Anda di halaman 1dari 222

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020 ISSN 1858-3105

Diterbitkan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Kalimantan Timur
Penanggung Jawab
Mohamad Hartono

Ketua Penyunting
Tendas Teddy Soesilo

Wakil Ketua Penyunting


Andrianus Hendro Triatmoko

Penyunting Pelaksana/Mitra Bebestari


Prof.Dr.Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd., Prof.Dr.Husaeni Usman, M.Pd.,
Dr.Edi Rachmad, M.Pd., Drs.Masdukizen, Dra.Pertiwi Tjitrawahjuni, M.Pd.,
Dr.Sugeng, M.Pd., Dr.Usfandi Haryaka, M.Pd., Dr.Rita Zahra, M.Pd., Samodro, M.Si.,
Dr.Sonja V. Lumowa, M.Kes., Dr.Hj. Widyatmike Gede, M.Hum., Sukriadi, S.Pd.M.Pd.

Sirkulasi
Umi Nuril Huda

Sekretaris
Sunawan

Tata Usaha
Abdul Sokib Z.

Alamat Penerbit/Redaksi : Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Kalimantan


Timur, Jl. Cipto Mangunkusumo Km 2 Samarinda Seberang, PO Box 1425

• Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan diterbitkan pertama kali pada Juni


2007 oleh LPMP Kalimantan Timur
• Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah
diterbitkan dalam media lain. Naskah dalam bentuk soft file dan print
out di atas kertas HVS A4 spasi ganda lebih kurang 12 halaman,
dengan format seperti tercantum pada halaman kulit dalam belakang
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
serta hidayah-Nya, Borneo Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP Kalimantan Timur
dapat diterbitkan.

Borneo Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020 ini merupakan edisi khusus yang
diharapkan terbit untuk memenuhi harapan para penulis.

Tujuan utama diterbitkannya jurnal Borneo ini adalah memberi wadah kepada
pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Kalimantan Timur dan seluruh
Indonesia untuk mempublikasikan hasil pemikirannya di bidang pendidikan, baik
berupa telaah teoritik, maupun hasil kajian empirik lewat penelitian. Publikasi
atas karya mereka diharapkan memberi efek berantai kepada para pembaca
untuk melahirkan gagasan-gagasan inovatif untuk memperbaiki mutu pendidikan
melalui pembelajaran dan pemikiran. Perbaikan mutu pendidikan ini merupakan
titik perhatian utama tujuan LPMP Kalimantan Timur sebagai lembaga
penjaminan mutu pendidikan.

Jurnal Borneo edisi khusus Nomor 42, Februari 2020 ini memuat tulisan Kepala
Sekolah, Guru dan Pengawas yang berasal dari Dinas Pendidikan dan kebudayaan
Kota Samarinda, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Penajam
Paser Utara, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Kartanegara,
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal ini
diterbitkan sebagai apresiasi atas semangat untuk memajukan dunia pendidikan
melalui tulisan yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan di
Provinsi kalimantan Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya. Untuk itu,
terima kasih kami sampaikan kepada para penulis artikel sebagai kontributor
sehingga jurnal Borneo edisi khusus ini dapat terbit.

Ucapan terima kasih dan selamat kami sampaikan kepada pengelola jurnal
Borneo yang telah berupaya keras untuk menerbitkan Borneo edisi ini. Apa
yang telah mereka sumbangkan untuk menerbitkan jurnal Borneo mudah-
mudahan dicatat sebagai amal baik oleh Allah SWT.

Kami berharap, semoga kehadiran jurnal Borneo ini memberikan nilai tambah,
khususnya bagi LPMP Kalimantan Timur sendiri, maupun bagi upaya perbaikan
mutu pendidikan pada umumnya.

Redaksi
DAFTAR ISI

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020 ISSN : 1858-3105

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

1 Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Administrasi 1


Transaksi Melalui Metode Demonstrasi Siswa Kelas XI Bisnis Daring
dan Pemasaran 1 SMK Negeri 1 Samarinda Tahun 2018/2019

Irwansyah Syahrani

2 Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Supervisor dalam 17


Melaksanakan Supervisi Akademik Melalui Pendampingan di SMP
Binaan Kota Samarinda Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018

Masniar

3 Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X Agrobisnis SMK 31


Negeri 19 Samarinda Bidang Studi Biologi Materi Sel melalui Model
Pembelajaran Problem Posing Tahun 2019

Subali

4 Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca melalui Penerapan Model 47


Pembelajaran Kooperatif Directed Reading Thinking Activity di Kelas
II/B SD Negeri 006 Loa Janan Tahun 2019

Mardiana N.

5 Peningkatan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran melalui 61


Penerapan Supervisi Klinis di TK Negeri 1 Sangasanga Tahun 2019

Erna Susilawati

6 Penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) untuk Meningkatkan 73


Hasil Belajar IPA Tema Udara Bersih bagi Kesehatan melalui pada Siswa
Kelas V Sd Negeri 016 Sangasanga Tahun 2019

Suciati

7 Penerapan Mathematical of Fingering System untuk Meningkatkan 87


Pemahaman Konsep Perkalian Dasar pada Tema Bermain di
Lingkunganku di Kelas II SD Negeri 016 Sangasanga Tahun 2019

Prisidiawati Misriyanti
8 Peningkatan Prestasi Belajar IPS melalui Media CD Pembelajaran 103
Interaktif Siswa Kelas III SDN 008 Sepaku Tahun Pelajaran 2015/2016

Suyono

9 Meningkatkan Kemampuan Bahasa Anak melalui Metode Bercerita 115


dengan Media Audio Visual di Kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini
Samarinda Tahun Pembelajaran 2015/2016

Nurjanah

10 Perbedaaan Antara Penggunaan Media Video Pembelajaran dan Media 135


Powerpoint terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa pada Mata
Pelajaran Pemanduan Wisata Kelas XI Usaha Perjalanan Wisata (UPW)
SMK Negeri 1 Samarinda.

Titi Wagiyanti

11 Peningkatan Aktivitas, Motivasi, dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V 153
melalui Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model NHT di SDN 007
Samarinda Ilir

Chelda Yuliana

12 Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Kelas VI pada Mata Pelajaran 165
PKn dengan menggunakan Pendekatan Expleriential Learning melalui
Strategi Role Playing di SDN 008 Balikpapan Barat

Ratnawati

13 Upaya Peningkatan Prestasi Hasil Belajar Administrasi Pajak melalui 179


Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw pada
Kompetensi Dasar Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) di Kelas X AKL 2
SMK Negeri 2 Balikpapan

Lilies Setiawati

14 Upaya Peningkatan Prestasi Hasil Belajar Sejarah Indonesia melalui 193


Model Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw pada Kompetensi Dasar
Memahami Motivasi, Nafsu dan Kejayaan Barat di Kelas X AKL 2
SMKN 2 Balikpapan Semester Ganjil.

Sunarti

15 Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa melalui Model 207


Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) pada Materi
Pokok Bangun Datar Segiempat di Kelas VII–4 SMP Negeri 8 Samarinda

Satuna
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN
ADMINISTRASI TRANSAKSI MELALUI METODE DEMONSTRASI
SISWA KELAS XI BISNIS DARING DAN PEMASARAN 1 SMK
NEGERI 1 SAMARINDA TAHUN 2018/2019

Irwansyah Syahrani

ABSTRAK

Permasalahan penelitian ini apakah melalui metode demonstrasi


dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Administrasi
Transaksi pada siswa kelas XI Bisnis Daring dan Pemasaran 2 di
SMK Negeri 1 Samarinda Tahun Pelajaran 2018/2019. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui model demonstrasi dapat
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Administrasi Transaksi
pada siswa kelas XI Bisnis Daring dan Pemasaran 2 di SMK Negeri 1
Samarinda Tahun Pelajaran 2018/2019. Subjek penelitian adalah
seluruh siswa kelas XI Bisnis Daring dan Pemasaran 2 Tahun
Pelajaran 2018/2019 SMK Negeri 1 Samarinda sebanyak 34 siswa.
Adapun hasil penelitian adalah: 1) Pembelajaran model demonstrasi
memiliki dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang
ditandai dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap
siklus, yaitu siklus I (74%), siklus II (91%); 2) Penerapan
pembelajaran model demonstrasi mempunyai pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar
Administrasi Transaksi, hal ini ditunjukan dengan antusias siswa
yang menyatakan bahwa siswa tertarik dan berminat dengan
pembelajaran model demontarsi sehingga mereka menjadi termotivasi
untuk belajar. 3) Pembelajaran model demonstrasi dapat membantu
dengan cepat untuk mengingat materi yang telah disampaikan oleh
guru.

Kata Kunci: metode demostrasi, administrasi transaksi

PENDAHULUAN
Bidang pendidikan merupakan salah satu bidang kehidupan yang sangat
penting. Pendidikan memiliki peranan yang strategis dalam meningkatkan
martabat seseorang, disamping bidang kesehatan. Kualitas standar kehidupan
seseorang bisa dikatakan layak jika pendidikan dan kesehatannya terpenuhi.
Memiliki pendidikan yang tinggi merupakan salah satu jaminan seseorang bisa
bekerja. Memiliki kesehatan prima bisa juga menjadikan seseorang itu bekerja
maksimal.
Dalam proses pendidikan guru memiliki peranan utama. Hal ini merupakan
persepsi masyarakat secara umum bahwa tugas untuk memberikan pengajaran dan
pendidikan ada di tangan guru. Guru dipandang sebagai manusia yang serba tahu

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


1
akan informasi dan memberikannya kepada siswa sepenuhnya. Namun dari sisi
siswa yang belajar, proses pendidikan terkadang menjadi sesuatu hal yang
menakutkan sebagai akibat kebijakan pemerintah yang menuntut standar-standar
minimal nilai hasil ujian.
Proses pendidikan tersebut di atas, jika dihubungkan dengan konteks
pembelajaran, maka hal ini merupakan interaksi guru-siswa dan interaksi siswa-
siswa. Selama ini proses pembelajaran yang dikemas oleh guru cenderung satu
arah. Guru sebagai sumber belajar dan pengetahuan menyampaikan informasi
kepada siswa tanpa memperhatikan tingkat keterserapan informasi oleh siswa.
Pada proses pembelajaran mempergunakan peralatan praktik bukan guru saja yang
aktif, tetapi lebih banyak memberi kesempatan kepada siswa-siswa. Artinya
proses belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa, dimana siswa bisa
langsung mencoba.
Perkembangan teknologi peralatan bantu saat ini berjalan begitu cepat
seiring dengan kemajuan yang dicapai pada bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Di Sekolah untuk memudahkan siswa dalam penggunaan teknologi,
seorang guru harus dapat memberikan pengenalan-pengenalan terhadap teknologi
serta mengajarkan penggunaan teknologi dengan baik dan benar sehingga dapat
meningkatkan pemahaman dan keterampilan siswa dalam penggunaan teknologi.
Tidak semudah membalikan telapak tangan, istilah itulah yang dirasakan para
guru dalam mengajarkan Peralatan Praktik kepada peserta didik karena dilihat dari
karakteristik materi sendiri dalam penyampaiannya dibutuhkan penggunaan media
yang memadai, metode yang tepat sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.
Pada pembelajaran Administrasi Transaksi minat dan bakat serta respontif
siswa yang besar sangat diperlukan agar pembelajaran tersebut dapat berjalan
dengan baik karena siswa yang malas, merasa bosan terhadap materi yang
diajarkan tidak akan mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan indikator yang
diharapkan. Disamping itu guru sebagai nara sumber bagi pererta didik harus
dapat menguasai materi yang diajarkan dan memiliki keterampilan dalam
penggunaan teknologi serta dapat memahami dan memilih model yang tepat
dalam pembelajaran Administrasi Transaksi sehingga dapat meningkatkan
keterampilan siswa.
Berdasarkan hasil ulangan formatif sementara yang penulis lakukan
kepada siswa kelas XI Bisnis Daring dan Pemasaran 2, ternyata hasil belajar
maish belum memenuhi Kriteria Ketuntansasn Belajar (KKM) yang ditetapkan
yaitu 75. Hasil tes materi sebelum menggunakan alat mesin cash register atau
model demontrasi pada 34 siswa diperoleh rata-rata hasil belajar 67,32 dengan
siswa yang tuntas dalam belajar secara klasikal adalah 20 siswa (59%). Berarti
diperlukan tindakan guru untuk mengoptimalkan hasil belajar.

KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berusaha tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman
(Makalah Kongres Budaya dan Bahasa Indonesia, 1996:14). Sependapat dengan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


2
pernyataan tersebut, Soetomo (1993:68) mengemukakan bahwa pembelajaran
adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang dengan sengaja dilakukan
sehingga memungkinkan dia belajar untuk melakukan atau mempertunjukkan
tingkah laku tertentu pula. Sedangkan belajar adalah suatu proses yang
menyebabkan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang
bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah,
berkembang daya pikir, sikap dan lain-lain (Soetomo, 1993:120).
Pasal 1 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional
menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi, pembelajaran
adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa belajar pada suatu
lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada siatuasi tertentu.
Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2001) belajar adalah suatu kognitif yang ditandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan tersebut dapat ditunjukkan
seperti pemahaman, pengetahuan sikap atau kemampuan, sedangkan menurut
Sardiman (2001) belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan
dengan serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mendengar, meniru dan
sebagainya. Menurut Slameto (1995), hasil belajar siswa dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain:
1. Faktor internal siswa, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri
yang meliputi aspek fisiologis.
2. Faktor eksternal siswa, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa yang
meliputi faktor lingkungan siswa.
Jadi dapat dijelaskan bahwa perbuatan belajar terjadi karena interaksi seseorang
dengan lingkungannya yang akan menhasilkan suatu perubahan tingkah laku pada
berbagai aspek, diantaranya pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan-
perubahan yang terjadi tersebut haruslah didadasari oleh individu yang belajar,
berkesinambungan dan akan berdampak pada fungsi kehidupan yang lainnya.
Hamalik (2003) menyajikan dua definisi belajar yang umum digunakan, yaitu:
1. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengthening of behavior through
experiencing).
2. Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi
dengan lingkungan.
Menurut Ibrahim (2006) hasil belajar siswa menyangkut semua perubahan
perilaku yang dialami oleh siswa sebagai akibat proses belajar baik sebagai
intruction effect maupun nurtuans effect. Tingkah laku yang dimaksud dapat
berupa ketrampilan kognitif (intelektuan), keterampilan sosial maupun sikap.
Bertolak dari pendapat di atas jelas menyatakan bahwa belajar itu bertujuan
untuk mengembangkan pribadi manusia bukan hanya sekedar mencerdaskan
manusia belaka namun menjadi manusia yang berkepribadian yang luhur itulah
hakekat sebuah belajar. Dalam mengembangkan kepribadian manusia seutuhnya
itu melibatkan unsur-unsur cipta atau membuat sesuatu, rasa/perasaan,
karsa/keinginan, kognitif, afektif dan psikomotorik.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


3
Jadi belajar merupakan suatu aktifitas yang sadar akan tujuan. Tujuannya
adalah terjadinya suatu perubahan dalam diri individu. Perubahan yang
dimaksudkan tentu saja menyangkut semua unsur yang ada pada diri individu.
Maka seseorang dinyatakan melakukan kegiatan belajar, setelah ia memperoleh
hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses untuk mencapai
suatu kecakapan, kebiasaan, sikap dan pengertian suatu pengetahuan dalam usaha
merubah diri menjadi semakin baik dan mampu.
Jenis Metode Mengajar
Menurut Sujana (2002), “metode belajar adalah cara yang digunakan guru
dalam melakukan interaksi dengan peserta didik dalam kelas”. Selanjutnya Sujana
(2002), membagi jenis-jenis metode mengajar meliputi: 1) Metode ceramah;
2) Metode tanya jawab; 3) Metode Demonstrasi; 4) Metode kerja kelompok; dan
5) Metode latihan.
Metode pembelajaran ini akan membawa siswa dalam menentukan sikap
dan tingkah laku dalam melakukan pembelajaran siswa akan lebih mendukung
dalam upaya menciptakan kreaktifitas yang lebih dinamis dan bersinergi.
Metode Demonstrasi.
Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang proses terjadinya suatu
pristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar
dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruannya
(Syaiful,2008:210).
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan
barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara
langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan
pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Muhibbin Syah,200:22).
Demonstrasi adalah cara penyajian dengan memperagakan atau
mempertunjukkan kepada peserta didik suatu proses, situasi suatu benda tertentu
yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk
tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang ahli dalam
topik bahasan.(Mulyani Sumantri, dalam Roetiyah 2001 : 82).
Sementara menurut Syaiful Bahri Djamarah,(2000:2) bahwa “metode
demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses
atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Dari
beberapa pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode demonstrasi
menurut penulis adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan secara
langsung proses terjadinya sesuatu yang disertai dengan penjelasan lisan.
Metode demonstrasi/peragaan sebagai metode mengajar merupakan cara
mengajar yang mana guru atau ahli memperlihatkan kepada seluruh siswa suatu
benda asli, benda tiruan, atau suatu proses. Ini juga berarti bahwa metode demonstrasi
adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan pada
siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik
dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh
guru atau sumber belajar lain yang harus didemonstrasikan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


4
Metode demonstrasi baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu,
proses membuat sesuatu, proses bekerjanya sesuatu proses mengerjakan atau
menggunakannya, komponen-komponen yang membentuk sesuatu,
membandingkan suatu cara dengan cara lain dan untuk mengetahui atau melihat
kebenaran sesuatu.
Sebagai contoh, alat demonstrasi pada mata pelajaran Administrasi
Transaksi adalah mesin cash register. Dengan menggunakan alat praktek mesin
cash register guru dan siswa dapat menggambarkan langkah operasional
penyelesaian suatu pekerjaan dengan mudah.
Langkah-langkah Penggunaan Metode Demonstrasi.
Untuk melaksanakan model demonstrasi yang baik atau efektif, ada
beberapa langkah yang harus dipahami dan digunakan oleh guru, yang terdiri dari
perencanaan, uji coba dan pelaksanaan oleh guru lalu diikuti oleh murid dan
diakhiri dengan adanya evaluasi. Menurut J.J Hasibuan dan Mujiono (1993:31)
Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan dengan jelas kecakapan dan atau keterampilan apa yang
diharapkan dicapai oleh siswa sesudah demonstrasi itu dilakukan.
2. Mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh, apakah metode itu wajar
dipergunakan, dan apakah ia merupakan metode yang paling efektif untuk
mencapai tujuan yang dirumuskan.
3. Alat-alat yang diperlukan untuk demonstrasi itu bisa didapat dengan mudah,
dan sudah dicoba terlebih dahulu supaya waktu diadakan demonstrasi tidak
gagal.
4. Jumlah siswa memungkinkan untuk diadakan demonstrasi dengan jelas.
5. Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah yang akan dilaksanakan,
sebaiknya sebelum demonstrasi dilakukan, sudah dicoba terlebih dahulu
supaya tidak gagal pada waktunya.
6. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan, apakah tersedia waktu untuk
memberi kesempatan kepada siswa mengajukan pertanyaan pertanyaan dan
komentar selama dan sesudah demonstrasi.
7. Selama demonstrasi berlangsung, hal-hal yang harus diperhatikan :
a. Keterangan-keterangan dapat didengar dengan jelas oleh siswa.
b. Alat-alat telah ditempatkan pada posisi yang baik, sehingga setiap siswa
dapat melihat dengan jelas.
c. Telah disarankan kepada siswa untuk membuat catatan-catatan seperlunya.
8. Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan siswa. Sering perlu diadakan
diskusi sesudah demonstrasi berlangsung atau siswa mencoba melakukan
demonstrasi.
9. Realisasinya yaitu saat guru memperagakan atau mempertunjukkan suatu
proses atau cara melakukan sesuatu sesuai materi yang diajarkan. Kemudian
siswa disuruh untuk mengikuti atau mempertunjukkan kembali apa yang telah
dilakukan guru. Dengan demikian unsur-unsur manusiawi siswa dapat
dilibatkan baik emosi, intelegensi, tingkah laku serta indera mereka,
pengalaman langsung itu memperjelas pengertian yang ditangkapnya dan
memperkuat daya ingatnya mengetahui apa yang dipelajarinya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


5
Hakekat Mata Pelajaran Administrasi Transaksi
Ilmu Tehnologi adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi
kelangsungan dan keyamanan hidup manusia, termasuk didalamnya hal-hal yang
berhubungan dengan:
1. Teori-teori untuk memahami computer device, program, dan sistem
2. Eksperimen untuk pengembangan dan pengetesan konsep
3. Metodologi desain, algoritma, dan tool untuk merealisasikannya
4. Metode analisa untuk melakukan pembuktian bahwa realisasi sudah sesuai
dengan requirement yang diminta
Pada tahun 1937, seorang sosiolog Amerika, Read Bain, menulis bahwa
technology includes all tools, machines, utensils, weapons, instruments, housing,
clothing, communicating and transporting devices and the skills by which we
produce and use them ("teknologi meliputi semua alat, mesin, aparat, perkakas,
senjata, perumahan, pakaian, peranti pengangkut/pemindah dan pengomunikasi,
dan keterampilan yang memungkinkan kita menghasilkan semua itu".
Secara umum, teknologi dapat didefinisikan sebagai entitas, benda maupun
tak benda yang diciptakan secara terpadu melalui perbuatan dan pemikiran
untuk mencapai suatu nilai. Dalam penggunaan ini, teknologi merujuk pada alat
dan mesin yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah di
dunia nyata. Ia adalah istilah yang mencakupi banyak hal, dapat juga meliputi
alat-alat sederhana, seperti linggis atau sendok kayu, atau mesin-mesin yang
rumit, seperti stasiun luar angkasa atau pemercepat partikel. Alat dan mesin
tidak mesti berwujud benda; teknologi virtual, seperti perangkat lunak dan
metode bisnis, juga termasuk ke dalam definisi teknologi ini.
Pengenalan Mesin Cash Register
Sebagaimana yang terkandung dalam Kompetesi inti 3 dan Kompetensi
inti 4 mata pelajaran Administrasi Transaksi pada siswa kelas XI Bisnis Daring
dan Pemasaran 2 di SMK Negeri 1 Samarinda Tahun Pelajaran 2018/2019,
terdapat indikator-indikator kompetensi dasar mengoperasikan mesin Cash
Register sebagai berikut:
1. Fungsi cash register (lembar sebar) dijelaskan dengan benar.
2. Berbagai cash register dioperasikan sesuai dengan SOP.
3. Perintah-perintah mengoperasikan program menu (lembar sebar) seperti:
membuat, membuka, menyimpan, menyimpan dengan nama lain dioperasikan
sesuai dengan SOP.
4. Perintah-perintah memprogram tanggal dan bulan pada nama kasir.
5. Perintah-perintah memprogram harga barang, nama barang, discount dan
pengunaan kartu kredit.
6. Formula dan fungsi sederhana seperti: Sub total, Total barang dan pembatalan
pembelian barang dioperasikan dengan benar.
7. Perintah-perintah pencetakan seperti print setup hasil penjualan harian dan
mingguan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


6
METODE PENELITIAN
Penelitian ini tergolong penelitian tindakkan kelas (PTK) merupakan
penelitian yang lebih sesuai dengan tugas pokok dan fungsi guru untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran. Pendekatan penelitian yang seringkali
digunakan dalam PTK adalah pendekatan penelitian kualitatif karena dalam
melakukan tindakan kepada subjek penelitian mengutamakan makna dan proses
pembelajaran sebagai upaya meningkatkan prestasi belajar siswa melalui tindakan
yang dilakukan.
Menurut Joni dan Tisno dalam kutipan Wahidmurni (2008:14), PTK
merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dan tindakan-tindakan yang
dilakukannya itu, serta untuk memperbaiki kondisi-kondisi dimana praktek-
praktek pembelajaran tersebut dilakukan. Hopkins dalam kutipan oleh Rochiati
Wiriaatmadja (2007:11), PTK adalah penelitian yang menkombinasikan prosedur
penelitian dengan tindakan substantive, suatu tindakan yang dilakukan dalam
disiplin inkuiri atau usaha seorang untuk memahami apa yang sedang terjadi,
sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.
Arikunto dkk. (2008:2-3) menjelaskan tiga pengertian penelitian tindakan
kelas (PTK), sebagai berikut:
1. Penelitian, kegiatan mencermati objek dengan menggunakan cara dan aturan
metodologi tertentu utuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat dan
penting bagi peneliti.
2. Tindakan, gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu.
Dalam penelitian berupa siklus kegiatan untuk siswa.
3. Kelas, sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama menerima pelajaran
yang sama dari guru yang sama pula.

Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom
Action Research), bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah melalui
penerapan langsung di kelas. Pada penelitian tindakan kelas bukan lagi mengetes
sebuah perlakuan tetapi sudah mempunyai keyakinan akan baiknya sesuatu
perlakuan.
Siklus II
1. Perencanaan:
a. Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai dengan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran Administrasi
Transaksi kelas XI Bisnis Daring dan Pemasaran 2, dan mengembangkan
skenario pembelajaran.
b) Menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan pada setiap tindakan.
c) Mempersiapkan media pembelajaran yang diperlukan (LCD Proyektor ).
d) Mempersiapkan alat pembelajaran yang diperlukan (Cash Register).
e) Menyiapkan lembar soal post test.
f) Menyiapkan Lembar Kerja Siswa.
g) Menyiapkan lembar observasi yang digunakan observer.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


7
2. Tindakan
a. Kegiatan awal.
1) Apersepsi
2) Motivasi
3) Menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Kegiatan Inti.
1) Guru menjelaskan materi cara memprogram nama kasir, tanggal, waktu,
sub total dan total terlebih dahulu mengadakan apersepsi.
2) Setelah satu jam pelajaran, siswa secara perorangan diminta untuk
mencoba dan mempraktikan materi memprogram nama kasir, tanggal,
waktu, sub total dan total menggunakan mesin cash register dengan
bimbingan guru.
c. Kegiatan Akhir.
1) Siswa menyimpulkan materi pembelajaran dibawah bimbingan guru.
2) Mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
3) Guru memberikan tugas.
3. Pengamatan. Pada tahap ini guru mengamati proses kegiatan yang sedang
berlangsung, diantaranya:
a. Mengamati proses belajar yang sedang berlangsung.
b. Mengamati cara siswa memprogram nama kasir, tanggal, waktu, sub total
dan total.
c. Menilai hasil kerja siswa ( kertas struk ) yang dikerjakan.
d. Observer melakukan penilaian tentang pelaksanaan perbaikan pembelajaran
dengan menggunakan lembar pengamatan.
4. Refleksi. Pada tahap ini dilakukan untuk mengevalusi seluruh tindakan yang
dilakukan berdasarkan hasil pengamatan :
a. Apakah materi yang disampaikan oleh guru dapat diterima dengan jelas oleh
siswa? Indikator yang dapat dilakukan adalah melihat hasil pada hasil post
test dan lembar kerja siswa jika hasilnya belum mencapai 75% maka akan
dilakukan perbaikan pada siklus kedua dengan materi yang sama, dan jika
hasilnya sudah memuaskan maka pada siklus kedua akan disampaikan
materi yang berbeda.
b. Menyusun rencana perbaikan sesuai dengan kelemahan-kelemahan pada
yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan untuk digunakan pada siklus
kedua.
Siklus II
1. Perencanaan. Pada tahap ini akan dilakukan:
a. Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai dengan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran Administrasi
Transaksi kelas XI Pemasaran 1, dan mengembangkan skenario
pembelajaran.
b. Menentukan pokok bahasan yang akan diajarkan pada setiap tindakan.
c. Mempersiapkan media pembelajaran yang diperlukan ( LCD Proyektor ).
d. Mempersiapkan alat pembelajaran yang diperlukan (Cash Regsiter).
e. Menyiapkan lembar soal post test.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


8
f. Menyiapkan Lembar Kerja Siswa.
g. Menyiapkan lembar observasi yang digunakan observer.
2. Tindakan. Tahap ini adalah pelaksanaan tindakan untuk perbaikan pembejaran
yang dilakukan, yaitu:
a. Kegiatan awan.
1) Apersepsi
2) Motivasi
3) Menyampaikan tujuan pembelajaran
b. Kegiatan Inti.
1) Guru menjelaskan materi cara memprogram nama kasir, tanggal, waktu,
sub total dan total terlebih dahulu mengadakan apersepsi.
2) Setelah satu jam pelajaran, siswa secara perorangan diminta untuk
mencoba dan mempraktikan materi memprogram nama kasir, tanggal,
waktu, sub total dan total menggunakan mesin cash register dengan
bimbingan guru.
c. Kegiatan Akhir.
1) Siswa menyimpulkan materi pembelajaran dibawah bimbingan guru.
2) Mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
3) Guru memberikan tugas.
3. Pengamatan. Pada tahap ini guru mengamati proses kegiatan yang sedang
berlangsung, diantaranya:
a. Mengamati proses belajar yang sedang berlangsung.
b. Mengamati cara siswa memprogram nama kasir, tanggal, waktu, sub total
dan total.
c. Menilai hasil kerja siswa ( kertas struk ) yang dikerjakan.
d. Observer melakukan penilaian tentang pelaksanaan perbaikan pembelajaran
dengan menggunakan lembar pengamatan.
4. Refleksi. Pada tahap ini dilakukan untuk mengevalusi seluruh tindakan yang
dilakukan berdasarkan hasil pengamatan :
a. Apakah materi yang disampaikan oleh guru dapat diterima dengan jelas oleh
siswa ? Indikator yang dapat dilakukan adalah melihat hasil pada hasil post
test dan lembar kerja siswa jika hasilnya belum mencapai 75% maka akan
dilakukan perbaikan pada siklus kedua dengan materi yang sama, dan jika
hasilnya sudah memuaskan maka pada siklus kedua akan disampaikan
materi yang berbeda.
b. Menyusun rencana perbaikan sesuai dengan kelemahan-kelemahan pada
yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan untuk digunakan pada siklus
kedua.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah lokasi atau tempat yang digunakan dalam
melakukan penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini
berlokasi di SMK Negeri 1 Samarinda Kompetensi Keahlian Pemasaran Kelas XI
Bisnis Daring dan Pemasaran 2. Alasan pemilihan kelas tersebut karena sesuai
dengan permasalahan penelitian. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


9
penelitian. Penelitian ini sudah dilaksanakan pada bulan Januari minggu keempat
dan minggu kelima pada Semester Genap tahun pelajaran 2018 / 2019 seperti
terlihat dalam jadwal sebagai berikut:
Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Perbaikan Pembelajaran.
Jumlah
No Siklus Mata Pelajaran Hari / Tanggal Kelas
Siswa
1. I Administrasi Senin, XI BDP 2 L = 11
Transaksi 21 Januari 2019 P = 23
2. II Administrasi Senin, XI BDP 2 L = 11
Transaksi 28 Januari 2019 P = 23

Subjek Penelitian
Adapun subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas XI Bisnis Daring dan
Pemasaran 2 Tahun Pelajaran 2018/2019 SMK Negeri 1 Samarinda sebanyak 34
siswa.
Metode Pengumpulan Data
Sumber data berasal dari subjek penelitian dan non subjek penelitian, yaitu
dari hasil nilai ulangan harian siswa dan hasil pengamatan guru sejawat. Metode
pengumpulan data berupa tes ulangan harian dan lembar observasi untuk
mengetahui data-data terkait penelitian.
Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat pengumpul data seperti, tes, kuesioner, observasi,
skala sikap, sosiometri, wawancara dan lain-lain. Instrumen atau alat ukur dalam
penelitian ini adalah berupa tes. Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada
individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan baik secara
tertulis atau lisan atau secara perbuatan (Sudjana dan Ibrahim, 1996:100).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Silabus, yaitu seperangkat rencana dan pengaturan tentang kegiatan
pembelajaran pengelolahan kelas, serta penilaian hasil belajar.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu merupakan perangkat
pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman guru dalam mengajar dan
disusun untuk tiap putaran. Masing-masing RPP berisi kompetensi dasar,
indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran khusus, dan kegiatan
belajar mengajar.
3. Lembar Observasi Kegiatan Belajar Mengajar, meliputi:
a. Lembar observasi pengelolaan model pembelajaran tuntas, untuk mengamati
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran.
b. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru, untuk mengamati aktivitas siswa
dan guru selama proses pembelajaran.
c. Tes formatif (Ulangan Harian). Tes ini disusun berdasarkan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai, digunakan untuk mengukur kemampuan
administrasi transaksi. Tes formatif ini diberikan setiap akhir putaran.
Bentuk soal yang diberikan adalah pilihan ganda (objektif) berjumlah 40
soal.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


10
Metode Analisis Data
Data kuantitatif berupa nilai ulangan harian menggunakan analisis deskriptif
komparatif yaitu membandingkan nilai tes kondisi awal, nilai tes setelah siklus 1,
nilai tes setelah siklus 2 kemudian di refleksi. Sedangkan data kualitatif hasil
observasi di analisis dengan menggunakan analasis deskriptif berdasarkan hasil
refleksi dari tiap-tiap siklus. Berikut adalah rumus deskriptif komparatif:
1. Menghitung rata-rata skor tercapai.
∑𝑋
𝑋̅ =
∑𝑁
Dengan:
𝑋̅ : Nilai rata-rata
∑ 𝑋 : Jumlah semua nilai siswa
∑ 𝑁 : Jumlah siswa

2. Menghitung persentase ketuntasan belajar.


∑𝑋
𝑋= × 100%
∑𝑁
Dengan:
𝑋 : Nilai rata-rata
∑ 𝑋 : Jumlah siswa yang tuntas belajar
∑ 𝑁 : Jumlah siswa

HASIL PENELITIAN
Data penelitian yang diperoleh berupa hasil uji coba item butir soal, data
observasi berupa pengamatan pengelolaan pembelajaran metode demonstrasi dan
pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes
formatif siswa pada setiap siklus. Data lembar observasi diambil dari dua
pengamatan yaitu data pengamatan pengelolaan pembelajaran metode demonstrasi
yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran
metode demonstrasi dalam meningkatkan hasil belajar siswa dan data pengamatan
aktivitas siswa dan guru. Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran metode demonstrasi.
Siklus I
Tahap Perencanaan.
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari rencana pelajaran 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I dilaksanakan pada
tanggal 21 Januari 2019 di di ruang kelas XI Bisnis Daring dan Pemasaran 2
dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru.
Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


11
dipersiapkan. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksaaan
belajar mengajar
Pada akhir proses belajar mengajar siswa diberi tes formatif I dengan tujuan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar yang
telah dilakukan. Adapun data hasil penelitian pada siklus I adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus I
No Uraian Hasil Siklus I
1 Nilai rata-rata tes formatif 73,53
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 25
3 Persentase ketuntasan belajar 74%
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran
model demonstrasi diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 73,53 dan
ketuntasan belajar mencapai 74% atau ada 25 siswa dari 34 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal
siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya
sebesar 74% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar
75%. Hal ini disebabkan karena siswa masih terbiasa terhadap metode ceramah
yang diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Hasil Pengamatan
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan
pengelolaan pembelajaran model demonstrasi yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh penerapan model pembelajaran model demonstrasi dalam meningkatkan
hasil belajar siswa dan data pengamatan aktivitas guru, sebagai berikut: Dari hasil
observasi guru pada siklus I ternyata kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran demonstrasi masih kategori cukup. Dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1. Guru sudah cukup baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan
tujuan pembelajaran
2. Guru kurang baik dalam pengelolaan waktu, dimana guru terlalu lama
mendemonstasikan sedang siswa justru kurang melakukan demonstrasi
3. Guru kurang baiak dalam melakukan penutupan pelajaran dimana guru lupa
menyampaikan kesimpulan dalam pelajaran.
Mengenai hasil observasi kepada siswa dapat disimpulkan :
1. Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran berlangsung
2. Siswa masih belum berani bertanya
3. Siswa masih kesulitan dalam pelaksanaan metode demonstasi
Refleksi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat
kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1. Guru perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat
langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


12
2. Guru perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan menambahkan
informasi-informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.
3. Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga
siswa bisa lebih antusias.
Siklus II
Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri
dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif II dan alat-alat pengajaran yang
mendukung.
Tahap Kegiatan dan Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus II dilaksanakan pada
tanggal 28 Januari 2019 di Kelas XI BDP 2 dengan jumlah siswa 34 siswa. Dalam
hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Adapun proses belajar mengajar mengacu
pada rencana pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus I, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus I tidak terulang lagi pada siklus II.
Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar
mengajar. Adapun data hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa pada Siklus II
No Uraian Hasil Siklus II
1 Nilai rata-rata tes formatif 81,73
2 Jumlah siswa yang tuntas belajar 31
3 Persentase ketuntasan belajar 91%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan pembelajaran


model demonstrasi diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 81,73 dan
ketuntasan belajar mencapai 91% atau ada 31 siswa dari 34 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus kedua secara klasikal
siswa sudah tuntas belajar , karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 sebesar
91% lebih besar dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%.
Hal ini disebabkan karena siswa sudah mengerti dan menyenangi cara metode
demonstrasi yang diterapkan dalam proses belajar mengajar.
Hasil Pengamatan
Data lembar observasi diambil dari dua pengamatan yaitu data pengamatan
pengelolaan pembelajaran model demonstrasi yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh penerapan model pembelajaran demonstrasi dalam meningkatkan hasil
belajar siswa dan data pengamatan aktivitas guru, sebagai berikut: Dari hasil
observasi guru pada siklus II ternyata kemampuan guru dalam melaksanakan
pembelajaran demonstrasi masih kategori cukup. Dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil pengamatan sebagai berikut:
1. Guru sudah baik dalam memotivasi siswa dan dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran.
2. Guru sudah baik dalam pengelolaan waktu, dimana guru hanya membantu
siswa yang mengalami kesulitan dalam mempraktikkan mesin cash register
selebihnya siswa sudah mampu untuk mempraktikkan sendiri.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


13
3. Guru sudah baik dalam melakukan penutupan pelajaran dimana guru
menyampaikan kesimpulan dalam pelajaran.
Mengenai hasil observasi kepada siswa maka dapat disimpulkan :
1. Siswa begitu antusias selama pembelajaran berlangsung
2. Siswa menanggapi metode demonstrasi dengan baik
3. Siswa sudah berani mengemukkan pendapat
4. Siswa sudah mampu mempraktikkan mesin cash register.
Refleksi
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus II ini telah mengalami
perbaikan, sehingga tidak perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus
berikutnya (Siklus III). Namun demikian guru perlu melakukan refleksi sebagai
berikut:
1. Guru lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi siswa sehingga siswa
bisa lebih antusias
2. Guru lebih jelas dalam menyampaikan tujuan pembelajaran. Dimana siswa
diajak untuk terlibat langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.
3. Guru perlu mengawasi saat berlangsungnya praktik.

PEMBAHASAN
Ketuntasan Hasil belajar Siswa
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
model demonstrasi memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman dan penguasaan
siswa terhadap materi yang telah disampaikan guru selama ini (ketuntasan belajar
meningkat dari siklus I, II). Pada siklus I pembelajaran model demonstrasi
diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 73,53 dan ketuntasan belajar
mencapai 74% atau ada 25 siswa dari 34 siswa sudah tuntas belajar. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara klasikal siswa belum
tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥ 75 hanya sebesar 74% lebih
kecil dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu sebesar 75%. Pada siklus
II pembelajaran model demonstrasi diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa
adalah 81,73 dan ketuntasan belajar mencapai 91% atau ada 31 siswa dari 34
siswa sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus kedua
secara klasikal siswa sudah tuntas belajar , karena siswa yang memperoleh nilai ≥
75 sebesar 91% lebih besar dari persentase ketuntasan yang dikehendaki yaitu
sebesar 75%.
Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Pada siklus I kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran demonstrasi
masih kategori cukup. Guru sudah cukup baik dalam memotivasi siswa dan dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran namun guru kurang baik dalam pengelolaan
waktu, dimana guru terlalu lama mendemonstasikan sedang siswa justru kurang
melakukan demonstrasi, dan guru kurang baik dalam melakukan penutupan
pelajaran.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


14
Aktivitas Guru dan Siswa Dalam Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran Administrasi Transaksi dengan pembelajaran demonstrasi yang
paling dominan adalah, mendengarkan / memperhatikan penjelasan guru, dan
mempraktik mesin cash register secara langsung materi yang telah didapat siswa.
Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas siswa dapat dikategorikan aktif.
Sedangkan untuk aktivitas guru selama pembelajaran telah melaksanakan
langkah-langkah demonstrasi dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang
muncul di antaranya aktivitas membimbing dan mengamati siswa dalam
mempraktikkan mesin cash register , menjelaskan materi yang tidak dimengerti
siswa, memberi umpan balik/evaluasi/tanya jawab dimana prosentase untuk
aktivitas di atas cukup besar.

KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama dua siklus,
dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1) Pembelajaran model demonstrasi memiliki
dampak positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang ditandai dengan
peningkatan rata-rata hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa dalam setiap
siklus, yaitu siklus I rata-rata hasil belajar 73,53 dengan ketuntasan belajar 74%,
dan siklus II rata-rata hasil belajar 81,73 dengan ketuntasan belajar 91%;
2) Penerapan pembelajaran model demonstrasi mempunyai pengaruh positif, yaitu
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam belajar Administrasi Transaksi,
hal ini ditunjukan dengan antusias siswa yang menyatakan bahwa siswa tertarik
dan berminat dengan pembelajaran model demontrasi sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar; dan 3) Pembelajaran model demonstrasi dapat
membantu dengan cepat untuk menganalisis materi yang telah disampaikan oleh
guru.

SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses
belajar mengajar Administrasi Transaksi lebih efektif dan lebih memberikan hasil
yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1) Untuk
melaksanakan pembelajaran model demonstrasi memerlukan persiapan yang
cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang
benar-benar bisa diterapkan dengan pembelajaran model demonstrasi dalam
proses belajar mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal; 2) Dalam rangka
meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering melatih siswa
dengan berbagai metode pengajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang
sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru,
memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya; 3) Perlu adanya penelitian yang
lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan di SMK Negeri 1
Samarinda Tahun Pelajaran 2018/2019; dan 4) Untuk penelitian yang serupa
hendaknya dilakukan perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


15
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo.
Sudijono, Anas. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
_______. 1989. Penilaian Program Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK
Depdikbud. Dirjen Dikti.
_______.2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
_______. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineksa Cipta.
_______.2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
_______. 1999. Kurikuum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina
Aksara.
Suryosubroto, B. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
J.J Hasibuan dan Mujiono. 1993. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


16
PENINGKATAN KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH SEBAGAI
SUPERVISOR DALAM MELAKSANAKAN SUPERVISI AKADEMIK
MELALUI PENDAMPINGAN DI SMP BINAAN KOTA SAMARINDA
SEMESTER II TAHUN PELAJARAN 2017/2018

Masniar
Pengawas SMP Dinas Pendidikan Kota Samarinda

ABSTRAK

Hasil observasi dan penilaian program supervisi dan pelaksanaan


supervisi oleh kepala sekolah di SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6
Samarinda menunjukan kepala sekolah belum menyusun program
Pelaksanaan supervisi hanya dilakukan supervisi kelas (Proses
Belaar Mengajar). Hasil supervisi belum dimanfaatkan untuk
peningkatan kinerja guru dan untuk pengembangan sekolah.Hal ini
disebabkan kepala SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6 Samarinda
masih baru di sekolah tersebut, sehingga kompetensi kepala sekolah
sebagai supervisor masih rendah. Salah satu cara untuk
meningkatkan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor dalam
melaksanakan supervisi akademik adalah melakukan penelitian
tindakan sekolah (PTS). Penelitian tindakan sekolah ini bertujuan
untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor
melalui pendampingan. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah, apakah melalui Pendampingan kompetensi kepala sekolah
sebagai supervisor dapat meningkat? Penelitian dilakukan dua
siklus, masing-masing siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan,
melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Pengamatan atau observasi dilakukan kepada kepala sekolah
SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6 Samarinda sebagai subyek
penelitian. Hasil penelitian siklus pertama menunjukan nilai
kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor meningkat, dari nilai
rata-rata kondisi awal 66.12 menjadi 73.89. Pada siklus kedua nilai
kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor di SMPN 5
Samarinda dan SMPN 6 Samarinda meningkat dengan rata-rata
nilai 90, sehingga ada peningkatan dari siklus I ke siklus II, karena
adanya pembinaan/bimbingan peneliti melalui pendampingan.
Dengan demikian maka hasil penelitian tindakan ini dapat
disimpulkan berdasarkan hasil analisis data bahwa pendampingan
dapat meningkatkan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor
dalam melaksanakan supervisi akademik. Peningkatan kompetensi
kepala sekolah sebagai supervisor terjadi karena adanya pembinaan
melalui pendampingan.

Kata kunci: kompetensi kepala sekolah, supervisor, supervisi


akademik dan pendampingan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


17
PENDAHULUAN
Berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional nomor 13 tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah dalam dimensi kompetensi supervisi.Berlakunya
peraturan ini mengharuskan kepala sekolah mampu melaksanakan supervisi di
sekolah. Salah satu tugas kepala sekolah adalah melaksanakan supervisi.
Dalam Pelaksanaan Kegiatan supervisi oleh kepala sekolah diawali dengan
merencanakan program supervisi akademik dalam rangka meningkatkan
profesionalisme guru, dan melaksanakan supervisi akademik terhadap guru, serta
memanfaatkan dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik dalam rangka
peningkatan mutu pendidikan.Kegiatan tersebut merupakan tugas kepala sekolah
yang seharusnya dilakukan secara rutin setiap tahun.Kompetensi kepala sekolah
dalam dimensi kompetensi supervisi yang harus dikuasai oleh kepala sekolah,
sehingga kegiatan supervisi akademik dan supervisi manajerial dapat dilakukan
dengan baik.
Kenyataan di sekolah binaan peneliti tugas supervisi oleh kepala sekolah
belum dilaksanakan dengan baik sesuai peraturan yang ada. Beberapa kepala
sekolah melaksanakan supervisi tetapi belum diawali dengan perencanaan
program supervisi, dan hasil supervisi tidak dimanfaatkan dan ditidaklanjuti untuk
meningkatkan kinerja guru dan tenaga kependidikan untuk pengembangan
sekolah. Pada umumnya kepala sekolah hanya melaksanakan supervisi akademik
terhadap guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.Di sekolah binaan
peneliti kondisinya sama dengan sekolah pada umumnya yaitu, kepala sekolah
dalam melaksanakan supervisi belum sesuai aturan antara lain, belum menyusun
program supervisi, melaksanakan supervisi hanya supervisi kelas, dan belum
memanfaatkan hasil supervisi untuk peningkatan kinerja guru dan tenaga
kependidikan serta untuk pengembangan sekolah. Hal ini mendorong penulis
melaksanakan penelitian melalui pendampingan, dengan bimbingan secara
individual kepada kepala sekolah sasaran penelitian. dalam penyusunan program
supervisi, pelaksanaan, dan pemanfaatan hasil supervisi. hal ini sesuai dengan
tugas pengawas yang diamanatkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah. Nilai kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor kepala
SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6 Samarinda masih rendah karena kepala
sekolah hanya melaksanakan supervisi kegiatan pembelajaran, belum menyusun
program supervisi, dan belum memanfaatkan hasil supervisi untuk peningkatan
kinerja guru,tenaga kependidikan dan untuk pengembangan sekolah, Hal ini
mendorong penulis untuk melaksanakan penelitian tindakan sekolah (PTS) dalam
rangka meningkatkan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor, yaitu
kemampuan dalam perencanaan program supervisi, melaksanakan supervisi, dan
memanfaatkan hasil supervisi untuk peningkatan kinerja guru, tenaga
kependidikan dan pengembangan sekolah, sehingga penyelenggaraan pendidikan
di sekolah dapat efektif dan efisien serta menghasilkan mutu sekolah yang baik.
Rendahnya kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor salah satu
penyebabnya adalah peneliti sebagai pengawas pembina kurangnya melakukan
pembinaan pelaksanaan supervisi kepada kedua kepala sekolah tersebut. Hal ini
disebabkan kedua kepala sekolah merupakan kepala sekolah baru di sekolah

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


18
binaan peneliti. Untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah sebagai
supervisor peneliti laksanakan dengan melakukan penelitian tindakan sekolah
(PTS) dengan judul Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
dalam melaksanakan supervisi akademik Melalui pendampingan di SMP Binaan
Kota Samarinda Semester II Tahun Pelajaran 2017/2018. Dengan pendampingan
dan bimbingan secara individual yang dilaksanakan peneliti di sekolah masing-
masing. Pembinaan/pendampingan dilakukan peneliti kepada SMPN 5 Samarinda
dan SMPN 6 Samarida, mulai dari penyusunan program supervisi, pelaksanan
supervisi , sampai dengan pelaksanaan tindak lanjut hasil supervisi.
Kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor dalam melaksanakan
supervisi akademik dapat ditingkatkan dengan pendampingan. dan bimbingan
secara individual. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah ”apakah melalui
pendampingan dapat meningkatkan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor
dalam melaksanakan supervisi akademik di SMP binaan Kota Samarinda?”
Sedangkan tujuan Penelitian tindakan sekolah ini adalah untuk meningkatkan
kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi
akademik melalui pendampingan di SMP binaan Kota Samarinda.

KAJIAN PUSTAKA
Kompetensi Kepala Sekolah
Kompetensi adalah pengetahuan,keterampilan,kemampuan atau kecakapan
yang dimiliki seseorang yang menjadi bagian dari keberadaan yang diperlihatkan
seseorang ketika melakukan sesuatu. Memahami visi dan misi serta memiliki
integritas yang baik saja belum cukup. Agar berhasil, kepala sekolah harus
memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk dapat mengemban tanggung
jawabnya dengan baik dan benar. Sedangkan kepala sekolah adalah seorang
pemimpim yang mempunyai bawahan yang dipilih dengan cara tertentu yang
mempunyai tanggung jawab dalam mewujudkan visi dan misi yang telah
ditentukan yang dibantu oleh staf. Staf merupakan sekelompok sumber daya
manusia yang bertugas membantu kepala sekolah dalam mencapai tujuan sekolah
yang terdiri dari guru, laboran, pustakawan, dan kelompok sumber daya manusia
yang bertugas sebagai tenaga adminstrasi (Kurniasih,2014).
Untuk penugasan kepala sekolah di satuan pendidikan harus sesuai standar
dan kompetensi kepala sekolah, karena kepala sekolah memegang peranan
penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan di sekolah baik prestasi akademik dan non akdemik dibutuhkan
kompetensi kepala sekolah yang berkulitas. Dengan kompetensi tersebut
keberhasilan tujuan pendidikan akan terwujud.
Keberhasilan kepala sekolah dalam memimpin sekolah ditentukan oleh
kompetensi yang dimiliki. Agar kepala sekolah dapat melaksanakan tugas dengan
profesional maka kepala sekolah harus memenuhi kompetensi yang
dipersyaratkan. Kepala sekolah profesional adalah kepala sekolah yang menguasai
kompetensi kepribadian dan sosial, manajerial, kewirausahaan, supervisi
pembelajaran. (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007).
Keberhasilan pendidikan di satuan pendidikan tergantung kemampuan kepala

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


19
sekolah dalam menyusun rencana program supervisi, melaksanakan program
supervisi, dan menindaklanjuti hasil supervsisi.
Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa kompetensi kepala
sekolah adalah kepala sekolah yang memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang dibutuhkan dalam pengelolaan satuan pendidikan. Kompetensi
tersebut meliputi kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan , supervisi,
dan sosial.
Supervisor
Pengertian supervisi diihat dari bentuk perkataannya berasal dari dua buah
kata yaitu super + vision :super = atas, lebih, vision = lihat, tilik, awasi. Makna
yang terkandung dalam pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor
mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya
adalah melihat, menilik, atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.
Supervisor adalah seorang yang profesional dalam menjalankan tugas
supervisi. Supervisor menjalankan tugasnya atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk
meningkatkan pendidikan. Untuk melakukan supervisi diperlukan kelebihan yang
dapat melihat dengan tajam terhadap permasalahan mutu pendidikan,
menggunakan kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar
menggunakan penglihatan mata biasa, seorang kepala sekolah membina
peningkatan mutu akademik melalui penciptaan situasi belajar yang lebih baik,
dalam hal fisik maupun non fisik (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan harus mampu
mengkoordinasikan program, melaksanakan program dan menindaklanjuti
program, yang berkaitan dengan sekolah dan para guru. Supervisor juga harus
mampu berperan sebagai konsultan dalam pengembangan mutu pendidikan.
Supervisor pendidikan juga berperan sebagai pemimpin kelompok, dalam
pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum,
pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum.
Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang
berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan
sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti,
mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik
kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari
permasalahan di atas.
Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa, kepala sekolah sebagai
supervisor adalah seorang kepala sekolah yang memiliki kemampuan dalam
merencanakan program supervisi, melaksanakan program supervisi dan menindak
lanjuti hasil supervisi dengan berdasarkan pada kemampuan ilmiah dan
pendekatan yang demokratis, dan memahami tugas supervisi yaitu sebagai
inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian.
Supervisi Akademik
Kemdikbud (2017 :12) menyatakan bahwa Supervisi akademik adalah
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran kemdikbud (dalam
Daresh, 1989, Glickman, et al. 2007). Untuk melaksanakan supervisi akademik,

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


20
dibutuhkan perencanaan yang baik. Pengertian perencanaan supervisi akademik
adalah suatu proses untuk menentukan kegiatan melalui urutan langkah dengan
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki dalam membantu guru
mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
Prinsip perencanaan supervisi akademik
1. praktis, artinya mudah dikerjakan sesuai kondisi sekolah;
2. sistematis, artinya dikembangkan sesuai perencanaan program supervisi yang
matang dan tujuan pembelajaran;
3. objektif, artinya masukan sesuai aspek-aspek instrumen;
4. realistis, artinya berdasarkan kenyataan sebenarnya;
5. antisipatif, artinya mampu menghadapi masalah-masalah yang mungkin akan
terjadi;
6. konstruktif, artinya mengembangkan kreativitas dan inovasi guru dalam
mengembangkan proses pembelajaran;
7. kooperatif, artinya ada kerja sama yang baik antara supervisor dan guru dalam
mengembangkan pembelajaran;
8. kekeluargaan, artinya mempertimbangkan saling asah, asih, dan asuh dalam
mengembangkan pembelajaran;
9. demokratis, artinya supervisor tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi
akademik;
10. aktif, artinya guru dan supervisor harus aktif berpartisipasi;
11. humanis, artinya mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang
harmonis, terbuka, jujur, sabar, antusias, dan penuh humor;
12. berkesinambungan (supervisi akademik dilakukan secara teratur dan
berkelanjutan oleh kepala sekolah);
Manfaat Perencanaan Supervisi Akademik
1. Sebagai alat pengawasan dan pengendalian kegiatan supervisi akademik.
2. Memudahkan pelaksanaan kegiatan supervisi akademik karena telah ditetapkan
kegiatan-kegiatan mana yang diperlukan dan mana yang tidak.
3. Sebagai pedoman untuk malaksnakan supervisi akademik secara tertib dan
teratur sesuai dengan tahap-tahap yang semestinya.
Untuk mendapatkan manfaat perencanaan program supervisi akademik
secara optimal, seorang pengawas harus memahami kekhususan dari proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Dengan demikian dalam
mengembangkan instrumen supervisi hendaknya mengacu pada proses belajar
mengajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.
Pendampingan
Kemdikbud (2013 :5), Pendampingan adalah proses pemberian bantuan
penguatan pelaksanaan Supervisi yang diberikan, pengawas sekolah kepada
kepala sekolah dalam melaksanakan supervise akademik.
Prinsip Pendampingan
1. Kolegial, yaitu hubungan kesejawatan antara pemberi dan penerima
pendampingan. Dengan prinsip ini maka pengawas sekolah pemberi bantuan ,

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


21
dan kepala sekolah, yang menerima bantuan memiliki kedudukan setara, tidak
satu lebih tinggi dibaningkan lainnya.
2. Profesional, yaitu hubungan yang terjadi antara pemberi pendampingan dan
penerima pendampingan adalah untuk peningkatan kemampuan profesional
dan bukan atas dasar hubungan personal.
3. Sikap saling percaya, yaitu pengawas sekolah, dan kepala sekolah, yang
menerima pendampingan memiliki sikap percaya kepada pemberi
pendampingan bahwa informasi, saran, dan contoh yang diberikan adalah yang
memang dikehendaki.
4. Berdasarkan kebutuhan, yaitu materi pendampingan adalah materi
teridentifikasi sebagai aspek yang masih memerlukan penguatan dan kegiatan
penguatan akan memantapkan pengetahuan dan ketrampilan penerima
pendampingan.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendampingan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah dapat bermakna pembinaan, pengajaran, pengarahan
dan mengembangkan diberbagai potensi yang dimiliki oleh kepala Sekolah yang
lebih baik.

METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan pada semester II tahun
pelajaran 2017/2018, yaitu mulai bulan Februari sampai dengan Mei 2018.
Tempat penelitian tindakan sekolah adalah SMP Negeri 5 Samarinda dan SMPN 6
Samarinda.
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah kepala SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6
Samarinda. Kepala SMPN 5 Samarinda dan Kepala SMPN 6 Samarinda menjadi
subyek penelitian karena kedua sekolah tersebut merupakan sekolah binaan
peneliti.
Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan dua siklus, tiap siklus melalui
tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Masing-masing siklus
dilaksanakan tiga kali pertemuan.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik penelitian tindakan sekolah dilakukan dengan melaksanakan
evaluasi kondisi awal dengan menilai program supervisi dan pelaksanaan
supervisi akademik yang ada di dua sekolah tersebut. Nilai kondisi awal diketahui
dilanjutkan dengan diskusi pemecahan masalah. Salah satu cara untuk
memecahkan masalah kepala sekolah sebagai supervisor adalah dengan
pelaksanaan tindakan sekolah yaitu dengan pendampingan dan pembimbingan/
pembinaan.
Data diperoleh dengan melaksanakan penilaian penyusunan program
supervisi dan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah, sebelum dilaksanakan
tindakan dan setelah tindakan,penilaian menggunakan instrumen penilaian kepala

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


22
sekolah sebagai supervisor. Hasil penilaian direkap dan di rata-rata sehingga
diketahui adanya peningkatan kemampuan kepala sekolah sebagai supervisor di
SMPN 5 Samarinda dan kepala SMPN 6 Samarinda. Data diperoleh dengan
observasi program supervisi ,(kunjungan kelas), wawancara dan catatan-catatan
yang dibuat peneliti selama pelaksanaan penelitian.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitia tindakan sekolah ini menggunakan teknik
analisis deskriptif. Teknik ini digunakan dengan cara membandingkan hasil yang
diperoleh dari kegiatan pra siklus, siklus pertama dan siklus kedua, sehingga akan
diperoleh gambaran peningkatan kemampuan kepala sekolah sebagai supervisor
dalam melaksanakan supervisi akademik melalui pendampingan.
Indikator Kinerja
Indikator yang digunakan dalam penelitian tindakan sekolah ini adalah
dengan melihat adanya peningkatan kemampuan kepala sekolah sebagai
supervisor.Indikator keberhasilan penelitian tindakan sekolah ini apabila nilai
kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor adalah baik. Penilaian kompetensi
kepala sekolah sebagai supervisor dengan nilai dan sebutan sesuai dengan
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi nomor 16 tahun 2009.

