Anda di halaman 1dari 3

Surat Cinta Bintang Yang Tidak Boleh Dibalas

Doaku benar-benar terkabul, Bulan. Tuhan memang selalu baik padaku, meski

patuhku pada-Nya belum sebaik dirimu. Kini saatnya kamu yang kuinginkan telah benar-

benar pergi. Pikirku benar-benar harus bahagia bukan? Karena kamu tidak harus

menderita lagi dengan misteri hidupku. Tapi Bulan, kenapa rasanya sakit sekali? Kenapa

dalam hatiku ada yang menjerit keras sekali, seperti ada bagian yang hancur namun entah

apa itu? Ini benar-benar tidak ada kaitannya dengan kehilanganmu kan?

Bulan...

Aku gemetar sekali menulis surat ini, keringat dingin membasahi seluruh tubuhku.

Bukankah melihatmu bahagia aku pun harus bahagia juga? Benar, kan? Aku harus

yakinkan diri akan hal itu.

Bulan...

Aku menangis! Hatiku merasa itu tidak benar! Rasanya aku berbuat hal yang salah

telah menghindarimu, padahal aku begitu menyukaimu. Aku terus meredam tangisanku,

aku tidak berhak menyukaimu lebih lama lagi, rasanya ada alasan yang tidak bisa

kuberitahu

Bulan...

Aku ingin sekali menyalahkan takdir yang mempertemukan kita, ini begitu

menyakitkan untukku, terlalu perih juga untuk menjauh darimu. Aku ingin sekali

menyalahkan keputusanku, mengapa harus ke tempat yang mempertemukan kita pada

akhirnya! Bahkan aku ingin sekali menyalahkanmu, mengapa harus menyukaiku dan

mengapa aku harus tertarik padamu! Aku tahu, menyalahkan hanya akan membuatku

terlihat menentang kuasa Tuhan karena kenyataannya aku sendiri pun tidak bisa lebih

dekat padamu.
Bulan, aku bisa saja bermain dan menikmati perasaan ini hingga bosan dan

berpisah, tapi aku bukan orang yang seperti itu, dan aku tahu kamu pun bukan orang yang

seperti itu. Semakin lama dan lebih dekat akan semakin sulit menghilangkan rasa itu

padamu. Ketika pada akhirnya Tuhan membuatmu pergi, aku berusaha bertanggung jawab

akan sikapku, pilihanku dengan segala resikonya. Bulan, jangan tanggapi lagi ucapanku, itu

hanya sesuatu yang ingin kusampaikan saja, aku pasti bisa melewatinya.

Bulan...

Maafkan aku membuatmu menerka-nerka, maafkan aku membuatmu kecewa,

maafkan aku membuat setiap perasaanmu berhenti di sini. Bulan ingatlah, aku bukan

seseorang yang bisa mengharapkan dicintai orang lain, apalagi memperjuangkan cinta.

Kenapa alasannya? Kamu tidak perlu tahu, yang pasti berbahagialah. Bahagialah di luar

sana, Bulan! Mengadulah pada Tuhan jika ada yang menyakitimu lagi seperti aku, karena

aku yakin Tuhan akan melindungimu.

Untuk bulan yang sedang terang di langit...

Selamat menyambut bahagia yang baru. Cintai orang yang kau cintai jangan pernah

kamu lepaskan, pesanku. Terakhir dariku, terima kasih telah melihatku lebih dulu, terima

kasih telah mengenalku lebih dulu, terima kasih telah memperhatikanku lebih dulu, terima

kasih telah tersenyum padaku lebih dulu, terima kasih telah menoleh padaku lebih dulu,

terima kasih telah mendekat padaku lebih dulu, terima kasih telah berbicara padaku lebih

dulu, terima kasih telah bertanya padaku lebih dulu, terima kasih telah meminta tolong

padaku lebih dulu, terima kasih telah membantuku lebih dulu, terima kasih telah

menyukaiku lebih dulu, terima kasih telah cemburu padaku lebih dulu, terima kasih telah

mendoakanku lebih dulu, meskipun kenyataannya doaku yang lebih dikabulkan oleh Sang

Maha Kuasa, dan yang terpenting adalah terima kasih telah bahagia lebih dulu, sehingga
rasa sakitmu lebih cepat sembuh. Mari kita berjalan dengan keputusan masing-masing,

waktu untuk perasaan kita cukupkan sampai di sini.

Untuk bulan yang sedang bersinar di sana...

Terima kasih atas segalanya, terima kasih karena pernah menanamkan cinta yang

menakjubkan di hatiku. Ini surat terakhir dariku yang tidak kuizinkan kamu balas lagi.

Bintang yang bersedia redup dari hatimu.

Pamit.

Anda mungkin juga menyukai