Penanggung Jawab
Bambang Utoyo
Ketua Penyunting
Tendas Teddy Soesilo
Penyunting Pelaksana
Prof. Dr. Dwi Nugroho Hidayanto, M.Pd., Prof. Dr. Husaeni Usman, M.Pd.,MT., Dr. Edi
Rachmad, M.Pd., Dra. Siti Fatmawati, MA, Drs. Ali Sadikin, M.AP, Drs. Masdukizen,
Dra.Pertiwi Tjitrawahjuni, M.Pd.,Dr. Sugeng, M.Pd., Andrianus Hendro Triatmoko,
Dr. Pramudjono, M.S.
Sirkulasi
Sunawan
Sekretaris
Abdul Sokib Z.
Tata Usaha
Heru Buana Herman,Sunawan,
Diterbitkan oleh
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Propinsi Kalimantan Timur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rakhmat
serta hidayah-Nya, Borneo Jurnal Ilmu Pendidikan LPMP Kalimantan Timur
dapat diterbitkan.
Jurnal Borneo EDISI KHUSUS Nomor 2, Juli 2015 merupakan edisi yang diharapkan
dapat kembali terbit pada edisi-edisi berikutnya. Jurnal Borneo Reguler terbit dua
kali setiap tahun, yakni pada bulan Juni dan Desember sedangkan Edisi Khusus terbit
setiap bulan Januari dan Juli.
Tujuan utama diterbitkannya jurnal Borneo ini adalah memberi wadah kepada
tenaga perididik, khususnya guru di Propinsi Kalirnantan Timur untuk
mempublikasikan hasil pemikirannya di bidang pendidikan, baik berupa telaah
teoritik, maupun hasil kajian empirik lewat penelitian. Publikasi atas karya mereka
diharapkan memberi efek berantai kepada para pembaca untuk melahirkan gagasan-
gagasan inovatif untuk memperbaiki mutu pendidikan dan pembelajaran. Perbaikan
mutu pendidikan dan pembelajaran ini merupakan titik perhatian utama LPMP
Kalimantan Timur sebagai lembaga penjaminan mutu pendidikan.
Pada edisi ini ,jurnal Borneo memuat beberapa artikel yang ditulis oleh Widyaiswara
LPMP Kalimantan Timur, Dosen, Pengawas, dan Guru. jurnal Borneo edisi ini lebih
hanyak memuat tulisan dari luar khususnya yang datang dari pengawas dan guru
atau siapa saja yang peduli dengan perkembangan pendidikan, dengan tujuan untuk
memicu semangat guru mengembangkan gagasan-gagasan ilmiahnya. Untuk itu,
terima kasih kami sampaikan kepada para penulis artikel sebagai kontributor
sehingga jurnal Borneo edisi inidapat terbit sesuai waktu yang ditentukan.
Ucapan terima kasih dan selamat kami sampaikan kepada pengelola jurnal Borneo
yang telah berupaya keras untuk menerbitkan Borneo edisi ini. Apa yang telah
mereka sumbangkan untuk menerbitkan jurnal Borneo mudah-mudahan dicatat
sebagai amal baik oleh Alloh SWT.
Kami berharap, semoga kehadiran jurnal Borneo ini memberikan nilai tambah,
khususnya bagi LPMP Kalimantan Timur sendiri, maupun bagi upaya perbaikan mutu
pendidikan pada umumnya.
Redaksi
Bambang Utoyo
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI IV
11 Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA 135
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Rotasi Bumi
Ramelan
14 Penerapan Metode Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA 175
Materi Memahami Hubungan Antara Struktur Bagian Tumbuhan Dengan
Fungsinya
Nurkhasanah
16 Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Kelas X–2 Dengan Mengapresiasi 203
Puisi Menggunakan Media CD
Indah Sutjiati
Eny Supriani
Dinas Pendidikan Balikpapan
Abstrak
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Suparno
Guru SMP Negeri 9 Balikpapan
Abstrak
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Siklus 1
Guru melakukan apersepsi dan menuliskan kompetensi dasar
yang akan dipelajari. Siswa duduk berkelompok menjadi 5 kelompok
tiap kelompok 8 orang siswa. Guru membagi bahasan materi pada 5
kelompok dengan materi yang akan disajikan. Siswa mengerjakan kartu
soal secara individu sesuai dengan bahasan materi tiap kelompok.
Masing-masing siswa mempresentasikan hasil kerja per individu. Guru
mengobservasi kerja siswa. Penilaian diambil dari hasil kerja siswa.
Hasil siklus 1 dianalisis untuk membuat refleksi pada siklus 2.
20 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Siklus 2
Siklus kedua dilaksanakan dengan berpedoman dari hasil analisis
pada kegiatan pada siklus pertama, yaitu bagaimana hasil kekurangan
langkah dari siklus pertama tersebut dan apa akibatnya serta perubahan
apa yang harus dilakukan pada tahap berikutnya. Tahap-tahap tindakan
pada siklus kedua juga sama dengan tahap pada siklus pertama hanya
saja permasalahan atau sub pokok bahasan yang di berikan pada siswa
merupakan masalah baru tentang Kemagnetan. Siswa diharuskan
mengerjakan test yang sama seperti saat penjajagan atau test awal.
Guru melakukan apersepsi dan menuliskan standar kompetensi /
kompetensi dasar yang akan dipelajari. Siswa duduk berkelompok
menjadi 5 kelompok tiap kelompok 8 orang siswa. Guru membagikan
LKS pada siswa pada setiap kelompok. Guru membagikan alat dan
bahan yang diperlukan dalam pembelajaran. Siswa melaksanakan
eksperimen dan mengisi LKS serta mengamati hasil eksperimen setiap
kelompok. Siswa mempresentasikan hasil eksperimen yang dilakukan.
Guru mengobservasi kerja siswa. Penilaian diambil dari hasil kerja
siswa. Guru melakukan pembenaran hasil presentasi dan menyimpulkan
hasil presentasi bersama dengan siswa.
Siklus Ketiga
Siklus Ketiga dilaksanakan dengan berpijak pada kekurangan
yang ditemui pada siklus kedua. Tahap-tahap tindakan siklus ketiga
sama pada tindakan pada siklus sebelumnya hanya saja yang
membedakan dalam siklus ini adalah sub pokok bahasan yang diberikan
adalah membuat alat peraga Magnet sederhana, kemudian setiap siswa
diharuskan mengerjakan test yang sama pada saat pertama. Untuk
memperoleh data diambil dari hasil kerja siswa. Siklus 1 dan siklus 2.
Dari 5 kelas diambil 1 kelas yang berjumlah 40 siswa. Data yang akan
dianalisis berupa test tertulis hasil kerja siswa dan hasil observasi (test
awal dan test akhir) yang diperoleh siswa. Data diambil dari jawaban test
tertulis, Pemberian Tugas Pekerjaan Rumah (PR) Test Tertulis setiap
akhir siklus dan catatan observasi selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah
bila pembuatan magnet sederhana pada kompetensi dasar mencapai
penguasaan materi 75% dengan nilai 72 ke atas.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII-4 (satu
kelas) SMP Negeri 9 Balikpapan Tahun Pembelajaran 2012/2013
semester ganjil. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 21
adalah siswa sebanyak 40 orang. Sifat populasi dalam penelitian ini
dianggap sama karena fasilitas yang diberikan kepada siswa adalah
fasilitas yang sudah sama, tingkat sosial ekonomi orang tua relatif
seimbang, Bimbingan dan konseling sama, usia rata-rata tidak jauh
berbeda dan nilai yang diperoleh siswa pada semeter ganjil tidak jauh
berbeda (hampir sama). Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 9
Balikpapan.
Siklus I
Pada sklus 1 ini diberikan test awal kepada siswa maka
doperoleh data test awal (siklus I) diperoleh persentase 57,28 %
walaupun ada beberapa siswa yang menjawab secara kebetulan tinggi
nilainya namun persentasenya sangat kecil. Dalam siklus ini siswa
belum banyak memperoleh informasi secara kongkrit dan lengkap
karena siswa belum menerapakan praktikum secara kelompok dengan
anggota mereka dan belum terjadi diskusi yang baik antar siswa dan
kelompok tersebut inilah penyebab utama nilai yang diproleh para siswa
kurang begitu baik. Setelah diberikan test awal dan hasilnya sudah kita
evaluasi maka peneliti membimbing semua kelompok yang terdiri 5
kelompok kerja siswa. Kemampuan peneliti dalam memotivasi siswa
22 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dinilai baik karena siswa dapat bertukar informasi dengan siswanya
sendiri demgan membuat magnet sederhana secara praktikum
berkelompok.
Siklus 2
Pada siklus kedua ini peneliti memulai dengan langkah-langkah
penelitian yaitu dengan cara membuat model atom sedarhana mulai dari
langkah awal mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam
kegiatan praktikum sampai dengan mengamati siswa secara langsung
dalam melakukan praktikum secara berkelompok. Siswa sangat antusias
melaksanakan praktikum dengan baik mulai dari memilih bola pimpong
yang akan di buat model atom, kemudian merangkainya dengan pipet
atau sedotan plastik secara sistematis seperti yang ada pada gambar. Alat
di rangkai sedemikian rupa dan menentukan jenis atom masing- masing.
Setiap kelompok membuat rangkaian model molekul sminimal 2
model molekul dan maksimal 3 model molekul dan diberi waktu yang
sama yaitu masing-masing 20 menit. Kemudian dari ketiga percobaan
tersebut dibandingkan hasilnya manakah yang terbaik dari ketiga
percobaan tersebut untuk dijadikan sebagai acuan dalam menarik
kesimpulan ketika akan mendiskusikan dan mempersentasikan hasil
yang di peroleh dari kelompoknya masing-masing. Disinilah para siswa
terjadi interaksi antar kelompok sehingga kelas dalam suasana aktif
dan ramai karena terjadi diskusi antar kelompok tersebut.
Dengan melakukan kegiatan tersebut siswa dapat menemukan
idenya sendiri dari kelompok tersebut dan dapat mengkomunikasikan
dengan teman-temanya sendiri. Ternyata setelah diberikan penelitian
tindakan kelas dengan mebuat model atom sederhana dengan 3
percobaan yang mereka lakukan nilainya dapat meningkat seperti yang
diperoleh pada test (siklus II) sehingga mencapai 67,38 %, terlihat
terdapat kenaikan yang mencapai nilai 10,10%. Pembelajaran dengan
praktek secara langsung dengan eksperimen per- kelompok di dalam
laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang
mendalam, serta perhatian siswa dapat dipusatkan pada materi yang
diberikan. Selain itu, guru dapat menambahkan informasi yang belum
diketahui siswa serta mengajak diskusi agar wawasan siswa akan materi
yang dipaparkan oleh guru dapat diingat lebih lama oleh siswa.
Dari kriteria yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan
menengah keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya lebih dari 72
secara individual dan minimal 75% secara klasikal sehingga penelitian
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 23
tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan secara terus menerus
untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Sedangkan untuk kelas VIII-
4 secara individual 72 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan Minimal nilai
yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 75 % dari jumlah siswa di
dalam kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak mencapai 75%
maka harus di adakan remedial test/ ulangan perbaikan dari test awal.
Siklus 3
Berdasarkan hasil pada siklus I dan siklus II, maka dalam siklus
ketiga tersebut ini peneliti merefleksi hasil yang diperoleh para siswa
yang belum mencapai 72 dan mencari apakah kendala yang dihadapi
oleh para siswa dalam menjawab soal atau pertanyaan pada test dalam
siklus kedua. Dan peneliti berusaha untuk meningkatkan kretivitas para
siswa agar lebih aktif dan mempunyai keberanian dalam
mempersentasikan hasil praktikum yang mereka lakukan untuk
menyampaikan pendapatnya supaya ditanggapi oleh kelompok lain.
Siklus ke III dimulai oleh seluruh siswa bekerja sama dalam
kelopoknya untuk menggunakan lembar kerja siswa yang harus
diselesaikan selama kerja kelompok dengan menghasilkan 3 langkah
percobaan yaitu memilih dan menentukan bola pimpong yang akan
dijadikan sebagai salah satu atom, yang kedua mereka menyelesaikan
tugasnya dengan membuat dan merangkai bola pimpong dengan alat
pipet atau sedotan plastik , dan yang ketiga membuat dan merangkai atau
menyambungkan beberapa bola pimpong menjadi rangkaian molekul
yang sederhana . Setelah ketiga percobaan tersebut selesai dilaksanakan
maka setiap kelompok berdiskusi dan presentasi dari hasil mereka
masing-masing untuk dapat disimpulkan model atom sederhana,
sedangkan peneliti meluruskan hasil diskusi dan presntasi yang telah
dilakukan oleh berbagai kelompok tersebut.
Ternyata dari beberapa pendapat para ahli memang benar setelah
diterapkan dan dicoba di lapangan bahwa dengan metode eksperimen
secara langsung perkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
dan dapat meningkatkan siswa lebih kreatif dalam memecahkan masalah
yang dihadapi oleh siswa secara langsung di dalam laboratorium IPA
untuk mendapatkan konsep-konsep IPA yang lebih kongkrit dan benar
serta data secara akurat.
Kelebihan dari metode eksperimen adalah akan mningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan
mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam
24 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata baik
pengamatan dengan indera dan praktek langsung oleh berbagai
kelompok. Kelemahan dari eksperimen ini adalah sebelum kegiatan
dilaksanakan penelitian harus menyiapkan alat-alat peraga ataupun
bahan-bahan yang akan digunakan dalam kegiatan eksperimen. Dengan
demikian memerlukan waktu khusus untuk menguji terlebih dahulu
kelayakan alat maupun bahan agar dalam proses percobaan sedikit
ditemukan kesalahan baik dalam pengukuran maupun ketelitian alat ukur
yang digunakan, serta hasil yang diperoleh dalam kelompok tersebut
untuk di presentasikan dan di simpulkan bersama.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan metode
eksperimen perkelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
SMP Negeri 9 kelas VIII-4 Balikpapan Kalimantan Timur. Dalam
upaya peningkatan prestasi belajar siswa dengan membuat magnet
sederhana. Dari ketuntasan 72% meningkat hingga 83,38%. Dengan
perbedaan persentase yang signifikan yaitu 16 %. Oleh sebab itu metode
tersebut dapat dilaksanakan setiap saat sehingga dapat memacu dan
memberikan motivasi kepada siswa sehingga prestasi belajar siswa bisa
menjadi lebih baik seperti yang kita harapkan. Dan pada akhirnya para
siswa dapat mencapai kepuasan tersendiri dalam pembelajaran
IPA/Kimia di sekolah, yang tadinya merupakan pelajaran yang
terkadang membosankan setelah mereka melakukan kegiatan praktek
yang melibatkan setiap siswa maka para siswa akan menjadi senang dan
terus ingin mencoba membuat alat-alat peraga IPA sederhana dengan
ciptaan dan buatannya sendiri dari hasil praktek yang mereka kerjakan
bersama menurut kelompoknya masing-masing. Dan ketika
mepresentasikan hasil praktek mereka, maka mereka saling
memertahankan hasilnya sesuai dengan kelompoknya.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Retno Susilowati
Guru Bahasa Inggris SMP Negeri 3 Balikpapan
Abstract
The goal of this Action Classroom Research is : to improve
the students speaking skill by Cooperative Integrated
Reading And Composition (CIRC) Method. The Research
located in VII A first year Class, SMP N 3 Balikpapan. .
The time of Reserch spent 3 months. The method of data
analysis uses qualitative and quantitative descriptive.
Based on the result of the Research, it is concluded that
CIRC Method in reading Learning English can motivate
the students to be active in Reading English and give the
opotunity to the students to express their idea in the
situation given, so their skill in reading can be improved.
Keyword: Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) Learning Method.
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Syaiful dan Aswan adalah : Proses
perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan
kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap (2002:11). Menurut Dr. Nana
Sudjana Dra. Wari Suwariyah kegiatan belajar individual artinya setiap
siswa secara sendiri-sendiri melakukan atau mengerjakan tugas-tugas
belajarnya (1991:28). Kegiatan belajar kelompok dapat dilakukan
melalui diskusi siswa dalam kelompok kecil sekitar 3-5 orang (1991:29).
Menurut Indra Munawar hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (2009).
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal penting karena dapat menjadi
petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam
kegiatan belajar yang telah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui
melalui evaluasi hasil belajar untuk mengukur dan menilai apakah siswa
sudah menguasai ilmu yang dipelajari atas bimbingan guru sesuai
dengan tujuan yang dirumuskan. Menurut Gagne (dalam Dimyati, 2002:
10) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa
kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan,
sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (1) stimulasi
yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif yang dilakukan
oleh si pembelajar. Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses
kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati
pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.
