 Balikpapan, hal ini harus segera ditindaklanjuti
melalui upaya perbaikan. Salah satunya, melalui pelaksanaan penelitian
tindakan kelas. Sehubungan dengan rendahnya kemandirian belajar
siswa kelas XII AP2 SMK Negeri 4 Balikpapan dalam pembelajaran
Matematika materi jangkauan dan simpangan data, kegiatan awal yang
dilakukan oleh peneliti adalah mengidentifikasi permasalahan yang
timbul dalam pembelajaran.
Proses mengidentifikasi masalah dilakukan melalui studi
pendahuluan pada tanggal 9 Februari 2015. Adapun hasil identifikasi
masalah pada proses pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut.
Guru masih menggunakan metode ceramah dalam mengajar dan
pembelajaran masih terpusat pada Guru. Hal ini menyebabkan siswa
kurang dapat memahami materi pelajaran dengan baik dan terkadang
siswa merasa jenuh/bosan, karena sifatnya yang terpusat pada guru.
Guru belum menerapkan metode pembelajaran yang inovatif.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 21


Siklus I
Perencanaan
Pada tahap ini peneliti menyusun rencana tindakan melalui
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I dengan materi
jangkauan, simpangan rata-rata, simpangan baku, dan kuartil
berdasarkan pendekatan reciprocal teaching, soal tes beserta instrumen
penyekorannya, instrumen observasi siswa dan guru siklus I, dan
merencanakan pembagian siswa ke dalam 8 (delapan) kelompok
beranggotakan 4 (empat) siswa berdasarkan tingkat kepandaian.

Tindakan
Pelaksanaan tindakan pada siklus pertama dilaksanakan sebanyak
dua kali pertemuan, yaitu hari Rabu, 11 Februari 2015 dan hari Kamis,
12 Februari 2015. Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti dibantu oleh
seorang pengamat yang melakukan pengamatan selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Selama kegiatan berlangsung, pengamat
melakukan partisipatif dengan ikut serta mendampingi siswa dalam
belajar kelompok, membantu peneliti dalam membagikan soal kuis,
mengamati aktivitas siswa tanpa mengganggu kegiatan siswa, mencatat
data-data atau temuan-temuan yang ada, dan memberikan catatan-
catatan mengenai kegiatan pembelajaran. Urutan pelaksanaan tindakan
tersebut sebagai berikut.
Observasi
Kemandirian belajar siswa selama siklus I berlangsung direkam
melalui rubrik penilaian berupa alat observasi kemandirian belajar siswa.
Hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung tersebut
dapat diamati melalui Tabel 2.
Berdasarkan tabel di atas, skor rata-rata seluruh aspek penilaian
proses siswa mencapai 68.75% dalam kategori baik. Hasil ini
menunjukkan mulai membaiknya tingkat kemandirian belajar siswa.
Pembelajaran Matematika di kelas XII AP2 SMK Negeri 4 Balikpapan
semester 2 tahun pelajaran 2014-2015 pada materi jangkauan dan
simpangan data bersifat monoton dan kurang menarik. Pembelajaran
masih terpusat pada Guru yang menjelaskan materi melalui ceramah,
memberikan catatan, dan mengerjakan soal-soal latihan. Hal ini
menyebabkan siswa kelas XII AP2 SMK Negeri 4 Balikpapan kurang
tertarik dan bersikap pasif, bahkan sebagian besar melakukan kegiatan

22 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


lain diluar pembelajaran. Akibatnya, daya serap siswa terhadap materi
rendah dan berakibat pada rendahnya prestasi belajar yang dicapai siswa.

Tabel 2. Data Hasil Observasi Siswa Siklus I


Jumlah
No Indikator Pengamatan Aktivitas %
Siswa
1 Belajar dengan penuh ketekunan dan 20 62.5
kedisiplinan
2 Mampu berfikir secara kritis dan kreatif 20 62.5
3 Berupaya memecahkan permasalahan sendiri 25 78.13
4 Mampu mengambil keputusan dengan rasa 21 65.63
percaya diri
5 Mampu mempertanggungjawabkan keputusan 21 65.63
yang diambil secara ilmiah
6 Mampu mengemukakan ide yang bersifat 25 78.13
inovatif
Jumlah 412.5
Rata-rata 68.75

Nilai rata-rata kelas hanya mencapai 64.38 dengan ketuntasan


belajar 50% siswa (16 siswa). Dengan demikian, masih ada 50% siswa
(16 siswa) yang belum belum memenuhi KKM yang ditetapkan sebesar
≥75. dan memerlukan upaya perbaikan. Proses pembelajaran merupakan
proses interaksi edukatif antara dua unsur, yaitu siswa yang belajar
dengan guru yang mengajar, dan berlangsung dalam suatu ikatan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hal ini harus
berjalan secara selaras dan seimbang, agar tidak terjadi dominasi
pembelajaran dari salah satu pihak.
Pendekatan reciprocal teaching yang diterapkan dalam penelitian
ini terbukti mampu meningkatkan kemandirian belajar siswa
berdasarkan peningkatan prosentase skor kinerja siswa dari tahap pra
penelitian ke siklus I dan siklus II. Siswa terfokus dalam pembelajaran,
tumbuh rasa tanggung jawab dan percaya dirinya, terbiasa berdiskusi
dengan teman-teman pasangannya, mengungkapkan rasa ingin tahu,
berpendapat, dan memberikan saran.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Paulina Panen (2001) yang
menyatakan bahwa melalui pembelajaran reciprocal teaching ini,
diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan belajar mandiri,
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 23
siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya
sendiri, dan guru cukup berperan sebagai fasilitator, mediator, dan
manajer dari proses pembelajaran. Reciprocal teaching juga melatih
siswa untuk menjelaskan kembali kepada pihak lain. Dengan demikian,
penerapan pembelajaran ini dapat dipakai untuk melatih siswa dalam
meningkatkan kepercayaan diri mereka.

KESIMPULAN

1. Langkah-langkah penerapan pendekatan reciprocal teaching untuk


meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran Matematika
dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut: Guru memberikan
apersepsi, motivasi, tujuan dan langkah-langkah pembelajaran
berdasarkan penerapan pendekatan reciprocal teaching kepada
siswa. Guru membagi siswa ke dalam 8 (delapan) kelompok
beranggotakan 4 (empat siswa) berdasarkan heterogenitas tingkat
kepandaian. Guru memodelkan strategi reciprocal teaching, mulai
dari menjelaskan, memberikan contoh soal dan penyelesaiannya,
serta meminta siswa memberikan tanggapan sebagai model
presentasi untuk siswa. Siswa merangkum secara berkelompok untuk
menemukan konsep-konsep penting atau memahami materi dalam
buku paket. Siswa membuat pertanyaan dan jawaban dari rangkuman
tersebut untuk melatih siswa dalam mengevaluasi belajar sendiri dan
bertanggung jawab atas kebenaran soal dan jawabannya. Siswa
mempresentasikan materi yang telah dipelajari, menjelaskan soal
beserta penyelesaiannya yang telah dibuat untuk
mengkomunikasikan id-ide mereka kepada siswa lain. Siswa dari
kelompok lain menanggapi presentasi tersebut. Guru memberikan
penekanan konsep yang dijelaskan siswa, atau membetulkan
penjelasan siswa yang kurang tepat. Guru bersama siswa
menyimpulkan materi. Pelaksanaan tes.
2. Penerapan pendekatan reciprocal teaching terbukti mampu
meningkatkan kemandirian belajar siswa hingga memenuhi indikator
keberhasilan penelitian pada siklus II. Nilai rata-rata kelas pada
siklus I sebesar 68.79 dan pada siklus II sebesar 77.42 atau
meningkat 8.63 poin. Prosentase ketuntasan belajar siklus I sebesar
75% dan pada siklus II menjadi 93.75% atau meningkat sebesar

24 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


18.75%. Prosentase skor kinerja siswa siklus I sebesar 68.75% dan
pada siklus II mencapai 88.02% atau meningkat 19.27%.

SARAN

Peneliti mengemukakan beberapa saran sebagai rekomendasi


hasil penelitian:
1. Pendekatan reciprocal teaching ini dapat diterapkan sebagai variasi
dalam proses belajar mengajar di kelas agar pembelajaran yang
dilaksanakan lebih bervariasi sehingga siswa tidak merasa bosan
dalam mengikuti pelajaran.
2. Dalam penerapan pendekatan reciprocal teaching yang dilaksanakan
dalam penelitian ini, masih ada siswa yang belum tuntas belajar
secara individu, karena itu, diharapkan kepada peneliti lain yang
melaksanakan kegiatan penelitian serupa agar lebih meningkatkan
hasil tersebut menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman, Mulyono. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan


Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Aisyah, Nyimas dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika
SD. Jakarta: Dirjen Dikti.
Alverman and Phelps. 1998. Why Reciprocal Teaching?
www.education.vic.gov.au/studentlearning/teaching resources
/english/ literacy/dept.of education. Diakses: 12 Maret 2008.
Arends, Ricard I. 1997. Classroom Instruction and Management. New
York: MC Graw Hill.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aziz, Abdul. 2007. Metode dan Model-Model Mengajar IPS. Alfabeta.
Bandung.
Haryono, Anung. 2005. Belajar Mandiri: Konsep dan Penerapannya
Dalam System Pendidikan dan Pelatihan Tebuka/Jarak Jauh.
Jakarta: Seamolec.
Ibrahim, Muslimin. 2008. Reciprocal Teaching Sebagai Strategi. http:
//kpicenter.org/index.php?option=comcontent&task=view&id=3
6&itemid=41. Diakses tanggal 8 Februari 2008.
Kemp, Jerold E. 1994. Proses Perencanaan Mengajar. Bandung : ITB.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 25
Mudjiman, Haris. 2007. Belajar Mandiri. Solo: UNS Press.
Muhtamadji. 2002. Pendidikan Keselamatan Konsep dan Penerapan.
Jakarta: Depdiknas.
Murniati, Endyah. 2007. Kesiapan Belajar Matematika di Sekolah
Dasar. Surabaya: Surabaya Intelectual Club.
Nurjanah, Siti. 2002. Hubungan Antara Androginitas Dengan
Kemandirian dan Kemampuan Pemecahan Masalah. Surakarta:
Fakultas Psikologi UMS.
Palincsar A.S dan Brown A. 1984. Reciprocal Teaching Of
Comprehension Fostering And Comprehension Mentoring
Activities. Cognition And Instruction.1(2): 117-175. Diakses
tanggal 8 Maret 2008.
Paulina, Panen. 2000. Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal
Teaching). www .file://localhost /Literacy%20-%20 Reciprocal
%20 Teaching.htm. Diakses tanggal 9 Maret 2008.
Rosyid, Ibrahim. 2008. Reciprocal Teaching.
http://supraptojielwongsolo.wordpress.com/2008/06/17/reciproca
l-teaching/. Diakses tanggal 9 Oktober 2014.
Slameto. 1995. Belajar Dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Surabaya: Mas
Media Buana.
Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Kontruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Wulandari, Febrianti. 2007. Pengaruh Model Pembelajaran Contexstual
Teaching and Learning-CTL dalam Pemecahan Masalah
Matematika Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Surakarta: UMS.

26 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
PECAHAN SEDERHANA ALAT PERAGA

Eflin
Guru Kelas 3 SDN 001 Balikpapan Selatan

Abstrak

Nilai rata-rata siswa Kelas 3 SDN 001 Balikpapan Selatan


dalam tiga tahun terakhir ≤ 65 untuk pelajaran matematika
khususnya pada materi pecahan. Oleh karena itu muncul
gagasan bagaimana upaya meningkatkan hasil belajar.
Untuk mengatasi masalah tersebut diatas, peneliti
melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan
menggunakan alat peraga kertas lipat, roti tawar dan
karton. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian siswa
dalam mengikuti jalannya pelajaran dan untuk mengurangi
kesalah pahaman siswa terhadap materi pelajaran
khususnya pada materi pecahan. Subyek dalam penelitian
ini adalah siswa kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan
yang berjumlah 30 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-
laki dan 15 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan
dalam dua siklus yang masing-masing siklus terdiri dari
tiga kali pertemuan dan tiap pertemuan terdiri dari empat
tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan
refleksi. Adapun metode pengumpulan data meliputi hasil
tes dan pengamatan dan wawancara. Penelitian ini
dikatakan berhasil apabila siswa secara individual
mengerjakan soal tes mendapat nilai ≥ 65. Hasil perolehan
pada siklus I menunjukkan bahwa siswa yang mendapat
nilai ≥ 65 sebanyak 66,4 %. Hasil perolehan dari sikus II
menunjukkan bahwa siswa yang mendapat nilai ≥ 65
sebanyak 93,33 %. Hasil ini sesuai dengan indikator yang
diharapkan, maka penelitian ini sudah dikatakan berhasil.
Sehingga dengan menggunakan alat peraga dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas III SDN 001
Balikpapan Selatan.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Pecahan, Alat peraga


(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 27
PENDAHULUAN

Peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah dilakukan


dalam konteks peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui
model pengajaran yang efektif dan efisien serta mengikuti
perkembangan zaman. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
proses pembelajaran berlangsung secara efektif adalah sebagai berikut :
Pada proses pembelajaran, guru harus memberikan peluang kepada
siswa agar secara langsung dapat berpartisipasi dalam proses
pembelajaran dan guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memupuk kemandirian dan kerjasama dalam belajar. Pembelajaran yang
dikelola guru harus dapat mengembangkan kreativitas dan rasa ingin
tahu siswa pada saat belajar. Pendidikan tidak hanya teoritis, melainkan
harus selalu mengaitkan dengan lingkungan sekitar sehingga siswa
mampu menyerap konsep dan prinsip secara mudah dan dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya alat
peraga diharapkan siswa lebih menghayati matematika secara nyata
berdasarkan fakta yang jelas yang dilihatnya, diharapkan siswa lebih
mudah mengerti dan memahami materi yang dibahas.
Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang dikemukakan diatas,
dapat dikaji ada beberapa permasalahan yang dirumuskan bagaimana
penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika pada materi
pecahan sederhana? Apakah hasil belajar siswa dalam pembelajaran
matematika pada materi pecahan sederhana setelah menggunakan alat
peraga mengalami peningkatan? tujuan dalam penelitian ini adalah
menjelaskan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika
pada materi pecahan sederhana di kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan
dan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran
matematika pada materi pecahan sederhana setelah menggunakan alat
peraga.

KAJIAN TEORI

Matematika
Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani Mathein atau
manthenein yang artinya mempelajari, belajar (berpikir), namun di duga
kata itu erat pula hubungannya dengan kata sansekerta medha atau widya

28 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


yang artinya kepandaian ketahuan atau intelegensi (Andi Hakim
Nasution, 1980 h.12).

Pengertian Pecahan
Pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh.
Dalam ilustrasi gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang
diperhatikan, yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah
yang dinamakan pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah
bagian yang dianggap sebagai satuan, dan dinamakan penyebut. Pusat
Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Badan
Penelitian dan Pengembangan (Depdikbud, 1999) menyatakan
bahwa pecahan merupakan salah satu topik yang sulit untuk diajarkan.
Kesulitan itu terlihat dari kurang bermaknanya kegiatan pembelajaran
yang dilakukan guru, dan sulitnya pengadaan media pembelajaran.
Akibatnya, guru biasanya langsung mengajarkan pengenalan angka,
1
seperti pada pecahan 2, 1 disebut pembilang dan 2 disebut penyebut.
𝑎
Pengertian pecahan di mana bilangan 𝑏 untuk a dan b bilangan
cacah dan b ≠ 0 dinamakan pecahan di mana a adalah pembilang dan b
adalah penyebut. Pecahan terdiri dari beberapa jenis, yaitu: pecahan
yang ekuivalen, senama,campuran, dan desimal.

Konsep Pecahan
Konsep pecahan dan operasinya merupakan konsep yang sangat
penting untuk dikuasai, sebagai bekal untuk mempelajari bahan
matematika berikutnya dan bahan bukan matematika yang
terkait.Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa banyak siswa
Sekolah Dasar mengalami kesulitan memahami pecahan dan operasinya,
dan banyak guru Sekolah Dasar menyatakan mengalami kesulitan
untuk mengajarkan pecahan. Untuk menerangkan konsep pecahan pada
siswa SD hendaknya diawali dengan menggunakan benda-benda
kongkrit, semi kongkrit, kemudian abstrak. Beberapa alternatif
pemilihan benda-benda kongkrit yang dapat digunakan untuk
menjelaskan konsep pecahan.

Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran


Dalam proses belajar mengajar alat peraga mempunyai
kedudukan yang sama pentingnya dengan komponen-komponen
lainnya, karena pada dasarnya media berperan untuk meningkatkan
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 29
kualitas siswa. Menurut Hamalik (Marlina,2004:22) alat, metode dan
teknik dapat mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan
siswa dalam proses belajar mengajar. Dari pernyataan tersebut, media
dapat berbentuk alat, metode ataupun teknik mengajar yang dapat
membawa suatu pesan pembelajaran. Fungsi Alat Peraga, terutama
untuk membangkitkan minat siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran. untuk menyajikan materi ke dalam bentuk yang lebih
kongrit, siswa pada tingkat yang lebih rendah akan lebih memahami dan
mengerti apa yang diajarkan. Siswa akan menyadari adanya hubungan
antara pembelajaran dengan benda-benda disekitarnya. Penggunaan alat
peraga mengkinkan konsep-konsep abstrak yang disajikan dalam bentuk
konkrit. Ada beberapa contoh alat peraga yang dapat digunakan dalam
mengajar yaitu Gambar, kertas lipat, karton dan lain lain. Dalam
memilih alat peraga secara tepat terdapat lima hal yang harus
diperhatikan oleh guru yakni:tujuan, materi pelajaran, strategi
belajar mengajar, kondisi siswa yang belajar serta perlu waspada,
sehingga tidak memakai media mengajar yang tidak begitu kecil,
sehingga anak sulit melihat dan menjadi ribut.

Penggunaan Alat Peraga


Pecahan pada prinsipnya menyatakan beberapa bagian dari
sejumlah bagian yang sama. Seluruh jumlah bagian yang sama
tersebut bersama-sama membentuk satuan (unit). Dua macam
keadaan yang perlu penekanan adalah konsep keseluruhan sebagai
satuan dan konsep sama. Kaitan masing-masing dapat ditunjukan
dengan menggunakan benda-benda manipulatif, misalnya: kertas,
karton, buku atau pensil. Setiap siswa diminta untuk merasakan dan
menghayati sendiri makna pecahan dengan mengerjakan sendiri
Mintalah kepada setiap siswa untuk menyediakan lembaran-lembaran
kertas. Masing-masing anak diminta untuk mengambil kertasnya satu
lembar dan melipatnya sehingga lipatan yang satu dapat menutup
lipatan yang lain. Beri kesempatan kepada mereka untuk membuka
dan menutup lipatan kertas masing-masing sampai mereka
mengetahui bahwa satu lembaran kertas mempunyai dua lipatan yang
sama, yaitu lipatan yang satu tepat menutup lipatan yang lain.
Katakan kepada mereka 1 lipatan dari 2 lipatan yang sama
1
disebut seperdua ditulis dengan lambang pecahan 2.

30 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Gambar 1. Lipatan Kertas 2 Bagian

Kemudian mintalah setiap siswa untuk melipat kembali satu kali


kertasnya, setelah dilipat di awal. Lalu mintalah mereka untuk
membuka lipatan tersebut, dan siswa mengetahui dari satu lembar kertas
yang mempunyai dua lipatan yang sama, kini mempunyai empat lipatan
yang sama. Katakan kepada mereka 2 lipatan dari 4 lipatan yang sama
1
disebut seperempat, ditulis dengan lambang pecahan 4 .

Gambar 2. Lipatan Kertas 4 Bagian

Untuk lebih memantapkan pemahaman, sediakan potongan


karton dengan berbagai bentuk, misalnya sebagaimana disajikan
Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk dari Potongan Karton

Berikan kesempatan kepada semua siswa untuk memilih sendiri


bentuk dan karton yang disukainya. Karton yang telah dipilih oleh
siswa di kemudian ditempel papan tulis, siswa yang telah memilih
karton diminta untuk mengarsir karton yang telah dipilihnya. Misalnya:
1 1 1 1
, 4 ,3 , dan 6 . Potongan karton dengan warna yang menarik dan
2
beragam dapat dimanfaatkan untuk membuat alat peraga dalam
menjelaskan pecahan.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Subjek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan
yang dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2012/2013.
Adapun jumlah subjek penelitian adalah 30 orang siswa yang terdiri
atas 15 orang siswa laki-laki dan 15 orang siswa perempuan. pada
penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 31
Instrumen Penelitian
Dalam Penelitian ini instrumen pembelajaran yang dirancang dan
digunakan terdiri atas Rencana Pelaksana Pembelajaran (RPP), silabus
pembelajaran, dan LKS. Sedangkan instrumen pengumpulan data terdiri
atas instrumen berbentuk tes dan non tes. Instrumen tes terdiri atas tes
formatif dan tes subsumatif. Tes formatif tes dilaksanakan setelah silkus
akhir siklus. Tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan
atau daya serap siswa terhadap materi yang telah disampaikan.
Sedangkan tes subsumatif berbentuk esai atau uraian yang diberikan
setelah dua siklus dilaksanakan dan merupakan gabungan dari dua
pokok bahasan. Instrumen non tes terdiri dari: 1). Observasi Semua
kegiatan yang ditujukan untuk mengenali, merekam, dan
mendokumentasikan setiap indikator dari proses dan hasil yang
dicapai (perubahan yang terjadi) baik yang ditimbulkan terencana
maupun akibat sampingannya. Dalam penelitian ini jenis observasi
yang digunakan adalah observasi terfokus. Observasi terfokus secara
khusus ditujukan untuk mengamati aspek-aspek tertentu dari
pembelajaran. Misalnya, yang diamati kesempatan bagi siswa untuk
berpartisipasi, dampak penguatan bagi siswa, atau jenis pertanyaan yang
diajukan guru. Data yang diperoleh melalui lembar observasi
dimaksudkan untuk mengetahui proses selama pembelajaran
berlangsung yang tidak teramati oleh peneliti. Data tersebut kemudian
disusun, diringkas, dan diinterprestasikan. 2). Catatan Harian,
Wawancara, Disamping data yangdikumpulkan dengan observasi,
masih banyak data yang dapat dikumpulkan dengan berbagai teknik lain.
Seperti catatan harian guru, wawancara dan berbagai dokumen yang
terkait dengan siswa.

Prosedur Penelitian
Desain Intervesi Tindakan/Rancangan Siklus Penelitian yang
akan dilaksanakan pada penelitian ini diantaranya : Perencanaan
Tindakan (Planning) meliputi : 1). Perencanaan waktu penelitian, 2).
Penentuan metode dan alat peraga yang digunakan, 3). Pembuatan
rencana pelaksanaan pembelajaran, 4). Pembuatan instrumen
penelitian. Sedangkan perencanaan khusus merupakan perencanaan
yang dibuat untuk masing-masing pertemuan pada setiap siklus yang
dilakukan. Pelaksanaan Tindakan (Acting), Tahap ini merupakan
realisasi dari tahap perencanaan yang telah disusun dan disepakati
32 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
dengan kolaborator. Peneliti melaksanakan pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga. Pelaksanaan tindakan dilaksanakan
selama 2 siklus, setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan, hanya pada
siklus tiga dilakukan satu kali pertemuan. Setiap pertemuan
dilaksanakan selama 2 jam pelajaran (2x35 menit).
Dalam proses pengamatan, pengamat atau observer mempunyai
tugas yaitu mengamati proses tindakan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru apakah sudah sesuai dengan perencanaan tindakan yang dibuat
atau belum. Sedangkan untuk mengetahui respons siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga digunakan
angket siswa, pada setiap pembelajaran. Dan melakukan wawancara
terhadap beberapa siswa. Refleksi Tindakan (Reflection) Setelah
tindakan perbaikan selesai dilakukan, maka kegiatan selanjutnya adalah
refleksi tindakan. Refleksi tindakan (reflection) merupakan kegiatan
yang dilakukan oleh peneliti dan teman sejawat atau kolaborator
dalam rangka mengulas secara kritis dengan cara mendiskusikan
perubahan yang terjadi setelah dilakukan tindakan perbaikan. Kegiatan
yang dilakukan dalam refleksi tindakan ini yaitu analisis data dan
interpretasi data yang diperoleh dalam penelitian tindakan.
Pengumpulan data dilakukan pada setiap aktivitas siswa dan
situasi yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan, yaitu
dengan tes, observasi, dan wawancara. Data yang akan dianalisis dan
direfleksi terlebih dahulu dikategorisasikan berdasarkan fokus
penelitian. Data dalam penelitian ini memberikan gambaran tentang
aktivitas dan ketuntasan belajar siswa setelah mengikuti
pembelajaran dengan menggunakan alat peraga terhadap hasil belajar
matematika siswa. Menganalisis Data Hasil Tes. Menganalisis data
berupa tes hasil belajar siswa dari setiap siklus untuk mengetahui
keberhasilan penelitian yang dilakukan. Indikator keberhasilan
penelitian yang telah dilakukan daya serap klasikal. Suatu kelas
telah belajar tuntas bila di kelas tersebut sudah tercapai 85% siswa
mencapai daya serap paling sedikit 60. Untuk menghitung prosesntase
ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut :

Persentase tingkat penguasaan = Jumlah skor total subjek X100%


Jumlah skor Total Maksimal

Selain dilakukan analisis terhadap Indikator Daya Serap Klasikal


(DSK) dengan perhitungan persentase sebagai berikut:
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 33
Persentase DSK = siswa tingkatan penguasaan ≥ 60 X100%
Jumlah siswa
Untuk kepentingan mengklarifikasi kualitas tingkat penguasan
dikelompokan menjadi kategori sangat baik, baik, cukup, kurang, dan
jelek dengan menggunakan skala lima (dalam Suherman dan
Kusumah, 1990:272) yaitu sebagai berikut : 91 5 < A <100 % Sangat
baik , 76 % < B < 90 % Baik , 56 % < C < 75 % Cukup, 41 % < B < 55
% Kurang, C < 40 % Jelek.
Menganalisis Data Lembar Observasi
Data yang diperoleh melalui lembar observasi
dimaksudkan untuk mengetahui proses selama pembelajaran
berlangsung yang tidak teramati oleh peneliti. Data dianalisis secara
deskriptif dengan mengelompokkan berdasarkan kelompok, yaitu
kelompok bawah, sedang, dan tinggi. Dengan demikian kita dapat
mengetahui pendapat siswa mengenai pembelajaran matematika
dengan menggunakan alat peraga.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Siklus 1
Perencanaan, Setelah melakukan identifikasi masalah, kegiatan
selanjutnya adalah penyusunan bahan ajar (Lembar Kerja Siswa),
Rencana Pembelajaran, dan evaluasi. Lembar Kerja Siswa disusun untuk
meningkatkan kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep pecahan.
Lembar Kerja Siswa ini digunakan selama proses pembelajaran
berlangsung. Lembar kerja ini terdiri atas masalah-masalah yang harus
diselesaikan oleh siswa.Tahapan selanjutnya adalah penyusunan rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Pelaksanaan Pada tindakan
pembelajaran siklus I yang dibahas adalah pecahan sederhana, yaitu
1 1 1 1
mengenal pecahan 2 , 4 , 3 ,dan 6. Pada pertemuan pertama materi
1 1
yang dibahas adalah mengenal pecahan 2 dan, 4 dengan menggunakan
alat peraga. Sedangkan pada pertemuan ke dua materi yang dibahas
1 1
adalah mengenal 3 dua 6. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai pada
pertemuan ke satu dan ke dua adalah siswa dapat menunjukkan pecahan
1 1 1 1
, , ,dan, dan menuliskan lambang bilangan pecahan tersebut
2 4 3 6
dengan bantuan alat peraga.
34 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Setelah pembelajaran selesai dilaksanakan, peneliti menganalisis
dan merefleksi pelaksanaan dari pembelajaran. Untuk kegiatan analisis
ini, dilakukan kegiatan antara lain memeriksa lembar observasi, lembar
kerja siswa, dan refleksi terhadap tindakan pembelajaran tersebut
akan menjadi bahan pelaksanaan tindakan selanjutnya. Data yang
diambil pada penelitian ini merupakan hasil tes formatif individu.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tes formatif pada siklus I
diperoleh tingkat penguasaan tertinggi, tingkat penguasaan terendah,
dan tingkat penguasaan rata-rata.
Data yang diambil pada penelitian ini merupakan hasil tes
formatif individu, berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tes
formatif diperoleh pemahaman tingkat tinggi, pemahaman tingkat
rendah, dan pemahaman rata-rata. Tingkat pemahaman tinggi siswa pada
materi ini yaitu 50% dengan jumlah siswa 15 orang. Sebanyak 15 orang
siswa atau 50% belum mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan daya
serap klasikal pada siklus I ini mencapai 68%. Jika klarifikasi kualitas
tingkat penguasaan dengan menggunakan skala lima maka tingkat
ketuntasan belajar siswa mencapai kategori cukup. Hal ini berarti kurang
dari 70% materi dapat diserap siswa dan ketuntasan belajar ideal yaitu
85% belum tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
siklus I belum berhasil dalam belajar dan ketuntasan belum tercapai.
Pembelajaran pada siklus I secara umum berjalan sesuai dengan
rencana tetapi masih belum maksimal yaitu mencapai 85%. Adapun
kekurangan pada siklus I akan diperbaiki pada siklus II. Berdasarkan
hasil lembar observasi, peneliti menganalisis faktor yang diduga
menjadi penyebab siswa kurang senang ketika pembelajaran antara lain:
karena guru kurang antusias/semangat dalam menyampaikan materi
pembelajaran, kurangnya alat peraga pendukung. Maka hasil refleksi
siklus I dijadikan bahan pertimbangan untuk memberikan saran-saran
perbaikan pada siklus II, yaitu : Perlu lebih memperhatikan terhadap
siswa yang memiliki kemampuan lemah.Perlu lebih memanfaatkan alat
peraga.Perlu lebih aktif dan kreatif untuk menghadapi anak yang hyper
aktif.
Deskripsi Siklus II
Perencanaan Tindakan, Setelah pelaksanaan refleksi dan
evaluasi yang dilakukan pada siklus I, serta dengan berpedoman pada
belum tercapainya kriteria ketuntasan belajar sesuai target yang
diharapkan. Oleh karena itu peneliti melanjutkan kembali proses

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 35


pembelajaran menggunakan alat peraga pada siklus II, agar kemampuan
siswa dalam memahami konsep pecahan sederhana lebih meningkat.
Pelaksanaan Tindakan Siklus II, yang dibahas adalah membandingkan
dua buah pecahan dan penggunaan tanda pembandingan kurang dari,
lebih dari, dan sama dengan. Pelaksanaan tindakan pembelajaran
siklus II mengikuti prosedur rencana persiapan pembelajaran yang
telah dibuat. Secara umum pembelajaran pada siklus II pertemuan
pertama dimulai dengan apersepsi, guru mengeluarkan alat peraga yaitu
kertas lipat, karton yang berisi pecahan-pecahan, siswa diberi kertas
lipat. Setelah itu menanyakan kepada siswa pecahan-pecahan berapa
yang tertulis di karton
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil tes formatif pada
siklus II diperoleh tingkat penguasaan tertinggi, tingkat penguasaan
terendah, dan tingkat penguasaan rata-rata. Data yang diambil pada
penelitian ini merupakan hasil tes formatif individu, berdasarkan
data yang diperoleh dari hasil tes formatif diperoleh pemahaman
tingkat tinggi, pemahaman tingkat rendah, dan pemahaman rata-rata.
Tingkat pemahaman tinggi siswa pada materi ini yaitu 93,33%
dengan jumlah siswa 28 orang. Sebanyak 2 orang siswa atau 6,67%
belum mencapai ketuntasan belajar. Sedangkan daya serap klasikal pada
siklus II ini mencapai 93,33%. Jika klarifikasi kualitas tingkat
penguasaan dengan menggunakan skala lima maka tingkat ketuntasan
belajar siswa mencapai kategori sangat baik . Hal ini berarti materi yang
dapat diserap siswa dan ketuntasan belajar ideal yaitu 85% sudah
tercapai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada siklus II
sudah berhasil dalam belajar dan ketuntasan kelas sudah tercapai.
Tahap Observasi, hasil lembar observasi pada Siklus II ini
siswa sudah terlihat dan tampak berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran. Siswa memperhatikan saat guru menjelaskan materi,
siswa menanggapi setiap pertanyaan yang diajukkan guru. Dengan
menggunakan alat peraga, aktivitas dan antusias siswa bertambah dan
tampak menyenangkan juga tidak membuat siswa bosan, karena
motivasi untuk belajar lebih giat. Refleksi, Berdasarkan hasil
observasi, maka analisis terhadap faktor penyebab diatas adalah guru
sudah melakukan tindakan dan perbaikan dalam pembelajaran maka
refleksi kegiatan pembelajaran siklus II adalah sebagai berikut :
Tindakan Peneliti terus menerus memotivasi siswa untuk aktif dalam
aktivitas pembelajaran sudah dilakukan. Penggunaan alat peraga telah
36 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
memberikan dampak yang positif terhadap hasil belajar siswa yang terus
meningkat.Pembahasan, Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan
analisis penelitian, tampak bahwa hasil belajar matematika siswa
meningkat setiap siklusnya. Pada tindakan pembelajaran siklus I nilai
rata-rata kelas persentase daya serap dan persentase ketuntasan belajar
menunjukkan kurang dari 65% materi telah dapat diserap oleh siswa dan
sedikitnya 60% dari jumlah siswa telah mencapai ketuntasan belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa belum berhasil dalam
belajar dan ketuntasan kelas belum tercapai.
Jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas pada tes siklus I,
nilai rata- rata kelas pada tes siklus II mengalami peningkatan.
Peningkatan yang terjadi tinggi karena dari jumlah siswa yang telah
mencapai ketuntasan belajar sebanyak 28 orang atau 90,70% dan
mencapai kategori “baik”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pada pembelajaran siklus II siswa telah berhasil dalam belajar dan
ketuntasan kelas telah tercapai. Meskipun demikian hasil ini masih
dapat ditingkatkan lagi karena secara individu masih ada 2 orang siswa
yang nilainya kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Gambar 4. Nilai Rata-Rata Kelas

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 37


Gambar 5. Nilai Daya Serap

Berdasarkan diagram diatas, diketahui bahwa Daya Serap


Klasikal meningkat. Perbandingan ketuntasan belajar pada Siklus I dan
Siklus II berturut-turut 50 dan 28 siswa. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa alat peraga terbukti dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas 3 Sekolah Dasar SDN 001 Balikpapan Selatan
dalam pembahasan materi pecahan.
Melalui wawancara dengan siswa yang dilakukan kepada 9
orang siswa yang berbeda pada setiap siklus, terdiri dari 3 orang dari
kelompok bawah, orang dari kelompok sedang, dan 3 orang dari
kelompok tinggi dapat disimpulkanbahwa belajar dengan
menggunakan alat peraga lebih menarik, mereka lebih termotivasi
untuk belajar matematika. Siswa juga lebih memahami materi
sehingga hasil belajarnya meningkat. Dengan demikian peneliti
merasa bahwa masalah yang dirumuskan dalam rumusan masalah
peneliti telah menjawab dimana pembelajaran dengan menggunakan alat
peraga terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 3 sekolah
dasar pada pokok bahasan pecahan, aktivitas siswa dalam pembelajaran
38 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
dengan menggunakan alat peraga dinilai baik. Dari pembahasan diatas
tampak bahwa belajar bisa meningkat setelahmemperoleh pembelajaran
dengan menggunakan alat peraga. Hasil ini sesuai dengan
pernyataan yang disampaikan (Hamalik: 1982, Anderson: 1987,
Sadiman: 1990, dan Haryanto: 1997) bahwa alat peraga merupakan
salah satu faktor yangmempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang alat peraga untuk


meningkatkan hasil belajar siswa pada sub pokok memahami
pecahan sederhana dan penggunaannya dalam pemecahan masalah
pada kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan, Kota Balikpapan dan
pengalaman peneliti sendiri dari hasil wawancara, dapat disimpulkan
bahwa penggunaan alat peraga dalam pembelajaran pecahan sangat
efektif. Sebab dengan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran
pecahan, siswa dapat berperan aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan sendiri konsep dari
yang dipelajarinya. Hasil belajar siswa dalam materi pecahan
sederhana dapat meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dari perolehan
nilai hasil tes akhir dari setiap tindakan. Nilai rata-rata hasil tes Siklus I
(68) tes Siklus II (90,67) Sedangkan Daya Serap Klasikal pun meningkat
pada setiap siklusnya yaitu: Siklus I 50%, Siklus II 93,33% Siklus

SARAN

Perlu penelitian lebih lanjut dengan materi yang lebih umum dan
metode yang lebih sesuai sehingga dapat menjadi contoh bagi guru-
guru yang memang merasa ada kekurangan dalam mengajarnya. Bagi
siswa, untuk tetap semangat dalam kegiatan pembelajaran dan tidak
bermalas-malasan. Dengan penggunaan alat peraga, pembelajaran
menarik dan dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Bagi
sekolah, harus menyiapkan sarana dan prasarana pembelajaran
untuk mendukung program belajar yang sudah direncanakan oleh
guru yang bersangkutan.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi.(2003). Psikologi Belajar. Solo: Rineka Cipta.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 39


Achmad, Supriyanto. (1990). Faktor yang mempengaruhi Prestasi.
Bandung: Remaja Rosda Karya Belajar
Edi Warsidi. (2008: 46-48).Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Perbukuan.
Gatot Muhsetyo.(2007). Pembelajaran Matematika SD: Universitas
Terbuka.
Heruman. (2007). Model Pembelajaran Matematika di SD. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Igak Wardani. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Karso. (1998: 142-145). Pendidikan Matematika 1: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Peningkatan Mutu Guru
Kelas SD Setara D2.
Munawar, Indra. (2009). Pengertian dan Definisi Hasil Belajar.
htpp://indramunawar.blogspot.com/2009/6/hasil-belajar-
pengertian-dan definisi.html. [Juni 2009].
Nanang H. (2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika
Aditama.
Nur Fajariyah. (2008).Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Pusat
Perbukuan.
Pidarta Made. (2007). Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhendra. (2006). Kapita Selekta Matematika. Bandung: UPI Press.
Syaiful S. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Tedi Priatna.(2003). Dasar-dasar Kependidikan . Bandung: Amal Bakti
Press.
Udin S. Winataputra.(1997). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek Peningkatan
Mutu Guru Setara D2.

40 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

Etty Muljani
Guru SD Negeri 001 Kecamatan Balikpapan Selatan

Abstrak

Faktor-faktor yang paling berperan dan cukup penting


dalam proses belajar mengajar adalah pendekatan belajar
atau metode yang tepat sehingga konsep yang telah
dipahami dan dikuasai adalah sebagai dasar untuk
meningkatkan hasil belajar. Dari hasil ulangan ternyata
siswa memperoleh nilai di bawah 6,00 atau dibawah nilai
KKM sebanyak 70 % dari seluruh siswa. Hasil pengamatan
awal yang dilakukan oleh penulis menunjukan bahwa
hampir setiap nomor yang merupakan pengerjaan soal
ternyata di atas 50 % dari seluruh siswa masih mengalami
kesalahan. Pada Siklus 1, kuis pertama dan kedua
diberikan 15 menit menjelang jam pelajaran selesai pada
akhir minggu. Pada kuis ketiga pelaksanaan diubah
menjadi 15 menit pertama jam pelajaran pada awal minggu
dengan pertimbangan pada minggu sebelumnya adalah jam
pelajaran ditiadakan dan siswa ditugasi untuk belajar
mandiri. Berdasarkan hasil tes yang ketiga disimpulkan
bahwa siswa cenderung malas untuk belajar jika tidak ada
tes/kuis. Guru selanjutnya memberikan evaluasi dan arahan
kepada siswa untuk selalu belajar bukan karena akan ada
tes/kuis tetapi untuk tujuan menuntaskan materi belajar.
Hasil dari kuis kelima menunjukkan adanya peningkatan
nilai/skor jika dibandingkan pada kuis sebelumnya.
Sedangkan skor pada kuis keenam menunjukkan perubahan
yang sangat baik terutama jika dilihat dari pencapaian
nilai rata-rata yang cukup tinggi sehingga dapat
disimpulkan bahwa siswa dan guru telah memahami dan
mampu mengimplementasikan model pembelajaran
kooperatif STAD secara baik.

