Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“MENTAL MODEL”
(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan Berfikir Sistem
Kesmas yang diampuh oleh Ibu Dr. Sylva Flora Ninta Tarigan, S.H, M.Kes)

Disusun Oleh

Kelas D
Kelompok 2 :
SRI WAHYUNI SAID 811419002
RAHAYU NIODE 811419014
INDAH A. MOHAMMAD 811419007
VIVIANTY ABDUL 811419147
PUTRIANING NUR M. BAKARI 811419118
ASTRI ALPARIS 811419057
IIN RAHMAWATI S. BAITULLAH 811419107

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena telah


melimpahkan karunia- Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah yang berjudul “Mental Model” ini tepat pada waktunya.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kami berharap makalah
ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai “Mental Model” ,
sehingga mahasiswa memiliki bekal teori yang nantinya akan sangat bermanfaat
dalam melaksanakan praktik di lapangan. Kami menyadari makalah ini masih jauh
dari sempurna, Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan
datang. Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi
pembacapada umumnya, Amin.

Gorontalo, Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................3

1.3 Tujuan..........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5

2.1 Definisi Mental Model.................................................................................5

2.2 Pembentukan Mental Model........................................................................7

2.3 Hubungan Antara Mental Model dan Pemimpin.......................................11

2.4 Hubungan Antara Mental Model dan Organisasi.......................................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................22

3.1 Kesimpulan................................................................................................22

3.2 Saran...........................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai perubahan pada dekade terakhir ini digambarkan oleh banyak
ahli manajemen sebagai suatu turbulent (angin kencang yang berubah arah),
organisasi yang sangat cepat mengalami perubahan, ditambah dengan iklim
kompetisi antar organisasi yang semakin kuat menuntut organisasi apapun untuk
selalu mampu mengalami perubahan dan persaingan. Organisasi harus mampu
berkompetisi dengan sesama, juga harus mampu berkompetisi dengan lembaga
lain. Untuk mampu berkompetisi tersebut organisasi harus mampu melihat
berbagai kebutuhan dan harapan stakeholder.
Rumah Sakit sebagai suatu organisasi juga mengalami hal yang sama. Upaya
untuk selalu memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder inilah yang kemudian
menuntut Rumah Sakit untuk meningkatkan mutu layanan dan produknya. Namun
sayangnya, kebutuhan dan harapan stakeholder bukanlah merupakan sesuatu yang
bersifat statis, namun bersifat dinamis, bahkan seringkali perubahannya
berlangsung sangat cepat dan tidak berpola. Kondisi ini tentu akan sangat
memukul Rumah Sakit, jika Rumah Sakit tersebut tidak memiliki kemampuan
untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan cepat. Dengan kata lain, untuk dapat
selalu menjaga mutu produk dan layanannya Rumah Sakit juga harus memiliki
kemampuan untuk selalu berubah menyesuaikan diri dengan kondisi yang
berkembang. Rumah Sakit yang memiliki kemampuan dan kelenturan untuk
berubah tersebut hanya dapat dicapai jika Rumah Sakit tersebut memiliki
kemampuan mengelola sumber daya manusia (SDM) dengan baik.
Seperti kita ketahui bahwa Rumah sakit adalah suatu organisasi dan menurut
definisinya organisasi adalah wadah sekumpulan orang yang saling berinteraksi
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam
penyelenggaraan kegiatan organisasi, personil didalamnya akan saling berbagi
tugas, mengatur pembagian kewenangan dan tanggungjawab, membuat prosedur
kerja, aturan dan sebagainya untuk memudahkan mereka bekerja. Seorang
pemimpin akan mengarahkan, mengkoordinasikan dan menentukan keputusan

1
untuk keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, oleh
karenanya kualitas seorang pemimpin dengan kepemimpinannya sangat
berpengaruh dan penting dalam suatu organisasi.
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-
aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama ( Shared
Goal ) (Hemhiel and Coons, 1957). Pemimpin adalah seseorang yang memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, tanpa
mengindahkan bentuk alasannya, sedangkan kepemimpinan adalah proses
kegiatan memimpin.
Salah satu bentuk kepemimpinan menggunakan pendekatan perubahan adalah
“Kepemimpinan Stratejik dengan Pendekatan Organisasi Pembelajaran.”
Organisasi pembelajaran ( Learning Organization) bersumber pada konsep yang
dikemukakan oleh Peter Senge (1990), yaitu organisasi yang orang-orangnya
secara terus-menerus meningkatkan kapasitasnya untuk menciptakan hasil-hasil
yang sungguh-sungguh mereka inginkan, terus menerus mengembangkan dan
memelihara pola-pola pikir baru dan sistemik, membebaskan aspirasi-aspirasi
kolektif berkembang, dan mereka terus belajar bersama-sama secara sinerjik .
Alasan dasar untuk organisasi tersebut adalah bahwa dalam situasi perubahan
yang cepat hanya mereka yang fleksibel, adaptif dan produktif yang dapat
bertahan. Agar hal ini terjadi, ia berpendapat bahwa organisasi perlu menemukan
bagaimana memanfaatkan komitmen orang dan kapasitas untuk belajar pada
semua tingkat’ (Senge, 1990).
Teori lima disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge merupakan kunci
untuk mencapai organisasi jenis ini. Dimensi Learning Organization Peter Senge
(1999) mengemukakan bahwa di dalam learning organization yang efektif
diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar,
berkembang, dan berinovasi yakni:
1. Personal Mastery
Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar
objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang
strategis.

