Anda di halaman 1dari 3

Aku Tak Dianggap, Lantas Mengapa Aku Harus Hidup?

Oleh : Himas Akbar Kusuma

Permasalahan yang banyak menimpa Gen-Z di era modern ini adalah permasalahan
mental. Di lansir dari Peneliti Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Organisasi Riset
Kesehatan – BRIN, Yurika Fauzai Wardhani, dari 2.112 kasus bunuh diri di Indonesia
sepanjang 2012 sampai 2023, ada 985 kasus yang terjadi pada remaja atau sekitar 46,63% dari
keseluruhan jumlah. Alasan bunuh diri yang paling mendominasi adalah karena “Romantic
Problem” (Masalah Percintaan). Selanjutnya adalah karena “Personal Problem” yang orang
lain tidak bisa memahami.

Belakangan kita dipenuhi oleh konten tiktok, instagram dan beberapa media sosial yang
membicarakan tentang berbagai masalah kehidupan. Mulai dari permasalahan, ekonomi, keluarga,
kehidupan, politik dan bahkan, diri dan asmara. Dengan kata – kata yang “bijak”, seringkali
kemudian kita nge-repost postingan tersebut. Dengan berbagai perspektif atau pandangan dalam
melihat suatu masalah, kadang-kadang atau seringkali kita merasa relate dengan apa yang
disuguhkan.

Massive-nya informasi yang tersebar dalam media sosial dewasa ini sebenarnya
memudahkan kita untuk dapat menggali informasi dengan mudah. Apalagi jika kemudian banyak
sekali perspektif atau pandangan yang membahas terkait satu permasalahan tertentu. Berbagai
pandangan ini akan menjadi informasi tandingan yang nantinya akan membentuk satu paradigma
tertentu yang dianut oleh kita. Namun apakah kemudian kita mempertanyakan, apakah pandangan
tersebut memang pandangan yang seharusnya digunakan berdasar pada nilai kebaikan manusia itu
sendiri? Atau hanya pemenuhan nafsu ego manusia? Jawaban terkait pertanyaan yang dilontarkan
adalah terletak pada pembahasan pengetahuan hingga berkaitan dengan pengelolaan emosi. Dan
tempat paling awal dimana pembahasan dan pembelajaran itu hadir adalah Rumah dan Sekolah.

“…Ada sejumlah faktor yang menyebabkan anak dan remaja mengalami gangguan kesehatan mental.
Faktor utamanya, kata dia, adalah pola pengasuhan di rumah. Kemudian faktor lain, yakni penanaman spiritual
dan nilai keagamaan di rumah kepada anak. Faktor berikutnya masih erat kaitannya dengan keluarga, yakni
teladan orang tua kepada anak...,” Diyah Puspitarini, Komisioner KPAI
Rumah, Jika kemudian kita membahas terkait permasalahan mental. Maka Rumah adalah
tempat pertama yang akan membentuk anak terhadap perkembangan mental mereka. Sesuai
dengan data lapang yang ada, rumah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak ternyata
selama ini tidak pernah memainkan perannya dengan baik. Ini didasarkan pada pola parenting
yang berbeda antara orang tua dengan kebutuhan parenting pada anak generasi modern. Perbedaan
pengatahuan ini pada akhirnya akan menghasilkan pola interaksi yang tak seharusnya. Yang pada
akhirnya akan menyebabkan anak akan merasa tidak memiliki rumah. Sehingga mereka akan
berlari pada tempat di luar yang sekiranya akan memenuhi kebutuhan eksistensial mereka. Faktor
parenting adalah salah satu dari beberapa factor yang melatar belakangi permasalahan yang ada di
rumah. Hal ini masih belum termasuk terkait permasalahan ekonomi hingga broken home. Dampak
yang kemudian berpengaruh dari pendampingan terhadap anak adalah pengelolaan emosi anak.
Lantas jika pembelajaran dan pendampingan terhadap anak kurang maksimal, apakah kemampuan
mengelola emosi juga akan berkembang dengan baik? Atau bahkan malah menyebabkan unstable
emotion pada diri anak?

“…Di samping itu, hubungan antara kesehatan mental peserta didik dan kekerasan di sekolah cukup
mengkhawatirkan dari hari ke hari. Hasil survei yang dilakukan Indonesia National Adolescent Mental Health
Survey pada 2022 menunjukkan, satu dari tiga remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia memiliki gangguan
kesehatan mental..,”

Yang kedua adalah Sekolah. Lagi-lagi peran sekolah dipertanyakan dalam permasalahan
ini. Dimana kita tahu bahwa sekolah adalah pemegang utama dari arus pendidikan yang akan
mempersiapkan para pelajar untuk menghadapi dunia dewasa nantinya. Sebenarnya, sekolah
formal sudah menyediakan tempat konseling untuk mengatasi permasalahan psikologis. Namun
dalam praktiknya Badan Konseling ini hanya untuk mengatasi murid atau pembelajar yang
dianggap “bandel”. Sehingga hal ini yang menyebabkan siswa merasa alergi untuk datang ke
badan konseling. Selain kemudian faktor kedekatan menjadi hal lain yang mempengaruhi.
Akhirnya jarak tadi menyebabkan siswa enggan untuk datang ke badan konseling. Kondisi ini
diperparah dengan budaya bullying yang ada. Dengan dalih memperkuat mental budaya ini
dilanggengkan. Tetapi apakah kemudian Namun apakah kemudian sekolah formal sebagai
pemegang pendidikan arus utama kita sudah memainkan perannya dengan baik? Atau hanya
sebagai pemenuh kebutuhan pasar ekonomi belaka? Ya, silahkan direnungkan sendiri.
“…Alasan bunuh diri yang paling mendominasi adalah karena “Romantic Problem” (Masalah
Percintaan). Selanjutnya adalah karena “Personal Problem” yang orang lain tidak bisa memahami…”

Mari kita singgung sedikit terkait alasan apa yang pada akhirnya melatar-belakangi gejala
permasalahan mental akhir-akhir ini. Apa yang menyebabkan remaja saat ini begitu nekat dalam
mengakhiri hidupnya? Dari dua permasalahan yang disebutkan diatas Romantic Problem dan
Personal Problem, dapat kita Tarik kesimpulan bahwa remaja saat ini merupakan remaja yang
haus akan validasi. Bagaimana bisa? Urusan romansa dan personal adalah urusan terkait dengan
eksistensial, dianggapnya ada individu di suatu kelompoknya atau circle nya. Sesuai dengan apa
yan dikatakan oleh Erich Fromm, Manusia adalah makhluk eksistensial, Dari sini kita bisa sedikit
memahami bahwa apresiasi yang diberikan kepada manusia merupakan suatu kebutuhan di masa
sekarang. Lalu apakah Rumah dan Sekolah serta lingkungan lainnya tidak memenuhi hal tersebut?
Perundungan dan tidak adanya tempat aman menyebabkan remaja sekarang kebingungan untuk
dapat tampil apa adanya sesuai dengan karakter mereka. Maka menjadi tak heran lagi apabila
banyak yang terjerumus ke dalam lingkungan negative karena dianggap ada dan bahkan tak banyak
pula yang berusaha mengakhiri hidupnya karena telah gelap dan putus asa dengan rasa sakit di
kehidupannya.

Lantas apa yang dapat dilakukan?

Anda mungkin juga menyukai