Kata Kunci : Sifat-Sifat Benda, Kooperatif Tipe STAD


(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 41
PENDAHULUAN

Dewasa ini masyarakat dan pemerintah berupaya keras


meningkatkan ketahanan masyarakat terlebih dibidang pendidikan,
terbukti pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan dan sumber daya manusia misalnya dengan penyempurnaan
kurikulum, perbaikan Sarana dan Prasarana, Penataran dan Pelatihan
serta inovasi pembaruan metode pembelajaran. Hasil pengamatan dari
hasil belajar siswa di tingkat Sekolah Dasar masih sangat
memprihatinkan khususnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Dari beberapa pemantauan yang bersifat formal atau non formal,
individu maupun kelompok masyarakat, saat ini banyak siswa yang
mengeluh dan merasa kesulitan ataupun kurang puas atas pelajaran IPA,
hal tersebut karena kurang memadainya fasilitas praktikum dan kualitas
pendidik dan daya dukung lainya.
Sejalan dengan pemikiran diatas, diharapkan siswa sebagai
pembelajar dan guru sebagai pengelola pembelajaran di kelas, perlu
memperhatikan yang menjadi kebutuhan siswa sehingga siswa
memperoleh kepuasan belajar dengan penuh gairah sehingga dapat
membangkitkan antusias serta motivasi siswa dalam menuangkan semua
ide yang terkait dengan mata pelajaran khususnya mata pelajaran IPA.
Dengan demikian, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan akan
memunculkan minat dan kreatifitas tinggi yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil belajar siswa dan mencintai alam sekitar sebagai
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Adapun pengemasan metode
pembelajaran yang disarankan adalah melalui pendekatan belajar
kooperatif tipe STAD.
Kenyataan yang terjadi di lapangan khususnya yang terdapat di
kelas IV SD Negeri 001 Balikpapan Selatan ternyata masih bertentangan
dengan apa yang diharapkan. Dari hasil ulangan kelas IV pada semester
I tahun 2012/2013 di SD Negeri 001 Balikpapan Selatan ternyata siswa
memperoleh nilai di bawah 6,00 atau dibawah nilai KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal ) yang telah ditentukan di SD Negeri 001
Kecamatan Balikpapan Selatan ternyata masih di atas 70 % dari seluruh
siswa ( satu kelas 38 siswa). Hasil pengamatan awal yang dilakukan oleh
penulis di kelas IV SD Negeri 001 Kecamatan Balikpapan Selatan
menunjukan bahwa hampir setiap nomor yang merupakan pengerjaan
soal ternyata di atas 50 % dari seluruh siswa masih mengalami
42 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
kesalahan. Dari kenyataan yang terjadi di atas jelas dapat disimpulkan
bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami konsep-
konsep pelajaran IPA karena selama ini siswa yang masih duduk di kelas
empat sekolah dasar tersebut cenderung bersifat individualis sehingga
jarang sekali mereka menyelesiakan masalah dalam proses belajar secara
bersama – sama. Bagi siswa yang mempunyai kepandaian di atas rata -
rata hal ini tidak menjadi kendala yang berarti, tetapi bagi siswa yang
kurang tentu saja hal ini dapat menjadi kendala dalam upaya untuk
mencapai ketuntasan belajar seperti yang sudah ditentukan.
Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu apakah dengan meggunakan metode STAD dapat
meningkatkan hasil belajar siswa IPA tentang sifat-sifat benda di kelas
IV SDN 001 Balikpapan Selatan.

KAJIAN TEORI

Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau mahluk
hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan
pernyataan tersebut Sutomo (1993:68) mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang
dengan sengaja dilakukan, sehingga memungkinkan dia belajar untuk
melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan
belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku
yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik,
tetapi perubahan dalam kebisaaan, kecakapan, bertambah, berkembang
daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993: 120). Pasal 1 Undang-
undang No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi
pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada
situasi tertentu.

Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang
melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 43
menetapkan tujuan bersama. (Felder, 1994: 2). Wahyuni (2001: 8)
menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran dengan cara menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok kecil yang memiliki kemampuan berbeda.
Sependapat dengan pernyataan tersebut Setyaningsih (2001: 8)
mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif memusatkan
aktifitas di kelas pada siswa dengan cara pengelompokan siswa untuk
bekerja sama dalam proses pembelajaran. Dari tiga pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode
pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya sebagai objek
belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi
secaraa maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena
pembelajaran kooperatif merupakan metode alernatif dalam mendekati
permasalahan, mampu mengerjakan tugas besar, meningkatkan
ketrampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.
Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong untuk belajar, saling
memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma yang
menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. (Nur, 1996: 4). Dalam
pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan sikap sosial untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan kerjasama.

Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD


Langkah-langkah dalam pembelajarn kooperatif mode STAD
adalah mengelompokkan siswa dengan masing-masing kelompok terdiri
dari tiga sampai dengan lima orang. Angota-anggota kelompok dibuat
heterogen, meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan, motivasi
belajar, jenis kelamin, ataupun latar belakang etnis yang berbeda.
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam
menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data,
pemberian contoh. Tujuan presentasi adalah untuk mengenalkan konsep
dan mendorong rasa ingin tahu siswa.
Pemahaman konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-
tugas kelompok. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap
belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok
memahami materi pelajaran tersebut. Siswa diberi tes atau kuis
individual dan teman sekelompoknya tidak boleh menolong satu sama
44 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
lain. Tes individual ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa diberikan soal yang
dapat diselesaikan dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki
sebelumnya.
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik
prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan
disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain. Gagasan utama
dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai ketrampilan-
ketrampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan
agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus
membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan.
Mereka harus mendorong teman mereka untuk melakukan yang terbaik
dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang
penting, berharga dan menyenangkan.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini termasuk Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


adalah suatu penelitian tindakan (action research) yang dilakukan oleh
guru yang sekaligus sebagai peneliti dikelasnya atau bersama-sama
dengan orang lain (kolaborasi) dengan jalan merancang, melaksanakan
dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif yang
bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses
pembelajaran di kelas. Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 001
berlokasi di Kecamatan Balikpapan Selatan. Penelitian dilaksanakan dari
bulan Oktober s/d Desember 2012. Analisis data secara kualitatif
ditempuh melalui langkah-langkah dari data yang terkumpul berupa
gejala, fenomena, peristiwa maupun karakteristik yang timbul dari setiap
siklus penelitian dalam pembelajaran diklasifikasikan menurut besar
kecilnya tingkat penguasaan materi sifat-sifat benda, kemudian data
selanjutnya dianalisis dengan menggunakan deskripsi persentasi, lau
disimpulkan hal-hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam
kegiatan pembelajaran.
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian
tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002: 83), yaitu
berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap
siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 45
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya
adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan
refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas


Berdasarkan Gambar 1. Kegiatan dan pengamatan, meliputi
tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun
pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari
diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model STAD. Saat
refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat. Rancangan / rencana yang direvisi,
berdasarkan hasil refleksi, pengamat membuat rancangan yang direvisi
untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam 3
putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai
perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub
pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing
putaran.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru
yang bertujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secaraa
individual maupun secaraa klasikal. Untuk mengetahui kefektivan suatu
metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis dekriptif kualitatif, yaitu
46 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau
fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk
mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa, juga untuk memperoleh
respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa
selama proses pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian diuraikan dalam tahapan yang berupa siklus-


siklus pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar di
kelas. Dalam penelitian ini pembelajaran di lakukan dalam dua siklus
sebagaimana pemaparan berikut ini. Setelah melakukan evaluasi baik
proses maupun hasil belajar IPA dilakukan analisis data. Adapun analisis
data hasil belajar dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 1. Rekapitulasi Skor/Nilai Kuis Siswa Siklus I dan II

Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pelaksanaan


pembelajaran serta nilai/skor yang diperoleh siswa maka peneliti
menganggap siklus I ini yaitu nilai tertingi adalah 84,4 dan terendah
18,8,sementara nilai rata-rata pada siklus I yaitu 54 .Selanjutnya masuk
kuis kedua . Pada kuis kedua nilai yang diperoleh 98 untuk nilai
tertinggi, 60 untuk nilai terendah dan nilai rata-rata kelas yaitu 60 , siswa
telah mengenal model pembelajaran kooperatif STAD. Siswa telah
menunjukkan prestasi yang cenderung meningkat berdasarkan skor/nilai
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 47
kuis yang diperoleh. Hasil tes yang ketiga adalah 71 untuk nilai
tertinggi, 20 untuk nilai terendah dan 20 untuk nilai rata- rata. siklus II,
Hasil kuis yang keempat yang dilaksanakan pada siklus II, menunjukkan
hasil bahwa siswa telah mampu meningkatkan kembali perolehan
nilainya yaitu 96,3 untuk nilai tertinggi, 37 untuk nilai terendah dan nilai
rata-rata adalah 70,7. Sesi diskusi telah dimanfaatkan siswa yang kurang
pandai untuk meningkatkan pemahamannya melalui diskusi dengan
anggota tim yang lebih pandai.
Hasil dari kuis kelima menunjukkan adanya peningkatan
nilai/skor jika dibandingkan pada kuis sebelumnya yaitu 91,2 untuk nilai
tertinggi, 57 untuk nilai terendah dan rata- rata kelas adalah
74,3.Sedangkan skor pada kuis keenam menunjukkan perubahan yang
sangat baik terutama jika dilihat dari pencapaian nilai rata-rata yang
cukup tinggi 74,3 untuk nilai tertinggi 91,2 dan 57 untuk nilai terendah
sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dan guru telah memahami dan
mampu mengimplementasikan model pembelajaran kooperatif STAD
secara maksimal.

PEMBAHASAN

Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini


antara lain Buku Guru, Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa dan
Rencana Pembelajaran. Selain itu, peneliti juga mengembangkan
instrumen penelitian yaitu lembar observasi, tes/kuis, dan angket siswa
untuk mengetahui tanggapan siswa selama mengikuti proses
pembelajaran dengan model kooperatif STAD.
Aspek kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang
berhasil diamati oleh peneliti (guru) menggunakan lembar observasi
dengan skala 1 – 5 menunjukkan skor rata-rata untuk masing-masing
kategori pengamatan yang meliputi perencanaan sebesar 3,75,
pendahuluan 3,42, kegiatan inti 3,29, penutup 3,06, pengelolaan waktu
3,38, dan suasana kelas sebesar 3,51. Hasil pengamatan ini
menunjukkan bahwa secara umum guru dalam mengelola pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
cukup baik. Guru mampu menyiapkan alat/bahan yang digunakan dalam
pembelajaran, serta mampu melatihkan keterampilan proses dan
keterampilan kooperatif dan mengoperasikan perangkat pembelajaran

48 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


dengan alokasi waktu yang sesuai, bahkan guru dapat membuat siswa
antusias dalam mengikuti pembelajaran.
Aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar sesuai
dengan skenario pembelajaran kooperatif tipe STAD. Aktivitas guru dan
siswa menekankan pada kerjasama untuk mengembangkan keterampilan
kognitif yang melibatkan keterampilan penalaran dan fisik seseorang
untuk membangun suatu gagasan / pengetahuan baru atau
menyempurnakan pengetahuan yang sudah terbentuk untuk mencapai
tujuan bersama.
Bila dilihat dari angka aktivitas guru dan siswa selama kegiatan
belajar mengajar, maka secara keseluruhan aktivitas guru dan siswa
menunjukkan pembelajaran yang berorientasi pendekatan keterampilan
proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD berpusat pada
siswa, dimana siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Pada grafik
rekapitulasi nilai/skor kuis siswa dapat dilihat perkembangan kondisi
pembelajaran IPA di kelas. Secara umum penerapan model pembelajaran
ini telah mampu meningkatkan hasil belajar IPA pada materi sifat-sifat
benda.
Dilihat dari data nilai/skor maksimum dan minimum serta rata-
rata tampak bahwa siswa secara bertahap mampu meningkatkan
prestasinya melalui kegiatan belajar di kelas. Selisih nilai/skor
maksimum dan minimum yang cenderung semakin kecil menunjukkan
siswa dengan kemampuan kurang mampu belajar dengan lebih baik
melalui tim/kelompok dan siswa dengan kemampuan tinggi mampu
berperan didalam meningkatkan pemahaman anggota timnya.
Berikut ini adalah gambaran perkembangan proses belajar
mengajar IPA pada materi sifat-sifat benda yang lebih rinci untuk tiap
siklus dalam penelitian ini. Siklus I Pada awal penelitian, tim peneliti
telah melakukan evaluasi dan refleksi terhadap kondisi siswa. Profil
siswa yang heterogen dijadikan dasar bagi peneliti untuk melakukan
pembagian kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa secara
merata. Anggota kelompok dibuat sedemikan rupa sehingga tidak ada
penumpukan siswa dengan latar belakang lebih baik atau lebih buruk.
Siswa kelas IV SDN 001 Balikpapan Selatan yang terdiri dari 38
siswa dibagi menjadi 7 kelompok yang terdiri dari 5 anggota
kelompok. Melalui kelompok inilah siswa dituntut untuk saling
melengkapi selama proses pembelajaran. Diskusi yang direncanakan
digunakan oleh siswa untuk melengkapi pengetahuan yang telah
diberikan oleh guru pada sesi penyampaian materi.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 49
Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pelaksanaan
pembelajaran serta nilai/skor yang diperoleh siswa maka peneliti
menganggap siklus I ini dapat diakhiri untuk selanjutnya masuk ke
siklus II. Pada siklus pertama ini, siswa telah mengenal model
pembelajaran kooperatif STAD. Siswa telah menunjukkan prestasi yang
cenderung meningkat berdasarkan skor/nilai kuis yang diperoleh.
Siklus II, diawali dengan pencapaian skor/nilai kuis yang kurang baik
disebabkan peneliti mencoba mengubah pola waktu pelaksanaan kuis.
Kuis pertama dan kedua pada siklus I diberikan 15 menit menjelang jam
pelajaran selesai pada akhir minggu. Pada kuis ketiga pelaksanaan
diubah menjadi 15 menit pertama jam pelajaran pada awal minggu
dengan pertimbangan pada minggu sebelumnya adalah jam pelajaran
ditiadakan dan siswa ditugasi untuk belajar mandiri. Berdasarkan hasil
tes yang ketiga disimpulkan bahwa siswa cenderung malas untuk belajar
jika tidak ada tes/kuis. Guru selanjutnya memberikan evaluasi dan
arahan kepada siswa untuk selalu belajar bukan karena akan ada tes/kuis
tetapi untuk tujuan menuntaskan materi belajar.
Pada siklus ini siswa telah mengenal model pembelajaran
kooperatif STAD ini dengan baik. Aspek-aspek kooperatif telah mampu
dikembangkan oleh siswa untuk berupaya mengatasi kesulitas belajarnya
melalui tingkah laku pembelajaran yang positif antara lain:
mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru dengan baik,
berdiskusi dengan baik, mengerjakan LKS dengan baik bersama dengan
tim kelompok. sehingga dapat disimpulkan bahwa siswa dan guru telah
memahami dan mampu mengimplementasikan model pembelajaran
kooperatif STAD secara baik. Implementasi model pembelajaran
kooperatif STAD merupakan cirri bahwa pembelajaran di kelas telah
menjadi pembelajaran student centered dengan guru sebagai fasilitator.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat dismpulkan
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif STAD di kelas IV
SDN 001 Balikpapan Selatan mampu meningkatkan hasil belajar IPA
pada materi sifat-sifat benda yang ditunjukkan oleh aspek-aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik selama pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat
mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student centered.
Siswa dengan beragam kemampuan mampu meningkatkan pemahaman
50 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
dalam mempelajari materi perubahan wujud benda melalui
tim/kelompok STAD. Pemberian penghargaan atas tim dengan rata-rata
peningkatan terbaik pada tiap-tiap pemberian kuis mampu meningkatkan
motivasi untuk mengoptimalkan efektifitas pembelajaran kelompok.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian disampaikan saran
bahwa salah satu model pembelajaran yang direkomendasikan oleh
peneliti adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang sudah
dibuktikan oleh peneliti melalui PTK dalam pembelajaran IPA pada
materi sifat-sifat benda siswa kelas IV SDN 001 Balikpapan Selatan,
bahwa model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan
hasil belajar IPA.
Selain model pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, sebaiknya
guru dapat mengkaji model – model pembelajaran yang lain dalam
upaya meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad Azhar, 1996, Media Pembelajaran PT. Raja Grafindo


Persada,Jakarta
Arends, R. 1997. Classroom Instruction and Management. New York:
McGraw-Hill Companies.
F. Sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar, Rafika Aditama, Bandung
Haryono A dan Suparlan, 2007, Aku Warga Negara Indonesia, Penerbit
PT MusiPerkasa Utama, Jakarta Barat
Hera Lestaris Miskarsa, dkk, 2007, Pendidikan Anak di SD, Penerbit
Universitas Terbuka, Jakarta
Ihat Hatimah, dkk, 2007,Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan,
Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta
Iwan Ridwan, dkk , 2007, Bunga Rampai Nilai Moral Dalam Kajian
Pendidikan,Penerbit CV Maulana, Bandung
M. Ngalim Purwanto, MP, Drs, 1990, Psikologi Pendidikan, Penerbit PT
RemajaRosdakarya, Bandung
Muchlas Samani, 2007, Menggagas Pendidikan Bermakna,
PenerbitSIC,Surabaya

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 51


Muhammad Kamal, 2007, Pendidikan Budi Pekerti, Penerbit CV Karya
MandiriPratama, Jakarta Pusat
Muslimin Ibrahim, dkk, 2000. Pembelajaran Kooperatif. Pusat Sains
dan Matematika Sekolah, Program Pasca Sarjana UNESA:
University Press.
Mohamad Nur, 2003. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan
Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Pusat Studi
Matematika dan IPA Sekolah : UNESA.
Pophan , 1992, Teknik Mengajar Secara Sistematik, PT. Rineka Cipta,
Jakarta
Perdy Karuru, 2001. Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam
Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan
Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP. www.depdiknas.go.id.
Safari, 2007, Evaluasi Pembelajaran, Penerbit Departemen Pendidikan
Nasional
Sri Sulistyorini, 1998. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
pada Mata Pelajaran IPA. Edukasi Edisi 3 Tahun X IKIP
Semarang hal 1-14.
Thonthowi, Ahmad, 1993. Psikologi Pendidikan. Bandung : Angkasa.
Slavin, R.E., 1995. Cooperativ Learning. Massachusetts : Allyn dan
Bacon Publishers
Suparlan Al-Hakim dan Sri Untari, 2007, Pendidikan Multikultural
Strategi Inovatif Pembelajaran Dalam Pluralitas Masyarakat
Indonesia, PenerbitInka Print, Malang
Tim Pelatih Proyek PGSM. 1999. Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research). Jakarta: Dirjen Dikti-PGSM
Thoha, 2003, Teknik Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Udin S Winataputra, dkk, 2007, Teori Belajar dan Pembelajaran,
Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta
Wardani, dkk, 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta . UT.
Winkel WS, 1991. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta :
PT. Gramedia.

52 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL
BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
MELALUI MODEL SNOWBALL THROWING

Iin Ratmayati
Guru SD Negeri 009 Balikpapan Barat

Abstrak

Penulisan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya


pemahaman dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran
Matematika khususnya penyerapan materi Mengenal
Bangun Datar pada Semester II di kelas I F SD Negeri 009
Balikpapan Barat. Materi tersebut dianggap sulit oleh
sebagian besar siswa dimana dari 37 siswa, 28 orang siswa
atau sebesar 75,68% yang tidak tuntas. Manfaat penelitian
ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran matematika khususnya materi bangun datar di
kelas I F SD Negeri 009 Balikpapan Barat. Penelitian ini
menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I F SD Negeri 009
Balikpapan Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara melakukan tes tertulis, observasi pada siswa dan guru.
Analisis data dilakukan secara kualitatif. Dari siklus 1
diperoleh rata-rata nilai 67,84 dimana 59,46% siswa yang
berhasil dan 40,54%. Pada siklus 2 rata-rata siswa menjadi
72,70 dengan nilai ketuntasan 81,08 % atau sejumlah 30
otang siswa yang mencapai KKM sedangkan yang belum
tuntas masih tersisa 7 orang saja atau sebesar 18,92. Pada
siklus 3 rata-rata siswa mencapai 81,08 dengan nilai
ketuntasan sebesar 94,59%. Dari hasil penelitian dapat
diketahui bahwa model pembelajaran Teknik Snowball
Throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran matematika khususnya materi bangun
datar di kelas I F SD Negeri 009 Balikpapan Barat.

Kata Kunci : Keaktifan dan Hasil Belajar, Snowball


Throwing

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 53


PENDAHULUAN

Pembelajaran yang bermakna akan membawa siswa pada


pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman yang diperoleh
siswa akan semakin berkesan apabila proses pembelajaran yang
diperolehnya merupakan hasil dari pemahaman dan penemuannya
sendiri. Dalam konteks ini siswa mengalami dan melakukannya sendiri.
Kegiatan belajar mengajar akan menghasilkan suatu perubahan pada diri
siswa. Perubahan ini akan tampak pada tingkah laku siswa atau prestasi
siswa. Kebanyakan peserta didik mengalami kebosanan dalam
pendidikan yang sebagian besar disebabkan oleh faktor didaktik,
termasuk sistem pembelajaran yang berpusat pada guru (Teacher
Centered).
Penulisan penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya
pemahaman dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika
khususnya penyerapan materi Mengenal Bangun Datar pada Semester II
di kelas I F SD Negeri 009 Balikpapan Barat pada tahun 2014/2015.
Materi Mengenal Bangun Datar merupakan Bidang Studi Matematika
yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa. Terbukti pada
pembelajaran Matematika di kelas I F dari 37 siswa, 28 orang siswa atau
sebesar 75,68% yang tidak tuntas dengan nilai rata-rata hanya mencapai
59,73 yang artinya masih jauh dibawah nilai.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk melakukan kajian dan
penelitian dengan maksud untuk menemukan pemecahannya sehingga
kompetensi siswa yang digali melalui partisipasi siswa dalam kegiatan
belajar mengajar dapat direalisasikan dengan baik dan menjadikan
pelajaran Matematika menjadi suatu mata pelajaran yang menyenangkan
bagi siswa. Berdasarkan uraian tersebut, penulis melakukan refleksi
tentang apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Dari hasil
diskusi dengan teman sejawat untuk mengidentifikasi kekurangan dari
pembelajaran yang telah penulis laksanakan terungkap beberapa masalah
yaitu guru kurang jelas dalam menjelaskan materi pelajaran dan konsep
dasar siswa sangat rendah serta tidak bertahan lama.
Salah satu cara yang penulis gunakan untuk membantu dan
mengaktifkan siswa yaitu dengan menggunakan menggunakan model
pembelajaran kooperatif, agar peserta didik benar-benar aktif sebagai
subjek dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran ditekankan adanya
hakikat sosial dari belajar, sehingga digunakan bentuk kelompok belajar
54 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
dengan kemampuan anggota kelompok yang berbeda-beda untuk
mengupayakan perubahan konseptual.
Dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa khususnya pada mata
pelajaran Matematika pokok bahasan Mengenal Bangun Datar.
Diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi langsung
pada peningkatan kualitas pembelajaran Matematika, sehingga
kompetensi dan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian di atas masalah utama dalam Bidang Studi
Matematika pokok bahasan Mengenal Bangun Datar dikelas I F SD
Negeri 009 Balikpapan Barat adalah apakah hasil belajar siswa terhadap
materi Mengenal Bangun Datar, disebabkan oleh penggunaan metode
pembelajaran yang kurang tepat dan mengapa penggunaan pembelajaran
kooperatif Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar
Matematika kelas I F SD Negeri 009 Balikpapan Barat pada materi
Mengenal Bangun Datar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman siswa pada pelajaran Matematika melalui pembelajaran
kooperatif Teknik Snowball Throwing, meningkatkan mutu dan
meningkatkan hasil belajar siswa untuk memenuhi standar kompetensi
siswa pada mata pelajaran Matematika.

KAJIAN TEORI

Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar
(Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa
model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar
belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative
learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.
Johnson (Anita Lie,2007: 30) mengemukakan dalam model
pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan
positif,tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar
anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran kooperatif
(Cooperative learning) adalah model pembelajaran yang menekankan
pada saling ketergantungan positif antarindividu siswa, adanya tanggung
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 55
jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif antar siswa, dan
evaluasi proses kelompok (ArifRohman, 2009: 186).
Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk pada
berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama
dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat
prestasi, jenis kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk
saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran.
Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu,
saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan
yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam
pemahaman masing-masing.
Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena
dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas
yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara
terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif
antara anggota kelompok. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh
para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri
dari siswa dengan prestasi tinggi,sedang, dan rendah, perempuan dan
laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling
membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar
semua anggota maksimal.

Snowball Throwing
Menurut Bayor (2010), Snowball Throwing merupakan salah satu
model pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya
banyak melibatkan siswa. Peran guru di sini hanya sebagai pemberi
arahan awal mengenai topik pembelajaran dan selanjutnya penertiban
terhadap jalannya pembelajaran. Menurut Saminanto (2010:37) “Metode
Pembelajaran Snowball Throwing disebut juga metode pembelajaran
gelundungan bola salju”. Metode pembelajaran ini melatih siswa untuk
lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju
yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada
temannya dalam satu kelompok.
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh dam model
pembelajaran Snowball Throwing diantaranya ada unsur permainan
yang menyebabkan metode ini lebih menarik perhatian murid.
56 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Sementara menurut Asrori (2010: 3) dalam model pembelajaran
Snowball Throwing terdapat beberapa manfaat yaitu:
1) Dapat meningkatkan keaktifan belajar murid.
2) Dapat menumbuh kembangkan potensi intelektual sosial, dan
emosional yang ada di dalam diri murid.
3) Dapat melatih murid mengemukakan gagasan dan perasaan secara
cerdas dan kreatif.
Adanya model pembelajaran Snowball Throwing yang
dilaksanakan dalam bimbingan kelompok dapat meningkatkan
kepercayaan diri murid dalam menyampaikan pendapat. Karena metode
Snowball Throwing adalah teknik diskusi yang membentuk kelompok
yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru,
kemudian masing-masing murid membuat pertanyaan yang dibentuk
seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke murid lain yang
masing-masing murid menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Dengan demikian semua murid mendapat kesempatan untuk bertanya
dan menyampaikan pendapat sesuai dengan pertanyaan yang mereka
dapat.
Langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh dalam
melaksanakan Model Snowball Throwing sebagaimana dikemukakan
Suprijono (Hizbullah, 2011: 10) adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.
2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-
masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
pembelajaran.
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-
masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru
kepada teman kelompoknya.
4. Kemudian masing-masing murid diberi satu lembar kerja untuk
menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah
dijelaskan oleh ketua kelompok.
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu
murid ke murid yang lain selama kurang lebih 5 menit.
6. Setelah tiap murid mendapat satu bola/satu pertanyaan, diberikan
kesempatan kepada murid untuk menjawab pertanyaan yang tertulis
dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
7. Guru bersama dengan murid memberikan kesimpulan atas meteri
pembelajaran yang diberikan.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 57


8. Guru memberikan evaluasi sebagai bahan penilaian pemahaman
murid akan materi pembelajaran.
Menurut Safitri (2011: 19) kelebihan model Snowball Throwing
antara lain :
1) Melatih kesiapan murid dalam merumuskan pertanyaan dengan
bersumber pada materi yang diajarkan serta saling memberikan
pengetahuan.
2) Murid lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang
materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena murid
mendapat penjelasan dari teman sebaya yang secara khusus
disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan, pendengaran,
menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam
kelompok.
3) Dapat membangkitkan keberanian murid dalam mengemukakan
pertanyaan kepada teman lain maupun guru.
4) Merangsang murid mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik
yang sedang dibicarakan dalam pelajaran tersebut.
5) Dapat mengurangi rasa takut murid dalam bertanya kepada teman
maupun guru.
6) Murid akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan
pemecahan suatu masalah.
7) Murid akan memahami makna tanggung jawab.
8) Murid akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku,
sosial,budaya, bakat dan intelegensia.
Selain itu, model ini juga memiliki kelemahan sebagaimana yang
dirumuskan oleh Suprijono (Hizbullah, 2011: 9) diantaranya :
1) Pengetahuan tidak luas hanya terkuat pada pengetahuan sekitar
murid
2) Kurang efektif digunakan untuk semua materi pelajaran
Menurut Clayton Alderfer (dalam Nashar, 2004:42) Motivasi
belajar adalah kecenderungan siswa dalam melakukan kegiatan belajar
yang didorong oleh hasrat untuk mencapai prestasi atau hasil belajar
sebaik mungkin. Dalam proses belajar mengajar guru harus memotivasi
siswa misalnya memuji, memberi hadiah, menegur dan memberi nasihat
(motivasi instrinsik). Tindakan tersebut berarti mendorong siswa belajar
(motivasi ekstrinsik). Siswa tertarik belajar karena ingin memperoleh
hadiah, prestasi yang baik dan menghindari hukuman (Biggs dan Telfer,
1987; Winkel, 1991 dalam Dr.Dimyati : 92 ).
58 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Hadiah dan hukuman sering digunakan untuk meningkatkan
kegiatan belajar. Jika siswa belajar dengan hasil memuaskan, maka ia
mendapat hadiah dari guru atau orang tua. Sebaliknya jika hasil belajar
tidak baik, memperoleh nilai kurang, maka ia akan mendapat peringatan
atau hukuman dari guru atau orang tua. Motivasi belajar meningkat,
sebab siswa tidak senang memperoleh peringatan dari guru atau orang
tua (Biggs dan Tefler, 1987 : 96; Winkel 1991 dalam Dr.Dimyati :92).
Dari uraian di atas terlihat bahwa antara motivasi dan prestasi
terhadap metode pembelajaran memiliki hubungan yang erat yaitu
bahwa anak akan berusaha menjadi lebih baik dari hasil yang telah
diperoleh, kemampuan berfikir, bersosialisasi dan bekerja sama serta
berpengalaman. Metode pembelajaran yang cocok akan membawa anak
belajar lebih efektif dan dapat meningkatkan prestasi.

METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di SD Negeri 009 Balikpapan Barat.
Subyek penelitian ini dipilih berdasarkan pertimbangan rendahnya
kualitas pembelajaran pada materi Mengenal Bangun Datar sehingga
perlu untuk dilakukan upaya perbaikan melalui kegiatan penelitian
tindakan kelas.
Prosedur Siklus Penelitian
Dalam penelitian ini, model yang digunakan adalah model
Penelitian Tindakan Kelas Kolaboratif, dimana peneliti melakukan
observasi dalam kegiatan pembelajaran guru dan siswa di kelas. Menurut
Kasbolah (1998:13), penelitian tindakan kelas merupakan salah satu
upaya guru atau praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan
untuk memperbaiki dan dan atau meningkatkan mutu pembelajaran di
kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan kegiatan yang langsung
berhubungan dengan tugas guru di lapangan. Artinya, penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian praktis yang dilakukan di kelas dan
bertujuan untuk memperbaiki praktik pembelajaran yang ada.
Menurut Arikunto, dkk, (2007: 3), penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah
tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama-sama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan
arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. Berdasarkan beberapa
definisi oleh para pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 59
pengertian tindakan kelas adalah segala daya upaya yang dilakukan oleh
guru berupa kegiatan penelitian tindakan atau arahan dengan tujuan
dapat memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas pembelajaran.
Model Kemmis dan Mc Taggart pada hakikatnya berupa
perangkat-perangkat atau untaian dengan setiap perangkat terdiri dari
empat komponen yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi
yang dipandang sebagai suatu siklus. Banyaknya siklus dalam penelitian
tindakan kelas tergantung dari permasalahan-permasalahan yang perlu
dipecahkan, yang pada umumnya lebih dari satu siklus.
Siklus Penelitian tindakan kelas tersebut terdiri dari Perencanaan,
Tindakan, Observasi dan Refleksi. Kegiatan siklus I terdiri atas empat
tahap yang meliputi perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
Siklus II dan selanjutnya (jika ada), dilakukan sebagai usaha perbaikan
dari upaya peningkatan kualitas pembelajaran jika hasil penelitian siklus
I belum memenuhi indikator keberhasilan penelitian secara kumulatif.
Langkah-langkah penelitiannya sama dengan siklus I, yang berbeda
adalah obyek perbaikan dan sub materinya. Hasil pembelajaran pada
siklus II dan selanjutnya (jika ada) diharapkan lebih baik daripada hasil
pembelajaran pada siklus I.
Pengumpulan Data
Perbedaan mendasar antara penelitian kualitatif dengan
kuantitatif adalah bagaimana informasi (data) dikumpulkan. Data inti
yang dikumpulkan dalam penelitian semacam ini adalah perilaku yang
nyata berupa penglihatan, pendengaran, pengajuan pertanyaan, dan
pengumpulan benda-benda. Karena itu, peneliti adalah instrumen kunci,
yang langsung bertatap muka dengan orang-orang yang terlibat dalam
kajiannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan ada dua yaitu tes
dan non tes. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil tes. Tes
dilakukan setiap akhir siklus. Soal tes mengacu pada materi. Dari
analisis tersebut dapat diketahui kelemahan siswa, yang selanjutnya
sebagai dasar untuk menghadapi tes siklus II dan siklus selanjutnya (Jika
ada). Teknik pengumpulan data non tes dilakukan dengan menggunakan
observasi dan wawancara.

Analisis Data
Teknik analisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk
menguraikan keterangan-keterangan atau data-data yang diperoleh agar

60 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


data-data tersebut dapat dipahami bukan saja oleh peneliti, akan tetapi
juga oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian itu. Analisis
data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milah data menjadi satu
kesatuan data yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa saja yang penting dan apa yang
dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN


Sebelum melakukan tindakan kelas, peneliti melakukan beberapa
persiapan. Perbaikan pembelajaran yang dilakukan penulis dalam
menerapkan pembelajaran Matematika dengan pokok bahasan Mengenal
Bangun Datar adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan materi pembelajaran dengan jelas
2. Menggunakan alat peraga yang menarik
3. Melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif type Snowball
Throwing (melempar bola salju yang berbentuk kertas yang berisi
pertanyaan)
4. Memberi latihan –latihan yang cukup
5. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya
Dalam proses belajar mengajar di kelas yang efektif, guru harus
memperhatikan faktor – faktor yang saling mempengaruhi antara lain :
• Penyampaian materi harus jelas dan mudah dipahami.
• Pemilihan metode mengajar yang tepat dan bervariatif.
• Pemilihan media belajar yang tepat, mudah di dapat dan dikenal oleh
anak.
• Penggunaan bahasa yang mudah, jelas, sehingga dapat mudah
dimengerti dengan siswa.
• Penampilan guru yang menarik.
• Kondisi kelas hidup dan semua siswa aktif.

Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran


Pada siklus 1 variasi pembelajaran guru masih terbatas hanya
pada penggunaan alat peraga. Dalam peragaan pada siklus I hanya 2
orang siswa yang dilibatkan untuk memeragakan di depan kelas.
Terdapat 3 kali pertanyaan yang diajukan oleh guru, 2 dijawab oleh
siswa namun hanya satu jawaban yang logis. Guru memberikan 4 kali
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 61
kesempatan untuk bertanya namun hanya 2 kali siswa mengajukan
pertanyaan, dan dua-duanya ditanggapi oleh guru sementara siswa
lainnya tidak menanggapi pertanyaan yang diajukan oleh guru maupun
oleh temannya. Dan pertanyaan itu dibiarkan saja oleh guru dan siswa.
Pada siklus II terlihat kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan
mengalami peningkatan dari 4 kesempatan bertanya, 2 pertanyaan
diajukan oleh siswa dan ditanggapi oleh guru 1 pertanyaan sementara
yang ditanggapi oleh siswa lain sebanyak 1 pertanyaan. Itu artinya
kesempatan bertanya dari guru masih kurang digunakan dengan baik
oleh siswa. Dan pada siklus III jelas terlihat kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan mengalami peningkatan yang signifikan dari 5 kesempatan
bertanya, 5 pertanyaan diajukan oleh siswa dan ditanggapi oleh guru
hanya1 pertanyaan sementara yang ditanggapi oleh siswa lain sebanyak
4 pertanyaan. Itu artinya seluruh soal yang diajukan oleh siswa
ditanggapi oleh siswa yang lain sebanyak 4 orang dengan baik dan
benar. Suasana kelas tampak ceria dan menyenangkan.

Hasil Belajar
Dari hasil pengamatan teman sejawat pada pembelajaran
Matematika materi Mengenal Bangun Datar sebelum perbaikan dari
jumlah siswa 37 orang nilai rata-rata hanya 59,19 dengan nilai
ketuntasan hanya 24,32% atau hanya 9 orang siswa saja yang tuntas atau
mencapai nilai KKM itu berarti ada 28 siswa atau 75,68% yang belum
tuntas, sedangkan KKM yang ditetapkan oleh penulis sebesar 70,00
kemudian dilaksanakan siklus 1 dan diperoleh rata – rata nilai 67,84
sekitar 59,46% siswa yang berhasil atau sebanyak 22 orang siswa yang
mencapai KKM dan yang belum tuntas tinggal 15 orang atau sekitar
40,54%. Dengan demikian belum mencapai ketuntasan dan belum
maksimal karena itu dilaksanakan kembali perbaikan.
Pada siklus 2 rata – rata siswa menjadi 72,70 dengan nilai
ketuntasan 81,08 % atau sejumlah 30 otang siswa yang mencapai KKM
sedangkan yang belum tuntas masih tersisa 7 orang saja atau sebesar
18,92%, artinya terjadi peningkatan hasil belajar baik dari jumlah siswa
yang tuntas belajar maupun rata – rata keaktifan siswa. Namun itu masih
dirasa kurang memuaskan harapan penulis, karena lebih dari 10% siswa
yang belum tuntas, sebab itulah penulis merasa masih perlu melakukan
perbaikan sekali lagi.

62 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Pada siklus 3 rata-rata siswa mencapai 81,08 dengan nilai
ketuntasan sebesar 94,59% atau sekitar 35 orang siswa yang tuntas,
sedangkan sisanya 2 orang belum tuntas namun dianggap normal bagi
penulis karena itu lebih kecil dari nilai ketidak tuntasan yaitu 10%. Pada
siklus 3 terlihat peran penulis benar-benar dilaksanakan, sehingga siswa
lebih aktif dan kelas terlihat lebih ceria.

KESIMPULAN
Dari perbaikan yang telah dilaksanakan dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1) Kurangnya pemahaman siswa terhadap materi Mengenal Bangun
Datar yang dihadapi oleh siswa kelasI F SD Negeri 009 Balikpapan
Barat disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran yang
kurang tepat sehingga tidak menarik perhatian siswa.
2) Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif type
Snowball Throwing siswa lebih terampil dan aktif, sehingga
pemahaman dan hasil belajar siswa tentang pecahan meningkat dan
siswa dapat menjawab soal – soal dan melakukan penyelidikan
dalam memecahkan masalah serta berpikir kritis.
3) Penggunaan metode kooperatif type Snowball Throwing dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran Matematika kelas I
F SD Negeri 009 Balikpapan Barat karena dengan metode ini siswa
memiliki tanggung jawab pribadi yang lebih besar dalam
pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu siswa bekerja sama
dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai
banyak kesempatan untuk mengolah informasi atau meningkatkan
keterampilan berkomunikasi.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan, tersebut beberapa hal yang dapat


dilakukan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa adalah:
1. Hendaknya para guru menggunakan metode belajar yang tepat dan
menyenangkan dalam pembelajaran agar prestasi siswa meningkat.
2. Metode pembelajaran kooperatif type Snowball Throwing dapat
diterapkan oleh guru untuk mengembangkan sikap kreatif, kritis,
kerja sama, saling menghargai, mengembangkan keterampilan
komunikasi dengan orang lain dan yang lebih penting yaitu untuk
meningkatkan nilai atau prestasi siswa.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 63
3. Memberikan latihan-latihan, agar siswa terampil dalam berhitung.
4. Memberikan motivasi dan perhatian yang lebih kepada siswa,
sehingga siswa merasa lebih dekat dan akrab supaya tidak ada lagi
siswa yang menganggap matematika sebagai momok baginya.
5. Hendaknya guru sering melaksanakan PTK dalam pembelajaran.
6. Hendaknya para guru aktif dalam Kelompok Kerja Guru (KKG),
agar tercipta keaktifan bertukar pikiran dan pengalaman yang
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar.
7. Menjalin kerja sama yang baik dengan orang tua siswa demi
kemajuan dan prestasi belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, 2006. Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan Jakarta : Depdiknas
Dimyati,Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran,Jakarta :PT.Adi
Mahasatya
Heryanto dan H.M Akib Akhmid. 2004. Statistik Dasar. Jakarta
:Universitas Terbuka
Ibrahim, Muslimin, dkk 2006. Pembelajaran Kooperatif, Surabaya
:Universitas Negeri Surabaya University Press
Igak Wardhani,dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta
:Universitas Terbuka
Khafid M.Suyati. 2007. Pelajaran Matematika 1 B.Jakarta : Erlangga
Priatna, Nanang. 2007. Buku Matematika kelas I BSC. Bandung
:Grafindo Media Pratama
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu (Dalam Teori dan Parktis).
Jakarta : Prestasi Pustaka
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka
Agus Suprijono. 2009.Cooperative Learning – Teori dan Aplikasi
Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Hasan Fauzi Maufur. 2009. Sejuta Jurus Mengajar dan Mengasyikan,
Semarang: PT. Sindua Press
Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Uno, Hamzah B. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta:Bumi Aksara.