2
2. Mental Model
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan
prasangka atas rangsangan yang muncul.
3. Shared Vision
Komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa
paksaan.
4. Team Learning
Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan
berkesinambungan.
5. System Thinking
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Kesuksesan suatu organisasi sangat
ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara
sinergis.
Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh,
dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam
perilaku sehari-hari. Kel ima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir
bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas
pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan
meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan
mengantisipasi perubahan pada masa depan.
2.1 Rumusan Masalah
1. Apakah definisi mental model ?
2. Bagaimana proses pembentukan mental model ?
3. Bagaimana hubungan antara mental model dan pemimpin ?
4. Bagaimana hubungan antara mental model dan organisasi ?
3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi mental model
2. Untuk mengetahui proses pembentukan mental model
3. Untuk mengetahui hubungan antara mental model dan pemimpin
4. Untuk mengetahui hubungan antara mental model dan organisasi

3
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi mental model
Mental karena ia ada (exist) dalam pikiran kita dan membentuk pikiran
kita. Models karena ia kita kontrusksikan dari pengalaman kita dalam bentuk peta-
peta mental. Beberapa definisi tentang mental model yaitu:
a) Menurut Peter Senge, mental model adalah asumsi-asumsi atau generalisasi
(para dikma) yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana
kita memahami, bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang
pemimpin akan bertindak atau mengambil keputusan dalam berorganisasi
sangat dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang di milikinya, biasanya asumsi
berasal dari pengalaman-pengalaman yang di laluinya, pengalaman membentuk
pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntut dia dalam bertindak.
b) Mental Model: melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus menerus,
dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat bagaimana
gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku.
c) Model Mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan
konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan .
d) Mental Model, proses bercermin dan meneningkatkan gambaran diri tengang
dunia luar dan melihat bagamaina mereka membentuk keputusan dan tindakan.
Mental model adalah bagian dari lima disiplin dari Learning Organization oleh
Peter Senge. Learning Organization adalah usaha yang dilakukan oleh sebuah
organisasi yang melakulan proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan agar dalam
sebuah organisasi tersebut dapat tetap stabil meskipun banyaknya perubahan yang
terjadi. Dalam mewujudkan Learning Organization dapat dilakukan dengan
beberapa cara seperti training, kursus, outbond, dan lainnya. Kehidupan
merupakan suatu proses dari pertumbuhan, dan kekuatan pertumbuhan itu sendiri
adalah dengan belajar. Dengan belajar, seseorang dapat mengembangkan dirinya
kearah yang lebih baik. Proses belajar itu sendiri tidak akan berhenti karena
seseorang akan terus belajar selama hidupnya. Begitu pula dengan organisasi.
Keadaan lingkungan yang terus berubah, memaksa organisasi untuk terus

5
membenahi diri dan menghadapi perubahan dengan segala kemampuan yang telah
disiapkannya.
Mental Model Ini adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan
gambar dan gambar yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan
bagaimana kita mengambil tindakan. Kita sering tidak menyadari dampak dari
asumsi dll seperti pada perilaku kita – dan, dengan demikian, bagian mendasar
dari tugas kita adalah untuk mengembangkan kemampuan untuk mencerminkan
tindakan. Disiplin model mental dimulai dengan memutar cermin diri; belajar
untuk menggali gambar internal kita dari dunia, untuk membawa mereka ke
permukaan dan menahan mereka secara ketat untuk pemeriksaan. Hal ini juga
termasuk kemampuan untuk melakukan ‘learningful’, di mana orang
mengungkapkan pemikiran mereka sendiri secara efektif dan membuat berpikir
terbuka terhadap pengaruh orang lain. Jika organisasi adalah untuk
mengembangkan kapasitas untuk bekerja dengan model mental maka akan
diperlukan bagi orang untuk belajar keterampilan baru dan mengembangkan
orientasi baru, dan untuk mereka untuk menjadi perubahan institusional yang
mendorong perubahan tersebut. ‘Mental model yang sudah berdiri kuat
menggagalkan perubahan yang dapat berasal dari sistem pemikiran.
 Peter Senge mendefinisikan model mental sebagai semua asumsi, generalisasi,
bahkan gambaran yang tersimpan kuat dalam pikiran dan perasaan sehingga
mempengaruhi segala tindakan, perilaku dan pandangan tentang kehidupan dan
dunia pada umumnya. Hubungannya dengan budaya atau kultur adalah bahwa
budaya berada pada tingkat makro, sedangkan model mental ada pada individu
dan kelompok individu atau tingkat mikro. Penelitian para pakar
menyimpulkan bahwa model mental orang Amerika Latin belum sesuai untuk
menciptakan kemajuan dan kesejahteraan.
 Stace Lindsay mengatakan dalam buku Culture Matters ( LawrenceE.Harrison
& Samuel P.Huntington, Basic Books,2000) bahwa yang diperlukan satu
bangsa untuk maju adalah model mental yang membuat dunia usaha sukses.
Sebab hanya dunia usaha sukses yang menciptakan pertumbuhan ekonomi.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk memungkinkan

