Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir ini, ilmu kepemimpinan berkembang

pesat seiring dengan tuntutan adanya manajemen pengelolaan organisasi

ataupun perusahaan yang baik. Pada era globalisasi dan era masyarakat

informasi yang berdampak pada persaingan yang ketat terhadap berbagai

bidang organisasi.

Suatu organisasi dituntut untuk terus mampu bersaing dan

mencapai suatu tujuan dari organisasi tersebut. Dalam menuju suatu

tujuan tersebut suatu organisasi harus terus-menerus belajar dan

meningkatkan kemampuan untuk menciptakan sesuatu produk unggul.

Mendasarkan pada berbagai kondisi perubahan yang cepat dan faktor

persaingan yang tinggi inilah yang kemudian menghasilkan kosa kata baru

dalam ilmu Knowledge Manajemen yang biasa disebut dengan “Learning

Organization”.

Learning Organization adalah  usaha yang dilakukan oleh sebuah

organisasi yang melakukan proses pembelajaran. Hal ini ditujukan agar

dalam sebuah organisasi tersebut dapat tetap stabil meskipun banyaknya

perubahan yang terjadi. Dalam mewujudkan Learning Organisation dapat

dilakukan dengan beberapa cara seperti training, kursus, outbond, dan

lainnya.

Learning is the power of growth, and individual learning is also the

resource of business growth. (Chang dan Lee, 2007). Kehidupan

1
merupakan suatu proses dari pertumbuhan, dan kekuatan dari

pertumbuhan itu sendiri adalah dengan belajar. Dengan belajar,

seseorang dapat mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik. Proses

belajar itu sendiri tidak akan berhenti karena seseorang akan terus belajar

selama hidupnya. Begitu pula dengan organisasi. Keadaan lingkungan

yang terus berubah, memaksa organisasi untuk terus membenahi diri dan

menghadapi perubahan itu dengan segala kemampuan yang telah

disiapkannya. Dengan kata lain, organisasi secara tidak langsung juga

selalu mengalami proses pembelajaran.

Learning organization mulai didiskusikan dalam beberapa literatur

sekitar tahun 1920. Namun pada tahun 1980 baru sedikit organisasi atau

perusahaan yang menyadari pentingnya learning organization, dalam

meningkatkan kinerja organisasi atau perusahaan. Para pemimpin

organisasi atau perusahaan mulai menyadari arti penting mengkaitkan

“learning organization” dengan “corporate performance”,

“Competitiveness”, dan “keberhasilan organisasi”.

Learning organization merupakan salah satu ciri organisasi abad

21, karena organisasi yang demikian mampu menjawab tantangan yang

dihadapi sekaligus menjamin terciptanya kehidupan dan kelangsungan

organisasi. Organisasi yang memiliki keunggulan di masa depan akan

menjadi organisasi yang senantiasa menumbuhkan komitmen dan

kapasitas belajar anggotanya pada semua tingkat organisasi.

Pengetahuan merupakan sub-sistem dari learning organization (Marquardt

2
& Reynolds ,1996). Paradigma keunggulan dapat dipertahankan dan

dikembangkan manakala organisasi memiliki kemampuan belajar lebih

cepat dari pesaingnya. Majalah Fortune pada salah satu penerbitannya

menyatakan bahwa perusahaan yang paling sukses pada tahun 1990-an

adalah perusahaan yang terbentuk learning organization, yaitu organisasi

yang anggotanya mampu mengembangkan kapasitasnya secara

berkelanjutan dalam mewujudkan hasil yang optimal. Perhatian yang

cukup besar yang ditulis oleh beberapa publikasi bisnis seperti ; Harvard

Business Review, The Economist, Business Week, Fortune dan Asia

Week, diarahkan kepada lima disiplin yang diarahkan oleh Peter Senge.,

yaitu: personal mastery, mental models, shared vision, team learning,

systems thinking.

Dalam lima disiplin ini mental model menjadi salah satu aspek

penting yang tidak bisa terpisahkan dalam mencapai tujuan organisasi.

Hal ini menjadikan mental model berkaitan erat dengan kepemimpinan

(Leadership).

Kepemimpinan (leadership) yang digunakan dalam Learning

Organization itu adalah bukanlah orang yang dominan dalam organisasi,

tetapi bagaimana dia bisa menganggap orang dalam sebuah organisasi

sebagai colega, tidak ada yang menonjol sendiri-sendiri, tidak unik yang

melebihi dari orang lain yang dapat berpikir sistem. Dalam konteks ini,

maka pemimpin menurut Senge, adalah sebagai designer, sebagai

3
stewardess (pelayan), teacher, dan kepemimpinan bersama (share

leadership) setiap orang bisa dilatih sebagai pemimpin.

