Anda di halaman 1dari 236

Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan adalah jurnal ilmiah,

Diterbitkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur


Terbit dua kali setahun, yakni setiap bulan Juni dan Desember

Penanggung Jawab
Bambang Utoyo

Ketua Penyunting
Tendas Teddy Soesilo

Wakil Ketua Penyunting


Jarwoko

Penyunting Pelaksana
Prof. Dr. Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd., Prof. Dr. Husaeni Usman, M.Pd.,MT., Dr. Edi
Rachmad, M.Pd., Dra. Siti Fatmawati, MA, Drs. Ali Sadikin, M.AP, Drs. Masdukizen,
Dra.Pertiwi Tjitrawahjuni, M.Pd.,Dr. Sugeng, M.Pd., Andrianus Hendro Triatmoko,
Dr. Pramudjono, M.S.

Sirkulasi
Sunawan

Sekretaris
Abdul Sokib Z.

Tata Usaha
Heru Buana Herman,Sunawan,

Alamat Penerbit/Redaksi : Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsii


Kalimantan Timur, Jl. Cipto Mangunkusumo Km 2 Samarinda Seberang, PO Box 218

• Borneo, Jurnal Ilmu Pendidikan diterbitkan pertama kali pada Juni


2007 oleh LPMP Kalimantan Timur
• Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan
dalam media lain. Naskah dalam bentuk soft file dan print out di atas
kertas HVS A4 spasi ganda lebih kurang 20 halaman, dengan format
seperti tercantum pada halaman kulit dalam belakang
EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ISSN 1858-3105

Diterbitkan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rakhmat
serta hidayah-Nya, Borneo Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP Kalimantan Timur
dapat diterbitkan.

Jurnal Borneo EDISI KHUSUS Nomor 2, Juli 2015 merupakan edisi yang diharapkan
dapat kembali terbit pada edisi-edisi berikutnya. Jurnal Borneo Reguler terbit dua
kali setiap tahun, yakni pada bulan Juni dan Desember sedangkan Edisi Khusus terbit
setiap bulan Januari dan Juli.

Tujuan utama diterbitkannya jurnal Borneo ini adalah memberi wadah kepada
tenaga perididik, khususnya guru di Propinsi Kalirnantan Timur untuk
mempublikasikan hasil pemikirannya di bidang pendidikan, baik berupa telaah
teoritik, maupun hasil kajian empirik lewat penelitian. Publikasi atas karya mereka
diharapkan memberi efek berantai kepada para pembaca untuk melahirkan gagasan-
gagasan inovatif untuk memperbaiki mutu pendidikan dan pembelajaran. Perbaikan
mutu pendidikan dan pembelajaran ini merupakan titik perhatian utama LPMP
Kalimantan Timur sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan.

Pada edisi ini ,jurnal Borneo memuat beberapa artikel yang ditulis oleh Widyaiswara
LPMP Kalimantan Timur, Dosen, Pengawas, dan Guru. jurnal Borneo edisi ini lebih
hanyak memuat tulisan dari luar khususnya yang datang dari pengawas dan guru
atau siapa saja yang peduli dengan perkembangan pendidikan, dengan tujuan untuk
memicu semangat guru mengembangkan gagasan-gagasan ilmiahnya. Untuk itu,
terima kasih kami sampaikan kepada para penulis artikel sebagai kontributor
sehingga jurnal Borneo edisi inidapat terbit sesuai waktu yang ditentukan.

Ucapan terima kasih dan selamat kami sampaikan kepada pengelola jurnal Borneo
yang telah berupaya keras untuk menerbitkan Borneo edisi ini. Apa yang telah
mereka sumbangkan untuk menerbitkan jurnal Borneo mudah-mudahan dicatat
sebagai amal baik oleh Alloh SWT.

Kami berharap, semoga kehadiran jurnal Borneo ini memberikan nilai tambah,
khususnya bagi LPMP Kalimantan Timur sendiri, maupun bagi upaya perbaikan mutu
pendidikan pada umumnya.

Redaksi

Bambang Utoyo
DAFTAR ISI

BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015 ISSN : 1858-3105

KATA PENGANTAR III

DAFTAR ISI IV

1 Implementasi Manajemen “RE” Untuk Mengurangi Jam Kosong, 1


Keterlambatan Guru Datang Di Sekolah, Dan Keterlambatan Guru Masuk
Kelas Di SDN 024 Balikpapan Tengah
Eny Supriani

2 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA / Kimia Melalui Pembuatan Model 15


Atom Sederhana Pada Kompetensi Dasar Atom, Ion Dan Molekul
Suparno

3 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII Menggunakan Metode 27


Cooperative Integrated Reading And Composition
Retno Susilowati

4 Penerapan Model Pembelajaran Probing-Prompting Untuk Meningkatkan 41


Kemampuan Menyelesaikan Soal-Soal IPA-Fisika
Suhartini

5 Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas XII PMS 1 SMK 55


Negeri 2 Balikpapan Melalui Penerapan Teknik Pancingan Kata Kunci
Hadi Suwito

6 Meningkatkan Kemampuan Mengemukakan Pendapat Pada Siswa Kelas XII 67


Dalam Pembelajaran PKn Melalui Strategi Inkuiri Jurisprudensial
Sri Yoana

7 Meningkatkan Hasil Belajar Shalat Melalui Strategi Flash Card 81


Siswa Kelas III SDN 016 Balikpapan Tengah
Sufyansyah

8 Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Pada Kompetensi Dasar 93


Ekosistem Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student
Teams Achievement Division)
Pintamalem
9 Implementasi ISO 9001:2000 Dalam Rangka Peningkatan Motivasi Dan 107
Kinerja Staf Di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan
Timur
Wahyuni

10 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Dengan Metode Penerapan 121


Latihan Soal Terbimbing Untuk Siswa Kelas VII
Sunaji

11 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA 135
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Rotasi Bumi
Ramelan

12 Peningkatan Pembelajaran Berbicara Melalui Pendekatan Terpadu Bidang 149


Studi Bahasa Indonesia
Supiyati

13 Eksperimen Fermentasi Dalam Pembelajaran Enzim Dan Metabolisme 163


Sebagai Penerapan Pendekatan Ilmiah (Scientific Approach)
Rosdiana

14 Penerapan Metode Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA 175
Materi Memahami Hubungan Antara Struktur Bagian Tumbuhan Dengan
Fungsinya
Nurkhasanah

15 Meminimalkan Kesulitan Belajar Matematika Materi Persamaan Dan 189


Pertidaksamaan Linear Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Dengan
Pendekatan Konstruktivis
Wahyu Sudiarsono

16 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas X–2 Dengan Mengapresiasi 203
Puisi Menggunakan Media CD
Indah Sutjiati

17 Analisis Kendala Dalam Implementasi Kurikulum 2013 Dan Alternatif 217


Solusinya
Samodro
IMPLEMENTASI MANAJEMEN “RE” UNTUK MENGURANGI
JAM KOSONG, KETERLAMBATAN GURU DATANG DI
SEKOLAH, DAN KETERLAMBATAN GURU MASUK KELAS
DI SDN 024 BALIKPAPAN TENGAH

Eny Supriani
Dinas Pendidikan Balikpapan

Abstrak

Manajemen RE adalah sebuah konsep manajemen yang


berarti upaya-upaya untuk menciptakan teori atau konsep
baru berkaitan dengan cara mengelola sebuah sekolah
dengan 6 langkah melalui sebuah siklus (cycling). Keenam
langkah tersebut adalah “reorienting, relearning,
replanning, redoing, rechecking, dan re-acting”. Inti dari
manajemen ini adalah bagaimana seorang kepala sekolah
memberdayakan semua aspek yang ada disekolah, untuk
dikelola secara profesional dan total, melalui tahapan-
tahapan yang digambarkan melalui model siklus tersebut.
Adapun pola siklus yang penulis tawarkan dimulai dari
pengendalian, perbaikan / peningkatan, pemeliharaan,
tindakan, perencanaan, pemeriksaan dan pelaksanaan.
Pengendalian perlu dilakukan terhadap produk input,
proses pengerjaan (KBM) atau implementasi PBM hingga
akhir output. Untuk itu perlu dikembangkan “mentalitas
berkualitas guru” yang melekat pada pelaku proses (built
in quality) dan menerapkan do it right the first time. Dari
hasil yang diperoleh dapat disampaikan bahwa dengan
manajemen RE dapat membentuk disiplin guru dan berefek
pada disiplin siswa, yang akhirnya akan mewujudkan
sekolah yang efektif dan unggul.

Kata kunci : Manajemen RE

PENDAHULUAN

Disadari atau tidak, guru adalah panutan bagi siswa di sekolah


dimana ia bertugas. Oleh karena itu apapun yang dilakukan oleh guru
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 1
selalu menjadi contoh bagi anak didiknya. Jika gurunya masih ada yang
datang terlambat di sekolah atau terlambat masuk kelas, jangan harap
siswanya dapat hadir tepat waktu atau masuk kelas sesuai dengan jam
bel masuk.
Penulis prihatin jika menyaksikan ada guru yang datang ke
sekolah terlambat, atau masuk kelas tidak sesuai dengan bel masuk atau
bahkan ada guru yang sering meninggalkan jam mengajar dengan alasan
yang tidak jelas. Hal tersebut terjadi pada sekolah tempat penulis
bertugas. Pada saat itu tingkat kosong jam tinggi, guru terlambat datang
menjadi pemandangan sehari-hari dan guru terlambat masuk kelas
menjadi kebiasan yang membudaya.
Sebuah organisasi akan berjalan sebagaimana yang diinginkan,
jika seluruh stakeholder yang ada di dalamnya selalu mempunyai
kemauan yang kuat untuk berinovasi. Inovasi yang dimaksud adalah
keinginan mengembangkan organisasi kearah yang positif melalui
langkah meningkatkan hal-hal yang positif dan menghilangkan hal-hal
yang menghambat. Hal tersebut di Jepang dikenal dengan “Kaizen” yang
artinya Inovasi tiada henti, dalam dunia bisnis dikenal dengan
Manajemen Peningkatan Mutu, dalam dunia pendidikan kita kenal
dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Implementasi Inovasi tiada henti secara operasional dalam sebuah
sekolah adalah Ulangi dan tingkatkan (Re). Dalam manajemen RE
kondisi organisasi sekolah dan Kepala sekolah mempunyai peranan yang
sangat menentukan. Robert G. Owen dalam bukunya Organizational
behavior in Education (1992) menyatakan sebagai berikut : Faktor
utama (dari organisasi yang efektif atau tidak efektif) adalah kondisi
organisasi dan tingkah laku kepala akan menunjukkan efek terhadap
bagaimana bawahan melakukan perjanjian dengan yang lain secara
individual dan secara team works dalam memproduk hasil akhir.
.
KAJIAN PUSTAKA

Manajemen RE, dari uraian konsep-konsep manajemen di atas


kemudian apa yang ditawarkan oleh RE dalam rangka membantu kepala
sekolah menghadapi kompleksitas pendidikan sekarang ini. RE berasal
dari “RE and UP” dimana “RE” menurut kamus The Amarican Heritage
Dictionary (1991:1029) artinya “again” atau “anew” lagi atau
memperbarui kembali, sedangkan menurut Hernowo dalam bukunya Bu
2 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Slim dan Pak Slim (2004:12) menyatakan bahwa “RE” berarti upaya-
upaya untuk menciptakan teori atau konsep baru berkaitan dengan cara
mengelola bisnis misalnya ada “repositioning yang berarti”
memposisikan kembali strategi perusahaan, atau ada pula “relearning”
yang berarti mempertanyakan kembali cara-cara belajar yang sudah
tidak sesuai dengan perkembangan zaman”, dan seterusnya. Sedangkan
“UP” menurut kamus dapat diartikan “maju terus” artinya menu terus
sambil menyempurnakan kekurangan yang lalu. Sehingga RE dapat
diartikan sebagai usaha untuk mengulang sambil menyempurnakan.
Walaupun fenomena RE ini sudah dikembangkan beberapa tahun
lalu dan sukses dengan konsepnya yaitu “reenginering, relearning,
repositioning dan RE yang lainnya, penulis ingin mencoba lagi
manajemen RE ini dalam kontek yang lain dan khususnya dalam bidang
pengelolaan sekolah. Sedangkan manajemen sendiri menurut Sudjana
dalam bukunya Manajemen Program Pendidikan (2004:16) menyatakan
bahwa pengelolaan sekolah atau manajemen merupakan ketrampilan
khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau
melalui orang lain dalam mencapai tujuan organisasi. Harsey dan
Blanchard (1982) dalam Sudjana (16-17) menyatakan sebagai berikut:
“Management as working with and through individuals and groups to
accomplish organizitional goals”. Sedangkan Stoner (1981) dalam
Sudjana (17) mengartikan sebagai berikut : “Manajemen adalah suatu
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan evaluasi sebagai
efek dari anggota suatu organisasi dan pemanfaatan seluruh sumber daya
organisasi yang lain untuk mencapai tujuan lembaga organisasi”.
Implementasi kedua pengertian tersebut menurut Sudjana adalah
bahwa manajemen merupakan serangkaian kegiatan merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengendalikan, disertai
mengembangkan segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, secara efisien dan efektif
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Strategi
manajemen RE bertujuan untuk mengelola rencana-rencana strategis dan
taktis yang dibuat untuk dilaksanakan diseluruh tingkatan manajemen
dengan baik dan benar. Menyelaraskan kebijakan dan tindakan yang
strategis diseluruh tingkatan manajemen untuk mencapai tujuan
bersama. Melaksanakan proses manajemen strategi yang sistematis
dengan konsisten. Menyediakan prinsip-prinsip sistem manajemen yang
dapat mengukur tingkat keberhasilan baik yang sudah berlalu,
operational yang sedang berjalan, maupun yang akan dating.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 3
Menyediakan prinsip-prinsip sistem manajemen yang bisa mengukur
dan membedakan keberhasilan sisi financial, sisi operasional maupun
sisi siswa (students‘achievement).
Adapun ranah “manajemen RE” yang kami tawarkan adalah
Reorienting yang merupakan sebuah proses yang sistematis yang
meliputi pemahaman, pengenalan serta pengidentifikasian kembali
segala sesuatu yang telah dimiliki oleh sebuah lembaga yang dilakukan
oleh kepala sekolah, para guru, karyawan, wali murid, siswa dan
stakeholder lainnya. Dan ini harus dilakukan sebelum dan setiap tahun
ajaran baru sehingga apa saja potensi yang dimiliki sekolah akan
diketahui oleh semua komponen sekolah. Bentuk peningkatan pada fase
ini adalah menghilangkan segala hambatan dan mengarahkan orientasi
pada posisi yang lebih operasional dan rasional. Relearning merupakan
sebuah proses yang sistimatis untuk mempelajari kembali cara-cara atau
teknik-teknik pengelolaan sekolah yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman yang didalamnya ada seperangkat instrument dan
assesoris menajerial yang berdasarkan kebutuhan (need assesment).
Bentuk peningkatan pada fase ini adalah menghilangkan teknik
yang tidak efektif dan mengganti dengan metode-metode lain yang
dianggap lebih efektif. Replaning adalah sebuah proses yang sistimatis
dalam rangka mempersiapkan kembali seperangkat keputusan tentang
kegiatan-kegiatan untuk masa yang akan datang dengan diarahkan pada
pencapaian tujuan-tujuan melalui penggunaan sarana yang tersedia
berdasarkan hasil relearning yang telah dilakukan. Menurut Sudjana
(2004;67-72) ada 3 tipe perencanaan yaitu pertama perencanaan
berdasarkan perintah (Command Planning) dimana orientasinya pada
rencana umum yang telah disusun berdasarkan patokan-patokan yang
telah ditetapkan, sedangkan pakar hanya sebagai spesialis saja.
Perencanaan ini lebih bersifat sentralistik.
Kedua Perencanaan berdasarkan kebijakan (Polecies Planning)
yang telah ditetapkan yang ditandai dengan kehadiran para pakar
perencanaan yang berperan sebagai penasehat (advisor) bagi para
perencana di tingkat pusat, daerah, dan tingkat lembaga penyelenggara
program. Orientasi perencanaan ini hampir sama dengan yang pertama
yang cenderung pada kepentingan lembaga yang lebih tinggi. Ketiga
Perencanaan berdasarkan persekutuan (Corporate Planning) yang
orientasinya berbeda dengan keduanya di atas.

4 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Perencanaan ini ditandai oleh hadirnya para pakar perencanaan
yang berperan sebagai penghubung dalam perundingan-perundingan
antara bebagai pihak yang terlibat dalam perencanaan. Perecanaan ini
menekankan pada proses kegiatan yang saling hubungan antara berbagai
pihak baik dalam menentukan tujuan maupun dalam menetapkan
kegiatan untuk mencapai tujuan. Untuk mengembangkan manajemen RE
yang ketiga yang paling sesuai. Fase ini bertujuan untuk mendapatkan
komitmen dari semua pihak dengan cara melibatkan (participation)
mereka dalam perencanaan sejak awal. Hal ini dilandasi pada keyakinan
bahwa fase replanning adalah kesempatan untuk membangun sinergi
yang amat dibutuhkan pada fase implementasi.
Bentuk peningkatan pada fase ini adalah membuat planing ulang
sesuai dengan yang telah direncanakan pada fase reorienting dan
relearning. Redoing, Fase ini bertujuan untuk menghasilkan kembali
kinerja yang optimal yang dibarengi dengan mengarahkan dan
membimbing (Coaching & conseling) anggota kelompok kerjanya.
Kegiatan mengarahkan dan membimbing merupakan proses
pengendalian (check) berdasarkan fakta untuk menghidari
penyimpangan atau kesalahan yang mungkin terjadi dan atau
memperbaikinya. Fase ini merupakan kesempatan untuk saling
memberdayakan.
Bentuk peningkatan pada fase ini adalah mengerjakan semua
yang sudah direncanakan sebagaimana yang sudah dituangkan dalam
replaning. Rechecking, Manusia sebagai salah satu unsur terpenting
dalam menetukan efektifitas kegiatan dalam suatu lembaga sekaligus
sebagai unsur penggerak dalam suatu kegiatan yang menyandang tugas
tugas organisasi sebagai pelaksana kegiatan organisasi, tentunya
memerlukan stimulan-stimulan yang dapat mendorong kinerja mereka.
Untuk itu setiap kurun waktu harus dideteksi kembali secara
berkelanjutan perilaku mereka, sehingga etos kerja mereka tetap
konsisten bahkan cenderung meningkat. Pemotivan kembali yang
merupakan sebuah proses pembangunan karakter manusia dalam rangka
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan merupakan daya
(inner power) penggerak diri dalam diri untuk mencapai tujuan tertentu
sering tercermin dalam bentuk kebutuhan (needs), keinginan (willings),
rangsangan (drive) dan kata hati (Sudjana;2004:147). Oleh sebab itu
pemotivasian kembali merupakan hal yang penting yang harus selalu
dilakukan secara berkelanjutan dan simultan.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 5


Jadi fase ini bertujuan untuk memotifasi selama proses
“Redoing”, dengan cara menilai dan menghargai (Appraising and
Rewarding). Fase ini merupakan kesempatan untuk merayakan yang
telah diperoleh dan menggalang kebulatan tekat untuk mencapai
keberhasilan berikutnya. Bentuk peningkatan pada fase receckeing
adalah pengecekan tidak hanya pada satu permasalahan saja, namun
pengecekan juga dilakukan pada semua langkah, untuk mendapat
informasi sebanyak mungkin, agar dapat membuat langkah-langkah
antisipatif lebih dini.
Re-acting atau melakukan kembali merupakan upaya memelihara
atau, membawa kembali, suatu keadaan yang seharusnya terjadi atau
menjaga kembali keadaan sebagaimana seharusnya terlaksana dengan
cara conforming pada semua pihak yang telibat. Tujuannya adalah agar
kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan selalu sesuai dengan
rencana atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Sudjana (2004:209) menyatakan bahwa pembinaan
(conforming) merupakan rangkaian upaya pengendalian secara
professional terhadap semua unsur organisasi agar unsur-unsur tersebut
berfungsi sebagaimana mestinya sehingga rencana untuk mencapai
tujuan dapat terlaksana secara berdaya guna dan berhasil guna.
Fase ini bertujuan untuk menanggulangi persoalan yang timbul
(problem solving), menggulirkan improvement / inovasi, menarik
pelajaran (insight) dan mengubah sikap mental (paradigm shift). Hal ini
dapat dicapai dengan cara menujukkan bahwa setiap individu di dalam
kelompok (termasuk pemberi tugas) merupakan bagian dari
permasalahan tersebut, memecahkan persoalan secara bersama dalam
semangat memberdayakan anggota kelompok, mengambil alih tanggung
jawab bila persoalan tidak terselesaikan kelompok.
Fase ini merupakan kesempatan untuk melakukan lompatan /
terobosan untuk mengubah perilaku disiplin dalam meningkatkan tingkat
kedisiplinan guru dan siswa. Dengan demikian, dapat disimpulkan salah
satu tugas utama seorang atasan / kepala adalah membangun kerjasama
kelompok pada setiap tahapan manajemen RE. Adapun siklus
manajemen RE sebagai konsep manajemen yang perlu dilakukan oleh
setiap kepala sekolah dalam tiap kurun waktu tiap tahunnya dapat
digambarkan sebagaimana dalam Gambar 1.

6 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Gambar 1. Manajemen RE

Gambar 2. Siklus RO RL RP RD RC RA dan OLPDCA

Perputaran siklus RO, RL, RP, RD, RC, RA dilakukan sampai


tercapainya standard kinerja tertentu yang selanjutnya digulirkan sebagai
OLPDCA (Orienting, Learn, Plan, Do, Create, Act) atau RO RL RP RD
RC RA berikutnya. Dengan demikian dapat dilihat pentingnya seorang
peran atasan / kepala dalam membangun dan mengembangkan
kerjasama kelompok pada setiap tahapan manajemen RE yang
dijabarkan dalam setiap fase.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 7


Gambar 3. Siklus RO RL RP RD RC RA

Dari keenam langkah manajemen RE tersebut sebagai sebuah


model manajemen sekolah, penulis akan menjabarkan sasaran (goal) dan
strategi untuk mencapai operational excellent dalam gambar 3. Model ini
akan digunakan selanjutnya untuk menyusun sistimatika manajemen
sekolah yang merupakan suatu system yang menyelaraskan seluruh
elemen superstruktur (visi, nilai-nilai dan strategi) dan infrastruktur
(Proses, Sistem dan struktur serta Sarana-Prasarana) sekolah sedemikian
rupa hingga memiliki kesinambungan dan tidak terjadi “missing link”
didalam alignment-nya.

METODE PENELITIAN

Dalam mengimplementasikan manajemen RE ini penulis


menggunakan tiga siklus sebagai berikut Siklus Pertama, Pada saat itu di
awal semester diadakan rapat pembagian jam mengajar dengan
kesepakatan bahwa kita harus meningkatkan disiplin siswa dan kita
awali dari disiplin kepala sekolah, guru dan karyawan dengan langkah
merencanakan penempatan guru sebagai wakil kepala sekolah, wali
kelas, guru mata pelajaran, guru ekstrakurikuler, guru piket,
menfungsikan masing-masing guru tersebut secara maksimal.
menyiapkan Buku point siswa, menyiapkan absensi kehadiran guru.
menyiapkan Buku Ijin Guru, menyiapkan buku piket guru dan
melaksanakan kegiatan sesuai dengan kesepakatan tersebut.

8 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Siklus Kedua, Pada rapat pembagian raport dengan agenda rapat
sebagai berikut Evaluasi kehadiran guru dari buku kehadiran guru oleh
kepala sekolah. Evaluasi disiplin siswa dari buku point oleh wali kelas.
Merencanakan penanganan bagi siswa yang point nya melebihi 40 pint
dalam satu semester. Merumuskan sanksi bagi guru yang meninggalkan
jam mengajar lebih, dari 5 kali dalam satu semester, mulai dipanggil,
diperingatkan secara lisan, tertulis atau pengurangan jam mengajar.
Melaksanakan program sesuai dengan kesepakatan di awal semester.
Pada siklus kedua ini ada peningkatan tindakan yaitu pemberian sanksi
bagi siswa dan guru yang melanggar disiplin sesuai dengan kesepakatan
pada awal semester.
Siklus ketiga diawali Evaluasi Disiplin siswa oleh Wali kelas.
Evaluasi Disiplin guru oleh Kepala Sekolah. Merencanakan rumusan
tugas masing-masing guru secara jelas, termasuk yang berhak
memperingatkan siswa yang melanggar tata tertib, tidak hanya wali
kelas tetapi semua bapak/ibu guru berhak mengingatkan siswa.
Demikian juga yang berhak mengingatkan guru yang melanggar
kesepakatan adalah kepala sekolah. Melaksanakan program sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi yang sudah tertulis dan ditanda tangani
oleh kepala sekolah. Pada Siklus ketiga ini ada peningkatan tindakan
yaitu memperluas pengambil langkah untuk mengingatkan bagi warga
sekolah yang melanggar kesepakatan. Hal ini dapat berjalan karena tugas
pokok dan fungsi sudah tertulis secara rinci, sehingga akan kelihatan
siswa yang melanggar dan sanksinya juga jelas, demikian juga guru
yang melanggar kesepakatan akan mudah diingatkan dengan
mengembalikan pada tugas pokok dan fungsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data guru diperoleh dari rekapitulasi yang dibuat oleh Tata


Usaha, dan data siswa diperoleh dari wali kelas. Sebagaimana Tabel 1.
Dari Tabel 1 data yang terkumpul tampak bahwa dengan menggunakan
manajemen RE ditambah dengan peningkatan langkah dan tindakan
terjadi peningkatan yang berarti yaitu Rata-rata jam kosong menurun
secara berarti dimana siklus satu 12 % dan pada siklus dua sebesar 5 %
dan pada siklus tiga menjadi 3 %. Pada siklus satu guru mudah sekali
meninggalkan tugas mengajarnya, sehingga jika di sekolah total jam
belajar ada 300 Jam/minggu. Siklus satu 12 % nya atau sebesar 36 jam
kosong/minggu atau 144 Jam kosong/bulan atau kira-kira 720 jam
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 9
kosong/semester.Siklus kedua 5% nya atau sebesar 15 jam
kosong/minggu atau 60 Jam kosong/bulan atau kira-kira 300 jam
kosong/semester. Siklus ketiga 3% nya adalah sebesar 9 jam
kosong/minggu atau 36 jam kosong/bulan atau kira-kira 45 jam
kosong/semester.
Tabel 1. Data Guru dan Siswa
Siklus Siklus Siklus
No Jenis Kegiatan
1 2 3
1 Rata-rata Jumlah Jam Kosong 12% 5% 3%
2 Rata-rata guru terlambat datang ke sekolah 25 % 20 % 5%
3 Rata-rata guru terlambat masuk kelas 30% 25% 10%
4 Rata-rata siswa bolos sekolah 15% 4% 2%
5 Rata-rata siswa terlambat datang ke sekolah 16% 8% 3%
6 Rata-rata siswa terlambat masuk kelas 20% 6% 1%

Rata-rata guru terlambat datang ke sekolah, menurun secara


berarti, Siklus satu 25 % nya atau sebesar 6 orang guru / minggu yang
terlambat atau 24 orang guru/bulan atau kira-kira 120 orang
guru/semester, Siklus dua 20 % nya atau sebesar 4 orang guru/minggu
yang terlambat atau 16 orang guru / bulan atau kira-kira 80 orang
guru/semester, Siklus tiga 5 % nya atau sebesar 1 orang guru/minggu
yang terlambat atau 4 orang guru/bulan atau kira-kira 20 orang
guru/semester. Pada akhir siklus ketiga dianggap wajar dan dapat
dimaklumi dengan jumlah guru yang terlambat 5 % itu pun sebagian
besar tanpa ada kesengajaan.
Rata-rata jumlah guru yang terlambat masuk kelas terjadi
peningkatan yang berarti yaitu siklus pertama sebesar 30 %, dan 25 %
pada siklus dua serta 10 % pada siklus tiga. Siklus satu 30% x 27 = 9
guru yang terlambat masuk kelas/hari. Siklus dua 25% x 27 = 6 guru
yang terlambat masuk kelas/hari. Siklus tiga 10% x 27 = 3 guru yang
terlambat masuk kelas/hari. Disiplin Siswa, meningkat seiring
meningkatnya disiplin guru, ini berarti memang guru adalah kunci
keberhasilan penegakan disiplin di sekolah.
Untuk mendorong ketercapaian tujuan sekolah sebagai lembaga
pengembang dan pembangun sumberdaya manusia serta mengukur
kemampuan sekolah untuk tetap exist dan maju, maka perlu adanya
perumusan dan analisa sekolah, analisa pasar dan analisa hasil dengan
model EKSF atas dasar manajemen RE tersebut untuk mendapatkan
10 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
seluruh qualified-educational share. Untuk mendapatkan seluruh
qualified-educational share, diperlukan resources yang sangat besar
yang dapat menimbulkan masalah dalam keberhasilan dan keuntungan
lembaga dikemudian hari. Sekolah perlu membatasi diri dengan
menetapkan School Key Success Factor (SKSF) yang reasonable.
EKSF bersifat dinamis, bergerak sesuai dengan tuntutan
stakeholder yang makin meningkat, kecepatan tersebut tergantung pada
situasi saat itu. Beberapa hal yang perlu diperhatikan menentukan EKSF
adalah sebagai berikut : Apa dan bagaimana kondisi pendidikan yang
sedang dijalani saat ini? (identifikasi apakah implisit dan eksplisit
strategi saat ini, Analisa SWOT dan kondisi persaingan). Apa yang
terjadi dengan lingkungan pendidikan? (Educational analysis,
Competitor analysis, Social analysis, Strength & Weakness yang
berkaitan dengan competitor saat ini dan yang akan datang). Bagaimana
menjalankan pendidikan ke depan?
Tujuan sekolah adalah menyeimbangkan antara tuntutan
kepuasan pelanggan (orang tua siswa) dengan keberadaan sekolah.
Objeknya adalah qualified school tertentu dengan students achievement
tertentu. Untuk itu sekolah hanya memprioritaskan Key Success Faktor
yang paling esensial sesuai dengan visi dan kemampuan sekolah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan SKSF (School
Key Success Factor): Apakah KSF yang dipilih akan mampu
mempertahankan eksistensi mutu sekolah? Apakah KSF yang diplilih
dapat memenuhi dinamika tuntutan pelanggan (orang tua/wali)? Apakah
KSF sekolah lebih baik dari pesaing (benchmarking)?
Gap antara EKSF dan SKSF akan menjadi alasan bagi sekolah
untuk melakukan aktifitas transformasi. Gap antara SKSF dengan
kompetitor akan menjadi alasan bagi operasional sekolah untuk
melakukan Strategic Improvement.

EKSF = SKSF sekolah + GAP transformasi sekolah


SKSF pesaing = SKSF sekolah + GAP strategic improvement

Dari persamaan diatas, Standar Nasional (SN) / EKSF tahun


2004 = 75, Sekolah A menetapkan 65, apabila tahun 2005 Standar
Nasional (EKSF) menjadi 85 sedang sekolah tetap 65 maka terjadi
kemunduran = 10,20% walaupun nilai sekolah tetap 65 seperti tahun
sebelumnya. Hal ini terjadi karena pihak sekolah tidak ada usaha untuk
melakukan perubahan dan pengembangan sesuai yang ditawarkan pada
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 11
manajemen RE Sekolah B terjadi kenaikan= 1,57% karena mengikuti
perkembangan Standar Nasional dengan menggunakan manajemen RE.
Jadi dalam hal ini selalu ada peluang suatu sekolah untuk bertumbuh
kembang dengan memperbaiki jarak (GAP) antara SKSF nya dengan
EKSF maupun SKSF pesaing. Perlu diketahui bahwa sifat dari SKF
lebih merupakan suatu syarat untuk masuk ke kwalitas pendidikan
sehingga tidak mudah untuk merubah dalam periode yang relatif singkat
karena memerlukan sumber daya yang banyak.

KESIMPULAN

Disiplin guru merupakan kunci keberhasilan membangun disiplin


warga sekolah dan merupakan kunci keberhasilan membangun sebuah
sekolah yang ideal. Perlu adanya tindakan, strategi, serta pemberdayaan
sumberdaya yang ada, termasuk bagaimana mengembangkan
manajemen sesuai dengan situasi dan kondisi yang dimiliki oleh sebuah
sekolah. Kepala sekolah memiliki peran yang banyak (multi-roles) yang
mampu memotivasi, memberdayakan serta mendayagunakan semua
komponen yang ada.
Improvement / kemajuan menjadi sebuah kata kunci dalam
manajemen. Dua hal yang menyebabkan tidak ada kemajuan pertama,
manajemennya itu sendiri yang secara sistimatis tidak tepat dan bagus.
Kedua, pihak institusinya (Kepala sekolah, guru, karyawan dan
stakeholder lainnya) yang belum paham serta belum mampu secara
kualitas baik secara teoritis maupun implementatif.
RE sebagai suatu model manajemen merupakan alternatif
anajemen untuk memecahkan persoalan-persoalan yang selama ini
terjadi di pihak sekolah. RE dilaksanakan secara sirkuler (cycling)
mempermudah kepala sekolah untuk mengontrol dan mengevaluasi
fungsi-fungsi manajemen secara berkesinambungan dan sinergis.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarman Danim., (2002), Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan,


Pustaka Pelajar Offset, Bengkulu
Terry Evans and Daryl Nation, (2000), Changing University Teaching,
Reflection on Creating Educational Technologies, Kogan Page
Limited Stylus Publishing Inc., London
12 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
David P. Langford., Barbara A. Cleary., (1996), Orchestrating Learning
with Quality, Synergy Books International
Hernowo., Chairul Nurdin., (2003), Bu Slim & Pak Bil, Kisah tentang
Kiprah Guru “Multiple Intelligences” di Sekolah, Penerbit
Mizan Learning Center, Bandung
Indra Djati Sidi., (2001), Menuju Masyarakat Belajar, Menggagas
Paradigma Baru Pendidikan, Paramadina dengan Logos Wacana
Ilmu, Telaga Kahuripan.
Ibtisam Abu-Duhou., (2002), School Based Management, Logos
Wacana Ilmu, Jakarta, Logos
Zamroni., (2000), Paradigma Pendidikan Masa Depan, Bigraf
Publishing
Dedi Supriadi., (2003), Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah,
Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
Jason Tan., S. Gopinathan., Ho Wah Kam., (1997), Education in
Singapore, A book of Reading, National Institute of Education
Nanyang Technological University, Prentice Hall, Singapore
James W. Brown., Kenneth D. Norberg., Sara K. Srygley., (1965)
Administering Educational Media - Instructional Technology and
Library services, McGraw-Hill Book Company
Joseph Murphy., Karen Seashore Louis., (1999), Hand Book of Research
on Educational Administration-A Project of The American
Educational Research Association, Jossey-Bass Publishers
Robert G. Owens., (1991), Organizational Behavior in Education, Allyn
and Bacon United States of America.
______ (1976), The American Heritage Dictionary, Houghton Mifflin
Company, Boston, New York, London
Sudjana., (2004), Manajemen Program Pendidikan-untuk Pendidikan
Nonformal dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Falah
Production.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 13


14 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA / KIMIA
MELALUI PEMBUATAN MODEL ATOM SEDERHANA
PADA KOMPETENSI DASAR ATOM, ION DAN MOLEKUL

Suparno
Guru SMP Negeri 9 Balikpapan

Abstrak

Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan di SMP Negri 9


Balikpapan yang terdiri dari 3 Siklus dengan Tujuan Penelitian
ini adalah Meningkatkan Prestasi Belajar IPA/Kimia Melalui
pembuatan Model Atom Sederhana PAda Kompetensi Dasar
Atom, Ion Dan Molekul Semester Ganjil Di SMP Negeri 9
Balikpapan Tahun Pembelajaran 2012/2013. Manfaat dari
penelitian ini adalah Melatih Ketrampilan Siswa dalam
Menggunakan Alat-alat IPA di dalam Laboratorium IPA dalam
menunjang dan memudahkan Belajar IPA/Fisika. Sedangkan
hasil yang diperoleh dari Siklus 1 ke siklus 2 dan dari siklus 2 ke
Siklus 3 adalah sebagai berikut : Pada Siklus 1 diperoleh Nilai
Rata-rata 57,28 dan pada Siklus 2 diperoleh nilai rata-rata
67,38 dan pada Siklus 3 diperoleh nilai rata-rata 83,38 dari
hasil tersebut terdapat kenaikan presentasi sebagai berikut
siklus I ke siklus II 10,10% dan dari siklus II ke siklus III
terdapat kenaikan prestasi belajar 16,00 %. Sehingga metode ini
digunakan oleh seluruh guru IPA dalam pembelajaran di dalam
kelas ataupun di dalam Laboratorium IPA di SMP yang
kebetulan mempunyai Fasilitas Laboratorium di sekolahnya
pada Mata pelajaran IPA/Kimia.

Keyword: Pembuatan Model Atom Sederhana

PENDAHULUAN

Permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya nilai hasil


belajar IPA/ Kimia siswa Kelas VIII- 4 yang tidak mencapai 72 pada
Kompetensi Dasar Kemagnetan di semester 1, maka penulis membuat
cara pembelajaran dengan metode eksperimen / percobaan sederhana
dengan membuat magnet sederhana untuk meningkatkan nilai dan
prestasi belajar siswa yang mengarah kepada keterlibatan semua anak
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 15
atau aktivitas belajar seluruh siswa sehingga pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik di dalam kelas maupun di dalam laboratorium
IPA secara praktikum langsung.
Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di
kelas RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah 72 di SMP
Negeri 9 Balikpapan untuk nilai IPA yang terdiri IPA Terpadu yaitu
terdiri dari Fisika dan Biologi. Maka apabila nilai rata-rata di dalam
kelas tersebut belum mencapai 72 berarti masih belum di anggap tuntas
nilainya di kelas itu. Maka untuk meningkatkan ketuntasan nilai
tersebut perlu diadakan remedial atau perbaikan ulang sehingga siswa
memperoleh nilai yang standarnya sesuai dengan KKM yang telah di
tentukan oleh sekolah yang bersangkutan khususnya untuk kelas VIII-4
di SMP Negeri 9 Balikpapan.
Hasil nilai ulangan yang pertama sebagai acuan dan
refleksi/pencerminan dan tindak lanjut untuk mengevaluasi dan
menganalisa kekurangan nilai yang dihadapi di dalam kelas dan sebagai
perbaikan untuk ulangan berikutnya atau siklus berikutnya. Berdasarkan
latar belakang diatas, masalah penelitian ini adalah apakah dengan
metode eksperimen / pratikum sederhana pembuatan model atom di
kelas VIII-4 semester ganjil dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
SMP Negeri 9 Balikpapan Tahun Pembelajaran 2012/2013.
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut bagi guru IPA (Fisika, biologi dan Kimia) agar guru IPA selalu
mendokumentasikan setiap pembelajaran yang di lakukan untuk
mendapatkan konsep IPA secara konkrit dan benar, melatih diri dan
dapat menanamkan konsep IPA secara konkrit dan benar kepada siswa.
Sedangkan bagi siswa, agar dapat melatih keterampilan para siswa dan
menumbuh kembangkan minat belajar fisika dalam menggunakan alat-
alat peraga IPA dalam eksperimen yang dirancang atau dibuat sendiri
menurut kelompoknya.

KAJIAN PUSTAKA

Hakekat Pembelajaran IPA


Pada prinsipnya hakekat pembelajaran IPA telah dirumuskan dan
ditafsirkan oleh para ahli berbeda-beda antara yang satu dengan yang
lainnya. Menurut Nyoman Kertiasa (1979 : 26) pembelajaran IPA dapat
berlangsung dengan baik bila ditunjang dengan kegiatan percobaan
16 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
praktikum, terutama disekolah lanjutan. Sehingga selain memberikan
materi secara klasikal maka diperlukan juga pembuktian realita yang
berupa praktikum tersebut dengan merancang alat peraga sederhana.
H.M Lubis (1995 : 23) mengatakan bawha konsep IPA dapat diperoleh
melalui percobaan sederhana dengan pembuatan alat-alat IPA yang
dirancang sendiri untuk memudahkan kegiatan pembelajaran di dalam
kelas maupun di Laboratorium IPA. Amin (1971:15) berpendapat bahwa
kegiatan praktikum dapat menambah wawasan bagi para siswa untuk
mendapatkan konsep-konsep IPA secara konkrit nyata dalam
pengamatannya secara langsung.
Muryono (1993) mengatakan konsep IPA dapat diperoleh secara
konkrit melalui praktek sederhana penggunaan laboratorium IPA,
sehingga hasil prestasi belajar siswa dapat meningkat. Kegiatan
pembelajaran IPA tersebut dapat di lakukan dengan mencoba merancang
alat-alat IPA sederhana baik yang di lakukan disekolah, di rumah dan di
lakukan di lingkungan masyarakat secara luas. Di dalam kegiatan
pembelajaran IPA para siswa di samping mendapat informasi dari guru
mata pelajaran dan guru mitra, para siswa bisa memahami, mengamati
mendiskusikan dan menyimpulkan serta melakukan percobaan secara
langsung dengan membuat alat peraga sederhana rancangannya sendiri
menurut kelompoknya yang dapat memudahkan mereka sebagai alat
bantu dalam kegiatan pembelajaran yang dihadapi bagi peserta didik
disekolah.

Prinsip – Prinsip Belajar


Belajar adalah merupakan suatu proses yang tidak sederhana
melainkan sangat kompleks, dari hasil pengalaman dan pengamatan
maka penulis mengajukan prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya
sebagai berikut :
1. Dalam belajar siswa harus mempunyai tujuan.
Tujuan harus timbul dan muncul dari diri sendiri oleh siswa tersebut
dan berhubungan dengan kebutuhan hidupnya bukan dipaksa oleh
orang lain.Siswa harus bersedia dan mengalami berbagai kesukaran
dan tekun berusaha untuk mencapai suatu tujuan. Belajar dapat
berhasil jika tercapai kematangan, berbuat melakukan dan
memberikan sukses yang menyenangkan. Belajar dapat terbukti jika
ada perubahan dalam tingkah laku dan adanya penambahan
keterampilan dan pengetahuan serta pengalaman. Belajar tidak hanya
semata-mata dengan otak saja tetapi juga harus dibarengi dengan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 17
jasmani, rohani, dan pengendalian diri. Ulangan dan latihan perlu
tetapi harus didahului oleh pemahaman suatu masalah yang akan di
hadapi.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri tingkah
laku perkembangan kemampuan dan pengetahuan siswa sebelum dan
sesudah mengikuti pembelajaran. Adapun ciri-ciri tersebut ditandai
dengan adanya perubahan tingkah laku, kemampuan dasar dan
pengalaman yang dimiliki serta motivasi belajar. Nana Sudjana
(1989:21) mengatakan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua factor intern dan factor ekstern. Faktor
internnya adalah kemampuan yang terdapat dalam diri siswa sendiri,
sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang meliputi 3 aspek
yaitu: Lingkungan Rumah Tangga, Lingkungan Sekolah dan
Lingkungan Masyarakat. Penilaian hasil belajar IPA – Kimia siswa
dapat dilakukan melalui penelitian, hasil ulangan umum semester
atau ulangan harian. Dapat juga dengan menggunakan laporan
praktikum siswa untuk dinilai. Segala hal yang berkaitan dengan
perilaku siswa terutama mengenai keterampilan proses sikap ilmiah
dapat pula digunakan sebagai unsur yang dinilai.
3. Prestasi Belajar
Poerwadarminta (1982:768) mengatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai selama mengikuti pelajaran disekolah
berupa nilai atau angka perolehan dari hasil ulangan harian dan
ulangan umum semester I. Kemampuan siswa untuk menunjukkan
hasil tertinggi yang dicapai selama mengikuti pembelajaran
disekolah setelah dievaluasi. Dengan demikian tentunya ada
keterkaitan antara usaha dalam belajar ini diharapkan akan
memperoleh kemampuan yang sifatnya kognitif, efektif,
psikomotorik. Dan pada akhirnya mengantarkan siswa dalam
meningkatkan kualitas pendidikan yang baik dan bermutu.

Hakekat Fisika dan Kimia Di Sekolah


Dalam GBPP (1993:3) dijelaskan pengertian IPA-Kimia sebagai
hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah. Proses ini antara lain meliputi
penyelidikan, pengujian dan penyusunan gagasan. Kimia merupakan
18 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang mempelajari tentang zat
dan energi di dalam alam ini. Ciri khas yang digunakan dalam
mempelajari, mengembangkan dan menentukan sesuatu materi dalam
kimia adalah metode ilmiah, yaitu metode yang dilakukan untuk
memperoleh jawaban dari suatu permasalahan dalam kimia, dengan cara
melakukan eksperimen atau praktek sederhana yang langkah-langkahnya
melalui observasi, pengamatan, pengambilan data, menyusun hipotesis,
menarik kesimpulan dan menguji kembali kesimpulan tersebut. Kimia
merupakan suatu ilmu yang lebih memerlukan pemahaman daripada
hafalan. Kunci keberhasilan siswa dalam mempelajari kimia sangat
tergantung dari kemampuan siswa dalam memahami konsep,
hukum/teori dan penerapan matematika. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam mempelajari kimia diperlukan kegigihan,
ketekunan, ketelitian, ketelatenan, kemampuan, dan kemauan yang
tinggi. Serta kesabaran yang tangguh dan teruji.
Pada jenjang SMP mata pelajaran Kimia merupakan bagian dari
mata pelajaran IPA, Kimia merupakan mata pelajaran untuk memperluas
wawasan pengetahuan tentang materi dan energi, meningkatkan
keterampilan ilmiah, menumbuh kembangkan sikap ilmiah dan
kesadaran atau kepedulian pada produk teknologi melalui penerapan
konsep Kimia yang dikuasai. Pada GBPP (1993:1) Ilmu pengetahuan
alam merupakan hasil suatu kegiatan manusia berupa pengetahuan,
gagasan dan konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar yang
diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian kegiatan ilmiah. Proses
meliputi penyelidikan, penyusunan, dan pengujian gagasan.
Mata pelajaran IPA-Kimia berfungsi untuk memberikan
pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan,
wawasan dan kesadaran dalam kehidupan sehari-hari dan prasyarat
untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah, serta meningkatkan
kesadaran terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan YME. Mata
pelajaran IPA-Kimia di SMP mempunyai tujuan agar siswa mampu (1)
meningkatkan kesadaran dan kelestarian lingkungan, kebanggaan dan
kebesaran serta kekuasaan Tuhan YME, (2) memahami konsep-konsep
IPA dan saling keterkaitannya, (3) mengembangkan daya untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, (4)
mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep IPA
dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah, (5) menerapkan konsep dan
prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang
berkaitan dengan kebutuhan manusia, dan (6) memberikan bakat
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 19
pengetahuan dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


dalam penelitian ini bertempat di SMP Negeri 9 Balikpapan. Lokasi
sekolah ini terletak ditengah-tengah kota tepatnya di Jalan Gn. Empat
SMP Negeri 9 Balikpapan terdiri dari 28 ruangan kelas dengan rincian
sebagai berikut 10 ruangan kelas VII, 8 ruangan kelas VIII dan 10
ruangan kelas IX. Sasaran yang dijadikan objek tindakan kelas adalah
kelas VIII-4 karena kelas VIII-4 sampai dengan VIII-8 memiliki tingkat
kemampuan prestasi akademik yang sama dibanding kelas VIII-1,
dengan jumlah siswa 40 orang. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan dua variabel sebagai penunjang dasar dalam mengamati
objek tindakan kelas. Variabel tersebut adalah variabel bebas, yaitu
penggunaan laboratorium IPA dengan metode eksperimen perkelompok
dan variabel terikat, yaitu berupa prestasi belajar siswa yang
memperoleh perlakuan dengan menggunakan alat bantu IPA dengan
membuat magnet sederhana pada kegiatan belajar mengajar.
Dalam tahapan perencanaan peneliti menyiapkan rencana
pengajaran dengan kompetensi dasar tentang kemagnetan, membuat
model pembelajaran yang berbentuk eksperimen perkelompok,
membuat lembar observasi tes awal untuk melihat bagaimana kondisi
awal belajar mengajar dikelas ketika latihan atau metode tersebut
diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran, membuat kartu soal atau
lembaran soal yang harus di jawab setiap siswa, menyiapkan LKS dan
buku bahan ajar yang relevan.

Siklus 1
Guru melakukan apersepsi dan menuliskan kompetensi dasar
yang akan dipelajari. Siswa duduk berkelompok menjadi 5 kelompok
tiap kelompok 8 orang siswa. Guru membagi bahasan materi pada 5
kelompok dengan materi yang akan disajikan. Siswa mengerjakan kartu
soal secara individu sesuai dengan bahasan materi tiap kelompok.
Masing-masing siswa mempresentasikan hasil kerja per individu. Guru
mengobservasi kerja siswa. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
Hasil siklus 1 dianalisis untuk membuat refleksi pada siklus 2.
20 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Siklus 2
Siklus kedua dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil analisis
pada kegiatan pada siklus pertama, yaitu bagaimana hasil kekurangan
langkah dari siklus pertama tersebut dan apa akibatnya serta perubahan
apa yang harus dilakukan pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan
pada siklus kedua juga sama dengan tahap pada siklus pertama hanya
saja permasalahan atau sub pokok bahasan yang di berikan pada siswa
merupakan masalah baru tentang Kemagnetan. Siswa diharuskan
mengerjakan test yang sama seperti saat penjajagan atau test awal.
Guru melakukan apersepsi dan menuliskan standar kompetensi /
kompetensi dasar yang akan dipelajari. Siswa duduk berkelompok
menjadi 5 kelompok tiap kelompok 8 orang siswa. Guru membagikan
LKS pada siswa pada setiap kelompok. Guru membagikan alat dan
bahan yang diperlukan dalam pembelajaran. Siswa melaksanakan
eksperimen dan mengisi LKS serta mengamati hasil eksperimen setiap
kelompok. Siswa mempresentasikan hasil eksperimen yang dilakukan.
Guru mengobservasi kerja siswa. Penilaian diambil dari hasil kerja
siswa. Guru melakukan pembenaran hasil presentasi dan menyimpulkan
hasil presentasi bersama dengan siswa.

Siklus Ketiga
Siklus Ketiga dilaksanakan dengan berpijak pada kekurangan
yang ditemui pada siklus kedua. Tahap-tahap tindakan siklus ketiga
sama pada tindakan pada siklus sebelumnya hanya saja yang
membedakan dalam siklus ini adalah sub pokok bahasan yang diberikan
adalah membuat alat peraga Magnet sederhana, kemudian setiap siswa
diharuskan mengerjakan test yang sama pada saat pertama. Untuk
memperoleh data diambil dari hasil kerja siswa. Siklus 1 dan siklus 2.
Dari 5 kelas diambil 1 kelas yang berjumlah 40 siswa. Data yang akan
dianalisis berupa test tertulis hasil kerja siswa dan hasil observasi (test
awal dan test akhir) yang diperoleh siswa. Data diambil dari jawaban test
tertulis, Pemberian Tugas Pekerjaan Rumah (PR) Test Tertulis setiap
akhir siklus dan catatan observasi selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah
bila pembuatan magnet sederhana pada kompetensi dasar mencapai
penguasaan materi 75% dengan nilai 72 ke atas.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-4 (satu
kelas) SMP Negeri 9 Balikpapan Tahun Pembelajaran 2012/2013
semester ganjil. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 21
adalah siswa sebanyak 40 orang. Sifat populasi dalam penelitian ini
dianggap sama karena fasilitas yang diberikan kepada siswa adalah
fasilitas yang sudah sama, tingkat sosial ekonomi orang tua relatif
seimbang, Bimbingan dan konseling sama, usia rata-rata tidak jauh
berbeda dan nilai yang diperoleh siswa pada semeter ganjil tidak jauh
berbeda (hampir sama). Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 9
Balikpapan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisa data dilakukan dengan cara membedakan antara


persentase pada data siklus I dengan presentase pada data siklus II dalam
presentase. Ketuntasan belajar baik secara individual maupun klasikal.
Terhadap hasil test awal dan test akhir siswa setelah diberikan tindakan
kelas. Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan data yang
diperoleh siswa pada test awal (siklus I) dan test (siklus II) serta test
akhir pada siklus III setelah diberikan tindakan kelas dengan metode
praktek langsung membuat magnet sederhana di laboratorium IPA
dengan pelaksanaan eksperimen per kelompok. Maka prestasi siswa
dapat meningkat menjadi lebih baik.
Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan
ternyata ada perbedaan yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa,
peningkatan prestasi belajar kimia siswa dengan metode praktek secara
langsung di SMP Negeri 9 Balikpapan dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.

Siklus I
Pada sklus 1 ini diberikan test awal kepada siswa maka
doperoleh data test awal (siklus I) diperoleh persentase 57,28 %
walaupun ada beberapa siswa yang menjawab secara kebetulan tinggi
nilainya namun persentasenya sangat kecil. Dalam siklus ini siswa
belum banyak memperoleh informasi secara kongkrit dan lengkap
karena siswa belum menerapakan praktikum secara kelompok dengan
anggota mereka dan belum terjadi diskusi yang baik antar siswa dan
kelompok tersebut inilah penyebab utama nilai yang diproleh para siswa
kurang begitu baik. Setelah diberikan test awal dan hasilnya sudah kita
evaluasi maka peneliti membimbing semua kelompok yang terdiri 5
kelompok kerja siswa. Kemampuan peneliti dalam memotivasi siswa
22 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dinilai baik karena siswa dapat bertukar informasi dengan siswanya
sendiri demgan membuat magnet sederhana secara praktikum
berkelompok.

Siklus 2
Pada siklus kedua ini peneliti memulai dengan langkah-langkah
penelitian yaitu dengan cara membuat model atom sedarhana mulai dari
langkah awal mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam
kegiatan praktikum sampai dengan mengamati siswa secara langsung
dalam melakukan praktikum secara berkelompok. Siswa sangat antusias
melaksanakan praktikum dengan baik mulai dari memilih bola pimpong
yang akan di buat model atom, kemudian merangkainya dengan pipet
atau sedotan plastik secara sistematis seperti yang ada pada gambar. Alat
di rangkai sedemikian rupa dan menentukan jenis atom masing- masing.
Setiap kelompok membuat rangkaian model molekul sminimal 2
model molekul dan maksimal 3 model molekul dan diberi waktu yang
sama yaitu masing-masing 20 menit. Kemudian dari ketiga percobaan
tersebut dibandingkan hasilnya manakah yang terbaik dari ketiga
percobaan tersebut untuk dijadikan sebagai acuan dalam menarik
kesimpulan ketika akan mendiskusikan dan mempersentasikan hasil
yang di peroleh dari kelompoknya masing-masing. Disinilah para siswa
terjadi interaksi antar kelompok sehingga kelas dalam suasana aktif
dan ramai karena terjadi diskusi antar kelompok tersebut.
Dengan melakukan kegiatan tersebut siswa dapat menemukan
idenya sendiri dari kelompok tersebut dan dapat mengkomunikasikan
dengan teman-temanya sendiri. Ternyata setelah diberikan penelitian
tindakan kelas dengan mebuat model atom sederhana dengan 3
percobaan yang mereka lakukan nilainya dapat meningkat seperti yang
diperoleh pada test (siklus II) sehingga mencapai 67,38 %, terlihat
terdapat kenaikan yang mencapai nilai 10,10%. Pembelajaran dengan
praktek secara langsung dengan eksperimen per- kelompok di dalam
laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang
mendalam, serta perhatian siswa dapat dipusatkan pada materi yang
diberikan. Selain itu, guru dapat menambahkan informasi yang belum
diketahui siswa serta mengajak diskusi agar wawasan siswa akan materi
yang dipaparkan oleh guru dapat diingat lebih lama oleh siswa.
Dari kriteria yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan
menengah keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya lebih dari 72
secara individual dan minimal 75% secara klasikal sehingga penelitian
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 23
tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan secara terus menerus
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Sedangkan untuk kelas VIII-
4 secara individual 72 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal nilai
yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 75 % dari jumlah siswa di
dalam kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak mencapai 75%
maka harus di adakan remedial test/ ulangan perbaikan dari test awal.
Siklus 3
Berdasarkan hasil pada siklus I dan siklus II, maka dalam siklus
ketiga tersebut ini peneliti merefleksi hasil yang diperoleh para siswa
yang belum mencapai 72 dan mencari apakah kendala yang dihadapi
oleh para siswa dalam menjawab soal atau pertanyaan pada test dalam
siklus kedua. Dan peneliti berusaha untuk meningkatkan kretivitas para
siswa agar lebih aktif dan mempunyai keberanian dalam
mempersentasikan hasil praktikum yang mereka lakukan untuk
menyampaikan pendapatnya supaya ditanggapi oleh kelompok lain.
Siklus ke III dimulai oleh seluruh siswa bekerja sama dalam
kelopoknya untuk menggunakan lembar kerja siswa yang harus
diselesaikan selama kerja kelompok dengan menghasilkan 3 langkah
percobaan yaitu memilih dan menentukan bola pimpong yang akan
dijadikan sebagai salah satu atom, yang kedua mereka menyelesaikan
tugasnya dengan membuat dan merangkai bola pimpong dengan alat
pipet atau sedotan plastik , dan yang ketiga membuat dan merangkai atau
menyambungkan beberapa bola pimpong menjadi rangkaian molekul
yang sederhana . Setelah ketiga percobaan tersebut selesai dilaksanakan
maka setiap kelompok berdiskusi dan presentasi dari hasil mereka
masing-masing untuk dapat disimpulkan model atom sederhana,
sedangkan peneliti meluruskan hasil diskusi dan presntasi yang telah
dilakukan oleh berbagai kelompok tersebut.
Ternyata dari beberapa pendapat para ahli memang benar setelah
diterapkan dan dicoba di lapangan bahwa dengan metode eksperimen
secara langsung perkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
dan dapat meningkatkan siswa lebih kreatif dalam memecahkan masalah
yang dihadapi oleh siswa secara langsung di dalam laboratorium IPA
untuk mendapatkan konsep-konsep IPA yang lebih kongkrit dan benar
serta data secara akurat.
Kelebihan dari metode eksperimen adalah akan mningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan
mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam
24 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata baik
pengamatan dengan indera dan praktek langsung oleh berbagai
kelompok. Kelemahan dari eksperimen ini adalah sebelum kegiatan
dilaksanakan penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun
bahan-bahan yang akan digunakan dalam kegiatan eksperimen. Dengan
demikian memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu
kelayakan alat maupun bahan agar dalam proses percobaan sedikit
ditemukan kesalahan baik dalam pengukuran maupun ketelitian alat ukur
yang digunakan, serta hasil yang diperoleh dalam kelompok tersebut
untuk di presentasikan dan di simpulkan bersama.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode
eksperimen perkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
SMP Negeri 9 kelas VIII-4 Balikpapan Kalimantan Timur. Dalam
upaya peningkatan prestasi belajar siswa dengan membuat magnet
sederhana. Dari ketuntasan 72% meningkat hingga 83,38%. Dengan
perbedaan persentase yang signifikan yaitu 16 %. Oleh sebab itu metode
tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga dapat memacu dan
memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi belajar siswa bisa
menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan pada akhirnya para
siswa dapat mencapai kepuasan tersendiri dalam pembelajaran
IPA/Kimia di sekolah, yang tadinya merupakan pelajaran yang
terkadang membosankan setelah mereka melakukan kegiatan praktek
yang melibatkan setiap siswa maka para siswa akan menjadi senang dan
terus ingin mencoba membuat alat-alat peraga IPA sederhana dengan
ciptaan dan buatannya sendiri dari hasil praktek yang mereka kerjakan
bersama menurut kelompoknya masing-masing. Dan ketika
mepresentasikan hasil praktek mereka, maka mereka saling
memertahankan hasilnya sesuai dengan kelompoknya.