6
pembiayaan pendidikan, kesehatan, pembuatan prasarana dan lainnya. Itulah
yang akhirnya menciptakan kemajuan dan kesejahteraan.
Namun yang menjadi amat menentukan adalah model mental yang mampu
membuat inovasi melalui tindakan nyata. Umumnya orang sudah memahami
bahwa harus bersikap begini dan begitu untuk maju. Akan tetapi tidak jarang
pemahaman saja tidak menghasilkan perubahan karena orang itu tidak sanggup
mengubah satu hal yang sudah lama ada padanya. Contoh yang sederhana : semua
orang paham bahwa Tepat Waktu adalah syarat bagi efektivitas usaha. Akan tetapi
sangat sedikit pemimpin di Indonesia, termasuk di kalangan muda terpelajar, yang
secara sadar dan konsisten menerapkan hal itu. Jadi pemahaman saja tidak
mengubah model mental menjadi lebih sesuai dengan kemajuan. Yang diperlukan
adalah kesediaan dan kemampuan meninggalkan model mental lama, termasuk
perilaku dan cara berpikir, yang tidak cocok dengan kemajuan; sebaliknya
menerapkan model mental baru yang sesuai dengan tuntutan kemajuan.
Kalau terjadi perubahan model mental secara luas dalam masyarakat,
maka dengan sendirinya terjadi perubahan dalam budaya bangsa. Maka perlu kita
usahakan agar terjadi perubahan atau Reformasi dalam model mental manusia
Indonesia. Usaha demikian merupakan perjuangan kongkrit membangun masa
depan. Dan ini harus dan dapat dilakukan sekalipun bangsa kita sedang
menghadapi kondisi politik dan ekonomi yang jauh dari memuaskan. Sebaliknya,
justru usaha demikian yang memberikan harapan bagi masa depan yang lebih
baik. Sebab telah terbukti kebenaran dari pepatah bahwa satu bangsa memperoleh
kepemimpinan sesuai dengan kondisinya (A nation get the leaders it deserves).
Artinya, bangsa yang terdiri dari manusia-manusia yang tangguh akan mendapat
pimpinan yang tangguh pula. Sebaliknya, kalau manusia Indonesia lemah fisik
dan mentalnya kita tak usah heran mendapat pimpinan yang tidak baik pula.

2.2 Pembentukan Mental Model


Mental Model berasal dari pengamatan dengan pengetahuan, informasi-
informasi membentuk skemata-skemata sehingga terbentuklah mindset atau yang
disebut model mental. Salah satu teori dasar pembentukan mental model adalah

7
yang disampaikan oleh Cris Argyris yaitu The Ladder of Inference atau tangga
Argyris, yang kemudian dikembangkan oleh Peter Senge. “The Ladder Of
Inference” adalah suatu proses seperti tangga dalam mengambil kesimpulan. Teori
ini berasal dari Chris Argyris kemudian dikembangkan oleh Peter Senge dalam
Learning Organization. Menurut teori ini ada tingkatan dalam mengambil
kesimpulan yaitu:
1. Reality and fact (kenyataan dan fakta)
2. Selected reality (kenyataan yang terseleksi)
3. Interpreted reality (kenyataan yang diinterprestasikan)
4. Assumtion (asumsi)
5. Conclutions (kesimpulan-kesimpulan)
6. Beliefs (keyakinan)
7. Action (bertindak)

Gambar 1. Tingkatan Pengambilan Keputusan

Dengan menerapkan the ladder inference akan membantu kita terhindar dari
membuat kesimpulan yang salah dan mengabaikan fakta-fakta . Kepustakaan lain
menyebutkan Model mental (Mental Model) adalah suatu prinsip yang mendasar
dari organisasi pembelajar. Model mental adalah suatu aktivitas perenungan yang
dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-
gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk

8
tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang
berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan
tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu
pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat
bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan
kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang
dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Model
mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau mindset.

Gambar 2: Mental Model

Gambar 3 : Mental Model

Didalam proses terbentuknya mental model terdapat hal tersebut dibawah ini,
yaitu:
a. Konstruksi : menciptakan sesuatu mencari pola dan makna yang paling semu.
b. Penghapusan : memilih dan menyaring pengalaman, menutupi beberapa bagian.