Jika kita melihat dalam organisasi di masyarakat baik formal

maupun non formal selalu ada yang dianggap lebih dari yang lain.

Seseorang yang memiliki kemampuan lebih tersebut diangkat atau

ditunjuk sebagai orang yang dipercaya untuk mengatur orang lainnya.

Orang seperti itul yang disebut pemimpin atau manajer. Manajer harus

dapat memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang dipimpinnya,

agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, percaya akan

kemampuan anggotanya untuk menyumbangkan kemampuan mereka,

mendorong partisipasi penuh serta pengendalian diri. Pemimpin terampil

menggunakan komunikasi yang efektif yang pada akhirnya dapat

mencegah timbulnya suatu konflik, dapat mengintegrasikan pelaksanaan

kegiatan dalam organisasi yang menjadi tanggungjawab serta mampu dan

selektif menyerahkan pekerjaan dan memberikan kepercayaan kepada

bawahan/orang lain untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas

dan tanggungjawabnya dapat dilaksanakan dengan baik. Seorang

pemimpin akan memainkan peranan yang sangat dominan dalam

kehidupan organisasinya.

Kepemimpinan dalam Learning Organization ini sangat penting

diterapkan dalam organisasi atau institusi di bidang Kesehatan seperti

halnya di Satuan pendidikan. Kepala Satuan pendidikan yang baik tentu

saja adalah kepala Satuan pendidikan yang berhasil mempengaruhi

4
motivasi kerja bawahannya, dengan motivasi kerja yang baik tentu saja

akan mempengaruhi performa atau kinerja dari bawahannya. Beberapa

hasil penelitian menunjukan bahwa peran kepala Satuan pendidikan

seperti selalu memberikan pengarahan, motivasi dalam bekerja juga

komunikasi yang harmonis dengan bawahan dapat meningkatkan kinerja

dari pegawai.

Dalam hal ini tentu saja akan berhubungan dengan gaya

kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang

pemimpin dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor

individu itu sendiri seperti nilai dan norma yang dianut atau dikenal

dengan mental models dari pemimpin tersebut.

Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-

generalisasi (paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang

mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap dan bertindak

terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak atau

mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh asumsi-

asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari pengalaman-

pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk

pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak.

Dari gambaran diatas dapat dipahami bahwa Mental Models yang

baik dari seorang pemimpin merupakan aspek yang tidak boleh

dikesampingkan dalam pencapaian tujuan organisasi dan dalam menjalin

hubungan yang harmonis dengan staf atau karyawan.

5
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, rumusan masalah

dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Mental Model?

2. Bagaimana Pembentukan Mental Model?

3. Bagaimana Mental Model dan Pemimpin?

4. Bagaimana Mental Model dan Organisasi?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk memahami Mental Model

2. Untuk memahami Pembentukan Mental Model

3. Untuk memahami Mental Model dan Pemimpin

4. Untuk memahami Mental Model dan Organisasi

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab tinjauan pustaka ini akan dibahas tentang Mental Model

yang merupakan salah satu dari Teori Lima Disiplin yang diidentifikasikan

oleh Peter Senge dan merupakan kunci untuk mencapai keberhasilan

organisasi.

A. Definisi Mental Model

Peter Senge mendefinisikan model mental sebagai semua

asumsi, generalisasi, bahkan gambaran yang tersimpan kuat dalam

pikiran dan perasaan sehingga mempengaruhi segala tindakan,

perilaku dan pandangan tentang kehidupan dan dunia pada

umumnya.

Mental Model adalah asumsi yang tertanam, generalisasi, atau

bahkan gambar dan gambar yang mempengaruhi bagaimana kita

memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan. Hal

tersebut tergambar pada perilaku kita dan cerminkan dari tindakan

kita.

Didalam mempelajari model mental (mental models) dimulai

dengan melihat cerminan diri sendiri, mengembangkan kemampuan

yang diri sendiri dan kemampuan untuk ‘learningful’, mengungkapkan

pemikiran secara efektif dan membuat pemikiran terbuka untuk

mempengaruhi orang lain.

7
Mental models merupakan satu dari lima disiplin yang

dikemukakan Peter Senge (1990). Mental models merupakan refleksi

diri, menelusuri dan mendukung, dimana orang-orang mengekspos

pemikiran sendiri secara efektif dan menjadikan pemikiran yang

terbuka terhadap pengaruh orang lain.

