Anda di halaman 1dari 23

Salma widya

Keperawatan 3A
ASKEP HEMATOLOGI

1. Jelaskan Pengertian, etiologi , tanda dan gejala, patofisiologi dari DHF, Anemia dan
Leukimia
2. Buat Pathway DHF, Anemia dan Leukimia sampai menemukan masalah Keperawatan nya
3. Jelaskan Pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan DHF, Anemia dan Leukimia
4. Asuhan keperawatan pasien DHF, Anemia dan Leukimia, secara singkat (Pengkajian,
Diagnosa,Intervensi)
5. Kumpulkan maksimal 1 hari sebelum pembelajaran
JAWAB:
1.1 Pengertian, etiologi , tanda dan gejala, patofisiologi dari DHF
 Definisi
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue hemorrhagic fever
disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma
yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif &
Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan orang dewasa
yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot
dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut
ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
 Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
serotipe terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain
tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4
serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma 2015).
 Tanda dan gejala
Manifestasi klinis pada penderita DHF antara lain adalah (Nurarif & Kusuma 2015) :
a. Demam dengue Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1) Nyeri kepala
2) Nyeri retro-orbital
3) Myalgia atau arthralgia
4) Ruam kulit
5) Manifestasi perdarahan seperti petekie atau uji bending positif
6) Leukopenia
7) Pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan DD/DBD yang sudah di
konfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
b. Demam berdarah dengue Berdasarkan kriteria WHO 2016 diagnosis DHF ditegakkan bila
semua hal dibawah ini dipenuhi :
1) Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifastik
2) Manifestasi perdarahan yang berupa :
a) Uji tourniquet positif
b) Petekie, ekimosis, atau purpura
c) Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan
d) Hematemesis atau melena
3) Trombositopenia

 Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal tersebut
akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga menyebabkan
(pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain
itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan
perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan
hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi 16 akibat dari penurunan produksi trombosit
sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani 2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti petekia
atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya kehilangan kemampuan
tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal tersebut dapat
menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan menimbulkan syok. Masa virus
dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di
seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain
yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali
(Murwani 2018).

1.2 Jelaskan Pengertian, etiologi , tanda dan gejala, patofisiologi dari Anemia
 Definsi
Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel darah merah yang
mengakibatkan penurunan jumlah hemoglobin dan hematokrit di bawah 12 g/dL. Asupan
protein dalam tubuh sangat membantu penyerapan zat besi, maka dari itu protein bekerja
sama dengan rantai protein mengangkut elektron yang berperan dalam metabolisme energi.
Selain itu vitamin C dalam tubuh harus tercukupi karena vitamin C merupakan reduktor,
maka di dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk ferro sehingga lebih
mudah diserap. Selain itu vitamin C membantu transfer zat besi dari darah ke hati serta
mengaktifkan enzim-enzim yang mengandung zat besi. (Brunner & Suddarth, 2000:22)
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Hb) atau
hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia menunjukan suatu status penyakit atau perubahan
fungsi tubuh. Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin
yang berada tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
Secara laborotoris, anemia dijabarkan sebagai penurunan kadar hemoglobin serta hitung
eritrosit dan hematokrit dibawah normal (Handayani & dapat menggunakan Haribowo,
2008).
 Etiologi
Etiologi anemia bergantung pada apakah anemia tersebut bersifat hipoproliferatif (yaitu
jumlah retikulosit terkoreksi <2%) atau hiperproliferatif (yaitu jumlah retikulosit terkoreksi
>2%).
Anemia hipoproliferatif dibagi lagi berdasarkan volume sel rata-rata menjadi anemia
mikrositik (MCV<80 fl), anemia normositik (MCV 80-100 fl), dan anemia makrositik
(MCV>100 fl).