KESIMPULAN

Dengan membuat alat peraga membuat magnet sederhana


melalui metode eksperimen secara langsung perkelompok maka dapat :
1. Meningkatkan prestasi belajar siswa yang signifikan yang dapat
mencapai kenaikan 16 %.
2. Mencapai dan memenuhi kriteria ketuntasan belajar minimal yang
melebihi rata-rata diatas 72% secara klasikal.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 25


3. Memberikan motivasi kepada siswa dalam menggunakan alat peraga
IPA secara ekperimen dalam pengamatan, pencatatan data secara
konkrit dan benar, dalam membuat magnet sederhana.

SARAN

1. Dalam proses pembelajaran IPA Guru sebaiknya mengajak siswa


membuat alat peraga IPA sederhana yang dapat membantu
memudahkan dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas maupun
di dalam laboratorium IPA.
2. Perlunya dukungan dari Dinas pendidikan mengadakan alat-alat
praktek untuk sekolah-sekolah secara merata sampai ke daerah
terpencil sebagai upaya dan sarana meningkatkan pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar IPA.
3. Perlunya dukungan orang tua / wali murid agar memberikan
motivasi kepada anaknya supaya mengembangkan minat baca pada
buku-buku yang bersifat ilmu pengetahuan yang selain motivasi dari
para guru di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Kertiasa, Nyoman, 1979, Naskah Petunjuk Pengelolaan IPA, Direktorat


PMD Dirjen PDM Dekdikbud, Jakarta.
Amin, P.M. 1980, Pengelolaan Laboratorium FISIKA, FKIE,
IKIP,Yogyakarta.
Muryono, Sigit, 1993, Pengembangan Bahan GBPP Bahan Belajar IPA
dan Matematika, Dekdikbud, Jakarta.
H.M. Lubis, 1995, Pengelolaan Laboratorium IPA, Dekdikbud, Jakarta.
Hadiat, 1998, Pengelolaan Laboratorium IPA, Dekdikbud, Jakarta.
I Made Putrawan, 1988, Pengelolaan Laboratorium IPA, FMIPA IKIP
Jakarta, Jakarta.

26 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA
KELAS VIII MENGGUNAKAN METODE
COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION

Retno Susilowati
Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 3 Balikpapan

Abstract
The goal of this Action Classroom Research is : to improve
the students speaking skill by Cooperative Integrated
Reading And Composition (CIRC) Method. The Research
located in VII A first year Class, SMP N 3 Balikpapan. .
The time of Reserch spent 3 months. The method of data
analysis uses qualitative and quantitative descriptive.
Based on the result of the Research, it is concluded that
CIRC Method in reading Learning English can motivate
the students to be active in Reading English and give the
opotunity to the students to express their idea in the
situation given, so their skill in reading can be improved.
Keyword: Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) Learning Method.

PENDAHULUAN

Hasil belajar Bahasa Inggris di kelas VIII C rata-rata siswa


adalah 60, hal ini mengindikasikan belum tercapainya nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal / KKM yang disepakati oleh Musyswarah Guru
Mata Pelajaran / MGMP Bahasa Inggris di SMP Negeri 3 Balikpapan
sebesar 75. Berdasarkan hal tersebut penulis mengganggap perlu
mengadakan Penelitian Tindakan Kelas di dalam kelas VIII C dengan
Judul “ Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Kelas VIII C SMP Negeri
3 Balikpapan dengan Metode Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2011 /
2012”.
Kondisi didalam kelas VIII C tersebut tidak jauh berbeda antara
kemampuan siswa yang satu dibandingkan dengan siswa yang lainnya
sehingga dapat diambil sebagai sampel dalam Penelitian Tindakan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 27
Kelas untuk ditingkatkan prestasi hasil belajarnya agar dapat mencapai
nilai KKM yang diharapkan. Melihat dari hasil belajar yang belum
mencapai nilai KKM tersebut maka penulis dapat menentukan metode
apakah yang harus digunakan untuk
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah dengan
menggunakan Metode Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) Di Kelas VIII C Semester Ganjil SMP Negeri 3
Balikpapan Tahun Pembelajaran 2011/ 2012 dapat meningkatkan
prestasi belajar. Sedangkan Tujuan Penelitian ini tidak lain adalah
untuk memperbaiki tehnik pembelajaran untuk meningkatan hasil
belajar siswa kelas VIII C SMPN 3 Balikpapan dalam pembelajaran
Reading dengan menggunakan Metode Cooperative Integrated
Reading and Composition(CIRC).
Penelitian ini bermanfaat untuk memperbaiki teknik
pembelajaran reading untuk meningkatkan keterampilan membaca
dalam Bahasa Inggris, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam perbaikan pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah, khususnya di
SMP Negeri 3 Balikpapan, dapat digunakan sebagai salah satu referensi
bagi guru dalam memahami kelemahan dan kelebihan siswanya,
sehingga dapat membuat terobosan baru yang dapat meningkatkan
prestasi belajar siswanya, untuk aktif berbicara, sehingga kemampuan
berbicaranya meningkat, dapat digunakan sebagai acuan yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam kegiatan belajar mengajar.
Pembelajaran bahasa Inggris dengan metode Cooperative Integrated
Reading and Composition (CIRC) diduga dapat meningkatkan
keterampilan reading dalam bahasa Inggris.

KAJIAN PUSTAKA

Kemampuan berbicara dengan menggunakan Bahasa Inggris


Keterampilan membaca (Reading) merupakan aktivitas
komunikasi dengan menggunakan bahasa tulisan. Untuk dapat membaca
berbahasa lisan dengan baik, seorang pembicara harus menguasai
komponen-komponen yang menentukan kegiatan berbicara, baik yang
berkenaan dengan faktor kebahasaan maupun faktor non kebahasaan
(Imam Syafi'T, 1989:67). Tujuan berbicara adalah untuk berkomunikasi.
Sesuai dengan tujuan berbicara, pembicara dituntut dapat menyampaikan
pikiran atau gagasannya secara efektif. Keefektifan berbicara dapat
28 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dicapai apabila pembicara memahami makna segala sesuatu yang
dikomunikasikan terhadap pendengarnya, dan mengetahui prinsip-
prinsip yang mendasari secara umum maupun perorangan (Tarigan,
1990:15).
Wilkin dan Maulida (2001) menyatakan bahwa tujuan pengajaran
bahasa Inggris dewasa ini adalah untuk membaca dan berbicara. Lebih
jauh lagi Wilkin dalam Oktarina (2002) menyatakan bahwa keterampilan
berbicara adalah kemampuan menyusun kalimat-kalimat karena
komunikasi terjadi melalui kalimat-kalimat untuk menampilkan
perbedaan tingkah laku yang bervariasi dari masyarakat yang berbeda.
Tata aturan berbicara menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan faktor
kebahasaan dan faktor non kebahasaan. Faktor kebahasaan misalnya
seperti aspek pelafalan ejaan, kosa kata, dan struktur. Yang termasuk
faktor non kebahasaan seperti kelancaran, keberanian, dan ketepatan
ujaran dengan faktor-faktor penentu tindak komunikasi (seperti
partisipan, tujuan, waktu dan tempat, media, topik dan peritiwa).
Sedangkan pengajaran ketrampilan berbicara untuk siswa tingkat
SMP tidak ditekankan pada ketepatan isi (content), melainkan lebih pada
ketepatan lafal (pronounciation) , intonasi dan kelancaran membaca dan
berbicara. Sedangkan membaca dan komunikasi dapat didefinisikan
sebagai berikut :
a) Membaca dan Komunikasi dapat dipandang sebagai proses
penyampaian informasi.
b) Membaca dan Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan dari
seorang kepadaorang lain.
c) Membaca dan Komunikasi diartikan sebagai proses penciptaan arti
terhadap gagasan atauide yang disampaikan.

Metode Pembelajaran CIRC


CIRC adalah simulasi tingkah laku dari orang yang diperankan,
yang bertujuan untuk melatih siswa dalam menghadapi situasi yang
sebenarnya; melatih praktik berbahasa lisan secara intensif; dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan berkomunikasi. Joyce dan Weil (2007: 70) menerangkan
bahwa melalui teknik CIRC, siswa dapat meningkatkan kemampuan
mereka untuk menghargai diri sendiri dan perasaan orang lain, mereka
dapat belajar perilaku yang baik untuk menangani situasi yang sulit, dan
mereka dapat melatih kemampuan mereka dalam memecahkan masalah
melalui metode membaca.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 29
Metode CIRC dalam proses pembelajaran digunakan untuk
belajar tentang pengenalan perasaan dan persoalan yang dihadapi siswa,
dan untuk mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah. Teknik
Role Play diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut
hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan siswa
dan untuk memotivasi siswa agar lebih memperhatikan materi yang
sedang diajarkan.
Apabila ditinjau dari tujuan pengajaran bahasa Inggris adalah
agar pembelajar mempunyai ”kompetensi komunikatif maka setelah
mempelajarinya pembelajar diharapkan dapat terampil berbahasa dan
berkomunikasi dengan baik dalam bahasa sasaran. Pendekatan
komunikatif dalam dalam pengajaran bahasa bermula dari suatu teori
yang berlandaskan ” bahasa sebagai komunikasi ”. Riset yang dilakukan
oleh Spesific Diagnostic Studies dari Rockville, Maryland dengan 5300
siswa mengungkapkan bahwa di kelas apapun dalam subyek apapun dan
di sekolah manapun secara rata-rata ada 29% siswa dengan dominasi
visual, 34% dengan dominasi auditori dan 37% dengan domiasikinetik.
Kelompok besar yang memiliki kecenderungan kinetik, mereka
”belajar” hanya bila secara fisik aktif, mendemontrasikan sebuah proses
dengan teknik membaca yang benar dalam bahasa Inggris..
Dengan menggunakan metode CIRC siswa dapat menghayati
peranan apa yang dilakukan, mampu menempatkan diri dalam situasi
orang lain yang dikehendaki guru. Ia dapat belajar watak orang lain, cara
bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan
orang lain. Dengan mendramatisasikan siswa dalam situasi peranan
yang dimainkannya harus bisa berpendapat , memberikan argumentasi
dan mempertahankan pendapatnya, tetapi bila perlu harus bisa mencari
jalan keluar apabila terjadi banyak perbedaan pendapat. Kemudian siswa
dengan peranannya itu harus mampu mengambil kesimpulan/keputusan ,
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui
interaksi dengan lingkungannya untuk merubah perilakunya. Dengan
demikian, hasil dari kegiatan belajar adalah perubahan perilaku pada diri
orang yang belajar. Teori Behavioris dalam Yulaelawati (2004: 107)
menyatakan bahwa “pembelajaran terjadi apabila terdapat perubahan
tingkah laku pada peserta didik”.Kegiatan belajar mengajar yang efektif
adalah syarat utama dalam keberhasilan pencapaian tujuan dalam
pembelajaran. Efektif bermakna tidak berlebihan dan tidak juga
30 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
kekurangan. Seluruh potensi yang dapat dioptimalkan hendaknya diper-
gunakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Syaiful dan Aswan adalah : Proses
perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan
kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap (2002:11). Menurut Dr. Nana
Sudjana Dra. Wari Suwariyah kegiatan belajar individual artinya setiap
siswa secara sendiri-sendiri melakukan atau mengerjakan tugas-tugas
belajarnya (1991:28). Kegiatan belajar kelompok dapat dilakukan
melalui diskusi siswa dalam kelompok kecil sekitar 3-5 orang (1991:29).
Menurut Indra Munawar hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (2009).

Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal penting karena dapat menjadi
petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam
kegiatan belajar yang telah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui
melalui evaluasi hasil belajar untuk mengukur dan menilai apakah siswa
sudah menguasai ilmu yang dipelajari atas bimbingan guru sesuai
dengan tujuan yang dirumuskan. Menurut Gagne (dalam Dimyati, 2002:
10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa
kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan,
sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (1) stimulasi
yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang dilakukan
oleh si pembelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses
kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati
pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Menurut Piaget (dalam Dimyati, 2002: 13) pengetahuan dibentuk
oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya
interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Mursell (dalam Simanjutak, 1975: 82) berpendapat bahwa hasil belajar
merupakan penguasaan bahan pelajaran yang ditimbulkan oleh
pemahaman atau pengertian, atau oleh respon yang masuk akal.
pengetahuan ,kecakapan dan perubahan ada pada individu yang belajar.
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu
yang belajar. Bukan saja perubahan yang mengenai pengetahuan,
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 31
tetapijuga kemampuan untuk membentuk kecakapan dalam bersikap.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah proses
pembelajaran dalam waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan
alat evaluasi tertentu. Menurut (Dimyati dan Mudjiono, dalam
Munawar, 2009) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari
dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat kemampuan mental yang lebih baik dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya
bahan pelajaran.
Menurut (Hamalik dalam Munawar 2009) hasil belajar adalah
bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada
orang tersebut dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti. Sedangkan menurut (Syaiful dan Aswan dalam
Munawar, 2009) hasil belajar adalah hasil dalam penilaian terhadap
kemampuan yang dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka
yang diperoleh siswa dari serangkaian tes yang dilaksanakan setelah
siswa mengikuti proses pembelajaran.
Dari serangkaian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah sebuah proses perubahan pengetahuan,
berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar. Hasil belajar biasanya diperoleh siswa
setelah mengikuti proses belajar mengajar, baik berupa pengetahuan,
maupun angka-angka maupun skor yang didapat siswa setelah tes
diberikan yang merupakan hasil dari belajar. Hasil belajar digunakan
oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai sutu
tujuan pendidikan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom


Action Research) yang dilaksanakan dengan menggunakan prosedur
penelitian berdasarkan prinsip Kenmis dan Tagart (1988) yang masing-
masing siklus terdiri dari 4 langkah, yaitu Perencanaan Tindakan,
Pelaksanaan Tindakan, Observasi dan Refleksi. Setelah melakukan
langkah terakhir pada pembelajaran siklus I, maka dibuat perencanaan
baru pada siklus II Selanjutnya dibuat perencanaan baru pada siklus III.
32 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Siklus 1
Penelitian ini diadakan di kelas VIII C SMP Negeri 3
Balikpapan, dengan jumlah siswa 39 anak di kelas tersebut. Siswa kelas
VIII C sebagai tempat penelitian dan diasumsikan belum memiliki
kemampuan dasar yang cukup untuk mampu membaca dan berbicara
dalam bahasa Inggris yang sederhana. Guru menyajikan pembelajaran
dengan menerapkan model pembelajaran klasikal untuk menerangkan
beberapa ungkapan permintaan ijin dan menyajikan pembelajaran sesuai
dengan rencana yang telah dirumuskan. Guru memberi kesempatan
bertanya kepada siswa tentang hal-hal yang ingin diketahui terkait
dengan topik dan semua jawaban siswa direspon guru. Pada akhir
kegiatan, siswa diberi kesempatan bertanya tentang topik yang
berhubungan dengan gambar.
Bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, guru melakukan
pemantauan dengan cara yang telah disepakati. Guru mencatat setiap
kegiatan dan perubahan yang terjadi pada saat penerapan model
pembelajaran klasikal. Pada tahap refleksi dilakukan analisis temuan saat
melaksanakan observasi, kelemahan dan keberhasilan guru saat
menerapkan model pembelajaran klasikal dan mempertimbangkan
langkah selanjutnya.

Siklus II
Guru mengidentifikasi masalah, menganalisa dan merumuskan
masalah, merancang pembelajaran klasikal, dan membuat persiapan
berupa penyusunan schedule, rencana pembelajaran, menyiapkan media
pembelajaran yang akan digunakan, menyiapkan topik pelajaran,
menyusun soal test. Guru menyajikan pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran klasikal untuk menerangkan beberapa ungkapan
permintaan ijin, menyajikan pembelajaran sesuai dengan rencana yang
telah dirumuskan, memberi kesempatan bertanya kepada siswa tentang
hal-hal yang ingin diketahui siswa terkait dengan topik tersebut,
memberi respon, dan pada akhir kegiatan siswa diberi kesempatan
bertanya tentang topik yang berhubungan dengan gambar.
Bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, guru melakukan
pemantauan dengan mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang
terjadi pada saat penerapan model pembelajaran klasikal. Menganalisa
temuan saat melaksanakan observasi, menganalisis kelemahan dan
keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran klasikal dan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 33
mempertimbangkan langkah selanjutnya, melakukan refleksi tehadap
penerapan model pembelajaran klasikal.

Siklus III
Guru mengevaluasi hasil refleksi Siklus II, mendiskusikan dan
mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada pembelajaran
berikutnya, mendata masalah dan kendala saat mengelola Pembelajaran.
Melaksanakan tindakan perbaikan dengan menggunakan penerapan
model pembelajaran CIRC namun sebelum pembelajaran dimulai, guru
sebagai peneliti mencoba memotivasi siswa dengan pertanyaan pemandu
untuk memberi penguatan pada siswa agar tidak merasa malu dalam
mengeluarkan ide atau tanggapan terhadap topik yang akan dipelajari.
Hal ini terutama ditujukan pada anak yang tergolong bekemampuan
rendah.
Pada siklus ini, guru tidak hanya memberikan kesempatan pda
siswa yang aktif saja, tetapi juga membagi kesempatan kepada siswa
yang kurang aktif. Bentuk kegiatan pada siklus ini langsung dipraktekan
dengan teman secara berpasangan, serta melakukan analisis pemecahan
masalah. Guru melakukan pengamatan terhadap penerapan model
pembelajaran Role Play, mencatat perubahan yang terjadi, melakukan
diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan
memberi umpan balik.
Guru merefleksi proses pembelajaran Metode CIRC, merefleksi
hasil belajar peserta didik dengan menerapkan model pembelajaran
CIRC, menganalisis temuan dan hsil akhir penelitian, menyusun
rekomendasi. Untuk mendapat data penelitian yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan, dalam penelitian ini digunakan beberapa
instrumen pembantu, seperti gambar-gambar yang berkaitan dengan
topik pembelajaran, dan rekaman tentang aktivitas selama mengikuti
kegiatan di Siklus I, II dan III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagaimana


disajikan pada Tabel 1.

34 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Tabel 1 Data Nilai Hasil Pembelajaran Tiap Siklus
No Nama Siswa Nilai Nilai Nilai
Siklus I Siklus II Siklus II
1 Ade Indra Putra 50 70 90
2 Adetama Kurnia 60 80 90
3 Aditya Riantama 50 70 90
4 Amdani 60 70 85
5 Chairun Nisa 70 65 90
6 Chandra Prisma 65 75 90
7 Citra Oktaviana Dewi 65 70 90
8 Dahlia Hardianti 60 70 85
9 Debie Febriana 65 70 85
10 Dhea Sinta 55 75 85
11 Edwin Hadi 70 80 80
12 El khanza Sabilah 65 75 80
13 Fitria Rizky 60 80 80
14 Frans Samuel 65 70 85
15 Gilang Pranaditya 50 65 90
16 Gusti Riansyah Noor 60 65 90
17 Hamsah 60 70 95
18 Ira Handayani 70 70 95
19 Ira Ragelia 65 80 95
20 Kamil Lia 60 80 95
21 Khoirul Muzaki 50 80 80
22 Luthfi Izdihar Dany 65 80 90
23 M. Okta Rianada 50 85 80
24 M. Rafly Irawan 55 85 85
25 M. Safri 55 80 85
26 Mahfud Dwi Prasetyo 70 65 85
27 Morifky Irawan 55 85 90
28 Nar Mahda Arafah 50 75 90
29 Nissa Nur Velia 60 75 90
30 Priliani Putri. 60 75 95
31 Rizky Amalia Elvia 60 80 85
32 Rizky Sofian Gany 42 60 75
33 Robby Sulistyawahab 61 65 75
34 Sifa Natia Lutfaani 46 55 75
35 Sri Wahyuni 70 72 80
36 Vanila Anggraeni 62 65 75
37 Wahyu Rio Mahendra 66 70 80
38 Yosua Farada Aruan 63 65 85
39 Yuliyah Karolina 59 62 75
Jumlah Nilai 2324 2827 3340
Rata – Rata 50,59 72,49 85,64

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 35


Siklus I
Dari 40 siswa yang ada di kelas VIII C SMP Negeri 3
Balikpapan diperoleh nilai rata-rata siswa pada siklus 1 sebesar 59,59 %.
Hal ini menunjukan bahwa kemampuan siswa untuk ketrampilan
Speaking masih dalam kategori CUKUP, berdasarkan interval
Kualifikasi yang sudah ditentukan, yaitu : 0-39,9 = Sangat Kurang; 40,0
- 54,9 = Kurang; 55,0 - 69,9 = Cukup; 70,0 – 84,5 = Baik; 85,0 – 100 =
Sangat Baik. Hal ini berarti bahwa perbaikan proses pembelajaran
mutlak harus dilaksanakan. Karena KKM di kelas VIII C untuk mata
pelajaran Bahasa Inggris adalah 75.

Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II pada dasarnya sama dengan
pelaksanaan pada siklus I dengan perbaikan-perbaikan sesuai dengan
kasus yang ditemukan. Pada akhir siklus II diketahui bahwa jumlah
siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hanya
46,15% (18 siswa) dan yang belum tuntas 53,85% (21 siswa). Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk ketrampilan Speaking
telah mengalami peningkatan dengan kategori BAIK berdasarkan
interval Kualifikasi yang sudah ditentukan. Dari siklus I ke siklus II
terdapat kenaikan 12,90 %, walaupun pada siklus ke II ini masih belum
mencapai separuh dari keberhasilan yang telah ditentukan dalam KKM
yaitu 75. Hal ini menunjukan bahwa perbaikan proses pembelajaran
yang dilakukan pada siklus II masih belum optimal, dan perlu
dilanjutkan lagi dengan metode yang berbeda.

Siklus III
Tes diberikan kepada siswa setelah perbaikan proses
pembelajaran dengan tujuan agar penulis dapat memperoleh data tentang
pemerolehan nilai setelah perbaikan pembelajaran. Setelah diakan
perbaikan atau Refleksi pada siklus ke III maka seluruh siswa bisa
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah di tetapkan oleh
sekolah yaitu 78 untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Dengan demikian
pada siklus ke III ini siswa tidak ada lagi yang remedial atau ulangan
perbaikan seperti yang terdapat pada siklus I dan siklus II.
Nilai siswa setelah mengikuti perbaikan pembelajaran
menunjukan peningkatan yang cukup baik, dimana siswa yang mendapat
nilai tuntas untuk pembelajaran Reading ( membaca ) = 39 anak dengan
36 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
perolehan presentase hasil belajar (85,64 %), dengan kategori AMAT
BAIK. Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan metode CIRC
dapat meningkatkan kemampuan membaca dan berbicara dalam bahasa
inggris siswa kelas VIII C SMP Negeri 3 Balikpapan. Dengan demikian
dapat dibuktikan bahwa metode mengajar dapat berfungsi sebagai alat
motivasi ekstrinksik dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) seperti
pendapat Syaiful B, Djamariah dkk (1995).
Penggunaan metode CIRC memberi kesempatan kepadasiswa
untuk dapat berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi
masalah sosial / psikologi, mampu menyampaikan, memberikan
argumentasi dan mempertahankan pendapatnya, sesuai dengan situasi
peranan yang dimainkannya atau situasi yang dikehendaki guru.
Keefektifan berbicara dapat dicapai karenasiswa memahami makna
segala sesuatu yang dikomunikasikan terhadap pendengarnya, sesuai
dengan prinsip-prinsip berbicara yang mendasari secara umum maupun
perorangan (Tarigan, 1990:15).
Tujuan Pengajaran Bahasa Inggrisseperti pendapat Wilkin dan
Maulida (2001) dapat dicapai karena pembicara dapat menyampaikan
pikiran atau gagasannya secara efektif. Dengan menggunakan metode
CIRC maka pengajaran ketrampilan membaca dan berbicara untuk
siswa tingkat SMP yang menekankan ketepatan lafal (pronounciation),
intonasi dan kelancaran membaca dapat direalisasikan.

KESIMPULAN

Pembelajaran dengan metode Cooperative Integrated Reading


Composition (CIRC) terbukti dapat memperbaiki pembelajaran Reading
(mengungkapkan makna dalam membaca transaksional dan
interpersonal lisan pendek dalam bahasa Inggris) , sehingga ketrampilan
membaca dan berbicara siswa kelas VIII C SMP Negeri 3 Balikpapan
dalam bahasa Inggris lebih baik, sebagaimana disajikan sebagai berikut:
1. Metode mengajar dapat berfungsi sebagai alat motivasi ekstrinksik
dalam Kegiatan Belajar Mengajar ( KBM ) seperti pendapat Syaiful,
Djamariah dkk (1995).
2. Penggunaan metode CIRC memberi kesempatan kepadasiswa untuk
dapat berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah
sosial/psikologi, mampu menyampaikan, memberikan argumentasi
dan mempertahankan pendapatnya, sesuai dengan situasi peranan
yang dimainkannya atau situasi yang dikehendaki guru.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 37
3. Keefektifan berbicara dapat dicapai karena siswa memahami makna
segala sesuatu yang dikomunikasikan terhadap pendengarnya,
sesuai dengan prinsip-prinsip berbicara yang mendasari secara
umum maupun perorangan (Tarigan, 1990:15)..
4. Tujuan Pengajaran Bahasa Inggrisseperti pendapat Wilkin dan
Maulida (2001) dapat dicapai karena pembicara dapat
menyampaikan pikiran atau gagasannya secara efektif.
5. Dengan menggunakan metode CIRC maka pengajaran ketrampilan
membaca dan berbicara untuk siswa tingkat SMP yang
menekankan ketepatan lafal (pronounciation), intonasi dan
kelancaran membaca dapat direalisasikan.

SARAN

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan


pertimbangan dalam perbaikan pembelajaran Bahasa Inggris di
sekolah, khususnya di SMP Negeri 3 Balikpapan.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi
bagi guru dalam memahami kelemahan dan kelebihan siswanya,
sehingga dapat membuat terobosan baru yang dapat memotivasi
siswa untuk aktif membaca dan berbicara, sehingga kemampuan
membaca dan berbicaranya meningkat menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi, 2005, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Dirjen


PMTK
Depdiknas, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Lampiran
Permendiknas no 22, Tahun 2006 tentang Standar Isi, Jakarta.
Depdiknas, 2006, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Lampiran
Permendiknas no 23, Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Kelulusan, Jakarta.
Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2002, Modul : ING.
B.03, Ketrampilan Berbicara, ( 2002 )
Fathurrohman Pupuh dan Sutikno Sobry, 2007, Strategi Belajar
Mengajar, PT Refika Aditama).
Mulyana Slamet, 2007, PenelitianTindakan Kelas Dalam
Pengembangan Profesi Guru, Bandung, LPMP.
38 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Roesiyah N,K, 2008, Strategi Belajar Mengajar. PT Rineka Cipta).
Suhardjono et,al, 2005, Pedoman Penyusunan Karya Tulis Ilmiah,di
bidang Pendidikan dan Angka Kredit Pengembang Profesi Guru,
Jakarta, Dirjen Dikgur dan Tentis.
Kemmis, S dan Taggart R, 1998, The Action Research Planner, Deakin
University.
Mulyani, Johan, 1998. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas
Terbuka
Munawar, Indra, 2009. Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi).
Http://indramunawar.blogspot..com.
Arikunto, S. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Penelitian. Jakarta: Bumi Putra
Dimyati dan Mujiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka
cipta
Miles, M. B. & Huberman. 1992.Qualitative Data Analysis (terjemahan
Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press.
Ratumanan Gerson T. 2002. Belajar dan Pembelajaran. UNESA
University Press. IKAPI
Sagala, S. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV.
Alfabeta
Sardiman. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 39


40 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
PROBING-PROMPTING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL-SOAL IPA-FISIKA

Suhartini
Guru IPA-Fisika SMP Negeri 5 Balikpapan

Abstrak

Kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika materi


getaran dan gelombang pada siswa kelas VIII-3 SMP
Negeri 5 Balikpapan rendah disertai keaktifan dan minat
belajar siswa rendah. Kondisi ini mendorong peneliti untuk
memperbaikinya melalui penelitian tindakan kelas dengan
strategi pembelajaran Probing-prompting. Data hasil
penelitian ini dianalisa secara deskriptif kuantitatif dan
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa model pembelajaran probing-prompting dapat
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-
Fisika pada siswa kelas VIII3 SMP Negeri 5 Balikpapan
pada tiap siklusnya. Nilai rata-rata kelas pada siklus I
sebesar 71.25 dan pada siklus II menjadi 79.37 meningkat
8.12 poin. Prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus
I sebesar 70% dan pada siklus II menjadi 87.5% meningkat
sebesar 17.5%. Prosentase ketidaktuntasan belajar siswa
pada siklus I sebesar 30% dan pada siklus II menjadi
12.5% mengalami penurunan sebesar 17.5%. Prosentase
skor keaktifan siswa pada siklus I sebesar 62.5% dan pada
siklus II menjadi 77.5%, meningkat sebesar 15%.
Prosentase skor minat siswa pada siklus I sebesar 72.5%
dan pada siklus II menjadi 82.5%, meningkat sebesar 10%.
Dalam penelitian ini masih ada 5 siswa (12.5%) yang
belum tuntas belajar. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat meningkatkannya kembali ke arah lebih baik.
Kata Kunci : kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-
Fisika, model pembelajaran probing-prompting

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 41


PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam


kehidupan manusia, sebab dengan pendidikan inilah manusia dapat
hidup sesuai dengan tujuan dan fungsinya. Oleh karena itu perlu adanya
upaya yang serius dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan pendidikan
tersebut. Pada proses pembelajaran yang dilakukan, ada hambatan yang
dialamioleh guru dan siswa. Salah satu diantaranya adalah kendala yang
di hadapi oleh para siswa, yaitu mereka cenderung sulit untuk
memecahkan masalah khususnya pada pelajaran IPA-Fisika. Mata
pelajaran ini selalu menyuguhkan masalah yang menuntut siswa berpikir
kritis dan sistematis untuk menyelesaikannya.
Salah satu tujuan pelajaran IPA-Fisika adalah agar siswa
menguasai berbagai konsep dan prinsip IPA-Fisika untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri
sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengajaran IPA-
Fisika juga dimaksudkan untuk pembentukan sikap yang positif terhadap
IPA-Fisika, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari IPA-Fisika lebih
lanjut karena merasakan keindahan dalam keteraturan perilaku alam
serta kemampuan IPA-Fisika dalam menjelaskan berbagai peristiwa
alam dan penerapan IPA-Fisika dalam teknologi.
Secara operasional, tingkat interaksi siswa dalam kelas adalah
skor yang diperoleh siswa dalam kegiatan-kegiatan diskusi dan bertanya.
Hasil belajar yang dimaksud adalah menyangkut hasil belajar dalam
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar pada aspek kognitif
meliputi penguasaan konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting dan
kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika. Hasil belajar dalam
aspek afektif meliputi aspek nilai (value), minat (interset), dan sikap
(attitude). Hasil belajar pada aspek psikomotor adalah skor siswa dalam
melaksanakan keterampilan-keterampilan yang meliputi kemampuan
manipulasi (manipulation), artikulasi (articulation), dan naturalisasi
(naturalization).
Selama ini guru cenderung menjelaskan materi, memberikan
contoh soal dan memberi latihan dengan cara yang monoton. Disini guru
hanya berfungsi sebagai pemberi pengetahuan dan siswa penerima
pengetahuan sehingga siswa bersikap pasif dalam proses pembelajaran.
Hal ini terlihat dari kegiatan siswa yang cenderung lebih banyak diam,
mendengarkan, bergurau, tanpa ada memberikan pertanyaaan atau
42 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
tanggapan. Keaktifan dan minat belajarnya rendah. Selain itu,
berkembang anggapan dari sebagian besar siswa bahwa IPA-Fisika
merupakan pelajaran yang sulit sehingga siswa tidak mampu menguasai
hubungan antara konsep IPA-Fisika dengan baik.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka perlu adanya
perubahan dan perbaikan dalam usaha meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika pada siswa yaitu suatu strategi
pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif dan menunjang
keefektifan proses pembelajaran. Salah satunya adalah dengan
menerapkan model pembelajaran probing-prompting. Model
pembelajaran probing-prompting menyajikan serangkaian pertanyaan
yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir
yang mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamannya dengan
pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa
mengkontruksikan konsep-prinsip-aturan tersebut menjadi pengetahuan
baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Berdasarkan masalah di atas, maka rumusan masalah adalah bagaimana
langkah-langkah penerapan model pembelajaran probing-prompting
untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika
materi getaran dan gelombang pada siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5
Balikpapan dan apakah penerapan model pembelajaran probing-
promptingdapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal-soal
IPA-Fisika materi getaran dan gelombang pada siswa kelas VIII-3 SMP
Negeri 5 Balikpapan.

KAJIAN PUSTAKA

Hakikat Kemampuan
Kemampuan dapat didefinisikan kecakapan, ketangkasan, bakat,
kesanggupan yang merupakan daya kekuatan untuk melakukan suatu
perbuatan (Chaplin, 1997:34). Kemampuan biasa merupakan
kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau
praktek (Robbins, 2000:46). Karakteristik soal-soal IPA-Fisika yang
dapat mempengaruhi tingkat kesulitannya, menurut Maloney (1992:
342) adalah: konteks, kejelasan petunjuk, jumlah informasi yang
diberikan, kejelasan pertanyaan, jumlah cara / alternatif pemecahan yang
dapat digunakan, dan beban ingatan. Dalam memecahkan soal IPA-
Fisika seringkali diperlukan perhitungan-perhitungan matematis sebagai

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 43


konsekuensi penggunaan rumus-rumus IPA-Fisika. Hal ini bagi sebagian
besar siswa akan menimbulkan kesulitan tersendiri.
Pemecahan soal merupakan salah satu bagian penting dalam
pembelajaran IPA-Fisika sebab bukan saja merupakan aspek penerapan
konsep-konsep dan pengetahuan IPA-Fisika yang telah diperoleh
melalui proses belajar akan tetapi juga merupakan proses memperoleh
pengetahuan baru. Kemampuan pemecahan soal-soal IPA-Fisika,
menurut Reif (1994: 17) memerlukan kemampuan-kemampuan dasar
sebagai prasyarat utama, yakni kemampuan menginterpretasi konsep-
konsep dan prinsip-prinsip IPA-Fisika secara tepat, kemampuan
mendeskripsikan serta mengorganisasi pengetahuan IPA-Fisika secara
efektif.

Materi Getaran dan Gelombang


Materi getaran dan gelombang termasuk dalam Standar
Kompetensi: 6. Memahami konsep dan penerapan getaran, gelombang
dan optika dalam produk teknologi sehari-hari. Kompetensi Dasarnya:
6.1 Mendeskripsikan konsep getaran dan gelombang serta parameter-
parameternya. Indikator pencapaian kompetensinya meliputi: a)
Mengidentifikasi getaran pada kehidupan sehari-hari; b) Mengukur
perioda dan frekuensi suatu getaran; c) Membedakan karakteristik
gelombang longitudinal dan gelombang transversal; dan d)
Mendeskripsikan hubungan antara kecepatan rambat gelombang,
frekuensi dan panjang gelombang.

Model Pembelajaran Probing-Prompting


Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorgannisaikan
pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas mengajar (Syaiful
Sagala, 2005). Sedangkan menurut Joyce dan Well (2000:13)
menjelaskan secara luas bahwwa model pembelajaran merupakan
deskripsi dari lingkungan belajara yang menggambarkan perencanaan
kurikulum, kursus-kursus, rancangan unit pembelajaran, perlengkapan
belajar, buku-buku pelajaran, program multimedia dan bantuan belajar
melalaui program komputer.

44 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Berdasarkan penelitian yang dilakukan Priatna (Sudarti, 2008)
menyimpulkan bahwa proses probing dapat mengaktifkan siswa dalam
belajar yang penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan keaktifan
sehingga aktivitas komunikasi matematika cukup tinggi. Selanjutnya,
perhatian siswa terhadap pembelajaran yang sedang dipelajari cenderung
lebih terjaga karena siswa selalu mempersiapkan jawaban sebab mereka
harus siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru. Hal yang sama diungkapkan
oleh Suherman (2001) bahwa dengan menggunakan metode tanya jawab
siswa menjadi lebih aktif daripada belajar mengajar dengan metode
ekspositori.
Terdapat dua aktivitas siswa yang saling berhubungan dalam
pembelajaran probing prompting, yaitu aktivitas siswa yang meliputi
aktivitas berpikir dan aktivitas fisik yang berusaha membangun
pengetahuannya, serta aktivitas guru yang berusaha membimbing siswa
dengan menggunakan sejumlah pertanyaan yang memerlukan pemikiran
tingkat rendah sampai pemikiran tingkat tinggi (Suherman, 2001:55).
Langkah-langkah pembelajaran probing prompting dijabarkan
melalui tujuh tahapan teknik probing (Sudarti, 2008:14) yang
dikembangkan dengan prompting adalah sebagai berikut:
1) Guru menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan dengan
memperhatikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang
mengandung permasalahan.
2) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil
dalam merumuskannya.
3) Guru mengajukan persoalan kepada siswa yang sesuai dengan
tujuan pembelajaran khusus atau indikator kepada seluruh siswa.
4) Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil
dalam merumuskannya.
5) Menunjuk salah satu siswa untuk menjawab pertanyaan.
6) Jika jawabannya tepat maka guru meminta tanggapan kepada siswa
lain tentang jawaban tersebut untuk meyakinkan bahwa seluruh
siswa terlibat dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Namun jika
siswa tersebut mengalami kemacetan jawab dalam hal ini jawaban
yang diberikan kurang tepat, tidak tepat, atau diam, maka guru
mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang jawabannya
merupakan petunjuk jalan penyelesaian jawab. Lalu dilanjutkan
dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir pada tingkat yang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 45
lebih tinggi, sampai dapat menjawab pertanyaan sesuai dengan
kompetensi dasar atau indikator. Pertanyaan yang dilakukan pada
langkah keenam ini sebaiknya diajukan pada beberapa siswa yang
berbeda agar seluruh siswa terlibat dalam seluruh kegiatan probing
prompting.
7) Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa yang berbeda untuk
lebih menekankan bahwa tujuan pembelajaran khusus/indikator
tersebut benar-benar telah dipahami oleh seluruh siswa.
Kelebihan dari model pembelajaran probing-prompting
diantaranya:
a. Mendorong siswa berfikir aktif.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas sehingga guru dapat menjelaskan kembali.
c. Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan atau
diarahkan pada suatu diskusi.
d. Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa,
sekalipun ketika itu siswa sedang ribut, yang mengantuk kembali
tegar dan hilang ngantuknya.
e. Mengembangkan keberanian dan keterampilan siswa dalam
menjawab dan mengemukakan pendapat.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran ini diantaranya:
a. Siswa merasa takut, apalagi guru kurang dapat mendorong siswa
untuk berani dengan menciptakan suasana yang tidak tegang
melainkan akrab.
b. Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat
berfikir dan mudah dipahami siswa.
c. Waktu sering banyak terbuang apabila siswa tidak dapat menjawab
pertanyaan sampai dua, atau tiga orang.
d. Jumlah siswa yang banyak tidak mungkin cukup waktu untuk
memberikan pertanyaan kepada setiap siswa.

Kerangka Berpikir
Kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika merupakan
salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran
IPA-Fisika berdasarkan amanat Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan
(KTSP). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa gaya mengajar
Guru selama ini cenderung hanya menjelaskan materi, memberikan
contoh soal dan memberi latihan dengan cara yang monoton. Guru
46 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
hanya mentransfer sejumlah pengetahuan dan siswa sebagai penerima
pengetahuan yang bersikap pasif dalam pembelajaran. Keaktifan dan
minat belajarnya menjadi rendah.
Dalam pemilihan model pembelajaran, guru hendaknya lebih
selektif, sebab pemilihan strategi pembelajaran yang tidak tepat justru
menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam model
pembelajaran probing prompting, guru menyajikan serangkaian
pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi
proses berfikir yang mengkaitkan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksikan konsep-prinsip-aturan
menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak
diberitahukan.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara sebagai bentuk dugaan
sampai dapat dibuktikan melalui hasil penelitian. Hipotesia tindakan
dalam penelitian ini adalah: "Jika pembelajaran IPA-Fisika materi
getaran dan gelombang siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5 Balikpapan
dilaksanakan melalui penerapan model pembelajaran probing-
prompting, maka kemampuan menyelesaikan soal siswa akan
meningkat.”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 5 Balikpapan kelas


VIII-3, Jalan Marsma R. Iswahyudi No. 07 Telp. 0542 -764142
Balikpapan. Lokasi tersebut dipilih dengan alasan merupakan tempat
peneliti selama ini mengabdikan diri sebagai Guru yang bertanggung
jawab untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam
kegiatan belajar mengajar, khususnya pada mata pelajaran IPA-Fisika.
Subjek penelitian tindakan ini adalah siswa kelas VIII-3 SMP
Negeri 5 Balikpapan yang berjumlah 40 siswa. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester 2 2011-2012 bulan April sampai dengan
bulan Juni 2012. Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2
(dua) siklus yang masing-masing siklus meliputi perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Pelaksanaan dilakukan
dengan mengadakan pembelajaran yang dalam satu siklus ada dua kali
tatap muka. Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang
dicapai, seperti yang telah didesain.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 47
Sebelum memasuki siklus penelitian tindakan kelas, peneliti
mengadakan studi pendahuluan untuk mengamati kinerja dan
kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika pada siswa kelas VIII-3
SMP Negeri 5 Balikpapan melalui metode ceramah, latihan soal, dan
pemberian tugas. Hasil studi pendahuluan tersebut akan dipergunakan
sebagi pijakan awal untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang
ditemukan selama pembelajaran berlangsung.

Siklus I
Kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Merencanakan
pembelajaran melalui RPP dengan penerapan probing-prompting, 2)
Menentukan materi, 3) Mengembangkan skenario pembelajaran, 4)
Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), 5) Menyiapkan sumber belajar
dan media, 6) Menyusun soal-soal tes dan pedoman penyekoran, dan 7)
Menyusun instrumen observasi dan penyekorannya.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki tindakan
pada tahap pra penelitian sesuai dengan skenario pembelajaran yang
telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pra penelitian dan
memantau proses peningkatan kemampuan menyelesaikan soal-soal
IPA-Fisika dalam materi getaran dan gelombang. Observasi dilakukan
dengan mengamati keaktifan dan minat belajar siswa serta kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran selama kegiatan pembelajaran
siklus I berlangsung. Menganalisis hasil tes dan pengamatan untuk
memperoleh gambaran tentang dampak dari tindakan yang dilakukan,
hal-hal yang perlu diperbaiki dan yang harus menjadi perhatian agar
diperoleh hasil yang maksimal.

Siklus II
Kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Merencanakan
pembelajaran (menyusun RPP) dengan model pembelajaran probing-
prompting sebagai bentuk perbaikan, 2) Menetapkan materi, 3)
Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), 4) Menyiapkan sumber belajar
dan media, 5) Menyusun soal-soal tes dan pedoman penyekoran, dan 6)
Menyusun instrumen observasi dan penyekorannya.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada siklus I sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disempurnakan

48 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


berdasarkan hasil refleksi pada siklus I dan memantau proses
peningkatan kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika.
Observasi dilakukan dengan mengamati keaktifan dan minat
belajar siswa serta kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
selama kegiatan pembelajaran siklus II berlangsung. Hasil analisis data
dari siklus II ini digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat
ketercapaian tujuan yang dilakukan guru dalam meningkatkan
kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika materi getaran dan
gelombang dengan model pembelajaran probing-prompting siswa kelas
VIII-3.

Instrumen Penelitian
Instumen tes disini adalah berupa soal yang harus dikerjakan
siswa pada akhir kegiatan pembelajaran. Instrumen nontes berupa
lembar observasi siswa dan guru untuk mengetahui aktifitas siswa dan
guru melalui pengamatan. Observasi dilakukan selama siswa mengikuti
proses pembelajaran pada tiap siklus. Teknik pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan nontes. Tahapan
yang terdapat pada analisis interaktif menurut Iskandar (2008: 222) yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian
ini, data akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Data Kuantitatif
meliputi Prosentase ketuntasan belajar siswa, Siswa secara individual
dianggap menguasai kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika
jika telah mendapat nilai ≥70 (tuntas belajar). Suatu kelas dinyatakan
tuntas belajar jika 85% dari keseluruhan jumlah siswa tuntas belajar
secara individu. Perhitungannya:
jumlah siswa yang tuntas
Prosentase Ketuntasan Klasikal = x 100
jumlah siswa seluruhnya

jumlah total nilai


Nilai Rata-Rata Kelas =
jumlah siswa

Data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisa dan


direduksi. Reduksi data yang diperoleh dari hasil observasi ditulis dalam
bentuk rekaman data, dikumpulkan, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang
pokok, kemudian dicari polanya dan disusun lebih sistematis,
ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih tajam hasil
pengamatan dalam penelitian ini, juga mempermudah peneliti untuk

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 49


mencatat kembali data yang diperoleh bila diperlukan yang dirumuskan
sebagaimana Tabel 1.
Tabel 1. Indikator Keberhasilan Penelitian
Skor/
No Indikator Pengukuran
Prosentase
1 Prosentase skor rata- 70% Dihitung berdasarkan hasil skor rata-
rata aspek keaktifan rata observasi keaktifan belajar siswa
belajar siswa pada tiap siklus dan diprosentasekan.
2 Prosentase skor rata- 70% Dihitung berdasarkan hasil skor rata-
rata aspek minat belajar rata observasi minat belajar siswa
siswa pada tiap siklus dan diprosentasekan.
3 Prosentase siswa yang 85% Dihitung berdasarkan jumlah siswa
memiliki kemampuan yang mendapatkan skor hasil belajar
menyelesaikan soal- IPA-Fisika 70 pada tiap siklus dan
soal IPA-Fisika diprosentasekan.
Jika ketiga indikator keberhasilan di atas telah tercapai secara
kumulatif, maka penelitian tindakan kelas ini dinyatakan berhasil dan
dihentikan. Akan tetapi jika ketiga indikator keberhasilan di atas belum
tercapai secara kumulatif, maka penelitian tindakan kelas akan
dilanjutkan pada siklus berikutnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Kegiatan pemecahan soal-soal IPA-Fisika secara kelompok


melalui model pembelajaran probing-prompting tersebut dilaksanakan
dalam 2 (dua) siklus, masing-masing siklus 2 (dua) kali pertemuan. Pada
siklus I, keaktifan dan minat siswa belum begitu tampak. Kemampuan
bertanya, menanggapi, dan mengajukan pendapat siswa belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kemampuan pemecahan
masalah siswa juga belum maksimal. Berdasarkan hasil tindakan dan
observasi siklus I, indikator kinerja hanya terpenuhi 1 (satu) indikator
dari 3 (tiga) indikator yang telah ditetapkan secara kumulatif, yaitu
prosentase minat belajar yang mencapai 72.5%. Oleh karena itu,
penelitian ini belum dinyatakan berhasil dan harus dilanjutkan pada
siklus II.
Hasil penelitian siklus I dapat ditingkatkan kembali pada siklus
II. Adanya motivasi dari guru berupa pemberian poster IPA-Fisika pada
siswa yang aktif presentasi, menanggapi, bertanya dan berpendapat
mampu memotivasi keaktifan dan minat belajar siswa. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Joni (1992:89) bahwa faktor-faktor
50 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
yang dapat mempengaruhi motivasi dan kemampuan siswa dalam belajar
adalah adanya penghargaan yang diberikan oleh guru. Selain itu, guru
juga mewajibkan setiap siswa menyumbangkan pemikirannya pada
kelompok masing-masing sehingga kegiatan siswa terfokus pada
kegiatan kelompok.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dengan menekankan
pada pemberian kesempatan kepada siswa ini terbukti mampu
meningkatkan keaktifan, minat, dan kemampuan menyelesaikan soal-
soal IPA-Fisika pada siswa. Hasil tindakan dan observasi siklus II telah
memenuhi 3 (tiga) indikator yang telah ditetapkan secara kumulatif.
Oleh karena itu, penelitian ini dinyatakan berhasil dan dihentikan pada
siklus II. Hasil dari Siklus I, II, dan III disajikan dalam Tabel 2.
Peningkatan hasil tes dan observasi siswa pada tiap siklus terjadi
karena model pembelajaran probing-prompting mendorong siswa lebih
aktif berpikir, berani mengemukakan pendapat, dan siswa dituntut untuk
mampu memecahkan masalah dalam soal-soal berdasarkan informasi
dan pengetahuan yang mereka dapatkan. Probing-prompting juga
melatih siswa dalam mengembangkan keberanian dan keterampilan
siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat kemudian siswa
dapat mengaitkan konsep dasar yang sudah ada dengan konsep baru
berdasarkan pemahamannya sendiri, siswa memiliki pemahaman yang
lebih terhadap konsep yang dipelajari melalui model pembelajaran
probing-prompting.

Tabel 2. Perbandingan Hasil Penelitian Antar Siklus


No Aspek Perbandingan Siklus I Siklus IIPeningkatan
1 Nilai rata-rata Kelas 71.25 79.37 8.12
2 Prosentase Ketuntasan Belajar 70 87.5 17.5
3 Prosentase Ketidaktuntasan Belajar 30 12.5 -17.5
4 Prosentase Skor Keaktifan Belajar 62.5 77.5 15
5 Prosentase Skor Minat Belajar 72.5 82.5 10
6 Prosentase Skor Kinerja Guru 80.83 91.67 10.84
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat peningkatan antar siklus.
Peningkatan tersebut juga menggambarkan bahwa siswa sudah mulai
paham dan antusias dalam mengikuti pelajaran, minat belajar siswa juga
meningkat sehingga terwujudnya pribadi siswa dalam hal perhatian,
ketertarikan, keaktifan, dan kepuasan setelah penerapan model
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 51
pembelajaran probing-promptingyang berdampak pada respon siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran. Nilai tes yang memuaskan dapat
membantu siswa untuk memiliki kemauan yang tinggi dalam mengikuti
semua tahapan dan proses pembelajaran dari awal hingga akhir
pembelajaran. Selain itu penguasaan konsep terhadap materi pelajaran
semakin baik karena dalam pelaksanaan siswa sudah mampu
bekerjasama didalam kelompoknya baik dalam mengemukakan ide-ide
maupun dalam berdiskusi pada saat pemecahan masalah.
Menurut Wijaya (2010), dalam penerapan model pembelajaran
probing-prompting siswa dihadapkan pada suatu permasalahan yang
membuat siswa mengembangkan pengetahuannya sendiri sehingga
membuat siswa lebih memahami konsep dibandingkan siswa yang hanya
menerima informasi dari guru. Kebiasaan belajar siswa yang menerima
semua informasi dari guru menjadi belajar mandiri dan kelompok
dengan mencari dan mengolah informasi sendiri tidak mudah untuk
dirubah. Mengubah kebiasaan bukanlah suatu hal yang mudah, namun
apabila terus dibiasakan maka model pembelajaran probing-prompting
tentu dapat meningkatkan daya serap siswa.
Dengan terpenuhinya indikator keberhasilan pada siklus II, maka
penelitian ini dinyatakan berhasil dan dihentikan pada siklus II.
Hipotesis penelitian ini yang menyatakan: "Jika pembelajaran IPA-
Fisika materi getaran dan gelombang siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5
Balikpapan dilaksanakan melalui penerapan model pembelajaran
probing-prompting, maka kemampuan menyelesaikan soal siswa akan
meningkat” dapat dibuktikan kebenarannya.

KESIMPULAN

Penerapan model pembelajaran probing-prompting dalam


penelitian ini terbukti mampu meninghkatkan kemampuan
menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika pada siswa. Nilai rata-rata kelas
pada siklus I sebesar 71.25 dan pada siklus II menjadi 79.37 atau
meningkat 8.12 poin. Prosentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I
sebesar 70% dan pada siklus II menjadi 87.5% atau meningkat sebesar
17.5%. Prosentase ketidaktuntasan belajar siswa pada siklus I sebesar
30% dan pada siklus II menjadi 12.5% atau mengalami penurunan
sebesar 17.5%. Prosentase skor keaktifan siswa pada siklus I sebesar
62.5% dan pada siklus II menjadi 77.5%, atau meningkat sebesar 15%.
52 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Prosentase skor minat siswa pada siklus I sebesar 72.5% dan pada siklus
II menjadi 82.5%, atau meningkat sebesar 10%.

DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, M. 2009. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri


Surabaya.
Irfan. 2010. Efektifitas Belajar Mengajar Biologi dengan Teknik
Probing. http://physicsmaster.orgfree.Efektifitasbekajar-mengajar-
biologi-dengan-teknik-probing. Com. Diakses pada tanggal 22
Februari 2011.
Iskandar. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial
(Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Joni, Raka. 1992. Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah
Melalui Strategi Pembelajaran Aktif (Cara Belajar Siswa Aktif) dan
Pembinaan Profesional Guru, Kepala Sekolah serta Pembina
Lainnya, Jakarta: Rinehart and Wiston.
Joyce, B., Weill, M, 2000. Models of Teaching. Boston: Allyn and
Bacon
Maloney, David. P. tt. Research on Problem Solving: Physics. Indiana
University.
Reif, Frederick. 1994. Understanding and Teaching Important Scientific
thought Processes. American Journal of Physics 44. (3), 212.
Robbins, Stephen P. 2007. Organizational Behavior. 11 th edition. New
Jersey: Pearson Prentice Hall, Inc.
Rosdiana. 2010. Penggunaan Teknik Probing Untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMP. Bandung:
Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung, tidak
diterbitkan.
Rosnawati, H. 2008. Penggunaan Teknik Probing Untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP. Bandung: Skripsi
Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sinaga, Anggiat M. dan Hadiati, Sri. 2001. Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik
Indonesia.
Sudarti, T. 2008. Perbandingan Kemampuan Penalaran Adatif Siswa
SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 53
Teknik Probing dengan Metode Ekspositori. Bandung: Skripsi
Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA UPI.
Suherman, E. 2008. Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hand Out.
Bandung: tidak diterbitkan.
Tobing, Rangke L , Setia Adi, Hinduan, 1990, Model-Model mengajar
Metodik Khusus Pendidikan Ilmu pengetahuan Alam Sekolah
Dasar. Makalah Penataran Calon Penatar Dosen Pendidikan Guru
SD (Program D-II).
Wijaya, M. 2010. Penerapan Pembelajaran Probing Prompting Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berfikir kritis Siswa pada Mata
Pelajaran Biologi.
http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-3-no-2-
muchamadafcariono. pdf. Diakses pada tanggal 7 Januari 2011.
Wospakrik, Hans J. 1993. Dasar-dasar Matematika untuk Fisika.
Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

54 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA
KELAS XII PMS 1SMK NEGERI 2 BALIKPAPAN MELALUI
PENERAPAN TEKNIK PANCINGAN KATA KUNCI

Hadi Suwito
Guru SMK Negeri 2 Balikpapan

Abstrak

Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata kemampuan


menulis puisi siswa kelas XII PMS 1 SMK Negeri 2
Balikpapan masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan
rata-rata kelasnya yang hanya 69 dengan angka
ketuntasan belajar 45.71% atau hanya sejumlah 16 siswa.
Rendahnya kemampuan menulis puisi tersebut salah satu
faktor utamanya adalah metode yang digunakan dalam
pembelajaran kurang tepat. Subyek dalam penelitian ini
adalah siswa kelas XII PMS 1 semester 1 tahun pelajaran
2014-2015 SMK Negeri 2 Balikpapan yang berjumlah 35
siswa. Subyek dipilih berdasarkan kenyataan bahwa
keterampilan menulis puisi siswa masih kurang dan
memerlukan metode khusus untuk meningkatkannya.
Penelitian tindakan kelas ini dirancang sesuai model
Kemmis dan Taggart selama 2 (dua) siklus secara
partisipatif dan kolaboratif. Data hasil penelitian ini
dianalisa secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa
penerapan teknik pancingan kata kunci dapat
meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa pada tiap
siklus.

Kata Kunci : kemampuan menulis puisi, teknik pancingan


kata kunci
PENDAHULUAN
Keterampilan menulis sebagai salah satu aspek berbahasa
menjadi sesuatu yang penting untuk dipelajari dan dikuasai dengan baik.
Menulis merupakan kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 55
dan menyampaikannya melalui bahasa tulis. Pembelajaran menulis puisi
tidaklah mudah. Banyak hambatan yang terjadi dalam proses
pembelajarannya di sekolah khususnya pada tingkat Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), misalnya media atau metode pembelajaran kurang
optimal digunakan pada pembelajaran menulis puisi. Umumnya, minat
siswa menulis puisi dan kemampuan menulis puisi siswa tergolong
masih rendah, padahal kemampuan pemahaman siswa terhadap materi
cukup baik (Rakhmawati, 2011: 4). Oleh karena itu, para siswa harus
dibiasakan untuk menulis puisi melalui suatu pendekatan proses.
Dalam menulis puisi, siswa harus memiliki keterampilan
kebahasaan yang baik, kreatif dan imajinatif. Peran seorang guru sangat
penting karena untuk menjalankan sebuah pendekatan proses dan
menghasilkan tulisan yang baik tidak semata-mata hanya hasil akhir
siswa yang dinilai, tetapi lebih pada proses bagaimana tulisan (puisi)
tersebut dihasilkan. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana langkah-langkah
penerapan teknik pancingan kata kunci untuk meningkatkan
keterampilan menulis puisi siswa kelas XII di SMK Negeri 2 Balikpapan
dan apakah penerapan teknik pancingan kata kunci dapat meningkatkan
keterampilan menulis puisi siswa kelas XII PMS 1 semester 1 tahun
pelajaran 2014-2015SMK Negeri 2 Balikpapan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendeskripsikan
penerapan teknik pancingan kata kunci untuk meningkatkan
keterampilan menulis puisi siswa di SMK Negeri 2 Balikpapan dan
seberapa besar peningkatan keterampilan menulis puisi bagi siswa di
SMK Negeri 2 Balikpapan setelah penerapan teknik pancingan kata
kunci. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Siswa
agar mampu mengembangkan kemampuan menulis puisi melalui
penerapan teknik pancingan kata kunci. Untuk Guru agar dapat
melaksanakan kegiatan pembelajaran melalui penerapan metode yang
tepat, dengan memperhatikan minat,karakter, dan kondisi siswa. Untuk
sekolah dapat menjadi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
inovatif dalam rangka menghasilkan siswa yang berkualitas.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Di SMK

56 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Porsi pembelajaran sastra dalam pembelajaran kurikulum Bahasa
dan Sastra Indonesia di SMK, sangat minim dibanding pembelajaran
bahasa. Secara teknis, guru-guru bahasa umumnya tidak otomatis
mampu menjadi guru sastra. Akibatnya, pembelajaran apresiasi sastra,
akan cenderung bersifat teknis-teoritis, dan dengan demikian menjadi
kegiatan menghafal. Ironisnya lagi, novel yang sering dijadikan model
dalam pembelajaran itu belum pernah dibaca, karena memang tidak
tersedia di perpustakaan sekolah.
Guru hanya sekadar menyampaikan keterangan dari buku teks,
sedangkan siswa sekadar menerima informasi. Singkatnya, kegiatan
apresiasi sastra tereduksi oleh kepentingan praktis belaka, yaitu demi
dan untuk menjawab soal ujian-ujian akhir. Akibat dari kondisi
pembelajaran sastra sebagaimana diuraikan di atas, mengakibatkan siswa
kurang terlibat dalam proses berpikir (bernalar) secara bebas. Artinya,
siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam menggunakan daya nalarnya.
Sedangkan, pembelajaran sastra pada dasarnya harus lebih melibatkan
siswa secara aktif dalam proses-proses berpikir logis. Langkah yang
dapat ditempuh, agar siswa dapat secara terbuka terlibat dalam proses
pembelajaran, yang memungkinkan daya nalar mereka berkembang
melalui sarana sastra adalah melalui penerapan suatu strategi
pembelajaran dengan prosedur-prosedur yang sistematis dan konsisten.

Hakikat Puisi
Purnawan (2004:1) menyatakan bahwa puisi adalah susunan kata
yang indah, bermakna, dan terikat konvensi (aturan) serta unsur-unsur
bunyi. Sedangkan menurut Sumardi dan Rozaq (1987:3) puisi sebagai
jenis karya sastra yang memiliki susunan bahasa yang relatif lebih padat
dibanding prosa. Menulis puisi biasanya dijadikan media untuk
mencurahkan perasaan, pikiran, pengalaman, dan kesan terhadap suatu
masalah, kejadian, dan kenyataan di sekitar kita.
Puisi terdiri dari dua unsur yang menjadi ciri khas puisi yaitu,
unsur yang berkaitan dengan bentuk puisi dan unsur yang berkaitan
dengan makna puisi. Unsur yang berkaitan dengan bentuk puisi adalah
unsur bunyi (irama dan rima), pilihan kata, dan tampilan cetak/tulisan
(tipografi). Unsur yang berkaitan dengan makna puisi adalah tema, pesan
tersurat, dan pesan tersirat.
Menurut Endraswara, (2008:105) menulis puisi membutuhkan
langkah strategis. Orang yang sedang belajar menulis puisi, butuh
kosentrasi penuh. Mungkin akan berkali-kali di-cansel, dicoret, dan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 57
ditinggal pergi. Baru setelah matang dan beberapa diendapkan jadilah
puisi. Kematangan ide akan menentukan lamanya proses menulis puisi.
Teknik pancingan kata merupakan salah satu teknik pembelajaran
keterampilan menulis yang mengaktifkan otak siswa untuk berfikir
asosiatif korelatif terhadap kata-kata kunci yang diberikan oleh guru.
Siswa akan mengasosiasikan kata kunci dengan imajinasinya kemudian
mengkorelasikan kata kunci dengan kata-kata yang sepadan. Pada
pembelajaran menulis, teknik ini digunakan untuk mengeksplorasi
referensi kosakata siswa sekaligus mengembangkan dan menambah
referensi kosakata siswa.
Pembelajaran menggunakan teknik kata kunci, merupakan
pembelajaran menulis secara aktif, kreatif, dan atraktif. Menulis aktif
berarti siswa diajak aktif menjelajahi kata demi kata, memilih kata yang
tepat, memadukan dengan kata-kata lain, supaya tercipta deret dan baris
kalimat yang baik. Menulis kreatif yaitu kreatif mengasosiasikan dan
mengkorelasikan kata kunci pancingan dengan kata-kata lain yang
berkaitan. Menulis yang atraktif yaitu tulisan yang diciptakan siswa
dapat dibacakan ke depan kelas (Esroq, 2004: 7-8).

Kerangka Berpikir
Pembelajaran menulis puisi di kelas XII PMS 1 SMK Negeri 2
Balikpapan dihadapkan pada berbagai kendala. Kendala tersebut yaitu
minat siswa kurang, siswa kesulitan menemukan ide atau inspirasi, siswa
kesulitan mendapatkan imajinasi, siswa kesulitan menemukan kata
pertama dalam puisinya, dan siswa kesulitan mengembangkan ide
menjadi puisi. Oleh karena itu, peneliti akan menerapkan teknik
pancingan kata kunci dalam pembelajaran menulis puisi yang
merupakan salah satu teknik pembelajaran keterampilan menulis guna
mengaktifkan otak siswa untuk berfikir asosiatif korelatif terhadap kata-
kata kunci yang diberikan oleh guru. Siswa akan mengasosiasikan kata
kunci dengan imajinasinya kemudian mengkorelasikan kata kunci
dengan kata-kata yang sepadan. Dengan demikian, siswa akan merasa
terbantu untuk mengawali penulisan sebuah puisi sekaligus
mengembangkannya menjadi bait-bait puisi yang lengkap unsur-
unsurnya.

Hipotesis Penelitian

58 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Hipotesa dalam penelitian tindakan kelas ini adalah “Jika
pembelajaran menulis puisi siswa kelas XII PMS 1 semester 1 tahun
pelajaran 2014-2015SMK Negeri 2 Balikpapan dilaksanakan melalui
penerapan teknik pancingan kata kunci, maka kemampuan siswa dalam
menulis puisi akan meningkat.”

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Balikpapan yang


beralamat di Jl. Soekarno-Hatta Gn Samarinda III RT. 25 Balikpapan
Utara Kota Balikpapan 76125 Telepon (0542) 423182 Fax (0542)
750073. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XII PMS 1 SMK
Negeri 2 Balikpapan semester 1 tahun pelajaran 2014-2015 sebanyak 35
siswa. Subyek penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan rendahnya
kemampuan menulis puisi siswa pada pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia sehingga perlu untuk dilakukan upaya perbaikan.
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan (action research)
untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Oleh karena itu,
penelitian ini dinamakan penelitian tindakan kelas. Penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil
yang diinginkan dapat dicapai. Tujuan utama penelitian tindakan kelas
ini ialah untuk meningkatkan praktik-praktik pembelajaran di kelas.
Dalam kegiatan ini, guru terlibat langsung secara penuh dalam proses
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Kehadiran pihak lain
dalam penelitian ini peranannya tidak dominan dan sangat kecil,
umumnya sebagai kolaborator.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang
berkesinambungan. Kemmis dan Taggart (1988:14) menyatakan bahwa
model penelitian tindakan kelas adalah berbentuk spiral. Tahapan
penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau
pelaksanaan observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan
dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah instrumen tes
dan non tes. Tes digunakan untuk mengevaluasi kemampuan siswa
berupa kegiatan menulis puisi. Data akhir nilai siswa diperoleh dari
menjumlahkan skor tiga aspek penilaian menulis puisi, yaitu: (1)
Gagasan (keorisinil menuangkan ide sendiri), (2) Pilihan kata, (3) Rima,
dibagi skor maksimal (4) dan dikalikan 100 (diprosentasekan). Indikator
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 59
keberhasilan dalam penelitian ini adalah apabila ≥85% siswa secara
individual mendapat nilai ≥75 dengan skor aktifitas sebesar ≥75. Jika
indikator tersebut terpenuhi, maka penelitian dinyatakan berhasil dan
dihentikan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

SMK Negeri 2 Balikpapan, merupakan salah satu Sekolah


Menengah Kejuruan Negeri yang ada di Provinsi Kalimantan Timur.
Masa pendidikan sekolah ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran,
mulai dari Kelas X sampai dengan Kelas XII. SMK Negeri 2
Balikpapanterletak di Jalan SoekarnoHatta Gn Samarinda III RT.
25 Balikpapan Utara, Kota Balikpapan 76125. SMK Negeri 2
Balikpapan bermula dari Sekolah Swasta dengan nama SMEA Dwikora
yang didirikan oleh Himpunan mantan/Bekas Pelajar dan Mahasiswa
(HBPM) Balikpapan pada tanggal 24 Agustus 1964 dengan menunjuk
Bapak Chairuddin, B.A. sebagai Pemimpin dan Proses KBM bertempat
di SMP Negeri 1 Balikpapan.Berdirinya Sekolah tersebut atas Prakarsa
HBPM Balikpapan yang diketuai oleh Bapak H. Syahruni Hasbullah,
mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Madya Balikpapan dengan
maksud memberi kesempatan kepada murid-murid lulusan SMEP PGRI
serta murid SMP lainnya yang berminat memasuki Sekolah Menengah
Ekonomi Atas (SMEA).

Siklus I
Berdasarkan pada kondisi awal identifikasi permasalahan
sehubungan dengan rendahnya hasil pembelajaran menulis puisi siswa
kelas XII PMS 1SMK Negeri 2 Balikpapan, diketahui bahwa terdapat
permasalahan yang perlu di pecahkan. Kegiatan pembelajaran siklus I
dimulai tepat pada pukul 07.00. Guru bersama kolaborator memasuki
ruang kelas XII PMS 1. Siswa menyiapkan diri dipimpin oleh ketua
kelas, memberikan salam kepada Guru dan berdoa bersama. Selanjutnya
Guru memeriksa kehadiran siswa dan mengedarkan daftar hadir. Seluruh
siswa hadir pada pertemuan pertama ini.
Pada awal kegiatan belajar mengajar, Guru mengkodisikan siswa
siap mengikuti pembelajaran.Guru menyampaikan apersepsi, motivasi
dan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru
kemudian menjelaskan materi penulisan puisi bertema lingkungan. Guru

60 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


dibantu kolaborator membagikan puisi model berjudul “Rinduku Pada
Hutan”karya Evelyn R.A. Selanjutnya, guru membagi siswa menjadi 7
(tujuh) kelompok, masing-masing beranggotakan 5 (lima) siswa. Guru
dibantu kolaborator membagikan LKS siklus I yang berisi pancingan
kata-kata kunci untuk dikembangkan menjadi puisi yang utuh melalui
diskusi kelompok.
Siswa berlatih mengembangkan kata kunci yang dipilihkan guru
dalam LKS secara individu melalui diskusi kelompok. Masing-masing
kelompok mendiskusikan pengembangan kata-kata yang sesuai dengan
kata-kata pancingan yang telah tersedia pilihan kata, dan rima yang
menarik.Siswa bekerja sama untuk mencari kata-kata pengembangan
yang sesuai dan kemudian mencoba memadukannya untuk menulis puisi
bertema lingkungan secara utuh. Masing-masing siswa dalam kelompok
diperbolehkan untuk mengembangkan kata-kata yang berbeda sesuai
dengan kreasi masing-masing, tetapi tidak boleh keluar dari tema, yaitu
lingkungan. Guru melakukan bimbingan selama kegiatan ini
berlangsung.
Kegiatan pembelajaran siklus I terdiri dari: Guru membuka
kegiatan belajar mengajar dengan salam,membaca doa bersama, dan
memeriksa kehadiran siswa. Guru memberikan koreksi terhadap
kegiatan siswa pada pertemuan pertama, seperti masih adanya siswa
yang melakukan kegiatan diluar kegiatan belajar dan belum fokus pada
kegiatan menulis. Guru mempersilahkan siswa untuk menanyakan hal-
hal yang belum di mengerti. Pada tahap akhir pembelajaran, Guru
memberikan penguatan dan menarik kesimpulan bersama siswa. Guru
menutup pelajaran dengan salam. Hasil penilaian menulis puisi pada
siklus I dapat diamati melalui Tabel 1.
Hasil belajar siklus I ini belum mampu memenuhi indikator
keberhasilan penelitian dari segi ketuntasan belajar yang baru tercapai
65.71% dari ≥85%yang ditetapkan. Meskipun demikian, ketuntasan
belajar siklus I meningkat apabila dibandingkan dengan ketuntasan
belajar siswa pada tahap pra penelitian. Hal ini mengindikasikan adanya
perubahan kemampuan menulis puisi siswa ke arah yang lebih baik
meskipun belum mampu memenuhi indikator keberhasilan penelitian.

Siklus 2
Guru mengontrol kembali efektifitas pengajaran yang
dikembangkan berdasarkan hasil penelitian pada siklus I. Peneliti
mengecek dan menyiapkan kembali rencana pelaksanaan pembelajaran
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 61
untuk pelaksanaan tindakan siklus II, dan menyusun instrumen obsevasi
siswa dan guru.
Tabel 1. Data Hasil Belajar Siswa Siklus I
Aspek Pengamatan Keberhasilan
No Nama Siswa %
A B C Sudah Belum
1 Achmad Ashari 3 3 3 75 1 0
2 Andhi Hermawan 3 3 3 75 1 0
3 Della Asrerina 3 3 3 75 1 0
4 Endah Mistiana 3 3 3 75 1 0
5 Fitria Rahmadani 2 2 2 50 0 1
6 Gadis laras Sita wijaya 3 3 3 75 1 0
7 Hikmah Fitriani 3 3 3 75 1 0
8 Iranastasia 3 2 2 58 0 1
9 Karmila Idris 3 3 3 75 1 0
10 Mahrus 3 3 3 75 1 0
11 Mario 3 3 3 75 1 0
12 Maulida Briliana Rahmam 3 3 3 75 1 0
13 Mega Silvia 3 3 3 75 1 0
14 Monica Dewi Lestari 3 3 3 75 1 0
15 Nur Aini 3 3 3 75 1 0
16 Muhamad Maulana Irfan 3 3 3 75 1 0
17 Pungki Putri Utami 3 3 3 75 1 0
18 Rena Maulida 3 3 3 75 1 0
19 Riyanti 3 3 2 67 0 1
20 Riska Febriana 3 3 2 67 0 1
21 Rizky Ramadhaniar 2 2 2 50 0 1
22 Rina Anggreini 3 3 3 75 1 0
23 Ryan Mirsa Hermawan 3 3 3 75 1 0
24 Samsidar Fitrianita Rahayu 3 3 3 75 1 0
25 Sarah Rahma Wardita 3 2 3 67 0 1
26 Shakila Pramesta Putri S 3 3 2 67 0 1
27 Sofiatul Jannah 3 3 3 75 1 0
28 Suryani 3 3 2 67 0 1
29 Tika Andriyani 3 2 2 58 0 1
30 Tri Novia Sari 3 3 2 67 0 1
31 Triana Rachmani 3 3 3 75 1 0
32 Triningtyas Nopri H 3 3 3 75 1 0
33 Venty Suryanita 3 3 3 75 1 0
34 Wahyu Dwi Prasetya 3 3 2 67 0 1
35 Yulinda Sugirin 3 3 2 67 0 1
JUMLAH 103 100 94 2475 23 12
RATA-RATA 2.94 2.86 2.69 71 65.71 34.29
PROSENTASE (%) 73.57 71.43 67.14

62 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Tabel 2. Data Hasil Belajar Siswa Siklus II
Aspek Pengamatan Keberhasilan
No Nama Siswa %
A B C Sudah Belum
1 Achmad Ashari 4 4 3 92 1 0
2 Andhi Hermawan 4 3 3 83 1 0
3 Della Asrerina 4 3 3 83 1 0
4 Endah Mistiana 4 3 3 83 1 0
5 Fitria Rahmadani 3 3 3 75 1 0
6 Gadis laras Sita wijaya 4 3 3 83 1 0
7 Hikmah Fitriani 4 3 3 83 1 0
8 Iranastasia 3 3 3 75 1 0
9 Karmila Idris 4 3 3 83 1 0
10 Mahrus 3 3 3 75 1 0
11 Mario 4 3 4 92 1 0
12 Maulida Briliana Rahmam 4 4 3 92 1 0
13 Mega Silvia 4 3 3 83 1 0
14 Monica Dewi Lestari 4 3 3 83 1 0
15 Nur Aini 4 4 3 92 1 0
16 Muhamad Maulana Irfan 4 3 3 83 1 0
17 Pungki Putri Utami 4 3 3 83 1 0
18 Rena Maulida 4 3 3 83 1 0
19 Riyanti 3 3 3 75 1 0
20 Riska Febriana 4 3 2 75 1 0
21 Rizky Ramadhaniar 4 3 4 92 1 0
22 Rina Anggreini 4 4 4 100 1 0
23 Ryan Mirsa Hermawan 4 4 3 92 1 0
24 Samsidar Fitrianita Rahayu 3 3 3 75 1 0
25 Sarah Rahma Wardita 4 4 3 92 1 0
26 Shakila Pramesta Putri S 4 3 3 83 1 0
27 Sofiatul Jannah 4 4 4 100 1 0
28 Suryani 3 3 3 75 1 0
29 Tika Andriyani 4 3 3 83 1 0
30 Tri Novia Sari 4 4 3 92 1 0
31 Triana Rachmani 4 3 3 83 1 0
32 Triningtyas Nopri H 4 3 3 83 1 0
33 Venty Suryanita 4 3 3 83 1 0
34 Wahyu Dwi Prasetya 4 3 3 83 1 0
35 Yulinda Sugirin 3 3 3 75 1 0
JUMLAH 133 113 108 2950 35 0
RATA-RATA 3.80 3.23 3.09 84 100 0
PROSENTASE (%) 95 80.71 77.14

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 63


Pembelajaran siklus II pertemuan pertama dimulai tepat pukul
07.00 dengan alokasi waktu 2x45 menit. Guru membuka kegiatan
pembelajaran dengan mengucapkan salam, berdoa bersama, dan
memeriksa kehadiran. Guru menyampaikan apersepsi dan motivasi serta
menjelaskan tujuan pembelajaran, yaitu menulis puisi. Guru
menjelaskan kembali hal-hal yang berhubungan dengan materi menulis
puisi dan melakukan koreksi mengenai pembelajaran sebelumnya. Siswa
menyimak penjelasan dari guru. Guru mempersilahkan siswa untuk
bertanya mengenai-hal-hal yang belum di mengerti. Guru kemudian
menjelaskan kembali materi penulisan puisi bertema lingkungan. Guru
dibantu kolaborator membagikan puisi model berjudul “Hutan, Jalak,
Dan Pohon Jambu” karya Sapardi Djoko Damono kepada siswa.
Guru dibantu kolaborator membagikan LKS siklus II yang berisi
pancingan kata-kata kunci dengan model lain untuk dikembangkan
menjadi puisi yang utuh melalui diskusi kelompok. Siswa berlatih
mengembangkan kata kunci yang dipilihkan guru dalam LKS secara
individu melalui diskusi kelompok tentang bagaimana mengembangkan
kata-kata tersebut menjadi sebuah puisi yang utuh, sesuai dengan kata-
kata pancingan yang telah tersedia. Selanjutnya tiap siswa dalam
kelompok membacakan hasil karyanya dalam kelompok masing-masing
untuk mengetahui kekurangan-kekurangan yang masih ditemukan dalam
puisi ciptaannya berdasarkan kritik dan saran anggota kelompoknya.
Setelah dianggap tepat, tiap siswa memajang puisi ciptaannya
sesuai dengan kelompoknya pada tempat yang telah disediakan oleh
Guru. Pembahasan terhadap hasil karya siswa akan dilakukan pada
pertemuan kedua dengan penekanan pada apresiasi karya puisi siswa.
Pertemuan pertama diakhiri dengan menyimpulkan kegiatan yang telah
dilaksanakan dan ditutup dengan salam.
Pembelajaran siklus II pertemuan kedua dimulai pukul 07.00
dengan alokasi waktu 2x45 menit. Guru membuka kegiatan dengan
salam, pembacaan doa dan memeriksa kehadiran siswa. Guru
memberikan koreksi terhadap kegiatan siswa pada pertemuan pertama,
misalnya siswa yang belum kompak dalam diskusi kelompok.
Guru memberikan pengayaan kepada siswa mengenai teknik-
teknik apresiasi puisi. Guru bersama siswa memilih satu puisi yang
dinilai paling baik dan meminta penciptanya untuk membacakannya di
depan kelas. Siswa yang dipilih kemudian maju dengan penuh percaya
diri untuk membacakan puisi ciptaannya. Guru bersama siswa menarik
64 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
kesimpulan bersama dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Guru menutup pelajaran dengan salam. Data hasil evaluasi
pada akhir siklus II selengkapnya dapat diamati melalui Tabel 2. Hasil
belajar siklus II ini telah mampu memenuhi indikator keberhasilan
penelitian dari segi ketuntasan belajar siswa yang yang telah mencapai
angka 100% dari ≥85%yang ditetapkan.

KESIMPULAN

1. Langkah-langkah pembelajaran menulis puisi melalui penerapan


teknik pancingan kata kunci dalam penelitian ini dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran.
2. Siswa mencermati contoh puisi bertema lingkungan (modelling).
3. Siswa memperhatikan tipografi puisi yang dipakai sebagai
model, antara lain: judul puisi, teknik penulisan baris-baris dan
bait-bait puisi, teknik penuangan gagasan dalam puisi, dan
teknik penampilan pilihan kata dan rima yang menarik.
4. Siswa membaca sekilas puisi model dengan memperhatikan
pilihan kata dan rima.
5. Siswa mencermati kata-kata kunci pada puisi model.
6. Siswa berlatih mengembangkan kata kunci yang dipilihkan guru
dalam LKS.
7. Siswa mencari kata-kata kunci dan memadukannya untuk
menulis puisi bertema lingkungan.
8. Siswa berdiskusi kelompok untuk memperbaiki kekurangan-
kekurangan yang masih ditemukan dalam puisi ciptaannya.
9. Siswa memajang puisi ciptaannya sesuai dengan kelompoknya
pada tempat yang tersedia.
10. Siswa dari kelompok lain menilai puisi teman kelompok lain
yang dipajang pada tempat pemajangan berdasarkan aspek
gagasan, pilihan kata, dan rima.
11. Guru memberikan koreksi, penguatan, dan menarik kesimpulan
bersama siswa.
2. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerapan teknik pancingan
kata kunci menulis puisi dapat meningkatkan aktifitas dan hasil
belajar siswa pada tiap siklusnya.

SARAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 65
Setelah penulis mengadakan penelitian tindakan di kelas SMK Negeri 2
Balikpapan tentang upaya meningkatkan kemampuan menulis puisi
dengan teknik pancingan kata kunci, maka penulis menyampaikan saran-
saran sebagai berikut:
a. Teknik pancingan kata kunci ini dapat diterapkan oleh guru lain jika
pembelajaran menulis puisi yang selama ini dilaksanakan belum
mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Pada saat pembelajaran menulis puisi, siswa hendaknya dibimbing
dengan intensif agar siswa dapat menyampaikan ide atau pesan ke
dalam bahasa tulis terhadap pesan dan ungkapan yang ada dalam
pemikiran siswa.
c. Hasil pekerjaan siswa hendaknya dianalisis dengan teliti agar
ditemukan kekurangan dan kesalahan siswa sebagai bahan perbaikan
pada pembelajaran menulis puisi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1987. Pengantar Apresisasi Sastra. Bandung: Sinar Baru.


Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Endraswara, Suwardi. 2008. Sanggar Sastra Wadah Pembelajaran dan
Pengembangan Sastra. Yogyakarta: Ramadhan Press.
Esroq, Heru Prasetyo. 2004. Teknik Pembelajaran Menulis Puisi.
Jakarta: Indonesia.
Pradopo, Joko Rahmat. 1987. Pengkajian Puisi. Yokjakarta: Gajahmada
Unversity Press.
Sukidin, Basrowi dan Suranto. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan
Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.
Sumardi, dan Rozak Abdul. 1997. Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi
SLTP & SLTA Untuk Guru dan Siswa. Jakarta: Balai Pustaka.
Umry, Hadi Shafwan. 1996. Apresiasi Sastra. Medan: Yayasan Pustaka
Wina.
Waluyo, J. Herman. 1991. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

66 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN
PENDAPAT PADA SISWA KELAS XII
DALAM PEMBELAJARAN PKn
MELALUI STRATEGI INKUIRI JURISPRUDENSIAL

Sri Yoana
Guru PKN SMA Negeri 5 Balikpapan

Abstrak

Pada kondisi awal pelaksanaan pembelajaran PKn materi


sistem pemerintahan di kelas XII-A3 SMA Negeri 5
Balikpapan, ditemukan bahwa kemampuan mengemukakan
pendapat siswa masih rendah. Tema / topik sebagai sumber
informasipun sangat tidak menarik dan tidak sesuai dengan
kondisi siswa. Penerapan strategi inkuiri jurisprudensial
pada penelitian ini terbukti mampu meningkatkan
kemampuan menyatakan pendapat siswa. Prosentase skor
rata-rata kemampuan menyatakan pendapat siswa pada
siklus I masih sebesar 72.63 dan pada siklus II menjadi
84.87 atau meningkat sebesar 12.24 poin. Nilai rata-rata
kelas pada siklus I sebesar 73.68 dan pada siklus II
menjadi 81.18 atau meningkat sebesar 7.5 poin apabila
dibandingkan dengan siklus I. Ketuntasan belajar pada
siklus I sebesar 71.05% dan pada siklus II mencapai
97.37% atau meningkat kembali sebesar 26.32%.
Diharapkan guru dapat menggunakan teknik-teknik lain
yang lebih variatif dan menyenangkan untuk memecahkan
masalah siswa agar siswa dapat mengembangkan
kemampuan - kemampuan yang dimilikinya.

Kata Kunci: kemampuan mengemukakan pendapat,


strategi belajar, inkuiri jurisprudensial.

PENDAHULUAN

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 67
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Pendidikan Kewarganegaraan (selanjutnya disingkat PKn)
dijadikan sebagai wadah dan instrumen untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional di atas.Di samping itu, PKn juga berfungsi sebagai
instrumen pelaksana pendidikan nasional untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pkn adalah
salah satu mata pelajaran wajib bagi pelajar di Indonesia dalam setiap
jenjang pendidikan. Sesuai namanya, PKn diharapkan dapat
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki
komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana langkah-langkah penerapan strategi
inkuiri jurisprudensial untuk meningkatkan kemampuan mengemukakan
pendapat siswa kelas XII-A3 SMA Negeri 5 Balikpapan semester 1
tahun pelajaran 2013-2014 dalam pembelajaran PKn materi sistem
pemerintahan dan apakah penerapan strategi inkuiri jurisprudensial dapat
meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XII-A3
SMA Negeri 5 Balikpapan semester 1 tahun pelajaran 2013-2014 dalam
pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan langkah-langkah penerapan strategi inkuiri
jurisprudensial untuk meningkatkan kemampuan mengemukakan
pendapat siswa kelas XII-A3 SMA Negeri 5 Balikpapan semester 1
tahun pelajaran 2013-2014 dalam pembelajaran PKn materi sistem
pemerintahan. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan
mengemukakan pendapat siswa kelas XII-A3 SMA Negeri 5 Balikpapan
semester 1 tahun pelajaran 2013-2014 dalam pembelajaran PKn materi
sistem pemerintahan setelah penerapan strategi inkuiri jurisprudensial.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan yang relevan dengan kajian hasil belajar dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran. Hasil penelitian ini juga diharapkan
68 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terutama: bagi Guru dalam hal
meningkatkan keterampilan pengembangan Strategi dalam proses
pembelajaran, bagi Siswa dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengemukakan selama proses pembelajaran, bagi Kepala Sekolah dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran PKn dengan menerapkan stratedi
pembelajaran secara tepat.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran PKn di SMA


Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang
memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip
demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan
organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami,
diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-
prinsip demokrasi.
Materi sistem pemerintahan merupakan materi pembelajaran PKn
SMA kelas XII semester 1. Materi ini termasuk dalam standar
kompetensi: 2. Mengevaluasi berbagai sistem pemerintahan, dengan
kompetensi dasar: 2.1 Menganalisis sistem pemerintahan di berbagai
negara; 2.2 Menganalisis pelaksanaan sistem pemerintahan Negara
Indonesia; dan 2.3 Membandingkan pelaksanaan sistem pemerintahan
yang berlaku di Indonesia dengan negara lain.

Kemampuan Mengemukakan Pendapat


Kemampuan identik dengan kesanggupan dalam
mengaplikasikan keahlian.Badudu (2001:854) mengemukakan bahwa
kemampuan adalah kesanggupan, menguji seseorang atau otaknya untuk
berfikir luar biasa.Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia
kemampuan berarti keahlian yang dimiliki. Menurut kamus besar
Bahasa Indonesia (1995:1105) mengungkapkan berarti: melahirkan
perasaan hati, menunjukkan, membuktikan, penyikapan,
mengungkapkan, menyatakan, memaparkan, kesimpulan (sesudah
mempertimbangkan, menyelidiki, dan sebagainya).
Menurut Ahmadi dan Umar (1992:131) proses pembentukan
pendapat meliputi: 1) Menyadari adanya tanggapan atau pengertian,
karena tidak mungkin kita membentuk pendapat tanpa menggunakan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 69
pengertian atau tanggapan. 2) Menguraikan tanggapan atau pengertian.
Misalnya: kepada seseorang anak-anak kita memberikan sepotong karton
kuning berbentuk persegi empat. Dari tanggapan yang majemuk itu
sepotong, karton, kuning, persegi, empat dianalisis.Kalau anak tersebut
ditanya apakah yang kau terima.Mungkin jawabanya hanya “karton
kuning“.Karton kuning adalah suatu pendapat. Sujanto (2008 : 60)
menyatakan “pendapat“ dibentuk dari pengertian-pengertian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang kurang mampu
dalam mengungkapkan pendapatnya adalah:
a. Berpikir bahwa mengemukakan pendapat di depan umum
merupakan hal yang menegangkan.
b. Berusaha menyampaikan terlalu banyak informasi dalam waktu yang
singkat.
c. Pikiran kosong sehingga tidak tahu apa yang harus diungkapkan.
d. Takut tidak bisa berbicara.
e. Memiliki tujuan yang keliru.
f. Takut mendapat kesan negatif dari orang lain.
g. Berusaha mengontrol perilaku.
h. Mengetahui terdapat teman yang lebih tahu/lebih dari pembicara
(Sharbinie & Suryana 2006).
Sedangkan Natalie (2003) menyebutkan bahwa seseorang yang
mampu mengungkapkan pendapat adalah seseorang yang mempunyai
keberanian untuk berbicara di depan umum serta dapat mengelola emosi
dengan baik saat menyatakan suatu pendapat.

Strategi Pembelajaran Inkuiri Jurisprudensial


Strategi pembelajaran menurut J.R. David (dalam Sanjaya,
2006:126) diartikan sebagai a plan, method, or series of activities
designed to acchievas a pactikular educational goal, yaitu strategi
pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan
yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian
diatas menunjukkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu
rencana tindakan termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Jadi,
penyusunan strategi merupakan suatu proses penyusunan rencana kerja
dan belum sampai pada tindakan.

70 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Strategi Pembelajaran Inkuiri
Teori belajar yang dikembangkan oleh Piaget yang mendasari
strategi pembelajaran inkuiri adalah teori konstruktivistik (Sanjaya,
2006: 196).Ia berpendapat bahwa pengetahuan akan bermakna manakala
dicari dan ditemukan sendiri oleh siswa, sehingga mereka mampu
mengembangkan pengetahuannya sendiri melalui skema yang ada dalan
struktur kognitifnya. Dengan demikian tugas guru hanya memberikan
dorongan kepada siswa untuk mengembangkan skema yang terbentuk
melalui proses asimilasi dan akomodasi itu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan (action research)


untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas.Oleh karena itu,
penelitian ini dinamakan penelitian tindakan kelas.Penelitian ini
termasuk dalam jenis penelitian deskriptif, sebab menggambarkan
bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan bagaimana hasil
yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Sukidin dkk. (2002:54) ada 4
macam bentuk penelitian tindakan, yaitu: (1) penelitian tindakan guru
sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3) penelitian
tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian tindakan sosial
eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan tersebut, ada
persamaan dan perbedaannya. Menurut Oja dan Smulyan sebagaimana
dikutip oleh Kasbolah, (dalam Sukidin, dkk. 2002:55), ciri-ciri dari
setiap penelitian tergantung pada: (1) tujuan utamanya atau pada
tekanannya, (2) tingkat kolaborasi antara pelaku peneliti dan peneliti dari
luar, (3) proses yang digunakan dalam melakukan penelitian, dan (4)
hubungan antara proyek dengan sekolah.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XII-A3 SMA Negeri 5
Balikpapan, yang beralamat di Jl Jl. Abdi Praja No.119 Balikpapan.
Subyek penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas XII-A3 SMA
Negeri 5 Balikpapan semester 1 tahun pelajaran 2013-2014 yang
berjumlah 38 siswa.Subyek dipilih berdasarkan rendahnya kemampuan
mengemukakan pendapat siswa sehingga memerlukan upaya perbaikan
melalui metode dan media pembelajaran yang tepat. Penelitian ini
dilaksanakan pada semester 1 tahun pelajaran 2013-2014, mulai bulan
September 2013 sampai dengan bulan Desember 2013. Pelaksanaan
tindakan dilaksanakan pada bulan September.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 71


Sukardi (2003:75) menyatakan bahwa instrumen adalah
merupakan alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data penelitian.Instrumen adalah alat untuk memperoleh
data yang diperlukan ketika peneliti menginjak pada hubungan informasi
di lapangan.Instrumen penelitian tersebut digunakan untuk menggali
seluruh data yang diperlukan untuk memecahkan suatu masalah dalam
kegiatan penelitian dengan menggunakan berbagai metode
penelitian.Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah lembar observasikinerja guru dalam
mengimplementasikan penerapan strategi inkuiri jurisprudensial dan
lembar observasi siswa untuk mengukur kemampuan mengemukakan
pendapatnya.
Analisa data dilakukan untuk mengetahui keefektifan suatu
metode dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian ini menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang
bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang
diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan yang dicapai
anak, respon anak terhadap kegiatan pembelajaran, dan aktivitas anak
selama proses pembelajaran. Teknik analisis mengacu pada model
analisis Miles dan Huberman (1992: 91-93) yang dilakukan dalam 3
komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
atau verifikasi.

Kriteria Keberhasilan Penelitian


Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini perlu menetapkan
kriteria keberhasilan untuk mengamati hasil penelitian yang
dilaksanakan, apakah telah berhasil ataukah belum dalam mencapai
tujuannya. Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah
Skor rata-rata kelas kemampuan mengemukakan pendapat siswa
mencapai 80%, dihitung dari pembagian total skor seluruh aspek
observasi siswa secara klasikal dibagi jumlah siswa dan Prosentase
ketuntasan belajar siswa mencapai 85%, dihitung dari prosentase
jumlah siswa yang mendapatkan skor tes ≥75 pada tiap siklus.
Jika dua indikator keberhasilan di atas belum tercapai secara
kumulatif, maka penelitian tindakan kelas akan dilanjutkan pada siklus
berikutnya.Jika indikator keberhasilan di atas telah tercapai secara
kumulatif, maka penelitian tindakan kelas ini dinyatakan berhasil dan
dihentikan.
72 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Sebelum penelitian tindakan dilaksanakan, terlebih dahulu


dilaksanakan pembahasan antara peneliti dengan kolaborator mengenai
masalah yang dihadapi guru dan siswa selama proses pembelajaran PKn
materi sistem pemerintahan berlangsung. Berdasarkan pengamatan awal
dalam proses pembelajaran PKn materi sistem pemerintahan di SMA
Negeri 5 Balikpapan, masalah yang dihadapi kelas XII-A3 diantaranya
adalah kurangnya siswa yang mampu mengemukakan pendapat dengan
baik dan benar. Sebagian besar siswa juga enggan untuk bertanya
apabila tidak mengerti atau kurang paham tentang materi yang diajarkan
pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.Jika ada, itu pun setelah
diminta berkali-kali oleh guru. Tidak ada inisiatif dari siswa itu sendiri
atau dapat dikatakan siswa kurang berperan aktif dalam proses
pembelajaran.

Siklus I
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I ini meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I
2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung, meliputi ruang
kelas, LCD untuk presentasi, dan laptop untuk proses pembuatan
slide power point hasil diskusi.
3) Menyusun soal LKS dan soal tes siklus I.
4) Mempersiapkan lembar observasi, untuk mengetahui semua
kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran untuk presentasi, antara
lain (1) lembar penilaian kinerja siswa selama melakukan proses
pembelajaran, dan (2) lembar pengamatan guru yang digunakan
untuk mengetahui kegiatan guru selama proses pelaksanaan
pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan pertama dilaksanakan
hari Selasa, tanggal 3 September 2013 dimulai jam 07.00. Tindakan
diawali dengan dialog antara guru dan siswa yang mengarah pada ulasan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pra penelitian. Pada tahap pra
penelitian, siswa kurang dapat menganalisis kasus dengan baik dan
berargumen sesuai dengan kasus yang dibahas. Guru menyampaikan
apersepsi dengan mengaitkan materi pembelajaran sistem pemerintahan
dengan pengetahuan siswa dan memberikan motivasi kepada siswa
untuk berusaha meningkatkan pengetahuannya mengenai isu-isu tentang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 73
sistem pemerintahan yang berkembang saat ini di Indonesia dan negara-
negara lainnya.
Siklus I pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 4
September 2013 mulai jam 07.00. Pada pertemuan kedua ini diawali
salam, apersepsi, motivasi, dan memberikan sedikit pengarahan terkait
dengan kelanjutan pelaksanaan presentasi dan pemanfaatan waktu yang
lebih efektif lagi, karena pada pertemuan kedua ini semua harus sudah
melakukan unjuk kerja presentasi. Setiap siswa hanya diberikan waktu 7
menit dalam melakukan unjuk kerja. Siswa mempersiapkan tempat,
media yang digunakan, dan mulai melakukan presentasi secara
bergantian hingga semua kelompok selesai melakukannya. Presentasi
dilakukan siswa seperti pada pertemuan sebelumnya.
Kelompok VI dengan moderator Ery Pradhita dan Nabilla
Maisarah sebagai operator mempresentasikan tentang isu sistem
legislatif di Indonesia adalah sistem legislatif 'abstrak-samar', bukan
bikameral, trikameral, maupun unikameral sehingga tidak mampu
menjalankan fungsi kontrol yang efektif, kritis-tajam. Kelompok VII
dengan moderator Erina Safitri dan Indar Megawati sebagai operator
mempresentasikan tentang isu pelaksanaan sistem Presidensial Indonesia
yang dirancang membenarkan Presiden bisa di “impeach” (politik) dan
juga bisa dicopot ditengah jalan dengan alasan politik, begitu pula untuk
anggota DPR bisa di PAW (Pergantian Antar Waktu) ditengah jalan
dengan alasan politik (yang hanya lazim terjadi dalam sistem
parlementer) sehingga menjadikan sistem kenegaraan Indonesia menjadi
rentan. Kelompok VIII dengan moderator Ahmad Islam Myzaki dan
Aldhita Erviana Nasution sebagai operator mempresentasikan tentang
pengabulan gugatan konstitusi MA yang tidak ingin menjadi subyek
pengawasan KY oleh MK, menjadikan wacana check and balances
terkesan dipahami dan diterapkan setengah hati berkaitan dengan
jalannya kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Dalam berbicara, siswa masih kurang memperhatikan struktur
kata dan kalimat yang baik.Secara keseluruhan siswa terlihat lebih aktif
dari sebelumnya, dan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
Pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan rencana yang telah
dibuat, dan guru sudah menjelaskan tentang jalannya proses
pembelajaran dengan strategi inkuiri jurisprudensial. Kesempatan siswa
untuk tanya jawab juga dilakukan guru dengan baik. Pembelajaran pada

74 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


siklus I masih banyak dikendalikan oleh guru dengan memberikan
bimbingan. Hasil tes siklus I selengkapnya disajikan dalam Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1dapat diketahui bahwa prosentase skor rata-
rata kemampuan siswa siklus I pada aspek:
1) Nilai menyatakan, memaparkan, menguraikan hasil buah pikiran
dengan benar sebesar 72.37
2) Nilai menghubungkan antara tanggapan pernyataan/pengertian yang
satu dengan yang lain dan menyatakannya dalam kalimat atau kata-
kata yang runtut sebesar 71.71
3) Nilai menarik kesimpulan melalui pertimbangan dan penyelidikan
yang akurat sebesar 73.03
4) Nilai mengelola emosi dengan baik saat menyatakan pendapat
sebesar 73.68 dan berbicara didepan umum sebesar 72.37

PEMBAHASAN

Pada kondisi awal pelaksanaan pembelajaran PKn materi sistem


pemerintahan di kelas XII-A3 SMA Negeri 5 Balikpapan, ditemukan
bahwa kemampuan mengemukakan pendapat siswa masih rendah. Pada
pembelajaran dengan metode ceramah dan pemberian tugas ini, Guru
lebih banyak menjelaskan materi pada buku modul yang dijadikan
sumber belajar siswa. Tema dan topik yang digunakan sebagai sumber
informasipun sangat tidak menarik dan tidak sesuai dengan kondisi
siswa. Saat guru memberikan ceramah, kegiatan siswa hanyalah
mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan guru.
Guru lebih mendominasi dalam pembelajaran dan siswa
cenderung pasif. Siswa terkesan sebagai obyek bukan subyek
pembelajaran. Siswa belum mendiskusikan atau merefleksikan materi
pembelajaran yang telah diterima dari penjelasan guru, sehingga
pembelajaran belum bermakna bagi siswa. Pembelajaran pada siklus I,
ditekankan pada upaya memperbaiki kelemahan tahap pra penelitian.
Tindakan yang dilakukan meliputi, (1) siswa diajak untuk
mempersiapkan diri dalam mengikuti pembelajaran, (2) guru
menjelaskan langkah-kangkah kerja strategi pembelajaran yang
digunakan disertai dengan contoh yang jelas, (3) guru menghadirkan
media pendukung yang sesuai, (4) guru menyampaikan aspek penilaian
yang harus dikuasai siswa, (5) pemanfaatan waktu yang lebih efektif,
dan (6) guru memberikan motivasi kepada siswa akan pentingnya
mampu mengemukakan pendapat.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 75


Tabel 1. Data Hasil Observasi Siswa Siklus I
Aspek Penilaian
No Nama Siswa Skor
A B C D E
1 Ahmad Islam Myzaki 3 3 3 3 3 75
2 Aji Ishma Arridho 3 3 3 3 3 75
3 Aldhita Erviana Nasution 3 3 3 3 3 75
4 Andini Dwi Jayanti 3 3 3 3 3 75
5 Aris Fathur Rahman 3 2 2 2 2 55
6 Arron Putra Wijaya Oei 3 3 3 3 3 75
7 Bevaolla Yulinda Puspit. S 3 3 3 4 3 80
8 Defrysal Ranski 3 3 3 3 3 75
9 Delane Rizka Irdani 3 3 3 3 3 75
10 Dina Astuti 3 3 3 3 3 75
11 Domas Indri Lestari 3 3 3 3 3 75
12 Erina Safitri 3 3 3 3 3 75
13 Ery Pradhita 3 3 3 3 4 80
14 Farah Ziba Ramadhan 2 2 3 2 2 55
15 Fenny Melinda 3 3 3 3 3 75
16 Fiega Adhi Saptian 3 3 3 4 3 80
18 Fitri Monasari 3 2 2 2 2 55
19 Gilang Permana 3 3 3 3 3 75
20 Hetti Rahmawati Solikhah 3 3 3 3 4 80
21 Ida Bagus Putu Surya Nanda 3 4 3 3 3 80
22 Ilham Ramadhani Setyawan 2 2 2 2 2 50
24 Khoirul Khotimah 2 2 3 2 2 55
25 Laelyn Isrofiyah 3 3 3 3 3 75
26 Mega Nur Herdiana 3 3 3 4 3 80
27 Nabilla Maisarah 3 3 3 3 3 75
28 Nadine Deskananda Sajiat 3 3 3 3 3 75
29 Nancy Rizki Amelia 3 3 3 3 3 75
30 Naufal Wali Miqdad 3 3 3 3 3 75
31 Nona Karen Tamara 3 3 3 3 3 75
32 Nur Shodrina Sholehah 2 2 3 2 2 55
33 Rahmi Kusuma Syukri Alfin 3 3 3 4 3 80
34 Rizky Amalia 3 3 3 3 3 75
35 Rizky Maulida Harsono 3 3 3 3 3 75
36 Rulya Reska Mawarni 3 3 3 3 3 75
37 Salmiyah 3 3 3 3 3 75
38 Taufan Meganda 3 3 3 3 3 75
Jumlah 110 109 111 112 110 2760
Rata-Rata 2.89 2.87 2.92 2.95 2.89 72.63
Prosentase (%) 72.37 71.71 73.03 73.68 72.37
76 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Tindakan di atas mulai mampu meningkatkan aktivitas belajar
siswa, terutama kemampuan mengemukakan pendapatnya.Siswa
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan baik. Alokasi waktu
yang tersedia telah dimanfaatkan dengan baik.Siswa dalam mengikuti
pembelajaran tampak senang.Siswa sudah mulai aktif dan cukup lancar
dalam melakukan unjuk kerja presentasi.Penerapan strategi
pembelajaran ini sudah dimengerti siswa dan cukup dikuasai oleh guru.
Hasil tes pada pembelajaran siklus I yang dilakukan guru masih belum
mencapai batas tuntas atau indikator keberhasilan penelitian yang telah
ditentukan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran pada siklus I sudah mengalami peningkatan, walaupun
belum semua menunjukkan keberhasilan dalam proses belajar mengajar.

KESIMPULAN

Penerapan strategi inkuiri jurisprudensial untuk meningkatkan


kemampuan mengemukakan pendapat siswa kelas XII-A3 SMA Negeri
5 Balikpapan dalam pembelajaran pkn materi sistem pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah berikut ini.
a. Guru menyampaikan apersepsi dengan mengaitkan materi
pembelajaran sistem pemerintahan dengan pengetahuan siswa.
b. Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk berupaya
meningkatkan pengetahuannya mengenai informasi atau isu-isu
tentang sistem pemerintahan yang berkembang saat ini di Indonesia
dan negara-negara lainnya.
c. Guru bersama siswa bertanya jawab mengenai informasi-informasi
terhangat tentang sistem pemerintahan yang sedang berkembang dan
ramai dibicarakan di media sosial saat ini secara spontan.
d. Guru membagikan LKS berisi wacana kasus sistem pemerintahan
terbaru sebagai sumber dan media belajar siswa.
e. Siswa berdiskusi kelompok untuk menindaklanjuti wacana kasus
yang diberikan, mengorientasi kasus, mengidentifikasi isu atau
permasalahan, dan mencoba merespon dengan berargumen terhadap
informasi yang telah dibacanya.
f. Siswa bersama dengan kelompoknya memecahkan permasalahan
tersebut secara aktual, faktual, dan mengkualifikasikan pendapatnya.
Guru mengamati dan membimbing kerja kelompok yang sedang
berlangsung.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 77


g. Siswa melakukan presentasi hasil diskusinya, sedangkan Guru dan
teman dari kelompok lainnnya memberikan tanggapannya dalam
diskusi kelas.
h. Siswa bersama guru menyimpulkan dan mengevaluasi hasil diskusi
kelas yang telah dilaksanakan.

Penerapan strategi inkuiri jurisprudensial pada penelitian ini


terbukti mampu meningkatkan kemampuan menyatakan pendapat siswa.
Prosentase skor rata-rata kemampuan menyatakan pendapat siswa pada
siklus I masih sebesar 72.63 dan pada siklus II menjadi 84.87 atau
meningkat sebesar 12.24 poin.Nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar
73.68 dan pada siklus II menjadi 81.18 atau meningkat sebesar 7.5 poin
apabila dibandingkan dengan siklus I.Ketuntasan belajar pada siklus I
sebesar 71.05% dan pada siklus II mencapai 97.37% atau meningkat
kembali sebesar 26.32%.

SARAN

Beberapa saran yang dapat diajukan sebagai bentuk rekomendasi hasil


penelitian ini antara lain:
1. Diharapkan guru dapat menggunakan teknik-teknik lain yang lebih
variatif dan menyenangkan untuk memecahkan masalah siswa agar
siswa dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang
dimilikinya.
2. Siswa hendaknya berusaha menumbuhkan kemampuannya dalam
mengemukakan pendapat sehingga memudahkan siswa memahami
materi yang dijelaskan oleh guru. Caranya adalah siswa berani
bertanya jika siswa belum memahami materi dan menyampaikan
gagasannya.
3. Siswa hendaknya lebih percaya diri dalam mengemukakan pendapat.
Hal ini dikarenakan mengemukakan pendapat dapat memotivasi diri
untuk meningkatkan keberhasilan belajar siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Umar, M. 1992. Psikologi Umum (Edisi


Revisi).Surabaya : P.T Bina Ilmu.

78 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Badudu.2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Rogers, Natalie. 1997. Berani Berbicara Di Depan Umum. Lala
Herawati D. Penerjemah. Bandung : Nusa Cendekia.
Sujanto, Agus. 1988. Psikologi Perkembangan. Surabaya : Aksara Baru.
Sujanto, Agus. 2008. Psikologi Umum. Jakarta : P.T Bumi Aksara.
Sukidin, Basrowi dan Suranto. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan
Kelas. Surabaya: Insan Cendekia.
Surakhmad.1994. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar Dasar &
Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 79


80 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SHALAT
MELALUI STRATEGI FLASH CARD
SISWA KELAS III SDN 016 BALIKPAPAN TENGAH

Sufyansyah
SDN 016 Balikpapan Tengah

Abstract

Success is target of study determined by many factor among


others are factor learn in executing process learn to teach,
because teacher directly can influence, constructing and
improving intellegence and also skill of student. To overcome
problems above and utilize to reach the target of education
maximally, role of teacher of vital importance and expected by
teacher has strategy teach good and can chosen correct study
strategy and as according to subject concepts to be submitted.
This research use research action two of cycle. Every cycle
consist of four phase that is: rancana, execution of activity,
perception, refleksi, and refisi. this Research target is class
student of III SDN 016 Middle Balikpapan. obtained Data in the
form of result of tes, school activity observation sheet. From
result of analysis got that achievement learn natural student is
make-up of from cycle 1 until cycle 2 that is, cycle 1 ( 58%),
cycle 2 ( 98%), Conclusion of this research is strategy of flash
card can improve to result learn Student of SDN 016 Middle
Balikpapan, and also strategy of flash card, this study can be
used as one of the strategy alternative study of Education Of
Islamic Religion

Keyword: Study Of Education Of Islamic Religion, Strategy of


Flash Card

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan


suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 81


(2006:5). Berbagai upaya pemerintah khususnya dunia pendidikan telah
mengupayakan perbaikan-perbaikan dibidang pendidikan ditandai
dengan bergantinya beberapakali kurikulum pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan meliputi : Standar Isi, Standar
Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan,
Standar Pembiayaan, Standar Penilaian Pendidikan. Standar Nasional
Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu.
Sehubungan dengan pendidikan di sekolah dasar perlu
membekali peserta didik dengan pengetahuan dan pemahaman melalui
berbagai strategi pendekatan sebagai sarana komunikasi antara guru dan
siswa. Melalui strategi pendekatan yang riil dapat merangsang motivasi
siswa untuk menerima pelajaran dengan baik. Namun kenyataan di
lapangan peneliti menemukan sesuatu yang berbeda yakni di SDN 016
Balikpapan Tengah siswa kelas III sebelumnya dalam menerima proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentang gerakan shalat. Ada
siswa yang cepat merespon, ada yang pasif, ada yang bermain-main, ada
yang kelihatan aktif tetapi sebenarnya tidak mengerti, dan masih banyak
siswa dalam mengerjakan tugas kurang teliti, contohnya seperti
melaksanakan gerakan takbir masih ada siswa yang bagian kedua telapak
tangannya tidak dihadapkan ke kiblat dan ketika mengangkat kedua
tangan tidak sejajar dengan telinga, kemudian gerakan sedekap masih
ada siswa yang sedekap dengan memegang tangan kiri dan letaknya
terlalu rendah di bawah pusat, kemudian masih ada siswa yang rukuk
asal-asalan dengan tidak membungkuk 900.
Beberapa siswa yang i’tidalnya kurang sempurna kedua telapak
tangannya tidak dihadapkan ke kiblat, kemudian masih ada siswa yang
sujudnya kedua tangan pada bagian ketiaknya terlalu terbuka, kemudian
masih ada siswa yang pada saat duduk iftirasi seperti duduk layaknya
bersila seorang perempuan tidak menduduki kaki kiri, kemudian masih
ada siswa yang duduk tahyat awal dengan ujung jari kaki kanan tidak
dilipat ke depan, kemudian masih ada siswa yang duduk tahyat akhir
dengan ujung jari kaki kanan tidak dilipat ke depan, kemudian yang
terakhir gerakan salam masih ada siswa yang melakukan gerakan
salamnya menegok kekiri terlebih dahulu. Begitu pula dalam proses
82 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
belajar mengajar pada saat diskusi kelompok belum terbina adanya
kerjasama yang baik, rendahnya rasa loyalitas, keberanian dan tanggung
jawab terhadap tugas yang diberikan.
Adapun pemahaman yang diharapkan terhadap siswa tersebut : 1.
Dapat memahami materi ajar dengan baik, 2. Dapat melaksanakan tugas,
kerjasama dan tanggung jawab, 3. Dapat meningkatkan hasil belajar
ibadah shalat. Dari hasil penelitian di lapangan ditemukan beberapa
masalah yang dihadapi antara lain masih kurangnya terjalin kerjasama
dintara siswa terhadap tugas yang diberikan, kurangnya tanggung jawab
siswa terhadap tugas yang diberikan, kurangnya pemahaman siswa
dengan materi ajar yang diberikan
Dalam penelitian ini masalah yang akan dibahas dibatasi meliputi
penggunaan strategi Flash Card, menjalin kerjasama dan tanggung
jawab siswa dalam melaksanakan tugas dan meningkatkan hasil belajar
ibadah shalat. Peneliti merumuskan masalah berupa bagaimana
penggunaan strategi pembelajaran dengan baik dan tepat, bagaimana
upaya agar terjalin kerjasama dan tanggung jawab siswa terhadap tugas
yang diberikan dan bagaimana meningkatkan hasil belajar ibadah shalat.
Tujuan penelitian yang akan dicapai adalah memperoleh penggunaan
strategi yang baik, tepat dan menyenangkan, memperoleh hasil
kerjasama dan tanggung jawab yang baik terhadap tugas yang diberikan
dan meningkatkan hasil belajar ibadah shalat. Manfaat dari penelitian di
kelas III SDN 016 Balikpapan Tengah adalah dapat meningkatkan
kreatifitas dalam peroses belajar mengajar dan mendorong siswa
menjalin kerjasama dan tanggung jawab yang baik dalam melaksanakan
tugas serta meningkatnya prestasi dan hasil belajar ibadah shalat.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Syaiful dan Aswan adalah : Proses
perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan
kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap (2002:11). Menurut Dr. Nana
Sudjana Dra. Wari Suwariyah kegiatan belajar individual artinya setiap
siswa secara sendiri-sendiri melakukan atau mengerjakan tugas-tugas
belajarnya (1991:28). Kegiatan belajar kelompok dapat dilakukan
melalui diskusi siswa dalam kelompok kecil sekitar 3-5 orang (1991:29).