HASIL PENELITIAN
Deskripsi Kondisi Awal
Hasil penilaian kinerja kepala sekolah di SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6
Samarinda menunjukan kemampuan kepala sekolah sebagai supervisor masih
rendah. Hal ini ditunjukan dengan nilai hasil penilaian kepala sekolah dalam
kompetensi supervisi dengan rata-rata nilai 66.12 Rendahnya nilai kompetensi
kepala sekolah dalam supervisi disebabkan kedua kepala sekolah tersebut baru
diangkat disekolah tersebut,sehingga dalam melaksanakan supervisi kepala
sekolah belum menyusun program supervisi , belum menganalisis hasil observasi
dan tindak lanjutnya. Data hasil nilai kompetensi kepala sekolah sebagai
supervisor kondisi awal dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kondisi Awal Nilai Kompetensi Kepala Sekolah
sebagai Supervisor pada Supervisi Akademik.
No Asal Sekolah Nilai Pra Siklus
1 SMPN 5 Samarinda 66,67
2 SMPN 6 Samarinda 65.56
Rata-rata 66.12

Siklus 1
Perencanaan
Kegiatan perencanaan diawali dengan menentukan sekolah sasaran
penelitian tindakan sekolah yaitu kepala SMPN 5 Samarinda dan kepala SMPN 6
Samarinda. Menentukan Indikator keberhasilan PTS dengan metode
pendampingan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor meningkat menjadi

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


23
baik. Perumusan langkah-langkah kegiatan tindakan merupakan kegiatan
perencanaan selanjutnya, yang dimulai dari sosialisasi kepada kepala SMPN 5
Samarinda dan SMPN 6 Samarinda tentang penelitian tindakan sekolah yang akan
dilaksanakan. Tujuan penelitian dan penerapan pendampingan sebagai solusi
pemecahan masalah, disampaikan kepada kepela sekolah. Instrumen,materi
pendampingan, dan buku catatan disiapkan dalam kegiatan ini
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 Pertemuan I
Pada pelaksanakan siklus 1 pertemuan I dilaksanakan pendampingan
penyusunan program supervisi, baik supervisi akdemik maupun supervisi
manajerial, dengan narasumber peneliti dan pesertanya adalah semua kepala
sekolah di sekolah binaan peneliti, yaitu ada 5 kepala sekolah antara lain, kepala,
SMPN 5 Samarinda, SMPN 6 Samarinda, SMP IT Sebulussalam Samarinda, SMP
Aljawahir Samarinda, SMP Nuri Samarinda. Pelaksanaan pendampingan di SMP
masing-masing, Pendampingan dilakukan dengan pemberian materi penyusunan
program supervisi akademik dan supervisi manajerial, dengan menggunakan
metode ceramah dengan bantuan teknologi informasi yaitu komputer Selama
pemberian materi terjadi tanya jawab antara peneliti dan kepala sekolah.
Hasil dari pelaksanaan siklus 1 pertemuan I adalah tersusunnya program
supervisi akademik mulai dari halaman judul, halaman pengesahan, kata
pengantar, daftar isi dan program supervisi akademik, dan jadwal kegiatan
supervisi akademik. namun kepala sekolah belum dapat menyelesaikan target
tersebut.
Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 Pertemuan II
Pertemuan II dilaksanakan di sekolah masing-masing yaitu di SMPN 5
Samarinda dan SMPN 6 Samarinda. Kegiatan pertemuan II adalah pendampingan
dan bimbingan kepada kepala sekolah tentang penyusunan jadwal supervisi dan
instrument supervise,pelaksanaan program supervisi dan pemanfaatan hasil
supervisi.Setelah bimbingan peneliti koreksi dan perbaikan, program supervisi
akademik yang telah diterima kemudian di kembalikan lagi kepada kepala
sekolah. Hal ini peneliti lakukaan dengan harapan program supervisi akademik
sudah dapat tersusun dengan baik
Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 Pertemuan III
Pada pertemuan III ternyata kepala sekolah baru melaksanakan supervisi
kegiatan kelas (PBM), dengan jadwal supervise, belum menyusun program
supervise sehingga peneliti melakukan pendampingan dan bimbingan kepada
kepala sekolah dalam penyusunan program supervisi. Diskusi dan tanya jawab
antara peneliti dan kepala sekolah terjadi pada kegiatan ini, sehingga kepala
sekolah lebih memahami materi tentang supervisi pendidikan.
Observasi
Pengamatan dilakukan untuk mengamati keaktifan kepala sekolah dalam
mengikuti pendampingan, dan selama bimbingan. Penilaian menggunakan
instrumen penilaian kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor. Berdasrkan
hasil observasi dan penilaian, kompetensi kepala SMPN 5 Samarinda dan kepala

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


24
SMPN 6 Samarinda memiliki kemampuan yang hampir sama dengan rata-rata
nilai 73.89. Hasil penilaian pada siklus 1 dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai Kompetensi Kepala Sekolah sebagai Supervisor Siklus I
No Asal Sekolah Nilai Pra Siklus
1 SMPN 5 Samarinda 74.44
2 SMPN 6 Samarinda 73.33
Rata-rata 73.89
Refleksi
Hasil penilaian kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor kepala SMPN
5 Samarinda dengan rata-rata nilai 74.44 dan kepala SMPN 6 Samarinda dengan
rata-rata nilai 73.33, dan rata-rata nilainya adalah 73.89 ,penilaian kompetensi
kepala sekolah sebagai supervisor dan hasil pengamatan serta hasil wawancara
penulis dengan sasaran penelitian. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap
kepala sekolah dan hasil penilaian kepala SMPN 5 Samarinda dan kepala SMPN 6
samarinda, masih ada beberapa hal yang masih cukup adalah:
1. Kepala SMPN 5 dalam menyusun program supervsi, melaksanakan supervisi
(administasi perencanaan , penilaian RPP),dan menganalisis hasil supervisi dan
tindaklanjut
2. Kepala SMPN 6 dalam menyusun program supervsi, menyusun rencana
pelaksanaan supervisi akademik,melaksanakan supervisi akademik (
administasi perencanaan dan penilaian RPP),dan menganalisis hasil supervise
dan tindaklanjuti.
Siklus II
Perencanaan
Kegiatan perencanaan pada siklus 2 adalah mempersiapkan materi revisi
yaitu materi yang belum dikuasai sepenuhnya oleh kepala sekolah sasaran
penelitian. Materi tersebut adalah menyusun program supervisi, melaksanakan
supervisi (administasi perencanaan, penilaian RPP),menganalisis hasil supervisi
dan tindak lanjut hasil supervisi. Buku catatan, dan instrumen peneliti persiapkan
dalam kegiatan ini.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 Pertemuan I
Pertemuan I siklus 2 yang dilaksanakan adalah penjelasan materi yang
kurang dipahami oleh kepala sekolah sasaran pada siklus 1, sehingga peneliti
hanya mengulas materi yang belum jelas saja yaitu penyusunan program
supervisi, melaksanakan supervisi (administasi perencanaan, penilaian RPP), dan
menganalisis hasil supervisi dan tindaklanjut.Setelah memberikan penjelasan dan
bimbingan secara individual kepada kepala sekolah. Tanya jawab dan diskusi
terjadi antara kepala sekolah dengan peneliti. Setelah penjelasan materi
dilanjutkan dengan perbaikan penyusunan program.
Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 Pertemuan II
Pelaksanaan tindakan siklus 2 pertemuan II dilaksanakan peneliti ke
SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6 Samarinda untuk koreksi program supervisi

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


25
serta diperbaiki oleh peneliti setelah itu hasil koreksi disampaikan kepada kepala
sekolah sasaran.
Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 Pertemuan III
Pertemuan III siklus 2 dilaksanakan di sekolah masing-masing yaitu di
SMPN 5 Samarinda dan SMPN 6 Samarinda. Kegiatan pada pertemuan tersebut
adalah pendampingan dan bimbingan pelaksanaan supervisi akademik dan analisis
hasil supervisi untuk peningkatan kinerja guru dan untuk peningkatan mutu
sekolah.
Observasi
Hasil pengamatan dan penilaian kompetensi kepala sekolah sebagai
supervisor pada siklus 2, diperoleh hasil kepala sekolah yang mencapai nilai
tertinggi adalah kepala SMPN 5 Samarinda dengan nilai 91.11 dan nilai terendah
adalah 88.89 adalah, kepala SMPN 6 Samarinda. Rata-rata nilai kompetensi
kepala sekolah sebagai supervisor pada siklus 2 adalah 90. Nilai siklus 2 dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor siklus II
No Asal Sekolah Nilai Pra Siklus
1 SMPN 5 Samarinda 91.11
2 SMPN 6 Samarinda 88.89
Rata-rata 90
Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian kompetensi kepala sekolah
sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik kepala SMPN 5
Samarinda dan SMPN 6 Samarinda diperoleh nilai kepala SMPN 5 Samarinda
adalah 91.11 dan kepala SMPN 6 Samarinda adalah 88.89. Hasil ini menunjukan
bahwa tujuan penelitian telah tercapai, sehingga penelitian tidak dilanjutkan pada
siklus berikutnya.
Analisis Data
Tabel 4. Peningkatan Nilai Kompetensi Kepala Sekolah
sebagai Supervisor, Kondisi Awal, Siklus I, Siklus II
Nilai
No Asal Sekolah
Awal Siklus 1 Siklus 2 Peningkatan
1 SMPN 5 Samarinda 66.67 74.44 91.11 16.67
2 SMPN 6 Samarinda 65.56 73.33 88.89 15.56
Rata-rata 66.12 73.89 90 16.12
Berdasarkan tabel 4 tersebut bahwa kompetensi kepala sekolah sebagai
supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik kepala SMPN 5 Samarinda
dan kepala SMPN 6 Samarinda pada siklus pertama rata-rata nilainya adalah
73.89. Siklus kedua memperoleh rata-rata nilai 90. Hal ini menunjukan ada
peningkatan nilai mulai dari kondisi awal, setelah diadakan tindakan siklus 1 dan
siklus 2. Peningkatan kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor dalam
melaksanakan supervisi akademik, dari kondisi awal, siklus 1 dan siklus 2 dapat
dilihat pada diagram batang berikut.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


26
100
90
80
70
60
50
Nilai Kompetensi Kepala
40 Sekolah sebagai Supervisor
30
20
10
0
Kondisi Awal Siklus I Siklus II

Gambar 1. Diagram Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah sebagai Supervisor


dalam Melaksanakan Supervisi Akademik Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

Dengan demikian maka pendampingan yang dilakukan sebanyak dua siklus


dapat memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kualitas kepala sekolah
sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik. di SMP binaan Kota
Samarinda.

PEMBAHASAN
Hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi kepala sekolah
sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik,terjadi karena adanya
pendampingan.Target dari penelitian tindakan sekolah ini adalah kompetensi
kepala sekolah sebagai supervisor adalah baik.Hasil penilaian kedua sekolah pada
siklus 1 dengan nilai rata-rata 73.89 dengan predikat cukup. Untuk itu target
penelitian tindakan sekolah belum terpenuhi. Target tidak terpenuhi disebabkan
beberapa aspek antara lain, Kepala sekolah belum menyelesaikan program
supervisi, melaksanakan supervisi administrasi dan penilaian Rpp,menganalisis
hasil supervisi dan menindaklanjuti hasil supervisi.Hasil penelitian tindakan
sekolah siklus pertama menunjukan adanya peningkatan kompetensi kepala
sekolah sebagai supervisor. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan dan
penilaian kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor siklus pertama melalui
pendampingan dengan rata-rata nilai 73.89 , meningkat dari kondisi awal 66.12.
Pelaksanaan penelitian tindakan sekolah siklus 2 menggunakan metode
yang sama yaitu pendampingan peningkatan kompetensi kepala sekolah sebagai
supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, dan bimbingan. Pada siklus
2 ini terjadi peningkatan nilai dari siklus 1, yaitu kepala SMPN 5 Samarinda
memperoleh nilai pada siklus 1 adalah 74.44 pada siklus 2 adalah 91.11 dan
kepala SMPN 6 Samarinda memperoleh nilai pada siklus 1 adalah 73.33 pada
siklus 2 adalah 88.89.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


27
Data tersebut menunjukan bahwa dari kondisi awal dengan dilaksanakannya
penelitian tindakan sekolah dengan metode pendampingan, dan bimbingan pada
siklus 1 dan siklus 2 terdapat peningkatan kompetensi kepala sekolah sebagai
supervisor. dalam melaksanakan supervisi akademik kepala SMPN 5 Samarinda
dan kepala SMPN 6 Samarinda pada siklus pertama rata-rata nilainya adalah
73.89 (cukup). Siklus kedua memperoleh rata-rata nilai 90(baik)
Indikator kinerja hasil penelitian yang ditentukan oleh penulis sudah
tercapai pada siklus 2. Indikator yang ditetapkan adalah semua kepala sekolah
sebagai subyek penelitian memiliki kompetensi baik. Hal ini menunjukan ada
peningkatan nilai mulai dari kondisi awal, setelah diadakan tindakan siklus 1 dan
siklus 2. membuktikan bahwa pendampingan dapat meningkatkan kompetensi
kepala sekolah sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik di
SMP binaan kota samarinda tahun pelajaran 2017/2018.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan seperti yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya,maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:berdasarkan
analisis data hasil penelitian tindakan sekolah diperoleh fakta bahwa ada
hubungan antara pendampingan dengan peningkatan kompetensi kepala sekolah
sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik, yaitu melalui
pendampingan dapat meningkatkan kompetensi kepala sekolah sebagai
supervisor.

SARAN
Kompetensi kepala sekolah sebagai supervisor perlu ditingkatkan, untuk itu
peneliti menyampaikan saran sebagai berikut: 1) Kepala sekolah melaksanakan
supervisi akademik dan supervisi manajerial secara rutin; 2) Kepala sekolah
memanfaatkan hasil supervisi untuk peningkatan kinerja guru dan tenaga
kependidikan dan untuk pengembangan sekolah; 3) Guru dan tenaga kependidikan
selalu mendukung kegiatan supervisi kepala sekolah; dan 4) Pengawas sekolah
selalu memantau dan membina pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Direktorat Jendral Peningkatan Mutu


Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
Dyah Kurniasih. 2014. Makalah Kompetensi Kepala Sekolah. http://makalah-
koleksiku.blogspot.com/2014/02/makalah-manajemen-kepala-sekolah.html.
Diakses pada 6 Mei 2018.
Kemdikbud. 2013 Pedoman Pendampingan Implementasi Kurikulum 2013 untuk
SMP.
Kemdikbud. 2017 Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Pengawas Sekolah
Supervisi Akademik
Sudjana, Nana. 2010. Penelitian Tindakan Kepengawasan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


28
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar
Kepala Sekolah/ Madrasah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 12 Tahun 2007 tentang Standar
Pengawas Sekolah/ Madrasahan.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kriditnya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2010 tentang Penugasan
Guru sebagai Kepala Sekolah/ Madrasah.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


29
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020
30
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X
AGROBISNIS SMK NEGERI 19 SAMARINDA BIDANG STUDI BIOLOGI
MATERI SEL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING
TAHUN 2019

Subali
Guru SMK Negeri 19 Samarinda

ABSTRAK

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan hasil


belajar siswa kelas X Agrobisnis SMK Negeri 19 Samarinda. Secara
khusus tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mendeskripsikan
pengelolaan pembelajaran oleh guru; 2) mendeskripsikan aktivitas
siswa dalam pembelajaran; dan 3) mendeskripsikan hasil belajar
siswa kelas X Agrobisnis SMK Negeri 19 Samarinda Pada Materi Sel
Melalui Model Pembelajaran Problem Posing Tahun Pelajaran
2019/2020. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus, masing-
masing siklus terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi. Setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan
(tiga kali tatap muka). Data pengelolaan pembelajaran oleh guru
digali dengan menggunakan Lembar Pengamatan Pengelolaan
Pembelajaran oleh Guru, data aktivitas siswa digali dengan
menggunakan Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa, sedangkan data
hasil belajar siswa digali dengan menggunakan Lembar Tes Hasil
Belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) pengelolaan
pembelajaran oleh guru juga mengalami peningkatan dari siklus I
sebesar 3,001 (baik) menjadi 3,191 (baik) pada siklus II; 2) aktivitas
siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus I
sebesar 2,91 (baik) menjadi 3,3 (baik) pada siklus II; dan
3) persentase ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan
dari prasiklus 25 % menjadi 54,17 % pada siklus I dan 83,33 % pada
siklus II. Simpulan dari penelitian ini adalah Model Pembelajaran
Problem Posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X
Agrobisnis SMK Negeri 19 Samarinda pada materi Sel Tahun
Pelajaran 2019/2020.

Kata Kunci: Hasil Belajar, Sel, Model Pembelajaran Problem Posing

PENDAHULUAN
Melalui proses pembelajaran, diharapkan siswa dapat memperoleh berbagai
pengetahuan, keterampilan, dan penguasaan nilai-nilai (sikap) sebagai bentuk dari
hasil belajar. Sehingga siswa yang berhasil dalam proses pembelajaran adalah
siswa yang menguasai berbagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang direncanakan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


31
Guru mempunyai peran yang sangat besar dalam membangun kekuatan
internal dan eksternal siswa. Sehingga kalau faktor internal dan faktor eksternal
siswa menurun, guru yang baik dapat memberikan dorongan kepada siswa untuk
membangun motivasi dari dalam maupun dari luar dirinya. Guru hendaknya tidak
hanya sekedar menyampaikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap semata-mata
kepada siswa, akan tetapi guru juga diharapkan mampu membimbing siswa untuk
terlibat aktif dalam pembelajaran. Hasil pengamatan dan pengalaman peneliti
selama mengajar di kelas X Agrobisnis (ATPH/Pertanian) SMK Negeri 19
Samarinda, menunjukkan bahwa pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa
cenderung pasif. Berdasarkan rekapitulasi nilai tes hasil belajar siswa sebelum
pelaksanaan tindakan (penelitian), terlihat bahwa nilai yang diperoleh siswa masih
ada yang belum memenuhi standar minimal yang telah ditetapkan. Dalam proses
pembelajaran, idealnya seorang guru dapat menerapkan strategi pembelajaran,
model pembelajaran, dan metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di kelas X
Agrobisnis SMK Negeri 19 Samarinda adalah dengan menerapkan Model
Pembelajaran Problem Posing. Model Pembelajaran Problem Posing ini dapat
mengaktifkan siswa agar berpikir kritis dengan cara memancing siswa untuk
menemukan masalah berdasarkan topik yang diberikan sehingga menantang dan
memotivasi siswa untuk menyelesaikannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas X Agrobisnis SMK Negeri 19
Samarinda Bidang Studi Biologi Materi Sel Melalui Model Pembelajaran
Problem Posing Tahun Pelajaran 2019/2020”.

KAJIAN PUSTAKA
Model Pembelajaran Problem Posing
Problem Posing merupakan istilah bahasa Inggris yang menurut John M.
Echol dan Hassan Shadily (2006) problem berarti masalah atau soal dan posing
berasal dari “to pose” yang berarti mengajukan. Sehingga Problem
Posing merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan pengajuan
soal, dimana siswa diminta untuk mengajukan masalah (soal) berdasarkan situasi
tertentu.
Problem Posing dapat membantu siswa dalam mencari topik baru dan
menyediakan pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu juga, problem posing
dapat mendorong terciptanya ide-ide baru yang berasal dari setiap topik yang
diberikan (Brown dan Walter, 1990).
Model Pembelajaran Problem Posing merupakan metode pembelajaran
dengan tujuan mengaktifkan siswa agar berpikir kritis dengan cara memancing
siswa untuk menemukan masalah berdasarkan topik yang diberikan sehingga
menantang dan memotivasi siswa untuk menyelesaikannya. Sebagai strategi
pembelajaran, Model Pembelajaran Problem Posing melibatkan tiga keterampilan
dasar yaitu, menyimak (listening), berdialog (dialogue), dan tindakan (action).
Ada tiga situasi pelaksanaan Model Pembelajaran Problem Posing dalam
pembelajaran Biologi antara lain:

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


32
1. Situasi problem posing bebas, yaitu siswa diberikan kesempatan yang seluas-
luasnya untuk mengajukan soal yang sesuai dengan apa yang dikehendaki.
Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai
acuan untuk mengajukan soal.
2. Situasi problem posing semi terstruktur, yaitu siswa diberikan situasi atau
informasi terbuka, kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan
mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi
dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
3. Situasi problem posing terstruktur, yaitu siswa diberi soal atau penyelesaian
soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk
mengajukan soal baru.
Silver menemukan bahwa Model Pembelajaran Problem Posing merupakan
suatu aktivitas dengan dua pengertian yang berbeda yaitu: 1) proses
pengembangan Biologi yang baru oleh siswa berdasarkan situasi yang ada; dan
2) proses memformulasikan kembali masalah Biologi dengan kata-kata sendiri
berdasarkan situasi yang diberikan. Dengan demikian, masalah Biologi yang
diajukan oleh siswa mengacu pada situasi yang telah disiapkan oleh guru.
Sedangkan Oegena dan Golla memberikan suatu kerangka kerja untuk
menganalisis hasil pengajuan soal untuk mendapatkan gambaran yang
mengindikasikan pengajuan soal yang baik. Di dalam mengajukan suatu soal,
memungkinkan menyusun informasi-informasi yang secara logis untuk
menyelesaikan soal yang diajukan memerlukan informasi tersebut.
Pengajuan soal dalam penelitian ini yaitu pengajuan soal dengan siswa
diberikan situasi atau informasi terbuka, kemudian siswa diminta untuk
mengajukan soal yang mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah
dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan
dengan konsep tertentu. Selain itu pengajuan soal dalam penelitian ini juga
pengajuan soal yang didasarkan pada suatu permasalahan. Orientasinya pada
pemahaman masalah yang mengarah pada penyelesaian permasalahan tersebut.
Sehingga soal-soal yang diajukan harus berhubungan dengan permasalahan dan
diperlukan dalam proses penyelesaian masalah.
Dari paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam penguasaaan konsep maka siswa diberikan kondisi
terbuka dengan mengaitkan informasi yang sudah dimilikinya untuk menyusun
soal sekaligus menyelesaikan soal tersebut. Selain itu untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam memahami dan menyelesaikan suatu permasalahan
dalam Biologi diperlukan metode pengajuan soal (problem posing). Dengan
pengajuan soal yang berhubungan dengan permasalahan yang diberikan akan
memudahkan pemahaman siswa terhadap permasalahan itu, selanjutnya
dimungkinkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
Pembelajaran Biologi Dengan Model Pembelajaran Problem Posing
Silver dalam pustaka pendidikan Biologi, problem posing mempunyai tiga
pengertian, yaitu: pertama, problem posing adalah perumusan soal sederhana atau
perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana
dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit (problem posing

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


33
sebagai salah satu langkah problem solving). Kedua, problem posing adalah
perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah
dipecahkan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (sama dengan
mengkaji kembali langkah problem solving yang telah dilakukan). Ketiga,
problem posing adalah merumuskan atau membuat soal dari situasi yang
diberikan.
Teori belajar yang mendukung Model Pembelajaran Problem Posing
Piaget mengemukakan bahwa perkembangan intelektual suatu organisme
didasarkan pada dua fungsi, yaitu fungsi organisasi dan adaptasi. Fungsi
organisasi memberikan organisme kemampuan untuk mensistematiskan atau
mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologi menjadi
sistem-sistem yang teratur dan berhubungan (struktur kognitif). Di samping itu,
semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan lingkungannya. Teori Piaget tersebut yang mendasari teori
konstruktivistik. Menurut teori konstruktivistik, perkembangan intelektual adalah
suatu proses dimana anak secara aktif membangun pemahamannya dari hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya.

METODE PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Agrobisnis SMK Negeri
19 Samarinda yang berjumlah 26 orang terdiri atas laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan mulai bulan Agustus 2019 sampai
dengan Oktober 2019 di SMK Negeri 19 Samarinda dengan alamat Jalan
Telagasari RT.46 Blok F Kel.Rawamakmur Kec.Palaran Kota Samarinda.
Prosedur penelitian ini menggunakan siklus penelitian tindakan kelas yang
dilaksanakan sebanyak dua siklus dan setiap siklus terdiri atas tiga kali pertemuan.
Setiap siklus meliputi empat tahap kegiatan yaitu: a) perencanaan, b) pelaksanaan
tindakan, c) observasi, dan d) refleksi. Rincian masing-masing tahap setiap siklus
tersebut sebagai berikut:
Perenca

Refleksi SIKLUS Pelaksa

Pengam

Perenca

Refleksi SIKLUS Pelaksa

Pengam
Gambar 1. Bagan Alur Penelitian Tindakan Kelas

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


34
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang mengimplementasikan Model
Pembelajaran Problem Posing ini dilaksanakan di SMK Negeri 19 Samarinda
pada semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020, mulai tanggal 6 Agustus 2019
sampai dengan tanggal 1 Oktober 2019.
Sebagai subjek yang dikenai tindakan adalah siswa kelas X Agrobisnis yang
berjumlah 26 orang yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Sedangkan sebagai
pelaksana tindakan adalah peneliti sendiri. Untuk mengetahui keterlaksanaan
tindakan, maka bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, dilakukan pula observasi
terhadap kemampuan guru mengelola pembelajaran menggunakan Model
Pembelajaran Problem Posing, dan observasi terhadap aktivitas siswa dalam
pembelajaran. Observasi dilakukan oleh guru yang sebelumnya telah dilatih cara
menggunakan lembar observasi yang akan digunakan. Sedangkan untuk
mengetahui hasil belajar siswa, setiap akhir siklus dilakukan tes hasil belajar
dengan menggunakan Lembar Tes Hasil Belajar.
Penelitian tindakan ini dilaksanakan dengan 2 (dua) siklus, yakni siklus I
dan siklus II. Setiap siklus terdiri atas tiga kali pertemuan dan setiap pertemuan
selama dua jam pelajaran (1 jam pelajaran = 45 menit). Masing-masing siklus
terdiri atas 4 (empat) tahapan, yakni: perencanaan, pelaksanaan tindakan,
observasi, dan refleksi. Masing-masing tahapan pada siklus II merupakan
perbaikan yang didasarkan atas hasil refleksi pada siklus I. Tindakan hanya
dilaksanakan sampai siklus II dikarenakan berdasarkan hasil analisis dan refleksi
pada akhir tindakan siklus II telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa
sebagaimana yang diharapkan.
Untuk mengetahui kondisi awal, maka sebelum pelaksanaan siklus I,
peneliti terlebih dahulu melakukan tes hasil belajar. Nilai tes hasil belajar ini
digunakan sebagai pembanding untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa
dari kondisi awal (sebelum pelaksanaan tindakan) sampai siklus I.
Selanjutnya semua data yang diperoleh sejak awal (sebelum pelaksanaan
tindakan) dan selama pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II dilakukan
analisis dan refleksi sesuai dengan teknik analisis data dan refleksi yang telah
dipaparkan. Tujuan analisis dan refleksi ini adalah untuk mengetahui peningkatan
kemampuan guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa dalam pembelajaran,
dan hasil belajar siswa persiklus. Jika terdapat permasalahan yang belum dapat
diselesaikan selama berlangsungnya pelaksanaan tindakan, maka akan dilakukan
perbaikan proses pembelajaran pada siklus berikutnya demikian seterusnya,
sampai diperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan.
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa penelitian tindakan kelas ini
terdiri atas dua siklus tindakan, yakni siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri
atas empat tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi,
kemudian diakhiri dengan refleksi sebagaimana yang dideskripsikan sebagai
berikut.
Kondisi Awal Hasil Belajar Siswa
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, kondisi awal ini hanya
dukemukakan data hasil belajar siswa yang diperoleh dari nilai tes hasil belajar
terhadap materi pembelajaran sebelumnya. Dari tes hasil belajar siswa

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


35
Prasiklusdari seluruh siswa yang berjumlah 26 siswa sebanyak 20 siswa belum
tuntas atau 77 %. Sedangkan jumlah siswa yang tuntas baru mencapai 6 siswa
atau 23 %. Paparan data nilai hasil belajar siswa tersebut memperlihatkan bahwa
hasil belajar Biologi kelas X Agrobisnis perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan
hasil belajar tersebut, upaya yang dilakukan adalah menerapkan Model
Pembelajaran Problem Posing. Melalui model pembelajaran ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan guru mengelola pembelajaran, meningkatkan aktivitas
siswa dalam pembelajaran, dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Data hasil belajar siswa sebelum dilaksanakan tindakan di atas, digunakan
sebagai dasar untuk menghitung besarnya peningkatan hasil belajar siswa pada
pelaksanaan tindakan siklus I dan siklus II yang akan dilaksanakan. Kemampuan
guru mengelola pembelajaran, aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan hasil
belajar siswa masing-masing dideskripsikan pada hasil penelitian, analisis data,
dan refleksi pada setiap siklusnya.
Siklus I
Perencanaan Tindakan
Dalam perencanaan siklus I, kegiatan yang dilaksanakan adalah
mempersiapkan berbagai keperluan yang akan digunakan dalam pelaksanaan
tindakan pada siklus I ini. Kegiatan tersebut antara lain meliputi:
1. menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Observasi
Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran, dan Lembar Tes Hasil Belajar.
2. menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan tindakan.
3. melatih observer (guru) cara mengisi Lembar Observasi Kemampuan Guru
Mengelola Pembelajaran, Lembar Observasi Aktivitas Siswa Dalam
Pembelajaran. Guru yang bertindak sebagai observer dalam kegiatan ini adalah
Agus Sulaiman,S.Pd
4. Merancang pembagian kelompok belajar yang hiterogen (beragam)
berdasarkan kemampuan akademik, dengan anggota 4-5 siswa perkelompok.
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan
Model Pembelajaran Problem Posing, sesuai dengan skenario yang telah
direncanakan dalam RPP dan sesuai jadwal pelajaran yang ada. Pelaksanaan
tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan.
Hasil Observasi
Bersamaan dengan pelaksanaan tindakan yang dilakukan guru, dilakukan
pula observasi terhadap kemampuan guru mengelola pembelajaran, dan observasi
terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran yang dilakukan oleh guru (observer).
Berdasarkan hasil observasi kemampuan guru mengelola pembelajaran,
menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan guru mengelola pembelajaran
menggunakan Model Pembelajaran Problem Posing pada siklus I adalah 3,0
dengan kategori baik. Ada beberapa komponen kemampuan guru yang sudah
dalam kategori sangat baik yaitu: 1) mendemonstrasikan sesuatu yang terkait
dengan materi; 2) guru menjelaskan materi pelajaran menggunakan alat peraga;
dan 3) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan sumber belajar
pembelajaran. Namun demikian, masih ada beberapa komponen kemampuan guru

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


36
yang masih dalam kategori cukup yaitu kemampuan guru dalam: 1) menfasilitasi
kegiatan yang memuat komponen eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi;
2) melaksanakan pembelajaran yang memungkinkan tumbuhnya kebiasaan positif
(nurturant effect); dan 3) menunjukkan sikap terbuka terhadap respons siswa.
Komponen kemampuan guru yang masih kategori cukup akan ditingkatkan pada
siklus II.
Adapun berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran,
rata-rata aktivitas siswa pada siklus I adalah 2, 98 dengan kategori baik. Beberapa
komponen aktivitas siswa yang masih kategori cukup, adalah komponen “selama
pelaksanaan diskusi kelas”. Namun tidak ada komponen aktivitas siswa yang
masih kategori kurang. Walaupun tidak ada komponen aktivitas siswa yang
kategori masih kurang namun pelaksanaan tindakan perlu dilanjutkan pada siklus
II untuk memperbaiki komponen aktivitas siswa yang masih kategori cukup
menjadi minimal baik. Dari hasil tes belajar siklus I terlihat bahwa dari 26 siswa
yang tuntas pada siklus I hanya 15 siswa atau 57,69 %. Sedangkan jumlah siswa
yang belum tuntas sebanyak 11 siswa atau 42,30%. Selanjutnya dengan
membandingkan hasil belajar siswa pada kondisi awal (sebelum pelaksanaan
tindakan) dengan hasil belajar siswa pada Siklus I dapat diketahui peningkatan
hasil belajar siswa pada Siklus I. Dari data hasil belajar tersebut menunjukkan
bahwa pada pelaksanaan tindakan Siklus I terjadi peningkatan jumlah siswa yang
tuntas belajar dari 6 siswa (23,07 %) menjadi 15 siswa (57,69 %). Peningkatan
hasil belajar pada siklus I sebanyak 9 siswa atau sebesar 34,61 %.
Refleksi
Berdasarkan hasil analisis data terhadap hasil observasi kemampuan guru
mengelola pembelajaran, hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan
hasil belajar siswa sebagaimana dikemukakan di atas, peneliti melakukan diskusi
dengan teman sejawat yang bertindak sebagai observer, serta membandingkannya
dengan indikator keberhasilan tindakan.
Hasil diskusi memutuskan bahwa, meskipun terjadi peningkatan hasil
belajar maupun pengelolaan pembelajaran, namun masih terdapat beberapa proses
pembelajaran yang perlu ditingkatkan, baik pada kemampuan guru mengelola
pembelajaran maupun pada aktivitas siswa dalam pembelajaran. Oleh karenanya
peneliti dan observer sepakat untuk melanjutkan tindakan pada siklus II, dengan
beberapa perbaikan pada hal-hal yang masih kurang pada pelaksanaan tindakan
siklus I. Beberapa perbaikan tersebut antara lain: 1) perlu dilakukan
pembimbingan agar setiap siswa dapat bekerja dalam kelompoknya dengan baik
dan agar terjadi komunikasi banyak arah; 2) pembagian LKS cukup melalui ketua-
ketua kelompok agar siswa tidak menunggu terlalu lama; dan 3) guru agar lebih
intensif dalam melakukan pembimbingan terutama pada kelopok siswa yang
berkemampuan rendah.
Siklus II
Perencanaan Tindakan
Dalam perencanaan siklus II, kegiatan yang dilakukan adalah
mempersiapkan berbagai keperluan yang akan digunakan dalam pelaksanaan
tindakan siklus II, antara lain meliputi:

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


37
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS), Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran,
Lembar Observasi Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran, dan Lembar Tes Hasil
Belajar.
2. Menyiapkan dan memilih alat dan bahan, serta sumber belajar yang akan
digunakan.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan sebanyak tiga kali pertemuan
(3x2 jam pelajaran, 1 jam pelajaran = 45 menit)
Hasil Observasi Tindakan
Berdasarkan hasil data hasil observasi kemampuan guru mengelola
pembelajaran seperti table di atas, menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan guru
mengelola pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran Problem Posing pada
siklus II adalah 3,22 dengan kategori baik. Sedangkan komponen kemampuan
guru yang sudah kategori sangat baik adalah komponen: 1) mendemonstrasikan
sesuatu yang terkait dengan materi; 2) kemampuan mengkaitkan materi dengan
pengetahuan lain yang relevan, perkembangan IPTEK, dan kehidupan nyata;
3) mendemostrasikan pengetahuan atau keterampilan; 4) mengecek pemahaman
dan memberikan umpan balik; 5) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan
sumber belajar pembelajaran; 6) menunjukkan keterampilan dalam penggunaan
media pembelajaran; dan 7) melibatkan siswa dalam pemanfaatan sumber belajar
dalam pembelajaran. Pada siklus II ini sudah tidak ada komponen kemampuan
guru yang masih kategori cukup a palagi kurang, sehingga penelitian tindakan ini
sudah dianggap cukup dan tidak perlu dilanjutkan ke siklus III.
Berdasarkan observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus II
tersebut, menunjukkan bahwa rata-rata aktivitas siswa dalam pembelajaran pada
siklus II adalah 3,31 dengan kategori baik. Beberapa komponen aktivitas siswa
yang sudah amat baik adalah: 1) ketika guru mengaitkan materi pelajaran
sekarang dengan pengalaman siswa atau pelajaran sebelumnya; 2) ketika guru
mengajukan pertanyaan menantang; 3) ketika guru menyampaikan rencana
kegiatan misalnya, individual, kerja kelompok, dan melakukan observasi; dan
4) suasana kelas (keceriaan atau antusiasme siswa) ketika guru menyampaikan
materi pelajaran. Sedangkan komponen aktivitas siswa yang kategori masih cukup
apalagi yang masih kurang sudah tidak ada.
Dari hasil belajar siswa terlihat bahwa dari seluruh siswa kelas X Agrobisnis
yang berjumlah 26 siswa yang tuntas pada siklus II sudah mencapai 22 siswa atau
sebanyak 84,61 %. Sedangkan jumlah siswa yang masih belum tuntas sebanyak 4
siswa atau 15,38 %. Selanjutnya dengan membandingkan hasil belajar siswa pada
siklus I dengan hasil belajar siswa pada siklus II dapat diketahui peningkatan hasil
belajar siswa pada siklus II sebagaimana tercantum pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II
Siklus I Siklus II
Besar
No. Nama Siswa Tuntas/ Tuntas/
Nilai Nilai Peningkatan
Tidak Tidak
1. Andri 60 Tidak 70 Tidak 10

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


38
2. Andika 80 Tuntas 85 Tuntas 5
3. Anjas Putra Utama 75 Tuntas 80 Tuntas 5
4. Bambang 75 Tuntas 80 Tuntas 5
5. Fariansyah 65 Tidak 70 Tidak 5
6. Hamdan 60 Tidak 70 Tidak 10
7. Hendra Irawan 65 Tidak 75 Tuntas 10
8. Hermansyah 70 Tidak 75 Tuntas 5
9. Igo Saputra 75 Tuntas 80 Tuntas 5
10. Indra Wahyudi 75 Tuntas 80 Tuntas 5
11. Irman Maulana 75 Tuntas 80 Tuntas 5
12. Kurniadi 75 Tuntas 85 Tuntas 10
13. La Ode Firlan 65 Tidak 75 Tuntas 10
14. Lendri Eri Sujana 80 Tuntas 80 Tuntas 0
15. M. Irpan Naga Pratama 65 Tidak 75 Tuntas 10
16. Marselinus 50 Tidak 60 Tidak 10
17. Mashari 75 Tuntas 75 Tuntas 0
18. Muhammad Isral 70 Tidak 75 Tuntas 5
19. Pirmansyah 75 Tuntas 75 Tuntas 0
20. Riki Renaldi Hamid 60 Tidak 75 Tuntas 10
21. Riswandi 70 Tidak 75 Tuntas 5
22. Riswin 80 Tuntas 80 Tuntas 0
23. Surandi 85 Tuntas 85 Tuntas 0
24. Suwandi 80 Tuntas 80 Tuntas 0
25 Syamsiah 80 Tuntas 85 Tuntas 5
26. Saifullah Hasyim 75 Tuntas 80 Tuntas 5
Jumlah 1860 1995 135
Rata-rata Nilai 71,53 76,73 5,19
Jumlah siswa yang tuntas 15 22 7
Persentase siswa yang tuntas 57,69% 84,61% 26,92 %
Sumber: Hasil Penelitian Siklus II (2019)
Dari data pada tabel tersebut di atas terlihat bahwa pelaksanaan tindakan
siklus II terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar dari 15 siswa
(57,69%) menjadi 22 siswa (84,61 %). Peningkatan hasil belajar siswa pada siklus
II sebanyak 7 siswa atau sebesar 26,92 %.
Refleksi Tindakan Siklus II
Berdasarkan analisis data terhadap hasil observasi kemampuan guru
mengelola pembelajaran, hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan
hasil belajar siswa sebagaimana dikemukakan di atas, peneliti melakukan diskusi
dengan observer, serta dengan membandingkan dengan indikator keberhasilan
tindakan. Karena telah terjadi peningkatan pengelolaan pembelajaran, aktivitas
siswa dalam pembelajaran, dan hasil belajar siswa yang cukup signifikan, maka
penelitian tindakan ini disepakati hanya sampai pada siklus II.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


39
PEMBAHASAN
Berdasarkan paparan data hasil penelitian dengan mengimplementasikan
Model Pembelajaran Problem Posing menunjukkan bahwa kemampuan guru
mengelola pembelajaran, aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan hasil belajar
siswa pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Deskripsi Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran
Untuk melihat peningkatan kemampuan guru mengelola pembelajaran, pada
siklus I dan siklus II berikut ini dideskripsikan peningkatan tersebut pada tabel
dan gambar berikut ini.
Tabel 2. Peningkatan Kemampuan Guru Mengelola
Pembelajaran Siklus I dan siklus II
Rata-rata Per siklus
Aspek yang Diamati Peningkatan
1 2
A. Kegiatan Pendahuluan
1. Penyampaian apersepsi dan motivasi 3,17 3,33 0,167
2. Penyampaian kompetensi dan rencana
2,83 3 0,167
kegiatan
B. Kegiatan Inti
1. Penguasaan materi pelajaran 3 3,25 0,25
2. Penerapan strategi pembelajaran yang
2,81 3 0,19
mendidik
3. Penerapan Model Pembelajaran Problem
3,2 3,53 0,33
Posing
4. Pemanfaatan sumber belajar/media dalam
3,13 3,6 0,47
Pembelajaran
5. Pelibatan siswa dalam pembelajaran 2,87 3 0,13
6. Penggunaan bahasa yang benar dan tepat
3 3 0
dalam pembelajaran
C. Kegiatan Penutup
1. Membuat rangkuman dengan melibatkan
3 3 0
siswa.
2. Memberihan tes lisan atau tulisan. 3 3 0
3. Melaksanakan tindak lanjut dengan
3 3 0
memberikan arahan kegiatan berikutnya.
Jumlah Perolehan Nilai 27,01 28,72 1,707
Rata-rata Nilai 3,001 3,191 0,19
Kategori Baik Baik
Sumber: Hasil Penelitian Siklus I dan siklus II (2019)

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


40
Kemampuan Guru Mengelola
Pembelajaran

3.191
3.001

0.19

SIKLUS 1 SIKLUS2

Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Guru

Gambar 1. Diagram Peningkatan Kemampuan Guru Mengelola Pembelajaran


Pada Siklus I dan II
Berdasarkan tabel dan gambar di atas, kemampuan guru mengelola
pembelajaran pada siklus I dan siklus II rata-rata baik, serta terjadi peningkatan
nilai sebesar 0,4 pada siklus II.
Deskripsi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
Untuk melihat peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus I
dan siklus II, maka dideskripsikan peningkatan tersebut pada table dan gambar
seperti berikut ini.
Tabel 3. Peningkatan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Siklus I dan II
Rata-rata Per Siklus
Aspek yang Diamati Peningkatan
1 2
A. Kegiatan Pendahuluan
Perhatian dan respon siswa terhadap
1. apersepsi dan motivasi yang disampaikan 3,08 3,5 00,42
guru
Perhatian dan respon siswa terhadap
2. penyampaian kompetensi dan rencana 2,83 3,33 0,5
kegiatan
B. Kegiatan Inti
Perhatian dan respon siswa pada saat
1. 3 3,33 0,33
penyampaian materi pelajaran
Aktivitas dan antusiasme siswa selama
2. 3 3,22 0,22
belajar dan bekerja
C. Kegiatan Penutup
Aktivitas siswa ketika membuat
1. 3 3,33 0,33
rangkuman dan/ atau kesimpulan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


41
Aktivitas siswa ketika melakukan refleksi
2. 3 3 0
pembelajaran
Aktivitas siswa ketika membuat
3. 2,67 3 0,33
rangkuman dan/ atau kesimpulan.
Jumlah Perolehan Nilai 14,81 16,5 1,69
Rata-rata Nilai 2,91 3,3 0,33
Kategori Baik Baik
Sumber: Hasil Penelitian Siklus I dan II (2019)

Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran


3.5

2.5

1.5

0.5

0
Siklus I Siklus II

Aktivitas Siswa Peningkatan

Gambar 2. Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus I


dan II

Berdasarkan table dan gambar di atas, terlihat bahwa aktivitas siswa dalam
pembelajaran pada siklus I dan siklus II rata-rata baik. Terjadi peningkatan rata-
rata nilai sebesar 0,33 pada siklus II.
Deskripsi Hasil Belajar Siswa
Untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan II, maka
dideskripsikan peningkatan tersebut seperti pada table dan gambar berikut ini.
Tabel 4. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Siklus I dan II
Peningkatan Ketuntasan Hasil
Hasil Belajar Siswa Per Siklus
Belajar Siswa Per Siklus
Pra Siklus Siklus I Siklus II Siklus I Siklus II
Rata-rata
64,29 71,53 76,73 7,3 5,19
Nilai
Jumlah
Siswa 6 15 22 9 7
Tuntas
Persentas 23,07 % 57,69 % 84,61 % 34,61 % 26,92 %

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


42
e Siswa
Tuntas

Peningkatan Hasil Belajar Siswa


90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Pra Siklus Siklus I Siklus II

Hasil Belajar Siswa Peningkatan

Gambar 3. Diagram Peningkatan Hasil Belajar Siswa Siklus I dan II

Pada tabel dan gambar di atas, terlihat bahwa persentase ketuntasan hasil
belajar siswa mengalami peningkatan dari 23,07 % pada pra siklus menjadi 57,69
% pada siklus I dan 84,61 % pada siklus II. Sehingga peningkatan hasil belajar
siswa sebesar 34,61 % pada siklus I dan 26,92 % pada siklus II. Berdasarkan
table dan gambar yang telah diuraikan di atas menunjukkan bahwa implementasi
Model Pembelajaran Problem Posing memiliki dampak positif dalam
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin meningkatnya
pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru.
Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa karena Model Pembelajaran
Problem Posing mendorong siswa untuk terlibat langsung dan aktif dalam
pembelajaran sehingga siswa mampu menerima pelajaran dengan baik. Siswa
tidak hanya sekedar mendengarkan dan mencatat kemudian mengingat materi
pelajaran, akan tetapi siswa juga dapat berfikir, berkomunikasi, mencari dan
mengolah informasi yang diperolehnya. Paparan tersebut memperlihatkan adanya
keterkaitan yang erat antara kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan
hasil belajar siswa.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
Melalui penerapan Model Pembelajaran Problem Posing dapat meningkatkan
kemampuan guru serta meningkatkan aktifitas dan hasil belajar pada siswa
kelas X Agrobisnis SMK Negeri 19 Samarinda.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


43
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini agar proses pembelajaran Biologi lebih
efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka guru Biologi
perlu sekali untuk melaksanakan Model Pembelajaran Problem Posing dengan
persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau
memilih materi pelajaran yang benar-benar bisa diterapkan dengan menggunakan
model pembelajaran tersebut sehingga diperoleh hasil yang optimal,sehingga
nantinya siswa dapat berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abin. 2010. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Siswa Melalui Problem


Posing Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari. (Online).
Tersedia: http://pendidikan-matematika.blogspot.com/2009/03/proposal-
problem-posing.html. (16 Juli 2015).
Abdussakir. 2009. Pembelajaran Matematika Dengan Problem Posing. (Online).
Tersedia: http://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran-
matematika-dengan-problem-posing/. (16 Juli 2015).
Ali Mahmudi. 2008. Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Makalah disampaikan pada
Seminar Nasional Matematika diselenggarakan oleh Jurusan Matematika
FMIPA UNPAD bekerjasama dengan Departemen Matematika UI, di
Universitas Padjajaran.
Brown dan Walter. 1993. Problem Posing: Reflections and Aplications. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta.
Efendi. 2001. Pemberian Tugas Pengajuan Soal Berdasarkan Masalah Pada
Pembelajaran Fisika Siswa Kelas II SLTP Muhammadaiyah 5 Surabaya,
Tesis tidak diterbitkan, Surabaya: Fakultas MIPA Universitas Negeri
Surabaya.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Irwan. 2011. “Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create
And Share (SSCS) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran
Matematis Mahasiswa Matematika (Suatu Kajian Eksperimen pada Jurusan
Matematika FMIPA Universitas Negeri Padang). Jurnal Penelitian
Pendidikan. Vol.12, No.1 April 2011.
John M. Echols dan Hassan Shadily. 2006. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta:
Gramedia.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


44
Najoan. 1999. Analisis Problem Posing Siswa SDN II Kecamatan Tomohon
Kabupaten Minahasa pada Konsep Operasi Hitung Bilangan Cacah.
Malang: Program Pasca Sarjana IKIP Malang.
Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
Bandung: Tarsito.
Stephen I. Brown and Marion I. Walter. 2005. The Art of Problem Posing. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc Publishers.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Jawa Timur: Masmedia Buana
Pustaka.
Stephen I. Brown, Marion I. Walter. 1990. The Art of Problem Posing. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates.
Sutisna. 2010. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan
Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel-
kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-
problem-posing/ (8 April 2015).
Syarifulfahmi. 2009. Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. (Online).
Tersedia; http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-
pembelajaran-problem-posing.html. (21 Februari 2015).
Sudjana, Nana. 2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Elgasindo.
Suryanto. 1998. Pembentukan Soal Dalam Pembelajaran Biologi. Makalah
Seminar Nasional. PPS IKIP Malang 4 April.
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik
(konsep, landasan teoritis-praktis dan implementasinya). Jakarta: Prestasi
Pustaka Publisher.
Upu, Hamzah. 2003. Probem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran
Fisika. Bandung: Pustaka Ramadhan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


45
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020
46
UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBACA MELALUI
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DIRECTED
READING THINKING ACTIVITY DI KELAS II/B
SD NEGERI 006 LOA JANAN TAHUN 2019

Mardiana N.
SD Negeri 006 Loa Janan, Kutai Kartanegara

ABSTRAK

Latar belakang penelitian ini adalah kurang maksimalnya hasil belajar


siswa semester I di kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan, kabupaten
Kutai Kartanegara, dengan ketuntasan belajar hanya 42,86% siswa
yang mencampai KKM. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) bagi
peserta didik di sekolah ini adalah 70. Karena itu diperlukan suatu
upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Pengumpulan data
yang digunakan dalam tindakan ini menggunakan Teknik Evaluasi/
Tes, evaluasi dan dokumentasi, sedangkan analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity suasana
kelas menjadi kondusif pada saat siswa diberikan tugas, secara
keseluruhan siswa sudah mengalami kemajuan dan lebih termotivasi
selama pelaksanaan pembelajaran, hasil observasi pada siklus 3 Hasil
belajar siswa sudah mencapai tuntas dengan kriteria sangat baik,
secara keseluruhan dapat dilihat nilai pra siklus nilai rata-rata sebesar
65,18 dengan persentase ketuntasan sebesar 42,86%, dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking
activity pada siklus I nilai rata-rata menjadi 70,71 dengan persentase
ketuntasan 67,86%. siklus 2 dengan rata-rata nilai sebesar 76,43
dengan persentase 85,71%. siklus 3 rata-rata nilai siswa sebesar 85,54
persentase 100%. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerapan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking
activity dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang ditunjukan
dengan rata-rata kelas dan ketuntasan belajar siswa yang selalu
meningkat disetiap siklusnya dan selama pembelajaran berlangsung
dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
Kata Kunci: keterampilan, membaca, directed reading thinking
activity

PENDAHULUAN
Dalam mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik ini, pemerintah pada
tahun 2013 mengeluarkan kebijakan tentang Kurikulum 2013. Kebijakan ini
antara lain memberi ruang gerak yang luas kepada lembaga pendidikan khususnya
jenjang sekolah dasar (SD) dalam mengelola sumber daya yang ada, dengan cara

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


47
mengalokasikan seluruh potensi sehingga mampu melakukan terobosan-terobosan
sistem pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif, dengan melaksanakan
pembelajaran yang menggunakan kurikulum berbasis kompetensi disekolah dasar
(SD) secara tematik.
Salah satu faktor penting dalam membentuk karakter dan meningkatkan
sumber daya manusia, kualitas hidup seseorang pun akan lebih meningkat melalui
pendidikan. Dalam dunia pendidikan tenaga pendidik merupakan unsur yang
berperan penting. Posisi guru sebagai perwujudan individu yang dapat diikuti atau
menjadi panutan. Hal tersebut menunjukkan bahwa guru sebagai individu yang
dipercaya serta menjadi panutan bagi siswa maupun masyarakat atas
keteladanannya. Keteladanan guru sebagai pribadi yang utuh dengan kompetensi
yang sarat nilai. Yang melatarbelakangi penelitian ini adalah kurang maksimalnya
hasil belajar siswa semester I di kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan, kabupaten
Kutai Kartanegara, Dari 28 orang, hanya 42,86% siswa yang tuntas hasil
belajarnya, dan 57,14% yang tidak tuntas. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
bagi peserta didik di sekolah ini adalah 70. Rendahnya hasil belajar siswa dalam
pembelajaran tidak dapat dibiarkan, karena itu diperlukan suatu upaya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Meskipun pembelajaran di kelas II/b berdasarkan tema, pada penelitian ini
peneliti memfokuskan pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Karena bahasa
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Pembelajaran bahasa
Indonesia dikhususkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik agar
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar secara lisan
maupun tulis. Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup
komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek
mendengarkan, berbicara, membaca, menulis (Permendiknas, 2006:120).
Berdasarkan obervasi awal permasalahan pada pelaksanaan pembelajaran
bahasa Indonesia di kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan, diantaranya guru belum
menggunakan pendekatan yang kreatif, sehingga pembelajaran kurang optimal.
Hal ini menyebabkan siswa kurang aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
di kelas. Hasil observasi pembelajaran tanggal 9 Januari 2019 menunjukkan
bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran Tema 6 tentang merawat hewan dan
tumbuhan diperoleh data sebagai berikut: 1) guru kurang bisa mengelaborasi
sehingga jalannya pembelajaran cenderung monoton, hal ini menyebabkan
suasana pembelajaran kurang menyenangkan bagi siswa, 2) aktivitas siswa dalam
mengikuti pembelajaran masih rendah. Dari data tersebut, maka perlu diadakan
perbaikan sehingga keterampilan membaca.
Guna menyelesaikan permasalahan tersebut, peneliti bersama guru observer
menetapkan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity
sebagai alternatif untuk meningkatkan keterampilan membaca. model
pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity ini cocok diterapkan
untuk kegiatan membaca karena tujuan dari model pembelajaran ini untuk melatih
siswa berkonsentrasi dan berpikir keras untuk memahami isi dalam suatu bacaan,
siswa juga dapat memprediksikan dan membuktikannya ketika mereka membaca.
Penelitian ini juga menjadikan guru semakin kreatif dalam menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna serta menunjang peningkatkan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


48
hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, judul yang diambil dalam
penelitian ini adalah “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Directed Reading Thinking Activity di
kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan tahun 2019”. Penelitian ini dilaksanakan
bertujuan untuk meningkatkan meningkatkan keterampilan membaca melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity
dikelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan tahun 2019.

KAJIAN PUSTAKA
Keterampilan Berbahasa di Sekolah Dasar
Keterampilan berbahasa menurut Tarigan (2008:83) mencakup empat segi
yakni: 1) keterampilan menyimak/ mendengarkan (listening skills);
2) keterampilan berbicara (speaking skills); 3) keterampilan membaca (reading
skills); dan 4) keterampilan menulis (writing skills). Setiap keterampilan memiliki
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Dalam memperoleh keterampilan
berbahasa, kita harus melalui suatu hubungan yang teratur. Mula-mula pada masa
kecil kita belajar menyimak bahasa kemudian berbicara, setelah itu kita belajar
membaca dan menulis.
Pembelajaran bahasa Indonesia di SD secara umum dikembangkan menjadi
keterampilan berbahasa yang meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis (Depdiknas, 2003). Keempat aspek keterampilan berbahasa tersebut di
SD memiliki standar kompetensi, masing-masing standar kompetensi tersebut
ialah: 1) keterampilan mendengarkan; 2) keterampilan berbicara; 3) keterampilan
menulis; dan 4) keterampilan membaca.
Pengertian Membaca
Depdiknas (2003:76) menyebutkan bahwa keterampilan membaca yakni
mampu membaca lancar beragam teks, dan mampu menjelaskan isinya, membaca
huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf, berbagai teks bacaan, denah, petunjuk,
tata tertib, pengumuman, kamus, ensiklopedi, serta mengapresiasi dan berekspresi
sastra melalui kegiatan membaca hasil sastra berupa dongeng, cerita anak-anak,
cerita binatang, puisi anak, syair lagu, pantun, dan drama anak. Novi, dkk
(2006:68) menyatakan bahwa definisi membaca adalah mencakup: 1) membaca
merupakan suatu proses; 2) membaca adalah strategis; dan 3) membaca
merupakan interaktif.
Dari beberapa pengertian di atas, membaca merupakan aktivitas visual yang
dilakukan untuk menerjemahkan kata-kata dalam tulisan menjadi suatu bentuk
penarikan kesimpulan terhadap teks yang disajikan.
Pelaksanaan Pembelajaran Membaca
Menurut Nurhadi (2010:81) proses pelaksanaan membaca meliputi tiga
tahap, yakni tahap prabaca, tahap baca, dan tahap pasca baca. Berikut akan
dijelaskan berbagai kegiatan yang dilakukan dalap ketiga tahapan tersebut:
1. Tahap prabaca (apa yang diketahui) mengemukakan bahwa kegiatan prabaca
merupakan kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum siswa melakukan
kegiatan membaca.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


49
2. Tahap baca guru menjelaskan cara membaca teks bacaan dengan membaca
intensif dan meminta siswa untuk membacakannya di depan kelas.
3. Tahap pasca baca: mengemukakan bahwa strategi yang dapat digunakan pada
saat tahap pascabaca yaitu belajar mengembangkan bahan bacaan pengajaran,
memberikan pertanyaan, menceritakan kembali, serta presentasi visual. (Farida
Rahim, 2011:75).
Hakikat Belajar
Belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat
terlihat sebagai tingkah laku yang tampak sehingga dapat diasumsikan bahwa
proses belajar akan belajar dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru
beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang (Budiningsih,
2008:63).
Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan yang mana
pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan
kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal
yang sedang dipelajari sehingga guru harus dapat menata lingkungan yang
memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun pada akhirnya yang
paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat siswa itu sendiri atau
dengan istilah lain kendali belajar sepenuhnya ada pada diri siswa (Budiningsih,
2008:58).
Menurut Slameto (2010:42) “Belajar adalah suatu proses yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkat laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa belajar adalah
merupakan upaya sadar dari seorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru
sehingga seseorang itu akan mendapatkan pengalaman hidup yang baru akibat
dari adanya hubungan antara si anak dengan lingkungan di mana anak
menjalankan proses belajar.
Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:73), Hasil belajar merupakan hasil
dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan evaluasi hasil belajar. Dari siswa, hasil belajar merupakan suatu
puncak proses belajar.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama mengikuti proses
belajar mengajar, maka perlu dilaksanakan pengukuran hasil belajar siswa yang
diperoleh melalui tes hasil belajar yang biasanya dinyatakan dalam angka atau
nilai tertentu. Tes hasil belajar dapat digunakan untuk menilai kemajuan belajar
dan mencari masalah dalam balajar.
Menurut Kunandar (2010:276), “Hasil belajar adalah suatu akibat dari
proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran, yaitu berupa tes yang
disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan, atau tes perbuatan”.
Dari pendapat diatas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar merupakan
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan yang positif pada diri
seorang baik, dari segi ketrampilan, kebiasaan pengetauan, tingkah laku,
kecakapan, dan kemampuan yang dihasilkan dari pengalaman dan pelatihan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


50
Model Pembelajaran Kooperatif Directed Reading Thinking Activity
Stauffer (dalam Burns, dkk. 2006:67) menjelaskan bahwa Model
Pembelajaran Kooperatif Directed Reading Thinking Activity menekankan
kegiatan berpikir pada waktu membaca. Anak-anak dilatih memeriksa membuat
hipotesis, menemukan bukti, dan mengambil keputusan berdasarkan atas
pengalaman dan pengetahuannya. Membuat prediksi tentang apa yang akan
terjadi. Dalam membuat prediksi, siswa menggunakan pengetahuan mereka
tentang teks, mencoba mengkonfirmasi prediksinya dari siswa lain untuk
mengkonfirmasi atau menolak gagasannya sendiri.
Dengan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity
ini, tahap kegiatan siklus yang meliputi: memprediksi, membaca, dan
membuktikan, karena kegiatan membaca adalah kegiatan berpikir, yang
melibatkan pembaca menggunakan pengalaman sendiri untuk merekonstruksi ide-
ide penulis. Langkah-langkah pembelajarannya adalah sebagai berikut :
1. Memberikan setiap siswa salinan bacaan. Mintalah siswa untuk mempelajari
judul dan gambar pada halaman pertama. Sambil mengajukan pertanyaan
tentang cerita, peristiwa dalam bacaan.
2. Memulai dengan kata-kata yang belum dikenal
3. Arahkan siswa untuk membaca dalam hati bagian dari cerita. Pastikan siswa
membaca untuk mencari makna.
4. Setelah siswa membaca bagian pertama, mintalah mereka untuk menutup
bukunya. dilanjutkan tanya jawab seputar bacaan.
Mintalah siswa melanjutkan kegiatan membaca bagian lain. Pada setiap
bagian bacaan, lanjutkan siklus memprediksi-membaca-membuktikan.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
Penelitian ini merupakan pengembangan metode dan strategi pembelajaran.
Metode dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (Class
Action Research) yaitu suatu penelitian yang dikembangkan bersama sama untuk
peneliti dan guru observer tentang variabel yang dimanipulasikan dan dapat
digunakan untuk melakukan perbaikan. Menurut Aqib (2006:34) mengemukan
pandangan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakukan
oleh guru untuk memahami dan memperbaiki pekerjaan. Penelitian tindakan
kelas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pemecahan masalah. Permasalahan yang akan diteliti adalah masalah yang
timbul di kelas saat terjadinya pembelajaran.
2. Konstekstual, Masalah yang diteliti harus benar-benar ada dan sedang dihadapi
di kelas.
3. Kolaboratif. Penelitian tindakan kelas dilakukan oleh guru sebagai peneliti
bekerjasama dengan siswa, teman sejawat.
4. Mengenali lapangan. Peneliti harus mengenali kelasnya dengan baik.
5. Reflektif. Peneliti harus dapat menerima kritik dari teman sejawatnya, dapat
mengevaluasi dirinya, kemudian bersama-sama memperbaiki tindakan
berikutnya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


51
Rancangan Penelitian
Penelitian ini mengadopsi model Mc. Taggart (dalam Umar dan Kaco,
2008:35), dimana pembelajaran dilaksanakan dalam siklus berdaur, terdiri dari
empat tahap, yaitu: 1) Tahap perencanaan; 2) tahap pelaksanaan tindakan;
3) tahap observasi; dan 4) tahap refleksi. Dalam rancangan tindakan ini peneliti
melakukan perbaikan hasil belajar yang dilaksanakan sebanyak tiga siklus sesuai
dengan alur penelitian tindakan kelas.
Aspek yang diamati dalam setiap siklusnya adalah kegiatan atau aktifitas
siswa saat pelajaran Tema 6 tentang merawat hewan dan tumbuhan dengan model
pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity untuk mengetahui
tingkat kemajuan perubahan belajar siswa yang akan berpengaruh terhadap hasil
belajar Adapun alur dalam penelitian tindakan kelas dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas (Aqib, 2006)

Prosedur Penelitian
Dalam penelitian tindakan kelas ini Secara rinci prosedur penelitian
tindakan dijabarkan sebagai berikut:
Perencanaan
Dalam penelitian ini perencanaan yang dilakukan adalah Identifikasi
masalah dan penetapan alternatif pemecahan masalah. Membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menyusun lembar kerja siswa Mengembangkan
format evaluasi. Mengembangkan format observasi pembelajaran.
Tindakan Kegiatan
Tindakan kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan
skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Pelaku tindakan adalah penulis
selaku guru dan yang bertindak sebagai observer adalah teman sejawat sesama

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


52
guru di SD Negeri 006 Loa Janan. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas
dilaksanakan dalam 3 siklus (putaran).
Pengamatan
Melakukan observasi dengan memakai format observasi yang sudah
disiapkan yaitu dengan lembar observasi untuk siswa untuk melihat aktivitas
siswa selama proses siklus berlangsung dan kegiatan guru dalam melakukan
kegiatan proses pembelajaran unutk mengumpulkan data.
Refleksi
Peneliti bersama-sama observer mendiskusikan hasil tindakan, untuk
membahas hasil evaluasi tentang skenario pembelajaran dan memperbaiki
pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan pada siklus
berikutnya. Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan
mengalami kemajuan dari setiap siklus. Alur penelitian diatas diulang sampai
ketuntasan siswa mencapai 100%.
Data dan Sumber Data
Data penelitian ini dari hasil observasi kegiatan selama proses pembelajaran
yang diobseravsi adalah aktivitas guru dan siswa ketika melaksananakan
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking
activity.
1. Pada tahap perencanaan berupa rancangan pembelajaran Tema 6 tentang
merawat hewan dan tumbuhan dengan model pembelajaran kooperatif
directed reading thinking activity yang dituangkan dalam bentuk persiapan
mengajar. Data tersebut meliputi tujuan pembelajaran, materi pembelajaran,
kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.
2. Pada tahap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity untuk melihat
aktivitas siswa selama pembelajaran.
3. Data hasil evaluasi berupa keterampilan membaca siswa.
Sumber data penelitian ini adalah aktivitas siswa dan guru selama proses
pembelajaran dikelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan dalam melaksanakan
pembelajaran mulai tahapan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran dan evaluasi.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan
dengan pertimbangan keterampilan membaca yang belum maksimal di kelas
tersebut. Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 006 Loa Janan.
Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Tes. Tes digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan
pelaksanaan tindakan. Tes yang digunakan adalah soal uraian yang digunakan
untuk mengumpulkan data tentang kemampuan awal seebelum dilaksanakan
tindakan siklus 1.
2. Dokumentasi. Dokumentasi merupakan upaya untuk memberikan gambaran
bagaimana sebuah penelitian tindakan kelas dilakukan. Dokumentasi yang
digunakan adalah dokumentasi non tes yaitu dokumentasi berupa gambar
proses belajar mengajar saat penelitian dilaksanakan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


53
3. Observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati pelaksanaan dan
perkembangan pembelajaran yang dilakukan. Pengamatan dilakukan sebelum,
selama, dan sesudah siklus penelitian berlangsung. Jenis observasi yang
digunakan adalah observasi partisipan artinya peneliti ikut terlibat dalam
proses pembelajaran (tindakan).
Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan
kuantitatif. Analisis data kualitatif dideskripsikan dengan kalimat singkat dan
jelas. Analisis data kuantitatif menggunakan data statistik dengan teknik rata-rata
persentase dan grafik.

HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data Prasiklus
Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas, peneliti melakukan tindakan
pra siklus terlebih dahulu. Hasil tes prasiklus ini berfungsi untuk mengetahui hasil
belajar siswa sebelum penelitian. Hasil belajar prasiklus tersebut juga digunakan
untuk menentukan peningkatan pada siklus I dan siklus II dan siklus III.
Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan selama proses pelaksanaan
pembelajaran prasiklus tidak menunjukkan hasil yang berarti, baik pada keaktifan
siswa selama belajar maupun pada pencapaian hasil belajar keterampilan
membaca. Berdasarkan hasil pengamatan selama proses pembelajaran
menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran meskipun sudah
dijelaskan, tetapi masih ada siswa yang belum mengerti atau paham. Hal ini
mengakibatkan siswa belum sepenuhnya dapat membuat ringkasan berdasarkan
bacaan, sehingga nilai yang diperoleh siswa pada prasiklus belum menunjukkan
perubahan yang cukup berarti.
Keterampilan membaca pada prasiklus nilai rata-rata kelas mencapai
65,18%, ada 16 siswa yang memperoleh nilai dibawah standar kelulusan, dan
siswa yang tuntas yaitu 12 siswa.
Hasil Tindakan Siklus I
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, peneliti (pengajar) dan observer
mengamati jalannya proses belajar mengajar. Selama pembelajaran berlangsung,
melakukan pengamatan baik peneliti maupun pengamat mengisi dan membuat
catatan tentang kekurangan dalam pembelajaran yang dilaksanakan. Hasil
pengamatan dan catatan lapangan selanjutnya akan dijadikan bahan Refleksi,
seperti kelemahan-kelemahan yang dicatat menjadi prioritas bagi tindakan
berikutnya.
Secara keseluruhan dapat terlihat siswa berusaha menerima dan memberi
informasi dengan baik, meskipun masih ada siswa yang pasif dan malu-malu
dalam kegiatan ini. Setelah waktu yang diberikan telah habis, maka dilanjutkan
dengan kegiatan tanya jawab. Pada siklus I ini, peneliti memanggil beberapa siswa
maju ke depan kelas untuk memberikan pertanyaan dari bacaan mereka masing-
masing.
Dari kegiatan tanya jawab ini dapat dilihat hampir setiap siswa dapat
menjawab, hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut dapat menerima materi

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


54
dengan baik. Meskipun masih ada yang belum menguasai materi yang mereka
terima dan masih ada siswa yang terlihat malu dalam menjelaskan materi yang
telah diterima. Pada siklus ini kemampuan guru menyajikan materi dan
kemampuan guru mengajar siswa dinilai cukup baik karena siswa mulai tertarik
dan fokus dalam mengikuti pelajaran.
Sedangkan kemampuan guru dalam pengelolaan kelas dan pembinaan guru
terhadap siswa juga dinilai cukup baik karena suasana kelas mulai tenang pada
saat penyajian materi pelajaran. Aktivitas siswa yang terdiri dari perhatian,
partisipasi, pemahaman, kerjasama siswa dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif directed reading thinking activity dinilai cukup karena baru memenuhi
beberapa indikator.
Peneliti bersama observer memutuskan untuk melanjutkan ke siklus
selanjutnya untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa lebih lanjut. Untuk itu
telah dirumuskan beberapa perbaikan yang akan dilakukan pada siklus kedua.
Beberapa hal yang perlu diperbaiki selama proses pembelajaran yaitu :
1. Guru tidak menyampaikan secara terperinci tentang apa saja yang harus
dilakukan siswa sebelum lembar kerja dibagikan.
2. Baru beberapa siswa saja yang berani menyampaikan pendapatnya.
3. Siswa belum terbiasa menggunakan model pembelajaran kooperatif directed
reading thinking activity dalam pembelajaraan dikelas
4. Beberapa siswa yang mendominasi dalam kegiatan kelompoknya. Hasil belajar
siswa pada siklus I belum mencapai target yang diinginkan.