 Tanda dan gejala

1) Gejala anemia
Secara klasik tergantung pada tingkat kehilangan darah. Gejala biasanya meliputi hal
berikut:
 Kelemahan
 Kelelahan
 Kelesuan
 Kaki gelisah
 Sesak napas, terutama saat beraktivitas, mendekati sinkop
 Nyeri dada dan berkurangnya toleransi olahraga- dengan anemia yang lebih parah
 Pica- keinginan untuk makan zat yang tidak biasa dan bukan makanan
 Anemia ringan mungkin tidak menunjukkan gejala
2) Tanda-tanda anemia
 Kulit mungkin terasa dingin saat disentuh
 Takipnea
 Hipotensi (ortostatik)
 HEENT:
o Konjungtiva pucat
o “Boxcars” atau “sosisaging” vena retina: menunjukkan hiperviskositas
yang dapat dilihat pada myelofibrosis
o Penyakit kuning- peningkatan bilirubin terlihat pada beberapa
hemoglobinopati, penyakit hati dan bentuk hemolisis lainnya
o Limfadenopati: sugestif terhadap limfoma atau leukemia
o Glossitis (radang lidah) dan cheilitis (bengkak di sudut mulut):
kekurangan zat besi/folat, alkoholisme, anemia pernisiosa

 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat
kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui.
Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endotel, terutama
dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang terbentuk
dalam fagositi akan masuk aliran darah. Kapan sel darah merah mengalami terkirim dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Kapan konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas hemoglobin plasma, maka hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan ke dalam kencing. Pada dasar gejala anemia timbul karena dua hal, yaitu anoreksia
organ targetkarena berkurang jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia. Kombinasi kedua penyebab ini akan
menimbulkan gejala yang disebut sindrom anemia (Handayani, 2008).
1.3 Jelaskan Pengertian, etiologi , tanda dan gejala, patofisiologi dari Leukimia
 Definisi
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang, yang
menyebabkan proliferasi salah satu jenis sel darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain.
Sel-sel kanker ini mengalami proliferasi tanpa terkendali dan menghambat semua sel darah
lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal dan pada akhirnya sel-sel abnormal
ini akan tertimbun di sumsum tulang (Corwin, 2009).
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. (Nurarif and Kusuma, 2015) .
 Etilogi
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :
a. Faktor genetik : virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell
Leukemia – Lymphoma Virus/HLTV)
b. Radiasi
c. Obat-obat imunosupresif, obat-obat kardiogenik seperti diethylstilbestrol
d. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
e. Kelainan kromosom, misalnya pada down sindrom
Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian besar jenis
leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan kimia tertentu
(misalnya benzena) dan pemakaian obat anti kanker, meningkatkan resiko terjadinya
leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindrom Down dan
sindrom Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.. (Nurarif and Kusuma, 2015).
 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala leukimia (Kementerian Kesehatan RI, 2011) :
a. Pucat, lemah, anak rewel, nafsu makan menurun
b. Demam tanpa sebab yang jelas
c. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening Mata menonjol
d. Kejang sampai penurunan kesadaran
e. Perdarahan kulit (petekie, hematom) dan atau perdarahan spontan (epistaksis, perdarahan
gusi)
f. Nyeri tulang pada anak. Seringkali ditandai pada anak yang sudah dapat berdiri dan
berjalan, tiba-tiba tidak mau melakukannya lagi, anak lebih nyaman untuk digendong.
g. Pembesaran testis dengan konsistensi keras
 Patofisiologi
LLA dicirikan oleh proliferasi limfoblas imatur. Pada tipe leukemia akut, kerusakan mungkin
pada tingkat sel punca limfopoetik atau prekursor limfoid yang lebih muda. Sel leukemia
berkembang lebih cepat daripada sel normal, sehingga menjadi crowding out phenomenon di
sumsum tulang. Perkembangan yang cepat ini bukan disebabkan oleh proliferasi yang lebih
cepat daripada sel normal, tetapi sel- sel leukemia menghasilkan faktor-faktor yang selain
menghambat proliferasi dan diferensiasi sel darah normal, juga mengurangi apoptosis
dibandingkan sel darah normal. Perubahan genetik yang mengarah ke leukimia dapat
mencakup:
1) Aktivasi gen yang ditekan (protogen) untuk membuat onkogen yang menghasilkan suatu
produk protein yang mengisyaratkan peningkatan proliferasi.
2) Hilangnya sinyal bagi sel darah untuk berdiferensiasi,
3) Hilangnya gen penekan tumor yang mengontrol proliferasi normal.
4) Hilangnya sinyal apoptosis.(Yenni, 2014)