9
c. Distorsi : pengalaman yang berliku mengubah pengalaman, mengurangi dan
melengkapi bagian memberikan arti yang berbeda dengan kenyataan (reading
different meaning into it) .
d. Generalisasi : gambaran umum atas semua kejadian yang sama menciptakan
sesuatu dari pengalaman dan mempresentasikan kelompok. Selain proses tersebut
diatas, didalam pembentukan suatu model mental terdapat Teori Chris Argyris
(Teori Dewasa dan Tidak Dewasa) yang merupakan pengembangan dari Teori X
dan Y. Teori X dan Teori Y oleh Mc.Gregor berdasarkan atas penelitiannya pada
organisasi tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan
keputusan, hubungan piramida antara atasan dan bawahan, dan pengendalian kerja
ekstrenal, adalah pada hakikatnya berdasarkan atas asumsi-asumsi mengenai sifat
manusia dan motivasinya. Teori X menyatakan bahwa sebagian besar manusia
lebih suka diperintah, dan tidak tertarik akan rasa tanggungjawab, serta
menginginkan keamanan atas segalanya. Mengikuti falsafah ini maka
kepercayaaanya ialah orang-orang hendaknya dimotivasi dengan uang, gaji,
honorarium dan diperlakukan dengan sanksi hukuman. Untuk menutupi
kelemahan dari asumsi teori X itu, maka McGregor memberikan alternative teori
lain yang dinamakan teori Y. asumsi teori Y merupakan kebalikan dari teori X .
Teori Argyris menambahkan bahwa ada perbedaan antara sikap dan perilaku pada
diri seseorang. Menurut Argyris, ada tujuh perubahan yang terjadi di dalam
kepribadian seseorang jika ia berkembang ke kedewasaan.
a. Seseorang itu akan bergerak dari suatu keadaan pasif sebagai anak-anak, ke
suatu keadaan yang bertambah aktivitasnya sebagai orang dewasa .
b. Seseorang akan berkembang dari suatu keadaan yang tergantung kepada orang
lain ke suatu keadaan yang relatif merdeka sebagai orang dewasa .
c. Seseorang bertindak hanya dalam cara sedikit sebagai anak-anak, tetapi sebagai
orang dewasa ia akan mampu bertindak dalam berbagai cara .
d. Seseorang itu mempunyai minat yang tidak menentu, kebetulan dan tidak
begitu mendalam dan kuat minatnya sebagai orang dewasa .

10
e. Persfektif waktu bagi anak-anak adalah singkat, hanya melibatkan waktu kini,
tetapi sebagai orang dewasa maka perspektif waktunya bertambah menjangkau
masa lalu dan masa yang akan datang .
f. Seorang sebagai anak-anak, ia berada di bawah pengendalian setiap orang
(Subordinary to every one) .
g. Sebagai anak-anak, seseorang kurang kesadaran akan dirinya, tetapi sebagai
orang yang sudah matang ia tidak hanya sadar, tetapi mampu untuk
mengendalikan dirinya .

2.3 Hubungan Antara Mental Model dan Pemimpin


Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka
akan lebih mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki
mental mode lyang positif pula. Memiliki mental modelyang positif, menjadi
salah satu modal dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat
penting bagi seorang kepala sekolah untuk menekankan pentingnya
mengembangkanmental model yang positif. Untuk itu, dalam diklat yang
diselenggarakan bagi kepala sekolah,materi mental model perlu disampaikan
sebagai materi tambahan agar kepala sekolah tidak hanya sibuk dengan
berbagai hal terkait dengan perubahan, tetapi lupa tidak mengubah mental
modelnya.
Mental Models Untuk Pemimpin
Mental model kelihatannya lembut tetapi sebenarnya sangat kuat dalam
mempengaruhi tindakan seseorang. Mental model seorang pemimpin memberikan
pengaruh pada bawahannya. Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat
diberikan kepada bawahannya tentu saja adalah pengaruh positif. Jika pengaruh
positif yang diharapkan, berarti mental model yang dimiliki oleh pemimpin juga
harus mental model positif. Mental Models seorang pemimpin yaitu :

a. Mental Model Bagi pemimpin yang Memimpin Orang lain

Pemimpin yang kurang berhasil salah satunya adalah karena tidak menyadari akan
eksistensinya sebagai orang yang harus berada di garis depan. Ada beberapa hal