Sebagai refleksi peneliti dan observer membahas kekurangan selama


pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan ada beberapa hal
yang harus dilakukan perbaikan antara lain:
1. Kerjasama antar kelompok masih kurang.
2. Masih ada siswa yang pasif.
3. Masih ada siswa yang suka membuat keributan.
4. Sebagian besar siswa masih takut untuk bertanya mengenai materi yang belum
dimengerti.
5. Setelah memberikan pertanyaan dari bacaan peneliti tidak pernah memberi
kesempatan pada siswa untuk bertanya.

Hasil Tindakan Siklus II


Secara keseluruhan pengelolaan kelas sudah baik dan siswanya tidak lagi
ribut pada saat pembentukan kelompok. Selanjutnya peneliti menyampaikan
materi ajar, pada saat pembelajaran dapat terlihat sebagian besar siswa
memperhatikan penjelasan yang diberikan dan mencatat hal-hal yang dianggap
penting. Sebagian besar siswa sudah berani untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan yang diberikan, pada saat diskusi terlihat bahwa setiap siswa dapat
bekerjasama dengan baik di dalam kelompoknya.
Suasana kelas menjadi lebih hidup pada kegiatan pembelajaran berlangsung
karena siswa terlihat lebih aktif dari siklus sebelumnya. Meskipun terdapat 2-3
orang siswa yang pasif, namun secara keseluruhan siswa sudah bisa
menyampaikan dan menerima materi dengan baik.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


55
Hal ini terlihat dalam kegiatan tanya jawab hampir seluruh siswa dapat
menjawab pertanyaan dengan baik dan benar serta tidak lagi siswa yang malu
untuk menjelaskan materi yang telah diterima.
Sebagai refleksi peneliti dan teman sejawat (guru observer) melakukan
dialog membahas kegiatan pembelajaran yang baru saja dilaksanakan, hasil dialog
tersebut menunjukkan aktivitas siswa pada siklus ini masih dinilai cukup baik
meskipun belum semua indikator terpenuhi.
Peneliti dan teman sejawat (guru observer) memutuskan untuk melanjutkan
ke siklus III. Beberapa hal yang perlu diperbaiki selama proses pembelajaran
yaitu:
1. Suara guru yang kurang keras, sehingga siswa yang duduk dibelakang harus
diberi penjelasan ulang.
2. Ditemui adanya siswa yang hanya melihat hasil kerja temannya tanpa mau
berusaha dan bekerja sama.
3. Siswa sudah dapat menyampaikan informasi (materi) ke siswa yang lain
dengan baik.
4. Siswa aktif bertukaran informasi.
5. Setelah memberikan pertanyaan dari bacaan peneliti juga memberikan
kesempatan pada siswa untuk bertanya.
6. Masih terdapat 2 atau 3 orang siswa yang masih pasif selama kegiatan.
Hasil Tindakan Siklus III
Secara keseluruhan pengelolaan kelas sudah baik. Selanjutnya peneliti
menyampaikan materi ajar, pada saat pembelajaran dapat terlihat sebagian besar
siswa memperhatikan penjelasan yang diberikan dan mencatat hal-hal yang
dianggap penting. Sebagian besar siswa sudah berani untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan yang diberikan, setiap siswa juga telah membawa buku teks
dan pada saat diskusi terlihat bahwa setiap siswa dapat bekerjasama dengan baik
di dalam kelompoknya. Pada saat menjawab pertanyaan suasana kelas menjadi
hidup, siswa sudah bisa menyatukan pendapat mereka dalam menjawab soal, guru
membantu siswa menarik kesimpulan dari materi yang telah diajarkan.
Sebagai refleksi peneliti dan teman sejawat (guru observer) melakukan
dialog membahas kelebihan dan kelemahan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan ada beberapa catatan selama
pelaksanaan pembelajaran antara lain :
1. Penjelasan yang diberikan sudah dapat diterima oleh siswa.
2. Siswa sudah dapat menyampaikan informasi (materi) ke siswa yang lain
dengan baik.
3. Siswa sudah tidak malu-malu lagi dalam bertukaran informasi tetapi siswa
terlihat lebih semangat.
Analisa Data
Berdasarkan hasil refieksi dalam pelaksanaan tindakan kelas pada siklus III
ini, maka dapat dilihat bahwa ada peningkatan yang signifikan dari proses
pembelajaran terutama keaktifan dan semangat siswa sudah sangat baik sehingga
mempengaruhi nilai hasil belajarnya. Data yang diperoleh keterampilan membaca
siswa kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan sebagai berikut.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


56
Tabel 1. Peningkatan Nilai Keterampilan Membaca Siswa kelas II/b
No Uraian Kondisi Awal Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 Rata-rata 65,18 70,71 76,43 85,54
2 Persentase Ketuntasan 42,86 67,86 85,71 100
Berdasarkan data di atas selanjutnya dipaparkan Grafik peningkatan
keterampilan membaca. pada siswa kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan selama
pelaksanaan penelitian.

Gambar 1. Grafik Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa

PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas II/b di SD Negeri 006 Loa Janan yang
berjumlah 28 siswa pada pembelajaran Tema 6 tentang merawat hewan dan
tumbuhan, guru yang bertindak sebagai peneliti melakukan tindakan prasiklus
sebagai bahan pembanding, setelah dilakukan model pembelajaran kooperatif
directed reading thinking activity pada hasil belajar siklus I siklus II dan siklus III
terjadi peningkatan hasil belajar sesuai yang diharapkan. Adapun hasil penelitian
dapat dijabarkan sebagai berikut.
Pembahasan Prasiklus
Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas, peneliti melakukan
tindakan prasiklus terlebih dahulu. Seluruh siswa mengikuti tes prasiklus yang
berjumlah 28 siswa. Hasil belajar prasiklus sebelum menerapkan model
pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity, nilai tersebut juga
digunakan untuk membandingkan dan menentukan peningkatan pada siklus I,
siklus II, dan siklus III.
Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan sebelum penelitian ini
dilaksanakan proses pembelajaran menunjukkan bahwa metode pembelajaran
yang konvensional yang umum dilakukan adalah dalam bentuk ceramah yakni
guru sebagai media penyampai informasi sedangkan siswa mempunyai peran
sebagai pendengar. Sistem pengajaran yang bersifat monoton dan kurang
melibatkan siswa berdampak pada keterampilan membaca belum mencapai
ketuntasan belajar sesuai dengan KKM yang sudah ditentukan.
Nilai akhir prasiklus diperoleh rata rata kelas 65,18 dengan jumlah siswa
yang tuntas hanya 12 siswa, dengan persentase hanya sebesar 42,86%, hasil
belajar ini termasuk dalam katagori penilaian dengan kriteria kurang.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


57
Pembahasan Siklus I
Hasil observasi pada siklus I menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity
menunjukkan peningkatan hasil belajar. Peneliti bertindak sebagai pengajar
mampu menyampaikan materi pelajaran dengan baik.
Hasil observasi aktivitas siswa menunjukkan suasana kelas kurang kondusif
pada saat siswa diberikan tugas. Adapun hasil belajar siswa pada siklus I
mengalami peningkatan. Peningkatan keterampilan membaca dengan rata-rata
sebesar 70,71 dengan kriteria cukup, persentase ketuntasan siswa tercapai 67,86%.
Pembahasan Siklus II
Pada siklus II secara keseluruhan siswa sudah mengalami kemajuan dan
lebih termotivasi dalam belajar, siswa sudah mulai aktif dalam melakukan
kegiatan kelompok, dengan bimbingan guru hal ini juga menumbuhkan
keberanian pada siswa untuk mendemonstrasikan tugasnya di depan kelas. Hasil
observasi pada siklus II menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah lebih
baik.
Guru dalam menyampaikan pelajaran dengan jelas dan memberi kesempatan
siswa untuk bertanya. Penentuan materi pembelajaran sesuai dengan teknik
pengajaran yang digunakan. Dalam Pengelolaan kelas sudah baik, guru
menggunakan waktu sudah efisien dalam penanganan siswa yang pasif.
Hasil observasi menunjukan bahwa perhatian siswa semakin baik, mencatat
mendengar penjelasan guru, dan memperhatikan penjelasan guru dan bertanya
apabila kurang jelas. Siswa termotivasi untuk belajar karena guru mampu menarik
minat siswa untuk belajar. Partisipasi siswa dinilai baik, siswa dalam memberikan
pendapat, semua siswa terlibat aktif dalam diskusi kelompok, dan membuat
kesimpulan tentang persoalan yang dibahas.
Hasil belajar siswa sudah mencapai tuntas dengan kriteria sangat baik, hal
ini ditunjukan dari rata-rata nilai sebesar 76,43 atau dengan ketuntasan sebesar
85,71% jumlah siswa 24 orang dengan kriteria baik.
Pembahasan Siklus III
Setelah penerapan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking
activity dilaksanakan pada siklus III secara keseluruhan siswa sudah mengalami
kemajuan dan lebih termotivasi siswa dalam belajar, siswa sudah mulai aktif
dalam melakukan tanya jawab.
Hasil observasi siklus III menunjukan bahwa perhatian siswa dalam
memahami materi pembelajaran, mencatat, memperhatikan penjelasan guru dan
bertanya apabila kurang jelas. Siswa termotivasi untuk belajar karena guru mampu
menarik minat siswa untuk belajar, semua siswa terlibat aktif berdiskusi, tanya
jawab, dan membuat kesimpulan tentang persoalan yang dibahas dalam
kemlompok. Pemahaman siswa dalam menjelaskan materi pembahasan rata-rata
dinilai sangat baik.
Hasil belajar siswa kelas II/b SD Negeri 006 Loa Janan sudah
menunjukan hasil belajar yang optimal dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking
activity hal ini ditunjukan dari kemampuan siswa melaksanakan tugas. Hasil

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


58
belajar siswa mengalami peningkatan dengan rata-rata nilai sebesar 85,54
dengan kriteria sangat baik dengan jumlah siswa 28 orang, dan dinyatakan
berhasil atau tuntas dengan persentase 100%. Dengan tercapainya hasil belajar
siswa secara maksmal, maka penelitian ini dihentikan sesuai dengan rencana
penelitian hanya pada siklus 3 saja.

KESIMPULAN
Proses pembelajaran pra siklus masih menggunakan metode pembelajaran
yang konvensional yang umum dilakukan, yakni guru sebagai media penyampai
informasi (pembicara). Hasil observasi menunjukkan bahwa pembelajaran
menggunakan model pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity
secara keseluruhan siswa mengalami kemajuan dan lebih termotivasi dalam
selama pelaksanaan pembelajaran.
Hasil belajar siswa dari nilai pra siklus nilai rata-rata sebesar 65,18 dengan
persentase ketuntasan sebesar 42,86%, dengan penerapan model pembelajaran
kooperatif directed reading thinking activity pelaksanaan siklus I nilai rata-rata
menjadi 70,71 dengan persentase ketuntasan 67,86%. Hasil belajar siklus 2 terjadi
peningkatan dengan rata-rata nilai siswa sebesar 76,43. dengan persentase
85,71%. Hasil belajar siklus 3 rata-rata nilai siswa sebesar 85,54. dengan
persentase 100%.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif directed reading thinking activity dapat meningkatkan
meningkatkan keterampilan membaca siswa yang ditunjukan dengan rata-rata
kelas dan ketuntasan yang selalu meningkat di setiap siklus. Selama pembelajaran
berlangsung siswa tertarik mengikuti pembelajaran sehingga mereka menjadi
termotivasi untuk belajar.

SARAN
Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif
directed reading thinking activity secara tepat dan melibatkan siswa dalam
proses belajar mengajar, khususnya dalam pembelajaran Tema 6 tentang
merawat hewan dan tumbuhan.
2. Pembelajaran dengan memvariasikan model pembelajaran kooperatif directed
reading thinking activity dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi
guru dalam rangka menambah variasi hasil ini dapat memotivasi siswa untuk
mempersiapkan diri dalam belajar sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keefektifan
pembelajaran dengan memvariasikan model pembelajaran kooperatif directed
reading thinking sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa,
dengan cara memodifikasi desain atau rancangan penelitian (misalnya
eksperimen) sehingga diperoleh perubahan-perubahan yang lebih signifikan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


59
DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas untuk: Guru. Bandung: Yrama
Widya
Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Burn, P. C., Roe, B. D & Ross, E. P. 2006. Teaching Reading in Today’s
Elementary Schools. Boston: Houghton Mifflin Company.
Depdiknas. 2003. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Kunandar. 2010. Guru Profesional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Novi, R, dkk. 2006. Membaca dan Menulis di SD: Teori dan Pengajarannya.
Bandung: UPI Press.
Nurhadi. 2010. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru.
Rahim, Farida. 2011. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Angkasa.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


60
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM PROSES
PEMBELAJARAN MELALUI PENERAPAN SUPERVISI KLINIS DI TK
NEGERI 1 SANGASANGA TAHUN 2019

Erna Susilawati
TK Negeri 1 Sangasanga, Kutai Kartanegara

ABSTRAK

Penelitian ini dilatar belakangi Permendiknas No 13 Tahun 2007


tentang Kompetensi Kepala Sekolah, tugas kepala sekolah kaitannya
dengan supervisi klinis ini di antaranya: 1) Membimbing guru dalam
memilih dan menggunakan strategi/ metode/ teknik pembelajaran
yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa; 2) Membimbing
guru dalam menyusun rencana kegiatan harian (RKH) dan rencana
kegiatan mingguan (RKM); dan 3) Membimbing guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran/ bimbingan untuk
mengembangkan potensi siswa. Subyek dalam penelitian ini adalah
Guru TK Negeri 1 Sangasanga yang merupakan tempat peneliti
bertugas menjadi kepala sekolah tahun pelajaran 2019 yang
berjumlah 9 orang. Rancangan penelitian dilakukan dalam 3 siklus
yang meliputi: 1) perencanaan; 2) tindakan; 3) pengamatan; dan
4) refleksi. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Kemampuan guru dalam
proses pembelajaran mengalami peningkatan dalam setiap aspek;
2) Kemampuan guru dalam proses pembelajaran menunjukan
peningkatan pada tiap-tiap putarannya; dan 3) Kegiatan pembinaan
melalui supervisi klinis bermanfaat dan dapat membantu
meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran,
sehingga kinerja guru dapat ditingkatkan. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa dengan penerapan supervisi klinis tersebut
dikatakan efektif untuk meningkatkan kemampuan guru dalam proses
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Permen No 13 Tahun 2007
tentang kompetensi guru dan kepala sekolah, dalam membuat rencana
kerja kerja sekolah, serta dapat mengorganisasikan sekolah kearah
perubahan yang diinginkan sesuai undang-undang.

Kata Kunci: kemampuan, pembelajaran, supervisi klinis

PENDAHULUAN
Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan tidak hanya dituntut kepada
siswa saja untuk selalu belajar lebih giat dan tekun terutama di saat ini yang
merupakan jaman globalisasi di mana perkembangannya sangat cepat yang
dibarengi dengan jaman teknologi canggih yang setiap saat selalu mengalami
perubahan. Guru sebagai pendidik merupakan faktor yang sangat penting dalam

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


61
melakukan proses pembelajaran di kelas yang juga merupakan faktor penentu
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Kenyataan di lapangan menunjukkan kualitas pendidikan masih jauh dari
apa yang diharapkan terutama di TK Negeri 1 Kecamatan Sangasanga. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka peneliti sekaligus sebagai kepala sekolah
melakukan pembinaan kepada guru melalui supervisi klinis, dan tindakan ini
sebagai suatu langkah yang tepat agar peningkatan capaian kemampuan guru
dapat dicapai sesuai dengan program pemerintah yaitu program pendidikan
bermutu.
Sesuai dengan Permendiknas No 13 Tahun 2007 tentang Kompetensi Kepala
Sekolah, maka salah satu kompetensi yang harus dimiliki adalah kompetensi
supervisi klinis. Sehubungan dengan hal ini maka yang menjadi tugas bagi seorang
kepala sekolah kaitannya dengan supervisi klinis ini di antaranya adalah:
1) Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/ metode/ teknik
pembelajaran/ bimbingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa;
2) Membimbing guru dalam menyusun rencana kegiatan harian (RKH) dan rencana
kegiatan mingguan (RKM); dan 3) Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran / bimbingan untuk mengembangkan potensi siswa.
Karena hal tersebut, maka peneliti sebagai kepala sekolah berusaha untuk
memperbaiki proses pembelajaran di kelas dengan mengadakan bimbingan dan
supervisi klinis. Peneliti juga mengajak rekan-rekan guru untuk memperbaiki
mulai dari menyusun rencana kegiatan harian (RKH) dan rencana kegiatan
mingguan (RKM) yang lebih menarik dan dapat memotivasi minat anak dalam
belajar, sehingga dapat meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
Kepala sekolah berkewajiban membantu melaksanakan pembinaan di
sekolah agar mutu pendidikan dapat dicapai. Sehubungan dengan hal di atas
penulis mencoba melakukan penelitian tindakan sekolah (PTS) dengan judul:
“Peningkatan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran melalui Penerapan
Supervisi Klinis di TK Negeri 1 Sangasanga Tahun 2019. Adapun tujuan
penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam proses pembelajaran melalui penerapan supervisi klinis di
TK Negeri 1 Kecamatan Sangasanga Tahun 2019; dan 2) Untuk mendeskripsikan
efektivitas penerapan supervisi klinis di TK Negeri 1 Kecamatan Sangasanga
dalam meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran Tahun 2019.

KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan
pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


62
Menurut Syaiful Sagala, (2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru
secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat belajar secara aktif,
yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran mengandung
arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu
kemampuan dan nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta
guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh siswa meliputi
kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang akademisnya, latar belakang
ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik
siswa merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator
suksesnya pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu
terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan
itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang
relatif lama dan karena adanya usaha.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan harapan, yaitu apa yang
diharapkan dari siswa sebagai hasil belajar. Menurut H. Daryanto (2005: 58)
tujuan pembelajaran adalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan,
kemampuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki siswa sebagai akibat
dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang dapat
diamati dan diukur. Suryosubroto (2005: 63) menegaskan bahwa tujuan
pembelajaran adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh
siswa sesudah ia melewati kegiatan pembelajaran yang bersangkutan dengan
berhasil.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulakan bahwa tujuan pembelajaran
adalah rumusan secara terperinci apa saja yang harus dikuasai oleh siswa sebagai
akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku yang
dapat diamati dan diukur.
Aspek Penting yang Dinilai Sebagai Hasil Proses Belajar
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, sikap, keterampilan yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh siswa dalam melaksanakan tugas
kehidupannya. Berdasarkan pengertian ini, maka secara garis besar aspek-aspek
yang dinilai dalam penilaian berbasis kompetensi meliputi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor atau kompetensi intelektual, emosional (ahlak dan moral),
spritual, dan keterampilan. Sejalan dengan hal tersebut di atas, Benyamin S.
Bloom dan (2008 : 216). Bloom mengelompokkan kemampuan manusia ke dalam
tiga aspek (domain), yaitu: 1) Aspek kognitif (cognitive domain); 2) Aspek afektif
(affective domain); dan 3) Aspek psikomotor (psychomotorik domain).
Kemampuan Guru dalam Pembelajaran
Istilah kemampuan mengajar merupakan kemampuan guru dalam
menigkatkan kinerjanya melaksanakan pembelajaran di kelas. Kinerja dapat
diterjemahkan dalam perfomance atau unjuk kerja, artinya kemampuan yang
ditampilkan seseorang terhadap pekerjaannya pada tempat ia bekerja. Kinerja
merupakan suatu kinerja yang esensial terhadap keberhasilan suatu pekerjaan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


63
Karena itu suatu kinerja yang efektif bagi setiap individu perlu diciptakan
sehingga tujuan lembaga dapat tercapai secara optimal.
Menurut Fattah (2006:84) kinerja diartikan sebagai ungkapan kemajuan
yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan otivasi dalam
menghasilkan suatu pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kinerja adalah hasil kerja seseorang yang mencerminkan prestasi kerja sebagai
ungkapan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Usman, Uzer (2009:174) berpendapat bahwa terdapat empat gugus yang erat
kaitannya dengan kinerja guru, yaitu kemampuan: 1) merencanakan KBM;
2) melaksanakan KBM; 3) melaksanakan hubungan antar pribadi, dan (4)
mengadakan penilaian. Sedangkan Depdiknas (2008:64) mengembangkan kinerja
guru profesional meliputi: 1) penguasaan bahan ajar; 2) pemahaman karakteristik
siswa; 3) penguasaan pengelolaan kelas; 4) penguasaan metode dan strategi
pembelajaran; 5) penguasaan evaluasi pembelajaran; dan 6) kepribadian.
Dari pendapat tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan kinerja guru
dalam penelitian ini ialah: 1) penguasaan bahan ajar; 2) pemahaman karakteristik;
3) penguasaan pengeloaan kelas; 4) penguasaan metode dan strategi
pembelajaran; 5) penguasaan evaluasi pembelajaran; dan 6) kepribadian.
Supervisi Klinis Kepala Sekolah
Supervisi klinis yang juga disebut supervisi kelas adalah suatu bentuk
bimbingan profesional yang diberikan kepada guru berdasarkan kebutuhan guru
melalui siklus yang sistematis untuk meningkatkan proses belajar mengajar (La
Sulo, Efffendi, Gojali, 2005:83).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa supervisi klinis adalah
suatu proses bimbingan oleh supervisor kepada guru secara kolegial dengan
tujuan membantu guru dalam mengungkapkan kemampuan profesionalnya,
khususnya untuk kerja mengajarnya di kelas berdasarkan observasi dan analisis
data secara teliti dan objektif.
Prinsip Prinsip Supervisi Klinis
Prinsip umum yang perlu dijadikan acuan dalam pelaksanaan supervisi
klinis, agar sukses mencapai tujuannya, yakni: 1) Hubungan kolegial;
2) Demokrasi; 3) Berorientasi pada kebutuhan dan aspirasi guru; 4) Obyektif;
5) Mengutamakan prarakarsa dan tanggungjawab guru. (Made Pidarta, 2009 : 82).
Tahapan Proses Supervisi Klinis
1. Pertemuan pendahuluan
2. Tahap Observasi
3. Tahap Pertemuan Balikan
4. Latihan Mengajar Terbimbing
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan masalah penelitian, kajian teori tentang peningkatan kerja guru
melalui supervisi klinis yang telah dikemukakan di atas,maka dalam penelitian ini
diajukan hipotesis adalah Penerapan supervisi klinis kepala sekolah di TK
Negeri 1 Kecamatan Sangasanga dapat meningkatkan kemampuan guru dalam
proses pembelajaran Tahun 2019.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


64
METODE PENELITIAN
Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah Guru TK Negeri 1 Sangasanga yang
merupakan tempat peneliti bertugas menjadi kepala sekolah tahun pelajaran 2019
yang berjumlah 9 orang.
Rancangan Penelitian
1. Tindakan dilaksanakan dalam 3 siklus
2. Kegiatan dilaksanakan dalam semester ganjil tahun pelajaran 2019.
3. Lama penelitian 3 bulan dilaksanakan mulai tanggal Februari sampai dengan
April 2019.
4. Dalam pelaksanaan tindakan, rancangan dilakukan dalam 3 siklus yang
meliputi: a) perencanaan; b) tindakan; c) pengamatan; d) refleksi.
Rancangan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) menurut Suharsimi Arikunto
dan Supardi (2012:117) adalah seperti gambar berikut:

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas

1. Rencana (Plan): adalah rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk
memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi.
2. Tindakan (Action): adalah apa yang dilakukan oleh peneliti / kepala sekolah
sebagai upaya perbaikan,peningkatan atau perubahan yang diinginkan.
3. Observasi (Observation): adalah mengamati atas hasil atau dampak dari
tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.
4. Refleksi (reflection): adalah peneliti mengkaji, melihat, dan mempertim-
bangkan atas hasil atau dampak dari tindakan dari pelbagai keriteria.
5. Revisi (recived plan): adalah berdasarkan dari hasil refleksi ini,peneliti
melakukan revisi terhadap rencana awal.
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini berasal dari dua sumber yaitu: guru untuk
memperoleh data tentang peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar
mengajar di sekolah. dan kepala sekolah untuk memperoleh data tentang
penerapan supervisi klinis. Dalam pengumpulan data teknik yang digunakan
adalah menggunakan observasi dan angket.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


65
Teknik Analisis Data
1. Kuantitatif. Analisis ini akan digunakan untuk menghitung besarnya
peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar melalui supervisi
klinis dengan menggunakan ketuntasan individu (75%).
2. Kualitatif. Teknik analisis ini akan digunakan untuk memberikan gambaran
hasil penelitian secara; reduksi data,sajian deskriptif, dan penarikan simpulan.
Indikator Keberhasilan
Penelitian tindakan sekolah yang dilaksanakan dianggap sudah berhasil
apabila terjadi peningkatan kemampuan guru secara klasikal mencapai 85% telah
mencapai ketuntasan dengan nilai rata rata 75.

HASIL PENELITIAN
Paparan Data dan Temuan Penelitian
Penelitian ini menggunakan model pembinaan melalui supervisi Klinis.
Tujuan yang diharapkan dalam pembinaan kepala sekolah melalui supervisi Klinis
ini adalah peningkatan kemampuan guru dalam proses belajar mengajar.
Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian dilakukan 3 siklus yang terdiri dari
enam kali pertemuan. Waktu yang digunakan setiap kali pertemuan adalah 2 x 60
menit. Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 11 s.d 23 Februari 2019 dan
siklus kedua pada tanggal 23 Februari s.d. 9 Maret 2019 dan siklus ke tiga pada
tanggal 11 Maret s.d. 23 Maret 2019. Penelitian tindakan sekolah ini dilaksanakan
pada saat kegiatan belajar mengajar di sekolah. Berikut hasil pembinaan kepala
sekolah melalui supervisi Klinis. per siklus sebagai berikut.
Hasil Tindakan Siklus 1
Pembinaan yang dilakukan kepala sekolah melalui supervisi klinis diperoleh
data rata-rata peningkatan kemampuan guru sebesar 76,88 masih terdapat 3 orang
guru belum tuntas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada siklus pertama secara
klasikal mampu meningkat mutu dalam proses belajar mengajar, karena yang
memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 6 orang guru atau sebesar 66,67 % lebih kecil
dari persentase ketuntasan yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena banyak guru yang belum memahami dan merasa baru dengan supervisi
klinis sehingga mereka belum dapat memahaminya dengan baik. Hasil
pengamatan sebagai berikut:
1. Kepala sekolah masih kurang teliti dalam melakukan pembinaan di sekolah
2. Kepala sekolah masih kurang baik dalam pemanfaat waktu
3. Kepala sekolah Sekolah masih kurang konsentrasi dalam melakukan
pembinaan, karena ada tugas lain yang harus dikerjakan.
Revisi Rancangan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan pembinaan pada siklus I ini masih terdapat
kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus berikutnya.
1. Kepala sekolah perlu lebih terampil dalam memotivasi guru dan lebih jelas
dalam menyampaikan tujuan pembinaan. Di mana guru diajak untuk terlibat
langsung dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


66
2. Kepala sekolah perlu mendistribusikan waktu secara baik dengan
menambahkan informasi yang dirasa perlu dan memberi catatan.
3. Kepala sekolah harus lebih terampil dan bersemangat dalam memotivasi guru
sehingga mutunya dalam proses belajar mengajar lebih meningkat.
Hasil Tindakan Siklus 2
Setelah dilakukan tindakan siklus 2 diperoleh diperoleh rata-rata
peningkatan kemampuan guru adalah 80,63% dan peningkatan mutu mencapai
77,78% atau sudah 7 orang guru yang sudah tuntas dalam meningkatkan mutunya.
Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam proses belajar mengajar
telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari siklus sebelumnya.
Adanya peningkatan ini karena setelah kepala sekolah menginformasikan
bahwa setiap akhir pembinaan akan diadakan penilaian sehingga pada pertemuan
berikutnya guru lebih termotivasi untuk meningkatkan mutunya dalam proses
pembelajarn. Selain itu guru juga sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan
dan diinginkan oleh kepala sekolah dalam melakukan pembinaan supervisi klinis
kepala sekolah. Hasil pengamatan selama pelaksanaan sebagai berikut:
1. Memotivasi guru dalam meningkatkan mutunya.
2. Membimbing guru dalam menyusun rencana pembelajaran merumuskan
kesimpulan/menemukan konsep
3. Pengelolaan waktu
Revisi Rancangan Pelaksanaaan
1. Kepala sekolah harus lebih dekat dengan guru sehingga tidak ada perasaan
takut/malu dalam diri guru terutama dalam bertanya tentang masalah yang
dihadapi oleh sekolah.
2. Kepala sekolah harus mendistribusikan waktu secara baik sehingga kegiatan
pembinaan dapat berjalan efektif sesuai dengan yang diharapkan.
3. Kepala sekolah sebaiknya menambah lebih banyak contoh-contoh program
pembelajaran dan penilaian dengan format format yang sudah distandardisasi
oleh Departemen Pendidikan Nasional,dalam hal ini Lembaga Penjaminan
Mutu Pendidikan (LPMP) baik di Tingkat Provinsi maupun tingkat Pusat.
Hasil Tindakan Siklus 3
Setelah tindakan diperoleh nilai rata-rata secara klasikal kemampuan guru
sebesar 90,63% ke 9 orang guru sudah mencapai ketuntasan dalam meningkatkan
mutunya dalam proses belajar mengajar. Maka secara kelompok ketuntasan telah
mencapai 100. Peningkatan kemampuan guru ini dipengaruhi oleh kemampuan
kepala sekolah dalam menerapkan pembinaan melalui supervisi klinis sehingga
guru menjadi lebih memahami tugasnya sehingga dapat meningkatkan mutu
dalam proses belajar mengajar di kelas. Di samping itu ketuntasan ini juga
dipengaruhi oleh kerjasama dari guru dengan kepala sekolah dalam melaksanakan
tugasnya masing masing. Selama pelaksanaan tindakan diperoleh dapat duraikan
sebagai berikut:
1. Selama proses pembinaan kepala sekolah telah melaksanakan semua
pembinaan dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek yang belum sempurna,
tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing aspek cukup besar.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


67
2. Kekurangan pada siklus-siklus sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan
peningkatan sehingga menjadi lebih baik.
Revisi Rancangan Pelaksanaaan
Pada siklus 3 kepala sekolah telah melaksanakan pembinaan dengan baik
dan dilihat dari peningkatan capaian kemampuan guru, pelaksanaan pembinaan
sudah berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi
yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah memaksimalkan dan
mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan agar pada pelaksanaan
pembinaan selanjutnya baik melalui supervisi klinis maupun supervisi klinis
dapat meningkatkan capaian kemampuan guru sehingga tujuan pembinaan sebagai
upaya meningkatkan mutu pendidikan dapat tercapai.
Analisis Hasil Kegiatan
Analisis Hasil Tindakan Kepala Sekolah Terhadap Peningkatan Mutu Guru
Dalam Proses Pembelajaran Melalui Supervisi klinis
Tabel 1. Hasil Tindakan Selama Penelitian
Jumlah Siswa
No Rentang Nilai
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 86 - 100 0 2 6
2 75 – 85 6 5 3
3 50 – 74 3 2 0
4 40 – 49 - - -
5 0 – 39 - - -
Rata-rata Kelas 76,88 80,63 90,63
Persentase Ketuntasan 66,67% 77,78% 100%
Berdasarkan tabel analisis di atas maka untuk menggambarkan hasil
tindakan kepala sekolah terhadap peningkatan mutu guru dalam proses
pembelajaran melalui supervisi klinis disajikan grafik berikut.

100
90.63
77.78
80.63
76.8866.67
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00 Persentase Ketuntasan
0.00 Rata-rata Kelas
Siklus Siklus Siklus
1 2 3

Gambar 1. Diagram Hasil Tindakan Selama Penelitian

Analisis Data Deskriptif Kuantitatif


1. Pencapaian peningkatan kemampuan guru dalam proses pembelajaran siklus 1
yang diberikan tindakan oleh kepala sekolah.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


68
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟
27,6
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100 = 76,88
36

2. Pencapaian peningkatan kemampuan guru dalam proses pembelajaran


pembelajaran siklus 2 setelah diberi tindakan melalui supervisi klinis oleh oleh
kepala sekolah.
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟
29
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100 = 80,56
36

3. Pencapaian peningkatan kemampuan guru dalam proses pembelajaran siklus 3,


setelah diberi tindakan melalui supervisi klinis oleh kepala sekolah
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑘𝑜𝑟
32,4
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑘𝑜𝑟 = × 100 = 90,00
36

Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa:


1. Terjadi peningkatan kemampuan guru dalam proses pembelajaran siklus 1
setelah diberi pembinaan melalui supervisi klinis yaitu secara klasikal
mendapat penilaian 76,88 dengan ketuntasan 66,67%.
2. Setelah dilaksanakan pembinaan oleh kepala sekolah pada siklus 2 kemampuan
guru dalam melaksanakan pembelajaran mengalami peningkatan, secara
klasikal dengan memperoleh penilaian 80,63 dengan persentase ketuntasan
sebesar 77,78%.
3. Setelah dilaksanakan pembinaan oleh kepala sekolah pada siklus 3 kemampuan
guru dalam melaksanakan pembelajaran mengalami peningkatan, secara
klasikal dengan memperoleh penilaian 90,63 dengan persentase ketuntasan
sebesar 100%.
Berdasarkan pelaksanaan pembinaan yang telah dilakukan kepala sekolah
kepada para guru melalui pembinaan supervisi klinis maka hasil observasi nilai,
dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Siklus pertama kegiatan pembinaan belum berhasil karena dalam pembinaan
kepala sekolah, masih terlihat guru belum begitu antusias karena mereka masih
menganggap pembinaan kepala sekolah tersebut merupakan tugas baru yang
diembannya.
2. Pembinaan yang dilakukan melalui supervisi klinis, dalam hal peningkatan
kemampuan guru dalam proses pembelajaran belum tampak, sehingga hasil
yang dicapai tidak tuntas.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


69
3. Mungkin karena proses pembinaan yang menggunakan supervisi klinis yang
baru mereka laksanakan sehingga guru merasa kaku dalam menerapkannya.
4. Akan tetapi setelah dijelaskan, mereka bisa mengerti dan buktinya pada
pertemuan kedua dan ketiga proses pembinaan kepala sekolah berjalan baik,
semua guru aktif dan lebih-lebih setelah ada rubrik penilaian proses, semua
guru antusias untuk mengikutinya.

PEMBAHASAN
Ketuntasan Hasil Pembinaan Kepada Guru
Melalui hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa pembinaan melalui
supervisi klinis memiliki dampak positif dalam meningkatkan kemampuan guru
dalam proses pembelajaran, hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya
pemahaman guru dan terhadap pembinaan yang disampaikan kepala sekolah
(kemampuan guru dalam proses pembelajaran meningkat dari siklus I, II, dan III )
yaitu masing-masing pada siklus 1 secara klasikal mendapat penilaian 76,88
dengan ketuntasan 66,67% pada siklus 2 secara klasikal dengan memperoleh
penilaian 80,63 dengan persentase ketuntasan sebesar 77,78% dan pada siklus 3
mengalami peningkatan, secara klasikal dengan memperoleh penilaian 90,63
dengan persentase ketuntasan sebesar 100%.
Kemampuan Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kemampuan Guru
dalam Proses Pembelajaran
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas guru dalam meningkatkan
kemampuan guru dalam proses pembelajaran pada setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap capaian kemampuan guru, yaitu
dapat ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata guru pada setiap siklus
yang terus mengalami peningkatan.
Aktivitas Kepala Sekolah dalam Pembinaan melalui Supervisi Klinis
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas guru, yang paling dominan
dalam kegiatan supervisi klinis adalah bekerja dengan menggunakan alat/media,
mendengarkan/memperhatikan penjelasan kepala sekolah, dan diskusi antar guru
dan kepala sekolah. Jadi dapat dikatakan bahwa aktivitas guru dapat dikategorikan
aktif.
Sedangkan untuk aktivitas kepala sekolah selama pembinaan telah
melaksanakan langkah-langkah metode pembinaan melalui supervisi klinis
dengan baik. Hal ini terlihat dari aktivitas guru yang muncul di antaranya aktivitas
membuat dan merencanakan program sekolah, melaksanakan, memberi umpan
balik/ evaluasi/ tanya jawab di mana prosentase untuk aktivitas di atas cukup
besar.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, peningkatan kemampuan guru dalam
proses pembelajaran, melalui pembinaan supervisi klinis hasilnya sangat baik.
Dari analisis data di atas bahwa pembinaan guru oleh kepala sekolah melalui
supervisi klinis efektif diterapkan dalam upaya meningkatkan capaian
kemampuan guru, yang berarti proses pembinaan kepala sekolah lebih berhasil
dan dapat meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran, khususnya
TK Negeri 1 Kecamatan Sangasanga, oleh karena itu diharapkan kepada para

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


70
kepala sekolah dapat melaksanakan pembinaan melalui supervisi klinis secara
berkelanjutan.
Berdasarkan Permen No 12 Tahun 2007 tentang kompetensi guru dan kepala
sekolah, dan dapat membuat rencana kerja kerja sekolah, serta dapat
mengorganisasikan sekolah kearah perubahan yang diinginkan mencapai 85 %
ketercapaiannya, maka supervisi klinis tersebut dikatakan efektif. Dengan
demikian maka hipotesis yang diajukan di atas dapat diterima.

KESIMPULAN
1. Pembinaan kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kemampuan guru dalam
proses pembelajaran melalui supervisi klinis menunjukan peningkatan pada
tiap-tiap putaran (Siklus).
2. Aktivitas dalam kegiatan pembinaan menunjukan bahwa guru dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam proses pembelajaran, dengan baik
dalam setiap aspek.
3. Peningkatan kemampuan guru dalam proses pembelajaran oleh kepala sekolah
melalui supervisi klinis ini menunjukan peningkatan pada tiap-tiap putarannya.
4. Aktivitas guru menunjukan bahwa kegiatan pembinaan melalui supervisi klinis
bermanfaat dan dapat membantu meningkatkan kemampuan guru dalam proses
pembelajaran, untuk lebih muda memahami konsep peran dan fungsi guru
sehingga kinerja guru dapat meningkat, dengan demikian capaian kemampuan
guru dapat ditingkatkan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengan
Penerapan Supervisi Klinis efektif meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses
Pembelajaran di TK Negeri 1 Sangasanga Tahun 2019.

SARAN
1. Penelitian perlu dilanjutkan dengan serangkaian penelitian yang
mengembangkan alat ukur keberhasilan yang lebih reliabel agar dapat
menggambarkan peningkatan capaian kemampuan guru dengan baik sehingga
mutu pendidikan dapat ditingkatkan.
2. Pembinaan kepala sekolah melalui supervisi klinis kepala sekolah dalam upaya
meningkatkan capaian kemampuan guru diperlukan perhatian penuh dan
disiplin yang tinggi pada setiap langkah pembinaan, dan perencanaan yang
matang misalnya dalam pengalokasian waktu dan pemilihan konsep yang
sesuai.
3. Kepada guru diharapkan selalu mengikuti perkembangan jaman, terutama
dengan membaca hasil karya para ahli sehingga tidak ketinggalan dengan
daerah lain, dalam meningkatkan mutu pendidikan,sebagai tanggung jawab
bersama memajukan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. dan Supriyono, W. 2008. Psikologi Belajar (Edisi Revisi). Jakarta:


Rineka Cipta.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


71
Depdikbud. 2006. Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Fokus Media.
Depdiknas. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Dirjen Dikdas.
Fatta, Nanang. 2006. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
La Sulo dan Efendi Gojali. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pidarta, Made. 2009. Perencanaan Pendidikan Partisipatori. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto dan Supardi, Suhardjono. 2012. Strategi Penyusunan
Penelitian Tindakan Kelas. Semarang : Andi Offset.
Suryosubroto, B. 2005. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta.
Usman, Uzer. 2009. Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


72
PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI) UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA TEMA UDARA BERSIH BAGI
KESEHATAN MELALUI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 016
SANGASANGA TAHUN 2019

Suciati
SD Negeri 016 Sangasanga, Kutai Kartanegara

ABSTRAK

Pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 016 Sangasanga masih belum


efektif, dan selama pembelajaran siswa masih pasif. Akibatnya hasil
belajar siswa dalam pembelajaran tema Udara Bersih bagi Kesehatan
untuk pelajaran IPA belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Hal ini dapat dilihat dari hasil tes formatif, tujuan
dilaksanakan penelitian ini untuk meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa pada belajar IPA tema udara bersih bagi kesehatan.
Teknik pengumpulan data menggunakan: 1) Dokumentasi; 2) Tugas
pribadi atau kelompok; 3) Tes akhir siklus; dan 4) Observasi. Teknik
analisis kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis
rata-rata skor dan persentaase ketuntasan belajar klasikal melaui
model Problem Based Instruction (PBI). Hasil penelitian
menunjukkan aktivitas belajar siswa selalu mengalami perbaikan,
aktivitas siswa pada siklus 1 mendapat penilaian 69,58, pada siklus 2
mengalami mendapat penilaian 80,14 dan pada siklus 3 mengalami
perbaikan pesat dengan mendapat penilaian 86,39. Dengan semakin
membaiknya aktivitas siswa berdampak pada peningkatan hasil
belajar siswa pra siklus rata-rata kelas 61,67 tingkat ketuntasan
50,00% setelah dilaksanakan siklus 1 rata-rata kelas mengalami
peningkatan menjadi 69,17 dengan tingkat ketuntasan 66,67% pada
siklus 2 rata-rata kelas mengalami peningkatan menjadi 75,83 dengan
tingkat ketuntasan 83,33% dan pada siklus 3 rata-rata kelas
mengalami peningkatan menjadi 82,50 dengan tingkat ketuntasan
100%. Dengan demikian, hasil belajar siswa sudah memenuhi
indikator keberhasilan, yaitu mencapai ketuntasan klasikal ≥85%
dengan KKM 70.

Kata Kunci: problem based instruction (PBI), hasil belajar, IPA

PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan perpaduan antara kegiatan pengajaran yang
dilakukan guru dan kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Dalam kegiatan
pembelajaran tersebut, terjadi interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara
guru dan siswa, maupun interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Diharapkan
dengan adanya interaksi tersebut, siswa dapat membangun pengetahuan secara

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


73
aktif, pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, serta
dapat memotivasi peserta didik sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan.
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung
rangkaian tindakan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu, interaksi
hubungan timbal balik antara guru dan siswa merupakan syarat bagi
berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi belajar mengajar sangat luas,
tidak hanya hubungan antara guru dengan siswa, tetapi berupa serangkaian
kegiatan pembelajaran yang terprogram.
Interaksi antara guru dan siswa yang optimal berimbas pada peningkatan
penguasaan konsep siswa yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil belajar
siswa. Dengan perkataan lain, untuk meningkatkan hasil belajar siswa diperlukan
peran guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih baik, menarik
dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun
sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat agar siswa
dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga siswa
dapat memperoleh hasil belajar yang optimal.
Kenyataan dilapangan masih sering dijumpai proses pembelajaran IPA
masih berorientasi terhadap penguasaan teori dan hafalan sehingga menyebabkan
kemampuan belajar peserta didik menjadi terhambat. Di kelas V SD Negeri 016
Sangasanga juga ditemukan beberapa permasalahan pada pembelajaran,
diantaranya adalah siswa merasa bosan dengan pembelajaran IPA di kelas,
sehingga siswa terkesan menjadi sangat pasif dalam pembelajaran. Akibatnya
hasil belajar banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). Hal tersebut didukung dengan data kuantitatif hasil tes formatif siswa
kelas V SD Negeri 016 Sangasanga Kabupaten Kutai Kartanegara. Pada
pembelajaran IPA, dengan KKM 70, dari dari hasil ulangan formatif rata-rata
kelas sebesar 61,67 dengan ketuntasan belajar hanya mencapai 50% artinya yang
masih mendapat nilai di bawah KKM masih setengah dari jumlah siswa.
Dari data tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran IPA di kelas V SD
Negeri 016 Sangasanga masih belum efektif sehingga perlu dilakukan tindakan
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran yang inovatif.
Permasalahan ini merupakan masalah yang sangat penting dan mendesak,
sehingga perlu dicari alternatif pemecahan masalah untuk memperbaiki kualitas
pembelajarn tersebut. Tindakan yang diambil yaitu dengan menerapkan model
pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).
Menurut Trianto (2011:82) mengemukakan bahwa Problem Based
instruction (PBI) merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi,
mengembangkan kemandirian, dan percaya diri. Adapun tujuan penelitian
tindakan ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk meningkatkan aktivitas siswa pada
pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 016 Sangasanga Kabupaten Kutai
Kartanegara; dan 2) Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran
IPA kelas V SD Negeri 016 Sangasanga Kabupaten Kutai Kartanegara.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


74
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
Cotic, M. dan Zulian, M.C. (2009:62) mengemukakan bahwa PBI atau
pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran
dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembang-kan inkuiri dan
keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian, dan
percaya diri.
Sanjaya (2011:214) berpendapat bahwa strategi pembelajaran berbasis
masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
PBI adalah sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa
masalah (problem) dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau
mengintegrasikan ilmu baru.
Dari beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa PBI adalah
model pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk mengembangkan
kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang ada secara ilmiah dan
dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa sehingga memperoleh
pengetahuan baru.
Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI)
Menurut Trianto (2011:69) berbagai pengembangan pembelajaran
berdasarkan masalah memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran yang menggunakan model
PBI diawali dengan menyajikan pertanyaan dan masalah yang ada disekitar
siswa. Permasalahan yang disajikan tersebut menantang bagi siswa untuk
mencarikan penyelesaian masalahnya dan sesuai dengan situasi kehidupan
nyata.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan
masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah yang
diselidiki dipilih sesuai dengan kenyataan agar dalam pemecahannya siswa
meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik. Pada model pembelajaran ini siswa harus melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah.
Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan
hipotesis, mencari informasi, mengumpulkan dan menganalisis informasi dan
merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Model pembelajaran PBI
menuntut siswa untuk menghasilkan karya nyata.
5. Kolaborasi. Model pembelajaran ini dicirikan oleh siswa yang bekerjasama
satu dengan yang lainnya, untuk saling memberikan motivasi agar terlibat
dalam tugas yang kompleks untuk memgembangkan keterampilan dengan
melakukan percobaan serta keterampilan sosial juga berpikir.
Sintak pembelajaran dengan menerapkan Model pembelajaran Problem
Based Instruction (PBI) adalah sebagai berikut:

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


75
1. Guru mempersiapkan perangkat pembelajaran berupa RPP, materi
pembelajaran, dan media (Tahap persiapan).
2. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan logistik yang
dibutuhkan, memunculkan masalah, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam
pembelajaran (Orentasi siswa pada masalah).
3. Siswa memperhatikan permasalahan yang diberikan oleh guru (Tahap
penyajian).
4. Guru membentuk kelompok secara heterogen, setiap kelompok terdiri dari 5-6
siswa (Mengorganisasi siswa untuk belajar).
5. Siswa bersama kelompoknya melaksanakan penyelidikan untuk memecahkan
masalah dalam Lembar Kerja Siswa (Tahap penerapan).
6. Guru membimbing siswa dalam penyelidikan pemecahan masalah yang
diberikan (Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok).
7. Setiap kelompok merencanakan dan membuat hasil karya berupa laporan
(Mengembangkan dan menyajikan hasil karya).
8. Siswa mempresentasikan hasil karya yang dibuat sesuai dengan penyelidikan
(Mengembangkan dan menyajikan hasil karya)
9. Guru bersama dengan siswa melakukan refleksi (Menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah, tahap kelanjutan)
10. Siswa mengerjakan evaluasi (Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah).
Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Hamdani, (2011:20) belajar adalah suatu usaha
yang dilakukan seseorang sebagai proses memperoleh perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dan interaksi
dengan lingkungannya. Belajar adalah proses perubahan perilaku yang terjadi
adanya interaksi individu dengan lingkungannya. Seseorang dapat dikatakan
melakukan kegiatan belajar jika mampu melakukan sesuatu yang tidak dapat
dilakukan sebelumnya.
Sedangkan Achmad Rifa‟i (2011:82) belajar adalah perubahan individu
yang disebabkan karena adanya pengalaman. Dari pengertian belajar yang
disampaikan oleh para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses yang terjadi karena adanya interaksi individu dengan
lingkungannya serta pengalaman yang menyebabkan adanya perubahan tingkah
laku ke arah yang lebih baik.
Aktivitas Belajar Siswa
Sardiman (2012: 86) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan aktivitas
belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Rusman (2013:172)
mengatakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas jasmaniah dan rohaniah, yang
meliputi aktivitas visual, aktivitas lisan, aktivitas mendengarkan, aktivitas gerak
dan aktivitas menulis.
Kegiatan belajar mengajar ditandai adanya interaksi antara guru dengan
siswa. Interaksi dapat terjadi secara searah maupun terjadi secara timbal balik dari
guru kepada siswa atau sebaliknya. Guru memiliki peran yang besar dalam rangka
menentukan model interaksi atau kegiatan yang akan dipilih. Peran guru dalam

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


76
melakukan kegiatan untuk memilih dan menentukan model interaksi yang terjadi
antara guru dengan siswa disebut mengajar.
Dari penjabaran tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas siswa
adalah segala kegiatan siswa selama proses kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung dalam mengikuti suatu pembelajaran sehingga memungkinkan
terjadinya perubahan perilaku pada diri siswa baik dalam aktivitas mental, afektif,
maupun psikomotorik yang bertujuan untuk mengembangkan sikap dan
keterampilannya.
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan yang positif pada diri seorang baik, dari segi ketrampilan, kebiasaan
pengetauan, tingkah laku, kecakapan, dan kemampuan yang dihasilkan dari
pengalaman dan pelatihan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3), Hasil belajar
merupakan hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar.
Menurut Achmad Rifa‟i (2011:4) hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan
aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh
pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka
perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan.
Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui
sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan.
Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai
apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah
ditetapkan.
Konsep Pembelajaran IPA Di Sekolah Dasar
Menurut Ahmad Susanto (2013:167), Sains atau IPA adalah usaha manusia
dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran,
serta menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan penalaran sehingga
mendapatkan suatu kesimpulan. Pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan
bukan dengan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA melainkan dengan
penyelidikan sederhana, dengan begitu siswa memperoleh pengalaman baru
melalui kegiatan tersebut.
Menurut Usman Samatowa (2010:27) menyebutkan bahwa IPA adalah
pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dan segala isinya.
Selain itu, IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejalagejala alam yang
tersusun secara sistematis didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan
dengan menggunakan metode ilmiah.
Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan
sehari-hari. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan,
mengembangkan ide-ide siswa, mengembangkan rasa ingin tahu siswa tentang
segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang
diperlukan dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat
diperlukan untuk dipelajari.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


77
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan teori yang telah dikaji, hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah “penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan
hasil belajar IPA tema Udara Bersih Bagi Kesehatan di kelas V SD Negeri 016
Sangasanga Kabupaten Kutai Kartanegara”. Hipotesis tersebut dapat dirinci
menjadi: 1) Dengan penerapan Model pembelajaran Problem Based Instruction
(PBI) dapat meningkatkan aktivitas siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD
Negeri 016 Sangasanga Kabupaten Kutai Kartanegara?; dan 2) Dengan penerapan
Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 016 Sangasanga
Kabupaten Kutai Kartanegara?

METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah seluruh siswa V SD Negeri 016 Sangasanga Tahun
2019. Objek penelitian ini adalah hasil belajar IPA tema Udara Bersih Bagi
Kesehatan siswa V SD Negeri 016 Sangasanga tahun 2019 melalui model
pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini di kelas V SD Negeri 016 Sangasanga pemilihan
tempat ini didasari oleh rendahnya motivasi dan hasil belajar IPA tema Udara
Bersih Bagi Kesehatan siswa V SD Negeri 016 Sangasanga, pertimbangan lainya
karena peneliti mengajar di sekolah tersebut sedangkan waktu pelaksanaan
penelitian di mulai bulan September 2019.
Rancangan Tindakan
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas dengan model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Secara garis
besar, model penelitian ini menggambarkan empat tahapan dalam PTK (Penelitian
Tindakan Kelas) yaitu perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan
(action), observasi (observation), dan refleksi (reflecting) (Arikunto, dkk.
2008:16).

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


78
Secara rinci prosedur penelitian tindakan untuk putaran pertama dijabarkan
sebagai berikut: Pada tahap perencanaan peneliti dan guru observer merencanakan
satuan pelajaran tema Udara Bersih Bagi Kesehatan. Kegiatan yang dilakukan
adalah :
1. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2. Membuat alat evaluasi
3. Membuat lembar observasi guru dan siswa untuk
Pelaksanaan Tindakan: Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah
melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan yang tertuang pada
rencana pelaksanaan pembelajaran. Pelaku tindakan adalah peneliti selaku guru
dan yang bertindak sebagai observer adalah teman sejawat sesama guru SD
Negeri 016 Sangasanga. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilaksanakan
dalam 3 siklus (putaran).
Tahap Observasi: Pada tahap ini teman sejawat melakukan observasi
terhadap kegiatan guru dan siswa selama pembelajaran dengan menggunakan
format observasi yang sudah dibuat mengacu pada model pembelajaran Problem
Based Instruction (PBI).
Refleksi : Kegiatan pada tahap ini adalah peneliti bersama-sama observer
mendiskusi-kan hasil tindakan, dari hasil tindakan yang sudah dilaksanakan
peneliti merefleksikan dengan melihat data observasi apakah dengan model
pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi, adalah data yang dimiliki oleh guru pada nilai ulangan harian
IPA pada kondisi awal, digunakan sebagai pembanding siklus I.
2. Tugas pribadi atau kelompok.
3. Tes akhir siklus untuk mengetahui peningkatan hasil belajar per siklus.
4. Observasi menggunakan tabel pedoman observasi untuk mengetahui
perkembangan aktivitas siswa dan aktivitas guru pada saat pembelajaran.

Teknik Analisis Data


Teknik analisis kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk
menganalisis rata-rata skor dan persentaase ketuntasan belajar klasikal melaui
model PBI. Data yang dikumpulkan berupa angka-angka dianalisis secara
diskriptif dengan menggunakan rata-rata, presentasi, dan grafik. Analisis dengan
menggunakan KKM 70 secara individual dan klasikal hasil rata-rata kelas
dengan standar 85% siswa tuntas. Adapun langkah-langkah menganalisis data
kuantitatif yaitu:
1. Menghitung nilai rata-rata kelas
Rata-rata digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam satu kelas dan
untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dengan rnembandingkan rata-rata
skor hasil belajar masing-masing siklus dengan menggunakan rumus:
∑𝑋
𝑋̅ =
𝑛

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


79
Dengan:
𝑋̅ : Nilai rata-rata
∑ 𝑋 : Jumlah semua nilai siswa
𝑛 : Banyaknya siswa

2. Menghitung ketuntasan belajar secara klasikal


Persentasi digunakan untuk menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa
dari siklus I ke dan siklus II dan seterusnya dengan menggunakan rumus :
𝑎
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑖 = × 100
𝑏
Keterangan :
𝑎 : Selisih skor rata-rata prestasi siswa pada dua siklus
𝑏 : Skor rata-rata prestasi siswa pada siklus sebelumnya

Indikator Keberhasilan
Kriteria yang menjadi tolak ukur dalam menyatakan pembelajaran yang
berlangsung selama penelitian dapat dikatakan berhasil meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa adalah: 1) Adanya peningkatan nilai hasil belajar siswa
secara individual dalam kemampuan menguasai materi pembelajaran melalui
kemampuan mejawab soal yang diberikan dengan pencapaian KKM 70, dan
keberhasilan tercapai dengan hasil rata-rata kelas dengan standar 85% berhasil;
dan 2) Aktivitas belajar siswa tercapai dengan menunjukkan hasil baik.
Kemampuan guru dalam menerapkan proses belajar menggunkan model
pembelajaran PBI menunjukkan hasil baik.
Untuk kriteria keberhasilan peningkatan hasil belajar menggunakan kriteria
penilaian standar yang diungkapkan Harun Rasyid dan Mansyur, (2007: 21),
sebagai berikut.
Tabel 1. Kriteria Ketercapaian
Rentang Skor Nilai Kriteria
85%-100% A Sangat Baik
70%-84% B Baik
55%-69% C Cukup
45%-54% D Kurang
0%-44% E Gagal
Harun Rasyid dan Mansyur, (2007: 21).

Berdasarkan kriteria standar tersebut, maka peneliti menentukan tingkat


kriteria keberhasilan tindakan pada penelitian ini meningkat dan menunjukkan
tingkat pencapaian keberhasilan murid secara keseluruhan mencapai
penguasaan 85% siswa mampu mencapai kriteria keberhasilan sesuai yang
dituangkan guru dalam kriteria ketuntasan minimal (KKM) 70.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini dilaksanakan 3 siklus. Setiap siklus dilaksanakan dua kali
pertemuan difokuskan pada mata pelajaran IPA tema Udara Bersih Bagi

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


80
Kesehatan di Kelas V SD Negeri 016 Sangasanga. Berikut ini penjabaran kegiatan
pembelajaran yang dilaksanakan pada masing-masing siklus.
Pra Siklus.
Data awal peneliti peroleh dari dokumentasi daftar nilai ulangan harian
sebelum dilaksanakan tindakan siklus 1.
Hasil Penelitian Siklus Pertama
Pada siklus 1 dilaksanakan 2 kali pertemuan. Materi yang dipersiapkan
membahas tentang tema Udara Bersih Bagi Kesehatan yang difokuskan pada mata
pelajaran IPA. Hasil penelitian tindakan pada siklus 1 terdiri dari hasil belajar dan
aktivitas.
Hasil Penelitian Siklus Kedua
Pelaksanaan tindakan pada siklus 2 dilaksanakan sama dengan siklus
sebelumnya, materi yang diajarkan juga masih sama, yaitu tema Udara Bersih
Bagi Kesehatan yang difokuskan pada mata pelajaran IPA. Hasil penelitian
tindakan terdiri dari hasil belajar dan aktivitas siswa.
Hasil Penelitian Siklus Ketiga
Pelaksanaan tindakan pada siklus 3 dilaksanakan sama dengan siklus
sebelumnya, materi yang diajarkan juga masih sama, yaitu tema Udara Bersih
Bagi Kesehatan yang difokuskan pada mata pelajaran IPA. Hasil penelitian
tindakan terdiri dari hasil belajar dan aktivitas siswa.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Belajar Siklus 1, Siklus 2 dan Siklus 3
No Kegiatan Rata-rata Siswa Tuntas Tingkat Ketuntasan
1 Pra Siklus 61,67 3 50,00
2 Siklus 1 69,17 4 66,67
3 Siklus 2 75,83 5 83,33
4 Siklus 3 82,50 6 100
Peningkatan hasil belajar pra siklus, Siklus 1, Siklus 2 dan Siklus 3
digambarkan pada diagram batang berikut.