3. Jelaskan Pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan DHF, Anemia dan Leukimia


3.1 DHF
 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang mungkin dilakukan pada penderita DHF antara lain adalah
(Wijayaningsih 2017) :
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu dijumpai pada DHF merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma
b. Uji Serologi = Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test) Uji serologi didasarkan atas
timbulnya antibody pada penderita yang terjadi setelah infeksi. Untuk menentukan kadar
antibody atau antigen didasarkan pada manifestasi reaksi antigen-antibody. Ada tiga kategori,
yaitu primer, sekunder, dan tersier
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan pada
kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi darah angsa oleh
virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Menggunakan
metode plague reduction neutralization test 21 (PRNT). Plaque adalah daerah tempat virus
menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel di sekitar yang tidak terkena
infeksi.
e. Uji ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination Inhibition (HI). Dan bahkan
lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah mendeteksi adanya antibody
IgM dan IgG di dalam serum penderita. f. Rontgen Thorax : pada foto thorax (pada DHF
grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di dapatkan efusi pleura.
 Penatalaksana
Dasar pelaksanaan penderita DHF adalah pengganti cairan yang hilang sebagai akibat dari
kerusakan dinding kapiler yang menimbulkan peninggian permeabilitas sehingga
mengakibatkan kebocoran plasma. Selain itu, perlu juga diberikan obat penurun panas
(Rampengan 2017). Penatalaksanaan DHF yaitu :
a. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan gambaran klinis maupun fase, dan untuk diagnosis DHF
pada derajat I dan II menunjukkan bahwa anak mengalami DHF tanpa syok sedangkan pada
derajat III dan derajat IV maka anak mengalami DHF disertai dengan syok.
b. Penatalaksanaan Dengue Hemorrhagic Fever Dengan Syok

3.2 Anemia
 Penunjang
1. tes darah lengkap
2. pemeriksaan sel darah merah
3. pemeriksaan kadar zat besi, ferritin,vitamin B12, tes diagnostic tambahan
4. melakukan pengujian pada sampel tulang sumsum unruk mendeteksi anemia
5. tranfusi darah
6. imunoterapi
7. transplantasi sumsusm tulang
 Penatalaksana
Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien dengan anemia yaitu :
1. Memperbaiki penyebab dasar.
2. Suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, besi) 3. Transfusi darah.

3.3 Leukimia
 Penunjang
1 Darah tepi : Adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang – kadang menyebabkan
gambaran darah tepi monoton terdapat sel blast, yang merupakan gejala patognomonik untuk
leukemia.
2 Sumsum tulang : Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak
(apabila sekunder).
3 Pemeriksaan lain : Biopsi limpa, Kimia darah, Cairan serebrospinal, Sitogenik.
 Penatalaksana
1. kemoterapi
2. radioterapi
3. transpalasi sumsum tulang

 Pathway DHF
 Pathway Anemia
Defisiensi Kegagalan Destruksi SDM Pendarahan/
B12,asam folat produksi SDM berlebih hemofilia
dan besii oleh sumsum
tulang belakang