Tjakraatmadja dan Lantu (2006:189) menyatakan bahwa model

mental menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk

melakukan perenungan, mengklarifikasi dan memperbaiki gambaran-

gambaran internal (pemahaman) tentang dunia, yang dilandasi oleh

prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral etika.

Senge (1996:8) menyatakan These are ‘deeply ingrained

assumptions, generalizations, or even pictures and images that

influence how we understand the world and how we take action’

bahwa model mental adalah asumsi yang sangat melekat umum, atau

bahkan suatu gambaran dari bayangan atau citra yang berpengaruh

bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil

tindakan.

Sehingga model mental dapat dikatakan sebagai konsep diri,

yang dengan konsep tersebut akan menghasilkan pengambilan

keputusan yang baik.

Model mental diperlukan untuk menangani masalah dan situasi


baru (Jonassen dkk, 1993;. Norman, 2002). Mental model
memfasilitasi operasi yang benar atau berfungsi dalam domain
konten yang spesifik, tetapi lebih penting mereka menyediakan

8
kemampuan untuk memprediksi apa yang mungkin akan terjadi
berdasarkan tindakan tertentu.
B. Pembentukan Mental Model

Mental Model berasal dari pengamatan dengan pengetahuan,

informasi-informasi membentuk skemata-skemata sehingga

terbentuklah mindset atau yang disebut model mental. Salah satu teori

dasar pembentukan mental model adalah yang disampaikan oleh Cris

Argyris yaitu The Ladder of Inference atau tangga Argyris, yang

kemudian dikembangkan oleh Peter Senge. “The Ladder Of Inference”

adalah suatu proses seperti tangga dalam mengambil kesimpulan.

Teori ini berasal dari Chris Argyris kemudian dikembangkan oleh

Peter Senge dalam Learning Organization. Menurut teori ini ada

tingkatan dalam mengambil kesimpulan yaitu:

1. Reality and fact (kenyataan dan fakta)

2. Selected reality (kenyataan yang terseleksi)

3. Interpreted reality (kenyataan yang diinterprestasikan)

4. Assumtion (asumsi)

5. Conclutions (kesimpulan-kesimpulan)

6. Beliefs (keyakinan)

7. Action (bertindak)

9
Gambar 1. Tingkatan Pengambilan Keputusan

Dengan menerapkan the ladder inference akan membantu kita

terhindar dari membuat kesimpulan yang salah dan mengabaikan

fakta-fakta.

Kepustakaan lain menyebutkan Model mental (Mental Model)

adalah suatu prinsip yang mendasar dari organisasi pembelajar.

Model mental adalah suatu aktivitas perenungan yang dilakukan

dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki

gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat

bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model

mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan

mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan

atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu

pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu

untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah

yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan

10
sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia

akan mengambil keputusan terbaiknya. Model mental ini kemudian

menghasilan cara berfikir atau mindset.

Didalam proses terbentuknya mental model terdapat hal

tersebut dibawah ini, yaitu:

1. Konstruksi: menciptakan sesuatu mencari pola dan makna yang

paling semu.

2. Penghapusan: memilih dan menyaring pengalaman, menutupi

beberapa bagian.

3. Distorsi: pengalaman yang berliku mengubah pengalaman,

mengurangi dan melengkapi bagian memberikan arti yang berbeda

dengan kenyataan (reading different meaning into it) .

4. Generalisasi: gambaran umum atas semua kejadian yang sama

menciptakan sesuatu dari pengalaman dan mempresentasikan

kelompok.

Selain proses tersebut diatas, didalam pembentukan suatu

model mental terdapat Teori Chris Argyris (Teori Dewasa dan Tidak

Dewasa) yang merupakan pengembangan dari Teori X dan Y. Teori X

dan Teori Y oleh Mc.Gregor berdasarkan atas penelitiannya pada

organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam

pengambilan keputusan, hubungan piramida antara atasan dan

bawahan, dan pengendalian kerja ekstrenal, adalah pada hakikatnya

berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat manusia dan

11
motivasinya. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar manusia

lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggungjawab,

serta menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti falsafah ini

maka kepercayaaanya ialah orang-orang hendaknya dimotivasi

dengan uang, gaji, honorarium dan diperlakukan dengan sanksi

hukuman. Untuk menutupi kelemahan dari asumsi teori X itu, maka

McGregor memberikan alternative teori lain yang dinamakan teori Y.

asumsi teori Y merupakan kebalikan dari teori X.