100
100.00
82.50 83.33
90.00 75.83
80.00 69.17 66.67
70.00 61.67
60.00 50.00
Pra
50.00
Siklus
40.00
30.00 Siklus 1
20.00
3 4 5 6
10.00
0.00
Rata-rata Siswa Tuntas Tingkat
Ketuntasan

Gambar 1. Grafik Rekapitulasi Hasil Belajar pra siklus, Siklus 1, Siklus 2 dan
Siklus 3

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


81
Tabel 3. Peningkatan Aktivitas belajar siswa Siklus 1, Siklus 2 dan Siklus 3
Penilaian
No Aspek Yang Dionservasi
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 Aktivitas Siswa 69,58 81,25 86,67
2 Respon Siswa 70,42 80,83 87,08
3 Partisipasi 68,75 78,33 85,42
Peningkatan Aktivitas belajar siswa Siklus 1, Siklus 2 dan Siklus 3
digambarkan pada diagram batang berikut :

86.67 87.08 85.42


90.00 81.25 80.83
78.33
80.00 69.58 70.42 68.75
70.00
60.00
Siklus 1
50.00
Siklus 2
40.00
Siklus 3
30.00
20.00
10.00
0.00
Aktivitas Siswa Respon Siswa Partisipasi

Gambar 2. Grafik Peningkatan Aktivitas belajar siswa Siklus 1, Siklus 2 dan


Siklus 3

PEMBAHASAN
Pembahasan Siklus Pertama
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus 1 mengacu alur kegiatan penelitian
tindakan kelas, yaitu melalui 4 tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan,
pengamatan (observasi) dan tahap refleksi. Kegiatan perencanaan diawali dialog
dengan teman sejawat untuk penentuan materi yang akan dijadikan objek
penelitian. Tindakan selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah membuat LKS
sesuai materi, membuat lembar observasi aktivitas siswa dan guru, lembar
penilaian hasil belajar.
Pelaksanaan kegiatan siklus 1 pada bulan September minggu kedua tahun
2019. Materi yang diajarkan pada pertemuan ini adalah tema udara bersih bagi
kesehatan. Kegiatan pelaksanaan pembelajaran dengan menerapkan model
pembelajaran problem based inteructions (PBI) dengan tahapan: Fase 1: Orientasi
(Pembukaan), Fase 2: Mengorganisasikan Siswa Untuk Belajar, Fase 3:
Membimbing penyelidikan, Fase 4: Mengembangkan dan Menyajikan Hasil
Karya, dan Fase 5: Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah. Pertemuan ini
diakhiri dengan guru membantu siswa menyimpulkan materi dan refleksi.
Tahap Observasi, dilaksanakan seelama kegiatan berlangsung, setelah
pelaksanaan, guru peneliti bersama teman sejawat mengkomunikasikan semua

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


82
temuan dan hasil yang dicapai pada tindakan siklus 1, hasil catatan guru peneliti
dan teman sejawat pada tindakan siklus 1 sebagai berikut:
1. Semua kegiatan telah berjalan sesuai dengan skenario yang dituangkan dalam
RPP.
2. Beberapa siswa terlihat pasif selama pembelajaran khususnya pada saat
melakukan kegiatan diskusi, hasil penelitian menunjukkan hanya 2 orang yang
mendapat penilaian baik sisanya masih memerlukan bimbingan, secara
keseluruhan aktivitas siswa mendapat penilaian 69,58.
3. Hasil belajar mengalami peningkatan dibanding kondisi awal dengan rata-rata
kelas sebesar 69,17 Ketuntasan belajar 66,67%.
Sebagai refleksi, setelah pembelajaran selesai, peneliti bersama guru
membahas pembelajaran yang baru saja dilakukan. Aktivitas belajar siswa
mengalami perubahan atau peningkatan, walaupun masih ada beberapa siswa
yang tidak atau belum mengalami perubahan sama sekali. Berdasarkan hasil
pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung siswa cukup aktif dalam
diskusi kelompok yang lain. Namun masih sedikit siswa yang dapat bekerja sama
menyelesaikan tugas, sehingga berpengaruh pada kemampuan menyelesaikan
soal-soal yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis hasil belajar siswa pada
siklus I ternyata belum menunjukkan peningkatan yang signifikan bahkan belum
memenuhi kriteria belajar tuntas maka peneliti mengadakan tindakan untuk siklus
berikutnya.
Hasil Penelitian Siklus Kedua
Pelaksanaan tindakan pada siklus 2 dilaksanakan sama dengan siklus
sebelumnya, materi yang diajarkan juga masih sama, yaitu tema Udara Bersih
Bagi Kesehatan yang difokuskan pada mata pelajaran IPA.
Setelah pembelajaran selesai, Guru peneliti bersama teman sejawat
mengkomunikasikan semua temuan dan hasil yang dicapai. Dalam sebuah dialog
hasil catatan guru peneliti dan teman sejawat sebagai berikut :
1. Aktivitas belajar siswa belum banyak mengalami perubahan, bahkan beberapa
siswa belum mengalami perubahan sama sekali. Berdasarkan hasil pengamatan
selama proses pembelajaran berlangsung masih pasif dalam diskusi kelompok
yang lain dan sedikit siswa yang bekerja sama menyelesaikan tugas, sehingga
berpengaruh pada kemampuan menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
2. Hasil belajar siswa belum menunjukkan peningkatan yang berarti bahkan
belum memenuhi KKM, dengan rata-rata kelas 75,83 dengan persentase
ketuntasan sebesar 83,33%.
Hasil Penelitian Siklus Ketiga
Pelaksanaan tindakan pada siklus 3 dilaksanakan sama dengan siklus
sebelumnya, materi yang diajarkan juga masih sama, yaitu tema Udara Bersih
Bagi Kesehatan yang difokuskan pada mata pelajaran IPA.
Pelaksanaan kegiatan tindakan siklus 3 pada bulan September minggu
keempat tahun 2019. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui pertemuan
ini adalah siswa mampu mencari informasi berbagai penyakit yang berhubungan
dengan organ pernapasan manusia. Kegiatan pelaksanaan tindakan siklus 1
mengacu pada model pembelajaran problem based inteructions (PBI) Observasi.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


83
Guru peneliti bersama teman sejawat mengkomunikasikan semua temuan
dan hasil yang dicapai. Dalam sebuah dialog hasil catatan guru peneliti dan teman
sejawat sebagai berikut: Secara umum kegiatan belajar mengajar telah
menunjukkan perubahan yang signifikan, dimana guru dalam melaksanakan
pembelajaran semakin mantap dan luwes walaupun masih ada kekurangan-
kekurangan kecil diantaranya kurang kontrol waktu.
Persentase aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat, mereka lebih
banyak memperhatikan dan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan. Demikian
sebaliknya bagi kelompok yang menyampaikan hasil kerja juga mampu
memberikan keterangan secara aktif. Kemampuan dan keterampilan dalam
menyampaikan hasil dan menanggapi masalah pun meningkat, yang tentunya
berpengaruh terhadap kemampuan dalam menyelesaiakan soal-soal dalam ulangan
secara tertulis. Dengan partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran yang semakin
meningkat, suasana kelas pun menjadi hidup dan menyenangkan.
Hasil belajar siswa menunjukkan adanya peningkatan, Hal ini ditunjukkan
dengan meningkatnya nilai rata-rata kelas dari 75,83 dan ketuntasan belajar
83,33% pada siklus sebelumnya pada siklus 3 nilai rata-rata kelas menjadi 82,50
dan ketuntasan belajar 100%.
Dengan demikian maka hasil pembelajaran telah menunjukkan peningkatan
yang signifikan dengan ketuntasan belajar mencapai 100% siswa tuntas dan
kegiatan dihentikan sampai pada siklus 3.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terhadap aktivitas siswa, serta hasil belajar
tema Udara Bersih bagi Kesehatan melalui model pembelajaran problem based
inteructions (PBI) pada siswa kelas V SD Negeri 016 Sangasanga Kabupaten
Kutai Kartanegara diperoleh data sebagai berikut:
Hasil penelitian tindakan kelas dengan menggunakan 3 siklus ternyata
hipotesis yang dirumuskan telah terbukti kebenarannya. Artinya bahwa dengan
menerapkan model pembelajaran problem based instruction (PBI) dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA tema Udara Bersih Bagi Kesehatan
di kelas V SD Negeri 016 Sangasanga Kabupaten Kutai Kartanegara
Hal ini ditunjukkan pada setiap siklus aktivitas belajar siswa selalu
mengalami perbaikan, aktivitas siswa pada siklus 1 mendapat penilaian 69,58
masih terdapat 3 orang siswa yang memerlukan bimbingan, pada siklus 2
mengalami perbaikan dengan mendapat penilaian 80,14 semua siswa mendapat
penilaian baik dan pada siklus 3 mengalami perbaikan pesat dengan mendapat
penilaian 86,39. Dengan demikian, aktivitas siswa telah mencapai indikator
keberhasilan.
Dengan semakin membaiknya aktivitas siswa berdampak pada peningkatan
hasil belajar siswa pra siklus masih rendah dengan rata-rata kelas 61,67 tingkat
ketuntasan 50,00% setelah dilaksanakan siklus 1 rata-rata kelas mengalami
peningkatan menjadi 69,17 dengan tingkat ketuntasan 66,67% pada siklus 2 rata-
rata kelas mengalami peningkatan menjadi 75,83 dengan tingkat ketuntasan
83,33% dan pada siklus 3 rata-rata kelas mengalami peningkatan menjadi 82,50
dengan tingkat ketuntasan 100%. Dengan demikian, hasil belajar siswa sudah

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


84
memenuhi indikator keberhasilan, yaitu mencapai ketuntasan klasikal ≥85%
dengan KKM 70.

SARAN
1. Bagi siswa dengan penerapan model pembelajaran problem based instruction
(PBI) dapat digunakan dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis,
aktif dalam pembelajaran, serta meningkatkan daya ingat siswa karena siswa
dalam pembelajaran tidak hanya secara hafalan tetapi dengan penyelidikan.
2. Guru dapat menerapkan model pembelajaran problem based instruction (PBI)
sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas yang sama tetapi berbeda pelajaran maupun sebaliknya.
Guru hendaknya mengkondisikan siswa dengan baik sehingga pada saat
membimbing pembentukan kelompok dan membimbing penyelidikan dapat
berjalan dengan lancar, guru mempersiapkan perangkat serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan berpikir kritis dengan
pembelajaran berbasis penemuan dan penyelidikan, bukan hanya hafalan.
3. Hendaknya sekolah melengkapi sarana dan prasarana untuk menunjang proses
pembelajaran agar kegiatan belajar mengajar lebih optimal dan berjalan dengan
lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, Suhardjono, dan Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:


Bumi Aksara.
Cotic, M. dan Zulian, M.C. 2009. Problem-Based Instruction in Mathematics and
its Impact on the Cognitive Results of The Students and on
Affectivemotivational Aspects. Educational Studies. 35(3): 297-310.
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar.
Rifa‟i, Achmad. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press.
Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Press.
Samatowa, Usman. 2010. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Sardiman,. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


85
Grafindo Persada.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kencana.
Trianto. 2011. Model-model Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


86
PENERAPAN MATHEMATICAL OF FINGERING SYSTEM UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PERKALIAN DASAR PADA
TEMA BERMAIN DI LINGKUNGANKU DI KELAS II SD NEGERI 016
SANGASANGA TAHUN 2019

Prisidiawati Misriyanti
SD Negeri 016 Sangasanga, Kutai Kartanegara

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh di kelas II SD Negeri 016


Sangasanga selama 4 tahun sebagian besar siswa kurang menguasai
operasi perkalian. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman Konsep perkalian Dasar Pada Tema Bermain di
Lingkunganku melalui penerapan mathematical of fingering system di
kelas II SD Negeri 016 Sangasanga Tahun 2019. Data penelitian ini
diambil dari kegiatan pengamatan, catatan lapangan, dokumentasi
nilai terhadap perbaikan kegiatan proses pembelajaran menggunakan
metode Mathematical of Fingering System pada siswa kelas II SD
Negeri 016 Sangasanga. Data yang diperlukan meliputi tahap
pelaksanaan, pada tahap perencanaan, data pada tahap pelaksanaan,
dan data pada tahap akhir yang merupakan hasil akhir dari tindakan
perbaikan pembelajaran di kelas. Hasil penelitian menunjukkan
aktivitas siswa mengalami perbaikan pada setiap siklus. Dengan
semakin membaiknya aktivitas siswa berdampak positif pada hasil
belajar siswa, hasil belajar pra siklus masih rendah dengan rata-rata
kelas sebesar 60, siswa yang mendapat nilai di atas KKM, hanya
sebesar 44,44%, setelah dilakukan siklus 1 menunjukkan pemahaman
siswa tentang konsep perkalian dasar rata-rata kelas sebesar 64,44,
siswa yang mendapat nilai di atas KKM sebesar 55,56%. pada siklus
2 menunjukan peningkatan dengan rata-rata kelas sebesar 73,33 yang
sudah mampu mencapai standar ketuntasan minimal mencapai
77,78%. Pada siklus 3 pemahaman siswa tentang konsep perkalian
dasar mengalami peningkatan dengan rata-rata kelas sebesar 82,22
dan seluruh siswa sudah mampu mencapai standar ketuntasan
minimal, Ketuntasan belajar mencapai 100%. Dari uraian di atas
dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan mathematical of
fingering system dapat meningkatkan pemahaman Konsep perkalian
Dasar pada Tema Bermain di Lingkunganku di kelas II SD Negeri
016 Sangasanga Tahun 2019.

Kata Kunci: mathematical of fingering system, pemahaman,


perkalian dasar

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


87
PENDAHULUAN
Dilihat dari pentingnya matematika dalam kancah kehidupan dijaman
digital, pembelajaran matematika harus menggunakan metode yang tepat,
sehingga konsep yang tertanam di dalam benak siswa tidak mudah hilang atau
bahkan mampu bertahan seumur hidup. Peran guru sebagai salah satu kunci
keberhasilan pembelajaran matematika dirasa masih kurang. Satu contoh ketika
proses belajar mengajar matematika berlangsung, guru tidak mau menggunakan
alat peraga, padahal alat peraga merupakan media atau alat bantu dalam
pembentukan konsep pada diri siswa. Filosofisnya adalah learning by doing yaitu
belajar dengan melakukan (Marpaung, 2006: 5).
Sikap siswa terhadap pelajaran matematika yang selama ini menganggap
bidang studi yang menakutkan dan tidak sedikit siswa yang menghindar jika
menghadapi soal yang membutuhkan sedikit pemikiran. Sebagai contoh yang
peneliti alami ketika mengajar di kelas II konsep perkalian yang seharusnya sudah
dikuasai siswa, tetapi kenyataannya di lapangan konsep tersebut belum tuntas,
sehingga di kelas III yang seharusnya sudah waktunya menguasai konsep yang
lain masih terganjal oleh materi kelas II yang belum tuntas.
Berdasarkan pengalaman peneliti dalam mengajar matematika kelas II
selama 4 tahun, di SD Negeri 016 Sangasanga sebagian besar siswa kurang
menguasai operasi perkalian. Pada materi dasar perkalian nilai rata-rata pada tiga
tahun terakhir hanya mencapai 60,00, sedangkan KKM atau batas ketuntasan 70.
Ketuntasan kelas hanya mencapai 44,44% dari jumlah siswa, sedangkan kelas
dikatakan tuntas jika 85% dari jumlah siswa telah mampu menguasai materi
minimal dari KKM yang telah ditetapkan.Dari permasalah tersebut peneliti
berusaha untuk mengatasinya, yaitu dengan menerapkan suatu strategi
pembelajaran yang mudah, cepat, tepat dan menyenangkan, yaitu dengan
Mathematical of Fingering System. Dengan menggunakan Mathematical of
Fingering System, diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran yaitu:
1) peningkatan hasil belajar; 2) pemecahan masalah yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari; dan 3) pengembangan pada keterampilan perkalian yang
lebih tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyadari pentingnya
mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Mathematical
of Fingering System Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Perkalian
Dasar Pada Tema Bermain di Lingkunganku di Kelas II SD Negeri 016
Sangasanga Tahun 2019”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman Konsep perkalian Dasar pada Tema Bermain di Lingkunganku
melalui penerapan mathematical of fingering system di kelas II SD Negeri 016
Sangasanga Tahun 2019.

KAJIAN PUSTAKA
Konsep Dasar Pemahaman
Pengertian Konsep menurut Flavell yang dikutip (Mulyati, 2008:54),
menyebutkan bahwa konsep memiliki tujuh dimensi yang berbeda-beda, yakni
atribut, struktur, keabstrakan, keinklusifan, generalisasi atau keumuman,
ketepatan dan kekuatan.Dahar menyimpulkan bahwa konsep adalah suatu

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


88
abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus. Sedangkan menurut Faqih
Samiawi (2009: 72) menjelaskan bahwa pengertian konsep meliputi suatu ide atau
pengertian umum yang disusun dengan kata, simbol dan tanda; dan satu ide yang
mengombinasikan beberapa unsur sumber-sumber berbeda ke dalam satu gagasan
tunggal.
Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah comprehension. ”Menurut
Abdurrahman (2008:35). Pemahaman adalah kemampuan unruk menjelaskan
suatu situasi atau suatu tindakan. pemahaman adalah kemampuan menerangkan
suatu hal dengan kata-kata yang berbeda dengan yang terdapat dalam buku teks,
mengiterpretasikan atau menarik kesimpulan”.
Dari pengertian diatas ada tiga aspek pemahaman yaitu: kemampuan
mengenal, kemampuan menjelaskan, dan kemampuan menarik kesimpulan.
Dalam hal pemahaman matematika pada materi perkalian yaitu kemampuan
mengenal konsep perkalian, kemampuan menjelaskan konsep tersebut serta
kemampuan menarik kesimpulan dari konsep perkalian tersebut sehingga mampu
melakukan penyelesaian hal-hal yang berkaitan dengan perkalian.
Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan
sejumlah materi pengajaran dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau
mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapkan
kembali dalam bentuk lain yang mudah dimengerti, memberikan interpretasi data
dan mampu mengapikasikan konsep dengan struktrur kognitif yang dimilikinya.
Penguasaan konsep sangat penting karena dengan menguasai konsep akan
memberikan peluang kepada siswa untuk lebih fleksibel dalam belajar setiap
materi pelajaran serta sekaligus meningkatkan keaktifan, kemandirian serta
kreatifitas siswa.
Pengertian Perkalian
Dalam operasi hitung bilangan kita mengenal operasi perkalian. Banyak
para ahli yang menjelaskan konsep perkalian, diantaranya pendapat Sutawidjaja
yang menjelaskan bahwa perkalian adalah penjumlahan berganda dengan suku-
suku yang sama. Mulyati (2006:59) Pada prinsipnya, perkalian sama dengan
penjumlahan secara berulang. Oleh karena itu, kemampuan prasyarat yang harus
dimiliki siswa sebelum mempelajari perkalian adalah penguasaan penjumlahan.
Lambang perkalian adalah “ X”. Definisi Pekalian:Penjumlahan berganda dengan
suku-suku yang sama, misalnya 2 +2 +2 +2 +2. Disebut juga penjumlahan
berulang. Disini terdapat lima suku yang sama yaitu 2. Penjumlahan ini disajikan
pula dalam bentuk : 5 x 2 dan disebut perkalian 5 dan 2.
Jika bilangan-bilangannya “a” dan “b”, maka: a x b adalah penjumlahan
berulang yang mempumyai “a” suku, dan tiap-tiap suku sama dengan “b”, dengan
rumus : a x b = b +b +b +b +b (a suku). Jika a x b dinamakan c, maka terdapat : a
x b = c , yang dibaca: “a kali b sama dengan c“, a dinamakan pengali, b
dinamakan bilangan yang dikalikan, atau untuk singkatnya terkalikan, a x b dan c
dinamakan hasil kali. Pada operasi perkalian pada bilangan cacah berlaku sifat
komutatif dan asosiatif, yaitu bilangan yang saling ditukar tempatnya, hasilnya
tetapsama.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


89
Hasil Belajar
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama mengikuti proses
belajar mengajar, maka perlu dilaksanakan pengukuran hasil belajar siswa yang
diperoleh melalui tes hasil belajar yang biasanya dinyatakan dalam angka atau
nilai tertentu. Tes hasil belajar dapat digunakan untuk menilai kemajuan belajar
dan mencari masalah - masalah dalam belajar.
Dimyati dan Mudjiono (2006 : 3), Hasil belajar merupakan hasil dari suatu
tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri
dengan evaluasi hasil belajar. Dari siswa, hasil belajar merupakan suatu puncak
proses belajar. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa selama mengikuti
proses belajar mengajar, maka perlu dilaksanakan pengukuran hasil belajar siswa
yang diperoleh melalui tes hasil belajar yang biasanya dinyatakan dalam angka
atau nilai tertentu. Tes hasil belajar dapat digunakan untuk menilai kemajuan
belajar dan mencari masalah-masalah dalam balajar.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan hasil akhir (umumnya dinyatakan dalam bentuk nilai belajar) yang
diperoleh siswa terhadap serangkaian kegiatan evaluasi yang dilakukan guru baik
evaluasi harian, tengah semester maupun evaluasi akhir semester, yang
dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran yang telah diberikan.
Pembelajaran Matematika di SD
Matematika adalah angka-angka dan perhitungan yang merupakan bagian
dari kehidupan manusia. Matematika menolong manusia menafsirkan secara
eksak berbagai ide dan kesimpulan-kesimpulan, matematika merupakan
pengetahuan atau ilmu mengenai logika dan problem-problem numerik.
Matematika membahas fakta-fakta dan hubungan-hubungannya, serta membahas
problem ruang dan bentuk.
Menurut Heruman (2007 : 113) matematika berasal dari bahasa latin
manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari.
Matematika dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang
kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran
deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pertanyaan diperoleh sebagai logis
dari kebenaran sebelumnya. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman
konsep dapat diawali secara induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari
konsep matematika.
Kegiatan dapat dimulai dengan beberapa contoh atau fakta yang teramati,
membuat daftar sifat yang muncul (sebagai gejala), mempikirakan hasil baru yang
dihapapkan, yang kemudian dibuktikan secara deduktif. Dengan demikian, cara
belajar induktif dan induktif dapat digunakan dan sama-sama berperan penting
dalam mempelajari matematika.
Model Pembelajaran Mathematical of Fengering System
Mathematical of Fingering System adalah teknik untuk mempermudah
penyampaian materi perkalian. Sistem atau teknik pembelajaran sering disama
artikan dengan metode pembelajaran. Menurut Hamzah, (2008: 2) teknik atau
sistem adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


90
mengarahkan kegiatan peserta didik kearah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan
metode adalah cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya
merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut pendapat peneliti
antara sistem dan metode adalah sama-sama cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi supaya materi dapat diterima oleh siswa dengan mudah.
Perbedaanya jika sistem merupakan kata benda sedangkan metode merupakan
kata kerja.
Mathematical of Fingering System adalah cara berhitung (operasi kali-bagi-
tambah-kurang) dengan menggunakan jari-jari tangan untuk anak usia 4-12 tahun
(Wulandari, 2005: 4). Jadi Mathematical ofFingering System adalah alat atau
media yang berbentuk jari yang digunakan guru untuk mengarahkan peserta didik
untuk mencapai keberhasilan dalam belajar matematika.

Gambar 1. Formasi jarimatika perkalian kelompok dasar bilangan 6-10.


Pengajaran dengan teknik ini sangat menyenangkan karena menggunakan
kaidah-kaidah mengajar berhitung, kaidah-kaidah itu antara lain:
1. Dimulai dengan memahami konsep bilangan, lambang bilangan dan operasi
hitung dasar.
2. Mengajarkan cara berhitung dengan jari-jari tangan
3. Prosesnya diawali, dilakukan dan diakhiri dengan gembira.

Gambar 2. Contoh perkalian dengan System Fingering, 6 × 9

Jari yang tertutup bernilai puluhan dijumlahkan, jari yang terbuka bernilai
satuan dikalikan.
Sehingga 6 X 9 = (10 + 40) + ( 4 x 1)
= 50 + 4
= 54
Nilai lebih dari Mathematical of Fingering System adalah: 1) alat tersedia
dan tidak perlu beli; 2) alat tidak akan pernah tertinggal atau disita pada waktu
ujian; dan 3) tidak memberatkan memori otak.

METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian
tindakan kelas yaitu suatu penelitian yang dikembangkan bersama sama untuk
peneliti dan decision maker tentang variabel yang dimanipulasikan dan dapat
digunakan untuk melakukan perbaikan. Alat pengumpul data yang dipakai dalam

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


91
penelitian ini antara lain : lembar observasi aktivitas siswa dan guru, dan tes akhir
siklus. Penelitian ini terdiri dari 4 tahap, yakni perencanaan, melakukan tindakan,
observasi, dan evaluasi.
Rancangan Penelitian
Rancangan pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan metode penelitian
tindakan kelas dalam perbaikan pembelajaran yang direncanakan melalui 4
tahapan menurut Suharsimi Arikunto. (2006:68) yaitu Planning (Rencana),
Action (Tindakan), Observation (Pengamatan), Reflection (Refleksi). Secara
lebih rinci, dapat digambarkan dengan skema pelaksanaan penelitian tindakan
kelas berikut ini.

Gambar 3. Alur Pelaksanaan Tindakan


Sumber: Arikunto. (2006:76 )

Prosedur Penelitian
Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan ini peneliti lakukan sebelum pelaksanaan tindakan
dilakukan tujuan dari studi pendahuluan ini adalah untuk mencari permasalahan
yang terjadi dikelas yang mencakup hasil belajar siswa, aktivitas guru dan siswa,
dan strategi pembelajaran.
Perencanaan Tindakan
Dalam Perencanaan Tindakan yang akan dilakukan dalam perbaikan
pembelajaran peneliti menetapkan dan menyusun rancangan perbaikan terhadap
pembelajaran IPS dengan menggunakan metode Model pembelajaran
Mathematical of Fingering System yang akan dilaksanakan dalam tiga siklus.
Rencana tindakan yang disusun mencakup hal-hal sebagai berikut: 1) Membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dilaksanakan sebanyak 3 siklus;
2) Membuat lembar observasi untuk murid dan guru setiap siklusnya;
3) Menyusun LKS; 4) Menyiapkan sumber belajar, 5) Mempersiapkan media
pembelajaran; dan 6) Membuat lembar penilaian.
Pelaksanaan Tindakan
Dalam pelaksanaan tindakan untuk perbaikan pembelajaran mengacu pada
skenario pembelajaran yang dilaksanakan dan melakukan penilaian dengan
menggunakan lembar penilaian pada saat yang bersamaan kegiatan ini juga

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


92
disertai dengan kegiatan observasi. Pelaksanaan tindakan dalam perbaikan
pembelajaran meliputi siapa yang melakukan apa, kapan, di mana, dan bagaimana
melakukannya. Skenario tindakan yang telah direncanakan, dilaksanakan dalam
situasi yang aktual.
Hasil tindakan pada siklus I digunakan sebagai dasar perbaikan pada siklus
berikutnya, sampai menghasilkan tindakan yang sesuai dengan tujuan yang
diinginkan, rencana pelaksanaan perbaikan pembelajaran ini adalah 3 siklus setiap
siklus dilaksanakan 2 kali pertemuan, apabila hasil belajar mengalami
peningkatan dalam penggunaan model pembelajaran Mathematical of Fingering
System sesuai yang dijadwalkan yaitu pelaksanaan perbaikan hanya pada siklus
tiga saja.
Pengamatan (observasi)
Pengamatan dilakukan dengan perekaman data yang meliputi proses dan
hasil dari pelaksanan kegiatan. Melakukan observasi kegiatan siswa dan
guru/peneliti selama proses pembelajaran dengan menggunakan lembar obsevasi.
Selain itu juga kegiatan yang dilakukan yaitu menganalisis hasil kerja siswa yang
terdapat pada lembar kerja siswa (LKS).Tujuan dilakukannya pengamatan adalah
untuk mengumpulkan bukti hasil tindakan agar dapat dievaluasi dan dijadikan
landasan dalam melakukan refleksi.
Refleksi
Refleksi dilakukan analisis data mengenai proses, dan hambatan yang
dijumpai terhadap dampak pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan pada siklus
berikutnya. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah: 1) Melakukan evaluasi untuk
mencari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada pelaksanaan pembelajaran;
2) Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk
digunakan pada siklus berikutnya; dan 3) Evaluasi tindakan.
Data dan Sumber Data
Data penelitian ini diambil dari kegiatan pengamatan, catatan lapangan,
dokumentasi nilai terhadap perbaikan kegiatan proses pembelajaran menggunakan
metode Mathematical of Fingering System pada siswa kelas II SD Negeri 016
Sangasanga. Data yang diperlukan meliputi tahap pelaksanaan, pada tahap
perencanaan, data pada tahap pelaksanaan, dan data pada tahap akhir yang
merupakan hasil akhir dari tindakan perbaikan pembelajaran di kelas.
Sumber data dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa dan guru kelas II
SD Negeri 016 Sangasanga dalam pembelajaran konsep perkalian Dasar Pada
Tema Bermain di Lingkunganku, dan evaluasi.
Subjek penelitian ini siswa kelas II yang ditentukan berdasarkan kategori
baik, sedang, dan kurang. Lokasi penelitian. Lokasi penelitian ini adalah SD
Negeri 016 Sangasanga yang beralamatkan di jalan Handil Uning Kecamatan
Sangasanga. Dasar perbaikan pembelajaran karena faktor hasil belajar siswa di
sekolah tersebut khusus kelas II SD Negeri 016 Sangasanga menunjukkan hasil
belajar yang masih rendah.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


93
Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Evaluasi/ Tes. Tes digunakan untuk mengetahui perkembangan atau
keberhasilan pelaksanaan tindakan. Tes yang digunakan adalah soal uraian
yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan awal dan hasil
pembelajaran dengan pembelajaran tipe model pembelajaran Mathematical of
Fingering System pada tema bermain di lingkunganku.
2. Dokumentasi. Dokumentasi nilai awal digunakan sebagai pembanding dalam
perbaikan pembelajaran, catatan observasi diperguna-kan untuk mengetahui
peningkatan pembelajaran siswa, sedangkan hasil evaluasi nilai siswa
dilakukan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa setiap siklus.
3. Observasi. Observasi dilakukan untuk mengamati pelaksanaan dan
perkembangan pembelajaran IPS yang dilakukan oleh para siswa. Pengamatan
dilakukan sebelum, selama, dan sesudah siklus penelitian berlangsung. Jenis
observasi yang digunakan adalah observasi partisipan artinya peneliti ikut
terlibat dalam proses pembelajaran (tindakan).
Teknik Analisis Data
1. Reduksi data. Pada tahap reduksi data yang dilakukan adalah proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi
data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang diperoleh di lapangan.
2. Penyajian data. Pada tahap penyajian data, data yang diperoleh melalui
observasi dan tes hasil belajar dipaparkan secara lebih sederhana dalam bentuk
paparan naratif, yaitu disajikan dalam bentuk tabel dan diberi keterangan
berupa kalimat sederhana. Analisis data kuantitatif di dalam penelitian ini
menggunakan statistik deskriftif yaitu rata-rata, dan persentase, Untuk
menentukan skala penilaian observasi, maka digunakan Skala Likert, yaitu: 1)
untuk jawaban positif skor 5 adalah kategori sangat baik (SB), skor 4 kategori
baik (B), skor 3 kategori cukup baik (CB) skor 2 kategori kurang baik (KB),
dan skor 1 untuk kategori tidak baik (TB).
3. Verifikasi Data. Pada tahap ini, setelah data terkumpul maka dilakukan
verifikasi atau pengecekan data yang ada, dengan menganalisis data penelitian
dari setiap siklus, hal ini bertujuan hanya untuk mengetahui, apakah benar teori
pembelajaran yang digunakan berhasil dalam meningkatkan hasil belajar IPS
siswa kelas II SD Negeri 016 Sangasanga.
Indikator Keberhasilan
Kriteria yang digunakan untuk mengungkapkan peningkatan hasil belajar
siswa kelas II SD Negeri 016 Sangasanga adalah disesuaikan dengan dengan
kriteria penilaian standar yang diungkapkan Suharsimi (2004:35). Indikator
keberhasilan perbaikan pembelaaran ini hasil belajar siswa tentang perubahan sifat
benda meningkat dengan mengacu pada tabel berikut.
Tabel 1. Acuan Kriteria Penilaian
Interval Skor/Nilai Kategori
80 – 100 Baik sekali
70 – 79 Baik
50 – 69 Cukup

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


94
40 – 49 Kurang
0 – 39 Sangat Kurang
Sumber: IGAK Wardhani & Kuswaya Wihardit, (2007: 3.52).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Pra Siklus
Hasil belajar konsep perkalian dasar pada tema bermain di lingkunganku
siswa kelas 2 SD Negeri 016 Sangasanga, pra siklus disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Pra Siklus
No Rentang Nilai Kriteria Persentase
1 80 – 100 Sangat Baik -
2 70 – 79 Baik 44,44
3 50 – 69 Cukup 44,44
4 40 – 49 Kurang 11,11
5 0 – 39 Gagal -
Rata-rata Kelas 60,00
Persentase Ketuntasan 44,44%
Hasil Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1
Selama proses pembelajaran berlangsung teman sejawat melakukan
pengamatan yang berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, hasil pengamatan
tersebut sebagaimana disajikan berikut ini.
Tabel 3. Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1
Aspek Yang Skor Rata-rata Skor Akhir Konversi
No Kriteria
Diobservasi Pert 1 Pert 2 Siklus Penilaian
1 Perhatian 3,31 3,64 3,48 69,56 Mulai Berkembang
2 Komunikasi Non 3,33 3,64 3,49 69,72 Mulai Berkembang
Verbal
3 Partisipasi 3,25 3,61 3,43 68,61 Mulai Berkembang
Keterangan: Untuk mengkonversi penilaian menggunakan rumus:
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = × 100
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Rendahnya aktivitas belajar siswa diatas berpengaruh pada pemahaman
tentang konsep perkalian dasar yang tercermin dari hasil belajar siswa,
sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4. Hasil Belajar Siswa Siklus 1
No Rentang Nilai Jumlah Siswa Kriteria
1 80 - 100 1 Sangat Baik
2 70 - 79 4 Baik
3 50 - 69 4 Cukup
4 40 - 49 - Kurang
5 0 - 39 - Gagal
Rata-rata Kelas 65,56
Persentase Ketuntasan 55,56%

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


95
Hasil Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 2
Selama proses belajar mengajar, terdapat beberapa hal yang menjadi catatan
peneliti ketika melakukan observasi di dalam kelas. Dari hasil pengamatan didapat
data hasil pengamatan data sebagai berikut.

Tabel 5. Aktivitas Belajar Siswa Siklus 2


Aspek Yang Skor Rata-rata Skor Akhir Konversi
No Kriteria
Diobservasi Pert 1 Pert 2 Siklus Penilaian
1 Perhatian 3,89 4,22 4,06 81,11 Sudah Berkembang
2 Komunikasi Non
3,89 4,06 3,97 79,44 Sudah Berkembang
Verbal
3 Partisipasi 3,81 4,17 3,99 79,72 Sudah Berkembang
Keterangan: Untuk mengkonversi penilaian menggunakan rumus :
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = × 100
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan aktivitas
belajar siswa mengalami perbaikan. Peningkatan aktivitas belajar siswa diatas
berpengaruh pada pemahaman tentang konsep perkalian dasar yang tercermin dari
hasil belajar siswa, sebagaimana disajikan pada tabel berikut.
Tabel 6. Hasil Belajar Siswa Siklus 2
No Rentang Nilai Jumlah Siswa Kriteria
1 80 - 100 4 Sangat Baik
2 70 - 79 3 Baik
3 50 - 69 2 Cukup
4 40 - 49 - Kurang
5 0 - 39 - Gagal
Rata-rata Kelas 73,33
Persentase Ketuntasan 77,78%
Hasil Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 3
Beberapa hal yang menjadi catatan peneliti ketika melakukan observasi di
dalam kelas. Dari hasil pengamatan didapat data hasil pengamatan data sebagai
berikut:
Tabel 7. Aktivitas Belajar Siswa Siklus 3
Aspek Yang Skor Rata-rata Skor Akhir Konversi
No Kriteria
Diobservasi Pert 1 Pert 2 Siklus Penilaian
1 Perhatian 4,31 4,40 4,36 87,11 Sudah Berkembang
2 Komunikasi Non
4,25 4,42 4,33 86,67 Sudah Berkembang
Verbal
3 Partisipasi 4,22 4,36 4,29 85,83 Sudah Berkembang
Keterangan: Untuk mengkonversi penilaian menggunakan rumus :
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = × 100
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑀𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


96
Semakin membaiknya aktivitas belajar siswa berdampak pada pemahaman
tentang konsep perkalian dasar yang tercermin dari hasil belajar siswa,
sebagaimana disajikan pada tabel berikut:
Tabel 8. Hasil Belajar Siswa Siklus 3
No Rentang Nilai Jumlah Siswa Kriteria
1 80 - 100 3 Sangat Baik
2 70 - 79 6 Baik
3 50 - 69 - -
4 40 - 49 - -
5 0 - 39 - -
Rata-rata Kelas 82,22
Persentase Ketuntasan 100,00%
Berdasarkan opaparan data diatas menunjukkan hasil tes evaluasi dari siklus
ke siklus menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, hal ini seperti terlihat
pada tabel berikut.
Tabel 9. Perkembangan Aktivitas Belajar Siswa Setiap Siklus
Penilaian
No Aspek Yang Diobservasi
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 Perhatian 69,56 81,11 87,11
2 Komunikasi Non Verbal 69,72 79,44 86,67
3 Partisipasi 68,61 79,72 85,83
Berdasarkan data diatas untuk menggambarkan perkembangan aktivitas
siswa disajikan dalam grafik berikut.

Gambar 1. Grafik Perkembangan Aktivitas Belajar Siswa Setiap Siklus

Tabel 10. Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Setiap Siklus


No Uraian Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
1 Rata-rata 60,00 65,56 73,33 82,22
2 Ketuntasan 44,44 55,56 77,78 100
Berdasarkan data diatas peningkatan hasil belajar siswa disajikan dalam
grafik berikut.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


97
Gambar 2. Grafik Peningkatan Hasil Belajar Siswa Setiap Siklus

Dari grafik diatas terlihat hasil belajar sebelum pelaksanaan perbaikan


pembelajaran (pra siklus) sampai akhir pelaksanaan siklus 3 hasil belajar siswa
mengalami peningkatan yang baik.

PEMBAHASAN
Pembahasan Hasil Pra Siklus
Untuk mengetahui keadaan real hasil belajar siswa maka sebelum
pelaksanaan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengadakan ulangan harian guna
memperoleh data awal, data ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman anak tentang konsep perkalian dasar. Dari ulangan harian ini
menunjukkan hasil belajar konsep perkalian dasar pada tema bermain di
lingkunganku siswa kelas 2 SD Negeri 016 Sangasanga, masih sangat rendah dan
belum mencapai dari kompetensi dasar yang di tentukan dengan memperoleh nilai
rata-rata kelas sebesar 60,00 dan ketuntasan belajar 44,44%. Keadaan hasil belajar
inilah yang mendasari dilaksanakannya penelitian ini.
Pembahasan Hasil Siklus 1
Selama kegiatan belajar berlangsung aktivitas siswa dan guru sebagai
peneliti diamati oleh teman sejawat sebagai observer dalam penelitian ini. Secara
keseluruhan aktivitas belajar siswa masih rendah dan memerlukan bimbingan.
Pada aspek perhatian dari kedua pertemuan mendapat penilaian 69,56, artinya
perhatian siswa belum fokus pada pembelajaran yang disampaikan guru, hanya
sebagian siswa yang mencatat penjelasan guru, bahkan terdapat siswa yang masih
bermain dengan rekannya selama guru menjelaskan sehingga tidak dapat
merespon umpan balik yang dilakukan guru.
Pada aspek non verbal dari kedua pertemuan hanya mendapat penilaian
69,72 artinya pada aspek ini juga masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari siswa
yang menghindar kontak mata saat diajukan pertanyaan, bahasa tubuh yang
kurang simpatik, ekspresi wajah terkesan kurang bersemangat, dan saat
mengutarakan pendapat dengan suara yang kurang jelas.
Pada aspek partisipasi mendapatkan penilaian 68,61 pada aspek ini aktivitas
siswa juga masih rendah hasil observasi menunjukkan hanya beberapa orang
siswa yang berani menyampaikan ide, menyampaikan perasaan, menyampaikan
pikiran, dan menjawab pertanyaan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


98
Rendahnya aktivitas belajar siswa diatas berpengaruh pada pemahaman
tentang konsep perkalian dasar yang tercermin dari hasil belajar siswa, secara
klasikal belum mencapai KKM yang ditetapkan, dengan memperoleh rata-rata kelas
hanya 65,56 dengan persentase ketuntasan sebesar 55,56%. Meskipun demikian
hasil belajar siswa mengalami peningkatan meskipun belum mencapai KKM.
Pembahasan Hasil Siklus 2
Setelah permasalahan yang terjadi pada siklus sebelumnya di analisis dan di
lakukan refleksi, maka pada pelaksanaan pembelajaran siklus 2 di lakukan
beberapa perbaikan dalam tahap pembelajaran.
Pada siklus 2 ini peran pengamat selain mengamati juga membantu
mengarahkan siswa yang masih salah dalam formasi jari matika. Selama proses
belajar mengajar, terdapat beberapa hal yang menjadi catatan peneliti, secara
keseluruhan aktivitas belajar siswa mengalami perbaikan. Pada aspek perhatian
dari kedua pertemuan mendapat penilaian 81,11, artinya perhatian siswa
mengalami perbaikan dan mulai fokus pada pembelajaran yang disampaikan
guru, siswa terlihat mencatat penjelasan guru, dan tidak ada lagi siswa yang
bermain selama pembelajaran berlangsung, dan merespon umpan balik yang
dilakukan guru.
Pada aspek non verbal dari kedua pertemuan mendapat penilaian 79,44 pada
aspek ini juga mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari siswa mulai
berani mengadakan kontak mata saat diajukan pertanyaan, bahasa tubuh yang
simpatik, ekspresi wajah yang terlihat ceria, dan saat mengutarakan pendapat
dengan suara cukup jelas.
Pada aspek partisipasi mendapatkan penilaian 79,72 pada aspek ini aktivitas
siswa juga mengalami peningkatan hasil observasi menunjukkan siswa mulai
berani menyampaikan ide, menyampaikan perasaan, menyampaikan pikiran,
dan menjawab pertanyaan dengan lugas. Dengan membaiknya aktivitas belajar
siswa berpengaruh pada pemahaman tentang konsep perkalian dasar yang
tercermin dari peningkatan hasil belajar siswa.
Secara klasikal sudah mencapai mencapai KKM yang ditetapkan, akan
tetapi masih terdapat 2 orang siswa yang belum tuntas, secara keseluruhan rata-
rata kelas hanya 73,33 dengan persentase ketuntasan sebesar 77,78%.
Pembahasan Hasil Siklus 3
Setelah permasalahan yang terjadi pada perbaikan pembelajaran siklus
sebelumnya dianalisis dan dilakukan refleksi, maka pada pelaksanaan perbaikan
pembelajaran siklus 3 di lakukan beberapa perbaikan dalam tahap pembelajaran.
Saat melalukan apersepsi guru menyajikan sebuah gambar 4 bus, dan setiap
bus tersebut menaikkan 6 penumpang. Pada saat bertanya berapa jumlah
penumpang yang naik bus tersebut, kebanyakan siswa menjawab dengan cara
menghitung satu-satu. Artinya siswa belum bisa menjawab dengan cara yang
simpel. Dengan kenyataan tersebut terbukti bahwa kebanyakan siswa belum bisa
menerapkan perkalian jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya guru membimbing cara penyelesaian soal cerita tersebut dengan
mengingatkan kembali bahwa perkalian adalah penjumlahan berulang, dan cara
pengerjaannya tetap dengan menggunakan system fingering.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


99
Secara keseluruhan aktivitas belajar siswa menunjukkan perbaikan. Pada
aspek perhatian dari kedua pertemuan mendapat penilaian 87,11, artinya perhatian
siswa mengalami perbaikan dan sudah fokus pada pembelajaran yang
disampaikan guru, siswa terlihat mencatat penjelasan guru, dan tidak ada lagi
siswa yang bermain selama pembelajaran berlangsung, dan merespon umpan
balik yang dilakukan guru. Pada aspek non verbal dari kedua pertemuan hanya
mendapat penilaian 86,67 pada aspek ini juga mengalami peningkatan. Hal ini
dapat dilihat dari siswa mulai percaya diri dan berani mengadakan kontak mata
saat diajukan pertanyaan, bahasa tubuh yang simpatik, ekspresi wajah yang
terlihat ceria, dan saat mengutarakan pendapat dengan suara cukup jelas.
Pada aspek partisipasi mendapatkan penilaian 85,83 pada aspek ini aktivitas
siswa juga mengalami peningkatan hasil observasi menunjukkan siswa yang
berani menyampaikan ide, menyampaikan perasaan, menyampaikan pikiran, dan
menjawab pertanyaan dengan lugas.
Semakin membaiknya aktivitas belajar siswa diatas berpengaruh pada
pemahaman tentang konsep perkalian dasar yang tercermin dari hasil belajar
siswa secara klasikal sudah melampaui KKM yang ditetapkan, dengan rata-rata
kelas mencapai 82,22 dengan persentase ketuntasan sebesar 100%. Sampai pada
akhir siklus 3 beberapa hambatan yang muncul pada tindakan sebelumnya sudah
tidak muncul lagi. Kegiatan pembelajaran dikelas menyenangkan, anak
bersemangat dan termotivasi secara baik.

KESIMPULAN
Hasil penelitian ini difokuskan pada peningkatan keterampilan membaca
pemahaman dikelas VI/c SD Negeri 016 Sangasanga, selama pelaksanaan
penelitian didapat beberapa temuan yaitu:
1. Sebelum dilaksanakan tindakan siklus 1 terlebih dahulu peneliti
mengumpulkan data keterampilan membaca pemahaman, berdasarkan data
yang didapat pada kondisi awal hasil belajar siswa masih rendah dengan rata-
rata kelas sebesar 66,50 sementara siswa yang sudah berhasil mencapai KKM
70 sebanyak 12 orang siswa dengan tingkat keberhasilan 54,55%.
2. Keterampilan membaca pemahaman mengalami peningkatan dengan rata-rata
kelas sebesar 68,91 sementara siswa yang sudah berhasil mencapai KKM 70
sebanyak 14 orang siswa dengan tingkat keberhasilan 63,64%.
3. Pembelajaran siklus 2 berjalan dengan lancar, siswa dengan tekun mengikuti
pembelajaran keterampilan membaca pemahaman mengalami peningkatan
dengan rata-rata kelas sebesar 73,45 sementara siswa yang tuntas sebanyak 18
orang siswa dengan tingkat keberhasilan 81,82%.
4. Siklus 3 Pengelolaan kelas yang dilakukan guru dinilai sangat baik.
keterampilan membaca pemahaman mengalami peningkatan dari siklus
sebelumnya dengan rata-rata kelas sebesar 82,73 dan tingkat keberhasilan
mencapai 100%, artinya seluruh siswa sudah mampu mancapai mencapai
KKM untuk pelajaran Bahasa Indonesia 70.
Berdasarkan temuan di atas dapat ditarik kesimpulan banwa dengan
Pendekatan Whole Language dapat meningkatkan Keterampilan Membaca
pemahaman siswa kelas VI/c di SD Negeri 004 Loa Janan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


100
SARAN
1. Bagi Sekolah: hendaknya menyediakan sarana yang cukup bagi guru untuk
mengembangkan pembelajaran di kelas, dan hasil penelitian ini dapat dijadikan
acuan dalam mengembangkan pembelajaran.
2. Bagi guru: Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan Pendekatan Whole
Language guru harus melakukan persiapan yang cukup sehingga pelaksanaan
pembelajaran di kelas tidak mengalami banyak kendala dan hambatan.
3. Bagi siswa: untuk memudahkan memahami materi yang diajarkan guru
hendaknya siswa senantiasa selalu beradaptasi dengan metode yang diterapkan
guru dalam pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman dan Bintoro. 2008. Memahami Dan Menangani Siswa Dengan


Problema Belajar. Jakarta: Depdiknas.
Arikunto Suharsimi., Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Faqih Samiawi. 2009. Konsep Dasar Pemahaman. Bandung: Maulana.
Hamzah. B. 2008. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar
yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: UI-Press.
Heruman. 2007. Media Pembelajaran Matematika. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Marpaung, Y. 2006. Prospek RME untuk Pembelajaran Matematika di Indonesia:
Jakarta: UNY.
Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Wulandari, Septi Peni. 2005. Jarimatika Perkalian dan Pembagian: Teknik
Berhitung Mudah & Menyenangkan dengan Menggunakan Jari-Jari
Tangan. Jakarta: Kawan Pustaka.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


101
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020
102
PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPS MELALUI
MEDIA CD PEMBELAJARAN INTERAKTIF SISWA KELAS III
SDN 008 SEPAKU TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Suyono
Guru IPS di SD Negeri 008 Sepaku

ABSTRAK

Rancangan penelitian ini dilaksanakan melalui tahap perencanaan,


pelaksankan tindakan, observasi dan refleksi. Penelitian ini
dilaksanakan sebanyak dua siklus dengan masing-masing siklus
terdiri dari dua pertemuan. Subyek penelitian tindakan kelas ini
adalah siswa kelas III SDN 008 Sepaku pada semester I tahun
pelajaran 2015-2016 yang berjumlah 21 siswa. Sumber data
penilitian ini adalah observasi dan tes. Kemudian data hasil
penelitian ini dianalisa secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif
kualitatif. Penerapan Media CD Pembelajaran Interaktif ini terbukti
mampu meningkatkan hasil pembelajaran IPS. Hal ini di tunjukan
pada perolehan nilai Siklus I, siswa yang memperoleh nilai ≥ 75
sebanyak 15 siswa atau 71,42 %. Hasil tes siklus II menunjukan
bahwa siswa yang memeperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 20 siswa atau
95,23 %. Ini menunjukan peningkatan ketuntasan belajar sebesar
23,81 %. Nilai rata-rata kelas pada Siklus I sebesar 74,90 dan pada
siklus II meningkat menjadi 81,52 atau meningkat 6.62 poin.Hasil
penelitian ini ditetapkan oleh guru sebagai salah satu metode
pengajaran yang efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran IPS
yaitu melaui penerapan Media CD Pembelajaran Interaktif.

Kata Kunci: CD pembelajaran interaktif, IPS

PENDAHULUAN
Melihat pentingnya pembelajaran IPS, kemampuan dan keterampilan guru
dalam memilih dan menggunakan berbagai model, metode, dan strategi
pembelajaran harus ditingkatkan. Baik model maupun metode pembelajaran yang
digunakan harus sesuai dengan materi yang sedang diajarkan, karena tidak semua
metode ataupun model pembelajaran dapat digunakan untuk semua materi.
Pemilihan model pembelajaran akan mendukung proses dan hasil pembelajaran
yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan dengan maksimal apabila
guru menerapkan suatu metode atau model pembelajaran yang tepat (Kosasih
(1994) dalam Solihatin dan Raharjo (2012: 15).
Pada kenyataan yang selama ini masih terjadi, proses pembelajaran di SD
kurang berjalan maksimal. Pembelajaran didominasi oleh guru dan kurang
menarik perhatian siswa. Metode yang digunakan misalnya ceramah, tanya jawab,
dan penugasan sebagai metode pelengkap. Ada kalanya untuk meningkatkan hasil

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


103
belajar siswa diberi latihan soal atau drill, sehingga kurang mampu merangsang
siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Kondisi
pembelajaran seperti ini jelas kurang mendorong pengembangan potensi diri siswa
dalam pembelajaran, karena hanya mengandalkan komunikasi satu arah yaitu
berpusat pada guru dan siswa hanya duduk, diam, dengar, catat, serta hafal.
Komunikasi yang satu arah akan mengakibatkan siswa pasif, sehingga siswa
kurang antusias dan mengakibatkan pembelajaran IPS kurang menarik.
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilaksanakan peneliti di kelas III
SDN 008 Sepaku tahun pembelajaran 2015/2016 masih banyak siswa yang
kesulitan mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.
Kemudian siswa kurang optimal dalam mengembangkan potensinya dan kurang
tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil
pembelajaran dimana sebagian besar dari mereka mendapatkan nilai jauh dari
KKM IPS yaitu 75. Melihat kondisi tersebut, peneliti mencoba mencari solusi
dengan melakukan penelitian berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar IPS Melalui
Media CD Pembelajaran Interaktif Siswa Kelas III SDN 008 Sepaku Tahun
Pelajaran 2015/2016”.

KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Belajar
Ada beberapa pengertian belajar menurut beberapa ahli. Menurut Gagne
(1979) dalam Susanto (2012: 1) “belajar didefinisikan sebagai proses dimana
suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman” sedangkan
menurut Slameto (2010: 2) “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”.
Mengacu beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses perubahan perilaku individu melalui pengalaman, latihan, dan
interaksi dengan lingkungannya. Jadi, dalam pembelajaran, siswa dikatakan telah
melakukan kegiatan belajar apabila terjadi suatu perubahan dalam dirinya ke arah
yang positif.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Belajar


Menurut Syah (2009: 145-57), faktor-faktor yang memengaruhi belajar
siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni faktor internal siswa, faktor
eksternal siswa, dan faktor pendekatan belajar.

Pengertian Pembelajaran
Menurut Briggs (1991) dalam Rifa’i dan Anni (2011: 191), “pembelajaran
adalah seperangkat peristiwa (events) yang memengaruhi siswa sedemikian rupa
sehingga siswa itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan
lingkungan”. Selanjutnya, menurut Hamdani (2011: 198), pembelajaran adalah
proses komunikasi dua arah antara guru dan siswa, yaitu mengajar dilakukan oleh
guru sebagai pendidik dan belajar dilakukan oleh siswa.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


104
Kualitas Pembelajaran
Menurut Etzioni (1964) dalam Hamdani (2011: 194), kualitas adalah mutu
atau juga keefektivitasan, secara definitif, efektivitas dinyatakan sebagai tingkat
keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Hamdani (2011: 194)
mengemukakan aspek-aspek efektivitas belajar, yaitu: 1) peningkatan
pengetahuan; 2) peningkatan keterampilan; 3) perubahan sikap; 4) perilaku;
5) kemampuan adaptasi; 6) peningkatan integrasi; 7) peningkatan partisipasi; dan
8) peningkatan interaksi kultural.
Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Bloom (1956) dalam Rifa’i dan Anni (2011: 86-90),
mencakup tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu kognitif,
afektif, dan ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa
pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran intelektual, yang mencakup kategori
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian. Ranah
afektif berkaitan dengan perasaan, sikap, minat, dan nilai, yang mencakup
kategori penerimaan, penanggapan, penilaian, pengorganisasian, pembentukan
pola hidup. Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti
keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, serta koordinasi syaraf, yang
mencakup kategori persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa,
gerakan kompleks, penyesuaian, dan kreativitas.
Pengertian Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu bidang studi yang
memiliki bidang garapan cukup luas. Bidang garapannya meliputi gejala-gejala
dan masalah kehidupan masyarakat bukan pada teori dan keilmuannya, melainkan
pada kenyataan kehidupan kemasyarakatan.
Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Pendidikan IPS diadakan di SD bertujuan menanamkan sikap sosial yang
tinggi pada siswa dan cara bagaimana mereka hidup di tengah-tengah masyarakat.
Dengan melihat pentingnya tujuan IPS di SD, IPS perlu diajarkan kepada siswa.
IPS inilah yang akan membantu siswa untuk memiliki pengetahuan sosial,
kemudian akan dijadikannya bekal untuk menyelesaikan masalah sosial yang
dihadapinya. Di samping itu, dengan mempelajari sosial/masyarakat siswa secara
langsung dapat mengamati dan mempelajari norma-norma/peraturan serta
kebiasaan-kebiasaan baik yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga siswa
mendapat pengalaman langsung adanya timbal-balik yang saling mempengaruhi
antara kehidupan pribadi dan msyarakat.
Jenis-jenis Media CD Pembelajaran Interaktif
Jenis-jenis media CD Pembelajaran Interaktif dibagi menjadi beberapa
macam yaitu media auditif, media visual, dan media audio visual.
Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir merupakan acuan di dalam melaksanakan penelitian dan
merupakan jawaban atas perumusan masalah berdasarkan tinjauan pustaka.
Bedasarkan pengamatan awal sebagian siswa belum mencapai standar ketuntasan
minimal. Hal tersebut disebabkan karena pelajaran kurang menarik dan monoton.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


105
Untuk alasan tersebut peneliti mencoba menggunakan Media CD pembelajaran
interaktif yang diharapkan bisa memotivasi siswa sehingga hasil pembelajaran
menjadi lebih optimal.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara dari masalah penetilian
sampai dapat dibuktikan melalui data-data yang terkumpul dalam penelitian.
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: “Jika pembelajaran IPS siswa kelas III SDN
008 Sepaku Tahun Pelajaran 2015/2016 menggunakan Media CD Pembelajaran
Interaktif maka hasil akan meningkat”.

METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunkan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
atau Classroom Action Research (CAR). Penelitian tindakan merupakan suatu
proses yang memberikan kepercayaan kepada pengembang kekuatan berfikir
reflektif, diskusi, penentuan keputusan dan tindakan orang-orang biasa yang
berpartisipasi dalam penelitian untuk mengatasi kesulitan kesulitan yang mereka
hadapi dalam kegiatannya.

Rancangan Siklus I
Siklus I direncanakan akan berlangsung selama 2 (dua) kali pertemuan
dengan alokasi waktu 2x40 menit untuk masing-masing pertemuan. Hal ini di
dasarkan pada kompetensi dasar dan indikator pemebelajaran yang hendak dicapai
oleh siswa yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaaan Pembelajaran.

Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti bersama observer melakukan identifikasi
kelemahan-kelemahan siswa menegenai materi lingkungan alam dan buatan. Hal
ini dilaksanakan guna mewujudkan kualitas pendidikan yang baik.

Tindakan
Dalam tahap pelaksanaan tindakan, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah:
1) Pada awal pembelajaran guru memberikan motivasi dan apersepsi; 2) Guru
melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat;
3) Guru mengenalkan materi pelajaran IPS menggunakan strategi pembelajaran
sesuai rancangan yang telah ditentukan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Dan diakhir pelaksanaan pembelajaran pada tiap siklus; 4) Guru
memberikan tes secara tertulis untuk mengevalusi hasil belajar siswa selama
proses pembelajaran berlangsung; 5) Guru mempersiapkan peralatan berupa CD
dan perlengkapannya; 6) Guru memutar CD yang berisi tentang Lingkungan alam
buatan; 7) Siswa memperhatikan VCD yang diputar; 8) Setelah selesai pemutaran
VCD, guru mengulas materi berdasarkan media yang dipakai; dan 9) Guru
memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya terhadap hal-hal yang belum
jelas, tentang materi lingkungan alam dan buatan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


106
Pengamatan (Observasi)
Pengamatan perbaikan pembelajaran siklus 1 dilaksanakan dengan langkah
sebagai yaitu: 1) peneliti mengamati berlangsungnya pembelajaran IPS materi
lingkungan alam dan buatan; 2) peneliti mengamati kegiatan siswa dalam
pembelajaran yang berlangsung; dan 3) Peneliti mencatat temuan–temuan yang
diperoleh selama perbaikan pembelajaran siklus I.
Refleksi
Pada saat memasuki siklus 1 peneliti merenungkan kegiatan sebelum
perbaikan siklus I serta berkolaborasi dengan teman sejawat untuk mencatat
semua kejadian dan temuan yang meliputi kelebihan dan kekurangannya dalam
proses pembelajaran.
Rencana Pelaksanaaan Siklus II
Penelitian pada siklus ini berlangsung dalam 2 x pertemuan dengan alokasi
waktu 2x40 menit untuk masing-masing pertemuannya dengan pokok bahasan
lingkungan alam dan buatan.
Perencanaan
Setelah melakukan perbaikan pembelajaran siklus I, peneliti
menindaklanjuti dengan perbaikan pembelajaran siklus II
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
pembelajaran yang tersusun dalam RPP. Dan diakhir pelaksanaan pembelajaran
pada siklus II ini, guru memberikan tes secara tertulis untuk mengevalusi hasil
belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Pengamatan (Observasi)
Mengamati jalannya pembelajaran yang difokuskan pada kegiatan guru
dalam mengungkap materi lingkungan alam dan buatan, pemberian contoh dan
latihan soal, dst.
Refleksi
Kegiatan refleksi pada siklus II pada dasarnya sama dengan pada siklus I
hanya dilihat dari hasil pembelajaran apakah lebih baik dari siklus I atau tidak.
Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 008 Sepaku yang berlokasi di Argo
Mulyo, Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Subyek
dalam penelitian ini adalah siswa kelas III semester I tahun pelajaran 2015-2016
SD Negeri 008 Sepaku yang berjumlah 21 siswa. Subyek penelitian ini dipilih
secara Random Sampling yang berarti setiap individu/ kelas mempunyai
kesempatan untuk menjadi objek penelitian.
Teknik Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi
tentang Prestasi belajar siswa terhadap materi yang disampaikan melalui media
CD Pembelajaran Interaktif, observasi mengenai prestasi belajar siswa melalui tes.
Segala keterangan mengenai variabel yang diteliti disebut data.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


107
Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis data, akan dilakukan reduksi data yaitu
merangkum, memfokuskan data pada hal-hal yang penting dan menghapus data-
data yang tidak terpakai. Teknik analisis data yang digunakan adalah data hasil
observasi siswa dan guru serta data hasil tes.
Indikator Keberhasilan
Penelitian ini dianggap berhasil apabila skor rata-rata kelas kemampuan
kognitif siswa sebesar ≥75, ketuntasan belajar klasikal sebesar 85%, dan
prosentase skor rata-rata observasi aktivitas siswa mencapai ≥75%. Apabila 3
(tiga) indikator tersebut terpenuhi, maka penelitian tindakan kelas ini dinyatakan
berhasil dan dihentikan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Awal Setting Penelitian
Sebelum penelitian tindakan dilaksanakan, peneliti melaksanakan
pengamatan awal dalam proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi
lingkungan alam dan buatan. Tidak banyak (5 dari 21/± 23,80 %) siswa kelas III
SDN 008 Sepaku semester 1 tahun ajaran 2015/2016 bisa menjawab pertanyaan
berkaitan dengan materi lingkungan alam dan buatan. Meskipun demikian ini
merupakan langkah baik dimana siswa bisa memberikan respon terhadap
pertanyaan guru walawpun hanya beberapa orang. Untuk itu perlu diadakan
penelitian guna memecahkan permasalahan yang dihadapi para siswa kelas III
SDN 008 Sepaku dalam pembelajaran ilmu pengetahuan sosial.
Berdasarkan data hasil belajar siswa pra penelitian nilai rata-rata kelas siswa
pra penelitian sebesar 63,14. Ketuntasan belajarnya mencapai 23,80 % (5 siswa),
sedangkan siswa yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal masih
sebesar 76,20 % (16 siswa). KKM mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk
siswa Kelas III SDN 008 Sepaku adalah 75 dengan ketuntasan belajar ≥ 85%. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa pembelajaran Ilmu Penegetahuan Sosial yang
selama ini dilakukan belum mencapai tujuan yang diharapkan dan perlu upaya
perbaikan. Maka dari itu peneliti melaksanakan penelitian tindakan kelas secara
kolaboratif melalui penerapan Media CD Pembelajaran Interaktif dalam
pembelajaran Imu Penegetahuan Sosial materi lingkungan alam dan buatan.
Hasil Penelitian Siklus I
Sebelum peneliti melakukan siklus I, terlebih dahulu peneliti melakukan
pre-test. Pre-test ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman
peserta didik tentang pengetahuan yang dipelajari peserta didik pada pertemuan
sebelumnya. Setelah nilai diperoleh dari tahap pre-test ini, peneliti melanjutkan
penelitian ke tahap siklus I. Berikut adalah hasil penelitian siklus I pada mata
pelajaran IPS materi lingkungan alam dan buatan melalui Media CD Pebelajaran
Interaktif.
Perencanaan
Selanjutnya peneliti melakukan langkah-langkah yaitu menyusun RPP
dengan strategi pembelajaran yang direncanakan dalam PTK dengan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


108
menggunakan Media CD Pebelajaran Interaktif, menyusun lembar kerja siswa
sesuai dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai, membuat soal tes untuk
mengetahui prestasi pembelajaran siswa, membentuk kelompok yang bersifat
heterogen baik dari segi kemampuan akademis, jenis kelamin, maupun
kemampuan emosional siswa, memberikan penjelasan pada siswa mengenai
teknik pelaksanaan strategi pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, guru melakukan kegiatan
pembelajaran yang sudah disusun dalam skenario pembelajaran atau rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Kegiatan Penutup
Bedasarkan data hasil tes siklus I, pemahaman siswa pada materi
lingkungan alam dan buatan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahap
pra penelitian. Hal ini terbukti dengan hasil tes siklus I. Pada tahap pra penelitian,
siswa yang memperoleh nilai diatas ≥ 75 hanya sebanyak 5 siswa atau 23,80 %.
Hasil tes siklus I menunjukan bahwa siswa yang memperoleh nilai diatas ≥ 75
sebanyak 15 siswa atau 71,42 %. Hasil tes ini menunjukan adanya peningkatan
sebesar 47,62 %. Nilai rata-rata kelas pada pra penelitian sebesar 63,14 dan pada
siklus I meningkat menjadi 74,90 atau meningkat 11,76 poin.
Observasi
Berdasarkan hasil observasi guru di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mendapatkan skor 85.83 dan
dikategorikan baik. Selain observasi, dilaksanakan wawancara secara informal
untuk menganalisis pelaksanaan proses pembelajaran. Hasil wawancara
menunjukan sebagian besar siswa termotivasi dalam belajar melalui penerapan
Media CD Pembelajaran Interaktif Siswa mulai saling berinteraksi dengan siswa
lainya, memberikan pendapat, pertanyaan dan sanggahan. Suasana kelas menjadi
lebih hidup dikarnakan semua siswa ikut berperan aktif dalam proses
pembelajaran.
Refleksi
Berdasarkan hasil observasi dan nilai tes akhir silkus I, ternyata dalam
siklus I dengan menggunakan Media CD Pembelajaran Interaktif, proses
pembelajaran yang berlangsung mulai terlihat efektif, hal ini ditunjukkan dengan
meningkatnya prestasi belajar (nilai) peserta didik, walaupun masih ada beberapa
peserta didik yang masih pasif, tidak memperhatikan penjelasan guru, dan masih
banyak peserta didik yang tidak mau bertanya saat mengalami kesulitan serta
malu ketika diminta guru untuk menjadi sukarelawan untuk membacakan hasil
praktiknya.

