Anda di halaman 1dari 4

Organisasi pembelajar adalah organisasi yang terampil dalam menciptakan, memperoleh,

mentransfer pengetahuan, dan melakukan modifikasi perilaku sesuai dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Pengertian dan tujuan organisasi pembelajar meliputi upaya untuk mendapatkan
pandangan luas tentang solusi atas isu-isu organisasi, mengurangi kesalahan yang sama,
memperjelas visi, tujuan, nilai-nilai, dan perilaku organisasi, memenuhi tuntutan pemangku
kepentingan, memahami risiko dan keberagaman, serta meningkatkan kinerja dan keunggulan
kompetitif.

Penerapan organisasi pembelajar memiliki manfaat yang dirasakan oleh berbagai jenis organisasi,
baik di sektor swasta maupun sektor publik. Namun, penerapan ini juga memiliki tantangan, seperti
pengelolaan informasi dan pengetahuan yang bersifat intangible, sulit diukur dengan metode
akuntansi tradisional, dan pengelolaan jumlah pegawai yang besar. Meskipun demikian, keunggulan
kompetitif organisasi terletak pada pengetahuan yang dibangun sepanjang sejarahnya, yang perlu
dikelola dengan efektif dan efisien.

Dalam pendekatan organisasi pembelajar, manajemen informasi dan pengetahuan menjadi esensi
dalam mengkatalogkan, menggunakan, dan mengelola pengetahuan organisasi secara efektif.
Keberhasilan organisasi dalam mencari, mempertahankan, dan memanfaatkan pengetahuan sebagai
keunggulan kompetitif akan menentukan kelangsungan dan keberhasilannya di tengah perubahan
yang terus berlangsung.

Dalam konsep organisasi pembelajar, terdapat unsur-unsur dan fitur yang membentuknya.
Marquardt (2002) menekankan pentingnya memahami organisasi pembelajar sebagai sebuah
pendekatan sistem yang komprehensif. Menurutnya, banyak buku yang hanya menjelaskan bagian-
bagian tertentu dari organisasi pembelajar, seperti dinamika belajar tim, struktur organisasi,
pengetahuan, atau penerapan teknologi baru. Namun, untuk memahami secara utuh, dibutuhkan
pemahaman tentang keseluruhan organisasi pembelajar.

Garvin (1993) mengidentifikasi lima unsur dasar dalam organisasi pembelajar. Unsur-unsur tersebut
meliputi:

1. Pemecahan masalah secara sistematis: Organisasi pembelajar memiliki kemampuan untuk


memecahkan masalah dengan pendekatan yang sistematis.

2. Bereksperimen dengan pendekatan baru: Organisasi pembelajar mendorong eksperimen dengan


pendekatan baru untuk meningkatkan kinerja dan inovasi.

3. Belajar dari pengalaman dan sejarahnya sendiri: Organisasi pembelajar dapat belajar dari
pengalaman dan sejarah mereka sendiri untuk menghindari kesalahan yang sama dan meningkatkan
kinerja di masa depan.

4. Belajar dari pengalaman dan praktik terbaik pihak lain: Organisasi pembelajar mengambil
pembelajaran dari pengalaman dan praktik terbaik organisasi lain untuk meningkatkan kinerja dan
inovasi mereka.
5. Mentransfer pengetahuan secara cepat dan efisien: Organisasi pembelajar memiliki mekanisme
yang efektif untuk mentransfer pengetahuan ke seluruh elemen organisasi dengan cepat dan efisien.

Senge (1994) mengusulkan lima unsur yang membangun organisasi pembelajar. Kelima unsur
tersebut adalah personal mastery, mental model, shared vision, team learning, dan system thinking.
Personal mastery menekankan pentingnya pengembangan diri dan kemauan untuk terus belajar.
Mental model berfokus pada peran asumsi dan keyakinan yang mempengaruhi cara individu dan
organisasi berpikir dan bertindak. Shared vision menekankan pentingnya visi bersama yang mengikat
dan menginspirasi seluruh anggota organisasi. Team learning menyoroti pentingnya pembelajaran
tim dan kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama. Terakhir, system thinking menekankan
pentingnya melihat organisasi sebagai sistem yang kompleks dan memahami pola hubungan antar
elemen.

Keseluruhan unsur-unsur ini bekerja secara bersama-sama untuk membentuk organisasi pembelajar
yang efektif.