Teori Argyris menambahkan bahwa ada perbedaan antara

sikap dan perilaku pada diri seseorang. Menurut Argyris, ada tujuh

perubahan yang terjadi di dalam kepribadian seseorang jika ia

berkembang ke kedewasaan:

1. Seseorang itu akan bergerak dari suatu keadaan pasif sebagai

anak-anak, ke suatu keadaan yang bertambah aktivitasnya sebagai

orang dewasa.

2. Seseorang akan berkembang dari suatu keadaan yang tergantung

kepada orang lain ke suatu keadaan yang relatif merdeka sebagai

orang dewasa.

3. Seseorang bertindak hanya dalam cara sedikit sebagai anak-anak,

tetapi sebagai orang dewasa ia akan mampu bertindak dalam

berbagai cara.

12
4. Seseorang itu mempunyai minat yang tidak menentu, kebetulan

dan tidak begitu mendalam dan kuat minatnya sebagai orang

dewasa.

5. Persfektif waktu bagi anak-anak adalah singkat, hanya melibatkan

waktu kini, tetapi sebagai orang dewasa maka perspektif waktunya

bertambah menjangkau masa lalu dan masa yang akan datang.

6. Seorang sebagai anak-anak, ia berada di bawah pengendalian

setiap orang (Subordinary to every one).

7. Sebagai anak-anak, seseorang kurang kesadaran akan dirinya,

tetapi sebagai orang yang sudah matang ia tidak hanya sadar,

tetapi mampu untuk mengendalikan dirinya.

C. Mental Model dan Pemimpin

Mental model kelihatannya lembut tetapi sebenarnya sangat

kuat dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Yang pasti, mental

model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya.

Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat diberikan kepada

bawahannya tentu saja adalah pengaruh positif. Jika pengaruh positif

yang diharapkan, berarti mental model yang dimiliki oleh pemimpin

juga harus mental model positif.

Menurut Webster Dictionary, definisi pemimpin adalah: ‘a

person or things who leads’ (seorang atau sesuatu yang memimpin).

Untuk dapat memimpin orang lain dengan baik, seorang pemimpin

tentu saja harus dapat memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu.

13
Pemimpin dapat dibedakan pada dua hal yaitu: seorang pemimpin

dalam arti memimpin diri sendiri dan kemudian pemimpin yang

memimpin orang lain. Seseorang akan sulit untuk menjadi pemimpin

yang baik jika yang bersangkutan tidak dapat memimpin diri sendiri

terlebih dahulu. Sebagai contoh, seorang pemimpin mengharuskan

agar semua datang ke sekolah tepat waktu, sementara ia sendiri

selalu datang terlambat. Atau seorang pemimpin mengatakan

berulang-ulang supaya bekerja jangan tergantung proyek, sementara

ia sendiri menunjukkan sikap kurang antusias ketika ada kewajiban

pekerjaan yang harus diselesaikan tetapi sudah tidak ada kompensasi

yang dapat diharapkan. Jika hal ini terjadi, maka tipe pemimpin seperti

ini hanya akan menjadi topik pembicaraan yang menarik di antara

staf.

Dalam mewujudkan ide dan gagasan cemerlang dalam suatu

organisasi kerap tidak dapat terwujud. Hal tersebut seringkali

disebabkan mental model (pola pandang dan persepsi) para anggota

organisasi terhadap suatu kejadian sekelilingnya tidak sama atau

berbeda satu sama lain dan hal ini akan mempengaruhi tindakan

terhadap pandangan realitas tersebut. Tindakannya akan produktif

bila mental modelnya sesuai (mendekati) realitas. Bila mental

modelnya tidak sesuai dengan realitas keputusan akan berlawanan

dengan realitas.

14
Dalam kaitan hal tersebut sangat penting bagi setiap pimpinan

untuk memliki kemampuan untuk mengatasi model-model mental

yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi, dengan tujuan

meningkatkan efektivitas keputusan dan menghindari konflik dan

mempercepat penyelesaian masalah.Mental model yang tidak sesuai

dengan realitas obyektif akan menimbulkan keputusan atau tindakan

keliru terhadap realitas sehingga timbul konflik dan masalah tidak

terselesaikan.

Pemimpin dalam menyesuaikan dan menumbuhkembangkan

kesamaan mental model anggota organisasi yang sesuai dengan

realitas kolektif harus mempunyai kemampuan hal hal dibawah

ini,yaitu:

1. Ladder of Inference, yaitu urutan berpikir dalam menganggapi

suatu kejadian. Dalam hal ini jangan terlalu cepat menyimpulkan

(leap of abstraction), yaitu terlalu cepat pindah dari pengamatan

langsung (concrete data) kepada kesimpulan tanpa pengujian.