Hasil Penelitian Siklus II


Perencanaan
Pada siklus II ini peneliti membuat rencana perbaikan pembelajaran yang
merupakan kelanjutan dari pelaksanaan siklus I. Pada siklus II ini peneliti
merencanakan akan melaksanakan perbaikan dengan lebih mengaktifkan peserta

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


109
didik. Peneliti memberikan fariasi-fariasi kecil, berbentuk permainan dan selingan
agar peserta didik tidak jenuh dan proses pembelajaran menjadi lebih menarik.
Peneliti menyusun kembali scenario pembelajaran atau rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan soal tes siklus II. Peneliti juga akan mengupayakan untuk
memberikan penjelasan kepada peserta didik dengan pelan-pelan, serta berusaha
untuk lebih menyebarkan pertanyaan kepada seluruh peserta didik dan meminta
peserta didik untuk menjadi relawan untuk mempresentasikan atau melaporkan
hasil prakteknya.
Tindakan
Pada tahap pelaksanaan siklus II ini peneliti lebih menekankan pada
penjelasan dari hasil praktik peserta didik secara menyeluruh sehingga peserta
didik yang pada waktu pembelajaran siklus I kurang atau belum aktif untuk bisa
lebih aktif. Bedasarkan data hasil tes siklus II, hasil belajar siswa mengalami
peningkatan dibandingkan dengan siklus I. hal ini terbukti dengan meningkatnya
kembali hasil tes siklus II. Pada siklus I, siswa yang memperoleh nilai ≥ 75
sebanyak 15 siswa atau 71,42 %. Hasil tes siklus II menunjukan bahwa siswa
yang memeperoleh nilai ≥ 75 sebnyak 20 siswa atau 95,23 %. Ini menunjukan
peningkatan ketuntasan belajar sebesar 23,81 %. Nilai rata-rata kelas pada siklus I
sebesar 74,90 dan pada siklus II sebesar 81,52 atau meningkat 6,62 poin.
Observasi
Berdasarkan hasil observasi guru di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran mendapatkan skor 90,83 dan
dikategorikan baik. Selain observasi, dilaksanakan wawancara secara informal
untuk menganalisis pelaksanaan proses pembelajaran. Hasil wawancara
menunjukan sebagian besar siswa termotivasi dalam belajar melalui penerapan
media CD pembelajaran interaktif. Siswa mulai saling berinteraksi dengan siswa
lainya, memberikan pendapat, pertanyaan dan sanggahan. Suasana kelas menjadi
lebih hidup dikarnakan semua siswa ikut berperan aktif dalam proses
pembelajaran.
Refleksi
Adapun hasil refleksi yang diperoleh setelah dilaksanakannya siklus II
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sebagian siswa sudah memahami materi tentang Lingkungan Alami dan
Buatan.
2. Siswa sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran menggunakan Media CD
Pembelajaran Interaktif dan siswa sudah mulai berani dan aktif dalam membuat
sebuah cerita tertentu.
3. Hasil belajar siswa secara klasikal juga mengalami peningkatan dari siklus I ke
siklus II, yaitu dari 74,90 % menjadi 81,52%.

PEMBAHASAN
Pada kondisi awal pelaksanaan pembelajaran IPS materi lingkungan alami
dan buatan di kelas III SDN 008 Sepaku ditemukan bahwa kemampuan
mengemukakan pendapat siswa masih rendah. Peneliti berupaya memperbaiki
kondisi tersebut dengan menerapkan Media CD pembelajaran Interaktif dimana

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


110
seorang guru merangkai sebuah proses pembelajaran menjadi lebih menarik yang
merangsang siswa supaya berperan aktif dalam proses pembelajaran sehingga
hasil pembelajaran menjadi lebih optimal.
Berdasarkan data hasil tes siklus I dan II, pemahaman siswa pada materi
lingkungan alami dan buatan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahap
Siklus I. Hal ini terbukti dengan hasil tes siklus II. Pada siklus I, siswa yang
memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 15 siswa atau 71,42 %. Hasil tes siklus II
menunjukan bahwa siswa yang memeperoleh nilai ≥ 75 sebnyak 20 siswa atau
95,23 %. Ini menunjukan peningkatan ketuntasan belajar sebesar 23,81 %. Nilai
rata-rata kelas pada siklus I sebesar 74,90 dan pada siklus II sebesar 81,52 atau
meningkat 6,62 poin.
Jadi bedasarkan hipotesis penelitian ini menyatakan: “Jika pembelajaran IPS
siswa kelas III SDN 008 Sepaku Tahun Pelajaran 2015/2016 menggunakan Media
CD Pembelajaran Interaktif maka hasil akan meningkat” dapat dibuktikan
kebenarannya.

KESIMPULAN
1. Peningkatan prestasi belajar IPS materi lingkungan alam dan buatan melalui
Media CD Interaktif siswa kelas III SDN 008 Sepaku Tahun 2015/2016, dalam
pembelajaran IPS. Dilakukan dengan melalui bimbingan dari guru, dan siswa
berusaha mendesain sendiri dalam praktik kerja kelompok, setiap kelompok
mempresentasikan di depan kelas, dan kelompok lain memperhatikan serta
menanggapi hasil kerja kelompok yang presetasi. Setelah itu, secara bergantian
kelompok kerja yang lain mempresentasikan hasil kerja praktiknya masing-
masing. Di akhir pembelajaran, guru memberikan soal tes untuk mengetahui
tingkat pengusasaan materi dan ketuntasan prestasi belajaran siswa.
2. Dengan menggunakan alat Media CD Pembelajaran Interaktif Prestasi belajar
IPS Materi Lingkungan Alam Dan Buatan pada Siswa Kelas III di SDN 008
Sepaku tahun 2015/2016 meningkat di setiap siklus. Pada siklus I, siswa yang
memperoleh nilai ≥ 75 sebanyak 15 siswa atau 71,42 % sedangkan siklus II
sebanyak 20 siswa atau 95,23 %. Ini menunjukan peningkatan ketuntasan
belajar sebesar 23,81 %. Nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 74,90 dan
pada siklus II sebesar 81,52 atau meningkat 6,62 poin. Jadi kesimpulannya,
media CD pembelajaran interaktif mebantu siswa dalam memahami materi
pembelajaran dan memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam proses
pembelajaran.

SARAN
1. Menggunakan Media CD Pembelajaran Interaktif dalam pembelajaran mata
pelajaran IPS pada materi materi yang cocok, karena hal ini dapat menarik
minat, respon dan semangat peserta didik untuk belajar yang berakibat prestasi
belajar peserta didik meningkat.
2. Guru dapat mengembangkan Media CD pembelajaran Interaktif untuk materi
yang lain sebagai variasi penggunaan media dalam pengajaran;

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


111
3. Hasil penelitian ini mudah-mudahan dapat digunakan sebagai refleksi dan
acuan bagi guru untuk lebih kreatif dalam menemukan dan menggunakan
Mediamedia pembelajaran yang lain;
4. Diharapkan adalah tindak lanjut dari penelitian ini, lebih lanjut untuk
penerapan pembelajaran melalui Media CD Pembelajaran Interaktif pada
materi-materi yagn lain

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Arini Esti, dkk. 2009. Kajian Ilmu Pengetahuan Sosial. Salatiga: Widya Sari.
Depdiknas, 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 SD/MI.
Jakarta: PKG.
Etnin Solihatin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara.
Gunawan, Rudy. 2013. Pendidikan IPS Filosofi Konsep dan Aplikasi. Bandung:
Alfabeta.
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Hanafiah dan Cucu Suhana. 2011. Konsep Strategi Pembelajaran. Yogyakarta:
Refika Aditama.
Huda, Miftahul. 2014. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Khoir, Mazidatul. 2012. Paradigma Pendidikan IPS di Indonesia.
https://mazidatulkhoir.wordpress.com/category/sosial
Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang:
UNNES Press.
Sanjaya, Wina. 2012. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Media Group.
Sardjiyo, Didih Sugandi, dan Ischak. 2009. Pendidikan IPS SD. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Slameto. 2010. Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Yogyakarta:
Rineka Cipta.
Soewarso. 2013. Pendidikan IPS. Salatiga: Widya Sari.
Suharno. 2015.Peningkatan Prestasi Belajar IPS Materi Lingkungan Alam dan
Buatan melalui Media CD Pembelajaran Interaktif Siswa Kelas III MI
Miftahuth Tholibin Waru Kabupaten Demak Tahun Pelajaran 2014/2015.
Susanto, Ahmad. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Susanto, Ahmad. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


112
Syah, Muhibin. 2009. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Wiriatmadja. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung Remaja
Rosdakarya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


113
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020
114
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BAHASA ANAK MELALUI METODE
BERCERITA DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL DI KELOMPOK B2
TK ISLAM TUNAS KARTINI SAMARINDA
TAHUN PEMBELAJARAN 2015/2016

Nurjanah

ABSTRAK

Metode bercerita merupakan salah satu metode pembelajaran yang


dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak, karena bahasa
mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia,
agar metode bercerita tidak membosankan maka seiring dengan
perkembangan teknologi metode bercerita dituangkan dengan
bantuan media audio visual. Penelitian ini bertujuan untuk:
1) mengembangkan kemampuan bahasa pada anak; 2) memberikan
pembelajaran yang menyenangkan melalui metode bercerita dengan
media audio visual di kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini. Metode
penelitian dilakukan dengan tindakan kelas. Subjek penelitiannya
anak didik kelompok B2 di TK Islam Tunas Kartini, yang terdiri dari
20 anak, di Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda. Teknik
analisis data yang digunakan adalah deskriptif persentatif dan
deskriptif aktivitas anak anak didik. Hasil penelitian menunjukkan
kemampuan bahasa yang dicapai anak didik kelompok B2 TK Islam
Tunas Kartini lebih meningkat di bandingkan dengan sebelumnya di
mana perkembangan bahasa anak hanya mencapai 21%, namun
setelah dilakukan praktek penelitian tindakan kelas melalui metode
bercerita dengan menggunakan media audio visual, pada siklus
pertama mengalami peningkatan mencapai 57,33%, maka dari itu
dilakukan penelitian ulang sehingga pada siklus kedua mengalami
peningkatan mencapai 78%, dimana tingkat pencapaian tersebut
sudah memenuhi target penelitian yaitu 75%. Begitu pula dengan
guru lebih mudah dalam menyampaikan metode bercerita, dan
memberikan pembelajaran yang menyenangkan. Berdasarkan hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa: pembelajaran melalui metode
bercerita dengan media audio visual dapat dikatakan berhasil dalam
rangka meningkatkan kemampuan bahasa anak.

Kata Kunci: meningkatkan kemampuan bahasa, metode bercerita,


media audio visual

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


115
PENDAHULUAN
Taman Kanak-kanak (TK) merupakan salah satu lembaga tempat
pendidikan anak usia dini yang berada pada jalur formal, di mana pada usia ini
merupakan masa keemasan (golden age) khususnya usia 5-6 tahun, dengan
adanya TK bertujuan membantu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak
antara lain nilai-nilai agama dan moral, sosial, emosional, kognitif, bahasa, fisik
motorik, dan juga kemandirian, maka dari itu pengembangan potensi yang
dimiliki oleh anak tersebut hendaknya dilaksanakan dengan berbagai metode
kegiatan belajar yang kreatif dan menyenangkan bagi anak didik.
Pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia dini ini merupakan periode
yang sangat penting karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Perkembangan
pada usia dini meliputi perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas
kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar
kepribadian juga dibentuk pada masa tersebut. Perkembangan ini terdapat masa
kritis, dimana diperlukan rangsangan/ stimulasi yang berguna agar potensi
berkembang.
Manusia dalam kehidupannya tidak terlepas dengan bahasa. Ia harus mampu
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa, mereka akan
mudah dalam bergaul dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia
(Suhartono, 2005: 12). Dengan demikian perkembangan bahasa harus dirangsang
sejak dini.
Kemampuan berbahasa anak merupakan suatu hal yang penting karena
dengan bahasa tersebut anak dapat berkomunikasi dengan teman atau orang-orang
disekitarnya. Bahasa merupakan bentuk utama dalam mengekspresikan pikiran
dan pengetahuan bila anak mengadakan hubungan dengan orang lain. Anak yang
sedang tumbuh dan berkembang mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran dan
perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempuyai makna.
Menurut Dahlan (2004: 119) Pengembangan berbahasa mempunyai empat
komponen yang terdiri dari pemahaman, pembendaharaan kata, penyusunan kata-
kata menjadi kalimat dan ucapan. Keempat pengembangan tersebut memiliki
hubungan yang saling terkait satu sama lain.
Dalam pedoman guru TK dikemukakan bahwa dalam melaksanakan
pembinaan dan perkembangan bahasa di TK hendaknya mempersiapkan prinsip-
prinsip, dengan memberikan kesempatan sebaik-baiknya pada anak dalam
mengembangkan bahasa dan dalam memelihara ketertiban, hendaknya spontanitas
anak sebaiknya jangan ditekan dan sebaiknya diberikan dalam suasana keakraban
antara guru dengan anak didik, serta memenuhi syarat-syarat yang diambil dari
lingkungan anak, sesuai dengan taraf usia dan taraf perkembangan anak sehingga
aspek perkembangan anak dapat tercapai secara optimal.
Metode bercerita merupakan salah satu pemberian pengalaman belajar bagi
anak Taman Kanak-kanak melalui cerita yang disampaikan secara lisan
(Moeslichatun, 1996: 194). Bercerita adalah menuturkan sesuatu yang
mengisahkan tentang perbuatan atau suatu kejadian dan disampaikan secara lisan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


116
dengan tujuan membagikan pengalaman dan pengetahuan kepada orang lain.
Dengan demikian bercerita dalam konteks komunikasi dapat dikatakan sebagai
upaya mempengaruhi orang lain melalui ucapan dan penuturan tentang sesuatu
ide. Sementara dalam konteks pembelajaran anak usia dini bercerita dapat
dikatakan sebagai upaya untuk mengembangkan potensi kemampuan berbahasa
anak melalui pendengaran dan kemudian menuturkannya kembali dengan tujuan
melatih anak dalam bercakap-cakap untuk menyampaikan ide dalam bentuk lisan.
Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak secara
keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya, sehingga anak akan
memiliki kemampuan untuk mengembangkan aspek perkembangan yang lain
dengan modal kemampuan berbahasa yang sudah baik.
Sebelumnya peneliti melakukan pengamatan terhadap laporan
perkembangan anak pada semester satu atau gasal terhadap permasalahan yang
terjadi, khususnya di TK Islam Tunas Kartini, Kecamatan Samarinda Ulu Kota
Samarinda pada kelompok B2 yang seluruhnya berjumlah 20 anak, dari jumlah
tersebut anak yang mampu mengembangkan kemampuan bahasanya hanya 50%
yaitu sekitar 10 anak, maka dari itu kami simpulkan bahwa kemampuan
perkembangan bahasa anak pada kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini masih
kurang atau masih mengalami kesulitan.
Namun pada kenyataannya yang terjadi pada saat ini tidak semua guru di
TK yang ada, mampu menyampaikan metode bercerita dengan baik, metode cerita
di sajikan langsung dari guru tanpa menggunakan alat peraga apapun, sehingga
kurang menarik perhatian anak didik dalam memahami isi cerita yang ada, dalam
hal ini anak didik seringkali kurang mendapat perhatian dari guru dalam
mengungkapkan sebuah perasaan atau idenya, sehingga kemampuan bahasa yang
di miliki oleh anak tidak berkembang secara optimal, selain itu tak jarang guru
lebih fokus pada kegiatan keterampilan membaca dan menulis serta berhitung,
dengan alasan kegiatan keterampilan membaca dan menulis serta berhitung adalah
salah satu tuntutan untuk jenjang pendidikan selanjutnya, yaitu ketika anak usia
dini memasuki Sekolah Dasar (SD), sehingga anak usia dini kurang mampu
mengungkapkan perasaan atau ide ketika menjawab pertanyaan dari guru dan
tidak paham dengan informasi yang telah di sampaikan oleh guru.
Maka dari itu metode bercerita dengan menggunakan media audio visual
sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak, agar
dikemudian hari anak tidak mengalami kegagalan dalam berbahasa, maka dari itu
sudah seharusnya seorang guru dapat menyampaikan metode yang praktis dan
menyenangkan dalam mengembangkan aspek bahasa yang dimiliki oleh anak,
metode bercerita adalah salah satu metode pembelajaran yang efektif bagi anak
didik, maka dari itu berdasarkan yang tertera di atas, meskipun masih banyak guru
yang tidak mampu menyampaikan isi cerita dengan baik, ada alternatif yang baik
untuk guru dalam menyampaikan isi cerita pada anak didik, yaitu dengan bantuan
atau menggunakan media Audio visual dengan memutarkan CD berupa isi cerita
yang mendidik pada anak didik kita.
Berdasarkan uraian di atas, maka keadaan yang seperti ini tidak untuk
didiamkan begitu saja, karena permasalahan yang terjadi tidak terlepas dari
kurangnya wawasan guru dalam memilih metode dan media pembelajaran yang

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


117
tepat, oleh karena itu juga peneliti ingin melakukan tindakan kelas di kelompok
B2 TK Islam Tunas Kartini, dengan harapan dapat melakukan perbaikan dan
dapat meningkatkan bahasa anak, salah satunya dengan menggunakan metode
bercerita dengan media Audio Visual, dengan metode tersebut di harapkan
kegiatan pembelajaran bermakna dan menyenangkan serta tidak membosankan
lagi bagi anak, dengan metode dan penggunaan media tersebut di harapkan
kemampuan bahasa anak tercapai dengan baik.
Adapun rumusan masalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
“Bagaimana pembelajaran menggunakan metode bercerita dengan media audio
visual dapat meningkatkan kemampuan bahasa anak pada siswa kelompok B2 di
TK Islam Tunas Kartini Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda?”

KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Bahasa
Pada manusia bahasa ditandai oleh adanya daya cipta yang tidak pernah
habis dan adanya sebuah aturan. Daya cipta yang tidak pernah habis ialah suatu
kemampuan individu untuk menciptakan sejumlah kalimat bermakna yang tidak
pernah berhenti dengan menggunakan seperangkat kata dan aturan yang terbatas,
yang menjadikan bahasa sebagai upaya yang sangat kreatif. Dengan demikian
bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem simbol yang digunakan untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
Di samping itu bahasa dapat dimaknai sebagai suatu sistem tanda, baik lisan
maupun tulisan. Bahasa merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa
mencakup komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal. Bahasa dapat dipelajari
secara teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki
seseorang.
Bahasa mempunyai beberapa pengertian. Menurut Oxford Advanced
Learner Dictionary bahasa adalah suatu sistim dari suara, kata, pola yang
digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi melalui pikiran dan perasaan.
Sedangkan menurut pandangan Hurlock (1978: 176) bahasa adalah sarana
komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan
makna kepada orang lain. Syamsu Yusuf (2007: 118) mengatakan bahwa bahasa
adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup
semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam
bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan suatu pengertian.
Dari beberapa definisi bahasa yang dikemukakan di atas dapat di simpulkan
bahwa bahasa adalah suatu alat komunikasi yang digunakan melalui suatu sistem
suara, kata, pola yang digunakan manusia untuk menyampaikan pertukaran
pikiran dan perasaan. Bahasa dapat mencakup segala bentuk komunikasi, baik
yang diutarakan dalam bentuk lisan, tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh,
dan ekspresi wajah.
Karakteristik Bahasa Anak Usia Dini
Berdasarkan pada permendiknas No. 58 tahun 2009 tentang standar tingkat
pencapaian perkembangan disusun berdasarkan kelompok usia. Tingkat

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


118
pencapaian menggambarkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang
diharapkan dicapai pada rentang tertentu.
Di bawah ini adalah tabel perkembangan bahasa anak secara umum menurut
Child Development Institute (2006), dan tingkat pencapaian perkembangan bahasa
anak berdasarkan pengelompokan usia pada lingkup perkembangan bahasa yang
termuat dalam Permendiknas No. 58 tahun 2009.
Tabel 1. Perkembangan bahasa anak secara umum
menurut Child Development Institute (2010:63)
Usia Anak Perkembangan Bahasa
Percakapan anak cukup jelas, sehingga orang lain dapat:
• memahami sebagian besar pesan yang disampaikannya
• semakin terampil mengucapkan dan memahami kata-kata
• mampu mengikuti suatu jalan cerita dan akan memahami serta
mengingat beberapa ide dan beberapa informasi yang terdapat
5-6 tahun dalam buku
• menyenangi puisi, permainan kata-kata humor yang
menggunakan susunan kata yang kurang masuk akal
• kosakata telah berkembang mencapai 1500 kata,
• dapat menjelaskan cerita dengan menggunakan kalimat
kompleks
Perkembangan bahasa anak khususnya usia 5-6 tahun dilihat dari aspek
perkembangannya adalah sebagai berikut:
1. Aspek perkembangan menerima bahasa: mengerti beberapa perintah secara
bersamaan, mengulang kalimat yang lebih kompleks dalam judul cerita,
memahami aturan yang berlaku di rumah maupun di sekolah.
2. Aspek mengungkap bahasa: menjawab pertanyaan yang lebih kompleks dalam
judul cerita, menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama,
berkomunikasi secara lisan; mampu menjawab pertanyaan yang diajukan,
memiliki perbendaharaan kata serta mengenal simbol-simbol untuk persiapan
membaca, menulis, dan berhitung; mampu menyebutkan nama dan jumlah
tokoh dalam cerita menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok
kalimat-predikat-keterangan); memiliki lebih banyak kata untuk
mengekspresikan ide pada orang lain; melanjutkan sebagian cerita/dongeng
yang telah diperdengarkan.
3. Aspek perkembangan keaksaraan: menyebutkan simbol-simbol huruf yang
dikenal; mengenal suara huruf awal dari nama benda-benda yang ada
disekitarnya; menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi huruf awal
yang sama; memahami hubungan antara bunyi dan bentuk-bentuk; membaca
nama sendiri; menuliskan nama sendiri.
Maka dari itu ketiga aspek tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan bahasa anak, perkembangan bahasa anak dapat
dinyatakan berkambang secara optimal jika: anak dapat menerima dan
mengungkapkan bahasa dengan baik, serta dapat mengenal, memahami
keaksaraan dengan baik.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


119
Media Audio Visual
Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Kata ini berasal
dari bahasa Latin yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Sadiman
dkk (2009: 7) mengungkapkan bahwa media adalah sesuatu yang digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, minat, serta perhatian anak didik sehingga proses belajar
terjadi. Media seperti yang dikutip dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:
726) adalah: 1) alat; 2) sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi,
film, poster, dan spanduk; 3) yang terletak antara dua pihak; dan 4) perantara,
penghubung. Sedangkan dalam Kamus Kata Serapan, media adalah
benda/alat/sarana, yang menjadi perantara untuk menghantarkan sesuatu
(Martinus, 2001: 359-360).
Karakteristik Pembelajaran Media Audiovisual
Teknologi media audiovisual adalah cara menghasilkan atau menyampaikan
materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk
menyajikan pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran media audio visual jelas
bercirikan pemakaian perangkat keras selama proses belajar, misalnya mesin
proyektor film dan proyeksi film layar lebar. Jadi pengajaran melalui media audio
visual adalah produksi dan penggunaan materi yang menyerapnya melalui
pandangan serta tidak seluruhnya tergantung pada pemahaman kata atau simbol-
simbol.
Salah satu jenis media pengajaran adalah media audio visual. Menurut
Sanaky (2009: 102), “media audio visual adalah seperangkat alat yang dapat
memproyeksikan gambar dan suara”. Alat-alat yang termasuk media audio visual
contohnya televisi, video-VCD, sound slide, dan film.
Suleiman (1985:11) dalam Wahyuningsih (2011) mengungkapkan bahwa
media atau alat-alat audio visual adalah alat-alat yang ‘audible’ artinya dapat
didengar dan alat-alat yang ‘visible’ artinya dapat dilihat, agar cara berkomunikasi
menjadi efektif. Contoh alat-alat audio visual adalah gambar, foto, slide, model,
pita kaset, tape-recorder, film bersuara, dan televisi.
Adapun klasifikasi alat-alat audio-visual sebagai berikut: 1) alat-alat audio
contohnya kaset, tape-recorder, dan radio; 2) alat-alat visual yang terdiri dari alat-
alat visual dua dimensi (pada bidang yang tidak transparan misalnya grafik,
diagram, bagan poster, dan foto; dan pada bidang yang transparan misalnya slide,
film strip, lembaran transparan untuk OHP, dan sebagainya), dan alat-alat visual
tiga dimensi contohnya benda asli, model, diorama, dan lain-lain; 3) alat-alat
audio-visual contohnya film bersuara, dan televisi.
Selanjutnya fungsi media audio visual yaitu: 1) mempermudah orang
menyampaikan dan menerima pelajaran atau informasi serta dapat menghindarkan
salah pengertian; 2) mendorong keinginan untuk mengetahui lebih banyak; dan
3) mengekalkan pengertian yang didapat. Adapun kegunaan kegunaan-kegunaan
media audio visual, yaitu:
1. Mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh anak didik, pengalaman
yang dimiliki setiap anak didik berbeda, ditentukan oleh faktor keluarga dan
masyarakat. Perbedaan tersebut merupakan hal yang tidak mudah diatasi
apabila di dalam pengajaran guru hanya menggunakan bahasa verbal sebab

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


120
anak didik sulit dibawa ke obyek pelajaran. Dengan menghadirkan media audio
visual di kelas, maka semua anak didik dapat menikmatinya.
2. Melampaui batasan ruang dan waktu. Tidak semua hal bisa dialami langsung
oleh anak didik, hal tersebut disebabkan oleh: a) obyek yang terlalu besar
misalnya gunung atau obyek yang terlalu kecil misalnya bakteri, dengan
bantuan media audio visual kita bisa menampilkannya di dalam kelas;
b) gerakan-gerakan yang terlalu lambat misalnya pergerakan amoeba atau
gerakan-gerakan yang terlalu cepat misalnya pergerakan awan, dapat diikuti
dengan menghadirkan media audio visual di dalam kelas; dan c) rintangan-
rintangan untuk mempelajari musim, iklim, dan geografi misalnya proses
terbentuknya bumi dapat disajikan di kelas dengan bantuan media audio visual.
3. Memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara anak didik dengan
lingkungannya. Misalnya saat guru menerangkan tentang gunung meletus,
apabila disampaikan dengan bahasa verbal, maka kontak langsung antara siswa
dengan obyek akan sulit sehingga diperlukan media audio visual untuk
menghadirkan situasi nyata dari obyek tersebut untuk menimbulkan kesan yang
mendalam pada diri siswa. Rinanto juga menambahkan bahwa selain
mempercepat proses belajar, dengan bantuan media audio visual mampu
dengan cepat meningkatkan taraf kecerdasan dan mengubah sikap pasif dan
statis kearah sikap aktif dan dinamis.
Dalam pembahasan ini audio visual yang akan di sajikan dalam
pembelajaran kepada siswa Kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini dalam upaya
mengembangkan bahasa adalah berupa televisi dan VCD, yang di tampilkan
dalam bentuk vidio, dengan demikian diharapkan proses pembelajaran akan lebih
efektif dan menyenangkan bagi anak.
Kerangka Berfikir
Berdasarkan berbagai pengertian dan teori di atas dapat kita ketahui bahwa
kemampuan bahasa dapat dikuasai oleh anak apabila anak menguasai empat
keterampilan bahasa seperti mendengarkan, berbicara, membaca serta menulis.
Keterampilan tersebut dapat kita kembangkan dengan berbagai metode, namun
pada penelitian ini peneliti menggunakan metode bercerita yaitu menuturkan
sesuatu yang mengisahkan tentang perbuatan atau sesuatu kejadian dengan tujuan
membagikan pengalaman dan pengetahuan pada orang lain. Agar metode
bercerita dapat menarik perhatian anak maka di gunakan media audio visual, yaitu
alat yang dapat menampilkan gambar dan suara sehingga dapat di nikmati oleh
anak didik.
Oleh karena itu metode bercerita dengan menggunakan media audio visual
dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa pada anak usia 5-6
tahun, di mana pada usia tersebut anak sedang mengalami perkembangan bahasa
yang pesat, anak terampil dalam mendengarkan, berbicara, membaca serta
menulis, di mana lingkungan sosial yang baik serta peran orang dewasa yang aktif
juga dapat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak, maka dari itu guru
atau orang dewasa di sekitarnya harus bisa memberikan layanan yang baik
terhadap perkembangan bahasa anak, memberi pengetahuan tentang bahasa sesuai
dengan kebutuhan anak dengan metode yang menyenangkan bagi anak usia dini.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


121
Maka dari itu sebagai upaya meningkatkan bahasa pada anak, kami akan
melakukan penelitian yang mana akan kami laksanakan pada kelompok B2 di TK
Islam Tunas Kartini, dengan metode bercerita dengan menggunakan media audio
visual, dengan metode dan media yang tersebut di atas di harapkan proses
pembelajaran akan lebih efektif dan menyenangkan bagi anak. Sehingga dapat
meningkatkan perkembangan bahasa anak dengan baik.
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan dari kerangka berfikir di atas maka dapat diduga bahwa
metode bercerita dengan mengunakan media audio visual mampu menambah
perbendaharaan kata anak serta dapat mempersiapkan apresiasi sastra yang
tentunya tidak lepas dari keterampilan berbahasa seperti mendengarkan, berbicara,
serta menulis, agar anak mampu berkomunikasi dengan orang lain serta mampu
mengungkapkan ide-idenya.

METODE PENELITIAN
Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK),
dilaksanakan dalam bentuk proses pengkajian berdaur 2 tahap, yaitu: Tahap
Perencanaan, Tahap Tindakan, Observasi serta Refleksi. Model PTK menurut
Kemmis dan Taggart (1998) terdiri dari 4 komponen antara lain: perencanaan,
tindakan, observasi dan refleksi. Adapun tahap penelitian model Kemmis dan
Taggart dapat dilihat pada gambar bagan di bawah ini:

Gambar 1. Tahap penelitian model Kemmis dan Taggart

Model PTK yang peneliti gunakan pada penelitian ini adalah model spiral
dari Kemmis dan Taggart (1988), dalam buku metode Penelitian Tindakan Kelas
(Rochiati Wiriaatmadja, 2008: 66) yaitu sebagai berikut: Semua kegiatan dari

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


122
siklus I, dan II dilaksanakan dengan tahap perencanaan (plan), tindakan (act),
pengamatan (observer) serta refleksi (reflect).
Tahapan perencanaan atau planning meliputi pembuatan perangkat
pembelajaran, persiapan sarana dan prasarana penelitian serta menentukan
indikator kinerja. Tahapan pelaksanaan tindakan atau acting meliputi segala
tindakan yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pemelajaran RKM dan RKH
dengan materi pengembangan kemampuan kognitif. Tahapan pengamatan atau
observing meliputi pembuatan instrumen penelitian, pengumpulan data berupa
nilai evaluasi siswa setelah mendapatkan tindakan, menganalisa data dan
menyusun langkah-langkah perbaikan. Tahapan refleksi dilakukan melalui diskusi
teman sejawat dan masukan dari para ahli penelitian tindakan kelas. Dalam
penelitian ini dilakukan dua siklus, setiap siklus meliputi:
Siklus I
Tahapan perencanaan atau planning meliputi pembuatan perangkat
pembelajaran, persiapan sarana dan prasarana penelitian serta menentukan
indikator kinerja. Tahapan pelaksanaan tindakan atau acting meliputi segala
tindakan yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pemelajaran RKM dan RKH
dengan materi pengembangan kemampuan kognitif.
Tahapan pengamatan atau observing meliputi pembuatan instrumen
penelitian, pengumpulan data berupa nilai evaluasi siswa setelah mendapatkan
tindakan, menganalisa data dan menyusun langkah-langkah perbaikan. Tahapan
refleksi dilakukan melalui diskusi teman sejawat dan masukan dari para ahli
penelitian tindakan kelas.
Siklus II
Tahapan perencanaan atau planning meliputi pembuatan perangkat
pembelajaran, persiapan sarana dan prasarana penelitian serta menentukan
indikator kinerja.
Tahapan pelaksanaan tindakan atau acting meliputi segala tindakan yang
tertuang dalam rencana pelaksanaan pemelajaran RKM dan RKH dengan materi
pengembangan kemampuan kognitif.
Tahapan pengamatan atau observing meliputi pembuatan instrumen
penelitian, pengumpulan data berupa nilai evaluasi siswa setelah mendapatkan
tindakan, menganalisa data dan menyusun langkah-langkah perbaikan. Tahapan
refleksi dilakukan melalui diskusi teman sejawat.
Subjek Penelitian
Subjek Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu siswa-siswi kelompok B2
TK Islam Tunas Kartini Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda dengan
menerapkan metode bercerita dengan media audio visual sebagai upaya
meningkatkan kemampuan bahasa anak, yang berjumlah 20 siswa.
Tempat dan Waktu
Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di TK Islam Tunas Kartini
Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda, pada kelompok B2.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


123
Tabel 2. Jadwal Penelitian Tindakan Kelas
No Siklus Kelompok Hari/Tanggal Waktu
1 I B2 Senin, 04 April 2016 07.30-10.00
Selasa, 05 April 2016 07.30-10.00
Rabu, 06 April 2016 07.30-10.00
2 II B2 Senin, 18 April 2016 07.30-10.00
Selasa, 19 April 2016 07.30-10.00
Rabu, 20 April 2016 07.30-10.00
Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi. Menurut Sri Maryati dan Rusda Koto S. (2003: 39) Pengertian
observasi adalah dengan sengaja dan sistematis mengamati perilaku anak
melalui proses secara kesengajaan untuk dapat dipertanggung jawabkan
hasilnya secara ilmiah dan sistematis.
2. Skala penilaian Deskripsi. Menurut Sri Maryati dan Rusda Koto S. (2003: 48)
Pengertian skala penilaian Deskripsi adalah paduan dari pengamatan kuantitatif
dan pengamatan kualitatif yang dijabarkan dalam bentuk skala.
Adapun dalam penelitian ini skala Deskripsi digunakan untuk menilai
lembar observasi dengan skala kriteria: selalu, sering, kadang-kadang, tidak
pernah. Kriteria selalu dengan bobot nilai: 4, sering: 3, kadang-kadang: 2, tidak
pernah: 1. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini diuraikan sebagai berikut:
1. Data tentang situasi pembelajaran pada saat dilaksanakan pembelajaran
dikumpulkan dengan menggunakan lembar pengamat observasi pada setiap
siklus.
2. Dokumentasi aktivitas siswa (foto menggunakan kamera HP) diambil pada
setiap siklus.

Teknik Analisis Data


Analisis data adalah suatu cara menganalisis data selama peneliti
mengadakan penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Secara kuantitatif data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif
presentase. Tingkat perubahan yang terjadi diukur dengan persen. Jumlah anak
yang mampu mencapai indikator keberhasilan dibagi jumlah seluruh anak yang
diteliti dikalikan seratus persen, maka diketahui persentase dari tingkat
keberhasilan tindakan. Hal tersebut dapat diketahui dengan rumus:
𝑁
𝑃= × 100%
𝐴
Keterangan :
P = Presentase tingkat perubahan
N = Nilai yang diperoleh
A = Jumlah anak
Sedangkan secara kualitatif menerangkan aktifitas anak dan guru yang
diperoleh melalui observasi, wawancara dan unjuk kerja secara penelitian
berlangsung.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


124
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini apabila minimal 80% dari
jumlah anak didik kriteria ketuntasan yang telah ditentukan oleh peneliti. Anak
yang telah memperoleh angka 4 berarti telah memenuhi kriteria tuntas sempurna,
sedangkan anak yang mampu mencapai kriteria dengan nilai 3 berarti anak telah
memenuhi kriteria tuntas, kemudian bagi anak yang memperoleh nilai 1 dan 2
berarti anak tersebut belum mencapai kriteria tuntas dan aspek indikator yang
diharapkan belum dapat dicapai oleh anak. Angka keberhasilan 75% itu didapat
dari anak yang memperoleh nilai 4 dan 3.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian Sebelum Diberi Tindakan
Hasil penelitian perkembangan bahasa anak didik diperoleh dengan
prosedur penelitian tindakan kelas melalui pembelajaran dengan metode bercerita
dengan bantuan media audio visual dalam upaya meningkatkan perkembangan
bahasa anak didik kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini Desa Kecamatan Dadi
Mulya Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda dapat di deskripsikan sebagai
berikut: Observasi dilakukan pada program perencanaan RKH atau rencana
kegiatan harian. Fokus observasi terhadap program perencanaan yang bertujuan
untuk membantu perkembangan anak dalam upaya meningkatkan bahasa. Hasil
observasi berikutnya adalah evaluasi sebelum diberikan tindakan kegiatan
bercerita dengan media audio visual, kelompok B2 dari 20 anak didik di TK Islam
Tunas Kartini.
Tabel 3. Data Hasil Pengamatan Peningkatan Kemampuan Bahasa dengan
Menggunakan Metode Bercerita dengan Media Audio Visual
Sebelum Diberikan Tindakan
Hasil Jumlah
Karakteristik Indikator Pengamatan yang %
1 2 3 4 tuntas
Mendengarkan - Mengerti beberapa perintah
5 7 4 4 4 20
secara sederhana
- Mengulang kalimat yang
5 5 7 3 3 15
lebih kompleks
- Menyebutkan beberapa
4 6 6 4 4 20
kata sifat
Berbicara - Menjawab pertanyaan yang
4 4 7 5 5 25
lebih kompleks
- Menceritakan kejadian
6 5 5 4 4 20
sebab-Akibat
- Menyebutkan sebanyak-
banyaknya nama benda 4 4 7 5 5 25
yang ada di sekitarnya
Membaca - Menyebutkan simbol-
6 4 6 4 4 20
simbol huruf yang dikenal
- Mengenal suku huruf awal 4 4 7 5 5 25

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


125
dari nama benda-benda
yang ada disekitarnya
- Membaca nama sendiri 4 4 8 4 4 20
- Menghubungkan gambar
4 4 7 5 5 25
benda dengan kata
Menulis - Mengenal simbol-simbol “
dapat menulis huruf 4 5 7 4 4 20
maupun angka
- Memahami hubungan
antara bunyi dan bentuk- 4 5 6 5 5 25
bentuk
- Menuliskan nama sendiri 4 5 5 6 6 30
- Menggambar bebas/
membuat coretan gambar 4 5 6 5 5 25
yang bermakna
Rata-rata 21
Keterangan nilai: 1 = kurang; 2 = sedang; 3 = cukup baik; 4 = baik

Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Peningkatan Kemampuan Bahasa


dengan Menggunakan Metode Bercerita Dengan Media Audio
Visual Siklus Pertama
Hasil Jumlah
Karakteristik Indikator Pengamatan yang %
1 2 3 4 tuntas
Mendengarkan - Mengerti beberapa perintah
2 5 4 9 9 45
secara sederhana
- Mengulang kalimat yang
2 2 6 10 10 50
lebih kompleks
- Menyebutkan beberapa
1 3 3 13 13 65
kata sifat
Berbicara - Menjawab pertanyaan yang
3 2 2 13 13 65
lebih kompleks
- Menceritakan kejadian
3 2 2 13 13 65
sebab-Akibat
- Menyebutkan sebanyak-
banyaknya nama benda 2 1 4 13 13 65
yang ada di sekitarnya
Membaca - Menyebutkan simbol-
3 2 2 13 13 65
simbol huruf yang dikenal
- Mengenal suku huruf awal
dari nama benda-benda 2 2 3 13 13 65
yang ada disekitarnya
- Membaca nama sendiri 1 3 4 12 12 60
- Menghubungkan gambar
2 2 4 12 12 60
benda dengan kata

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


126
Menulis - Mengenal simbol-simbol “
dapat menulis huruf 2 2 3 13 13 65
maupun angka
- Memahami hubungan
antara bunyi dan bentuk- 2 3 3 12 12 60
bentuk
- Menuliskan nama sendiri 2 2 4 12 12 60
- Menggambar bebas/
membuat coretan gambar 2 2 3 13 13 65
yang bermakna
Rata-rata 57,33
Keterangan nilai: 1 = kurang; 2 = sedang; 3 = cukup baik; 4 = baik

Tabel 5. Hasil Observasi Kemampuan Guru dalam Mengajar dan


Menggunakan Media Audio Visual Pada Siklus I
No Aspek yang diamati Kategori
1. Membuat perencanaan pembelajaran yang di sesuaikan C
dengan tema
2. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan langkah yang telah
Ditentukan B
3. Memperhatikan dan melaksanakan proses pembelajaran B
4. Ketrampilan dalam mengkondisikan media audio visual B
5. Melakukan evaluasi pembelajaran B
Keterangan kategori:
A = sangat baik : 90-100 C= cukup baik : 70-79
B = baik : 80-90 D= kurang : 50-69

Tabel 6. Data Hasil Pengamatan Peningkatan Kemampuan Bahasa


dengan Menggunakan Metode Bercerita dengan Media Audio
Visual Siklus Kedua
Hasil Jumlah
Karakteristik Indikator Pengamatan yang %
1 2 3 4 tuntas
Mendengarkan - Mengerti beberapa perintah
2 18 18 90
secara sederhana
- Mengulang kalimat yang
4 16 16 80
lebih kompleks
- Menyebutkan beberapa
2 18 18 90
kata sifat
Berbicara - Menjawab pertanyaan yang
3 17 17 85
lebih kompleks
- Menceritakan kejadian
2 18 18 90
sebab-Akibat
- Menyebutkan sebanyak-
4 16 16 80
banyaknya nama benda

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


127
yang ada di sekitarnya
Membaca - Menyebutkan simbol-
4 16 16 80
simbol huruf yang dikenal
- Mengenal suku huruf awal
dari nama benda-benda 3 17 17 85
yang ada disekitarnya
- Membaca nama sendiri 3 17 17 85
- Menghubungkan gambar
4 16 16 80
benda dengan kata
Menulis - Mengenal simbol-simbol “
dapat menulis huruf 3 17 17 85
maupun angka
- Memahami hubungan
antara bunyi dan bentuk- 5 15 15 75
bentuk
- Menuliskan nama sendiri 3 17 17 85
- Menggambar bebas/
membuat coretan gambar 4 16 16 80
yang bermakna
Rata-rata 78
Keterangan nilai: 1 = kurang; 2 = sedang; 3 = cukup baik; 4 = baik

Tabel 7. Hasil Observasi Kemampuan guru dalam mengajar dan menggunakan


media audio visual pada siklus II
No Aspek yang di amati Kategori
1. membuat perencanaan pembelajaran yang di sesuaikan B
dengan tema
2. melaksanakan kegiatan sesuai dengan langkah yang telah
di tentukan B
3. memperhatikan dan melaksanakan proses pembelajaran B
4. ketrampilan dalam mengkondisikan media audio visual B
5. melakukan evaluasi pembelajaran B
Keterangan kategori:
A = sangat baik : 90-100 C= cukup baik : 70-79
B = baik : 80-90 D= kurang : 50-69

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II ini


didapatkan bahwa kemampuan anak dalam mengembangkan bahasa sudah
meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Diperoleh kelebihan-kelebihan sebagai
berikut:
1. Aktivitas anak cukup baik dibuktikan dengan kerjasama anak dalam
mengerjakan tugas atau kegiatan yang di berikan oleh guru, sistem
pembelajaran yang menyenangkan bagi anak, sehingga anak mudah
bersosialisasi dengan teman lainnya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


128
2. Motivasi belajar anak ada peningkatan sangat baik, ditunjukkan yaitu anak
yang tidak biasa mengungkapkan idenya, sekarang sudah bisa mengungkapkan
idenya melalui bercerita, serta anak bisa memahami penjelasan dari guru.
3. Guru dapat lebih inofatif dalam memberikan metode pada anak didik.

PEMBAHASAN
Meningkatkan kemampuan bahasa melalui metode bercerita dengan media
audio visual di kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini. Berdasarkan nilai
perkembangan anak didik semester awal dan sebelum diberikan tindakan,
diketahui kemampuan bahasa anak sangat rendah, tingkat perkembangan hanya
mencapai sekitar 21% saja yang mempunyai kemampuan bahasa cukup baik,
melihat kondisi yang demikian maka peneliti memberi pembelajaran dengan
metode bercerita dengan bantuan media audio visual, maka terjadi peningkatan
secara bertahap dari siklus pertama terjadi peningkatan sekitar 65%, yaitu sekitar
13 anak, kemudian dilakukan penelitian ulang pada siklus kedua terjadi
peningkatan sekitar 90%, yaitu sekitar 18 anak dari 20 orang anak.
Sebagaimana kita ketahui bahwa keterampilan bahasa meliputi 4 area
utama, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Berikut ini
persentase peningkatan perkembangan aspek bahasa yang dilakukan pada siklus
pertama dan kedua, dan uraian bagaimana menciptakan lingkungan yang dapat
memperkaya terhadap keterampilan bahasa tersebut:
Mendengarkan
Berdasarkan data diatas pada siklus pertama, dapat diketahui bahwa anak
didik yang mengerti beberapa perintah secara sederhana ada 45%, mengulang
kalimat yang lebih kompleks ada 50%, dapat menyebutkan beberapa kata sifat ada
65%, sedangkan pada siklus kedua mengalami peningkatan sebagai berikut: dapat
mengerti beberapa perintah secara sederhana 90%, dapat mengulang kalimat yang
lebih kompleks 80%, dapat menyebutkan beberapa kata sifat 90%.
Mampu mendengarkan dengan benar dan tepat merupakan bagian yang
penting dalam belajar dan berkomunikasi. Hal ini sangat penting dalam tahap-
tahap pertama dari belajar membaca. Untuk meningkatkan kemampuan
mendengarkan pada anak, maka yang dapat dilakukan oleh orangtua dan pendidik
adalah menjadi model yang baik bagi anak, berkomunikasi yang jelas kepada
anak, dan memberikan penguasaan pengetahuan dan aktivitas yang berkenaan
dengan kegiatan mendengarkan itu sendiri. Aktivitas yang mendukung yang dapat
dilakukan adalah: (a) bermain dengan mendengarkan musik, (b) menceritakan
tentang cerita/dongeng, (c) memperdengarkan berbagai suara (sound effects), (d)
memperdengarkan cerita dengan musik, dan (e) mempertanyakan apa yang di
dengarkan.
Berbicara
Pada siklus pertama dapat menjawab pertanyaan yang lebih kompleks ada
65%, dapat menceritakan sebab akibat 65%, dapat menyebutkan sebanyak-
banyaknya nama benda ada 65%, sedangkan pada siklus kedua mengalami
peningkatan sebagai berikut: dapat menjawab pertanyaan yang lebih kompleks
85%, dapat menceritakan kejadian sebab akibat 90%, dapat menyebutkan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


129
sebanyak-banyaknya nama benda yang ada di sekitarnya 80%. Bicara merupakan
salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Berbicara tidak sekedar merupakan
prestasi bagi anak, akan tetapi juga berfungsi untuk mencapai tujuannya,
misalnya:
1. Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan;
2. Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain;
3. Sebagai alat untuk membina hubungan sosial;
4. Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri
5. Untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain; dan
6. Untuk mempengaruhi perilaku orang lain (mulyani sumantri & nana syaodih,
2004).
Cara terbaik untuk mendorong perkembangan bahasa anak-anak adalah
menyisihkan waktu untuk berbicara dengan anak-anak. Doronglah anak-anak
untuk mengungkapkan pendapat, melontarkan pertanyaan dan mengambil
keputusan. Anak-anak belajar kata-kata baru dengan mendengar kata-kata tersebut
yang digunakan dalam konteks. Anak-anak juga belajar banyak berbicara melalui
mendengarkan pembicaraan orang dewasa atau anak lain. Hendaknya orangtua
tidak mengoreksi apa yang anak-anak katakan atau mengkritik cara mereka
mengungkapkan diri. Peragakan cara pengucapan kata yang benar dengan
menerangkan kata dalam pembicaraan.
Selain itu untuk menambah perbendaharaan kata, anak dapat diajak untuk
membaca sedini mungkin. Dengan melihat gambar, anak dapat mengeksplorasi
serta ada dialog antara orangtua dan anak. Gunakan bahasa yang singkat, jelas,
dan benar (jangan gunakan bahasa kekanakan). Dan berbicaralah dengan pelan
dan dibantu dengan ekspresi wajah atau gerakan tubuh.
Membaca
Pada siklus pertama dapat membaca simbol ada 65%, dapat mengenal suku
huruf awal ada 65%, dapat membaca nama sendiri ada 65%, dapat
menghubungkan gambar dengan kata ada 60%, sedangkan pada siklus kedua
mengalami peningkatan sebagai berikut: dapat menyebutkan simbol-simbol huruf
yang di kenal 80%, mengenal suku huruf awal 85%, dapat membaca nama sendiri
85%, dapat menghubungkan gambar benda dengan kata 80%.
Pengembangan minat dan kebiasaan membaca yang baik harus dimulai
sedini mungkin pada anak-anak. Orang tua, terutama ibu dan guru mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menentukan usaha- usaha pengembangan ini.
Pengembangan minat dan kemampuan membaca harus dimulai dari rumah.
Membaca bukan sekedar membaca sepintas saja, tetapi membaca harus
melibatkan pikiran untuk memaknainya. Membaca memerlukan proses yang
panjang, dari mengenal simbol sampai pada memaknai tulisan.
Sebelum bisa membaca, anak-anak harus tahu dan menggunakan
perbendaharaan kata-kata dasar yang baik. Anak hanya dapat memahami kata-
kata yang mereka lihat tercetak jika mereka telah menemui kata-kata tersebut
dalam pembicaraan. Anak-anak yang dapat berbicara dengan baik dan banyak
cenderung menjadi pembaca yang baik pula.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


130
Dalam belajar membaca permulaan pada anak, orangtua atau pendidik
sebaiknya menggunakan kata-kata yang bermakna bagi anak. Anak akan tertarik
membaca sebuah kata karena kata tersebut mempunyai makna yang dapat
dimengerti anak. Janganlah mengajarkan kata-kata yang tidak umum tanpa
memberikan konteks atau petunjuk mengenai maknanya.
Selain itu orangtua atau pendidik sebaiknya menyediakan bahan bacaan
yang sesuai dengan karakteristik materi membaca tahap awal, misalnya kata yang
dipilih pendek dan dapat diperkirakan, berulang-ulang, menggunakan bahasa yang
sederhana, menggunakan irama, teksnya sederhana, mudah diingat, gambar dan
teks harus sesuai, dan gambar sangat dominan.
Untuk mendukung perilaku keaksaraan berikutnya, anak harus banyak
dikenalkan dengan buku. Buku-buku dan CD interaktif yang dikenalkan pada
anak perlu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan anak. Buku cerita dan CD
interaktif lebih tepat digunakan untuk menambah kosa kata anak, namun demikian
anak tetap perlu menggunakan buku bacaan dan CD interaktif yang berbeda-beda,
supaya mereka bisa melihat perbedaan tingkatan dari tiap-tiap isi buku CD
interaktif.
Untuk menciptakan lingkungan yang kaya terhadap perkembangan bahasa
anak khususnya membaca maka orang tua harus memfasilitasi dengan
menyediakan berbagai bahan bacaan untuk anak-anak, penuhilah tempat-tempat
bermain mereka dengan berbagai bahan dan sumber bacaan yang bermanfaat.
Menulis
Pada siklus pertama dapat mengenal angka 60%, dapat memahami antara
bunyi dan bentuk ada 65%, dapat menulis nama sendiri ada 60%, dapat membuat
gambar bebas ada 60%, sedangkan pada siklus kedua mengalami peningkatan
sebagai berikut: mengenal simbol dapat menulis huruf 85%, memahami antara
bunyi dan bentuk-bentuk 75%, dapat menulis nama sendiri 85%, dapat
menggambar bebas 80%. Kemampuan menulis sangat berkaitan dengan
menggambar pada anak. Karena menulis dan menggambar sama-sama
memerlukan keahlian psikomotor, dan mempunyai kemampuan kognitif yang
sama.
Menggambar dan menulis melibatkan keterampilan psikomotor yang sama
yaitu keterampilan motorik halus, maka untuk mengembangkan kemampuan ini
orangtua atau pendidik harus dapat memfasilitasi sedini mungkin. Cara yang dapat
kita lakukan adalah dengan menyediakan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh
anak untuk membuat coretan atau tulisan. Saat anak 2 tahun jika diberi
kesempatan memegang pensil atau crayon tentunya dia akan mencoret-coret
sesukanya di kertas yang ada, hal ini merupakan tahap awal dari perkembangan
menulis anak. Dengan menggambar/menulis anak dapat mengekspresikan dirinya.
Karena itu anak perlu mendapatkan kesempatan yang cukup dengan dukungan
alat-alat yang beragam serta pendidik yang dapat mengembangkan kemampuan
berpikir anak.
Selain anak menggambarkan sesuatu yang ada dalam pikirannya ke dalam
kertas, anak juga perlu menceritakan makna dari gambar yang dibuatnya.
Disinilah orangtua atau pendidik memainkan peran yang penting dalam
mengenalkan anak pada kekuatan komunikasi antara gambar yang dibuatnya

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


131
dengan kata-kata yang dapat dimunculkan anak. Jika pendidik dapat membuat
pengalaman menggambar ini menjadi menantang, merangsang, dan memuaskan,
maka anak akan menguasai sistem simbol yang beragam lainnya. Hasil
selengkapnya dapat disajikan pada tabel berikut:
Tabel 8. Data Pengamatan Peningkatan Kemampuan Bahasa dengan Menggunakan
Metode Bercerita dengan Media Audio Visual
No Siklus Ketuntasan Keterangan
1 Kondisi awal 21% -
2 Siklus I 57% Belum berhasil
3 Siklus II 78% Sudah berhasil
Berdasarkan tabel di atas diketahui ada peningkatan kemampuan bahasa
pada anak dilihat dari kondisi awal: 21%, siklus I: 57,33%, siklus II 78%,
sehingga prosentase kenaikan dari prasiklus (kondisi awal) ke siklus I adalah
36%, dan proses kenaikan dari siklus I ke siklus II adalah 21%.
Kenaikan prosentase dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan 21%.
Hal ini disebabkan guru didalam memberikan pembelajaran kepada anak sudah
cukup inovatif yaitu dengan memberikan metode bercerita dengan bantuan media
audio visual kepada anak sudah cukup inovatif sehingga anak bersemangat dan
dapat merespon secara positif, serta dalam memilih media audio visual terutama
kaset CD cukup efektif untuk merangsang siswa menjadi aktif dalam kegiatan
tersebut, karena didalam CD tersebut terdapat cerita yang menarik untuk di
nikmati oleh anak. Sehingga anak semakin terampil atau bisa meningkatkan
kemampuan keterampilan bahasanya dengan baik, guru juga dalam melaksanakan
pembelajaran menunjukkan adanya keberhasilan.
Bahasa merupakan sistem komunikasi antar manusia. Bahasa mencakup
komunikasi non verbal dan komunikasi verbal. Bahasa dapat dipelajari secara
teratur tergantung pada kematangan serta kesempatan belajar yang dimiliki
seseorang.
Sedangkan menurut pandangan Hurlock (1978: 176) bahasa adalah sarana
komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk menyampaikan
makna kepada orang lain. Syamsu Yusuf (2007: 118) mengatakan bahwa bahasa
adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup
semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam
bentuk lambang atau simbol untuk mengungkapkan suatu pengertian.
Berdasarkan uraian di atas Thais (dalam Bromley, 1992) menemukakan
bahwa anak dapat memahami dan mengingat suatu informasi jika mereka
mendapat kesempatan untuk membicarakannya, menuliskannya,
menggambarkannya, dan memanipulasinya. Anak belajar membaca dan
menyimak jika mereka mendapat kesempatan untuk mengekspresikan pemahaman
mereka dengan membicarakannya untuk diri mereka sendiri maupun di tujukan
pada orang lain. Belajar jika ada diskusi antara guru dan anak, anak dan anak,
anak dan media, serta anak dan lingkungannya. Bahasa dan belajar tidak dapat di
pisahkan.
Kemampuan menggunakan bahasa secara efektif sangat berperan penting
terhadap kemampuan belajar anak. Maka dari itu pembelajaran dengan metode

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


132
bercerita dengan bantuan madia audio visual sangat bermanfaat guna
meningkatkan perkembangan bahasa anak, anak tidak merasa jenuh dan sangat
antusias dalam mengikuti pembelajaran.

KESIMPULAN
1. Perkembangan aspek menerima bahasa sebelum diberi tindakan hanya 21%,
dengan di adakannya pembelajaran dengan metode bercerita dengan bantuan
media audio visual maka perkembangan bahasa kelompok B2 TK Islam Tunas
Kartini mengalami peningkatan, dimana peningkatan tersebut terjadi secara
bertahap pada siklus pertama terjadi peningkatan sekitar 57,33%, selanjutnya
pada siklus kedua terjadi peningkatan sekitar mencapai 78%.
2. Anak-anak Kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini sudah lebih mudah diajak
berkomunikasi, menyampaikan pendapatnya dan mampu menerima bahasa
sebagai sumber informasi melalui metode bercerita dengan media audio visual.
Berdasarkan pengamatan dari siklus I dan II dapat disimpulkan bahwa
metode bercerita dengan media audio visual dapat meningkatkan kemampuan
berbahasa anak didik kelompok B2 TK Islam Tunas Kartini.
SARAN
Bagi Pendidik
1. Sebagai pendidik harus mampu merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi program pembelajaran. Ketiga kegiatan itu sangat penting dan
sangat erat hubungannya. Perencanaan pembelajaran didasarkan pada
pelaksanaan dan evaluasi sebelumnya, pelaksanaan program didasarkan pada
perencanaan dan evaluasi, evaluasi dilakukan berdasarkan perencanaan dan
pelaksanaan program.
2. Guru di dalam melakukan kegiatan hendaknya memilih metode dan media
yang sesuai dengan perkembangan anak agar menarik dan menyenangkan,
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik.
3. Metode bercerita dengan media audio visual telah terbukti dapat digunakan
untuk mencapai tujuan pendidikan pengembangan bahasa anak di kelompok
B2 TK Islam Tunas Kartini, yang sebelumnya perkembangan bahasa anak
masih belum dapat mencapai indikator keberhasilan.
4. Bagi pendidik diharapkan dapat mengembangkan media pembelajaran sendiri
yang disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan anak utamanya untuk
mencari dan menemukan metode-metode baru yang disesuaikan dengan tujuan
pendidikan.
Bagi Orang Tua
1. Agar orang tua mengetahui tingkat perkembangan anak dalam
mengembangkan kemampuan bahasa yang dimiliki oleh anak.
2. Agar orang tua dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menuangkan
ide-idenya melalui bercerita, sehingga anak dapat mengembangkan
perkembangan bahasanya dengan baik.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


133
DAFTAR PUSTAKA

Agus F. Tanyong dll, 2009. “Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta”. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2002. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”.
Bandung: Reneksa Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta
Azies, F. dan A. Chaedar Alwasilah, H. 1996. “Pengajaran Bahasa Komunikatif
Teori dan Praktek”. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Daryanto, 2010. “Media Pembelajaran; Cetakan I, Bandung: Satu Nusa.
Depdiknas. 2001. “Aplikasi dan Aplikasi Pendidikan”. Bandung: Imperial Bhakti
Utama.
Dhieni Nurbiana, dkk. 2008. “Metode Pengembangan Bahasa”. Jakarta: Elangga.
E. Mulyasa. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Fitria, Sari Dewi. 2005. “Pengembangan Media Audio Visual Dalam
Pembelajaran Kosa Kata Bahasa Inggris Siswa Kelas IV Madrasah
Ibtidaiyah Negeri Dawu Kecamatan Batealit Kabupaten Jepara”. Malang:
FKIP Universitas Negeri Malang.
http//:www.guruenglishwordpress.com. (diakses pada 23 Juli 2012)
http//:www.instrumenPTK.com.(diakses pada 23 Juli 2012)
http//:www.repository.upi.edu. (diakses pada 19 September 2012)
Moleong, J. Lexy. 2001. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung: Rosda.
Santrock, W. John. 2007. “Perkembangan Anak”. Jakarta: Erlangga.
Solehudin, M. 2000. “Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah”. Bandung: FIP UPI.
Sugiarti, Titik. 2007. “Motivasi Belajar”. Jakarta: Cerdas Pustaka.
Sujiono, Yulianti Nuraini, dkk. 2007. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta:
Universitas Terbuka
Suratno. 2005. Pengembangan Kreatifitas Anak Usia Dini. Jakarta : Depdiknas
Suyatno. 2005. Permainan Pendukung Bahasa & Sastra. Jakarta : PT
Grasindo
Syamsu LN. 2004, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Utama, Nurhadi Sapta. 2003. “Upaya Meningkatkan Kosa Kata Bahasa Inggris
Melalui Metode Bercerita Pada Anak Usia Dini”. Jember: FKIP Universitas
Negeri Jember.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


134
PERBEDAAAN ANTARA PENGGUNAAN MEDIA VIDEO
PEMBELAJARAN DAN MEDIA POWERPOINT TERHADAP MOTIVASI
DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
PEMANDUAN WISATA KELAS XI USAHA PERJALANAN WISATA
(UPW) SMK NEGERI 1 SAMARINDA.

Titi Wagiyanti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan motivasi


belajar yang menggunakan media video pembelajaran dan media
powerpoint, perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint pada mata pelajaran
pemanduan wisata. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model rancangan kuasi eksperimen dan rancangan deskriptif.
Sedangkan sampel yang diambil adalah seluruh populasi yaitu kelas
XI Usaha Perjalanan Wisata (UPW) 1 sebanyak 34 orang sebagai
kelas eksperimen dan kelas XI Usaha Perjalanan Wisata (UPW) 2
sebanyak 34 orang sebagai kelas kontrol. Hasil uji statistik dengan
menggunakan Uji t menunjukkan pada hipotesis pertama thitung =
6,813 > ttabel = 2,039, berarti H0 ditolak dan Ha diterima, terdapat
perbedaan motivasi belajar antara yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint; dan hipotesis kedua thitung =
3,620 > ttabel = 2,039, berarti H0 ditolak dan Ha diterima, terdapat
perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint. Dengan demikian hasil
penelitian ini menyimpulkan: 1) terdapat perbedaan motivasi belajar
Pemanduan Wisata yang menggunakan media video pembelajaran
dan media powerpoint, motivasi belajar siswa yang diajar dengan
bantuan media video pembelajaran lebih tinggi dibandingkan dengan
bantuan media powerpoint; dan 2) terdapat perbedaan hasil belajar
Pemanduan Wisata yang menggunakan media video pembelajaran
dan media powerpoint, hasil belajar siswa yang diajar dengan
bantuan media video pembelajaran lebih baik jika dibandingkan hasil
belajar siswa yang diajar dengan bantuan media powerpoint.

