16
Martince Novianti Bani
BAB II
SISTEM PERHITUNGAN KOORDINAT
Capaian Pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, mahasiswa maupun pembaca dapat mengetahui dasar
matematika ukur tanah, menyebutkan macam sistem koordinat dan kuadran yang berlaku dalam Ukur
Tanah, mengetahui rumus dasar perhitungan koordinat, jarak antara dua titik dan azimuth. Selain itu,
mahasiswa juga mampu menghitung koordinat dari sejumlah data ukuran.
17
Martince Novianti Bani
𝒂
1. 𝒔𝒊𝒏 𝑨 =
𝒃
𝒄
2. 𝒄𝒐𝒔 𝑨 = 𝒃
𝒂
3. 𝒕𝒈 𝑨 = 𝒄
𝒃 𝟏
4. 𝒄𝒐𝒔𝒆𝒄 𝑨 = 𝒂 = 𝐬𝐢𝐧 𝑨
𝒃 𝟏
5. 𝒔𝒆𝒄 𝑨 = 𝒄 = 𝐜𝐨𝐬 𝑨
𝒄 𝟏
6. 𝒄𝒐𝒕𝒈 𝑨 = 𝒂 = 𝐭𝐠 𝑨
Sedangkan dalam aplikasi ukur tanah, jenis-jenis segitiga yang dideskripsikan pada Tabel 2.1
berikut ini juga sering digunakan.
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, segitiga yang sering digunakan selain segitiga siku-siku yaitu segitiga
tumpul dan segitiga sudut lancip, seperti yang direpresentasikan oleh Gambar 2.2 dan Gambar 2.3.
18
Martince Novianti Bani
C
C
a
b b
a
A c B A B
c
Selain itu, segitiga pada Gambar 2.2 dan Gambar 2.3 juga berlaku rumus sesuai kaidah-kaidah
berikut ini:
a. Kaidah sinus
𝒂 𝒃 𝒄
= = =𝟐𝑹
𝐬𝐢𝐧 𝑨 𝐬𝐢𝐧 𝑩 𝐬𝐢𝐧 𝑪
R merupakan jari-jari lingkaran yang mengintarinya atau disebut juga lingkaran luar.
b. Kaidah cosinus
𝒂𝟐 = 𝒃𝟐 + 𝒄𝟐 − 𝟐 𝒃𝒄 𝐜𝐨𝐬 𝑨
**Catatan: Jika A tumpul, 𝒄𝒐𝒔 𝑨 = − 𝒄𝒐𝒔 (𝟏𝟖𝟎° − 𝑨)
c. Kaidah luas
𝟏
Luas segitiga 𝑨𝑩𝑪 = 𝟐 𝒂𝒃 𝐬𝐢𝐧 𝑪
𝟏
= 𝟐 𝒂𝒄 𝐬𝐢𝐧 𝑩
𝟏
= 𝟐 𝒃𝒂 𝐬𝐢𝐧 𝑨
19
Martince Novianti Bani
2.2 Sistem Koordinat
Suatu obyek di permukaan bumi dapat ditentukan posisi atau kedudukannya sehingga
diperlukan suatu sistem koordinat untuk mendeskripsikan posisi objek tersebut. Sistem koordinat
merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengidentifikasi letak atau posisi titik-titik di
permukaan bumi terhadap acuan atau pedoman tertentu yang didefinisikan berdasarkan
parameter tertentu. Posisi yang dimaksudkan merupakan kedudukan titik tersebut dalam dimensi
ruang yang secara umum terdiri atas posisi horizontal dan posisi vertikal (ketinggian) yang
berpedoman pada bidang referensi atau datum tertentu. Posisi horizontal suatu objek di lapangan
dapat dinyatakan dalam dua sistem koordinat yaitu:
1. Sistem koordinat kartesian
Berdasarkan sistem ini, posisi suatu titik atau obyek ditentukan jaraknya sepanjang sumbu
horizontal (ABSIS (X)) dan sumbu vertikal (ORDINAT (Y)). Dalam satuan panjang (jarak), tiap
sumbunya diletakkan saling tegak lurus satu terhadap yang lainnya, sehingga titik potongnya
merupakan pusat salib sumbu koordinat (0,0). Dengan demikian maka sistem ini menggunakan
pasangan koordinat (𝑿, 𝒀) secara berturut-turut untuk menentukan lokasi titik-titik di lapangan.
