Anda di halaman 1dari 12

NASKAH FILM

“KARTINI”

PROLOG
Apa salahnya kami sebagai wanita punya kehidupan mandiri?
Menggapai cita-cita dan memilih jalan kami sendiri
Ketidaksetaraan hak antara wanita dan pria memang bukan hal yang asing bagi semua
Kita sama-sama manusia
Hak mereka berarti hak kami juga
Kami pun punya hak untuk merdeka
Namun, mengapa hanya mereka saja yang leluasa?

Saya, Raden Ajeng Kartini


Saya menuntut hak para wanita untuk menjadi manusia

EPILOG
Mungkin perjuangan saya tidak cukup hanya ini
Namun cerita saya sudah selesai disini
Biar para wanita hebat lain yang melanjutkan
Saya yakin ada banyak wanita lain yang juga mengagumkan

Lentera pengetahuan telah terang bersinar


Tiada lagi gelap yang akan menyapa esok
Habis gelap terbitlah terang
Semangatlah para pejuang
SCENE 1
Kartini sedang duduk di hadapan ibunya
Ngasirah : Koe wis yakin karo pilihan mu?
Kartini : Apa aku boleh punya pilihan lain?

SCENE 2
Kartini berjalan menuju hadapan Bupati
Bupati : Trinil berdirilah. Duduk dekat ayah.

Kartini duduk di depan kursi Bupati


Bupati : Ndok Trinil, dino iki wis titi wantine koe dadi Raden Ayu. Rama lan ibumu
wes ngenteni lawase 16 tahun. Koe sanggup to?

Kartini hanya menunduk karena ragu

SCENE 3 /Flashback
Terdengar suara teriakan
Pak Atmo : Panggil ‘yu’, dudu ‘ibu’
Kartini : Emoh, dia ibu kita
Pak Atmo : Saiki koe anake bupati. Ayo bawa dia pergi

Bupati datang memeriksa keributan


Bupati : Ono opo iki ha?
Yayu : Ayo sembah
Pak Atmo : Jeng nil nyuwun tilem neng kamar pembantu maning, Rama
Kartini : Dia bukan pembantu, dia ibu kita

Bupati menggandeng tangan Kartini


Kartini : Trinil ingin tidur bersama ibu

Bupati berbicara kepada ibu kandung Kartini


Bupati : Bilang kepadanya, ini yang terakhir kalinya
Ngasirah : Enggeh, Kanjeng Bupati

Kartini masuk ke kamar ibunya


Kartini : Trinil mau tidur sama ibu. Trinil ga mau ibu manggil nil ‘ndoro’
Ngasirah : Nil, dengeri ibu ya. Nil harus manggil ibu yu. Dan ibu harus manggil nil
Ndoro Ajeng. Sama seperti Ndro Ajeng Kardinah. Itu sudah aturan kabupaten
nak.
Kartini : Ga mau, nil ga mau manggil ibu ‘yu’
Ngasirah : Nil mau liat ibu seneng? Cuma ini caranya yang ibu tau supaya kamu
menjadi terhormat sama seperti Ndoro Ayu Moeryam. Biar kamu bisa belajar
Kartini : Nil engga mau sekolah bu. Nil mau belajar sama ibu
Ngasirah : Tapi ibu ga bisa baca huruf belanda. Ibu ga bisa nak.
Ngasirah : Dengerin ibu ya nak. Mulai besok kamu sudah harus tidur sekamar dengan
Ndoro Ajeng Sulastri, ya?
SCENE 4
Pak Atmo meyalakan lentera kemudian mengunci pintu

SCENE 5
Ngasirah melihat Kartini merenung di kamar pingitannya

SCENE 6
Di Pendopo. Yayu mengajari Kartini cara jalan jongkok dan diawasi oleh Moeryam
Yayu : Alon-alon, jangan buru-buru
Moeryam : Ayo mesem nil
Kartini : Nggih
Yayu : Simpuh ndoro. Tumpuannya dibelakang semua. Berhenti, nah seperti ini

SCENE 7
Kartini bersama saudari-saudarinya sedang membersihkan diri
Kartini : Iki opo toh, mba?
Yayu : Tubuh perempuan itu harta yang paling berharga, harus selalu dijaga
Yayu : Tubuh kita sendiri ini yang akan membawa kita ke takdir kita
Yayu : Jemarinya lentik sekali, orangnya cantik, gemulai
Yayu : Loh Ndoro Ajeng malah sare