Kata kunci: Media Video Pembelajaran, Motivasi Belajar, Hasil


Belajar

PENDAHULUAN
Pemilihan media pembelajaran yang kurang tepat akan membuat proses
belajar mengajar kurang menarik, kurang memotivasi dan tidak menyenangkan,
sehingga motivasi belajar siswa menjadi rendah. Dampaknya adalah pemahaman
pada pelajaran yang kurang mendalam dan hasil belajar yang rendah. Kemp and

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


135
Dayton dalam Ahsan (2006:3), mengemukakan kontribusi media pembelajaran
adalah: 1) Pembelajaran dapat lebih menarik, interaktif; 2) Waktu pelaksanaan
pembelajaran dapat diperpendek; 3) Kualitas pembelajaran dapat lebih
ditingkatkan; 4) Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses
pembelajaran dapat ditingkatkan; 5) Peran guru berubah ke arah yang positif.
Menurut Hamalik dalam Azhar (2005:15) bahwa pemakaian media
pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan
minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan
membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Berdasarkan pendapat-
pendapat tersebut di atas sangat jelas bahwa dalam suatu proses pembelajaran
diperlukan alat bantu media pembelajaran yang dapat dipandang, didengar dan
didiskusikan sehingga dapat menarik perhatian serta melibatkan siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Hal tersebut tentu akan menumbuhkan animo dan
motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran secara sungguh-sungguh, serta dapat
memperoleh prestasi secara optimal.
Salah satu media audio video (pandang dengar) yang mampu menarik
perhatian dan memberikan motivasi belajar adalah video pembelajaran. Media
video yang diproyeksikan melalui video ini dapat mengarahkan perhatian siswa
pada pelajaran, dengan demikian siswa tersebut akan mudah mengingat sebanyak
mungkin materi dan pada akhirnya akan diperoleh hasil belajar yang baik.
Penelitian ini menggunakan media pembelajaran berupa video tentang tata
cara memandu wisatawan yang peneliti unduh dari situs youtube
(www.youtube.com), kemudian dimodifikasi sesuai dengan keperluan materi
pelajaran pemanduan wisata. Kemampuan film atau video melukiskan gambar
hidup dan suara, memberikan daya tarik tersendiri. Media tersebut dapat
menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang
rumit, menyingkat atau memperpanjang waktu dan mempengaruhi sikap.
Proses pembelajaran menggunakan media video akan lebih menarik bagi
siswa sehingga akan menumbuhkan motivasi belajar. Tampilan yang ditunjukkan
oleh video akan memberikan rangsangan atau stimulus dan menantang siswa
untuk lebih jauh mempelajari atau mendalami materi pelajaran. Siswa yang
memiliki motivasi belajar yang baik akan memperhatikan pelajaranyang
disampaikan dan memahaminya secara mendalam. Selain itu, siswa memiliki
keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajarnya, memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
Motivasi dalam proses belajar mengajar berfungsi :1) Menyediakan kondisi
yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar; 2) Menggiatkan semangat
belajar siswa; 3)Menimbulkan atau menggugah minat siswa agar mau belajar;
4) Mengikat perhatian siswa pada kegiatan belajar; 5) Membantu siswa agar
mampu dan mau mendukung pencapaian tujuan belajar maupun hidupnya dimasa
mendatang.
Sesuai dengan pendapat-pendapat di atas, sangat jelas kaitan antara
keberadaan media video pembelajaran, motivasi belajar dan hasil belajar. Media
video akan menumbuhkan rangsangan menarik bagi siswa untuk belajar
pemanduan wisata. Rangsangan belajar inilah yang identik dengan motivasi

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


136
belajar yang berfungsi melecutkan semangat siswa untuk konsisten belajar. Jika
sudah bersemangat, tertarik untuk belajar maka akan dengan mudah mencapai
tujuan belajar. Hal tersebut akan berdampak pada hasil belajar yang memuaskan.
Adapun data empiris yang diperoleh peneliti di kelas XI Usaha Perjalanan
Wisata (UPW) terdapat permasalahan yang dihadapi dalam proses belajar
mengajar Pemanduan Wisata di SMK Negeri 1 Samarinda antara lain adalah:
1) Proses belajar-mengajar masih berpusat pada guru; 2) Proses belajar-mengajar
yang belum membangkitkan inovasi dan kreativitas peserta didik; 3) Terbatasnya
pengetahuan guru tentang berbagai media pembelajaran; 4) Guru belum
menerapkan media video pembelajaran dalam proses mengajar di kelasnya.
Pembelajaran mata pelajaran Pemanduan Wisata selama ini dilakukan oleh
guru dengan menjelaskan materi melalui penerapan metode ceramah, diskusi,
penugasan dengan media power point. Sementara itu dalam proses belajar
mengajar siswa cenderung pasif dan kurang aktif bertanya. Berdasarkan fenomena
tersebut maka penulis termotivasi untuk mengangkat penelitian dengan judul "
Perbedaan Antara Penggunaan Media Video Pembelajaran dan Media Powerpoint
terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Pemanduan
Wisata Kelas XI Usaha Perjalanan Wisata (UPW) SMK Negeri 1 Samarinda”.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan motivasi belajar Pemanduan Wisata siswa kelas XI
Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint?
2. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa kelas XI
Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint?

KAJIAN PUSTAKA
Media Pembelajaran
Rusman (2012:160), menyatakan mengenai media pembelajaran sebagai
salah satu komponen proses belajar mengajar yang memiliki peranan sangat
penting dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar. Hal ini sejalan
dengan pendapat Gagne sebagaimana dikutip Ali dalam Rusman (2012:160),
media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
memberikan rangsangan untuk belajar.
Pendapat tersebut diperkuat juga oleh pendapat Miarso dalam Rusman
(2012:160), bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan
untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan
kemauan si belajar sehingga mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja,
bertujuan dan terkendali.
Media juga didefinisikan oleh Gerlach dan Ely dalam Arsyad (2014:3)
adalah manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sedangkan
AECT (Association of Education and Communication Technology) dalam Arsyad
(2014:3) menyebut bahwa media sebagai segala bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Adapun Latuheru dalam
Arsyad (2014:4), memberi batasan media sebagai semua bentuk perantara yang

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


137
digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan atau
pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai
kepada penerima yang dituju.
Hakikat media pembelajaran adalah sebagai wahana untuk menyampaikan
pesan atau informasi dari sumber pesan yang diteruskan pada penerima. Pesan
atau bahan ajar yang disampaikan adalah materi pembelajaran untuk mencapai
tujuan pembelajaran atau sejumlah kompetensi yang telah dirumuskan, sehingga
dalam prosesnya memerlukan media sebagai sub sistem pembelajaran.
Fungsi Media Pembelajaran
Kempt dan Dayton dalam Rusman (2012:164), fungsi utama media
pembelajaran adalah
1. Memotivasi minat dan tindakan, direalisasikan dengan teknik drama atau
hiburan.
2. Menyajikan informasi, digunakan dalam rangka penyajian informasi dihadapan
sekelompok siswa.
3. Memberi instruksi, informasi yang terdapat dalam media harus melibatkan
siswa.
Sadiman dalam Herminingsih (2010:12) menyatakan secara umum media
pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (dalam bentuk kata-
kata tertulis atau lisan belaka).
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra.
Jenis Media Pembelajaran
Pengelompokkan berbagai jenis media apabila dilihat dari segi
perkembangan teknologi oleh Seel Gasgow dalam Herminingsih (2010:13) dibagi
dalam dua kategori, yaitu media tradisional dam media teknologi mutakhir.
1. Media Tradisional
2. Media Teknologi Mutakhir
Media Video
Video adalah media komunikasi audio visual yang digunakan untuk
menyampaikan informasi dalam bentuk gambar dan suara. Tian Belawati dalam
Herminingsih (2010:18) menyatakan bahwa kaset video merupakan suatu medium
yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran. Prawoto dalam
Herminingsih (2010:18) menyatakan video menyajikan materi visual yang
kemiripannya dekat dengan obyek yang asli, baik mengenai bentuk, warna dan
gerakannya untuk mahluk yang bergerak. Demikian pula dengan suara yang
disajikan, berasal dari benda atau mahluk hidup yang menghasilkan suara tersebut
dan atau suara yang ditambahkan berupa suara tiruan atau buatan.
Adapun Azhar Arsyad dalam Herminingsih (2010:19) mengemukakan
bahwa kemampuan film dan video melukiskan gambar hidup dan suara
memberinya daya tarik tersendiri. Media ini pada umumnya dapat digunakan
untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi dan pendidikan. Media ini dapat
menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang
rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat dan memperpanjang waktu dan
mempengaruhi sikap.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


138
Pembelajaran Menggunakan Video
Miarso dalam Herminingsih (2010:22) mengemukakan bahwa pembelajaran
menggunakan video adalah pembelajaran yang menggunakan audio visual. Video
akan memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan-
peralatan mekanis dan elektrolis untuk menyampaikan pesan-pesan. Pembelajaran
dengan Video dapat dikenal dengan mudah karena menggunakan perangkat keras
didalam proses pengajaran. Video memungkinkan memproyeksikan gambar
hidup, pemutaran kembali suara dan penayangan visual yang berukuran besar.
Menggunakan Video dibutuhkan Video player ataupun CD Room. Pembelajaran
dengan video dalam penelitian ini dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1. Kegiatan Awal, meliputi apersepsi atau motivasi, pengajuan tujuan yang
hendak dicapai.
2. Kegiatan Inti, mencakup: a) penjelasan singkat tentang garis besar materi yang
akan dipelajari; b) pembelajaran dengan menggunakan file video berformat
MP4 atau Video sesuai cara penggunaan. Pada materi penting putaran video
dapat dipelankan atau dihentikan dan siswa dapat melakukan pengamatan
(observasi), mencatat hal-hal yang penting serta mendikusikan dengan
temannya; dan c) Kegiatan diskusi dan tanya jawab.
3. Kegiatan Akhir, berisi penyampaian kesimpulan dan penekanan kembali hal-
hal penting dalam materi serta evaluasi.
Media Powerpoint
Hidayat (2011:151), berpendapat bahwa microsoft powerpoint adalah salah
satu paket aplikasi dari Micosoft Office yang menyajikan program presentasi yang
sangat membantu kegiatan penyajian atau presentasi makalah, media
pembelajaran dan lain-lain. Adapun Fauzi (2006:168) menyatakan aplikasi
presentasi adalah program yang dibuat untuk menyusun dan membuat penyajian
sesuatu yang disampaikan melalui suatu presentasi dengan menggunakan
teknologi komputer serta mutlimedia. Aplikasi presentasi yang merupakan paket
office diantaranya Microsoft Powerpoint.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka disimpulkan bahwa media
powerpoint adalah program aplikasi berisi teks, grafik, bagan animasi yang
digunakan untuk menyajikan bahan presentasi sebagai media pembelajaran.
Keunggulan Microsoft Powerpoint
Microsoft powerpoint 2010 memiliki kelebihan dan keunggulan dalam hal
fasilitas yang tersedia bila dibandingkan dengan versi sebelumnya maupun
program presentasi lainnya. Fasilitas ini memberikan kemudahan untuk
merancang dan membuat program presentasi agar lebih menarik.
Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan faktor yang bersifat intelektual. Perannya akan
khas adalah dalam hal gairah atau semangat belajar siswa. Di dalam kelas
motivasi bersifat ganda, artinya disatu sisi dapat berpengaruh terhadap peristiwa
belajar itu sendiri, sedangkan disisi lain dapat berfungsi dalam urusan pengelolaan
kelas. Dalam urusan belajar, motivasi dapat menggalakkan rasa ingin tahu
(curiosity drive), rasa ingin memahami dan berhasil (completency drive), dan rasa

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


139
bekerja sama (reciprocity drive) pada siswa.Sedangkan dalam urusan pengelolaan
kelas motivasi dapat berpengaruh dalam mengatur tingkah laku siswa. Purwanto
(2004:70), menyebutkan beberapa fungsi motivasi belajar yaitu:
1. Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak.
2. Menentukan arah perbuatan yaitu petunjuk suatu tujuan yang hendak dicapai
3. Menyelesaikan perbuatan yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
akan dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Disamping itu menurut Sardiman (2012:85), ada juga fungsi lain dari
motivasi yaitu “motivasi ialah sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi”.
Jelaslah bahwa fungsi motivasi itu memberikan suatu nilai atau intensitas
tersendiri dari seorang siswa dalam meningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajarnya.
Motivasi penting bagi siswa dan guru. Bagi siswa motivasi belajar berfungsi
untuk menyadarkan kedudukan pada awal belajar dan hasil akhir,
menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan
teman sebaya, mengarahkan kegiatan belajar, memberikan semangat belajar, dan
menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja secara
berkesinambungan.
Bagi guru motivasi berfungsi untuk :
1. Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa untuk belajar
sampai berhasil.
2. Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa dikelas bermacam ragam.
3. Meningkatkan dan menyadarkan guru sebagai pendidik.
4. Memberi peluang guru untuk memotivasi siswa untuk belajar sampai berhasil,
dengan mengubah siswa tak berminat menjadi bersemangat belajar.
Adanya motivasi yang kuat dapat mendorong siswa melakukan usaha untuk
meningkatkan prestasi belajarnya disekolah. Karena dengan motivasi itu dapat
membuat seseorang siswa melakukan kegiatan belajar secara aktif dan penuh
konsentrasi. Berdasarkan pendapat para ahli tentang motivasi belajar maka dapat
diambil kesimpulan bahwa motivasi belajar berkaitan dengan proses belajar.
McClelland dalam Widoyoko (2014:235), merumuskan ciri-ciri operasional
perilaku individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan individu dengan
motivasi berprestasi rendah. Mereka yang memiliki motivasi tinggi memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Memperlihatkan berbagai tanda aktivitas fisiologis yang tinggi.
2. Menunjukkan kewaspadaan yang tinggi.
3. Berorientasi pada keberhasilan dan sensitif terhadap tanda-tanda yang
berkaitan dengan peningkatan prestasi kinerjanya.
4. Memiliki tanggung jawab secara pribadi atas kinerjanya.
5. Menyukai umpan balik berupa penghargaan dan bukan insentif untuk
peningkatan kinerjanya.
6. Inovatif mencari hal-hal yang baru dan efisien untuk peningkatan kinerjanya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


140
Hasil Belajar
Benjamin S. Bloom sebagaimana dikutip oleh Muhibbin (2006:76)
menyatakan, ada tiga ranah hasil belajar, yaitu: 1) ranah kognitif terdiri dari
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi; 2) ranah afektif
terdiri dari penerimaan, pemberian tanggapan, pemberian nilai, dan karakteristik
nilai; 3) ranah psikomotorik terdiri dari gerakan refleks, gerakan dasar yang
utama, kemampuan persepsi, kemampuan fisik, gerakan trampil, dan kemampuan
berkomunikasi melalui gerakan tubuh.
Menurut Sudjana (2005:3), hasil belajar mencakup pembentukan watak
yang lebih mengarah pada perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri
siswa yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik yang terjadi
melalui proses pembelajaran. Adapun Jihad (2013:14) berpendapat hasil belajar
merupakan pencapaian perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu
tertentu. Pendapat Usman dalam Jihad (2013:16), hasil belajar yang dicapai oleh
siswa sangat erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang
direncanakan guru sebelumnya yang dikelompokkan kedalam tiga katagori, yakni
domain kognitif, afektif dan psikomotor.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka hasil belajar pada dasarnya
berhubungan dengan kompetensi atau hasil kemampuan yang telah dicapai oleh
siswa selama proses belajar mengajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik. Hasil belajar bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi tentang
keberhasilan penerapan suatu metode pembelajaran yang diterapkan oleh seorang
guru. Semakin bagus hasil yang dicapai siswa maka akan mencerminkan
keberhasilan guru dalam mengajar. Dalam proses pembelajaran, khususnya yang
berlangsung di kelas sebagian besar ditentukan oleh peranan guru yang dominan
yaitu:
1. Guru sebagai demonstrator yaitu guru hendaknya menguasai materi
pembelajaran dan senantiasa mengembangkan kemampuannya dalam bidang
ilmu yang dimilikinya, karena hal ini sangat menentukan hasil belajar yang
dicapai peserta didik
2. Guru sebagai pengelola kelas yaitu guru bertanggung jawab memelihara
lingkungan fisik kelasnya agar menyenangkan
3. Guru sebagai fasilitator yaitu yang memberikan kemudahan dalam
pembelajaran
4. Guru sebagai evaluator dalam menilai proses dan hasil belajar yang telah
dicapai siswa
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagaimana pendapat Mulyasa
(2003:123), untuk memperlancar belajar dan meningkatkan hasil belajar ada yaitu:
1. Hendaknya dibentuk kelompok belajar karena dengan belajar bersama peserta
didik yang kurang paham dapat diberitahu oleh peserta didik lain yang lebih
paham
2. Semua pekerjaan dan latihan yang diberikan guru hendaknya dikerjakan segera
dan sebaik-baiknya
3. Mengesampingkan perasaan negatif dalam membahas atau berdebat mengenai
suatu masalah atau pelajaran

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


141
4. Rajin membaca buku dan majalah yang berhubungan dengan pelajaran,karena
dengan banyak membaca maka batas pandangan mengenai suatu pelajaran
akan tambah luas
5. Berusaha melengkapi dan merawat dengan baik alat-alat belajar
6. Selalu jaga kesehatan agar dapat belajar dengan baik, tidur teratur, makan
makanan bergizi dan banyak istirahat
7. Waktu rekreasi gunakan sebaik-baiknya
8. Mengadakan persiapan jika akan ujian
Hakikat Pelajaran Pemanduan Wisata
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, yang dimaksud dengan wisata adalah kegiatan perjalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat
tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan
daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Sedangkan
wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
Adapun pariwisata itu sendiri merupakan macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dan kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara
serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Industri Pariwisata muncul karena adanya keunikan etnik lokal, alam, flora,
fauna maupun budaya sebagai hasil cipta, karsa, rasa dan budi manusia. Tanpa
adanya keunikan itu, tak akan ada kepariwisataan. Orang melakukan perjalanan
karena ingin menikmati keunikan yang tidak ada didaerah asalnya. Dengan
mempertahankan keunikan alam dan budaya, berarti menjaga kelestarian
lingkungan hidup serta meningkatkan kualitas hidup, tanpa merusak sumber
kehidupan manusia yaitu alam dan budayanya.
Kegiatan mengeksplorasi industri pariwisata, dilakukan dengan cara
memberikan informasi wisata kepada calon-calon wisatawan. Kegiatan
memberikan bimbingan dan saran kepada wisatawan merupakan hakikat
pemanduan wisata. Orang yang memberi bimbingan tersebut disebut pemandu
wisatawan atau lebih dikenal sebagai pramuwisata (tour guide).
Keberhasilan pemanduan ditentukan oleh sejauh mana persiapan telah
dilakukan, seorang pemandu dalam mengumpulkan informasi untuk persiapan
harus benar-benar akurat dan dapat dipercaya. Tidak boleh berbohong kepada
wisatawan dalam memberikan informasi.
Perbedaan Motivasi Belajar Siswa Antara yang Menggunakan Media Video
Pembelajaran dan Media Powerpoint
Penggunaan media video membuat komunikasi lebih jelas, menarik dan
pengalaman belajar sebagai pemandu wisata diperagakan secara langsung melalui
video tersebut, berbeda jauh jika dibanding dengan media powerpoint yang
cenderung statis dan satu arah. Dengan demikian maka diasumsikan bahwa siswa

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


142
yang diberi pembelajaran dengan media video memiliki motivasi yang lebih tinggi
dibanding siswa yang diajar dengan bantuan media powerpoint.
Perbedaan Hasil Belajar Pemanduan Wisata antara yang Menggunakan
Media Video Pembelajaran dan Media Powerpoint.
Penggunaan media video pembelajaran merupakan salah satu faktor yang
turut berperan menentukan hasil belajar dan tanpa adanya variasi penggunaan
media yang menarik diduga akan berdampak negatif pada hasil belajar
Pemanduan Wisata siswa kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1
Samarinda.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan motivasi belajar siswa kelas XI Usaha Perjalanan Wisata
SMK Negeri 1 Samarinda antara yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda antara yang menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint.

METODE PENELITIAN
Metode dan Desain Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian maka jenis penelitian ini adalah penelitian
eksperimen, dan menggunakan metode penelitian dengan model rancangan
deskriptif dan rancangan kuasi eksperimen (quasy experiments). Sedangkan
rancangan penelitian yang digunakan berdasarkan pendapat Nashir (2010:281),
adalah “Non Equivalent Control Group Design” Dalam penelitian terdapat dua
kelompok kelas yang ditetapkan sebagai sampel penelitian, yaitu satu kelas
eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen memperoleh pelajaran
Pemanduan Wisata dengan menggunakan media video pembelajaran sedangkan
kelas kontrol memperoleh pelajaran dengan menggunakan media powerpoint.

Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
2. Angket
3. Tes

HASIL PENELITIAN
Motivasi Belajar Siswa Menggunakan Media Video Pembelajaran
Tabel 1. Hasil Analisis Data Motivasi Kelas Media Video Pembelajaran
Kelas Sampel N Nilai Min Max 𝑋̅ SD S2
XI UPW 1 (Eksperimen) 34 4517 113 147 132,85 12,101 146,432
Untuk memperjelas kecenderungan penyebaran distribusi skor variabel
Motivasi Belajar secara grafis dalam bentuk histrogram pada gambar 1 berikut.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


143
Gambar 1. Histogram Hasil Nilai Skor Motivasi Kelas Media Video Pembelajaran

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah siswa yang memperoleh


skor motivasi antara 145-150 dengan kategori motivasi tinggi sebanyak 13 orang
atau 38%, yang memperoleh skor 122-144 atau kategori motivasi sedang
sebanyak 13 orang atau 38% dan kategori motivasi rendah dengan rentang skor
antara 30-121 sebanyak 8 orang atau 24%.

Motivasi Belajar Siswa Menggunakan Media Powerpoint


Tabel 2. Hasil Analisis Data Motivasi Kelas Media Powerpoint
Kelas Sampel N Nilai Min Max 𝑋̅ SD S2
XI UPW 2 (Kontrol) 34 3935 103 131 115,74 8,258 68,201
Untuk memperjelas kecenderungan penyebaran distribusi skor variabel
Motivasi Belajar secara grafis dalam bentuk histrogram pada gambar 2 berikut.

Gambar 2. Histogram Hasil Nilai Skor Motivasi Kelas Media Powerpoint

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah siswa yang memperoleh


skor motivasi antara 124-150 dengan kategori motivasi tinggi sebanyak 8 orang
atau 24%, yang memperoleh skor 108-123 atau kategori motivasi sedang

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


144
sebanyak 18 orang atau 52% dan kategori motivasi rendah dengan rentang skor
antara 30-107 sebanyak 8 orang atau 24%.

Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Media Video Pembelajaran


Tabel 3. Hasil Analisis Data Hasil Belajar Kelas Media Video Pembelajaran
Kelas Sampel N Nilai Min Max 𝑋̅ SD S2
XI UPW 1 (Eksperimen) 34 2628 66 88 77,29 6,013 36,153
Data hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa di atas yaitu nilai
terendah 66 sampai nilai tertinggi 88. Diperoleh nilai rata-rata sebesar 77,29
standar deviasi 6,013, nilai varian 36,153 dengan nilai minimal 66 dan nilai
maksimal 88. Berikut ini adalah histogram nilai hasil belajar kelas eksperimen
dengan menggunaan media video pembelajaran terlihat pada gambar 3 berikut.

Gambar 3. Histogram Nilai Hasil Belajar Kelas Media Video Pembelajaran

Berdasarkan gambar histogram 4.3 di atas terlihat bahwa dari sejumlah 34


siswa, yang memperoleh nilai kategori istimewa tidak ada, yang memperoleh nilai
kategori amat baik 13 orang atau 38%, yang memperoleh nilai kategori baik 18
orang atau 53%, dan yang memperoleh nilai kurang 3 atau 9%.

Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Media Powerpoint


Tabel 4. Hasil Analisis Data Hasil Belajar Kelas Media Powerpoint
Kelas Sampel N Nilai Min Max 𝑋̅ SD S2
XI UPW 2 (Kontrol) 34 2455 60 81 72,21 5,569 31,017
Data hasil penelitian mengenai hasil belajar siswa di atas yaitu nilai
terendah 60 sampai nilai tertinggi 81. Diperoleh nilai rata-rata sebesar 72,21
standar deviasi 5,569, nilai varian 31,017 dengan nilai minimal 60 dan nilai
maksimal 81. Hasil belajar siswa ini diperoleh dari kelas XI Usaha Perjalanan
Wisata 2. Kelas ini sebagai kelas kontrol dalam, sehingga peneliti dapat
mengambil data secara akuntabel. Adapun histogram hasil belajar kelas kontrol
dengan menggunakan media powerpoint dapat dilihat pada gambar 4 berikut.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


145
Gambar 4. Histogram Nilai Hasil Belajar Kelas Media Powerpoint

Berdasarkan gambar 4 di atas terlihat bahwa dari sejumlah 34 siswa, yang


memperoleh nilai kategori istimewa tidak ada, yang memperoleh nilai kategori
amat baik 3 orang atau 9%, yang memperoleh nilai kategori baik 18 orang atau
53%, dan yang memperoleh nilai kurang 13 orang atau 38%.
Pengujian Persyaratan Analisis
1. Pengujian Normalitas
Hasil uji normalitas pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh data
p = 0,986 dan taraf signifikansi α = 0,05. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa kelas dengan menggunakan media powerpoint berdistribusi
normal karena 0,986>0,05, dengan taraf kepercayaan 95%.
Uji distribusi normal adalah uji untuk mengukur apakah data kita memiliki
distribusi normal sehingga dapat dipakai dalam statistik parametrik (statistik
inferensial) dengan. Peneliti menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dalam
menguji normalitas data karena uji ini termasuk dalam kategori Goodness Of Fit
Test dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini.
2. Pengujian Homogenitas
Berdasarkan hasil uji homogenitas diperoleh nilai signifkansinya 0,856.
Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka berdasarkan kriteria
pengambilan keputusan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
varians antara kelas eksperimen dengan menggunakan media video pembelajaran
dengan kelas kontrol dengan bantuan media powerpoint atau dengan kata lain
varians kedua kelas tersebut homogen.
3. Pengujian Independensi
Berdasarkan hasil uji independensi, nilai signifkansinya 0,002. Karena
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka berdasarkan kriteria pengambilan
keputusan dapat disimpulkan bahwa ada kaitan antara hasil belajar yang
menggunakan media video pembelajaran dengan hasil belajar yang menggunakan
media powerpoint.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


146
Pengujian Hipotesis
Pengujian Hipotesis Pertama: Terdapat perbedaan motivasi belajar siswa kelas
XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda antara yang menggunakan
media video pembelajaran dan media powerpoint.
Untuk menguji hipotesis pertama ini digunakan Uji t untuk menguji apakah
terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh
harga t hitung =6,813, lebih besar dari t tabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar
2,039. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa:
H0 : Tidak Terdapat perbedaan motivasi belajar siswa kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint.
Ha : Terdapat perbedaan motivasi belajar siswa kelas XI Usaha Perjalanan
Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint.
Berdasarkan hasil thitung yang dibandingkan dengan ttabel, diperoleh
keputusan thitung lebih besar dari t tabel,, maka berarti bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
motivasi belajar siswa kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1
Samarinda yang menggunakan media video pembelajaran dan media powerpoint.
Pengujian Hipotesis Kedua: Terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara yang
menggunakan media video pembelajaran dan media powerpoint.
Untuk menguji hipotesis kedua yaitu terdapat perbedaan hasil belajar
Pemanduan Wisata siswa kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1
Samarinda antara yang menggunakan media video pembelajaran dan media
powerpoint menggunakan Uji t. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh harga t
hitung =3,620, lebih besar dari t tabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,039.
Hipotesis uji sebagai berikut:
H0 : Tidak Terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa kelas XI
Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint
Ha : Terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint.
Hasil perhitungan dari t hitung yang dibandingkan dengan t tabel, maka
diperoleh t hitung lebih besar dari t tabel, berarti bahwa H0 ditolak dan Ha diterima.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar
Pemanduan Wisata siswa kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1
Samarinda menggunakan media video pembelajaran dan media powerpoint.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


147
PEMBAHASAN
Perbedaan motivasi belajar siswa kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK
Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media video pembelajaran dan
media powerpoint.
Berdasarkan data yang diperoleh maka hipotesis yang diuji adalah :
H0 : (µ1=µ2) ; Ha : (µ1≠µ2). Hipotesis yang dikemukakan untuk hipotesis
alternatif (Ha) adalah “terdapat perbedaan motivasi belajar siswa kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint”. Sedangkan untuk Hipotesis 0 (H0)
dirumuskan: “tidak terdapat perbedaan motivasi belajar siswa kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint”.
Hasil uji hipotesis pertama yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan
motivasi belajar siswa kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1
Samarinda yang menggunakan media video pembelajaran dan media powerpoint
pada mata pelajaran Pemanduan Wisata terbukti. Hal tersebut menunjukkan
bahwa siswa dengan motivasi belajar tinggi cenderung memiliki hasil belajar
Pemanduan Wisata yang tinggi, sedangkan siswa dengan motivasi belajar rendah
cenderung memiliki hasil belajar Pemanduan Wisata yang rendah. Hasil penelitian
ini juga menemukan fakta bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar rendah,
namun diberi pelajaran dengan bantuan media video yang menyenangkan,
cenderung memiliki prestasi lebih baik, jika dibanding hanya diajar dengan media
powerpoint.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa penggunaan media video pembelajaran
sangat baik untuk terus diterapkan di dalam kelas guna memotivasi siswa dalam
proses pembelajaran. Sesuai dengan data dalam penelitian ini sudah terbukti
bahwa terdapat perbedaan motivasi belajar siswa kelas XI Usaha Perjalanan
Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media video pembelajaran
dan media powerpoint. Skor motivasi siswa yang diajar dengan bantuan media
video pembelajaran lebih tinggi dibandingkan skor motivasi siswa yang diajar
hanya dengan bantuan media powerpoint.
Perbedaan Hasil Belajar Pemanduan Wisata Siswa Kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda antara yang menggunakan
Media Video Pembelajaran dan Media Powerpoint.
Model pembelajaran dengan alat bantu media video, membuka kesempatan
siswa untuk mengeksplorasi kemampuan mereka dalam mengikuti pelajaran.
Tampak pula sikap mereka yang penuh antusias, semangat dan senang. Setelah
mereka menyaksikan kegiatan pemanduan wisata dalam video, siswa mengerjakan
tugas, tanya jawab dan berdiskusi.
Jika diantara siswa ada yang tidak memahami pembelajaran dengan bantuan
media video ini, mereka langsung bertanya pada guru yang selalu siap
memberikan kesempatan pada siswa untuk bertanya sebanyak-banyaknya dengan
memperhatikan setiap individu tanpa mengganggu aktivitas belajar secara keselur
Pelaksanaan pembelajaran dengan bantuan media khususnya media video
dapat meningkatkan hasil maupun proses pembelajaran itu sendiri. Rusman

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


148
(2012:163) menyatakan bahwa salah satu fungsi media pembelajaran adalah
meningkatkan hasil dan proses pembelajaran. Secara kualitas maupun kuantitas
media pembelajaran sangat berkontribusi terhadap hasil dan proses pembelajaran.
Cara memperoleh hasil belajar dapat melalui sebuah pengalaman belajar.
Media video pembelajaran sebagai media audio visual sangat berperan
mendukung pencapaian hasil belajar secara maksimal. Hanafiah dan Cucu Suhana
(2012:60) menyatakan pengalaman belajar dapat diperoleh melalui alat bantu
pendengaran dan penglihatan (audio visual aid) berbentuk situasi dan kondisi
yang sesungguhnya, mengamati benda pengganti dalam wujud alat peraga dan
membaca bahan-bahan cetakan.
Berbeda dengan kelas yang pembelajarannya tidak menggunakan media
video pembelajaran atau kelas dengan bantuan media powerpoint, guru
menerangkan pelajaran melalui layar proyektor dan siswa memperhatikan
keterangan guru, kemudian siswa memindahkan pada buku catatan masing-
masing. Pembelajaran menjadi kurang efektif meskipun pembelajaran berusaha
untuk fokus ke layar proyektor. Siswa cenderung apatis dan terpaku dengan
tampilan statis di layar proyektor, sehingga kesempatan untuk membangkitkan
imajinasi untuk praktik pemanduan wisata menjadi kurang menarik.
Berdasarkan data yang diperoleh maka hipotesis yang diuji adalah:
H0 : (µ1=µ2) ; Ha : (µ1≠µ2). Hipotesis yang dikemukakan untuk hipotesis
alternatif (Ha) adalah “terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa
kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint”. Sedangkan untuk Hipotesis 0 (H0)
dirumuskan: “tidak terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa
kelas XI Usaha Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda menggunakan media
video pembelajaran dan media powerpoint”.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas
siswa, pada kelas pembelajaran dengan media video lebih meningkat
dibandingkan dengan aktivitas siswa pada kelas media powerpoint yang lebih
bersifat konvensional. Siswa kelas media video lebih antusias, dan sangat tinggi
semangat belajarnya, sedangkan aktivitas kelas media powerpoint terkadang
menurun motivasi belajarnya.

KESIMPULAN
1. Terdapat perbedaan motivasi belajar Pemanduan Wisata yang menggunakan
media video pembelajaran dan media powerpoint. Motivasi belajar siswa yang
menggunakan media video pembelajaran dalam kategori tinggi sebanyak tinggi
sebanyak 13 orang atau 38%, kategori motivasi sedang sebanyak 13 orang atau
38% dan kategori motivasi sebanyak 8 orang atau 24%. Sedangkan motivasi
belajar siswa dengan menggunakan media powerpoint kategori tinggi sebanyak
8 orang atau 24%, kategori sedang sebanyak 18 orang atau 52% dan kategori
rendah sebanyak 8 orang atau 24%.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar Pemanduan Wisata siswa kelas XI Usaha
Perjalanan Wisata SMK Negeri 1 Samarinda yang menggunakan media video
pembelajaran dan media powerpoint.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


149
Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media video
pembelajaran kategori amat baik 13 orang atau 38%, kategori baik 18 orang atau
53%, dan kategori kurang 3 orang atau 9%. Sedangkan hasil belajar siswa yang
diajar dengan menggunakan media powerpoint kategori amat baik 3 orang atau
9%, kategori baik 18 orang atau 53%, dan kategori kurang 13 orang atau 38%.

IMPLIKASI
Implikasi Teoritis
Penelitian ini berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan teori-teori
pendidikan khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan media sebagai alat
bantu pengajaran dan juga sebagai sarana untuk memecahkan masalah
pendidikan.
Implikasi Praktis
1. Guru dituntut menguasai pemanfaatan berbagai media pembelajaran.
2. Guru dapat menerapkan metode pembelajaran bervariasi.
3. Peran ruang praktik kejuruan Usaha Perjalanan Wisata sebagai sarana unjuk
kerja siswa dalam memandu wisatawan harus dapat dimaksimalkan.
4. Guru lebih berperan dalam membelajarkan siswa secara aktif

SARAN
1. Pembelajaran dengan bantuan media video memerlukan guru bermotivasi
tinggi dan terampil.
2. Pembelajaran dengan powerpoint tetap bisa diteruskan dengan syarat peran
siswa lebih dominan.
3. Guru Pemanduan Wisata harus mampu memilih strategi dan media
pembelajaran yang tepat.
4. Penelitian masih sebatas meneliti pengaruh penggunaan media dan motivasi
belajar siswa terhadap hasil belajarnya, sehingga peneliti lain dapat
mengembangkan permasalahan penelitian secara lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.
Arsyad, Azhar. 2014. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Dimyati dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.
Fauzi, Harry D. 2006. Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi.
Bandung: Armico.
Hamalik, Oemar. 2007. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


150
Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Herminingsih, Tri Retno. 2010. Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran
VCD dan Media Cetak Terhadap Prestasi Belajar Biologi Ditinjau dari
Motivasi Belajar Pada Siswa SMP (Penelitian Pada Siswa SMPN 1 di
Kabupaten Banjarnegara Tahun 2008/2009). Tesis Program Studi
Teknologi Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Hidayat, Rudi. 2011. Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Erlangga.
Jihad, Asep. 2013.Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo.
Mintoro. 2014. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial. (http:
www.depdiknas.go.id/Jurnal/35/Mintoro, htm diakses tanggal 25 Mei 2014.
Mulyasa. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Peraturan Pemerintah Nomor. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 41 Tahun 2007 Tentang
Standar Proses.
Purwanto. 2009. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya.
Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Bandung:
Alfabeta.
Syah, Muhibbin. 2006. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sardiman. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Singgih, Santoso. 2000. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Jakarta: Elex Media Komputindo.
Siswanto. 2005.Pangantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
_______. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Sudjana, Nana. 1992. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
_______. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2002. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Sinar
Baru Algensindo, Bandung.
Sukmadinata, NS. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


151
Widoyoko, S. Eko Putro. 2014. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijaya, T Adi dan Anjrah Mintana. Keteramilan Komputer dan Pengelolaan
Informasi. Jakarta: Erlangga.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


152
PENINGKATAN AKTIVITAS, MOTIVASI, DAN HASIL BELAJAR IPS
SISWA KELAS V MELALUI PENGGUNAAN PEMBELAJARAN
KOOPERATIF MODEL NHT DI SDN. 007 SAMARINDA ILIR

Chelda Yuliana
Guru SDN 007 Samarinda Ilir

ABSTRAK

Tujuan Penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas guru dan


siswa,motivasi belajar siswa, dan meningkatkan hasil belajar siswa
dalam belajar IPS melalui penggunaan strategi pembelajaran model
Numbered Head Together (NHT) di SDN. 007 Samarinda Ilir.
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dikenal
dengan istilah Classroom Action Research (CAR). Pembelajaran yang
digunakan adalah strategi pembelajaran kooperatif dengan model
NHT. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran
kooperatif model NHT mampu meningkatkan aktivitas guru dan siswa,
motivasi yang berdampak pada peningkatkan hasil belajar IPS materi
persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Aktivitas guru selama
pembelajaran mengalami peningkatan dari masing-masing setiap
siklus dari pelaksanaan siklus I hingga ke siklus III, dalam kriteria
baik karena sudah memenuhi semua aspek, aktivitas siswa dalam
setiap siklus mengalami peningkatan, dari siklus I hingga ke siklus III
karena kategori aspek yang ada pada aktivitas siswa mengalami
peningkatan dan dikategorikan aktif. Peningkatan motivasi belajar
siswa dalam proses pembelajaran yang terlihat dalam presentase
peningkatan dari siklus I hingga ke siklus III dibuktikan dengan
semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang
disampaikan guru. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara
klasikal telah tercapai. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa terjadi peningkatan aktivitas guru dan siswa,
motivasi belajar siswa, dan hasil belajar IPS siswa kelas V melalui
penggunaan strategi pembelajaran kooperatif model Numbered Head
Together (NHT) di SDN. 007 Samarinda Ilir tahun pembelajaran
2015/2016.

Kata Kunci: strategi pembelajaran kooperatif, numbered head


together (NHT), persiapan proklamasi kemerdekaan
indonesia.

PENDAHULUAN
Proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreativitas
siswa, terutama dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Masih
banyak guru, terutama guru Sekolah Dasar yang menggunakan metode

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


153
konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga
suasana belajar terkesan kaku dan didominasi oleh guru. Menghindari kegiatan
belajar mengajar yang bersifat monoton dan membosankan bagi peserta didik,
maka metode pembelajaran sangat berperan. Untuk itu, Nasution menegaskan
bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menggunakan metode yang tepat
supaya proses pembelajaran dapat berjalan efektif. Selain itu, guru juga harus
mampu menciptakan situasi yang membuat siswa senang dalam pembelajaran,
sehingga hasil belajar siswa meningkat. Dalam proses pembelajaran syarat
pemilihan metode harus disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan sekolah
yang ada di suatu tempat agar tercipta suasana yang komunikatif, interaktif, dan
kondusif dalam proses pembelajaran di sekolah tersebut.
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru
dan peserta didik, dalam suatu situasi pendidikan atau pengajaran untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan. Dalam proses pengajaran di kelas, seringkali anak
dianggap sebagai wadah kosong yang dapat diisi ilmu pengetahuan atau informasi
apapun oleh guru. Selama ini, jarang menemukan guru yang benar-benar
memperhatikan aspek perasaan atau emosi murid, kesiapan mereka untuk belajar
baik secara fisik maupun psikis. Yang sering terjadi adalah guru masuk ke kelas,
murid duduk manis dan diam, lalu guru langsung mengajar.
Menurut informasi yang diperoleh peneliti dari guru kelas V (lima) Sekolah
Dasar Negeri (SDN) No. 007 Samarinda Ilir, hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPS sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan semester I
Tahun Ajaran 2015/2016 yaitu, dari 38 siswa terdapat 8 siswa yang memperoleh
nilai 81 sampai dengan 99, 12 siswa memperoleh nilai 61 sampai dengan 80, dan
16 siswa memperoleh nilai 10 sampai dengan 40. Dari data yang diperoleh
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih kurang. Siswa yang tuntas hanya
15 siswa dan yang belum tuntas 21 siswa. Ini membuktikan bahwa hasil belajar
siswa pada mata pelajaran IPS masih di bawah rata-rata Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yaitu 70. Selain itu aktivitas guru dan siswa kurang aktif, kreatif,
motivatif, dan menarik sehingga banyak siswa yang mengalami kejenuhan dalam
pembelajaran IPS di kelas.
Masalah-masalah tersebut di atas apabila dibiarkan terus menerus maka
akan menjadi penghalang aktivitas guru dan siswa, siswa dan siswa, kurangnya
motivasi belajar di kelas dan akan menciptakan suasana kejenuhan dalam
pembelajaran sehingga mempengaruhi hasil belajar siswa khususnya mata
pelajaran IPS.
Untuk menciptakan suasana belajar yang komunikatif dan interaktif guru
harus dapat menciptakan suasana pembelajaran yang berpusat pada siswa (student
centered), sebagaimana yang disinggung oleh Rogers dengan konsep belajarnya
yang disebut dengan “student centered learning”, yakni pembelajaran yang
berpusat kepada siswa. Inti dari konsep belajar Rogers tersebut adalah: 1) guru
tidak bisa mengajar orang lain tetapi guru hanya bisa memfasilitasi belajarnya; 2)
seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada hal-hal yang dapat
memperkuat atau menumbuhkan rasa percaya dirinya; 3) manusia tidak bisa
belajar kalau di bawah tekanan; dan 4) pendidikan akan membelajarkan peserta

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


154
didik secara signifikan bila tidak ada tekanan terhadap peserta didik dan adanya
perbedaan persepsi atau pendapat yang difasilitasi/diakomodasi.
Seorang guru yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan
keahliannya sebagai guru di depan kelas. Komponen yang harus dikuasai adalah
menggunakan bermacam-macam model yang bervariasi yang dapat menarik minat
belajar siswa dan guru tidak hanya cukup dengan memberikan ceramah di depan
kelas. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyasa yang menyatakan bahwa proses
pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruh peserta didik
terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosial dalam proses pembelajaran.
Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru, sebagai salah satu unsur
pendidik, agar mampu melaksanakan tugas profesionalnya adalah memahami
bagaimana peserta didik belajar dan bagaimana mengorganisasikan proses
pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
peserta didik, serta memahami proses belajar yang terjadi pada diri siswa.
Tantangan guru dalam mengajar akan semakin kompleks. Siswa pada masa
kini cenderung mengharapkan para gurunya mengajar dengan baik dan
menggairahkan. Persoalannya adalah ketika guru masih kurang sekali menguasai
dalam menggunakan model mengajar yang baru, maka proses pembelajaran di
kelas akan menjadi tidak efektif dan berdaya guna, sehingga sulit tercapai tujuan-
tujuan spesifik pembelajaran, terutama bagi siswa yang berkemampuan rendah.
Apalagi model pembelajaran IPS yang dilakukan guru saat ini juga masih
menekankan pada aspek kebutuhan formal yaitu mengembangkan kemampuan
menghafal materi pelajaran dengan aktivitas mencatat, mendengar, atau menjawab
pertanyaan guru, dibanding kebutuhan riil siswa yaitu membiasakan untuk
memahami informasi yang ada dan menghubungkannya serta menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari sehingga proses pembelajaran terkesan sebagai
pekerjaan administratif dan belum mengembangkan potensi anak secara optimal.
Salah satu upaya untuk mengembangkan potensi siswa dalam pembelajaran
saat ini, khususnya mata pelajaran IPS adalah dengan metode pembelajaran
kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang dilakukan dengan pembagian atau pembentukan kelompok
belajar dengan memberi kesempatan kepada setiap peserta didik untuk bekerja
sama dengan semua siswa dalam tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan untuk
memberikan tanggung jawab kepada siswa tentang keberhasilan kelompoknya dan
juga membantu teman lainnya untuk sukses bersama.
Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan dapat memberikan solusi dan
suasana baru yang menarik dalam pengajaran sehingga memberikan pembelajaran
dengan konsep atau pendekatan baru. Pembelajaran kooperatif membawa konsep
inovatif, dan menekankan keaktifan siswa, di mana siswa bekerja dengan sesama
siswa lainnya dalam suasana yang harmonis dan saling bekerja sama, serta
memiliki banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi. Selain itu juga dapat memotivasi siswa untuk
melakukan kegiatan belajar dan melatih siswa lebih aktif, lebih berani
mengemukakan pendapat dan bertanggung jawab. Dengan kondisi kelas yang
demikian akan menumbuhkan motivasi belajar siswa dalam belajar, seperti yang
dikatakan Donni bahwa banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


155
memotivasi peserta didik, antara lain memberi nilai, hadiah, kompetisi, pujian,
dan hukuman, karena motivasi merupakan pendorong tingkah laku peserta didik,
sehingga akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Di mana menurut Nana hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan penelitian dengan
judul “Peningkatan Aktivitas, Motivasi dan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V
Melalui Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Model NHT di SDN. 007
Samarinda Ilir”.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan penelitian tindakan kelas (PTK). PTK ini
dilaksanakan melalui tiga siklus dan masing-masing terdiri dari empat tahap yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi, untuk melihat peningkatan
motivasi dan hasil belajar siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 007 Samarinda Ilir
yang berada di jalan Damai kelurahan Sidodamai kecamatan Samarinda Ilir
Samarinda. SDN. 007 memiliki 6 (enam) rombongan belajar untuk kelas V.
Sebagai objek penelitian peneliti memilih kelas V.A, karena motivasi belajar
siswa sangat kurang dan hasil belajar IPS yang diperoleh rendah di bawah KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal). KKM mata pelajaran IPS di SDN. 007 adalah 70.
Waktu penelitian ini dilakukan pada semester II, yaitu di bulan April sampai di
akhir bulan Mei 2016 pada tahun ajaran 2015/2016.
Peneliti memilih kelas V.A yang jumlah siswanya ada 38 orang, 18 siswa
perempuan dan 20 siswa laki-laki sebagai subjek penelitian karena di kelas ini
motivasi belajarnya sangat kurang dan hasil belajar IPS pada Kompetensi Dasar
Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memprokla-masikan kemerdekaan
Indonesia, sangat rendah di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai pemberi tindakan dan instrumen
sekaligus pengumpul data penelitian serta dibantu oleh teman sejawat sebagai
observer. Sedangkan objek penelitiannya adalah pembelajaran IPS melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
Penelitian ini dilaksanakan sebanyak 3 siklus dalam setiap siklus
dilaksanakan empat kali pertemuan. Tahap-tahap penelitian tindakan berupa suatu
siklus yang meliputi kegiatan: 1) perencanaan; 2) pelaksanaan; 3) observasi; dan
4) refleksi.
Teknik Analisis Data
Data kuantitatif menggunakan analisis deskriptif komparatif, yaitu
membandingkan nilai hasil belajar siklus I dengan siklus II dan nilai kuis siklus II
dengan siklus III. Analisis data kualitatif adalah data kualitatif berupa hasil
observasi, catatan lapangan, dan wawancara yang dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif. Data Kualitatif menggunakan analisis deskriptif, yaitu
membandingkan hasil observasi dari proses pembelajaran mulai dari siklus I,
siklus II, dan siklus III.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


156
Kriteria peningkatan motivasi terlihat apabila siswa sudah ada perhatian
selama proses belajar, menguasai materi, semangat dalam belajar, tidak mudah
putus asa, ada kemampuan untuk bertanya dan menjawab, adanya kerjasama
dalam satu kelompok, dan mampu menanggapi masalah dalam diskusi kelompok.
Kriteria peningkatan hasil belajar IPS dapat dilihat apabila terjadi peningkatan
hasil nilai kuis siklus I dibanding dengan nilai siklus II, dan nilai kuis siklus II
dibanding dengan nilai siklus III. Dalam hal ini diharapkan siswa memperoleh
nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Penarikan kesimpulan /verifikasi adalah data yang diperoleh dari data
lapangan bersama observer (pengamat). Penarikan kesimpulan mencakup makna
data serta penjelasan data yang diperoleh dalam catatan lapangan.

HASIL PENELITIAN
Hasil Penelitian Siklus I
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan sebagai berikut: 1) Guru mulai terlihat dalam meotivasi siswa dan
dalam menyampaikan tujuan pembelajaran; 2) Guru mulai terlihat dalam
pengelolaan waktu; dan 3) Siswa kurang begitu antusias selama pembelajaran
berlangsung.
Tabel 1. Rekapitulasi PBM Siklus I
No Komponen Persentase
1 Aktivitas Guru 57%
2 Aktivitas Siswa 40%
3 Motivasi 68%
4 Hasil Belajar 45%
Dari keterangan di atas dapat dirangkumkan hasil aktivitas guru, aktivitas
siswa, motivasi siswa, dan hasil belajar siklus I dalam bentuk grafik adalah
sebagai berikut.
80% 57% 68%
60% 40% 45%
40%
20% Aktivitas Guru
0% Aktivitas Siswa
Motivasi Siswa
Hasil Belajar

Gambar 1. Grafik Rangkuman PBM Siklus I

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih terdapat


kekurangan, sehinggan perlu adanya revisi untuk dilakukan pada siklus
berikutnya. Revisi yang akan dilakukan pada siklus berikutnya adalah: 1) Guru
perlu lebih terampil dalam memotivasi siswa dan lebih jelas dalam
menyampaikan tujuan pembelajaran, di mana siswa diajak untuk terlibat langsung

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


157
dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan; 2) Guru perlu mendistribusikan waktu
secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu dan
memberi catatan; dan 3) Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
Hasil Penelitian Siklus II
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar diperoleh informasi dari hasil
pengamatan sebagai berikut: 1) Guru mulai berkembang dalam memotivasi siswa
dan dalam menyampaikan tujuan pembelajaran; 2) Guru mulai berkembang dalam
pengelolaan waktu, membimbing siswa merumuskan kesimpulan, dan
menemukan konsep; 3) Siswa mulai berkembang dalam mengerjakan LKPD dan
menjawab pertanyaan guru; dan 4) Antusias siswa mulai berkembang selama
pembelajaran berlangsung.
Tabel 2. Rekapitulasi PBM Siklus II
No Komponen Persentase
1 Aktivitas Guru 79%
2 Aktivitas Siswa 79%
3 Motivasi Siswa 80%
4 Hasil Belajar 63%
Dari keterangan di atas dapat dirangkumkan hasil aktivitas guru, aktivitas
siswa, motivasi belajar, dan hasil belajar siklus II adalah berturut-turut sebesar
79%, 79%, 80%, dan 63%. Selain itu hasil aktivitas guru, aktivitas siswa, motivasi
siswa, dan hasil belajar siklus II dapat dirangkum dalam bentuk grafik sebagai
berikut.
79% 79% 80%
80%
60% 63%
Aktivitas Guru
40%
20% Aktivitas Siswa

0% Motivasi Siswa

Aktivitas Hasil Belajar


Aktivitas
Guru Motivasi
Siswa Hasil
Siswa
Belajar

Gambar 2. Grafik Rangkuman PBM Siklus II

Pelaksanaan kegiatan belajar pada siklus II ini masih terdapat kekurangan-


kekurangan. Maka perlu adanya revisi untuk dilaksanakan pada siklus III antara
lain: 1) Guru dalam memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih
termotivasi selama proses belajar mengajar berlangsung; 2) Guru harus lebih
dekat dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik untuk
mengemukakan pendapat atau bertanya; 3) Guru harus lebih sabar dalam
membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep; 4) Guru harus
mendistribusikan waktu seara baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan; dan 5) Guru sebaiknya menambah lebih banyak
contoh soal dan memberi soal-soal latihan pada siswa untuk dikerjakan pada
setiap kegiatan belajar mengajar.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


158
Hasil Penelitian Siklus III
Pada tahap ini akan dikaji apa yang telah terlaksana dengan baik maupun
yang masih mulai terlihat dalam proses belajar mengajar dengan penerapan
strategi pembelajaran kooperatif model NHT. Dari data-data yang telah diperoleh
dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Selama proses belajar mengajar guru telah
melaksanakan semua pembelajaran dengan baik. Meskipun ada beberapa aspek
yang belum sempurna, tetapi persentase pelaksanaannya untuk masing-masing
aspek cukup besar; 2) Berdasarkan data hasil pengamatan diketahui bahwa siswa
aktif selama proses belajar berlangsung; 3) Kekurangan pada siklus-siklus
sebelumnya sudah mengalami perbaikan dan peningkatan sehingga menjadi lebih
baik; dan 4) Hasil belajar siswa pada siklus III mencapai ketuntasan.
Tabel 3. Rekapitulasi PBM Siklus III
No Komponen Persentase
1 Aktivitas Guru 93%
2 Aktivitas Siswa 93%
3 Motivasi Siswa 95%
4 Hasil Belajar 84%
Dari keterangan di atas dapat dirangkumkan hasil aktivitas guru, aktivitas
siswa, hasil belajar, dan motivasi belajar siklus III adalah bertururt-turut sebesar
93%, 93%, 95%, dan 84%. Selain itu hasil aktivitas guru, aktivitas siswa, motivasi
siswa, dan hasil belajar siklus II dapat dirangkum dalam bentuk grafik sebagai
berikut.

96% 95%
94% 93% 93%
92%
Aktivitas Guru
90%
88% Aktivitas Siswa
86%
84%Motivasi Siswa
84%
82% Hasil Belajar
80%
78%
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Motivasi Siswa Hasil Belajar

Tabel 3. Grafik Rangkuman PBM Siklus III

Pada siklus III guru telah menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan baik dan dilihat dari aktivitas siswa serta hasil belajar siswa
pelaksanaan proses belajar mengajar sudah berjalan dengan baik. Maka tidak
diperlukan revisi terlalu banyak, tetapi yang perlu diperhatikan untuk tinddakan
selanjutnya adalah memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada
dengan tujuan agar pada pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan proses
belajar mengajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


159
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil dari pengamatan dan analisa data untuk aktivitas guru
selama pembelajaran telah terjadi peningkatan mulai dari siklus I, siklus II,
hingga siklus III. Pada siklus I terdapat aspek yang kurang baik antara lain: guru
mengkondisikan kelas, menyampaikan tujuan pembelajaran, mengadakan
apersepsi, menggunakan media pembelajaran dan berbagai sumber belajar,
menyampaikan materi pelajaran, menjelaskan aturan permainan dalam model
pembelajaran NHT, menyiapkan pertanyaan, memberikan pertanyaan kepada
siswa, memberikan pertanyaan kepada siswa, memberikan kesempatan kepada
siswa yang nomornya disebut untuk memikirkan jawabannya, memberikan
kesempatan kepada siswa yang nomornya sama dalam tiap kelompok untuk
menjawab pertanyaan secara bergantian, menilai jawaban siswa setiap kelompok,
bersama siswa mengadakan evaluasi, membimbing siswa untuk menyimpulkan
pelajaran, menutup pelajaran, pengelolaan waktu, dan guru antusias.
Pada siklus II hal-hal yang kurang pada siklus I telah diminimalkan bahkan
dihilangkan pada siklus II namun aspek yang perlu diperhatikan dalam siklus II
adalah mengadakan apersepsi, memotivasi siswa, membimbing siswa
merumuskan kesimpulan, menemukan konsep, dan pengelolaan waktu
pembelajaran. Pada siklus III berdasarkan hasil pengamatan telah lebih baik dan
meningkat daripada siklus II, guru telah menerapkan strategi pembelajaran
kooperatif model NHT dengan baik serta telah mengadakan apersepsi, memotivasi
siswa, membimbing siswa merumuskan kesimpulan, menemukan konsep, dan
pengelolaan waktu pembelajaran juga dengan baik. Aktivitas guru yang juga
dominan pada siklus I antara lain guru membuka pelajaran, membentuk siswa
dalam enam kelompok, membagikan nomor kepada semua siswa secara individu,
dan memberikan LKPD. Adapun yang dominan pada siklus II adalah memberikan
pertanyaan kepada siswa dengan menyebutkan nomor siswa secara acak dan
bergantian dalam setiap kelompok dan hal ini lebih meningkat jika dibandingkan
pada siklus I, sedangkan pada siklus III peningkatannya telah tampak di semua
aspek mulai dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisa data untuk aktivitas siswa selama
pembelajaran berlangsung mulai siklus I terdapat aspek yang kurang antara lain
memberikan pertanyaan kepada siswa dengan menyebutkan nomor siswa secara
acak dan bergantian dalam setiap kelompok, siswa juga kurang memahami
pelajaran, kurang memahami tugas yang diberikan, kurang mendengarkan
penjelasan guru, serta kurangnya antusias siswa pada pelajaran IPS. Pada siklus II
telah terdapat peningkatan aktivitas siswa, hal ini dikarenakan siswa telah mulai
terbiasa dengan strategi pembelajaran kooperatif model NHT sehingga
kekurangan di siklus I dapat diminimalkan.
Pada siklus III semua aspek mengalami peningkatan, yang berarti
kekurangan pada siklus I dan II telah dapat dikurangi. Aktivitas siswa yang juga
dominan terdapat pada siklus I adalah menjawab salam dan berdoa bersama,
kesiapan siswa menerima pelajaran, mencatat sambil mendengarkan penjelasan
guru, kemampuan siswa mengerjakan LKPD, dan menyimpulkan materi yang
telah dipelajari. Adapun yang dominan pada siklus II adalah siswa bekerjasama
dalam kelompok dan kemampuan siswa mengerjakan LKPD. Siklus III secara

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


160
keseluruhan telah meningkat pada semua aspek. Aktivitas siswa dalam proses
strategi pembelajaran kooperatif model NHT dalam setiap siklus mengalami
peningkatan. Hal ini berdampak positif terhadap hasil belajar siswa yaitu dapat
ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar siswa pada setiap
siklus yang terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan analisa data untuk motivasi belajar siswa baik pada siklus I,
siklus II, dan siklus III mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan adanya
pengaruh baik dari dalam maupun luar diri siswa, sehingga siswa memiliki
adanya suatu dorongan untuk melakukan yang lebih baik guna mencapai pada
tujuan pembelajaran. Motivasi siswa dalam penelitian ini yang menggunakan
strategi pembelajaran model NHT tergolong tinggi.
Berdasarkan hasil analisa data ketuntasan hasil belajar siswa mulai dari
siklus I, siklus II, dan siklus III terdapat peningkatan. Hal ini diketahui dari
jumlah siswa sebanyak 38 siswa di kelas V.A pada siklus I siswa yang telah
tuntas hanya 17 siswa, di siklus II sebanyak 24 siswa yang telah tuntas dan pada
siklus III, siswa yang telah tuntas 32 siswa. Hal ini dapat dilihat dari adanya
peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan strategi pembelajaran
kooperatif model NHT, sehingga membuat siswa menjadi lebih terbiasa dan lebih
mudah dalam memahami materi yang telah diberikan. Ketuntasan hasil belajar
siswa juga dipengaruhi oleh aktivitas guru, aktivitas siswa, dan motivasi siswa itu
sendiri baik dari dalam maupun dari luar diri siswa. Dari hasil kriteria ketuntasan
minimal (KKM) mengajar di sekolah yang telah ditetapkan sebesar 70 telah
terpenuhi secara bertahap dari siklus I hingga siklus III dengan presentase
ketuntasan belajar yang meningkat. Melalui hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa strategi pembelajaran kooperatif model NHT memiliki dampak positif
dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin
mantapnya pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru. Pada
siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal telah tercapai.

KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan selama tiga siklus,
dan berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1) Terjadi peningkatan aktivitas guru dalam proses
pembelajarannya, hal ini terlihat dalam hasil pengamatan, yaitu adanya
peningkatan aktivitas guru dalam pelaksanaan siklus I ke siklus II, dan siklus II ke
siklus III. Hal ini menyatakan bahwa aktivitas guru dalam proses pembelajaran
sangat baik; 2) Terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa dalam proses
pembelajarannya, hal ini terlihat dalam hasil pengamatan, yaitu adanya
peningkatan aktivitas belajar siswa dari pelaksanaan siklus I ke siklus II, dan
siklus II ke siklus III. Semua aspek yang ada pada aktivitas siswa mengalami
peningkatan yang baik; 3) Terjadi peningkatan motivasi belajar siswa dalam
proses pembelajaran yang terlihat dalam presentase peningkatan dari pelaksanaan
siklus I ke siklus II dan dari siklus II ke siklus III. Sehingga motivasi sangat
berperan dalam peningkatan hasil belajar siswa; dan 4) Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heaad Together (NHT) telah memberikan dampak
positif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan meningkatnya

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


161
ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus, dengan penerapan model
pembelajaran tipe NHT mempunyai pengaruh yang positif, yaitu: 1) dapat
meningkatkan aktivitas guru dan aktivitas siswa; 2) dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa yang ditunjukkan dengan hasil komunikasi langsung dengan
beberapa siswa yang rata-rata pernyataannya menyatakan bahwa mereka tertarik
dan bersemangat; dan 3) dapat meningkatkan nilai hasil belajar siswa.

SARAN
Dari hasi penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses
belajar mengajar IPS lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi
siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut: 1) Guru diharapkan dapat
menerapkan model pembelajaran kooperatif model NHT sebagai salah satu
alternatif untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran di kelas dan untuk
meningkatkan hasil belajar IPS siswa. 2) Siswa diharapkan untuk lebih aktif dan
kreatif dalam belajar dengan membiasakan diri bekerjasama dalam kelompok
belajar. 3) Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, guru hendaknya lebih
sering melatih siswa dengan berbagai metode pembelajaran dari hal yang
sederhana sampai yang rumit, sehingga siswa dapat menemukan pengetahuan
baru, memperoleh konsep baru, dan keterampilan beragam dalam memecahkan
masalah-masalah yang dihadapinya. 4) Perlunya peran dari semua tenaga pendidik
di sekolahh untuk menerapkan proses pembelajaran model NHT dalam
pengajarannya supaya proses pembelajaran bervariasi, tidak hanya tergantung dari
satu metode saja karena model ini tidak memerlukan sarana dan prasarana yang
rumit dan mahal, hanya perlu perubahan langkah dalam proses pelaksanaannya.
5) Perlunya sosialisasi model pembelajaran NHT ini kepada semua guru sebagai
salah satu upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. 6) Diharapkan
sekolah dapat mendukung kegiatan pembelajaran dengan menyediakan fasilitas-
fasilitas yang dapat menunjang proses pembelajaran IPS yang kreatif. 7) Perlu
adanya penelitian yang lebih lanjut, karena hasil penelitian ini hanya dilakukan
dua bulan tahun ajaran 2015/2016, untuk penelitian serupa hendaknya dilakukan
perbaikan-perbaikan agar diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Antonius. 2015. Buku Pedoman Guru. Bandung: Yrama Widya.


Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan untuk Guru, Kepala Sekolah, dan
Pengawas. Yogyakarta: Aditya Media.
Aunurrahman. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial. Jakarta: BSNP.
Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Zain, Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


162
Mulyasa, H.E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasution, S. 2014. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Oemar, Hamalik. 2010. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Press.
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana.
Sudjana, Nana. 2014. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono, 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2011. Panduan Lengkap Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) Teori dan Praktik. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


163
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020
164
PENINGKATAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR KELAS VI PADA
MATA PELAJARAN PKn DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN
EXPLERIENTIAL LEARNING MELALUI STRATEGI ROLE PLAYING
DI SDN 008 BALIKPAPAN BARAT

Ratnawati
Guru SD Negeri 008 Balikpapan Barat

ABSTRAK

Telah dilakukan upaya perbaikan proses pembelajaran melalui


penelitian tindakan kelas (PTK) menggunakan pendekatan
Experiential Learning dengan strategi role playing. Pendekatan ini
mempunyai arti belajar melalui penghayatan langsung atas
pengalaman yang diaktualisasikan melalui strategi bermain peran
(role playing). Strategi ini menuntut siswa untuk memerankan
karakter yang ada pada teks dialog sehingga siswa aktif dalam
pembelajaran. Dengan memerankan tokoh yang ada dalam teks
dialog, siswa seolah-olah mengalami sendiri apa yang terjadi di
dalam teks dialog. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk
1) meningkatkan motivasi siswa dalam belajar; dan 2) meningkatkan
hasil belajar siswa kelas VI SDN 008 Balikpapan Barat dalam mata
pelajaran PKn dengan menggunakan pendekatan experiential
learning melalui strategi role playing. PTK ini dilaksanakan dalam
dua siklus. Hasil penelitian tindakan kelas menyimpulkan bahwa
pembelajaran PKn dengan menggunakan pendekatan experiential
learning melalui strategi role playing dapat meningkatkan motivasi
yang ditunjukkan oleh keaktifan, antusiasme, dan hasil belajar siswa.
Hasil belajar siswa yang diperoleh dari tes menunjukkan nilai 58,13
sebelum penelitian tindakan, meningkat menjadi 68,84 pada siklus 1
dan meningkat lagi menjadi 80,94 pada siklus 2.