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 83


Menurut Indra Munawar hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (2009).

Pendekatan Strategi Flash Card


Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan
dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas
dalam kurun waktu tertentu (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia
bebas). Pengertian Flash Card menurut Glen Doman adalah kartu-kartu
bergambar yang dilengkapi kata-kata yang dikelompokkan-
kelompokkan dalam beberapa seri misalnya seri binatang, seri buah-
buahan, seri warna, seri bentuk, seri abjad, seri angka, seri profesi dan
sebagainya. Menurut Leach adalah terdiri atas perangkat yang
dikelompokan menurut jenis atau kelasnya, misal kelompok gambar
makanan, buah-buhan, sayuran, alat rumah tangga, alat trasportasi dan
pakaian.
Beberapa jenis flash card yang sudah banyak digunakan baik
dalam pembelajaran maupun penelitian antara lain
o Flash Card Binatang (mengenal berbagai jenis binatang)
o Flash Card Buah (mengenal jenis buah-buahan)
o Flash Card Warna (mengenal jenis warna dasar)
o Flash Card Bentuk (mengenal bentuk-bentuk geometri)
o Flash Card Abjad (mengenal jenis abjad)
o Flash Card Angka (mengenal angka)
o Flash Card Profesi (mengenal berbagai macam profesi)
o Flash Card Matematika (mengenal kartu penjumlahan, pengurangan,
perkalian, pembagian)
o Flash Card Membaca (mengenal kosaakata, sukukata benda-benda
melalui gambar)
o Flash Card Sains (mengenal rumus-rumus, dan penemuan-
penemuan)
o Flash Card Hijaiyah (mengenalkosa kata bahasa arab)

Flash Card Shalat


Menurut Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.A adalah kartu-kartu
menjadi petunjuk dan rangsangan bagi siswa untuk memberikan respons
yang diinginkan. Misalnya dalam latihan memperlancar bacaan-bacaan
shalat, gambar setiap gerakan dalam shalat dibuat di atas flash card.
84 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
(Media Pembelajaran). Didasarkan pada kajian teori di atas serta
perumusan masalah, maka diduga melalui pendekatan strategi flash card
dapat meningkatkan hasil belajar shalat kelas III semester 1 pada SDN
016 Balikpapan Tengah

Kerangka Berfikir
1. Kondisi awal = Guru (belum meggunakan pendekatan)= Siswa
(kinerja rendah, hasil belajar shalat rendah)
2. Tindakan = Menggunakan pendekatan strategi flash (siklus 1, dan
siklus 2)
3. Kondisi akhir = Hasil belajar shalat meningkat

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 016 Jalan


Kamboja RT.30 No.70 Kelurahan Gunung Sari Ilir Kecamatan
Balikpapan Tengah. Penelitian ini dilakukan selama dua siklus.

Subjek Penelitian
Penelitian adalah siswa kelas III dengan jumlah 31 orang siswa
14 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Subjek penelitian tindakan
kelas ini adalah Guru Pendidikan Agama Islam kelas III ( Drs.
Sufyansyah, M.Pd). Teknik Pengumpulan Data menggunakan Tes (Hasil
Belajar), Observasi dan Dokumen.
Alat Pengumpul Data terdiri dari : Butir soal tes, Lembar
Observasi, Buku Nilai. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif :
a. Hasil belajar dianalisis dengan analisis deskriptif komparatif yaitu
membandingkan nilai tes antar siklus maupun dengan indikator
kinerja
b. Obeservasi maupun wawancara dengan analisis deskriptif
berdasarkan hasil observasi dan refleksi

Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research
yang dikembangkan oleh Kemmis yaitu melalui siklus (Plan, Act,
Observe dan Reflect). Merujuk pada strategi di atas maka Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, siklus 1
dilaksanakan pada hari Rabu, 16-10-2013, siklus 2 dilaksanakan pada
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 85
hari Rabu,06-11-2013. Peneliti bertindak sebagai observer. Pada siklus
1 dengan materi pembelajaran “Meningkatkan Hasil Belajar Shalat
Melalui Strategi Flash Card Siswa Kelas III SDN 016 Balikpapan
Tengah”. Pada setiap langkah dalam siklus I terdiri dari tahapan
Persiapan, Pelaksanaan tindakan, Observasi, dan Refleksi. Data diolah
dan dibahas secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendeskripsikan dan
memaknai pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan Strategi
Flash Card.
Menyusun Rencana Pembelajaran dengan berpedoman pada
kurikulum KTSP 2006 dan kegiatan inti yang berorientasi pada
pendekatan strategi flash. Kecakapan yang akan digali meliputi
kemampuan aktivitas guru dalam memfasilitasi kegiatan belajar
mengajar, kemampuan aktivitas siswa dalam menerima pelajaran,
kemampuan kinerja siswa dalam kelompok, dan hasil belajar siswa
melalui pedoman lembar observasi, serta alat tes. Menyusun instrumen
observasi terstruktur dan tertutup, serta menyiapkan pedoman respon
siswa yang diberikan setiap selesai proses belajar mengajar, dan
diberikan secara acak kepada siswa.

Tahap Pelaksanaan Tindakan:


Dijelaskan secara rinci seperti tercermin pada rencana
pembelajaran, meliputi Pembukaan, Kegiatan Inti dan Penutup. Bagian
Pembukaan mencakup: Pengamatan terhadap guru tentang Pra KBM,
penyiapan alat peraga/media, Mengucapkan salam, Mengabsen siswa,
Menyampaikan tujuan yang akan dicapai, Appersepsi dan pretest.
Bagian Inti mencakup: (1) Pengamatan terhadap guru tentang aktivitas
guru dalam memfasilitasi kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari 4
item. (2) Pengamatan terhadap kerjasama siswa dalam kerja kelompok
terdiri dari 3 item, Pengamatan terhadap partisipasi siswa dalam kerja
kelompok yang terdiri dari 3 item. Bagian Penutup mencakup:
Mengamati kegiatan respon siswa (refleksi) terhadap kegiatan belajar
mengajar, mengamati upaya guru dalam membimbing siswa untuk
membuat kesimpulan dari konsep yang telah dipelajari, serta
mengamatiguru dalam mengadakan evaluasi.

Tahap Observasi :
Dilakukan dalam upaya pengumpulan data yang dilakukan
bersamaan dengan proses pembelajaran oleh (guru). Metode observasi
86 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
menggunakan desain observasi terstruktur dan tertutup, meliputi:
aktivitas guru terhadap keterlaksanaan dalam mengembangkan PBM,
dan aktivitas siswa dalam pembelajaran dan hasil tes belajarnya, serta
kinerja siswa. Observasi pada aktivitas guru dalam memfasilitasi proses
pembelajaran digunakan kategori “amat baik=4, baik=3, cukup=2, dan
kurang=1”. Observasi pada aktivitas siswa dan kinerja siswa dalam
kegiatan belajar mengajar digunakan kuantitas keaktifan dalam setiap
item instrumen, sehingga aktivitas dan kinerja siswa selalu dicatat dan
dijumlah, dan akhirnya dipersentase.

Tahap Analisis dan Refleksi:


Dilakukan setelah data terkumpul, baik data kuantitatif maupun
data kualitatif, yang diperoleh dengan jalan mendeskripsikan,
menggambarkan, dan memaknai data. Prosedur analisisnya meliputi:
reduksi data, tabulasi data, penafsiran data, serta penarikan kesimpulan.
Pelaksanaan refleksi dilakukan oleh pelaku tindakan, observer, kepala
sekolah dan siswa secara bersama-sama. Hasil refleksi dibuat sebagai
bahan/pedoman untuk persiapan pelaksanaan pembelajaran berikutnya.

Tahap Perencanaan Ulang (re-plan):


Dilakukan setelah diperoleh hasil refleksi, dan dilaksanakan guna
penyusunan rencana pelajaran untuk diimplementasikan pada
pembelajaran siklus berikutnya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Kondisi Awal


Hasil Penelitian pada siklus 1, aktivitas pembelajaran Pendidikan
Agama Islam kelas III pada SDN 016 Balikpapan Tengah menunjukkan
peningkatan kearah yang positif. Hal ini dapat terlihat pada persentase
aktivitas guru dalam memfasilitasi kegiatan belajar mengajar, akivitas
siswa dalam keterlibatan pada kegiatan belajar mengajar, kinerja siswa
dalam proses belajar mengajar, dan hasil belajar siswa pada akhir
pertemuan setiap siklus.

Hasil Observasi Terhadap Aktivitas guru Pada Siklus 1


Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam
mengembangkan pembelajaran ke-1 (siklus 1) dapat ditarik kesimpulan
bahwa waktu yang digunakan untuk keseluruhan pembelajaran sesuai
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 87
dengan jadwal yang direncanakan, guru masih kesulitan dalam
menyampaikan appersepsi yang relevan dengan materi pembelajaran,
memanfaatkan pengetahuan awal siswa terhadap materi pelajaran, selalu
menginginkan mendapat jawaban yang rasional kepada siswa, sangat
sibuk dalam mengarahkan dan membimbing siswa dengan teknik
pembelajaran yang dilaksanakan, mengalami kesulitan dalam
mengoptimalkan interaksi sosial siswa dalam diskusi kelompok dan
diskusi kelas.
Selain itu guru kerang mengintensifkan kerja kelompok dalam
mengamati media dimana rata-rata masih kurang serius dan kurang
mendapat kesempatan maksimal, kurang memberi kesempatan yang
merata kepada siswa untuk mengkomunikasikan hasil pengamatannya,
canggung dengan pendekatan dan teknik yang baru diteliti ini, dan
belum dapat mengendalikan siswa secara optimal. Kelemahan-
kelemahan seperti yang disebut di atas diduga akibat teknik yang
digunakan merupakan teknik yang baru pertama kali di gunakan dalam
pembelajaran.
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk dilaksanakan
pada Siklus 1 adalah mempertahankan tindakan positif yang dilakukan
guru pada siklusI, meningkatkan keterlibatan siswa dalam diskusi, dapat
dilakukan guru dengan teknik bertanya melacak (probing), menuntun
(prompting), dan pemberian waktu tunggu (pausing), meningkatkan
pemerataan aktivitas siswa dalam kelompok dapat diatasi guru dengan
memonitor yang lebih intensif dan merata kepada setiap kelompok,
menggunakan pendekatan personal kepada siswa yang biasa
mendominasi kegiatan agar mau memberikan kesempatan kepada
temannya, meningkatkan motivasi siswa untuk bertanya dan
mengkomunikasikan gagasan/hasil pengamatan dengan pemberian
waktu tunggu dan mendistribusikan kesempatan yang merata disertai
pemberian motivasi yang tegas.

Hasil Observasi terhadap Aktivitas guru pada siklus 1


Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam
mengembangkan pembelajaran pada siklus 1 dapat disimpulkan bahwa
waktu yang digunakan untuk keseluruhan pembelajaran belum
mencukupi, hal ini disebabkan karena strategi menggunakan
penggabungan otak kiri dan otak kanan yang berfungsi, sehingga belum
bisa mencapai hasil yang maksimal, optimalisasi interaksi sosial siswa
88 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dalam diskusi kelas masih belum memuaskan, kerja kelompok dalam
menyimpulkan hasil persepsi pada pengamatan Gambar Shalat berurutan
lebih baik, kegiatan diskusi dilakukan siswa secara merata (dominasi
oleh siswa-siswa tertentu berkurang), tampak ada keberanian siswa
untuk mengemukakan pendapat atau pertanyaan dalam diskusi kelas,
kesempatan siswa untuk mengkomunikasikan hasil pengamatan atau
atau gagasannya lebih merata, siswa cukup tenang dan penuh perhatian
ketika mengikuti pembelajaran terutama saat melakukan pengamatan
Gambar Shalat, hal ini terjadi karena guru membagikan kepada masing-
masing kelompok mendapat 1 buah, sehingga kesempatan pengamatan
sangat merata, Guru cukup mampu mengendalikan siswa. Berdasarkan
komentar pada refleksi siswa, maka waktu yang tersedia untuk siklus ini
belum mencukupi
Beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk dilaksanakan
pada siklus 2 adalah mempertahankan pemerataan aktivitas siswa dalam
kerja mandiri dan kerja kelompok, meningkatkan terus kemampuan dan
keberanian berkomunikasi siswa dalam diskusi, meningkatkan
kesempatan siswa untuk berinteraksi sebanyak-banyaknya, menambah
alokasi waktu untuk materi berikutnya.

Hasil Observasi Terhadap Aktivitas guru pada Siklus 2


Berdasarkan hasil observasi terhadap guru pada pembelajaran
siklus 2 dapat disimpulkan waktu yang digunakan untuk keseluruhan
pembelajaran sesuai jadwal dan alokasi waktu yang direncanakan.
Optimalisasi interaksi sosial siswa dalam diskusi kelas memuaskan,
kerja kelompok dalam mengamati dan menyimpulkan hasil kerja
kelompok meningkat lebih baik lagi. Kegiatan percobaan dilakukan
siswa secara merata, siswa sangat senang dan antusias dalam melakukan
Strategi Flash Card.
Siswa relatif tenang ketika mengikuti pembelajaran terutama saat
melakukan pengamatan masing-masing kelompok hal ini terjadi karena
memiliki gambar Shalat yang dibagikan guru, keberanian siswa untuk
mengemukakan pendapat atau pertanyaan dalam diskusi kelas
meningkat, kesempatan siswa untuk mengkomunikasikan hasil
pengamatan atau gagasannya lebih merata, guru dapat mengendalikan
siswa secara optimal, guru mampu mengarahkan siswa untuk belajar
secara kelompok, dan semua kendala dapat diatasi dan proses
pembelajaran berjalan sangat baik.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 89


Hasil Observasi Terhadap Aktivitas siswa
Berdasarkan data pada tabel terlampir bahwa persentase siswa
yang aktif untuk ke sepuluh aspek yang diobservasi rata-rata mengalami
peningkatan dari siklus 1, dan siklus 2. Hal ini menunjukkan terjadi
peningkatan aktivitas siswa selama guru mengimplemantasikan
pembelajaran di kelas, dengan perolehan angka dalam persen mulai dari
58 %, dan 98 %. Angka ini tidak dimaknai sebagai sesuatu yang mutlak
karena terkait dengan kesempatan dan waktu yang tersedia. Oleh
karena itu secara detail berikut dideskripsikan kondisi aktivitas siswa
dalam pembelajaran.

Deskripsi Terhadap Aktivitas Siswa

Siklus 1
Berdasarkan hasil obeservasi terhadap aktivitas siswa dalam
pembelajaran, ditemukan bahwa (1) Kerjasama siswa dalam kelompok
14 dari 31 jumlah keseluruhan, (2) kurang kerjasama siswa dalam
kelompok 11 dari dari 31 jumlah keseluruhan, (3) tidak bekerjasama
dalam kelompok 6 dari 31 jumlah keseluruhan, hal ini dimungkinkan
waktu yang terbatas dan teknik ini masih asing bagi siswa (4) Antusias
saat berdiskusi dalam kelompok kecil yang terdiri masing-masing
kelompok 7 atau 8 orang, terdapat 14 orang dari 31 jumlah keseluruhan
yang aktif berpartisipasi dalam kelompok, (5) kadang-kadang aktif 11
orang dari 31 jumlah keseluruhan berpartisipasi dalam kelompok (6)
tidak aktif 6 orang dari 31 jumlah keseluruhan berpartisipasi dalam
kelompok ini disebabkan ke-6 siswa tersebut dari keterangan guru
memang sangat pasif dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari

Siklus 2
Berdasarkan hasil obeservasi terhadap aktivitas siswa dalam
pembelajaran, ditemukan bahwa (1) Kerjasama siswa dalam kelompok
21 dari 31 jumlah keseluruhan, (2) kurang kerjasama siswa dalam
kelompok 6 dari dari 31 jumlah keseluruhan, (3) tidak bekerjasama
dalam kelompok 2 dari 31 jumlah keseluruhan, hal ini dimungkinkan
waktu yang terbatas dan teknik ini masih asing bagi siswa (4) Antusias
saat berdiskusi dalam kelompok kecil yang terdiri masing-masing
kelompok 7 atau 8 orang, terdapat 25 orang dari 31 jumlah keseluruhan
yang aktif berpartisipasi dalam kelompok, (5) kadang-kadang aktif 5
90 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
orang dari 31 jumlah keseluruhan berpartisipasi dalam kelompok (6)
tidak aktif 1 orang dari 31. Data nilai tes untuk dua siklus pembelajaran
disajikan pada Gambar 1.
100

80

60

40

20

0
Siklus 1 Siklus 2

Gambar 1. Data nilai tes untuk dua siklus pembelajaran

Berdasarkan gambar 1 dapat disimpulkan bahwa tingkat


ketercapaian hasil belajar siswa pada aspek kognitif mengalami
peningkatan dengan perolehan mulai 58% dan 98% dan tergolong
“kurang” dan “amat baik”. Hasil dari Tes Kinerja disajikan didalam
Tabel 1.
Tabel 1. Data Tes Kinerja Siswa Perkelompok
NILAI KELOMPOK
NO KELOMPOK
SIKLUS 1 SIKLUS 2
1. Abu Bakar 46,4 80
2. Umar 46,4 80
3. Usman 40,6 70
4. Ali 46,4 73,6
Jumlah 179,8 303,6
Rata-Rata 5,8 9,79
Prosentase 58% 98%
Keterangan :
80 - 100 : Amat baik
70 - 79 : Baik
60 - 69 : Cukup
≤ 60 : Kurang

Berdasarkan Tabel 1, ketercapaian dari tes kinerja siswa yang


memuat aspek kognitif siswa dari siklus awal sampai akhir dalam
penelitian ini menampakkan adanya peningkatan dan tergolong dalam
kategori amat baik dengan perolehan adalah 58 % sampai 98 %
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 91
KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini adalah dalam


penggunaan pendekatan strategi flash card mendorong siswa menjadi
aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. Mengembangkan kerjasama
siswa dalam memecahkan masalah terhadap proses belajar mengajar di
kelas. Dengan pendekatan strategi flash card dapat meningkatkan hasil
belajar siswa dalam hal ibadah shalat siklus 1 58 % siklus 2 menjadi
98% dalam katagori amat baik

SARAN

1. Menghimbau kepada rekan-rekan guru khususnya di SDN 016


Balikpapan Tengah dalam proses belajar mengajar hendaknya
dengan menggunakan metode atau strategi yang bervariasi
2. Mendorong siswa untuk selalu loyalitas bersosialisasi dalam kelas
baik mendapat tugas individu maupun kelompok
3. Memberikan motivasi agar siswa berprestasi dan hasil belajarnya
menjadi lebih meningkat, baik nilai harian maupun ulangan umum

DAFTAR PUSTAKA

Depag RI, 2006, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI


Tentang Pendidikan, Dirjen Pendais, Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan, Jakarta, 2005
Djamarah Bahri Syaiful, dan Zain Aswan, Strategi Belajar Mengajar,
PT. Reneka Cipta, Jakarta, 2002
Dr. Nana Sudjana dan Dra. Wari Suwariyah, Model-Model Mengajar
CBSA, Sinar Baru, Bandung, 1991
Dr. Yusak Hudiyono, M.Pd, Metode Penelitian Tindakan Kelas
http://indramunawar.blogspot.com/2009
Prof. Dr. Azhar Arsyad, M.A, Media Pembelajaran, Rajawali Pers,
Jakarta,
Prof. Suharsimi Arikunto dan Prof. Suhardjono, dan Prof. Supardi,
Penelitian Tindakan Kelas, Sinar Grafika, Jakarta,
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
92 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPA
PADA KOMPETENSI DASAR EKOSISTEM
MELALUI METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF
MODEL STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)

Pintamalem
Guru IPA SMP Negeri 4 Balikpapan

Abstrak

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar


aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang dapat
menstimulasi belajar aktif, namun kemampuan untuk mengajar
melalui kegiatan kerjasama kelompok kecil akan memungkinkan
untuk menggalakkan kegiatan belajar aktif dengan cara khusus.
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action
research) sebanyak tiga siklus. setiap putaran terdiri dari empat
tahap, yaitu : rancangan, kegiatan dan pengamatan, refleksi,
dan refisi. Sasaran penelitian ini adalah siswa kelas VII-8 SMP
Negeri 4 Balikpapan tahun pelajaran 2011/2012. Data yang
diperoleh berupa hasil tes formatif, lembar observasi kegiatan
belajar mengajar. Dari hasil yang diperoleh dalam analisis
didapatkan bahwa prestasi belajar siswa mengalami
peningkatan dari siklus I sampai siklus III, yaitu siklus I
(55,78%), siklus II (66,38%), siklus III (82,63%). Kesimpulan
dari penelitian ini adalah: metode pembelajaran kooperatif
dapat berpengaruh positif terhadap prestasi dan motivasi
belajar siswa kelas VII-8 SMP Negeri 4 Balikpapan, serta model
pembelajaran ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif
pembelajaran IPA.

Kata Kunci : IPA, Metode pembelajaran kooperatif STAD

PENDAHULUAN

Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan


kuantitas dan kualitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu,
guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secaraa seksama
dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan
memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 93
perubahan dalam mengorganisasikan kelas, penggunaan metode
mengajar, strategi belajar mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru
dalam mengelola proses belajar mengajar. Guru berperan sebagai
pengelola proses belajar-mengajar, bertindak sebagai fasilitor yang
berusaha menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif, sehingga
memungkinkan proses belajar mengajar, mengembangkan bahan
pelajaran dengan baik, dan meningkatkan kemampuan siswa untuk
menyimak pelajaran dan menguasai tujuan-tujuan pendidikan yang harus
mereka capai.
Mengajar adalah membimbing belajar siswa sehingga ia mampu
belajar. Dengan demikian aktifitas siswa sangat diperlukan dalam
kegiatan belajar-mengajar sehingga siswalah yang seharusnya banyak
aktif, sebab siswa sebagai subyek didik adalah yang merencanakan, dan
ia sendiri yang melaksanakan belajar. Pada kenyataan, di sekolah-
sekolah seringkali guru yang aktif, sehingga siswa tidak diberi
kesempatan untuk aktif. Kegiatan belajar bersama dapat membantu
memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar di kelas memang
dapat menstimulasi belajar aktif. Namun kemampuan untuk mengajar
melalui kegiatan kerjasana kelompok kecil akan memungkinkan untuk
menggalakkan kegiatan belajar aktif dengan cara khusus. Apa yang
didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan
siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk
memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran.
Pembelajaran IPA tidak lagi mengutamakan pada penyerapan
melalui pencapaian informasi, tetapi lebih mengutamakan pada
pengembangan kemampuan dan pemrosesan informasi. Untuk itu
aktifitas peserta didik perlu ditingkatkan melalui latihan-latihan atau
tugas dengan bekerja dalam kelompok kecil dan menjelaskan ide-ide
kepada orang lain. (Hartoyo, 2000:24). Pembelajaran kooperatif lebih
menekankan interaksi antar siswa.
Dalam kelas pertama hanya 36% siswa yang mendapat nilai C
atau lebih baik, dan dalam kelas yang bekerja secaraa kooperatif ada
58% dan 65% siswa yang mendapat nilai C atau lebih baik (Felder, 199:
14). Berasarkan paparan tersebut di atas, maka peneliti ingin mencoba
melakukan penelitian dengan judul “ Meningkatkan Prestasi Belajar IPA
Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student Teams
Achievement Division) Pada Siswa Kelas VII-8 SMP Negeri 4
Balikpapan Tahun pelajaran 2011/2012.
94 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
KAJIAN PUSTAKA

Minat dan Perhatian Siswa


Kondisi belajar mengajar yang efektif adalah adanya minat
perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang relatif
menetap pada diri seseorang. Minat ini besar sekali pengaruhnya
terhadap belajar, sebab dengan minat seseorang akan melakukan sesuatu
yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin
melakukan sesuatu. Misalnya, seorang anak menaruh minat dalam
bidang kesenian, maka ia akan berusaha untuk mengetahui lebih
banyak tentang kesenian.
Keterlibatan siswa dalam belajar erat kaitannya dengan sifat-sifat
siswa, baik yang bersifat kognitif seperti kecerdasan dan bakat maupun
yang bersifat afektif seperti motivasi, rasa percaya diri, dan minatnya.
Mengingat pentingnya minat dalam belajar, Ovide Declory (1871-1932)
mendasarkan sistem pendidikan pada pusat minat yang pada umumnya
dimiliki oleh setiap orang yaitu minat terhadap makanan, perlindungan
terhadap pengaruh iklim (pakaian dan rumah), mempertahankan diri
terhadap macam-macam bahaya dan musuh, bekerja sama dalam olah
raga (dalam. Mursela dan Usman, M. Uzer, 2005:27).
Mursell dalam bukunya Succesfull Teaching (dalam Uzer, M.
Usman, 2005:29), memberikan suatu klasifikasi yang berguna bagi guru
dalam memberikan pelajaran kepada siswa. Ia mengemukakan 22
macam minat yang diantaranya ialah bahwa anak memiliki minat
terhadap belajar. Dengan demikian, pada hakekatnya setiap anak
berminat terhadap belajar, dan guru sendiri hendaknya berusaha
membangkitkan minat terhadap belajar.

Motivasi siswa
Motivasi adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya
dalam melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisasi yang
menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau
perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan
motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam
mencapai tujuan tertentu. (Uzer. M. Usman, 2005:28-29).
Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia
mau melakukan belajar. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 95
(motivasi intrinsik) dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar
(motivasi ekstrinsik). Motivasi intrinsik, jenis motivasi ini timbul
sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan
dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri. Misalnya anak
mau belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan dan ingin
menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara. Oleh karena
itu, ia rajin belajar, tanpa ada suruhan dari orang lain. Sedangkan
motivasi ekstrinsik aadalah motivasi yang timbul sebagai akibat
pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, atau paksaan
dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau
melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena
ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama
dikelasnya.
Untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, guru hendaknya
berusaha dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa cara
membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi
intrinsik. Guru juga harus berusaha menciptakan persaingan diantara
siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi
prestasi orang lain. Selain itu guru membuat tujuan sementara atau dekat
yang dilaksanakan pada awal kegiatan belajar mengajar, dimana guru
hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa tujuan yang
akan dicapainya sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk
mencapai tujuan tersebut.
Tujuan Pembelajaran yang jelas dapat mendorong individu untuk
mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi
individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam
melakukan suatu perbuatan. Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas,
kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan
akan membawa efek sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya
banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses
dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru. Mengadakan
penilaian atau tes diharapkan karena semua siswa mau belajar dengan
tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan
bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan
tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan,
barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang
baik, jadi angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
96 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau mahluk
hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan
pernyataan tersebut Sutomo (1993:68) mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang
dengan sengaja dilakukan, sehingga memungkinkan dia belajar untuk
melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan
belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku
yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik,
tetapi perubahan dalam kebisaaan, kecakapan, bertambah, berkembang
daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993: 120). Pasal 1 Undang-
undang No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi
pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada
situasi tertentu.

Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang
melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk
menetapkan tujuan bersama. (Felder, 1994: 2). Wahyuni (2001: 8)
menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran dengan cara menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok kecil yang memiliki kemampuan berbeda.
Sependapat dengan pernyataan tersebut Setyaningsih (2001: 8)
mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif memusatkan
aktifitas di kelas pada siswa dengan cara pengelompokan siswa untuk
bekerja sama dalam proses pembelajaran. Dari tiga pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode
pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya sebagai objek
belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi
secaraa maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena
pembelajaran kooperatif merupakan metode alernatif dalam mendekati
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 97
permasalahan, mampu mengerjakan tugas besar, meningkatkan
ketrampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.
Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong untuk belajar, saling
memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma yang
menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. (Nur, 1996: 4). Dalam
pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan sikap sosial untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan kerjasama.

Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD


Langkah-langkah dalam pembelajarn kooperatif mode STAD
adalah mengelompokkan siswa dengan masing-masing kelompok terdiri
dari tiga sampai dengan lima orang. Angota-anggota kelompok dibuat
heterogen, meliputi karakteristik kecerdasan, kemampuan, motivasi
belajar, jenis kelamin, ataupun latar belakang etnis yang berbeda.
Kegiatan pembelajaran dimulai dengan presentasi guru dalam
menjelaskan pelajaran berupa paparan masalah, pemberian data,
pemberian contoh. Tujuan presentasi adalah untuk mengenalkan konsep
dan mendorong rasa ingin tahu siswa.
Pemahaman konsep dilakukan dengan cara siswa diberi tugas-
tugas kelompok. Anggota kelompok diberitahu bahwa mereka dianggap
belum selesai mempelajari materi sampai semua anggota kelompok
memahami materi pelajaran tersebut. Siswa diberi tes atau kuis
individual dan teman sekelompoknya tidak boleh menolong satu sama
lain. Tes individual ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap suatu konsep dengan cara siswa diberikan soal yang
dapat diselesaikan dengan cara menerapkan konsep yang dimiliki
sebelumnya.
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang terbaik
prestasinya atau yang telah memenuhi kriteria tertentu. Penghargaan
disini dapat berupa hadiah, sertifikat, dan lain-lain. Gagasan utama
dibalik model STAD adalah untuk memotivasi para siswa untuk
mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai ketrampilan-
ketrampilan yang disajikan oleh guru. Jika para siswa menginginkan
agar kelompok mereka memperoleh penghargaan, mereka harus
membantu teman sekelompoknya mempelajari materi yang diberikan.
Mereka harus mendorong teman mereka untuk melakukan yang terbaik
dan menyatakan suatu norma bahwa belajar itu merupakan suatu yang
penting, berharga dan menyenangkan.
98 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan (action research),


karena penelitian dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk penelitian deskriptif, sebab
menggambarkan bagaimana suatu teknik pembelajaran diterapkan dan
bagaimana hasil yang diinginkan dapat dicapai. Menurut Sukidin dkk.
(2002:54) ada 4 macam bentuk penelitian tindakan yaitu: (1) penelitian
tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian tindakan kolaboratif, (3)
penelitian tindakan simultan terintegratif, dan (4) penelitian tindakan
sosial eksperimental.
Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang
berkesinambungan. Kemmis dan Tagart (1988 :14) menyatakan bahwa
model penelitian tindakan adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian
tindakan pada suatu siklus meliputi perencanaan atau pelaksanaan
observasi dan refleksi. Siklus ini berlanjut dan akan dihentikan jika
sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
Penelitian ini bertempat di kelas VII-8 SMP Negeri 4
Balikpapan. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian
atau saat penelitian ini dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Pebruari semester genap tahun 2011/2012. Subjek penelitian
adalah siswa-siswi kelas VII-8 SMP Negeri 4 Balikpapan Tahun
Pelajaran 2011/2012.pada pokok bahasan : Komponen Penyusun
Ekosistem.
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian
tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan
dari Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002: 83), yaitu
berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap
siklus meliputi planning (rencana), action (tindakan), observation
(pengamatan), dan reflection (refleksi). Langkah pada siklus berikutnya
adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan
refleksi. Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan
yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap
penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada Gambar 1.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 99


Gambar 1. Siklus Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan Gambar 1. Kegiatan dan pengamatan, meliputi
tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai upaya membangun
pemahaman konsep siswa serta mengamati hasil atau dampak dari
diterapkannya metode pembelajaran kooperatif model STAD. Saat
refleksi, peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau
dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan
yang diisi oleh pengamat. Rancangan / rencana yang direvisi,
berdasarkan hasil refleksi, pengamat membuat rancangan yang direvisi
untuk dilaksanakan pada siklus berikutnya. Observasi dibagi dalam 3
putaran, yaitu putaran 1, 2 dan 3, dimana masing putaran dikenai
perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub
pokok bahasan yang diakhiri dengan tes formatif di akhir masing
putaran.
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru
yang bertujuan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secaraa
individual maupun secaraa klasikal. Untuk mengetahui kefektivan suatu
metode dalam kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisis data. Pada
penelitian ini menggunakan teknik analisis dekriptif kualitatif, yaitu
suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau
fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk
mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa, juga untuk memperoleh
respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa
selama proses pembelajaran.
100 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau presentase
keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya
dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis paa
setiap akhir putaran. Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik
sederhana yaitu untuk menilai ulangan atau tes formatif, peneliti
melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya
dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga
diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan :
∑𝑋
𝑋̅ = ∑ 𝑁
Dengan : 𝑋̅ = Nilai rata-rata, ∑ 𝑋= Jumla semua nilai siswa
∑ 𝑁= Jumlah siswa
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secaraa perorangan dan
secaraa klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar
kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas
belajar bila telah mencapai skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut
tuntas belajar baik dikelas tersebut terdapat 85% yang telah mencapai
daya serap lebih dari atau sama dengan 65%. Untuk menghitung
presentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut :
∑ Siswa Yang Tuntas Belajar
𝑃=
∑ Jumlah Siswa
Lembar observasi pengelola metode pembelajaran kooperatif
model STAD. Untuk menghitung lembar observasi pengelolaan metode
pembelajaran kooperatif model STAD digunakan rumus sebagai berikut:
𝑃1+𝑃2
𝑋̅ = 2 ; Dimana P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2
𝑋̅
𝑃𝑃 = ∑ 𝑋 𝑥100% ;
𝑃1+𝑃2
𝑋̅ = 2
Dimana : PP = Presentase pengamatan, 𝑋̅ = Rata-rata, ∑ x = Jumlah
rata-rata, P1 = Pengamat 1 dan P2 = Pengamat 2.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Siklus I
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan dengan jumlah siswa 40 siswa. Pelaksanaan metode
pembelajaran kooperatif model STAD melalui tahapan sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan pembelajaran, (2) Diskusi kelompok, (3) Tes, (4)
Penghargaan kelompok, (5) Menentukan nilai individual dan kelompok.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 101
aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing
dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, yaitu 21,7 %. Aktivitas
lain yang presentasinya cukup besar adalah memberi umpan balik/
evaluasi, tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit yaitu masing-
masing sebesar 13,3 %. Sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan
adalah mengerjakan/ memperhatikan penjelasan guru yaitu 22,5%.
Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah bekerja dengan
sesama anggota kelompok, diskusi antara siswa/ antara siswa dengan
guru, dan membaca buku yaitu masing-masing 18,7%, 14,4% dan
11,5%.
Dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model
STAD diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 6,79 dan
ketuntasan belajar mencapai 68,42% atau ada 26 siswa dari 38 siswa
sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahawa pada siklus
pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 68,42% lebih kecil dari presentase
ketuntasan yangt dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih
terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada
siklus berikutnya antara lain: Guru perlu lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap
kegiatan yang akan dilakukan. Guru perlu mendistribusikan waktu
secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu
dan memberi catatan. Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.

Siklus II
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat
pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar
observasi pengelolaan metode pembelajaran kooperatif model STAD
dan lembar observasi guru dan siswa. Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar untuk siklus II dilaksanakan dengan jumlah siswa 40 siswa.
Pelaksanan metode pembelajaran kooperatif model STAD melalui
102 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
tahapan sebagai berikut; (1) Pelaksanaan pembelajaran, (2) Diskusi
klompok, (3) Tes, (4) Penghargaan kelompok, (5) Menentukan nilai
individual dan kelompok.
Aktifitas guru yang paling dominan pada siklus II adalah
membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep yaitu
25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami
peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi
umpan balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%), mnjelaskan materi yang
sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil
kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (6,7%).
Nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 7,29 dan ketuntasan
belajar mencapai 81,58% atau ada 31 siswa dari 38 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan
belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik
dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah
guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih
termotivasi ntk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa
yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode
pembelajarn kooperatif model STAD.
Revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain : Guru dalam
memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi
selama proses belajar mengajar berlangsung. Guru harus lebih dekat
dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik
untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. Guru harus lebih sabar
dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
Guru harus mendistribusikan waktu secaraa baik sehingga kegiatan
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Guru
sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal
latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar
mengajar.

Siklus III
Peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan
metode pembelajaran kooperatif model STAD dan lembar observasi
aktifitas guru dan siswa. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
siklus III dilaksanakan dengan jumlah siswa 38 siswa. Pelaksanaan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 103
metode pembelajaran kooperatif model STAD melalui tahapan sebagai
berikut: (1) Pelaksanaan pembelajaran, (2) Diskusi kelompok, (3) Tes,
(4) Penghargaan kelompok, (5) Menentukan nilai individual dan
kelompok. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus
III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Aktivitas guru yang paling dominan pada siklus III adalah
membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu
22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing sebesar
(10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami peningkatan adalah
mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan
materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta siswa menyajikan
dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa
merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas ynag tidak mengalami
perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan memotivasi siswa
(6,7%).
Nilai rata-rata tes formatif sebesar 7,97 dan dari 38 siswa yang
telah tuntas sebanyak 36 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan
belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai
sebesar 94,74% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini
mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan
hasil belajar pada siklus III ini di pengaruhi oleh adanya peningkatan
kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif
moel STAD sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran
seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang
telah diberikan.
Pada siklus III guru telah menerapkan metode pemebelajaran
kooperatif model STAD dengan baik dan dilihat dari kativitas siswa
serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah
berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan rvisis terlau banyak , tetapi
yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah
memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan
agar pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode
pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan proses
belajar mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Melalui
104 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
hasil penelitian ini menunjukkan bahawa metode pembelajran kooperatif
model STAD memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman
siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasanbelajar
meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 68,2%, 81,58%
dan 94,74%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal
telah tercapai.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan selama tiga


siklus, hasil seluruh pembahasan serta analisis yang telah dilakukan
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Metode pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran IPA.
2. Metode pembelajaran kooperatif model STAD memiliki dampak
positif dalam meningkatkan prestsi belajar siswa yang ditandai
dengan peningkatan ketuntasan belajar siswa dalam setiap siklus,
yaitu siklus I (68,42%), siklus II (81,58%), siklus III (94,74%).
3. Metode pembelajaran kooperatif model STAD dapat menjadikan
siswa merasa mendapat perhatian dan kesempatan untuk
menyampaikan pendapat, gagasan, ide, dan pertanyaan.
4. Siswa dapat bekerja secara mandiri maupun kelompok, serta
mampu mempertanggungjawabkan tugas individu / kelompok.
5. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model STAD
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
SARAN
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelum agar
proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil
yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran sebagai berikut :
1. Untuk melaksanakan metode pembelajaran kooperatif model
STAD memerlukan persiapan yang cukup matang, sehingga guru
harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-benar
bisa diterapkan dengan Metode pembelajaran kooperatif model
STAD dalam proses belajar mengajar sehingga memperoleh hasil
yang optimal.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 105


2. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa, guru
hendaknya lebih sering melatih siswa dengan berbagai metode
pengajaran, walau dalam taraf yang sederhana, dimana siswa
nantiny dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep
dan keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2001.Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:


Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan.
Jakarta: Usaha Nasional.
Azis Abdul Wahab,2007. Metode dan Model-Model IPA. Bandung:
Alfabeta
Djamarah,Syaiful Bahri. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineksa Putra.
Djamarah,Syaiful Bahri. 2002. psikologi belajar. Rineksa Putra.
Felder, Richad M. 1994. Cooperative Learning In The Technical Corse,
(online).
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindo
Hasibuan, JJ. dan Moerdjiono. 1998. Proses Belajar Mengajar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Masriyah. 1999. Analisis Butir Tes. Surabaya: Universiats Press.
Nur, Moh. 2001. Pemotivasian Siswa Untuk Belajar. Surabaya.
University Press. Universitas Negeri Srabaya.
Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru–Karyawan dan
Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Sardiman, A.M. dkk.2004, Materi Pelatihan Terintegrasi Mata
Pelajaran IPA, Jakarta : Departemen Pendidikan NNasional
Sukidin dkk. 2002. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya:
Insane Cendekia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

106 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


IMPLEMENTASI ISO 9001:2000 DALAM RANGKA
PENINGKATAN MOTIVASI DAN KINERJA STAF DI
LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (LPMP)
KALIMANTAN TIMUR

Wahyuni
Widyaiswara Pertama LPMP Provinsi Kalimantan Timur

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) Kegiatan


implementasi ISO 9001:2000 di Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur. 2) Kendala-kendala
dalam impelementasi ISO 9001:2000 di Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur.
3) Motivasi dan kinerja staf Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur setelah
implementasi ISO 9001:2000. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi. Sumber data
diperoleh dengan menggunakan snowball sampling
kemudian dianalisis dengan model interaktif Miles &
Huberman. Untuk mengecek keabsahan data menggunakan
teknik triangulasi. Kesimpulan hasil penelitian 1)
Implementasi sistem manajemen mutu merupakan suatu
proses berkesinambungan dan membutuhkan dukungan dari
semua pihak yang terkait dengan institusi. 2) Adapun
kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi sistem
manajemen mutu ISO 9001:2000 yang dilakukan pihak
LPMP Kaltim, yaitu: (a) belum terbiasa dengan perilaku
ISO dan (b) kendala ruang penyimpanan dokumen.
3)Terjadi peningkatan motivasi dan kinerja staf LPMP
Kaltim setelah implementasi ISO 9001:2000.

Kata kunci: implementasi, motivasi, dan kinerja staf

PENDAHULUAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 107
Implementasi ISO 9001:2000 pada Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur merupakan suatu keharusan,
selain melaksanakan instruksi dari Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jakarta, juga sebagai
peningakatan kapasitas dalam memberikan layanan fasilitasi dalam
rangka penjaminan mutu pendidikan di Kalimantan Timur. Hal ini sesuai
dengan tugas dan fungsi pokok Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) Kalimantan Timur.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan
Timur merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) dari Departemen
Pendidikan Nasional. Sebagai suatu lembaga pemerintah pusat di daerah
yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen PMPTK), visi LPMP Kaltim yaitu menjadi
Lembaga Penjamin dan Pengendali Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah Berstandar Nasional dan Berwawasan Global yang
Berorientasi pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
Profesional dan Kompetitif. Sedangkan misi LPMP Kaltim adalah
menjamin pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pusat, memfasilitasipeningkatan mutu tenaga
kependidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, dan memfasilitasi
peningkatan kinerja lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan di daerah.
Tugas dan fungsi pokok Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) Kaltim sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 07 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) Profinsi Kalimantan Timur mempunyai tugas
pokok: “Melaksanakan Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah termasuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA)
atau bentuk lain yang sederajat di Propinsi berdasarkan kebijakan
Menteri Pendidikan Nasional”.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi pokok LPMP
Kaltim, diperlukan kualitas kinerja Staf LPMP Kalitm. Staf LPMP
Kaltim adalah salah satu indikator penentu. LPMP Kaltim perlu
meningkatkan potensi dan mendayagunakan staf tersebut, agar kinerja
staf dapat lebih baik. Untuk meningkatkan kinerja staf dalam
108 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
melaksnakan tugas sehari maka perlu memiliki motivasi kerja yang baik.
Menurut Victor Vroom (dalam Robin, 2008:229) menjelaskan dalam
teori harapan bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan
tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar
kesuatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan
mendorong ganjaran-ganjaran organisasi seperti bonus, kenaikan
gaji,atau promosi; ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi
karyawan itu. Sebagai suatu model kemungkianan (contingency
model),teori harapan mengakui bahwa tidak ada asas yang universal
untuk menjelaskan motivasi semua orang. Oleh karena itu penerapan
sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 haruslah dipertimbangkan
disamping motivasi kerja jika kita akan menjelaskan dan meramalkan
dengan akurat kinerja karyawan.
Bilamana sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dijalankan
dengan komitmen yang tinggi dari pimpinan sampai staf yang terendah
serta kemampuan kerja para staf LPMP Kaltim sesuai dengan tugas
yang telah dilaksanakannya maka kinerja staf LPMP akan tinggi. Kinerja
yang tinggi akan memberikan dampak keuntungan bagi individu dan
lembaga dengan cara meningkatkan motivasi kerjadan implementasi
standrisasi ISO 9001:2000, sehingga lembaga mempunyai karyawan
yang produktif dan taat sistem. Bagi keryawan sendiri,kinerja tinggi
dapat mendorong kesiapan diri untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
Khususnya bagi pengembangan personalia atau sumber daya
manusianya untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan dalam staffing
internal lembaga.
Kinerja menurut Alwi (2001:177-178), menyebutkan penilaian
terhadap kinerja karyawan merupakan bagian dari proses staffing, yang
dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, orientasi, penempatan, job
tarining awal dan proses penilaian kinerja. Tetapi proses penilaian ini
tidak bisa dilepaskan dari proses yang lebih luas dari manajemen kinerja.
Manajemen kinerja adalah sentral bagi perusahaan/lembaga yang
membangun keunggulan bersaing melalui peransumber daya
manusianya dan menjalankan strategi bisnis yang berorientasi pada
customer needs. Bagi perusahaan/lembaga seperti ini tidak ada pilihan
kecauali menerapkan sistem menajemen kinerja yang mampu
mendorong semua karyawan untuk memberikan kontribusi secara
optimal terhadap pencapaian tujuan perusahaan / lembaga, dalam
melaksanakan visi dan misinya telah diharuskan mengimplementasi
standarisasi mutu ISO 2001:9000.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 109
Untuk mendukung pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan,
maka perlu didukung dengan peningkatan kinerja pegawai lembaga
dalam menjalankan pelayanannya terhadap pelanggan. Kinerja
pegawai/staf LPMP dapat diharapkan baik apabila didukung berbagai
faktor seperti, implementasi ISO 2001-9000 dan motivasi kerja staf
LPMP Kaltim dalam melaksanakan tugas yang dimilikinya dengan baik.
Penilaian kinerja tersebut adalah merupakan perwujudan kewajiban
sesuatu institusi untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan penilaian kinerja ini merupakan kunci penting yang
dapat menggambarkan kinerja dan hasil yang dicapai suatu institusi.

KAJIAN PUSTAKA

Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000


ISO 9001:2000 merupakan standar internasional untuk sistem
manajemen mutu (SMM). SMM ini menetapkan persyaratan dan
rekomendasi dan penilaian dari suatu SMM yang bertujuan untuk
menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk yang memenuhi
persyaratan yang ditetapkan(Gaspersz, 2006:3). Upaya memenuhi
persyaratan pelanggan dan peraturan yang berlaku pada suatu organisasi
dilakukan dengan cara penyediaan produk secara konsisten (Wadsworth,
2001:156).
Model proses dalam SMM ISO 9001:2000 terdiri dari lima
bagian utama yang menguraikan Sistem Manajemen Organisasi, yaitu:
1) sistem manajemen mutu, 2) tanggung jawab manajemen, 3)
manajemen sumber daya, 4) realisasi produk / layanan, 5) analisis,
pengukuran dan peningkatan(Gaspersz, 2006:3). Sistem dan prosedur
didalam standar manajemen mutu ISO 9001:2000 disajikan dalam
Gambar 1.
Siklus pada Gambar 1 menggambarkan tentang proses bisnis
organisasi yang dijalankan berdasarkan persyaratan pelanggan melalui
perbaikan yang berkelanjutan. Perbaikan dilakukan atas dasar hasil dari
pengukuran dan analisis yang dilakukan secara berkala oleh pihak
manajemen. Organisasi yang menerapkan SMM ISO 9001:2000 akan
memperoleh keuntungan yang mampu meningkatkan kepuasan
pelanggan dan daya saing terhadap organisasi yang menjadi pesaingnya.

110 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Gambar 1. Sistem Proses dalam SMS ISO 9001:2000

Menurut Gasepersz (2006:15) keuntungan atau manfaat dalam


mengimplementasikan SMM ISO 9001:2000 bagi suatu organisasi atau
perusahaan, diantaranya adalah:
a. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan
kualitas yang terorganisasi dan sistematik.
b. Meningkatkan image perusahaan dan daya saing dalam memasuki
pasar global.
c. Adanya audit SMM secara periodik.
d. Meningkatkan kesadaran mutu dalam perusahaan.
e. Memberikan pelatihan secara sistematik kepada seluruh karyawan
dan manajer organisasi melalui prosedur dan instruksi yang
terdefinisi dengan baik.
f. Terjadi perubahan positif dalam hal kultur mutu dari anggota
organisasi.
Dalam SMM (Sistem Manjemen Mutu) dokumen dan rekaman
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan
sertifikasi ISO 9001:2000. Pengendalian SMM ISO 9001:2000
merupakan unsur kunci dalam ISO 9001:2000. Tanpa pengendalian
dokumen (pedoman mutu, prosedur mutu, instruksi kerja dan formulir
pendukung) dan rekaman yang akurat serta lengkap, organisasi akan
gagal mendapatkan sertifkasi ISO 9001:2000. Dokumen dan rekaman

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 111


harus dipenuhi dan akan diaudit. Adapun dukomen yang dipersyaratkan:
(1) dokumen tingkat I: Pedoman Mutu, (2) dokumen tingkat II: Prosedur
Mutu, (3) dukomen tingkat III: Instruksi Kerja, dan (4) dokumen tingkat
IV: Dukomen pendukung Rekaman.
ISO 9001:2000 dikembangkan berdasarkan pada suatu model
proses dengan menggunakan “Delapan Prinsip Manajemen Mutu”.
Prinsip-prinsip sistem manajemen mutu adalah suatu aturan atau
kepercayaan,untuk pedoman dan pengoperasian perusahaan, yang
diarahkan pada peningkatan kinerja berkesinambungan untuk jangka
panjang dengan menitikberatkan pada pelanggan juga kebutuhan semua
mitra yang lain. Prinsip-prinsip sistem manajemen mutu terdiri dari:
a. Berfokus kepada pelanggan (customer focus).
b. Kepemimpinan (leadership).
c. Keterlibatan semua orang (involvement of people).
d. Pendekatan proses (process approach).
e. Manajemen dengan pendekatan sistem (system approach to
management).
f. Peningkatan berkelanjutan (continual improvement).
g. Pendekatan fakta untuk pengambilan keputusan (factual approach to
decision making).
h. Hubungan dengan pemasok yang saling menguntungkan (mutually
beneficial supplier relationships). (Mulyono, 2008:309)
Manfaat ISO 9000:2000 antara lain (1) dapat digunakan pada
semua organsasi komersil atau sosial;(2) mudah diterapkan; (3)
pengurangan jumlah prosedur yang disyaratkan sebelumnya dari 1,19,20
yang disyaratkan menjadi enam dukomen wajib; (4) menyesuaikan
dengan proses yang ada pada organisasi; (5) mendorong penyempurnaan
kinerja organisasi; (6) berorientasi pada perbaikan terus-menerus untuk
memuaskan pelanggan; (7) mudah dipadukan dengan standar
manajemen lainya. Tujuan akhir penerapan SMM ISO 9001:2000 adalah
untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dengan menerapkan sistemnya
secara efektif dan efisien, termasuk proses perbaikan jika proses yang
telah dilakukan belum mencapai hasil sesuai dengan mutu dan
persyaratan pelanggan.

Motivasi
Motivasi adalah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan
motif adalah kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire) atau
112 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
impuls. Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seorang
individu yang merangsang keingian yang terdapat tindakan-tindakan
atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.
Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang
melatar belakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja.
Menurut Handoko (1992:10), motivasi kerja dapat didefinisikan
sebagai motivasi yang bersifat internal yaitu dorongan yang datang dari
dalam diri individu untuk bekerja atau melakukan pekerjaan. Dorongan
tersebut muncul karena adanya satu tujuan yang ingin dicapai atau
adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Selama kebutuhannya belum
dapat terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan dalam arti diri
seseorang, dan untuk menghilangkan ketidakseimbangan tersebut harus
terpenuhi, sehingga munculah dorongan atau motivasi untuk melakukan
aktivitas atau tindakan.
Mengacu pada konsep tentang motivasi kerja, maka motivasi
kerja yang tinggi ditujukan oleh besarnya perhatian, minat, aktivitas,
ketekunan, serta kesediaan menaggung resiko dalam bekerja sehingga
apa yang dimaksudkan dapat tercapai. Dengan kata lain, motivasi kerja
yang tinggi dapat dinilai dari: a) aktivitas seseorang didalam bekerja, b)
memiliki ketrampilan dan menguasai pekerjaan serta mampu
menyelesaikan tugas-tugas baik tepat waktu, c) selalu berusaha
menambah pengalaman, d) memliki tanggung jawab yang tinggi, serta e)
berupaya bertanya kepada orang lain jika menghadapi kesulitan
(Handoko, 1992: 12).
Teori motivasi berdasarkan Hirarki kebutuhan secara individu
yang dikemukakan oleh Maslow dalam Usman (2008:165) adalah
sebagai berikut:
1. Kebutuhan Fisiologikal (Fisological Needs)
2. Kebutuhan Keselamatan (Safety Needs, Security Needs)
3. Kebutuhan Berkelompok (Sosial Needs, love needs, belonging needs
affectiction needs).
4. Kebutuhan Penghargaan (Estem Needs, Egoistic Needs).
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-actualisasi Needs, Sef-realization
Needs, Self-fulfillment Needs, Sefl-expression Needs).