64 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR DENGAN METODE
KEMAMPUAN MEMBACAKAN TEKS BERITA
MELALUI MEDIA SURAT KABAR

Indah Sutjiati
Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 8 Balikpapan

Abstrak

Penelitian Tintidakan Kelas ini dilakukan di SMA Negri 8


Balikpapan yang terdiri dari 3 Siklus dengan Tujuan
Penelitian ini adalah Meningkatkan Prestasi Belajar
Bahasa Indonesia dengan Metode kemampuan
membacakan teks berita melalui media surat kabar Siswa
Kelas XI IPA – 2 SMA Negeri 8 Balikpapan Semester
Genap Tahun Pelajaran 2013/2014. Manfaat dari
penelitian ini adalah Melatih Ketrampilan Siswa dengan
kemampuan membacakan teks berita melalui media Surat
Kabar Siswa kelas XI IPA – 2 SMA Negeri 8. Sedangkan
hasil yang diperoleh dari Siklus 1 ke siklus 2 sebagai
berikut : Pada Siklus 1 diperoleh Nilai Rata-rata 61,25 dan
pada Siklus 2 diperoleh nilai rata-rata 72, 35, dan terdapat
kenaikan presentasi sebesar 11,10 %. Sehingga metode ini
digunakan oleh seluruh guru Bahasa Indonesia dalam
pembelajaran di dalam kelas ataupun di dalam Ruang
Perpustakaan di SMA yang kebetulan mempunyai Fasilitas
di sekolahnya.

Keyword : Membacakan Teks Berita Melalui Media Surat


Kabar.

PENDAHULUAN

Pengajaran membaca di SMA disesuaikan dengan jenjang kelas


dan kurikulum yang berlaku. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pembelajaran (KTSP) pada jenjang kelas XI tercantum standar
kompetensi yaitu Memahami ragam wacana tulis dengan membaca
ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring. Kompetensi Dasar :
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 65
Membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan
volume suara yang jelas.
Berdasarkan hasil obervasi yang telah dilakukan terhadap Siswa
SMA Negeri 8 Balikpapan khususnya kelas XI IPA-2 semester genap
tahun pelajaran 2013/2014, pada saat siswa membaca ekstensif banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam penerapan vokalnya seperti
intonasi, artikulasi, serta penjedaan pada kelompok kata. Hal ini terjadi
karena siswa tidak mengetahui tujuan dan manfaat dari apa yang telah
mereka baca sehingga terkesan siswa hanya asal membaca.
Siswa SMA Negeri 8 Balikpapan khususnya kelas XI IPA - 2
semester genap tahun pelajaran 2013/2014 diharapkan mempunyai
kemampuan untuk membaca menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar serta lancar untuk membacakan teks berita kepada orang lain.
Hal ini sesuai dengan materi/aspek berbicara yang terdapat pada
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Kompetrensi Dasar :
Membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan
volume suara yang jelas.
Kenyataan yang ditemui di kelas XI IP-2 di SMA Negeri 8
Balikpapan sebagian besar siswanya pendiam dan pasif. Bila diberi tugas
untuk membacakan teks berita didepan kelas dengan cara berlatih sendiri
kemudian tampil dengan waktu kurang lebih 5 menit masih sukar untuk
mengutarakannya dengan lancar apalagi dengan menggunakan Bahasa
Indonesia yang baik dan benar. Penulis tertarik untuk meningkatkan
keaktifan siswa kelas XI IPA - 2 SMA Negeri 8 Balikpapan tahun
pelajaran 2013/2014 dalam membacakan berita setelah melihat
kenyataan yang tepat saat proses belajar mengajar. Penulis ingin
meningkatkan keaktifan siswa kelas XI IPA - 2 SMA Negeri 8
Balikpapan tahun pelajaran 2013/2014 dalam kemampuan membacakan
teks berita melalui media surat kabar terbaru.
Di kelas XI IPA -2 SMA Negeri 8 Balikpapan terdiri dari 27
Laki-laki dan 13 perempuan. Dari 36 Siswa dan Siswa kelas XI IPA-2
terdapat 25 siswa yang bicaranya gugup, penjedaan berdasarkan
kelompok kata belum dipahami, banyak yang mengalami demam
panggung serta artikulasi kurang jelas saat membacakan kata atau istilah
dalam teks berita. Pada Penelitian Tindakan Kelas yang sesuai dengan
judul “Peningkatkan Kemampuan Membacakan Teks Berita pada Siswa
Kelas XI IPA SMA Negeri 8 Balikpapan Semester Genap Tahun
Pelajaran 2013/2014”. Diharapkan siswa kelas XI IPA - 2 mempunyai
66 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
kemampuan yang maksimal agar kemampuan membacakan teks berita
dapat ditingkatkan oleh siswa maka penulis menggunakan media surat
kabar terbitan terbaru. Rumusan masalah yang akan dijawab adalah
apakah terdapat peningkatkan prestasi belajar kemampuan membacakan
teks berita melalui media surat kabar siswa kelas XI IPA-2 SMA Negeri
8 Balikpapan Semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014.
Apabila proses belajar mengajar dikelas dilakukan dengan cara
menerapkan pembelajaran melalui media surat kabar terbitan terbaru
maka, kemampuan membacakan teks berita akan meningkat karena pada
awal pembelajaran, siswa sudah tertarik ingin mengetahui apa peristiwa
yang terjadi akhir-akhir ini.

KAJIAN PUSTAKA

Kemampuan Membaca
Membaca merupakan kegiatan/keterampilan berbahasa. Menurut
D.P. Tampubolon (1987 : 3) Dalam Pendidikan Bahasa Terdapat Empat
Kemampuan Pokok yang harus dibina dan dikembangkan yaitu
Menyimak, Berbicara, Membaca, dan Menulis. Dua kemampuan
pertama terdapat dalam komunikasi lisan dan dua terakhir adalah
komunikasi tulisan. Membaca adalah salah satu dari empat kemampuan
bahasa pokok dan merupakan satu bagian atau komponen dari
komunikasi tulisan. D.P. Tampubolon (1987 : 7) menyatakan bahwa
kemampuan membaca adalah ketepatan membaca dan pemahaman isi
secara keseluruhan. Kemampuan membaca dapat ditingkatkan dengan
penguasaan teknik-teknik membaca efisien.

Teks Berita Pada Surat Kabar


Surat kabar sebagai bacaan yang paling umum dalam masyarakat
terutama masyarakat modern, mengandung berbagai isi (informasi) yang
perlu bagi para pembaca. Secara umum isi utama surat kabar dapat
dibagi atas jenis-jenis pokok berikut yaitu berita, opini, iklan,
pembentukan, dan diksi. (D.P. Tampubolon). Mendefinisikan berita
dengan tepat tidaklah mudah, walaupun bagian terbesar dari isi surat
kabar umumnya adalah berita. Namun demikian secara umum dapat
dikatakan bahwa berita ialah laporan yang benar dan pada waktunya
tentang suatu peristiwa yang terjadi dalam masyarkat, tentang suatu
pendapat atau pikiran baru, atau tentang apa saja yang merupakan fakta
dan yang menarik serta perlu bagi pembaca umumnya ciri-ciri berita
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 67
adalah faktual (berupa kenyataan-kenyataan sebenarnya), objektif (tidak
bercampur dengan pandangan pelapor sendiri) menarik, dan perlu atau
berguna bagi umum, mengandung pokok-pokok berita 5W yaitu What
(apa), Who (siapa), When (kapan), Where (dimana), Why (mengapa)
dan 1H yaitu How (bagaimana).

Membacakan Teks Berita


Membaca teks berita. Membaca teks berita berarti kita
melakukan kegiatan untuk mendapatkan informasi yang berorientasi
bagi diri kita. Membacakan teks berita adalah membacakan teks
mengenai sebuah berita pada orang lain atau pendengar. Membaca yang
terampil tidak akan membacakan teks kata demi kata, tetapi dia akan
membaca berdasarkan kelompok-kelompok kata yang mengandung
satuan-satuan pengertian yang berupa ide-ide atau konsep-konsep.
Dalam membacakan teks berita ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan guna mencapai hasil dan manfaat yang maksimal. Artinya
pendengar dapat memahami isi berita yang disampaikan tanpa adanya
kesalahan tafsir dan kesulitan lain. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
oleh pembaca berita :
a. Pemahaman terhadap berita yang akan dismpaikan. Dalam hal ini
sebelum membacakan berita untuk orang lain, pembaca berita harus
memahami benar isi berita yang akan dibacakan
b. Mengumpulkan isi berita secara utuh.
c. Penggunaan volume suara yang dapat menjangkau seluruh audiens
atau pendengar.
d. Penerapan intonasi dan artikulasi yang tepat dalam membacakan
kalimat-kalimat berita sehingga tidak menimbulkan kesalahan
penafsiran.
e. Memberikan penjedaan yang tepat antar kalimatnya sesuai dengan
pengelompokan kata.
f. Membuka penekanan pada hal-hal yang penting dalam berita.
Pada penelitian ini bahasa lisan yang digunakan adalah ragam
bahasa resmi atau ragam bahasa baku. Dalam membacakan teks berita
antara pembaca dan pendengar adalah resmi sehingga bahasa yang
digunakan adalah bahasa baku. Untuk menjadi pembicara berita yang
baik, disamping harus menguasai masalah, kita pun harus
memperhatikan kegairahan dan keberanian. Keberanian merupakan hal
yang sangat mendasar. Tanpa keberanian atau keberanian setengah-
68 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
setengah akan mengakibatkan kekacauan dalam membacakan teks
berita. Disamping itu sebagai pembaca berita harus mempunyai
penampilan yang meyakinkan sehingga pendengar percaya dan terkesan.
Hal ini akan membantu kita mempertebal rasa percaya diri.
Oleh sebab itu, sebagai seorang pembicara kita harus berusaha
berpenampilan meyakinkan. Penampilan yang meyakinkan meliputi
penampilan lahir dan penampilan batin. Penampilan lahir dan batin ini
meliputi pancaran suasana batin pada suara, wajah, dan gerak-gerik serta
pancaran lahir dari busana, aksesoris dan rias wajah. Dalam suasana
khidmat saat membacakan teks berita, kita harus berpenampilan teduh
dan berwibawa.

Pengaruh Media Surat Kabar Terhadap Peningkatan Kemampuan


Membacakan Teks Berita
Kemampuan membacakan teks berita siswa pada umumnya
masih belum memenuhi harapan guru. Hal ini disebabkan oleh
penerapan pembelajaran yang kurang menarik atau pembelajaran yang
dilaksanakan secara konvensional, misalnya anak ditugasi didepan kelas.
Hasil yang didapat kurang maksimal, siswa sukar memberi jedah
kalimat-kalimat berdasarkan kelompok kata saat membacakan teks
berita, intonasi yang kurang tepat, artikulasi dan volume suara yang
kurang jelas.
Untuk mengatasi hal ini diperlukan pembelajaran yang jitu agar
kemampuan membaca siswa berhasil secara maksimal. Pembelajaran
yang diinginkan untuk menghidupkan kelas saat membacakan teks berita
adalah penggunaan media surat kabar terbaru yang sedang hangat
dibicarakan dan sesuai dengan jiwa remaja siswa.
Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian membacakan
teks berita ini sebagai berikut :
a. Siswa dimotifasi dengan materi membaca teks berita dan kaitannya
dengan kebutuhan hidupnya sehari-hari.
b. Guru membentuk kelompok kerja. Selama kerja kelompok
pembelajaran tampak dengan adanya :
o Mengadakan diskusi antar teman dalam kelompok
o Menggunakan model yaitu temannya sendiri sebagai contoh
dalam pembelajaran
o Memberikan saran kepada teman

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 69


c. Guru memotifasi kelompok yang belum bekerja secara maksimal.
Dari langkah-langkah pembelajaran ini dapat membantu tugas akhir
berupa penilaian-penilaian kemampuan membacakan teks berita.

METODE PENELITIAN

Subjek Dan Tempat Penelitian


Kelas yang akan diteliti adalah kelas XI IPA - 2 SMA Negeri 8
Balikpapan tahun pelajaran 2013/2014. Penulis memilih kelas ini karena
sebagian besar siswanya pendiam dan agak pasif, sehingga penulis ingin
mengubah sikap dari pendiam dan pasif menjadi agresif, pemberani dan
aktif. Kelas tersebut terdapat 40 siswa yang terdiri dari 13 orang laki-laki
dan 27 orang perempuan dengan latar belakang ekonomi dan sosial yang
berbeda-beda.

Rancangan Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, penulis selain menyiapkan
pengajaran diantaranya silabus dan sistem penelitian, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran, penulis juga mempersiapkan instrument
yang diperlukan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini diantaranya lembar
observasi, dan lembar penilaian kegiatan siswa.
Refleksi awal dilakukan dengan mengadakan pengamatan
pendahuluan yang digunakan untuk menetapkan dan merumuskan
rencana tindakan. Berdasarkan hasil pengamatan awal ditemukan
indikator-indikator yaitu suasana kelas tidak menggairahkan dan kurang
menyenangkan karena dicekam oleh tugas yang dirasa membebani
siswa. Sebagian besar siswa tampak demam panggung karena takut
kurang tepat saat membacakan teks berita, apalagi membacakan didepan
kelas dan diberikan penilaian. Bila tiba gilirannya banyak yang memilih
tampil terakhir. Komentar-komentar yang diungkapkan siswa lain saat
salah satu temannya membacakan teks berita, juga berpengaruh terhadap
mental siswa yang bersangkutan. Dari pengamatan awal ini selanjutnya
dilakukan refleksi dari berbagai sudut diantaranya : pengaruh guru,
metode pembelajaran, dan perilaku siswa. Berdasarkan hasil refleksi
tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan membacakan teks berita
dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas
dikelas XI IPA - 2 SMA Negeri 8 Balikpapan tahun pelajaran 2013/2014
masih kurang.
70 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Rencana tindakan
Rencana-rencana tindakan yang akan penulis lakukan saat
pembelajaran. Membacakan teks berita adalah :
a. Mempersiapkan perangkat pembelajaran.
b. Menjelaskan kegiatan kepada siswa.
c. Mengelompokkan siswa dalam beberapa kelompok terdiri dua
anggota untuk berlatih membaca teks berita sambil memperhatikan
informasi yang tepat, artikulasi dan volume suara yang jelas.
d. Membagikan lembaran berisi kutipan teks berita terhangat pada
masing-masing anggota kelompok.
e. Agar ada tanggung jawab dari kelompok maka setiap kelompok
diberi lembar kerja siswa yang isinya mengefaluasi teman yang
membacakan teks berita dengan format penilaian yang dibagikan.
f. Masing-masing anggota kelompok berlatih membacakan teks berita
sambil memperhatikan intonasi yang tepat, artikulasi dan volume
suara yang jelas.
g. Siswa secara bergiliran dan acak dipanggil oleh guru untuk
membacakan teks berita didepan kelas.
h. Siswa lain memberi komentar terhadap penampilan siswa yang
ditunjuk membacakan teks berita didepan kelas.
i. Mempersiapkan format penilaian yang akan digunakan untuk
menilai setiap siswa yang tampil yang selanjutnya bisa dipakai untuk
mengukur kemampuan membacakan teks berita. Fokus penilaiannya
menggunakan teks perbuatan (persentasi didepan kelas) dengan
kriteria ketepatan intonasi, kejelasan artikulasi dan volume.

Observasi
Penelitian dilaksanakan saat pembelajaran berlangsung didalam
kelas. Penelitian pertama dilakukan pada saat latihan membacakan teks
berita yang dilakukan siswa dengan anggota kelompoknya. Penelitian
kedua dilaksanakan pada saat masing-masing siswa secara giliran dan
acak, mempresentasikan didepan kelas dengan persediaan waktu kurang
lebih 5 menit. Pengamatan dari kegiatan pembelajaran membacakan teks
berita dengan cara mengefaluasi semua data mulai dari lembar observasi,
lembar field note dan daftar penilaian individu.

Refleksi
Dari tahap pelaksanaan dan pengamatan akan didapatakan
bebarapa hasil yang akan menunjukan siapa yang bagus, siapa yang
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 71
mampu, cukup mampu, kurang mampu dan tidak mampu dalam kegiatan
membacakan teks berita berdasarkan penyediaan kelompok kata,
intonasi yang tepat, artikulasi dan volume suara yang jelas. Dari
pelaksanaan pengamatan dicari kelemahan-kelemahan yang
menyebabkan kurang optimal atau ingin meningkatkan hasil dari siklus
pertama.

Pengumpulan data instrument penelitian

Pada Penelitian ini data dikumpulkan melalui Observasi, Tes dan


Wawancara. Data observasi dikumpulkan penilaian individu yang di
laksanakan setelah kegiatan pembelajaran membacakan teks berita
berlangsung dengan cara tampilan di depan kelas. Aspek yang di nilai
saat membacakan teks berita adalah kejelasan artikulasi, ketepatan
intonasi, dari volume suara, dan penjedaan kelompok kata.
Tes dilakukan peneliti saat siswa satu persatu dipanggil secara
acak untuk membacakan teks berita di depan kelas kemudian guru dan
siswa yang lain memberikan penilaian dan komentar terhadap kejelasan
artikulasi, ketepatan intonasi, dari volume suaranya. Wawancara di
lakukan secara implisit kepada siswa yang nilainya kurang dengan cara
menanyakan kesulitan-kesulitan di saat membacakan teks berita di depan
kelas.

Analisis Data
Data di peroleh dari hasil observasi penulis kemudian
dirangkum. Data ini dipakai untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
pembelajaran membacakan teks berita. Untuk mengukur kemampuan
siswa saat membacakan teks berita melalui media surat kabar
menggunakan nilai rata-rata dari artikulsi, intonasi, volume suara, dan
penjedaan. Sebagai patokan keberhasilan siswa dalam kemampuan
membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat, artikulasi dan
volume suara yang jelas.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan berdasarkan pelaksanaan Kegiatan


Belajar Mengajar dengan subjek siswa kelas 8E dan dilaksanakan di
SMA Negeri 8 Balikpapan tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini
72 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
dilakukan pada waktu pembelajaran semester 4 (genap) dengan
Kompetensi Dasar Membacakan teks berita dengan intonasi yang tepat,
artikulasi dan volume suara yang jelas serta penjedaan kelompok kata.
Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 8 (delapan) minggu atau bulan
Januari 2014 sampai dengan akhir Pebruari 2014.
Refleksi awal dilaksanakan dengan melakukan pengamatan
pendahuluan untuk mengetahui kondisi awal saat guru melaksanakan
Kegiatan Belajar Mengajar di kelas. Hasil analisis refleksi awal
digunakan untuk menetapkan dan merumuskan rencana tindakan yaitu
menyusun strategi awal pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan
pendahuluan ditemukan Kegiatan Belajar Mengajar yaitu suasana kelas
tidak menggairahkan dan kurang menyenangkan karena dicekam oleh
tugas yang dirasa membebani siswa. Sebagian besar siswa tampak
demam panggung karena takut membacakan teks berita di depan kelas,
malu diperhatikan oleh seluruh siswa dan diberikan penilaian oleh guru.
Bila tiba gilirannya, banyak yang memilih tampil terakhir.
Dari pengamatan awal ini selanjutnya dilakukan refleksi dari
berbagai sudut diantaranya : pengaruh guru, metode pembelajaran dan
perilaku siswa. Berdasarkan hasil refleksi tersebut dapat disimpulkan
bahwa kemampuan membacakan teks berita melalui media surat kabar
kelas XI IPA-2 masih kurang khususnya ketepatan intonasi dan
penjedaan kelompok kata, kejelasan artikulasi dan volume suara.

Siklus 1
Langkah-langkah yang telah dipersiapkan untuk mendukung
pelaksanaan penelitian dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan
membacakan dengan teks berita melalui media surat kabar. Untuk
melatih siswa lancar dan tepat membacakan teks berita melalui media
surat kabar terbaru dan diskusi dengan siswa lain. Pembelajaran ini
dapat memberi dampak untuk meningkatkan kemampuan membacakan
teks berita. Dari 40 siswa terdapat 28 siswa kurang mampu membacakan
teks berita, 7 siswa cukup mampu dan 5 siswa sangat mampu
membacakan teks berita melalui media surat kabar.
Dari hasil penilaian, nilai siswa kelas XI IPA - 2 SMA Negeri 8
Balikpapan Semester 4 (genap) tahun pelajaran 2013/2014 dalam
praktik membacakan teks berita melalui media surat kabar pada siklus
I tersebut disajikan pada Gambar 1 dan dapat disimpulkan sebagai
berikut :

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 73


1. Dari 40 siswa ternyata sangat mampu membacakan teks berita
melaui media surat kabar hanya 5 siswa atau 12,5 %.
2. Siswa yang cukup mampu membacakan teks berita melaui media
suarat kabar ada 7 orang atau 17,5 %.
3. Siswa yang kurang mampu membacakan teks berita melaui media
suarat kabar ada 28 orang atau 70 %.

3000 -
2520
2500 - 2455
2425 2400
2000 -

1500 -

1000 -

500 -

artikulasi intonasi volume jeda


Gambar 1. Kemampuan Siswa Membacakan Teks Berita Melalui
Media Surat Kabar Pada Siklus I
Dari ke 4 komponen yang dinilai ternyata masih ada kendala
yang menyebabkan kurang berhasilnya pembelajaran membacakan teks
berita yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kejelasan artikulasi 61,4%
2. Ketepatan intonasi 60,6%
3. Kejelasan volume suara 63%
4. Ketepatan penjedaan kalimat berdasarkan kelompok kata 60%
Dari data tersebut ternyata masih belum memenuhi harapan
penulis untuk mencapai target yang diinginkan. Data tersebut
menunjukkan bahwa antara kejelasan intonasi dan ketepatan penjedaan
berdasarkan kelompok kata perlu mendapatkan perhatian karena belum
memenuhi syarat/target yang telah penulis tetapkan yaitu 70%. (masih
74 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
kurang dari KKM ). Dari hasil pengamatan secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa kemampuan membacakan teks berita dengan media
surat kabar siswa kelas XI IPA – 2 SMA Negeri 8 Balikpapan tahun
pelajara 2013/2014 masih belum maksimal pada siklus I karena belum
memenuhi target penulis. Beberapa kendala yang dihadapi pada siklus I
seperti dibawah ini :
a. Dari 20 kelompok yang ada ternyata siswa yang termasuk pandai dan
lancar membacakan teks berita seharusnya siswa tersebut disebar ke
kelompok-kelompok yang lain sehingga suasana kelas lebih hidup
dan kerja setiap kelompok bisa berhasil. Siswa-siswa yang pandai
bisa memacu semangat dan motivasi kelompoknya.
b. Siswa kurang tertarik terhadap teks berita yang diberikan oleh guru
karena tidak sesuai dengan psikologi remaja dan ketinggalan zaman.
c. Keaktifan siswa untuk memberi arahan kepada temannya hanya
tampak pada 5 kelompok saja.
d. Pada saat siswa tampil, kejelasan intonasi dan penjedaan berdasarkan
kelompok kata masih belum memenuhi target yaitu dibawah 70%.
Memang kedua tersebut saling berkaitan.
e. Penjedaan kalimat berdasarkan kelompok kata kurang karena siswa
terburu-buru saat membacakan teks berita dan masih kurang mampu
mengatur irama nafas.
Dengan memperhatikan kendala yang dijumpai pada siklus I
maka sebelum melaksanakan siklus II kemampuan membacakan teks
berita melalui media surat kabar terbitan terbaru dan sesuai dengan
psikologi siswa dapat meningkat.

Siklus 2
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I diketahui bahwa masih
terdapat indikator yang memerlukan perbaikan padahal tindakan yang
dilakukan sudah sesuai dengan rencana tindakan yang disusun. Hal ini
berarti perlu adanya revisi tindakan I dalam pelaksanaan pembelajaran
kemampuan membacakan teks berita melalui media surat kabar terbitan
terbaru. Hasil pada pelaksanaan pembelajaran disiklus 2 disajikan pada
gambar 2 dengan hasil sebagai berikut :
a. Aspek kejelasan artikulasi dalam membacakan teks berita melalui
media surat kabar 73,8%.
b. Aspek ketepatan intonsi dalam membacakan teks berita melalui
media surat kabar 70%.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 75


c. Aspek kejelasan volume dalam membacakan teks berita melalui
media surat kabar 71%.
d. Aspek penjedaan kalimat berdasarkan kelompk kata dalam
membacakan teks berita melalui media surat kabar 74,6%.

3000 –
2985
2950
2840
2500 – 2800

2000 –

1500 –

1000 –

500 –

artikulasi intonasi volume jeda


Gambar 1. Kemampuan Siswa Membacakan Teks Berita
Melalui Media Surat Kabar Pada Siklus I

Dari data grafik 2 siklus II ternyata hasil yang diperoleh sudah


melebihi target peneliti dan sudah dikatagorikan berhasil. Dari hasil
analisis data tentang tingkat kemampuan membacakan teks berita
melalui media surat kabar pada suklus II mengalami peningkatan dari
keempat aspek (artikulasi, intonasi, volume dan penjedaan). Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa melalui media surat kabar
terbaru dan tema surat kabar yang sesuai dengan psikologi remaja pada
siswa kelas XI IPA - 2 SMA Negeri 8 Balikpapan tahun pelajaran
2013/2014 dapat meningkat.

KESIMPULAN
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan dua
siklus. Hasil penelitian diperoleh dari proses pembelajaran kemampuan
76 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
membacakan teks berita melalui media surat kabar. Pada waktu setiap
siswa tampil, kejelasan intonasi masih belum memenuhi target penulis
yang seharusnya target minimal 70% tetapi kenyatannya mencapai
60,6% dan ketepatan penjedaan kalimat berdasarkan kelompok kata 60%
yang target seharusnya 70%. Siswa juga kurang tertarik terhadap tema
teks berita melalui media surat kabar siklus I karena tidak sesuai dengan
psikologi remaja siswa, karena itu pada siklus II digunakan media surat
kabar terbaru yang temanya sesuai dengan psikologi siswa meningkat,
yaitu kejelasan artikulasi sikus I mencapai skor 2455 menjadi 2950 pada
siklus II, Ketepatan intonasi pada siklus I 2425 menjadi 2800 pada siklus
II. Pada siklus I kejelasan volume mencapai skor 2520 menjadi 2840
pada siklus II, dan ketepatan penjedaan kalimat berdasarkan kelompok
kata 2400 pada siklus I menjadi 2985 pada siklus II.

SARAN

Kepada guru mata pelajaran, pada saat pembelajaran kemampuan


membacakan teks berita melalui media surat kabar, guru harus
memperhatikan kelompok dan tema berita pada surat kabar. Antara
masing-masing kelompok diupayakan pengetahuan dan kemampuan
siswa seimbang agar bisa melaksanakan kegiatan secara maksimal.
Selain itu tema teks berita yang sesuai dengan psikologi remaja siswa
akan berdampak meningkatkan minat dan ketertarikan pada informasi
teks berita tersebut.
Kepada penulis berikutnya, dapat melakukan penelitian tentang
pembelajaran membacakan teks berita melalui media surat kabar terbaru
dan sesuai dengan psikologi siswa yang dapat meningktkan kemampuan
membaca.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, Mukhsin. 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan


Berbahasa dan Apresiasi Sastra. Malang: YA3.
Abdulgani, Sutarya, Drs. 1978. Menyusu dan Mengolah Tes Objektif.
Bandung: Tarate
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: PN Sinar
Baru.
_________. 1990. Sekitar Masalah Sastra: Beberapa Prinsip dan Model
Pengembangannya. Malang: YA3.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 77


Anonim. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).
Jakarta: Tim Pelatih Proyek PGSM Depdiknas Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Guru
Sekolah Menengah.
_______. 2005. Bahasa Indonesia Materi Pelatihan Terintegrasi.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dimyati dan Mujiyono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Munandi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran sebuah Pendekatan Baru.
Jakarta: Gunung Persada.
Nadeak, Wilson. 1985.Pengajaran Apresiasi Puisi untuk Sekolah
Lanjutan Atas. Bandung: PT Sinar Baru.
Narbuko, Cholid, dan Abu Achmadi. 2003. Metodologi Penelitian.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rusyana, Yus. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Bandung: CV Gunung
Larang.
Salim, Peter, dan Yenny Salim. 1995. Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer. Jakarta: Modern English Press.
Suroto. 1990. Teori dan Bimbingan Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.
http//:www.depdiknas.go.id
http//:pasca.uns.ac.id

78 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


UPAYA PENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DALAM
BAHASA INGGRIS MENGGUNAKAN
METODE PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

Kasiyati
Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 4 Balikpapan

Abstract

The goal of this Action Classroom Research is : to improve


the students’ writing skill by Cooperative Learning
Method. The Research located in VIII B second year Class,
SMP N 4 Balikpapan. The time of Reserch spent 3 months.
The method of data analysis uses qualitative and
quantitative descriptive. Based on the result of the
Research, it is concluded that Cooperative Learning
Method in Writing Learning English can motivate the
students to be active in writing English and give the
opotunity to the students to express their idea in the
situation given, so their skill in speaking and writing can
be improved.

Keyword : Writing English Skill, Cooperative Learning


Method.

PENDAHULUAN

Rendahnya hasil belajar kelas VIII B SMP Negeri 4 Balikpapan


yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal/KKM Bahasa
Inggris yaitu 75, sedangkan hasil prestasi belajar yang diperoleh di kelas
VIII B rata-ratanya 62. Oleh sebab itu penulis mengadakan Penelitian
Tindakan Kelas dengan judul : Upaya Peningkatan Prestasi Hasil
Belajar Kemampuan Menulis Dalam Bahasa Inggris Siswa Kelas
VIII/b, SMPN 4 Balikpapan dengan Menggunakan Metode
Pembelajaran Cooperative Learning.
Melalui pengajaran Bahasa Inggris siswa yang telah menamatkan
jenjang pendidikan setingkat SMP harus mampu menyampaikan ide,
pendapat, ataupun tanggapan terhadap suatu masalah dalam bahasa
Inggris yang sederhana. Hal ini sesuai dengan tujuan pengajaran bahasa
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 79
Inggris .yang telah dimuat dalam kurikulum KTSP 2006. Pengajaran
bahasa Inggris di SMP meliputi empat keterampilan berbahasa yaitu
membaca, menyimak, berbicara dan menulis. Semua itu didukung oleh
unsur-unsur bahasa lainnya, yaitu: Kosa Kata, Tata Bahasa dan
Pronounciation sesuai dengan tema sebagai alat pencapai tujuan. Dari
keempat keterampilan berbahasa di atas, pembelajaran keterampilan
berbicara ternyata kurang diminati,karena mestinya siswa kelas VIII B
SMP N 4 Balikpapan sudah mampu berkomunikasi walaupun dalam
bahasa Inggris yang sangat sederhana, namun kenyataannya belum
semua anak dapat mengaplikasikannya.
Mereka menganggap bahwa pelajaran bahasa Inggris suatu yang
membosankan dan menakutkan. Hal ini menjadi problem seorang guru
untuk menentukan metode pengajaran yang efektif dalam upaya
memotivasi siswa untuk berkomunikasi atau berbicara dengan
menggunakan bahasa Inggris. Umumnya pembelajaran Bahasa Inggris di
sekolah masih menggunakan sistem konvensional, dimana guru
menerangkan, siswa mendengarkan dan mencatat serta pengerjaan
tugas.Sehingga keterlibatan siswa di sini adalah keterlibatan pasif.
Mereka hanya menerima, mempelajari apa yang mereka peroleh dikelas.
Penyajian pembelajaran yang kurang menarik, seperti metode ceramah
secara terus menerus akan menjadikan menjadi pasif dan enggan malu
untuk berbicara.
Bukti empiris hasil belajar untuk nilai ketuntasan kemampuan
berbicara masih jauh dari target yang diharapkan , yaitu hanya berkisar
10% dari 40 orang siswa.Dengan demikian penulis merasa perlu untuk
mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi siswa agar pembelajaran Bahasa Inggris menjadi menarik,
menyenangkan, dan membuat anak lebih aktif untuk berbicara tanpa
adanya rasa malu-malu.Prinsip Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan (PAKEM) harus dilaksanakan.Guru bukan lagi menjaadi
sosok yang ditakuti dan bukan pula sosok otoriter, tetapi harus menjadi
fasilitator dan motor yang mampu memfasilitasi dan menggerakan
siswanya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang mereka butuhkan.
Berangkat dari permasalahan tersebut di atas maka Penelitian
kegiatan belajar mengajar di kelas sangat diperlukan untuk menemukan
metode dan tehnik yang tepat di dalam pengajaran bahasa. Dengan
menggunakan metode atau cara pengajaran yang baik dan benar akan
mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika teknik dan cara pengajaran
80 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
mudah diterima dan mudah dimengerti oleh siswa, maka akan sangat
membantu dalam proses pembelajaran.Dengan demikian , prinsip
pengajaran bahasa yang baik saat ini adalah yang memberi fokus pada
makna dan pemakaian bahasa daripada terfokus pada repetisi bahasa
secara mekanistik.
Rumusan masalah yang disampaikan dalam penelitian ini adalah
apakah metode pembelajaran Cooperative Learning dapat meningkatkan
keterampilan menulis dalam bahasa Inggris siswa kelas VIII B SMP N 4
Balikpapan. Tujuan Penelitian ini tidak lain adalah untuk memperbaiki
tehnik pembelajaran untuk meningkatan hasil belajar siswa kelas VIII B
SMPN 4 Balikpapan dalam pembelajaran menulis dengan menggunakan
metode Cooperative Learning. Manfaat penelitin ini adalah untuk
memperbaiki tehnik pembelajaran writing untuk meningkatkan
ketrampilan menulis dalam Bahasa Inggris .

Hipotesis tindakan penelitian


Pembelajaran bahasa Inggris dengan metode Cooperative
diduga dapat meningkatkan ketrampilan menulis dalam bahasa Inggris.

KAJIAN TEORI

Kemampuan Menulis dengan Menggunakan Bahasa Inggris.


Keterampilan menulis (Writing) merupakan aktivitas
komunikasi dengan menggunakan bahasa tulis. Untuk dapat
berbahasa tertulis dengan baik, seorang penulis harus menguasai
komponen-komponen yang menentukan kegiatan menulis, baik yang
berkenaan dengan faktor kebahasaan maupun faktor non kebahasaan
(Imam Syafi'T, 1989:67). Sedangkan Komunikasi dapat didefinisikan
sebagai berikut :
a) Menulis dapat dipandang sebagai proses penyampaian informasi
melalui tulisan.
b) Menulis adalah proses penyampaian gagasan dari seorang kepada
orang lain melalui tulisan.
c) Menulis diartikan sebagai proses penciptaan arti terhadap gagasan
atau ide yang ditulis.
Tujuan menulis adalah untuk berkomunikasi melalui tulisan.
Sesuai dengan tujuan menulis, si penulis dituntut dapat
menyampaikan pikiran atau gagasannya secara efektif. Keefektifan
menulis dapat dicapai apabila penulis memahami makna segala
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 81
sesuatu yang dituliskankan terhadap pembacanya, dan mengetahui
prinsip-prinsip yang mendasari secara umum maupun perorangan
(Tarigan, 1990:15).
Wilkin dan Maulida (2001) menyatakan bahwa tujuan
pengajaran bahasa Inggris dewasa ini adalah untuk menulis. Lebih jauh
lagi Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa keterampilan
menulis adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena
komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan
perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda.
Tata aturan menulis menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan
faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan
misalnya seperti aspek gramatical, kosa kata, dan struktur. Yang
termasuk faktor non kebahasaan seperti kelancaran, keberanian, dan
ketepatan untuk menyusun kaliamat dalam tulisan dengan faktor-
faktor penentu tindak komunikasi (seperti partisipan, tujuan, waktu
dan tempat, media, topik dan peristiwa). Sedangkan pengajaran
ketrampilan menulis untuk siswa tingkat SMP tidak ditekankan pada
ketepatan isi (content) , melainkan lebih pada ketepatan struktur
(ketatabahasaan), penyusunan kata menjadi kalimat dan kelancaran
dalam membuat tulisan.

Metode Pembelajaran Cooperative Learning


Cooperative Learning adalah simulasi tingkah laku dari orang
yang diperankan, yang bertujuan untuk melatih siswa dalam menghadapi
situasi yang sebenarnya; melatih praktik menulis dan berbahasa lisan
secara intensif; dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan berkomunikasi melalui menulis. Joyce
dan Weil (2007: 70) menerangkan bahwa melalui teknik Cooperative
Learning, siswa dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk
menghargai diri sendiri dan perasaan orang lain, mereka dapat belajar
perilaku yang baik untuk menangani situasi yang sulit, dan mereka dapat
melatih kemampuan mereka dalam memecahkan masalah.
Teknik Cooperative Learning dalam proses pembelajaran
digunakan untuk belajar tentang pengenalan perasaan dan persoalan
yang dihadapi siswa, dan untuk mengembangkan kemampuan
menyelesaikan masalah. Teknik Cooperative Learning diarahkan pada
pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia,
terutama yang menyangkut kehidupan siswa dan untuk memotivasi
82 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
siswa agar lebih memperhatikan materi yang sedang diajarkan. Apabila
ditinjau dari tujuan pengajaran bahasa Inggris adalah agar pembelajar
mempunyai ”kompetensi komunikatif maka setelah mempelajarinya
pembelajar diharapkan dapat terampil berbahasa dan berkomunikasi
dengan baik dalam bahasa sasaran. Pendekatan komunikatif dalam
dalam pengajaran bahasa bermula dari suatu teori yang berlandaskan ”
bahasa sebagai komunikasi ”
Riset yang dilakukan oleh Spesific Diagnostic Studies dari
Rockville, Maryland dengan 5300 siswa mengungkapkan bahwa di kelas
apapun dalam subjek apapun dan di sekolah manapun secara rata-rata
ada 29% siswa dengan dominasi visual, 34% dengan dominasi auditory
dan 37% dengan dominasi kinetik. Kelompok besar yang memiliki
kecenderungan kinetik, mereka ” ”belajar” hanya bila secara fisik aktif,
mendemontrasikan sebuah proses atau menampilkan Role Play.
Dengan Cooperative Learning (Belajar Kelompok) siswa dapat
menghayati peranan apa yang dimainkan , mampu menempatkan diri
dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Ia dapat belajar watak
orang lain, cara bergaul dengan orang lain , cara mendekati dan
berhubungan dengan orang lain. Dengan mendramatisasikan siswa
dalam situasi peranan yang dimainkannya harus bisa berpendapat,
memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya, tetapi bila
perlu harus bisa mencari jalan keluar apabila terjadi banyak perbedaan
pendapat. Kemudian siswa dengan peranannya itu harus mampu
mengambil kesimpulan/keputusan, untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.

METODE PENELITIAN.

Setting Penelitian
Penelitian ini diadakan di kelas VIII B SMP 4 Balikpapan,
dengan jumlah siswa 40 anak per kelas. Siswa kelas VIII B digunakan
sebagai tempat penelitian diasumsikan bahwa mereka belum memiliki
dasar yang cukup untuk mampu berbicara dalam bahasa Inggris yang
sederhana. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, dimulai pada
September 2014 dan berakhir pada akhir November 2014.