Kata kunci: experiential learning, role playing, keaktifan siswa, hasil


belajar

PENDAHULUAN
Di era globalisasi seperti sekarang ini, guru sebagai pendidik dituntut untuk
memiliki kompetensi profesional yang tinggi dan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan terutama yang berkaitan dengan profesinya sehingga mampu
bersaing. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru adalah dapat berpikir
dan bertindak ilmiah untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam
bidang pendidikan.
Dalam proses KBM di sekolah, permasalahan yang paling sering terjadi dan
dihadapi oleh guru adalah rendahnya hasil belajar siswa baik berupa aspek
kognitif, afektif maupun psikomotorik. Beberapa faktor yang mempengaruhi

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


165
keberhasilan proses belajar mengajar adalah: 1) siswa; 2) guru; 3) sarana dan
prasarana; dan 4) penilaian. Dari beberapa faktor tersebut, faktor yang utama
adalah siswa, sebab “kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung
kepada peserta didik” ( Hudoyo, 1990:8).
Banyak hal yang dapat menyebabkan hasil belajar siswa kurang
memuaskan, diantaranya adalah motivasi belajar siswa kurang. Salah satu tujuan
pendidikan adalah menghasilkan siswa yang mempunyai semangat untuk terus
belajar seumur hidup, penuh rasa ingin tahu dan keinginan untuk menambah ilmu,
meskipun pendidikan formal mereka telah berakhir. Kunci untuk mewujudkan
semua itu adalah adanya motivasi yang kuat dan terpelihara dalam diri siswa
untuk belajar (Suciati, 2007:33). Ketika motivasi belajar siswa berkurang, maka
siswa tersebut akan menjadi tidak bergairah, tidak aktif berpartisipasi dalam
KBM, tidak antusias bahkan mengantuk sehingga kurang perhatian.
Hal serupa juga dialami oleh penulis selaku guru ketika menjelaskan materi
PKn Pokok Bahasan “Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan
dalam proses rumusan Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan sehari
hari“ pada Semester I tahun ajaran 2018-2019 di Kelas VI SD Negeri 008
Balikpapan Barat. Gejala yang nampak ketika berlangsung KBM adalah kurang
memperhatikan penjelasan guru, sehingga ketika diadakan ujian harian pada akhir
pembelajaran, hasil belajar siswa tidak memuaskan. Penulis melihat hal tersebut
adalah suatu permasalahan yang harus dicari solusinya.
Hasil refleksi diri penulis menyimpulkan bahwa terjadinya permasalahan ini
dikarenakan kurangnya keterlibatan siswa dan metode pembelajaran yang tidak
tepat dalam KBM. Metode pembelajaran langsung dengan strategi ceramah dan
tanyajawab tidak memotivasi murid bahkan membuat murid menjadi bosan dan
pasif. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode pembelajaran yang
menyenangkan dan melibatkan seluruh siswa dalam KBM.
Beberapa masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah:
1) Bagaimana meningkatan motivasi siswa melalui penerapan pendekatan
experiential learning dengan strategi role playing pada saat pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan? dan 2) Apakah penerapan pembelajaran dengan
pendekatan experiential learning melalui strategi role playing pada mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI
SDN 008 Balikpapan Barat.
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar
siswa kelas VI SDN 008 Balikpapan Barat dalam mata pelajaran PKn dengan
pendekatan experiential learning melalui strategi role playing, dan meningkatkan
hasil belajar siswa kelas VI SDN 008 Balikpapan Barat dalam mata pelajaran PKn
dengan pendekatan experiential learning melalui strategi role playing.

KAJIAN PUSTAKA
Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar pada umumnya mempelajari
tentang bagaimana menjadi diri sendiri dan cara bergaul yang baik dengan
masyarakat, bangsa dan negara dengan didasarkan pada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Sosok manusia yang paling ideal di negara ini adalah
manusia yang mempunyai karakter berdemokrasi tinggi dengan akhlak yang

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


166
mulia. Untuk itu, PKn mempunyai tiga fungsi pokok dalam mengembangkan
pendidikan demokrasi, yakni mengembangkan kecerdasan warga negara (civic
intelligence), membina tanggungjawab warga negara (civic responsibility) dan
mendorong partisipasi warga negara (civic participation) (Winataputra, 2007:11)
Dengan adanya tiga fungsi pokok tersebut, maka jelaslah tujuan dari setiap
pembelajaran PKn. Untuk itu, guru dituntut membina peserta didiknya agar
menjadi warga negara yang baik. Demi memenuhi tuntutan tersebut, guru
diharapkan mampu menjelaskan dengan gamblang semua materi PKn di SD.
Tujuan pengajaran PKn kurikulum 2006 adalah agar peserta didik:
1) berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan;
2) berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi;
3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa
lainnya; dan 4) berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (Mendiknas, 2006).
Strategi pembelajaran role playing adalah strategi dengan menggunakan
dialog percakapan, dimana peserta didik nantinya diharapkan mampu
memerankan, memahami dan menghayati karakter tokoh di dalam teks
percakapan. Untuk itu, strategi ini memerlukan keaktifan dan daya kreativitas
yang tinggi dari peserta didik. Dengan strategi role playing ini, peserta didik
seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang ada dalam teks percakapan tersebut.
Dalam strategi ini, salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah
Experiential Learning. Pendekatan tersebut mempunyai empat syarat, yakni:
1) siswa memikul tanggungjawab pribadi untuk belajar apa yang ingin dicapainya;
2) lebih dari hanya sekadar melibatkan proses-proses kognitif; 3) tujuan
belajarnya meliputi pula aspek keterampilan dan aspek afektif; dan 4) siswa aktif
dalam proses belajar, baik secara fisik maupun secara logis (Mikarsa, 2007:20).
Pada awal pembelajaran, sebelum guru menjelaskan materi, siswa diajak
untuk bermain peran. Setelah siswa diajak bermain peran dengan menggunakan
pendekatan experiential learning, maka diadakan proses balikan (feedback).
Aspek terpenting dari model belajar adalah bahwa kaji tindak (action research)
didasarkan pada proses balikan (feedback) (Lewin pada Kolb, 1984:21).
Dengan strategi role playing, siswa akan termotivasi untuk belajar lebih
dalam. Guru dapat melakukan perubahan atau tindakan tertentu di dalam kelas
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa (Ames & Archer, 1987). Jika siswa
termotivasi ingin terus belajar, maka pembelajaran akan berjalan efektif. “Supaya
proses belajar efektif, diperlukan tingkat motivasi yang cukup kuat” (Suciati,
2007:311).
Kompetensi adalah sebagai suatu kecakapan untuk melakukan sesuatu
pekerjaan berkat pengetahuan, keterampilan ataupun keahlian yang dimiliki untuk
melaksanakan suatu pekerjaan (Depdiknas, 2004:4; Nana Sudjana, 2009:1:
Nurhadi, 2004:15). Berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosan No.14 Tahun
2005 Pasal 8 dan pasal 10, dapat disimpulkan standar Kompetensi guru adalah
suatu pernyataan tentang kriteria yang dipersyaratkan, ditetapkan dalam bentuk

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


167
penguasaan perangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan
keterampilan bagi seorang tenaga kependidikan sehingga layak disebut kompeten.
Standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang kait-mengait,
yakni: 1) pengelolaan pembelajaran; 2) pengembangan profesi; dan 3) penguasaan
akademik. Komponen pertama terdiri atas empat kompetensi, komponen kedua
memiliki satu kompetensi, dan komponen ketiga memiliki dua kompetensi.
Dengan demikian, ketiga komponen tersebut secara keseluruhan meliputi tujuh
kompetensi dasar, yaitu: 1) penyusunan rencana pembelajaran; 2) pelaksanaan
interaksi belajar mengajar; 3) penilaian prestasi belajar peserta didik;
4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik;
5) pengembangan profesi; 6) pemahaman wawasan kependidikan, dan
7) penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan).
Abdurrahman Mas’ud (dalam Suparlan 2005:99) menyebutkan tiga
kompetensi dasar yang harus dimiliki guru, yakni: 1) menguasai materi atau bahan
ajar; 2) antusiasme; dan 3) penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan
mendidik. Bigge (dalam dahar 1989) merangkumkan perbedaan penting antara
teori belajar, perilaku dan teori belajar kognitif. Seorang guru menganut teori
perilaku berkeinginan untuk mengubah perilaku siswa, sedangkan guru yang
berorientasi teori kognitif berkeinginan mengubah pemahaman siswanya. Struktur
kognitif seseorang suatu saat mengikuti segala sesuatu yang telah dipelajari oleh
seseorang (Ansubel Klausmer 1994:22).
Menurut (Rossr dalam Dahar 1989:80 ) konsep adalah suatu abstak yang
mewakili satu kelas obyek, kejadian, kegiatan atau hubungan yang memiliki
atribut yang sama. Bell (1995) memberikan batasan konsep dalam dua dimensi.
Dimensi pertama menyatakan konsep sebagai bentuk mental siswa yang ditandai
oleh satu atau lebih. Belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa
yang dilakukan, lihat, dan dengar (West & Penes, 1985).
Terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan dalam konstruktivisme (Tasker
1992:30) yaitu: 1) Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
bermakna; 2) Pentingnya membuat kaitan antara gagasan oleh siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan; dan 3) Mengaitkan gagasan siswa dengan informasi
baru di kelas.
Menurut Syah (1988) ditemukan bahwa penguasaan guru tentang metode
pangajaran masih di bawah standart, kenyataan itu diperkuat oleh hasil penelitian
Balitbang Depdiknas bahwa kemampuan membaca siswa kelas III di Indonesia
masih rendah, salah satunya kegagalan dalam proses belajar mengajar. Proses
pembelajaran mempunyai makna dan pengertian yang lebih luas dari pada
pengertian mengajar, karena di dalamnya tersirat kesatuan kegiatan yang tidak
dapat dipisahkan antara guru dan siswa yang terbentuk interaksi edukatif.
Peran guru dalam pembelajar IPS mempunyai hubungan erat dengan cara
mengaktifkan siswa dalam belajar terutama dalam pengembangan keterampilan.
Pengembangan keterampilan yang harus dimiliki siswa dalam keterampilan
berpikir, keterampilan sosial dan ketrampilan praktis (Balen, 1993). Harlen
(1992:48-50) pembelajaran interaktif membentuk langkah-langkah dan
menampilkan suatu pelajaran IPS, yaitu:

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


168
1. Persiapan: Guru dalam kelas memilih topik dan informasi yang
melatarbelakanginya.
2. Kegiatan penjelajahan: Lebih melibatkan siswa pada topik yang sedang
dibahas.
3. Pertanyaan anak: Saat kelas mengundang siswa untuk mengajukan pertanyaan
tentang topik yang dibahas.
4. Penyelidikan: Guru dan siswa memiliki pertanyaan untuk diekplorasi selama 2-
3 hari dalam 3-4 hari.
5. Refleksi : Melakukan evaluasi untuk memantapkan hal-hal yang terbukti dan
memisahkan hal-hal yang masih diperbaiki.
Berdasarkan pengkajian teori dan hasil-hasil kajian penelitian,serta dengan
menganalisis masalah, maka di rumuskam jawaban sementara dari permasalahan
penelitian sebagai berikut. “Jika metode pembelajaran role playing dengan
pendekatan experiential learning, maka siswa tidak akan jenuh sehingga
pembelajaran akan berjalan efektif, pada akhirnya akan berdampak pada hasil
belajar siswa yang positif”.

METODE PENELITIAN
PTK dilaksanakan setiap hari di lingkungan sekolah selama jam belajar di
sekolah., tempat pelaksanaannya di kelas VI semester 1 tahun pelajaran
2018/2019. Subjek pada kegiatan market day ini adalah seluruh siswa kelas VI
yang berjumlah 16 siswa yang terdiri dari siswa lakik- laki 20 siswa perempuan
16 siswa.
Setting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Kelas VI SD Negeri 008
Balikpapan Barat semester 1 tahun ajaran 2018/2019. Subyek penelitian
berjumlah 32 orang siswa. Penelitian dilaksanakan secara kolaboratif antara
penulis dan rekan sejawat sesama guru kelas kelas 1, 2 dan 3. Penulis bertugas
merancang tindakan, melaksanakan tindakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Sedangkan rekan sejawat melaksanakan observasi sesuai panduan observasi dan
memberi masukan kepada penulis dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, dan setiap siklus
terdiri atas tiga kali tatap muka kelas termasuk evaluasi/tes hasil belajar.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan satu siklus penelitian ini terdiri atas empat tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Observasi
dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Adapun rincian kegiatan
pada setiap tahap penelitian adalah:
Perencanaan
1. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan metode role
playing.
2. Membuat teks dialog dan skenario bermain peran
3. Menyiapkan panduan observasi
4. Membuat instrumen penilaian

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


169
Materi Pembelajaran
Materi pokok dalam penelitian ini adalah Nilai-nilai Perjuangan Dalam
Perumusan Pancasila yang meliputi sub pokok bahasan sebagaimana diperlihatkan
dalam gambar 1.
Pancasila

Pancasila Proses
sebagai perumusan
dasar negara Pancasila

Nilai-nilai juang
Dan
kebersamaan

Meneladani nilai-nilai
Juang Dan
kebersamaan
para tokoh Mengamalkan
nilai-nilai
Pancasila

Gambar 1. Peta Konsep Pembelajaran

Pelaksanaan Tindakan
Siklus 1
Siklus 1 dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yaitu: 1) pertemuan
pertama pada Hari Selasa 7 Agustus 2018; 2) pertemuan ke dua pada Hari Rabu
tanggal 8 Agustus 2018; dan 3) evaluasi berbentuk tes tertulis pada hari Selasa
tanggal 14 Agustus 2018. Jadwal pelaksanaan penelitian ini disesuaikan dengan
jadwal mata pelajaran PKn di Kelas VI SD Negeri 008 Balikpapan Barat materi
yang diajarkan adalah materi pada mata pelajaran PKn Kelas VI Semester I,
dengan standar kompetensi “Menghargai nilai-nilai juang dalam proses
perumusan Pancasila sebagai dasar negera”, dan kompetensi dasar “Meneledani
nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara dalam kehidupan sehari-hari”.
Pada siklus 1 ini, peneliti menggunakan pendekatan experiential learning
melalui strategi role playing. Pada awal pembelajaran, siswa diajak untuk bermain
peran (role playing) dengan membaca teks dialog tokoh yang diperankan
kemudian guru menjelaskan lebih lanjut materi pembelajaran tersebut. Hal ini
cukup efektif untuk menumbuhkan motivasi siswa, sehingga nantinya
pembelajaran dapat berjalan efektif.
Pada saat siswa bermain peran, rekan sejawat mengamati dan mencatat hal-
hal yang dirasa perlu untuk dimasukkan ke dalam data penelitian melalui lembar
observasi. Sedangkan peneliti sendiri, tetap mengatur dan membimbing siswa
dalam bermain peran.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


170
Siklus 2
Siklus 2 dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yaitu: 1 )pertemuan
pertama pada hari Selasa tanggal 21 Agustus 2018; 2 )pertemuan ke dua pada
hari Selasa tanggal 28 Agustus 2018; dan 3 )pertemuan ke tiga pada tanggal 29
Agustus 2018.
Observasi/Evaluasi
Saat siswa berdiskusi dengan kelompoknya, teman sejawat mengobservasi
siswa dengan panduan observasi. Sedangkan peneliti/guru mengevaluasi siswa
dengan kelompoknya (evaluasi proses). Setelah siswa berdiskusi, baru kemudian
peneliti selaku guru menambahkan pengetahuan yang belum diketahui oleh siswa
dengan strategi tanya jawab. Guru kemudian melakukan feedback atas apa yang
telah dilakukan selama pembelajaran berlangsung.
Evaluasi akhir pembelajaran menggunakan jenis tes tulis, dengan bentuk
subyektif. Dengan adanya penambahan strategi diskusi dan tanya jawab untuk
mendukung penggunaan pendekatan experiential learning melalui strategi role
playing, maka hasil belajar siswa menjadi meningkat dan memuaskan.
Refleksi
Pada tahap ini, peneliti bersama teman sejawat berdiskusi dan mencaritahu
atau menganalisis kekurangan yang terdapat pada siklus 1 belum sesuai
indikatornya dan target (80% ke atas) sesuai rencana ,maka di refleksikan
bersamma time tentang alternatif pemecahannya dan selanjutnya tindakan
berikutnya. Ukuran keberhasilan dapat di lihat dari 2 aspek yaitu aspek guru dan
aspek murid.keberhasilan aspek guru dapat di lihat dari mengimplementasikan
rencana pembelajaran mata pel;ajaran PKn.
Kreteria keberhasilan dari aspek murid dapat di lihat pada peningkatan
minat murid selama proses pembelajaran pada konsep konsep dalam mata
pelajaran PKn dengan menggunakan metode diskusi dilihat dari penguasaan
materi yang di ajarkan yaitu dengan melihat kemampuan murid dalam KBM dan
persentase pencapaian yang di kemukakan oleh Nurkencana (1989:;36) yaitu
jumlah frekuensi yang di harapkan di bagi jumlah responden kemudian di kali
100%.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara,
observasi, dan diskusi. Alat pengumpulan data dalam PTK ini menggunakan
panduan wawancara untuk mengetahui kemampuan awal yang dimili ki siswa
tentang Nilai-nilai Perjuangan Dalam Perumusan Pancasila. Lembar observasi
untuk mengetahui komponen Nilai-nilai Perjuangan Dalam Perumusan Pancasila.
Serta diskusi dilakukan dengan maksud untuk sharing tentang kesulitan belajar
anak oleh guru.
Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang bersiklus, artinya
penelitian dilakukan secara berulang dan berkelanjutan sampai tujuan penelitian
dapat tercapai. Alur PTK dapat dilihat pada gambar berikut.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


171
Perencanaan Pelaksanaan
Permasalahan
tindakan I tindakan I

Pengamatan/
Refleksi I
pengumpulan data I
Permasalahan baru
hasil refleksi Perencanaan
Pelaksanaan
tindakan II
tindakan II

Refleksi II Pengamatan/
Apabila pengumpulan data II
permasalahan belum
terselesaikan Dilanjutkan ke siklus
berikutnya

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian Tindakan Kelas

HASIL PENELITIAN
Deskripsi Kegiatan
Kegiatan pelaksanaa awal penelitian yang tepatnya pada bulan juli 2018
peneliti mengadakkan penelitian di kelas VI SDN 008 Balikpapan Barat yang
menjadi tempat penelitian. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di Kelas VI
SD Negeri 008 Balikpapan Barat semester 1 tahun ajaran 2018/2019. Subyek
penelitian berjumlah 32 orang siswa. Penelitian dilaksanakan secara kolaboratif
antara penulis dan rekan sejawat sesama guru kelas kelas 1, 2 dan 3. Penulis
bertugas merancang tindakan, melaksanakan tindakan dan mengevaluasi
pembelajaran. Sedangkan rekan sejawat melaksanakan observasi sesuai panduan
observasi dan memberi masukan kepada penulis dalam rangka perbaikan proses
pembelajaran. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, dan
setiap siklus terdiri atas tiga kali tatap muka kelas termasuk evaluasi/tes hasil
belajar.. Penelitian ini terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan
tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Observasi dilaksanakan bersamaan
dengan pelaksanaan tindakan. Adapun rincian kegiatan pada setiap tahap
penelitian adalah: Hal-hal yang disiapkan dalam tahap perencanaan adalah:
 Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan metode role
playing.
 Membuat teks dialog dan skenario bermain peran
 Menyiapkan panduan observasi
 Membuat instrumen penilaian
Peneliti mengadakan penelitian dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan
yaitu: 1) pertemuan pertama pada Hari Selasa 7 Agustus 2018, 2) pertemuan ke
dua pada Hari Rabu tanggal 8 Agustus 2018; dan 3) evaluasi berbentuk tes tertulis
pada hari Selasa tanggal 14 Agustus 2018. Jadwal pelaksanaan penelitian ini
disesuaikan dengan jadwal mata pelajaran PKn di Kelas VI SD Negeri 008
Balikpapan Barat materi yang diajarkan adalah materi pada mata pelajaran PKn

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


172
Kelas VI Semester I, dengan standar kompetensi “Menghargai nilai-nilai juang
dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negera”, dan kompetensi dasar
“Meneledani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan
Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan sehari-hari”. Peneliti
menggunakan pendekatan experiential learning melalui strategi role playing. Pada
awal pembelajaran, siswa diajak untuk bermain peran (role playing) dengan
membaca teks dialog tokoh yang diperankan kemudian guru menjelaskan lebih
lanjut materi pembelajaran tersebut. Hal ini cukup efektif untuk menumbuhkan
motivasi siswa, sehingga nantinya pembelajaran dapat berjalan efektif.
Pada saat siswa bermain peran, rekan sejawat mengamati dan mencatat hal-
hal yang dirasa perlu untuk dimasukkan ke dalam data penelitian melalui lembar
observasi. Sedangkan peneliti sendiri, tetap mengatur dan membimbing siswa
dalam bermain peran. Peneliti melaksanakan dalam tiga kali pertemuan yaitu:
1) pertemuan pertama pada hari Selasa tanggal 21 Agustus 2018; 2) pertemuan ke
dua pada hari Selasa tanggal 28 Agustus 2018; dan 3) pertemuan ke tiga pada
tanggal 29 Agustus 2018.
Saat siswa berdiskusi dengan kelompoknya, teman sejawat mengobservasi
siswa dengan panduan observasi. Sedangkan peneliti/guru mengevaluasi siswa
dengan kelompoknya (evaluasi proses). Setelah siswa berdiskusi, baru kemudian
peneliti selaku guru menambahkan pengetahuan yang belum diketahui oleh siswa
dengan strategi tanya jawab. Guru kemudian melakukan feedback atas apa yang
telah dilakukan selama pembelajaran berlangsung.
Evaluasi akhir pembelajaran menggunakan jenis tes tulis, dengan bentuk
subyektif. Dengan adanya penambahan strategi diskusi dan tanya jawab untuk
mendukung penggunaan pendekatan experiential learning melalui strategi role
playing, maka hasil belajar siswa menjadi meningkat dan memuaskan.Peneliti
bersama teman sejawat berdiskusi dan mencaritahu atau menganalisis kekurangan
yang terdapat pada siklus 1 belum sesuai indikatornya dan target (80% ke atas)
sesuai rencana ,maka di refleksikan bersamma time tentang alternatif
pemecahannya dan selanjutnya tindakan berikutnya.
Data Proses dan Hasil Penelitian Siklus I dan Siklus 2
Peneliti an tindakan kelas ini dilaksanakan di Kelas VI SD Negeri 008
Balikpapan Barat semester 1 tahun ajaran 2018/2019. Subyek penelitian
berjumlah 32 orang siswa. Penelitian dilaksanakan secara kolaboratif antara
penulis dan rekan sejawat sesama guru kelas kelas 1, 2 dan 3. Penulis bertugas
merancang tindakan, melaksanakan tindakan dan mengevaluasi pembelajaran.
Sedangkan rekan sejawat melaksanakan observasi sesuai panduan observasi dan
memberi masukan kepada penulis dalam rangka perbaikan proses pembelajaran.
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus, dan setiap siklus
terdiri atas tiga kali tatap muka kelas termasuk evaluasi/tes hasil belajar.
Pelaksanaan satu siklus penelitian ini terdiri atas empat tahap yaitu perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi/evaluasi dan refleksi. Observasi dilaksanakan
bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Hal-hal yang disiapkan dalam tahap perencanaan adalah membuat rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan metode role playing, membuat teks

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


173
dialog dan skenario bermain peran, menyiapkan panduan observasi, dan membuat
instrumen penilaian.
Siklus 1
Siklus 1 dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yaitu: 1) pertemuan
pertama pada Hari Selasa 7 Agustus 2018; 2) pertemuan ke dua pada Hari Rabu
tanggal 8 Agustus 2018; dan 3) evaluasi berbentuk tes tertulis pada hari Selasa
tanggal 14 Agustus 2018. Jadwal pelaksanaan penelitian ini disesuaikan dengan
jadwal mata pelajaran PKn di Kelas VI SD Negeri 008 Balikpapan Barat materi
yang diajarkan adalah materi pada mata pelajaran PKn Kelas VI Semester I,
dengan standar kompetensi “Menghargai nilai-nilai juang dalam proses
perumusan Pancasila sebagai dasar negera”, dan kompetensi dasar “Meneledani
nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara dalam kehidupan sehari-hari”.
Pada siklus 1 ini, peneliti menggunakan pendekatan experiential learning
melalui strategi role playing. Pada awal pembelajaran, siswa diajak untuk bermain
peran (role playing) dengan membaca teks dialog tokoh yang diperankan
kemudian guru menjelaskan lebih lanjut materi pembelajaran tersebut. Hal ini
cukup efektif untuk menumbuhkan motivasi siswa, sehingga nantinya
pembelajaran dapat berjalan efektif.
Pada saat siswa bermain peran, rekan sejawat mengamati dan mencatat hal-
hal yang dirasa perlu untuk dimasukkan ke dalam data penelitian melalui lembar
observasi. Sedangkan peneliti sendiri, tetap mengatur dan membimbing siswa
dalam bermain peran.
Siklus 2
Siklus 2 dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan yaitu: 1) pertemuan
pertama pada hari Selasa tanggal 21 Agustus 2018; 2) pertemuan ke dua pada
hari Selasa tanggal 28 Agustus 2018; dan 3) pertemuan ke tiga pada tanggal 29
Agustus 2018.
Observasi/Evaluasi.
Saat siswa berdiskusi dengan kelompoknya, teman sejawat mengobservasi
siswa dengan panduan observasi. Sedangkan peneliti/guru mengevaluasi siswa
dengan kelompoknya (evaluasi proses). Setelah siswa berdiskusi, baru kemudian
peneliti selaku guru menambahkan pengetahuan yang belum diketahui oleh siswa
dengan strategi tanya jawab. Guru kemudian melakukan feedback atas apa yang
telah dilakukan selama pembelajaran berlangsung.
Evaluasi akhir pembelajaran menggunakan jenis tes tulis, dengan bentuk
subyektif. Dengan adanya penambahan strategi diskusi dan tanya jawab untuk
mendukung penggunaan pendekatan experiential learning melalui strategi role
playing, maka hasil belajar siswa menjadi meningkat dan memuaskan.
Refleksi
Peneliti bersama teman sejawat berdiskusi dan mencaritahu atau
menganalisis kekurangan yang terdapat pada siklus 1 belum sesuai indikatornya
dan target (80% ke atas) sesuai rencana ,maka di refleksikan bersama tim tentang
alternatif pemecahannya dan selanjutnya tindakan berikutnya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


174
Hasil Evaluasi
Hasil penelitian ini berupa data-data mengenai hasil belajar dan proses
pelaksanan pembelajaran.

PEMBAHASAN
Siklus 1

Gambar 3. Grafik Pencapaian Daya Serap Pemahaman Materi Pelajaran PKn


Siklus 1 dan Siklus 2

Siklus 1
Pada siklus 1 ini, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP I.
Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan, saat pembelajaran biasa siswa
menjadi bosan, malas, mengantuk, dan kurang perhatian. Tetapi setelah peneliti
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP 2, siswa menjadi antusias dalam
mengikuti pembelajaran. Skor hasil belajar merupakan skor tes formatif yang
diadakan setiap akhir siklus. Skor maksimal yang diperoleh siswa setiap
mengikuti tes adalah 100. Skor rata-rata tes formatif klasikal dapat dihitung
dengan rumus:
∑ 𝑆𝑛
𝐻𝑏 =
𝑁

Dimana
Hb = skor rata-rata hasil belajar klasikal
 Sn = jumlah perolehan skor seluruh siswa
N = jumlah siswa

Dari tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa sebelum siklus 1, nilai hasil
belajar siswa kelas VI Semester I SD Negeri 008 Balikpapan Barat rendah, yakni
kurang lebih 58,13% keberhasilan belajar atau 58,13 rata-rata hasil belajar.
Namun, setelah peneliti menggunakan RPP I yang memakai pendekatan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


175
experiental learning melalui strategi role playing, hasil belajar siswa meningkat
menjadi kurang lebih 68,84% atau 68,84 rata-rata hasil belajar.
Meskipun rata-rata skor hasil belajar meningkat menjadi 68,84 atau sekitar
kurang lebih 68,84%, dirasa masih belum cukup memuaskan. Hasil refleksi
siklus 1 menunjukkan kelemahan bahwa pada RPP I, setelah peneliti mengajak
siswa bermain peran dan setelah guru memberikan penjelasan, siswa sering lupa
dan bingung. Sehingga pada saat evaluasi pada akhir pembelajaran, siswa kurang
memahami maksud soal. Untuk itu, masih perlu diadakan siklus 2, dimana
siklus 2 adalah untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan sesuai dengan hasil
refleksi siklus 1.
Hasil refleksi siklus 1 menemukan adanya kelemahan dalam KBM yaitu
tidak adanya penambahan strategi diskusi dan tanya jawab. Dengan strategi
diskusi, siswa akan mencoba mencari sendiri pengetahuan yang dibutuhkannya,
tentunya dengan panduan LKS dan bimbingan guru. Guru/peneliti menyusun
kembali rencana pembelajaran dengan tambahan strategi diskusi dan tanya jawab
setelah strategi role playing.
Siklus 2
Dengan adanya kelemahan pada siklus 1, maka peneliti mencoba
memperbaikinya dengan merefleksikan hasil siklus 1. Pada siklus 1, ditemukan
kelemahan bahwa siswa mudah lupa. Setelah peneliti mendiskusikan dengan
teman sejawat, ternyata hal tersebut dapat diatasi bila siswa belajar untuk
menemukan sendiri.
Maksud siswa belajar untuk menemukan sendiri adalah siswa dapat
menemukan sendiri pengetahuan yang dibutuhkannya. Untuk itu, perlu diadakan
penambahan strategi yang dapat membuat siswa menemukan sendiri pengetahuan
yang dibutuhkannya. Peneliti pun mendiskusikannya dengan teman sejawat, dan
strategi yang perlu ditambahkan adalah strategi diskusi dan tanya jawab.
Pada siklus 2 ini, peneliti membuat RPP II. Yang mana pada RPP II
tersebut, peneliti memasukkan strategi diskusi dan tanya jawab setelah strategi
role playing. Jadi setelah siswa diajak bermain peran, siswa kemudian diajak
untuk membentuk kelompok dan mendiskusikan dengan kelompoknya dengan
bimbingan guru/peneliti. Pada saat diskusi ini, guru/peneliti membagikan LKS
sebagai bahan diskusi siswa dengan kelompoknya.
Sesuai dengan hasil observasi, siswa menemukan sendiri pengetahuan yang
dibutuhkannya. Dengan ditemukannya sendiri pengetahuan yang dibutuhkannya,
maka siswa tidak akan mudah lupa. Setelah strategi diskusi, siswa diajak untuk
bertanya jawab. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat menanyakan hal yang tidak
dimengerti serta untuk mengetahui secara jelas pengetahuan yang dibutuhkannya.
Hasil observasi menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan strategi diskusi,
siswa aktif dan antusias dalam berdiskusi dan mengisi LKS. Sedangkan, pada saat
strategi tanya jawab, siswa tidak takut lagi untuk bertanya, sehingga banyak siswa
yang ingin bertanya kepada guru/peneliti. Ketika evaluasi akhir pembelajaran,
hasil belajar siswa dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Dari tabel hasil evaluasi belajar siswa di atas dapat diketahui bahwa, rata-
rata skor mencapai 80,94 atau 80,94%. Sehingga dapat dihitung kenaikan
prosentase sebesar 17,57% dari RPP I ke RPP II. Jika dihitung kenaikan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


176
prosentase dari RPP pembelajaran biasa ke RPP II, maka dapat diketahui sebesar
39,25%.
Dilihat dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah siswa terbanyak
pada RPP II ada pada interval skor 76-80 dan 81-85, yakni dengan jumlah
masing-masing sebanyak 12 siswa. Sedangkan skor terendah mencapai interval
71-75 dengan jumlah sebanyak 4 siswa. Dan skor tertinggi ada pada interval 91-
95 dengan jumlah sebanyak 1 siswa.
Jika dilihat dari prosentase yang naik menjadi 39,25% dari RPP
pembelajaran biasa ke RPP II, maka juga dapat disimpulkan bahwa pendekatan
experiential learning melalui strategi role playing dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VI SD Negeri 008 Balikpapan Barat.

KESIMPULAN
Berhasilnya suatu pembelajaran sangatlah tergantung dari minat siswa
terhadap materi. Minat siswa ini dapat dirangsang oleh guru dengan cara
memberikan penguatan kepada siswa, penyajian materi yang menarik serta media
yang relevan dan menarik. Jika guru dapat menyajikan materi dengan menarik,
maka motivasi siswa terhadap materi akan besar. Sehingga, materi pembelajaran
apapun yang disampaikan oleh guru akan dapat diterima dengan baik oleh siswa.
Dengan menggunakan pendekatan experiential learning melalui strategi
role playing, siswa tidak akan menjadi bosan, mengantuk, dan motivasi siswa
akan meningkat, dan hal ini akan memudahkan guru untuk memberikan materi
pembelajaran. Dari hasil perbaikan pembelajaran yang telah dilaksanakan dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Melalui penjelasan yang tidak terlalu cepat, perhatian siswa kepada guru
meningkat, siswa dapat dengan mudah memahami materi pelajaran yang
disampaikan guru.
2. Melalui contoh-contoh siswa akan paham dan dapat gambaran secara detail
tentang materi yang disampaikan.
3. Dengan metode yang bervariasi, maka pelajaran akan lebih menarik.
4. Dengan memperlambat penjelasan, siswa akan mengerti apa yang disampaikan
oleh guru.
5. Memberi latihan lebih banyak siswa akan terampil dalam mengerjakan soal-
soal yang diberikan oleh guru.
Kami menyadari bahwa siswa memahami tentang suatu masalah perlu
waktu yang cukup banyak, sehingga dapat membantu anak untuk menyelesaikan
masalah. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan experiential learning melalui strategi role
playing dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa sebesar 39,25%.

SARAN DAN TINDAK LANJUT


Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas ada beberapa hal yang perlu
dilakukan guru dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran PKn
sehingga siswa paham dan dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh
guru adalah:

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


177
1. Menjelaskan materi pelajaran hendaknya tidak terlalu cepat dan menggunakan
media yang dapat membantu cara berpikir anak.
2. Penyajian materi hendaknya lebih menarik.
3. Selalu menggunakan metode yang bervariasi agar tidak membosankan bagi
siswa.
4. Harus diberi banyak latihan soal.
Disamping berdasarkan pengalaman pribadi dalam melaksanakan perbaikan
pembelajaran diharapkan dapat melalui instrument Penelitiah Tindakan Kelas
(PTK) dan melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) yang aktif dan di dalamnya
dapat bertukar pikiran serta pengalaman yang berkaitan dengan kewajiban dan
tugas mengajar sehari-hari di sekolah masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Ames, C & Archer, J. 1987. Achievement Goals In the Classroom. Paper presented
at the annual AERA conference, Washington DC.
Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP
Malang.
Kolb, D. 1984. Experiential Learning: Experience As The Source of Learning and
Development. Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Mikarsa, Hera Lestari. 2007. Pendidikan Anak Di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suciati. 2007. Belajar & Pembelajaran 2. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wardani, I Gak. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.
Winataputra, Udin S. 2007. Materi Pembelajaran PKN SD. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Zainul, Asmawi. 2007. Tes dan Asesmen Di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


178
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI HASIL BELAJAR ADMINISTRASI
PAJAK MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE
LEARNING TIPE JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR SURAT
PEMBERITAHUAN PAJAK (SPT) DI KELAS X AKL 2 SMK NEGERI 2
BALIKPAPAN SEMESTER GANJIL

Lilies Setiawati
Guru Akuntansi Keuangan Lembaga SMK Negeri 2 Balikpapan

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan


untuk meningkatkan prestasi hasil belajar siswa melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas XI AKL 2 SMK Negeri
2 Balikpapan Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2019/2020”.
Subjek penelitian adalah kelas XI AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan
Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2019/2020 dengan jumlah
siswa sebanyak 35 orang. Data diperoleh melalui observasi selama
proses pembelajaran berlangsung, pemberian tugas pada siswa
dengan membelajarkan siswa secara berkelompok dan memberikan
test hasil belajar kepada siswa setiap akhir siklus untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar pada setiap siklus. Penelitian ini terdiri dari
3 siklus setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dan setiap akhir
siklus dilakukan tes akhir hasil belajar. Nilai rata-rata ulangan
harian sebelumnya dijadikan sebagai nilai dasar yaitu dengan rata-
rata 56,86 sebagai siklus I nilai tersebut belum memenuhi standar
KBM yang di tetapkan oleh pihak sekolah yaitu 75. Setelah dilakukan
upaya peningkatan prestasi belajar melalui Model Pembelajaran
Kooperatif dan di tambah dengan tugas serta latihan soal tentang
virus, ciri dan Peranannya dalam Kehidupan maka terdapat kenaikan
yang signifikan dari rata-rata nilai 56,86 pada siklus II naik menjadi
64,57 rata-rata nilai yang diperoleh oleh siswa. Sehingga pada siklus
ke II terjadi peningkatan prestasi sebesar 7,71%, demikian pula dari
siklus II ke siklus III nilai rata-rata dari 64,57 mengalami
peningkatan rata-ratanya menjadi 82,29 sehingga dalam siklus akhir
ini terdapat kenaikan presentasi dari nilai siswa tersebut adalah
17,72 %. Dari siklus I ke siklus II aktivitas siswa dinilai cukup dan
pada siklus ke III aktivitas siswa dinilai baik. Kenaikan prestasi
belajar yang diperoleh adalah sebesar 17,72 % sehingga dapat
disimpulkan bahwa dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw pada kompetensi dasar Surat Pemberitahuan Pajak, dapat
meningkatkan prestasi hasil belajar di kelas XI AKL 2 SMKN 2
Negeri Balikpapan Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2019/2020.

Kata kunci: peningkatan prestasi hasil belajar

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


179
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan semua manusia baik di dalam Negara kita
maupun di manca negara , mengapa pendidikan sangat di butuhkan oleh setiap
insane karena dengan modal pendidikan akan dapat menambah pengetahuan kita
menjadi lebih dewasa dan dapat dipakai sebagai alat untuk menuju massa depan
yang lebih baik. Latar belakang dari penelitian tindakan kelas ini adalah
rendahnya nilai hasil belajar Administrasi Pajak siswa yang tidak mencapai KKM
75 di Kelas XI AKL 2 pada Kompetensi Dasar Surat Pemberitahuan Pajak, pada
semester 1 SMK Negeri 2 Balikpapan, maka penulis membuat cara pembelajaran
melalui model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di kelas XI AKL 2 semester
ganjil Tahun Pembelajaran 2019/ 2020 yang mengarah kepada keterlibatan semua
anak atau aktivitas belajar seluruh siswa sehingga pembelajaran dapat berlangsung
dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang berada pada lingkungan
SMK Negeri 2 Balikpapan secara berkelompok.
Nilai Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal (KBM) yang ditetapkan di kelas
XI AKL 2 adalah 75 untuk mata pelajaran Administrasi Pajak di SMK Negeri 2
Balikpapan. Maka apabila nilai rata-rata di dalam kelas tersebut belum mencapai
dari ketentuan tersebut berarti masih belum tuntas nilainya di kelas tersebut dan
perlu diadakan remedial atau perbaikan ulang sehingga siswa memperoleh nilai
yang standarnya sesuai dengan KKM yang telah di tentukan oleh pihak sekolah
yang bersangkutan yaitu SMK Negeri 2 Balikpapan , khususnya untuk kelas XI
AKL 2.
Hasil nilai ulangan yang pertama sebagai acuan dan refleksi/pencerminan
dan tindak lanjut untuk mengevaluasi dan menganalisa kekurangan yang dihadapi
di dalam kelas sebagai perbaikan untuk ulangan berikutnya atau siklus berikutnya,
penelitian ini dilaksanakan dengan 3 siklus yaitu dari siklus 1 sampai dengan
siklus 3 yang dimulai dari penjajagan test awal sebagai masukan atau dasar nilai
siklus 1 dan siklus 2 serta siklus 3 sebagai refleksi dan tindak lanjut untuk
menentukan tahap berikutnya agar nilai anak dapat mencapai nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal /KKM yaitu 75 yang berlaku untuk seluruh kelas XI AKL 2
secara parallel pada SMK Negeri 2 Balikpapan.

KAJIAN PUSTAKA
Hakekat Pembelajaran Administrasi Pajak
Pada prinsipnya hakekat pembelajaran Administrasi Pajak telah dirumuskan
dan ditafsirkan oleh para ahli berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.
Tetapi para ahli menafsirkan tentang hakekat Administrasi Pajak secara umum
sebagai berikut:
1. Menurut Trianto (2007:42) Pembelajaran Kooperatif disusun untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam suatu kelompok.
2. Menurut Ismail (2002) menyatakan bahwa pembelajaran koopereatif
merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama,
yakni kerja sama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai suatu tujuan.
Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk
mempelajari suatu materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


180
pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif
diantara anggota kelompok melalui diskusi dari kelompoknya.
3. Menurut Kusnandar (2009:359) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa
kelompok atas yang bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Dalam hal ini siswa kelompok atas akan menjadi tutor sebaya bagi siswa
kelompok bawah, sehingga memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya
yang memliki orientasi dan bahasa yang sama.
4. Amin (1980:15) berpendapat bahwa pembelajaran secara kooperatif dapat
menambah wawasan bagi para siswa untuk mendapatkan konsep-konsep
biologi secara konkrit nyata dalam pengamatannya secara langsung.
5. Muryono (1993) mengatakan konsep Biologi dapat diperoleh secara konkrit
melalui disukusi kelompok dalam memcahkan suatu masalah biologi, sehingga
hasil prestasi belajar siswa dapat meningkat dengan baik.
Kegiatan pembelajaran Biologi tersebut dapat di lakukan dengan mencoba
merancang alat-alat Peraga Biologi sederhana baik yang di lakukan disekolah, di
rumah dan di lakukan di lingkungan masyarakat secara luas sehingga dapat
menambah pengetahuan untuk dilakukan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Di dalam kegiatan pembelajaran Administrasi Pajak para siswa di samping
mendapat informasi dari guru kelas/ mata pelajaran dan guru mitra, para siswa
bisa memahami, mengamati mendiskusikan dan menyimpulkan serta melakukan
percobaan secara langsung dengan membuat alat peraga sederhana rancangannya
sendiri menurut kelompoknya yang dapat memudahkan mereka sebagai alat bantu
dalam kegiatan pembelajaran yang dihadapi di dalam kelas maupun di luar kelas.
Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asah, asih dan asuh antar siswa
untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif disusun untuk mencapai
tujuan bersama, dan juga disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok tersebut.
Adapun unsur-unsur pembelajaran secara kooperatif menurut Kunandar
(2009;359) adalah sebagai berikut:
1. Saling ketergantungan positif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan
antar sesama. Dengan membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling
ketergantungan satu sama lainnya.
2. Interaksi tatap muka. Interaksi tatap muka menurut siswa dalam kelompok
dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak
hanya dengan guru tetapi dengan sesama siswa lainnya
3. Akuntabilitas individual. Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


181
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Pembelajaran kooperatif akan
menumbuhkan ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi.
Prinsip-Prinsip Belajar
Belajar adalah merupakan suatu proses yang tidak sederhana melainkan
sangat kompleks, dari hasil pengalaman dan pengamatan maka penulis
mengajukan prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya sebagai berikut:
1. Dalam belajar siswa harus mempunyai tujuan.
2. Tujuan harus timbul dan muncul dari diri sendiri oleh siswa tersebut dan
berhubungan dengan kebutuhan hidupnya bukan dipaksa oleh orang lain.
3. Siswa harus bersedia dan mengalami berbagai kesukaran dan tekun berusaha
untuk mencapai suatu tujuan.
4. Belajar dapat berhasil jika tercapai kematangan, berbuat melakukan dan
memberikan sukses yang menyenangkan.
5. Belajar dapat terbukti jika ada perubahan dalam tingkah laku dan adanya
penambahan ketrampilan dan pengetahuan serta pengalaman. Belajar tidak
hanya semata-mata dengan otak saja tetapi juga harus dibarengi dengan
jasmani, rohani, dan pengendalian diri.
6. Ulangan dan latihan perlu tetapi harus didahului oleh pemahaman suatu
masalah yang akan di hadapi oleh setiap anak/siswa.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri tingkah laku
perkembangan kemampuan dan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah
mengikuti pembelajaran. Adapun ciri-ciri tersebut ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku, kemampuan dasar dan pengalaman yang dimiliki serta
motivasi belajar.
Nana Sudjana (1989:21) mengatakan hasil belajar yang dapat dicapai oleh
siswa dipengaruhi oleh dua faktor intern dan faktor ekstern. Faktor internnya
adalah kemampuan yang terdapat dalam diri siswa sendiri, sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang meliputi 3 aspek yaitu: 1) Lingkungan;
2) Lingkungan rumah tangga; an 3) Lingkungan masyarakat.
Penilaian hasil belajar Sejarah Indonesia siswa dapat dilakukan melalui
penelitian, hasil ulangan umum semester atau ulangan harian. Dapat juga dengan
menggunakan laporan praktikum, tugas Pekerjaan Rumah, Fortofolio, Tugas
mandiri dan sebagainya yang dilakukan oleh siswa untuk dinilai. Segala hal yang
berkaitan dengan perilaku siswa terutama mengenai keterampilan proses sikap
ilmiah dapat pula digunakan sebagai unsur yang dinilai.
Prestasi Belajar
Poerwadarminta (1982:768) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil
yang dicapai selama mengikuti pelajaran disekolah berupa nilai atau angka
perolehan dari hasil ulangan harian dan ulangan umum semester I. Kemampuan
siswa untuk menunjukkan hasil tertinggi yang dicapai selama mengikuti
pembelajaran disekolah setelah dievaluasi. Dengan demikian tentunya ada
keterkaitan antara usaha dalam belajar ini diharapkan akan memperoleh
kemampuan yang sifatnya kognitif, efektif, psikomotorik. Dan pada akhirnya
mengantarkan siswa dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


182
Hakekat Administrasi Pajak di Sekolah
Dalam GBPP (1993:3) dijelaskan pengertian Adminstrasi Pajak sebagai
hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah. Proses ini antara lain meliputi penyelidikan, pengujian
dan penyusunan gagasan.
Administrasi Pajak merupakan bagian dari ilmu pengetahuan pada Keahlian
Akuntansi yang mempelajari tentang keadaan konkrit di dalam alam ini trerutama
yang berkenaan dengan Surat Pemberitahuan Pajak, Laporan Keuangan, Laporan
Kas Harian, Mingguan, Bulanan dan juga Tahunan, penunggak pajak, Laporan
harta kekayaan yang harus dibayar pajaknya dan sebagainya. Ciri khas yang
digunakan dalam mempelajari, mengembangkan dan menentukan sesuatu materi
dalam Administrasi Pajak adalah metode ilmiah, yaitu metode yang dilakukan
untuk memperoleh jawaban dari suatu permasalahan dalam Pajak dan sejenisnya,
dengan cara melakukan eksperimen atau praktek sederhana yang langkah-
langkahnya melalui observasi, pengamatan, pengambilan data, menyusun
hipotesis, menarik kesimpulan dan menguji kembali kesimpulan tersebut.
Admintrasi Pajak merupakan suatu ilmu yang lebih memerlukan
pemahaman daripada hafalan. Kunci keberhasilan siswa dalam mempelajari
Biologi sangat tergantung dari kemampuan siswa dalam memahami konsep,
hukum/teori dan penerapan Admintrasi pajak dan segala bentuk dan aturan serta
perundang-undangan mengenai masalah pajak yang berlaku di Negara kita yaitu
Indonesia.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mempelajari
Administrasi Pajak diperlukan kegigihan, ketekunan, ketelitian, ketelatenan,
kemampuan, dan kemauan yang tinggi. Serta kesabaran yang tangguh dan teruji
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran Administrasi Pajak di SMK Negeri 2


Balikpapan
Pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan mata pelajaran Administrasi
Pajak merupakan bagian dari mata pelajaran Akuntansi Keuangan Lembaga/
Perbankan merupakan mata pelajaran untuk memperluas wawasan pengetahuan
tentang keadaan nyata di lapangan, meningkatkan keterampilan ilmiah,
menumbuh kembangkan sikap ilmiah dan kesadaran atau kepedulian pada produk
teknologi melalui penerapan konsep matematika yang dikuasai.
Paket Keahlian Akuntansi merupakan hasil suatu kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang
diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah. Proses meliputi
penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan untuk mendapatkan data yang
konkrit benar secara ilmiah dan faktual.
Selain itu Administrasi Pajak adalah program untuk menanamkan sikap dan
nilai ilmiah pada siswa serta mencintai dan menghargai kekuasaan Tuhan YME.
Mata pelajaran Administrasi Pajak merupakan perluasan dan pendalaman Sains
sedangkan sekolah sebagai tempat untuk mempelajari perilaku benda dan energi
serta keterkaitan antara konsep dan penerapannya dalam kehidupan nyata.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


183
1. Fungsi Sejarah Indonesia
Mata pelajaran Administrasi Pajak berfungsi untuk memberikan pengetahuan
tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan, wawasan dan
kesadaran dalam kehidupan sehari-hari dan prasyarat untuk melanjutkan ke
jenjang pendidikan menengah, serta meningkatkan kesadaran terhadap
kebesaran dan kekuasaan Tuhan YME.
2. Tujuan
Mata pelajaran Administrasi Pajak mempunyai tujuan agar siswa mampu :
a. Meningkatkan kesadaran dan kelestarian lingkungan, kebanggaan dan
kebesaran serta kekuasaan Tuhan YME.
b. Memahami konsep-konsep Sains dan saling keterkaitannya.
c. Mengembangkan daya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep Sains dan
menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah.
e. Menerapkan konsep dan prinsip Sains untuk menghasilkan karya teknologi
sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
f. Memberikan bakat pengetahuan dasar untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.

METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil tempat dan populasi di SMK
Negeri Balikpapan. Lokasi sekolah ini terletak di tengah kota tepatnya di Jln.
Soekarno Hatta Gn. Samarinda III Telp (0542) 423182 Kode Pos 76125. SMK
Negeri 2 Balikpapan terdiri dari Rombel Kelas XI ada 14 rombel, terdiri dari 3
kelas AKL, 3 kelas OTKP, 4 kelas BDP, 1 kelas PBK, 1 kelas TKJ, 1 kelas MM
dan 1 kelas MM, Kelas XI AKL 2 dipilih sebagai objek penelitian.
Variabel yang Diteliti
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel sebagai penunjang
dasar dalam mengamati objek tindakan kelas. Variabel tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Variabel bebas, yaitu pembelajaran dengan autodidak sesuai dengan
kemampuan secara individual yang dimiliki oleh siswa.
2. Variabel terikat, yaitu berupa prestasi hasil belajar siswa yang memperoleh
perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pada kegiatan belajar mengajar secara kelompok.
Perencanaan Tindakan
1. Menyiapkan rencana pengajaran dengan kompetensi dasar tentang Surat
Pemberitahuan Pajak.
2. Membuat model pembelajaran yang berbentuk kooperatif perkelompok.
3. Membuat lembar observasi ( tes awal untuk melihat bagaimana kondisi awal
belajar mengajar dikelas ketika latihan atau metode tersebut diaplikasikan
dalam kegiatan pembelajaran.
4. Membuat kartu soal atau lembaran soal yang harus di jawab setiap siswa.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


184
5. Menyiapkan LKS dan buku bahan ajar yang relevan (Buku Administrasi Pajak
dari Penerbit Pakar Raya, Erlangga dan Kamus Pajak).
Pelaksanaan Tindakan
Siklus 1
Refleksi awal
1. Guru melakukan apersepsi dan menuliskan kompetensi dasar yang akan
dipelajari.
2. Siswa duduk berkelompok menjadi 5 kelompok tiap kelompok 7 orang siswa
karena jumlah siswanya 35 orang.
3. Guru membagi bahasan materi pada 5 kelompok dengan materi yang akan
disajikan.
4. Siswa mengerjakan kartu soal secara individu sesuai dengan bahasan materi
tiap kelompok.
5. Masing-masing siswa mempresentasikan hasil kerja per individu.
6. Guru mengobservasi kerja siswa.
7. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
Siklus 2
Pada siklus kedua dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil analisis pada
siklus pertama, yaitu bagaimana hasil serta kekurangan dari langkah siklus
pertama tersebut dan apa akibatnya serta perubahan apa yang harus dilakukan
pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan pada siklus kedua juga sama dengan
pada siklus pertama hanya saja permasalahan atau sub pokok bahasan/vstandar
kompetensinya yang berbeda yang di berikan pada siswa merupakan masalah
yang baru tentang contoh-contoh virus dan penyebarannya keuntungan dan
kerugiannya dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh siswa diharuskan mengerjakan
test yang sama seperti saat penjajagan pada test awal dilaksanakan. Langkah-
langkah yang dilakukan Guru sebagai berikut :
1. Guru melakukan apersepsi dan menuliskan standar kompetensi/ kompetensi
dasar yang akan dipelajari.
2. Siswa duduk berkelompok menjadi 5 kelompok tiap kelompok 7 orang siswa
karena jumlah siswanya 35 orang.
3. Siswa duduk berkelompok menjadi 5 kelompok tiap kelompok 7 orang siswa,
4. Guru membagikan LKS pada siswa pada setiap kelompok.
5. Guru membagikan alat dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran.
6. Siswa melaksanakan belajar berkelompok dan mengisi LKS serta mencatat
hasil setiap kelompok.
7. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok yang dilakukan.
8. Guru mengobservasi kerja siswa.
9. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
10. Guru melakukan pembenaran hasil presentasi dan menyimpulkan hasil
presentasi bersama- sama dengan siswa.
Siklus 3
Dalam siklus ketiga dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil siklus
kedua kekuramgan apa sajakah yang dialami oleh setiap siswa dalam kelompok
tersebut, dalam siklus ketiga ini tahapan-tahapan yang dilakukan sama seperti

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


185
pada silus sebelumnya tetapi yang membedakan dalam siklus ini adalah sub
pokok bahasan/standar kompetensi yang diberikan adalah Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw dengan memberikan contoh-contoh Surat Pemberitahuan
Pajak dalam kehidupan sehari-hari, selanjutnya setiap siswa mendapat perlakuan
yang sama dan setiap siswa di haruskan untuk mengerjakan test yang serupa pada
saat test penjajagan dan test pada saat siklus kedua dilakukan.
Data dan Cara Pengumpulannya
Untuk memperoleh data diambil dari hasil kerja siswa. Siklus 1 dan siklus 2
dan siklus ketiga dari 3 kelas diambil 1 kelas yang berjumlah 35 siswa dan jumlah
siswa dalam 1 kelas tersebut berjumlah 35 siswa untuk kelas XI AKL 2. Data
yang akan dianalisis berupa test tertulis hasil kerja siswa dan hasil observasi (test
awal dan test akhir) yang diperoleh oleh siswa. Data diambil dari jawaban test
dan catatan observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung termasuk tugas
atau PR yang dikerjakan oleh siswa.
Indikator Kerja
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah
bila model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw pada kompetensi Surat
Pemberitahuan Pajak tersebut adalah dapat mencapai penguasaan materi 75%
dengan nilai 75 ke atas dari jumlah seluruh siswa yang terdapat pada kelas
tersebut yaitu kelas XI AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI AKL 2 SMK
Negeri 2 Balikpapan Kota Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2019/2020.
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa Kelas XI AKL2
sebanyak 35 orang. Sifat populasi dalam penelitian ini dianggap sama karena:
1. Fasilitas yang diberikan kepada siswa adalah fasilitas yang sudah sama
2. Tingkat sosial ekonomi orang tua relatif seimbang.
3. Bimbingan dan konseling sama.
4. Usia rata-rata tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lain.
5. Nilai yang diperoleh siswa pada semeter I tidak jauh berbeda (hampir sama)
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan SMK Negeri 2 Balikpapan dan dilaksanakan mulai
tanggal 17 Juli 2019 sampai 30 September Tahun 2019 selama kurang lebih 3
bulan.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan kurikulum pendidikan dasar 9 tahun dan Kurikulum Sekolah
Dasar (1993:27), jumlah sub konsep dari masing-masing tingkatan kelas saling
berkaitan dengan waktu yang tersedia, dengan demikian penulis beranggapan
bahwa prestasi belajar dapat meningkat jika model pembelajaran kooperatif Tipe
Jigsaw dapat di lakukan dengan baik sehingga dapat mempermudah para siswa
dalam pembelajaran Admintrasi Pajak di kelas XI AKL2 SMK Negeri 2
Balikpapan di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, baik yang
dilakukan di dalam kelas maupun yang dilakukan di luar kelas (Out door Class).
Sebaliknya jika waktu yang tersedia dalam konsep maupun sub konsep dalam

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


186
Kurikulum tidak mencukupi maka akan menghasilkan prestasi belajar yang
kurang baik dan kurang memuaskan bagi siswa dan pembelajaran pada materi
berikutnya yang akan diajarkan, mulai dari tingkat Sekolah dasar hingga Sekolah
Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah dan sekolah yang
sederajat dengan SLTA.

HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum
Sebagai rangkaian langkah-langkah awal terlebih dahulu menentukan studi
pendidikan adapun yang dihubungi, dilihat dan diteliti yang dianggap memberikan
informasi data yang diperlukan adalah SMK Negeri 2 Balikpapan.
Karena secara kebetulan peneliti bertugas di SMK Negeri 2 Balikpapan
yang menggunakan dan mengembangkan pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw
untuk kegiatan belajar mengajar SMK Negeri 2 Balikpapan berada di Jalan
Soekarno Hatta Gn. Samarinda III Balikpapan Utara 76125. Telpon (0542)
423182. Hasil Evaluasi Siklus I, Siklus II dan Siklus III setelah dilakukan
Penelitian Tindakan Kelas dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Evaluasi Siklus I, Siklus II dan Siklus III setelah dilakukan
Penelitian Tindakan Kelas
Ketuntasan Belajar
Nilai Nilai Nilai
No Nama Siswa Individual Klasikal
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
2260 2880 Belum Belum Tuntas
Jumlah Nilai 1990
Tuntas Tuntas
64,57 82.29 Belum Belum Tuntas
Nilai Rata-rata 56,86
Tuntas Tuntas
Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan cara membedakan antara persentase pada data
siklus I dengan presentase pada data siklus II dan siklus III dalam presentase.
Ketuntasan belajar baik secara individual maupun klasikal. Terhadap hasil test awal
siklus I test siklus II dan test akhir siklus III siswa setelah diberikan tindakan kelas.

PEMBAHASAN
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang digunakan adalah dengan
membandingkan data yang diperoleh siswa pada test awal (siklus I, test siklus II )
dan test akhir (siklus III) setelah diberikan tindakan kelas dengan metode
pembelajaran melalui model Kooperatif Tipe Jigsaw per kelompok. Maka
prestasinya dapat meningkat menjadi lebih baik.
Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan ternyata ada
perbedaan yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa, peningkatan prestasi belajar
Administrasi Pajak di Kelas XI AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan dengan metode
pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw pada Kompetensi Dasar Surat
Pemberitahuan Pajak, maka hasil yang diperoleh oleh siswa dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa dengan hasil yang cukup baik dan sangat signifikan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


187
Siklus 1
Dalam siklus 1 ini seluruh siswa diberikan test awal maka diperoleh data
test awal siklus 1 dengan presntase 56,86% dan hasilnya belum bisa tuntas sesuai
dengan ketuntasan minimal yaitu 75. Dalam siklus ini siswa belum banyak
memperoleh informasi secara menyeluruh dan kongkrit serta lengkap karena
siswa belum menerapkan belajar sebara kooperatif/kelompok dalam pemecahan
masalah.
Hal ini terbukti bahwa data test awal (siklus I) diperoleh persentase 56,86 %
sehingga perlu diadakan refleksi pada siklus ke dua untuk mendapatkan nilai
ketuntasan minimal yaitu 75. Inilah penyebab utama bagi siswa pada test awal
karena para siswa belum banyak membaca buku dan belum memperoleh
informasi dari teman-teman sekelompoknya sehingga dalam hal ini peneliti
banyak memotivasi seluruh siswa dengan baik dan para siswa dapat memperoleh
informasi dari kelompok mereka sendiri maupun dari kelompok yang lain serta
informasi dari guru.
Siklus 2
Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas pada siklus II nilainya
dapat meningkat seperti yang diperoleh para siswa terdapat kenaikan presentase
dari 56,86% naik menjadi 64,57 % terdapat kenaikan presentase pada siklus II
sebesar 7,71 %. Pada siklus II ini peneliti memulai membelajarkan anak atau
peserta didik dengan membagi menjadi 3 kelompok dengan menggunakan Model
Kooperatif Tipe Jigsaw pada Kompetensi Dasar Surat Pemberitahuan Pajak, untuk
kelas XI AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan . Pada kegiatan belajar mengajar ini
dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang mendalam, serta perhatian
siswa dapat dipusatkan pada materi yang diberikan. Selain itu, guru dapat
menambahkan informasi yang belum diketahui siswa serta mengajak diskusi agar
wawasan siswa akan materi yang dipaparkan oleh guru dapat diingat lebih lama
oleh siswa. Dari kriteria yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan
menengah keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya lebih dari 75 secara
individual dan minimal 75% secara klasikal nilainya dapat tercapai, sehingga
penelitian tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan secara terus menerus
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sedangkan untuk kelas XI AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan secara
individual nilai yang harus dicapai 75 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal
nilai yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 75 % dari jumlah siswa di dalam
kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak mencapai 75 maka harus di adakan
remedial test/ ulangan perbaikan dari test awal.
Karena pada siklus II ini para siswa belum mencapai ketuntasan belajarnya
maka perlu diadakan refleksi untuk tahap berikutnya dimana kekurangan nilai
atau hasil yang diperoleh para siswa belum mencapai rata-rata 75 dari Standart
Minimal yang telah di tentukan dan di targetkan oleh pihak sekolah di SMK
Negeri 2 Balikpapan. Dengan demikian untuk tahapan berikutnya peneliti perlu
melihat kembali ketidakberhasilan para siswa terletak dimana sehingga peneliti
bisa meperbaiki langkah berikutnya agar nilai yang dicapai dan di peroleh seluruh
siswa dapat meningkat dengan baik seperti apa yang kita harapkan bersama dalam
peningkatan kwalitas pembelajaran.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


188
Siklus 3
Dengan melihat dari hasil belajar pada siklus 1 dan siklus 2, maka pada
siklus ke 3 ini merefleksikan hasil yang di peroleh para siswa yang nilainya
belum mencapai 75 dan mencari apakah kendala yang dihadapi oleh para siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas terutama dalam menjawab
soal test awal siklus 1 dan test akhir pada siklus 2. Disinilah peneliti berusaha
untuk meningkatkan prestasi siswa agar lebih aktif dalam mengikuti seluruh
rangkaian proses pembelajaran di dalam kelas secara berkelompok dalam
memecahkan masalah yang di hadapi dari beberapa kelompok yang berbeda-beda.
Ternyata dari beberapa pendapat para ahli memang benar setelah diterapkan
dan dicoba di lapangan bahwa dengan metode kooperatif perkelompok, ternyata
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih
kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa secara langsung di
dalam kelas maupun di luar kelas untuk mendapatkan konsep-konsep Kompetensi
Dasar Surat Pemberitahuan Pajak yang lebih kongkrit dan benar serta data yang
akurat.
Kelebihan dari model kooperatif Tipe Jigsaw ini adalah dapat meningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan mencoba
serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam pengamatannya, sehingga data
yang didapat lebih akurat dan nyata melalui pengamatan mereka sendiri.
Kelemahan dari model kooperatif ini adalah sebelum kegiatan dilaksanakan
penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun bahan-bahan yang akan
digunakan dalam kegiatan termasuk di dalamnya membagi siswa perkelompok
dan sebagainya sehingga memerlukan waktu khusus untuk mempersiapkan
kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu
kelayakan alat maupun bahan agar dalam proses pembelajaran secara kooperatif
sedikit ditemukan kesalahan baik dalam diskusi, presentasi pengukuran maupun
ketelitian alat ukur yang digunakan, serta hasil yang diperoleh dalam kelompok
tersebut untuk di presentasikan dan disimpulkan bersama.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan model kooperatif
perkelompok Tipe Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMK
Negeri 2 Balikpapan-Kalimantan Timur. Dengan perbedaan persentase yang
signifikan yaitu pada siklus ke 2 diperoleh nilai rata-rata siswa sebasar 64,57 dan
pada siklus ke 3 terdapat kenaikan nilai yang cukup bagus yaitu naik menjadi
82,29, maka pada siklus 3 ini terdapat kenaikan nilai yang di peroleh para siswa
yaitu 17,72% dan rata-rata nilai dari seluruh siswa mencapai ketuntasan baik
secara Individual maupun secara Klasikal di dalam kelas XI AKL 2 tersebut.
Oleh sebab itu metode tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga
dapat memacu dan memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi belajar
siswa bisa menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan pada akhirnya para
siswa dapat mencapai kepuasan tersendiri dalam pembelajaran Administrasi Pajak
di sekolah, yang tadinya merupakan pelajaran yang terkadang membosankan
setelah mereka melakukan kegiatan diskusi, presentasi, menentukan hasil
sementara yang melibatkan setiap siswa maka para siswa akan menjadi senang
dan terus ingin mencoba menemukan berbagai masalah yang di hadapi yang

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


189
mereka kerjakan bersama menurut kelompoknya masing-masing menjadi lebih
efektif dan menyenangkan bagi siswa.
Dan ketika mempresentasikan hasil diskusi mereka, maka mereka saling
mempertahankan hasilnya sesuai dengan kelompoknya demi mencapai
kesepakatan bersama untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dan hasilnya
menjadi keputusan berasama yang dapat dijadikan materi pembelajaran yang
bermakna dan berkwalitas bagi majunya pendidikan demi keberhasilan di masa
mendatang bagi generasi penerus perjuangan bangsa dan negara kita yaitu
Indonesia pada umumnya.
Dan pada prinsipnya tidak ada satupun program pengajaran yang cocok dan
tepat tetapi kembali pada guru yang mengajar di dalam kelas bagaimana untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa menjadi lebih baik dan meningkat sesuai
dengan harapan seluruh guru mata pelajaran, siswa, orang tua wali murid dan
tentunya masyarakat luas dan khususnya dalam memajukan prestasi pendidikan
untuk bangsa Indonesia.