SCENE 8
Di Pendopo. Kartini termenung sambil memainkan gamelan, kemudian datang kakaknya
Sosrokartono : Hei, kenapa melamun? Aku punya hadiah buat kamu nil
Kartini : Kalo kamu bisa membuat nil tidak jadi Raden Ayu, iku wis iso dadi hadiah
sing paling apik, Mas
Sosrokartono : Kalo cita-cita bisa dihadiahkan, ra ono wong kayak Pandita Ramabai
Kartini : Wong tubuhnya Ramabai ga dikurung di kamar pingitan
Sosrokartono : Tubuh bisa hancur ditelan tanah atau dibakar di atas kayu bakar. Tapi
pikiranmu tidak ada batas waktunya
Kartini : Halah, omong kosong

Kartini berdiri bersiap untuk meninggalkan kakaknya


Sosrokartono : Eh bentar nil, kesini dulu

Sosrokartono mengeluarkan kunci kamarnya


Sosrokartono : Mau keluar kamar pingitan ga?
Sosrokartono : Ke kamar ku, disitu ada pintu buat keluar dari kamar pingitan

Sosrokartono berdiri dan bersiap untuk pergi


Sosrokartono : Jangan biarkan pikiranmu terpenjara. Tak kamu tunggu di Belanda
SCENE 9
Di kamar Sosrokartono. Kartini melihat buku-buku milik kakaknya

SCENE 10
Di taman. Kartini sedang menulis surat untuk kakaknya
Kartini : Kangge Kang Mas Sosrokartono yang saya tresnani di negoro Londo. Terima
kasih banyak atas hadiah yang sangat berharga ini. Panjenengan leres Kang
Mas, tidak ada yang lebih berharga selain membebaskan pikiran. Tubuh boleh
terpasung tapi jiwa dan pikiran harus terbang sebebas-bebasnya.

SCENE 11
Di taman. Kartini membaca surat balasan dari kakaknya
Sosrokartono : Adikku Trinil. Tidak ada yang lebih membahagiakan dibanding mendengar
kabar baik darimu. Aku yo seneng akhire koe nemuke kebebasanmu.
Kartini : Itu semua berkat kang mas
Sosrokartono : Aku tidak akan memberikan kalau kamu tidak memintanya
Kartini : Kang mas sing paling ngerti isine atiku
Sosrokartono : Begini nil. Apa yang kamu miliki saat ini tidak akan ada artinya kalau untuk
kamu sendiri. Kamu harus berbagi. Perubahan tidak bisa berjalan sendirian.
Kartini : Enggeh mas

SCENE 12
Moeryam membuka pintu kamar pingitan (Kartini)
Moeryam : Sudah waktunya adik-adikmu masuk pingitan
Kartini : Baik, Ibu
Moeryam : Ayo masuk

SCENE 13
Di kamar pingitan. Adik-adik Kartini sedang menyembah Kartini sesuai perintahnya
Kartini : Sejak semua kang mas dan mbak yu kita menikah, aku yang paling berkuasa
disini. Kalian tau harus menuruti siapa, kan?
Kardinah : Tau mbak yu. Tapi kalau nyembah sampai pegel seperti ini baru kali ini
Kartini : Koe ngomong apa? Pegel? Dadi Raden Ayu itu kalian harus melayani laki-
laki yang bukan pilihanmu sendiri. Memangnya kalian mau?
Kardinah : Apa tidak ada pilihan, Mbak yu?
Kartini : Ya jelas ga ada. Tapi kita bisa jadi Raden Ayu yang Berbeda.
Kartini : Sini berdiri. Ora usah panggil aku mbak yu. Ora usah nganggo boso karo aku,
panggil aku Kartini saja ya.
Kartini : Sudah saatnya awake dewek dadi diri kita sendiri. Sekarang coba baca buku
ini, bagus banget bukunya.
SCENE 14
Di dapur. Kartini, Roekmini, Kardinah, dan Yayu sedang memasak
Yayu : Perempuan kalo pintar memasak suami jadi betah dirumah
Kartini : Kalau nil masak ya buat nil sendiri dan orang yang cinta
Yayu : Kalau Ndoro Ayu punya suami ya pasti orang yang Ndoro Ayu cintai
Kartini : Nek lanange masih bunjang, ra duwe bojo, dan mendukung cita-cita nil. Pasti
nil cintai

Tiba-tiba Pak Atmo datang


Pak Atmo : Nuwun sewu. Saya diberi pesan oleh Bupati, tolong sajikan minuman untuk
tamu. Tiga, landi sedoyo
Roekmini : Londo? Londo sopo, Pak Atmo?
Pak Atmo : Kepala sekolah, Tuan Baron. Dan Asisten Residen Jepara yang baru, Tuan
Ovink-Soer dan istrinya

SCENE 15
Di ruang tamu. Bupati berbicara dengan para tamu
Bupati : Hoe gaat het met uw kind, Meneer Boron? (Apa kabar puteri anda, Tuan
boron?)
Baron : Dia sekolah di Perancis. Di sekolah pendidikan guru, itu impian dia sejak
duduk di Sekolah Dasar bersama puterimu. En hoe zit het met Kartini? Waar
gaat hij naar school? (Dan bagaimana dengan Kartini? Dia sekolah dimana?)
Bupati : Dia masih dalam masa pingitan, Tuan Baron
Ovink-Soer : Pingitan? Anda mengurung anak-anak anda dirumah, Tuan?