Kinerja
Kata kinerja terjemahan dari performance artinya penampilan
kerja atau prestasi kerja. Menurut Smith (2003:222) kinerja
(performance) adalah hasil atau output dari proses. Kinerja dipengaruhi
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 113
oleh motif-motif individu seperti yang dikemukakan oleh Steers dan
Poter bahwa kinerja (performance) dipengaruhi oleh motif-motif
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Steers, 2000:183).
Konsep ini berhubungan erat dengan kegiatan atau operasi yang terus
menerus, baik kegiatan maupun program atau kebijakan dalam suatu
organisasi. Pendapat lain mengatakan bahwa kinerja menunjukkan
kemampuan organisasi dalam melaksanakan tugas-tugas (Wibawa,
2004:161).
Gibson (2000:319) menjelaskan kinerja adalah hasil kerja yang
terkait dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi dan kriteria
keefektifan lain yang dicapai selama periode tertentu melalui usaha yang
membutuhkan kemampuan dan keterampilan serta pengalaman. Russell
(1998:421) mendefinisikan kinerja sebagai catatan dari outcomes yang
dihasilkan sesuai dengan fungsi pekerjaan secara spesifik atau aktivitas
selama periode waktu tertentu. Selain itu Lan (1992:96) menjelaskan
bahwa kinerja dipengaruhi oleh banyak faktor dan kemudian
digolongkan menjadi dua faktor, yaitu:
a. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
atau yang melekat pada individu seperti misalnya: bakat, minat,
karakter, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman
kerja serta latar belakang budaya.
b. Faktor situasional yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor
ini dapat dibedakan lagi menjadi faktor fisik pekerjaan, seperti
misalnya: metode kerja, desain, kondisi alat dan ruang lingkup
pekerjaan dengan peraturan-peraturan yang menyertai serta kondisi
fisik. Faktor sosial dan organisasi, seperti kebijakan organisasi dalam
bentuk pengawasan yang ada, tipe-tipe pelatihan yang diberikan,
bentuk insentif, hubungan dalam organisasi dan lingkungan sosial.
Penilaian kinerja adalah proses penilaian standar kinerja yang
telah dicapai oleh anggota organisasi. Devries, dkk, (1999)
mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses
organisasi mengukur dan mengevaluasi perilaku anggota organisasi dan
prestasi pada periode waktu tertentu. Schermerhorn, dkk. (2007:314),
mengungkapkan hal yang sama bahwa penilaian kinerja merupakan
suatu proses formal mengenai evaluasi kinerja dan pemberian umpan
balik. Menurut Handoko (2006:311) penilaian kinerja adalah suatu
proses organisasi untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia

114 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


serta memberikan umpan balik kepada para anggota organisasi tentang
pelaksanaan kerja mereka.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini


dilaksanakan di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP)
Kalimantan Timur. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 5
orang. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan
dokumentasi. Sumber data diperoleh dengan menggunakan snowball
sampling kemudian dianalisis dengan model interaktif Miles &
Huberman. Sedangkan untuk mengecek keabsahan data menggunakan
teknik triangulasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi Sistem Manemen Mutu ISO 9001:2000


LPMP Kaltim sebagai lembaga penjamin mutu pendidikan
merasa perlu untuk meningkatkan mutu dalam hubungannya dengan
standar mutu ISO 9000. Apabila sebuah lembaga sudah memiliki alasan
yang jelas kenapa ia mengejar mutu, maka ia harus memiliki
pertimbangan apakah sistem mutu formal mampu membantunya dalam
meraih tujuannya tersebut. Penerapan sistem manajemen mutu ISO
9001:2000 merupakan upaya serius dari semua orang yang berada dalam
LPMP yang terlibat dengan mutu, dalam pelaksanaan penerapan sistem
manajemen mutu ISO 9001:2000 di LPMP Kaltim manajemen puncak
cukup aktif dan selalu mendorong (memotivasi) staf (kepala seksi dari
tiap seksi dan sfaf dari lembaga tersebut) untuk dapat menjalankan
sistem manajemen mutu dengan sebaik-baiknya dan selalu ada dalam
proses.
Penerapan sistem manajemen mutu secara efektif di LPMP
Kaltim memerlukan sistem yang terstruktur dan terdokumentasi secara
baik. Setiap lembaga yang menerapkan sistem manajemen mutu yang
sudah berjalan dengan baik umumnya akan memiliki sistem
dokumentasi penerapan sistem manajemen mutu yang baik, yaitu
memiliki dokumen mutu yakni manual mutu, prosedur mutu, dan
format-format. Tujuan dari penerapan sistem manajemen mutu di LPMP
Kaltim adalah untuk melaksanakan pemantauan mutu pendidikan di

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 115


wilayah Provinsi Kaltim berstandarkan standar nasional pendidikan
(National Education Standart).
Adapun penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di
LPMP Kaltim adalah dengan cara melaksanakan semua kegiatan
organisasi sesuai dengan dokumen (perencanaan) yang telah ditulis dan
selalu berupaya untuk melestarikan, mengembangkan, dan memastikan
bahwa manajemen mutu tetap dapat dikelola dengan baik. Untuk itu
selalu dilakukan tindakan-tindakan sebagai wujud prinsip penerapan
ISO, yaitu: tindakan koreksi, tindakan perbaikan, tindakan pencegahan,
dan tindakan pengembangan.
Kegiatan implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000
Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kaltim telah melalui
tahap-tahap dalam rangka memperoleh sertifikat ISO 9001:2000 adalah
sebagai berikut:
a. Mengadakan sosialisasi, koordinasi dan rapat-rapat dengan beberapa
seksi lain
b. Membentuk “Tim ISO”
c. Menyusun dokumen SMM
d. Sosialisasi Dokumen SMM
e. Melaksanakan semua yang telah ditulis dalam dokumen
f. Melaksanakan audit internal
g. Sertifikat ISO 9001:2000

Kendala-Kendala Dalam Impelementasi ISO 9001:2000


Sebagai suatu praktik manajemen yang masih baru, implementasi
sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 di LPMP Kaltim terdapat
kendala-kendala yang dihadapi. Adapun kendala-kendala yang dihadapi
yaitu:
a. Belum terbiasa dengan perilaku ISO
Salah satu perilaku ISO yang berbunyi write what you do and do
what you write (menulis apa yang kamu kerjakan dan kerjakan apa
yang kamu tulis) merupakan perilaku lama tapi terkesan baru dalam
pelaksanaannya. Lama karena itu merupakan bagian dari ilmu
manajemen yang sudah ada sejak lama, dan baru karena belum
semua staf menyadari arti penting dari perilaku tersebut. Adapun
kendala lain yang dihadapi adalah kurangnya koordinasi dan
komunikasi antara staf dalam seksi.

116 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


b. Kendala ruang penyimpanan dokumen
Dalam implementasi sistem manajemen mutu ISO 9001:2000,
kendala lain yang dirasakan adalah masalah ruang penyimpanan,
karena banyaknya dokumen yang disimpan baik dokumen mutu
maupun laporan kegiatan yang dilakukan.
Kendala / hambatan dalam proses ini dianggap sebagai satu hal
yang lumrah bagi lembaga yang baru menerapkan sistem manajemen
mutu ISO 9001:2000, dan pasti hambatan yang mengemuka dapat segera
terselesaikan bila ditangani dengan rangkaian tindakan koreksi, tindakan
perbaikan, tindakan pencegahan, dan tindakan pengembangan secara
tepat dan berkesinambungan oleh pihak manajemen LPMP.

Motivasi dan Kinerja Staf Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan


(LPMP) Kalimantan Timur Setelah Implementasi ISO 9001:2000
Adanya implementasi ISO 9001:2000 di LPMP Kaltim
berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja staf. Peningkatan motivasi
dan kinerja staf setelah implementasi ISO 9001:2000 terlihat dari
pencapaian sasaran mutu Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 yang
ditetapkan LPMP Kalimantan Timur, antara lain:
a. Tercapainya kepuasan pelanggan pada setiap parameter yang terkait
dengan pelayanan sekurang-kurangnya bernilai BAIK
b. Terlayaninya kebutuhan administrasi seluruh pegawai LPMP
Propinsi Kalimantan Timur
c. Pemenuhan, pemberdayaan dan melengkapi sarana dan prasarana
LPMP baik secara kuantitas maupun kualitas dalam memfasilitasi
peningkatan mutu pendidikan di Kalimantan Timur
d. Memfasilitasi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga
kependidikan di Kalimantan Timur
e. Melakukan penguatan eksistensi lembaga, membangun jaringan,
mengadakan kerjasama dan kemitraan dengan pemerintah daerah
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Kalimantan Timur
f. Dengan adanya implementasi ISO, motivasi dan kinerja staf
meningkat dalam bekerja dan menyelesaikan tugas-tugasnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 117
1. Implementasi sistem manajemen mutu merupakan suatu proses
berkesinambungan dan membutuhkan dukungan dari semua pihak
yang terkait dengan lembaga.
2. ISO 9001:2000 telah diterapkan oleh LPMP Kaltim secara baik dan
benar, sehingga antara dokumen ISO dengan pelaksanaannya di
lapangan terdapat kesesuaian. Pada akhirnya LPMP mendapat
serifikat ISO pada tanggal 11 Juli 2008.
3. Adapun kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi sistem
manajemen mutu ISO 9001:2000 yaitu:
a. Belum terbiasa dengan perilaku ISO
b. Kendala ruang penyimpanan dokumen
4. Terjadi peningkatan motivasi dan kinerja staf LPMP Kaltim setelah
implementasi ISO 9001:2000. Hal ini terlihat dari tercapainya
sasaran mutu yang ditetapkan LPMP Kaltim dan juga cara kerja staf
yang lebih baik, disiplin, terarah, tepat waktu, dan bekerja sesuai
dengan prosedur dan aturan.

SARAN

Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, maka dapat diajukan


beberapa saran sebagai berikut:
1. Semua seksi yang masuk dalam sistem manajemen mutu khususnya
dan pihak-pihak yang terkait lainnya, sebaiknya menambah
pemahaman dan pengetahuan tentang sistem manajemen mutu dan
istilah-istilah yang digunakan dalam ISO 9001:2000 sehingga
proses penerapan dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah
tertulis dalam dokumen.
2. Sebaiknya para staf LPMP membiasakan diri dalam implementasi
SMM ISO, agar penerapan SMM ISO dapat berjalan dengan baik
dan lancer, sehingga dapat mencapai dan mempertahankan kualitas
pekerjaan.
3. Bagi LPMP Kaltim perlu menambah ruangan agar dalam
penyimpanan dokumen-dokumen sistem manajemen mutu yang
banyak dapat tercukupi, sehingga penyimpanan dokumen-dokumen
rapi dan mempermudah dalam pencarian dokumen-dokumen apabila
dibutuhkan.
118 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Syarifuddin. 2001. Manjemen Sumber Daya Manusia, Strategi


Keunggulan Komperatif. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Devries, D.L., Morrison, A., Shiullman, S.L., & Gerlach, M.L. 1999.
Performance Appraisal on The Time. Journal of Interscience
Publication, 25 (5).223-226.
Gaspersz, Vincent. 2006. ISO 9001: 2000 and Continual Quality
Improvement. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Gibson, J.L., Ivancevich, J.M., & Donnelly, J.R.J.H. 2000.
Organizational: Behavior Struktur Process. Sydney: Irwin.
Handoko, T. Hani. 2009. Manajemen Personalia dan Sumber daya
Manusia. Yogyakarta: BPFE.
Lan. 1992. Penilaian Kinerja Pegawai. Jakarta: LAN.
Russell, B. 1998. Human Resource Management. An Experimential
Approach. Singapore: Macam Graw Hill Companies.
Schermerhorn, J.R., Hunt, J.G., Osborn, R.N. 2007. Managing
Organizational Behavior. . Canada: John Wiley & Sons Inc.
Smith, A, Organizational Behavior and Human Behavior at Work, (New
York: McGraw-Hill, 2003), hlm 222.
Steers, R.M. & Porteer, L.W. 2000. Motivation and Work Behavior.
New York: McGraw-Hill Books Company.
Ubaidillah Khasan. 2009. Penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO
9001:2000 Pada MA NU Banat Kudus. Tesis. Semarang: Institut
Agama Islam Negeri Walisongo.
Usman, Husaini. 2008. Manajemen Teori Praktik & Riset Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.
Wadsworth, Harrison M., Stephens, Kenneth S., & Godfrey A. Blanton.
2001. Modern methods for quality control and improvenment.
New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Wibawa, S. 2004. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Press.
Yamit, Zulian. 2001. Manajemen Kualitas (Produk dan Jasa).
Yogyakarta: Ekonisia.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 119


120 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DENGAN METODE PENERAPAN LATIHAN SOAL
TERBIMBING UNTUK SISWA KELAS VII

Sunaji
Guru Matematika SMP Negeri 6 Balikpapan

Abstrak

Penelitian ini bermanfaat untuk memberi motivasi bagi siswa


dalam memahami serta memudahkan siswa dalam memecahkan
soal-soal Matematika agar kesulitan yang dihadapi oleh siswa
dapat terselesaikan dengan mudah. Pada siklus 1 nilai yang di
peroleh oleh siswa rata-rata sebesar 50,13 % dan pada siklus
ke 2 nilai yang di peroleh oleh siswa rata-rata 66,13 % terdapat
kenaikan dari siklus 1 kesiklus 2 sebesar 16 % sehingga dari
kenaikan tersebut presentasi pada siklus ke 2 menjadi 66,13 %.
Namun nilai tersebut belum memenuhi standar Kriteria
Ketuntasan Minimal yang di tetapkan dari sekolah yaitu 75.
Setelah diadakan refleksi dan perbaikan maka nilai pada siklus
3 terdapat kenaikan yang signifikan menjadi 93,13 %. Maka
pada siklus ke 3 tersebut terdapat kenaikan rata-rata prestasi
belajar siswa kelas VII–2 sebesar 27,00 %. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa melalui latihan soal terbimbing dapat
meningkatkan prestasi hasil belajar siswa kelas VII – 2 SMP
Negeri 6 Balikpapan Semester ganjil Tahun Pembelajaran
2014/2015, maka melalui metode ini dapat dilakukan dan dapat
dipakai oleh seluruh guru Matematika di SMP Negeri 6
Balikpapan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di kelas.

Kata Kunci : Prestasi Belajar, Metode Latihan Soal Terbimbing

PENDAHULUAN

Rendahnya prestasi dan nilai hasil belajar Matematika di kelas


VII-1 di SMP Negeri 6 Balikpapan yang tidak mencapai Standar Kriteria
Ketuntasan Minimal / KKM maka penulis berupaya untuk meningkatkan
prestasi belajar siswa dari 62 menjadi 75 sesuai dengan KKM yang di
tentukan oleh sekolah dan Musyawarah Guru Mata pelajaran
Matematika di SMP Negeri 6 Balikpapan, dengan melakukan Penelitian
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 121
Tindakan Kelas yang berjudul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar
Matematika Melalui Penerapan Latihan Soal Terbimbing Kelas VII-2
SMP Negeri 6 Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2013/2014”.
Dengan majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sangat modern maka siswa harus mempunyai kemampuan berfikir secara
matematis baik secara numeric maupun secara simbolis dan bisa
memahami sesuatu dengan bermakna ( meaning fully ).
Oleh sebab itu dengan dilakukannya Penelitian Tindakan Kelas
tersebut diharapkan pretasi di kelas VII-2 dapat meningkat dengan baik,
karena di kelas ini mempunyai kemampuan rata-rata yang hampir sama
dalam memperoleh nilai hasil ulangan harian sebelumnya. Pada tahap
perkembangan ini siswa dapat berkembang melalui ketujuh kecerdasan
dalam Multiple Intellegeneces yang dikemukan oleh Gadner ( 1993 )
yaitu : kecerdasan linguistic, kecerdasan logis matematis, kecerdasan
musical, kecerdasan spansial, kecerdasan kinestik ragawi, kecerdasan
intrapribadi, kecerdasan antarpribadi.
Ketujuh kecerdasan ini sebaiknya dapat dikembangkan sesuai
dengan karakteristik keilmuan pendidikan di berbagai jenjang
pendidikan. Perkembangan emosi anak usia SMP antara lain anak telah
dapat mengekpresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengotrol
emosi, dan sudah mampu berpisah dengan orang tua dan telah belajar
tentang benar dan salah. Perkembangan-perkembangan dasar atau emosi
anak dalam lingkungan belajar mengajar yang sehat adalah suasana
belajar yang secara nyata dapat menumbuhkan munculnya perasaan
yang terdapat antara siswa dengan guru di dalam kelas. Perasaan-
perasaan yang mendasari transaksi belajar mengajar tersebut tergantung
pada peran guru dalam menciptakan suasana belajar menjadi kondusif
dan sehat sehingga dapat merangsang dan memotivasi anak dalam
belajar Matematika dengan baik. Karena antara anak dengan guru saling
memberikan informasi dan hal-hal penting baik dari anak maupun guru
sehingga saling menghargai pendapat dalam berlangsungnya proses
belajar mengajar di dalam kelas.
Dalam dunia pendidikan proses belajar mengajar merupakan
kegiatan untuk melaksanakan kurikulum yang telah ditetapkan oleh
pemerintah agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang telah di
tetapkan sesuai dengan jenjangnya masing-masing. Tujuan pendidikan
adalah mengantarkan siswa pada perubahan-perubahan tingkah laku,
baik intelektual, moral maupun social. Tujuan pengajaran adalah
122 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
rumusan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah
menempuh berbagai pengalaman belajar.
Metode pembelajaran yang kurang efektif dapat menyebabkan
tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik,
misalnya pembelajaran yang hanya monoton saja dari waktu ke waktu,
sehingga siswa merasa bosan dan kurang berminat dalam belajar. Untuk
mengatasi masalah tersebut maka guru dituntut untuk lebih professional
dalam pembelajaran sehingga sangat di harapkan seluruh siswa yang
dibimbingnya dapat mencapai prestasi yang maksimal dan salah satunya
yaitu menggunakan Metode Latihan Soal Terbimbing, yang mana dalam
metode ini menganjurkan kepada seluruh siswa untuk senantiasa
melakukan latihan-latihan soal dalam pembelajaran Matematika secara
kontinu dan berkesinambungan.
Dari berbagai latihan yang dikembangkan dan dilakukan siswa
akan lebih banyak mengenal dari variasi berbagai macam soal termasuk
bagaimana cara menyelesaikannya, karena Matematika sangat identik
dengan hitungan-hitungan yang memerlukan banyak latihan agar mampu
dan mengert cara pemecahannya. Maka disinilah peran seorang guru
sangat menentukan keberhasilan bagi peserta didiknya untuk
memperoleh prestasi belajar menjadi lebih baik dan maksimal hasilnya.
Dari penjelasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan Latihan Soal Terbimbing dalam penelitian ini
adalah soal latihan yang diberikan kepada siswa, dalam pelaksanaannya
pada setiap awal pokok bahasan atau konsep yang hendak diberikan
kepada siswa dijelaskan dengan contoh dan cara yang sangat sederhana,
kemudian setiap akhir sub pokok bahasan di berikan beberapa tugas dan
bimbingan pelatihan yang bertujuan untuk merangsang siswa dan
memotivasi siswa dalam mengingat kembali cara pengerjaan latihan soal
tersebut dengan menggunakan konsep yang tepat dan akurat sehingga
hasilnya dapat meningkat sesuai dengan KKM yang telah di tentukan
oleh sekolah dan MGMP guru Matematika di SMP Negeri 6 Balikpapan.

KAJIAN PUSTAKA

Belajar
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam
kepribadian yang berupa kecakapan, sikap kebiasaan, dan kepandaian
serta ketrampilan yang akan dicap[ai oleh seseorang. Perubahan ini
biasanya bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 123
hasil dari latihan atau pengalaman. Menurut (Hamalik O : 2008) Proses
belajar bersifat individual dan kontektual, artinya belajar terjadi dalam
diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna(meaningfull learning) merupakan suatu proses
dikaitkannya suatu informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermakmanaan belajar
sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan
antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan
komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.
Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta
belaka, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang selalu
berkesinambungan dan menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilakan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang diperoleh
dan dipelajari akan dapat dip[ahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan. Menurut Djamarah (1994), latihan merupakan suatu cara
mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
selain itu dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan,
ketepatan, kesempatan dan ketrampilan.

Hasil Belajar Matematika


Menurut Sumadi S. (1991), mengemukakan hal-hal pokok dalam
belajar adalah membawa perubahan, yang pada pokoknya di dapat
kecakapan baru sehingga menhasilkan sesuatu karena usaha. Menurut
Slameto(1998), tes hasil adalah sekelompok pertanyaan berbentuk lisan
maupun tulisan yang harus di jawab atau diselesaikan oleh siswa dengan
tujuan mengukur kemajuan belajar siswa.
Menurut Herman H (2002), Matematika dipandang sebagai
struktur dari hubungan-hubungan, maka suatu simbol formal diperlukan
untuk membantu memanipulasi atauran-aturan dengan operasi yang telah
di tentukan sehingga dapat dibentuk konsep baru, karena adanya
pemahaman konsep sebelumnya.
Jadi dari ketiga pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud hasil belajar Matematika dalam penelitian ini adalah :
perubahan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan
belajarmatematika yang dapat menghasilkan nilai tertentu yang didapat
dari hasil dan diukur dengan rata-rata hasil tes yang diberikan.

124 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Pengajaran
Pengajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang mana di
dalamnya ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Tugas dan
tanggungjawab utama seorang guru atau pengajar adalah mengelola
pembelajaran, membimbing, dan melatih peserta didik menjadi lebih
efektif, dinamis efisien dan mempunyai dampak yang positif sehingga
yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan diri
dalam pengajaran adalah peserta didik itu sendiri. Adapun yang harus
dimiliki seorang guru agar pembelajaran berjalan lebih efektif dan positif
(A.Rohani,1995) adalah sebagai berikut :
o Penguasaan Bahan Pengajaran
o Penggunaan Bahasa
o Penggunaan Metode Pembelajaran
o Penggunaan alat-alat Peraga atau media Pembelajaran
o Memhami peserta didik
o Menaruh minat terhadap peserta didik
o Tidak ada deskrimintaif terhadap peserta didik
o Memberikan tugas-tugas yang sesuai
o Adil dala memberikan nilai/angka
o Memiliki rasa humor yang dapat memotivasi siswa belajar aktif
o Kerapian berpakaian
o Menguasai keterlibatan kelas
o Keefektifitasan dalam mengajar
Metode Pembelajaran
Seperti yang telah dikemukakan bahwa belajar dan mengajar
merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan
pengajaran. Mengajar mengacu kepada apa yang di lakukan oleh guru,
dan belajar mengacu kepada apa yang dilakukan oleh siswa. Kedua
kegiatan tersebut menjadi terpadu manakala terjadi hubungan timbale
balik (feed back) antara guru dengan siswa pada saat pembelajaran
berlangsung. Bentuk hubungan timbsl bslik tersebut yang disebut
metode atau cara belajar mengajar, namun beberapa orang member
batasan yang lebih luas khusus mengenai metode belajar mengajar
(Suryobroto : 1996) menegaskan bahwa metode pengajaran adalah cara-
cara pelaksanaan dari pada proses peengajaran atau soal bagaimana
tekniknya suatu bahan pelajaran diberikan di sekolah. Wiryawan (2002)
mengemukakan : “metode mengajar adalah adalah cara yang digunakan
guru dalam mengajarkan satuan atau unit materi pelajaran dengan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 125
memusatkan pada keseluruhan proses atau situasi belajar untuk
mencapai tujuan “.
Dari kedua pendapat tersebut diatas, maka seorang guru yang
bertanggungjawab harus mampu menciptakan kegiatan belajar mengajar
menjadi kondusif sehingga hasil yang dicapai dari hasil belajar menjadi
maksimal mungkin, dengan tidak mensampingkan keterlibatan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Oleh karena itu guru harus
mampu memiliki dan menetapkan metode mengajar yang paling efektif
dan efisien sesuai dengan kondisi dan situasianya, dan kemudian
menetapkan alat-alat peraga atau media pembelajaran serta sumber-
sumber yang diperlukan untuk memberikan kreatifitas kepada siswa
sehingga tujuan interaksional dapat tercapai.
Suatu metode mengajar, khususnya Matematika harus memiliki
kriteria sebagai berikut ( Wiryawan : 2002 ) :
o Dapat mengarahkan perhatian siswa terhadap hakikat belajar
Matematika yang spesifik sehingga ia akan mengetahui dengan
pasti tentang apa yang diharapkan.
o Dapat memberikan atau motivasi belajar Matematika
o Dapat meningkatkan interest terhadap Matematika
o Dapat memberikan umpan balik dengan segera
o Dapat memberikan kesempatan untuk menguasai dengan
kecepatan/kemampuan sendiri.
o Dapat mengembangkan dan membina sikap positif terhadap diri
sendiri, guru, materi pelajaran dan proses pendidikan pada
umumnya.
o Dalam menentukan kegiatan belajar mengajar itu, harus
diperhatikan pula sumber-sumber instruksional yang berkaitan
dengan pemilihan kegiatan mengajar (metode mengajar) dan
kegiatan belajar siswa, siswa
o antara lain pemilihan alat-alat pendukung/media yang dapat
memberikan motivasi kepada siswa dan memberikan cara yang
sangat efektif untuk menjelaskan dan melukiskan isi/materi
pelajaran Matematika.

Latihan Soal Terbimbing


Menurut Djamarah (1994), latihan merupakan suatu cara
mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
selain itu dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan,
126 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
ketepatan, kesempatan dan ketrampilan. Biasanya setelah selesai materi
yang diajarkan, gru memberikan latihan soal kepada siswa, yang dalam
pelaksanaannya untuk menentukan jawaban atas pertanyaan –
pertanyaan tersebut dan siswa mendapat bimbingan dari guru, sehingga
dalam menyelesaikan soal tersebut telah diberikan tahapan-tahapan
penyelesaiannya. Selain dari itu guru memberikan bimbingan baik
kelompok maupu ndividual dalam menjawab soal-soal yang
diberikan(Simanjuntak :2003).
Sedangkan menurut (Suryobroto : 1996), menjelaskan bahwa
latihan soal dapat merangsang sisawa untuk mengingat kembali cara
penegerjaan suatu konsep dan memberikan kesempatan kepada siswa
untuk dapat memecahkan masalahnya dengan sikap yang logis, kritis,
cermat dan kreatif. Jadi jika orang berfikir tentang melatih ketrampilan
martematika, kebanyakan ereka memikirkan tentang latihan tertulis yang
mempunyai sifat, yaitu jelas dan tepat, bervariasi, memasukkan aktivitas
pemeliharaan dan perluasan bervariasi dalam tingkat kesulitan, jadi
mereka dapat member skor sendiri atau dsiskor dan memuat aktivitas
pengayaan. Dari beberapa keterangan tersebut diatas maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud Latihan Soal Terbimbing dalam
penelitian ini adalah soal latihan yang di berikan kepada siswa, dalam
pelaksanaannya pada setiap awal pokok pembahasan konsep yang
hendak diberikan dijelaskan dengan contoh dan cara pengerjaan yang
sederhana, kemudian setiap akhir sub pokok bahasan diberikan tugas
dan bimbingan pelatihan yang bertujuan untuk merangsang dan
memotivasi siswa dalam mengingat kembali cara pengerjaan atau
penyelesaian latihan soal tersebut dengan menggunakan konsep yang
tepat dan akurat serta konkret hasilnya.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dala penelitian ini adalah Penelitian


Tindakan Kelas. Penelitian Tindakan Kelas adalah kajian tentang situasi
social dengan maksud untuk meningkatkan kuantitas tindakan di
dalamnya. Seluruh kegiatan dan proses, telaah, diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan pengaruh menciptakan hubungan yang
diperlukan antara evaluasi diri danperkembangan professional (Tim
Pelatihan DIKTI, 2006)
Menurut Kemmis dan Taggart (dalam Aqib, 2006) menyatakan
bahwa penelitian tindakan kelas adalah suatu penelitian yang bersifat
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 127
reflektif diri yang dilakukan oleh peserta-peserta tindakan dalam situasi
social untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik pendidikan
dan ssosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktik-praktik
itu terhadap situasi tempat mereka melakukan praktik dan kegiatan
tersebut. Secara rinci prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 4
langkah utama yaitu : perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi
hasil penelitian tindakan kelas.
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan pada bulan Oktober
sampai bulan November 2014 semester I Tahun Pembelajaran
2013/2014 di SMP Negeri 6 Balikpapan – Kalimantan Timur. Subjek
dalam Penelitian ini adalah siswa Kelas VII-1 SMP Negeri 6 Balikpapan
sebanyak 40 orang dan sebagai objek penelitian adalah Penerapan
Pembelajaran dengan Metode Latihan Soal Terbimbing. Teknik
pengumpulan data dalam peneliitian ini melalui tugas, tes awal test akhir
siklus dan observasi. Tes hasil belajar pada siklus 1 ditetapkan sebagai
skor dasar. Tugas berupa, tugas individu dan tugas kelompok untuk
mengetahui hasil belajar matematika pada setiap siklus. Tugas individu
berupa tugas pekerjaan rumah. Sedangkan tugas kelompok berupa
lembar kegiatan siswa yang di kerjakan di kelas atau berbentuk
klipping. Tes hasil belajar setiap siklus untuk mengetahui peningkatan
hasil belajar setiap siklus. Bentuk soal pada test yang akan diberikan
kepada siswa adalah soal uraian. Dan untuk observasi menggunakan
tabel pedoman observasi untuk mengetahui aktivitas siawa dan aktivitas
guru pada saat pembelajaran berlangsung.
Teknik analisis data penelitian ini secara deskriptif yang artinya
hanya memaparkan data yang diperoleh melalui observasi dan test hasil
belajar. Data yang di peroleh kemudian disusun dan di ranking,
dijelaskan dan dianlisis dengan cara menggambarkan atau
mendeskripsikan data tersebut kedalam bentuk yang sederhana. Paparan
data menggunakan rata-rata yang diperoleh siswa kemudian di
presentase setiap siklus dibandingkan dan di refleksi pada siklus
berikutnya. Indikator merupakan tolok ukur melasanakan pembelajaran
yang berlangsung selama penelitian berhasil meningkatkan hasil belajar
siswa, jika terjadi peningkatan rata-rata hasil test untuk setiap putaran
dari tingkat keberhasilan siswa dalam persentase. Untuk mengetahui
kriteria hasil belajar itu baik atau tidaknya pada tabel 1 berikut ini.

128 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Tabel 1. Kriteria Hasil belajar secara Kualitas dan Kuantitas
Rata-rata nilai hasil Nilai Kualitas
belajar siswa
(Nilai Kuantitas) Huruf Kriteria
79 < x ≤ 100 A Sangat Baik
69 < x ≤ 79 B Baik
59 < x ≤ 69 C Cukup
49 < x ≤ 59 D Kurang
0 < x ≤ 49 E Sangat Kurang
Sumber : Depdiknas (2004)

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 6 Balikpapan


Semester I Tahun Pembelajaran 2014 / 2015. Siswa yang menjadi subjek
penelitian adalah sisawa Kelas VII – 2 yang berjumlah 40 siswa.
Pengamat dalam proses pembelajaran atau sebagai observer adalah salah
satu guru di SMP Negeri 6 Balikpapan untuk mengamati aktifitas
peneliti dalam menyampaikan materi dan untuk mengamati aktifitas
seuruh siswa dalam prses pembelajaran dilakukan oleh peneliti bersama
observer/pengamat.
Secara garis besar, hasil yang di peroleh dari penelitian ini adalah
hasil observasi dan hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa diperoleh dari
rata-rata nilai tugas dan nilai tes pada tiap akhir siklus. Hasil observasi
secara keseluruhan dapat dilihat seperti pada tabel 2. Selanjutnya
pengkatagorian hasil belajar Metematika siswa pada setiap siklus
direkapitulasi pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai siswa pada Siklus 1 sebagai Test Awal
Pelaksanaan Modus Kriteria
Aktivitas Aktivitas Aktivitas Aktivitas
Siswa Guru Siswa Guru
Siklus I 2 3 Kurang Cukup
Siklus II 3 4 Cukup Baik
Siklus III 4 4 Baik Baik
Setelah kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan dari satu
siklus I sampai pada siklus III aktivitas siswa dalam kegiatan belajar
mengajar terdapat perubahan prestasi yang sangat signifikan, hal ini
dapat dilihat dari perolehan nilai pada siklus ke I rata-rata nilai siswa
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 129
hanya mencapai 50,13 % dengan nilai rata-rata yang diperoleh oleh
siswa di kelas VII – 2 belum mencapai standar kriteria ketuntasan
minimal yang di tetapkan oleh sekolah yaitu 75. Tetapi pada siklus ke II
setelah kegiatan penelitian tindakan kelas dilakukan dan di terapkan
sesuai dengan kaidah dan aturan dalam penelitian tindakan kelas terdapat
kenaikan prestasi dengan rata-rata nilai yang dicapai oleh siswa kelas
VII-2 adalah 66,13 %.
Berdasarkan hasil observasi terhadap aktivitas guru dalam
mengelola pembelajaran dengan metode latihan soal terbimbing pada
silus I, masih banyak kekurangan, sebagai contoh masih terkesan kaku
dalam menjalankan langkah-langkah pembelajaran yang telah di susun
dalam rencana pembelajaran berdasarkan metode latihan soal
terbimbing. Selain itu guru juga belum maksimal mengelola kelas dan
masih banyak siswa yang belum mengikuti tahapan-tahapan dalam
latihan soal terbimbing. Guru juga belum sepenuhnya mampu
memanagemen waktu pembelajaran sehingga ada fase pembelajaran
yang terlewatkan yaitu fase latihan soal lanjutan. Berdsarkan hasil
observasi yang dilakukan peneliti terhadap aktivitas siswa selama
pembelajaran meningkat pada setiap siklusnya.
Pada siklus I siswa belum menunjukkan kesungguhan dala
belajar hal ini karena siswa masih terbiasa siswa dengan metode
pembelajaran langsung yang selalu diterapkan oleh guru matyematika
selama proses pembelajaran terhadap siswa. Hal ini membuat siswa
merasa bosan dalam belajar matematika. Karena merode yang di
gunakan monoton dan semua aktifitas belajar didominasi oleh guru,
sehingga siswa hanya pasif mendengarkan guru mempresentasikan
materi pelajaran, kemudian siswa mencatat apa yang ditulis oleh guru
sehingga siswa kurang aktif dan tidak di libatkan dalam pembelajaran.
Walaupun pada siklus I ke siklus II hanya terdapat kenaikan
presentase kenaikan nilai rata-rata 16, 00 % siswa sudah mulai ada
peningkatan prestasi belajar dan kemauan belajar yang lebih giat, karena
seluruh siswa sudah mengikuti petunjuk guru dalam menyelesaikan
latihan soal dengan metode latihan soal terbimbing. Namun pada siklus
ke II belum mencapai nilai sesuai standar KKM yaitu 75. Setelah
dilakukan perbaikan-perbaikan dalam pengajaran dengan latihan soal
terbimbing maka dari siklus 1 ke siklus 2 terdapat kenaikan presentase
nilai sebesar 16,00 %.

130 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Pada siklus ke II aktivitas siswa sudah mulai meningkat dengan
baik sudah menerapkan latihan soal dengan metode terbimbing sesuai
dengan petunjuk guru matematika atau penelti, tetapi belum sempurna
secara menyeluruh dan hasil pada siklus II sudah lebih baik dari pada
siklus I. Sehingga pada siklus ke III nilai yang diperoleh siswa kelas VII
– 1 sudah dapat mencapai ketentuan dari Kriteria Ketuntasan Minimal
yang di tetapkan oleh sekolah karena nilai yang diperoleh oleh siswa
kelas VII-1 sudah bisa melampaui KKM yang ditetapkan oleh sekolah
yaitu 75, karena pada siklus ke III tersebut presentase perolehan nilai
siswa dapat mencapai rata-rata 93,13 %. Dari siklus 2 ke siklus 3
terdapat kenaikan presentase nilai 27,00 % secara klasikal siswa di
dalam kelas.
Dengan demikian penelitian tindakan kelas ini dapat dipakai oleh
seluruh guru Matematika karena peda penelitian ini terdapat kenaikan
dan pencapain prestasi nilai siswa yang selalu meningkat dari siklus 1
hanya diperoleh nilai rata-rata siswa 53,42 % dan pada siklus ke 2
diperoleh nilai rata-rata siswa 71,33 % dan pada siklus ke 3 nilai rata-
rata yang diperoleh oleh siswa kelas VII-1 dapat meningkat menjadi
91,78 %. Dari antar siklus tersebut presentase yang diperoleh kenaikan
17,91 % dari siklus 1 ke siklus 2, sedangkan dari siklus 2 ke siklus 3
terdapat kenaikan rata-rata presentase nilai 20,45 %. Aktivitas seluruh
siswa dari siklus 1, siklus 2 dan siklus ke 3 selalu terdapat perubahan
antara seluruh tersebut hal ini ditunjukkan dengan perubahan sikap siswa
dan nilai yang semakin meningkat anta siklus. Mengapa hal ini terjadi
pada dasar pada siklus 1 atau pada siswa awal siswa belum begitu
tertarik dan termotivasi dalam belajarnya .
Dikarenakan siswa belum mencintai teknik pembelajaran dan
penyelesaian soal matematika dengan metode latihan soal terbimbing,
setelah mereka menemukan dan mencintai metode tersebut merasa
termotivasi sehingga setiap siklus yang diberikan oleh guru selalu ada
perubahan-perubahan yang signifikan dakam memperoleh nilai antar
siklus tersebut. Setelah metode latihan soal terbimbing dilakukan dan di
laksanakan ternyata seluruh siswa lebih aktif, kreatif dan mereka merasa
lebih senang dan dapat termotivasi dalam belajarnya sehingga para siswa
dapat menyelesaikan soal-soal yang di berikan oleh guru dapat
diselesaikan dengan mudah.
Dalam hal ini seluruh siswa sudah dapat menemukan metode
dengan gagasan mereka sendiri untuk menyelesaikan soal atau materi
pelajaran matematika yang di berikan oleh guru. Teknik yang dilakukan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 131
berbagai siswa tidak sama walaupun metode yang di berikan oleh guru
sama namun siswa juga dapat menyelesaikan soal dengan cara mereka
temukan sendiri setelah banyak berbagai contoh dalam latihan soal
terbimbing yang diberikan oleh guru matematika di dalam pembelajaran
yang berlangsung di dalam kelas. Diharapkan dalam menyelesaikan
materi-materi pembelajaran matematika pada bahasan yang lain dapat
pula digunakan dengan metode latihan soal terbimbing yang dapat
memudahkan seluruh siswa dalam pembelajaran matematika di dalam
kelas maupun tugas-tugas pekerjaan rumah atau tugas latihan soal yang
lain dapat mereka selesaikan sendiri dengan mudah.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah kita ambil suatu kesimpulan
secara menyeluruh atau secara klasikal bahwa dengan Melalui Metode
Penerapan Latihan Soal Terbimbing dapat diterapkan untuk semua kelas
VII di SMP Negeri 6 Balikpapan bagi seluruh guru Matematika untuk
mencoba dan menerapkan metode tersebut di seluruh kelas yang
diajarkan bagi seluruh siswa. Sehingga dapat diperoleh hasil yang dapat
memuaskan bagi siswa dan juga bagi guru mata pelajaran Matematika.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan


dengan menerapkan Metode Latihan Soal Terbimbing dalam
pembelajaran Matematika pada siswa kelas VII-2 di SMP Negeri 6
Semester Ganjil Tahun Pembelajaran 2014/2015 dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas VII-2 di SMP Negeri 6 Balikpapan yang
dapat mencapai dan melampaui nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah
yaitu 75, secara keseluruhan siswa dapat memperoleh nilai rata-rata
91,78.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka


disarankan kepada Guru mata pelajaran matematika agar mengkaji
materi pelajaran yang cocok, untuk diterapkan dengan latihan metode
soal terbimbing, untuk lebih kreatif dan inovatif dalam memilih strategi
pembelajaran yang relevan dengan materi untuk menciptakan
lingkungan belajar lebih menyenangkan dan lebih menarik sehingga
dapat memacu dan dapat memotivasi siswa dalam belajar.
132 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Pihak sekolah agar dapat memfasilitasi semua kebutuhan guru
dan siswa dalam pembelajaran melalui penerapan strategi pembelajaran
yang di gunakan. Pihak sekolah agar memberikan sarana dan prasarana
yang sangat menunjang dalam pembelajaran matematika seperti alat
peraga dan media pembelajaran yang lain termasuk buku mata pelajaran
matematika yang relevan dalam menunjang berlangsungnya proses
belajar mengajar di dalam kelas. Bagi Dinas pendidikan kota Balikpapan
agar memberikan informasi yang akurat sehingga guru mata pelajaran
Matematika dapat berkreasi dalam meningkatkan prestasinya melalui
penulisan dan pembuatan penelitian Tindakan Kelas setiap saat guna
perbaikan prestasi belajar bagi peserta didik di setiap jenjang
pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, 2005, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.
Aqib Zainal, 2006, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung : Yrama Widya.
Depdiknas, 2004, Kurikulum Pendidikan Dasar, Jakarta. Departemen
Pendidikan Nasional.
Djamarah, SB, 1994, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta. PT Rineka
Cipta.
Hamalik, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta, PT Bumi Aksara.
Herman, H. 2008, Murid Belajar Mandiri, Bandung, CV Remaja Karya.
Kunandar, 2007, Guru Profesional, Jakarta, PT raja Grafindo Persada.
Rahaju, Endah Budi, dkk. 2008, Contectual Teaching and Learning
Matematika IX Sekolah Menengah Pertama / Madrasah
Tsanawiyah Kelas VII, VIII dan IX, Edisi 4, Jakarta, Pusat
Perbukuan.
Simanjuntak, 2003, Metode Mengajar Matematika, Jakarta, Rineka
Cipta.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 133


134 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR IPA MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF ROTASI BUMI

Ramelan
Guru IPA SMK Negeri 2 Balikpapan

Abstrak

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas yang


bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa
melalui Model Pembelajaran Kooperatif Di Kelas X
Akuntansi Di SMK Negeri 2 Balikpapan. Penelitian ini
terdiri dari 3 siklus setiap siklus terdiri dari dua kali
pertemuan dan setiap akhir siklus dilakukan tes akhir hasil
belajar. Nilai rata-rata ulangan harian sebelumnya
menjadi dasar penelitian yaitu 53,03 dimana nilai tersebut
belum memenuhi standar KKM yang di tetapkan oleh pihak
sekolah yaitu 75. Setelah upaya peningkatan prestasi
belajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif dan di
tambah dengan tugas serta latihan soal tentang terdapat
kenaikan rata-rata nilai yang diperoleh pada siklus II
menjadi 65,45. Pada siklus II terjadi peningkatan prestasi
sebesar 12,42%, demikian pula dari siklus II ke siklus III
nilai rata-rata dari 65,45 mengalami peningkatan rata-
ratanya menjadi 91,82. Dari siklus I ke siklus II aktivitas
siswa dinilai cukup dan pada siklus ke III aktivitas siswa
dinilai baik. Kenaikan prestasi belajar yang diperoleh
adalah sebesar 29,65%. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dengan model pembelajaran kooperatif pada
kompetensi Rotasi Bumi ternyata dapat meningkatkan
prestasi belajar siswa kelas.
Kata Kunci : Prestasi Belajar siswa

PENDAHULUAN
Latar belakang dari penelitian tindakan kelas ini adalah
rendahnya nilai hasil belajar IPA siswa yang tidak mencapai 75 di Kelas
X Akuntasi 4 pada Kompetensi Dasar Rotasi Bumi di semester 1 SMK
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 135
Negeri 2 Balikpapan, maka penulis membuat cara pembelajaran melalui
model pembelajaran kooperatif di kelas X Akuntansi 4 semester 1 Tahun
Pembelajaran 2012 / 2013 yang mengarah kepada keterlibatan semua
anak atau aktivitas belajar seluruh siswa sehingga pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas secara
berkelompok.
Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di
kelas RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah 75 di SMK
Negeri 2 Balikpapan untuk nilai mata pelajaran IPA. Maka apabila nilai
rata-rata di dalam kelas tersebut belum mencapai 75 berarti masih belum
tuntas nilainya di kelas tersebut dan perlu diadakan remedial atau
perbaikan ulang sehingga siswa memperoleh nilai yang standarnya
sesuai dengan KKM yang telah di tentukan oleh pihak sekolah yang
bersangkutan yaitu SMK Negeri 2 Balikpapan, khususnya untuk kelas
RSBI.
Hasil nilai ulangan yang pertama sebagai acuan dan
refleksi/pencerminan dan tindak lanjut untuk mengevaluasi dan
menganalisa kekurangan yang dihadapi di dalam kelas sebagai perbaikan
untuk ulangan berikutnya atau siklus berikutnya, penelitian ini
dilaksanakan dengan 3 siklus yaitu dari siklus 1 sampai dengan siklus 3
yang dimulai dari penjajagan test awal sebagai masukan atau dasar nilai
siklus 1 dan siklus 2 serta siklus 3 sebagai refleksi dan tindak lanjut
untuk menentukan tahap berikutnya agar nilai anak dapat mencapai
nilai Kriteria Ketuntasan Minimal /KKM yaitu 75 yang berlaku untuk
kelas RSBI di SMK Negeri 2 Balikpapan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini
adalah apakah dengan melalui model pembelajaran kooperatif
kompetensi dasar Rotasi Bumi di kelas X Akuntansi 4 semester ganjil
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa di SMK Negeri 2
Balikpapan Tahun Pembelajaran 2013/2014. Penelitian ini diharapkan
mencapai sasaran pada peneliti atau guru dan siswa, sekolah dan
masyarakat, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini antara lain
menumbuhkembangkan minat belajar IPA dengan melalui model
pembelajaran kooperatif dan melatih siswa, agar siswa mempunyai
keterampilan dan kesempatan kepada anak untuk memperoleh berbagai
informasi dari hasil kerja kelompoknya dengan pengamatannya sendiri
dan pengalamannya sendiri sehingga mendapatkan data yang akurat dan
konkrit.
136 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
KAJIAN PUSTAKA

Hakekat Pembelajaran IPA


Pada prinsipnya hakekat pembelajaran IPA telah dirumuskan dan
ditafsirkan oleh para ahli berbeda-beda antara yang satu dengan yang
lainnya. Tetapi para ahli menafsirkan tentang hakekat IPA antara lain
menurut Trianto (2007:42) pembelajaran kooperatif disusun untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam suatu kelompok.
Menurut Ismail (2002) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja
sama, yakni kerja sama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai
suatu tujuan.
Para siswa dibagai menjadi kelompok-kolompok kecil dan
diarahkan untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang telah
ditentukan. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk
membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok
melalui diskusi. Menurut Kunandar (2009:359) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa
kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja sama dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Dalam hal ini siswa kelompok atas akan menjadi tutor sebaya
bagi siswa kelompok bawah, sehingga memperoleh bantuan khusus dari
teman sebaya yang memliki orientasi dan bahasa yang sama. Amin
(1980:15) berpendapat bahwa pembelajaran secara kooperatif dapat
menambah wawasan bagi para siswa untuk mendapatkan konsep-konsep
IPA secara konkrit nyata dalam pengamatannya secara langsung.
Muryono (1993) mengatakan konsep IPA dapat diperoleh secara konkrit
melalui disukusi kelompok dalam memcahkan suatu masalah IPA,
sehingga hasil prestasi belajar siswa dapat meningkat.
Di dalam kegiatan pembelajaran IPA para siswa di samping
mendapat informasi dari guru mata pelajaran dan guru mitra, para siswa
bisa memahami, mengamati mendiskusikan dan menyimpulkan serta
melakukan diskusi dan presentasi secara langsung dengan menurut
kelompoknya yang dapat memudahkan mereka sebagai alat bantu dalam
kegiatan pembelajaran yang dihadapi. Model Pembelajaran Kooperatif
adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan
interaksi yang saling asah, asih dan asuh antar siswa untuk menghindari
ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 137
permusuhan. Pembelajaran kooperatif disusun untuk mencapai tujuan
bersama, dan juga disusun untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepimimpinan dan
membuat keputusan dalam kelompok.
Adapun unsur-unsur pembelajaran secara kooperatif menurut
Kunandar(2009;359) adalah sebagai berikut: Saling ketergantungan
positif yaitu guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan antar sesama. Dengan membutuhkan antar
sesama, maka mereka me rasa saling ketergantungan satu sama lainnya.
Interaksi tatap muka menurut siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya
dengan guru tetapi dengan sesama siswa lainnya Akuntabilitas
individual yaitu penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual.
Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi yaitu menumbuhkan
ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi.

Belajar
Belajar adalah merupakan suatu proses yang tidak sederhana
melainkan sangat kompleks, dari hasil pengalaman dan pengamatan.
Penulis mengajukan prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya dalam
belajar siswa harus mempunyai tujuan. Tujuan harus timbul dan muncul
dari diri sendiri oleh siswa tersebut dan berhubungan dengan kebutuhan
hidupnya bukan dipaksa oleh orang lain. Siswa harus bersedia dan
mengalami berbagai kesukaran dan tekun berusaha untuk mencapai
suatu tujuan, belajar dapat berhasil jika tercapai kematangan berbuat
melakukan dan memberikan sukses yang menyenangkan. Belajar dapat
terbukti jika ada perubahan dalam tingkah laku dan adanya penambahan,
keterampilan dan pengetahuan serta pengalaman. Belajar tidak hanya
semata-mata dengan otak saja tetapi juga harus dibarengi dengan
jasmani, rohani, dan pengendalian diri. Ulangan dan latihan perlu tetapi
harus didahului oleh pemahaman suatu masalah yang akan di hadapi.
Belajar menekankan pada keseimbangan dimensi perkembangan
manusia yang menyentuh dimensi afektif, kognitif dan psikomotorik.

Hasil Belajar
Hasil belajar adalah untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri
tingkah laku perkembangan kemampuan dan pengetahuan siswa
138 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Adapun ciri-ciri tersebut
ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, kemampuan dasar dan
pengalaman yang dimiliki serta motivasi belajar. Nana Sudjana
(1989:21) mengatakan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua factor intern dan factor ekstern. Faktor internnya
adalah kemampuan yang terdapat dalam diri siswa sendiri, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang meliputi 3 aspek yaitu lingkungan,
lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat. Penilaian hasil
belajar IPA siswa dapat dilakukan melalui penelitian, hasil ulangan
umum semester atau ulangan harian. Dapat juga dengan menggunakan
laporan praktikum siswa untuk dinilai. Segala hal yang berkaitan dengan
perilaku siswa terutama mengenai keterampilan proses sikap ilmiah
dapat pula digunakan sebagai unsur yang dinilai.

Prestasi Belajar
Poerwadarminta (1982:768) mengatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai selama mengikuti pelajaran disekolah berupa
nilai atau angka perolehan dari hasil ulangan harian dan ulangan umum
semester II. Kemampuan siswa untuk menunjukkan hasil tertinggi yang
dicapai selama mengikuti pembelajaran disekolah setelah dievaluasi.
Dengan demikian tentunya ada keterkaitan antara usaha dalam belajar ini
diharapkan akan memperoleh kemampuan yang sifatnya kognitif,
efektif, psikomotorik. Dan pada akhirnya mengantarkan siswa dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.

Hakekat IPA Di Sekolah


Dalam GBPP (1993:3) dijelaskan pengertian IPA sebagai hasil
kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah. Proses ini antara lain meliputi
penyelidikan, pengujian dan penyusunan gagasan. IPA merupakan
bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang mempelajari tentang zat
dan energi di dalam alam ini. Ciri khas yang digunakan dalam
mempelajari, mengembangkan dan menentukan sesuatu materi dalam
IPA adalah metode ilmiah, yaitu metode yang dilakukan untuk
memperoleh jawaban dari suatu permasalahan dalam IPA, dengan cara
melakukan eksperimen atau praktek sederhana yang langkah-langkahnya
melalui observasi, pengamatan, pengambilan data, menyusun hipotesis,
menarik kesimpulan dan menguji kembali kesimpulan tersebut.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 139
IPA merupakan suatu ilmu yang lebih memerlukan pemahaman
daripada hafalan. Kunci keberhasilan siswa dalam mempelajari IPA
sangat tergantung dari kemampuan siswa dalam memahami konsep,
hukum/teori dan penerapan matematika. Dari pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa dalam mempelajari IPA diperlukan kegigihan,
ketekunan, ketelitian, ketelatenan, kemampuan, dan kemauan yang
tinggi, serta kesabaran yang tangguh dan teruji untuk mencapai suatu
keberhasilan. Proses meliputi penyelidikan, penyusunan, dan pengujian
gagasan.
Selain itu mata pelajaran IPA adalah program untuk
menanamkan sikap dan nilai ilmiah pada siswa serta mencintai dan
menghargai kekuasaan Tuhan YME. Mata pelajaran IPA di SMK
merupakan perluasan dan pendalaman IPA sedangkan sekolah dasar
sebagai dasar untuk mempelajari perilaku benda dan energi serta
keterkaitan antara konsep dan penerapannya dalam kehidupan nyata.
Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan
tentang lingkungan alam, mengembangkan keterampilan, wawasan dan
kesadaran dalam kehidupan sehari-hari dan prasyarat untuk melanjutkan
ke jenjang pendidikan menengah, serta meningkatkan kesadaran
terhadap kebesaran dan kekuasaan Tuhan YME.
Mata pelajaran IPA di SMK mempunyai tujuan agar siswa
mampu meningkatkan kesadaran dan kelestarian lingkungan,
kebanggaan dan kebesaran serta kekuasaan Tuhan YME, memahami
konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, mengembangkan daya
untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari,
mengembangkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep IPA
dan menumbuhkan nilai dan sikap ilmiah, menerapkan konsep dan
prinsip IPA untuk menghasilkan karya teknologi sederhana yang
berkaitan dengan kebutuhan manusia, memberikan bakat pengetahuan
dasar untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas dengan


menggunakan Metode Kooperatif Learning (Model Kooperatif) dan
pelaksanaannya dilakukan secara kelompok. Pada penelitan ini
digunakan Test awal sebagai nilai pre test pada siklus 1 atau siklus awal,
sedangkan pelaksanaan tindakan nilai diambil setelah kelas pada
140 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
kelompok tersebut diberi perlakuan begitu pada siklus ke 3 memperbaiki
nilai yang belum tuntas pada siklus ke 2. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan Oktober sampai bulan November 2012 pada semester ganjil
di SMK Negeri 2 Balikpapan. Sedangkan kelas yang diambil sebagai
penelitian adalah kelas X Akuntansi 4 sebanyak 33 siswa.
Adapun pelaksanaan penelitian yang pertama adalah
merencanakan tindakan penelitian antara lain menyiapkan rencana
pengajaran dengan kompetensi dasar tentang Rotasi Bumi, membuat
model pembelajaran yang berbentuk kooperatif perkelompok, membuat
lembar observasi tes awal untuk melihat bagaimana kondisi awal belajar
mengajar dikelas ketika latihan atau metode tersebut diaplikasikan dalam
kegiatan pembelajaran, membuat kartu soal atau lembaran soal yang
harus di jawab setiap siswa, menyiapkan LKS dan buku bahan ajar yang
relevan (buku IPA bilingual).
Tindakan penelitian kelas dilakukan dengan 3 siklus. Pada siklus
1 Guru mengobservasi kerja siswa, penilaian diambil dari hasil kerja
siswa. Hasil siklus 1 dianalisis untuk membuat refleksi pada siklus 2.
Pada siklus kedua dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil analisis
pada siklus pertama, yaitu bagaimana hasil serta kekurangan dari
langkah siklus pertama tersebut dan apa akibatnya serta perubahan apa
yang harus dilakukan pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan pada
siklus kedua juga sama dengan pada siklus pertama hanya saja
permasalahan atau sub pokok bahasan yang di berikan pada siswa
merupakan masalah yang baru tentang Rotasi Bumi . Seluruh siswa
diharuskan mengerjakan test yang sama seperti saat penjajagan pada test
awal dilaksanakan. Dalam siklus ketiga dilaksanakan dengan
berpedoman dari hasil siklus kedua kekuramgan apa sajakah yang
dialami oleh setiap siswa dalam kelompok tersebut, dalam siklus ketiga
ini tahapan-tahapan yang dilakukan sam seperti pada silus sebelumnya
tetapi yang membedakan dalam siklus ini adalah sub pokok bahasan
yang diberikan adalah Model Pembelajaran Kooperatif Kompetensi
Dasar Rotasi Bumi sealjutnya setiap siswa mendapat perlakuan yang
sama dan setiap siswa di haruskan untuk mengerjakan test yang serupa
pada saat test penjajagan dan test pada saat siklus kedua. Pada siklus
ketiga tersebut hasilnya dibandingkan mulai dari silus 1, siklus kedua
dan siklus ke tiga dan dilihat presentase kenaikan nilai dari siklus-siklus
tersebut untuk dianalisis dan di bahas dalam hasil penelitian tindakan
kelas yang sudah di lakukan sampai 3 siklus tersebut.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 141


HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Balikpapan pada


semester ganjil Tahun Pembelajaran. Kelas Akuntansi terdiri 4 kelas,
sedangkan sebagai subyek penelitian adalah kelas X Akuntansi 4.
Berdasarkan dari hasil penelitian diperoleh nilai dari siklus 1 sampai
dengan siklus 3 yang berbeda-beda hasilnya yaitu sebagai berikut : pada
siklus 1 memperoleh nilai rata-rata sebesar 53,03 dan pada siklus ke
dua terdapat kenaikan prestasi sehingga nilai rata-rata menjadi 65,45
maka terdapat kenaikan prestasi belajar yaitu 12,42%.
Sedangkan pada siklus ke 3 atau siklus terakhir nilai rata-rata
yang di peroleh oleh siswa adalah 91,82% maka dari siklus 2 ke siklus 3
terdapat kenaikan 26,37 % dari data tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif di kelas X Akuntansi 4
mengalami kenaikan yang signifikan sehingga penelitian tindakan kelas
ini juga dapat di gunakan untuk penelitian oleh guru yang lain dalam
melakukan dan melaksanakan pembelajaran di dalam kelas untuk
meningkatkan kwalitas pembelajaran. Analisa data dilakukan dengan
cara membedakan antara persentase pada data siklus I dengan presentase
pada data siklus II dan siklus III dalam presentase. Ketuntasan belajar
baik secara individual maupun klasikal. Terhadap hasil test awal siklus I
test siklus II dan test akhir siklus III perolehan siswa setelah diberikan
tindakan kelas.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang digunakan adalah
dengan membandingkan data yang diperoleh siswa pada test awal (siklus
I, test siklus II ) dan test akhir (siklus III) setelah diberikan tindakan
kelas dengan metode pembelajaran melalui model kooperatif per
kelompok. Maka prestasinya dapat meningkat menjadi lebih baik.
Berdasarkan dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan ternyata
ada perbedaan yang nyata dan dapat disimpulkan bahwa, peningkatan
prestasi belajar fisika siswa dengan metode pembelajaran kooperatif
pada Kompetensi Dasar Rotasi Bumi Elektron di SMK Negeri 2
Balikpapan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dengan hasil yang
cukup baik.