Menurut Piaget (dalam Dimyati, 2002: 13) pengetahuan dibentuk
oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan
lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya
interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Mursell (dalam Simanjutak, 1975: 82) berpendapat bahwa hasil belajar
merupakan penguasaan bahan pelajaran yang ditimbulkan oleh
pemahaman atau pengertian, atau oleh respon yang masuk akal.
pengetahuan ,kecakapan dan perubahan ada pada individu yang belajar.
Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri individu
yang belajar. Bukan saja perubahan yang mengenai pengetahuan,
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 31
tetapijuga kemampuan untuk membentuk kecakapan dalam bersikap.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah proses
pembelajaran dalam waktu tertentu yang diukur dengan menggunakan
alat evaluasi tertentu. Menurut (Dimyati dan Mudjiono, dalam
Munawar, 2009) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari
dua sisi yaitu dari sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan tingkat kemampuan mental yang lebih baik dibandingkan
pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut
terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya
bahan pelajaran.
Menurut (Hamalik dalam Munawar 2009) hasil belajar adalah
bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada
orang tersebut dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti. Sedangkan menurut (Syaiful dan Aswan dalam
Munawar, 2009) hasil belajar adalah hasil dalam penilaian terhadap
kemampuan yang dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka
yang diperoleh siswa dari serangkaian tes yang dilaksanakan setelah
siswa mengikuti proses pembelajaran.
Dari serangkaian pengertian hasil belajar, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah sebuah proses perubahan pengetahuan,
berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar. Hasil belajar biasanya diperoleh siswa
setelah mengikuti proses belajar mengajar, baik berupa pengetahuan,
maupun angka-angka maupun skor yang didapat siswa setelah tes
diberikan yang merupakan hasil dari belajar. Hasil belajar digunakan
oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai sutu
tujuan pendidikan.
METODE PENELITIAN
Siklus II
Guru mengidentifikasi masalah, menganalisa dan merumuskan
masalah, merancang pembelajaran klasikal, dan membuat persiapan
berupa penyusunan schedule, rencana pembelajaran, menyiapkan media
pembelajaran yang akan digunakan, menyiapkan topik pelajaran,
menyusun soal test. Guru menyajikan pembelajaran dengan menerapkan
model pembelajaran klasikal untuk menerangkan beberapa ungkapan
permintaan ijin, menyajikan pembelajaran sesuai dengan rencana yang
telah dirumuskan, memberi kesempatan bertanya kepada siswa tentang
hal-hal yang ingin diketahui siswa terkait dengan topik tersebut,
memberi respon, dan pada akhir kegiatan siswa diberi kesempatan
bertanya tentang topik yang berhubungan dengan gambar.
Bersamaan dengan pelaksanaan tindakan, guru melakukan
pemantauan dengan mencatat setiap kegiatan dan perubahan yang
terjadi pada saat penerapan model pembelajaran klasikal. Menganalisa
temuan saat melaksanakan observasi, menganalisis kelemahan dan
keberhasilan guru saat menerapkan model pembelajaran klasikal dan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 33
mempertimbangkan langkah selanjutnya, melakukan refleksi tehadap
penerapan model pembelajaran klasikal.
Siklus III
Guru mengevaluasi hasil refleksi Siklus II, mendiskusikan dan
mencari upaya perbaikan untuk diterapkan pada pembelajaran
berikutnya, mendata masalah dan kendala saat mengelola Pembelajaran.
Melaksanakan tindakan perbaikan dengan menggunakan penerapan
model pembelajaran CIRC namun sebelum pembelajaran dimulai, guru
sebagai peneliti mencoba memotivasi siswa dengan pertanyaan pemandu
untuk memberi penguatan pada siswa agar tidak merasa malu dalam
mengeluarkan ide atau tanggapan terhadap topik yang akan dipelajari.
Hal ini terutama ditujukan pada anak yang tergolong bekemampuan
rendah.
Pada siklus ini, guru tidak hanya memberikan kesempatan pda
siswa yang aktif saja, tetapi juga membagi kesempatan kepada siswa
yang kurang aktif. Bentuk kegiatan pada siklus ini langsung dipraktekan
dengan teman secara berpasangan, serta melakukan analisis pemecahan
masalah. Guru melakukan pengamatan terhadap penerapan model
pembelajaran Role Play, mencatat perubahan yang terjadi, melakukan
diskusi membahas masalah yang dihadapi saat pembelajaran dan
memberi umpan balik.
Guru merefleksi proses pembelajaran Metode CIRC, merefleksi
hasil belajar peserta didik dengan menerapkan model pembelajaran
CIRC, menganalisis temuan dan hsil akhir penelitian, menyusun
rekomendasi. Untuk mendapat data penelitian yang valid dan dapat
dipertanggung jawabkan, dalam penelitian ini digunakan beberapa
instrumen pembantu, seperti gambar-gambar yang berkaitan dengan
topik pembelajaran, dan rekaman tentang aktivitas selama mengikuti
kegiatan di Siklus I, II dan III.
Siklus II
Pelaksanaan tindakan siklus II pada dasarnya sama dengan
pelaksanaan pada siklus I dengan perbaikan-perbaikan sesuai dengan
kasus yang ditemukan. Pada akhir siklus II diketahui bahwa jumlah
siswa yang memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hanya
46,15% (18 siswa) dan yang belum tuntas 53,85% (21 siswa). Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan siswa untuk ketrampilan Speaking
telah mengalami peningkatan dengan kategori BAIK berdasarkan
interval Kualifikasi yang sudah ditentukan. Dari siklus I ke siklus II
terdapat kenaikan 12,90 %, walaupun pada siklus ke II ini masih belum
mencapai separuh dari keberhasilan yang telah ditentukan dalam KKM
yaitu 75. Hal ini menunjukan bahwa perbaikan proses pembelajaran
yang dilakukan pada siklus II masih belum optimal, dan perlu
dilanjutkan lagi dengan metode yang berbeda.
Siklus III
Tes diberikan kepada siswa setelah perbaikan proses
pembelajaran dengan tujuan agar penulis dapat memperoleh data tentang
pemerolehan nilai setelah perbaikan pembelajaran. Setelah diakan
perbaikan atau Refleksi pada siklus ke III maka seluruh siswa bisa
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal yang telah di tetapkan oleh
sekolah yaitu 78 untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Dengan demikian
pada siklus ke III ini siswa tidak ada lagi yang remedial atau ulangan
perbaikan seperti yang terdapat pada siklus I dan siklus II.
Nilai siswa setelah mengikuti perbaikan pembelajaran
menunjukan peningkatan yang cukup baik, dimana siswa yang mendapat
nilai tuntas untuk pembelajaran Reading ( membaca ) = 39 anak dengan
36 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
perolehan presentase hasil belajar (85,64 %), dengan kategori AMAT
BAIK. Hal ini menunjukan bahwa dengan menggunakan metode CIRC
dapat meningkatkan kemampuan membaca dan berbicara dalam bahasa
inggris siswa kelas VIII C SMP Negeri 3 Balikpapan. Dengan demikian
dapat dibuktikan bahwa metode mengajar dapat berfungsi sebagai alat
motivasi ekstrinksik dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) seperti
pendapat Syaiful B, Djamariah dkk (1995).
Penggunaan metode CIRC memberi kesempatan kepadasiswa
untuk dapat berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi
masalah sosial / psikologi, mampu menyampaikan, memberikan
argumentasi dan mempertahankan pendapatnya, sesuai dengan situasi
peranan yang dimainkannya atau situasi yang dikehendaki guru.
Keefektifan berbicara dapat dicapai karenasiswa memahami makna
segala sesuatu yang dikomunikasikan terhadap pendengarnya, sesuai
dengan prinsip-prinsip berbicara yang mendasari secara umum maupun
perorangan (Tarigan, 1990:15).
Tujuan Pengajaran Bahasa Inggrisseperti pendapat Wilkin dan
Maulida (2001) dapat dicapai karena pembicara dapat menyampaikan
pikiran atau gagasannya secara efektif. Dengan menggunakan metode
CIRC maka pengajaran ketrampilan membaca dan berbicara untuk
siswa tingkat SMP yang menekankan ketepatan lafal (pronounciation),
intonasi dan kelancaran membaca dapat direalisasikan.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Suhartini
Guru IPA-Fisika SMP Negeri 5 Balikpapan
Abstrak
KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Kemampuan
Kemampuan dapat didefinisikan kecakapan, ketangkasan, bakat,
kesanggupan yang merupakan daya kekuatan untuk melakukan suatu
perbuatan (Chaplin, 1997:34). Kemampuan biasa merupakan
kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau
praktek (Robbins, 2000:46). Karakteristik soal-soal IPA-Fisika yang
dapat mempengaruhi tingkat kesulitannya, menurut Maloney (1992:
342) adalah: konteks, kejelasan petunjuk, jumlah informasi yang
diberikan, kejelasan pertanyaan, jumlah cara / alternatif pemecahan yang
dapat digunakan, dan beban ingatan. Dalam memecahkan soal IPA-
Fisika seringkali diperlukan perhitungan-perhitungan matematis sebagai
Kerangka Berpikir
Kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika merupakan
salah satu kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran
IPA-Fisika berdasarkan amanat Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan
(KTSP). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa gaya mengajar
Guru selama ini cenderung hanya menjelaskan materi, memberikan
contoh soal dan memberi latihan dengan cara yang monoton. Guru
46 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
hanya mentransfer sejumlah pengetahuan dan siswa sebagai penerima
pengetahuan yang bersikap pasif dalam pembelajaran. Keaktifan dan
minat belajarnya menjadi rendah.
Dalam pemilihan model pembelajaran, guru hendaknya lebih
selektif, sebab pemilihan strategi pembelajaran yang tidak tepat justru
menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Dalam model
pembelajaran probing prompting, guru menyajikan serangkaian
pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi
proses berfikir yang mengkaitkan pengetahuan baru yang sedang
dipelajari. Selanjutnya siswa mengkonstruksikan konsep-prinsip-aturan
menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak
diberitahukan.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara sebagai bentuk dugaan
sampai dapat dibuktikan melalui hasil penelitian. Hipotesia tindakan
dalam penelitian ini adalah: "Jika pembelajaran IPA-Fisika materi
getaran dan gelombang siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 5 Balikpapan
dilaksanakan melalui penerapan model pembelajaran probing-
prompting, maka kemampuan menyelesaikan soal siswa akan
meningkat.”
METODE PENELITIAN
Siklus I
Kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Merencanakan
pembelajaran melalui RPP dengan penerapan probing-prompting, 2)
Menentukan materi, 3) Mengembangkan skenario pembelajaran, 4)
Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), 5) Menyiapkan sumber belajar
dan media, 6) Menyusun soal-soal tes dan pedoman penyekoran, dan 7)
Menyusun instrumen observasi dan penyekorannya.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki tindakan
pada tahap pra penelitian sesuai dengan skenario pembelajaran yang
telah disempurnakan berdasarkan hasil refleksi pra penelitian dan
memantau proses peningkatan kemampuan menyelesaikan soal-soal
IPA-Fisika dalam materi getaran dan gelombang. Observasi dilakukan
dengan mengamati keaktifan dan minat belajar siswa serta kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran selama kegiatan pembelajaran
siklus I berlangsung. Menganalisis hasil tes dan pengamatan untuk
memperoleh gambaran tentang dampak dari tindakan yang dilakukan,
hal-hal yang perlu diperbaiki dan yang harus menjadi perhatian agar
diperoleh hasil yang maksimal.
Siklus II
Kegiatan ini dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Merencanakan
pembelajaran (menyusun RPP) dengan model pembelajaran probing-
prompting sebagai bentuk perbaikan, 2) Menetapkan materi, 3)
Menyusun Lembar Kerja Siswa (LKS), 4) Menyiapkan sumber belajar
dan media, 5) Menyusun soal-soal tes dan pedoman penyekoran, dan 6)
Menyusun instrumen observasi dan penyekorannya.
Tindakan yang dilakukan adalah dengan memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada siklus I sesuai dengan
rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disempurnakan
Instrumen Penelitian
Instumen tes disini adalah berupa soal yang harus dikerjakan
siswa pada akhir kegiatan pembelajaran. Instrumen nontes berupa
lembar observasi siswa dan guru untuk mengetahui aktifitas siswa dan
guru melalui pengamatan. Observasi dilakukan selama siswa mengikuti
proses pembelajaran pada tiap siklus. Teknik pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian ini adalah teknik tes dan nontes. Tahapan
yang terdapat pada analisis interaktif menurut Iskandar (2008: 222) yaitu
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dalam penelitian
ini, data akan dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Data Kuantitatif
meliputi Prosentase ketuntasan belajar siswa, Siswa secara individual
dianggap menguasai kemampuan menyelesaikan soal-soal IPA-Fisika
jika telah mendapat nilai ≥70 (tuntas belajar). Suatu kelas dinyatakan
tuntas belajar jika 85% dari keseluruhan jumlah siswa tuntas belajar
secara individu. Perhitungannya:
jumlah siswa yang tuntas
Prosentase Ketuntasan Klasikal = x 100
jumlah siswa seluruhnya
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hadi Suwito
Guru SMK Negeri 2 Balikpapan
Abstrak
KAJIAN PUSTAKA
Hakikat Puisi
Purnawan (2004:1) menyatakan bahwa puisi adalah susunan kata
yang indah, bermakna, dan terikat konvensi (aturan) serta unsur-unsur
bunyi. Sedangkan menurut Sumardi dan Rozaq (1987:3) puisi sebagai
jenis karya sastra yang memiliki susunan bahasa yang relatif lebih padat
dibanding prosa. Menulis puisi biasanya dijadikan media untuk
mencurahkan perasaan, pikiran, pengalaman, dan kesan terhadap suatu
masalah, kejadian, dan kenyataan di sekitar kita.
Puisi terdiri dari dua unsur yang menjadi ciri khas puisi yaitu,
unsur yang berkaitan dengan bentuk puisi dan unsur yang berkaitan
dengan makna puisi. Unsur yang berkaitan dengan bentuk puisi adalah
unsur bunyi (irama dan rima), pilihan kata, dan tampilan cetak/tulisan
(tipografi). Unsur yang berkaitan dengan makna puisi adalah tema, pesan
tersurat, dan pesan tersirat.
Menurut Endraswara, (2008:105) menulis puisi membutuhkan
langkah strategis. Orang yang sedang belajar menulis puisi, butuh
kosentrasi penuh. Mungkin akan berkali-kali di-cansel, dicoret, dan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 57
ditinggal pergi. Baru setelah matang dan beberapa diendapkan jadilah
puisi. Kematangan ide akan menentukan lamanya proses menulis puisi.
Teknik pancingan kata merupakan salah satu teknik pembelajaran
keterampilan menulis yang mengaktifkan otak siswa untuk berfikir
asosiatif korelatif terhadap kata-kata kunci yang diberikan oleh guru.
Siswa akan mengasosiasikan kata kunci dengan imajinasinya kemudian
mengkorelasikan kata kunci dengan kata-kata yang sepadan. Pada
pembelajaran menulis, teknik ini digunakan untuk mengeksplorasi
referensi kosakata siswa sekaligus mengembangkan dan menambah
referensi kosakata siswa.
Pembelajaran menggunakan teknik kata kunci, merupakan
pembelajaran menulis secara aktif, kreatif, dan atraktif. Menulis aktif
berarti siswa diajak aktif menjelajahi kata demi kata, memilih kata yang
tepat, memadukan dengan kata-kata lain, supaya tercipta deret dan baris
kalimat yang baik. Menulis kreatif yaitu kreatif mengasosiasikan dan
mengkorelasikan kata kunci pancingan dengan kata-kata lain yang
berkaitan. Menulis yang atraktif yaitu tulisan yang diciptakan siswa
dapat dibacakan ke depan kelas (Esroq, 2004: 7-8).
Kerangka Berpikir
Pembelajaran menulis puisi di kelas XII PMS 1 SMK Negeri 2
Balikpapan dihadapkan pada berbagai kendala. Kendala tersebut yaitu
minat siswa kurang, siswa kesulitan menemukan ide atau inspirasi, siswa
kesulitan mendapatkan imajinasi, siswa kesulitan menemukan kata
pertama dalam puisinya, dan siswa kesulitan mengembangkan ide
menjadi puisi. Oleh karena itu, peneliti akan menerapkan teknik
pancingan kata kunci dalam pembelajaran menulis puisi yang
merupakan salah satu teknik pembelajaran keterampilan menulis guna
mengaktifkan otak siswa untuk berfikir asosiatif korelatif terhadap kata-
kata kunci yang diberikan oleh guru. Siswa akan mengasosiasikan kata
kunci dengan imajinasinya kemudian mengkorelasikan kata kunci
dengan kata-kata yang sepadan. Dengan demikian, siswa akan merasa
terbantu untuk mengawali penulisan sebuah puisi sekaligus
mengembangkannya menjadi bait-bait puisi yang lengkap unsur-
unsurnya.