11
yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin dalam mengembangkan
mental model sehingga ia akan lebih berhasil dalam memimpin.
1) Put God at the Top Priority
Hal paling penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah meletakkan
Tuhan pada prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan mempengaruhi pemimpin
dalam mengembangkan mental model nya.
2) Fear of God
Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang
diharapkan, maka hal berikutnya adalah ‘ fear of God’. Jika hanya menempatkan
Tuhan pada prioritas utama tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka yang
muncul adalah penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang kurang memberi
pengaruh positif. Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi orang yang fear of God,
hal-hal terlarang tidak akan dilakukan sekalipun tidak ada satu orang pun yang
melihat atau memeriksa. Dia sadar bahwa sekali pun orang tidak melihat, tetapi
Tuhan melihat.
3) Be a Giver, Not a Taker
Menjadi ‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit dilakukan
jika seorang pemimpin tidak memiliki fondasi 1dan 2 di atas. Ketika yang selalu
dipikirkan pemimpin adalah menjadi a giver , maka mental model yang muncul
juga akan mengarah kesana. Mental model terkait dengan giving principle
sangat perlu dikembangkan, karena memberi merupakan kebutuhan manusia yang
paling mendasar dan bahwa dengan memberi orang akan merasa memiliki arti
dalam hidup.
4) The Seed Must Lead
Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam lembaga
tidak akan pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat sangat bagus,
bahkan cenderung sempurna. Untuk itu, terkait dengan prinsip be a giver, not a
taker, seorang pemimpin perlu melengkapi dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed
must Lead’. Hal ini diibaratkan seorang petani yang ingin menuai padi, ia harus
menabur benih padi terlebih dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah
ditabur terlebih dahulu sebagai benih. Jika pemimpin menginginkan kerja sama

12
yang baik, maka ia harus menaburkan kerjasama yang baik dengan bawahan
terlebih dahulu.
5) Unbelief Leads to Disobedience
Ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan (unbelief leads
to disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya, maka hal ini akan
membawa ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau orang lain. Interpretasi lain
dari unbelief leads to disobedience adalah jika pemimpin dapat dipercaya, maka
kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang
pemimpin untuk dapat dipercaya. Dipercaya tentu saja tidak hanya terkait dengan
masalah uang saja tetapi dengan banyak hal, misalnya dipercaya karena memiliki
tujuan yang jelas.
b. Mental Model yang Memimpin Diri Sendiri
1) Discipline your mind
Jika dibiarkan tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana,
memikirkan segala macam hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat
mempengaruhi keberhasilan seseorang, karena yang bersangkutan menjadi tidak
fokus dalam berpikir. Pikiran yang liar akan berdampak pada pembentukan
mental model yang liar juga.
2) Get rid of lustful thinking
Get rid of lustful thinking dapat digambarkan sebagai berikut. Seorang yang
membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan, sementara pada saat yang sama ia
sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan yang dikerjakan dapat berhasil
sesuai dengan yang diinginkan, maka sebenarnya ia sedang mempertentangkan
antara keberhasilan yang sedang diusahakan dengan kegagalan yang ada di
pikirannya. Dengan kata lain, ia membuka pintu dan membiarkan musuh (dalam
hal ini kegagalan) memasuki wilayah keberhasilan yang sedang diperjuangkan.
Get rid of lustful thinking juga dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran
dengan hal-hal yang kotor, negatif, tidak sopan, atau yang tidak bermanfaat, yang
akan berpengaruh pada perkataan, dan pada akhirnya tindakan.
3) Think a correct thinking and take the trash out

13
Mencegah supaya pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang negatif atau
mengarah pada kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal selanjutnya adalah
mengisi dan mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang bermanfaat, sedangkan
hal-hal yang kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal yang kotor tidak dibuang, maka
pikiran akan penuh dan sulit untuk ditambah dengan hal-hal baru yang sebenarnya
bermanfaat untuk kemajuan.
c. Mind is the leader or forerunner of all actions
Pikiran merupakan awal dari semua tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang
dilakukan seorang pemimpin adalah sebagai akibat langsung dari apa yang
dipikirkan terus menerus. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki
pikiran yang bijaksana untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang bijaksana
pula. Jika seseorang ingin maju, maka orang tersebut harus memiliki mental
model yang memampukan dia untuk memimpin diri sendiri dengan benar.
Karakter Mental Model Seorang Pemimpin
1) Jujur : Menampilkan ketulusan dan integritas dalam semua tindakannya. Dalam
hal ini perilaku manipulatif tidak akan menumbuhkan kepercayaan;
2) Kompeten : Merupakan tindakan para pemimpin yang berbasis pada akal-
fikiran, sikap dan prinsip-prinsip moral. Atau tidak membuat keputusan
berdasarkan keinginan, perasaan, atau faktor emosional lainnya yang bersifat
terlalu subyektif;
3) Berpandangan ke depan : Memiliki tujuan dan visi masa depan. Pemimpin
yang efektif membayangkan (memiliki obsesi dan imajinasi) apa yang mereka
inginkan dan bagaimana mendapatkannya. Mereka biasanya memilih prioritas
yang berasal dari nilai-nilai dasar mereka. Suatu visi harus dimiliki oleh totalitas
organisasi;
4) Menginspirasi: Mampu menunjukkan kredibilitas dan orijinalitas dalam segala
hal yang ia lakukan. Menunjukkan keteladanan dan ketahanan dalam mental, fisik,
dan stamina spiritual, yang dengan bekal kredibilitas ini seorang pemimpin akan
mudah menginspirasi orang lain untuk meraih puncak prestasi baru, dan akan
mempertaruhkan reputasinya bila diperlukan;