Gambar 2.4 merupakan representasi dari sistem koordinat kartesian.
y
(-1,2)
(2,1)
(-3,-1)
(1,-2)
20
Martince Novianti Bani
Sistem koordinat yang digunakan dalam Ukur Tanah yaitu sitem koordinat kartesian (siku-
siku) yang berpedoman pada sumbu Y positif dan berorientasi paralel terhadap arah UTARA PETA.
Oleh karena itu, jika dalam suatu proses pengukuran di lapangan jika diperlukan penambahan
sejumlah titik baru atau menginginkan untuk dilakukan peningkatan kerapatan titik yang telah ada,
maka posisi titik baru tersebut harus mempunyai sistem yang sama dengan titik yang telah ada
sebelumnya. Sehingga dalam prosenya harus ada hubungan matematis dan geometris antara titik
yang akan ditentukan koordinatnya dan titik yang telah terdefinisi koordinatnya.
21
Martince Novianti Bani
Gambar 2.6 merupakan ilustrasi kuadran dan sistem Koordinat Kartesian 2 dimensi baik
untuk Ukur Tanah maupun untuk matematika (geometri analitik)
Y+ axis Y+ axis
th nd
4 quadrant st 2 quadrant st
1 quadrant 1 quadrant
Y- axis Y- axis
(a) (b)
Gambar 2. 6 (a) sistem kuadran dalam ukur tanah dan (b) sistem kuadran dalam geometri
Contoh:
Diketahui sebuah titik di lapangan dengan notasi titik A memiliki koordinat 𝑿𝑨 = 𝟏𝟎𝟓. 𝟑𝟔𝟔; dan
𝑿𝑩 = −𝟓𝟑. 𝟑𝟓𝟓 meter. Jika dari hasil pengukuran diperoleh jarak datar AB; 𝒅𝑨𝑩 = 𝟏𝟑𝟓. 𝟖𝟓𝟓 meter
22
Martince Novianti Bani
dan Azimuth AB; 𝑨𝑩 = 40015 ’00". Maka hitunglah koordinat di titik B dan gambarkan posisi A dan
B dalam skala tertentu.
Penyelesaian:
𝑿𝑩 = 𝑿𝑨 + (𝒅𝑨𝑩 . 𝒔𝒊𝒏 𝜶𝑨𝑩 )
= 105.366 + (135.855 sin 400 15’ 00”)
= 105.366 + (87.779)
= 193.145 meter
𝒀𝑩 = 𝒀𝑨 + (𝒅𝑨𝑩 . 𝐜𝐨𝐬 𝜶𝑨𝑩 )
= -53.355 + (135.855 cos 400 15’ 00”)
= -53.355 + (103.688)
= 50.333 meter
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan azimuth untuk memastikan hasil
hitungannya yaitu:
Jika ∆𝑿 > 𝟎 (positif) dan ∆𝒀 > 𝟎 (positif), maka 𝜶𝑨𝑩 = hasil dari calculator
Jika ∆𝑿 > 𝟎 (positif) dan ∆𝒀 < 𝟎 (negatif), maka 𝜶𝑨𝑩 = hasil dari calculator +𝟏𝟖𝟎
Jika ∆𝑿 < 𝟎 (negatif) dan ∆𝒀 < 𝟎 (negatif), maka 𝜶𝑨𝑩 = hasil dari calculator +𝟏𝟖𝟎
Jika ∆𝑿 < 𝟎 (negatif) dan ∆𝒀 > 𝟎 (positif), maka 𝜶𝑨𝑩 = hasil dari calculator +𝟑𝟔𝟎
23
Martince Novianti Bani
Contoh:
Diketahui koordinat pada titik A, B, C dan D seperti data pada tabel di bawah ini:
No. X (meter) Y (meter)
A + 100.000 +75.000
B +150.000 +100.000
C +50.000 -75.000
D -50.000 -100.000
Penyelesaian:
a. Sketch
𝑿𝑩 −𝑿𝑨
b. 𝜶𝑨𝑩 = 𝒂𝒓𝒄 𝒕𝒂𝒏 𝒀𝑩 −𝒀𝑨