Hipotesis Penelitian
METODE PENELITIAN
Siklus I
Berdasarkan pada kondisi awal identifikasi permasalahan
sehubungan dengan rendahnya hasil pembelajaran menulis puisi siswa
kelas XII PMS 1SMK Negeri 2 Balikpapan, diketahui bahwa terdapat
permasalahan yang perlu di pecahkan. Kegiatan pembelajaran siklus I
dimulai tepat pada pukul 07.00. Guru bersama kolaborator memasuki
ruang kelas XII PMS 1. Siswa menyiapkan diri dipimpin oleh ketua
kelas, memberikan salam kepada Guru dan berdoa bersama. Selanjutnya
Guru memeriksa kehadiran siswa dan mengedarkan daftar hadir. Seluruh
siswa hadir pada pertemuan pertama ini.
Pada awal kegiatan belajar mengajar, Guru mengkodisikan siswa
siap mengikuti pembelajaran.Guru menyampaikan apersepsi, motivasi
dan menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Guru
kemudian menjelaskan materi penulisan puisi bertema lingkungan. Guru
Siklus 2
Guru mengontrol kembali efektifitas pengajaran yang
dikembangkan berdasarkan hasil penelitian pada siklus I. Peneliti
mengecek dan menyiapkan kembali rencana pelaksanaan pembelajaran
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 61
untuk pelaksanaan tindakan siklus II, dan menyusun instrumen obsevasi
siswa dan guru.
Tabel 1. Data Hasil Belajar Siswa Siklus I
Aspek Pengamatan Keberhasilan
No Nama Siswa %
A B C Sudah Belum
1 Achmad Ashari 3 3 3 75 1 0
2 Andhi Hermawan 3 3 3 75 1 0
3 Della Asrerina 3 3 3 75 1 0
4 Endah Mistiana 3 3 3 75 1 0
5 Fitria Rahmadani 2 2 2 50 0 1
6 Gadis laras Sita wijaya 3 3 3 75 1 0
7 Hikmah Fitriani 3 3 3 75 1 0
8 Iranastasia 3 2 2 58 0 1
9 Karmila Idris 3 3 3 75 1 0
10 Mahrus 3 3 3 75 1 0
11 Mario 3 3 3 75 1 0
12 Maulida Briliana Rahmam 3 3 3 75 1 0
13 Mega Silvia 3 3 3 75 1 0
14 Monica Dewi Lestari 3 3 3 75 1 0
15 Nur Aini 3 3 3 75 1 0
16 Muhamad Maulana Irfan 3 3 3 75 1 0
17 Pungki Putri Utami 3 3 3 75 1 0
18 Rena Maulida 3 3 3 75 1 0
19 Riyanti 3 3 2 67 0 1
20 Riska Febriana 3 3 2 67 0 1
21 Rizky Ramadhaniar 2 2 2 50 0 1
22 Rina Anggreini 3 3 3 75 1 0
23 Ryan Mirsa Hermawan 3 3 3 75 1 0
24 Samsidar Fitrianita Rahayu 3 3 3 75 1 0
25 Sarah Rahma Wardita 3 2 3 67 0 1
26 Shakila Pramesta Putri S 3 3 2 67 0 1
27 Sofiatul Jannah 3 3 3 75 1 0
28 Suryani 3 3 2 67 0 1
29 Tika Andriyani 3 2 2 58 0 1
30 Tri Novia Sari 3 3 2 67 0 1
31 Triana Rachmani 3 3 3 75 1 0
32 Triningtyas Nopri H 3 3 3 75 1 0
33 Venty Suryanita 3 3 3 75 1 0
34 Wahyu Dwi Prasetya 3 3 2 67 0 1
35 Yulinda Sugirin 3 3 2 67 0 1
JUMLAH 103 100 94 2475 23 12
RATA-RATA 2.94 2.86 2.69 71 65.71 34.29
PROSENTASE (%) 73.57 71.43 67.14
KESIMPULAN
SARAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 65
Setelah penulis mengadakan penelitian tindakan di kelas SMK Negeri 2
Balikpapan tentang upaya meningkatkan kemampuan menulis puisi
dengan teknik pancingan kata kunci, maka penulis menyampaikan saran-
saran sebagai berikut:
a. Teknik pancingan kata kunci ini dapat diterapkan oleh guru lain jika
pembelajaran menulis puisi yang selama ini dilaksanakan belum
mencapai tujuan yang diharapkan.
b. Pada saat pembelajaran menulis puisi, siswa hendaknya dibimbing
dengan intensif agar siswa dapat menyampaikan ide atau pesan ke
dalam bahasa tulis terhadap pesan dan ungkapan yang ada dalam
pemikiran siswa.
c. Hasil pekerjaan siswa hendaknya dianalisis dengan teliti agar
ditemukan kekurangan dan kesalahan siswa sebagai bahan perbaikan
pada pembelajaran menulis puisi berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sri Yoana
Guru PKN SMA Negeri 5 Balikpapan
Abstrak
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Siklus I
Perencanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I ini meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) siklus I
2) Mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung, meliputi ruang
kelas, LCD untuk presentasi, dan laptop untuk proses pembuatan
slide power point hasil diskusi.
3) Menyusun soal LKS dan soal tes siklus I.
4) Mempersiapkan lembar observasi, untuk mengetahui semua
kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran untuk presentasi, antara
lain (1) lembar penilaian kinerja siswa selama melakukan proses
pembelajaran, dan (2) lembar pengamatan guru yang digunakan
untuk mengetahui kegiatan guru selama proses pelaksanaan
pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan siklus I pertemuan pertama dilaksanakan
hari Selasa, tanggal 3 September 2013 dimulai jam 07.00. Tindakan
diawali dengan dialog antara guru dan siswa yang mengarah pada ulasan
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pra penelitian. Pada tahap pra
penelitian, siswa kurang dapat menganalisis kasus dengan baik dan
berargumen sesuai dengan kasus yang dibahas. Guru menyampaikan
apersepsi dengan mengaitkan materi pembelajaran sistem pemerintahan
dengan pengetahuan siswa dan memberikan motivasi kepada siswa
untuk berusaha meningkatkan pengetahuannya mengenai isu-isu tentang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 73
sistem pemerintahan yang berkembang saat ini di Indonesia dan negara-
negara lainnya.
Siklus I pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Rabu, 4
September 2013 mulai jam 07.00. Pada pertemuan kedua ini diawali
salam, apersepsi, motivasi, dan memberikan sedikit pengarahan terkait
dengan kelanjutan pelaksanaan presentasi dan pemanfaatan waktu yang
lebih efektif lagi, karena pada pertemuan kedua ini semua harus sudah
melakukan unjuk kerja presentasi. Setiap siswa hanya diberikan waktu 7
menit dalam melakukan unjuk kerja. Siswa mempersiapkan tempat,
media yang digunakan, dan mulai melakukan presentasi secara
bergantian hingga semua kelompok selesai melakukannya. Presentasi
dilakukan siswa seperti pada pertemuan sebelumnya.
Kelompok VI dengan moderator Ery Pradhita dan Nabilla
Maisarah sebagai operator mempresentasikan tentang isu sistem
legislatif di Indonesia adalah sistem legislatif 'abstrak-samar', bukan
bikameral, trikameral, maupun unikameral sehingga tidak mampu
menjalankan fungsi kontrol yang efektif, kritis-tajam. Kelompok VII
dengan moderator Erina Safitri dan Indar Megawati sebagai operator
mempresentasikan tentang isu pelaksanaan sistem Presidensial Indonesia
yang dirancang membenarkan Presiden bisa di “impeach” (politik) dan
juga bisa dicopot ditengah jalan dengan alasan politik, begitu pula untuk
anggota DPR bisa di PAW (Pergantian Antar Waktu) ditengah jalan
dengan alasan politik (yang hanya lazim terjadi dalam sistem
parlementer) sehingga menjadikan sistem kenegaraan Indonesia menjadi
rentan. Kelompok VIII dengan moderator Ahmad Islam Myzaki dan
Aldhita Erviana Nasution sebagai operator mempresentasikan tentang
pengabulan gugatan konstitusi MA yang tidak ingin menjadi subyek
pengawasan KY oleh MK, menjadikan wacana check and balances
terkesan dipahami dan diterapkan setengah hati berkaitan dengan
jalannya kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Dalam berbicara, siswa masih kurang memperhatikan struktur
kata dan kalimat yang baik.Secara keseluruhan siswa terlihat lebih aktif
dari sebelumnya, dan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik.
Pelaksanaan pembelajaran telah sesuai dengan rencana yang telah
dibuat, dan guru sudah menjelaskan tentang jalannya proses
pembelajaran dengan strategi inkuiri jurisprudensial. Kesempatan siswa
untuk tanya jawab juga dilakukan guru dengan baik. Pembelajaran pada
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Sufyansyah
SDN 016 Balikpapan Tengah
Abstract
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Syaiful dan Aswan adalah : Proses
perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya tujuan
kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan maupun sikap (2002:11). Menurut Dr. Nana
Sudjana Dra. Wari Suwariyah kegiatan belajar individual artinya setiap
siswa secara sendiri-sendiri melakukan atau mengerjakan tugas-tugas
belajarnya (1991:28). Kegiatan belajar kelompok dapat dilakukan
melalui diskusi siswa dalam kelompok kecil sekitar 3-5 orang (1991:29).
Kerangka Berfikir
1. Kondisi awal = Guru (belum meggunakan pendekatan)= Siswa
(kinerja rendah, hasil belajar shalat rendah)
2. Tindakan = Menggunakan pendekatan strategi flash (siklus 1, dan
siklus 2)
3. Kondisi akhir = Hasil belajar shalat meningkat
METODE PENELITIAN
Subjek Penelitian
Penelitian adalah siswa kelas III dengan jumlah 31 orang siswa
14 orang laki-laki dan 17 orang perempuan. Subjek penelitian tindakan
kelas ini adalah Guru Pendidikan Agama Islam kelas III ( Drs.
Sufyansyah, M.Pd). Teknik Pengumpulan Data menggunakan Tes (Hasil
Belajar), Observasi dan Dokumen.
Alat Pengumpul Data terdiri dari : Butir soal tes, Lembar
Observasi, Buku Nilai. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif :
a. Hasil belajar dianalisis dengan analisis deskriptif komparatif yaitu
membandingkan nilai tes antar siklus maupun dengan indikator
kinerja
b. Obeservasi maupun wawancara dengan analisis deskriptif
berdasarkan hasil observasi dan refleksi
Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research
yang dikembangkan oleh Kemmis yaitu melalui siklus (Plan, Act,
Observe dan Reflect). Merujuk pada strategi di atas maka Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, siklus 1
dilaksanakan pada hari Rabu, 16-10-2013, siklus 2 dilaksanakan pada
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 85
hari Rabu,06-11-2013. Peneliti bertindak sebagai observer. Pada siklus
1 dengan materi pembelajaran “Meningkatkan Hasil Belajar Shalat
Melalui Strategi Flash Card Siswa Kelas III SDN 016 Balikpapan
Tengah”. Pada setiap langkah dalam siklus I terdiri dari tahapan
Persiapan, Pelaksanaan tindakan, Observasi, dan Refleksi. Data diolah
dan dibahas secara kuantitatif dan kualitatif untuk mendeskripsikan dan
memaknai pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan Strategi
Flash Card.
Menyusun Rencana Pembelajaran dengan berpedoman pada
kurikulum KTSP 2006 dan kegiatan inti yang berorientasi pada
pendekatan strategi flash. Kecakapan yang akan digali meliputi
kemampuan aktivitas guru dalam memfasilitasi kegiatan belajar
mengajar, kemampuan aktivitas siswa dalam menerima pelajaran,
kemampuan kinerja siswa dalam kelompok, dan hasil belajar siswa
melalui pedoman lembar observasi, serta alat tes. Menyusun instrumen
observasi terstruktur dan tertutup, serta menyiapkan pedoman respon
siswa yang diberikan setiap selesai proses belajar mengajar, dan
diberikan secara acak kepada siswa.
Tahap Observasi :
Dilakukan dalam upaya pengumpulan data yang dilakukan
bersamaan dengan proses pembelajaran oleh (guru). Metode observasi
86 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
menggunakan desain observasi terstruktur dan tertutup, meliputi:
aktivitas guru terhadap keterlaksanaan dalam mengembangkan PBM,
dan aktivitas siswa dalam pembelajaran dan hasil tes belajarnya, serta
kinerja siswa. Observasi pada aktivitas guru dalam memfasilitasi proses
pembelajaran digunakan kategori “amat baik=4, baik=3, cukup=2, dan
kurang=1”. Observasi pada aktivitas siswa dan kinerja siswa dalam
kegiatan belajar mengajar digunakan kuantitas keaktifan dalam setiap
item instrumen, sehingga aktivitas dan kinerja siswa selalu dicatat dan
dijumlah, dan akhirnya dipersentase.
Siklus 1
Berdasarkan hasil obeservasi terhadap aktivitas siswa dalam
pembelajaran, ditemukan bahwa (1) Kerjasama siswa dalam kelompok
14 dari 31 jumlah keseluruhan, (2) kurang kerjasama siswa dalam
kelompok 11 dari dari 31 jumlah keseluruhan, (3) tidak bekerjasama
dalam kelompok 6 dari 31 jumlah keseluruhan, hal ini dimungkinkan
waktu yang terbatas dan teknik ini masih asing bagi siswa (4) Antusias
saat berdiskusi dalam kelompok kecil yang terdiri masing-masing
kelompok 7 atau 8 orang, terdapat 14 orang dari 31 jumlah keseluruhan
yang aktif berpartisipasi dalam kelompok, (5) kadang-kadang aktif 11
orang dari 31 jumlah keseluruhan berpartisipasi dalam kelompok (6)
tidak aktif 6 orang dari 31 jumlah keseluruhan berpartisipasi dalam
kelompok ini disebabkan ke-6 siswa tersebut dari keterangan guru
memang sangat pasif dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari
Siklus 2
Berdasarkan hasil obeservasi terhadap aktivitas siswa dalam
pembelajaran, ditemukan bahwa (1) Kerjasama siswa dalam kelompok
21 dari 31 jumlah keseluruhan, (2) kurang kerjasama siswa dalam
kelompok 6 dari dari 31 jumlah keseluruhan, (3) tidak bekerjasama
dalam kelompok 2 dari 31 jumlah keseluruhan, hal ini dimungkinkan
waktu yang terbatas dan teknik ini masih asing bagi siswa (4) Antusias
saat berdiskusi dalam kelompok kecil yang terdiri masing-masing
kelompok 7 atau 8 orang, terdapat 25 orang dari 31 jumlah keseluruhan
yang aktif berpartisipasi dalam kelompok, (5) kadang-kadang aktif 5
90 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
orang dari 31 jumlah keseluruhan berpartisipasi dalam kelompok (6)
tidak aktif 1 orang dari 31. Data nilai tes untuk dua siklus pembelajaran
disajikan pada Gambar 1.
100
80
60
40
20
0
Siklus 1 Siklus 2
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Pintamalem
Guru IPA SMP Negeri 4 Balikpapan
Abstrak
PENDAHULUAN
Motivasi siswa
Motivasi adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya
dalam melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisasi yang
menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau
perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan
motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi
kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri
individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam
mencapai tujuan tertentu. (Uzer. M. Usman, 2005:28-29).
Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia
mau melakukan belajar. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 95
(motivasi intrinsik) dan dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar
(motivasi ekstrinsik). Motivasi intrinsik, jenis motivasi ini timbul
sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan
dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri. Misalnya anak
mau belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan dan ingin
menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara. Oleh karena
itu, ia rajin belajar, tanpa ada suruhan dari orang lain. Sedangkan
motivasi ekstrinsik aadalah motivasi yang timbul sebagai akibat
pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, atau paksaan
dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau
melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena
ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama
dikelasnya.
Untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, guru hendaknya
berusaha dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa cara
membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi
intrinsik. Guru juga harus berusaha menciptakan persaingan diantara
siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha
memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi
prestasi orang lain. Selain itu guru membuat tujuan sementara atau dekat
yang dilaksanakan pada awal kegiatan belajar mengajar, dimana guru
hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa tujuan yang
akan dicapainya sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk
mencapai tujuan tersebut.