Harus mampu berpikir dengan tenang dan dengan tata urut yang

jelas sehingga dapat diperoleh suatu kesepakatan dan keputusan

untuk bertindak dengan lebih obyektif.

2. Left Hand Column¸ yaitu kemampuan mengungkapkan hal-hal yang

sifatnya tertutup. Dalam hal ini jangan mengatakan sesuatu yang

berbeda dengan apa yang ada dalam pikiran. Masih ada pemimpin

yang hanya bermanis bibir (lip service) untuk mengatakan

15
pemberdayaan, belajar dari kesalahan dan seterusnya tetapi tindak

nyata tidak sesuai dengan perkataan tersebut. Komitmen yang

dibangun disini adalah kejujuran, keterbukaan, kepercayaan, dan

integritas. Warren Bennis (2002) mengemukakan bahwa integritas

adalah landasan kepercayaan, bukan sekedar bahan

kepemimpinan, namun lebih merupakan hasil kepemimpinan.

Integritas adalah sebuah kualitas yang tidak dapat diperoleh,

namun harus dimiliki. Tanpa integritas pemimpin tidak akan

berfungsi. Dengan demikian keberadaan kepemimpinan yang

berintegritas adalah yang tanggap, bermoral, beretika, serta

profesional dalam mengelola permasalahan dan tuntutan publik.

Komitmen terhadap kejujuran dan integritas ini selanjutnya menjadi

norma serta dilakukan secara fokus, serius, ikhlas yang diawali diri

sendiri. Anwar Suprijadi mempertegas hal ini bahwa yang harus

dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kepercayaan (trust).

Kepercayaan harus dibangun melalui integritas dan kompetensi.

Kepercayaan akan ada jika pemimpin itu mempunyai jati diri

sebagai individu yang patut dipercaya karena kejujurannya,

komitmennya dan kompetensinya. Dengan kepercayaan, pemimpin

akan mendapat dukungan terutama dari pihak-pihak yang berkaitan

dengan perubahan. Dalam birokrasi, kepercayaan dan dukungan

yang diperlukan adalah dari atas maupun dari bawahan, juga perlu

diperhatikan dukungan publik.

16
D. Mental Model dan Organisasi

Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih

cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini

kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat

adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental

model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual,

kelompok, dan organisasi. Adapun dimensi model mental meliputi:

1. Prinsip dan nilai-nilai: seluruh anggota organisasi mengetahui dan

memiliki prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dimiliki bersama.

2. Mengkaji ulang kebiasaan: mengkaji ulang nilai-nilai bersama yang

ada untuk diselaraskan dengan kondisi lingkungan.

3. Memperkuat kebersamaan: anggota organisasi selalu berusaha

untuk memelihara dan memperkuat kebersamaan.

Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas untuk

bekerja dengan model mental maka akan diperlukan bagi orang untuk

belajar keterampilan baru dan mengembangkan orientasi baru, dan

untuk mereka untuk menjadi perubahan institusional yang mendorong

perubahan tersebut. Mental model yang sudah berdiri kuat

menggagalkan perubahan yang dapat berasal dari sistem pemikiran.

E. Kasus dan Pembahasan

Dari beberapa kepustakaan diatas, kami merangkum apa yang

dimaksud dengan mental model dan bagaimana prosesnya, yaitu :

17
1. Dari semua asumsi, generalisasi, bahkan gambaran yang

tersimpan kuat dalam pikiran dan perasaan sehingga

mempengaruhi segala tindakan, perilaku dan pandangan tentang

kehidupan dan dunia pada umumnya, atau

2. Dari suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi,

keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul, atau

3. Dari proses berpikir seseorang tentang bagaimana sesuatu bekerja

di dunia nyata. Ini adalah representasi dari dunia sekitarnya,

hubungan antara berbagai bagian dan persepsi intuitif seseorang

tentang tindakannya sendiri dan konsekuensinya. Model mental

dapat membantu membentuk perilaku dan menetapkan pendekatan

untuk memecahkan masalah (mirip dengan personal algoritma) dan

melakukan tugas-tugas, atau

4. Sebuah model mental adalah semacam simbol internal atau

representasi dari realitas eksternal, diduga memainkan peran

utama dalam kognisi, penalaran, dan pengambilan keputusan, atau

5. Dari suatu aktivitas perenungan yang dilakukan dengan terus

menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran

internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu

membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait

dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang

mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas

dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan

18
peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat

bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang

dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan

sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut

dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Dalam pembahasan

terdahulu model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau

mindset, atau

6. Dari suatu proses bercermin, sinambung memperjelas, dan

meningkatkan gambaran diri kita tentang dunia luar, melihat

bagaimana mereka membentuk keputusan  kita dan tindakan kita.