Penurunan sdm

HB berkrang

Anemia

Suplai O2 dan
nutrisi jaringan

gastrointestial Hipoksia SSP Gangguan perfusi jaringan

Penurunan kerja Mekanisme Reaksi antar syaraf


GI anaerob berkurang

Peristaltic Kerja lambung ATP Resiko cedera


menurun menurun berkurang Pusing

Makanan Asam lambung Kelelahan


sulit Energi unutk membentuk
meningkat
antibody berkurang

Konstipasi Anoreksia Intoleransi Resiko infeksi


aktivitas

Ketidakseimbangan
 Pathway leukimia Deficit
nutrisi kurang dari keperawatan diri
kebutuhan tubuh
4. Asuhan keperawatan pasien DHF, Anemia dan Leukimia, secara singkat (Pengkajian,
Diagnosa, Intervensi)
 Askep DHF
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien
dirawat di rumah sakit (Widyorini et al. 2017).
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit adalah
panas tinggi dan anak lemah
c. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak semakin
lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,
diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati, dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III. IV),
melena atau hematemesis.
d. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF anak biasanya mengalami serangan
ulangan DHF dengan tipe virus lain.
e. Riwayat Imunisasi
f. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat factor predisposisinya
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP
PPNI 2017) :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai
normal
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan pasien
mengeluh nyeri
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan)
e. Hipovolemia berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan
kebocoran plasma darah
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
g. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
h. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
i. Risiko perdarahan ditandai dengan koagulasi (trombositopenia)
j. Risiko syok ditandai dengan kekurangan volume cairan

3. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan normal/efektif
Kriteria Hasil : 1) Kapasitas vital meningkat 2) Dispneu menurun 3) Frekuensi napas
membaik
Intervensi :
Observasi a) Monitor pola napas (frekuensi, usaha napas) b) Monitor bunyi napas
tambahan (mis, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi basah) c) Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
Terapeutik d) Posisikan semi fowler atau fowler e) Berikan minum hangat f) Berikan
oksigen, jika perlu
Edukasi g) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi Kolaborasi h)
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
Kriteria Hasil : 1) Menggigil menurun 2) Kulit merah menurun 3) Suhu tubuh membaik
4) Tekanan darah membaik
Intervensi :
Observasi a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
panas, penggunaan incubator) b) Monitor suhu tubuh c) Monitor kadar elektrolit d)
Monitor haluaran urine
Terapeutik e) Sediakan lingkungan yang dingin f) Longgarkan atau lepaskan pakaian g)
Basahi dan kipasi permukaan tubuh h) Berikan cairan oral i) Lakukan pendinginan
eksternal (mis, kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila) j) Hindari
pemberian antipiretik atau aspirin k) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi l) Anjurkan tirah baring Kolaborasi m)
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
Tujuan : Diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria Hasil : 1) Keluhan nyeri menurun 2) Meringis menurun 3) Gelisah menurun 4)
Pola napas membaik
Intervensi :
Observasi a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri c) Identifikasi respons nyeri non verbal d) Identifikasi factor
yang memperberat dan memperingan nyeri
Terapeutik e) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, terapi
musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain) f) Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) g) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi h) Jelaskan strategi meredakan nyeri i) Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri j) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi k)
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
d. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (keengganan untuk makan)
Tujuan : Anoreksia dan kebutuhan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil : 1) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat 2) Frekuensi makan
membaik 3) Nafsu makan membaik
Intervensi :
Observasi a) Identifikasi status nutrisi b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan c)
Identifikasi makanan yang disukai d) Monitor asupan makan e) Monitor berat badan f)
Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik g) Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi h) Berikan
makanan tinggi kalori dan tinggi protein i) Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi j) Anjurkan posisi duduk, jika mampu k) Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi l) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis, Pereda nyeri,
antimietik), jika perlu m) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
 Askep anemia
a. Pengkajian
1) Identitas klien dan keluarga, nama, umur, TTL, nama ayah/ibu, pekerjaan ayah/ibu,
agama, pendidikan, alamat
2) Keluhan utama
3) Biasanya kien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan, kelemahan, pusing.
4) Riwayat kehamilan dan persalinan
a) Prenatal: apakah selama hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan
kehamilan berapa hari, kebiasaan pemakaian obatobatan dalam jangka waktu lama.
b) Intranasal: usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan berat
badan waktu lahir.
c) Postnatal: keadaan bayi setelah masa neonatorium, ada trauma post partum akibat
tindakan misalnya vakum dan pemberian ASI.
5) Riwayat kesehatan dahulu
a) Adanya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
b)Adanya riwayat trauma, perdarahan
c) Adanya riwayat demam tinggi d)Adanya riwayat penyakit ISPA
6) Keadaan kesehatan saat ini
a) Klien pucat, kelemahan, sesak napas, adanya gejala gelisah, diaphoresis, takikardi, dan
penurunan kesadaran.
b) Riwayat kesehatan keluarga - Riwayat anemia dalam keluarga - Riwayat penyakit-
penyakit, seperti kanker, jantung hepatitis, DM, asma, penyakit-penyakit infesi saluran
pernapasan.