Tujuan Pembelajaran yang jelas dapat mendorong individu untuk
mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar nilai tujuan bagi
individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam
melakukan suatu perbuatan. Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas,
kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan
akan membawa efek sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya
banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses
dengan usaha sendiri, tentu saja dengan bimbingan guru. Mengadakan
penilaian atau tes diharapkan karena semua siswa mau belajar dengan
tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan
bahwa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan
tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan,
barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang
baik, jadi angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
96 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses, cara, menjadikan orang atau mahluk
hidup belajar. Sedangkan belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman. (KBBI, 1996: 14). Sependapat dengan
pernyataan tersebut Sutomo (1993:68) mengemukakan bahwa
pembelajaran adalah proses pengelolaan lingkungan seseorang yang
dengan sengaja dilakukan, sehingga memungkinkan dia belajar untuk
melakukan atau mempertunjukkan tingkah laku tertentu pula. Sedangkan
belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku
yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan yang bersifat fisik,
tetapi perubahan dalam kebisaaan, kecakapan, bertambah, berkembang
daya pikir, sikap dan lain-lain. (Soetomo, 1993: 120). Pasal 1 Undang-
undang No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Jadi
pembelajaran adalah proses yang disengaja yang menyebabkan siswa
belajar pada suatu lingkungan belajar untuk melakukan kegiatan pada
situasi tertentu.
Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu pengajaran yang
melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-kelompok untuk
menetapkan tujuan bersama. (Felder, 1994: 2). Wahyuni (2001: 8)
menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran dengan cara menempatkan siswa dalam kelompok-
kelompok kecil yang memiliki kemampuan berbeda.
Sependapat dengan pernyataan tersebut Setyaningsih (2001: 8)
mengemukakan bahwa metode pembelajaran kooperatif memusatkan
aktifitas di kelas pada siswa dengan cara pengelompokan siswa untuk
bekerja sama dalam proses pembelajaran. Dari tiga pengertian di atas
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode
pembelajaran dengan cara mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-
kelompok kecil untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah.
Dalam pembelajaran kooperatif, siswa tidak hanya sebagai objek
belajar tetapi menjadi subjek belajar karena mereka dapat berkreasi
secaraa maksimal dalam proses pembelajaran. Hal ini terjadi karena
pembelajaran kooperatif merupakan metode alernatif dalam mendekati
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 97
permasalahan, mampu mengerjakan tugas besar, meningkatkan
ketrampilan komunikasi dan sosial, serta perolehan kepercayaan diri.
Dalam pembelajaran ini siswa saling mendorong untuk belajar, saling
memperkuat upaya-upaya akademik dan menerapkan norma yang
menunjang pencapaian hasil belajar yang tinggi. (Nur, 1996: 4). Dalam
pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan sikap sosial untuk
mencapai tujuan pembelajaran yaitu dengan kerjasama.
Siklus I
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk siklus I
dilaksanakan dengan jumlah siswa 40 siswa. Pelaksanaan metode
pembelajaran kooperatif model STAD melalui tahapan sebagai berikut:
(1) Pelaksanaan pembelajaran, (2) Diskusi kelompok, (3) Tes, (4)
Penghargaan kelompok, (5) Menentukan nilai individual dan kelompok.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 101
aktivitas guru yang paling dominan pada siklus I adalah membimbing
dan mengamati siswa dalam menemukan konsep, yaitu 21,7 %. Aktivitas
lain yang presentasinya cukup besar adalah memberi umpan balik/
evaluasi, tanya jawab dan menjelaskan materi yang sulit yaitu masing-
masing sebesar 13,3 %. Sedangkan aktivitas siswa yang paling dominan
adalah mengerjakan/ memperhatikan penjelasan guru yaitu 22,5%.
Aktivitas lain yang presentasinya cukup besar adalah bekerja dengan
sesama anggota kelompok, diskusi antara siswa/ antara siswa dengan
guru, dan membaca buku yaitu masing-masing 18,7%, 14,4% dan
11,5%.
Dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif model
STAD diperoleh nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 6,79 dan
ketuntasan belajar mencapai 68,42% atau ada 26 siswa dari 38 siswa
sudah tuntas belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahawa pada siklus
pertama secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang
memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 68,42% lebih kecil dari presentase
ketuntasan yangt dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini disebabkan
karena siswa masih merasa baru dan belum mengerti apa yang
dimaksudkan dan digunakan guru dengan menerapkan metode
pembelajaran kooperatif model STAD.
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada siklus I ini masih
terdapat kekurangan, sehingga perlu adanya revisi untuk dilakukan pada
siklus berikutnya antara lain: Guru perlu lebih terampil dalam
memotivasi siswa dan lebih jelas dalam menyampaikan tujuan
pembelajaran. Dimana siswa diajak untuk terlibat langsung dalam setiap
kegiatan yang akan dilakukan. Guru perlu mendistribusikan waktu
secara baik dengan menambahkan informasi-informasi yang dirasa perlu
dan memberi catatan. Guru harus lebih terampil dan bersemangat dalam
memotivasi siswa sehingga siswa bisa lebih antusias.
Siklus II
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran
yang terdiri dari rencana pelajaran 2, soal tes formatif 2 dan alat-alat
pengajaran yang mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar
observasi pengelolaan metode pembelajaran kooperatif model STAD
dan lembar observasi guru dan siswa. Pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar untuk siklus II dilaksanakan dengan jumlah siswa 40 siswa.
Pelaksanan metode pembelajaran kooperatif model STAD melalui
102 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
tahapan sebagai berikut; (1) Pelaksanaan pembelajaran, (2) Diskusi
klompok, (3) Tes, (4) Penghargaan kelompok, (5) Menentukan nilai
individual dan kelompok.
Aktifitas guru yang paling dominan pada siklus II adalah
membimbing dan mengamati siswa dalam menentukan konsep yaitu
25%. Jika dibandingkan dengan siklus I, aktivitas ini mengalami
peningkatan. Aktivitas guru yang mengalami penurunan adalah memberi
umpan balik/evaluasi/ Tanya jawab (16,6%), mnjelaskan materi yang
sulit (11,7). Meminta siswa mendiskusikan dan menyajikan hasil
kegiatan (8,2%), dan membimbing siswa merangkum pelajaran (6,7%).
Nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah 7,29 dan ketuntasan
belajar mencapai 81,58% atau ada 31 siswa dari 38 siswa sudah tuntas
belajar. Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus II ini ketuntasan
belajar secara klasikal telah mengalami peningkatan sedikit lebih baik
dari siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar siswa ini karena setelah
guru menginformasikan bahwa setiap akhir pelajaran akan selalu
diadakan tes sehingga pada pertemuan berikutnya siswa lebih
termotivasi ntk belajar. Selain itu siswa juga sudah mulai mengerti apa
yang dimaksudkan dan diinginkan guru dengan menerapkan metode
pembelajarn kooperatif model STAD.
Revisi untuk dilaksanakan pada siklus II antara lain : Guru dalam
memotivasi siswa hendaknya dapat membuat siswa lebih termotivasi
selama proses belajar mengajar berlangsung. Guru harus lebih dekat
dengan siswa sehingga tidak ada perasaan takut dalam diri siswa baik
untuk mengemukakan pendapat atau bertanya. Guru harus lebih sabar
dalam membimbing siswa merumuskan kesimpulan/menemukan konsep.
Guru harus mendistribusikan waktu secaraa baik sehingga kegiatan
pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Guru
sebaiknya menambah lebih banyak contoh soal dan memberi soal-soal
latihan pada siswa untuk dikerjakan pada setiap kegiatan belajar
mengajar.
Siklus III
Peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari
rencana pelajaran 3, soal tes formatif 3 dan alat-alat pengajaran yang
mendukung. Selain itu juga dipersiapkan lembar observasi pengelolaan
metode pembelajaran kooperatif model STAD dan lembar observasi
aktifitas guru dan siswa. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
siklus III dilaksanakan dengan jumlah siswa 38 siswa. Pelaksanaan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 103
metode pembelajaran kooperatif model STAD melalui tahapan sebagai
berikut: (1) Pelaksanaan pembelajaran, (2) Diskusi kelompok, (3) Tes,
(4) Penghargaan kelompok, (5) Menentukan nilai individual dan
kelompok. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana
pelajaran dengan memperhatikan revisi pada siklus II, sehingga
kesalahan atau kekurangan pada siklus II tidak terulang lagi pada siklus
III. Pengamatan (observasi) dilaksanakan bersamaan dengan
pelaksanaan belajar mengajar.
Aktivitas guru yang paling dominan pada siklus III adalah
membimbing dan mengamati siswa dalam menemukan konsep yaitu
22,6%, sedangkan aktivitas menjelaskan materi yang sulit dan memberi
umpan balik/evaluasi/tanya jawab menurun masing-masing sebesar
(10%), dan (11,7%). Aktivitas lain yang mengalami peningkatan adalah
mengkaitkan dengan pelajaran sebelumnya (10%), menyampiakan
materi/strategi /langkah-langkah (13,3%), meminta siswa menyajikan
dan mendiskusikan hasil kegiatan (10%), dan membimbing siswa
merangkum pelajaran (10%). Adapun aktivitas ynag tidak mengalami
perubahan adalah menyampaikan tujuan (6,7%) dan memotivasi siswa
(6,7%).
Nilai rata-rata tes formatif sebesar 7,97 dan dari 38 siswa yang
telah tuntas sebanyak 36 siswa dan 4 siswa belum mencapai ketuntasan
belajar. Maka secara klasikal ketuntasan belajar yang telah tercapai
sebesar 94,74% (termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus III ini
mengalami peningkatan lebih baik dari siklus II. Adanya peningkatan
hasil belajar pada siklus III ini di pengaruhi oleh adanya peningkatan
kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif
moel STAD sehingga siswa menjadi lebih terbiasa dengan pembelajaran
seperti ini sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi yang
telah diberikan.
Pada siklus III guru telah menerapkan metode pemebelajaran
kooperatif model STAD dengan baik dan dilihat dari kativitas siswa
serta hasil belajar siswa pelaksanaan proses belajar mengajar sudah
berjalan dengan baik. Maka tidak diperlukan rvisis terlau banyak , tetapi
yang perlu diperhatikan untuk tindakan selanjutnya adalah
memaksimalkan dan mempertahankan apa yang telah ada dengan tujuan
agar pelaksanaan proses belajar mengajar selanjutnya penerapan metode
pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan proses
belajar mengajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Melalui
104 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
hasil penelitian ini menunjukkan bahawa metode pembelajran kooperatif
model STAD memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman
siswa terhadap materi yang disampaikan guru (ketuntasanbelajar
meningkat dari siklus I, II, dan III) yaitu masing-masing 68,2%, 81,58%
dan 94,74%. Pada siklus III ketuntasan belajar siswa secara klasikal
telah tercapai.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Wahyuni
Widyaiswara Pertama LPMP Provinsi Kalimantan Timur
Abstrak
PENDAHULUAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 107
Implementasi ISO 9001:2000 pada Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) Kalimantan Timur merupakan suatu keharusan,
selain melaksanakan instruksi dari Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jakarta, juga sebagai
peningakatan kapasitas dalam memberikan layanan fasilitasi dalam
rangka penjaminan mutu pendidikan di Kalimantan Timur. Hal ini sesuai
dengan tugas dan fungsi pokok Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) Kalimantan Timur.
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan
Timur merupakan Unit Pelaksana Teknis Pusat (UPTP) dari Departemen
Pendidikan Nasional. Sebagai suatu lembaga pemerintah pusat di daerah
yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen PMPTK), visi LPMP Kaltim yaitu menjadi
Lembaga Penjamin dan Pengendali Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah Berstandar Nasional dan Berwawasan Global yang
Berorientasi pada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
Profesional dan Kompetitif. Sedangkan misi LPMP Kaltim adalah
menjamin pelaksanaan pendidikan di sekolah sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pusat, memfasilitasipeningkatan mutu tenaga
kependidikan sesuai dengan kebutuhan daerah, dan memfasilitasi
peningkatan kinerja lembaga pendidikan dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan di daerah.
Tugas dan fungsi pokok Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP) Kaltim sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 07 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan (LPMP) Profinsi Kalimantan Timur mempunyai tugas
pokok: “Melaksanakan Penjaminan Mutu Pendidikan Dasar dan
Menengah termasuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudatul Athfal (RA)
atau bentuk lain yang sederajat di Propinsi berdasarkan kebijakan
Menteri Pendidikan Nasional”.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi pokok LPMP
Kaltim, diperlukan kualitas kinerja Staf LPMP Kalitm. Staf LPMP
Kaltim adalah salah satu indikator penentu. LPMP Kaltim perlu
meningkatkan potensi dan mendayagunakan staf tersebut, agar kinerja
staf dapat lebih baik. Untuk meningkatkan kinerja staf dalam
108 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
melaksnakan tugas sehari maka perlu memiliki motivasi kerja yang baik.
Menurut Victor Vroom (dalam Robin, 2008:229) menjelaskan dalam
teori harapan bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan
tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar
kesuatu penilaian kinerja yang baik; suatu penilaian yang baik akan
mendorong ganjaran-ganjaran organisasi seperti bonus, kenaikan
gaji,atau promosi; ganjaran itu akan memuaskan tujuan pribadi
karyawan itu. Sebagai suatu model kemungkianan (contingency
model),teori harapan mengakui bahwa tidak ada asas yang universal
untuk menjelaskan motivasi semua orang. Oleh karena itu penerapan
sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 haruslah dipertimbangkan
disamping motivasi kerja jika kita akan menjelaskan dan meramalkan
dengan akurat kinerja karyawan.
Bilamana sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 dijalankan
dengan komitmen yang tinggi dari pimpinan sampai staf yang terendah
serta kemampuan kerja para staf LPMP Kaltim sesuai dengan tugas
yang telah dilaksanakannya maka kinerja staf LPMP akan tinggi. Kinerja
yang tinggi akan memberikan dampak keuntungan bagi individu dan
lembaga dengan cara meningkatkan motivasi kerjadan implementasi
standrisasi ISO 9001:2000, sehingga lembaga mempunyai karyawan
yang produktif dan taat sistem. Bagi keryawan sendiri,kinerja tinggi
dapat mendorong kesiapan diri untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.
Khususnya bagi pengembangan personalia atau sumber daya
manusianya untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan dalam staffing
internal lembaga.
Kinerja menurut Alwi (2001:177-178), menyebutkan penilaian
terhadap kinerja karyawan merupakan bagian dari proses staffing, yang
dimulai dari proses rekrutmen, seleksi, orientasi, penempatan, job
tarining awal dan proses penilaian kinerja. Tetapi proses penilaian ini
tidak bisa dilepaskan dari proses yang lebih luas dari manajemen kinerja.
Manajemen kinerja adalah sentral bagi perusahaan/lembaga yang
membangun keunggulan bersaing melalui peransumber daya
manusianya dan menjalankan strategi bisnis yang berorientasi pada
customer needs. Bagi perusahaan/lembaga seperti ini tidak ada pilihan
kecauali menerapkan sistem menajemen kinerja yang mampu
mendorong semua karyawan untuk memberikan kontribusi secara
optimal terhadap pencapaian tujuan perusahaan / lembaga, dalam
melaksanakan visi dan misinya telah diharuskan mengimplementasi
standarisasi mutu ISO 2001:9000.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 109
Untuk mendukung pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan,
maka perlu didukung dengan peningkatan kinerja pegawai lembaga
dalam menjalankan pelayanannya terhadap pelanggan. Kinerja
pegawai/staf LPMP dapat diharapkan baik apabila didukung berbagai
faktor seperti, implementasi ISO 2001-9000 dan motivasi kerja staf
LPMP Kaltim dalam melaksanakan tugas yang dimilikinya dengan baik.
Penilaian kinerja tersebut adalah merupakan perwujudan kewajiban
sesuatu institusi untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dan penilaian kinerja ini merupakan kunci penting yang
dapat menggambarkan kinerja dan hasil yang dicapai suatu institusi.
KAJIAN PUSTAKA
Motivasi
Motivasi adalah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan
motif adalah kebutuhan (need), keinginan (wish), dorongan (desire) atau
112 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
impuls. Motivasi merupakan keinginan yang terdapat pada seorang
individu yang merangsang keingian yang terdapat tindakan-tindakan
atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.
Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang
melatar belakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja.
Menurut Handoko (1992:10), motivasi kerja dapat didefinisikan
sebagai motivasi yang bersifat internal yaitu dorongan yang datang dari
dalam diri individu untuk bekerja atau melakukan pekerjaan. Dorongan
tersebut muncul karena adanya satu tujuan yang ingin dicapai atau
adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Selama kebutuhannya belum
dapat terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan dalam arti diri
seseorang, dan untuk menghilangkan ketidakseimbangan tersebut harus
terpenuhi, sehingga munculah dorongan atau motivasi untuk melakukan
aktivitas atau tindakan.