Siklus 1

142 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Dalam siklus 1 ini seluruh siswa diberikan test awal maka
diperoleh data test awal siklus 1 dengan presntase 53,03 % walaupun ada
siswa yang mendapat nilai tuntas tetapi hanya satu orang. Dalam siklus
ini siswa belum banyak memperoleh informasi secara menyeluruh dan
kongkrit serta lengkap karena siswa belum menerapkan belajar sebara
kooperatif/kelompok dalam pemecahan masalah. Hal ini terbukti bahwa
data test awal (siklus I) diperoleh persentase 53,03 % walaupun ada
beberapa siswa yang menjawab secara kebetulan tinggi nilainya namun
persentasenya sangat kecil. Inilah penyebab utama bagi siswa pada test
awal karena para siswa belum banyak membaca buku dan belum
memperoleh informasi dari teman-teman sekelompoknya sehingga
dalam hal ini peneliti banyak memotivasi seluruh siswa dengan baik dan
para siswa dapat memperoleh informasi dari kelomp[ok mereka sendiri
maupun dari kelompok yang lain.

Siklus 2
Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas pada siklus
II nilainya dapat meningkat seperti yang diperoleh para siswa terdapat
kenaikan presentase dari 53,03 % naik menjadi 65,45% terdapat
kenaikan presentase pada siklus II sebesar 12,42%. Pada siklus II ini
peneliti memulai membelajarkan anak atau peserta didik dengan
membagi menjadi 5 kelompok dengan mennggunakan Model
Kooperatif pada Kompetensi Dasar Konfigurasi Elektron sehingga
Pembelajaran dengan model kooperatif perkelompok di dalam
laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang
mendalam, serta perhatian siswa dapat dipusatkan pada materi yang
diberikan. Selain itu, guru dapat menambahkan informasi yang belum
diketahui siswa serta mengajak diskusi agar wawasan siswa akan materi
yang dipaparkan oleh guru dapat diingat lebih lama oleh siswa. Dari
kriteria yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah
keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya lebih dari 75 secara
individual dan minimal 75% secara klasikal nilainya dapat tercapai,
sehingga penelitian tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan
secara terus menerus untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sedangkan untuk kelas RSBI/Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional secara individual 75 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan
Minimal nilai yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 85 % dari
jumlah siswa di dalam kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak
mencapai 75 maka harus di adakan remedial test/ ulangan perbaikan dari
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 143
test awal. Karena pada siklus II ini para siswa belum mencapai
ketuntasan belajarnya maka perlu diadakan refleksi untuk tahap
berikutnya dimana kekurangan nilai atau hasil yang diperoleh para siswa
belum mencapai rata-rata 75 dari Standart Minimal yang telah di
tentukan dan di targetkan oleh pihak sekolah bagi kelas RSBI / Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional di SMK Negeri 2 Balikpapan. Dengan
demikian untuk tahapan berikutnya peneliti perlu melihat kembali
ketidakberhasilan para siswa terletak dimana sehingga peneliti bisa
meperbaiki langkah berikutnya agar nilai yang dicapai dan di peroleh
seluruh siswa dapat meningkat dengan baik seperti apa yang kita
harapkan bersama dalam peningkatan kwalitas pembelajaran.

Siklus 3
Dengan melihat dari hasil pada siklus 1 dan siklus 2, maka pada
siklus ke 3 ini merefleksi hasil yang di peroleh para siswa yang nilainya
belum mencapai 75 dan mencari apakah kendala yang dihadapi oleh para
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas terutama
dalam menjawab soal test awal siklus 1 dan test akhir pada siklus 2.
Disinilah peneliti berusaha untuk meningkatkan prestasi siswa agar lebih
aktif dalam mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran di dalam
kelas secara berkelompok dalam memecahkan masalah yang di hadapi
dari beberapa kelompok yang berbeda-beda. Ternyata dari beberapa
pendapat para ahli memang benar setelah diterapkan dan dicoba di
lapangan bahwa dengan metode kooperatif perkelompok, ternyata dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih
kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa secara
langsung di dalam laboratorium IPA untuk mendapatkan konsep-konsep
IPA yang lebih kongkrit dan benar serta data yang akurat.
Kelebihan dari model kooperatif adalah dapat meningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan
mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam
pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata
melalui pengamatan mereka sendiri. Kelemahan dari model kooperatif
ini adalah sebelum kegiatan dilaksanakan penelitian harus menyiapkan
alat-alat peraga ataupun bahan-bahan yang akan digunakan dalam
kegiatan termasuk di dalamnya membagi siswa perkelompok dan
sebagainya.

144 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Dengan demikian memerlukan waktu khusus untuk menguji
terlebih dahulu kelayakan alat maupun bahan agar dalam proses
pembelajaran secara kooperatif sedikit ditemukan kesalahan baik dalam
diskusi, presentasi pengukuran maupun ketelitian alat ukur yang
digunakan, serta hasil yang diperoleh dalam kelompok tersebut untuk di
presentasikan dan di simpulkan bersama. Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa dengan model kooperatif perkelompok dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa SMK Negeri 2 Balikpapan-
Kalimantan Timur.
Dengan perbedaan persentase yang signifikan yaitu pada siklus
ke 2 diperoleh nilai rata-rata siswa sebasar 65,45 dan pada siklus ke 3
terdapat kenaikan nilai yang cuykup bagus yaitu naik menjadi 91, 82 ,
maka pada siklus 3 ini terdapat kenaikan nilai yang di peroleh para siswa
yaitu 26,37 % dan rata-rata nilai dari seluruh siswa mencapai ketuntasan
baik secara Individual maupun secara Klasikal di dalam kelas tersebut.
Oleh sebab itu metode tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga
dapat memacu dan memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi
belajar siswa bisa menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan
pada akhirnya para siswa dapat mencapai kepuasan tersendiri dalam
pembelajaran IPA di sekolah, yang tadinya merupakan pelajaran yang
terkadang membosankan setelah mereka melakukan kegiatan diskusi,
presentasi, menentukan hasil sementara yang melibatkan setiap siswa
maka para siswa akan menjadi senang dan terus ingin mencoba
menemukan berbagai masalah yang di hadapi yang mereka kerjakan
bersama menurut kelompoknya masing-masing.
Dan ketika mempresentasikan hasil diskusi mereka, maka
mereka saling mempertahankan hasilnya sesuai dengan kelompoknya
demi mencapai kesepakatan bersama untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik, dan hasilnya menjadi keputusan berasama yang dapat
dijadikan materi pembelajaran yang bermakna dan berkwalitas bagi
majunya pendidikan demi keberhasilan di masa mendatang bagi generasi
penerus perjuangan bangsa dan negara kita yaitu Indonesia pada
umumnya.
Maka dengan metode pembelajaran Kooperatif Learning ini guru
dapat melakukan Penelitian Tindakan Kelas untuk menerapakan dan
melakukan ketika pembelajaran di dalam kelas berlangsung oleh guru
mata pelajaran yang bersangkutan sesuai dengan bidang keahliannya
masingimasing yang terdapat di SMK Negeri 2 Balikpapan.
KESIMPULAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 145
Berdasarkan hasil Penelitian dan Pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa terdapat peningkatatan prestasi belajar dan perbedaan prestasi
belajar yang terdapat pada siklus, siklus 2 dan siklus ke 3 untuk mata
pelajaran IPA dengan model Pembelajan Kooperatif di SMK Negeri 2
Balikpapan Kelas X Akuntansi 4 Semester Ganjil tahun Pembelajaran
2012 / 2013.

SARAN

Dengan adanya model pembelajaran Kooperatif maka dapat


memberikan masukan kepada para guru untuk melakukan Penelitian
Tindakan Kelas serta dapat dipakai sebagai acuan dalam melaksanakan
pembelajaran di dalam maupun diluar kelas. Bagi siswa agar dapat
bekerjasama dengan teman-teman sejawat di dalam lingkungan kelas
atau lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat supaya dapat
menambah rasa percaya diri dalam berkomunikasi maupun bersosialisasi
dalam bidang akademik khusunya mata pelajaran IPA. Bagi guru dengan
model pembelajaran secara Kooperatif setidaknya guru mempunyai
wawasan baru dalam mengembangkan dan memotivasi siswanya dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran IPA dapat lebih menyenangkan
bagi seluruh siswa. Bagi sekolah sebaiknya para guru melakukan dan
menerapkan pembelajaran dengan model kooperatif khususnya mata
pelajaran IPA sehingga diperoleh Pembelajaran yang Aktif, Inovatif,
Kreatif, Edukatif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot (PAIKEM
GEMBROT).

DAFTAR PUSTAKA

Trianto, 2007, Model - model Pembelajaran inovatif Berorientasi


Konstruktivistik, Jakarta : Prestasi Pustaka.
Ismail, 2002, Model-model Pembelajaran, Makalah disajikan dalam
Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi, Direktorat Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta.
Kunandar, 2007, Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : Rajawali Pers.
Slameto, 2000, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya,
Jakarta : Rineka Cipta.
146 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Sukidin, B asrowi dan Susanto, 2002, Manajemen Penelitian Tindakan
Kelas, Jakarta : Insan Cita.
Amin, 1980, Pembelajaran dengan Metode Kooperatif, IKIP
Yogyakarta.
Muryono, Sigit, 1993, Pengembangan Bahan Belajar dan Prestasi
Belajar IPA dan Matematika, Depdikbud, Jakarta.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 147


148 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA
MELALUI PENDEKATAN TERPADU
BIDANG STUDI BAHASA INDONESIA

Supiyati
Guru SD Negeri 006 Balikpapan Selatan

Abstrak

Ketrampilan berbicara bahasa Indonesia sangat penting untuk


dikuasai oleh peserta didik. Peningkatan pembelajaran
keterampilan berbicara bahasa Indonesia harus ditingkatkan.
Meskipun demikian masih banyak peserta didik yang menemui
kesulitan dalam pembelajaran berbicara Indonesia. Penelitian
ini menggunakan data pengamatan aktivitas guru dan siswa
selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dianalisis
dengan menggunakan persentase (%) yaitu jumlah kemunculan
aktivitas siswa dibagi jumlah seluruh siswa dikalikan seratus
persen (100%). Hasil penelitian menunjukkan mulai dari siklus
I, II, III pada pembelajaran berbicara bahasa Indonesia melalui
pendekatan terpadu bidang studi bahasa Indonesia mengalami
peningkatan dilihat dari rata-rata nilai siswa berurutan 69.41,
71.5 dan 71,91. Kemudian dilihat dari aktivitas guru dan siswa
dalam pembelajaran ini semakin meningkat dilihat dari semakin
berkurangnya aktivitas-aktivitas negatif yang dilakukan oleh
siswa pada setiap pembelajaran, selain itu tingkat respon siswa
menyenangkan yang selalu meningkat terhadap pembelajaran
berbicara melalui pendekatan terpadu bidang studi bahasa
Indonesia. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat hubungan
yang erat antara peningkatan pembelajaran berbicara dengan
pendekatan terpadu pada bidang studi bahasa Indonesia dan
terjadi peningkatan hasil belajar ketrampilan berbicara melalui
pendekatan terpadu.
Kata kunci : Pembelajaran berbicara, pendekatan terpadu,
kemampuan berbicara

PENDAHULUAN

Bahasa adalah alat komunikasi yang paling penting bagi kita


untuk berinteraksi dengan sesama. Bagi peserta didik, bahasa menjadi
aspek terpenting dalam membutuhkan kreativitas, dan sebagai jembatan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 149
untuk memperkaya imajinasi mereka. Sehingga penting bagi peserta
didik untuk memahami, menguasai, dan bisa menggunakan bahasa
secara efektif dan komunikatif. Sering kita jumpai di dunia pendidikan,
bahwa tidak semua peserta didik bisa menggunakan bahasa Indonesia
secara efektif dan komunikatif. Bahkan peserta didik yang pandai
sekalipun, ada yang tidak bisa bahasa Indonesia atau tidak bisa berbicara
bahasa Indonesia secara efektif dan komunikatif. Mereka menemukan
kesulitan dalam mentransfer ide, atau gagasan yang ada dalam otaknya
ke dalam sebuah kata atau kalimat-kalimat yang mewakili ide atau
pendapat yang mereka miliki. Hal ini bisa menjadi penghambat bagi
para peserta didik dalam mengembangkan potensi dalam dirinya untuk
berinteraksi aktif dengan lingkungan, karena rasa percaya diri mereka
kurang, agar peserta didik mampu berbahasa Indonesia dengan baik,
maka fokus pelajaran adalah aspek ketrampilan berbahasa Indonesia.
Terdapat 4 keterampilan berbahasa Indonesia yang harus
dikuasai peserta didik, keterampilan berbicara, keterampilan menyimak,
keterampilan membaca, dan keterampilan menulis. Keempat
keterampilan berbahasa Indonesia ini, keterampilan berbicara adalah
keterampilan yang penting sekali untuk dikuasai oleh peserta didik.
Peserta didik akan dapat menyampaikan ide atau pendapatnya kepada
peserta didik lainnya, dengan baik dan lancar, selain itu pendapat yang
disampaikan dapat dimengerti dan dipahami sehingga dapat
menciptakan interaksi yang komunikatif dan efektif dengan peserta didik
lainnya. Keterampilan berbicara bahasa Indonesia merupakan salah satu
aspek dari keterampilan berbahasa Indonesia tidak bisa berdiri sendiri.
Keterampilan ini berkaitan dengan tiga keterampilan berbahasa
Indonesia lainnya, dan tidak dapat dipisahkan. Empat keterampilan
berbahasa Indonesia ini bisa berkembang dengan baik, pada diri peserta
didik bergantung pada cara belajar yang dilakukan oleh peserta. Peserta
didik belajar berbahasa Indonesia melalui berbagai macam cara yang
berbeda-beda. Pengetahuan tentang hakikat perkembangan bahasa anak
baik lisan maupun tertulis, serta perbedaan individual dalam
pemerolehan bahasa sangat mendukung bagi pelaksanaan pembelajaran
bahasa Indonesia dan guru SD perlu menguasai konsep yang terkait
dengan pembelajaran bahasa. Namun, ketrampilan berbahasa terutama
ketrampilan berbicara bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui
teori dan penjelasan saja.

150 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Siswa tidak akan memiliki ketrampilan berbahasa Indonesia
dengan baik jika siswa hanya datang, duduk, mendengarkan dan
mencatat penjelasan guru. Akan tetapi siswa akan terampil berbahasa
Indonesia terutama dalam berbicara dengan banyak berlatih di sekolah
maupun di rumah. Perencanaan kegiatan dalam pembelajaran berbicara
dalam bidang studi bahasa Indonesia merupakan tugas guru, yaitu
bagaimana guru mengelola kurikulum ini menjadi bahan pembelajaran
berbicara yang membuat siswa dapat meningkatkan kemampuannya
dalam berbicara. Winkel (2001:115) mempunyai pendapat sebagai
berikut.
“Keberhasilan dalam belajar ditentukan kualitas pembelajaran
yang dikelola oleh guru, selanjutnya kualitas pembelajaran bergantung
pada cara guru mendesain pembelajaran tersebut dalam praktik kegiatan
belajar misalnya; 1) penyajian materi, 2) pemberian penguatan, 3)
keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar, 4) penghargaan
keberhasilan siswa, yang semuanya itu berada dalam satu sistem
pembelajaran”. Kegiatan pembelajaran berbicara dalam bidang studi
bahasa Indonesia, daya kreatif siswa perlu dikembangkan, maka dari itu
peserta didik dilatih untuk dapat memilih kata-kata yang tepat dan
mudah mentransfer pendapat atau gagasan yang dimilikinya ke dalam
kalimat-kalimat yang mudah dimengerti oleh peserta didik lainnya. Daya
kreatif siswa akan tumbuh apabila siswa diberi kesempatan untuk berani
melakukan sesuatu hal yang berbeda serta menghargai perbedaan dan
keragaman. Dalam pokok-pokok pengajaran bahasa dan kurikulum 2006
dinyatakan bahwa guru dapat mengajar bahasa dengan tiga cara yaitu a)
menjelaskan sesuatu kepada siswa, b) melatih sesuatu kepada siswa, c)
melibatkan siswa di dalam suatu kegiatan berbahasa (Purwo, 1997:19).
Mengajar keterampilan berbahasa Indonesia dalam bidang studi
bahasa Indonesia, terutama ketrampilan berbicara, penyajian uraian atau
penjelasan saja belum mencukupi. Siswa perlu melakukan kegiatan
berbahasa Indonesia dalam konteks yang sesungguhnya. Untuk
mempertajam ketrampilan menggunakan dan memahami bahasa
Indonesia peserta didik perlu diberi peluang menyusun dan
merangkaikan kalimat dalam berbagai keperluan komunikasi baik lisan
maupun tertulis.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
dapat dikemukakan rumusan masalah peneliaian ini adalah
bagaimanakah hubungan antara ketrampilan berbicara bahasa Indonesia
dengan pendekatan terpadu dalam bidang studi bahasa Indonesia dan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 151
bagaimanakah peningkatan hasil belajar peserta didik dalam ketrampilan
berbicara bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan terpadu
pada bidang studi bahasa Indonesia. Tujuan penelitian ini berdasarkan
rumusan masalah yang telah diajukan dan ingin dicapai adalah sebagai
berikut, memperoleh deskripsi tentang ada tidaknya hubungan antara
ketrampilan berbicara bahasa Indonesia dengan pendekatan terpadu;,
memperoleh deskripsi tentang peningkatan hasil belajar peserta didik
dalam ketrampilan berbicara bahasa Indonesia setelah menggunakan
pendekatan terpadu pada bidang studi bahasa Indonesia.

KAJIAN PUSTAKA

Pendekatan Terpadu dalam Bidang Studi Bahasa Indonesia


Pendekatan terpadu dalam bidang studi bahasa Indonesia adalah
pendekatan yang dilandasi oleh pemikiran bahwa aspek-aspek bahasa
Indonesia selalu digunakan secara terpadu dan tidak pernah bahasa
digunakan secara terpisah antara aspek satu dengan aspek yang lain.
Dalam pelajaran bahasa Indonesia, ketrampilan-ketrampilan berbahasa
Indonesia dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan misalnya, ketika
guru mengajarkan membaca kata-kata, sekaligus guru mengajarkan
siswa dalam mengucapkan dengan benar, ada juga guru juga
mengajarkan ketrampilan berbicara bahasa Indonesia, sekaligus
mengajarkan menjadi penyimak yang baik. Guru meminta siswa
menyimak sebuah cerita kemudian siswa diminta untuk menceritakan
kembali cerita yang telah disimaknya atau siswa diminta untuk
mengungkapkan isi cerita itu secara singkat dan siswa yang lain diminta
untuk menanggapinya.
Pendekatan terpadu sering kali disebut sebagai pendekatan
integratif. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya mengenai 4
ketrampilan berbahasa Indonesia, pendekatan ini mendasarkan pada satu
pemahaman bahwa pada hakekatnya tidak ada ketrampilan-ketrampilan
dalam berbahasa atau aspek-aspek yang terdapat dalam berbahasa yang
terpisah, dilihat dari cara belajar peserta didik usia SD yang bersifat
spontan, segera meminta respon, dan holistik. Oleh karena itu guru harus
dengan cermat, teliti dan hati-hati dalam merencanakan kegiatan belajar
mengajar dengan menggunakan pendekatan terpadu, sehingga interaksi
belajar mengajar akan menjadi lebih bermakna bagi para peserta didik.

152 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Selain itu guru juga harus bisa mengajak siswa untuk menciptakan kelas
yang komunikatif dan aktif dalam belajar.
Menurut Yeage, kelas-kelas yang menganut filsafat bahasa
terpadu memiliki kondisi-kondisi antara lain siswa banyak bergaul
dengan literatur (bacaan), siswa merasakan peningkatan dalam
belajarnya dan mereka memperhatikan kesanggupan belajar yang tinggi,
guru-guru berinteraksi dengan siswa baik sebagai pembaca maupun
penulis, guru memperlihatkan perhatian mereka terhadap bacaan dan
penulisan pada umumnya. Kondisi-kondisi kelas seperti inilah yang akan
menghasilkan siswa-siswa yang berpotensi, berbakat baik dalam bidang
akademik maupun bidang non-akademik. Siswa akan sangat semangat
dalam menggali informasi, ingin menambah wawasan, pengetahuan,
selain itu siswa selalu ingin bertukar pikiran, melakukan interaksi
dengan lingkungannya dan menerapkan ilmu-ilmu yang telah
diperolehnya untuk bersosialisasi dengan lingkungannya.
Keterpaduan dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat terjadi
lewat tiga macam cara dalam satu ketrampilan berbahasa Indonesia
antara ketrampilan berbahasa Indonesia dan lintas kurikulum (Busching
dan Schwartz, 2003:16-24). Keterpaduan ini dapat diwujudkan dalam
bentuk ketrampilan menyimak dan berbicara, ketrampilan membaca,
menulis dan berbicara, ketrampilan menyimak, menulis dan membaca.
Terdapat dua model pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu model
kegiatan tunggal rancangan guru dan model lokakarya. Dalam model
model kegiatan tunggal rancangan guru, guru mengajak siswa untuk
melakukan percakapan secara spontan dengan saling memberikan
informasi. Misalnya, guru mengajak siswa untuk menciptakan situasi di
luar sekolah, seperti pasar, siswa dengan sendirinya akan melakukan
interaksi-interaksi dalam pasar. Siswa dengan sendirinya akan
melakukan pertukaran komunikasi berupa menawarkan, menawar,
mempengaruhi dan menyetujui. Dapat juga siswa diajak untuk bermain
peran atau drama.
Dalam model lokakarya, guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk menentukan materi / bahan yang digunakan dan KBM
sedangkan guru hanya menentukan jadwal waktu dan jenis kegiatan
yang mewakili bahan ajar. Siswa diberikan kesempatan untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengatasi sendiri masalah
yang terdapat dalam KBM yang dilaksanakannya. Siswa juga akan bisa
belajar dari kesalahan-kesalahan yang dilakukannya untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 153
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu
yangbelajar. Bukan saja perubahan yang mengenai pengetahuan,
tetapijuga kemampuan untuk membentuk kecakapan dalam bersikap.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah proses
pembelajaran dalam waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan
alat evaluasi tertentu.
Hasil belajar, tidak terlepas dari kata belajar itu sendiri. Moh
Surya (dalam A Sudrajat (2011; 41) ”belajar dapat diartikan sebagai
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku
baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu
sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.Pengertian dan
pandangan tentang belajar memiliki cakupan yang sangat kompleks,
meliputi berbagai aspek kehidupan, belajar dilakukan secara terus
menerus, baik dalam suasana formal maupun informal dengan setting
yang berbeda, dilingkungan keluarga, organisasi, mengisi waktu
senggang, melalui kegiatan kemasyarakatan, dan setiap aktivitas yang
bersifat praktis lainnya. Lebih lanjutASudrajat (2011; 42) mengatakan
kata kunci dari belajar adalah: “perubahan perilaku sebagai hasil belajar
atau prestasi belajar”. Seseorang atau individu dikatakan mengalami
proses belajar ditandai dengan munculnya perubahan-perubahan yang
positif dalam dirinya, suatu keberhasilan atau kegagalan pendidikan
tergantung pada bagaimana proses belajar yang dilakukan dan dialami
oleh siswa baik ketika berada di sekolah maupun ketika berada dalam
lingkungan keluarga, masyarakat.
Keberhasilan dalam melaksanakan kurikulum pendidikan yang
dikelompokkan pada empat jenis belajar, Tukiran dkk (2011; 9)
menyatakan empat pilar tersebut adalah:
1). Belajar mengetahui (learning to know) yakni mendapatkan instrumen
atau pemahaman
2). Belajar berbuat (learning to do) yakni mampu bertindak kreatif di
lingkungannya dengan belajar mengetahui dan berbuat sampai batas
yang luas
3). Belajar hidup bersama (learning to live together) yakni mampu
berperan serta dan kerja sama dengan orang lain dalam semua
kegiatan manuasia,
4). Belajar menjadi seseorang (learning to be) yakni kemajuan dari
kelanjutan tiga sendi diatas sehingga pendidikan akan memberi
154 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
sumbangsih nyata pada perkembangan seutuhnya dari setiap jiwa,
raga, inteligensia, kepekaan, tanggung jawab.
Terkait dengan teori tentang belajar di atas, maka proses dari
belajar itu akan menghasilkan suatu hasil belajar. Tentang hasil belajar
ini, S Arikunto (dalam Ekawarna 2009; 41) mengemukakan bahwa ”hasil
belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa, hasil belajar ini biasanya
dinyatakan dalam angka huruf atau kata-kata, baik sedang ataupun
kurang. Penilaian hasil belajar oleh guru adalah untuk mengetahui
sejauhmana efektivitas proses belajar, ketepatan proses pengajaran dan
strategi belajar yang digunakan serta tingkat kemampuan kesiapan
siswa”.Makna dasar yang terkandung dalam teori di atas bahwa hasil
belajar adalah pencapaian hasil oleh siswa setelah melakukan kegiatan
pembelajaran.

Penelitian Tindakan Kelas


Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu bentuk
penelitian yang bersifat praktis dengan melakukan tindakan-tindakan
yang dilakukan di kelas dan bertujuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan praktik pembelajaran yang ada (Kasmani, 1998:1).
Sedangkan menurut Kemmis (dalam Ardiana 2001:1), Penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah sebagai bentuk kajian yang bersifat refleksi
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari tindakan itu dalam melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki
kondisi tempat praktik pembelajaran itu dilakukan.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang berusaha
memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran yang ada sebelumnya.
Dalam suatu penelitian, metodologi merupakan hal yang penting karena
dalam metode pengembangan penelitian memberikan panduan kepada
peneliti tentang bagaimana melakukan penelitian dengan urutan, atau
teknik yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Berhasil tidaknya
suatu penelitian sebagian besar tergantung pada metode penelitian yang
digunakan. Namun tidak ada metode yang bisa dilakukan mutlak baik
setiap metode tentu mengandung kelebihan dan kelemahan. Oleh karena
itu, di dalam memilih suatu metode penelitian yang nantinya digunakan
hendaknya harus disesuaikan dengan objek yang akan diteliti. Metode

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 155


pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian antara lain
wawancara, observasi dan tes.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif karena


penelitian ini menggambarkan atau mendiskripsikan hasil penelitian apa
adanya dan belajar siswa berupa angka. Penelitian ini juga merupakan
penelitian tindakan kelas (PTK) karena tujuan utama PTK ialah
perbaikan dan peningkatan layanan pembelajaran. Dalam hal ini
penelitian, bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan
pembelajaran berbicara melalui penggunaan pendekatan terpadu.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara, peneliti mewawancarai siswa-siswa kelas III-C
tentang kegiatan belajar mengajar yang telah dilalui pada bidang studi
bahasa Indonesia. Wawancara mengenai kegiatan-kegiatan apa saja yang
diberikan oleh guru kelas kepada siswa dalam bidang studi bahasa
Indonesia khususnya yang berhubungan dengan ketrampilan berbicara
bahasa Indonesia. Observasi (pengamatan), peneliti mengikuti KBM di
kelas III-C pada bidang studi bahasa Indonesia sebelum peneliti akan
mengajar di kelas III-C ini dan menerapkan pendekatan terpadu untuk
ketrampilan berbicara bahasa Indonesia pada bidang studi bahasa
Indonesia. Tes hasil belajar siswa menghasilkan nilai-nilai tes yang
diambil pada setiap akhir siklus pembelajaran pada bidang studi bahasa
Indonesia untuk meningkatkan ketrampilan berbicara bahasa Indonesia
yang menerapkan pendekatan terpadu.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebanyak III siklus
pengajaran yang mana, pada siklus I guru belum menerapkan /
merencanakan pendekatan terpadu pada pembelajaran secara terperinci
dan sistematis, dan siklus II dan III. Guru mulai menerapkan pendekatan
terpadu secara terperinci dan sistematis dengan 4 tahapan yaitu
perencanaan, penerapan dan observasi, refleksi dan revisi. Aktivitas
negatif akan direvisi atau disempurnakan pada siklus berikutnya yaitu
siklus II dan siklus III. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa siswi
SDN 006 Balikpapan Selatan yang terdiri dari 18 kelas. Cara
pengambilan sampel menggunakan sampel random yaitu dari seluruh
kelas pada SDN 006 Balikpapan Selatan, diambil hanya satu kelas III-C
yang terdiri atas 22 siswa.
156 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Populasi penelitian yang sesuai dengan judul penelitian akan
memudahkan di dalam menentukan sampel penelitian dan memudahkan
dalam menentukan teknis analisa data yang sesuai dengan permasalahan
penelitian. Populasi adalah sekelompok subjek dalam daerah atau
lingkungan tertentu yang menjadi objek penelitian. Menurut Sutrisno
Hadi (1984:220) yang dimaksud dengan populasi adalah seluruh
penduduk yang dimaksud untuk diteliti atau diselidiki. Dari kedua
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud populasi
adalah “Seluruh objek yang akan dijadikan penelitian yang memiliki
karakter sebagian atau keseluruhan”, yang dijadikan dalam penelitian ini
adalah siswa siswi SDN 006 Balikpapan Selatan yang terdiri dari 18
kelas.
Menurut Suharsimi Arikunto (2001:104) yang dimaksud sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti atau yang menjadi
subjek penelitian dinamakan penelitian sampel apabila kita bermaksud
untuk mengangkat kesimpulan penelitian sebagai sesuatu yang berlaku
bagi populasi yang ada. Terdapat beberapa cara dalam pengambilan
sampel menurut Suharsimi Arikunto (1992:107) sebagai berikut :
o Sampel random, acak, campuran
o Sampel berstrata
o Sampel wilayah
o Sampel proposal
o Sampel bertujuan
dalam penelitian ini, menggunakan sampel random dari seluruh kelas
pada SDN 006 Balikpapan Selatan, diambil hanya satu kelas III-C yang
terdiri atas 22 siswa.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, instrumen atau alat
pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
o Lembar observasi aktivitas guru dan mahasiswa dalam pembelajaran
berbicara bahasa Indonesia melalui pendekatan terpadu bidang studi
bahasa Indonesia, misalnya pada lembar aktivitas siswa yang
meliputi,
- memperhatikan penjelasan guru.
- keaktifan siswa dalam bertanya jawab dengan guru.
- keberanian siswa dalam mengemukakan pikiran, ide.
- keberanian siswa saat menceritakan pengalaman.
- keaktifan siswa berdiskusi dengan siswa lain.
o Tes hasil belajar siswa setelah mendapat pengajaran bahasa
Indonesia dengan pembelajaran terpadu diukur dengan instrumen
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 157
berupa latihan-latihan keterampilan berbicara bahasa Indonesia
kepada siswa.
- Bentuk tes pada siklus pertama, siswa mendeskripsikan sebuah
gambar yang diberikan oleh guru berdasarkan ciri-cirinya.
- Pada siklus kedua, siswa menceritakan kebiasaannya di rumah.
- Pada siklus ketiga, siswa menceritakan kembali cerita yang telah
dibacakan oleh guru (mengemukakan isi cerita).
o Lembar respon siswa perangkat pembelajaran berbicara bahasa
Indonesia dengan menggunakan pendekatan terpadu pada bidang
studi bahasa Indonesia meliputi senang atau tidaknya siswa terhadap
pendekatan yang diterapkan dalam pembelajaran berbicara pada
bidang studi bahasa Indonesia, baru atau tidaknya bentuk atau model
pendekatan yang diberikan kepada siswa, sulit atau tidaknya
mengikuti kegiatan belajar mengajar yang menggunakan pendekatan
terpadu.
Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan teknik peneliti
sekaligus sebagai pengajar dan pengamat dengan guru pamong masuk ke
dalam ruang kelas yang diberikan tindakan kelas. Selama kegiatan
belajar mengajar, peneliti selain mengajar juga mengamati dan mengisi
lembar observasi aktivitas guru dan siswa dalam pelajaran berbicara
bidang studi bahasa Indonesia. Data hasil belajar dijaring dengan dua
cara, yaitu melalui prestasi belajar dan keaktifan dalam berbicara bahasa
Indonesia melalui perpaduan keterampilan, menyimak dan keterampilan
membaca dengan kepandaian / kelancaranya dalam menyusun kata-kata
sebagai transfer dari pikirannya. Setelah KBM berakhir siswa diberi
lembar respon siswa tehadap kegiatan belajar mengajar yang baru saja
dilaksanakan oleh guru peneliti, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
tanggapan mereka terhadap pembelajaran berbicara bahasa Indonesia
melalui pendekatan terpadu pada bidang studi bahasa Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada siklus I, berdasarkan hasil observasi diperoleh bahwa


sebagian siswa masih menunjukkan perilaku – perilaku negatif dalam
kegiatan belajar mengajar antara lain siswa lebih banyak ramai / ngobrol
dengan teman sebangku, siswa sering berjalan – jalan, siswa masih ada
yang takut dalam mengemukakan pikirannya dan siswa masih kesulitan
dalam berbicara lancar. Sedangkan dari data hasil belajar pada siklus
158 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pertama ini yang diperoleh dari evaluasi akhir yang berlangsung selama
30 menit, siswa diminta mendeskripsikan gambar yang telah disediakan
oleh guru (peneliti) dengan memilih salah satu gambar kemudian
mendeskripsikan gambar yang dipilih berdasarkan ciri–ciri yang
dimiliki, siswa diberi waktu 5 menit untuk menuliskan ciri–ciri gambar
yang diamati, setelah itu guru menunjuk siswa untuk menyebutkan ciri–
ciri gambar seperti apa yang dituliskannya.
Sedangkan siswa yang lain menyimak kemudian memberikan
tanggapan baik berupa kritikan atau tambahan kepada temannya.
Ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran berbicara bahasa
Indonesia sebesar 40,09%. Guru perlu melakukan pemahaman ulang
atau evaluasi terhadap pembelajaran yang dilakukan. Dalam evaluasi ini
guru diharapkan menciptakan suasana belajar mengajar induktif dengan
suasana ceria belum tampak, digharapkan siswa senang saat menyimak
temannya yang bercerita dan juga diharapkan ada yang memberikan
tanggapan.
Pada siklus II, guru memperbaiki rencana tindakan berdasarkan
hasil Refleksi pada siklus I yang menunjukkan sebagian siswa masih
menunjukkan perilaku – perilaku negatif dalam kegiatan belajar
mengajar antara lain siswa lebih banyak ramai / ngobrol dengan teman
sebangku, siswa sering berjalan – jalan, siswa masih ada yang takut
dalam mengemukakan pikirannya dan siswa masih kesulitan dalam
berbicara lancar. Berdasarkan hasil pengamatan, refleksi, masih muncul
aktivitas negatif yaitu siswa kurang berani mengemukakan pendapatnya,
siswa masih kurang lancar dalam berbicara, siswa kurang berdiskusi
dengan teman, guru belum secara optimal memadukan keterampilan –
keterampilan dalam berbahasa
Berdasarkan aktivitas negatif yang muncul tersebut, guru akan
berusaha menghindari dan memperbaiki teknik dan suasana yang lebih
mendukung pembelajaran berbicara bahasa Indonesia pada siklus III
antara lain guru lebih akan memotivasi dan siswa agar tidak ragu-ragu
dalam bercerita, guru lebih memotivasi dan mendorong siswa untuk bisa
secara bebas dan leluasa mengemukakan pendapat, guru lebih optimal
dalam memadukan ketrampilan-ketrampilan dalam bahasa Indonesia
untuk meningkatkan ketrampilan berbicara bahasa Indonesia.
Sebagaimana kegiatan yang telah dilakukan pada siklus pertama
dan siklus kedua, dalam siklus III guru merencanakan dan menyiapkan
beberapa hal untuk menyelesaikan masalah pada siklus ketiga yaitu
pembuatan RPP, penyiapan materi pelajaran, penyiapan media gambar,
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 159
penyiapan lembar evaluasi. Beberapa hal yang direncanakan guru untuk
menyelesaikan masalah pada siklis kedua (1) guru akan lebih
memotivasi siswa agar tidak takut atau ragu-ragu dalam mengungkapkan
tanggapan, ataupun dalam bercerita. (2) Dalam mengelola KBM guru
akan menciptakan suasana pembelajaran induktif. (3) Guru lebih optimal
dalam memadukan Siklus ketiga ini, siswa lebih aktif dalam berdiskusi
dengan guru dari pada dengan siswa lain. Pengamatan aktivitas guru
pada siklus ketiga dilakukan selama 2 x 30 menit. Waktu yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Waktu yang digunakan untuk
kegiatan pembelajaran berlangsung 25 menit dan 35 menit untuk
evaluasi. Dalam siklus ketiga masih ada beberapa aktivitas guru yang
masih kurang dalam KBM, yaitu guru kurang memberi panguatan
kepada siswa.

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan mulai dari siklus I, II, III pada


pembelajaran berbicara bahasa Indonesia melalui pendekatan terpadu
bidang studi bahasa Indonesia mengalami peningkatan dilihat dari
rata-rata nilai siswa berurutan 69.41, 71.5 dan 71,91.
2. Berdasarkan hasil analisis, aktivitas guru dan siswa dalam
pembelajaran ini semakin meningkat dan semakin berkurangnya
aktivitas-aktivitas negatif yang dilakukan oleh siswa pada setiap
pembelajaran.
3. Tingkat respon siswa menyenangkan yang selalu meningkat terhadap
pembelajaran berbicara melalui pendekatan terpadu bidang studi
bahasa Indonesia.
4. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat hubungan yang erat antara
peningkatan pembelajaran berbicara dengan pendekatan terpadu
pada bidang studi bahasa Indonesia dan terjadi peningkatan hasil
belajar ketrampilan berbicara melalui pendekatan terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail, 2002, Model-model Pembelajaran, Makalah disajikan dalam


Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi, Direktorat Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta.

160 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Kunandar, 2007, Guru Profesional Implementasi Kurikulum KTSP dan
Sukses dalam Sertifikasi Guru, Jakarta : Rajawali Pers.
Slameto, 2000, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya,
Jakarta : Rineka Cipta.
Rahyubi, Heri. 2012. Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran
Motorik. Bandung: Nusa Media
Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar,
Cetakan VIII. Jakarta: Bumi Aksara.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen &
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineksa Cipta.
Azhar, Lalu Muhammad. 1993. Proses Belajar Mengajar Pendidikan.
Jakarta: Usaha Nasional.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 161


162 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
EKSPERIMEN FERMENTASI DALAM PEMBELAJARAN
ENZIM DAN METABOLISME SEBAGAI PENERAPAN
PENDEKATAN ILMIAH (SCIENTIFIC APPROACH)

Rosdiana
Guru Biologi UPTD SMK - SPP Negeri Samarinda

Abstract

The research was motivated by the problems that occur in


the student who is difficult to understand the whole concept
of the materials. The method used in the research is the
experimental method in the expected learning therefore
scientific activity in the experiment will be able to increase
the competence of knowledge, attitudes and skills of
students. In this research, teacher tried to measure the level
of achievement of learning outcomes based on the aspects
of knowledge, attitudes and skills of students. Skills
assessment, carried out by assessing students performance
during the experimental activity. The results of the research
showed an increase in competency skills and attitudes of
students, because by the experimental learning, students
can work together with the friends in a group to achieve the
same goal in producing the right product that will
eventually be to discipline, cooperation, active, caring and
responsibility. The conclutions of the research are: by the
fermentation experiments, students can observe the role of
enzymes in the metabolic processes, learning analysis
results are: the competency skills 100 % of students have a
good value, the results of attitude competencies show 34.2
% students have Very Good (SB) attitude , 63.2 % Good (B)
and 2.6 % Enough (C) . Completeness in the competence of
knowledge is 76,1 % and 23.9 % of students follow a
remedial ( incomplete )

Keywords : fermentation,enzim, experimen, scientific


approach
PENDAHULUAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 163
Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang kompetitif
dalam pengusaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak
mengabaikan aspek substansial yaitu spiritual agar mampu
menghasilkan produk dengan kualitas-kualitas yang lebih baik. Untuk
memenuhi sumber daya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran
yang sangat penting.
Lembaga pendidikan adalah salah satu harapan besar bagi negeri
ini agar bisa bangkit dari keterpurukan kualitas pendidikan dalam semua
aspek dan jenjang pendidikan. Kualitas pendidikan tersebut sangat
diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan
terampil agar bisa bersaing secara terbuka di era global. Pendidikan
menuntut adanya pembenahan dan penyempurnaan terhadap aspek
subtansif yang mendukungnya, yaitu kurikulum dan tenaga profesional
yang melaksanakan kurikulum tersebut yaitu guru.
Kurikulum pendidikan di Indonesia telah mengalami banyak
perubahan. Kurikulum yang digunakan untuk saat ini adalah Kurikulum
2013. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada
tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan dan keterampilan secara terpadu.
Sikap diperoleh melalui aktivitas menerima, menjalankan,
menghargai, menghayati, dan mengamalkan. Pengetahuan diperoleh
melalui aktivitas mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas
mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta.
Kelima pengalaman belajar (mengamati, menanya, mengumpulkan data,
mengasosiasi dan mengkomunikasikan) merupakan standar minimal
yang harus dibelajarkan kepada siswa melalui model model
pembelajaran yang sesuai dengan materi biologi.
Kajian biologi mencakup bidang akademik yang luas,
bersentuhan dengan bidang keilmuan yang lain, dan menjadi dasar
pengembangan ilmu-ilmu terapan. Penguasaan mata pelajaran biologi
bagi peserta didik di SMK berfungsi dalam membentuk kompetensi
program keahlian, sehingga diharapkan peserta didik memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap secara terpadu dalam memahami
masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,
menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Konsep-konsep
164 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dalam ilmu biologi haruslah dikuasai terlebih dahulu jika ingin
menguasai ilmu-ilmu terapan tersebut.
Melalui pemahaman konsep inilah diharapkan juga mampu
memberi hasil yang optimal pada penilaian proses dan hasil belajar
peserta didik. Terkadang aktivitas peserta didik sebatas lebih banyak
mengingat atau mengamati, belum banyak pada kegiatan memahami,
mencoba, manalar, menyaji ataupun mencipta. Sebagai pengalaman
pribadi, saat mendampingi siswa kami dalam kegiatan Olimpiade Sains
Terapan Nasional (OSTN) bidang Biologi 2013 lalu, hasil penilaian
lomba pada tes tertulis mendapat nilai tinggi, namun berbanding jauh
dengan perolehan hasil pada tes eksperimen. Hal ini disebabkan
kurangnya keterampilan dan aktivitas ilmiah di dalam praktik,
khususnya di laboratorium
Masalah tersebut menuntut guru untuk lebih inovatif dalam
memilih metode pembelajaran. Menurut Sukmadinata (1988), “guru
yang baik adalah guru yang berhasil dalam pengajaran, yaitu guru yang
dapat mempersiapkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai
dengan yang dirumuskan dalam kurikulum”. Sejalan dengan
pengembangan kurikulum 2013, proses pembelajaran dapat dipadankan
dengan suatu proses ilmiah, yakni melakukan pendekatan ilmiah sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan pengembangan sikap,
keterampilan dan pengetahuan peserta didik. Untuk dapat disebut ilmiah,
proses pembelajaran bercirikan adanya metode pencarian pada bukti-
bukti obyek yang dapat diobservasi, empiris dan terukur melalui
serangkaian aktivitas eksperimen.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mencoba mengembangkan
pembelajaran biologi dengan pendekatan ilmiah (Scientific Approach)
melalui kegiatan eksperimen, khususnya dalam KD. 3.3 Memahami
peran enzim dalam proses metabolisme pada tumbuhan dan hewan, dan
KD 4.3 Melaksanakan pengamatan cara kerja enzim dalam proses
metabolisme tumbuhan dan hewan).

KAJIAN PUSTAKA

Pendekatan Saintifik
Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik, antara
peserta didik dengan tenaga pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses
pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 165
sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah,
keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi
kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap
(spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta
berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk
secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan
pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan
kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi
pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar- benar memahami
dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,
dan berupaya keras mewujudkan ide idenya.
Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan
pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan.
Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti
pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu
bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan
budaya misalnya Discovery Learning, Project-Based Learning,
Problem-Based Learning, Inquiry Learning. Pendekatan pembelajaran
merupakan cara pandang pendidik yang digunakan untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya
proses pembelajaran dan tercapainya kompetensi yang ditentukan.
Strategi pembelajaran merupakan langkah-langkah sistematik dan
sistemik yang digunakan pendidik untuk menciptakan lingkungan
pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan
tercapainya kompetensi yang ditentukan.
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual dan
operasional pembelajaran yang memiliki nama, ciri, urutan logis,
pengaturan, dan budaya. Metode pembelajaran merupakan cara atau
teknik yang digunakan oleh pendidik untuk menangani suatu kegiatan
pembelajaran yang mencakup antara lain ceramah, tanya-jawab, diskusi.
Dalam mengimplementasikan pendekatan saintifik, materi
pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira- kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata. Penjelasan guru, respon siswa,
166 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang
sertamerta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari
alur berpikir logis. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara
kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan peserta didik
yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Ranah sikap
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.
Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu apa.”
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan
manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara
layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Lisdiana, 2013).
Pelaksanaan pendekatan saintifik/pendekatan berbasis proses
keilmuan merupakan pengorganisasian pengalaman belajar melalui
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba,
menalar/mengasosiasi dan mengomunikasikan sebagaimana disajikan
Gambar 1.

Gambar 1. Pendekatan Saintifik

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 167


Berdasarkan Gambar 1, secara spesifik kegiatan mengamati
dapat dideskripsikan sebagai kegiatan mengamati dengan indera
(membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton, dan
sebagainya) dengan atau tanpa alat. Menanya adalah membuat dan
mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi tentang informasi
yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau
sebagai klarifikasi. Mengumpulkan informasi/mencoba adalah
mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru
bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain
buku teks, mengumpulkan data dari nara sumber melalui angket,
wawancara, dan memodifikasi / menambahi / mengembangkan
(Lisdiana, 2013).
Menalar atau mengasosiasi adalah mengolah informasi yang
sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat
kategori, mengasosiasi atau menghubungkan fenomena/ informasi yang
terkait dalam rangka menemukan suatu pola, dan menyimpulkan.
Mengomunikasikan adalah Menyajikan laporan dalam bentuk bagan,
diagram atau grafik, menyusun laporan tertulis dan menyajikan laporan
meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan.
Pada konteks pembelajaran dengan pendekatan saintifik,
mengomunikasikan mengandung beberapa makna, antara lain:
mengomunikasikan informasi, ide, pemikiran, atau pendapat, berbagi
(sharing) informasi, memperagakan sesuatu, menampilkan hasil karya,
dan membangun jejaring. Mengomunikasikan juga mengandung
makna: melatih keberanian, melatih keterampilan berkomunikasi,
memasarkan ide, mengembangkan sikap saling memberi-menerima
informasi, menghayati atau memaknai fenemomena, menghargai
pendapat / karya sendiri dan orang lain, dan berinteraksi antarsejawat
atau dengan pihak lain (Lisdiana, 2013).

METODE PRAKTIKUM

Pembelajaran Enzim dan Metabolisme dilaksanakan dalam 3 kali


pertemuan (6 JP), kegiatan eksperimen dilakukan pada pertemuan kedua
yang merujuk pada Kompetensi Dasar 4.3 dengan melaksanakan
pengamatan cara kerja enzim dalam proses metabolisme hewan dan
tumbuhan. Pertemuan sebelumnya, guru membagi siswa dalam 4
kelompok kerja yang beranggotakan 8-9 orang. Hal ini dimaksudkan
168 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
supaya memudahkan dalam pembagian tugas kerja. Masing-masing
kelompok bertanggung jawab melakukan eksperimen fermentasi tape
pada salah satu bahan yang tersedia.
Tempat Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen
SMK-SPP Negeri Samarinda. Praktikum dilaksanakan sesuai dengan
jadwal pelajaran dari kelas Xa, Xb dan Xc. Pada saat praktikum
menggunakan Instrumen praktikum berupa alat: Kompor gas, pisau,
pengaduk kayu, panci, baskom, panci, sendok, piring, penjepit disertai
bahan Singkong, ubi jalar kuning, pisang kepok dan talas (masing-
masing 0,5 kg), ragi tape 2 buah, air dan daun pisang secukupnya.
Cara kerja pembuatan tape singkong adalah :
o Singkong dikupas dengan menggunakan pisau, kemudian dikerik
pada bagian permukaan luar.
o Mencuci singkong yang telah dikupas sampai bersih dengan air
mengalir dan diulangi sampai 3 kali.
o Mengkukus singkong dalam panci selama kurang lebih 15 menit.
o Setelah matang, singkong ditiriskan dalam wadah yang datar seperti
nampan supaya dingin.
o Setelah dingin singkong diberi ragi secukupnya.
o Singkong yang telah ditaburi ragi, kemudian dibungkus dengan
daun pisang lalu dimasukkan ke dalam panci.
o Disimpan rapat dalam panci selama 2-3 hari untuk proses fermentasi.
Dalam kegiatan eksperimen guru mengamati dan menilai
kegiatan siswa, mulai dari langkah awal persiapan alat dan bahan,
pengupasan, pencucian, pengukusan, pemberian ragi sampai dengan
proses penyimpanan. Kegiatan eksperimen dicatat dalam lembar kerja
eksperimen. Setelah disimpan selama 2-3 hari, dilanjutkan kegiatan
mengamati produk yang telah dibuat. Hasil pengamatan dicatat dalam
tabel pengamatan.

HASIL YANG DIPEROLEH

Dari eksperimen yang telah dilakukan diperoleh hasil fermentasi


untuk produk tape dengan pengamatan selama 2-3 hari yang dilanjutkan
kegiatan mengamati produk yang telah jadi. Hasil pengamatan terhadap
tape dicatat dalam tabel pengamatan sebagaimana disajikan Tabel 1 yang
memuat jenis tape, aroma, warna, rasa dan tekstur yang dilakukan oleh
setiap kelompok.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 169


Tabel 1. Hasil pengamatan produk tape
Kelompok Jenis Tape Aroma Warna Rasa Tekstur
Harum, Putih
I Singkong Manis Lembut berair
bau alkohol bersih
Pisang Harum, Kuning
II Masam Lembut berair
kepok bau alkohol muda
Masam, Putih, Masam Lembut,sedikit
III Talas
bau alkohol abu-abu agak pahit berair
Ubi jalar Harum, Orange, Masam Lembut,
IV
kuning bau alkohol putih pahit sedikit berair

Evaluasi Kreativitas Pembelajaran


Tape merupakan makanan fermentasi tradisional yang sudah
tidak asing lagi. Tape bisanya dibuat dari beras ketan atau singkong.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tape adalah
kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp., dan Rhizopus sp.; khamir
Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malanga, Pichia
burtonii, Saccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis; serta
bakteri Pediococcus sp. dan Bacillus sp. Kelompok mikroorganisme
tersebut bekerja sama dalam menghasilkan tape.
Tape biasanya terbuat dari beras ketan dan singkong. Tape yang
ditemukan dipasaran jarang yang terbuat dari ubi jalar, talas dan pisang.
Oleh karena itu melalui eksperimen ini kami ingin membuat inovasi
yakni selain tape singkong, juga membuat tape dari ubi jalar kuning,
talas dan pisang kepok menggunakan teknik fermentasi. Pemilihan ke-3
bahan tersebut didasarkan beberapa alasan antara lain harganya murah
dan cukup mudah diperoleh, serta memiliki banyak manfaat. Ubi jalar
yang rasanya manis dan lezat ini banyak mengandung nutrisi penting
bagi kesehatan yakni melancarkan aliran darah, mencegah kanker,
melancarkan pencernaan, anti-oksidan, anti-kanker, anti-bakteri dan
sumber karbohidrat.
Sama halnya dengan talas yang memiliki kandungan karbohidrat
cukup tinggi, rendah lemak dan banyak mengandung serat sehingga
menyehatkan sistem pencernaan. Talas juga mengandung beberapa
vitamin yaitu vitamin C, vitamin E, vitamin B6 dan betakaroten, dan
pisang kepok mengandung antasida alami yang mampu menetralkan
gangguan pencernaan. Pisang kepok juga bermanfaat untuk mengatasi
masalah sembelit, sakit maag, ataupun diare

170 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Fermentasi adalah perubahan struktur kimia dari bahan-bahan
organik dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim
sebagai biokatalis. Fermentasi yang terjadi selama pembuatan tape, pada
dasarnya meliputi : molekul-molekul pati terpecah menjadi dekstrin dan
gula-gula sederhana, proses ini disebut hidrolisis enzimatis. Gula yang
terbentuk akan diubah menjadi alkohol. Alkohol akan diubah menjadi
asam-asam organik oleh bakteri Pediococcus dan Acetobacter melalui
proses oksidasi alkohol. Semakin lama tape tersebut dibuat, semakin
kuat alkoholnya
Dari hasil pengamatan, terlihat ke-4 tape hasil produk fermentasi
memiliki ciri-ciri yang hampir sama, dari aspek rasa ada yang manis dan
masam, aroma harum dan alkoholis, warna ada perbedaan disesuaikan
warna dasar bahan (substrat) dan teksturnya lembut dan mengandung air.

