Anda di halaman 1dari 1

AKU KALAH

Apa orang yang memperlakukanmu dengan begitu baik harus diam-diam menjahatiku? Kudengar ia orang yang baik, pekrja keras, mau mengalah, rajin beribadah dan namun diam-diam mengungkapkan perasaannya kepada kekasihku dan itu kau. Aku kalah. Aku lengah. Sesaat setelah aku berkedip, kau lenyap. Kau keaksihku telah direnggut, perasaanmu kini terbelah. Setengah untuk orang yang begitu baik, mungkin setengah lagi hanya teruntuk kutanya-tanya. Aku tidak menyalahkanmu. Kan ku lihat kau bahagia. Hanya dulu, aku dapdat melihat hati yang penuh pada sepasang bola matamu. Sekarang aku kagok oleh karena begitu banyak ketakutan di dalamnya. Aku ingin berterpuk tangan namun takut kau tersinggung. Apakah ini pertanda untukku meniti hidup yang baru untuk seseorang yang baru? Aku tidak yakin, sebab sampai di hari ini, rindu selalu lebih kuat dari kekecewaan. Aku seperti malas memilih pengganti dengan hati yang hanya memberikan rasa kasihan. Hati yang menjerit tidak harus selalu menyerukan kesepian. Biarlah aku sendiri asal tidak memiliki yang tidak aku cintai. Ini lebih baik dari asal-asalan. Hanya dengar (mantan) kekasihku, jangan karena kau cinta aku begitu besar, cintaku jadi tidak berarti apa-apa! Kau tahu kalau kau mencintaiku, namun cintakah yang kau inginkan? Jika kau bilang kau lebih mencintaiku, lalu untuk diakah sisanya? Ah, isi hatimu dipertanyakan! Sekarang bayangkan! Jika hati kekasihku dicuri orang, akankah hatinya akan kembali dengan utuh? Karena siapakah aku yang menjawab tanyanya sendiri. Mungkin ini pelajaran bahwa ternyata ada juga cinta yang jahat, cinta yang mencari celah untuk dapat memisahkan dua hati yang sedang retak tapi ingin menyatu (kembali). Aku dan kamu yang dulu pernah menjadi kita. Baiklah, baiklah! Biar bumi berputar, waktu berjalan dan aku terpaku saja akan bayang-bayangmu. Yang baik selalu menang, yang terbaik hanya untuk dikenang. Aku kalah. ZH

Anda mungkin juga menyukai