Mengacu pada konsep tentang motivasi kerja, maka motivasi
kerja yang tinggi ditujukan oleh besarnya perhatian, minat, aktivitas,
ketekunan, serta kesediaan menaggung resiko dalam bekerja sehingga
apa yang dimaksudkan dapat tercapai. Dengan kata lain, motivasi kerja
yang tinggi dapat dinilai dari: a) aktivitas seseorang didalam bekerja, b)
memiliki ketrampilan dan menguasai pekerjaan serta mampu
menyelesaikan tugas-tugas baik tepat waktu, c) selalu berusaha
menambah pengalaman, d) memliki tanggung jawab yang tinggi, serta e)
berupaya bertanya kepada orang lain jika menghadapi kesulitan
(Handoko, 1992: 12).
Teori motivasi berdasarkan Hirarki kebutuhan secara individu
yang dikemukakan oleh Maslow dalam Usman (2008:165) adalah
sebagai berikut:
1. Kebutuhan Fisiologikal (Fisological Needs)
2. Kebutuhan Keselamatan (Safety Needs, Security Needs)
3. Kebutuhan Berkelompok (Sosial Needs, love needs, belonging needs
affectiction needs).
4. Kebutuhan Penghargaan (Estem Needs, Egoistic Needs).
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-actualisasi Needs, Sef-realization
Needs, Self-fulfillment Needs, Sefl-expression Needs).
Kinerja
Kata kinerja terjemahan dari performance artinya penampilan
kerja atau prestasi kerja. Menurut Smith (2003:222) kinerja
(performance) adalah hasil atau output dari proses. Kinerja dipengaruhi
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 113
oleh motif-motif individu seperti yang dikemukakan oleh Steers dan
Poter bahwa kinerja (performance) dipengaruhi oleh motif-motif
individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Steers, 2000:183).
Konsep ini berhubungan erat dengan kegiatan atau operasi yang terus
menerus, baik kegiatan maupun program atau kebijakan dalam suatu
organisasi. Pendapat lain mengatakan bahwa kinerja menunjukkan
kemampuan organisasi dalam melaksanakan tugas-tugas (Wibawa,
2004:161).
Gibson (2000:319) menjelaskan kinerja adalah hasil kerja yang
terkait dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi dan kriteria
keefektifan lain yang dicapai selama periode tertentu melalui usaha yang
membutuhkan kemampuan dan keterampilan serta pengalaman. Russell
(1998:421) mendefinisikan kinerja sebagai catatan dari outcomes yang
dihasilkan sesuai dengan fungsi pekerjaan secara spesifik atau aktivitas
selama periode waktu tertentu. Selain itu Lan (1992:96) menjelaskan
bahwa kinerja dipengaruhi oleh banyak faktor dan kemudian
digolongkan menjadi dua faktor, yaitu:
a. Faktor personal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu
atau yang melekat pada individu seperti misalnya: bakat, minat,
karakter, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan dan pengalaman
kerja serta latar belakang budaya.
b. Faktor situasional yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor
ini dapat dibedakan lagi menjadi faktor fisik pekerjaan, seperti
misalnya: metode kerja, desain, kondisi alat dan ruang lingkup
pekerjaan dengan peraturan-peraturan yang menyertai serta kondisi
fisik. Faktor sosial dan organisasi, seperti kebijakan organisasi dalam
bentuk pengawasan yang ada, tipe-tipe pelatihan yang diberikan,
bentuk insentif, hubungan dalam organisasi dan lingkungan sosial.
Penilaian kinerja adalah proses penilaian standar kinerja yang
telah dicapai oleh anggota organisasi. Devries, dkk, (1999)
mengungkapkan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu proses
organisasi mengukur dan mengevaluasi perilaku anggota organisasi dan
prestasi pada periode waktu tertentu. Schermerhorn, dkk. (2007:314),
mengungkapkan hal yang sama bahwa penilaian kinerja merupakan
suatu proses formal mengenai evaluasi kinerja dan pemberian umpan
balik. Menurut Handoko (2006:311) penilaian kinerja adalah suatu
proses organisasi untuk memperbaiki keputusan-keputusan personalia
METODE PENELITIAN
KESIMPULAN
SARAN
Sunaji
Guru Matematika SMP Negeri 6 Balikpapan
Abstrak
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
Belajar
Belajar pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam
kepribadian yang berupa kecakapan, sikap kebiasaan, dan kepandaian
serta ketrampilan yang akan dicap[ai oleh seseorang. Perubahan ini
biasanya bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 123
hasil dari latihan atau pengalaman. Menurut (Hamalik O : 2008) Proses
belajar bersifat individual dan kontektual, artinya belajar terjadi dalam
diri individu sesuai dengan perkembangannya dan lingkungannya.
Belajar bermakna(meaningfull learning) merupakan suatu proses
dikaitkannya suatu informasi baru pada konsep-konsep relevan yang
terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermakmanaan belajar
sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan
antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan
komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa.
Proses belajar tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta
belaka, tetapi merupakan serangkaian kegiatan yang selalu
berkesinambungan dan menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilakan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang diperoleh
dan dipelajari akan dapat dip[ahami secara baik dan tidak mudah
dilupakan. Menurut Djamarah (1994), latihan merupakan suatu cara
mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik,
selain itu dapat juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan,
ketepatan, kesempatan dan ketrampilan.
METODE PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ramelan
Guru IPA SMK Negeri 2 Balikpapan
Abstrak
PENDAHULUAN
Latar belakang dari penelitian tindakan kelas ini adalah
rendahnya nilai hasil belajar IPA siswa yang tidak mencapai 75 di Kelas
X Akuntasi 4 pada Kompetensi Dasar Rotasi Bumi di semester 1 SMK
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 135
Negeri 2 Balikpapan, maka penulis membuat cara pembelajaran melalui
model pembelajaran kooperatif di kelas X Akuntansi 4 semester 1 Tahun
Pembelajaran 2012 / 2013 yang mengarah kepada keterlibatan semua
anak atau aktivitas belajar seluruh siswa sehingga pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas secara
berkelompok.
Nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di
kelas RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah 75 di SMK
Negeri 2 Balikpapan untuk nilai mata pelajaran IPA. Maka apabila nilai
rata-rata di dalam kelas tersebut belum mencapai 75 berarti masih belum
tuntas nilainya di kelas tersebut dan perlu diadakan remedial atau
perbaikan ulang sehingga siswa memperoleh nilai yang standarnya
sesuai dengan KKM yang telah di tentukan oleh pihak sekolah yang
bersangkutan yaitu SMK Negeri 2 Balikpapan, khususnya untuk kelas
RSBI.
Hasil nilai ulangan yang pertama sebagai acuan dan
refleksi/pencerminan dan tindak lanjut untuk mengevaluasi dan
menganalisa kekurangan yang dihadapi di dalam kelas sebagai perbaikan
untuk ulangan berikutnya atau siklus berikutnya, penelitian ini
dilaksanakan dengan 3 siklus yaitu dari siklus 1 sampai dengan siklus 3
yang dimulai dari penjajagan test awal sebagai masukan atau dasar nilai
siklus 1 dan siklus 2 serta siklus 3 sebagai refleksi dan tindak lanjut
untuk menentukan tahap berikutnya agar nilai anak dapat mencapai
nilai Kriteria Ketuntasan Minimal /KKM yaitu 75 yang berlaku untuk
kelas RSBI di SMK Negeri 2 Balikpapan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah penelitian ini
adalah apakah dengan melalui model pembelajaran kooperatif
kompetensi dasar Rotasi Bumi di kelas X Akuntansi 4 semester ganjil
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa di SMK Negeri 2
Balikpapan Tahun Pembelajaran 2013/2014. Penelitian ini diharapkan
mencapai sasaran pada peneliti atau guru dan siswa, sekolah dan
masyarakat, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini antara lain
menumbuhkembangkan minat belajar IPA dengan melalui model
pembelajaran kooperatif dan melatih siswa, agar siswa mempunyai
keterampilan dan kesempatan kepada anak untuk memperoleh berbagai
informasi dari hasil kerja kelompoknya dengan pengamatannya sendiri
dan pengalamannya sendiri sehingga mendapatkan data yang akurat dan
konkrit.
136 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
KAJIAN PUSTAKA
Belajar
Belajar adalah merupakan suatu proses yang tidak sederhana
melainkan sangat kompleks, dari hasil pengalaman dan pengamatan.
Penulis mengajukan prinsip-prinsip dalam belajar diantaranya dalam
belajar siswa harus mempunyai tujuan. Tujuan harus timbul dan muncul
dari diri sendiri oleh siswa tersebut dan berhubungan dengan kebutuhan
hidupnya bukan dipaksa oleh orang lain. Siswa harus bersedia dan
mengalami berbagai kesukaran dan tekun berusaha untuk mencapai
suatu tujuan, belajar dapat berhasil jika tercapai kematangan berbuat
melakukan dan memberikan sukses yang menyenangkan. Belajar dapat
terbukti jika ada perubahan dalam tingkah laku dan adanya penambahan,
keterampilan dan pengetahuan serta pengalaman. Belajar tidak hanya
semata-mata dengan otak saja tetapi juga harus dibarengi dengan
jasmani, rohani, dan pengendalian diri. Ulangan dan latihan perlu tetapi
harus didahului oleh pemahaman suatu masalah yang akan di hadapi.
Belajar menekankan pada keseimbangan dimensi perkembangan
manusia yang menyentuh dimensi afektif, kognitif dan psikomotorik.
Hasil Belajar
Hasil belajar adalah untuk mengetahui bagaimana ciri-ciri
tingkah laku perkembangan kemampuan dan pengetahuan siswa
138 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran. Adapun ciri-ciri tersebut
ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku, kemampuan dasar dan
pengalaman yang dimiliki serta motivasi belajar. Nana Sudjana
(1989:21) mengatakan hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa
dipengaruhi oleh dua factor intern dan factor ekstern. Faktor internnya
adalah kemampuan yang terdapat dalam diri siswa sendiri, sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang meliputi 3 aspek yaitu lingkungan,
lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat. Penilaian hasil
belajar IPA siswa dapat dilakukan melalui penelitian, hasil ulangan
umum semester atau ulangan harian. Dapat juga dengan menggunakan
laporan praktikum siswa untuk dinilai. Segala hal yang berkaitan dengan
perilaku siswa terutama mengenai keterampilan proses sikap ilmiah
dapat pula digunakan sebagai unsur yang dinilai.
Prestasi Belajar
Poerwadarminta (1982:768) mengatakan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai selama mengikuti pelajaran disekolah berupa
nilai atau angka perolehan dari hasil ulangan harian dan ulangan umum
semester II. Kemampuan siswa untuk menunjukkan hasil tertinggi yang
dicapai selama mengikuti pembelajaran disekolah setelah dievaluasi.
Dengan demikian tentunya ada keterkaitan antara usaha dalam belajar ini
diharapkan akan memperoleh kemampuan yang sifatnya kognitif,
efektif, psikomotorik. Dan pada akhirnya mengantarkan siswa dalam
meningkatkan kualitas pendidikan.
METODE PENELITIAN
Siklus 1
Siklus 2
Ternyata setelah diberikan penelitian tindakan kelas pada siklus
II nilainya dapat meningkat seperti yang diperoleh para siswa terdapat
kenaikan presentase dari 53,03 % naik menjadi 65,45% terdapat
kenaikan presentase pada siklus II sebesar 12,42%. Pada siklus II ini
peneliti memulai membelajarkan anak atau peserta didik dengan
membagi menjadi 5 kelompok dengan mennggunakan Model
Kooperatif pada Kompetensi Dasar Konfigurasi Elektron sehingga
Pembelajaran dengan model kooperatif perkelompok di dalam
laboratorium IPA dapat memberikan kesan belajar pada diri siswa yang
mendalam, serta perhatian siswa dapat dipusatkan pada materi yang
diberikan. Selain itu, guru dapat menambahkan informasi yang belum
diketahui siswa serta mengajak diskusi agar wawasan siswa akan materi
yang dipaparkan oleh guru dapat diingat lebih lama oleh siswa. Dari
kriteria yang ada pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah
keberhasilan siswa dalam belajar jika nilainya lebih dari 75 secara
individual dan minimal 75% secara klasikal nilainya dapat tercapai,
sehingga penelitian tindakan kelas semacam ini dapat dilaksanakan
secara terus menerus untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Sedangkan untuk kelas RSBI/Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional secara individual 75 untuk KKM/Kriteria Ketuntasan
Minimal nilai yang harus diperoleh oleh setiap siswa. Dan 85 % dari
jumlah siswa di dalam kelas harus mencapai nilai tersebut, jika tidak
mencapai 75 maka harus di adakan remedial test/ ulangan perbaikan dari
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 143
test awal. Karena pada siklus II ini para siswa belum mencapai
ketuntasan belajarnya maka perlu diadakan refleksi untuk tahap
berikutnya dimana kekurangan nilai atau hasil yang diperoleh para siswa
belum mencapai rata-rata 75 dari Standart Minimal yang telah di
tentukan dan di targetkan oleh pihak sekolah bagi kelas RSBI / Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional di SMK Negeri 2 Balikpapan. Dengan
demikian untuk tahapan berikutnya peneliti perlu melihat kembali
ketidakberhasilan para siswa terletak dimana sehingga peneliti bisa
meperbaiki langkah berikutnya agar nilai yang dicapai dan di peroleh
seluruh siswa dapat meningkat dengan baik seperti apa yang kita
harapkan bersama dalam peningkatan kwalitas pembelajaran.
Siklus 3
Dengan melihat dari hasil pada siklus 1 dan siklus 2, maka pada
siklus ke 3 ini merefleksi hasil yang di peroleh para siswa yang nilainya
belum mencapai 75 dan mencari apakah kendala yang dihadapi oleh para
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas terutama
dalam menjawab soal test awal siklus 1 dan test akhir pada siklus 2.
Disinilah peneliti berusaha untuk meningkatkan prestasi siswa agar lebih
aktif dalam mengikuti seluruh rangkaian proses pembelajaran di dalam
kelas secara berkelompok dalam memecahkan masalah yang di hadapi
dari beberapa kelompok yang berbeda-beda. Ternyata dari beberapa
pendapat para ahli memang benar setelah diterapkan dan dicoba di
lapangan bahwa dengan metode kooperatif perkelompok, ternyata dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan dapat meningkatkan siswa lebih
kreatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa secara
langsung di dalam laboratorium IPA untuk mendapatkan konsep-konsep
IPA yang lebih kongkrit dan benar serta data yang akurat.
Kelebihan dari model kooperatif adalah dapat meningkatkan
daya nalar siswa dalam berpikir, mengamati, mencatat, menghitung dan
mencoba serta menyimpulkan apa yang diperoleh dalam
pengamatannya, sehingga data yang didapat lebih akurat dan nyata
melalui pengamatan mereka sendiri. Kelemahan dari model kooperatif
ini adalah sebelum kegiatan dilaksanakan penelitian harus menyiapkan
alat-alat peraga ataupun bahan-bahan yang akan digunakan dalam
kegiatan termasuk di dalamnya membagi siswa perkelompok dan
sebagainya.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Supiyati
Guru SD Negeri 006 Balikpapan Selatan
Abstrak
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Rosdiana
Guru Biologi UPTD SMK - SPP Negeri Samarinda
Abstract
KAJIAN PUSTAKA
Pendekatan Saintifik
Pembelajaran adalah proses interaksi antarpeserta didik, antara
peserta didik dengan tenaga pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses
pengembangan potensi dan pembangunan karakter setiap peserta didik
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 165
sebagai hasil dari sinergi antara pendidikan yang berlangsung di sekolah,
keluarga dan masyarakat. Proses tersebut memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka menjadi
kemampuan yang semakin lama semakin meningkat dalam sikap
(spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan
dirinya untuk hidup dan untuk bermasyarakat, berbangsa, serta
berkontribusi pada kesejahteraan hidup umat manusia.
Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk
secara aktif mencari, mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan
pengetahuan. Untuk itu pembelajaran harus berkenaan dengan
kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi
pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar- benar memahami
dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya,
dan berupaya keras mewujudkan ide idenya.
Pembelajaran pada Kurikulum 2013 menggunakan
pendekatan saintifik atau pendekatan berbasis proses keilmuan.
Pendekatan saintifik dapat menggunakan beberapa strategi seperti
pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran merupakan suatu
bentuk pembelajaran yang memiliki nama, ciri, sintak, pengaturan, dan
budaya misalnya Discovery Learning, Project-Based Learning,
Problem-Based Learning, Inquiry Learning. Pendekatan pembelajaran
merupakan cara pandang pendidik yang digunakan untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya
proses pembelajaran dan tercapainya kompetensi yang ditentukan.
