Anda di halaman 1dari 2

Kesadaran Yang Mendalam

Kira-kira makhluk mana yang tak ingin bahagia? Semesta bisa saja
melimpahkannya, tapi mampukah diri ini mendapatkannya? Kemudian, semesta
bisa juga menaruh gelapnya. Begitu pantaskah diri ini menerimanya? Demi
kesadaran yang mendalam, dunia ini berputar dalam kisah cinta dari makhluk
semesta. Mungkin seperti inikah rasanya mencintai makhluk di jagad raya?
Bagaimana bisa aku yang ibarat maya bisa terlihat bersinar di matanya, dan
bagaimana bisa dia yang berwujud nyata ingin menggenggamku? Mustahil, ini
takkan pernah terjadi.
Untuk makhluk Tuhan yang sedang jatuh cinta itu, sepertinya kita tidak
ditakdirkan bersama. Bukan, lebih tepatnya aku tidak untuk siapa-siapa. Sangat
jelas dirinya adalah angan bagiku, dan aku sekedar mimpi baginya. Aku tak
sanggup melindungi perasaannya yang tulus, aku tak mampu melihat kerendahan
hati setiap kali dia menahan kecewa, terlebih lagi aku tak bisa membuatnya
bijaksana sepanjang tak bertemu denganku. Untuk makhluk Tuhan yang sedang
jatuh cinta itu, jangan berusaha tegar mencintaiku dalam batas normal, karena
rindu takkan pernah memberimu celah untuk bernafas.
Ketika takdir mengutukku, raga ini bagaikan mata pisau yang tajam. Mana
bisa aku tidak menyakitinya meski awan putih hanya sekedar mampir. Terang
dunianya akan lenyap dalam gelapku. Mungkin dalam imajinasinya aku berupa
langit yang indah untuk dilukis, tapi sungguh aku adalah lautan rahasia yang
sangat dalam. Aku bisa kapan saja menenggelamkannya dengan pasti. Sebesar
apapun usahanya menyelam hingga dasar, maka aku akan mengumpulkan
predator laut untuk menelannya. Seberapa kuat kapal selam yang dia gunakan
untuk menyentuh kedalaman, pasti aku akan mengirimkan tsunami agar dia lekas
hilang dalam pusaran ombak.
Aku bisa berubah menjadi makhluk yang paling tulus untuknya, aku bisa
saja menjadi mentari baginya, tapi itu tidak akan pernah kulakukan. Waktunya di
alam mimpi ini sudah tidak banyak. Lekas terbangun dan lupakan segala yang
terjadi di sini!
Setelah dia terbangun, aku juga harus segera berlari. Namun bagaimana
dengan langkahku yang terlanjur mendekat? Pijakanku yang mantap sudah tak
mampu berbalik, aku tak bisa mendustai langkahku.
Bagaimana bisa aku menyalahkannya dalam setiap untaian kata ini
sedangkan dia yang di sana selalu memanjatkan do’a untukku. Aku sudah
kehabisan kata. Semua ini terlalu semu, dan yang bisa kuucapkan hanya kata
maaf. Menyakitinya saat ini adalah waktu yang tepat, mengguyurnya dengan air
hujan saat ini adalah keputusan terbaik. Aku tak sanggup mengirimnya badai dan
kilat menyeramkan di lain hari.
Menghilang dari hadapannya sekarang bisa mempercepat dia melihat
semesta yang indah. Meski sejenak terdiam dan mematung, sedetik kemudian dia
akan berkedip dan hamparan bunga akan menyambutnya. Cantiknya akan
membantu dia lupa dengan mimpi itu.
Untuk dia yang pernah melihat jalan dengan tatapan kosong. Terima kasih
telah memberi rindu sepanjang garis pelangi. Inilah aku makhluk semesta yang
mustahil kau miliki. Jangan tanya mengapa, karena tak segala hal membutuhkan
alasan.

Anda mungkin juga menyukai