Dalam konteks organisasi pembelajar, terdapat beberapa hal yang dapat menghambat terwujudnya
pembelajaran yang efektif, yang disebut sebagai "learning disabilities". Senge (1994) mengidentifikasi
tujuh kondisi ketidakmampuan belajar yang dapat membuat organisasi sulit untuk belajar dengan
baik. Kondisi-kondisi tersebut perlu diidentifikasi agar dapat diatasi, antara lain:

a. "I am my position" (Aku adalah posisiku): Banyak individu dalam organisasi mengidentifikasi diri
mereka dengan pekerjaan dan jabatan mereka. Ini dapat mengurangi rasa tanggung jawab mereka
terhadap hasil kerja secara keseluruhan.

b. "The Enemy is out there" (Musuh ada di luar sana): Kecenderungan untuk menyalahkan pihak lain
di luar diri sendiri ketika terjadi kesalahan atau masalah. Hal ini terjadi karena fokus individu pada
posisi dan kurangnya pemahaman tentang dampak tindakan mereka secara keseluruhan.

c. "The Illusion of taking charge" (Ilusi mengambil kendali): Membayangkan bahwa hanya manajer
yang bertanggung jawab untuk menghadapi masalah yang kompleks. Sebenarnya, setiap individu
memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengatasi masalah tersebut.

d. "The Fixation on events" (Obsesi pada peristiwa): Diskusi dalam organisasi sering kali didominasi
oleh topik-topik yang berkaitan dengan peristiwa atau kejadian yang bersifat sementara. Hal ini
menghambat kemampuan organisasi untuk menciptakan hal baru.

e. "The Parable of the boiled frog" (Kisah kodok yang direbus): Ketidakmampuan organisasi untuk
secara adaptif menanggapi ancaman yang datang secara bertahap dan perlahan-lahan. Organisasi
harus memiliki kemampuan untuk melihat dan mengantisipasi perubahan yang terjadi secara
perlahan namun berdampak signifikan.

f. "The Delusion of learning from experience" (Ilusi belajar dari pengalaman): Pembelajaran yang kuat
terjadi melalui pengalaman. Namun, jika konsekuensi dari tindakan kita terjadi di masa depan atau di
luar cakrawala belajar kita, kita sulit belajar dari pengalaman tersebut.

g. "The Myth of the management team" (Mitos tim manajemen): Kelemahan tim terjadi ketika
anggota tim hanya fokus pada tim itu sendiri dan tidak mampu mengatasi masalah yang kompleks di
luar rutinitas. Tim perlu mampu mengatasi tantangan yang lebih kompleks.

Dengan mengidentifikasi dan mengatasi ketidakmampuan belajar ini, organisasi dapat menjadi lebih
efektif dalam membangun budaya pembelajaran yang sehat dan menghadapi perubahan dengan
lebih baik.

Konsep Organisasi Pembelajar (Learning Organization) telah ada sejak tahun 1940-an, tetapi baru
pada tahun 1980-an beberapa perusahaan mulai menyadari potensi dan manfaatnya dalam
meningkatkan kinerja dan kompetisi. Salah satu perusahaan yang menjadi pelopor adalah Shell Oil,
yang mengaitkan konsep organisasi pembelajar dengan perencanaan strategis. Mereka melihat
bahwa pendekatan tim kerja dan komunikasi ekstensif sangat penting dalam menciptakan korporasi
yang responsif dan sukses. Shell melakukan eksperimen dan menemukan bahwa pembelajaran
organisasi memberikan nilai tambah dalam perencanaan strategis dan keberhasilan korporasi,
sehingga mereka berhasil unggul dibandingkan dengan kompetitornya.

Pada tahun 1990-an, semakin banyak perusahaan yang berkomitmen menjadi organisasi pembelajar.
Contohnya adalah General Electric, Johnsonville Foods, Quad Graphics, dan Pacific Bell di Amerika
Serikat; Sheerness Steel, Nokia, Sun Alliance, dan ABB di Eropa; serta Honda dan Samsung di Asia.
Artikel Peter Senge yang berjudul "The Fifth Discipline" yang membahas tentang organisasi
pembelajar menjadi populer dan diterbitkan di berbagai publikasi bisnis terkemuka seperti Harvard
Business Review, The Economist, BusinessWeek, Fortune, dan Asiaweek. Semakin banyak perusahaan
yang mempertimbangkan untuk bertransformasi menjadi organisasi pembelajar karena menyadari
pentingnya menghadapi perubahan yang cepat di era abad ke-21.

Selaras dengan pandangan tersebut, L. Cardoso juga mencatat bahwa pada tahun 1990-an muncul
kesadaran akan pentingnya pengetahuan sebagai sumber daya yang harus dikelola secara efektif
dalam persaingan bisnis. Hal ini memicu minat dari dunia akademis dan mengembangkan
pendekatan manajemen pengetahuan (knowledge management) sebagai disiplin yang perlu
diterapkan dalam organisasi.

Perkembangan studi tentang organisasi pembelajar ini menunjukkan pentingnya adaptasi dan
pembelajaran kontinu dalam menghadapi tantangan perubahan yang cepat di dunia bisnis saat ini.
Konsep organisasi pembelajar menjadi semakin relevan dalam meningkatkan daya saing dan
keberhasilan perusahaan di tengah persaingan yang semakin ketat.

Anda mungkin juga menyukai