Kartini datang sambil membawa minuman untuk para tamu


Kartini : Ayah tidak benar-benar mengurung saya dirumah, we kunnen spelen en lezen
(Kami boleh bermain dan membaca)
Baron : Kartini adalah anak paling pintar di sekolah saya. Di usia 10 tahun dia
menulis karangan tentang Pandita Ramabai. Tien jaar, stel je voor! (10 tahun,
bayangkan!)
Marie : Kan ik het lezen? (Apakah boleh saya membacanya?)
Kartini : Saya merasa terhormat jika penulis artikel “Perempuan Modern” di majalah
De Hollandsche Leile mau membaca artikel saya
Marie : Lees jij het Hollandsche Leile magazine? (Kamu membaca majalah De
Hollandsche Leile?)
Kartini : Ja, jouw artikel is mijn inspiratie (Iya, artikel anda adalah inspirasi saya)
Marie : Saya ingin megundang puteri tuan kerumah saya, bolehkah?
Ovink-Soer : Tuan Sosroningrat bilang bahwa Kartini sedang dipingit. We moeten hun
tradities respecteren (Kita harus menghargai tradisi mereka)

SCENE 16
Di kamar Bupati. Moeryam sedang merapihkan pakaian Bupati
Moeryam : Nuwun sewu kang mas. Apakah kang mas sudah yakin untuk mengeluarkan
anak-anak dari pingitan?
Bupati : Sebernanya masih dipingit hanya diberi kelonggaran saja, tidak usah
khawatir.
SCENE 17
Di rumah Ovink-Soer. Kartini dan adik-adiknya berbincang dengan Marie yang sedang
melihat batik karya Roekmini
Marie : Ini karyamu, Roekmini?
Roekmini : Iya bu
Marie : Hebat sekali, kalian benar benar membuat aku kagum
Kartini : Ibu tolong bimbing aku supaya menjadi penulis sepertimu

Marie berdiri kemudian masuk ke dalam rumah, beberapa saat kemudian dia kembali
Marie : Tulisan ini untukmu, kamu bisa belajar dari tulisan ini (Jurnal Antropologi
dan Bahasa)
Kartini : Dank je, Mama (Terima kasih, bu)

SCENE 18
Di kamar Kartini. Kartini membaca jurnal yang diberikan oleh Marie

SCENE 19
Di ruang tamu. Baron, Ovink-Soer, dan Marie bertemu dengan Bupati untuk membicarakan
penerbitan artikel
Marie : Bolehkah saya meminta anda membaca artikel ini?
Bupati : Apakah ini atrikel anda, Nyoya?
Marie : Tidak, ini artikel puteri anda, Raden Ajeng Kartini
Ovink-Soer : Tuan Sosroningrat bagaimana jika kami kirim artikel puteri anda ke Lembaga
Kerjaan Belanda
Marie : Iya betul
Baron : Dengan izin Kartini artikel ini akan dipublikasikan dengan atas nama anda,
Tuan

SCENE 20
Kartini duduk bersimpuh di depan ayahnya .
Kartini : Maaf Romo, bukannya nil tidak mau. Nanging, opo Romo yakin seratan
nipun nil sami saene pun seratanen Kanjeng Romo Hadiningrat
Bupati : Oalah ndok, sing arep ngeregani tulisanmu yo ben wong lio. Malah Romo
sekarang mau minta izin sama kamu, Romo yang akan menerbitkan ini, boleh
kan

SCENE 21
Tukang pos ngantar arikel Kartini
Tukang pos : Post post.....
Marie : Matur nuwun

SCENE 22
Di pendopo. Artikel diterbitkan Kartini senang
SCENE 23
Kartini mendapatkan kiriman dari Sosrokartono berupa surat dan buku-buku
Kartini membaca surat tersebut sedangkan saudari-saudarinya membaca buku tersebut