KESIMPULAN
Dengan model pembelajaran secara kooperatif perkelompok Tipe Jigsaw
dapat:
1. Meningkatkan prestasi belajar siswa yang signifikan yang dapat mencapai
kenaikan 17,72 % pada siklus 3.
2. Mencapai dan memenuhi kriteria ketuntasan belajar minimal yang melebihi
rata-rata diatas 75 % secara klasikal.
3. Memberikan motivasi kepada siswa dalam berdiskusi, presentasi, menentukan
hasil pengamatan, pencatatan data secara konkrit dan benar, untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.

SARAN
1. Diharapkan bagi para guru dalam proses pembelajaran Administrasi Pajak,
sebaiknya untuk mengajak para siswa untuk melakukan pembelajaran secara
kooperatif Tipe Jigsaw yang dapat membantu memudahkan dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas maupun di dalam kelas maupun di luar kelas,
diharapkan guru lebih aktif memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi
belajar Administrasi Pajak yang sesuai dengan materi yang diharapkan dan di
ajarkan baik di dalam kelas maupun diluar kelas.
2. Kepada Kemenag sebaiknya membuat program pengadaan alat-alat praktek
untuk sekolah-sekolah secara merata sampai ke sekolah-sekolah di daerah
terpencil sebagai upaya dan sarana meningkatkan pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dalam meningkatkan mutu pelajaran Administrasi Pajak di sekolah.
3. Diharapkan orang tua/ wali murid agar memberikan motivasi kepada anaknya
supaya mengembangkan minat baca pada buku-buku yang bersifat ilmu
pengetahuan yang selain motivasi dari para guru di sekolah, maupun guru BK
(Bimbingan dan Konseling) yang ada di sekolah untuk memberikan motivasi
kepada peserta didik agar prestasinya dapat meningkat menjadi lebih baik.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


190
DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Yogyakarta: Andi.


Purwanto, Herry. 2010. Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta
Erlangga.
Resmi, Siti. 2011. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo. 2014. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Departemen Keuangan RI/Dirjen Pajak. 2008. “Tata Cara Perpajakan beserta
peraturan-peraturan pelaksanaannya”, Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan
Humas.
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-525/PJ/2000 tanggal 6 Desember 2000
tentang Tempat Lain sebagai Tempat Terutangnya Pajak bagi Pengusaha
Kena Pajak.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-150/PJ/1999 tentang perubahan
KEP-27/Kegiatan Usaha serta Tata Cara pendaftaran Wajib Pajak dan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-515/PJ/2000 tanggal 4 Desember
2000 tentang Tempat Pendaftaran bagi Wajib Pajak tertentu dan Tempat
Pelaporan Usaha bagi Pengusaha Kena Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan N0. 262/PMK03/2010 tentang Pajak atas
Penghasilan Lain selain Pengahasilan Gaji.
Peraturan Pemerintah No. 131/2000 tentang Pajak Deposito dan Tabungan serta
Sertifikat Bank Indonesia.
Peraturan Pemerintah No 132//2000 tentang Pajak atas Penghasilan dan Hadiah.
Peraturan Pemerintah No 140/2000 tantang Pajak atas Penghasilan dan Usaha Jasa
Konstruksi.
Peraturan Pemerintah No 149/2000 tentang Pajak atas Uang Pesangon.
Peraturan Pemerintah N0 15/2000 tentang Pajak atas Bunga Simpanan Anggota
Koperasi.
Peraturan-peraturan Menteri Keuangan N0 54/KMK 04/1997 tentang Pajak atas
Penghasilan Penyalur Produk Pertamina Premix.
Undang-undang No. 16 Tahun 2009 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-
undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara
Perpajakan.
Undang-undang No 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana yang telah diubah Terakhir Kali dengan Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2000.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


191
Undang-undang No 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang
telah Diubah Terakhir Kali dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008.
Undang-undang No 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana yang telah Diubah Terakhir
Kali dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


192
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI HASIL BELAJAR SEJARAH
INDONESIA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE
TIPE JIGSAW PADA KOMPETENSI DASAR MEMAHAMI MOTIVASI,
NAFSU DAN KEJAYAAN BARAT DI KELAS X AKL 2 SMKN 2
BALIKPAPAN SEMESTER GANJIL

Sunarti
Guru IPS SMK Negeri 2 Balikpapan

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan


untuk meningkatkan prestasi hasil belajar siswa melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di Kelas X AKL 2 SMK
Negeri 2 Balikpapan Semester Ganjil Tahun Pembelajaran
2019/2020. Sebagai subjek penelitian adalah kelas X AKL 2 SMK
Negeri 2 Balikpapan Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2019/2020
dengan jumlah siswa sebanyak 36 orang. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi dan test. Penelitian ini terdiri dari 3
siklus setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dan setiap akhir
siklus dilakukan tes akhir hasil belajar. Soal test hasil belajar
berbentuk isian singkat dan uraian. Nilai hasil belajar diperoleh
dengan cara mengolah data, nilai tugas dan nilai test hasil belajar
tiap siklus. Nilai rata-rata ulangan harian sebelumnya dijadikan
sebagai nilai dasar yaitu dengan rata-rata 58,61 sebagai siklus I nilai
tersebut belum memenuhi standar KBM yang di tetapkan oleh pihak
sekolah yaitu 75. Setelah dilakukan upaya peningkatan prestasi
belajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif dan di tambah
dengan tugas serta latihan soal tentang virus, ciri dan Peranannya
dalam Kehidupan maka terdapat kenaikan yang signifikan dari rata-
rata nilai 58,61 pada siklus II naik menjadi 64,72 rata-rata nilai yang
diperoleh oleh siswa. Sehingga pada siklus ke II terjadi peningkatan
prestasi sebesar 6,11%, demikian pula dari siklus II ke siklus III nilai
rata-rata dari 64,72 mengalami peningkatan rata-ratanya menjadi
82,50 sehingga dalam siklus akhir ini terdapat kenaikan presentasi
dari nilai siswa tersebut adalah 17,78 %. Dari siklus I ke siklus II
aktivitas siswa dinilai cukup dan pada siklus ke III aktivitas siswa
dinilai baik. Kenaikan prestasi belajar yang diperoleh adalah sebesar
17,78 % sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan model
pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada kompetensi dasar
Memahami Motivasi, Nafsu dan Kejayaan Barat dapat meningkatkan
hasil belajar di kelas X AKL2 SMKN 2 Negeri Balikpapan Semester
Ganjil Tahun Pembelajaran 2019/2020.

Kata Kunci: peningkatan prestasi hasil belajar

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


193
PENDAHULUAN
Secara umum dan khusus bahwa pendidikan merupakan kebutuhan semua
manusia baik di dalam Negara kita maupun di manca negara , mengapa
pendidikan sangat di butuhkan oleh setiap insane karena dengan modal
pendidikan akan dapat menambah pengetahuan kita menjadi lebih dewasa dan
dapat dipakai sebagai alat untuk menuju massa depan yang lebih baik. Latar
belakang dari penelitian tindakan kelas ini adalah rendahnya nilai hasil belajar
Sejarah Indonesia siswa yang tidak mencapai KKM 75 di Kelas X AKL 2 pada
Kompetensi Dasar Memahami Motivasi, Nafsu dan Kejayaan Barat, pada
semester 1 SMK Negeri 2 Balikpapan, maka penulis membuat cara pembelajaran
melalui model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw di kelas X AKL 2 semester
ganjil Tahun Pembelajaran 2019 / 2020 yang mengarah kepada keterlibatan semua
anak atau aktivitas belajar seluruh siswa sehingga pembelajaran dapat berlangsung
dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang berada pada lingkungan
SMK Negeri 2 Balikpapan secara berkelompok.
Nilai Kriteria Ketuntasan Belajar Minimal (KBM) yang ditetapkan di kelas
X AKL 2 adalah 75 untuk mata pelajaran Sejarah Indonesia di SMK Negeri 2
Balikpapan. Maka apabila nilai rata-rata di dalam kelas tersebut belum mencapai
dari ketentuan tersebut berarti masih belum tuntas nilainya di kelas tersebut dan
perlu diadakan remedial atau perbaikan ulang sehingga siswa memperoleh nilai
yang standarnya sesuai dengan KKM yang telah di tentukan oleh pihak sekolah
yang bersangkutan yaitu SMK Negeri 2 Balikpapan, khususnya untuk kelas X
AKL 2.
Hasil nilai ulangan yang pertama sebagai acuan dan refleksi/pencerminan
dan tindak lanjut untuk mengevaluasi dan menganalisa kekurangan yang dihadapi
di dalam kelas sebagai perbaikan untuk ulangan berikutnya atau siklus berikutnya,
penelitian ini dilaksanakan dengan 3 siklus yaitu dari siklus 1 sampai dengan
siklus 3 yang dimulai dari penjajagan test awal sebagai masukan atau dasar nilai
siklus 1 dan siklus 2 serta siklus 3 sebagai refleksi dan tindak lanjut untuk
menentukan tahap berikutnya agar nilai anak dapat mencapai nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal / KKM yaitu 75 yang berlaku untuk seluruh kelas X AKL 2
secara parallel pada SMK Negeri 2 Balikpapan.

KAJIAN PUSTAKA
Hakekat Pembelajaran Sejarah Indonesia
Pada prinsipnya hakekat pembelajaran Sejarah Indonesia telah dirumuskan
dan ditafsirkan oleh para ahli berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.
Tetapi para ahli menafsirkan tentang hakekat Sejarah Indonesia secara umum
sebagai berikut:
1. Menurut Trianto (2007:42) Pembelajaran Kooperatif disusun untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam suatu kelompok.
2. Menurut Ismail (2002) menyatakan bahwa pembelajaran koopereatif
merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama,
yakni kerja sama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai suatu tujuan.
Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


194
mempelajari suatu materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan
pembelajaran kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif
diantara anggota kelompok melalui diskusi dari kelompoknya.
3. Menurut Kusnandar (2009:359) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa
kelompok atas yang bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Dalam hal ini siswa kelompok atas akan menjadi tutor sebaya bagi siswa
kelompok bawah, sehingga memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya
yang memliki orientasi dan bahasa yang sama.
4. Amin (1980:15) berpendapat bahwa pembelajaran secara kooperatif dapat
menambah wawasan bagi para siswa untuk mendapatkan konsep-konsep
Sejarah Indonesia secara konkrit nyata dalam pengamatannya secara langsung.
5. Purwanto Herry( 2010 ) mengatakan konsep dan dasar-dasar peradaban
Sejarah Indonesia dapat diperoleh secara konkrit melalui disukusi kelompok
dalam memecahkan suatu masalah Sejarah Indonesia masa lalu sehingga hasil
prestasi belajar siswa dapat meningkat dengan baik.
Kegiatan pembelajaran Sejarah Indonesia tersebut dapat di lakukan dengan
mencoba merancang alat-alat Peraga sederhana Sejarah Indonesia sederhana baik
yang di lakukan disekolah, di rumah dan di lakukan di lingkungan masyarakat
secara luas sehingga dapat menambah pengetahuan untuk dilakukan dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Di dalam kegiatan pembelajaran Sejarah Indonesia para siswa di samping
mendapat informasi dari guru kelas / mata pelajaran dan guru mitra, para siswa
bisa memahami, mengamati mendiskusikan dan menyimpulkan serta melakukan
percobaan secara langsung dengan membuat alat peraga sederhana rancangannya
sendiri menurut kelompoknya yang dapat memudahkan mereka sebagai alat bantu
dalam kegiatan pembelajaran yang dihadapi di dalam kelas maupun di luar kelas.
Model Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang saling asah, asih dan asuh antar siswa
untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat
menimbulkan permusuhan. Pembelajaran kooperatif disusun untuk mencapai
tujuan bersama, dan juga disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat
keputusan dalam kelompok tersebut. Adapun unsur-unsur pembelajaran secara
kooperatif menurut Kunandar(2009;359) adalah sebagai berikut :
1. Saling ketergantungan positif. Dalam pembelajaran kooperatif, guru
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan
antar sesama. Dengan membutuhkan antar sesama, maka mereka merasa saling
ketergantungan satu sama lainnya.
2. Interaksi tatap muka. Interaksi tatap muka menurut siswa dalam kelompok
dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak
hanya dengan guru tetapi dengan sesama siswa lainnya.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


195
3. Akuntabilitas individual. Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan
wujudnya dalam kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat
penguasaan siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual.
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi. Pembelajaran kooperatif akan
menumbuhkan ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi.
Prinsip-Prinsip Belajar
Belajar adalah merupakan suatu proses yang tidak sederhana melainkan
sangat kompleks, dari hasil pengalaman dan pengamatan maka penulis
mengajukan prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya sebagai berikut:
1. Dalam belajar siswa harus mempunyai tujuan.
2. Tujuan harus timbul dan muncul dari diri sendiri oleh siswa tersebut dan
berhubungan dengan kebutuhan hidupnya bukan dipaksa oleh orang lain.
3. Siswa harus bersedia dan mengalami berbagai kesukaran dan tekun berusaha
untuk mencapai suatu tujuan.
4. Belajar dapat berhasil jika tercapai kematangan, berbuat melakukan dan
memberikan sukses yang menyenangkan.
5. Belajar dapat terbukti jika ada perubahan dalam tingkah laku dan adanya
penambahan ketrampilan dan pengetahuan serta pengalaman. Belajar tidak
hanya semata-mata dengan otak saja tetapi juga harus dibarengi dengan
jasmani, rohani, dan pengendalian diri.
6. Ulangan dan latihan perlu tetapi harus didahului oleh pemahaman suatu
masalah yang akan di hadapi oleh setiap anak/siswa.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri tingkah laku
perkembangan kemampuan dan pengetahuan siswa sebelum dan sesudah
mengikuti pembelajaran. Adapun ciri-ciri tersebut ditandai dengan adanya
perubahan tingkah laku, kemampuan dasar dan pengalaman yang dimiliki serta
motivasi belajar.
Nana Sudjana (1989:21) mengatakan hasil belajar yang dapat dicapai oleh
siswa dipengaruhi oleh dua faktor intern dan faktor ekstern. Faktor internnya
adalah kemampuan yang terdapat dalam diri siswa sendiri, sedangkan faktor
eksternal adalah faktor yang meliputi 3 aspek yaitu: 1) Lingkungan;
2) Lingkungan rumah tangga; an 3) Lingkungan masyarakat.
Penilaian hasil belajar Sejarah Indonesia siswa dapat dilakukan melalui
penelitian, hasil ulangan umum semester atau ulangan harian. Dapat juga dengan
menggunakan laporan praktikum, tugas Pekerjaan Rumah, Fortofolio, Tugas
mandiri dan sebagainya yang dilakukan oleh siswa untuk dinilai. Segala hal yang
berkaitan dengan perilaku siswa terutama mengenai keterampilan proses sikap
ilmiah dapat pula digunakan sebagai unsur yang dinilai.
Prestasi Belajar
Poerwadarminta (1982:768) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil
yang dicapai selama mengikuti pelajaran disekolah berupa nilai atau angka
perolehan dari hasil ulangan harian dan ulangan umum semester I. Kemampuan
siswa untuk menunjukkan hasil tertinggi yang dicapai selama mengikuti
pembelajaran disekolah setelah dievaluasi. Dengan demikian tentunya ada

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


196
keterkaitan antara usaha dalam belajar ini diharapkan akan memperoleh
kemampuan yang sifatnya kognitif, efektif, psikomotorik. Dan pada akhirnya
mengantarkan siswa dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Hakekat Sejarah Indonesia di Sekolah
Dalam GBPP (1993:3) dijelaskan pengertian Sejarah Indonesia sebagai
hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah. Proses ini antara lain meliputi penyelidikan, pengujian
dan penyusunan gagasan.
Sejarah Indonesia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan Sosial yang
mempelajari tentang keadaan konkrit di dalam alam ini terutama yang berkenaan
dengan kejadian masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Ciri khas yang
digunakan dalam mempelajari, mengembangkan dan menentukan sesuatu materi
dalam Sejarah Indonesia adalah metode ilmiah, yaitu metode yang dilakukan
untuk memperoleh jawaban dari suatu permasalahan dalam Sejarah Indonesia dan
sejenisnya, dengan cara melakukan eksperimen atau praktek sederhana yang
langkah-langkahnya melalui observasi, pengamatan, pengambilan data, menyusun
hipotesis, menarik kesimpulan dan menguji kembali kesimpulan tersebut.
Sejarah Indonesia merupakan suatu ilmu yang lebih memerlukan
pemahaman daripada hafalan dengan melihat peninggalan Sejarah Indonesia pada
masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Kunci keberhasilan siswa dalam
mempelajari Sejarah Indonesia sangat tergantung dari kemampuan siswa dalam
memahami konsep, hukum/teori dan penerapan Sejarah Indonesia dan segala
bentuk dan aturan serta perundang-undangan mengenai masalah Sejarah Indonesia
yang berlaku di Negara kita yaitu Indonesia.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam mempelajari Sejarah
Indonesia diperlukan kegigihan, ketekunan, ketelitian, ketelatenan, kemampuan,
dan kemauan yang tinggi. Serta kesabaran yang tangguh dan teruji untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.
Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran Sejarah Indonesia di SMK Negeri 2
Balikpapan
Pada jenjang Sekolah Menengah Kejuruan mata pelajaran Sejarah
Indonesia merupakan bagian dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
merupakan mata pelajaran untuk memperluas wawasan pengetahuan tentang
keadaan nyata di lapangan, meningkatkan keterampilan ilmiah, menumbuh
kembangkan sikap ilmiah dan kesadaran atau kepedulian pada produk teknologi
melalui penerapan konsep Sejarah Indonesia yang dikuasai. Paket Sejarah
Indonesia merupakan hasil suatu kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan
dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari
pengalaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah yang terjadi pada masa lalu,
sekarang dan masa yang akan datang.
Proses meliputi penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan untuk
mendapatkan data yang konkrit benar secara ilmiah dan faktual. Selain itu Sejarah
Indonesia adalah program untuk menanamkan sikap dan nilai ilmiah pada siswa
serta mencintai dan menghargai kekuasaan Tuhan YME.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


197
Mata pelajaran Sejarah Indonesia merupakan perluasan dan pendalaman
Sains sedangkan sekolah sebagai tempat untuk mempelajari perilaku benda
purbakala peninggalan Sejarah Indonesia dan energi serta keterkaitan antara
konsep dan penerapannya dalam kehidupan nyata.
1. Fungsi Sejarah Indonesia
Mata pelajaran Sejarah Indonesia berfungsi untuk memberikan pengetahuan
tentang lingkungan alam, peninggalan benda-benda purbakala,
mengembangkan keterampilan, wawasan dan kesadaran dalam kehidupan
sehari-hari dan prasyarat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah,
serta meningkatkan kesadaran terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan YME.
2. Tujuan
Mata pelajaran Sejarah Indonesia mempunyai tujuan agar siswa mampu:
a. Meningkatkan kesadaran dan kelestarian lingkungan, kebanggaan dan
kebesaran serta kekuasaan Tuhan YME.
b. Memahami konsep-konsep Sains dan saling keterkaitannya.
c. Mengembangkan daya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep Sains dan
menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah.
e. Menerapkan konsep dan prinsip Sains untuk menghasilkan karya teknologi
sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia.
f. Memberikan bakat pengetahuan dasar untuk melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.

METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil tempat dan populasi di SMK
Negeri 2 Balikpapan. Lokasi sekolah ini terletak di tengah kota tepatnya di Jln.
Soekarno Hatta Gn. Samarinda III Telp (0542) 423182 Kode Pos 76125. SMK
Negeri 2 Balikpapan terdiri dari Rombel Kelas X ada 14 rombel, terdiri dari 3
kelas AKL, 3 kelas OTKP, 3 kelas BDP, 1 kelas PBK, 1 kelas TKJ 1, 1 kelas
TKJ 2, 1 kelas RPL dan 1 kelas MM, Kelas X AKL 2 dipilih sebagai objek
penelitian.
Variabel yang Diteliti
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel sebagai penunjang
dasar dalam mengamati objek tindakan kelas. Variabel tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Variabel bebas, yaitu pembelajaran dengan autodidak sesuai dengan
kemampuan secara individual yang dimiliki oleh siswa.
2. Variabel terikat, yaitu berupa prestasi hasil belajar siswa yang memperoleh
perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
pada kegiatan belajar mengajar secara kelompok.
Rencana Tindakan
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahapan perencanaan ini adalah
sebagai berikut:

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


198
1. Menyiapkan rencana pengajaran dengan kompetensi dasar tentang Memahami
Motivasi, Nafsu dan Kejayaan Barat.
2. Membuat model pembelajaran yang berbentuk kooperatif perkelompok.
3. Membuat lembar observasi (tes awal untuk melihat bagaimana kondisi awal
belajar mengajar dikelas ketika latihan atau metode tersebut diaplikasikan
dalam kegiatan pembelajaran.
4. Membuat kartu soal atau lembaran soal yang harus di jawab setiap siswa.
5. Menyiapkan LKS dan buku bahan ajar yang relevan (Buku Sejarah Indonesia
dari Penerbit Pakar Raya, Erlangga dan Sejarah Indonesia).
Pelaksanaan Tindakan
Siklus 1
Refleksi awal
1. Guru melakukan apersepsi dan menuliskan kompetensi dasar yang akan
dipelajari.
2. Siswa duduk berkelompok menjadi 6 kelompok tiap kelompok 6 orang siswa
karena jumlah siswanya 36 orang.
3. Guru membagi bahasan materi pada 6 kelompok dengan materi yang akan
disajikan.
4. Siswa mengerjakan kartu soal secara individu sesuai dengan bahasan materi
tiap kelompok.
5. Masing-masing siswa mempresentasikan hasil kerja per individu.
6. Guru mengobservasi kerja siswa.
7. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
Siklus 2
Pada siklus kedua dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil analisis pada
siklus pertama, yaitu bagaimana hasil serta kekurangan dari langkah siklus
pertama tersebut dan apa akibatnya serta perubahan apa yang harus dilakukan
pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan pada siklus kedua juga sama dengan
pada siklus pertama hanya saja permasalahan atau sub pokok bahasan / standar
kompetensinya yang berbeda yang di berikan pada siswa merupakan masalah
yang baru tentang contoh-contoh perjuangan masa lalu hingga sekarang dalam
kehidupan sehari-hari. Seluruh siswa diharuskan mengerjakan test yang sama
seperti saat penjajagan pada test awal dilaksanakan. Langkah-langkah yang
dilakukan Guru sebagai berikut:
1. Guru melakukan apersepsi dan menuliskan standar kompetensi/ kompetensi
dasar yang akan dipelajari.
2. Siswa duduk berkelompok menjadi 6 kelompok tiap kelompok 6 orang siswa
karena jumlah siswanya 36 orang.
3. Siswa duduk berkelompok menjadi 6 kelompok tiap kelompok 6 orang siswa,
4. Guru membagikan LKS pada siswa pada setiap kelompok.
5. Guru membagikan alat dan bahan yang diperlukan dalam pembelajaran.
6. Siswa melaksanakan belajar berkelompok dan mengisi LKS serta mencatat
hasil setiap kelompok.
7. Siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok yang dilakukan.
8. Guru mengobservasi kerja siswa.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


199
9. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
10. Guru melakukan pembenaran hasil presentasi dan menyimpulkan hasil
presentasi bersama- sama dengan siswa.
Siklus III
Dalam siklus ketiga dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil siklus
kedua kekurangan apa sajakah yang dialami oleh setiap siswa dalam kelompok
tersebut, dalam siklus ketiga ini tahapan-tahapan yang dilakukan sama seperti
pada silus sebelumnya tetapi yang membedakan dalam siklus ini adalah sub
pokok bahasan/standar kompetensi yang diberikan adalah Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw dengan memberikan contoh-contoh Sejarah Indonesia
dalam kehidupan sehari-hari, selanjutnya setiap siswa mendapat perlakuan yang
sama dan setiap siswa di haruskan untuk mengerjakan test yang serupa pada saat
test penjajagan dan test pada saat siklus kedua dilakukan.
Data dan Cara Pengumpulannya
Untuk memperoleh data diambil dari hasil kerja siswa. Siklus 1 dan siklus 2
dan siklus ketiga dari 3 kelas diambil 1 kelas yang berjumlah 36 siswa dan jumlah
siswa dalam 1 kelas tersebut berjumlah 36 siswa untuk kelas X AKL 2. Data
yang akan dianalisis berupa test tertulis hasil kerja siswa dan hasil observasi (test
awal dan test akhir) yang diperoleh oleh siswa. Data diambil dari jawaban test
dan catatan observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung termasuk tugas
atau PR yang dikerjakan oleh siswa.
Indikator Kerja
Yang menjadi indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah
bila model pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw pada kompetensi Memahami
Motivasi, Nafsu dan kejayaan Barat tersebut adalah dapat mencapai penguasaan
materi 75% dengan nilai 75 ke atas dari jumlah seluruh siswa yang terdapat pada
kelas tersebut yaitu kelas X AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan.
Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X
AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan Kota Semester Ganjil Tahun Pembelajaran
2019/2020. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah siswa Kelas
X AKL2 sebanyak 36 orang. Sifat populasi dalam penelitian ini dianggap sama
karena:
1. Fasilitas yang diberikan kepada siswa adalah fasilitas yang sudah sama
2. Tingkat sosial ekonomi orang tua relatif seimbang.
3. Bimbingan dan konseling sama.
4. Usia rata-rata tidak jauh berbeda antara yang satu dengan yang lain.
5. Nilai yang diperoleh siswa pada semeter I tidak jauh berbeda (hampir sama)
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 2 Balikpapan Kota dan
dilaksanakan mulai tanggal 17 Juli 2019 sampai 30 September Tahun 2019
selama kurang lebih 3 bulan.
Kerangka Berpikir

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


200
Berdasarkan kurikulum pendidikan dasar 9 tahun dan Kurikulum Sekolah
Dasar (1993:27), jumlah sub konsep dari masing-masing tingkatan kelas saling
berkaitan dengan waktu yang tersedia, dengan demikian penulis beranggapan
bahwa prestasi belajar dapat meningkat jika model pembelajaran kooperatif Tipe
Jigsaw dapat di lakukan dengan baik sehingga dapat mempermudah para siswa
dalam pembelajaran Sejarah Indonesia di kelas X AKL2 SMK Negeri 2
Balikpapan di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, baik yang
dilakukan di dalam kelas maupun yang dilakukan di luar kelas (Out door Class).
Sebaliknya jika waktu yang tersedia dalam konsep maupun sub konsep
dalam Kurikulum tidak mencukupi maka akan menghasilkan prestasi belajar yang
kurang baik dan kurang memuaskan bagi siswa dan pembelajaran pada materi
berikutnya yang akan diajarkan, mulai dari tingkat Sekolah dasar hingga Sekolah
Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, Madrasah Aliyah dan sekolah yang
sederajat dengan SLTA.

HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum
Sebagai rangkaian langkah-langkah awal terlebih dahulu menentukan studi
pendidikan adapun yang dihubungi, dilihat dan diteliti yang dianggap memberikan
informasi data yang diperlukan adalah SMK Negeri 2 Balikpapan. Karena secara
kebetulan peneliti bertugas di SMK Negeri 2 Balikpapan yang menggunakan dan
mengembangkan pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw untuk kegiatan belajar
mengajar SMK Negeri 2 Balikpapan berada di Jalan Soekarno Hatta,
Gn.Samarinda III Balikpapan Utara 76125. Telpon (0542) 423182 Hasil Evaluasi
Siklus I, Siklus II dan Siklus III setelah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas
sebagai berikut
Tabel 1. Hasil Evaluasi Siklus I, Siklus II dan Siklus III setelah dilakukan
Penelitian Tindakan Kelas
Ketuntasan Belajar
Nilai Nilai Nilai
No Nama Siswa Individual Klasikal
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3
Belum Belum
Jumlah Nilai 2110 2330 2970 Tuntas
Tuntas Tuntas
Belum Belum
Nilai Rata-rata 58,61 64,72 82,50 Tuntas
Tuntas Tuntas

PEMBAHASAN
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang digunakan adalah dengan
membandingkan data yang diperoleh siswa pada test awal (siklus I, test siklus II )
dan test akhir (siklus III) setelah diberikan tindakan kelas dengan metode
pembelajaran melalui model Kooperatif Tipe Jigsaw per kelompok. Maka
prestasinya dapat meningkat menjadi lebih baik.
Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan ternyata ada
perbedaan yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa, peningkatan prestasi belajar
Sejarah Indonesia di Kelas X AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan dengan metode

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


201
pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw pada Kompetensi Dasar Memahami
Motivasi, Nafsu dan Kejayaan Barat , maka hasil yang diperoleh oleh siswa dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dengan hasil yang cukup baik dan sangat
signifikan.
Siklus 1
Dalam siklus 1 ini seluruh siswa diberikan test awal maka diperoleh data
test awal siklus 1 dengan presntase 58,61% dan hasilnya belum bisa tuntas sesuai
dengan ketuntasan minimal yaitu 75. Dalam siklus ini siswa belum banyak
memperoleh informasi secara menyeluruh dan kongkrit serta lengkap karena
siswa belum menerapkan belajar sebara kooperatif/kelompok dalam pemecahan
masalah.
Hal ini terbukti bahwa data test awal (siklus I) diperoleh persentase 58,61 %
sehingga perlu diadakan refleksi pada siklus ke dua untuk mendapatkan nilai
ketuntasan minimal yaitu 75. Inilah penyebab utama bagi siswa pada test awal
karena para siswa belum banyak membaca buku dan belum memperoleh
informasi dari teman-teman sekelompoknya sehingga dalam hal ini peneliti
banyak memotivasi seluruh siswa dengan baik dan para siswa dapat memperoleh
informasi dari kelompok mereka sendiri maupun dari kelompok yang lain serta
informasi dari guru.
Siklus 2
Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas pada siklus II nilainya
dapat meningkat seperti yang diperoleh para siswa terdapat kenaikan presentase
dari 58,61% naik menjadi 64,72 % terdapat kenaikan presentase pada siklus II
sebesar 6,11 %. Pada siklus II ini peneliti memulai membelajarkan anak atau
peserta didik dengan membagi menjadi 3 kelompok dengan menggunakan Model
Kooperatif Tipe Jigsaw pada Kompetensi Dasar Memahami Motivasi, Nafsu dan
Kejayaan Barat, untuk kelas X AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan . Pada kegiatan
belajar mengajar ini dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang
mendalam, serta perhatian siswa dapat dipusatkan pada materi yang diberikan.
Selain itu, guru dapat menambahkan informasi yang belum diketahui siswa serta
mengajak diskusi agar wawasan siswa akan materi yang dipaparkan oleh guru
dapat diingat lebih lama oleh siswa. Dari kriteria yang ada pada kurikulum
pendidikan dasar dan menengah keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya
lebih dari 75 secara individual dan minimal 75% secara klasikal nilainya dapat
tercapai, sehingga penelitian tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan
secara terus menerus untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sedangkan untuk kelas X AKL 2 SMK Negeri 2 Balikpapan secara
individual nilai yang harus dicapai 75 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal
nilai yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 75 % dari jumlah siswa di dalam
kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak mencapai 75 maka harus di adakan
remedial test/ ulangan perbaikan dari test awal. Karena pada siklus II ini para
siswa belum mencapai ketuntasan belajarnya maka perlu diadakan refleksi untuk
tahap berikutnya dimana kekurangan nilai atau hasil yang diperoleh para siswa
belum mencapai rata-rata 75 dari Standart Minimal yang telah di tentukan dan di
targetkan oleh pihak sekolah di SMK Negeri 2 Balikpapan.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


202
Dengan demikian untuk tahapan berikutnya peneliti perlu melihat kembali
ketidakberhasilan para siswa terletak dimana sehingga peneliti bisa meperbaiki
langkah berikutnya agar nilai yang dicapai dan di peroleh seluruh siswa dapat
meningkat dengan baik seperti apa yang kita harapkan bersama dalam
peningkatan kwalitas pembelajaran.
Siklus 3
Dengan melihat dari hasil belajar pada siklus 1 dan siklus 2, maka pada
siklus ke 3 ini merefleksikan hasil yang di peroleh para siswa yang nilainya
belum mencapai 75 dan mencari apakah kendala yang dihadapi oleh para siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas terutama dalam menjawab
soal test awal siklus 1 dan test akhir pada siklus 2. Disinilah peneliti berusaha
untuk meningkatkan prestasi siswa agar lebih aktif dalam mengikuti seluruh
rangkaian proses pembelajaran di dalam kelas secara berkelompok dalam
memecahkan masalah yang di hadapi dari beberapa kelompok yang berbeda-beda.
Ternyata dari beberapa pendapat para ahli memang benar setelah diterapkan
dan dicoba di lapangan bahwa dengan metode kooperatif perkelompok, ternyata
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih
kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa secara langsung di
dalam kelas maupun di luar kelas untuk mendapatkan konsep-konsep Kompetensi
Dasar Memahami Motivasi, Nafsu dan Kejayaan Barat yang lebih kongkrit dan
benar serta data yang akurat.
Kelebihan dari model kooperatif Tipe Jigsaw ini adalah dapat meningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan mencoba
serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam pengamatannya, sehingga data
yang didapat lebih akurat dan nyata melalui pengamatan mereka sendiri.
Kelemahan dari model kooperatif ini adalah sebelum kegiatan dilaksanakan
penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun bahan-bahan yang akan
digunakan dalam kegiatan termasuk di dalamnya membagi siswa perkelompok
dan sebagainya sehingga memerlukan waktu khusus untuk mempersiapkan
kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu
kelayakan alat maupun bahan agar dalam proses pembelajaran secara kooperatif
sedikit ditemukan kesalahan baik dalam diskusi, presentasi pengukuran maupun
ketelitian alat ukur yang digunakan, serta hasil yang diperoleh dalam kelompok
tersebut untuk di presentasikan dan di simpulkan bersama.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan model kooperatif
perkelompok Tipe Jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa SMK Negeri
2 Balikpapan-Kalimantan Timur. Dengan perbedaan persentase yang signifikan
yaitu pada siklus ke 2 diperoleh nilai rata-rata siswa sebasar 64,72 dan pada siklus
ke 3 terdapat kenaikan nilai yang cukup bagus yaitu naik menjadi 82,50, maka
pada siklus 3 ini terdapat kenaikan nilai yang di peroleh para siswa yaitu 17,78%
dan rata-rata nilai dari seluruh siswa mencapai ketuntasan baik secara Individual
maupun secara Klasikal di dalam kelas X AKL 2 tersebut.
Oleh sebab itu metode tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga
dapat memacu dan memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi belajar
siswa bisa menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan pada akhirnya para

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


203
siswa dapat mencapai kepuasan tersendiri dalam pembelajaran Sejarah Indonesia
di sekolah, yang tadinya merupakan pelajaran yang terkadang membosankan
setelah mereka melakukan kegiatan diskusi, presentasi, menentukan hasil
sementara yang melibatkan setiap siswa maka para siswa akan menjadi senang
dan terus ingin mencoba menemukan berbagai masalah yang di hadapi yang
mereka kerjakan bersama menurut kelompoknya masing-masing menjadi lebih
efektif dan menyenangkan bagi siswa.
Ketika mempresentasikan hasil diskusi mereka, maka mereka saling
mempertahankan hasilnya sesuai dengan kelompoknya demi mencapai
kesepakatan bersama untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, dan hasilnya
menjadi keputusan berasama yang dapat dijadikan materi pembelajaran yang
bermakna dan berkualitas bagi majunya pendidikan demi keberhasilan di masa
mendatang bagi generasi penerus perjuangan bangsa dan negara kita yaitu
Indonesia pada umumnya.
Pada prinsipnya tidak ada satupun program pengajaran yang cocok dan tepat
tetapi kembali pada guru yang mengajar di dalam kelas bagaimana untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa menjadi lebih baik dan meningkat sesuai
dengan harapan seluruh guru mata pelajaran, siswa, orang tua wali murid dan
tentunya masyarakat luas dan khususnya dalam memajukan prestasi pendidikan
untuk bangsa Indonesia.

KESIMPULAN
Dengan model pembelajaran secara kooperatif Tipe Jigsaw dapat:
4. Meningkatkan prestasi belajar siswa yang signifikan yang dapat mencapai
kenaikan 17,78 % pada siklus 3.
5. Mencapai dan memenuhi kriteria ketuntasan belajar minimal yang melebihi
rata-rata diatas 75 % secara klasikal
6. Memberikan motivasi kepada siswa dalam berdiskusi, presentasi, menentukan
hasil pengamatan, pencatatan data secara konkrit dan benar, untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.

SARAN
4. Diharapkan bagi para guru dalam proses pembelajaran Sejarah Indonesia,
sebaiknya untuk mengajak para siswa untuk melakukan pembelajaran secara
kooperatif Tipe Jigsaw yang dapat membantu memudahkan dalam kegiatan
pembelajaran di dalam kelas maupun di dalam kelas maupun di luar kelas,
diharapkan guru lebih aktif memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi
belajar Sejarah Indonesia yang sesuai dengan materi yang diharapkan dan di
ajarkan baik di dalam kelas maupun diluar kelas.
5. Kepada Diknas sebaiknya membuat program pengadaan alat-alat praktek untuk
sekolah-sekolah secara merata sampai ke sekolah-sekolah di daerah terpencil
sebagai upaya dan sarana meningkatkan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar
dalam meningkatkan mutu pelajaran Sejarah Indonesia di sekolah.
6. Diharapkan orang tua / wali murid agar memberikan motivasi kepada anaknya
supaya mengembangkan minat baca pada buku-buku yang bersifat ilmu
pengetahuan yang selain motivasi dari para guru di sekolah, maupun guru BK

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


204
(Bimbingan dan Konseling) yang ada di sekolah untuk memberikan motivasi
kepada peserta didik agar prestasinya dapat meningkat menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Hapsari Ratna, Adil M. 2014. Sejarah Indonesia untuk SMK/MAK Kelas X.


Jakarta: Erlangga.
Kemendikbud RI. 2014. Sejarah Indonesia Kelas X. Jakarta: Pusat Kurikulum dan
Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Mustopo, M Habib, Hermawan, Agus Suprijono. 2014. Sejarah 2 Peminatan
Ilmu-ilmu Sosial Kelas XI SMA. Yudhistiro.
Moedanto, G. 1989. Indonesia Abad ke 20. Yogyakarta: Kanisisus.
Amrin Imran, Saleh A. Djamhari. 1999. Sejarah Nasional & Umum 2.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Abdulgani, Reoslan, (tanpatahun). Nasionalisme Asia. Jakarta: Prapanca.
Agung S, Leo dan Dwi Ari Listiyani. 2003. Sejarah Nasional dan Umum 2.
Surakarta.
Anderson, Ben. 1988. Revolusi Pemuda, Pendudukan Jepang, dan Perlawanan di
Jawa 1944-1946. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hamid, Abdul, dkk. 1981. Sejarah Umum 2. Jakarta: Depdikbud.
Latif, Chalid dan Irwin Lay. 9192. Atlas Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta:
Pembina Peraga.
Peosponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah
Nasional Indonesia V dan VI. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Romein, J.M. 1956. Aera Eropa, Peradaban Eropa sebagai Penyimpangan dari
Pola Umum. Bandung-Jakarta-Amesterdam: N.V. Ganaco.
Kansil, C.S.T. dan Yulianto, 1983. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Canu, Jean. 1953. Sejarah Amerika Serikat. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Nagazani, Akira. 1988. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia, Budi Utomo 1908-
1919. Jakarta: Depdikbud.
Suhartono. 1994. Sejarah Pergerakan Nasional, dari Budi Utomo sampai
Proklamasi 1908-1945. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


205
BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020
206
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED
LEARNING) PADA MATERI POKOK BANGUN DATAR SEGIEMPAT DI
KELAS VII–4 SMP NEGERI 8 SAMARINDA

Satuna
Guru SMP Negeri 8 Samarinda

ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan tujuan untuk


meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VII-4 SMP
Negeri 8 Samarinda Tahun Pelajaran 2017/2018. Nilai rata-rata
ulangan semester ganjil yang dijadikan nilai dasar yaitu sebesar
59,70 meningkat menjadi 64,54 pada siklus Imaka terjadi peningkatan
mencapai 8,11%. Pada siklus II mengalami peningkatan dari nilai
rata-rata pada siklus I 64,54 menjadi 67,53 pada siklus II maka
terjadi peningkatan 4,63%. Pada siklus III mengalami peningkatan
dari nilai rata-rata pada siklus II 67,53 menjadi 73,24 pada siklus III
maka terjadi peningkatan mencapai 8,45%. Serta pada penilian sikap
dan penilaian keterampilan juga mengalami perbaikkan dari siklus I
sampai siklus III dengan kriteria baik. Aktivitas guru dan aktivitas
siswa pada siklus I dinilai cukup, pada siklus II aktivitas guru dinilai
baik dan aktivitas siswa dinilai cukup, serta pada siklus III aktivitas
gurudan aktivitas siswa dinilai baik. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah (Problem Based Laerning) dapat meningkatkan
hasil Belajar Matematika siswa pada materi pokok bangun datar
segiempat di kelas VII-4 SMP Negeri 8 Samarinda Tahun Pelajaran
2017/2018.

Kata Kunci: hasil belajar matematika, problem based learning,


bangun datar segiempat

PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki spektrum masa depan yang luas dan seimbang
sehingga harapan masyarakat terhadap pendidikan terpenuhi, dan manusia
Indonesia seutuhnya dapat diwujudkan. UNESCO (dalam Sindhunata, 2001: 116)
mengemukakan Keberhasilan pendidikan diukur dari hasil empat pilar
pengalaman belajar itu, yakni: 1) belajar mengetahui (learning to know);
2) belajar berbuat (learning to do); 3) belajar hidup bersama (learning to live
together); dan 4) belajar menjadi seseorang (learning to be).
Masalah utama dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah),
khususnya di SMP Negeri 8 Samarinda, masih rendahnya pembelajaran yang

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


207
dilakukan. Hal ini tampak dari persentase pencapaian Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) hasil belajar siswa yang masih sangat memperihatinkan, dari 32
siswa di kelas VII-4 SMP Negeri 8 Samarinda, hanya 4 siswa yang dikategorikan
tuntas dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 75, sedangkan sisanya masih dibawah
nilai minimal.
Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti di mata pelajaran
matematika di SMP Negeri 8 Samarinda, terdapat masalah diantaranya rendahnya
motivasi siswa dalam belajar. Hal ini mengakibatkan proses pembelajaran dikelas
kurang adanya interaksi aktif siswa dengan guru atau siswa dengan siswa,
sehingga siswa kurang terampil menjawab pertanyaan atau bertanya tentang
konsep yang diajarkan dan kurang termotivasi dalam belajar. Dalam proses
pembelajaran banyak siswa yang pasif dalam mengikuti pembelajaran, merasa
bosan, kurang aktif bertanya kepada guru ketika tidak mengerti terhadap konsep
yang dipelajari, dan ketika ditanya oleh guru siswa cenderung menanyakan
jawabannya kepada teman sebangkunya. dan kurang antusias dalam mengerjakan
soal, siswa lebih suka bercanda dengan teman ketika pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan hal di atas, guru akan lebih kreatif dalam menyampaikan
pembelajaran konsep matematika, lebih memperhatikan kebutuhan siswa ketika
memperdalam konsep, memberikan ruang kepada siswa untuk berdiskusi dengan
teman sesuai dengan konsep yang disampaikan, dan menerapkan model
pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa tertarik untuk belajar sehingga
dapat dengan mudah memahami apa yang sedang mereka pelajari, serta dengan
pemahaman yang mereka miliki, siswa mampun menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Trianto (2007:1) rendahnya hasil belajar siswa dapat disebabkan
oleh proses pembelajaran yang didominasi oleh pembelajaran tradisional.
Pembelajaran tradisional suasana kelas cenderung teacher centered (berpusat pada
guru) sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian guru lebih suka
menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan bahan praktik,
cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau referensi lain.
Dalam hal ini siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat memahami
bagaimana belajar, berpikir dan memotivasi diri sendiri (self motivation), padahal
aspek-aspek tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam suatu pembelajaran.
Proses belajar dalam kelompok akan membantu siswa menemukan dan
membangun sendiri pemahaman tentang materi pelajaran yang tidak diperoleh
dari model pembelajaran tradisional tersebut. Model Pembelajaran bebasis
masalah (Problem Based Learning) dapat mendorong siswa untuk bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata.
Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah
model pembelajaran yang dirancang agar siswa mendapat pengetahuan penting,
yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki modal
balajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Model
pembelajaran ini juga menyajikan masalah yang kontekstual sehingga merangsang
siswa untuk belajar dan juga menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”,
berkerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan yang nanti
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


208
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui model
pembelajaran berbasis Masalah (Problem-Based Laerning) pada materi pokok
Bangun Datar Segiempat di kelas VII-4 SMP Negeri 8 Samarinda tahun ajaran
2017/2018.

KAJIAN PUSTAKA
Hasil Belajar Matematika
Menurut Nasution (dalam Uno dan Muhammad, 2011:141) menyatakan
belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang
belajar, baik aktual maupun potensial. Menurut Uno dan Muhammad (2011:139)
belajar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari latihan pengalaman individu akibat interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Djamarah (2008:13) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif,
afektif, psikomotorik. Perubahan yang dimaksudkan disini adalah perubahan
dalam pribadi siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Menurut Winkel (dalam Sumoharjo, 2011:1) hasil belajar adalah bukti
keberhasilan dan usaha yang dilakuakan dan merupakan kecakapan yang
diperoleh melalui kegiatan pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dengan
skor/angka. Selanjutnya Soemantri (dalam Sumoharjo, 2011:1) mengatakan
bahwa hasil belajar merupakan suatu indikator dari perubahan yang terjadi pada
diri siswa setelah mengalami proses belajar dimana untuk mengungkapnya biasa-
nya menggunakan suatu alat penilaian yang ditetapkan oleh guru. Dalam dunia
pendidikan khususnya sekolah hasil belajar merupakan skor atau nilai yang
diperoleh siswa terhadap suatu mata pelajaran tertentu.
Menurut Usman dan Setiawati (dalam Sumoharjo, 2011:1) menjelaskan
bahwa belajar menghasilkan perubahan dalam diri seseorang sebagai hasil dari
belajar atau prestasi dari belajarnya itu. Kemudian Djamarah (2008:175) juga
berpendapat bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku individu sebagai
akibat dari kegiatan belajar yang telah dilakukan oleh individu itu sendiri.
Dari beberapa pernyataan para ahli di atas, maka dapat penulis simpulkan
bahwa hasil belajar matematika merupakan kemampuan atau perubahan tingkah
laku yang dimiliki siswa setelah mengalami proses belajar. Hasil belajar dapat
diukur dengan menggunakan tes, hasil tes berupa pekerjaan siswa yang dikoreksi
dan diberi skor atau nilai. Siswa yang memiliki skor atau nilai tinggi diasumsikan
sebagai siswa yang hasil belajarnya tinggi,untuksiswa yang memiliki skor atau
nilai rendah diasumsikan sebagai siswa yang hasil belajarnya rendah. Sehingga
hasil belajar yang dimaksudkan adalah tinggi rendahnya skor atau nilai hasil
belajar yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar, terhadap materi
ajar matematika khususnya bangun datar segiempat. Hasil belajar matematika
disini bertujuan untuk mengadakan perubahan di dalam diri siswa, mencakup
perubahan tingkah laku, ilmu pengetahuan, dan keterampilan untuk penilaian
sikap dengan mengunakan angket.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


209
Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah
model pembelajaran yang menyajikan masalah yang kontekstual sehingga
merangsang siswa untuk belajar dan juga menantang siawa untuk “belajar
bagaimana belajar”, berkerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari
permasalahan. Model pembelajaran berbasis masalah juga dirancang agar siswa
mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan
masalah, dan memiliki modal balajar sendiri serta memiliki kecakapan
berpartisipasi dalam tim. (Gultom. 2014:55).
Menurut Dewey (dalam Sari, 2013:4) belajar berdasarkan masalah adalah
interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar
danlingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan
dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu
secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis,
serta dicari pemecahannya dengan baik.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah, (problem-based learning) adalah model
pembelajaran yang dirancang agar siswa mendapat pengetahuan penting, yang
membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki modal balajar
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. juga menyajikan
masalah yang kontekstual sehingga merangsang siswa untuk “belajar bagaimana
belajar”, berkerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan
yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang
menekankan pada proses penyelesaian masalah. Dalam implementasi model
pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih bahan pelajaran yang
memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Model pembelajaran berbasis
masalah ini dapat diterapkan dalam kelas jika: 1) Guru bertujuan agar siswa tidak
hanya mengetahui dan hafal materi pelajaran saja, tetapi juga mengerti dan
memahaminya; 2) Guru menginginkan agar siswa memecahkan masalah dan
membuat kemampuan intelektual siswa bertambah; 3) Guru menginginkan agar
siswa dapat bertanggung jawab dalam belajarnya; 4) Guru menginginkan agar
siswa dapat menghubungkan antara teori yang dipelajari didalam kelas dan
kenyataan yang dihadapinya diluar kelas; dan 5) Guru bermaksud
mengembangkan kemampuan siswa dalam menganalisis situasi,menerapkan
pengetahuan, mengenal antara faktadan pendapat, serta mengembangkan
kemampuan dalam membuat tugas secara objektif.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah
John Dewey (dalamTrianto, 2009:91) seorang ahli pendidikan
berkebangsaan Amerika memaparkan 6 langkah dalam pembelajaran berbasis
masalah ini, yaitu: 1) Merumuskan masalah. Guru membimbing siswa untuk
menentukan masalah yang akan diselesaikan dalam proses pembelajaran,
walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut; 2) Menganalisis
masalah. Langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


210
pandang; 3) Merumuskan hipotesis. Langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki;
4) Mengumpulkan data. Langkah siswa mencari dan menggambarkan berbagai
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah; 5) Pengujian hipotesis.
Langkah siswa dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan
penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan; dan 6) Merumuskan
rekomendasi pemecahan masalah.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada 2 Maret sampai dengan 7 April 2018
tahun pelajaran 2017/2018. Tempat penelitian adalah di SMP Negeri 8 Samarinda,
Jl. Pattimura Loa Janan Ilir, Kota Samarinda. Subjek penelitian ini adalah siswa
kelas VII-4 SMP Negeri 8 Samarinda yang berjumlah 32 Siswa, sedangkan objek
dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based
Learning). Penelitian tindakan kelas terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang
dilakukan dalam siklus berulang. Empat kegiatan utama yang ada pada setiap
siklus yaitu: 1) perencanaan; 2) tindakan, 3) pengamatan; dan 4) refleksi, yang
dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Alur Penelitian Tindakan Kelas


Sumber: (Asrori, 2007:103)

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


211
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I
Nilai dasar yang dijadikan acuan dalam penelitian pada siklus I ini adalah
nilai dasar dari hasil ulangan harian bilangan bulat. Rata-rata nilai dasar tersebut
adalah 59,7. Rata-rata nilai tugas kelompok 67,27, nilai rata-rata tugas individu
60,13, maka nilai rata-rata nilai tugas siswa siklus I (nilai tugas kelompok dan
tugas individu) adalah 63,70 dan nilai rata-rata tes akhir silkus I adalah 64,97.
Dari nilai tugas siswa dan nilai tes akhir siklus I didapat nilai hasil belajar siswa
dengan nilai rata-rata siklus I adalah 64,54. Nilai rata-rata hasil belajar siswa
siklus I belum memenuhi nilai standar ketuntasan minimum yang telah ditentukan
sekolah, terapi rata-rata nilai hasil belajar siswa telah mengalami peningkatan dari
rata-rata nilai dasar sebanyak 8,11% yaitu 59,70 ke 64,54. Kriteria poin
peningkatan siswa adalah cukup dengan rata-rata 18,91 dengan ketuntasan
sebanyak 4 orang.
Nilai hasil belajar tiap siswa diperoleh dari nilai rata-rata tugas siswa (nilai
tugas kelompok dan tugas individu) dan nilai tes akhir siklus I dengan siswa yang
mengalami peningkatan nilai 23 siswa, yang turun 5 siswa, sedangkan yang
mendapatkan nilai tetap 4 siswa, dengan kriteria 4 siswa baik, 26 siswa cukup, 1
siswa kurang, dan 1 siswa kurang sekali.
Oleh karena hasil yang dianggap masih belum memuaskan maka peneliti
bersama observator mendiskusikan hasil tindakan berdasarkan hasil observasi dan
hasil tes akhir siklus I untuk menentukan langkah-langkah perbaikan dan
penelitian dilanjutkan pada siklus selanjutnya, yaitu siklus II
Siklus II
Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata tugas siswa yaitu 66,54 (nilai tugas
kelompok 66,02 dan tugas individu 67,06) dan nilai rata-rata tes akhir siklus II
yaitu 68,03. Dari nilai tugas siswa dan nilai tes akhir siklus II maka didapat nilai
hasil belajar siswa, rata-rata nilai hasil belajar siswa adalah 67,53. Rata-rata nilai
belajar siswa ini telah mengalami peningkatan dari nilai rata-rata akhir siklus I
sebanyak 4,63%, yaitu dari 64,54 ke 67,53. Nilai rata-rata ini belum memenuhi
kriteria keberhasilan ketuntasan minimal nilai 70 yang telah ditetapkan oleh
sekolah, sehingga belum memenuhi kriteria ketuntasan minimum. Kriteria poin
peningkatan siswa juga sudah membaik dengan rata-rata 19,06 dengan hanya
ketuntasan siswa sebanyak 12 orang.
Nilai hasil belajar tiap siswa diperoleh dari nilai rata-rata tugas siswa (nilai
tugas kelompok dan tugas individu) dan nilai tes akhir siklus II dengan siswa yang
mengalami peningkatan nilai 20 siswa, yang turun 6 siswa, sedangkan yang
mendapatkan nilai tetap 6 siswa, dengan kriteria 1 siswa baik sekali, 11 siswa
baik, 19 siswa cukup, dan 1 siswa kurang. Nilai hasil belajar siswa yang
mengalami peningkatan dan yang memenuhi kriteria keberhasilan pada siklus II.
Siklus III
Pada siklus III diperoleh nilai rata-rata tugas siswa yaitu 74,09 (Nilai tugas
kelompok 73,59 dan nilai tugas individu 74,59) serta nilai rata-rata tes akhir siklus
III yaitu 72,81. Dari nilai tugas siswa dan nilai tes akhir siklus maka didapat nilai
hasil belajar siswa, rata-rata nilai hasil belajar siswa adalah 73,24. Rata-rata nilai

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


212
belajar siswa ini telah mengalami peningkatan dari nilai rata-rata akhir siklus II
sebanyak 8,45%, yaitu dari 67,53 ke 73,24. Nilai rata-rata ini sudah memenuhi
ketuntasan minimal yang dijadikan dasar oleh sekolah, sehingga sudah memenuhi
kriteria ketuntasan minimum. Kriteria poin peningkatan siswa juga sudah
membaik dengan rata-rata 21,25 dengan ketuntasan siswa sebanyak 27 orang.
Nilai hasil belajar tiap siswa diperoleh dari nilai rata-rata tugas siswa (nilai tugas
kelompok dan tugas individu) dan nilai tes akhir siklus III dengan siswa yang
mengalami peningkatan nilai 29 siswa, yang turun 2 siswa, sedangkan yang
mendapatkan nilai tetap 1 siswa, dengan kriteria 4 siswa baik sekali, 23 siswa
baik, dan 5 siswa cukup.
Dari hasil Penelitian, peneliti bersama observator memutuskan untuk tidak
melanjutkan tindakan, karena 80% (27 siswa) dari jumlah 32 siswa telah
memenuhi nilai KKM yaitu lebih besar atau sama dengan 70 yang telah
ditentukan sekolah, yang diikuti oleh aktivitas guru yang dikategorikan baik dan
aktivitas siswa yang dikategorikan baik, serta sikap dan keterampilan siswa dalam
pembelajaran di siklus ketiga yang dikateorikan baik.
Hasil penelitian terdiri dari hasil observasi aktivitas guru, aktivitas siswa,
sikap siswa, keterampilan siswa, serta hasil belajar. Hasil analisis data kuantitatif
yang diperoleh pada saat penelitian berlangsung, yaitu dari siklus I, siklus II, dan
siklus III. Selanjutnya hasil analisis dari keseluruhan siklus, baik dari hasil
observasi maupun hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Hasil Observasi pada siklus I, II, dan III
Hasil Observasi
Pelaksanaan
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Sikap Keterampilan
Siklus I Cukup Cukup Kurang Cukup
Siklus II Baik Cukup Cukup Baik
Siklus III Baik Baik Baik Baik
Dari data yang diperoleh setiap siklus dapat diketahui persentase
peningkatan hasil belajar matematika siswa seperti pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Persentase Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa
Nilai Dasar Siklus I Siklus II Siklus III
Rata-Rata 59,70 64,54 67,53 73,24
Poin penigkatan 18,91 19,06 21,25
Persentase Peningkatan
8,11% 4,63% 8,45%
Hasil Belajar
Nilai dasar ke Siklus I ke Siklus II ke
Keterangan
siklus I siklus II siklus III
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa terjadi peningkatan sebesar 8,11%
dari nilai dasar ke siklus I, yaitu nilai 59,70 meningkat menjadi 64,54. Pada siklus
I ke siklus II terjadi peningkatan sebesar 4,63% yaitu dari nilai 64,54 meningkat
menjadi 67,53. Pada siklus II ke siklus III terjadi peningkatan sebesar 8,45% yaitu
dari nilai 67,53 meningkat menjadi 73,24. Serta pada penilaian sikap dan
keterampilan juga mengalami perbaikan dari pertemuan pertama pada siklus I
sampai pada pertamuan terakhir pada siklus III.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


213
Grafik peningkatan dan persentse peningkatan hasil belajar siswa setelah
mengunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
dapat dilihat pada gambar 2 sebagai berikut.

80.00 73.24
67.53
70.00 64.54
59.70
60.00

50.00

40.00

30.00

20.00

10.00

0.00
Nilai Dasar Siklsus I Siklus II Siklus III
Grafik Rata-Rata Hasil
59.70 64.54 67.53 73.24
Belajar

Gambar 2. Grafik Peningkatan Hasil Belajar

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa
terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah menerapkan model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Laerning) pada materi pokok
Bangun Datar Segiempat di kelas VII-4 SMP Negeri 8 Samarinda tahun pelajaran
2018/2019.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat dikemukakan saran-saran
sebagai berikut: 1) Bagi siswa diharapkan agar lebih membiasakan diri berprilaku
baik dan tertib selama proses pembelajaran khusunya pada materi segiempat.
Sehingga materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dapat diterima dengan
baik. Selain itu siswa harus lebih membangun interaksi atau kerjasama dengan
teman-temannya yang lain agar meningkatkan hubungan sosial antar siswa dan
diharapkan siswa lebih aktif lagi dalam proses pembelajaran selanjutnya; 2) Bagi
guru agar mengetahui langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah
(Problem-Based Learning) sehingga diharapkan dapat menambah wawasan
tentang pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) dan dapat
dijadikan alternatif lain pada proses pembelajaran dalam rangka perbaikan
kualitas pendidikan khususnya pada pembelajaran matematika; dan 3) Bagi
sekolah diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran berbasis Masalah
(Problem-Based Laerning) sebagai upaya perbaikan pembelajaran dan
peningkatan hasil belajar khususnya pelajaran matematika.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


214
DAFTAR PUSTAKA

Djamarah, S. B. 2008. Psikologi Belajar Edisi 2. Banjarmasin: Rineka Cipta.


Gultom, S. 2014. Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sari, D.K. 2013. Pengertian pembelajaran Berbasis Masalah. (problem-
basedlearning).http://dinikomalasari.wordpress.com/2013/12/27/pembelajar
an-berbasis-masalah-problem-based-learning-pbl. (diakses tanggal 13
Oktober 2015).
Sumoharjo, A. 2011. Definisi Konsep Hasil Belajar. http://addyarchy07.blogs-
pot.com/2011/12/definisi-konsep-hasil belajar.html (diakses tanggal 20
September 2015).
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistif.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Uno, B. H dan Nurdin, M. 2011. Belajar Dengan Pembelajaran PAILKEM.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

BORNEO, Edisi Khusus, Nomor 42, Februari 2020


215
Persyaratan Pemuatan Naskah Untuk

1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik spasi dua pada
kertas A4, panjang 10-20 halaman, dan diserahkan paling lambat 1 bulan sebelum
tanggal penerbitan dalam bentuk ketikan pada MS Word dan print-outnya.
2. Artikel ditulis dalam Bahasa lndonesia/lnggris, dilengkapi Abstrak (50-70 kata).
3. Artikel (hasil penelitian) memuat:
Judul
Nama Penulis
Identitas Penulis (jabatan), Alamat email, dan Nomor HP/WA
Abstrak dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan(memuat latar belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan
masalah/tujuan penelitian).
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka (berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja).
4. Artikel (kajian teoretik, setara hasil penelitian) memuat
Judul
Nama Penulis
Identitas Penulis/Alamat email / Nomor HP
Abstrak dalam Bahasa lndonesia dan Bahasa lnggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan
Subjudul
Subjudul sesuai kebutuhan
Subjudul
Penutup (Kesimpulan dan Saran)
DaftarPustaka(berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian saja).
5. Daftar Pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara
alfabetis dan kronologis:
Gagne, ILM., 1974. Essential of Learning and Instruction. New York: Halt Rinehart and
Winston.
Popkewitz, T.S., 1994. Profesionalization in teaching and teacher education: some
notes on its history, ideology, and potentia?. Journalof Teaching and
Teacher Education, 10 (10): 1-14.
6. Sebagai prasyarat bagi pemrosesan artikel, para penyumbang artikel wajib menjadi
pelanggan, minimal selama satu tahun.

Anda mungkin juga menyukai