Menurut Senge dalam membentuk mental models di perlukan

terjadinya ‘metanoia’ yaitu pergeseran mindset atau perubahan

cara berpikir, atau

7. Dari asumsi mendalam, generalisasi dan gambaran yang

mempengaruhi bagaimana memahami dunia sekitar serta

bagaimana mengambil langkah berikutnya, atau

8. Dari gambar atau bayangan yang mempengaruhi bagaimana kita

memandang dunia dan bagaimana kita bertindak.

Membangun mental models orang-orang yang terlibat dan

beragam di rumah sakit adalah penting. Namun lebih penting lagi

adalah bagaimana mengembangkan model mental bersama untuk

mencapai tujuan organisasi/rumah sakit. Tindakan yang harus

dilakukan membangun model mental secara efektif adalah dengan

19
mengembangkan keterbukaan terhadap kritik dari sesama anggota

organisasi. Keterbukaan terhadap kritik tidak hanya berlaku bagi

pemimpin rumah sakit, tapi bagi seluruh anggota organisasi rumah

sakit.

Didalam sebuah rumah sakit yang mempunyai struktur

organisasi berjenjang yaitu Direktur Utama, Direktur Medik dan

Keperawatan dan Kepala Bidang Keperawatan, dapat terjadi masalah

beberapa masalah yang berkaitan dengan mental model yang dapat

menghambat kesuksesan sebuah rumah sakit.

Berikut ini beberapa contoh yang dapat terjadi, antara lain :

1. Tipe penyakit Model Mental yang dapat kita temui pada level top

manajemen, antara lain:

a. Memiliki ketakutan untuk merubah sistem kerja yang ada,

meskipun mengetahui sistem yang ada sekarang sudah tidak

mampu lagi membawa kemajuan perusahaan. Ketakutan ini

muncul karena kekhawatiran bahwa perubahan sistem dapat

membawa dampak yang lebih buruk dari situasi yang ada saat

ini.

b. Sifat tidak ingin dibantah oleh bawahan, dan merasa bahwa ide

dan gagasannya adalah yang terbaik karena sudah melalui

proses pengalaman kerja yang panjang. Hal ini menyebabkan

tidak berkembangnya sistem pembaharuan, dan kreativitas yang

20
dimiliki oleh para staf atau manajer pada perusahaan tersebut.

(Expert Blindness)

c. Menganggap perubahan-perubahan eksternal (kebijakan

pemerintah, pergeseran pola permintaan konsumen, fluktuasi

pola penyakit setiap tahun), sebagai ancaman terhadap

kestabilan kinerja perushaan. Tidak mampu mengambil sikap

untuk bagaimana menjadikan perubahan-perubahan eksternal

yang ada sebagai sebuah peluang dan kekuatan baru bagi

perusahaan.

d. Pemilik rumah sakit berasumsi dengan membangun rumah sakit

dengan gedung yang besar dan bangunan yang mewah akan

menarik pasien. Hal ini tidak sesuai dengan realita bahwa rumah

sakit tersebut dibangun dikalangan masyarakat menengah yang

tidak mampu membayar. Pemilik tidak menyadari membangun

rumah sakit tidak hanya membutuhkan bangunan tetapi juga

manajemen dan peralatan yang baik, sehingga pada akhirnya

dana sudah habis hanya untuk pembangunan gedung. Hal ini

berakibat rumah sakit tidak bisa membeli peralatan yang baik

dan merekrut SDM yang berkualitas karena terbentur gaji.