Prosedur Penelitian.
Penelitian ini merupakan PTK (Classroom Action Research)
yang dilaksanakan dengan menggunakan prosedur penelitian
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 83
berdasarkan prinsip Kemmis dan Tagart ( 1988 ) yang masing- masing
siklus terdiri dari 4 langkah, yaitu Perencanaan Tindakan, Pelaksanaan
Tindakan, Observasi dan Refleksi. Setelah melakukan langkah terakhir
pada pembelajaran siklus I, maka dibuat perencanaan baru pada siklus II.
Selanjutnya setelah langkah terakhir pada pembelajaran siklus II selesai,
dibuat lagi perencanaan baru pada siklus III. Pada tahap Pelaksanaan
Tindakan, Guru sebagai peneliti menyajikan pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran klasikal untuk menerangkan beberapa
ungkapan–ungkapan permintaan ijin dan menyajikan pembelajaran
sesuai dengan rencana yang telah dirumuskan. Pada akhir kegiatan,
siswa diberi kesempatan bertanya tentang topik yang berhubungan
dengan gambar. Pada tahap Observasi, bersamaan dengan pelaksanaan
tindakan, guru melakukan pemantauan dengan cara yang telah
disepakati di waktu tahap perencanaan dengan mencatat setiap
kegiatan dan perubahan yang terjadi pada saat penerapan model
pembelajaran klasikal. Pada tahap refleksi dilakukan analisis terhadap
temuan saat melaksanakan observasi, kelemahan dan keberhasilan
guru saat menerapkan model pembelajaran klasikal dan
mempertimbangkan langkah selanjutnya, menerapkan model
pembelajaran klasikal, merefleksi tehadap keaktifan dan kreatifitas
peserta didik dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Dari tahap kegiatan pada siklus 1, 2 dan 3, hasil yang
diharapkan adalah:
a. Peserta didik memiliki kemampuan dan kreatifitas serta selalu
aktif terlibat dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris.
b. Guru memiliki kemampuan merancang dan menerapkan model
pembelajaran PAKEM
c. Terjadi peningkatan prestasi peserta didik pada mata pelajaran
Bahasa Inggris, khususnya untuk ketrampilan Speaking.

Instrumen Penelitian.
Untuk mendapat data penelitian yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan, dalam penelitian ini digunakan beberapa
instrumen pembantu, seperti gambar-gambar yang berkaitan dengan
topik pembelajaran, dan rekaman tentang aktivitas selama mengikuti
kegiatan di Siklus I, II dan III.

84 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


HASIL PENELITIAN

Siklus 1
Berdasarkan pengamatan pada Siklus 1 penilai melihat bahwa
peserta didik kurang aktif terlibat dalam proses pembelajaran Bahasa
Inggris. Oleh sebab itu nilai perolehan dari proses pembelajaran
masih kurang memuaskan. Di bawah ini adalah Grafik perolehan nilai
sebelum perbaikan pembelajaran dilaksanakan sebagaimana disajikan
Gambar 1.

Gambar 1. Presentasi Perolehan Nilai Sebelum Perbaikan


Pembelajaran
Berdasarkan Gambar 1di atas, dapat diketahui bahwa dari 40
siswa yang ada di kelas VIII B SMP N 4 Balikpapan dapat disimpulkan
bahwa jumlah siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM ) hanya 37,5 % (15 siswa) dan yang belum tuntas 62,5% (25
siswa). Adapun KKM untuk mapel Bahasa Inggris yang ada di SMPN 4
adalah 75. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan siswa untuk
ketrampilan Menulis (writing) masih dalam kategori SANGAT
KURANG, berdasarkan interval Kualifikasi yang sudah ditentukan,
yaitu :
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 85
0 - 39,9 = Sangat Kurang
40,0 – 54,9 = Kurang.
55,0 - 69,9 = Cukup.
70,0 – 84,5 = Baik.
85,0 – 100 = Sangat Baik.

Hal ini berarti bahwa perbaikan proses pembelajaran mutlak


harus dilaksanakan. Peneliti bersepakat untuk melanjutkan tahap
peneltian dalam siklus 2.

Siklus 2
Pada siklus 2 guru merencanakan untuk mengidentifikasi
masalah, guru menganalisa dan merumuskan masalah, merancang
pembelajaran klasikal, guru sebagai peneliti membuat persiapan, yaitu
berupa penyusunan schedule, rencana pembelajaran, menyiapkan media
pembelajaran yang akan digunakan, menyiapkan topik pelajaran, guru
menyusun soal test, yaitu berupa situasi suatu percakapan. Bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan,guru melakukan pemantauan dengan
cara yang telah disepakati di waktu tahap perencanaan dengan
mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang terjadi pada saat
penerapan model pembelajaran klasikal.
Peneliti menganalisa temuan saat melaksanakan observasi dan
menganalisis kelemahan dan keberhasilan guru saat menerapkan
model pembelajaran klasikal dan mempertimbangkan langkah
selanjutnya. Melakukan refleksi tehadap penerapan model
pembelajaran klasikal. Tes diberikan kepada siswa setelah perbaikan
proses pembelajaran dengan tujuan agar penulis dapat memperoleh data
tentang pemerolehan nilai setelah perbaikan pembelajaran. Di bawah ini
adalah Grafik perolehan nilai sesudah perbaikan pembelajaran
sebagaimana disajikan Gambar 3.
Berdasarkan tabel perolehan nilai di atas, dapat diketahui bahwa
jumlah siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal ( KKM )
hanya 57,5 % (27siswa ) dan yang belum tuntas 32,5% ( 13 siswa ). Hal
ini menunjukan bahwa kemampuan siswa untuk keterampilan Menulis
(writing) telah mengalami peningkatan dengan kategori CUKUP
berdasarkan interval Kualifikasi yang sudah ditentukan. Hal ini
menunjukan bahwa perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan pada

86 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


siklus 1 dan 2 masih belum optimal, dan perlu dilanjutkan lagi dengan
metode yang berbeda.

Gambar 2. Presentasi Perolehan Nilai Sebelum Perbaikan


Pembelajaran Siklus 2

Siklus 3
Tes diberikan kepada siswa setelah perbaikan proses
pembelajaran dengan tujuan agar penulis dapat memperoleh data tentang
pemerolehan nilai setelah perbaikan pembelajaran. Di bawah ini adalah
Grafik perolehan nilai sesudah perbaikan pembelajaran sebagaimana
disajikan Gambar 3.
Berdasarkan Gambar 3, nilai siswa setelah mengikuti perbaikan
pembelajaran menunjukan peningkatan yang cukup baik, dimana siswa
yang mendapat nilai tuntas untuk pembelajaran Menulis (writing)
sejumlah 33 anak (82,.50%), dengan kategori BAIK. Hal ini
menunjukan bahwa dengan menggunakan metode Role Play dapat
meningkatkan meningkatkan kemampuan menulis dalam bahasa inggris
siswa kelas VIII B SMPN 4 Balikpapan.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 87


Gambar 3. Presentasi Perolehan Nilai Sebelum Perbaikan
Pembelajaran Siklus 2

Dengan demikian Berdasarkan Gambar 3 dapat dibuktikan


bahwa :
1. Metode mengajar dapat berfungsi sebagai alat motivasi ekstrinksik
dalam Kegiatan Belajar Mengajar ( KBM ) seperti pendapat Syaiful
B, Djamariah dkk ( 1995 ).
2. Penggunaan metode Role Play memberi kesempatan kepada siswa
untuk dapat berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi
masalah sosial/psikologi , mampu menyampaikan, memberikan
argumentasi dan mempertahankan pendapatnya, sesuai dengan
situasi peranan yang dimainkannya atau situasi yang dikehendaki
guru.
3. Keefektifan menulis dapat dicapai karena siswa memahami makna
segala sesuatu yang dikomunikasikan terhadap pendengarnya,
sesuai dengan prinsip-prinsip menulis yang mendasari secara
umum maupun perorangan (Tarigan, 1990:15)..
4. Tujuan Pengajaran Bahasa Inggris seperti pendapat Wilkin dan
Maulida (2001) dapat dicapai karena pembicara dapat
menyampaikan pikiran atau gagasannya secara efektif lewat
tulisan.

88 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


5. Dengan menggunakan metode Cooperative Learning maka
pengajaran ketrampilan menulis untuk siswa tingkat SMP yang
menekankan pada isi dan organisasi penulisan mekanik dan kosa
kata dalam menulis dapat direalisasikan.

KESIMPULAN

Pembelajaran dengan metode Cooperative Learning terbukti


dapat memperbaiki pembelajaran Writing (mengungkapkan makna
dalam tulisan deskriptive dalam bahasa Inggris), sehingga ketrampilan
menulis siswa kelas VIII B SMP Negeri 4 Balikpapan dalam bahasa
Inggris lebih baik.

SARAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan


pertimbangan dalam perbaikan pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah,
khususnya di SMP Negeri 4 Balikpapan. Hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai salah satu referensi bagi guru dalam memahami
kelemahan dan kelebihan siswanya, sehingga dapat membuat terobosan
yang dapat memotivasi siswa untuk aktif berbicara, sehingga
kemampuan berbicaranya meningkat.

DAFTAR PUSTAKA.

Arikunto Suharsimi, 2005 , Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Dirjen


PMTK
Depdiknas, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Lampiran
Permendiknas no 22, Tahun 2006 tentang Standar Isi, Jakarta.
Depdiknas, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan : Lampiran
Permendiknas no 23, Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Kelulusan, Jakarta.
Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama , 2002 Modul : ING.
B.03, Ketrampilan Berbicara, ( 2002 )
Fathurrohman Pupuh dan Sutikno Sobry, 2007,Strategi Belajar
Mengajar,PT Refika Aditama).
Mulyana Slamet,2007,PenelitianTindakan Kelas Dalam Pengembangan
Profesi Guru, Bandung, LPMP.
Roesiyah N,K, 2008, Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta).
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 89
Suhardjono et,al,2005,Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah,di
bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembang Profesi Guru,
Jakarta, Dirjen Dikgur dan Tentis.
Kemmis, S dan Taggart R, 1998, The Action Research Planner, Deakin
University.

90 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGHITUNG LUAS
BANGUN RUANG MELALUI BENDA KONKRET
SEKITAR SISWA

Yustinus Marwoto
Guru Kelas V SDN 001 Balikpapan Selatan

Abstrak

Penelitian ini menggambarkan peningkatan kemampuan


menghitung luas permukaan bangun ruang. Kegiatan yang
dilaksanakan memanfaatkan benda-benda konkret sekitar
siswa, dalam proses pembelajaran. Untuk mencapai tujuan
tersebut dilakukan penelitian tindakan kelas di kelas V SDN
001 Balikpapan Selatan Balikpapan Selatan Balikpapan.
Data diperoleh dengan metode observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Penelitian ini melibatkan teman lain sebagai
pengamat dan berkolaborasi dengan teman sejawat
lainnya. Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan dengan
tiga siklus tindakan. Siklus (1) dititik beratkan pada
peningkatan kemampuan menghitung luas permukaan
kubus, (2) peningkatan kemampuan menghitung luas
permukaan balok, (3) keterampilan menghitung luas
permukaan bangun ruang dengan bermain. Setiap siklus
terdiri dari perencanaan, pemberian tindakan, melakukan
observasi, pembuatan analisis dan refleksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa melalui benda konkret disekitar siswa
kemampuan siswa dalam berinteraksi dapat ditingkatkan
sehingga suasana kelas hidup. Kegiatan pembelajaran
menggunakan benda konkret dapat meningkatkan
kemampuan mengukur panjang dan menghitung luas
permukaan bangun ruang, serta anak lebih aktif, kreatif.
Kegiatan pembelajaran melalui benda konkret sesuai
dengan karakter pembelajaran matematika dan kesiapan
daya pikir anak sehingga kemampuan menghitung luas
permukaan kubus dan balok dapat ditingkatkan.

Kata Kunci : Kemampuan Menghitung Luas, Bangun


Ruang, Benda Konkret.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 91
PENDAHULUAN

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di


sekolah dasar berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berkomunikasi dengan menggunakan bilangan, simbol-simbol serta
ketajaman penalaran yang dapat membantu memperjelas dan
menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari. Pembelajaran matematika
sekolah dasar seperti tertuang dalam GBPP Sekolah Dasar tahun 2004
bertujuan “Melatih cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif
dan konsisten”(Depdikbud, 2004:75)
Kenyataan ini dapat ditemukan setelah peneliti mengadakan
diskusi dengan para guru SD Negeri 001 Balikpapan Selatan Kota
Balikpapan Kalimantan Timuir ini. Bahwa pada umumnya anak-anak
mengalami kesulitan dalam mata pelajaran matematika. Terutama
menghitung luas permukaan bangun ruang. Sesuai dengan teori Piaget di
atas bahwa dalam pembelajaran diperlukan suatu media sebagai alat
memecahkan masalah khususnya pada menghitung luas bangun ruang,
medianya dapat berupa benda konkret. Sehingga dengan menggunakan
benda konkret anak mampu melakukan aktivitas logis dalam batas
konkret, untuk memecahkan masalah.
Dengan menggunakan benda konkret di sekitar lingkungan siswa
dapat meningkatkan pemahaman konsep-konsep matematika. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bruner (dalam Resniek, 1981 : 110) bahwa
perkembangan kognitif anak dimulai dari belajar melalui benda-benda
konkret, dilanjutkan pada belajar melalui gambar-gambar dan diagram-
diagram (semi konkret dan semi abstrak) kemudian belajar melalui
simbol-simbol atau tanda. Berdasarkan pengamatan lapangan yang
dilakukan peneliti di SDN 001 Balikpapan Selatan Kota Balikpapan
pelaksanaan pembelajaran matematika belum berpusat pada siswa
cenderung berpusat pada guru sehingga siswa pasif dalam belajar,
kecenderungan ini disebabkan kurangnya guru dalam menggunakan
media pada benda-benda konkret sekitar siswa sangat menunjang dalam
proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang di atas, agar pembelajaran tidak
merugikan siswa dan memungkinkan siswa lebih berkembang
kemampuannya, maka perlu diberi cara pemecahannya dengan
menciptakan suasana belajar yang kondusif serta menyesuaikan karakter
siswa sekolah dasar yang masih suka dengan benda-benda konkret.
92 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Penerapan pembelajaran tersebut juga berdasarkan pada perkembangan
anak. Oleh karena itu dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul :
Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas Bangun Ruang Melalui
Benda Konkret Sekitar Siswa Kelas V SDN 001 Balikpapan Selatan
Kota Balikpapan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
tentang salah satu strategi pembelajaran matematika yang dapat
dilakukan guna meningkatkan kemampuan belajar matematika siswa
tentang menghitung luas bangun ruang. Berdasarkan uraian di atas,
maka penelitian ini difokuskan pada peningkatan kemampuan
menghitung luas bangun ruang dengan memanfaatkan benda-benda
konkret sekitar siswa di kelas V SDN 001 Balikpapan Selatan Kota
Balikpapan.
Dengan demikian dapat dirumuskan permasalahannya sebagai
berikut Bagaimanakah Meningkatkan Kemampuan Menghitung Luas
Bangun Ruang Melalui Benda Konkret Sekitar Pada Siswa Kelas V
SDN 001 Balikpapan Selatan Kota Balikpapan. Sesuai dengan rumusan
masalah yang telah di rumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menghitung luas
bangun ruang melalui benda konkret di sekitar pada siswa kelas V SDN
001 Balikpapan Selatan Kota Balikpapan.

KAJIAN TEORI

Strategi Pembelajaran Matematika SD


Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran matematika
pemecahan masalah, merupakan fokus kegiatan (Diknas,2004:78).
Sedangkan definisi pembelajaran adalah sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa (Degeng, 1997:7). Dengan pengertian di atas
bahwa pembelajaran dapat diartikan sebagai, suatu kegiatan yang
mermberikan fasilitas belajar yang baik sehingga terjadi proses belajar
(Harmini,2005:3). Sehingga strategi pembelajaran merupakan kegiatan
yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran yang dapat
memberikan fasilitas belajar sehingga memperlancar tujuan belajar
matematika (Hudoyo dalam Harmini, 2004:9).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih guru dalam suatu proses
pembelajaran yang meliputi:
(1) Kemana proses pembelajaran matematika?
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 93
(2) Apa yang menjadi isi dari proses pembelajaran matematika?
(3) Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika?
(4) Sejauh mana proses pembelajaran matematika tersebut berhasil?
Keempat aspek tersebut membentuk terjadinya proses
pembelajaran. Adanya interaksi siswa dengan guru dibangun atas dasar
keempat unsur di atas. Pengetahuan tentang matematika mencakup
pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan
konseptual mengacu pada pemahaman konsep, sedangkan pengetahuan
prosedural mengacu pada keterampilan melakukan sesuatu prosedur
pengajaran.
Penekanan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih
keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep, dalam
pemahamannya tentu saja disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa,
mengingat objek matematika adalah abstrak. Karena objeknya abstrak
maka penanaman konsep matematika di sekolah dasar sedapat mungkin
di mulai dari penyajian Konkret.
Selain itu dalam belajar matematika, siswa memerlukan suatu
dorongan (motivasi) yang tinggi. Kurangnya dorongan seringkali
menimbulkan siswa mengalami patah semangat. Dengan demikian guru
haruslah pandai-pandai dalam memilih metode, strategi dan media yang
diperlukan, salah satu untuk meningkatkan motivasi adalah dengan
menggunakan alat peraga atau sumber belajar lingkungan khususnya
benda-benda Konkret sekitar siswa.
.
Karakteristik Pembelajaran Matematika SD
Matematika sebagai suatu ilmu memiliki objek dasar yang
berupa fakta, konsep operasi dan prinsip. Menurut Sudjadi (1994:1),
pendapat tentang matematika tampak adanya kelainan antara satu
dengan lainnya, namun tetap dapat ditarik ciri-ciri atau karakteristik
yang sama, antara lain Memiliki obyek kajian abstrak, Bertumpuh pada
kesepakatan, Berpola pikir deduktif. Dalam Depdikbud (1993)
disebutkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman pemahaman
yang dapat membantu memperjelas dan menyelesaikan masalah dalam
kehidupan sehari-hari, sedangkan dalam Gipayana, Muhana dkk (2005 :
141) karakterisrik diantaranya meliputi menggunakan dunia nyata.

94 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Hakekat Anak Didik dalam Pembelajaran Matematika di SD

Anak dalam Pembelajaran Matematika di SD


Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat
berpikirnya. Dan tahap berpikirnya belum formal masih relatif Konkret,
sehingga apa yang dianggap logis dan jelas oleh para ahli serta apa yang
dapat diterima orang yang berlatih mempelajarinya merupakan hal yang
tidak masuk akal dan membingungkan bagi anak-anak. (Karso, 2005:1-
5) Dari kenyataan di atas maka peneliti berpendapat bahwa jika dalam
melaksanakan model pembelajaran hendaknya menggunakan benda-
benda Konkret sekitar siswa.

Tingkat Pemahaman Usia SD


Tingkat pemahaman usia SD merupakan tahapan perkembangan
intelektual atau berpikir anak SD (Karso, 2005: 1-10). Dalam hal ini
anak masih mengalami kesulitan merumuskan definisi dengan kata-kata
sendiri, gurulah bertugas untuk membimbingnya. Uraian di atas jelas
bahwa anak itu bukanlah tiruan dari orang dewasa, anak bukan bentuk
mikro dari orang dewasa. Intelektual anak berbeda dengan orang
dewasa, dan cara berpikirnya pun berbeda.
Bertolak dari teori Piaget tersebut di atas bahwa kesiapan untuk
belajar dan bagaimana berpikir mereka itu berubah sesuai dengan
perkembangan usianya, hal ini diperlukan agar tingkat pemahaman anak
terhadap pelajaran matematika lebih baik. Jika pemahaman pelajaran
baik dan maka tingkat kemampuan siswa dapat ditingkatkan.

Teori Belajar Bruner


Hal-hal yang dapat dinyatakan sebagai proses belajar menurut
Bruner dalam Karso (2005: 1-12) di bagi dalam tiga tahapan yaitu Tahap
Enaktif atau Tahap Kegiatan (Enactive). Pada tahun awal ini anak belajar
konsep berhubungan dengan benda-benda real atau mengalami peristiwa
di dunia sekitar. Tahap Ikonik atau Tahap Gambar Bayangan (Iconic),
Pada tahap ini anak tetap mengubah, menandai dan menyimpan
peristiwa atau benda dalam bentuk bayangan dalam kata lain anak dapat
membayangkan kembali tentang benda/peristiwa yang dialami. Tahap
Simbolik (Symbolik, Pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan
mental tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. Dalam hal ini anak
sudah mampu memahami simbol-simbol atau penjelasan. Dari apa yang
dirancang oleh Bruner ini, hendaknya dapat dijadikan guru sebagai dasar
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 95
untuk merancang model pembelajaran. Sehingga dapat mempermudah
pemahaman dan keberhasilan anak dalam pembelajaran matematika.

Peranan Media dalam Pembelajaran Matematika


Media mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
pembelajaran. Peranan guru dalam keterampilan atau bervariasi
penggunaan media sempat menentukan keberhasilan/optimal.
Pencapaian tujuan. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah
(1997, 128-219) dinyatakan bahwa keuntungannya adalah manarik
perhatian anak pada tingkat yang tinggi dan menyajikan pengalaman riil
yang akan mendorong kegiatan mandiri anak.

METODE PENELITIAN

Pendekatan dan Jenis Penelitian


Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka
pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Dalam penelitian
ini digunakan untuk menelusuri dan mendapatkan gambaran secara jelas
tentang fenomena yang tampak selama proses pembelajaran
berlangsung. Fenomena tersebut adalah: situasi kelas dan tingkah laku
siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Lokasi Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas V SDN 001
Balikpapan Selatan Kota Balikpapan, yang berjumlah 17 anak. Jumlah
tersebut terdiri atas 13 siswa laki-laki dan 4 siswa perempuan.

Tahap-Tahap Penelitian
Secara keseluruhan penelitian tindakan ini dilakukan dalam tiga
siklus. Setiap siklus diawali dengan perencanaan, kemudian dilakukan
penerapan tindakan dan observasi, serta diakhiri dengan refleksi.

Rencana Skenario Tindakan

Rencana Skenario Siklus I


Menyanyi bersama-sama satu kelas dengan lagu “Dua mata
saya” dari syairnya diubah secara berulang-ulang seperti di bawah ini :
“Ini bangun apa?
96 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Bangun apa ini?” lagu ini diulang beberapa kali.
Nyanyian dihentikan dan diadakan tanya jawab tentang bangun
datar persegi. Siswa mengukur masing-masing panjang sisi persegi.
Siswa mencatat hasil pengamatan, Siswa menghitung luas tiap-tiap
persegi dari 6 persegi yang diberikan, Siswa bentuk jaring-jaring kubus,
Masing-masing kelompok diberikan kubus bekas bungkus barang. Siswa
mendiskusikan dan menghitung luas permukaan kubus, Tiap kelompok
melaporkan hasil diskusinya. Siswa bersama guru menyimpulkannya.
Mengerjakan latihan soal
Rencana Observasi Siklus I, Rencana observasi ini dilakukan
oleh observer atau dua guru sebagai Mitra Peneliti. Sedangkan peneliti
menyampaikan materi pembelajaran, adapun rencana instrumen
pengamatan antara lain (1) Pemanfaatan sumber belajar (benda konkret).
(2) Memecahkan masalah (3) Menjawab pertanyaan.
Rencana Analisis dan Refleksi Siklus I, Dari hasil observasi,
dilakukan analisis pada tindakan I kemudian dilanjutkan dengan refleksi.
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi yang dilakukan bersama-samaini,
direncanakan perbaikan dengan melakukan tindakan II terhadap
permasalahan yang masih ada. Perencanaan ditekankan pada
pemanfaatan sumber belajar dalam suasana proses pembelajaran.

Rencana Observasi Siklus ke II


Pada waktu kegiatan ini direncanakan pengamatan di pusatkan
pada proses pembelajaran dan adapun instrumen pengamatannya sebagai
berikut (1) Menjawab pertanyaan (2) Menyelesaikan tugas dengan
benar (3) Menyimpulkan masalah. Rencana Analisis dan Refleksi, Dari
hasil perencanaan observasi siklus II di analisis dan direfleksikan.
Rencana difokuskan pada menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan,
dan menyimpulkan masalah.

Rencana Skenario Tindakan Siklus III


Siswa tidak dikelompokkan melainkan dijadikan berpasangan,
Bermain bintang pasangan, Seluruh pasangan mengerjakan / menghitung
luas bangun ruang sebanyak-banyaknya dalam waktu 20 menit.Pasangan
yang dapat mengerjakan yang terbanyak dan benar dinyatakan bintang
pasangan. Bermain bintang sejati, seluruh siswa mengerjakan/
menghitung luas bangun ruang dalam bentuk gambar. Siswa yang paling
cepat dan benar dalam menyelesaikan tugas dinyatakan sebagai bintang
sejati.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 97
Rencana Observasi Siklus III, Pelaksanaan observasi pada waktu
proses pembelajaran berlangsung. Dengan rencana pada pedoman
instrumen pengamatan sebagai berikut : (1) Kemampuan berinteraksi
(2) Kemampuan menyelesaikan tugas (3) Ketepatan menjawab
pertanyaan. Rencana Analisis dan Refleksi, Data-data dari hasil
observasi direncanakan dianalisis masalah kemampuan, dalam
menghitung luas permukaan bangun, yang di dukung dengan dasar
kemampuan menjawab soal, bertanya, menyelesaikan tugas.

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Pembahasan
Sebelum penelitian dilaksanakan peneliti mengadakan diskusi
dengan guru kelas V yang lainnya. Dalam diskusi tersebut terdapat
permasalahan pembelajaran matematika tentang pemanfaatan alat bantu
mengajar berupa benda konkret sekitar siswa.Pada saat itu upaya guru
hanya mengerjakan soal-soal latihan pada buku teks saja. Siswa jarang
dihadapkan dengan benda konkret sekitar siswa, sehingga perolehan
nilai di atas 70 sebanyak 9 siswa 52,9 %, nilai yang kurang dari 70
sebanyak 8 siswa 47,1 %.
Akhirnya dalam diskusi tersebut difokuskan bagi 8 siswa yang
memperoleh nilai kurang dari 65 dan kemudian diadakan wawancara
dengan siswa yang nilainya kuang dari 65 tersebut, serta diperoleh data
bahwa dalam pembelajaran matematika kurang menarik, sulit dipahami
terutama yang berhubungan dengan bangun ruang dan bangun datar.

Siklus I
Untuk menarik perhatian siswa dalam pelaksanaan model
pembelajaran ini peneliti sebagai pelaksana pembelajaran juga bernyanyi
bersama-sama dengan lagu Dua mata saya yang sairnya diganti dengan
Ini bangun apa? Bangun apa ini? Ini bangun apa? Lalala….
Kemudian peneliti membagikan 6 persegi kepada masing-masing
kelompok dengan ukuran 10 cm x 10 cm. Seluruh kelompok mengukur
dan menghitungnya sesuai dengan petunjuk LKS. Peneliti berkeliling
melihat pekerjaan masing-masing siswa, waktu yang diperlukan dalam
diskusi ini 20 menit setelah itu melaporkan ke depan kelas melalui
perwakilan kelompok selama 20 menit. Peneliti membimbing siswa
untuk menyimpulkan sendiri tentang luas permukaan kubus. Peneliti
98 (BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
berkeliling melihat masing-masing kelompok. Peneliti berkeliling
melihat masing-masing hasil dari kelompok, dari 4 kelompok tersebut
semuanya benar. Siswa mengerjakan test tertulis sebanyak 5 soal.
Berdasarkan kenyataan dari pembelajaran pada tindakan siklus I dapat
diperoleh hasil temuan sebagai berikut : Pada awal pembelajaran siswa
keadaan senang hal ini antusias dengan ikut bernyanyi. Semua siswa
dengan ikut bernyanyi, semua siswa giat aktif dan mengukur panjang
masing-masing persegi. Dalam menyusun jaring-jaring kubus tampak
anak lebih leluasa untuk membuat model jaring-jaring kubus. Dalam
menyimpulkan, siswa tidak mengalami kesulitan. Sedangkan hasil
kemampuan menghitung luas kubus yang mendapat nilai 70 keatas 12
siswa = 70,6 % dan yang kurang dari 70 sebanyak 5 siswa = 29,4 %.

Siklus II
Dalam kegiatan tindakan ke dua ini awal pembelajaran tetap
dengan bernyanyi bersama-sama. Setelah nyanyi berhenti terjadi dialog
antara peneliti dengan siswa, dan siswa dengan peneliti, siswa dengan
siswa. Dalam kegiatan ini seluruh siswa mengukur peneliti berkeliling
dan mengamati tata cara mengukur panjang masing-masing sisinya.
Dalam keadaan memberi label p, l, dan t siswa mengalami kesulitan,
peneliti membantu pemecahannya. Dalam kegiatan ini masing-masing
kelompok mendapat dua balok dari bekas bungkus pasta gigi Pepsoden
dengan netto 74 g.
Setelah masing-masing kelompok memberi tanda label p, l dan t,
seluruh kelompok menggunting menurut arah rusuk balok. Dalam
kegiatan ini guru berkeliling sambil membenarkan tata cara
menggunting yang benar. Seluruh siswa menghitung, peneliti berkeliling
untuk membantu memecahkan masalah; setelah berdiskusi selama 25
menit masing-masing maleporkan hasilnya. Peneliti mempersiapkan
kelompok yang sudah siap, rupanya kelompoknya Rudi yang maju lebih
dulu. Peneliti membimbing siswa dalam menyimpulkan.
Sedangkan hasil observasi pada kegiatan siklus II ini rata-rata
siswa tetap menyenangi dengan benda-benda konkret yang telah mereka
manipulasi. Mereka bebas menggunting, memberi label dan membentuk
jaring-jaring sesuai dengan polanya sendiri. Keberanian siswa dalam
mengungkapkan kemampuan untuk berinteraksi berkembang. Di
samping itu siswa lebih serius dalam memanipulasi sumber belajar.
Kardus bekas bungkus pasta gigi digunting di kelompokkan menjadi 3
macam. Yakni : (1) 2 buah bangun datar yang sisinya dari p x l (2) 2
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 99
buah bangun datar yang sisinya dari p x t (3) 2 buah bangun datar yang
sisinya dari l x t. dari pengelompokan ini siswa mengerjakan LKS. Dan
rata-rata dalam mengerjakan LKS tidak mengalami kesulitan. Anak-anak
dalam menyimpulkan pengamatan dengan melalui LKS sudah cukup
baik meskipun sederhana. Dari hasil-hasil tugas yang dikerjakan dapat
diselesaikan dengan tepat waktu.
Dari kegiatan siklus ke II tersebut dapat ditemukan beberapa hal
antara lain siswa tetap semangat, senang ceria tanpa ada tekanan apapun
dan bebas, hal ini dibuktikan bahwa seluruh siswa ikut bernyanyi,
bertepuk dan sungguh dalam kegiatan awal, siswa memanipulasi alat
peraga (dalam bentuk balok dari bekas bungkus pasta gigi). Mereka
bebas, memberi label dan mengguntingnya. Siswa dapat
mengelompokkan hasil termuannya. Disamping itu siswa lebih berani,
tidak takut dalam menyatakan pendapat. Siswa belajar menyimpulkan
temuannya dibawah bimbingan guru. Ada tiga anak yang kurang
berperan dalam kelas, anak tersebut menggantung kepada teman
kelompok lainnya. Pada siklus ke II ini perolehan nilai diatas 70
sebanyak 14 siswa sebesar 82,4 % dan 3 siswa mendapat nilai kurang
dari 70 sebesar 17,6 %.
Dari hasil observasi di atas peneliti, dan Mitra Peneliti
mendiskusikannya, adapun hasil diskusi tersebut menghasilkan bahwa,
siklus yang ketiga perlu diadakan, dengan alasan supaya keterampilan
menghitung luas permukaan bangun ruang lebih terampil. Siswa yang
menggantungkan perlu diaktifkan dengan pengelolaan kelas di bentuk
berpasangan bukan kelompok. Dan di tunjang dengan permainan bentuk
bintang.

Siklus III
Dalam tindakan ke tiga ini peneliti merencanakan sesuai hasil
refleksi siklus II dengan cara merubah kelompok menjadi berpasangan
sehingga menjadi kelompok kecil terdiri dari dua anggota. Bermain
bintang berpasangan dan bintang sejati. Tetapi siswa tetap dihadapkan
benda konkret. Adapun hasil paparan dari siklus III ini telah di rekam
dan di dokumentasikan, selalu diikuti kegiatan siswa selama melakukan
kegiatan, pada awalnya peneliti/guru bercerita kepada siswa, siswa
antusias mendengarkan. Peneliti menyediakan benda-benda konkret
yang cukup. Antara lain bekas bungkus, macam-macam rokok, pasta

100(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


gigi, susu bubuk dan bekas bungkus barang lainnya. Semua kelompok
secara berpasangan mengerjakan LKS yang telah disediakan.
Tiap pasangan saling memacu ketangkasan dalam menghitung
luas permukaan bangun ruang. Anak-anak bebas memilih bangun-
bangun konkretdi depan kelas. Setelah menghitung benda-benda konkret
di letakkan di depan lagi untuk bergantian pada teman lainnya. Mereka
tetap semangat beradu dalam pemilihan bintang berpasangan dalam
menghitung luas permukaan. Untuk mengarah ke bentuk individu maka
dilanjutkan dengan permainan bintang sejati. Dalam permainan ini
ditentukan bahwa dalam waktu 10 menit anak yang paling banyak
menghitung luas permukaan bangun ruang yang telah tersedia dengan
baik dan benar, maka dinobatkan sebagai bintang sejati.
Dengan dihadapkan pada benda konkret kecepatan menghitung
dapat ditingkatkan karena tidak bingung. Permainan bintang
berpasangan dan bintang sejati menyenangkan, menambah motivasi
serta keterampilan menghitung luas permukaan luas bangun bila dengan
menggunakan benda konkret. Hasil kemampuan hitung yang
memperoleh nilai diatas 70 sebanyak 17 siswa sebesar 100 %.

PEMBAHASAN

Gambaran Suasana Model Pembelajaran dengan Menggunakan


Benda Konkret Sekitar Siswa
Berdasarkan hasil observasi selama berlangsungnya kegiatan
pembelajaran kelas V di SDN 001 Balikpapan Selatan, terlihat dari
kegiatan-kegiatan yang di lakukan siswa, aktivitas dan motivasi siswa
meningkat, anak lebih senang apalagi sewaktu memegang benda-benda
konkret, sambil bernyanyi-nyanyi menggembirakan, perhatiannya lebih
besar, hal ini sesuai dengan Encyclopedia at Educational Research dalam
Oemar Hamalik (1980:27). Kenyataannya dengan memanfaatkan benda
konkret sekitar siswa seperti bekas bungkus barang yang terbuat dari
karton menjadi menarik perhatian anak pada tingkat yang tinggi,
menyajikan pengalaman hasil yang mendorong anak lebih mandiri,
kenyataan ini sesuai pendapat Djamarah (1997,128-219).
Dengan penuh motivasi dan perhatian terhadap benda konkret
siswa lebih mudah dalam memahami konsep-konsep. Sehingga bila guru
melaksanakan model pembelajaran dimulai benda konkret , ke semi
konkret. Observasi, sesuai dengan pendapat Karso (2005:2-16).

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 101


Di samping itu dengan benda-benda konkret siswa lebih dapat
mengembangkan kemampuannya berkomunikasi dengan menggunakan
simbol-simbol serta ketajaman pemahaman membantu memperjelas
masalah depdikbud (1993).
Suasana kelas V SDN Balikpapan II pada waktu pembelajaran
menjadi hidup, anak lebih aktif kreatif dan mengasyikkan dengan benda-
benda konkret yang mereka kenal hal ini sesuai dengan pendapat
Karso(2005:2-17). Kenyataan hasil kemampuan menghitung luas dapat
meningkat sesuai dengan tujuan yang ditentukan, karena dibantu benda-
benda konkret sebagai sarana belajar siswa seiring dengan pendapat
Hudoyo dalam Harmini (2004:9).

Gambaran Partisipasi Siswa dalam Proses Pembelajaran


Dari hasil observasi pada siklus ke II ini bahwa siswa dapat
membedakan perbedaan dari dua benda bangun ruang yaitu kubus dan
balok, beserta ciri-cirinya, anak lebih paham dan mudah bila dihadapkan
dengan benda nyata, anak lebih paham dan tidak membingungkannya
sesuai dengan pendapat Karso (2005:1-5). Di samping itu siswa dapat
leluasa memanipulasi sumber belajar yaitu benda konkret dapat
digunting, dikelompokkan dan diberi label sendiri, karena anak leluasa
memanipulasi sumber belajar, anak lebih bebas dan dengan benda
konkret tersebut mudah memecahkan masalah sesuai dengan depdikbud
(1993). Sedangkan karena partisipasi aktif dalam pembelajaran maka
menghitung luas permukaan balok dapat ditingkatkan.

Gambaran Peningkatan Kemampuan Siswa Menghitung Luas


Berdasarkan observasi dari kemampuan siswa menghitung luas
permukaan dengan benda-benda konkret, maka kelas dapat di
mandirikan secara berpasangan dan individu. Kenyataan hasilnya ada
peningkatan yang berarti. Benda-benda konkret dapat dikombinasikan
dengan bermain cepat, tepat menghitung luas sehingga menjadikan anak
termotivasi. Anak lebih mudah mengerjakan tugas, karena sudah
mendapat pengalaman dari siklus I dan II. Dalam siklus I dan II anak
banyak dihadapkan dengan benda konkret, sedangkan pada siklus III
siswa lebih terampil menggunakan hasil pemecahan masalahnya.
Kesiapan intelektual anak diperlukan karena masa anak-anak kelas enam
di tahap operasional konkret (Jean Piaget dalam Karso,2005:1-6). Hal ini
sesuai dengan tahapan proses belajar, bahwa usia SD kelas V berada
102(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
pada tahap belajar konsep berhubungan dengan benda riil atau
mengalami peristiwa di dunia sekitar, hal ini didasarkan dari teori belajar
Breener dalam Karso (2005:1-12). Kemampuan menghitung luas
permukaan bangun ruang dapat ditingkatkan karena anak dihadapkan
oleh benda-benda konkret sekitar siswa. Siswa sudah mengenal
bendanya, dari benda tersebut dapat diamati, di raba atau mengukurnya,
anak lebih beruntung dikenalkan konsep baru dan di perhatikan bahan
yang telah dipelajari sebelumnya (Karso,2005:2-16).

KESIMPULAN

Berdasarkan temuan, dan pembahasan pada bab sebelumnya,


secara umum penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menghitung luas bangun ruang melalui benda konkret dapat di
tingkatkan rasa keingintahuan lebih besar bila berhadapan dengan benda
konkret, dan kemampuan untuk menjawab dan bertanya dapat
ditingkatkan, suasana sangat menunjang dan keadaan kelas dalam proses
pembelajaran hidup, anak antusias. Dengan adanya kebebasan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir mewujudkan anak mampu
meningkatkan kemampuannya untuk menghitung luas permukaan
bangun ruang.

SARAN

Dengan mengacu pada temuan dari penelitian tindakan ini,


disampaikan beberapa saran, adalah : Dalam melaksanakan model
pembelajaran matematika, guru hendaknya memanfaatkan benda-benda
konkret sekitar siswa sebagai sumber belajar. Hendaknya siswa diberi
kesempatan yang seluas-luasnya untuk memanipulasi benda-benda
tersebut untuk mengukur, melihat, mengamati dan membentuk, sehingga
suasana kelas menjadi hidup. Apabila model pembelajaran ini dapat
meningkatkan keahlian dan meningkatkan kemampuan siswa, maka
penggunaan benda-benda konkret dapat juga diterapkan pada mata
pelajaran yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2003. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Depdiknas

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 103


Depdiknas, 2004. Standar Kompetensi Mata Pelajaran kelas I s/d VI.
Jakarta : Depdiknas.
Depdiknas, 2004. Kurikulum 2004 Pedoman Pengembangan silabus,
model pembelajaran tematis SD. Jakarta : Depdiknas
Djamarah, 1997. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Depdikbud, 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar GBPP Matematika.
Jakarta : Depdikbud.
Degeng, 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi isi dengan model
elaborasi. Malang : IKIP MALANG
Gpirayana, Michana dkk. 2001. Sekoah Dasar Kajian Teori dan Praktek
pendidikan. Malang. UM
Hamalik Oemar, 1980. Media Pendidikan. Bandung : Alumni
Karso, 2005. Pendidikan Matematika I. Jakarta : Pusat Pendidikan UT
Soedjadi, 1994. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta :
Dikti

104(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


IDENTIFIKASI KATA KUNCI INDIKATOR KINERJA DAN
FAKTA KEGIATAN PADA PENILAIAN KINERJA GURU
UNTUK PENYUSUNAN RUBRIK PENILAIAN

Samodro
Widyaiswara Muda LPMP Kalimantan Timur

Abstrak

Penilaian kinerja guru merupakan penilaian dari setiap


butir tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir,
kepangkatan dan jabatannya. Penilaian kinerja guru (PK
Guru) terdapat sub unsur yang perlu dinilai, antara lain
sub unsur penilaian kinerja yang terkait dengan unsur
pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas.
Sebelum pemberian nilai, penilai terlebih dahulu harus
membandingkan catatan hasil pengamatan dan pemantauan
serta bukti-bukti berupa dokumen lain yang dikumpulkan
selama proses PK Guru dengan indikator kinerja
menggunakan format yang telah ditentukan. Kesulitan yang
sering ditemukan oleh penilai di sekolah adalah tidak
adanya panduan baku yang dapat membantu penilai pada
saat membandingkan catatan pengamatan dengan indikator
kinerja. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.
Penelitian ini dibatasi untuk kompetensi pedagogik 1 dan 4.
Setelah dilakukan identifikasi indikator kinerja kompetensi
maka dapat ditentukan kata kuncinya. Kata kunci tersebut
merupakan kata pokok dari indikator kinerja. Kemudian
dilanjutkan dengan identifikasi fakta-fakta yang terkait
dengan kata kunci. Unjuk kerja guru dapat diamati dan
atau dipantau jika ditemukan fakta-fakta yang sesuai
dengan indikator kinerja. Berdasarkan fakta-fakta tersebut
maka dapat disusun rubrik dan pensekorannya.