 Diagnosa Keperawatan
Menurut Wijaya (2013) dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadekuat
intake makanan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(penurunan hemoglobin)
 Intervensi keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin dalam darah
Intervensi :
1) Monitor adanya darah tertentu yang hanya peka terhadap panas, dingin, tajam, tumpul
2) Monitor adanya paretase
3) Kolaborasi pemberian analgetic

2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan inadekuat


intake makanan
Intervensi :
1) Kaji adanya alergi terhadap makanan
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien
3) Anjuran pasien untuk meningkatkan inteke Fe
4) Anjuran pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5) Berikan substansi gula

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventalasi, penurunan transfer
oksigen ke paru-paru
Intervensi :
1) Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, irama. Perhatikan laporan dipsnea dan atau
pengguna otot bantu, pernafasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada.
2) Tempatkan pasien pada posisi nyaman, posisi fowler atau semi fowler.
3) Beri posisi dan bantu ubah posisi secara produktif.
4) Anjurkan atau bantu dengan tehnik relaksasi nafas dalam.
5) Evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit,
daun telingga, dan bibir).
6) Kaji respon pernafasan terhadap aktifitas, perhatikan keluhan dipsnea atau peningkatan
kelelahan. Jadwalkan periode istirahat antara aktivitas.
7) Tingkatkan tirah baring dan berikan perewatan sesuai indikasi selama eksaserbasi
akut/panjang.
8) Berikan lingkungan yang tenang

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik


Intervensi :
1) Pertimbangan budaya pasien ketika memposisikan aktivitas perawatan diri
2) Pertimbangan usia pasien ketika memposisikan aktivitas perawatan diri
3) Menentukan jumlah dan jenis bantuan yang dibutuhkan
4) Tempat duduk, sabun, deodorant, alat pencukur dan aksesoris lainnya yang dibutuhkan di
samping tempat tidur atau di kamar mandi
5) Menyediakan artikel pribadi yang diinginkan (misal deodorant, sikat gigi, sabun mandi,
sampo, lotion, dan produk aromaterapi)
6) Menyediakan lingkungan yang teraupetik dengan memastikan hangat, santai, pengalaman
pribadi, dan personal
7) Memfasilitasi gigi pasien menyikat sesuai
8) Memfasilitasi diri mandi pasien, sesuai
5. Resiko infeksi ditandai dengan penurunan hemoglobin
Intervensi :
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2) Pertahankan tehnik isolasi
3) Batasi pengunjung bila perlu
4) Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung meninggalkan
pasien
5) Gunakan sabun tangan anti mikroba untuk cuci tangan
6) Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7) Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