Dampaknya, tidak ada dokter spesialis yang mau praktek

sebagai fulltime karena tidak lengkapnya sarana prasarana,

banyak tenaga kesehatan yang keluar karena gaji yang tidak

sesuai, dan tidak adanya manajemen yang solid. Dana banyak

21
dihabiskan untuk biaya operasional gedung yang tinggi (listrik,

kebersihan). Mindset pihak pemilik agar segera balik modal

karena sudah menghabiskan banyak biaya membuat tarif rumah

sakit tinggi sehingga tidak bisa dijangkau oleh masyarakat

sekitar.

e. RS sedang tertimpa masalah hukum dan media tentang

penyalahgunaan obat yang tidak sesuai prosedur sehingga

mengakibatkan kunjungan pasien menurun. Mental model

pemimpin melihat realita bahwa kondisi ini akan merugikan

rumah sakit dan dia berasumsi akan dipecat oleh pemilik rumah

sakit. Pemimpin akan mencari solusi yaitu melakukan kerja sama

dengan pihak askes dengan perjanjian yang merugikan rumah

sakit. Keputusan itu berhasil menyelamatkan rumah sakit karena

pasien tetap masih ada (yang berasal dari askes). Namun

ternyata, semakin lama kerugian semakin membesar dan

akhirnya pasien askes mulai ditolak dengan alasan penuh yang

akan berakibat kerepotan merujuk dan merugikan pasien.

2. Penyakit Model Mental lain yang dapat ditemukan pada level staf

dan manajer madya antara lain:

a. Hanya ingin mengetahui sistem kerja departemen yang

ditempatinya, dan enggan untuk melihat lebih luas sistem kerja

rumah sakit secara keseluruhan. Model mental seperti ini

22
memiliki kecenderungan pengkotak-kotakan sistem, sehingga

dapat berujung pada sikap “I am my position”.

b. Memiliki ketakutan untuk menyuarakan ide dan pendapat apabila

dinilai takut bertentangan dengan keinginan direksi. Padahal ide

atau pendapat yang dia miliki sebetulnya dapat membuat

kemajuan perusahaan.

c. Takut melakukan argumentasi dengan atasan karena

kekhawatiran akan diberhentikan atau tidak disukai atasan.

d. Pemimpin tidak memberikan ruang bagi manajer lini dan manajer

madya untuk mengembangkan ide dan pemikirannya, namun

hanya memberikan instruksi tanpa memberikan kesempatan

untuk mengembangkan ide-ide sehingga para manajer

tergantung kepada pimpinan. Dengan demikian apabila terjadi

masalah di lapangan mereka tidak berani untuk mengambil

keputusan karena tidak mau atau takut bertanggung jawab. Hal

ini akan berakibat pelayanan dan keluhan pelanggan yang

harusnya diatasi dengan cepat menjadi berlarut-larut dan lambat,

sehingga tentunya akan menimbulkan ketidakpuasan dari

pelanggan. Semua orang didalam organisasi akan cenderung

untuk berpusat pada pimpinan Rumah Sakit dan manajer tidak

difungsikan dengan maksimal sehingga tentunya akan lambat

untuk belajar.

23
3. Contoh penyakit Model Mental yang sering ditemukan di lingkungan

kerja RS kita, antara lain:

a. Dokter spesialis dibayar sangat murah, dibatasi obat dan

tindakan yang akan dilakukan untuk pasien askes menyebabkan

mereka tidak mau menjadi fulltimer dan mencari pendapatan lain

di luar RS sehingga RS tidak bisa memberi pelayanan yang

optimal.

b. Model mental dokter spesialis yang menulis resep tidak jelas

karena berasumsi bahwa dokter tidak masalah jika tulisannya

jelek. Hal ini tentu saja membahayakan pasien karena dapat

menimbulkan kesalahan pembacaan resep dan pemberian obat.

Pihak farmasi yang sulit memahami tulisan para dokter, justru

kadang dimarahi karena menyebabkan bias terjadinya kesalahan

pemberian obat yang fatal bagi pasien.

c. Mental model seorang dokter spesialis yang mengambil tesis

penyakit TB membuat dia beranggapan sebagian besar orang

TB dan mengobati TB tidak sesuai prosedur. Dampaknya pasien

dengan mual muntah, gagal ginjal, gagal jantung, geriatri semua

dipukul rata diberi OAT yang menambah keluhan pasien.

d. Dokter jaga tidak visit pasien di ruangan dengan alasan mereka

dikontrak untuk jaga UGD dan tidak ada fee visit di ruangan.