DESKRIPSI HASIL PEMBELAJARAN

Kegiatan pembelajaran eksperimen membuat siswa lebih aktif


dan kreatif dalam aktivitas ilmiah. Proses pembelajaran
mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara
menyeluruh. Kompetensi pengetahuan mengandung substansi mencari
tahu “apa” yang ada di dalam ragi hingga bisa membuat singkong
menjadi tape, keterampilan mencari tahu “bagaimana” proses
pengolahan singkong/talas hingga menjadi tape. Melalui proses
mengamati seluruh peserta didik dapat berperan aktif dalam
menggunakan indera yang dimiliki untuk mengetahui rasa, warna, aroma
dan tekstur yang ada pada produk. Dengan kreatifitas yang ada
pembelajaranpun menjadi menyenangkan, bahkan beberapa orang siswa
meminta untuk dilakukan praktikum membuat tape dari bahan yang lain.
Melalui kegiatan eksperimen, peserta didik dapat langsung
mengaplikasikan teori yang didapat ke dalam eksperimen. Sebagai
contoh, dijelaskan dalam teorinya, enzim akan rusak oleh panas (suhu >
60 0C). Dalam apalikasinya maka pemberian ragi pada singkong dan
bahan yang lain dilakukan saat dalam keadaan dingin, karena jika dalam
keadaan masih panas akan merusak produk yang akan dihasilkan, hal ini
disebabkan enzim yang ada di dalam ragi menjadi rusak oleh panas.
Dalam pembelajaran ini menggunakan penilaian kompetensi
yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dilakukan secara langsung pada saat proses pembelajaran yang
dijabarkan secara lebih rinci sebagai berikut :
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 171
o Penilaian keterampilan, melalui penilaian kinerja yang dilakukan
pada saat aktivitas eksperimen. Aspek penilaian yang diamati
pendidik antara lain
- tahap persiapan yang meliputi alat dan bahan,
- tahap proses pembuatan (ketepatan proses, K3)
- tahap akhir (hasil / produk, kreatifitas) dan
- pelaporan hasil eksperimen).
- Instrumen yang digunakan dalam penilaian ini adalah daftar cek
atau skala penilaian yang disertai rubrik penilaian.
o Penilaian Sikap, dilakukan dengan cara
- observasi yang dilakukan oleh guru dan
- penilaian diri dilakukan oleh peserta didik
- Instrumen yang digunakan dalam penilaian sikap adalah daftar
cek atau skala penilaian yang disertai rubrik penilaian.
- Proses penilaian observasi dilaksanakan pada saat kegiatan
eksperimen, berdasarkan pada beberapa indikator/aspek, yaitu
disiplin, kerjasama, keaktifan, kepedulian dan tanggung jawab.
o Penilaian pengetahuan, berdasarkan hasil tes tertulis siswa pada saat
ujian semester. Instrumen penilaian dalam bentuk soal Pilihan Ganda
dan uraian.
Hasil penilaian kompetensi dari 117 orang peserta didik
memperoleh hasil sebagai berikut:
o Kompetensi keterampilan menunjukkan hasil 100 % baik, yang
terdiri dari :
- 6 orang (5,1 %) memperoleh predikat A,
- 8 orang (6,8 %) memperoleh predikat A-,
- 41 orang (35,2 %) memperoleh predikat B+ ,
- 32 orang (27,3 %) dengan predikat B dan
- 30 orang (25,6 %) memperoleh predikat B-.
Penilaian keterampilan didasarkan pada indikator terhadap produk
dan kinerja peserta didik yang dilakukan saat eksperimen.
o Pada Kompetensi sikap menunjukkan :
- sikap sangat baik (SB) sebesar 34,2 %.
- Sikap Baik (B) sebanyak 63,2 %,
- Sikap Cukup dengan predikat C sebanyak 3 orang dengan
prosentase (2,6 %).
o Pada kompetensi pengetahuan menunjukkan hasil :
- 21 orang memperoleh predikat A (17,9 %),
172 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
- 29 orang (24,8 %) predikat B+,
- 22 orang (18,8 %) predikat B,
- 21 orang (14,5 %) predikat B-,
- 10 orang (8,5 %) predikat C+,
- 8 orang ( 6,8 % ) predikat C- dan
- 5 orang (4,3 %) D-.
Dari hasil ini menunjukkan adanya pencapaian kompetensi
keterampilan dan sikap siswa, karena melalui pembelajaran eksperimen,
peserta didik dapat saling bekerja sama dengan teman kelompoknya
untuk mencapai tujuan yang sama dalam menghasilkan produk yang
tepat, yang pada akhirnya akan memunculkan sikap disiplin, kerjasama,
keaktifan, kepedulian dan tanggung jawab.
Menurut panduan kurikulum 2013 yang kami dapat, apabila
peserta didik memperoleh nilai antara 66 s.d 70 pada posisi predikat B-
untuk kompetensi pengetahuan dan keterampilan, maka diartikan peserta
didik sudah mencapai ketuntasan dalam kompetensi tersebut.
Berdasarkan hasil yang didapat, aspek keterampilan menunjukkan
ketuntasan 100 % sedangkan ketuntasan pengetahuan sebesar 76,1 %.
Jadi ada sekitar 28 orang (23,9 %) yang tidak mencapai ketuntasan
dalam kompetensi pengetahuan.

KESIMPULAN

Melalui pembelajaran eksperimen, peserta didik dapat saling


bekerja sama dengan teman kelompoknya untuk mencapai tujuan yang
sama dalam menghasilkan produk yang tepat, yang pada akhirnya akan
memunculkan sikap disiplin, kerjasama, keaktifan, kepedulian dan
tanggung jawab. Berdasarkan hasil yang didapat, aspek keterampilan
menunjukkan ketuntasan 100 % sedangkan ketuntasan pengetahuan
sebesar 76,1 %. Jadi ada sekitar 28 orang (23,9 %) yang tidak mencapai
ketuntasan dalam kompetensi pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Lisdiana, A. dkk, 2013, Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013,


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. 2015
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 173
Arikunto, Suharsimi, 2012, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta :
Bumi Aksara
Sudjana, Nana, 2013, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar,
Bandung : PT.Remaja Rosdakarya
http://www.wawanlistyawan.com/2014/04/teknologi pangan makalah-
pembuatan-tape.html
http://ilmuthp.wordpress.com / serba - serbi / fermentasi – dan -
mikroorganisme -yang-terlibat/
http://www.carakhasiatmanfaat.com / artikel / kandungan – gizi – ubi -
jalar-dan-manfaatnya-bagi-kesehatan.html

174 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


PENERAPAN METODE TUTOR SEBAYA
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA
MATERI MEMAHAMI HUBUNGAN ANTARA STRUKTUR
BAGIAN TUMBUHAN DENGAN FUNGSINYA

Nurkhasanah
Guru SDN 006 Balikpapan Selatan

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh karena guru sering


menerapkan metode pembelajaran konvensional yaitu
ceramah yang kurang pas diterapkan sehingga hasil
pembelajaran siswa kurang memuaskan, karena siswa
hanya sebagai pendengar dan bertanya. Sehingga
kreativitas siswa tidak berkembang dengan baik, bahkan
bisa mematikan kreativitas siswa. Adapun metode yang di
gunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif
berbentuk penelitian tindakan kelas (PTK). Teknik
pengumpualan data yaitu dengan cara evaluasi, observasi,
dan dokumentasi. Adapun tahapan penelitian ini berupa
siklus yang meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan, dan refleksi, dan dilaksanakan dua siklus.
Hasil penelitian membuktikan bahwa penerapan tutor
sebaya dapat meningkatkan prestasi siswa dalam pelajaran
IPA di SDN 006 Balikpapan Selatan. Hasil observasi di
lapangan menunjukkan bahwa prestasi mengalami
peningkatan dari pre test ke post test yang semula nilai
rata-rata 65.00 % meningkat dari siklus ke siklus. Untuk
siklus I nilai rata-rata 72,78 %, siklus II nilai rata-rata
88.89 %. Kesimpulan penelitian ini adalah Menerapkan
Metode Tutor Sebaya Dapat Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Pada Siswa Kelas IVc pada SDN 006 Balikpapan
Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kata Kunci : Tutor Sebaya, Hasil Belajar, IPA


PENDAHULUAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 175
Dalam Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan
tentang fungsi pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab yang menunjukkan tiga aspek dari
segi Sikap, Pengetahuan dan Keterampilan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, program-program
sekolah diarahkan pada tujuan jangka panjang, yaitu meningkatkan
kemampuan siswa, agar ketika meninggalkan bangku sekolah, mereka
akan mampu mengembangkan diri sendiri dan memecahkan masalah
yang muncul. Dengan pembelajaran IPA dengan pengalaman nyata,
sesuai dengan keadaan di sekitar lingkungan mereka, mereka akan
merasakan bahwa pelajaran IPA yang diberikan di sekolah mempunyai
kaitan yang erat dan manfaat dengan situasi yang mereka alami setiap
hari. Untuk mencapai hal tersebut, maka peran siswa sangat berpengaruh
agar menjadi dasar kuat dalam proses pembelajaran di sekolah.
Namun, uraian di atas sangat bertentangan dengan hasil yang
diperoleh di lapangan atau hasil belajar mengajar di sekolah. Kenyataan
ini dapat dilihat dari hasil ulangan IPA semester I kelas IV.c, Untuk
perolehan ulangan dapat dijelaskan sebagai berikut: nilai tertinggi 80
diperoleh 8 siswa, nilai 70 diperoleh 4 siswa, nilai 60 diperoleh 18
siswa, nilai terendah 50 diperoleh 6 siswa. Dari data tersebut, jelas
bahwa hasil belajar siswa kelas IV.c semester I di SDN 006 Balikpapan
Selatan masih di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) sekolah.
Nilai KKM sekolah adalah 68.
Berdasarkan latar belakang yang disajikan penulis berpendapat
bahwa rumusan masalah yang tepat diajukan dalam penelitian ini
menerapkan pembelajaran pada pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) dengan rumusan masalah apakah dengan menerapkan metode
tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar IPA materi memahami
hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan fungsinya pada siswa
kelas IV.c SD Negeri 006 Balikpapan Selatan Tahun Pelajaran
2013/2014.

176 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


TINJAUAN PUSTAKA

Belajar
Menurut Gagne (dalam Heri Rahyubi, 2011) belajar merupakan
aktivitas kompleks. Hasil belajar berupa kemampuan. Setelah belajar,
seseorang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
Timbulnya kemampuan tersebut dari rangsangan yang berasal dari
lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan
demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
sifat rangsangan lingkungan, melewati pengelohan informasi, kemudian
menjadi kemampuan baru. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik. (wikipedia.com)
Eggen dan Kauchak (dalam http://krisna1.blog.uns.ac.id/)
menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif siswa
menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi
berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan, guru menyediakan
materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran, aktivitas-
aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian, guru secara
aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam
menganalisis informasi, orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran
dan pengembangan keterampilan berpikir, serta guru menggunakan
teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar
guru.
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata,
yakni “prestasi” dan “belajar” antara kata “prestasi” dan “belajar”
mempunyai arti yang berbeda. “prestasi” adalah hasil dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun
kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak
melakukan kegiatan. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai (dari
yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Penugasan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran.
Lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 177
guru. Prestasi belajar seperti itu diukur melalui tes. Tes semacam itu
bukan hanya untuk mengukur kemampuan individual melainkan juga
untuk mengevaluasi keefektifan suatu program pembelajaran. Tes biasa
dilakukan setelah peserta didik mengikuti suatu program pembelajaran.
Oleh karena itu, skor yang diperoleh dari tes seperti itu cenderung
sebagai akibat dilakukannya proses pembelajaran bukan karena
pengaruh tingkat intelegensi. Dari skor tersebut dapat diperoleh
informasi tentang pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh.
Dengan demikian, prestasi belajar memiliki fungsi untuk
memperlihatkan sejauh mana peserta didik mampu menampilkan
keterampilan tertentu atau dengan kata lain memiliki fungsi untuk
mengukur capaian kompetensi tertentu. Prestasi belajar juga dapat
berfungsi untuk memberikan rangsangan belajar, di samping fungsi yang
lain lagi yakni untuk dijadikan petunjuk seberapa jauh telah terjadi
peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Prestasi belajar siswa
banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal. Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya
dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut. Adapun faktor-faktor yang
dimaksud meliputi hal-hal sebagi berikut a) Faktor internal, Adalah
faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, meliputi faktor
jasmaniah, faktor psikologis, faktor kematangan fisik maupun psikis. b)
Faktor eksternal (berasal dari luar diri), meliputi faktor sosial, faktor
budaya, faktor lingkungan fisik, faktor lingkungan spiritual atau
keagamaan.
Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu
aktivitas. Sedangkan belajar adalah aktivitas atau kegiatan dan
penguasaan tentang sesuatu. Dengan demikian dapat diambil pengertian
yang cukup sederhana mengenai hal ini. Prestasi belajar adalah hasil
yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan
dalam diri individu sebagai aktivitas dalam belajar atau dapat diartika
bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dari keuletan kerja.
Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi
motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Ada yang
beranggapan, bahwa penilaian hanya sebagian kecil dalam proses
pendidikan, yang menyatakan penilaian sama artinya dengan pemberian
angka atas prestasi belajar siswa. Padahal makna penilaian sangat luas
dan merupakan bagian sangat penting dalam upaya mengetahui hasil
178 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pendidikan. Evaluasi hasil belajar peserta didik di lakukan oleh pendidik
untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan.
Menurut Hamalik (2008), evaluasi hasil belajar adalah
keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi),
pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan
tentang tingkat hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar,
sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat
perubahan tingkah laku siswa. Mengukur dilakukan dengan teknik tes
(kognitif) sedangkan menilai dilakukan dengan teknik non tes melalui
pengamatan sikap (afektif) dan perbuatan (psikomotorik).

Metode Pembelajaran
Secara etimologis, metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang
berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga 2 hal penting
yang terdapat dalam sebuah metode adalah : cara melakukan sesuatu dan
rencana dalam pelaksanaan. Menurut Nana Sudjana (2005: 76) metode
pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran”.
Dari pengertian tersebut dapat dijabarkan bahwa metode adalah
merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan. Adapun manfaat dari penggunaan metode dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai alat untuk mempermudah seorang guru dalam
menyampaikan materi pelajaran. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
siswa dalam menyerap materi yang disampaikan oleh guru selain itu
juga dapat berfungsi sebagai suatu alat evaluasi pembelajaran.
Pada dasarnya istilah metode telah tercakup dalam pengertian
metodologi yaitu sebagai bagian dari kumpulan dari metode-metode di
dalam pengajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran
yaitu suatu cara yang digunakan dalam proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar guna
mencapai suatu tujuan secara lebih optimal. Metode yang digunakan
dalam pembelajaran tidak mesti satu melainkan dapat juga merupakan
kombinasi dari beberapa metode.

Metode Tutor Sebaya


(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 179
Nurita Putranti (dalam http://nuritaputranti.wordpress.com)
mengemukakan “tutor sebaya” adalah siswa di kelas tertentu yang
memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas
untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Tutor
adalah guru atau pengajar atau pembimbing karena tugas seorang tutor
selain mengajar juga membimbing kesulitan anggota kelompok dalam
memahami bahan ajar. Untuk menjadi tutor seorang siswa harus
memiliki kriteria tertentu diantaranya: mempunyai nilai akademis di atas
nilai rata-rata teman di kelasnya, bertanggung jawab, disukai
anggotanya, pandai bergaul, tidak sombong.
Cara menyiapkan tutor sebaya menurut Suparno yaitu : 1) Guru
memberikan petunjuk pada tutor bagaimana mendekati temannya dalam
hal memahami materi. 2) Guru menyampaikan pesan kepada tutor-tutor
agar tidak selalu membimbing teman yang sama. 3) Guru membantu
agar semua siswa dapat menjadi tutor sehingga mereka merasa dapat
membantu teman belajar. 4) Tutor sebaiknya bekerja dalam kelompok
kecil, campuran siswa berbagai kemampuan (heterogen) akan lebih baik.
5) Guru memonitoring terus kapan tutor maupun siswa yang lain
membutuhkan pertolongan. 6) Guru memonitoring tutor sebaya dengan
berkunjung dan menanyakan kesulitan yang dihadapi setiap kelompok
pada saat mereka diskusi di kelas maupun praktikum. 7) Tutor tidak
mengetes temannya untuk grade, biarkan hal ini dilakukan guru.
Bersama-sama para tutor yang lain dan guru, mereka menjadi
semacam staf ahli yang mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi
murid, baik dengan cara satu lawan satu maupun kelompok kecil. Setiap
tutor menghadapi empat sampai enam orang. Kelompok ini cukup kecil,
sehingga metode mengajar yang ditetapkan berdasarkan teknik program
itu memungkinkan setiap anak mendapatkan latihan dalam bentuk
giliran lebih banyak. Mereka yang dengan cepat menguasai suatu item
pengajaran tidak usah mendapat giliran lagi, sementara mereka yang
tidak cepat menguasai akan mendapat giliran terus sampai dapat
menguasai. Di sini waktu penguasaan disesuaikan dengan kondisi murid.
Berdasarkan definisi tentang tutor sebaya di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa istilah tutor sebaya yang dimaksud dalam penelitian
ini yaitu bagaimana mengoptimalkan kemampuan siswa yang berprestasi
dalam satu kelas untuk mengajarkan atau menularkan kepada teman
sebaya mereka yang kurang berprestasi. Sehingga siswa yang kurang
berprestasi bisa mengatasi ketertinggalan. Pembimbingan dalam
180 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pelajaran yang diberikan oleh seorang siswa kepada siswa lain,
sedangkan mereka (antara pembimbing dan yang dibimbing) adalah
teman sekelas atau teman sebangku yang usianya relatif sama, dan siswa
yang kurang paham bisa bertanya langsung kepada teman sebangkunya
(tutor yang di tunjuk) sehingga kondisi kelas pun bisa hidup karena
siswa tidak malu bertanya ketika mereka tidak paham.
Menurut Arikunto (1995) a. Keunggulan dari tutor sebaya : 1)
Adakalanya hasilnya lebih baik bagi beberapa siswa yang mempunyai
perasaan takut atau enggan kepada gurunya. 2) Bagi tutor pekerjaan
tutoring akan dapat memperkuat konsep yang sedang dibahas. 3) Bagi
tutor merupakan kesempatan untuk melatih diri memegang tanggung
jawab dalam mengemban suatu tugas dan melatih kesabaran. 4)
Mempererat hubungan antar siswa sehingga mempertebal perasaan
sosial. b. Kekurangan dari tutor sebaya : 1) Siswa yang dibantu
seringkali belajar kurang serius karena hanya berhadapan dengan
temannya sendiri sehingga hasilnya kurang memuaskan. 2) Ada
beberapa orang siswa yang merasa malu atau enggan untuk bertanya
karena takut kelemahannya diketahui oleh temannya. 3) Pada kelas-kelas
tertentu pekerjaan tutoring ini sukar dilaksanakan karena perbedaan jenis
kelamin antara tutor dengan siswa yang diberi program perbaikan. 4)
Bagi guru sukar untuk menentukan seorang tutor sebaya karena tidak
semua siswa yang pandai dapat mengajarkannya kembali kepada teman-
temannya. 5) Kekurangan tutor sebaya dalam pendidikan yaitu dalam
penerapan tutor sebaya, tidak semua siswa bisa menjawab pertanyaan
teman sebayanya sehingga siswapun bingung, dan tidak semua siswa
mau belajar bersama temannya.
Jadi kelebihan dan kekurangan tutor sebaya dalam pendidikan
yaitu dalam penerapan tutor sebaya, anak-anak diajak untuk mandiri,
dewasa dan punya rasa setia kawan yang tinggi. Artinya dalam
penerapan tutor sebaya itu, anak yang dianggap pintar bisa mengajari
atau menjadi tutor temannya yang kurang pandai atau ketinggalan. Dan
adapun kekurangannya tidak semua tutor dapat mengajari atau
menjawab semua pertanyaan temannya. Di sini peran guru hanya
sebagai fasilitator atau pembimbing saja.
Penyampaian tujuan pembelajaran itu penting dilakukan agar
siswa mengetahui apa yang akan dipelajari. Selanjutnya, Pembentukan
kelompok-kelompok yang berjumlahkan sekitar 4 orang agar suasana
belajar terasa nyaman. Untuk pemilihan tutor berdasarkan kriteria yang
sudah ditetapkan guru. Setelah tutor terpilih diberi pengarahan tugas
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 181
sebagai seorang tutor oleh guru. Guru memberikan LKS dan
memberitahu cara-cara pengisian LKS. Pada saat kegiatan berlangsung,
guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Setelah itu, siswa
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Terakhir, guru
memberikan reward (penghargaan) kepada kelompok terbaik.
Formasi tempat duduk pada pembelajaran tutor sebaya berbeda
dengan formasi tempat duduk pada metode ceramah klasikal. Formasi
tempat duduk model tutor sebaya diatur seperti formasi diskusi
kelompok. Sehingga sebelum pembelajaran model tutor sebaya dimulai
para siswa harus merubah posisi tempat duduk. Dalam proses
pembelajaran pelajaran IPA, metode mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam upaya pencapaian tujuan, termasuk di dalamnya adalah
prestasi belajar siswa. Karena itu, menjadi sarana yang
membermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum
pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat di pahami atau di serap oleh
anak didik menjadi pengertian yang fungsional terhadap tingkah laku
dan prestasi belajar.
Dalam pelaksanaan metode tutor sebaya ini lebih menekankan
pada sistem pembelajaran yang kreatif, inovatif, dan mandiri bagi siswa.
siswa lebih banyak yang berperan, sedangkan guru sebagai fasilitator.
Dalam metode ini, siswa bisa leluasa bertanya, karena yang menjadi
tutornya adalah teman sendiri. Menurut Natboho, Siswa pada jenjang
pendidikan apa saja punya potensi, mengembangkan diri dan menjadi
siswa yang kritis dan cerdas, adapun kendala utamanya, selama ini
model pembelajaran kurang menekankan aspek pengembangan potensi
dan kreatifitas siswa. Proses pembelajaran dengan metode tutor sebaya
dapat merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dan
suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil akan tumbuh
berkembang. Pada Metode tutor sebaya, guru bukan lagi berperan
sebagai satu-satunya nara sumber dalam PBM, tapi sebagai fasilitator,
mutivator, dan manajer pembelajaran. Iklim belajar yang berlangsung
dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan
kesempatan yang optimal bagi siswa untuk memperoleh informasi yang
lebih banyak mengenai materi yang di pelajari.
Metode tutor sebaya merupakan pembelajaran yang bertujuan
meningkatkan prestasi belajar siswa di Sekolah Dasar (SD/ Sederajat)
kehadiran metode tutor sebaya dapat menjadikan kegiatan belajar
mengajar IPA lebih mengasyikan. Dengan demikian, maka dapat di
182 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
simpulkan bahwa antara metode tutor sebaya dengan prestasi belajar IPA
sangat erat. Karena proses pembelajaran tanpa menggunakan metode
yang tepat maka tidak akan bisa mencapai hasil yang maksimal, yang
kemudian akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian kali ini pendekatan yang digunakan adalah


penelitian kualitatif yang berbentuk tindakan kelas. Penelitian tindakan
ini merupakan penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Taggart
(dalam Arikunto, Suharsimi, 2002: 83), yaitu berbentuk spiral dari siklus
yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning
(rencana), action (tindakan), observation (pengamatan), dan reflection
(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang
sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum masuk pada
siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan.
Adapun informan yang paling tepat dan sesuai dengan judul
diatas adalah para siswa di SDN 006 Kecamatan Balikpapan Selatan
Kelas IV.C yang berjumlah 36 siswa, 10 siswa laki-laki dan 26 siswa
perempuan serta guru yang mengajar, dan mengawasi segala kegiatan
yang ada di lingkungan sekolahnya terutama dalam proses pembelajaran.
Dan sebagai informan tambahan yaitu kepala sekolah, dan para guru
yang lain.
Penelitian ini bertempat di SDN 006 Balikpapan Selatan.
Dilaksanakan pada semester I pada bulan Juli sampai Agustus 2013.
Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dengan cara :
Observasi, Data yang diperoleh melalui kegiatan observasi, yaitu
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu subjek yag akan diteliti.
Peneliti mengadakan pengamatan secara langsung untuk mengumpulkan
data aktivitas belajar murid yang akan diteliti dengan menggunakan
pedoman sebagai instrumen pengamatan. Tes hasil belajar siswa, Hasil
belajar siswa dilihat dari ulangan harian siswa. Dokumentasi,
Dokumentasi digunakan sebagai sumber data sekunder, berupa dokumen
silabus, RPP, alat evaluasi/penilaian (observasi), serta gambar kegiatan
proses pembelajaran di kelas. Analisis dilakukan sesuai dengan jenis
data yang diperoleh selama dilapangan. Untuk jenis data kualitatif,
analisis data dilakukan pada setiap item yang diobservasi dan sudah
dirumuskan. Rumus untuk menghitung keterlaksanaan siklus :
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 183
Keterlaksanaan siklus = Jumlah indikator yang terlaksana X 100 %
Jumlah keseluruhan indikator

Tindakan pembelajaran dengan menggunakan metode tutor


sebaya dinyatakan berhasil apabila disertai bukti-bukti sebagai berikut:
Peningkatan motivasi siswa dapat dilihat pada respon siswa dan lembar
partisipasi siswa. Hasil belajar murid apabila murid mampu mencapai
atau melebihi standar yang telah ditentukan atau ditetapkan. Peningkatan
kemampuan mengidentifikasi materi pelajaran yang dapat dilihat pada
hasil belajar siswa.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan dilapangan, Dari hasil observasi ternyata dalam


pembelajaran dengan model konvensional kurang cocok di terapkan
pada pelajaran IPA. Karena dengan model pembelajaran konvensional
tersebut hasil prestasi siswa kelas IV.c rendah. Rencana tindakan,
Sebagai langkah awal dari pelaksanaan pre test peneliti melakukan
persiapan di antaranya a) Mengadakan diskusi dengan guru mata
pelajaran IPA kelas IVc, b) Membuat RPP, c) Membuat instrumen
penelitian. Pelaksanaan tindakan, Pre tes di laksanakan dengan
menggunakan metode konvensional yaitu menggunakan metode
ceramah seperti yang di lakukan pengajar sebelumnya. Pada waktu
proses pembelajaran peneliti mengajar dengan menggunakan metode
konvensional, yaitu guru menerangkan murid mendengar dan diadakan
tanya jawab antara siswa dan guru, pada waktu diadakan tanya jawab
hanya ada 1,2 yang bertanya sedangkan yang lainnya ada yang ngantuk
dan ada juga yang bercanda. Pada akhir proses pembelajaran, peneliti
mengadakan pre tes dengan membagi-bagikan soal yang sudah di buat
oleh peneliti. Tujuan di adakan pre test ini untuk mengetahui efektifitas
dan keberhasilan dari pembelajaran konvensional.
Dalam mengerjakan soal pre test tampak kurang maksimal di
lihat hasil pre test. Kemudian peneliti dalam hal ini sebagai guru
mengakhiri pelajaran dengan do’a dan ucapan salam. Observasi, Pada
observasi awal dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi
kelas IV.c selama proses pembelajaran sebelumnya. Selain itu juga
untuk mengetahui prestasi siswa kelas IV.c SDN 006 Balikpapan
184 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Selatan. Dari hasil pre test dalam lembar observasi hasilnya kurang
maksimal, siswa kelas IV.c dalam hal ini kurang aktif cenderung banyak
diam daripada bertanya. Refleksi, Berdasarkan dari hasil pre tes yang
peneliti lakukan dapat di ambil kesimpulan bahwa pembelajaran
konvensional dengan model ceramah dan tanya jawab kurang cocok di
terapkan pada mata pelajaran IPA. Hal ini di sebabkan karena dalam
pembelajaran ini kurang dapat meningkatkan prestasi siswa kelas IV.c di
SD Negeri 006 Balikpapan Selatan.

Siklus 1
Dalam pelaksanaan siklus 1 terlihat cukup baik tapi masih kurang
efektif, siswa masih pasif, karena sebagian besar siswa dan tutornya
masih belum paham apa yang mestinya di lakukan. Masih ada siswa
yang terlihat malas-malasan ketika berdiskusi hal itu terlihat dari siswa
yang menidurkan kepalanya di meja. Ada 5 kelompok yang
menjawabnya masih salah hal ini dikarenakan guru tidak menyiapkan
LKS sebelum kegiatan, LKS ditulis di papan tulis. Sehingga waktu
untuk pelaksanaan di kelas kurang efektif. Selain itu, guru kurang jelas
dalam menjelaskan cara pengisian LKS. Siswa tidak mempresentasikan
hasil diskusi kelompok, guru tidak membuat kesimpulan pembelajaran
yang sudah dilaksanakan, guru juga tidak memberikan reward
(penghargaan) kepada kelompok dengan hasil terbaik. Berdasarkan
observasi siklus 1 yang telah di laksanakan, dapat di ketahui bahwa
penerapan tutor sebaya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang
semula rata-rata pada pre tes sebesar 65.00 % menjadi meningkat 72.78
% dari 36 siswa. Akan tetapi, dari 8 indikator pembelajaran hanya 3
indikator (37%) yang terlaksana sedangkan 5 indikator (63%) tidak
terlaksana baik oleh guru maupun siswa. Dari 36 siswa, 11 siswa tuntas
(31%), 25 tidak tuntas (69%) hasil belajar masih di bawah KKM.
Berdasarkan hasil pre tes siswa, observasi dan refleksi akhir
maka untuk meningkatkan prestasi belajar siswa serta mengatasi
masalah-masalah yang muncul pada siklus 1 peneliti mengambil
langkah-langkah sebagai berikut : 1). Memberikan reward (penghargaan)
berupa nilai yang bagus kepada tutor yang bisa membawa kelompoknya
menjadi yang terbaik. Reward ini bertujuan agar timbul motivasi untuk
meningkatkan rasa ingin tahu siswa. 2). Memberikan penjelasan yang
lebih detail dan “mengena” apa tugas seorang tutor kepada tutor dan
anggota kelompok. Hal ini akan bertujuan untuk menumbuhkan rasa
kepercayaan diri siswa dan tutor, dan mau mecoba menjelaskan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 185
pelajaran tanpa ditunjuk lagi. 3). Mengatur waktu pembelajaran dengan
baik agar tidak ada langkah-langkah kegiatan yang tertinggal. 4). Guna
meningkatkan minat belajar siswa ,tutor harus didorong supaya terlibat
secara aktif. Salah satunya memberikan masukan-masukan, selain
sebagai upaya menyiapkan siklus 2 yang lebih baik, guna meningkatkan
minat belajar dan ingin tahu siswa. 5). Mendesain ulang materi
pembelajaran dengan menyesuaikan siswanya, karena pada pertemuan
berikutnya peneliti tetap menggunakan metode tutor sebaya.
Berdasarkan data-data hasil penelitian yang dipaparkan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran tutor
sebaya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV.c SDN 006
Balikpapan Selatan terhadap materi IPA, dengan indikator keberhasilan :
a). Prestasi belajar siswa meningkat, b). Siswa semakin aktif dalam
kegiatan belajar mengajar, c). Selama kegiatan belajar mengajar, siswa
mengikuti dengan serius dan gembira meskipun masih ada beberapa
anak yang kurang antusias dengan kegiatan tutor sebaya.

Siklus 2
Dalam siklus 2 ini hanya mengadakan perbaikan-perbaikan agar
mendapat hasil yang maksimal. Adapun perbaikan-perbaikan yang di
lakukan adalah peneliti menyiapkan LKS dan menjelaskan cara
pengisian LKS dengan benar dan terperinci, pengaturan waktu agar
kegiatan pembelajaran tepat waktu, memberikan pengertian tentang tutor
sebaya dan membiasakan dengan pendekatan ini, karena sebelum di
lakukan penelitian oleh peneliti, pembelajaran IPA selalu menggunakan
strategi konvensional dengan metode ceramah dan tanya jawab.
Memberikan arahan kepada tutor dan siswa secara individu maupun
kelompok dan mengelola waktu secara efesien. Pada saat siklus 2
dilaksanakan, siswa terlihat semakin terbiasa dengan metode tutor
sebaya, jawaban dan pertanyaan yang mereka berikan semakin rinci,
dimana peran tutor sebaya benar-benar terlihat. Setiap kelompok juga
memanfaatkan tutor yang ada, hal itu di lihat dari setiap anak yang
kurang pahami mereka tidak malu mengakui ketidak tahuan mereka,
yang biasanya malu bertanya dia bertanya.
Dari hasil post tes pada siklus 2 dapat di ketahui bahwa
penerapan metode tutor sebaya dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa yang semula nilai rata-rata pada siklus 1 sebesar 72.78 % dan pada
siklus 2 sebesar 88.89 %. Dari 36 siswa, 12 tidak tuntas, 24 siswa tuntas,
186 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
indikator pembelajaran yang berjumlah 8, semuanya dapat dilaksanakan
dengan baik oleh guru dan siswa (100%). Perubahan kondisi belajar pun
tampak lebih baik hal tersebut dapat di lihat siswa lebih aktif dan
bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan
metode tutor sebaya. Jadi dalam pelaksanaan siklus 1 dan siklus 2
tampak terjadi perubahan yang signifikan pada proses pembelajaran IPA.
Hal ini dapat di buktikan dengan perubahan nilai atau prestasi yang
setiap siklus makin meningkat, yaitu pada siklus 1 dengan nilai rata-rata
sebesar 72.78 % dan siklus 2 nilai rata- rata sebesar 88.89 %, ditambah
siswa lebih aktif dan bersemangat dalam proses pembelajaran IPA.

KESIMPULAN

Berdasarkan hipotesa yang peneliti susun bahwa diduga melalui


penerapan metode tutor sebaya dapat meningkatkan hasil belajar IPA
materi memahami hubungan antara struktur bagian tumbuhan dengan
fungsinya pada siswa kelas IV.c SD Negeri 006 Balikpapan Selatan
Tahun Ajaran 2013/2014. Hal ini dibuktikan pada saat pre tes rata-rata
nilai 65.00 % setelah menerapkan metode tutor sebaya terjadi
peningkatan rata-rata nilai pada siklus 1 sebesar 72.78 % . Hasil dari
siklus 1 diperbaiki melalui refleksi sehingga menghasilkan rata-rata nilai
pada siklus 2 sebesar 88.89 %.
Penelitian berhenti sampai siklus 2 karena peneliti merasa sudah
cukup berhasil. Adapun faktor-faktor keberhasilan itu hasil belajar siswa
mengalami peningkatan, dengan menerapkan metode tutor sebaya siswa
lebih termotivasi untuk belajar, suasana belajar di kelas lebih
menyenangkan terutama jika belajar secara berkelompok, tugas yang
berat jadi terasa ringan dan keberanian siswa bertanya semakin
meningkat.

SARAN

Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar


proses belajar mengajar IPA lebih efektif dan lebih memberikan hasil
yang optimal bagi siswa, maka disampaikan saran, Untuk melaksanakan
metode tutor sebaya memerlukan persiapan yang cukup matang,
sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang benar-
benar bisa diterapkan dengan metode tutor sebaya dalam proses belajar
mengajar sehingga diperoleh hasil yang optimal. Dalam rangka
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 187
meningkatkan prestasi belajar siswa, guru hendaknya lebih sering
melatih siswa dengan berbagai metode pengajaran, walau dalam tingkat
yang sederhana, dimana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan
baru, memperoleh konsep dan keterampilan, sehingga siswa berhasil
atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi
Aksara
Hamalik, Oemar. 2008. Online at Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muntasir, Saleh. 1985. Pengajaran Terprogram. Jakarta: CV. Rajawali
Rahyubi, Heri. 2012. Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran
Motorik. Bandung: Nusa Media
Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar,
Cetakan VIII. Jakarta: Bumi Aksara.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen &
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Wacana Intelektual Yamin, Martinis. 2004. Strategi Pembelajaran
Berbasis Kompetensi Cetakan II. Jakarta: PT Gaung Persada
Press
Permendiknas RI No 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah Sawali. 2007. Diskusi
Kelompok Terbimbing Metode Tutor Sebaya.

188 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


MEMINIMALKAN KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA
MATERI PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR
UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
DENGAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS

Wahyu Sudiarsono
Guru Matematika SMK Negeri 2 Balikpapan

Abstrak
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas untuk
meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X–1 Akuntansi pada
kompetensi dasar Persamaan dan Pertidaksamaan Linear dan
meminimalkan kesulitan belajar pada kompetensi dasar
Persamaan dan pertidaksamaan Linear. Penelitian ini
dinyatakan berhasil jika terjadi siswa yang dinyatakan berhasil
dalam pembelajaran dari siklus I s.d. siklus III pada tiga
penilaian yang penulis tetapkan terhadap penelitian tindakan ini
mengalami peningkatan (jumlahnya semakin banyak). Dari hasil
penelitian diperoleh gambaran, siswa memperoleh ≥ 67,55 pada
silus I sebesar 16 siswa (40 %), siklus II sebesar 27 siswa (67,5
%) dan siklus III sebesar 34 siswa (85 %). Dari hasil observasi
diperoleh gambaran adanya peningkatan aktivitas siswa dalam
pembelajaran yaitu pada siklus I sebesar 17 siswa (42,5 %),
siklus II sebesar 26 siswa (65 %) dan siklus III sebesar 34 siswa
(85 %). Adapun hasil dari angket tentang respoons siswa
terhadap pembelajaran diperoleh gambaran pada siklus I I
sebesar 19 siswa (47,5 %), siklus II sebesar 27 siswa (72,5 %)
dan siklus III sebesar 35 siswa (87,5 %). Dalam pembelajaran
persamaan linear dengan pendekatan kostruktivis dapat
meminimalkan kesulitan belajar siswa terbukti dengan
meningkatnya hasil belajar dari siklus I s.d. siklus III hasilnya
selalu meningkat dengan kata lain anak yang mengalami
kesulitan belajar berkurang, sedangkan dari hasil observasi
yang diperoleh peningkatan aktivitas, siswa terlibat aktif dalam
proses pembelajaran.

Kata Kunci : kesulitan belajar; pendekatan konstruktivis.

PENDAHULUAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 189
Rendahnya nilai Matematika Siswa di Kelas X – 1 Akuntansi
SMK Negeri 2 Balikpapan yang belum mencapai nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), jika dirata-ratakan baru mencapai 59 dari
ketentuan minimal yang harus dicapai oleh setiap siswa baik secara
individual maupun secara klasikal yaitu 75. Sampai saat ini pelajaran
matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang amat sulit untuk
dipelajari, sehingga hasil yang diperoleh siswa masih sangat jauh dari
yang diharapkan. Sebagai gambaran dari hasil ulangan harian materi
sebelumnya siswa yang memperolah nilai ≥ 67,55, sesuai dengan
Standar Ketuntasan Belajar Minimal sebesar 24 % ( 9 siswa dari 40
siswa). Sementara itu matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang diujikan secara nasional, maka seluruh kompetensi yang ada harus
dikuasai oleh siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa
mencapai Standar Ketuntasan Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu harus diupayakan meminimalkan kesulitan-kesulitan
belajar matematika yang dihadapi oleh siswa.
Rendahnya nilai Matematika yang tidak mencapai KKM yaitu 59
yang seharusnya nilai Standar KKM 75. Maka penulis melakukan
Penelitian Tindakan Kelas dengan inovasi pembelajaran yang baru
dengan metode pendekatan Kontruktivis dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Penyebab kesulitan belajar yang dihadapi siswa sangatlah
komplek, yang datang dari siswa sendiri misalkan kurangnya
pengetahuan prasyarat pengetahuan yang dimiliki siswa, masalah sosial
dan lain-lain. Adapun kesulitan belajar siswa disebabkan oleh guru
misalnya, guru dalam proses pembelajaran tidak mengikutsertakan siswa
dalam pembelajaran secara aktif, siswa hanya disuruh menghafal rumus-
rumus, menerima konsep-konsep yang ada tidak melakukan sendiri.
Sehingga hasilnya kurang bermakna dan tidak terekam dengan baik pada
otak siswa secara keseluruhan.
Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat sulit untuk
dipelajari, bahwa tidak menarik dibandingkan dengan mata pelajaran
yang lain, hanya sedikit sekali siswa yang menyukainya, ini terbukti
dengan hasil pembelajaran yang diperoleh siswa selalu rendah. Untuk
mengubah pandangan tersebut diperlukan suatu cara yang bisa membuat
siswa tertarik untuk mempelajari matematika. Belajar merupakan proses
yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku baik dalam
bentuk pengetahuan dan sikap sebagai hasil dari pengalaman yang

190 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


diperolehnya, dengan demikian orang yang belajar merupakan orang
yang mengalami sendiri proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran
matematika harus dapat dikemas dalam bentuk yang menyenangkan dan
melibatkan semua siswa secara aktif, sehingga siswa memperoleh
sendiri pengetahuan yang harus dimilikinya.
Penelitian ini bertujuan untuk meminimalkan kesulitan belajar
siswa dalam bidang studi matematika, kegiatannya dilaksanakan dalam
proses pembelajaran, dengan memaksimalkan keaktifan siswa, guru
hanya sebagai fasilitator dan motivator. Dalam pembelajaran
konstruktivis siswa belajar dengan mengalami sendiri dan membangun
pengetahuan sendiri dari pengalaman yang dialaminya, dan pada
akhirnya belajarnya menjadi bermakna, bila belajarnya bermakna maka
kesulitan belajar siswa dapat teratasi. Penelitian ini dilaksanakan dalam
3 siklus, masing-masing siklus terdiri atas tahap Perencanaan, Tindakan,
Pengamatan, Refleksi. Sedangkan pendekatan pembelajaran dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan konstruktivis melalui Lembar
Kegiatan Siswa (LKS) yang peneliti buat secara berstruktur sehingga
siswa bisa membangun pengetahuannya sendiri dengan jalan
menyelesaikan LKS secara berkelompok. Adapun data dalam penelitian
ini diperoleh dengan nilai tes, observasi dan angket, dimana fungsi dari
data yang telah diperoleh sebagai berikut nilai tes untuk mengetahui
keberhasilan belajar siswa dalam memahami materi yang diajarkan,
observasi untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan
angket untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivis. Maka dari itu penulis berusaha untuk
membuat Penelitian Tindakan Kelas dengan judul : Meminimalkan
kesulitan belajar Matematika materi Persamaan dan Pertidaksamaan
Linear pada siswa kelas X – 1 Akuntansi SMK Negeri 2 Balikpapan,
dengan Pendekatan Konstruktivis Semester Ganjil Tahun Pembelajaran
2014/2015.

KAJIAN PUSTAKA

Pembelajaran Matematika
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Matematika berasal dari
bahasa latin MANTHANEIN atau MATHEMA yang berarti belajar atau
hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut
WISKUNDE atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 191
kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis
dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan konsep atau pernyataan
dalam matematika bersifat konsisten.
Tujuan pembelajaran matematika menurut Departemen
Pendidikan Nasional (2003) adalah melatih cara berfikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten
dan inkonsistensi, mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta
mencoba-coba, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,
mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain pembicaraan lisan, catatan,
grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003).
Pembelajaran matematika akan bermakna bagi siswa apabila
mereka aktif dalam proses pembelajaranan membangun
(mengkonstruksi) sendiri materi pembelajaran yang mereka perlukan.
Menurut Zakorik (dalam CTL, 2003: 7) ada lima elemen yang harus
diperhatikan dalam praktek pembelajaran konstruktivis. Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge), memperoleh
pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan data, kemudian memperhatikan detailnya.
Pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledge) yaitu dengan cara
menyusun (a) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing
kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar
tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan,
mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (Applying
Knowledge). Melakukan refleksi (Reflecting Knowledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Pengaruh Konstruktivis dalam Pembelajaran Matematika. Dalam
pembelajaran matematika pengaruh konstruktivisme menurut Lambas,
dkk, (2004: 14) meliputi: dalam konstruktivisme, belajar adalah kegiatan
aktif siswa dalam membangun pengetahuan barunya, siswa mencari
sendiri arti dari yang mereka pelajari dan bertanggung jawab terhadap
hasil belajarnya, mereka sendiri yang membuat penalaran dengan apa
yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkan apa
yang telah diketahui dengan pengalaman dan situasi baru. Pengaruh
konstruktivisme terhadap proses mengajar guru. Mengajar bukanlah
192 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi
merupakan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam
membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan,
bersifat kritis dan mengadakan justifikasi.

Teori Pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivis


Kesulitan belajar siswa merupakan suatu hal yang harus segera
dapat diatasi, dicari penyebab dan jalan keluarnya. Kegagalan siswa
dalam pembelajaran adalah kegagalan guru dalam pendidikan. Karena
pengetahuan bukannya seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah-
kaidah yang siap diambil dan diingat sejalan dengan itu. Piaget (dalam
Nurhadi, dkk., 2003 : 36) berpendapat, manusia memiliki struktur
pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing
berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman sama bagi
beberapa orang akan dimaknai berbeda-beda oleh masing-masing
individu dan disimpan dalam kotak yang berbeda. Setiap pengalaman
baru dihubungkan dengan kotak-kotak (struktur pengalaman) dalam otak
manusia tersebut.
Sejalan dengan pendapat di atas, dalam pembelajaran agar siswa
diberi kesempatan membangun pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai
dengan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Dalam
buku CTL yang disusun oleh Departemen Pendidikan Nasional (2002:
11) siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan
sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Guru
tidak mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa, siswa
harus mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri.
Pengetahuan terus berkembang, penemuan-penemuan baru
banyak yang ditemukan sehingga pembelajaran tidak pernah berakhir
dan harus selalu diikuti perkembangannya. Nurhadi, Burhanudin Yasin,
Agus Gerrad Senduk (2003 : 10) berpendapat teori konstruktivis
memandang secara terus-menerus memeriksa informasi-informasi baru
yang berlawanan dengan aturan-aturan lain dan memperbarui aturan-
aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Teori konstruktivis menuntut siswa
berperan aktif dalam pembelajaran mereka sendiri. Karena
penekanannya pada siswa yang aktif maka strategi konstruktivis sering
disebut pengajaran yang berpusat pada siswa (Student-Centered
Instruction). Di dalam kelas yang pengajarannya berpusat pada siswa,
peran guru adalah membantu siswa menemukan fakta, konsep atau
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 193
prinsip bagi diri mereka sendiri, bukan memberikan ceramah atau
mengendalikan seluruh kegiatan di kelas. Dari pendapat-pendapat di atas
dapat dinyatakan bahwa pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran
dapat mengoptimalkan pengalaman belajar. Siswa menemukan konsep-
konsep atau dalil matematika sendiri, maupun melalui diskusi kelompok
dengan guru sebagai fasilitator, sehingga dapat meminimalkan kesulitan
belajar siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 2 Balikpapan, yang


pelaksanaannya dimulai 15 Juli 2014 sampai dengan 30 September 2014
kurang lebih 3 bulan lamanya penelitian yang melibatkan seorang guru
matematika sebagai peneliti, 2 guru (teman sejawat) untuk membantu
mengambil data sebagai observator dalam pelaksanaan penelitian.
Adapun subyek penelitian adalah 40 siswa kelas X-1 Akuntansi yang
keadaan siswa dalam kelas tersebut heterogen.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 3 siklus dengan rincian sebagai
berikut : siklus I, dengan 1 x Tatap Muka (TM); siklus II dengan 1 x
TM, siklus III dengan 2 x TM. Adapun materi yang dibahas dalam 3
siklus tersebut adalah Siklus I membahas materi mengenal PLSV dalam
berbagai variabel dan mengenal pengertian PLSV. Siklus II membahas
materi menentukan himpunan penyelesaian dari PLSV. Siklus III
membahas materi menyelesaikan PLSV dengan menggunakan
persamaan – persamaan yang ekuivalen. Penelitian tindakan kelas ini
menggunakan rancangan penelitian tindakan yang dilaksanakan di kelas,
sehingga disebut Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian ini terdiri dari 3 siklus masing-masing siklus meliputi :
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Hal ini sesuai pendapat
Suharsimi A, Suhardjono, Supardi (halaman 73) PTK dilaksanakan
dalam bentuk siklus berulang yang di dalamnya terdapat empat bahasan
utama kegiatan yaitu :
o perencanaan,
o tindakan,
o pengamatan dan
o refleksi
Siklus penelitian tindakan kelas dapat disajikan sebagaimana Gambar 1.

194 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Gambar 1. Siklus Pada Penelitian Tindakan Kelas

Dalam penelitian ini ada 3 kelompok data yang akan dievaluasi


antara lain hasil tes akhir siklus untuk mengetahui keberhasilan belajar
siswa, hasil observasi siswa untuk mengetahui/melihat aktivitas siswa
dalam proses pembelajaran yang meliputi 5 aspek yaitu perhatian /
keseriusan, ketepatan mengumpulkan tugas, kelengkapan buku catatan,
keaktifan bertanya/menjawab, dan menghargai pendapat orang lain.
Hasil observasi guru untuk mengetahui kesesuaian antara pelaksanaan
tindakan dan skenario pembelajaran yang direncanakan di kelas. Hasil
angket yang diberikan siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis.
Peneliti membuat instrumen penilaian kognitif dengan
menetapkan 5 butir indikator untuk penilaian keberhasilan siswa dalam
pembelajaran, dengan rentang nilai 1 – 20. Skor terendah seorang siswa
= 1 x 20 = 20 dan skor tertinggi seorang siswa = 5 x 20 = 100. Hasil nilai
siswa dijumlah dan bisa dirumuskan keberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Bila nilai siswa ≥ 67,55 siswa dinyatakan berhasil (tidak
mengalami kesulitan) dalam belajar, jika nilai siswa < 67,55 maka siswa
dinyatakan belum berhasil dalam belajar (mengalami kesulitan) dan
perlu diremidi. Batas nilai keberhasilan yang ditentukan berdasar
Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang telah dibuat guru
bidang studi matematika kelas VIII sebesar 67,55. Penelitian tindakan

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 195


ini berhasil jika nilai siswa dalam test akhir siklus yang nilainya ≥ 67,55
jumlahnya semakin lama semakin banyak dari siklus I ke siklus II
kemudian ke siklus III atau siswa yang mengalami kesulitan belajar
semakin berkurang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Siklus I
Pada siklus I berdasarkan dari soal-soal yang telah dikerjakan,
siswa yang tuntas dalam pembelajaran yang nilainya mencapai ≥ 67,55
sebanyak 16 siswa atau prosentasenya mencapai 40 %. Dari tabel hasil
observasi siklus I dapat dibaca bahwa dalam pembelajaran, keterlibatan
siswa secara aktif masih kurang terlibat, prosentasenya 47,5%. Dari tabel
hasil angket siklus I dapat diketahui bahwa respons siswa terhadap
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis masih dianggap kurang
menyenangkan, prosentasenya 47,5 %. Hal-hal yang ditemukan dalam
pelaksanaan tindakan kelas pada siklus I adalah :
Pada umumnya siswa masih kurang paham tentang kalimat
terbuka, beberapa siswa yang masih kurang paham tentang variable
dan konstanta, beberapa siswa masih mengalami kesulitan untuk
menentukan himpunan penyelesaian dari kalimat terbuka, sebagian
siswa termotivasi untuk aktif dan kreatif di dalam menyelesaikan
permasalahan yang muncul di LK, sebagian siswa lagi masih kurang
aktif dalam pembelajaran siswa berusaha untuk melaksanakan diskusi
dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul di LK, meskipun ada
sebagian siswa yang pasif, hasil dari kerja kelompok yang dilakukan
siswa masih ada yang melenceng dari masalah yang ada, siswa masih
kurang keberanian dan kurang percaya diri untuk mempresentasikan
hasil kerjanya ke depan, penguasaan materi prasyarat siswa kurang,
sehingga kegiatan diskusi agak terlambat.
Alternatif pemecahan masalah tentang hal-hal yang ditemukan
dalam tindakan pada siklus I antara lain menjelaskan kembali tentang
kalimat terbuka, menjelaskan tentang variable dan konstanta,
memberikan penjelasan kembali bahwa untuk menentukan himpunan
penyelesaian dari kalimat terbuka, memotivasi siswa yang kurang aktif
dalam pembelajaran dengan jalan mendekati siswa tersebut dan
menumbuhkan semangat belajar mereka agar bisa aktif dalam
pembelajaran, untuk siswa yang pasif dicari penyebabnya agar siswa
196 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
tersebut mempunyai semangat untuk mengikuti pembelajaran secara
aktif, untuk membenarkan hasil pembelajaran yang salah ditanyakan
dulu pada siswa yang lain agar dibenarkan, jika masih saja salah maka
guru yang akan meluruskan jawaban yang salah tersebut, Guru
memotivasi siswa untuk mengungkapkan pendapatnya di depan dengan
berani dan percaya diri karena hal tersebut sangat diperlukan untuk
siswa di masa yang akan datang, apabila ada kegagalan guru akan
memberikan bimbingan seperlunya untuk kesempurnaan pendapat itu
dan jika materi prasyarat siswa kurang, maka akan diulang lagi untuk
menggali kembali pengetahuan prasyarat yang mendukung topik yang
diberikan dengan tanya jawab.

Siklus II
Pada siklus II, siswa yang mengalami tuntas belajar sebesar 17
siswa atau prosentasenya sebesar 67,5 %, ada kenaikan sebesar 27,5 %
dari siklus I. Hasil observasi siklus II adalah dalam pembelajaran,
keterlibatan siswa secara aktif mengalami peningkatan sebesar 17,5 %
dari siklus I yaitu sebesar 47,5 % sedang siklus II sebesar 65 %. Hasil
angket siklus II dapat diketahui bahwa respons siswa terhadap
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis mengalami sedikit
kemajuan karena siswa sudah banyak yang menyenangi pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivis yaitu sebesar 72,5 % berarti mengalami
peningkatan sebesar 25 % dari siklus I.
Hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada
siklus II adalah beberapa siswa dalam menentukan persamaan garis lurus
melalui 2 titik masih banyak melakukan kesalahan pada perkalian silang
yang harus mereka selesaikan, siswa antusias sekali dalam kegiatan
pembelajaran dengan kelompoknya untuk menemukan penyelesaian dari
permasalahan yang muncul dalam LK, meskipun ada beberapa siswa
yang tidak mengikuti kerja kelompok (pembelajaran) secara aktif, waktu
pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan kelas tidak sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan materi yang
dipelajari cukup padat dan sulit, serta banyak pengetahuan prasyarat
sebagai penunjang materi PLSV belum dipahami anak dengan baik
sehingga perlu pemantapan dan perlu digali kembali dari siswa, juga
soa-soal yang rumit yang membutuhkan kemampuan tinggi untuk
menyelesaikannya namun masih ada beberapa siswa yang kurang aktif
dalm proses pembelajaran dan responnya juga rendah.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 197


Alternatif pemecahan masalah tentang hal-hal yang ditemukan
dalam pelaksanaan tindakan kelas pada siklus II antara lain: menjelaskan
kembali dan menambah latihan dengan membantu mengerjakan anak-
anak yang masih kesulitan untuk menyelesaikan soal – soal tentang
penyelesaian PLSV dengan cara substitusi sampai mereka bisa
mengerjakan, mendekati siswa yang tidak aktif untuk memotivasi betapa
pentingnya (berguna) menjadi siswa yang mengerti dengan baik
pelajaran yang dipelajari, guru mengidentifikasi seluruh pengetahuan
prasyarat yang perlu digali kembali dari siswa, dan memprediksi waktu
yang tepat untuk menyelesaikan suatu topik, serta memberi sedikit
bimbingan sebagai pembuka jalan untuk menyelesaikan soal-soal yang
rumit pada kegiatan kerja kelompok, mendekati siswa yang kurang aktif
dan responnya juga rendah untuk diminta keterangan apa yang
menyebabkan siswa tersebut seperti itu, lalu diberi motivasi untuk
membangkitkan semangat belajar mereka.

Siklus III
Pada siklus III, siswa yang mengalami tuntas belajar sebesar 34
siswa atau prosentasenya sebesar 85 %, ada kenaikan sebesar 12,5 %
dari siklus II dan 45 % dari siklus I. Hasil observasi siklus III
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif
sebesar 85 % mengalami peningkatan sebesar 20 % dari siklus II dan
42,5 % dari siklus I. Hasil angket siklus III dapat diketahui bahwa
respons siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis
mengalami kemajuan karena siswa sudah banyak yang menyenangi
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis yaitu sebesar 87,5 %
berarti mengalami peningkatan sebesar 15 % dari siklus II dan 40 % dari
siklus I.
Hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada
siklus III antara lain beberapa anak masih mengalami kesulitan untuk
menentukan himpunan penyelesaian PLSV dengan persamaan-
persamaan ekuivalen, siswa semakin antusias dalam kegiatan
pembelajaran dengan kelompoknya untuk menemukan penyelesaian dari
permasalahan yang muncul dalam LK, siswa terlihat aktif untuk
menyelesaikan LK yang telah dibagikan. Alternatif pemecahan masalah
tentang hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada
siklus III antara lain menjelaskan kembali bahwa untuk menentukan
himpunan penyelesaian PLSV dengan persamaan-persamaan ekuivalen
198 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa secara klasikal
terdapat peningkatan respons siswa dan peningkatan aktivitas siswa
dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis dalam bentuk
kerja sama kelompok baik pada siklus I, II maupun III. Begitu juga
respons siswa pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis juga
menigkat baik pada siklus I, II maupun III. Juga diikuti dengan
peningkatan hasil belajar matematika siswa. Adapun prosentase
besarnya penignkatan hasil belajar, keterlibatan siswa secara aktif dan
respons siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis
telah dibahas pada pembahasan hasil penelitian siklus I, II maupun III.
Dari data hasil penelitian tindakan kelas nampak bahwa semua
unsur yang penulis teliti yaitu, nilai test matematika akhir siklus, nilai
afektif dari observasi tentang keterlibatan secara aktif dalam proses
pembelajaran maupun dari nilai angket semua mengarah pada
peningkatan hasil yang semakin lama semakin baik dari siklus I ke
siklus II kemudian ke siklus III. Hal itu menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan kostruktivis materi persamaan garis
lurus pada siswa kelas X-1 SMK Negeri 2 Balikpapan, dapat
meminimalkan kesulitan belajar siswa.