Kata Kunci : Penilaian Kinerja Guru, Identifikasi Kata


Kunci Indikator, Penyusunan Rubrik
Penilaian

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 105


PENDAHULUAN

Penilaian adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, analisis


dan interpretasi data sebagai bahan dalam rangka pengambilan
keputusan. Dengan demikian, dalam setiap kegiatan penilaian, ujungnya
adalah pengambilan keputusan. Penilaian kinerja guru yang merupakan
penilaian dari setiap butir tugas utama guru dalam rangka pembinaan
karir, kepangkatan dan jabatannya. Pelaksanaan tugas utama guru tidak
dapat dipisahkan dari kemampuan seorang guru dalam penguasaan
pengetahuan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, sebagai
kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi
akademik dan kompetensi guru.
Penilaian kinerja guru (PK Guru) terdapat sub unsur yang perlu
dinilai, antara lain sub unsur penilaian kinerja yang terkait dengan unsur
pembelajaran bagi guru mata pelajaran atau guru kelas. Penilaian
tersebut meliputi kegiatan merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran, mengevaluasi dan menilai dan melaksanakan tindak lanjut
hasil penilaian dalam menerapkan 4 domain kompetensi yang harus
dimiliki oleh guru sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan
kompetensi guru. Pengelolaan pembelajaran tersebut mensyaratkan guru
menguasai 24 (dua puluh empat) kompetensi yang dikelompokkan
dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Untuk mempermudah penilaian dalam PK GURU, 24 (dua puluh empat)
kompetensi tersebut dirangkum menjadi 14 (empat belas) kompetensi
sebagaimana dipublikasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
Berdasarkan pedoman pelaksanaan PK Guru, catatan hasil
pengamatan dan pemantauan serta bukti fisik yang ada kemudian
dibandingkan dengan indikator kinerja. Penilai di sekolah kemudian
memberikan skor 0, 1, 2, pada setiap indikator kinerja guru pada tabel
yang disediakan. Persentase perolehan skor per kompetensi kemudian
dikonversikan ke nilai 1, 2, 3, 4. Sebelum pemberian nilai, penilai
terlebih dahulu harus membandingkan catatan hasil pengamatan dan
pemantauan serta bukti-bukti berupa dokumen lain yang dikumpulkan
selama proses PK Guru dengan indikator kinerja menggunakan format
yang telah ditentukan. Pada indikator kinerja, terdapat kata kunci yang
106(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
perlu dicermati sebagai dasar terpenuhi atau tidak terpenuhinya fakta-
fakta berdasarkan catatan hasil pengamatan. Kata kunci tersebut penting
sebagai penentu fakta-fakta kegiatan apa saja yang dilakukan oleh guru
dan siswa. Kesulitan yang sering ditemukan oleh penilai di sekolah
adalah tidak adanya panduan baku yang dapat membantu penilai pada
saat membandingkan catatan pengamatan dengan indikator kinerja.
Sehingga penulis merasa perlu untuk melakukan identifikasi kata kunci
indikator kinerja dengan mengkaitkan fakta-fakta yang terkait kata
kunci. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyusun
rubrik penilaian kinerja guru beserta pensekorannya.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan penelitian ini
adalah pertama, bagaimana menentukan kata kunci pada indikator
kinerja pada kompetensi 1 dan 4, kedua bagaimana menentukan fakta
kegiatan yang terkait dengan kata kunci pada indikator kinerja
kompetensi 1 dan 4, ketiga, bagaimana menyusun rubrik penilaian
berdasarkan kata kunci dan fakta kegiatan pada indikator kinerja
kompetensi 1 dan 4. Penulisan kajian ini bertujuan untuk menentukan
kata kunci pada indikator kinerja pada kompetensi 1 dan 4, menentukan
fakta kegiatan yang terkait dengan kata kunci pada indikator kinerja
kompetensi 1 dan 4, menyusun rubrik penilaian berdasarkan kata kunci
dan fakta kegiatan pada indikator kinerja kompetensi 1 dan 4. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi Asesor Penilaian Kinerja Guru
(PK Guru) untuk menentukan fakta-fakta kegiatan yang terkait kata
kunci dan membandingkan rangkuman catatan hasil pengamatan dengan
rubrik penilaian dan pensekoran pada kompetensi 1 dan 4.

KAJIAN TEORI

Penilaian Kinerja Guru


Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, Penilaian
Kinerja (PK) GURU adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas
utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya.
Pelaksanaan tugas utama guru tidak dapat dipisahkan dari kemampuan
seorang guru dalam penguasaan pengetahuan, penerapan pengetahuan
dan keterampilan, sebagai kompetensi yang dibutuhkan sesuai amanat
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Penguasaan
kompetensi dan penerapan pengetahuan serta keterampilan guru, sangat
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 107
menentukan tercapainya kualitas proses pembelajaran atau
pembimbingan peserta didik, dan pelaksanaan tugas tambahan yang
relevan bagi sekolah/madrasah, khususnya bagi guru dengan tugas
tambahan tersebut. Sistem PK GURU adalah sistem penilaian yang
dirancang untuk mengidentifikasi kemampuan guru dalam melaksanakan
tugasnya melalui pengukuran penguasaan kompetensi yang ditunjukkan
dalam unjuk kerjanya.
Secara umum, PK GURU memiliki 2 fungsi utama. Pertama,
untuk menilai kemampuan guru dalam menerapkan semua kompetensi
dan keterampilan yang diperlukan pada proses pembelajaran,
pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah. Dengan demikian, profil kinerja guru sebagai
gambaran kekuatan dan kelemahan guru akan teridentifikasi dan
dimaknai sebagai analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk
setiap guru, yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk merencanakan
PKB. Kedua, untuk menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas
kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan
yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang dilakukannya pada
tahun tersebut. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai
bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk
kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya. Sebagai suatu kebijakan
baru, PKG perlu dipahami oleh orang-orang yang yang berkepentingan
dengan kebijakan tersebut. Di bawah ini dikemukakan beberapa hal yang
berkaitan dengan Penilaian Kinerja Guru tersebut.

Syarat Sistem PK GURU


Persyaratan penting dalam sistem PK GURU adalah Valid,
Reliabel dam Praktis. Sistem PK GURU dikatakan valid bila aspek yang
dinilai benar-benar mengukur komponen-komponen tugas guru dalam
melaksanakan pembelajaran, pembimbingan, dan/atau tugas lain yang
relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Sistem PK GURU
dikatakan reliabel atau mempunyai tingkat kepercayaan tinggi jika
proses yang dilakukan memberikan hasil yang sama untuk seorang guru
yang dinilai kinerjanya oleh siapapun dan kapan pun. Sistem PK GURU
dikatakan praktis bila dapat dilakukan oleh siapapun dengan relatif
mudah, dengan tingkat validitas dan reliabilitas yang sama dalam semua
kondisi tanpa memerlukan persyaratan tambahan. Salah satu
karakteristik dalam desain PK GURU adalah menggunakan cakupan
108(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
kompetensi dan indikator kinerja yang sama bagi 4 (empat) jenjang
jabatan fungsional guru (Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya, dan
Guru Utama).

Prinsip Pelaksanaan PK GURU


Prinsip-prinsip utama dalam pelaksanaan PK GURU adalah
berdasarkan ketentuan yaitu PK GURU harus dilaksanakan sesuai
dengan prosedur dan mengacu pada peraturan yang berlaku. Berdasarkan
kinerja yaitu aspek yang dinilai dalam PK GURU adalah kinerja yang
dapat diamati dan dipantau, yang dilakukan guru dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari, yaitu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran,
pembimbingan, dan/atau tugas tambahan yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah. Berlandaskan dokumen PK Guru yaitu Penilai, guru
yang dinilai, dan unsur yang terlibat dalam proses PK GURU harus
memahami semua dokumen yang terkait dengan sistem PK GURU.
Guru dan penilai harus memahami pernyataan kompetensi dan indikator
kinerjanya secara utuh, sehingga keduanya mengetahui tentang aspek
yang dinilai serta dasar dan kriteria yang digunakan dalam penilaian.
Dilaksanakan secara konsisten artinya PK GURU dilaksanakan secara
teratur setiap tahun diawali dengan penilaian formatif di awal tahun dan
penilaian sumatif di akhir tahun dengan memperhatikan aspek obyektif,
adil, akuntabel, bermanfaat, transparan, praktis, berorientasi pada tujuan,
berorientasi pada proses, berkelanjutan dan rahasia.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Peneliti
mengidentifikasi kata kunci dari indikator-indikator kinerja pada
kompetensi 1 dan 4 dan mengidentifikasi fakta kegiatan. Hasil
identifikasi kata kunci dan fakta dijadikan dasar untuk menyusun rubrik
penilaian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah format
identifikasi kata kunci dan format identifikasi fakta-fakta yang terkait
dengan kata kunci pada indikator kinerja kompetensi 1 dan 4. Data yang
diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif. Indikator kinerja
diidentifikasi untuk menentukan kata kunci yang tepat. Fakta-fakta
minimum yang terkait kata kunci indikator kompetensi kemudian

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 109


diuraikan. Selanjutnya disusun rubrik penilaian yang sesuai dengan
uraian dari fakta-fakta minimum yang terkait kata kunci.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Setelah dilakukan identifikasi indikator kinerja kompetensi 1 dan
4 maka dapat ditentukan kata kuncinya. Hasil identifikasi tersebut dapat
dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Berdasarkan identifikasi indikator
kinerja pada kompetensi 1 dan 4, diperoleh kata kunci-kata kunci yang
merupakan kata pokok dari indikator kinerja. Dari Tabel 1 dapat
dijelaskan bahwa kompetensi 1 yang berbunyi mengenal karakteristik
pada indikator 1, yaitu guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar
setiap peserta didik di kelasnya. Kata kunci pada indikator tersebut
adalah identifikasi karakteristik belajar.

Tabel 1. Identifikasi Kata Kunci Kompetensi 1 : Mengenal


Karakteristik Peserta Didik
Kompetensi dan Indikator Kinerja Kata Kunci
1. Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar • identifikasi
setiap peserta didik di kelasnya. karakteristik belajar
2. Guru memastikan bahwa semua peserta didik • semua peserta didik
mendapatkan kesempatan yang sama untuk kesempatan sama
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. partisipasi aktif
3. Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan • mengatur kelas dengan
kesempatan belajar yang sama pada semua kelainan fisik
peserta didik dengan kelainan fisik dan • mengatur kelas dengan
kemampuan belajar yang berbeda. kemampuan belajar
berbeda
4. Guru mencoba mengetahui penyebab • penyimpangan perilaku
penyimpangan perilaku peserta didik untuk • mencegah perilaku
mencegah agar perilaku tersebut tidak tersebut
merugikan peserta didik lainnya.
5. Guru membantu mengembangkan potensi dan • mengembangkan potensi
mengatasi kekurangan peserta didik. • mengatasi kekurangan
6. Guru memperhatikan peserta didik dengan • memperhatikan
kelemahan fisik tertentu agar dapat mengikuti kelemahan fisik peserta
aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik didik
tersebut tidak termarginalkan (tersisihkan,
diolok-olok, minder, dsb).

110(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Tabel 2. Identifikasi Kata Kunci Kompetensi 4 : Kegiatan
Pembelajaran Yang Mendidik
Kompetensi dan Indikator Kinerja Kata Kunci
1. Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai • aktivitas pembelajaran
dengan rancangan yang telah disusun secara lengkap sesuai rancangan
dan pelaksanaan aktivitas tersebut mengindikasikan • mengindikasi guru mengerti
bahwa guru mengerti tentang tujuannya. tujuannya
2. Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran yang • membantu proses
bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, pembelajaran
bukan untuk menguji sehingga membuat peserta didik • bukan untuk menguji
merasa tertekan.
3. Guru mengkomunikasikan informasi baru (misalnya • sesuai usia
materi tambahan) sesuai dengan usia dan tingkat • tingkat kemampuan belajar
kemampuan belajar peserta didik.
4. Guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik • mengetahui jawaban setuju
sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata- • mengetahui jawaban tidak
mata kesalahan yang harus dikoreksi. Misalnya: dengan setuju
mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang
setuju/tidak setuju dengan jawaban tersebut, sebelum
memberikan penjelasan tentang jawaban yg benar.
5. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi • sesuai isi kurikulum
kurikulum dan mengkaitkannya dengan konteks • mengkaitkan dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik. konteks sehari-hari
6. Guru melakukan aktivitas pembelajaran secara • aktivitas pembelajaran
bervariasi dengan waktu yang cukup untuk kegiatan bervariasi
pembelajaran yang sesuai dengan usia dan tingkat • mempertahankan perhatian
kemampuan belajar dan perhatian peserta didik. peserta didik
7. Guru mengelola kelas dengan efektif tanpa • mengelola kelas efektif
mendominasi atau sibuk dengan kegiatannya sendiri • waktu produktif
agar waktu dapat termanfaatkan secara produktif.
8. Guru mampu menyesuaikan aktivitas pembelajaran • menyesuaikan aktivitas
yang dirancang dengan kondisi kelas. dengan kondisi kelas
9. Guru memberikan banyak kesempatan kepada peserta • kesempatan bertanya
didik untuk bertanya, mempraktekkan dan berinteraksi • kesempatan praktek
dengan peserta didik lain. • interaksi dengan peserta lain
10. Guru mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran • aktivitas pembelajaran
secara sistematis untuk membantu proses belajar sistematis
peserta didik. Sebagai contoh: guru menambah • membantu proses belajar
informasi baru setelah mengevaluasi pemahaman
peserta didik terhadap materi sebelumnya.
11. Guru menggunakan alat bantu mengajar, dan/atau • menggunakan alat bantu
audio-visual (termasuk TIK) untuk motivasi belajar mengajar
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran. • menggunakan audio-visual

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 111


Untuk dapat menentukan kegiatan apa saja yang terkait dengan
kata kunci tersebut, perlu identifikasi fakta-fakta yang terkait dengan
indicator dari suatu kompetensi. Fakta-fakta tersebut penting, karena
dapat membantu menggambarkan hal apa saja yang dapat dikaitkan
dengan kata kunci. Identifikasi fakta-fakta yang terkait dengan kata
kunci disajikan sebagaimana Tabel 3 untuk fakta – fakta yang terkait
Kompetensi 1 yaitu mengenal karakteristik peserta didik. Fakta – fakta
yang terkait Kompetensi 4 yaitu kegiatan pembelajaran yang mendidik
disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3. Fakta-Fakta Yang Terkait Dengan Kata Kunci Pada


Kompetensi 1 : Mengenal karakteristik peserta didik
Kata Kunci Fakta Yang Terkait
1. Guru dapat mengidentifikasi Menyebutkan dengan tepat nama-nama
karakteristik belajar setiap peserta siswa, mengetahui sifat-sifat siswa
didik di kelasnya. dengan baik, mengetahui kemampuan
belajar siswa
2. Guru memastikan bahwa semua Memberikan kesempatan bertanya,
peserta didik mendapatkan menunjuk beberapa siswa untuk
kesempatan yang sama untuk menjawab pertanyaan, meminta siswa
berpartisipasi aktif dalam kegiatan untuk mengerjakan tugas, mensupervisi
pembelajaran. keliling
3. Guru dapat mengatur kelas untuk Mengatur posisi tempat duduk siswa,
memberikan kesempatan belajar membagi kelompok dengan
yang sama pada semua peserta mempertimbangkan kemampuan belajar,
didik dengan kelainan fisik dan membagi kelompok tanpa membedakan
kemampuan belajar yang berbeda. kelainan fisik
4. Guru mencoba mengetahui Mengetahui siswa yang selalu
penyebab penyimpangan perilaku mengganggu, mengatasi siswa yang
peserta didik untuk mencegah selalu mengganggu, mengatur posisi
agar perilaku tersebut tidak tempat duduk siswa
merugikan peserta didik lainnya.
5. Guru membantu mengembangkan Mengecek secara rutin dan bertanya
potensi dan mengatasi kekurangan untuk mengetahui pemahaman siswa,
peserta didik. tugas yang diberikan, memperhatikan
siswa yang tidak mengerjakan tugas
6. Guru memperhatikan peserta Memberikan penghargaan kepada siswa,
didik dengan kelemahan fisik membagi kelompok tanpa membedakan
tertentu agar dapat mengikuti kelainan fisik, mengatur posisi tempat
aktivitas pembelajaran, sehingga duduk
peserta didik tersebut tidak
termarginalkan (tersisihkan,
diolok-olok, minder, dsb).

112(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Tabel 4. Fakta-Fakta Yang Terkait Dengan Kata Kunci Pada
Kompetensi 4 : Kegiatan Pembelajaran Yang Mendidik
Kata Kunci Fakta Yang Terkait
1. Guru melaksanakan aktivitas Menyampaikan tujuan pembelajaran, rencana
pembelajaran sesuai dengan rancangan kegiatan, aspek yang akan dinilai,
yang telah disusun secara lengkap dan melaksanakan metode pembelajaran sesuai
pelaksanaan aktivitas tersebut yang direncanakan, melaksanakan penilaian,
mengindikasikan guru mengerti tujuan. pendahuluan, inti dan penutup sesuai RPP
2. Guru melaksanakan aktivitas Memberi kesempatan interaksi antar siswa,
pembelajaran untuk membantu proses menanyakan hal yang kurang jelas, meminta
belajar peserta didik, bukan menguji pendapat atas jawaban/hasil kerja siswa lain
yang membuat peserta didik tertekan. dan memberi waktu diskusi dan presentasi
3. Guru mengkomunikasikan informasi Memberi informasi materi baru yang
baru sesuai dengan usia dan tingkat kontekstual, materi tambahan sesuai usia,
kemampuan belajar siswa. materi tambahan sesuai kemampuan siswa
4. Guru menyikapi kesalahan yang Memberi kesempatan jawaban yang setuju,
dilakukan peserta didik sebagai tahapan memberi kesempatan jawaban tidak setuju,
proses pembelajaran, bukan semata- menanyakan alasan jawaban setuju / tidak
mata kesalahan yang harus dikoreksi. setuju, memberi penjelasan dengan mengulang
jawaban siswa yang benar
5. Guru melaksanakan kegiatan Menggali informasi dari siswa tentang materi,
pembelajaran sesuai isi kurikulum dan mengkaitkan materi dengan kehidupan sehari-
mengkaitkannya dengan konteks hari, menerapkan materi dengan kehidupan
kehidupan sehari-hari sehari-hari
6. Guru melakukan aktivitas pembelajaran Menggunakan berbagai metode, memberikan
secara bervariasi dengan waktu yang waktu yang cukup untuk kegiatan belajar,
cukup untuk kegiatan pembelajaran memberikan pertanyaan dan tugas
7. Guru mengelola kelas dengan efektif Memberikan tugas kelompok, mensupervisi
tanpa mendominasi atau sibuk dengan kegiatan siswa, menilai, memberi kesempatan
kegiatannya sendiri agar semua waktu siswa bertanya, diskusi, presentasi, mengatur
peserta dapat termanfaatkan secara pembagian waktu saat mengerjakan tugas,
produktif. diskusi, presentasi
8. Guru mampu menyesuaikan aktivitas Membagi kelompok, memberikan tugas
pembelajaran yang dirancang dengan kelompok, memberikan kesempatan presentasi
kondisi kelas. dan menanggapi
9. Guru memberikan banyak kesempatan Memberikan kesempatan untuk bertanya,
kepada peserta didik untuk bertanya, memberikan kesempatan untuk menanggapi,
mempraktekkan dan berinteraksi praktek, interaksi
10. Guru mengatur pelaksanaan aktivitas Memberi kesempatan bertanya, membimbing
pembelajaran secara sistematis untuk individu/kelompok, memastikan pemahaman
membantu proses belajar peserta didik. tentang materi, memberikan informasi baru
11. Guru menggunakan alat bantu Menggunakan alat bantu mengajar (papan
mengajar, dan/atau audio-visual untuk tulis, flipchart, charta dll), menggunakan audio
meningkatkan motivasi belajar. visual (laptop, LCD dsb)

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 113


Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4, setiap indikator dapat
diidentifikasi kompetensi guru yang dianggap dapat melaksanakan
kegiatan sesuai indikator kompetensi jika ditemukan fakta-fakta yang
mendukung. Berdasarkan hasil identifikasi fakta-fakta yang terkait kata
kunci pada kompetensi 1 dan 4, sebagaiman disajikan pada Tabel 3 dan
4, maka dapat disusun rubrik penilaian dan pensekorannya.

Kompetensi 1
Indikator 1: Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap
peserta didik di kelasnya.
Rubrik :
• Jika ditemukan fakta guru dapat mengidentifikasi karakteristik
belajar setiap peserta didik di kelasnya pada pengamatan dan
pemantauan, maka diberikan skor 2.
• Jika ditemukan fakta guru dapat mengidentifikasi karakteristik
belajar setiap peserta didik di kelasnya pada pengamatan atau
pemantauan, maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta guru dapat mengidentifikasi karakteristik
belajar setiap peserta didik di kelasnya pada pengamatan dan
pemantauan, maka diberi skor 0.
Indikator 2 : Guru memastikan bahwa semua peserta didik
mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran.
Rubrik:
• Jika ditemukan fakta tersebut pada pengamatan dan pemantauan
maka diberi skor 2,
• Jika ditemukan fakta tersebut pada pengamatan atau pemantauan saja
maka diberi skor 1 dan
• Jika tidak ditemukan fakta tersebut, baik pada pengamatan atau
pemantauan maka diberi skor 0.
Indikator 3: Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan
belajar yang sama pada semua peserta didik dengan
kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda.
Rubrik:
• Jika di temukan fakta tentang pengaturan kelas untuk memberikan
kesempatan belajar pada semua peserta didik dengan kelainan fisik
dan kemampuan belajar yang berbeda maka diberi skor 2.
114(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
• Jika ditemukan fakta tentang pengaturan kelas untuk memberikan
kesempatan belajar pada semua peserta didik dengan kelainan fisik
atau kemampuan belajar yang berbeda maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta tentang pengaturan kelas untuk
memberikan kesempatan belajar pada semua peserta didik dengan
kelainan fisik dan kemampuan belajar yang berbeda diberi skor 0.
Indikator 4: Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan
perilaku peserta didik untuk mencegah agar perilaku
tersebut tidak merugikan peserta didik lainnya.
Rubrik:
• Jika ditemukan fakta tentang penyebab penyimpangan perilaku dan
mencegah perilaku tidak merugikan peserta didik lainnya maka
diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta tentang penyebab penyimpangan perilaku atau
mencegah perilaku tidak merugikan peserta didik lainnya maka
diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta tentang penyebab penyimpangan perilaku
dan mencegah perilaku tidak merugikan peserta didik lainnya maka
diberi skor 0.
Indikator 5: Guru membantu mengembangkan potensi dan mengatasi
kekurangan peserta didik.
Rubrik:
• Jika ditemukan fakta kegiatan guru yang membantu
mengembangkan potensi peserta didik dan fakta kegiatan guru yang
membantu mengatasi kekurangan peserta didik maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta kegiatan guru yang membantu
mengembangkan potensi peserta didik atau fakta kegiatan guru yang
membantu mengatasi kekurangan peserta didik maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta kegiatan guru yang membantu
mengembangkan potensi peserta didik dan fakta kegiatan guru yang
membantu mengatasi kekurangan peserta didik maka diberi skor 0.
Indikator 6: Guru memperhatikan peserta didik dengan
kelemahan fisik tertentu agar dapat mengikuti
aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik tersebut
tidak termarginalkan.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 115


Rubrik:
• Jika ditemukan fakta tentang perhatian guru terhadap kelemahan
fisik peserta didik pada pengamatan dan pemantauan maka diberi
skor 2.
• Jika ditemukan fakta tentang perhatian guru terhadap kelemahan
fisik peserta didik pada pengamatan atau pemantauan saja.
• Jika tidak ditemukan fakta tentang perhatian guru terhadap
kelemahan fisik peserta didik pada pengamatan dan pemantauan
maka diberi skor 0.

Kompetensi 4
Indikator 1: Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan
rancangan yang telah disusun secara lengkap dan
pelaksanaan aktivitas tersebut mengindikasikan guru
mengerti tujuan.
Rubrik :
• Jika ditemukan fakta melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai
rancangan dan mengerti tujuan pembelajaran maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai
rancangan atau mengerti tujuan pembelajaran maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta melaksanakan aktivitas pembelajaran
sesuai rancangan dan mengerti tujuan pembelajaran diberi skor 0.

Indikator 2: Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran yang


bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik,
bukan untuk menguji sehingga membuat peserta didik
merasa tertekan.
Rubrik :
• Jika ditemukan fakta aktivitas pembelajaran yang membantu proses
belajar dan aktifitas pembelajaran yang membuat siswa tidak
tertekan maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta aktivitas pembelajaran yang membantu proses
belajar atau aktifitas pembelajaran yang membuat siswa tidak
tertekan maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta aktivitas pembelajaran yang membantu
proses belajar dan aktifitas pembelajaran yang membuat siswa tidak
tertekan maka diberi skor 0.
116(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Indikator 3: Guru mengkomunikasikan informasi baru misalnya
materi tambahan sesuai dengan usia dan tingkat
kemampuan belajar peserta didik.
Rubrik:
• Jika ditemukan fakta guru mengkomunikasikan informasi baru
tentang materi tambahan maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta guru mengkomunikasikan informasi baru
tetapi bukan materi tambahan maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta guru mengkomunikasikan informasi baru
tentang materi tambahan maka diberi skor 0.

Indikator 4: Guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik


sebagai tahapan proses pembelajaran, bukan semata-mata
kesalahan yang harus dikoreksi.
Rubrik:
• Jika guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik dengan
mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang setuju dan tidak
setuju dengan jawaban tersebut maka diberi skor 2.
• Jika guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik dengan
mengetahui terlebih dahulu peserta didik lain yang setuju atau tidak
setuju dengan jawaban tersebut maka diberi skor 1.
• Jika guru tidak menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik
maka diberi skor 0.
Indikator 5 : Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi
kurikulum dan mengkaitkannya dengan konteks
kehidupan sehari‐hari peserta didik.
Rubrik:
• Jika ditemukan fakta kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum
dan fakta mengkaitkan kegiatan pembelajaran dengan konteks
kehidupan sehari-hari peserta didik maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum
atau fakta mengkaitkan kegiatan pembelajaran dengan konteks
kehidupan sehari-hari peserta didik maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta kegiatan pembelajaran sesuai isi
kurikulum dan fakta mengkaitkan kegiatan pembelajaran dengan
konteks kehidupan sehari-hari peserta didik maka diberi skor 0.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 117


Indikator 6: Guru melakukan aktivitas pembelajaran yang mendidik
secara bervariasi dengan waktu yang cukup untuk
kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan usia dan
tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan
perhatian peserta didik.
Rubrik :
• Jika ditemukan fakta guru melakukan aktivitas pembelajaran yang
bervariasi dan mempertahankan perhatian peserta didik diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta guru melakukan aktivitas pembelajaran yang
bervariasi / mempertahankan perhatian peserta didik diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta guru melakukan aktivitas pembelajaran
yang bervariasi dan mempertahankan perhatian peserta didik maka
diberi skor 0.

Indikator 7: Guru mengelola kelas dengan efektif tanpa mendomintasi


atau sibuk dengan kegiatannya sendiri agar semua waktu
peserta dapat termanfaatkan secara produktif.
Rubrik :
• Jika ditemukan fakta tentang pengelolaan kelas dengan efektif dan
pemanfaatan waktu siswa secara produktif maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta tentang pengelolaan kelas dengan efektif atau
pemanfaatan waktu siswa secara produktif maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta tentang pengelolaan kelas dengan efektif
dan pemanfaatan waktu siswa secara produktif maka diberi skor 0.
Indikator 8: Guru mampu menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang
dirancang dengan kondisi kelas.
Rubrik :
• Jika ditemukan fakta tentang penyesuaian aktivitas pembelajaran
yang dirancang dengan kondisi kelas maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan fakta tentang aktivitas pembelajaran tetapi tidak
sesuai dengan yang dirancang dengan kondisi kelas diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta tentang penyesuaian aktivitas
pembelajaran yang dirancang dengan kondisi kelas diberi skor 0.
Indikator 9 : Guru memberikan banyak kesempatan kepada peserta
didik untuk bertanya,memperaktekkan dan berinteraksi
dengan peserta didik lain.
Rubrik :
118(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
• Jika terdapat fakta memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk bertanya, mempraktekkan dan berinteraksi dengan peserta
didik lain maka diberi skor 2.
• Jika ditemukan satu atau dua fakta maka diberi skor 1.
• Jika tidak ditemukan fakta maka diberi skor 0.

Indikator 10: Guru mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran secara


sistimatis untuk membantu proses belajar peserta didik.
Rubrik :
• Jika terdapat fakta guru mengatur pelaksanaan aktivitas
pembelajaran secara sistematis maka diberi skor 2.
• Jika terdapat fakta guru mengatur pelaksanaan aktivitas
pembelajaran tetapi tidak sistematis maka diberi skor 1.
• Jika tidak terdapat fakta guru mengatur pelaksanaan aktivitas
pembelajaran secara sistematis maka diberi skor 0.

Indikator 11: Guru menggunakan alat bantu mengajar,dan/atau audio


visual (termasuk TIK) untuk meningkatkan motivasi
belajar peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Rubrik :
• Jika terdapat fakta guru menggunakan alat bantu mengajar dan audio
visual (termasuk TIK) maka diberi skor 2.
• Jika terdapat fakta guru menggunakan alat bantu mengajar atau audio
visual (termasuk TIK) maka diberi skor 1.
• Jika tidak terdapat fakta guru menggunakan alat bantu mengajar dan
audio visual (termasuk TIK) maka diberi skor 0.

KESIMPULAN
Penelitian identifikasi kata kunci indikator kinerja serta fakta
serta kegiatan yang terkait kata kunci pada kompetensi pedadogik 1 dan
4 untuk penyusunan rubrik penilaian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Identifikasi kata kunci pada indikator kinerja pada kompetensi 1 dan
4 memudahkan untuk menentukan fakta-fakta kegiatan yang terkait
dengan kata kunci.
2. Identifikasi fakta kegiatan yang terkait dengan kata kunci pada
indikator kinerja kompetensi 1 dan 4 memudahkan dalam menyusun
rubrik penilaian dan pensekoran.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 119
SARAN

Perlu dilakukan identifikasi kata kunci pada indikator kinerja


pada kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional. Perlu dilakukan identifikasi fakta kegiatan yang terkait kata
kunci pada kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional. Perlu dilakukan uji coba penggunaan rubrik penilaian dan
pensekoran untuk kompetensi 1 dan 4 oleh asesor penilaian kinerja
guru.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar.
2013. Panduan Teknis Penilaian Di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kemdikbud.
Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2011. Pedoman
Pelaksanaan Penilaian Kinerja Guru (PK Guru). Jakarta :
Kemdiknas.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan
Reformasi Birokrasi , nomor 16 tahun 2009 . Tentang Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Tanggal 10 November
2009. Jakarta.
Peraturan Bersama Menteri Pendidikan Nasional dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara, nomor : 03/V/PB/2010 dan Nomor : 14
Tahun 2010. Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya. Tanggal 6 Mei 2010. Jakarta.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 35 Tahun 2010. Tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru Dan
Angka Kreditnya. Tanggal 1 Desember 2010.

120(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA
MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT)

Siti Fatimah
SD Negeri 009 Balikapan Barat

Abstrak

Rendahnya hasil belajar anak didik salah satu penyebabnya


adalah lemahnya strategi pembelajaran yang diterapkan
oleh guru. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah
ersebut adalah guru menerapkan model yang inovatif.
Penelitian uni bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas I A SD Negeri 009
Balikapan Barat Tahun Pelajaran 2014-2015. Penelitian ini
menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I A SD Negeri 009
Balikpapan Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara melakukan tes tertulis, observasi pada siswa dan guru.
Hasil penelitian diperoleh bahwa pada mata pelajaran IPA
pada siklus 1, siswa yang mendapatkan nilai dibawah
KKM dengan persentase sebagai berikut : 0-69 sebanyak
30 siswa dan yang memperoleh nilai 70-100 sebanyak 9
siswa (23,09% ) dari 39 siswa. Pada siklus 2, siswa yang
mendapatkan nilai diatas KKM dengan persentase sebagai
berikut : 0-69 berkisar 23,08% atau sebanyak 9 anak dan
yang memperoleh nilai 70-100 sebanyak 30 anak (76,92).
Dan pada siklus 3, siswa yang mendapatkan nilai diatas
KKM dengan persentase sebagai berikut : 0-69 % sebanyak
1 anak dan 70-100 sebanyak 38 anak (97,44%). Dari hasil
penelitian dapat diketahui bahwa Pembelajaran Kooperatif
Tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas I A
SD Negeri 009 Balikpapan Barat.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Pembelajaran Kooperatif Tipe


Teams Games Tournament (TGT)
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 121
PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari
tahu tentang alam secara sistematis sehingga Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) bukan hanya penguasaan pengetahuan yang berupa fakta – fakta,
konsep – konsep, atau prinsip – prinsip saja tetapi juga merupakan
proses penemuan .Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) diharapkan
dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri
dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya dalam kehidupan sehari – hari. (Kurikulum, 2006 : 484).
Memperhatikan tujuan dan esensi pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) sebaiknya pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
mampu mempersiapkan,membina, dan membentuk kemampuan peserta
didik yang menguasai pengetahuan, sikap, nilai, dan kecakapan dasar
yang dibutuhkan bagi kehidupan di masyarakat. Kualitas dan
keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan
ketepatan guru dalam memilih serta menggunakan model dan metode
pembelajaran karena model dan metode pembelajaran yang digunakan
berpengaruh terhadap kualitas proses belajar mengajar yang dilakukan.
Walaupun secara keilmuan terjadi berbagai perubahan
(perkembangan), namun kenyataan di lapangan masih menunjukkan
fenomena yang sebaliknya yaitu masih banyak guru yang berorientasi
pada lecturer/ teacher centered, yaitu guru masih menekankan pada
perannya sebagai penyampai materi pelajaran. Akibatnya,proses
pendidikan masih berpusat pada kegiatan mendengarkan belum pada
interpretasi makna yang dipelajari dan suasana belajar belum
memberikan kesempatan bagi anak didik untuk mengembangkan dan
menunjukkan kemampuannya yang beragam.
Rendahnya hasil belajar anak didik salah satu penyebabnya
adalah lemahnya strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru
sebagai pengajar kelemahan itu ditandai oleh kurangnya media yang
menyertai proses belajar mengajar, sehingga berdampak pada
pengelolaan kelas yang belum optimal di samping itu,anak didik dalam
kegiatan belajar mengajar masih ditemukan berbagai kelemahan antara
lain: kurangnya keaktifan dalam pembelajaran, kurangnya kemandirian
dalam mengemukakan pendapat, kurang bekerjasama, kurangnya
menghargai pendapat orang lain, kurang mengontrol diri, kurang sportif,
dan kurangnya memotivasi teman belajar sehingga iklim kelas yang
terciptapun menjadi kurang kondusif.Sebagai salah satu solusi untuk
122(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
mengatasi masalah tersebut guru dapat melakukan pendekatan dengan
menerapkan model yang inovatif.
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah Model
cooperative learning tipe Teams Games Tournament (TGT). Teori ini
dalam penerapannya akan memberikan perubahan mendasar pada
kondisi pembelajaran yang banyak dilaksanakan dewasa ini. Dari
paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan dalam pembelajaran,
kemandirian dalam mengemukakan pendapat, bekerjasama, menghargai
orang lain,mengontrol diri, sportif, memotivasi teman belajar, dan hasil
belajar khususnya dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam akan
dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT).
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IA
SD Negeri 009 Balikpapan Barat. Berdasarkan permasalahan di atas,
maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah
“Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe
Teams Games Tournament (TGT) Pada Siswa Kelas I A SD Negeri 009
Balikapan Barat Tahun Pelajaran 2014-2015”

KAJIAN TEORI

Model Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengacu
pada metode pengajaran,dimana siswa belajar bersama dalam kelompok
kecil yang saling membantu dalam belajar untuk mencapai tujuan
bersama. Jadi, belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil
dalam pengajaran yang memungkinkan anak didik bekerja bersama
untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam
kelompok tersebut ( Hamid Hasan, 1996; Solihatin, 2007).sehubungan
dengan pengertian tersebut ,Slavin ( Fatmawati,2004: 6) bahwa
kooperatif adalah suatu model pembelajaran ,dimana siswa belajar dan
bekerja dalam suatu kelompok – kelompok kecil yang anggotanya terdiri
dari 4 – 6 orang dengan struktur kelompoknya yang bersifat
heterogen.heterogenitas anggota kelompok ditinjau dari jenis
kelamin,prestasi akademik,maupun status sosial.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 123


Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu
diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok,dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh
keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Model koopertif merupakan suatu model pembelajaran yang
membantu anak didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya
sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja
secara bersama – sama diantara sesama anggota kelompok akan
meningkatkan motivasi,produktivitas dan perolehan belajar.
Model belajar koopertif mendorong peningkatan kemampuan
anak didik dalam memecahkan berbagai permasalahan yang ditemui
selama pembelajaran karena anak didik dapat bekerja bersama dengan
anak didik lainnya dalam menemukan dan merumuskan alternatif
pemecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi.
Suasana dalam belajar dan rasa kebersamaan yang tumbuh dan
berkembang diantara sesama anggota kelompok memungkinkan anak
didik untuk mengerti dan memahami materi pelajaran dengan lebih
baik.proses pengembangan kepribadian yang demikian juga membantu
mereka yang kurang berminat menjadi lebih bergairah dalam belajar (
Hamid Hasan,1996; Kosasih, 1992 )
Dari beberapa pendapat diatas, penulis dapat mnyimpulkan
bahwa kooperatif ialah suatu model pembelajaran yang mengutamakan
kerja sama baik antara individu maupun antar kelompok dalam rangka
menciptakan iklim belajar yang mengutamakan interaksi saling percaya,
terbuka, dan rileks sehingga memungkinkan individu atau kolompok
lainnya meningkatkan motivasi,dan produktivitas serta mengembangkan
pengetahuan , sikap, nilai, moral, dan keterampilan yang menjadi tujuan
bersama dalam pembelajaran.

Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif


Dalam pembelajaran kooperatif ada beberapa unsur – unsur dasar
yang penting yaitu :
1) Kepemimpinan bersama
2) Saling ketergantungan positif
3) Keanggotaan heterogen
4) Tanggung jawab terhadap hasil belajar seluruh anggota kelompok
5) Menekankan pada tugas dan hubungan kooperatif
124(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
6) Ditinjau oleh guru
7) Satu hasil kelompok
8) Evaluasi kelompok

Manfaat Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa
untuk berinteraksi. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa dalam
setting kelas, siswa lebih banyak belajar dari satu teman ke teman yang
lain diantara sesame siswa daripada belajar dari guru.penelitian juga
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang
sangat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya.manfaat
pembelajaran kooperatif untuk siswa dengan hasil belajar rendah
diantaranya dapat meningkatkan motivasi, serta meningkatkan hasil
belajar.
Menurut Khaeruddin (Slavin, 2000) beberapa keuntungan dalam
pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1) Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung
tinggi norma – norma kolompok.
2) Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama – sama
berhasil.
3) Aktif peran sebagai tutor supaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok
4) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan
mereka dalam berpendapat.