14
5) Cerdas : Gemar dan rakus membaca, haus belajar, dan senantiasa mencari tugas
yang menantang;
6) Adil (fairness) : Mampu menunjukkan perlakuan yang adil bagi semua orang.
Menyadari bahwa prasangka adalah musuh keadilan.Bersikap empati dan peka
terhadap perasaan, nilai-nilai, kepentingan, dan kesejahteraan orang lain;
7) Berwawasan luas: Menyukai keragaman, kaya perspektif dan memiliki
pandangan jauh kedepan;
8) Berani : Memiliki ketekunan untuk mencapai tujuan, meski menghadapi risiko
atau rintangan yang berat. Selalu menampilkan ketenangan dan kepercayaan diri
meski dalam kondisi stres;
9) Lugas : Memiliki penilaian yang baik tentang berbagai persoalan, dan
menggunakannya untuk membuat keputusan yang terbaik pada waktu yang tepat;
dan
10) Imajinatif : Mampu melakukan perubahan pada waktu yang tepat, dengan
menggunakan pemikiran, rencana, dan metode yang tepat pula. Juga mampu
menampilkan kreativitas dengan menciptakan tujuan baru yang lebih baik,
sekaligus menemukan ide inovatif dan solusi atau resolusi baru untuk
memecahkan masalah.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mental Models Pemimpin yaitu :
a. Deception
Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception ada
tiga hal yaitu :
1) Self - Deception : Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah
tidak bisa berubah. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan
pada diri sendiri. Pada kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami perubahan,
misalnya perubahan umur, perubahan dalam hal makan. Atau ada juga orang yang
selalu mengatakan: ‘ Ya….apa boleh buat, mungkin ini memang sudah nasib saya,
kondisi sudah tidak dapat diubah lagi .’ Ini adalah contoh lain dari self-
deception . Sekalipun mungkin kondisi yang dialami masih tetap sama, tetapi
seorang pemimpin harus mampu mengubah cara berfikirnya dengan mengatakan
bahwa kondisi ini masih sangat mungkin untuk berubah. Pemimpin harus

15
memiliki mental model bahwa segala sesuatu buatan manusia pada dasarnya
masih dapat diubah/berubah.
2) Deceiving Others : Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan
yang merugikan orang lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai
keuntungan pribadi, orang sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang
lain.’ Atau untuk supaya tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan
apa yang disebut sebagai ‘white lie’ . Ditinjau dari arti kata yang digunakan,
white lie is a lie . A lie atau sebuah kebohongan tetap selalu mempunyai nilai
negatif. Seorang pemimpin tidak semestinya melakukan ‘white lie’, apa pun
alasannya.
3) Deceived by Others : Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan
dari deceived by others. Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya
tidak dilakukan oleh pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu hal
yang mestinya tidak boleh terjadi pada seorang pemimpin. Dalam hal ini, seorang
pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk mengantisipasi orang lain yang
berusaha untuk menipu atau mencari keuntungan dengan memanfaatkan
kelemahannya.

b. Boundaries atau Pembatas


Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries yang
harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri. Setiap orang
perlu membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak perlu merasa
tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya . Seorang pemimpin
yang tidak membuat boundaries akan repot sendiri dan kehabisan waktu karena
harus menanggapi semua orang yang mendatanginya.
c. Making Decision
Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusa.
Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting,
kurang penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa,
dengan pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat
keputusan. Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat keputusan

16
seakurat mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak pada orang lain.
Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘ Unplug the flow of forgiveness’
mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari keputusan yang
dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting yang dapat
meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi maaf secara tulus.
Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu dalam keadaan
‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus dibuat. Sebagai
seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan dalam keadaan setengah
sadar.
d. Obedience or disobedience, both are costly
Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk hal
yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan pada
orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam
menegakkan kejujuran dan keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk
memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru lebih
memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang dalam menegakkan kejujuran di
bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi yang keras di kalangan
tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan memiliki
dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak.
Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan lebih
mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental model
yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu modal
dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi seorang
kepala Puskesmas untuk menekankan pentingnya mengembangkan mental model
yang positif. Kepala puskesmas sebagai seorang pemimpin dengan mental models
yang baik akan menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih dahulu sebelum
akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan.