𝟏𝟓𝟎.𝟎𝟎𝟎−𝟏𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎
= 𝒂𝒓𝒄 𝒕𝒂𝒏 [ 𝟏𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎−𝟕𝟓.𝟎𝟎𝟎 ]
= 𝟔𝟑𝟎 𝟐𝟔′𝟎𝟔" (karena x > 0 dan y > 0, maka 𝟎𝟎 < 𝜶𝑨𝑩 < 𝟗𝟎𝟎 )
= (𝟕𝟓°𝟓𝟕’𝟓𝟎” + 𝟏𝟖𝟎°)
= 𝟐𝟓𝟓𝟎 𝟓𝟕′𝟓𝟎" (karena x < 0 dan y < 0, maka 𝟏𝟖𝟎𝟎 < 𝜶𝑨𝑩 < 𝟐𝟕𝟎𝟎)
24
Martince Novianti Bani
𝑿 −𝑿
d. 𝜶𝑶𝑪 = 𝒂𝒓𝒄 𝒕𝒂𝒏 𝒀𝑪 −𝒀 𝑶
𝑪 𝑶
𝟓𝟎.𝟎𝟎𝟎−𝟎.𝟎𝟎𝟎
= 𝒂𝒓𝒄 𝒕𝒂𝒏 [−𝟕𝟓.𝟎𝟎𝟎−𝟎.𝟎𝟎𝟎]
3500 45′
1300 4′ B
N
2200 41′
400 41′
400 41′
25
Martince Novianti Bani
2.4.3 Perbandingan Azimuth dan Bearing
Bearing merupakan sistem lain untuk menunjukan arah sebuah garis. Bearing sebuah garis
didefinisikan sebagai sudut horizontal antara meridian referensi (north – utara) dan garis tersebut.
Sudut yang diamati baik dari utara atau selatan maupun timur atau barat, lebih kecil dari 900 . Huruf
N atau S yang mendahului nilai sudut dan E atau W yang mengikutinya menunjukan letak
kuadrannya. Jadi bearing disdeskripsikan mencakup kuadran dan sudutnya. Contohnya N790 E.
N
Referensi
D
0 Meridian
30
700
A
O
W E
550
C 350
B
S
Contoh:
Dilakukan pengamatan di lapangan dan diketahui azimuth dari hasil pengamatan tersebut
yaitu 1380 35′ 15". Maka hitunglah sudut bearingnya.
Penyelesaian:
Perhatikan azimuth hasil pengamatan di lapangan berada pada kuadran ke-2, maka
𝑏𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 = 1800 − 1380 35′ 15"
𝑏𝑒𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔 = 410 24′ 45"
26
Martince Novianti Bani
Contoh:
1. Dilakukan survey di lapangan dan diperoleh sudut beraring 𝐍𝟑𝟖𝟎 𝟏𝟓′𝑾. Maka berapakah
sudut azimuthya?
Penyelesaian:
Diketahui bearing berada pada kuadran IV (North-West), maka azimuthnya adalah
𝛼 = 3600 − 380 15′
𝛼 = 3210 45′00"
Selain itu jika berdasarkan gambar 2.7 maka dapat dihitung pula bearing BC dan CD, di
mana bearing garis AB adalah N400 41′W dan sudut pada B diputar searah jarum jam(ke kanan) dari
garis BA adalah 1300 4′. Sehingga sudut bearing pada garis 𝐵𝐶 = 1800 − (400 41′ +1300 4′) =
90 15′, atau N90 15′W. Sedangkan sudut searah jarum jam pada C dari B ke D, diamati sebesar 850 00′
atau CD = 750 45′ + 90 15′ = 850 00′. Sehingga bearing CD = 850 00′ − 90 15′ = 750 45′ atau
S750 45′𝑊. Dengan demikian azimuth CD = 1800 + 750 45′ = 2550 45′. Teknik perhitungan ini
dapat digunakan untuk perhitungan bearing selanjutnya.
N
C
𝑁90 15′𝑊N
C
S750 45′W 90 15′
D 850 00′
1300 4′ B 0
75 45′ N
N
400 41′
N90 15′W
0
𝑁400 41′W 40 41′ 90 15′
B
A
(a) (b)
27
Martince Novianti Bani