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ( Teams Games Tournament )


TGT adalah singkatan dari Teams, Games, Tournament.yang
merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang
mudah diterapkan,melibatkan seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan
status.tipe ini melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya,mengandung
unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar.aktivitas
belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks
disamping menumbuhkan rasa tanggung jawab, kejujuran,
kerjasama,persaingan sehat dan keterlibatan belajar.dimana dalam
pembelajaran ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang
heterogen dengan anggota 4 – 6 orang.dalam menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe TGT,guru memainkan peranan yang sangat
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 125
penting.materi dan pengajarannya harus disusun sedemikian rupa
sehingga setiap siswa dapat bekerja untuk memberikan sumbangan
pemikiran pada kelompoknya.

Komponen – Komponen TGT ( Teams Games Tournament )


Seperti yang telah dijelaskan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT terdiri dari ( Teams, Games, Tournament ).yang merupakan satu
kesatuan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dalam kegiatan
pembelajaran.Deskripsi singkat dari komponen – komponen yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan proses pembelajaran adalah sebagai
berikut :
1) Penyajian kelas
Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam
penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau
dengan ceramah, diskusi yang dipimpin oleh guru.pada saat penyajian
kelas ini, siswa harus benar – benar memperhatikan dan memahami
materi yang diberikan guru, karena akan membantu siswa bekerja
lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor
game akan menentukan skor kelompok.
2) Kelompok ( teams )
Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai enam orang
siswa.fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama
teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota
kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3) Permainan ( games )
Games berasal dari bahasa inggris yang berarti permainan.games
terdiri dari pertanyaan – pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar
kelompok.kebanyakan games terdiri dari pertanyaan – pertanyaan
sederhana bernomor.siswa memilih kartu bernomor dan mencoba
menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu.siswa yang
menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.
4) Turnament
Untuk memulai turnamen masing – masing peserta mengambil
nomor undian.siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader
1, terbesar kedua sebagai chalenger 1, terbesar ketiga sebagai
chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah
peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan
126(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
nomor terendah sebagai reader 2.reader 1 tugasnya membaca soal dan
menjawab soal pada kesempatan yang pertama.chalenger 1 tugasnya
menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila menurut
challenger 1 jawaban reader 1 salah.chalenger 2 tugasnya adalah
menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban
reader 1 dan challenger 1 menurut chalenger 2 salah.chalenger 3
tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila
jawaban reader1,chalenger 1,chalenger 2 menurut chalenger 3 salah.
Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci jawaban.permainan
dilanjutkan pada soal nomor dua.posisi peserta berubah searah jarum
jam.yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi
reader1,chalenger 2 menjadi chalenger 1,chalenger3 menjadi
chalenger 2,reader 2,menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi
reader2.hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan
guru.
5) Penghargaan kelompok
Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-
masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata – rata
skor memenuhi kriteria yang dibutuhkan.

Hasil Belajar
Belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan
pada diri seseorang. Perubahan tersebut merupakan hasil dari proses
belajar dan ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti terjadinya
perubahan pengetahuan , pemahaman, perubahan tingkah laku,
keterampilan, kebiasaan serta perubahan sudut pandang pada diri
individu yang sedang belajar, sehingga untuk menangkap isi dan pesan
belajar tersebut setiap individu harus mampu menggunakan potensinya
pada ranah-ranah: (1) kognitif yaitu kemampuan yang berkenaan dengan
pengetahuan, penalaran atau pikiran yang terdiri dari kategori
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi; (2)
afektif yaitu kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan
reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari kategori
penerimaan, partisifasi, penilaian sikap dan pembentukan pola hidup; (3)
psikomotorik yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan
jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan
biasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan dan kreatifitas.
Adapun beberapa pandangan tentang pengertian belajar banyak
dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 127
a. Menurut Henry E. Garret
“Belajar adalah proses yang berlangsung dalam jangka waktu
lama melalui latihan maupun pengalaman yang membawa kepada
perubahan diri dan perubahan cara mereaksi terhadap suatu
rangsangan tertentu.”
b. Menurut Morgan ( 1978)
“Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam
tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman”
c. Menurut B.F. Skinner ( 1958 )
“Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah
laku yang berlangsung secara progresif.”
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka secara sederhana
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan yang
terjadi pada diri individu sebagai suatu hasil dari latihan dan
pengalaman. Perubahan yang dimaksud berupa perubahan pengetahuan,
tingkah laku, pemahaman, keterampilan dan kebiasaan serta aspek-aspek
lainnya yang terjadi pada diri individu yang sedang belajar.

Hasil Belajar IPA


Setiap kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin
mengetahui hasilnya.Demikian pula dalam pembelajaran.Untuk
mengetahui hasil kegiatan pembelajaran harus dilakukan pengukuran
dan penilaian. Menurut Mujiono (Halijah, 2008:10) “hasil dan bukti
belajar ialah adanya perubahan tingkah laku orang yang belajar”. Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh haling (Halijah, 2008:10) yang
mengemukakan bahwa “hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan
tingkah laku orang yang belajar yang terjadi karena proses kematangan
dan hasil belajar bersifat relatif menetap misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.”
Jadi hasil atau bukti seseorang telah melalui proses belajar dapat
dilihat dari adanya perubahan seperti perubahan tingkah laku. Hal ini
terjadi karena adanya proses kematangan berfikir. Hasil belajar adalah
istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang
dicapai oleh seseorang setelah melakukan suatu usaha tertentu.
Menurut soedijarto ( Nurdaliah, 2008:8 ) mengemukakan hasil
belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam
mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan
128(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
yang diterapkan. Hasil belajar dalam hal ini meliputi kognitif, efektif,
dan kecakapan belajar seorang pelajar. .
Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang dapat dijadikan sebagai
indikator tentang kemampuan, kesanggupan, penguasaan, seseorang
tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang dimiliki
oleh orang itu dalam suatu kegiatan belajar. Hasil belajar siswa dapat
diukur dengan menggunakan alat evaluasi yang disebut tes hasil belajar.
Hasil belajar IPA adalah tingkat keberhasilan atau penguasaan siswa
terhadap bidang studi IPA setelah menempuh proses belajar mengajar
yang terlihat pada nilai yang diperoleh dari hasil tes hasil belajar.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada mata


pelajaran IPA dari 39 siswa masih banyak siswa yang mendapatkan nilai
dibawah KKM (KKM yang ditetapkan 70,00 dengan prosentase sebagai
berikut 0-69 sebanyak 32siswadan yang tuntas hanya 7 siswa (17,95%).
Rendahnya prestasi belajar siswa pada pra siklus dikarenakan guru
belum menggunakan metode pembelajaran yang tepat.
Aktivitas belajar siswa masih tergolong rendah karena siswa
masih belum aktif belum berani bertanya dan menjawab serta belum
dapat berinteraksi dengan teman mereka. Rendahnya aktifitas siswa ini
disebabkan karena guru belum menggunakan media pembelajaran yang
tepat. Dan pembelajaran masih berpusat pada guru bukan siswa.
Pada siklus 1 diperoleh hasil penelitian bahwa pada mata
pelajaran IPA dari 39 siswa masih banyak juga siswa yang mendapatkan
nilai dibawah KKM dengan prosentase sebagai berikut : 0-69 sebanyak
30 siswa dan yang memperoleh nilai70-100 sebanyak 9siswa (23,09% ).
Masih banyak siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM disebabkan
karena guru kurang siap dalam menyampaikan pembelajaran walaupun
sudah menggunakan metode yang tepat yaitu metode TGT.
Dalam hal aktivitas belajar pada siklus 1, siswa mulai mengalami
kemajuan hal ini dikarenakan guru sudah menggunakan media
pembelajaran yang sudah tepat yaitu mengunakan media kartu bilangan.
Namun penguasaan guru terhadap metode pembelajaran masih kurang
dan siswa masih belum paham akan type pembelajaran yang digunakan.
Pada siklus 2 diperoleh hasil penelitian bahwa pada mata
pelajaran IPA dari 39 siswa telah banyak siswa yang mendapatkan nilai
diatas KKM dengan prosentase sebagai berikut : 0-69 berkisar 23,08%
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 129
atau sebanyak 9 anak dan yang memperoleh nilai 70-100 sebanyak 30
anak (76,92), dalam hal ini pembelajaran masih belum dikatakan tuntas.
Ketuntasan dalam pembelajaran IPA ini dsebabkan karena guru sudah
siap dalam menggunakan metode kooperatif tipe TGT namun belum
sempurna.
Dalam hal aktifitas belajar pada siklus 2, siswa nampak
mengalami peningkatan. Peningkatan aktifitas belajar ini dikarenakan
guru siap dalam menggunakan metode pembelajaran walaupun belum
sempurna dan beberapa siswa masih tampak ragu dalam kerja kelompok.
Sedangkan hasil penelitian pada siklus 3 diperoleh bahwa pada
mata pelajaran IPA dari 39 siswa semakin banyak siswa yang
mendapatkan nilai diatas KKM dengan prosentase sebagai berikut : 0-69
% sebanyak 1 anak dan 70-100 sebanyak38 anak (97,44%), dalam hal
ini pembelajaran dikatakan tuntas. Ketuntasan dalam pembelajaran IPA
ini disebabkan karena guru sudah siap dalam menggunakan metode
kooperatif tipe TGT dan siswa tampak terbiasa dengan metode tersebut.
Begitu pula aktifitas belajar siswa pada siklus 3 mengalami peningkatan
yang signifikan. Peningkatan aktifitas belajar ini dikarenakan guru
merencanakan dengan matang metode pembelajaran TGT serta siap
dalam menggunakan metode pembelajaran tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian pada mata pelajaran IPA dengan


menerapkan metode kooperatif tipe TGT pada pembelajaran kompetensi
dasar “mengenal benda langit” dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
siswa mengalami peningkatan yang signifikan. Selain hasil belajar,
aktifitas siswa dalam pembelajaran juga terlihat sangat baik. Siswa
terlihat aktif dalam setiap pembelajaran.
Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, penulis memberi saran-
saran yang dapat memajukan dan meningkatkan mutu pendidikan :
1. Kepada Pengawas Sekolah agar memberikan motivasi kepada guru-
guru untuk melakukan refleksi sehingga bila mengalami kegagalan
dalam pembelajaran tidak selalu menyalahkan siswa.
2. Kepada Kepala Sekolah agar memberikan dukungan kepada guru-
guru untuk melakukan refleksi sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai dengan baik.

130(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


3. Pemahaman perbaikan pembelajaran ini perlu disampaikan dalam
kegiatan Kelompok Kerja Guru ( KKG ).
4. Kepada teman-teman guru agar memilih metode dan media
pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi dan kemampuan siswa
sehingga perhatian siswa dapat terfokus pada pembelajaran.
5. Kepada komite dan wali murid agar memberikan dorongan kepada
anaknya untuk giat belajar sehingga materi yang telah diajarkan
dapat diserap dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Haling, dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Makassar :


Universitas Negeri Makassar.
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :
Bumi Aksara.
Hamzah B. Uno. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses
Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.
Azis Wahab, H. Abdul. 2009. Metode dan Model-model Mengajar Ilmu
Pengetahuan Sosial. Bandung : Alfabeta.
_____ . 2005. Paket Pelatihan Awal untuk Sekolah dan Masyarakat (
Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program
Manajemen Berbasis Sekolah). Jakarta : DEPDIKNAS.
_____ . 2005. Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah dan Masyarakat
(Menciptakan Masyarakat Peduli Pendidikan Anak Program
Manajemen Berbasis Sekolah).Jakarta : DEPDIKNAS.
______. 2007. Peran Serta Masyarakat (Menciptakan Masyarakat
Peduli Pendidikan Anak Program Manajemen Berbasis Sekolah.
Jakarta : DEPDIKNAS.
Mulyasa. 1992. Menjadi Guru Professional. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Sahabuddin. 1999. Mengajar dan Belajar. Ujung Pandang : Badan
Penerbit Universitas Negeri Makassar.
Sudjana, Nana. 1995. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :
PT. Sinar Baru Algesindo.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Abdul Halim Fathani, 2008. “matematika hakikat dan logika”,
Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 131


Halijah, 2008. “Peningkatan mutu proses dan hasil belajar melalui
penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada siswa
kelas SMP Negeri 2 Makassar”, Skripsi: FMIPA UNM.
Hikmayanti Indra Purnama, 2008. “Penerapan model pembelajaran
model Aptitude treatment Interaction (ATI) untuk meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 2
Bulukumba”. Skripsi: FKIP Unismuh.
Kunandar, 2008.“Langkah mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai
pengembangan profesi guru”.Jakarta : Rajawali Pers.
Kusuma Habi, 2003. “ eksperimen penggunaan lembar kerja siswa
dalam proses belajar mengajar pada pokok bahasan pecahan
siswa kelas 1 SLTP Negeri 4 Takalar”. Skripsi : FKIP Unismuh.
Muhammad Arif Tiro, 1999 .“Dasar-dasar Statistika”, Makassar : BP
UNM.
Saiful sagala, 2003.”Konsep dan makna pembelajaran”, Bandung :
Alfabeta.

132(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL
STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)

Suhartoyo
SDN 001 Balikpapan Selatan

Abstrak

Guru hendaknya menciptakan suasana belajar kooperatif


dalam kelas. Anak yang pandai harus membantu anak yang
kurang pandai, anak yang kuat harus membantu yang
lemah, dan tiap anak harus saling mendorong untuk
menumbuhkan motivasi belajar yang kuat. Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
peningkatan Hasil Belajar siswa dengan diterapkannya
metode pembelajaran kooperatif model STAD, dan
bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran kooperatif
model STAD terhadap motivasi belajar siswa. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan Hasil
Belajar siswa setelah diterapkannya metode pembelajaran
kooperatif model STAD dan untuk mengetahui pengaruh
motivasi belajar siswa setelah diterapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD. Penelitian ini
menggunakan penelitian tindakan (action research)
sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari empat
tahap yaitu: rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi,
dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas III
SDN 001 Balikpapan Selatan. Data yang diperoleh berupa
hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan belajar
mengajar. Dari hasil analis didapatkan bahwa Hasil
Belajar siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai
siklus III yaitu, siklus I (65,22%), siklus II (78,26%), siklus
III (86,96%). Metode pembelajaran kooperatif model STAD
dapat berpengaruh positif terhadap motivasi belajar kelas
III SDN 001 Balikpapan Selatan. Model pembelajaran ini
dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran.
Kata Kunci: Matematika, Kooperatif Model STAD

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 133


PENDAHULUAN

Sesuai dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pandangan


hidup Pancasila, manusia pada hakekatnya adalah makhluk bineka yang
mengemban misi tunggal sebagai khalifah Tuhan di muka bumi.
Bertolak dari pemikiran tersebut anak-anak di dalam kelas pada
hakikatnya juga makhluk bineka, yang satu sama lain berbeda.
Perbedaan dapat berkenaan dengan latar belakang budaya, ras, suku,
agama, adapt istiadat, dan sebagainya. Perbedaan juga berkenaan dengan
potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh anak-anak, mencakup kognitif,
fisik, maupun emosi.
Berdasarkan pandangan hidup Pancasila dan semboyan Bhineka
Tunggal Ika, pandangan hidupa dan semboyan tersebut mengajarkan
kepada bangsa Indonesia bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda-
beda secara vertikal maupun horizontal agar dapat saling memanfaatkan
atau saling membantu, sehingga manusia dapat mengembangkan potensi
kemanusiaan yang dimiliki hingga taraf yang optimal dan terintergrasi.
Dengan mengaktualisasikan potensi kemamuan yang optimal dan
terintergrasi itulah manusia melaksanakan fungsi kekhalifahannya.
Bertolak dari pandangan hidup dan semboyan semacam itu, bineka
vertikal seperti kaya-miskin, kuat-lemah, pandai-bodoh, dan bineka
horizontal seperti latar belakang budaya, agama, suku, ras, adat instiadat,
dan sebagainya disikapi sebagai kondisi alami yang memungkinkan
manusia berinteraksi dalam rangka saling membutuhkan atau menjalin
hubungan kerja sama. Interaksi saling membutuhkan atau hubungan
kerja sama. Interaksi saling membutuhkan atau hubungan kerja sama
antaranak di dalam kelas inilah yang mengahasilkan suasana belajar
kooperatif.
Pembelajaran Matematika tidak lagi mengutamakan pada
penyerapan melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan
pada pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu
aktivitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau
tugas matematika dengan bekerja kelompok kecil dan menjelaskan ide-
ide kepada orang lain. (Hartoyo, 2000 : 24).
Pete Tschumi dari Universitas Arkansas Little Rock
memperkenalkan suatu ilmu pengetahuan pengantar pelajaran komputer
selama tiga kali, yang pertama siswa bekerja secara individu, dan dua
kali secara kelompok. Dalam kelas pertama hanya 36% siswa yang
134(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
mendapat nilai C atau lebih baik, dan dalam kelas yang bekerja secara
kooperatif ada 58% dan 65% siswa yang mendapat nilai C atau lebih
baik (Felder, 1994 :14).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu
masalah sebagai berikut : Bagaimanakah peningkatan Hasil Belajar
Matematika materi operasi hitung bilangan sampai tiga angka dengan
diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model STAD pada siswa
kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan tahun pelajaran 2012/2013?
Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran kooperatif model STAD
terhadap motivasi belajar Matematika materi operasi hitung bilangan
sampai tiga angka siswa kelas III SDN 001 Balikpapan Selatan tahun
pelajaran 2012/2013?

KAJIAN TEORI

Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berubah tingka laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996 : 14). Jadi pembelajaran
adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada
suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada situasi tertentu.

Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang
melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk
menetapkan tujuan bersama. (Felder, 1994 : 2). Pembelajaran kooperatif
adalah suatu metode pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa
ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk bekerja sama dalam
memecahkan masalah. Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah
hiterogen.

Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student Teams


Achievement Division)
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif mode STAD
sebagai berikut:
o Kelompokkan siswa dengan masing-masing kelompok terdiri dari
tiga sampai dengan lima orang. Anggota-anggota kelompok dibuat
heterogen meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan awal
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 135
matematika, motivasi belajar, jenis kelamin, atupun latar belakang
etnis yang berbeda.
o Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam
menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data,
pemberian contoh. Tujuan peresentasi adalah untuk mengenalkan
konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa.
o Pemahaman konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas
kelompok. Mereka boleh mengerjakan tugas-tugas tersebut secara
serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya yang
lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa saja
untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak hanya
dituntut untuk mengisi lembar jawaban tetapi juga untuk
mempelajari konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa
mereka dianggap belum selesai mempelajari materi sampai semua
anggota kelompok memahami materi pelajaran tersebut.
o Siswa diberi tes atau kuis individual dan teman sekelompoknya tidak
boleh menolong satu sama lain. Tes individual ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat penguasaaan siswa terhadap suatu konsep
dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan dengan
cara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya.
o Hasil tes atau kuis selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata
sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat
keberhasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya. Poin
ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok.
o Guru memberikan pernghargaan kepada kelompok yang terbaik
prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan
disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain.
Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi
para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika
para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh
penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya
mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman
meraka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma
bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan
menyenangkan.

136(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),
karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Oja dan Sumarjan (dalam Titik Sugiarti, 1997; 8)
mengelompokkan penelitian tindakan menjadi empat macam yaitu
(a) guru bertindak sebagai peneliti,
(b) penelitian tindakan kolaboratif,
(c) simultan terintegratif, dan
(d) administrasi sosial ekperimental.

Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian


Penelitian ini bertempat di SDN 001 Balikpapan Selatan tahun
pelajaran 2012/2013, dilaksanakan pada bulan September semester
ganjil 2012/2013.Subyek penelitian adalah siswa-siswi kelas pada pokok
bahasan Melakukan operasi hitung bilangan sampai tiga angka.

Rancangan Penelitian
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian
tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (dalam Sugiarti, 1997 : 6), yaitu berbentuk
spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus
meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya
adalah perncanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan
refleksi. Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan.

Metode Pengumpulan Data


Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui
observasi pengolahan metode pembelajaran kooperatif model STAD,
observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes formatif.

Teknik Analisis Data


Untuk mengetahui keefektivan suatu metode dalam kegiatan
pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 137
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai
dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui Hasil
Belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa
terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses
pembelajaran.

HASIL PENELITIAN

Siklus I
Tahap Perencanaan, Pada tahap ini peneliti mempersiapkan
perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran LKS, soal tes
formatif dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan, Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses
belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksaaan belajar mengajar.
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Adapun data hasil
penelitian yang didapatkan kriteria kurang baik adalah memotivasi
siswa, menyampaikan tujuan pembelajran, pengelolaan waktu, dan
siswa antusias. Keempat aspek yang mendapat nilai kurang baik di atas,
merupakan suatu kelemahan yang terjadi pada siklus I dan akan
dijadikan bahan kajian untuk refleksi dan revisi yang akan dilakukan
pada siklus II.
Hasil observasi berikutnya adalah aktivitas guru dan siswa
tampak bahwa aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah
membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, yaitu
21,7 %. Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah memberi
umpan balik/ evaluasi, tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit
yaitu masing-masing sebesar 13,3 %. Sedangkan aktivitas siswa yang
paling dominan adalah mengerjakan/ memperhatikan penjelasan guru
yaitu 22,5 %. Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah
bekerja dengan sesama anggota kelompok, diskusi antara siswa/ antara
siswa dengan guru, dan membaca buku yaitu masing-masing 18,7 %
14,4 dan 11,5 %.

138(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Pada siklus I, secaraa garis besar kegiatan belajar mengajar
dengan metode pembelajaran kooperatif model STAD sudah
dilaksanakan dengan baik, walaupun peran guru masih cukup dominan
untuk memberikan penjelasan dan arahan, karena model tersebut masih
dirasakan baru oleh siswa.
Dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD diperoleh nilai rata-rata Hasil
Belajar siswa adalah 64,78 dan ketuntasan belajar mencapai 65,22% atau
ada 15 siswa dari 23 siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar
65,22% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 85%. Hal ini disebabkan karena siswa masih merasa baru dan
belum mengerti apa yang dimaksudkan dan digunakan guru dengan
menerapkan metode pembelajaran kooperatif model STAD.
Refleksi, Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh
informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut : Guru kurang baik
dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran.
Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu Siswa kurang begitu
antusias selama pembelajaran berlangsung.
Refisi, Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini
masih terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk
dilakukan pada siklus berikutnya. Guru perlu lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap
kegiatan yang akan dilakukan. Guru perlu mendistribusikan waktu
secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu
dan memberi catatan Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.

Siklus II
Tahap perencanaan, Tahap kegiatan dan pelaksanaa ,
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dalam hal ini peneliti bertindak
sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan refisi pada siklus I, sehingga kesalahan
atau kekurangan pada siklus I tidak terulanga lagi pada siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan
belajar mengajar.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 139


Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif II
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Instrumen yang digunakan
adalah tes formatif II. Tanpak aspek-aspek yang diamati pada kegiatan
belajar mengajar (siklus II) yang dilaksanakn oleh guru dengan
menerapkan metode pembelajarn kooperatif model STAD mendapatkan
penilaian yang cukup baik dari pengamat. Maksudnya dari seluruh
penilaian tidak terdapat nilai kurang. Namun demikian penilaian tesebut
belum merupakan hasil yang optimal, untuk itu ada beberapa aspek yang
perlu mendapatkan perhatian untuk penyempurnaan penerapan
pembelajaran selanjutnya. Aspek-aspek tersebut adalah memotivasi
siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan/ menemukan
konsep, dan pengelolaan waktu.
Dengan penyempurnaan aspek-aspek I atas alam penerapan
metode pembelajarn kooperatif model STAD diharapkan siswa dapat
menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari dan mengemukakan
pendapatnya sehingga mereka akan lebih memahami tentang apa ynag
telah mereka lakukan. Bahwa aktifitas guru yang paling dominan pada
siklus II adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan
konsep yaitu 25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini
mengalami peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan
adalah memberi umpan balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%),
mnjelaskan materi yang sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan
menyajikan hasil kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum
pelajaran (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada
siklus II adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu (21%).
Jika dibandingkan dengan siklus I, aktifitas ini mengalami peningkatan.
Aktifitas siswa yang mengalami penurunan adalah
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (17,9%). Diskusi antar
siswa / antara siswa dengan guru (13,8%), menulis yang relevan dengan
KBM (7,7%) dan merangkum pembelajaran (6,7%). Adapun aktifitas
siswa yang mengalami peningkatan adalah membaca buku (12,1%),
menyajikan hasil pembelajaran (4,6%), menanggapi/mengajukan
pertanyaan/ide (5,4%), dan mengerjakan tes evaluasi (10,8%).
Nilai rata-rata Hasil Belajar siswa adalah 72,61 dan ketuntasan
belajar mencapai 78,26% atau ada 18 siswa dari 23 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan
140(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik
dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah
guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih
termotivasi utnuk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti
apa yang dimaksudkan dan dinginkan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD.
Refleksi, Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi
dari hasil pengamatan sebagai berikut : Memotivasi siswa, Membimbing
siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep, Pengelolaan waktu.
Revisi Rancangan, Pelaksanaan kegiatan belelajar pada siklus II ini
masih terdapat kekurangan-kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk
dilaksanakan pada siklus II antara lain : Guru dalam memotivasi siswa
hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi selama proses belajar
mengajar berlangsung. Guru harus lebih dekat dengan siswa sehingga
tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk mengemukakan
pendapat atau bertanya. Guru harus lebih sabar dalam membimbing
siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep. Guru harus
mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan pembelajaran
dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Guru sebaiknya
menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada
siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar mengajar.

Siklus III
Tahap Perencanaan, Tahap kegiatan dan pengamatan, dengan
memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga kesalahan atau
kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus III. Pengamatan
(observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar. Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif
III dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam
proses belajar mengajar yang telah dilakukan. Dilihat aspek-aspek yang
diamati pada kegiatan belajar mengajar (siklus III) yang dilaksanakan
oleh guru dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model
STAD mendapatkan penilaian cukup baik dari pengamat adalah
memotivasi siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan /
menemukan konsep, dan pengelolaan waktu.
Penyempurnaan aspek-aspek diatas dalam menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD diharapkan dapat berhasil
semaksimal mungkin. Aktivitas guru yang paling dominan pada siklus
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 141
III adalah membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep
yaitu 22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan
memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing
sebesar (10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami peningkatan
adalah mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%),
menyampiakan materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta
siswa menyajikan dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan
membimbing siswa merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas ynag
tidak menglami perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan
memotivasi siswa (6,7%).
Sedangkan untuk aktivitas siswa yang paling dominan pada
siklus III adalah bekerja dengan sesama anggota kelompok yaitu
(22,1%) dan mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru (20,8%),
aktivitas yang mengalami peningkatan adalah membaca buku siswa
(13,1%) dan diskusi antar siswa/antara siswa dengan guru (15,0%).
Nilai rata-rata tes formatif sebesar 80,00 dan dari 23 siswa yang
telah tuntas sebanyak 20 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan
belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai
sebesar 86,96% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini
mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan
hasil belajar pada siklus III ini dipengaruhi oleh adanya peningkatan
kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif
model STAD yang membuat siswa menjadi lebih terbiasa dengan
pembelajaran seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami
materi yang telah diberikan.
Refleksi, Pada tahap ini akah dikaji apa yang telah terlaksana
dengan baik maupun yang masih kurang baik dalam proses belajar
mengajar dengan penerapan metode pembelajaran kooperatif model
STAD. Dari data-data yang telah diperoleh dapat diuraikan sebagai
berikut : Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan
semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang
belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing
aspek cukup besar. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa
siswa aktif selama proses belajar berlangsung. Kekurangan pada siklus-
siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik. Hasil belajar siswsa pada siklus III
mencapai ketuntasan.

142(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Refisi Pelaksanaan, Pada siklus III guru telah menerapkan
metode pembelajaran kooperatif model STAD dengan baik dan dilihat
dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar
mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan refisi
terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tindakah selanjutnya
adalah memaksimalkan dan mepertahankan apa yang telah ada dengan
tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya
penerapan metode pembelajaran kooperatif model STAD dapat
meningkatkan proses belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran
dapat tercapai.

PEMBAHASAN

Ketuntasan Hasil belajar Siswa


Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa metode
pembelajaran kooperatif model STAD memiliki dampak positif dalam
meningkatkan Hasil Belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru
(ketuntasan belajar meningkat dari sklus I, II, dan III) yaitu masing-
masing 65,22%, 78,26%, dan 86,96%. Pada siklus III ketuntasan belajar
siswa secara klasikal telah tercapai.

Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran


Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
metode pembelajaran kooperatif model STAD dalam setiap siklus
mengalami peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap Hasil
Belajar siswa yaitu dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-
rata siswa pada setiap siklus yang terus mengalami peningkatan.

Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran


Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran matematika pada pokok bahasan Melakukan operasi
hitung bilangan sampai tiga angka dengan metode pembelajaran
kooperatif model STAD yang paling dominan adalah
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar
siswa/antara siswa dengan guru. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas
siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah
melaksanakan langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif model
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 143
STAD dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di
antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam
mengerjakan kegiatan LKS/menemukan konsep, menjelaskan, memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk aktivitas di
atas cukup besar.

KESIMPULAN

Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama


tiga siklus, dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah
dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : Pembelajaran dengan
kooperatif model STAD memiliki dampak positif dalam meningkatkan
Hasil Belajar siswa yang ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar
siswa dalam setiap siklus, yaitu siklus I (65,22%), siklus II (78,26%),
siklus III (86,96%). Penerapan metode pembelajaran kooperatif model
STAD mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara dengan beberapa
siswa, rata-rata jawaban siswa menyatakan bahwa mereka tertarik dan
berminat dengn metode pembelajaran kooperatif model STAD sehingga
mereka menjadi termotivasi untuk belajar.

SARAN
Agar proses belajar mengajar matematika lebih efektif dan lebih
memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran
sebagai berikut : Untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif
model STAD memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru
harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa
diterapkan dengan metode pembelajaran kooperatif model STAD dalam
proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. Dalam
rangka meningkatkan Hasil Belajar siswa, guru hendaknya lebih sering
melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam taraf
yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan
baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil
atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Untuk
penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar
diperoleh hasil yang lebih baik.

144(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.


Bandung: Sinar Baru Algesindon.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secara Manusiawi.
Jakarta : Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : Rineksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta :
Bumi Aksara.
Arsyad, Azhar. 1997. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada.
Combs. Arthur. W. 1984. The Profesional Education of Teachers. Allin
and Bacon, Inc. Boston.
Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994. Petunjuk Pelaksanaan
Proses Belajar Mengajar, Jakarta. Balai Pustaka.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
Rineksa Cipta.
Felder, Richard M. 1994. Cooperative Learning in Technical Corse,
(online), (Pcll\d\My % Document\Coop % 20 Report.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research. Yayasan Penerbitan
FakuLearning Togetheras Psikologi Universitas Gajah Mada.
Yoyakarta.
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan. Bandung : Citra Aditya
Bakti.
Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang :
IKIP Malang.
KBBI. 1996. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Pustaka.
Kemmis, S. dan Mc. Taggart, R. 1988. The Action Research Planner.
Victoria Dearcin University Press.
Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineksa
Cipta.
Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching (terjemahan). Bandung :
Jemmars.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 145


Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya.
Nur, Muhammad. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya.
Universitas Negeri Surabaya.
Purwanto, N. 1988. Prinsip-prinsip dan Teknis Evaluasi Pengajaran.
Bandung. Remaja Rosda Karya.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta
: Bina Aksara.
Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta
: PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya
Usaha Nasional.
Sudjana, N dan Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan.
Bandung : Sinar Baru.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung :
Sinar Baru.
Surakhmad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung :
Jemmars.
Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan, Suatu Pendekatan Baru.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung : Remaja
Rosdakarya.

146(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR FISIKA
DENGAN METODE EKSPERIMEN POKOK BAHASAN BUNYI

Suparno
Guru IPA SMP Negeri 9 Balikpapan

Abstrak

Penelitian Tintidakan Kelas ini dilakukan di SMP Negri 9


Balikpapan yang terdiri dari 3 Siklus dengan Tujuan
Penelitian ini adalah Meningkatkan Prestasi Belajar
IPA/Fisika dengan Metode Eksperimen. Manfaat dari
penelitian ini adalah Melatih Ketrampilan Siswa dalam
Menggunakan Alat-alat IPA di dalam Laboratorium IPA
dalam menunjang dan memudahkan Belajar IPA/Fisika.
Sedangkan hasil yang diperoleh dari Siklus 1 ke siklus 2
dan dari siklus 2 keSiklus 3 adalah sebagai berikut : Pada
Siklus 1 diperoleh Nilai Rata-rata 56,03 dan pada Siklus 2
diperoleh nilai rata-rata 66,38 dan pada Siklus 3 diperoleh
nilai rata-rata 82,63 dari hasil tersebut terdapat kenaikan
presentasi sebagai berikut siklus I ke siklus II 10,35% dan
dari siklus II ke siklus III terdapat kenaikan prestasi belajar
15,65%. Sehingga metode ini digunakan oleh seluruh guru
IPA dalam pembelajaran di dalam kelas ataupun di dalam
Laboratorium IPA di SMP yang kebetulan mempunyai
Fasilitas Laboratorium di sekolahnya.

Keyword: Metode Eksperimen, Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Rendahnya hasil belajar IPA/Fisika di SMP Negeri 9 di kelas


VIII – 4 yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dari
rata-rata yang di peroleh oleh siswa adalah 60 dari KKM yang
ditetapkan oleh sekolah dan guru mata pelajaran IPA yaitu 72. Oleh
sebab itu penulis melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul :
“Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Fisika dengan Metode Eksperimen
Secara Efektif Kompetensi Dasar Bunyi Kelas 8 – 4 Semester II Tahun
Pembelajaran 2010 / 2011 SMP Negeri 9 Jl. GN. EMPAT Balikpapan.”.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 147
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong
dilakukannya perubahan dan pembaharuan dalam dunia pendidikan,
pembaharuan sekolah akan terkait erat dengan inovasi pembelajaran.
Suatu kegiatan pembelajaran yang akan berlangsung bukan semata-mata
berdasarkan kemampuan guru, tetapi kebutuhan peserta didik dalam
belajar. Tidak ada satupun metode atau model pembelajaran yang paling
baik untuk model tertentu, termasuk IPA-Fisika.
Rendahnya minat dan kemampuan siswa untuk belajar fisika
perlu dilakukan pengkajian secara menyeluruh jika dinilai kurang dari
70. Dalam penelitian ini peneliti akan meninjau metode pembelajaran
yang diterapkan oleh guru dikelas. Model pembelajaran yang dimaksud
adalah penggunaan alat-alat peraga IPA secara eksperimen. Dengan
belajar eksperimen anak lebih mudah untuk menerima informasi secara
langsung dalam percobaan, serta pengamatan yang dialami oleh siswa
dalam penelitian tindakan kelas. Penelitian ini memfokuskan pada
proses penerapan eksperimen/ percobaan yang dimodifikasikan dengan
metode, media serta penunjang yang lain sehingga dapat diperoleh data
tentang kelemahan dan kelebihan model tersebut.

KAJIAN TEORI

Metode Eksperimen
Metode Eksperimen telah dirumuskan dan ditafsirkan oleh para
ahli berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Dibawah ini
penulis mencoba menampilkan beberapa tafsiran tentang Metode
Eksperimen di dalam laboratorium antara lain :
1. Muryono ( 1993 ) mengatakan konsep IPA dapat diperoleh secara
konkret melalui Eksperimen di laboratorium IPA, sehingga hasil
prestasi belajar siswa dapat meningkat dengan baik.
2. H.M Lubis ( 1995 = 23 ) mengatakan bawha konsep IPA dapat
diperoleh melalui eksperimen dan demonstrasi dengan
mengoptimalkan penggunaan laboratorium IPA.
Metode Eksperimen dapat dilakukan oleh Guru dan seluruh siswa
yang kebetulan disekolah tersebut mempunyai laboratorium IPA untuk
mendapatkan hasil yang lebih optimal oleh seluruh siswa sehingga nilai
siswa dapat meningkat dengan baik. Para ahli berpendapat dan
menyimpulkan bahawa Pembelajaran IPA dapat meningkat dengan baik
jika pembelajaran tersebut didukung deng Fasilitas dan yang terdiri
148(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
Sarana dan Prasarana yang memadai. Metode Eksperiment sangat
menunjang kreatifitas siswa dalam pembelajaran IPA dan dapat melatih
ketrampilan siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
dengan baik.

Hasil Belajar
Hasil belajar adalah merupakan perubahan sikap, perilaku dan
kemampuan siswa untuk mendapatkan teori maupun praktek yang
ditunjukkan dengan hasil belajar yaitu perolehan Nilai seluruh siswa di
dalam kelas. Adapun ciri-ciri tersebut ditandai dnegan adanya perubahan
tingkah laku, kemampuan dasar dan pengalaman yang dimiliki serta
motivasi belajar.
Nana Sudjana (1989:21) mengatakan hasil belajar yang dapat
dicapai oleh siswa dipengaruhi oleh dua factor intern dan factor ekstern.
Faktor internnya adalah kemampuan yang terdapat dalam diri siswa
sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang meliputi 3 aspek
yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar

Prestasi Belajar
Poerwadarminta (1982:768) mengatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai selama mengikuti pelajaran disekolah berupa
nilai atau angka perolehan dari hasil ulangan harian , ulangan mid
semester dan ulangan umum semester II.
Dengan demikian tentunya ada keterkaitan antara usaha dalam
belajar ini diharapkan akan memperoleh kemampuan yang sifatnya
kognitif, efektif, psikomotorik. Sehingga diharapkan dengan metode
Eksperiment ini akan meningkatkan prestasi hasil belajar IPA/Fisika
disekolah.

Fungsi IPA/Fisika Disekolah


Fungsi IPA/ Fisika di sekolah adalah program untuk
menanamkan sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta mencintai dan
menghargai kekuasaan Tuhan YME. Mata pelajaran IPA-FISIKA di
SMP merupakan perluasan dan pendalaman IPA sedangkan sekolah
dasar sebagai dasar untuk mempelajari perilaku benda dan energi serta
keterkaitan antara konsep dan penerapannya dalam kehidupan nyata.
Mata pelajaran IPA-FISIKA berfungsi untuk memberikan
pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan,
wawasan dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari dan prasyarat
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 149
untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, serta meningkatkan
kesadaran terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan YME.
Mata pelajaran IPA-FISIKA di SMP mempunyai tujuan agar
siswa mampu :
o Meningkatkan kesadaran dan kelestarian lingkungan, kebanggaan
dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan YME.
o Memahami konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya.
o Mengembangkan daya untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupan sehari-hari.
o Mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep
IPA dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah.
o Menerapkan konsep dan prinsip IPA untuk menghasilkan karya
teknologi sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
o Memberikan bakat pengetahuan dasar untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.

METODE PENELITIAN

Setting Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil tempat dan populasi di
SMP Negeri 9 Balikpapan. Lokasi sekolah ini terletak diperkampungan
kota tepatnyadi Jl. Gunung Empat Balikpapan Barat. SMP Negeri 9
Balikpapan terdiri dari 28 ruangan kelas dengan rincian sebagai berikut
10 ruangan kelas VII, .8 ruangan kelas VIII, 10 ruangan kelas IX.
Sasaran yang dijadikan objek tindakan kelas adalah kelas 8,
pembagian kelas ini didasarkan pada jumlah nilai tertinggi sampai nilai
terendah dengan kapasitas setiap kelas sebanyak 40 siswa sampai
dengan 42 siswa.

Rencana Tindakan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahapan perencanaan ini
adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan rencana pengajaran dengan kompetensi dasar tentang
bunyi.
b. Membuat model pembelajaran yang berbentuk eksperimen.
c. Membuat lembar obervasi ( tes awal untuk melihat bagaimana
kondisi awal belajar mengajar dikelas ketika latihan atau metode
tersebut diaplikasikan
150(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
d. Membuat kartu soal.
e. Menyiapkan LKS dan buku bahan ajar yang relevan.