2.4 Hubungan Antara Mental Mode dan Organisasi


Mental model adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi
(paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita

17
memahami, bersikap, dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi seorang
pemimpin akan bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat di
pengaruhi asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari
pengalaman-pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk
pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak. Mental
model adalah bagian dari lima disiplin dari Learning Organization oleh Peter
Sange. Learning Organization adalah usaha yang dilakukan oleh sebuah
organisasi yang melakukan proses pembelajaran. Hal ini ditujukan agar dalam
sebuah organisasi tersebut dapat tetap stabil meskipun banyaknya perubahan yang
terjadi. Dalam mewujudkan Learning Organization dapat dilakukan dengn
beberapa cara seperti training, kursus, outbond, dan lainnya. Kehidupan
merupakan suatu proses dari pertumbuhan dan kekuatan dari pertumbuhan itu
sendiri adalah dengan belajar. Dengan belajar seseorang dapat mengembangkan
dirinya kearah yang lebih baik. Proses belajar itu sendiri tidak akan berhenti
karena seseorang akan terus belajar selama hidupnya. Begitu pula dengan
organisasi. Keadaan lingkungan yang terus berubah, memaksa organisasi untuk
terus membenahi diri dan menghadapi peubahan itu dengan segala kemampuan
yang telah disiapkannya. Dengan kata lain organisasi secara tidak langsung juga
selalu mengalami proses pembelajaran.
Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun dalam
organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi
dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan, dicermati dan direvisi
pada level individual, kelompok dan organisasi. Bekerja dengan mental model
hanya akan efektif dalam kondisi yang penuh dengan keterbukaan, lingkungan
yang nyaman dan semua orang dapat mengungkapkan pendapatnya dengan bebas.
Adapun dimensi model mental meliputi :
1. Prinsip dan nilai-nilai : seluruh anggota organisasi mengetahui dan memiliki
prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dimiliki bersama.
2. Mengkaji ulang kebiasaan : mengkaji ulang nilai-nilai bersama yang ada untuk
diselaraskan dengan kondisi lingkungan.

18
3. Memperkuat kebersamaan : anggota organisasi selalu berusaha untuk
memelihara dan memperkuat kebersamaan.
Jika Organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas untuk bekerja dengan
model mental maka akan diperlukan bagi orang untuk belajar keterampilan baru
dan mengembangkan orientasi baru dan untuk mereka untuk menjadi perubahan
institusional yang mendorong perubahan tersebut. Mental model yang sudah
berdiri kuat mengagalkan perubahan yang dapat berasal dari sistem pemikiran.
Dalam organisasi pembelajaran kedisiplinan bekerja dengan model mental
dimulai dengan mengubah cermin hati, yaitu dengan belajar menggali gambaran
internal terhadap dunia, membawanya ke permukaan dan memegangnya
dengan teliti untuk pengkajian yang cermat. Seseorang dapat menyatakan pikiran
mereka dengan efektif dan pikiran tersebut terbuka terhadap pengaruh orang lain.
Dalam organisasi, banyak ide – ide terbaik tidak pernah dapat diterapkan dan
strategi brilian gagal diterjemahkan menjai tindakan. Tradisi organisasi
otoriter, memiliki ”dogma” pengelolaan, pengorganisasian dan pengendalian,
sedangkan dalam organisasi pembelajar, memiliki ”dogma” visi, nilai dan
model mental. Menurut Peter M. Senge, perusahaan yang sehat adalah
perusahaan yang dapat menyusun cara untuk membawa seluruh anggota
organisasi untuk bersama – sama mengembangkan kemungkinan yang paling
baik dari model mental untuk menghadapi setiap situasi dengan mudah.
Mengembangkan kemampuan organisasi untuk bekerja dengan model mental
melibatkan :
(1) mempelajari ketrampilan–ketrampilan baru, dan
(2) mengimplementasikan inovasi – inovasi institusional yang membantu
membawa ketrampilan tersebut ke dalam praktek yang reguler.
Konstruk dari model mental digambarkan melalui teori individual model
mental yang digunakan untuk menjelaskan fungsi atau pemahaman kognitif
individu. Pada level individual, model mental merujuk pada struktur elemen
pengetahuan dan hubungan antara elemen – elemen tersebut. Struktur tersebut
memunculkan mekanisme individu yang dapat menjelaskan fungsi dan bentuk
tugas, menjelaskan dan mengobservasi integrasi tugas dan mengantisipasi tugas