 Askep leukimia
1. Pengkajian
Pada tahap ini adalah tahap awal dari proses keperawatan yang sistematik dalam
pengumpulan data guna untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
Ada 2 tahapan pada pengkajian yaitu :
a. Pengumpulan Data Pada tahap ini merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi
(datadata) dari klien yang meliputi umur bio-psiko-spiritual yang komprehensif secara
lengkap dan relevan untuk mengenal klien agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan.
1) Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua
2) Keluhan Utama
Pada penderita leukimia biasanya pasien mengeluh demam, lesu, tidak nafsu makan dan
lemas, anoreksia, pucat (anemia, dan kecenderungan perdarahan)
3) Riwayat penyakit dahulu
a. Kemungkinan klien pernah menderita demam naik turun yang tidak diketahui
penyebabnya.
b. Biasanya mengalami gusi berdarah, lemas dan dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat
karena belum mengetahui tentang penyakit yang diderita.. (Samudin, 2019)
4) Riwayat kesehatan sekarang
1. Adanya pendarahan seperti: petekie, purpura, epistaksis
2. Nyeri sendi dan tulang
3. Peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, anoreksia ,mual muntah
4. Mengeluh tidak enak perut dan BAB tidak teratur (Samudin, 2019)
5) Pemeriksaan Fisik
a. Keadan umum dan Tanda-tanda vital : Tekanan darah : - pernapasan : 25x/m Nadi: 100
x/m Suhu : 36,2 C Tinggi badan & berat badan (Lubis, 2013)
b. Pernafasan (B1: Breath) Frekuensi pernapasan cepat , bersihan jalan nafas, gangguan
pola napas, suara tambahan ronchi dan wheezing.
c. Cardiovaskuler (B2: Blood) Anemis , bibir pucat , denyut nadi cepat, bunyi jantung,
tekanan darah meningkat/ menurun
d. Persarafan (B3: Brain) Kesadaran bisa menurun, pada pengkajian klien tampak
meringis karena nyeri
e. Perkemihan-eliminasi urine (B4: Bladder) Produksi urin menurun, warna berubah
menjadi pekat merupakan tanda terjadinya dehidrasi. Dehidrasi terjadi dikarenakan
penguapan panas dalam tubuh.
f. Pencernaan (B5: Bowel) Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau
tidak, palpasi abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi peristaltik usus apakah
meningkat atau tidak , mengalami diare
g. Integumen (B6: Bone) Perdarahan kulit (petekie, hematom) dan a perdarahan spontan
(epistaksis, perdarahan gusi)
h. Pemeriksaan tingkat perkembangan.
Tumbuh kembang : berat badan sesuai dengan usia 6-12 tahun : Umur (tahun)x 7-5 2
Tinggi badan : umur (tahun) x 6 x 7

2. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Penurunan konsentrasi
hemoglobin.
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi (mis.
trombositopenia)
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi,
iskemia, neoplasma)
5. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
6. Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(penurunan hemoglobin)
3. Perencanaan/ Intervensi
1) Diagnosa keperawatan
1 Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan konsentrasi hemoglobin.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka diharapkan
perfusi perifer meningkat .
Kriteria Hasil : Warna kulit pucat menurun (warna kulit yang kembali ke keadaan
normal), Nyeri ekstremitas menurun (skala nyeri menjadi 0), Akral membaik (akral
hangat kelembaban), Turgor kulit membaik (dalam waktu kurang 1 detik).

4. Intervensi :
1. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas R/ Untuk mengetahui
panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas setiap menitnya
2. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi R/ Agar
tidak menambah tingkat keparahan pada sirkulasi
3. Lakukan pencegahan infeksi R/ Agar nyeri tidak semakin parah
4. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis. melembabkan kulit kering pada
kaki) R/ Untuk mengurangi resiko infeksi pada kulit

2) Diagnosa keperawatan 2
Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi (mis. trombositopenia)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, maka diharapkan
tingkat perdarahan menurun.
kriteria hasil : Kelembaban membran mukosa meningkat, Kelembaban kulit meningkat,
Distensi abdomen menurun, Hemoglobin membaik, Suhu tubuh membaik
4. Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala perdarahan R/ mengetahui adanya tanda tanda perdarahan
2. Pertahankan bedrest R/meminimalkan resiko perdarahan
3. Anjurkan untuk meningkatkan asupan makanan R/mempercepat proses penyembuhan
4. Monitor intake dan output cairan R/ mengetahui balance cairan
5. Anjurkan pasien melapor jika ada tanda-tanda perdarahan R/ mengetahui adanya
perdarahan lain
6. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan R/menghentikan pendarahan akibat
kebocoran plasma

