Anda di halaman 1dari 2

Bulan Datang Ketika Matahari Telah Lenyap dari Pandang

Oleh: Himas Akbar Kusuma

Kenapa kemudian matahari terus beredar pada garis edarnya? Apakah keseharian tidak membuatnya
bosan untuk hanya mengubah permulaannya, barat ke timur?
Hembusan nafasnya bebarengan dengan disematkannya harapan di langit dan waktu yang antah –
berantah. Belakangan makna ”ingin” dan “angan” menyeruak keluar kepala dan mencari pembedanya.
Berangkat dari kesamaan, Penggambaran di masa depan, keduanya mustahil sama. Keniscayaan pada
kehidupan dunia adalah ciri khusus pada setiap hal yang terlihat sama “Ingin” seringkali diidentikkan
dengan rasa yang berlebih pada sesuatu hal. Karena memikirkan suatu keadaan atau hal yang mereka
inginkan, kemudian mereka berusaha sekuat mungkin untuk menjadikannya nyata. Berbedea dengan angan,
penggambaran itu hanya imaji belaka dan nahasnya tak ada satupun hal yang dilangkahkan menuju pada
nya kecuali ratapan keinginan yang selalu dijeritkannya yang ia sebut dengan sematan yang sangat suci,
doa.

Manusia akhir – akhir ini enggan untuk melakukan pemaknaan pada setiap kejadian dalam
kehidupannya. Alasannya memang cukuplah rasioanal. “Hidup ini sudah biasa jika bermasalah bahkan
sedih, kenapa kemudian kita musti memaknainya? Bukankah itu hanya akan membuat kita larut di
dalamnya?” Ya, untuk kemudian membuat tenang diri kita, manusia sering melakukan pelarian atas
kesedihannya, pengalihan. Bukannya kemudian benar – benar menyembuhkan lukanya dan membuka
kemungkinan terhadap keadaan selanjutnya. Mereka lebih memilih untuk melanjutkan dengan men-tidak
apa – apa kan sakit mereka. Namun ternyata ketika realitas baru datang, bahkan untuk menghadapi mereka
tak mau. Rasa sakit itu kemudian menguasa dan membatasi hubungannya. Mereka yang mendaqu dirinya
sedang baik baik saja, berlari ketakukan sambil berteriak “Luka-ku belum sembuh. Mau kau tambahkan
aku dengan harapan yang menyakitkan.”

Mengikuti ritme alam adalah salah satu jalan yang musti ditempuh oleh manusia pula. Layaknya
Matahari yang mengikuti pola alam untuk kemudian tenggelam dan memberi gelap pada bulan agar terlihat
sinarnya. Lantas apakah manusia tak mampu untuk tak mengikuti pola? Disinilah kemudian perbedaan
manusia dengan matahari dan bulan. Karena ketidak mungkinan matahari meredupkan sinarnya sebelum
mencapai ufuk barat dan memberikan gelap pada bulan. Matahari memutuskan untuk mengikuti ritme.
Matahari juga tak pernah memberikan janji pada bulan, karena matahari mengetahui ke-fana-an untuk
meredup. Manusia, dengan bekal rasional, perasaan dan kehendak mereka kemudian menjadi makhluk yang
disemati kata “hidup”. Jikalau kemudian manusia ingin segera beranjak dari kesedihan maka manusia harus
menyadari pula bahwa ia akan mampu untuk memberikan ruang gelap pada harapan baru yang indah.
Jikalau kemudian manusia menyadari ia tak mampu memberikan ruang gelap pada harapan sesegera
mungkin, maka ia tingal mengikuti ritme kehidupan yang pastinya akan memberikan ia waktu tersendiri
untuk membuat ruang gelap itu.

Menjadi suatu ke-fana-an kemudian jika kita menggaungkan sesuatu hal, padahal untuk bernafas saja
kita sedang terengah – engah. Istirahatkan dulu langkahmu, ambil banyak – banyak nafasmu. Kemudian
berjalanlah ketika setiap rongga pada jiwamu telah dipenuhi harapan.

Anda mungkin juga menyukai