19
ke depan yang diminta. Kajian pengaruh Kuasa mengkaji perluasan konsep
individual model mental ke dalam domain kinerja tim, dengan mengajukan
hipotesa bahwa kinerja tim merupakan fungsi anggota tim yang memiliki harapan
akan tugas atau individu lain yang melingkupi. Model mental yang dibagikan/
ditularkan (shared mental model) menunjukkan adanya pengetahuan yang
dibagikan tentang tim dan tujuannya, baik yang menyangkut informasi umum
tentang aturan – aturan dalam tim, pola – pola perilaku maupun pola interaksi.
Untuk mengukur model mental yang dibagikan dalam suatu tim kerja, ada tiga
elemen yang dalam model mental yaitu pengetahuan, perilaku dan sikap, dimana
ketiga elemen tersebut diukur melalui :
(1) Proses informasi menjelaskan bagaimana anggota tim merasakan,
memproses atau memberikan reaksi terhadap rangsangan dari luar dirinya.
(2) Pengorganisasian Informasi bahwa elemen penting dalam berbagi model
mental adalah bagaimana anggota tim mengelola atau membangun
pengetahuan tentang tugas, peralatan, tim atau aturan tentang tim.
(3) Berbagi Sikap. Sikap sebagai suatu yang unik dalam konteks tim, memiliki
dampak langsung pada interaksi proses tim dan efektivitas tim. Sikap dalam tim
sangat kuat pengaruhnya terhadap proses tim dan kinerja tim.
(4) Berbagi Harapan Komponen perilaku dalam berbagi mental model, terdiri
dari sejumlah keterkaitan kemempuan pada level tim, yaitu :
a. Tim dapat berbagi aktivitas yang sudah ditentukan atau didiagnose ditentukan
atau didiagnose terlebih dahulu, seperti : penetapan keputusan secara hirarkis
dalam tim militer, setiap anggota tim mungkin mengamati aspek yang berbeda
dalam lingkungan, mencari tanda – tanda yang berbeda terhadap masalah
potensial atau yang mengancam tim.;
b. Anggota tim dalam berbagi mental model, dapat diwujudkan melalui
kesediaan berbagi harapan yang menunjukkan tendensi perilaku dari anggota tim.
Supervisor sebagai pimpinan unit kerja terkecil dalam suatu organisasi, memiliki
peranan dalam mengembangkan model mental yang saling dibagikan antar
anggota tim. Dari hasil paparan di atas, dapat dibuat sintesa bahwa model
mental supervisor merupakan gambaran internal supervisor yang ditunjukkan

20
melalui ide dan keyakinan supervisor tersebut untuk digunakan sebagai
pedoman dalam berinteraksi dengan anggota timnya dalam organisasi.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Model mental secara tidak sadar mempengaruhi dan membentuk
bagaimana kita dalam bertindak dan memandang suatu kejadian yang ada
disekeliling kita. Dua orang yang berbeda mental model akan menggambarkan
suatu kejadian yang sama secara berbeda. Cara mental model membentuk persepsi
sangat penting dalam manajemen. Mental model yang sudah melekat akan
menghambat terjadinya perubahan perubahan dalam individu dan organisasi.

3.2 Saran
Bagi kita tenaga kesehatan sangat penting untuk mengetahui teori mental
Model karena berguna untuk memberikan gambaran tentang kejadian tertentu di
sekililing kita dan menjadi modal utama dalam membentuk persepsi dalam sebuah
manajemen kesehatan.

22
DAFTAR PUSTAKA
Hidaryani, Wahyu. (2018). Mental Model dan Bekal Pemimpin untuk Perubahan.
Bengkulu : Universitas Muhammadiyah Bengkulu. ( Dikutip tanggal 23
Februari
2021) http://wahyuhidaryani.blogspot.com/2018/01/vbehaviorurldefaultvm
lo.html

Idrus, Aschar. 2008. Teori motivasi.


http://formasiprima.blogspot.com/2008/02/teori-motivasi-motivasi-
berasal-dari.html?m=1 ( diakses tanggal 24 Februari 2021 ).

Martuti. 2014. Kubik Leadership bagi Pemimpin Perubahan.


https://www.academia.edu/31843088/Kubik Leadership Bagi Pemimpin
Perubahan. (Diakses pada tanggal 26 Februari 2021)

Nusanti, Irene. (2013). Mental Model Untuk Pemimpin. Yogyakarta :


Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta. (Di kutip tanggal 23
Februari 2021) https://studylibid.com/doc/496007/mental-model-untuk-
pemimpin
Rininta Andriani. 2017. Mental Model Untuk Pemimpin.
http://www.academia.edu/24224591/ Mental_Model Untuk Pemimpin
Aplikasi Model Pendekatan kepemimpinan di Puskesmas . (Diakses pada
tanggal 26 Februari 2021)
Senge, P,M. 2012. Organisasi Pembelajar. (Diakses pada 27 maret 2012)
http://perilakuorganisasi.com/peter-m-senge-organisasi-pembelajar.html

Suryohadiprojo, S. 2000. Membangun Mental Model yang Tepat. (Diakses pada


09 june 2000) https://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1086
Zulyadaini. 2012. Model mental dan pemimpin. https://zulyadai-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/zulyadai.wordpress.com/2012/06/19/model-
mental-dan-pemimpin/amp/?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQHKAFQArABIA%3D
%3D#aoh=16141812143336&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https
%3A%2F%2Fzulyadai.wordpress.com%2F2012%2F06%2F19%2Fmodel-
mental-dan-pemimpin%2F ( diakses tanggal 24 Februari 2021 ).

23

Anda mungkin juga menyukai