3) Diagnosa keperawatan 3
Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka pola tidur
membaik.
kriteria hasil : Keluhan sulit tidur menurun, Keluhan pola tidur berubah menurun,
Kemampuan beraktivitas meningkat
4. Intervensi :
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur R/ Untuk mengetahui pola aktivitas dan tidur pasien di
setiap jamnya
2. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit R/ Agar pasien mengerti pentingnya tidur
cukup selama sakit
3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. pijat, pengaturan posisi, terapi
akupresur) R/ Untuk meningkatkan kenyamanan tidur pada pasien
4. Anjurkan menghindari makan/ minuman yang mengganggu tidur 30 R/ Agar pasien dapat
tidur dengan nyenyak dan sesuai rentang waktu tidur normal

4) Diagnosa keperawatan 4
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)
Tujuan Setelah dilakukan intervensi keperawatan 3 x 24 jam maka tingkat nyeri menurun
kriteria hasil : keluhan nyeri menurun , skala nyeri berkurang 1 (0-10), meringis menurun, gelisa
menghilang / menurun, kesulitan tidur menurun
4. Intervensi :
1. Observasi tanda-tanda vital : tekanan darah nadi, pernafasan, suhu, saturasi R/ mengetahui
perkembangan dan menyakinkan perkembangan data yang akurat.
2. Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST) R/ mengetahui tingkat rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
3. Ajarkan teknik manajemen nyeri non farmakologi distraksi, relaksasi, nafas dalam R/
mengurangi rasa nyeri.
4. Berikan posisi yang nyaman R/ untuk mengurang rasa nyeri.
5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien R/ memenuhi kebutuhan pasien.
6. Anjurkan untuk cukup istirahat R/ mempercepat proses penyembuhan.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi analgetik R/ analgesik sebagai obat untuk
mengurangi rasa nyeri pasien

5) Diagnosa keperawatan 5
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (mis. infeksi, kanker)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, maka diharapkan
termoregulasi membaik.
kriteria hasil : Kulit merah menurun, Pucat menurun, Suhu tubuh membaik, Suhu kulit membaik
4. Intervensi :
1. Monitor suhu tubuh R/ Untuk dapat mengetahui perubahan suhu tubuh
2. Monitor haluaran urine R/ Agar perawat bisa memantau keadaan haluaran urine pasien
3. Longgarkan atau lepaskan pakaian R/ Agar tubuh pasien segera membaik dalam rentang
normal
4. Lakukan kompres air dingin/suhu ruangan R/ Agar meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga dapat merangsang penurun suhu tubuh
5. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena R/ Karena cairan dan elektrolit dapat
mengatur suhu tubuh pasien

6) Diagnosa keperawatan 6
Resiko infeksi ditandai dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder (penurunan
hemoglobin)
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka tingkat infeksi
menurun . (SLKI Hal. 139)
Kriteria Hasil : Nafsu makan meningkat menjadi setengah porsi, Nyeri menurun skala 2, Kadar
sel darah putih membaik menjadi 7.000 sel/µL

4. Intervensi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi dan sistemik R/agar kita bisa mendeteksi resiko infeksi lebih
awal
2. Batasi jumlah pengunjung R/agar tidak mudah terjangkit virus bakteri yang dibawa oleh
pengunjung
3. Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi R/ mempertahankan nutrisi pasien yang adekuat
4. Anjurkan meningkatkan asuhan keperawatan cairan R/agar terpenuhinya kebutuhan cairan
pasien

Anda mungkin juga menyukai