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan lapangan di SMK Negeri 2 Balikpapan


ditemukan bahwa hasil belajar individual siswa kelas X–1 rendah
(sekitar 23 % s.d 40 %). Siswa yang hasil belajarnya memperoleh nilai ≥
67,55 sesuai dengan SKBM yang ditetapkan. Untuk meningkatkan hasil
belajar matematika siswa, tindakan yang dipakai adalah pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivis.
Setelah penelitian tindakan kelas ini berlangsung selama tiga
siklus diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam belajar kelompok.
2. Terdapat peningkatan rata-rata hasil ulangan akhir siklus.
3. Adanya peningkatan jumlah siswa yang mendapat nilai ≥ 67,55 dari
satu siklus ke siklus yang lain.
4. Adanya peningkatan respons siswa terhadap pembelajaran.
5. Pembelajaran dengan pendekatan konstuktivis dapat meminimalkan
kesulitan belajar siswa.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 199


6. Secara klasikal, peningkatan hasil belajar matematika siswa sangat
bergantung dari keterlibatan guru dalam malakukan analisis materi
pelajaran dan bagaimana guru berperan dalam mendampingi siswa
ketika proses pembelajaran berlangsung
Berdasarkan dari hasil yang penulis capai dalam penelitian ini
maka dapat penulis sarankan:
1. Terhadap Guru :
Sehubungan dengan hasil penelitian ini diharapkan kepada guru-guru
untuk dapat melanjutkan kegiatan serupa dengan mengajak guru-
guru lain baik pada sekolah yang sama maupun pada sekolah yang
lain guna meningkatkan mutu pendidikan.
Pada suatu proses pembelajaran hendaknya guru menggunakan
metode/pendekatan yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan
dan melakukan analisis materi pelajaran yang akan disampaikan
serta berperan dalam mendampingi siswa ketika proses pembelajaran
berlangsung.
2. Terhadap Kepala Sekolah.
Peningkatan profesionalisme guru dapat ditingkatkan melalui kerja
sama kolaboratif antara guru-guru mata pelajaran sejenis.
Diharapkan kepala sekolah dapat memfasilitasi dan dapat
mendorong guru-guru untuk menyampaikan secara terbuka
hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan yang dialami dalam
proses pembelajaran untuk ditindaklanjuti dalam suatu tindakan
kelas

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S, Suhardjono, Supardi. 2003. Penelitian Tindakan Kelas,


Jakarta : Bumi Aksara.
Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). 1994. Garis-
garis Besar Program Pengajaran, Jakarta : Depdikbud.
Kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). 1994. Petunjuk
Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Depdikbud.
Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah
Tsanawiyah. 2003. Standar Kompetensi, Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional.

200 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Lambas, dkk, 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Buku 3, Modul 25,
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama.
Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL), Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Nurhadi, Yasin B, Senduk, A.G. 2003. Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya
dalam KBK, Malang : Penerbit UM.
Sungkowo. 2003. Pendekatan Kontekstual, Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Lanjutan Pertama

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 201


202 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA
KELAS X–2 DENGAN MENGAPRESIASI PUISI
MENGGUNAKAN MEDIA CD

Indah Sutjiati
Guru SMA Negeri 8 Balikpapan

Abstrak

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan


untuk meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia siswa di
Kelas X – 2 SMA Negeri 8 Balikpapan dengan Pokok Bahasan
Ketrampilan Mendengarkan puisi menggunakan media CD.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi motivasi
bagi siswa dalam memahami serta memudahkan siswa dalam
mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik puisi agar kesulitan yang
dihadapi oleh siswa dapat terselesaikan dengan mudah
bagaimanakah tata cara mengapresiasikan puisi yang baik.
Pada siklus 1 nilai yang di peroleh oleh siswa rata-rata sebesar
50,13 % dan pada siklus ke 2 nilai yang di peroleh oleh siswa
rata-rata 66,13 % terdapat kenaikan dari siklus 1 kesiklus 2
sebesar 16 % sehingga dari kenaikan tersebut presentasi pada
siklus ke 2 menjadi 66,13 %. Namun nilai tersebut belum
memenuhi standar Kriteria Ketuntasan Minimal yang di
tetapkan dari sekolah yaitu 75. Setelah diadakan refleksi dan
perbaikan maka nilai pada siklus 3 terdapat kenaikan yang
signifikan menjadi 93, 13 %. Maka pada siklus ke 3 tersebut
terdapat kenaikan rata-rata prestasi belajar siswa kelas X – 2
sebesar 27, 00 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui
latihan soal terbimbing dapat meningkatkan prestasi hasil
belajar siswa kelas X – 2 SMA Negeri 8 Balikpapan Semester
ganjilTahun Pembelajaran 2011/2012, maka melalui metode ini
dapat dilakukan dan dapat dipakai oleh seluruh guru Bahasa
Indonesia di SMA Negeri 8 Balikpapan dalam Kegiatan Belajar
Mengajar (KBM) di kelas dengan harapan dapat mempermudah
dalam proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas,
sehingga prestasi siswa dapat meningkat dengan baik.

Kata Kunci : Apresiasi puisi, media CD

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 203


PENDAHULUAN

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)


tahun 2006 memuat pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Penjabaran pembelajaran tersebut tertuang dalam bentuk standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Salah satu standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang dimaksud, adalah mengidentifikasi unsur-unsur
intrinsik bentuk puisi secara langsung/ rekaman (5). Sementara
kompetensi dasarnya Apresiasi puisi media CD. Pembelajaran Apresiasi
puisi ini diperkuat dalam PP Nomor 23 Tahun 2006 pasal 9 ayat 2
yang menyatakan, bahwa guru adalah penyelengara pendidikan yang
harus menyelesaikan segala kompetensi yang telah dituangkan dalam
kurikulum KTSP. Hal ini merupakan landasan yang kuat sehingga guru
harus mampu memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik
dengan sebaik-baiknya agar tercapainya tujuan pembelajaran yang
optimal.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru agar tujuan
pembelajaran itu optimal, antara lain (1) Guru harus mampu memilih
metode dengan benar, (2) Guru harus mampu memilih strategi yang
baik, (3) Guru harus mampu memilih media yang tepat, (4) Guru harus
mampu menggunakan model pembelajaran yang menarik, (5) Guru
harus mampu menggunakan bahasa yang efektif, (6) Guru harus
memiliki alat penialaian yang baik dan lengakap, dan (7) Guru harus
bersedia menjadi pembimbing sekaligus mitra belajar peserta didik.
Tujuan pembelajaran dapat dikatakan optimal apabila ketuntasan
suatu kompetensi dasar adalah sama atau lebih dengan kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan pada jenjang satuan
pendidikan tertentu. Pembelajaran puisi merupakan pembelajaran
mendengarkan sastra di kelas X–2 pada jenjang pendidikan menengah
atau SM A. Di SMA Negeri 8 Balikpapan kelas X–2, tingkat ketuntasan
pembelajaran puisi masih rendah. Hal ini terbukti dari hasil
pembelajaran tentang ketrampilan mengapresiasi puisi yang telah
dilakukan, ternyata hanya 25% siswa yang tuntas belajar dengan nilai
antara 70 (sesuai KKM) sampai dengan 78 (di atas KKM), sedangkan
75% siswa belum tuntas belajar yaitu hanya memperoleh nilai rata-rata
64.
Hal ini disebabkan kemampuan mengapresiasi puisi siswa yang
kurang. Kekurangan ini disebabkan oleh faktor pembelajaran
204 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
mengapresiasikan puisi yang tidak mudah dan kurang menarik dan
membosankan. Siswa mengalami kejenuhan ketika guru mengajak
seluruh siswa di dalam kelas tersebut untuk membuat salah satu judul
puisi. Oleh sebab itu guru harus mengimplementasikan pembelajaran
menulis puisi menjadi menarik dan tidak membosankan. Cara yang
dilakukan guru adalah dengan memaksimalkan unsur musikalisasi yang
ada dalam puisi. Dengan kata lain, siswa diajak untuk mengoptimalkan
kemampuannya menentukan serta menghubungkan suasana puisi
musikalisasi puisi.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran puisi secara optimal, media
pembelajaran yang digunakan oleh penulis adalah media CD. CD puisi
adalah media pembelajaran yang di dalamnya terdapat rekaman lagu
berupa puisi dan memiliki aktivitas atau kesan musik atau hal
mempunyai rasa peka terhadap musik (Fredi, 2007: 1). Media CD
dihadirkan dalam pembelajaran puisi untuk mempermudah aktivitas
pembelajaran dan menumbuhkan rasa senang. Media CD juga
dimaksudkan dapat memunculkan efek musik yang ada di dalamnya
sehingga dapat mempertegas makna yang ada dalam puisi.
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk
menggambarkan efektifitas dan efisiensi penggunaan media CD . Di
samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan
kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi dengan menggunakan alat
musik. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah apabila media CD
dipegunakan dengan benar, maka akan dapat mengapresiasi puisi pada
siswa kelas X-2 SMA Negeri 8 Balikpapan.

KAJIAN PUSTAKA

Apresiasi Puisi
Pembelajaran sastra di SMA dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa mengapreisasi karya sastra (termasuk apresiasi dalam
menulis Puisi). Melalui apresiasi sastra, idealnya siswa dapat merasakan
kehadiran pelaku, peristiwa, suasana, dan gambaran objek. Lebih dari
itu, menurut Aminudin (1988: 1) apresiasi harus mencakup; (1) proses
memahami dan menghayati cerita dalam berbagai bentuk baik melalui
kegiatan menyimak maupun membaca, (2) kegiatan mengemukakan
tanggapan secara emotif, (3) kegiatan mengemukakan pendapat
berkaitan dengan pembinaan bahasa, bagian-bagian isi dalam cerita,
sikap setuju ataupun tidak setuju terhadap sikap dan keputusan yang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 205
ditampilkan para tokoh, gambaran peristiwa maupun pendapat yang
secara langsung atau tidak langsung dikemukakan oleh pencerita, (4)
kegiatan perluasan dalam bentuk mengemukakan kembali cerita yang
disimak atau dibaca secara lisan atau tertulis, membacakan cerita secara
lisan, mendramatisasikan cerita, membuat kliping ringkasan cerita,
menuliskan ringkasan cerita, dan menanggapinya secara individual
dalam bentuk catatan harian/jurnal, dan sebagainya.
Pembelajaran apresiasi sastra puisi, merupakan bagian
pembelajarn apreisasi sastra. Puisi adalah bentuk yang mendasar atau
paling inti dalam karya sastra. Dikatakan bentuk yang paling mendasar
/inti, karena pembelajaran menulis puisi dapat dipandang sebagai sentral
dalam pembelajaran di sekolah. Dwight L. Burton (dalam Ahmadi,
1990:107) mengemukakan, bahwa pembelajaran menulis puisi
dipandang sebagai sentral dalam pembelajaran apresiasi sastra dengan
tiga alasan, (1) Puisi dapat memberikan kenyamanan yang mendalam,
dapat menambah suatu kekayaan, kenikmatan dalam bahasa, dapat
membuat kita lebih resvonsif terhadap dunia verbal dalam kehidupan
kita, (2) pembaca puisi yang akrab dapat memberikan kepada kita
kontrol verbal dan semantik, sehingga memelihara kita tetap hidup dan
vital, dan (3) puisi memperluas wawasan persepsi, memperdalam dan
meningkatkan serta membeningkan kepekaan emosional dan dapat
memacu kita dalam menuangkan ide-idenya dengan leluasa sesuai hati
nuraninya.
Dengan demikian pembelajaran di sekolah harus berjalan sesuai
dengan tujuan masing-masing. Hal ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan Boen Oemardjati (dalam Nadeak, 1985: 43), bahwa
pengajaran sastra (puisi) yang dilaksanakan sebagai mana mestinya akan
membawa anak didik ke perkenalan-perkenalan dengan pribadi-pribadi
dan pemikir-pemikir yang benar di dunia, guru-guru, dan pemikir-
pemikir dari abad-abad. Untuk memahami puisi sebagai tindakan awal
dalam mengapresiasi, peneliti memegang panduan cara memahami puisi,
karena pada prinsipnya puisi adalah karya sastra yang penuh dengan
muatan makna yang perlu dipahami dan dihayati. Panduan yang
digunakan adalah yang ditulis oleh Mursal Esten, yaitu; 1) pahami judul,
karena judul adalah lubang kunci, 2) temukan kata-kata sulit, 3) buatlah
puisi menjadi sebuah parafrase, 4) cari kata kuncinya, 5) bacalah
berulang-ulang karena akan memudahkan pemahaman.

206 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)


Pada dasarnya pembelajaran mengapresiasi sastra (puisi)
melibatkan peneguhan kesadaran tentang sikap menghargai keindahan
dan kebesaran Allah SWT. Sedangkan tujuan pembelajaran sastra (puisi)
di sekolah yang utama adalah memberikan dan memperoleh pengalaman
bersastra yang ditunjang oleh pengetahuan sastra yang relevan dengan
itu (Rusyana, 1988: 62). Tujuan pembelajaran apresiasi puisi tidak lain
adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk mengembangkan
pemahaman bacaan yang utuh dan memperlebar dimensi kontak emosi
dan gagasan pribadi yang memungkinkan terjadinya respon yang akrab
antara karya saatra (puisi) dengan pembaca (siswa).
Dalam pembelajaran apresiasi puisi, CD yang didalamnya
terdapat unsur musik akan menjadikan aktivitas pembelajaran lebih
menyenangkan. Siswa diajak untuk menikmati puisi sambil
mendengarkan dan memainkan alat musik sambil mendalami makna dan
memperoleh pesan dari puisi yang digelutinya. Dalam hal ini fungsi
utama CD dalam pembelajaran adalah sebagai sumber belajar yang
sangat baik. Sumber belajar merupakan pengalaman yang sangat luas,
yaitu seluas kehidupan yang mencakup segala sesuatu yang ada di alam
yang dapat menimbulkan peristiwa belajar. Maksudnya adalah adanya
perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan (Yudhi Munandi, 2008: 38). Penggunaan CD
puisi, memerlukan perhatian keseriusan dan kesungguhan, dari siswa
untuk menyimak dan memahami secara utuh makna puisi tersebut. Dari
beragam tema karangan beragam pula isi kehidupan yang dijumpai.
Langkah-langkah dalam pembelajaran mengapresiasi puisi
dengan media CD adalah guru memperdengarkan puisi melalui CD,
setelah itu siswa secara berkelompok menyimak dan memahami puisi
tersebut, setelah dipahami siswa ditugaskan menentukan unsur-unsur
intrinsik sebagai kegiatan mengapresiasi puisi. Unsur-unsur intrinsik
tersebut adalah memahami tema, pesan, relevansi isi puisi dengan
kehidupan sekarang, bahasa, rima, irama, persajakan, dan pilihan
katanya. Kegiatan selanjutnya siswa membuat musikalisasi puisi secara
berkelompok dengan alat musik sederhana yang dibawa siswa. Ada tiga
cara melakukan musikalisasi puisi, yaitu; 1)Pembacaan puisi secarah
utuh, musik mengiringi,dan musik harus mampu menciptakan suasana-
suasana puisi sehinggah tidak monoton. 2) Sebagian puisi dibaca
sebagian lagi dinyanyikan, musik mengiringnya. Pada bentuk kedua ini,
harus ada kesinambungan bagian puisi yang dibaca dengan bagian puisi
yang dinyanyikan sambil diiringi musik. 3)puisi yang dinyanyikan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 207
secara utuh, musik mengiringi. Bentuk ketiga ini adalah harus mampu
mengungkapkan kesan dari lagu dan musik yang ada pada puisi.

Penelitian Tindakan Kelas


Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu bentuk
penelitian yang bersifat praktis dengan melakukan tindakan-tindakan
yang dilakukan di kelas dan bertujuan untuk memperbaiki dan
meningkatkan praktik pembelajaran yang ada (Kasmani, 1998:1).
Sedangkan menurut Kemmis (dalam Ardiana 2001:1), Penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah sebagai bentuk kajian yang bersifat refleksi
oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan
rasional dari tindakan itu dalam melaksanakan tugas, memperdalam
pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki
kondisi tempat praktik pembelajaran itu dilakukan.
Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang berusaha
memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran yang ada sebelumnya.
Dalam suatu penelitian, metodologi merupakan hal yang penting karena
dalam metode pengembangan penelitian memberikan panduan kepada
peneliti tentang bagaimana melakukan penelitian dengan urutan, atau
teknik yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Berhasil tidaknya
suatu penelitian sebagian besar tergantung pada metode penelitian yang
digunakan. Namun tidak ada metode yang bisa dilakukan mutlak baik
setiap metode tentu mengandung kelebihan dan kelemahan. Oleh karena
itu, di dalam memilih suatu metode penelitian yang nantinya digunakan
hendaknya harus disesuaikan dengan objek yang akan diteliti. Metode
pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian antara lain
wawancara, observasi dan tes.

METODE PENELITIAN

Secara umum penelitian tindakan kelas ini meliputi perencanaan


tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan observasi. Hal-hal
yang dilakukan dalam perencanaan tindakan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan rencana tindakan antara lain: penjajakan kondisi awal
kemampuan siswa dalam mengapresiasi puisi, meneliti dan
mengindetifikasi masalah yang mendesak untuk diupayakan
pemecahannya, menyiapakan instrumen observasi dan evaluasi,
208 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
menyiapkan bahan-bahan pelaksanaan tindakan, media pembelajaran,
seperti lab top, LCD, VCD, Televisi dan kaset CD.
Pada tahap pelaksanaan tindakan hal-hal yang dilakukan antara
lain melaksanakan prosedur sebagaimana yang telah direncanakan.
Pelaksanaan ini meliputi: (a) persiapan tindakan, (b) pelaksanaan
tindakan, (c) obsevasi dan interprestasi, dan (d) evaluasi e) analisis dan
refleksi. Teknik pengumpulan dan alat pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah menggunakan tes hasil belajar dan observasi
tindakan atau kinerja siswa. Selain test hasil belajar dan oberservasi
digunakan pula unjuk kerja dari kelompok siswa dan juga memanfaatkan
fortofolio dari hasil tulisan puisi tersebut. Hal ini sejalan dengan prinsip
penelitian tindakan kelas, yakni penelitian yang dilakukan oleh guru
dengan tidak mengganggu sebagian besar waktu pembelajaran. Dengan
demikian setiap akhir siklus dapat dilakukan tes hasil belajar dengan
menggunakan perangkat atau alat tes yang disesuaikan dengan materi
pembelajaran yang sedang diteliti (tes lisan, tes tertulis, dan observasi).
Instrumen penelitian untuk mengumpulkan data berupa skor nilai siswa
adalah sebagai berikut penilaian digunakan untuk mengumpulkan data
keberhasilan siswa dalam pembelajaran menulis Puisi.
Lembar pengamatan digunakan oleh guru selaku peneliti untuk
mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku dan aktivitas
siswa dalam proses pembelajaran menulis Puisi. Catatan lapangaan
digunakan untuk mencatat berbagai hal yang berkaitan dengan
pembelajaran menulis puisi, terutama mencatat pelaksanaan-pelaksanaan
tindakan pada setiap siklus peneltian. Analisis data merupakan proses
mentabulasi data, menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan,
mengabstraksikan, mengorganisasikan data, secara sistematis dan
rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk
menyusun jawaban tujuan penelitian. Atas dasar tersebut, teknik analisis
data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi
data, paparan data, dan penyimpulan.
Tahap reduksi data adalah proses penyederhanaan yang
dilakukan melalui seleksi, memfokuskan, dan pengabstraksian data
mentah menjadi informasi bermakna. Tahap paparan data adalah proses
penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif,
representasi tabular termasuk dalam format matriks. Tahap penyimpulan
adalah proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah
terorganisir tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat dan/atau formula
singkat dan padat tetapi mengandung pengertian luas.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 209
Teknik analisis hasil tes kemampuan mengapresiasi puisi
menggunakan rata-rata persentase sebagai berikut:
∑𝑓
𝑋= 𝑥100%
𝑁
Keterangan :
X = Rata-rata keberhasilan/ketuntasan belajar siswa
∑f = Jumlah siswa yang berhasil
N = Jumlah siswa

Keberhasilan pelaksanaan tindakan ditandai dengan kriteria pada


saat pembelajaran (pelaksanaan tindakan) berlangsung seluruh siswa
memperhatikan, mengikuti, dan melakukan kegiatan pembelajaran
dengan baik, kemampuan mengapresiasi syair pada siswa meningkat,
tingkat keberhasilan belajar siswa dalam mengapresiasi puisi dapat
diukur dengan skala sebagaimana Tabel 1 (Nurgiantoro, 1994:65).

Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Pembelajaran


Skala Nilai Nilai Angka Predikat
Keberhasilan
80 – 100 4 Baik sekali
70 – 79 3 Baik
60 – 69 2 Cukup
50 – 59 1 Kurang
0 – 49 0 Kurang sekali

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Refleksi Awal
Tahap refleksi awal merupakan tahap yang dilakukan peneliti
untuk penjajakan awal terhadap tingkat kemampuan siswa dalam
mengapresiasi syair, sikap pembelajaran, dan pola pembelajaran subjek.
Subjek penelitian yakni siswa kelas X-2 SMA Negeri 8 Kota
Balikpapan. Pada penjajakan awal ini peneliti melakukan tanya jawab
dengan subjek untuk mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai
pengalaman mengapresiasi syair.
Dari hasil wawancara diperoleh informasi, bahwa selama ini
siswa dalam mengikuti pembelajaran masih dengan menggunakan
metode yang kurang bervariasi dan cenderung tanpa bimbingan yang
210 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
berarti. Proses pembelajaran belum mengajak siswa untuk bersastra,
sehingga pembelajaran sastra cenderung ke arah pemahaman teori sastra
bukan cara bersastra. Padahal tujuan pembelajaran sastra adalah agar
siswa memperoleh pengalaman bersastra. Hal ini dilakukan guru, karena
guru khawatir proses pembelajarn sastra tidak mencapai nilai yang baik
pada saat ujian akhir. Dari data tes awal mengapresiasi syair diperoleh
kemampuan siswa masih kurang, yaitu 40,48%, berarti hanya 17 siswa
yang tuntas dalam pembelajaran menulis karangan diskripsi.

Siklus 1
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan persiapan-
persiapan yang akan digunakan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran mengdengarkan syair. Persiapan-persiapan itu antara lain
menyiapakan perangkat mengajar, seperti: standar isi, silabus, RPP,
buku absen, daftar nilai, menyiapkan media pembelajaran contoh
karangan diskripsi (Kaset CD, VCD player, ruang perpustakaan, dan
naskah Puisi). menyiapan alat evaluasi dan monitoring.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan awal, siswa mendengarkan
tujuan yang disampaikan guru, tanya jawab, dan siswa menyimak
langkah-langkah pembelajaran. Kegiatan Inti, adalah siswa membentuk
kelompok 5-6 orang secara heterogen, mendengarkan CD yang berisi
tentang puisi lengkap dengan musik pengiringnya, bekerja sama untuk
menentukan tema, pesan, dan relenvansi pesan dalam kehidupan saat ini,
mengadakan diskusi kelas dengan cara menampilkan salah satu
kelompok yang sudah melaksanakan kegiatannya dan kelompok lain
memberi tanggapan dengan dipandu oleh guru. Setiap kelompok
menyempurnakan pekerjaannya. Siswa mengikuti tes tentang puisi yang
diadakan guru secara individu. Siswa mengoreksi hasil evaluasi secara
bersama dipandu guru. Kegiatan penutup, siswa dan guru mengadakan
refleksi terhadap pembelajaran dan hasil yang diperoleh siswa.
Berdasarkan pengamatan dan catatan peneliti selama pemberian
tindakan, ternyata 60% lebih aktif mendengarkan musikal syair dan
menemukan unsur-unsur syair yang telah ditentukan. Walaupun masih
terdapat 40% belum aktif atau belum optimal. Waktu yang begitu
singkat sehingga siswa kurang tepat waktu atau belum seperti yang
diharapkan peneliti. Penggunaan musikal untuk karangan diskripsi
melalui CD ternyata cukup berhasil dalam mengkondisikan siswa. Siswa
menjadi aktif, kerjasama cukup baik, kelas kondusif, dan hasil
pembelajaran ada peningkatan dari test awal yang dilakukan. Hanya saja
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 211
waktu yang kurang. Untuk itu langkah selanjutnya peneliti akan
memberikan LKS kepada siswa dan memberi daftar kata-kata sukar agar
lebih efektif dan efesien dalam menggunakan waktu.

Siklus II
Berdasarkan pengamatan peneliti, setelah diberi tindakan
ternyata menunjukkan peningkatan dalam menulis karangan diskripsi.
Keaktifan siswa meningkat, pada saat melaporkan hasil kerja kelompok
tidak ada yang terlambat, secara umum unsur-unsur intrisik pada puisi
dihasilkan siswa lebih baik pada siklus II daripada siklus I. Siswa tetap
senang dan sungguh-sungguh dalam belajar serta kerja sama kelompok
lebih kelihatan. Hasil tes yang diperoleh siswa pun meningkat dari
cukup menjadi baik. Waktu yang digunakan lebih efesien. Sehingga
semua kelompok tepat waktu mengerjakan tugas sesuai dengan langkah-
langkah pembelajaran. Diskusi kelas yang dilaksanakan lancar dan
semua kelompok dapat memberikan tanggapanya. Pembelajaran pada
siklus II ini secara umum meningkat baik dari proses maupun hasil
belajar.
Pemberian unsur musik yang dilakukan pada saat mendengarkan
puisi ternyata dapat meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan
keaktifan siswa. Setelah diberi panduan berupa LKS, siswa
menyelesaikan proses belajarnya dengan tepat. Ketuntasan dalam
mengapresiasi unsur-unsur intrinsik syair mengalami peningkatan, yaitu
kategori baik. Penyertaan musik ini membuktikan adanya pengaruh yang
positif terhadap kemampuan siswa dalam mengapresiasi syair di kelas
X-2 SMA Negeri 8 Kota Jambi.

Siklus III
Berdasarkan pengamatan peneliti, setelah diberi tindakan
ternyata menunjukan peningkatan yang sangat baik dalam mengapreisasi
syair. Hampir 100% keaktifan siswa meningkat. Waktu yang disediakan
dipergunakan dengan tepat. Secara umum kaidah-kaidah dalam menulis
karangan diskripsi sudah dilaksanakan dengan baik. Kesungguhan dan
keseriusan setiap siswa terlihat jelas. Tanggung jawab siswa sangat baik.
Sehingga pada siklus III ini, kemampuan mengapresiasi syair siswa
mengalaman peningkatan secara umum.
Menampilkan kemampuan menulis karangan diskripsi yang
dilakukan pada pembelajaran menulis karangan diskripsi dapat
212 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-2 SMA Negeri 8 Balikpapan.
Pada kondisi awal kemampuan mengapresiasi menulis karangan
diskripsi adalah sangat kurang, pada siklus I menjadi cukup, siklus II
menjadi baik, dan siklus III menjadi sangat baik. Ini membuktikan
bahwa pembelajaran pendidikan luar ruang dapat meningkatkan prestasi
hasil belajar siswa di kelas X-2 SMA Negeri 8 Balikpapan.
Secara umum proses penelitian tindakan kelas ini dilakukan
dalam tiga siklus. Pada siklus I dilakukan satu tindakan, pada siklus II
dilakukan dua tindakan, dan siklus III dilakukan dua tiga tindakan.
Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan analisis terhadap refleksi awal
tingkat kemampuan siswa dalam mengapresiasi syair, yakni data nilai
siswa yang ada. Kegiatan penggalian kemampuan awal dan materi
prasyarat bertujuan agar pengetahuan awal siswa yang sudah benar dapat
digunakan dalam memperoleh informasi baru. Sedangkan yang belum
benar perlu disempurnakan. Dengan demikian informasi yang diperoleh
dapat bermanfaat bagi siswa.
Proses pemahaman siswa melalui penggalian awal tersebut,
sesuai dengan pernyataan Susilo (2001: 5), bahwa siswa menyusun atau
membangun sendiri pengertian dan pemahamannya dari pengalaman
baru yang didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan awal yang
dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan strategi
pembelajaran yang telah dipilih. Pemilihan strategi ini untuk lebih
mendekatkan siswa dengan syair dan pengalaman bersyair. Hal ini
setidak-tidaknya akan menjawab beberapa permasalahan yang selama ini
sering muncul dalam pembelajaran sastra sebagaimana yang
diungkapkan oleh beberapa peneliti. Pembelajaran syair selama ini
kurang dinamis dan inovatif. Akibatnya proses pembelajaran menjadi
membosankan dan hasilnya pun kurang maksimal.
Kebiasaan, kreativitas, dan kemampuan guru Bahasa Indonesia
dalam mengelola proses pembelajaran mempunyai andil yang cukup
besar dalam membentuk kebiasaan siswa yang kurang termotivasi.
Sehingga siswa kurang gemar melakukan kegiatan berbahasa maupun
bersastra, baik menyangkut proses kreatif atau apresiatif. Philip
Suprastowo (2005) dalam hasil observasi kelas dan wawancara terhadap
18 guru Bahasa Indonesia kelas X SMA di berbagai wilayah
menunujukkan bahwa alokasi yang disediakan GBPP Bahasa Indonesia
dinilai sudah memadai. Akan tetapi, beberapa guru belum memanfaatkan
waktu tersebut secara efesien dan efektif. Guru umumnya belum
memiliki kemampuan yang baik merencanakan dan pelaksanaan KBM.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 213
Buku Paket diandalkan sebagi acuan mengajar ketimbang acuan
perencanaan yang semestinya mereka susun. Tujuan pengajaran bahasa
agar siswa mampu membaca, mendengarkan, menulis, berbicara, belum
memperoleh perhatian yang proposional (Diunduh, 20 Juni 2009,
www.depdiknas. go.id).

KESIMPULAN

Berdasarkan penilaian hasil pembelajaran diperoleh kesimpulan


bahwa pembelajaran dengan menggunakan media Pendidikan Luar
Ruang untuk Menulis Karangan Diskripsi dapat meningkatkan hasil
belajar. Pada siklus I tingkat ketuntasan siswa mencapai 61,11% dengan
kemampuan baik. Pada siklus II tingkat ketuntasan belajar siswa
mencapai 88,89% dengan tingkat kemampuan siswa belajar sangat baik,
dan siklus III siswa mengalami peningkatan dari kemampuan awal
kurang menjadi sangat baik dengan tingkat ketuntasan 94,44%.

SARAN

Proses pembelajaran mengapresiasi puisi dengan menggunakan


media CD yang berisi puisi dapat dicoba diterapkan di kelas dengan
skenario yang baik agar hasilnya pun baik. Diharapkan seluruh guru
SMA selalu berinovasi dan berkreasi secara terus menerus untuk
meningkatkan prestasi hasil belajar siswa dal meningkatkan kwalitas
pendidikan.Membiasakan siswa untuk terlibat dan mengetahui penilaian
secara transfaran sehingga memberikan pembelajaran yang baik untuk
siswa. Membuat karya inovatif untuk keperluan proses pembelajarn
yang kreatif, produktif, dan konduksif mutlak harus dilakukan oleh guru
sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

Akhmadi, Mukhsin. 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan


Berbahasa dan Apresiasi Sastra. Malang: YA3.
Abdulgani, Sutarya, Drs. 1978. Menyusu dan Mengolah Tes Objektif.
Bandung: Tarate
Aminuddin. 1987. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung: PN Sinar
Baru.
214 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
____. 1990. Sekitar Masalah Sastra: Beberapa Prinsip dan Model
Pengembangannya. Malang: YA3.
Anonim. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).
Jakarta: Tim Pelatih Proyek PGSM Depdiknas Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Guru Sekolah
Menengah.
____. 2005. Bahasa Indonesia Materi Pelatihan Terintegrasi. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Dasar
dan Menengah.
Dimyati dan Mujiyono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Munandi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran sebuah Pendekatan Baru.
Jakarta: Gunung Persada.
Nadeak, Wilson. 1985.Pengajaran Apresiasi Puisi untuk Sekolah
Lanjutan Atas. Bandung: PT Sinar Baru.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 215


216 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
ANALISIS KENDALA DALAM IMPLEMENTASI
KURIKULUM 2013 DAN ALTERNATIF SOLUSINYA

Samodro
Widyaiswara Muda LPMP Kalimantan Timur

Abstrak

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang dikembangkan


dengan berbasis kompetensi. Kurikulum 2013 lebih
menekankan pada kegiatan interaktif siswa dan guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan motivator saja. Penilaian
kurikulum menggunakan penilaian autentik yang mencakup
penilaian sikap, pengetahuan dan keterampilan secara
terintegrasi dan dilaksanakan pada saat itu juga. Kendala
pada implementasi kurikulum 2013 adalah sulitnya
mengubah mindset dan kebiasaan guru mengajar di depan
kelas, memilah mana yang termasuk dalam kegiatan
mengamati, menanya, mencoba, menalar dan
mempresentasikan, RPP seringkali berubah dan tidak
konsisten, kurangnya waktu untuk melaksanakan penilaian
sikap, pengetahuan dan keterampilan yang setiap indikator,
materi pada beberapa buku siswa tidak beraturan, siswa
masih merasa kesulitan untuk aktif mencari sumber
informasi sendiri, siswa belum terbiasa memecahkan
permasalahan sendiri. Alternatif solusi dari kendala yang
dihadapi adalah guru didampingi oleh pembimbing untuk
melakukan diskusi tentang permasalahan yang dihadapi,
RPP menggunakan permendikbud yang telah disahkan oleh
pemerintah, penilaian dapat dilakukan pada indikator yang
ada pada pertemuan tersebut dan siswa dibiasakan untuk
terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memanfaatkan
alat peraga atau media pembelajaran yang ada di
lingkungan sekitar.

Kata Kunci : implementasi kurikulum 2013, alternatif


solusi, kendala implementasi kurikulum 2013
PENDAHULUAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 217
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas
pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan,
yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya
bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman. Perkembangan zaman di
dunia pendidikan terus mengalami perubahan secara signifikan sehingga
banyak merubah pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern.
Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di
Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi
dengan cara mengungkapkan teori pendidikan yang sebenarnya untuk
mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan adalalah menciptakan seseorang yang
berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan yang luas
kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu
beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena
pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala
aspek kehidupan. Pada kenyataannya pendidikan di Indonesia masih
terletak diperingkat paling bawah dibandingkan dengan negara-negara
lain. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah melakukan pembaharuan-
pembaharuan dalam pendidikan, salah satunya pembaharuan kurikulum
dari kurikulum KTSP diperbaharui menjadi kurikulum 2013.
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat
(19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum
2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang telah dirintis pada tahun 2004 dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yang mencakup kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Hal ini
mengandung makna bahwa kurikulum 2013 pada hakekatnya
218 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dikembangkan berdasarkan atas hasil evaluasi pelaksanaan KBK dan
KTSP tersebut.
Kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum-kurikulum
sebelumnya seperti kurikulum KTSP karena kurikulum 2013 merupakan
pengembangan dari kurikulum yang sebelumnya, hal ini memberikan
dampak pada guru baik dampak negatif maupun dampak positif karena
kurikulum 2013 sebagai langkah yang belum tepat dilaksanakan dalam
waktu yang sangat singkat dan padat. Dalam mengimplementasikan
kurikulum perlu dilakukan persamaan dan penyempurnaan pola pikir.
Hal ini perlu dilakukan agar tidak salah persepsi atau masih berkutat
pada pola pikir lama yang kurang baik. Pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan masa depan hanya akan dapat terwujud apabila terjadi
pergeseran atau perubahan pola pikir dalam pembelajaran. Pergeseran
pembelajaran itu meliputi antara lain:
o Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswa.
o Dari satu arah menuju interaktif.
o Dari isolasi menuju lingkungan jejaring.
o Dari pasif menuju aktif-menyelidiki.
o Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata.
o Dari pembelajaran pribadi menuju pembelajaran berbasis tim.
o Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan.
o Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru.
o Dari alat tunggal menuju alat multimedia.
o Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif.
o Dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan.
o Dari usaha sadar tunggal menuju jamak.
o Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin
jamak.
o Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaan.
o Dari pemikiran faktual menuju kritis.
o Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan.
Pergeseran tersebut menunjukkan bahwa siswa menjadi pusat
dalam pembelajaran, sementara guru hanya sebagai fasilitator. Ada
kecenderungan selama ini guru lebih banyak mendominasi dalam
pembelajaran melalui kegiatan ceramah pada kegiatan inti. Dalam
kurikulum 2013 siswa akan menjadi aktor dalam pembelajaran melalui
berbagai aktivitas seperti mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji, bahkan sampai dengan mencipta. Sejalan dengan itu, perlu
dilakukan penyempurnaan pola pikir dan penggunaan pendekatan baru,
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 219
yang diawali dari perumusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Perumusan SKL dalam KBK 2004 dan KTSP 2006 yang diturunkan dari
Standar Isi (SI) perlu diubah dengan menggunakan paradigma yang
didasarkan pada kebutuhan riil masa depan. Pendekatan dalam
perumusan SKL pada KBK 2004 dan KTSP 2006, kemudian
disempurnakan pola pikirnya dalam perumusan kurikulum 2013
Pemerintah melalui menteri pendidikan dan kebudayaan merasa
perlu menyiapkan kurikulum yang lebih mumpuni dibanding kurikulum
sebelumnya. Beberapa alasan dikemukakan oleh pemerintah dalam hal
ini Mendikbud, mengapa kurikulum 2013 perlu dilaksanakan, salah
satunya adalah bonus demografi. Bonus demografi merupakan sebuah
keuntungan yang akan dimiliki oleh Indonesia dimasa yang akan datang.
Namun dalam implementasi kurikulum 2013 tentunya ditemukan
bermacam-macam kendala oleh guru maupun siswa.
Pada tulisan ini, penulis akan mencoba menganalisis berbagai
kendala dalam penerapan kurikulum 2013 yang ditemukan oleh guru dan
siswa pada saat pembelajaran maupun sebelum pembelajaran serta
alternatif solusinya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
kendala apa saja yang ditemukan dalam penerapan kurikulum 2013 dan
mengetahui bagaimana alternatif solusi dari kendala penerapan
kurikulum 2013.

KAJIAN PUSTAKA

Kurikulum 2013
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa
pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang telah diatur dengan
Undang-Undang. Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945
yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Seiring dengan perubahan waktu dalam kurikulum, Kurikulum
2013 merupakan Kurikulum baru pada saat ini yang merupakan
implementasi dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2013 dengan
220 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
melihat kebutuhan masyarakat dan pemerintah. Dengan adanya
perubahan kurikulum tersebut, hakikat tujuan Pendidikan Nasional tetap
tidak berubah, yaitu untuk mencerdaskan bangsa dan menciptakan
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang
memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik
menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional. Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi
pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan
kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas.
Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan
bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia
yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan
untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa
depan.
Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan
peserta didik, Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar
yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa
depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan
mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap
permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut
dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di
masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini.
Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini
menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran
adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan
akademik.
Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa
depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan
intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan
berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 221
lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Dengan
filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan potensi
peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif bagi
penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun
kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi
sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu peserta
didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan
berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta
didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan umat manusia. Kurikulum
2013 dikembangkan atas dasar adanya kebutuhan akan perubahan
rancangan dan proses pendidikan dalam rangka memenuhi dinamika
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sebagaimana termaktub
dalam tujuan pendidikan nasional.
Perubahan ini dimungkinkan karena berkembangnya tuntutan
baru dalam masyarakat, dunia kerja, dan dunia ilmu pengetahuan yang
berimplikasi pada tuntutan perubahan kurikulum secara terus menerus.
Hal itu dimaksudkan agar pendidikan selalu dapat menjawab tuntutan
perubahan sesuai dengan jamannya. Dengan demikian keluaran
pendidikan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam
upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based
society). Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan
perwujudan konsepsi pendidikan yang bersumbu pada perkembangan
peserta didik beserta konteks kehidupannya sebagaimana dimaknai
dalam konsepsi pedagogik transformatif.
Konsepsi ini menuntut bahwa kurikulum harus didudukkan
sebagai wahana pendewasaan peserta didik sesuai dengan perkembangan
psikologisnya dan mendapatkan perlakuan pedagogis sesuai dengan
konteks lingkungan dan jamannya. Kebutuhan ini terutama menjadi
prioritas dalam merancang kurikulum untuk jenjang pendidikan dasar
khususnya SD.
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan
berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum
berbasis kompetensi (competency based curriculum). Pendidikan
berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai
kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
222 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis
kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-
luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk
bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaran yang dilakukan
guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan
berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2)
pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai
dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik.
Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil
belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik
menjadi hasil kurikulum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kendala Penerapan Kurikulum 2013


Kurikulum 2013 menekankan pada kegiatan interaktif di kelas,
antara lain melalui kegiatan mencari informasi melalui sumber-sumber
yang ada. Sumber informasi bisa berasal dari buku siswa, atau referensi
lain yang relevan. Informasi tadi dapat diperoleh melalui referensi yang
ada di perpustakaan maupu dari sumber internet. Bahkan tidak menutup
kemungkinan sumber informasi berasal dari pelaku itu sendiri yang ada
dilingkungan sekitar siswa, baik yang ada di lingkungan sekolah maupun
lingkungan masyarakat. Hasil dari informasi tersebut kemudian
dikumpulkan oleh siswa dan dijadikan sebagai bahan diskusi.
Materi kurikulum 2013 relatif sama dengan materi pada
kurikulum sebelumnya, namun guru harus mengemasnya sedemikian
rupa sehingga lebih interaktif dan siswa dapat terlibat secara aktif untuk
melakukan pengamatan. Penilaian pada kurikulum 2013 menggunakan
penilaian autentik yang meliputi aspek sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan dan keterampilan. Penilaian autentik lebih menitikberatkan
pada penilaian pada saat kejadian dengan mempertimbangkan proses dan
tidak hanya penilaian hasil belajar saja. Namun demikian, pada
implementasi kurikulum 2013 ditemukan beberapa kendala, yaitu :
1. Sulitnya mengubah mindset dan kebiasaan guru mengajar di depan
kelas menjadi kendala penerapan kurikulum baru 2013. Pasalnya,
para guru selama ini telah memiliki gaya mengajar dan pola pikir
dalam mendidik yang cenderung tidak berubah, yakni berorientasi
konten dan penyelesaian materi.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 223
2. Pada kurikulum 2013 menggunakan pendekatan scientific yang
terdiri dari lima M (5M) yaitu : Mengamati, Menanya, Menalar,
Mencoba dan Mengkomunikasikan. Kendala yang ditemukan yaitu
pada saat memilah-milah mana kegiatan belajar yang termasuk
kedalam tahap mengamati, menanya, menalar, mencoba atau
mengkomunikasikan. Hal ini membuat guru bingung pada
pelaksanaan pembelajaran. Tidak jarang terjadi jika guru sudah
merasa bingung, guru kembali menggunakan pembelajaran langsung
(ekspositori) pada saat pembelajaran.
3. Struktur RPP yang tidak konsisten dan sering kali berubah membuat
guru kebingungan. Pada pertemuan guru dalam membahas
kurikulum 2013 yang sering terjadi adalah pembuatan RPP berubah-
ubah sehingga guru merasa bingung. Guru sering menanyakan dalam
pertemuan antar guru sebenarnya RPP yang seperti apa yang
digunakan dalam penerapan kurikulum 2013. Misalnya dalam
sistematika RPP, indikator dari Kompetensi inti 1 dan Kompetensi
Inti 2 ada yang dituliskan dan ada yang tidak dituliskan. Pada
beberapa RPP, muatan karakter ada yang dituliskan dan ada yang
tidak dituliskan.
4. Pada penerapan kurikulum 2013 ada beberapa aspek yang dinilai
pada saat pembelajaran berlangsung yaitu penilaian sikap,
keterampilan, pengetahuan. Untuk menilai ketiga aspek tersebut
sangat sulit karena setiap aspek mempunyai beberapa indikator yang
harus dinilai oleh guru. Pada penilaian aspek, guru harus menilai
aspek sikap spiritual dan sikap sosial setiap siswa, dengan
menggunakan instrumen penilaian diri, penilaian antar teman dan
jurnal. Sedangkan pada aspek keterampilan, guru harus menilai
menggunakan instrumen unjuk kerja, proyek dan portofolio. Pada
saat pembelajaran berlangsung guru harus menilai ketiga aspek
tersebut dengan menilai semua indikator sehingga membuat guru
kewalahan dan tidak memiliki cukup waktu karena pada saat itu juga
guru harus membimbing siswa dalam pembelajaran.
5. Materi pada buku siswa kurikulum 2013 tidak beraturan, ini
membuat guru sedikit bingung karena urutan materi pada buku siswa
tidak sesuai dengan silabus, selain itu urutan materi pada kurikulum
2013 agak rancu tidak seperti pada kurikulum sebelumnya. Misalnya
pada kurikulum 2013 pada mata pelajaran matematika, materi awal
pada kelas VII yaitu himpunan lalu bilangan, padahal sebelum
224 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
menuju ke materi himpunan siswa seharusnya sudah terlebih dahulu
memahami tentang materi sebelumnya yaitu materi bilangan, karena
materi bilangan adalah materi prasyarat untuk menuju ke materi
himpunan. Siswa juga merasa kesusahan karena materi yang
harusnya didapatkan pada kelas IX sudah di ajarkan pada kelas VII,
hal ini dikhawatirkan membuat siswa jenuh dan takut pada
pembelajaran matematika.
6. Siswa tidak terbiasa menggunakan pembelajaran scientific karena
sejak SD siswa selalu menggunakan pembelajaran langsung, siswa
biasanya hanya menerima materi saja sedangkan pada kurikulum
2013 guru hanya berperan 10% sisanya siswa mencari referensi
sendiri atau menemukan sendiri. Selain itu jika untuk anak kota
(sekolah kota) pembelajaran menggunakan pendekatan scientific
masih bisa dilakukan dengan mudah sedangkan untuk anak-anak
yang sekolah di desa pembelajaran ini sangat sulit dilakukan karena
terbatasnya media dalam pembelajaran.
7. Pada saat pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan
kurikulum 2013, guru hanya berperan sebagai fasilitator saja, artinya
bahwa peran guru untuk menjelaskan materi dibatasi dan hanya
sedikit penyampaian materi di awal pembelajaran, selanjutnya siswa
mencari dan mempelajari materi sendiri di buku. Hal ini membuat
siswa sedikit kesulitan karena siswa tidak terbiasa dengan
pembelajaran yang seperti ini.

Alternatif Solusi
Upaya alternatif solusi dari kendala-kendala penerapan
kurikulum 2013 yang telah dijelaskan di atas akan dibahas di bawah ini.
Upaya-upaya atau solusi yang dilakukan antara lain :
1. Melakukan diskusi dengan guru lain yang telah ditunjuk oleh
sekolah atau melakukan observasi pembelajaran di kelas lain. Pada
saat observasi pembelajaran, guru diminta untuk melakukan
pengamatan dan mengisi form pengamatan yang berisi beberapa
aspek yang dilaksanakan pada kurikulum 2013. Setelah observasi,
guru dapat melaksanakan diskusi dan mencermati kembali aspek
yang telah diamati tadi.
2. Konsultasi kepada guru pamong atau guru yang telah ditunjuk oleh
sekolah untuk mengikuti pelatihan kurikulum 2013. Jika pada
kegiatan pembelajaran 5 tahap dalam pendekatan scientific belum
bisa terpenuhi semua maka tidak perlu dipaksakan, boleh
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 225
menggunakan hanya 3 tahap atau 4 tahap saja tetapi pada saat
pembelajaran tetap siswa yang aktif dalam pembelajaran dan guru
hanya berperan 10% dalam pembelajaran hanya saja tahap-tahap
dalam pendekatan scientific boleh tidak digunakan semua jika
memang benar-benar ada tahap yang tidak bisa digunakan dalam
pembelajaran.
3. Menggunakan RPP terbaru yang telah disosialisasikan dan sesuai
dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan yang terbaru
dan telah resmi digunakan.
4. Penilaian beberapa aspek antara lain penilaian sikap, keterampilan,
dan pengetahuan dapat dilakukan pada saat siswa belajar mandiri
atau pada saat guru sedang tidak menyampaikan materi kepada
siswa, ini bisa digunakan untuk menilai aspek-aspek yang terdiri dari
beberapa indikator tersebut atau guru bisa menilai ketiga aspek
tersebut jika pembelajaran telah selesai.
5. Pada urutan materi di buku siswa yang tidak sesuai dengan silabus,
guru dapat mengikuti urutan materi pada buku siswa tetapi tetap
mengacu pada silabus kurikulum 2013.
Penerapan pembelajaran kurikulum 2013 memang susah
dilakukan karena siswa tidak terbiasa dalam pembelajaran mandiri
seperti ini tetapi hal ini harus dilakukan demi terlaksananya kurikulum
2013 untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Upaya yang
dilakukan agar siswa terbiasa dalam pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan scientific adalah guru tetap membimbing siswa dalam
pembelajaran walaupun guru hanya berperan 10%, guru tetap
membimbing siswa pada saat siswa belajar mandiri yaitu pada saat siswa
mengumpulkan informasi sendiri dan menemukan kon-sep materi dalam
pembelajaran.
Untuk kendala penerapan kurikulum 2013 pada sekolah-sekolah
yang ada didesa bisa dilakukan dengan beberapa media sesuai dengan
kebutuhan,misalnya untuk menemukan volume tabung pada sekolah-
sekolah yang ada dikota bisa menggunakan alat peraga matematika yang
bisa ditemukan di mana saja sedangkan untuk sekolah-sekolah yang ada
di desa memang tidak ada yang menjual alat peraga tapi siswa dapat
menggunakan kaleng berbentuk tabung yang kemudian diisi air, karena
air mudah didapatkan untuk memahami konsep volume tabung. Jadi
walaupun memang agak susah dilakukan di sekolah-sekolah desa tapi
masih dapat diatasi dengan beberapa cara seperti yang telah dijelaskan.
226 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Sedangkan upaya-upaya atau solusi yang dilakukan dalam
kendala yang dialami siswa adalah menerapkan pembelajaran
kurikulum 2013 siswa dituntut lebih aktif dalam belajar hal ini bertujuan
untuk membentuk karater berfikr kritis, kreatif dan mandiri. Dengan
guru hanya menjelaskan sedikit materi maka siswa harus lebih aktif
bertanya kepada guru jika ada materi yang kurang dipahami oleh siswa,
dengan cara seperti ini siswa bisa lebih mudah memahami materi dan
membuat siswa merasa tidak terbebani.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penerapan kurikulum 2013
ini bertujuan agar siswa lebih aktif, berpirkir kritis, kreatif, mandiri dan
sebagainya. Memang tingkat kesulitan materi dan soal-soal pada
kurikulum 2013 lebih sulit dibandingkan pada penerapan kurikulum
sebelumnya, jadi seperti upaya sebelumnya siswa harus lebih aktif
bertanya kepada guru, siswa juga bisa mencari refrensi atau contoh soal
di internet dan belajar di rumah, apabila dirasa masih kurang paham,
maka siswa dapat diminta untuk bertanya kepada guru pada
saat pembelajaran atau di luar pembelajaran. Guru juga dituntut untuk
harus lebih mampu untuk membimbing siswa dalam belajar walaupun
peran guru dalam pembelajaran hanya sedikit.
Hal yang tidak kalah penting adalah peran guru dalam
memberikan motivasi kepada siswa melalui gambar, alat peraga maupun
media lainnya. Motivasi tersebut diarahkan untuk memancing siswa
dalam memberikan gambaran awal pelajaran sehingga siswa secara tidak
langsung diajak untuk berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan
tadi. Alat peraga atau media yang digunakan dapat diperoleh dari
lingkungan sekitar, tidak perlu membeli dan dapat diperoleh dengan
mudah.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa


kendala dalam implementasi kurikulum 2013 antara lain
1. Guru masih sulit untuk memilah-milah kegiatan pembelajaran ke
dalam pendekatan scientific (5M).
2. RPP yang digunakan masih belum pasti artinya masih terjadi
perombakan- perombakan RPP yang akan digunakan.
3. Guru merasa tidak memiliki waktu yang cukup untuk menilai ketiga
aspek yang terdiri dari beberapa indikator pada saat pembelajaran
berlangsung.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 227
4. Urutan materi pada buku siswa tidak sesuai dengan silabus dan
urutan materi dirasa tidak beraturan oleh guru
5. Siswa masih belum terbiasa dengan penerapan pembelajaran
kurikulum 2013 yang berpusat pada siswa dan peran guru hanya
sedikit pada saat pembelajaran.
Sedangkan upaya-upaya untuk mengatasi kendala yang
ditemukan pada implementasi kurikulum 2013 adalah sebagai berikut :
1. Guru dapat berkonsultasi dengan guru lain mengenai kegiatan
pembelajaran dan dibutuhkan pendamping dari LPMP untuk
membimbing para guru dalam menerapkan kurikulum 2013.
2. Menggunakan RPP sesuai dengan permendikbud yang telah
disahkan atau menggunakan RPP terbaru yang telah disosialisasikan.
3. Guru dapat menilai ketiga aspek pada saat siswa belajar mandiri atau
pada saat guru tidak sedang menyampaikan materi atau setelah
pembelajaran berlangsung. Guru biasanya sudah hafal terhadap
karakter masing-masing siswa, sehingga diharapkan guru dapat
melaksanakan penilaian setelah pembelajaran selesai.
4. Guru bisa memilih salah satu materi untuk dikuti misalnya dengan
mengikut urutan materi pada buku siswa tetapi tetap mengacu
kepada silabus atau mengikuti urutan materi pada silabus tetapi tetap
mengacu pada buku siswa sehingga keduanya saling berhubungan.
5. Pada penerapan kurikulum 2013 siswa dituntut untuk aktif dalam
pembelajaran karena pada kurikulum 2013 ini guru hanya berperan
sebagai fasilitator dan motivator saja dan pembelajaran
lebih berpusat ke siswa.

SARAN

1. Sebaiknya pemerintah melakukan kegiatan lanjutan untuk


pemahaman implementasi kurikukum 2013 dengan
menyelenggarakan program pendampingan kurikulum 2013.
Sehingga diharapkan guru memperoleh bimbingan langsung
mengenai penerapan kurikulum 2013. Diharapkan dengan adanya
program pendampingan, guru bisa berkonsultasi langsung bila
mengalami kesulitan pada saat pembelajaran. Program
pendampingan dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah masing-
masing dengan bekerjasama dengan LPMP provinsi untuk
melaksanakan kegiatan tersebut.
228 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
2. Selain itu siswa dituntut lebih aktif dalam pembelajaran, karena
pembelajaran kurikulum 2013 berpusat pada siswa dan guru hanya
berperan sebagai fasilitator dan motivator saja sehingga peran guru
tidak dominan lagi dalam proses pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Ayahe Mela (2013). Kurikulum 2013-Konsep Penilaian Autentik Pada


Proses Dan Hasil Belajar. http://eltelu.blogspot.com /2013/07/
kurikulum-2013-konsep-penilaian.html
Nuryadi (2013). Catatan Refleksi Kurikulum 2013. Kisruh Implementasi
Kurikulum 2013 di SD. https://made.wordpress.com/ 2014/09/
18/ kisruh-implementasi-kurikulum-2013-di-sd/
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (2014). Materi Pelatihan
Guru Implementasi Kurikulum 2013, Tahun Ajaran 2014/2015.
Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta.
Kemendikbud.
Roslinda,(2013). Pelaksanaan Kurikulum 2013 dan Kendala.
Kompasiana. http://edukasi.kompasiana.com/2013/11/30/
pelaksanaan- kurikulum-2013-dan-kendala.html
Suara Pembaharuan (2013). Penerapan Kurikulum 2013 Masih Alami
Kendala. http://sp.beritasatu.com/home/penerapan-kurikulum-
2013-masih-alami-kendala/42349
SekolahDasar.net. Portal Informasi Pendidikan Sekolah Dasar, Kesulitan
Cara Penilaian Kurikulum 2013. http://www. sekolahdasar.net
/2014/07/guru-kesulitan-cara-penilaian-kurikulum-2013.
Tempo.co. Metro (2013). Kurikulum 2013, Apa saja kendalanya?,
http://Tempo.co/2013/kurikulum-2013-apa-saja-kendalanya.
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Paparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Arahan Mendikbud,
“Pengembangan Kurikulum 2013”, Penyegaran Narasumber
Pelatihan Guru untuk implementasi kurikulum 2013, 26-28 Juni
2013.

(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 229


Persyaratan Pemuatan Naskah Untuk

1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik spasi dua pada
kertas A4, panjang 10-20 halaman, dan diserahkan paling 1 bulan sebelum tanggal
penerbitan dalam bentuk ketikan pada MS Word dan print-outnya.
2. Artikel ditulis dalam Bahasa lndonesia/lnggris, dilengkapi Abstrak (50-70 kata).
3. Artikel(hasilpenelitian) memuat:
Judul
NamaPenulis
Identitas Penulis/Alamat email
Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan(memuat latar belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan
masalah/tujuan penelitian).
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka (berisipustaka yang dirujukdalamuraian saja).
4. Artikel (kajian teoretik, setara hasil penelitian) memuat
Judul
Nama Penulis
Identitas Penulis/Alamat email
Abstrak dalam Bahasa lndonesia dan Bahasa lnggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan
Subjudul
Subjudul sesuai kebutuhan
Subjudul
Penutup (Kesimpulan dan Saran)
DaftarPustaka(berisipustaka yang dirujukdalamuraian saja).
5. Daftar Pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara
alfabetis dan kronologis:
Gagne, ILM., 1974. Essential of Learning and Instruction. New York: Halt Rinehart and
Winston.
Popkewitz, T.S., 1994. Profesionalization in teaching and teacher education: some
notes on its history, ideology, and potentia?. Journalof Teaching and
Teacher Education, 10 (10): 1-14.
6. Sebagaiprasyaratbagipemrosesanartikel, para
penyumbangartikelwajibmenjadipelanggan, minimal selamasatutahun.

Anda mungkin juga menyukai