Pelaksanaan tindakan
Tindakan penelitian kelas dilakukan pada beberapa siklus, pada
siklus 1 tindakan yang dilakukan yaitu :
a. Guru melakukan apersepsi dan menuliskan kompetensi dasar yang
akan dipelajari.
b. Siswa duduk berkelompok menjadi 8 kelompok tiap kelompok 6
orang siswa.
c. Guru membagi bahasan materi pada 8 kelompok dengan materi yang
akan disajikan.
d. Siswa mengerjakan kartu soal secara individu sesuai dengan bahasan
materi tiap kelompok.
e. Masing-masing siswa mempresentasikan hasil kerja per individu.
f. Guru mengobservasi kerja siswa.
g. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
Hasil siklus 1 dianalisis untuk membuat refleksi pada siklus 2.
Langkah-langkah siklus 2 :
a. Guru melakukan apersepsi dan menuliskan standar kompetensi /
kompetensi dasar yang akan dipelajari.
b. Siswa duduk berkelompok menjadi 8 kelompok tiap kelompok 5
orang siswa.
c. Guru membagikan LKS pada siswa pada setiap kelompok.
d. Guru membagikan alat dan bahan yang diperlukan dalam
pembelajaran.
e. Siswa melaksanakan eksperimen dan mengisi LKS serta mengamati
hasil eksperimen.
f. Siswa mempresentasikan hasil eksperimen yang dilakukan.
g. Guru mengobservasi kerja siswa.
h. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
i. Guru melakukan pembenaran hasil presentasi dan menyimpulkan
hasil presentasi.

Data dan Cara Pengumpulan

Untuk memperoleh data diambil dari hasil kerja siswa. Siklus 1


dan siklus 2. Dari 8 kelas diambil 1 kelas yang berjumlah 40 siswa
1. Jenis Data
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 151
Data yang akan dianalisis berua tes tertulis hasil kerja siswa dan
hasil observasi (tes awal dan tes akhir).
2. Data diambil dari jawaban tes dan catatan observasi.

Indikator Kerja
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini
adalah bila penerapan penggunaan laboratorium IPA secara efektif pada
kompetensi dasar bunyi mencapai penguasaan materi 75% dengan nilai
75 ke atas.

Populasi dan Sampel


Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas
VIII - 4 (satu kelas) SMP Negeri 9 Balikpapan Tahun Pembelajaran
2010/2011 semester II.
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa
sebanyak 40 orang. Sifat populasi dalam penelitian ini dianggap sama
karena :
a) Fasilitas yang diberikan kepada siswa adalah fasilitas yang sudah
sama
b) Tingkat sosial ekonomi orang tua relatif seimbang hal tersebut
terlihat dari pembayaran iuran komite setiap bulannya.
c) Bimbingan dan konseling sama.
d) Usia rata-rata tidak jauh berbeda.
e) Nilai yang diperoleh siswa pada semeter II tidak jauh berbeda
(hampir sama)

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 9 Balikpapan dan
dilaksanakan mulai tanggal 2 Januari 2011 sampai Maret minggu ke
empat tahun 2011..

Kerangka Berpikir
Berdasarkan kurikulum pendidikan 9 tahun dan GBPP SMP IPA-
Fisika (1993:27), jumlah sub konsep dari masing-msaing tingkatan kelas
saling berkaitan dengan waktu yang tersedia, dengan demikian penulis
beranggapan bahwa prestasi belajar dapat meningkat jika laboratorium
IPA digunakan secara efektif dan waktu yang tersedia cukup.

152(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Sebaliknya jika waktu yang tersedia dalam konsep maupun sub
konsep dalam GBPP tidak mencukupi maka akan menghasilkan prestasi
belajar yang kruang memuaskan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum
Sebagai rangkaian langkah-langkah awal terlebih dahulu
menentukan studi pendidikan adapun yang dihubungi, dilihat dan diteliti
yang dianggap memberikan informasi data yang diperlukan adalah SMP
Negeri 9 Balikpapan.
Karena secara kebetulan peneliti bertugas di SMP Negeri 9
Balikpapan yang menggunakan dan mengembangkan alat praktek IPA di
laboratorium IPA untuk kegiatan belajar mengajar. SMP Negeri 9
Balikpapan beralamat di Jln. Gunung Empat Balikpapan. Guru yang
mengajar di sekolah tersebut sebanyak 68 orang terdiri dari 54 guru tetap
dan guru tidak tetap sebanyak 14 orang.
Analisa data dilakukan dengan cara membedakan antara data
siklus I dalam presentase dan data siklus II dalam presentase serta data
pada siklus III Ketuntasan belajar baik secara individual maupun
klasikal. Terhadap hasil test awal pada siklus I dan tes akhir pada siklus
II serta test pada siklus III siswa setelah diberikan tindakan kelas
terdapat kenaikan prestasi hasil belajar siswa secara bertahap dan selalu
meningkat dengan baik.
Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan data
yang diperoleh siswa pada test awal (siklus I) dan test akhir (siklus II)
serta test pada siklus III setelah diberikan tindakan kelas dengan metode
eksperimen secara efektif di laboratorium IPA dengan pelaksanaan
eksperimen per kelompok sebagaiman disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Nilai Pada Siklus I, II dan III


Siklus
Nilai
I II III
Jumlah 2241 2655 3305
Rata- Rata 56,03 66,38 82,63
Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan
ternyata ada perbedaan yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa,
peningkatan prestasi belajar fisika siswa dengan metode eksperimen di
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 153
SMP Negeri 9 Balikpapan dapat meningkatkan prestasi hasil belajar
siswa.
Dari Tabel 1, persentase ketuntasan belajar dapat ditentukan
yaitu untuk :
o Siklus I
Jumlah Nilai
Persentase Ketuntasan Belajar = x 100%
Jumlah Siswa x Nilai Ideal
2241
Persentase Ketuntasan Belajar = x 100% = 56,03%
40 x100
Hasil sementara ketuntasan belajar = 56,03 %

o Siklus II
Jumlah Nilai
Persentase Ketuntasan Belajar = x 100%
Jumlah Siswa x Nilai Ideal
2655
Persentase Ketuntasan Belajar = x 100% = 66,38%
40 x100
Hasil setelah dilakukan tindakan dengan eksperimen adalah=66,38 %

o Siklus III
Jumlah Nilai
Persentase Ketuntasan Belajar = x 100%
Jumlah Siswa x Nilai Ideal
3305
Persentase Ketuntasan Belajar = x 100% = 82,63%
40 x100
Hasil setelah dilakukan tindakan dengan eksperimen adalah=82,63 %

Hal ini terbukti bahwa data test awal (siklus I) diperoleh


persentase – 56,03% walaupun ada beberapa siswa yang menjawab
secara kebetulan tinggi nilainya namun persentasenya sangat kecil.
Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas nilainya dapat
meningkat seperti yang diperoleh pada tes akhir (siklus II) sehingga
mencapai 66,38%, tedapat kenaikan yang yang mencapai nilai 10,35%,
dan dari siklus II ke siklus III terdapat kenaikan menjadi 82, 63 %,
sehingga terdapat kenaikan 15,65 %.
Metode Eksperimen menggunakan alat-alat IPA secara kelompok
di dalam laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar tersendiri

154(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


pada diri siswa, sehingga seluruh siswa dapat menemukan ide-idenya
secara langsung yang dihadapi dari fakta yang dihadapi dalam
pembelajaran tersebut. Dari beberapa pendapat para ahli memang benar
ternyata setelah diterapkan dan dicoba di lapangan bahwa dengan
metode eksperimen secara efektif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih kreatif dalam memecahkan
masalah yang dihadapi oleh siswa secara langsung di dalam
laboratorium IPA untuk mendapatkan konsep-konsep IPA yang lebih
kongkrit.
Kelebihan dari metode eksperimen adalah akan mningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan
mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam
pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata.
Kelemahan dari eksperimen ini adalah sebelum kegiatan
dilaksanakan penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun
bahan-bahan yang akan digunakan dalam eksperimen. Dengan demikian
memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu kelayakan alat
maupun bahan agar dalam proses percobaan sedikit dilakukan kesalahan
baik dalam pengukuran maupun ketelitian alat ukur yang akan
digunakan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode
eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Negeri 9
kelas VIII - 4 Balikpapan-Kalimantan Timur. Dengan perbedaan
persentase yang signifikan yaitu 15,65% pada siklus ke III. Maka dari
itu metode tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga dapat
memacu dan memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi
belajar siswa bisa menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan
pada akhirnya dengan metode Eksperiment tersebut dapat diterapkan
oleh semua guru IPA yng kebetulan di sekolah tersebut mempunyai
sarana Laboratorium IPA dan jika laboratorium tidak ada maka dapat
digunakan alat dari rakitan sendiri dengan alat perag sederhana yang
dapat mewakili dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.
Analisa data dilakukan dengan cara membedakan antara data
siklus I dalam presentase dan data siklus II dalam presentase serta data
pada siklus III Ketuntasan belajar baik secara individual maupun
klasikal. Terhadap hasil test awal pada siklus I dan tes akhir pada siklus
II serta test pada siklus III siswa setelah diberikan tindakan kelas
terdapat kenaikan prestasi hasil belajar siswa secara bertahap dan selalu
meningkat dengan baik.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 155
Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan data
yang diperoleh siswa pada test awal (siklus I) dan test akhir (siklus II)
serta test pada siklus III setelah diberikan tindakan kelas dengan metode
eksperimen secara efektif di laboratorium IPA dengan pelaksanaan
eksperimen per kelompok. Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan
kelas yang dilakukan ternyata ada perbedaan yang nyata dan dapat
disimpulkan bahwa, peningkatan prestasi belajar fisika siswa dengan
metode eksperimen secara di SMP Negeri 9 Balikpapan dapat
meningkatkan prestasi hasil belajar siswa.
Hal ini terbukti bahwa data teast awal (siklus I) diperoleh
persentase – 56,03% walaupun ada beberapa siswa yang menjawab
secara kebetulan tinggi nilainya namun persentasenya sangat kecil.
Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas nilainya dapat
meningkat seperti yang diperoleh pada tes akhir (siklus II) sehingga
mencapai 66,38%, tedapat kenaikan yang yang mencapai nilai 10,35%,
dan dari siklus II ke siklus III terdapat kenaikan menjadi 82, 63 %,
sehingga terdapat kenaikan 15,65 %.
Metode Eksperimen menggunakan alat-alat IPA secara kelompok
di dalam laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar tersendiri
pada diri siswa, sehingga seluruh siswa dapat menemukan ide-idenya
secara langsung yang dihadapi dari fakta yang dihadapi dalam
pembelajaran tersebut. Dari beberapa pendapat para ahli memang benar
ternyata setelah diterapkan dan dicoba di lapangan bahwa dengan
metode eksperimen secara efektif dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih kreatif dalam memecahkan
masalah yang dihadapi oleh siswa secara langsung di dalam
laboratorium IPA untuk mendapatkan konsep-konsep IPA yang lebih
kongkrit.
Kelebihan dari metode eksperimen adalah akan mningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan
mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam
pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata.
Kelemahan dari eksperimen ini adalah sebelum kegiatan
dilaksanakan penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun
bahan-bahan yang akan digunakan dalam eksperimen. Dengan demikian
memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu kelayakan alat
maupun bahan agar dalam proses percobaan sedikit dilakukan kesalahan

156(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


baik dalam pengukuran maupun ketelitian alat ukur yang akan
digunakan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode
eksperimen dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Negeri 9
kelas VIII - 4 Balikpapan-Kalimantan Timur. Dengan perbedaan
persentase yang signifikan yaitu 15,65% pada siklus ke III.
Maka dari itu metode tersebut dapat dilaksanakan setiap saat
sehingga dapat memacu dan memberikan motivasi kepada siswa
sehingga prestasi belajar siswa bisa menjadi lebih baik seperti yang kita
harapkan. Dan pada akhirnya dengan metode Eksperiment tersebut dapat
diterapkan oleh semua guru IPA yng kebetulan di sekolah tersebut
mempunyai sarana Laboratorium IPA dan jika laboratorium tidak ada
maka dapat digunakan alat dari rakitan sendiri dengan alat perag
sederhana yang dapat mewakili dalam kegiatan belajar mengajar di
dalam kelas.

KESIMPULAN

Dengan metode eksperimen secara dapat meningkatkan Prestasi


Belajar Siswa di Kelas VIII-4 SMP Negeri 9 Balikpapan Semester
Genap Tahun Pembelajaran 2010/2011.

SARAN
Diharapkan seluruh guru IPA dalam proses pembelajaran
sebaiknya untuk menggunakan alat-alat laboratorium IPA secara
berkesinambungan jika sekolah-sekolah tersebut memiliki alat praktek
dan sarana-prasarana yang memadai dan jika alat-alat IPA
memungkinkan untuk dibuat, diharapkan guru lebih aktif membuat alat
peraga IPA yang sesuai dengan materi pelajaran yang di ajarkan di
dalam kelas.
Kepada Dinas pendidikan sebaiknya membuat program
pengadaan alat-alat praktek untuk sekolah-sekolah secara merata sampai
ke sekolah-sekolah di daerah terpencil sebagai upaya dan sarana
meningkatkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar IPA dan
meningkatkan mutu pelajaran IPA dan dapat meningkatkan professional
guru IPA.
Diharapkan orang tua / wali murid agar memberikan motivasi
kepada anaknya supaya mengembangkan minat baca pada buku-buku

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 157


yang bersifat ilmu pengetahuan sehingga dapat mempermudah guru
dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Kertiasa, Nyoman, 1979, Naskah Petunjuk Pengelolaan IPA, Direktorat


PMD Dirjen PDM Dekdikbud, Jakarta.
Amin, P.M. 1980, Pengelolaan Laboratorium FISIKA, FKIE, IKIP,
Yogyakarta.
Muryono, Sigit, 1993, Pengembangan Bahan GBPP Bahan Belajar IPA
dan Matematika, Dekdikbud, Jakarta.
H.M. Lubis, 1995, Pengelolaan Laboratorium IPA, Dekdikbud, Jakarta.
Hadiat, 1998, Pengelolaan Laboratorium IPA, Dekdikbud, Jakarta.
I Made Putrawan, 1988, Pengelolaan Laboratorium IPA, FMIPA IKIP
Jakarta, Jakarta.

158(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


MENYAMAKAN PERSEPSI GURU DARI BERBAGAI JENJANG
PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI 6 BALIKPAPAN

Muhammad Syukri
Kepala SMK Negeri 6 Balikpapan

Abstrak

Penelitian Tindakan Sekolah ini bertujuan untuk


meningkatkan kinerja guru, merubah sikap, perilaku,
kesadaran dan tanggung jawab diantara guru yang berada
di SMK Negeri 6 Balikpapan dan semua guru diharapkan
mempunyai komitmen yang sama dalam meningkatkan
kinerjanya termasuk didalamnya Prestasi Belajar Siswa di
SMK Negeri 6 Balikpapan. Manfaat dari Penelitian
Tindakan Sekolah ini adalah untuk meningkatkan
kreativitas kepala sekolah dalam manajemen sekolah untuk
meningkatkan profesionalisme dan kinerja guru di SMK
Negeri 6 Balikpapan Tahun Pembelajaran 2015/2016.
Hasil yang diperoleh dalam Penelitian Tindakan Sekolah
ini adalah meningkatnya profesionalisme dan kinerja guru
yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa didalam
kelas. Kesimpulan dari Penelitian Tindakan Sekolah ini
adalah terwujudnya hasil prestasi belajar siswa baik secara
Akademik maupun secara non Akademik di SMK Negri 6
Balikpapan secara nyata sehingga SMK Negeri 6
Balikpapan sekalipun baru berusia 3 tahun lebih dapat
mewujudkan prestasi yang membanggakan dengan hasil
Peroleh NEM/Nilai Evaluasi Murni pada tahun
Pembelajaran 2014/2015 mendapatkan Posisi Ranking 3 di
Kota Balikpapan untuk Sekolah Menengah Kejuruan.
Penelitian Tindakan Sekolah ini dapat dipakai sebagai
acuan dalam meningkatkan kinerja Guru di SMK Negeri 6
Balikpapan.

Kata Kunci : Profesionalisme dan Kinerja Guru

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 159


PENDAHULUAN

Penyamaan persepsi Dari Berbagai jenjang Guru di SMK Negeri


6 Balikpapan Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di SMK
Negeri 6 Balikpapan, pada awalnya mengalami berbagai kendala dan
maslah yang cukup banyak sekali mulai berdirinya sekolah ini sangat
banyak tantangan dan hambatan yang begitu banyak yang harus kita
hadapi dan kita pikirkan serta kita carikan solusinya untuk mewujudkan
sekolah ini menjadi maju dan sebagai dambaan bagi masyarakat dan
Lingkungan yang ada di kota Balikpapan.
Tantangan dan hambatan yang sangat berat selama 3 tahun yang
lalu sekolah ini memiliki dan mempunyai guru dari berbagai jenjang
yang beraneka ragam kompetensi keahlian yang dimilikinya yang
berasal dari jenjang Sekolah Dasar sebagai contoh dengan diterapkannya
Kurikulum 2013 maka guru Bahasa Inggris yang semula mengajar
Mulok di Sekolah dasar maka tidak lagi mengajar di sekolah dasar.
Begitu pula guru Teknologi Informasi Komputer /TIK yang
semula ditempatkan di Sekolah Menengah Pertama juga mengalami
nasib yang sama seperti guru mata pelajaran Bahasa Inggris, dan begitu
pula guru mata pelajaran IPA(Fisika dan Biologi) juga mengalami nasib
yang sama sehingga jumlah jam mengajarnya tidak bisa mencukupi jam
wajib mengajar sebanyak 24 jam yang menjadi tanggung jawabnya
selama 1 minggu yang dihitung dalam sebulan.
Hal serupa seperti ini terjadi diseluruh Indonesia maka banyak
guru – guru yang tidak bisa mencukupi jam mengajarnya dan terpaksa
harus mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain sesuai dengan
bidang kompetensi keahlian yang di ampunya. Maka penulis dengan
berbagai cara dan Terobosan baru melakukan penyamaan persepsi guru
dari berbagai jenjang agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara yang
satu dengan yang lain untuk mewujudkan sekolah ini menjadi dambaan
bagi Lingkungan masyarakat sekitarnya dan khususnya di kota
Balikpapan, dalam hal ini terbukti bahwa SMK Negeri 6 Balikpapan
pada setiap tahunnya untuk Penerimaan Peserta Didik Baru selalu
dibanjiri para Pendaftar dari berbagai jurusan yang ada di SMK Negeri 6
selalulu diminati oleh Siswa Baru dan para orang tua murid di kota
Minyak ini.
Penyamaan persepsi guru dilakukan dengan pendekatan secara
menyeluruh di dalam rapat bulanan mauapun secara individu sehingga
160(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
seluruh guru mempunyai tanggung jawab sepenuhnya sebagai pendidik
di SMK Negeri 6 Balikpapan dan mengetahui tupoksinya sebagai
seorang guru yang professional sesuai dengan kompetensi keahlian yang
diampunya dalam meningkat prestasi belajar siswa di SMK Negeri 6
Balikpapan. Maka dari itu penulis sengaja mengangkat judul “
Menyamakan Persepsi guru dari berbagi Jenjang Pendidikan Dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar di SMK Negeri 6 Balikpapan Tahun
Pembelajaran 2014/2015.”
Sebagai Pimpinan atau Kepala Sekolah di SMK Negeri 6
Balikpapan dengan area yang sangat luas dan hanya 1 lokal bangunan
yang berdiri berlantai 3 tingkat dan sangat gersang serta panas dan
pengap, berangkat dari sinilah penulis mempunyai gagasan dan
Wawasan untuk Menyamakan Persepsi Guru dari Berbagi Jenjang
Pendidikan untuk mewujudkan bagaimanakah sekolah ini menjadi
lebih baik keadaannya dan mempunyai prestasi yang kita kembangkan
bersama -sama maka kita lakukan dengan berbagai cara dan upaya agar
sekolah ini tidak seperti semula ketika berdiri pad 3 tahun yang lalu.
Oleh sebab itu diperlukan koordinasi dari seluruh guru di SMK
Negeri 6 dengan kerja keras kita dengan kekuatan yang ada masalah
tersebut dapat diatasi dan pada akhirnya menjadi kenyataan setiap
prestasi dapat diraih setiap terdapat even atau lomba dan kejuaraan.
Meskipun belum sempurna selalu kita adakan perubahan-perubahan dan
terobosan baru agar sekolah ini bisa menjadi Pusat Latihan atau
Training Center dari berbagai Jurusan dan Kegiatan yang Insya Allah
akan dapat diwujudkan di SMK Negei 6 Balikpapan Gagasan ini kita
mulai Dari 3 tahun yang lalu sebelum penulis menjabat sebagai kepala
SMK Negeri 6 Balikpapan dengan modal Kebersamaan antar guru,
murid dan seluruh warga sekolah serta Lingkungan sekitar sekolah dan
Stake Holder di SMK Negeri 6 Balikpapan.
Penyamaan persepsi guru dari berbagai jenjang dapat dilakukan
dengan baik sehingga dapat meningkatkan Prestasi Belajar di SMK
Negeri 6 dapat kita wujudkan secara bertahaf dan berkelanjutan, yang
dimulai dari Penambahan Ruang Belajarf dan Ruang Praktikum,
Pengembangan Adiwiyata, Green Regeneration, serta Pembuatan
Rumah Kompos secara kecil- kecilan dan nantinya akan kita
kembangkan menajdi lebih besar dan pada Lokasi yang sangat Luas agar
dapat menjadi Acuan dan Rujukan Sekolah – sekolah lain yang terdapat
di kota Balikpapan maupun diluar kota Balikpapan untuk Studi Banding
di SMK Negeri 6 Balikpapan. Termasuk didalamnya penambahan
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 161
jumlah guru baik dari guru PNS, naban, honorer yang berasal dari
sekolah lain seperti dari SMKN 1, SMKN 2, dan sekolah lain yang
kebetulan gurunya kekurangan jumlah jam wajib mengajar
disekolahnya. Berangkat dari sinilah SMKN 6 Balikpapan dapat
menyamakan persepsi bagi guru – guru berbagai jenjang dapat bekerja
sama dalam satu VISI dan MISI sekolah untuk mewujudkan etos kerja
yang professional sesuai dengan tupoksinya.
1. Tujuan dari penyamaan persepsi dari berbagai jenjang guru adalah :
Untuk menyamakan persepsi guru dari berbagai jenjang pendidikan
yang dimiliki oleh setiap guru tersebut.
2. Agar semua guru mempunyai komitmen dalam melaksanakan
tugasnya Sebagai seorang guru sesuai tugas pokok dan fungsinya
yang dilakukan dalam membimbing, melatih, mendidik dan member
bekal pengetahuan kepada peserta didik dalam meingkatkan prestasi
belajarnya.
3. Melaksanakan Visi dan Misi yang telah dibuat oleh sekolah dalam
meningkatkan prestasi sekolah kedepan menjadi lebih maju dan lebih
baik.
Manfaat dalam penyamaan persepsi adalah sebagai dasar untuk
kendali seluruh guru dan pemersatu komitmen bersama untuk
memajukan SMK Negeri 6 Balikpapan. Sebagai pedoman dalam bidang
tugas yang diemban oleh masing – masing jurusan bidang mata
pelajaran dan sebagai evaluasi selama kegiatan belajar mengajar
dilaksanakan. Sebagai rambu –rambu dari seluruh guru agar tidak terjadi
mis communication/salah persepsi dan komunikasi diantara guru –guru
yang berbeda jenjang asalnya dalam melaksanakan tugasnya.

PENYAMAAN PERSEPSI GURU

Penyamaan persepsepsi guru di SMK negeri 6 Balikpapan


dilakukan dengan berbagai cara antara lain sebagai berikut :
1. Dengan mengadakan rapat umum secara menyeluruh diikuti oleh
seluruh guru mata pelajaran dari berbagai jurusan serta keahlian yang
diampunya.
2. Dengan pendekatan secara individu atau pribadi agar tidak terjadi
mis communication/kesalahpahaman diantara kedua belah pihak
dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru.

162(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


3. Membuat kesepakatan bersama untuk ditaati dan dilakukan
sebagaimana mestinya.
4. Melaksanakan Visi dan Misi yang telah dibuat oleh sekolah
5. Membuat aturan bagi yang melanggarnya diberikan sanksi sesuai
dengan kesepakatan bersama.
Dari beberapa hal tersebut diatas yang menjadi kesepakatan yang
harus dilaksanakan dan diindahkan maka penyamaan persepsi guru dari
berbagai jenjang dapat diberlakukan dengan baik, sehingga dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa di SMK Negeri 6 Balikpapan pada
Tahun Pembelajaran 2014/2015. Hal ini terbukti dengan diperolehnya
Prestasi belajar kelas XII yang telah mengikuti Ujian Akhir Nasional
SMK se Balikpapan, maka SMKN 6 dapat menduduki Peringkat 3 di
kota Balikpapan Negeri maupun Swasta sekalipun baru meluluskan
siswa yang pertama kalinya. Tentunya hal ini dapat terwujud dengan
baik karena adanya penyamaan persepsi diantara guru dari berbagai
jenjang pendidikan yang berada di SMKN 6 Balikpapan.
Langkah – langkah yang dilakukan dari berbagai jenjang untuk
menyamakan persepsi guru adalah sebagai berikut :
1. Mengadakan koordinasi kepada seluruh guru dari berbagai jenjang
pendidikan yang mempunyai latar pendidikan yang berbeda, agar
mempi penyuluunyai satu suara dalam mengemban tugasnya sebagai
seorang guru.
2. Memberi penyuluhan dan bimbingan kepada seluruh guru untuk
melangkah kedepan menjadi lebih maju dan baik serta meningkatkan
prestasinya baik untuk guru dan juga murid / siswa.
3. Memberikan persepsi yang sama kepada guru dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tupoksinya.
4. Meemberikan arahan kepada seluruh guru dalam melaksanakan dan
menjalankan tugasnya sesuai dengan Visi dan Misi sekolah yang
telah dibuat bersama untuk disepakati dan dilakukan dengan sebaik-
baiknya.
5. Mengadakan evaluasi setiap bulannya untuk melihat dan
memperbaiki kekurangan-kekurangan dan kendala yang di hadapi
oleh berbagai guru dari berbagai jenjang pendidikan yang heterogen
dari SD, SMP, SMA, SMK dan juga dari MAN.
6. Membuat laporan bulanan untuk dilaporkan kepada Disdik dan juga
sebagai arsip sekolah kemajuan dan prestasi apakah yang telah
diperoleh di SMK Negeri 6 Balikpapan.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 163


7. Memberikan sanksi kepada seluruh guru dari berbagai jenjang
yang melanggar kespakatan bersama dan juga dari Visi dan Misi
yang telah dibuat sebagai warning/peringatan seluruh guru dari
berbagai jenjang yang berbeda.
8. Menganalisis dan membuat tindak lanjut dalam persamaan persepsi
guru yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan yang mempunyai
latar pendidikan yang berbeda-beda.
9. Mengajak dari seluruh guru yang berbeda jenjang dan latar
pendidikan yang berbeda untuk memajukan sekolah dan
mendewasakan seluruh guru agar profesionalisme guru benar-benar
dapat diwujudkan terutama prestasi siswa dibidang akademis dan
non akademis.
10. Merekrut guru baru yang masih honor daerah maupun naban serta
guru yang sudah PNS untuk lebih giat dan mempunyai komitmen
dalam melaksanakan tugasnya sehingga prestasi anak didik dapat
terwujud dengan baik.

TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU

Tugas pokok guru mata pelajaran adalah melatih ketrampilan


siswanya sebagai bekal untuk meraih cita-citanya untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sebagai Fasilitator artinya
memberikan fasilitas kepada seluruh siswanya jika siswanya mengalami
kesulitan dalam menerima pembelajaran dari guru yang belum jelas,
sebagai Motivator kepada seluruh siswanya agar seluruh siswanya
terdorong dan mempunyai gagasan dan wawasan lebih maju untuk
meraih cita-citanya dimassa yang akan dating menjadi lebih maju,
sebagai mediator artinya jika siswanya terjadi kesalahpahaman dengan
siswa yang lain maka tugas guru memberikan pengarahan dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh siswa, dan membelajarkan
seluruh siswanya dalam memajukan pendidikan sesuai dengan
kompetensi keahlihan yang diampu atau dimilikinya. Adapaun fungsi
dari guru adalah :
1. Guru berfungsi sebagai bapak atau ibu disekolah yang kurang lebih
tidak ada bedanya dengan keberadaan bapak dan ibunya di rumah.
2. Guru berfungsi sebagai pendidik dalam memajukan prestasi dan
kreativitas serta skill/keahlian yang harus diberikan kepada seluruh

164(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


siswanya kedepan menjadi lebih baik sesuai dengan harapan bagi
siswanya.
3. Guru berfungsi sebagai teman dikelas atau disekolah dalam
membelajarkan seluruh siswanya sesuai dengan karakteristik bagi
siswanya yang serba homogeny.
4. Guru berfungsi untuk membimbing bagi seluruh siswanya demi
kemajuan kedepan yang di harapkan oleh seluruh siswanya menjadi
lebih baik.
5. Guru berfungsi untuk memberikan bekal ilmu yang akan digunakan
ditengah-tengah masyarakat atau terjun di dunia kerja dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Tugas pokok dan fungsi guru tidak semata–mata hanya
mentransfer ilmu kepada seluruh siswanya tetapi yang paling penting
adalah mendewasakan peserta didik agar mempunyai perubahan sikap
dan perilaku serta mempunyai bekal ketrampilan , keahlihan dan
kecakapan khusus sehingga apabila terjun didunia kerja maka mereka
tidak akan canggung karena seluruh siswa sudah mempunyai criteria
yang telah disebutkan diatas.
Disamping itu peran serta dari orang tua dirumah juga dilibatkan
dan todak boleh dilupakan tentunya melibatkan stake holder dalam
memajukan pendidikan di sekolah. Dengan berbagai bekal yang dimiliki
seluruh siswa di sekolah maka diharapkan seluruh siswa yang sudah
lulus maka mereka mempunyai tanggungjawab secara pribadi, kepada
orang tua dan juga kepada masyarakat umum setelah mereka akan terjun
di dunia kerja. Harapan dari seluruh orang tuanya dirumah datang
kesekolah membawa harapan pulang kerumah dan setelah mereka lulus
pulang membawa keberhasilan sebagai sarana dan alat untuk mencari
lapangan pekerjaan yang akan dihadapi bagi seluruh siswa yang telah
lulus di masyarakat.

KENDALA DALAM PENYAMAAN PERSEPSI

Kendala
Dalam penyamaan persepsi di SMK Negeri 6 kendala yang
dihadapi cukup banyak sekali karena keberadaan guru yang bertugas di
SMK Negeri 6 berasal dari berbagai jenjang pendidikan yang beraneka
ragam sehingga perlu adanya kesamaan dan persamaan persepsi dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
Kendala tersebut diantaranya adalah guru yang mengajar bahasa Inggris
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 165
di sekolah dasar karena dengan diberlakukannya kurikulum 2013 maka
guru dari sekolah dasar tersebut harus mutasi dan pindah tugas keskolah
lain sesuai dengan jenjang dan tempat dimana sekolah memerlukan guru
mata pelajaran bahasa Inggris di sekolah tersebut.
Kendala yang lain juga mempunyai permasalahan yang sama
seperti mata pelajaran IPA/Fisika karena di sekolah Kejuruan kelompok
Bisnis maka mata pelajaran Fisika maupun IPA umum tidak ada dan
kelompok kelas tersebut tidak mendapatkan materi IPA/Fisika, sehingga
guru Fisika yang mengajar disekolah kelompok Bisnis maka jumlah jam
mengajarnya juga tidak mencukupi kewajiban jam mengajarnya yaitu
sebanyak 24 jam.
Maka dari itu guru –guru SMK, SD, SMP dan juga SMA serta
MAN maka seluruh guru se Indonesia mengalami hal yang sama
termasuk didalamnya kelompok mapel TIK . Selain dari pada itu guru
yang dating mengajar di SMK Negeri 6 mempunyai beground yang
berbeda – beda baik dari segi mapel yang diampu serta asal sekolah yang
berbeda – beda dari sinilah maka sebagai top manajemen harus
menyamakan persepsi agar dalam melaksanakan tugasnya tidak
mengalami kendala dilapangan atau di dalam kelas selama kegiatan
belajar mengajar berlangsung yang dialami oleh setiap guru yang
berbeda jenjang pendidikannya.
Selain dari pada itu setiap guru yang berbeda jenjang
pendidikannya tentunya memiliki konsep dan teknik mengajar yang
berbeda – beda dan juga siswa yang dihadapipun juga berbeda dari
jenjang sekolah dasar sampai dengan kelompok menengah yaitu SMK,
SMA dan MAN tentunya mengajar di dalam jenjang sekolah dasar
dengan jenjang sekolah menengah akan mengalami perbedaan yang
nyata baik secara mental dan kondisi siswanya jauh lebih berbeda. Kalau
pada jenjang sekolah dasar kemungkinan masih dapat diatur dengan
mudah karena mereka masih polos dan menurut kepada gurunya.
Tetapi untuk kelompok sekolah menengah suasananyapun sudah
berbeda dibandingkan dengan siswa di sekolah dasar tentunya, hal ini
kematangan siswa dalam menerima pelajaranpun pasti jauh berbeda
keberadaannya. Inilah kendala yang dihadapi di lapangan disadari
maupun tidak setiap guru yang berbeda jenjang pendidikannya pasti
mempunyai masalah yang tak sama di dalam membelajarkan siswanya
di dalam kelas. Karakteristik siswa yang berbeda akan sangat menarik
karena kemungkinan besar guru yang berbeda jejangnya dalam
166(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
mengatasi masalah tentunya tidak akan sama sehingga disinilah perlu
diadakan persamaan persepsi yang sama.

Pemecahan Masalah Dan Solusinya


Pemecahan masalah dan solusi atau cara mengatasinya kendala-
kendala tersebut diatas adalah sebagai berikut :
1. Membuat kesepakatan bersama untuk dilaksanakan dan harus ditaati
oleh seluruh guru mata pelajaran yang mempunyai jenjang serta latar
belakang mapel yang berbeda.
2. Jika terdapat kendala dilapangan maka diadakan meeting/rapat
olehseluruh dewan guru yang berbeda jenjang serta berbeda pula
mapelnya untuk mencari solusinya sehingga diperoleh suatu
penyelesaian masalah yang dapat diatasi dan dituntaskan bersama.
3. Jika terdapat selisih pendapat diantara mapel yang berbeda jenjang
serta berbeda pula latar belakang pendidikannya maka kita ambil
jalan yang terbaik untuk dipecahkan secara bersama – sama sehingga
kegiatan belajar mengajar bisa berlangsung dengan kondusif dan
nyaman baik bagi guru maupun siswanya di dalam kelas.
4. Diadakan evaluasi secara berkala sehingga kendala dan masalah
yang dihadapi dapat diantisipasi baik yang berasal dari dalam
sekolah itu sendiri maupun dari luar sekolah sehingga kita dapat
melihat perkembangannya.
5. Dibuat agenda dan laporan secara rutin setiap saat sehingga sebagai
top manajemen dapat melihat hala apakah yang dihadapi dan apakah
yang sudah dilakukan oleh seluruh guru mapel di SMK Negeri 6
Balikpapan.
Semua kendala dan masalah dapat diselesaikan dengan baik
asalkan koordinasi, evaluasi dan komitment bersama dan dilaksanakan
dengan baik sehingga dapat diperoleh penyamaan persepsi yang baik
sebagai pedoman dan pegangan bagi seluruh guru mapel yang berbeda
jenjangnya.

KESIMPULAN

Dari paparan dan uraian tersebut diatas dapat kita ambil


kesimpulan sebagai berikut
1. Penyamaan persepsi dari berbagai jenjang pendidikan dapat
dilakukan dengan baik jika kesepakatan bersama ditaati dan
dilaksanakan dengan baik oleh seluruh guru.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 167
2. Jenjang berbagai pendidikan di SMK Negeri 6 berasal dari berbagai
penjuru dan di lakukan dengan baik dengan bimbingan, koordinasi,
dan evaluasi serta adanya tindak lanjut dalam mengatasi berbagai
masalah yang dating dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah.
3. Berbagai jenjang di SMK Negeri 6 dapat disatukan dengan baik
dengan kebersamaan pada awal tahun pembelajaran sesuai dengan
Visi dan Misi sekolah yang harus diketahui oleh seluruh guru mapel.

SARAN

1. Sebaiknya penyamaan persepsi dari berbagai jenjang pendidikan


agar dapat dilakukan dan dilaksanakan di sekolah lain dalam
pengembangan sekolah dan kemajuan sekolah dimana seluruh guru
bertugas sesuai dengan tupoksinya.
2. Sebagai masukan bagi sekolah lain di wilayah Balikpapan untuk
menyatukan guru yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan
dalam suatu ruang lingkup suatu sekolah.
3. Sebagai pemicu dan pendorong motivasi bagi seluruh guru untuk
kemajuan sekolah dan juga sebagai Barometer bagi guru dalam
melaksanakan tugasnya dalam membelajarkan siswanya di kelas.

DAFTAR PUSTAKA

Rachmat Witoelar, 2006, Adiwiyata Kementrian Lingkungan Hidup


Jakarta.
Sudariyono, 2006, Adiwiyata, Deputi Menteri Negara Lingkungan
Hidup Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan
Masyarakat.
Emil Salim, Ekonomi Lingkungan (Lingkungan dan Pembangunan)
Jakarta, 2000.
Ramelan, Pendidikan Kebersihan dan Lingkungan Hidup 2007.
Muhammadi Siswosudarmo, Analisis Sistem Lingkungan. Jakarta, 2000.
Mustofa Agung Sardjono, 2001, Menguak Tabir Kelola Alam Aliansi
Pemantau Kebijakan Sumber Daya Alam, Kalimantan Timur.
_____, 2006, Proyek Environmental Management Development in
Indonesia (EMDI), Kantor Menteri Lingkungan Hidup Jakarta.

168(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PKN
MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF
MODEL STAD (STUDENT TEAMS ACHEVEMENT DIVISION)

Sarti Diana
Guru SD Negeri 009 Balikpapan Barat

Abstrak

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar


aktif. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana peningkatan prestasi belajar PKn dengan
diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model
STAD dan bagaimana pengaruh Metode Pembelajaran
kooperatif terhadap motivasi belajar PKn. Sedangkan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
peningkatan prestasi belajar PKn setelah diterapkannya
pembelajaran kooperatif dan untuk mengetahui pengaruh
motivasi belajar PKn setelah diterapkannya pembelajaran
kooperatif serta memberikan gambaran metode
pembelajaran yang tepat dalam upaya meningkatkan
prestasi belajar siswa dan menjadikan siswa aktif dalam
kegiatan belajar mengajar. Penelitian ini menggunakan
penelitian tindakan (action research) sebanyak tiga
putaran. setiap putaran terdiri dari empat tahap, yaitu :
rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi, dan refisi.
Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas I E SD Negeri
009 Balikpapan barat tahun Ajaran 2014-2015. Data yang
diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi
kegiatan belajar mengajar. Dari hasil analisis didapatkan
bahwa prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dari
siklus I sampai siklus II, yaitu siklus I (66,67 %), dan siklus
II (94,87 %). Simpulan dari penelitian ini adalah metode
pembelajaran kooperatif dapat berpengaruh positif
terhadap prestasi dan motivasi belajar siswa kelas IE SD
Negeri 009 Balikpapan Barat serta model pembelajaran ini
dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran PKn.

Kata Kunci : Prestasi Belajar, Motivasi Belajar, STAD


(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 169
PENDAHULUAN

Mengajar adalah membimbing belajar siswa sehingga ia mampu


belajar. Dengan demikian aktifitas siswa sangat diperlukan dalam
kegiatan belajar-mengajar sehingga siswalah yang seharusnya banyak
aktif, sebab siswa sebagai subyek didik adalah yang merencanakan, dan
ia sendiri yang melaksanakan belajar. Pada kenyataan, di sekolah-
sekolah seringkali guru yang aktif, sehingga siswa tidak diberi
kesempatan untuk aktif.
Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif.
Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat menstimulasi
belajar aktif. Namun kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan
kerjasana kelompok kecil akan memungkinkan untuk menggalakkan
kegiatan belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang didiskusikan siswa
dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-
temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan
penguasaan materi pelajaran.
Pembelajaran PKn tidak lagi mengutamakan pada penyerapan
melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada
pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu
aktifitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau
tugas dengan bekerja dalam kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide
kepada orang lain. (Hartoyo, 2000:24).
Pembelajaran kooperatif lebih menekankan interaksi antar siswa.
Dari sini siswa akan melakukan komunikasi aktif dengan sesama
temannya. Dengan komunikasi tersebut diharapkan siswa dapat
menguasai materi pelajaran dengan mudah karena “siswa lebih mudah
memahami penjelasan dari kawannya dibanding penjelasan dari guru,
karena taraf pengetahuan serta pemikiran mereka lebih sejalan dan
sepadan”. (Sulaiman dalam Wahyuni 2001: 2).
Pete Tschumi dari Universitas Arkansas Little Rock
memperkenalkan suatu ilmu pengetahuan pengantar pelajaran komputer
selama tiga kali, yang pertama siswa bekerja secaraa individu, dan dua
kali secara kelompok. Dalam kelas pertama hanya 36% siswa yang
mendapat nilai C atau lebih baik, dan dalam kelas yang bekerja secara
kooperatif ada 58% dan 65% siswa yang mendapat nilai C atau lebih
baik (Felder, 199: 14).