Strategi pembelajaran merupakan langkah-langkah sistematik dan
sistemik yang digunakan pendidik untuk menciptakan lingkungan
pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses pembelajaran dan
tercapainya kompetensi yang ditentukan.
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual dan
operasional pembelajaran yang memiliki nama, ciri, urutan logis,
pengaturan, dan budaya. Metode pembelajaran merupakan cara atau
teknik yang digunakan oleh pendidik untuk menangani suatu kegiatan
pembelajaran yang mencakup antara lain ceramah, tanya-jawab, diskusi.
Dalam mengimplementasikan pendekatan saintifik, materi
pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan
dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira- kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata. Penjelasan guru, respon siswa,
166 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang
sertamerta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari
alur berpikir logis. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara
kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu: sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar melahirkan peserta didik
yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Ranah sikap
menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik
“tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.
Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar
agar peserta didik “tahu apa.”
Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan
manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara
layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Lisdiana, 2013).
Pelaksanaan pendekatan saintifik/pendekatan berbasis proses
keilmuan merupakan pengorganisasian pengalaman belajar melalui
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/mencoba,
menalar/mengasosiasi dan mengomunikasikan sebagaimana disajikan
Gambar 1.
METODE PRAKTIKUM
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Nurkhasanah
Guru SDN 006 Balikpapan Selatan
Abstrak
Belajar
Menurut Gagne (dalam Heri Rahyubi, 2011) belajar merupakan
aktivitas kompleks. Hasil belajar berupa kemampuan. Setelah belajar,
seseorang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai.
Timbulnya kemampuan tersebut dari rangsangan yang berasal dari
lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pembelajar. Dengan
demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah
sifat rangsangan lingkungan, melewati pengelohan informasi, kemudian
menjadi kemampuan baru. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi
proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan
tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik.
Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dengan baik. (wikipedia.com)
Eggen dan Kauchak (dalam http://krisna1.blog.uns.ac.id/)
menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif siswa
menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui
mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi
berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan, guru menyediakan
materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran, aktivitas-
aktivitas siswa sepenuhnya didasarkan pada pengkajian, guru secara
aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada siswa dalam
menganalisis informasi, orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran
dan pengembangan keterampilan berpikir, serta guru menggunakan
teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar
guru.
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata,
yakni “prestasi” dan “belajar” antara kata “prestasi” dan “belajar”
mempunyai arti yang berbeda. “prestasi” adalah hasil dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun
kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak
melakukan kegiatan. Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai (dari
yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Penugasan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran.
Lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 177
guru. Prestasi belajar seperti itu diukur melalui tes. Tes semacam itu
bukan hanya untuk mengukur kemampuan individual melainkan juga
untuk mengevaluasi keefektifan suatu program pembelajaran. Tes biasa
dilakukan setelah peserta didik mengikuti suatu program pembelajaran.
Oleh karena itu, skor yang diperoleh dari tes seperti itu cenderung
sebagai akibat dilakukannya proses pembelajaran bukan karena
pengaruh tingkat intelegensi. Dari skor tersebut dapat diperoleh
informasi tentang pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh.
Dengan demikian, prestasi belajar memiliki fungsi untuk
memperlihatkan sejauh mana peserta didik mampu menampilkan
keterampilan tertentu atau dengan kata lain memiliki fungsi untuk
mengukur capaian kompetensi tertentu. Prestasi belajar juga dapat
berfungsi untuk memberikan rangsangan belajar, di samping fungsi yang
lain lagi yakni untuk dijadikan petunjuk seberapa jauh telah terjadi
peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Prestasi belajar siswa
banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal. Prestasi belajar yang dicapai siswa pada hakikatnya
dipengaruhi oleh berbagai faktor tersebut. Adapun faktor-faktor yang
dimaksud meliputi hal-hal sebagi berikut a) Faktor internal, Adalah
faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, meliputi faktor
jasmaniah, faktor psikologis, faktor kematangan fisik maupun psikis. b)
Faktor eksternal (berasal dari luar diri), meliputi faktor sosial, faktor
budaya, faktor lingkungan fisik, faktor lingkungan spiritual atau
keagamaan.
Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu
aktivitas. Sedangkan belajar adalah aktivitas atau kegiatan dan
penguasaan tentang sesuatu. Dengan demikian dapat diambil pengertian
yang cukup sederhana mengenai hal ini. Prestasi belajar adalah hasil
yang diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan
dalam diri individu sebagai aktivitas dalam belajar atau dapat diartika
bahwa prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dari keuletan kerja.
Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi
motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. Ada yang
beranggapan, bahwa penilaian hanya sebagian kecil dalam proses
pendidikan, yang menyatakan penilaian sama artinya dengan pemberian
angka atas prestasi belajar siswa. Padahal makna penilaian sangat luas
dan merupakan bagian sangat penting dalam upaya mengetahui hasil
178 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pendidikan. Evaluasi hasil belajar peserta didik di lakukan oleh pendidik
untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan.
Menurut Hamalik (2008), evaluasi hasil belajar adalah
keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi),
pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat keputusan
tentang tingkat hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar,
sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya dan derajat
perubahan tingkah laku siswa. Mengukur dilakukan dengan teknik tes
(kognitif) sedangkan menilai dilakukan dengan teknik non tes melalui
pengamatan sikap (afektif) dan perbuatan (psikomotorik).
Metode Pembelajaran
Secara etimologis, metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang
berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga 2 hal penting
yang terdapat dalam sebuah metode adalah : cara melakukan sesuatu dan
rencana dalam pelaksanaan. Menurut Nana Sudjana (2005: 76) metode
pembelajaran adalah, “Metode pembelajaran ialah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran”.
Dari pengertian tersebut dapat dijabarkan bahwa metode adalah
merupakan suatu cara atau jalan yang digunakan untuk mencapai suatu
tujuan. Adapun manfaat dari penggunaan metode dalam proses belajar
mengajar adalah sebagai alat untuk mempermudah seorang guru dalam
menyampaikan materi pelajaran. Hal ini bertujuan untuk memudahkan
siswa dalam menyerap materi yang disampaikan oleh guru selain itu
juga dapat berfungsi sebagai suatu alat evaluasi pembelajaran.
Pada dasarnya istilah metode telah tercakup dalam pengertian
metodologi yaitu sebagai bagian dari kumpulan dari metode-metode di
dalam pengajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran
yaitu suatu cara yang digunakan dalam proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar guna
mencapai suatu tujuan secara lebih optimal. Metode yang digunakan
dalam pembelajaran tidak mesti satu melainkan dapat juga merupakan
kombinasi dari beberapa metode.
METODE PENELITIAN
Siklus 1
Dalam pelaksanaan siklus 1 terlihat cukup baik tapi masih kurang
efektif, siswa masih pasif, karena sebagian besar siswa dan tutornya
masih belum paham apa yang mestinya di lakukan. Masih ada siswa
yang terlihat malas-malasan ketika berdiskusi hal itu terlihat dari siswa
yang menidurkan kepalanya di meja. Ada 5 kelompok yang
menjawabnya masih salah hal ini dikarenakan guru tidak menyiapkan
LKS sebelum kegiatan, LKS ditulis di papan tulis. Sehingga waktu
untuk pelaksanaan di kelas kurang efektif. Selain itu, guru kurang jelas
dalam menjelaskan cara pengisian LKS. Siswa tidak mempresentasikan
hasil diskusi kelompok, guru tidak membuat kesimpulan pembelajaran
yang sudah dilaksanakan, guru juga tidak memberikan reward
(penghargaan) kepada kelompok dengan hasil terbaik. Berdasarkan
observasi siklus 1 yang telah di laksanakan, dapat di ketahui bahwa
penerapan tutor sebaya dalam meningkatkan prestasi belajar siswa yang
semula rata-rata pada pre tes sebesar 65.00 % menjadi meningkat 72.78
% dari 36 siswa. Akan tetapi, dari 8 indikator pembelajaran hanya 3
indikator (37%) yang terlaksana sedangkan 5 indikator (63%) tidak
terlaksana baik oleh guru maupun siswa. Dari 36 siswa, 11 siswa tuntas
(31%), 25 tidak tuntas (69%) hasil belajar masih di bawah KKM.
Berdasarkan hasil pre tes siswa, observasi dan refleksi akhir
maka untuk meningkatkan prestasi belajar siswa serta mengatasi
masalah-masalah yang muncul pada siklus 1 peneliti mengambil
langkah-langkah sebagai berikut : 1). Memberikan reward (penghargaan)
berupa nilai yang bagus kepada tutor yang bisa membawa kelompoknya
menjadi yang terbaik. Reward ini bertujuan agar timbul motivasi untuk
meningkatkan rasa ingin tahu siswa. 2). Memberikan penjelasan yang
lebih detail dan “mengena” apa tugas seorang tutor kepada tutor dan
anggota kelompok. Hal ini akan bertujuan untuk menumbuhkan rasa
kepercayaan diri siswa dan tutor, dan mau mecoba menjelaskan
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 185
pelajaran tanpa ditunjuk lagi. 3). Mengatur waktu pembelajaran dengan
baik agar tidak ada langkah-langkah kegiatan yang tertinggal. 4). Guna
meningkatkan minat belajar siswa ,tutor harus didorong supaya terlibat
secara aktif. Salah satunya memberikan masukan-masukan, selain
sebagai upaya menyiapkan siklus 2 yang lebih baik, guna meningkatkan
minat belajar dan ingin tahu siswa. 5). Mendesain ulang materi
pembelajaran dengan menyesuaikan siswanya, karena pada pertemuan
berikutnya peneliti tetap menggunakan metode tutor sebaya.
Berdasarkan data-data hasil penelitian yang dipaparkan di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran tutor
sebaya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IV.c SDN 006
Balikpapan Selatan terhadap materi IPA, dengan indikator keberhasilan :
a). Prestasi belajar siswa meningkat, b). Siswa semakin aktif dalam
kegiatan belajar mengajar, c). Selama kegiatan belajar mengajar, siswa
mengikuti dengan serius dan gembira meskipun masih ada beberapa
anak yang kurang antusias dengan kegiatan tutor sebaya.
Siklus 2
Dalam siklus 2 ini hanya mengadakan perbaikan-perbaikan agar
mendapat hasil yang maksimal. Adapun perbaikan-perbaikan yang di
lakukan adalah peneliti menyiapkan LKS dan menjelaskan cara
pengisian LKS dengan benar dan terperinci, pengaturan waktu agar
kegiatan pembelajaran tepat waktu, memberikan pengertian tentang tutor
sebaya dan membiasakan dengan pendekatan ini, karena sebelum di
lakukan penelitian oleh peneliti, pembelajaran IPA selalu menggunakan
strategi konvensional dengan metode ceramah dan tanya jawab.
Memberikan arahan kepada tutor dan siswa secara individu maupun
kelompok dan mengelola waktu secara efesien. Pada saat siklus 2
dilaksanakan, siswa terlihat semakin terbiasa dengan metode tutor
sebaya, jawaban dan pertanyaan yang mereka berikan semakin rinci,
dimana peran tutor sebaya benar-benar terlihat. Setiap kelompok juga
memanfaatkan tutor yang ada, hal itu di lihat dari setiap anak yang
kurang pahami mereka tidak malu mengakui ketidak tahuan mereka,
yang biasanya malu bertanya dia bertanya.
Dari hasil post tes pada siklus 2 dapat di ketahui bahwa
penerapan metode tutor sebaya dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa yang semula nilai rata-rata pada siklus 1 sebesar 72.78 % dan pada
siklus 2 sebesar 88.89 %. Dari 36 siswa, 12 tidak tuntas, 24 siswa tuntas,
186 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
indikator pembelajaran yang berjumlah 8, semuanya dapat dilaksanakan
dengan baik oleh guru dan siswa (100%). Perubahan kondisi belajar pun
tampak lebih baik hal tersebut dapat di lihat siswa lebih aktif dan
bersemangat dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan
metode tutor sebaya. Jadi dalam pelaksanaan siklus 1 dan siklus 2
tampak terjadi perubahan yang signifikan pada proses pembelajaran IPA.
Hal ini dapat di buktikan dengan perubahan nilai atau prestasi yang
setiap siklus makin meningkat, yaitu pada siklus 1 dengan nilai rata-rata
sebesar 72.78 % dan siklus 2 nilai rata- rata sebesar 88.89 %, ditambah
siswa lebih aktif dan bersemangat dalam proses pembelajaran IPA.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Wahyu Sudiarsono
Guru Matematika SMK Negeri 2 Balikpapan
Abstrak
Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas untuk
meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Kelas X–1 Akuntansi pada
kompetensi dasar Persamaan dan Pertidaksamaan Linear dan
meminimalkan kesulitan belajar pada kompetensi dasar
Persamaan dan pertidaksamaan Linear. Penelitian ini
dinyatakan berhasil jika terjadi siswa yang dinyatakan berhasil
dalam pembelajaran dari siklus I s.d. siklus III pada tiga
penilaian yang penulis tetapkan terhadap penelitian tindakan ini
mengalami peningkatan (jumlahnya semakin banyak). Dari hasil
penelitian diperoleh gambaran, siswa memperoleh ≥ 67,55 pada
silus I sebesar 16 siswa (40 %), siklus II sebesar 27 siswa (67,5
%) dan siklus III sebesar 34 siswa (85 %). Dari hasil observasi
diperoleh gambaran adanya peningkatan aktivitas siswa dalam
pembelajaran yaitu pada siklus I sebesar 17 siswa (42,5 %),
siklus II sebesar 26 siswa (65 %) dan siklus III sebesar 34 siswa
(85 %). Adapun hasil dari angket tentang respoons siswa
terhadap pembelajaran diperoleh gambaran pada siklus I I
sebesar 19 siswa (47,5 %), siklus II sebesar 27 siswa (72,5 %)
dan siklus III sebesar 35 siswa (87,5 %). Dalam pembelajaran
persamaan linear dengan pendekatan kostruktivis dapat
meminimalkan kesulitan belajar siswa terbukti dengan
meningkatnya hasil belajar dari siklus I s.d. siklus III hasilnya
selalu meningkat dengan kata lain anak yang mengalami
kesulitan belajar berkurang, sedangkan dari hasil observasi
yang diperoleh peningkatan aktivitas, siswa terlibat aktif dalam
proses pembelajaran.
PENDAHULUAN
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 189
Rendahnya nilai Matematika Siswa di Kelas X – 1 Akuntansi
SMK Negeri 2 Balikpapan yang belum mencapai nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM), jika dirata-ratakan baru mencapai 59 dari
ketentuan minimal yang harus dicapai oleh setiap siswa baik secara
individual maupun secara klasikal yaitu 75. Sampai saat ini pelajaran
matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang amat sulit untuk
dipelajari, sehingga hasil yang diperoleh siswa masih sangat jauh dari
yang diharapkan. Sebagai gambaran dari hasil ulangan harian materi
sebelumnya siswa yang memperolah nilai ≥ 67,55, sesuai dengan
Standar Ketuntasan Belajar Minimal sebesar 24 % ( 9 siswa dari 40
siswa). Sementara itu matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang diujikan secara nasional, maka seluruh kompetensi yang ada harus
dikuasai oleh siswa, sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa
mencapai Standar Ketuntasan Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu harus diupayakan meminimalkan kesulitan-kesulitan
belajar matematika yang dihadapi oleh siswa.
Rendahnya nilai Matematika yang tidak mencapai KKM yaitu 59
yang seharusnya nilai Standar KKM 75. Maka penulis melakukan
Penelitian Tindakan Kelas dengan inovasi pembelajaran yang baru
dengan metode pendekatan Kontruktivis dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Penyebab kesulitan belajar yang dihadapi siswa sangatlah
komplek, yang datang dari siswa sendiri misalkan kurangnya
pengetahuan prasyarat pengetahuan yang dimiliki siswa, masalah sosial
dan lain-lain. Adapun kesulitan belajar siswa disebabkan oleh guru
misalnya, guru dalam proses pembelajaran tidak mengikutsertakan siswa
dalam pembelajaran secara aktif, siswa hanya disuruh menghafal rumus-
rumus, menerima konsep-konsep yang ada tidak melakukan sendiri.
Sehingga hasilnya kurang bermakna dan tidak terekam dengan baik pada
otak siswa secara keseluruhan.
Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat sulit untuk
dipelajari, bahwa tidak menarik dibandingkan dengan mata pelajaran
yang lain, hanya sedikit sekali siswa yang menyukainya, ini terbukti
dengan hasil pembelajaran yang diperoleh siswa selalu rendah. Untuk
mengubah pandangan tersebut diperlukan suatu cara yang bisa membuat
siswa tertarik untuk mempelajari matematika. Belajar merupakan proses
yang membuat seseorang mengalami perubahan tingkah laku baik dalam
bentuk pengetahuan dan sikap sebagai hasil dari pengalaman yang
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran Matematika
Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Matematika berasal dari
bahasa latin MANTHANEIN atau MATHEMA yang berarti belajar atau
hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut
WISKUNDE atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan
penalaran. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 191
kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis
dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan konsep atau pernyataan
dalam matematika bersifat konsisten.
Tujuan pembelajaran matematika menurut Departemen
Pendidikan Nasional (2003) adalah melatih cara berfikir dan bernalar
dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan,
eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten
dan inkonsistensi, mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan
imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran
divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta
mencoba-coba, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,
mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain pembicaraan lisan, catatan,
grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan (Depdiknas, 2003).
Pembelajaran matematika akan bermakna bagi siswa apabila
mereka aktif dalam proses pembelajaranan membangun
(mengkonstruksi) sendiri materi pembelajaran yang mereka perlukan.
Menurut Zakorik (dalam CTL, 2003: 7) ada lima elemen yang harus
diperhatikan dalam praktek pembelajaran konstruktivis. Pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (Activating Knowledge), memperoleh
pengetahuan baru (Acquiring Knowledge) dengan cara mempelajari
secara keseluruhan data, kemudian memperhatikan detailnya.
Pemahaman pengetahuan (Understanding Knowledge) yaitu dengan cara
menyusun (a) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing
kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi) dan atas dasar
tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan,
mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (Applying
Knowledge). Melakukan refleksi (Reflecting Knowledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Pengaruh Konstruktivis dalam Pembelajaran Matematika. Dalam
pembelajaran matematika pengaruh konstruktivisme menurut Lambas,
dkk, (2004: 14) meliputi: dalam konstruktivisme, belajar adalah kegiatan
aktif siswa dalam membangun pengetahuan barunya, siswa mencari
sendiri arti dari yang mereka pelajari dan bertanggung jawab terhadap
hasil belajarnya, mereka sendiri yang membuat penalaran dengan apa
yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkan apa
yang telah diketahui dengan pengalaman dan situasi baru. Pengaruh
konstruktivisme terhadap proses mengajar guru. Mengajar bukanlah
192 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi
merupakan kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa dalam
membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan,
bersifat kritis dan mengadakan justifikasi.
METODE PENELITIAN
Siklus I
Pada siklus I berdasarkan dari soal-soal yang telah dikerjakan,
siswa yang tuntas dalam pembelajaran yang nilainya mencapai ≥ 67,55
sebanyak 16 siswa atau prosentasenya mencapai 40 %. Dari tabel hasil
observasi siklus I dapat dibaca bahwa dalam pembelajaran, keterlibatan
siswa secara aktif masih kurang terlibat, prosentasenya 47,5%. Dari tabel
hasil angket siklus I dapat diketahui bahwa respons siswa terhadap
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis masih dianggap kurang
menyenangkan, prosentasenya 47,5 %. Hal-hal yang ditemukan dalam
pelaksanaan tindakan kelas pada siklus I adalah :
Pada umumnya siswa masih kurang paham tentang kalimat
terbuka, beberapa siswa yang masih kurang paham tentang variable
dan konstanta, beberapa siswa masih mengalami kesulitan untuk
menentukan himpunan penyelesaian dari kalimat terbuka, sebagian
siswa termotivasi untuk aktif dan kreatif di dalam menyelesaikan
permasalahan yang muncul di LK, sebagian siswa lagi masih kurang
aktif dalam pembelajaran siswa berusaha untuk melaksanakan diskusi
dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul di LK, meskipun ada
sebagian siswa yang pasif, hasil dari kerja kelompok yang dilakukan
siswa masih ada yang melenceng dari masalah yang ada, siswa masih
kurang keberanian dan kurang percaya diri untuk mempresentasikan
hasil kerjanya ke depan, penguasaan materi prasyarat siswa kurang,
sehingga kegiatan diskusi agak terlambat.
Alternatif pemecahan masalah tentang hal-hal yang ditemukan
dalam tindakan pada siklus I antara lain menjelaskan kembali tentang
kalimat terbuka, menjelaskan tentang variable dan konstanta,
memberikan penjelasan kembali bahwa untuk menentukan himpunan
penyelesaian dari kalimat terbuka, memotivasi siswa yang kurang aktif
dalam pembelajaran dengan jalan mendekati siswa tersebut dan
menumbuhkan semangat belajar mereka agar bisa aktif dalam
pembelajaran, untuk siswa yang pasif dicari penyebabnya agar siswa
196 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
tersebut mempunyai semangat untuk mengikuti pembelajaran secara
aktif, untuk membenarkan hasil pembelajaran yang salah ditanyakan
dulu pada siswa yang lain agar dibenarkan, jika masih saja salah maka
guru yang akan meluruskan jawaban yang salah tersebut, Guru
memotivasi siswa untuk mengungkapkan pendapatnya di depan dengan
berani dan percaya diri karena hal tersebut sangat diperlukan untuk
siswa di masa yang akan datang, apabila ada kegagalan guru akan
memberikan bimbingan seperlunya untuk kesempurnaan pendapat itu
dan jika materi prasyarat siswa kurang, maka akan diulang lagi untuk
menggali kembali pengetahuan prasyarat yang mendukung topik yang
diberikan dengan tanya jawab.
Siklus II
Pada siklus II, siswa yang mengalami tuntas belajar sebesar 17
siswa atau prosentasenya sebesar 67,5 %, ada kenaikan sebesar 27,5 %
dari siklus I. Hasil observasi siklus II adalah dalam pembelajaran,
keterlibatan siswa secara aktif mengalami peningkatan sebesar 17,5 %
dari siklus I yaitu sebesar 47,5 % sedang siklus II sebesar 65 %. Hasil
angket siklus II dapat diketahui bahwa respons siswa terhadap
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis mengalami sedikit
kemajuan karena siswa sudah banyak yang menyenangi pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivis yaitu sebesar 72,5 % berarti mengalami
peningkatan sebesar 25 % dari siklus I.
Hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada
siklus II adalah beberapa siswa dalam menentukan persamaan garis lurus
melalui 2 titik masih banyak melakukan kesalahan pada perkalian silang
yang harus mereka selesaikan, siswa antusias sekali dalam kegiatan
pembelajaran dengan kelompoknya untuk menemukan penyelesaian dari
permasalahan yang muncul dalam LK, meskipun ada beberapa siswa
yang tidak mengikuti kerja kelompok (pembelajaran) secara aktif, waktu
pelaksanaan kegiatan penelitian tindakan kelas tidak sesuai dengan
waktu yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan materi yang
dipelajari cukup padat dan sulit, serta banyak pengetahuan prasyarat
sebagai penunjang materi PLSV belum dipahami anak dengan baik
sehingga perlu pemantapan dan perlu digali kembali dari siswa, juga
soa-soal yang rumit yang membutuhkan kemampuan tinggi untuk
menyelesaikannya namun masih ada beberapa siswa yang kurang aktif
dalm proses pembelajaran dan responnya juga rendah.
Siklus III
Pada siklus III, siswa yang mengalami tuntas belajar sebesar 34
siswa atau prosentasenya sebesar 85 %, ada kenaikan sebesar 12,5 %
dari siklus II dan 45 % dari siklus I. Hasil observasi siklus III
menunjukkan bahwa dalam pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif
sebesar 85 % mengalami peningkatan sebesar 20 % dari siklus II dan
42,5 % dari siklus I. Hasil angket siklus III dapat diketahui bahwa
respons siswa terhadap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis
mengalami kemajuan karena siswa sudah banyak yang menyenangi
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis yaitu sebesar 87,5 %
berarti mengalami peningkatan sebesar 15 % dari siklus II dan 40 % dari
siklus I.
Hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada
siklus III antara lain beberapa anak masih mengalami kesulitan untuk
menentukan himpunan penyelesaian PLSV dengan persamaan-
persamaan ekuivalen, siswa semakin antusias dalam kegiatan
pembelajaran dengan kelompoknya untuk menemukan penyelesaian dari
permasalahan yang muncul dalam LK, siswa terlihat aktif untuk
menyelesaikan LK yang telah dibagikan. Alternatif pemecahan masalah
tentang hal-hal yang ditemukan dalam pelaksanaan tindakan kelas pada
siklus III antara lain menjelaskan kembali bahwa untuk menentukan
himpunan penyelesaian PLSV dengan persamaan-persamaan ekuivalen
198 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran bahwa secara klasikal
terdapat peningkatan respons siswa dan peningkatan aktivitas siswa
dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis dalam bentuk
kerja sama kelompok baik pada siklus I, II maupun III. Begitu juga
respons siswa pada pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis juga
menigkat baik pada siklus I, II maupun III. Juga diikuti dengan
peningkatan hasil belajar matematika siswa. Adapun prosentase
besarnya penignkatan hasil belajar, keterlibatan siswa secara aktif dan
respons siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis
telah dibahas pada pembahasan hasil penelitian siklus I, II maupun III.
Dari data hasil penelitian tindakan kelas nampak bahwa semua
unsur yang penulis teliti yaitu, nilai test matematika akhir siklus, nilai
afektif dari observasi tentang keterlibatan secara aktif dalam proses
pembelajaran maupun dari nilai angket semua mengarah pada
peningkatan hasil yang semakin lama semakin baik dari siklus I ke
siklus II kemudian ke siklus III. Hal itu menunjukkan bahwa
pembelajaran dengan pendekatan kostruktivis materi persamaan garis
lurus pada siswa kelas X-1 SMK Negeri 2 Balikpapan, dapat
meminimalkan kesulitan belajar siswa.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Indah Sutjiati
Guru SMA Negeri 8 Balikpapan
Abstrak
KAJIAN PUSTAKA
Apresiasi Puisi
Pembelajaran sastra di SMA dimaksudkan untuk meningkatkan
kemampuan siswa mengapreisasi karya sastra (termasuk apresiasi dalam
menulis Puisi). Melalui apresiasi sastra, idealnya siswa dapat merasakan
kehadiran pelaku, peristiwa, suasana, dan gambaran objek. Lebih dari
itu, menurut Aminudin (1988: 1) apresiasi harus mencakup; (1) proses
memahami dan menghayati cerita dalam berbagai bentuk baik melalui
kegiatan menyimak maupun membaca, (2) kegiatan mengemukakan
tanggapan secara emotif, (3) kegiatan mengemukakan pendapat
berkaitan dengan pembinaan bahasa, bagian-bagian isi dalam cerita,
sikap setuju ataupun tidak setuju terhadap sikap dan keputusan yang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 205
ditampilkan para tokoh, gambaran peristiwa maupun pendapat yang
secara langsung atau tidak langsung dikemukakan oleh pencerita, (4)
kegiatan perluasan dalam bentuk mengemukakan kembali cerita yang
disimak atau dibaca secara lisan atau tertulis, membacakan cerita secara
lisan, mendramatisasikan cerita, membuat kliping ringkasan cerita,
menuliskan ringkasan cerita, dan menanggapinya secara individual
dalam bentuk catatan harian/jurnal, dan sebagainya.
Pembelajaran apresiasi sastra puisi, merupakan bagian
pembelajarn apreisasi sastra. Puisi adalah bentuk yang mendasar atau
paling inti dalam karya sastra. Dikatakan bentuk yang paling mendasar
/inti, karena pembelajaran menulis puisi dapat dipandang sebagai sentral
dalam pembelajaran di sekolah. Dwight L. Burton (dalam Ahmadi,
1990:107) mengemukakan, bahwa pembelajaran menulis puisi
dipandang sebagai sentral dalam pembelajaran apresiasi sastra dengan
tiga alasan, (1) Puisi dapat memberikan kenyamanan yang mendalam,
dapat menambah suatu kekayaan, kenikmatan dalam bahasa, dapat
membuat kita lebih resvonsif terhadap dunia verbal dalam kehidupan
kita, (2) pembaca puisi yang akrab dapat memberikan kepada kita
kontrol verbal dan semantik, sehingga memelihara kita tetap hidup dan
vital, dan (3) puisi memperluas wawasan persepsi, memperdalam dan
meningkatkan serta membeningkan kepekaan emosional dan dapat
memacu kita dalam menuangkan ide-idenya dengan leluasa sesuai hati
nuraninya.
Dengan demikian pembelajaran di sekolah harus berjalan sesuai
dengan tujuan masing-masing. Hal ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan Boen Oemardjati (dalam Nadeak, 1985: 43), bahwa
pengajaran sastra (puisi) yang dilaksanakan sebagai mana mestinya akan
membawa anak didik ke perkenalan-perkenalan dengan pribadi-pribadi
dan pemikir-pemikir yang benar di dunia, guru-guru, dan pemikir-
pemikir dari abad-abad. Untuk memahami puisi sebagai tindakan awal
dalam mengapresiasi, peneliti memegang panduan cara memahami puisi,
karena pada prinsipnya puisi adalah karya sastra yang penuh dengan
muatan makna yang perlu dipahami dan dihayati. Panduan yang
digunakan adalah yang ditulis oleh Mursal Esten, yaitu; 1) pahami judul,
karena judul adalah lubang kunci, 2) temukan kata-kata sulit, 3) buatlah
puisi menjadi sebuah parafrase, 4) cari kata kuncinya, 5) bacalah
berulang-ulang karena akan memudahkan pemahaman.
METODE PENELITIAN
Refleksi Awal
Tahap refleksi awal merupakan tahap yang dilakukan peneliti
untuk penjajakan awal terhadap tingkat kemampuan siswa dalam
mengapresiasi syair, sikap pembelajaran, dan pola pembelajaran subjek.
Subjek penelitian yakni siswa kelas X-2 SMA Negeri 8 Kota
Balikpapan. Pada penjajakan awal ini peneliti melakukan tanya jawab
dengan subjek untuk mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai
pengalaman mengapresiasi syair.
Dari hasil wawancara diperoleh informasi, bahwa selama ini
siswa dalam mengikuti pembelajaran masih dengan menggunakan
metode yang kurang bervariasi dan cenderung tanpa bimbingan yang
210 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
berarti. Proses pembelajaran belum mengajak siswa untuk bersastra,
sehingga pembelajaran sastra cenderung ke arah pemahaman teori sastra
bukan cara bersastra. Padahal tujuan pembelajaran sastra adalah agar
siswa memperoleh pengalaman bersastra. Hal ini dilakukan guru, karena
guru khawatir proses pembelajarn sastra tidak mencapai nilai yang baik
pada saat ujian akhir. Dari data tes awal mengapresiasi syair diperoleh
kemampuan siswa masih kurang, yaitu 40,48%, berarti hanya 17 siswa
yang tuntas dalam pembelajaran menulis karangan diskripsi.
Siklus 1
Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan persiapan-
persiapan yang akan digunakan dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran mengdengarkan syair. Persiapan-persiapan itu antara lain
menyiapakan perangkat mengajar, seperti: standar isi, silabus, RPP,
buku absen, daftar nilai, menyiapkan media pembelajaran contoh
karangan diskripsi (Kaset CD, VCD player, ruang perpustakaan, dan
naskah Puisi). menyiapan alat evaluasi dan monitoring.
Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan awal, siswa mendengarkan
tujuan yang disampaikan guru, tanya jawab, dan siswa menyimak
langkah-langkah pembelajaran. Kegiatan Inti, adalah siswa membentuk
kelompok 5-6 orang secara heterogen, mendengarkan CD yang berisi
tentang puisi lengkap dengan musik pengiringnya, bekerja sama untuk
menentukan tema, pesan, dan relenvansi pesan dalam kehidupan saat ini,
mengadakan diskusi kelas dengan cara menampilkan salah satu
kelompok yang sudah melaksanakan kegiatannya dan kelompok lain
memberi tanggapan dengan dipandu oleh guru. Setiap kelompok
menyempurnakan pekerjaannya. Siswa mengikuti tes tentang puisi yang
diadakan guru secara individu. Siswa mengoreksi hasil evaluasi secara
bersama dipandu guru. Kegiatan penutup, siswa dan guru mengadakan
refleksi terhadap pembelajaran dan hasil yang diperoleh siswa.