Pihak manajemen mengganggap jaga ruangan adalah satu

paket tugas dan tanggung jawab mereka jaga. Mental model

24
yang dilakukan dokter jaga karena asumsinya dia hanya jaga

ruangan dan dari penalarannya visit pasien ruangan dia tidak

dibayar jadi dia tidak visit.

e. Petugas rumah sakit yang menganggap pasien hanya sebagai

orang sakit yang butuh pertolongan atau beban dan mengaitkan

pelayanan (jasa) dengan pendapatan. Hal ini menyebabkan

banyak sikap dari petugas yang kurang tepat sehingga

pelayanan yang diberikan memuaskan. Mereka terkadang

menunjukkan tidak sepenuh hati, kurang peduli akan kebutuhan

pasien, dan kurang ramah kepada pasien, dan lain-lain. Tidak

adanya penyatuan visi dari pemimpin rumah sakit untuk

memajukan rumah sakit sehingga memberikan pelayanan yang

lebih baik kepada pasien. Pelayanan pasien yang meningkat

seharusnya disertai dengan tunjangan kesejahteraan yang juga

meningkat.

Kesemua contoh penyakit Model Mental di atas dapat

berdampak pada buruknya kualitas pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit, untuk itu adalah tugas tiap pemimpin untuk menyadari penyakit

Model Mental yang dimiliki oleh organisasinya dan mencari solusi

terbaik guna mencapai perubahan ke arah kemajuan.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mental Model adalah asumsi yang tertanam, generalisasi, atau

bahkan gambar dan gambar yang mempengaruhi bagaimana kita

memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan. Hal

tersebut tergambar pada perilaku kita dan cerminkan dari tindakan

kita. Didalam mempelajari model mental (mental models) dimulai

dengan melihat cerminan diri sendiri, mengembangkan kemampuan

yang diri sendiri dan kemampuan untuk ‘learningful’, mengungkapkan

pemikiran secara efektif dan membuat pemikiran terbuka untuk

mempengaruhi orang lain. Dalam mewujudkan ide dan gagasan

cemerlang dalam suatu organisasi kerap tidak dapat terwujud . Hal

tersebut seringkali disebabkan mental model (pola pandang dan

persepsi) para anggota organisasi terhadap suatu kejadian

sekelilingnya tidak sama atau berbeda satu sama lain dan hal ini

akan mempengaruhi tindakan terhadap pandangan realitas tersebut.

Tindakannya akan produktif bila mental modelnya sesuai (mendekati)

realitas. Bila mental modelnya tidak sesuai dengan realitas keputusan

akan berlawanan dengan realitas.

Salah satu teori dasar pembentukan mental model adalah yang

disampaikan oleh Cris Argyris yaitu The Ladder of Inference atau

tangga Argyris, yang kemudian dikembangkan oleh Peter Senge. “The

26
Ladder Of Inference” adalah suatu proses seperti tangga dalam

mengambil kesimpulan. Teori ini berasal dari Chris Argyris kemudian

dikembangkan oleh Peter Senge dalam Learning Organization.

Dalam kaitan hal tersebut sangat penting bagi setiap pimpinan

untuk memliki kemampuan untuk mengatasi model-model mental

yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi, dengan tujuan

meningkatkan efektivitas keputusan dan menghindari konflik dan

mempercepat penyelesaian masalah.

B. Saran

1. Model mental secara tidak sadar mempengaruhi dan membentuk

bagaiman kita dalam bertindak dan memandang suatu kejadian

yang ada disekeliling kita

2. Dua orang yang berbeda mental model akan menggambarkan

suatu kejadian yang sama secara berbeda.

3. Cara mental model membentuk persepsi sangat penting dalam

manajemen

4. Mental model yang sudah melekat akan menghambat terjadinya

perubahan perubahan dalam individu dan organisasi

27
DAFTAR PUSTAKA

Hamdani, I. “Kepemimpinan Stratejik dengan Pendekatan Organisasi


Pembelajaran : Strategi Menantisipasi Perubahan.”
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1405188199.pdf
“Organisasi Belajar.” http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_belajar
“Peter M. Senge: Organisasi Pembelajar.”
http://perilakuorganisasi.com/peter-m-senge-organisasi-
pembelajar.html
http://www.mindtools.com/pages/article/newTMC_91.htm unduh
28/10/2012
Suryohadiprojo, S. “Membangun Model Mental Yang Tepat.”
http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1086
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adpend_0705248_chapter2.pdf
Zulyadaini. “Model Mental dan Pemimpin.”
http://zulyadai.wordpress.com/2012/06/19/model-mental-dan-
pemimpin/
http://www.uinmalang.ac.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=1699:organisasi-
pembelajar&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210 (diunduh 26
Oktober 2012)
Rahardijanto, T.H. “Teori Sistem.” kk.mercubuana.ac.id/files/42004-7-
145163489210.doc
Idrus, A. “Teori Motivasi.” http://formasiprima.blogspot.com/2008/02/teori-
motivasi-motivasi-berasal-dari.html

28

Anda mungkin juga menyukai