170(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar PKn dengan
diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model STAD pada
siswa kelas I E SD Negeri 009 Balikpapan Barat tahun pelajaran
2014-2015?
2. Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran kooperatif model
STAD terhadap motivasi belajar PKn pada siswa kelas I E SD
Negeri 009 Balikpapan Barat, tahun pelajaran 2014-2015?

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan


untuk:
1. Mengetahui peningkatan prestasi belajar PKn setelah diterapkannya
pembelajaran kooperatif model STAD pada siswa kelas I E di SD
Negeri 009 Balikpapan Barat, tahun pelajaran 2014-2015.
2. Mengetahui pengaruh motivasi belajar PKn setelah diterapkannya
pembelajaran kooperatif model STAD pada siswa kelas I E di SD
Negeri 009 Balikpapan Barat, tahun pelajaran 2014-2015.
3. Memberikan gambaran tentang metode pembelajaran yang tepat
dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa dan menjadikan
siswa menjadi aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

KAJIAN TEORI

Definisi pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau mahluk
hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14).
Pasal 1 Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang pendidikan
nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Jadi pembelajaran adalah proses yang disengaja yang
menyebabkan siswa belajar pada suatu lingkungan belajar untuk
melakukan kegiatan pada situasi tertentu.

Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang
melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 171
menetapkan tujuan bersama. (Felder, 1994: 2). Wahyuni (2001: 8)
menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran dengan cara menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok kecil yang memiliki kemampuan berbeda.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu
metode pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam
kelompok-kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memecahkan
masalah. Kemampuan siswa dalam setiap kelompok adalah hiterogen.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya sebagai objek
belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi
secaraa maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena
pembelajaran kooperatif merupakan metode alernatif dalam mendekati
permasalahan, mampu mengerjakan tugas besar, meningkatkan
keterampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.
Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong untuk belajar, saling
memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma yang
menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. (Nur, 1996: 4). Dalam
pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan sikap sosial untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan kerjasama.
Pembelajaran kooperatif mempunyai unsur-unsur yang perlu
diperhatikan. Unsur-unsur tersebut sebagai berikut :
1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama”.
2. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam
sekelompoknya, disamping tanggungjawab terhadap dirinya sendiri,
dalam mempelajari materi yang dihadapi.
3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki
tujuan yang sama.
4. Para siswa harus membagi tugas dan berbagai tanggung jawab sama
besarnya diantara para anggota kelompok.
5. Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan
ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluuh anggota kelompok.
6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.
7. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secaraa
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

172(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Berdasarkan unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif,
Johnson, Johnson dalam Wahyuni (2001: 10) menyebutkan peranan guru
dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut :
1. Menetukan objek pembelajaran.
2. Membuat keputusan menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok
belajar sebelum pembelajaran dimulai.
3. Menerangkan tugas dan tujuan akhir pada siswa.
4. Menguasai kelompok belajar dan menyediakan keperluan tugas.
5. Mengevaluasi prestasi siswa dan membantu siswa dengan cara
mendiskusikan cara kerjasama.

Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD


Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif mode STAD
sebagai berikut :
1. Kelompokkan siswa dengan masing-masing kelompok terdiri dari
tiga sampai dengan lima orang. Angota-anggota kelompok dibuat
heterogen, meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan, motivasi
belajar, jenis wkelamin, ataupun latar belakang etnis yang berbeda.
2. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam
menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data,
pemberian contoh. Tujuan presntasi adalah untuk mengenalkan
konsep dan mendorong rasa ingin tahu siswa.
3. Pemahaman konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-tugas
kelompok Mereka boleh mengerjakan tugas-tgas tersebut secaraa
serentak atau saling bergantian menanyakan kepada temannya yang
lain atau mendiskusikan masalah dalam kelompok atau apa saja
untuk menguasai materi pelajaran tersebut. Para siswa tidak hanya
dituntut untuk mengisi lembar jawaban, tapi juga untuk mempelajari
konsepnya. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap
belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok
memahami materi pelajaran tersebut.
4. Siswa diberi tes atau kuis individual dan teman sekelompoknya
tidak boleh menolong satu sama lain. Tes individual ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap suatu konsep
dengan cara siswa diberikan soal yang dapat diselesaikan
dengancara menerapkan konsep yang dimiliki sebelumnya.
5. Hasil tes atau kuis selanjutnya dibandingkan dengan rata-rata
sebelumnya dan poin akan diberikan berdasarkan tingkat

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 173


keberhasilan siswa mencapai atau melebihi kinerja sebelumnya.
Poin ini selanjutnya dijumlahkan untuk membentuk skor kelompok.
6. Setelah itu guru memberikan penghargan kepada kelompok yang
terbaik prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu.
Penghargaan disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain.

Gagasan utama dibalik model STAD adalah untuk memotivasi


para siswa untuk mendorong dan membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan-keterampilan yang disajikan oleh guru. Jika
para siswa menginginkan agar kelompok mereka memperoleh
penghargaan, mereka harus membantu teman sekelompoknya
mempelajari materi yang diberikan. Mereka harus mendorong teman
mereka untuk melakukan yang terbaik dan menyatakan suatu norma
bahwa belajar itu merupakan suatu yang penting, berharga dan
menyenangkan.

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),


karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai.
Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian
tindakan yaitu: (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2)
penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian tindakan simultan
terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial eksperimental.
Keempat bentuk penelitian tindakan di atas, ada persamaan dan
perbedaannya. Menurtut Oja dan SMA l yang sebagaimana dikutip oleh
Kasbolah, (2000) (dalam Sukidin, dkk. 2002 : 55), ciri-ciri dari setiap
penelitian tergantung pada : (1) tujuan utamanya atau pada tekanannya,
(2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari luar, (3)
proses yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4) hubungan
antar proyek dengan sekolah.
Dalam penelitian ini menggunakan bentuk guru sebagai peneliti,
dimana guru sangat berperan sekali dalm proses penelitian tindakan
kelas. Dalam bentuk ini, tujuan utama penelitian tindakan kelas ialah
untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas. Dalam
174(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
kegiatan ini guru terlibat langsung secara penuh dalam proses
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain
dalam penelitian ini perananya tidak dominan dan sangat kecil.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang
berkesinambungan. Kemmis dan Tagart (1988 :14) menyatakan bahwa
model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian
tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan
observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika
sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.

Ketuntasan hasil belajar siswa


Melalui hasil penelitian ini menunjukkan bahawa metode
pembelajaran kooperatif model STAD memiliki dampak positif dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru
(ketuntasan belajar meningkat dari setiap siklus) yaitu masing-masing
pada siklus 1 adalah 56,41% dimana terdapat 22 siswa dari 39 siswa
sudah tuntas belajar dan masih 17 siswa yang belum tuntas atau sekitar
43,59%.
Ketuntasan belajar pada siklus 2 yaitu 66,67% di mana dari 39
siswa, terdapat 25 siswa yang telah tuntas dan masih ada 13 siswa belum
mencapai ketuntasan belajar. Dan pada siklus 3, ketuntasan belajar siswa
adalah 97,44% atau dari 39 siswa yang telah tuntas sebanyak 38 siswa
dan hanya ada 1 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Pada siklus
III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran


Pada awal pembelajaran (sebelum siklus), guru masih belum
maksimal dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran, guru masih belum maksimal dalam pengelolaan waktu
dan siswa masih belum aktif selama pembelajaran berlangsung.
Sedangkan setelah siklus 1, 2, dan 3 pembelajaran sudah meningkat.
Selama proses belajar mengajar guru telah melaksanakan hampir seluruh
pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum
sempurna, tetapi prosentase pelaksanaanya untuk masing-masing aspek
cukup besar. Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa
aktif selama proses belajar mengajar berlangsung. Kekurangan pada
siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan
sehingga menjadi lebih baik.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 175
Aktifitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan langkah-
langkah kegiatan belajar mengajar dan menerapkan pengajaran
konstektual model pengajaran berbasis masalah dengan baik. Hal ini
terlihat dari aktivitas guru yang muncul, diantaranya aktivitas
membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep,
menjelaskan materi yang sulit, memberi umpan balik/evaluasi/tanya
jawab dimana prosentase untuk aktivitas di atas cukup besar.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga


siklus, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Metode pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran PKn. Di samping itu menjadikan siswa
merasa dirinya mendapat perhatian dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, gagasan, ide, dan pertanyaan.
2. Metode pembelajaran kooperatif model STAD memiliki dampak
positif yaitu dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan
meningkatkan prestsi belajar siswa yang ditandai dengan
peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, yaitu
siklus I sebesar 56,41%, siklus II menjadi 66,67% dan pada siklus
III meningkat hingga 97,44%.

SARAN

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelum agar proses
belajar mengajar PKn lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang
optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut :
1. Untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif model STAD
memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus
mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar bisa
diterapkan dengan Metode pembelajaran kooperatif model STAD
dalam pross belajar mengajar sehingga memperoleh hasil yang
optimal.
2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya
lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran,
walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat
176(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan
keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini
hanya dilakukan di kelas I E SD Negeri 009 Balikpapan Barat
tahun pelajaran 2014-2015.
4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya dilakukan perbaikan-
perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar.


Bandung: Sinar Baru Algesindon .
Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen Mengajar Secaraa Manusiawi.
Jakarata: Rineksa Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2001.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan.
Jakarta: Usaha Nasional.
Daroeso, Bambang. 1989. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral
Pancasila. Semarang: Aneka Ilmu.
Djamarah,Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineksa Putra.
Djamarah,Syaiful Bahri. 2002. psikologi belajar. Rineksa Putra.
Felder, Richad M. 1994. Cooperative Learning In The Technical Corse,
(online), (Pcll\d\My% Document\Coop % 20 Report.
Hadi, Sutrisno. 1982. metodologi research, jilid I.yogayakarta: yp. Fak.
Psikologi UGM.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindo
Hasibuan, JJ. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Margono. 1997. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineksa
Cipta.
Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universiats Press.
Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 177
Nur,Moh. 2001. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya.
University Press.
Universitas Negeri Srabaya.
Nur, Muhammad. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya University
Negeri.
Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru–Karyawan dan
Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Rustiyah, N.K.1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: Bina Aksara.
Soekamto. Toeti. 1997. Teori Belajar dan Model Pembelajaran. Jakarta:
PAU-PPAI, Universitas Terbuka.
Soetomo, 1993. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya
Usaha Nasional.
Sudjana, N dan Ibrahim. 1989. Penelitian dan Penilaian Pendidikan.
Bandung: Sinar Baru.
Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Sukidin dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:
Insane Cendekia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Surakhamad, Winarno. 1990. Metode Pengajaran Nasional. Bandung:
Jemmars.

178(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


TEKNOLOGI TEPAT GUNA CARA MENGAWETKAN
BUAH-BUAHAN DAN BERBAGAI JENIS SAYURAN

Ramelan
Guru IPA SMK Negeri 2 Balikpapan

Abstrak
Teknologi Tepat Guna Cara mengawetkan Buah-buahan
dan berbagai jenis Sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk
membantu masyarakat khususnya petani buah-buahan dan
pedagang buah-buahan yang memanen dan menyimpan
buahnya agar dapat bertahan sampai waktu yang
diinginkan. Manfaat dari penelitian ini adalah agar selalu
berinovatif dalam perkembangan zaman yang sangat maju
dan modern yang dapat berguna bagi masyarakat umum
dalam kehidupan kita sehari-hari. Hasil yang diperoleh
dari penelitian ini adalah buah-buahan dan berbagai
macam sayuran dapat bertahan atau mampu bertahan
paling sedikit 2 minggu sampai dengan 6 minggu setalah
buah dipetik dari pohonnya. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah dengan menggunakan bahan yang sederhana dapat
mendapatkan hasil yang sangat memuaskan yaitu dengan
menggunakan Tawas 1 sendok makan dan Kopi 1 sendok
makan dimasukkan kedalam plasti saset ditusuk dengan
jarum jahit secara merata sehingga akan keluar gas dari
kopi dan tawas dibungkusan plastic tersebut. Maka gas kopi
dan tawas tersebut dapat mengawetkan buah-buahan dan
berbagai jenis sayuran hingga mampu bertahan sampai
dengan 6 minggu sampai dengan 8 minggu.

Kata kunci : Teknologi Tepat Guna, Pengawetan, Buah-


Buahan Dan Berbagai Jenis Sayuran.

PENDAHULUAN

Latar belakang dari penulisan teknologi tepat guna ini adalah


penulis melakukan praktek langsung di lapangan dengan melihat
kenyataan begitu banyaknya buah-buahan dan sayur-sayuran yang
terbuang berserakan dipinggir jalan dan diluar TPS/Tempat
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 179
Penampungan Sementara yang berhamburan dan tidak dapat tertampung
didalam bak tersebut. Hal semacam ini dapat mendatangkan berbagai
penyakit karena lingkungan berbau tak sedap dan lingkungan sekitar kita
dapat terjadi pencemaran udara yang dapat menimbulkanberbagai wabah
penyakit.
Maka penulis mengadakan percobaan sederhana yang dapat di
aplikasikan dan diterapkan oleh masyarakat secara umum dan
menyeluruh dan dapat dilakukan oleh siapa saja dengan teknologi tepat
guna yang sangat sederhana. Teknolgi Tepat Guna yang penulis angkat
disini adalah : “Cara mengawetkan buah-buahan dan berbagai jenis
sayur-sayuran dalam kehidupan kita sehari-hari. Adapun bahan yang di
pakai sangat mudah di dapat dilingkungan kita dari lapisan masyarakat
bawah, menengah sampai kelapisan masyarakat yang taraf hidupnya
sudah modern.
Kenyataan yang kita lihat dan kita hadapi dalam kehidupan kita
sehari-hari bahwa buah yang kita konsumsi ternyata gizinya sudah
bekurang dan bahkan sudah hilang, mengapa demikian? Inilah yang
menjadi pertanyaan bagi kita semua bahwa buah yang di petik dari
petani buah dan petani sayur kebanyakan sudah sangat kurang vitamin
dan gizinya hal ini disebabkan karena buah-buahan dan berbagai jenis
sayuran sudah terlalu lama didalam perjalanan, sehingga inilah penyebab
utama rusaknya buah-buahan dan berbagai jenis sayuran disekitar kita,
baik yang dibeli di pasar-pasar dan warung-warung dilingkungan sekitar
kita berdomisili.
Fakta ini benar-benar terjadi dan kita lihat di dalam kehidupan
kita disadari maupun tidak bahwa buah-buahan dan sayur-sayuran yang
tidak terjual dalam waktu yang relative singkat maka buah-buahan dan
berbagai jenis sayuran akan lekas menjadi busuk dan akan menyebabkan
dan menimbulkan bau tak sedap yang dapat mengganggu polusi udara.
Sehingga kwalitas udara akan tercemar akibat bau busuk tersebut. Oleh
sebab itu maka penulis mencarikan bagaimana solusinya? Solusinya
penulis menemukan teknologi tepat guna yang sangat sederhana yaitu
dengan menggunakan 1 sendok kopi dan 1 sendok tawas bubuk/serbuk
dimasukkan kedalam kantong/saset plastic kemudian kedua zat tersebut
diaduk merata.
Setelah dimasukkan kedalam plastik saset tersebut maka plastik
kita tusuk dengan jarum jahit agar gas kopi dan gas dari tawas tersebut
dapat menahan enzim Carotin dan auxin pada buah tersebut sehingga
180(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
buah akan dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama antara 4
minggu sampai dengan 6 minggu. Penelitian ini penulis lakukan dan
langsung kita aplikasikan dan kita berikan kepada penjual buah, petani
buah dan petani sayur –sayuran untuk mencoba penemuan ini.
Setelah diujicobakan ternyata dapat memberikan manfaat bagi
pedagang buah karena kopi dan tawas tersebut mampu menahan
hormone elilen, carotin dan auxin dari pemasakan buah terebut, sehingga
buah-buahan dan sayur-sayuran bisa bertahan cukup lama. Jika hasil
panen dalam jumlah yang cukup besar dan banyak tidak mungkin akan
disimpan di dalam kulkas atau freezer seberapa besarnya kulkas atau
freezer untuk menyimpan buah jika buahnya melebihi dari 1 kwintal
bahkan sampai dalam jumlah ton.
Maka dari itulah teknologi yang sangat sederhana inilah yang
dapat menolong para petani buah-buahan atau petani sayur-sayuran
untuk menyimpan hasil panen yang cukup banyak dan melimpah agar
tidak mengalami pembusukan sebelum hasil panennya dijual atau
dipasarkan ke berbagai daerah sesuai dengan tujuan pemasaran.
Penelitian ini bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya
petani buah-buahan dan pedagang buah-buahan yang memanen dan
menyimpan buahnya agar dapat bertahan sampai waktu yang diinginkan.
Penelitian ini bermaanfaat untuk membantu dan memberikan inovatif
baru kepada petani buah-buahan dan sayur-sayuran agar buah-buahan
dan berbagai macam sayuran dapat bertahan atau mampu bertahan
paling sedikit 2 minggu sampai dengan 6 minggu setalah buah dipetik
dari pohonnya.

KAJIAN TEORI

Sri Wahyono dan Tri Bangun L. Sony, 2005. Petunjuk cara


penyimpann buah-buahan dan sayur-sayuran, IPB Bogor, Jawa Barat.
Buah – buahan dan sayur-sayuran dapat disimpan dalam waktu yang
cukup lama dan tidak mengurangi rasa, vitamin dan aroma yang sesuai
drngan aslinya dan mampu bertahan paling sedikit 2 minggu dan
maksimal 8 minggu.
Nuning Wiryoatmodjo, Fardah Assegaf, 2004, Teknologi
produksi pangan. UNESCO Jakarta. Produksi hasil pertanian tanaman
pangan dapat dikembangkan dan dibudidayakan serta dapat diolah dan
disimpan dalam waktu yang dinginkan yanag mana kwalitasnya tidak
akan berubah dan masih asli sesuai dengan asalnya asalkan cara
(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 181
pengolahan dan penyimpanan hasil produksi pertanian tanaman pangan
dilakukan dengan benar dan baik.
Menurut pendapat para ahli dan penemuan sendiri secara
sederhana belum pernah dilakukan oleh semua orang pada umumnya,
maka dengan penemuan sendiri yang autodidak penulis mencoba dengan
praktek langsung dilapangan dan kemudian kita padukan dengan buku
penunjang yang relevan untuk dibuktikan kebenarannya serta
validitasnya untuk diujicobakan kepada masyarakat umum secara
menyeluruh sebagai salah satu informasi dan aplikasi dalam kehidupan
kita sehari.
Maka dengan cara teknologi yang sangat sederhana inilah sangat
membantu para petani buah dan petani sayur dikalangan masyarakat
sekitar kita untuk membantu mempertahankan hasil panennya agar bisa
mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama dan tidak merugikan
para petani dan pedagang buah maupun pedagang sayuran disekitar kita.
Petani buah dan pedagang buah rata-rata dalam kehidupan kita
sehari-hari belum berfikir sampai disini kebanyakan buah-buahn dan
sayur-sayuran yang tak dapat terjual dan tersimpan kebanyakan akan
mengalami pembusukan yang pada akhirnya terjadi pembusukan yang
dibuang dipinggir jalan dan bahkan banyak menumpuk dipinggir jalan
yang dapat mengakibatkan pencemaran dan bau busuk yang menyengat
dan dapat menimbulkan wabah penyakit di seitar kita, maka teknologi
tersebutlah yang dapat menopang dan membatu pada masyarakat
khususnya pedagang dan petani buah dan sayur-sayuran dilingkuangan
kita atau masyarakat umum yang sering kita jumpai dalam kehidupan
kita sehari-hari.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian dilakukan secara autodidak di lapangan


dengan cara praktek langsung yang dilakukan sendiri oleh penulis yang
dipadukan dengan teori yang ditulis oleh para ahli sebagai dasar
masukan dalam penulisan Karya Ilmiah Teknologi Tepat Guna tersebut.

Waktu dan tempat penelitian


Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan dan tempat penelitian
di Jalan Arjuna RT 007 No 14 Kelurahan Muara Rapak, Balikpapan
Utara Kota Balikpapan. Bahan dan alat penelitian sangat mudah didapat
182(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
dan diperoleh disekitar kita sehungga tidak akan menyulitkan para
petani dan pedagang buah di lingkungan masyarakat kita sehingga setiap
orangpun dapat melakukan dan mencoba teknologi yang sangat
sederhana ini dan dapat dibuktikan kwalitasnya serta hasilnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dengan teknologi yang sangat sederhana cara mengawetkan


buah – buahan dan sayur-sayuran inilah dapat membantu para pedagang
buah-buahan dan sayur-sayuran , sehingga buah-buahan dan sayur-
sayuran mampu bertahan dalam waktu yang cukup lama yang mana
tidak akan mengurangi rasa, vitamin dan aroma serta buah-buahan dan
sayur-sayuran masih sama dengan warna aslinya yang hijau tetap hijau
dan yang merah tetap merah seperti ketika dipetik dari tangkainya.
Berikut inilah cara kerjanya :
1. Masukkan 1 sendok kopi dan 1 sendok Tawas (Alumunium Sulfat )
kedalam kantong palstik saset plastik.
2. Tutuplah rapat dan klem saset plastik tersebut kemudian lubangilah
dengan jarum bungkusan kopi dan tawas tsb
3. Taruhlah bungkusan kopi dan tawas tersebut di sela-sela tumpukan
buah tersebut sebagaimana disajikan Gambar 1.

Gambar 1. Letakkan Bungkusan Kopi dan tawas disela buah

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 183


4. Baliklah buah tersebut dari posisi awal sehingga gas dari kopi dan
tawas bisa menyebar merata disekitar sela-sela buah tersebut
5. Buah tersebut bisa bertahan selama paling sedikit 2 minggu sampai
dengan 4 minggu dan maksimal 6 minggu

KESIMPULAN

Dengan teknologi tepat guna yang sangat sederhana dapat


bermanfaat bagi masyarakat, petani buah-buahan dan sayuran serta
pedagang buah-buahan dan sayuran. Dengan modal atau biaya yang
sedikit dapat menghemat dan menghasikan keuntungan yang cukup
besar.

SARAN
Diharapkan seluruh masyarakat dapat mencoba teknologi yang
sangat sederhana dalam kehidupan kita sehari hari. Diharapkan petani
dan pedagang buah-buahan serta sayur-sayuran dapat menggunakan
teknologi tepat guna yang sederhana ini dalam mempertahankan dan
menyimpan hasil panennya dan produksi pertanian tanaman pangan agar
tetap awet buah dan sayurannya.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Wahyono, Firman L. Sahwan dan Feddy Suryanto, 2003. Petunjuk


cara penyimpann buah-buahan dan sayur-sayuran, IPB Bogor,
Jawa Barat.
Tchobaloglous, George, 1993, Integrated Solid Waste Management.
Mc.Graw-Hill, Inc. International Editions.
Prihandarini, Ririen 2004, Manajemen Penyimpanan Buah dan Sayuran,
Daur . Jakarta Perpod.
Sri Wahyono, Firman L. Sahwan dan Feddy Suryanto, 2003. Menyimpan
buah tetap segar. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Lingkungan BPPTeknologi, Jakarta.
Nuning Wiryoatmodjo, Fardah Assegaf, 2004, Teknologi produksi
pangan. UNESCO, Jakarta.

184(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN
MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE JIGSAW (MODEL TIM AHLI)

Najemiah
Guru SD Negeri 009 Balikpapan Barat

Abstrak
Pendekatan ekspositoris, menuntut seorang guru untuk
selalu menambah wawasan, baik itu dari membaca buku-
buku pelajaran maupun dari media lain yang berkaitan
dengan materi pelajaran IPS. Dampaknya, bagi guru yang
kurang aktif, proses belajar mengajar yang dilaksanakan di
kelas sering mengalami kegagalan. Hasil belajar siswa
tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah hasil belajar siswa dapat meningkat dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW
(model tim ahli) pada mata pelajaran ilmu pengetahuan
sosial (IPS) tentang ekonomi masyarakat. Penelitian ini
dilaksanakan di SD Negeri 009 Balikpapan Barat yang
dilaksanakan dengan tiga siklus. Pada perbaikan siklus I
terjadi peningkatan yang cukup baik dibandingkan dengan
hasil belajar sebelum perbaikan. Dari sebelum perbaikan
nilai rata-rata siswa hanya 57,22, pada perbaikan siklus I
nilai rata-rata siswa 62,22, sedangkan pada siklus II
mencapai 70,00 dan pada siklus III mencapai 83,33.Bahwa
pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I, siklus II
dan siklus III. Jumlah siswa yang tuntas sebelum perbaikan
ada 6 orang, setelah perbaikan siklus I menjadi 15 orang
siswa. Sedangkan ketuntasan siswa pada akhir siklus III
mencapai 94,44% atau sejumlah 34 orang siswa telah
mencapai ketuntasan.

Kata Kunci : Hasil Belajar, Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe Jigsaw

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 185


PENDAHULUAN

Pendekatan ekspositoris menitik beratkan keaktifan seorang guru


dalam proses pembelajaran, sedangkan siswa cenderung pasif atau
kurang terlibat, sehingga siswa tidak mempunyai kesempatanuntuk
mengeluarkan kemampuan yang dimiliki. Proses belajar mengajar IPS
yang menghendaki adanya keaktifan siswa, sampai saat ini sering
diabaikan oleh guru. Dalam pembelajaran di kelas banyak guru
(khususnya di daerah atau desa) masih banyak yang menggunakan
pendekatan ekspositoris. Pendekatan ekspositoris, menuntut seorang
guru untuk selalu menambah wawasan, baik itu dari membaca buku-
buku pelajaran maupun dari media lain yang berkaitan dengan materi
pelajaran IPS. Dampaknya, bagi guru yang kurang aktif, proses belajar
mengajar yang dilaksanakan di kelas sering mengalami kegagalan. Hasil
belajar siswa tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah apakah hasil belajar siswa dapat meningkat dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW (model tim
ahli) pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) tentang
ekonomi masyarakat siswa kelas IV Semester II SD Negeri 009
Balikpapan Barat tahun pelajaran 2014 / 2015.
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian dalam
proses perbaikan pembelajaran tersebut adalah:
a. Mendiskripsikan proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) tentang Ekonomi Masyarakat melalui model pembelajaran
kooperatif tipe JIGSAW (Model Tim Ahli).
b. Mendiskripsikan cara mengaktifkan siswa dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial melalui model pembelajaran kooperatif tipe
JIGSAW (Model Tim Ahli).

KAJIAN TEORI

Pembelajaran IPS Di Sekolah Dasar


Mata pelajaran IPS bertujuan agar siswa mampu menguasai
saling keterkaitannya dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya.

186(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Hasil Belajar
Menurut Gagne dalam kutipan Yamin belajar merupakan
kegiatan yang kompleks, dimana setelah belajar tidak hanya memilki
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai akan tetapi siswa harus
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan
pemikiranya karena belajar proses kognitif, Martinis Yamin (2007:106).
Menurut Sudjana (2008:28) definisi belajar adalah proses yang
diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar adalah proses melihat, mengamati, memahami sesuatu.

Model Pembelajaran JIGSAW (Model Tim ahli)


Menurut Anonim (2003:31) model pembelajaran kooperatif tipe
JIGSAW merupakan model pembelajaran model pembelajaran dengan
cara kelompok, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogen, saling
bekerjasama yang positif dan setiap anggota kelompok bertanggung
jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan an
menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok lainnya.
Pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW pertama kali dikembangkan oleh
Aronson Dkk di Universitas Texas.

Kerangka Berfikir
Mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang dianggap sulit
karena banyak menghafal bagi peserta didik, oleh karena itu guru
dituntut untuk lebih variatif dalam menyampaikan materi dengan
harapan peserta didik termotivasi dan lebih tertarik pada pelajaran IPS
sehingga hasil belajar siswa sesuai dengan harapan yang diinginkan.
Hasil maksimal dalam pembelajaran IPS dikelas memerlukan
dukungan dari semua komponen yang ada. Mengingat taraf pengetahuan
siswa dalam memahami materi pokok Koperasi belum maksimal maka
digulirkan metode pembelajaran JIGSAW (Model Tim Ahli).

Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian pada kajian pustaka dan keranka berfikir
diatas, maka hipotesis tidakan penelitian ini adalah dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW (Model Tim
Ahli) pada Siswa Kelas IV Semester II SDNegeri 009 Balikpapan barat
Tahun Pelajaran 2014-2015.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 187


METODE PENELITIAN

Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 009 Balikpapan Barat
yang dilaksanakan dengan tiga siklus yaitu:Siklus I hari Jumat, tanggal
07 Februari 2014; Siklus II hari Jumat, tanggal 21 Februari 2014; dan
Siklus III hari Jumat, tanggal 07 Maret 2014. Penelitian ini berfokus
pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) tentang Ekonomi
Masyarakatdengan subjek penelitian adalah siswa kelas IV semester II
yang berjumlah 36 Orang. Jumlah siswa Putra sebanyak 19 orang siswa,
dan jumlah siswa Putri sebanyak 17 orang siswa.

Deskripsi Per Siklus


Untuk meningkatkan prestasi hasil belajar siswa, maka peneliti
melakukan perbaikan pembelajaran melalui pola Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Dalam penelitian ini terdapat tiga siklus yang masing-
masing siklus terdiri dari beberapa tahap yaitu: perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan perbaikan pembelajaran ini dilakukan oleh peneliti


dibantu oleh teman sejawat, yang bertindak selaku pengamat atau
observer. Pola yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran adalah
penelitian tindakan kelas (PTK). Mata pelajaran yang dijadikan objek
perbaikan pembelajaran adalah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Sedangkan sebagai subjek penelitiannya adalah siswa kelas IV SD
Negeri 009 Balikpapan Barat pada Semester 2 Tahun Pelajaran
2013/2014. Proses pembelajarannya dilaksanakan sebanyak tiga tahap
atau tiga siklus, yaitu siklus l, siklus II dan siklus III.

Deskripsi Hasil Penelitian Per Siklus

Siklus l
Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dengan teman
sejawat maka pada hari Jumat tanggal 07 Februari 2014 perbaikan
pembelajaran dilaksanakan.Langkah-langkah pembelajaran terlaksana
sesuai dengan rencana perbaikan pembelajaran siklus I.Kegiatan
188(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
pembelajaran IPS diakhiri dengan pelaksanaan tes formatif, penilaian
dan analisis nilai yang hasilnya terlampir pada laporan ini.

Tabel 1. Nilai Siswa Sebelum Perbaikan


Rentang Jumlah
No. Keterangan
Nilai Siswa
1. 10-19 0 Rata-rata 57,22
2. 20-29 0 Jumlah Siswa 36
3. 30-39 1 Jumlah SiswaTuntas 6
4. 40-49 3 Persentase Tuntas 16,67%
5. 50-59 9 Jumlah Siswa Tidak Tuntas 30
6. 60-69 17 Persentase Tidak Tuntas 83,33%
7. 70-79 4
8. 80-89 2
9. 90-100 0

Berdasarkan tabel atas dari 36 siswa, hanya 6 siswa yang tuntas


(16,67 %), sedangkan 30 siswa belum tuntas belajar (83,33%).
Perolehan nilai terbanyak dengan jumlah 17 orang siswa berada pada
rentang nilai 60-69. Dan itu menyatakan bahwa secara klasikal belum
mencapai ketuntasan. Setelah diadakan perbaikan siklus I, maka data
rentang nilai formatifnya sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai Siswa Siklus I


Rentang Jumlah
No. Keterangan
Nilai Siswa
1. 10-19 0 Rata-rata 62,22
2. 20-29 0 Jumlah Siswa 36
3. 30-39 0 Jumlah SiswaTuntas 15
4. 40-49 0 Persentase Tuntas 41,67%
5. 50-59 9 Jumlah Siswa Tidak Tuntas 21
6. 60-69 12 Persentase Tidak Tuntas 58,33%
7. 70-79 13
8. 80-89 2
9. 90-100 0
Dari rentang nilai pada tabel diatas terjadi peningkatan sebesar 5
poin menjadi 62,22 sedangkan ketuntasan setelah siklus I meningkat

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 189


sebanyak25,00% menjadi 41,67%. Berdasarkan data-data di atas terlihat
adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi Ekonomi
Masyarakat sebagai perbandingan pada pembelajaran Siklus I.

Siklus II
Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dengan teman
sejawat maka pada tanggal 21 Februari 2014 perbaikan pembelajaran
dilaksanakan. Langkah–langkah pembelajaran terlaksana sesuai dengan
rencana perbaikan pembelajaran siklus II. Kegiatan pembelajaran
diakhiri dengan pelaksanaan tes formatif, penilaian dan analisis nilai
yang hasilnya terlampir dalam laporan ini.

Tabel 3. Nilai Siswa Siklus II


Rentang Jumlah
No. Keterangan
Nilai Siswa
1. 10-19 0 Rata-rata 70,00
2. 20-29 0 Jumlah Siswa 36
3. 30-39 0 Jumlah SiswaTuntas 26
4. 40-49 0 Persentase Tuntas 72,22%
5. 50-59 3 Jumlah Siswa Tidak Tuntas 10
6. 60-69 7 Persentase Tidak Tuntas 27,78%
7. 70-79 16
8. 80-89 7
9. 90-100 3

Dari rentang nilai pada tabel diatas terjadi peningkatan yang


cukup signifikan untuk perolehan nilai ketuntasan belajar pada siklus II
yaitu dari 36 siswa ada 26 siswa yang tuntas sebesar 72,22%,

Siklus III
Sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dengan teman
sejawat maka pada tanggal 07 Maret 2014 perbaikan pembelajaran
dilaksanakan. Langkah–langkah pembelajaran terlaksana sesuai dengan
rencana perbaikan pembelajaran siklus III. Kegiatan pembelajaran
diakhiri dengan pelaksanaan tes formatif, penilaian dan analisis nilai.

190(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)


Tabel 4. Nilai Siswa Siklus III
Rentang Jumlah
No. Keterangan
Nilai Siswa
1. 10-19 0 Rata-rata 83,33
2. 20-29 0 Jumlah Siswa 36
3. 30-39 0 Jumlah SiswaTuntas 34
4. 40-49 0 Persentase Tuntas 94,44%
5. 50-59 0 Jumlah Siswa Tidak Tuntas 2
6. 60-69 2 Persentase Tidak Tuntas 5,56%
7. 70-79 8
8. 80-89 8
9. 90-100 18

Dari rentang nilai pada tabel diatas terjadi peningkatan yang


sangatsignifikan untuk perolehan nilai ketuntasan belajar pada siklus III
yaitu dari 36 siswa ada 34 siswa yang tuntas atau sebesar 94,44%.

Pembahasan Dari Setiap Siklus

Tes ini diberikan sesudah satu kegiatan atau unit belajar


diselesaikan yang bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi
tentang kekuatan dan kelemahan siswa dalam pelajaran. Pembahasannya
sebagai berikut:

Siklus I
Pada perbaikan siklus I terjadi peningkatan yang cukup baik
dibandingkan dengan hasil belajar sebelum perbaikan. Dari sebelum
perbaikan nilai rata-rata siswa hanya 57,22 namun pada siklus I telah
mencapai 62,22 dengan nilai ketuntasan sebesar 16,67% pada pra siklus
menjadi 62,22% pada perbaikan siklus I. Jumlah siswa yang tuntas
sebelum perbaikan ada 6 orang, namun setelah perbaikan siklus I
menjadi 15 orang siswa. Dari hasil observasi juga diketahui bahwa
aktifitas guru dan siswa juga mengalami perubahan yang menuju pada
perbaikan.

Siklus II
Pada perbaikan siklus II dengan hasil yang diperoleh dalam
bentuk nilai formatif bahwa pembelajaran mengalami peningkatan dari

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 191


siklus I dengan siklus II. Adapun nilai rata-rata siswa pada siklus I hanya
62,22 menjadi 70,00 pada siklus II. Ini berarti pembelajaran siklus II
mengalami peningkatan sebesar 7,78 sedangkan ketuntasan siswa
mencapai 72,22% atau sejumlah 15 orang siswa telah mencapai
ketuntasan. Namun peneliti merasa belum berhasil mencapai nilai
ketuntasan pembelajaran secara klasikal.Karena itu penulis merasa perlu
melanjutkan kembali perbaikan ke siklus III.

Siklus III
Pada perbaikan siklus III diperoleh hasil perbaikan dalam bentuk
nilai formatif, bahwa pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I,
siklus II dan siklus III. Adapun nilai rata-rata siswa pada siklus I hanya
62,22, sedangkan pada siklus II mencapai 70,00 dan pada siklus III
mencapai 83,33. Ini berarti pembelajaran siklus III mengalami
peningkatan yang sangat signifikan sebesar 7,78 poin. Sedangkan
ketuntasan siswa mencapai 94,44% atau sejumlah 34 orang siswa telah
mencapai ketuntasan.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan terdapat perbedaan yang


cukup signifikan antara pembelajaran mulai dari siklus I sampai dengan
pembelajaran siklus III. Oleh karena itu peneliti dapat menyimpulkan
bahwa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe JIGSAW
(Model Tim Ahli) maka aktivitas guru dan siswa lebih kondusif serta
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) siswa kelas IV semester II SD Negeri 009
Balikpapan Barat Tahun Pelajaran 2014/2015.

SARAN

Untuk meningkatkan pemahaman siswa, guru hendaknya selalu


mengembangkan kreatifitas yang dimiliki berkaitan dengan penerapan
model pembelajaran kooperatif seta pemilihan metode dan alat peraga
yang tepat. Sehingga pembelajaran yang diadakan dapat terjadi keaktifan
antara guru dan murid sehingga tidak membosankan siswa.
Agar kekreatifan guru dalam pembelajaran serta penguasaan
metode dan alat peraga lebih meningkat seyogyanya guru
192(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015)
mengembangkan wawasan sesuai dengan perkembangan dunia
pendidikan dewasa ini. Beberapa cara yang efektif bagi guru untuk
mengembangkan kreatifitas adalah melalui Kelompok Kerja Guru
(KKG), penataran, penguasaan IT, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2003.Pengertian Pembelajaran Jigsaw. http://wordpress.com


Baharudin dan Esa Nur W, 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran.
Jogjakarta: ArRuzz Media Group.
Sudjana, Nana, 2008. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Sudjana, Nana, 2009. Pengertian Hasil Belajar.http://techonly
13wordpress.com/ 2009/07/04/pengertian-hasil-belajar.
Nur, 2000. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. http://indramunawar.
Blogspot.com/2009/06/hasil-belajarpengertian-dan-definisi.html.
Tim Penyusun KTSP, 2006. KTSP. Grobogan: Dinas Pendidikan.
Yamin, Martinis, 2007. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi.
Jakarta:Gaung Persada (JP) Press Jakarta.

(BORNEO, EDISI KHUSUS Nomor 3 , Oktober 2015) 193


Persyaratan Pemuatan Naskah Untuk

1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik spasi dua pada
kertas A4, panjang 10-20 halaman, dan diserahkan paling 1 bulan sebelum tanggal
penerbitan dalam bentuk ketikan pada MS Word dan print-outnya.
2. Artikel ditulis dalam Bahasa lndonesia/lnggris, dilengkapi Abstrak (50-70 kata).
3. Artikel(hasilpenelitian) memuat:
Judul
NamaPenulis
Identitas Penulis/Alamat email
Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan(memuat latar belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan
masalah/tujuan penelitian).
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka (berisipustaka yang dirujukdalamuraian saja).
4. Artikel (kajian teoretik, setara hasil penelitian) memuat
Judul
Nama Penulis
Identitas Penulis/Alamat email
Abstrak dalam Bahasa lndonesia dan Bahasa lnggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan
Subjudul
Subjudul sesuai kebutuhan
Subjudul
Penutup (Kesimpulan dan Saran)
DaftarPustaka(berisipustaka yang dirujukdalamuraian saja).
5. Daftar Pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara
alfabetis dan kronologis:
Gagne, ILM., 1974. Essential of Learning and Instruction. New York: Halt Rinehart and
Winston.
Popkewitz, T.S., 1994. Profesionalization in teaching and teacher education: some
notes on its history, ideology, and potentia?. Journalof Teaching and
Teacher Education, 10 (10): 1-14.
6. Sebagaiprasyaratbagipemrosesanartikel, para
penyumbangartikelwajibmenjadipelanggan, minimal selamasatutahun.

Anda mungkin juga menyukai