Berdasarkan pengamatan dan catatan peneliti selama pemberian
tindakan, ternyata 60% lebih aktif mendengarkan musikal syair dan
menemukan unsur-unsur syair yang telah ditentukan. Walaupun masih
terdapat 40% belum aktif atau belum optimal. Waktu yang begitu
singkat sehingga siswa kurang tepat waktu atau belum seperti yang
diharapkan peneliti. Penggunaan musikal untuk karangan diskripsi
melalui CD ternyata cukup berhasil dalam mengkondisikan siswa. Siswa
menjadi aktif, kerjasama cukup baik, kelas kondusif, dan hasil
pembelajaran ada peningkatan dari test awal yang dilakukan. Hanya saja
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 211
waktu yang kurang. Untuk itu langkah selanjutnya peneliti akan
memberikan LKS kepada siswa dan memberi daftar kata-kata sukar agar
lebih efektif dan efesien dalam menggunakan waktu.
Siklus II
Berdasarkan pengamatan peneliti, setelah diberi tindakan
ternyata menunjukkan peningkatan dalam menulis karangan diskripsi.
Keaktifan siswa meningkat, pada saat melaporkan hasil kerja kelompok
tidak ada yang terlambat, secara umum unsur-unsur intrisik pada puisi
dihasilkan siswa lebih baik pada siklus II daripada siklus I. Siswa tetap
senang dan sungguh-sungguh dalam belajar serta kerja sama kelompok
lebih kelihatan. Hasil tes yang diperoleh siswa pun meningkat dari
cukup menjadi baik. Waktu yang digunakan lebih efesien. Sehingga
semua kelompok tepat waktu mengerjakan tugas sesuai dengan langkah-
langkah pembelajaran. Diskusi kelas yang dilaksanakan lancar dan
semua kelompok dapat memberikan tanggapanya. Pembelajaran pada
siklus II ini secara umum meningkat baik dari proses maupun hasil
belajar.
Pemberian unsur musik yang dilakukan pada saat mendengarkan
puisi ternyata dapat meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan
keaktifan siswa. Setelah diberi panduan berupa LKS, siswa
menyelesaikan proses belajarnya dengan tepat. Ketuntasan dalam
mengapresiasi unsur-unsur intrinsik syair mengalami peningkatan, yaitu
kategori baik. Penyertaan musik ini membuktikan adanya pengaruh yang
positif terhadap kemampuan siswa dalam mengapresiasi syair di kelas
X-2 SMA Negeri 8 Kota Jambi.
Siklus III
Berdasarkan pengamatan peneliti, setelah diberi tindakan
ternyata menunjukan peningkatan yang sangat baik dalam mengapreisasi
syair. Hampir 100% keaktifan siswa meningkat. Waktu yang disediakan
dipergunakan dengan tepat. Secara umum kaidah-kaidah dalam menulis
karangan diskripsi sudah dilaksanakan dengan baik. Kesungguhan dan
keseriusan setiap siswa terlihat jelas. Tanggung jawab siswa sangat baik.
Sehingga pada siklus III ini, kemampuan mengapresiasi syair siswa
mengalaman peningkatan secara umum.
Menampilkan kemampuan menulis karangan diskripsi yang
dilakukan pada pembelajaran menulis karangan diskripsi dapat
212 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-2 SMA Negeri 8 Balikpapan.
Pada kondisi awal kemampuan mengapresiasi menulis karangan
diskripsi adalah sangat kurang, pada siklus I menjadi cukup, siklus II
menjadi baik, dan siklus III menjadi sangat baik. Ini membuktikan
bahwa pembelajaran pendidikan luar ruang dapat meningkatkan prestasi
hasil belajar siswa di kelas X-2 SMA Negeri 8 Balikpapan.
Secara umum proses penelitian tindakan kelas ini dilakukan
dalam tiga siklus. Pada siklus I dilakukan satu tindakan, pada siklus II
dilakukan dua tindakan, dan siklus III dilakukan dua tiga tindakan.
Sebelum pelaksanaan tindakan dilakukan analisis terhadap refleksi awal
tingkat kemampuan siswa dalam mengapresiasi syair, yakni data nilai
siswa yang ada. Kegiatan penggalian kemampuan awal dan materi
prasyarat bertujuan agar pengetahuan awal siswa yang sudah benar dapat
digunakan dalam memperoleh informasi baru. Sedangkan yang belum
benar perlu disempurnakan. Dengan demikian informasi yang diperoleh
dapat bermanfaat bagi siswa.
Proses pemahaman siswa melalui penggalian awal tersebut,
sesuai dengan pernyataan Susilo (2001: 5), bahwa siswa menyusun atau
membangun sendiri pengertian dan pemahamannya dari pengalaman
baru yang didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan awal yang
dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan strategi
pembelajaran yang telah dipilih. Pemilihan strategi ini untuk lebih
mendekatkan siswa dengan syair dan pengalaman bersyair. Hal ini
setidak-tidaknya akan menjawab beberapa permasalahan yang selama ini
sering muncul dalam pembelajaran sastra sebagaimana yang
diungkapkan oleh beberapa peneliti. Pembelajaran syair selama ini
kurang dinamis dan inovatif. Akibatnya proses pembelajaran menjadi
membosankan dan hasilnya pun kurang maksimal.
Kebiasaan, kreativitas, dan kemampuan guru Bahasa Indonesia
dalam mengelola proses pembelajaran mempunyai andil yang cukup
besar dalam membentuk kebiasaan siswa yang kurang termotivasi.
Sehingga siswa kurang gemar melakukan kegiatan berbahasa maupun
bersastra, baik menyangkut proses kreatif atau apresiatif. Philip
Suprastowo (2005) dalam hasil observasi kelas dan wawancara terhadap
18 guru Bahasa Indonesia kelas X SMA di berbagai wilayah
menunujukkan bahwa alokasi yang disediakan GBPP Bahasa Indonesia
dinilai sudah memadai. Akan tetapi, beberapa guru belum memanfaatkan
waktu tersebut secara efesien dan efektif. Guru umumnya belum
memiliki kemampuan yang baik merencanakan dan pelaksanaan KBM.
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 213
Buku Paket diandalkan sebagi acuan mengajar ketimbang acuan
perencanaan yang semestinya mereka susun. Tujuan pengajaran bahasa
agar siswa mampu membaca, mendengarkan, menulis, berbicara, belum
memperoleh perhatian yang proposional (Diunduh, 20 Juni 2009,
www.depdiknas. go.id).
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Samodro
Widyaiswara Muda LPMP Kalimantan Timur
Abstrak
KAJIAN PUSTAKA
Kurikulum 2013
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa
pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) memerintahkan agar Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang telah diatur dengan
Undang-Undang. Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945
yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Seiring dengan perubahan waktu dalam kurikulum, Kurikulum
2013 merupakan Kurikulum baru pada saat ini yang merupakan
implementasi dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2013 dengan
220 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
melihat kebutuhan masyarakat dan pemerintah. Dengan adanya
perubahan kurikulum tersebut, hakikat tujuan Pendidikan Nasional tetap
tidak berubah, yaitu untuk mencerdaskan bangsa dan menciptakan
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang
memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik
menjadi manusia Indonesia berkualitas yang tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional. Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi
pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk pengembangan
kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas.
Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan
bangsa masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan
Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia
yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan
untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa
depan.
Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan
peserta didik, Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar
yang memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai
kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa
depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan
mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap
permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut
dipelajari untuk menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan
dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi, dalam interaksi sosial di
masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa kini.
Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan
kecemerlangan akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini
menentukan bahwa isi kurikulum adalah disiplin ilmu dan pembelajaran
adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism). Filosofi ini bertujuan
untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kecemerlangan
akademik.
Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa
depan yang lebih baik dari masa lalu dengan berbagai kemampuan
intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan
berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan bangsa yang
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 221
lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Dengan
filosofi ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan potensi
peserta didik menjadi kemampuan dalam berpikir reflektif bagi
penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan untuk membangun
kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi
sebagaimana di atas dalam mengembangkan kehidupan individu peserta
didik dalam beragama, seni, kreativitas, berkomunikasi, nilai dan
berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta
didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan umat manusia. Kurikulum
2013 dikembangkan atas dasar adanya kebutuhan akan perubahan
rancangan dan proses pendidikan dalam rangka memenuhi dinamika
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sebagaimana termaktub
dalam tujuan pendidikan nasional.
Perubahan ini dimungkinkan karena berkembangnya tuntutan
baru dalam masyarakat, dunia kerja, dan dunia ilmu pengetahuan yang
berimplikasi pada tuntutan perubahan kurikulum secara terus menerus.
Hal itu dimaksudkan agar pendidikan selalu dapat menjawab tuntutan
perubahan sesuai dengan jamannya. Dengan demikian keluaran
pendidikan akan mampu memberikan kontribusi secara optimal dalam
upaya membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based
society). Kurikulum 2013 dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan
perwujudan konsepsi pendidikan yang bersumbu pada perkembangan
peserta didik beserta konteks kehidupannya sebagaimana dimaknai
dalam konsepsi pedagogik transformatif.
Konsepsi ini menuntut bahwa kurikulum harus didudukkan
sebagai wahana pendewasaan peserta didik sesuai dengan perkembangan
psikologisnya dan mendapatkan perlakuan pedagogis sesuai dengan
konteks lingkungan dan jamannya. Kebutuhan ini terutama menjadi
prioritas dalam merancang kurikulum untuk jenjang pendidikan dasar
khususnya SD.
Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori “pendidikan
berdasarkan standar” (standard-based education), dan teori kurikulum
berbasis kompetensi (competency based curriculum). Pendidikan
berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai
kualitas minimal warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
222 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis
kompetensi dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-
luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan kemampuan untuk
bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaran yang dilakukan
guru (taught curriculum) dalam bentuk proses yang dikembangkan
berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan masyarakat; dan (2)
pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai
dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik.
Pengalaman belajar langsung individual peserta didik menjadi hasil
belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar seluruh peserta didik
menjadi hasil kurikulum.
Alternatif Solusi
Upaya alternatif solusi dari kendala-kendala penerapan
kurikulum 2013 yang telah dijelaskan di atas akan dibahas di bawah ini.
Upaya-upaya atau solusi yang dilakukan antara lain :
1. Melakukan diskusi dengan guru lain yang telah ditunjuk oleh
sekolah atau melakukan observasi pembelajaran di kelas lain. Pada
saat observasi pembelajaran, guru diminta untuk melakukan
pengamatan dan mengisi form pengamatan yang berisi beberapa
aspek yang dilaksanakan pada kurikulum 2013. Setelah observasi,
guru dapat melaksanakan diskusi dan mencermati kembali aspek
yang telah diamati tadi.
2. Konsultasi kepada guru pamong atau guru yang telah ditunjuk oleh
sekolah untuk mengikuti pelatihan kurikulum 2013. Jika pada
kegiatan pembelajaran 5 tahap dalam pendekatan scientific belum
bisa terpenuhi semua maka tidak perlu dipaksakan, boleh
(BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015) 225
menggunakan hanya 3 tahap atau 4 tahap saja tetapi pada saat
pembelajaran tetap siswa yang aktif dalam pembelajaran dan guru
hanya berperan 10% dalam pembelajaran hanya saja tahap-tahap
dalam pendekatan scientific boleh tidak digunakan semua jika
memang benar-benar ada tahap yang tidak bisa digunakan dalam
pembelajaran.
3. Menggunakan RPP terbaru yang telah disosialisasikan dan sesuai
dengan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan yang terbaru
dan telah resmi digunakan.
4. Penilaian beberapa aspek antara lain penilaian sikap, keterampilan,
dan pengetahuan dapat dilakukan pada saat siswa belajar mandiri
atau pada saat guru sedang tidak menyampaikan materi kepada
siswa, ini bisa digunakan untuk menilai aspek-aspek yang terdiri dari
beberapa indikator tersebut atau guru bisa menilai ketiga aspek
tersebut jika pembelajaran telah selesai.
5. Pada urutan materi di buku siswa yang tidak sesuai dengan silabus,
guru dapat mengikuti urutan materi pada buku siswa tetapi tetap
mengacu pada silabus kurikulum 2013.
Penerapan pembelajaran kurikulum 2013 memang susah
dilakukan karena siswa tidak terbiasa dalam pembelajaran mandiri
seperti ini tetapi hal ini harus dilakukan demi terlaksananya kurikulum
2013 untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Upaya yang
dilakukan agar siswa terbiasa dalam pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan scientific adalah guru tetap membimbing siswa dalam
pembelajaran walaupun guru hanya berperan 10%, guru tetap
membimbing siswa pada saat siswa belajar mandiri yaitu pada saat siswa
mengumpulkan informasi sendiri dan menemukan kon-sep materi dalam
pembelajaran.
Untuk kendala penerapan kurikulum 2013 pada sekolah-sekolah
yang ada didesa bisa dilakukan dengan beberapa media sesuai dengan
kebutuhan,misalnya untuk menemukan volume tabung pada sekolah-
sekolah yang ada dikota bisa menggunakan alat peraga matematika yang
bisa ditemukan di mana saja sedangkan untuk sekolah-sekolah yang ada
di desa memang tidak ada yang menjual alat peraga tapi siswa dapat
menggunakan kaleng berbentuk tabung yang kemudian diisi air, karena
air mudah didapatkan untuk memahami konsep volume tabung. Jadi
walaupun memang agak susah dilakukan di sekolah-sekolah desa tapi
masih dapat diatasi dengan beberapa cara seperti yang telah dijelaskan.
226 (BORNEO, EDISI KHUSUS, Nomor 2, Juli 2015)
Sedangkan upaya-upaya atau solusi yang dilakukan dalam
kendala yang dialami siswa adalah menerapkan pembelajaran
kurikulum 2013 siswa dituntut lebih aktif dalam belajar hal ini bertujuan
untuk membentuk karater berfikr kritis, kreatif dan mandiri. Dengan
guru hanya menjelaskan sedikit materi maka siswa harus lebih aktif
bertanya kepada guru jika ada materi yang kurang dipahami oleh siswa,
dengan cara seperti ini siswa bisa lebih mudah memahami materi dan
membuat siswa merasa tidak terbebani.
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penerapan kurikulum 2013
ini bertujuan agar siswa lebih aktif, berpirkir kritis, kreatif, mandiri dan
sebagainya. Memang tingkat kesulitan materi dan soal-soal pada
kurikulum 2013 lebih sulit dibandingkan pada penerapan kurikulum
sebelumnya, jadi seperti upaya sebelumnya siswa harus lebih aktif
bertanya kepada guru, siswa juga bisa mencari refrensi atau contoh soal
di internet dan belajar di rumah, apabila dirasa masih kurang paham,
maka siswa dapat diminta untuk bertanya kepada guru pada
saat pembelajaran atau di luar pembelajaran. Guru juga dituntut untuk
harus lebih mampu untuk membimbing siswa dalam belajar walaupun
peran guru dalam pembelajaran hanya sedikit.
Hal yang tidak kalah penting adalah peran guru dalam
memberikan motivasi kepada siswa melalui gambar, alat peraga maupun
media lainnya. Motivasi tersebut diarahkan untuk memancing siswa
dalam memberikan gambaran awal pelajaran sehingga siswa secara tidak
langsung diajak untuk berpikir dan mencari jawaban atas pertanyaan
tadi. Alat peraga atau media yang digunakan dapat diperoleh dari
lingkungan sekitar, tidak perlu membeli dan dapat diperoleh dengan
mudah.
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Naskah belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain, diketik spasi dua pada
kertas A4, panjang 10-20 halaman, dan diserahkan paling 1 bulan sebelum tanggal
penerbitan dalam bentuk ketikan pada MS Word dan print-outnya.
2. Artikel ditulis dalam Bahasa lndonesia/lnggris, dilengkapi Abstrak (50-70 kata).
3. Artikel(hasilpenelitian) memuat:
Judul
NamaPenulis
Identitas Penulis/Alamat email
Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan(memuat latar belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, dan
masalah/tujuan penelitian).
Metode
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka (berisipustaka yang dirujukdalamuraian saja).
4. Artikel (kajian teoretik, setara hasil penelitian) memuat
Judul
Nama Penulis
Identitas Penulis/Alamat email
Abstrak dalam Bahasa lndonesia dan Bahasa lnggris
Kata-kata kunci
Pendahuluan
Subjudul
Subjudul sesuai kebutuhan
Subjudul
Penutup (Kesimpulan dan Saran)
DaftarPustaka(berisipustaka yang dirujukdalamuraian saja).
5. Daftar Pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara
alfabetis dan kronologis:
Gagne, ILM., 1974. Essential of Learning and Instruction. New York: Halt Rinehart and
Winston.
Popkewitz, T.S., 1994. Profesionalization in teaching and teacher education: some
notes on its history, ideology, and potentia?. Journalof Teaching and
Teacher Education, 10 (10): 1-14.
6. Sebagaiprasyaratbagipemrosesanartikel, para
penyumbangartikelwajibmenjadipelanggan, minimal selamasatutahun.