SCENE 24
Nil dan saudarinya membuat masakan untuk kelurga Ovink-Soer lalu Slamet dan Busono
datang
Slamet : Untuk siapa masakan ini
Kartini : Untuk Nyoya Ovink
Busono : Tuhkan bener gunjingan para bangsawan itu

SCENE 25
bupati bersama Slamet dan Busono
Slamet : Romo, saya mau izin untuk menjaga nil dan saudari-saudari sambil
menunggu surat saya menjadi bupati
SCENE
Pak Atmo : Mau kemana Ndoro?
Kartini : Mau kerumah Ovink-soer
Pak Atmo : Maaf ndoro jeng, saya diperintahkan oleh mas Slamet untuk tidak
memperbolehkan ndoro jeng keluar dari pendopo
Kartini : Aku mau nganterin tulisn saya yang akan diterbitkan besok
Pak Atmo : Saya saja yang antarkan

SCENE 26
Pak Atmo memberikan surat yang Kartni buat untuk Ovink-soer kepada Slamet
Slamet : Bakar ini, jangan sampai yang lain tau, kalau puteri keluarga sosroningrat
jadi liar pemikirannya

SCENE 27
Pintu diketuk ngasirah masuk kamar moeryam
Moeryam : Mlebu wae tutup lawange
Ngasirah : Nyuwun sewe, ada apa ndoro ayu
Moeryam : Kamu tahu kan apa yang membuatmu dipanggil
Ngasirah : Kulo hanya bisa menduga kalau ini ada hubungannya degna Ndoto Ajeng
kartini dan Ndoro Ajeng kardinah
Moeryam : Aku hanya ingin kamu tau bahwa mulai sekarang aku akan bertindak keras
terhadap anak anakmu
Ngasirah : Enggeh menawi meniko ingkang leres kulo sarujo. Sesungguhna Ndoro mas
Slamet telah bersikap keras kepada adik-adiknya. Semua ini tidak akan terjadi
jika Romonya tidak bersikap seperti apa yang selama ini dilakukannya
Moeryam : Alasanmu masuk akal, tapi dibalik alsanmu itu aku juga bisa melihat
upayamu supaya aku tidak bersikap keras kepada mereka
Ngasirah : Setiap ibu pasti ingin melindungi dan memberi yang terbaik kepada anak
anaknya. Nuwun sewu Ndoro Ayu. Menawi panjenengan ndalem mau
bersabar sedikit saja, sesungguhnya kita mempunyai harapan yang sama

SCENE 28
Di pendopo kardinah bawa surat buat kartini
Kardinah : Mbak yu ini ada surat dari Stella Zehandelaar di Den Hag. Surat
korespondensi yang kamu kirim sebulan lalu

SCENE 29
Kartini mengkhayal bertemu dengan Stella
Stella : Hai kartini
Kartini : Stella? Jadi kamu seorang feminist, Stella?
Stella : Diluar perbedaan fisiknya, saya percaya laki-laki dan perempuan punya hak
yang sama
Kartini : Dinegeriku gadis-gadis diratai kakinya, kami mendapatkan sediki kesenpatan
memperoleh pendidikan modern. Selebihnya kami kembali masuk pasungan
Stella : Saya sering membaca tulisan yang memposisikan perempuan di tanah koloni
seperti itu, saya pikir mereka menyukai posisi itu. Je hebt mijn mening
veranderd Kartini (Kamu mengubah pandanganku kartini)
Kartini : Saya harus bilang bahwa kami para perempuan jawa mempuynyai haak yang
sama seperti bangsa kalian
Stella : Semoga perjumpaan ini memuatku lebih mengerti keadaan kalian. Ik zal een
spreekbuis zijn om angst te uiten
Kartini : Bedankt stella.

SCENE 30
Di pendopo. Kartini sedang bersiap untuk mengajar
Kartini : Pak Atmo, maaf boleh tolong bawakan kapur dan makanan ringan
Pak Atmo : Nggeh, Ndoro Ajeng
Kartini : Ayo sini masuk. Tidak usah malu-malu
Kartini : Kita hari ini akan sinau bareng. Kita akan belajar aksara Londo

SCENE 31
Malam hari di pendopo. Keluarga Sosroningrat berkumpul untuk mendengarkan pengajian
bersama Ustadz
Unstadz : (Membaca surat Al-Fatihah dan terjemahannya)
Kardinah : Ayo ke kamar saja. Perasaanku ora enak
Kartini : Tunggu dulu to. Aku belum pernah mendengarkan pengajian seperti ini.
Setiap ayat punya arti sing apik
Kartini : Bu, kyai itu siapa namanya?
Moeryam : Itu kyai Soleh Dara. Pak lik kamu yang mengundang beliau untuk pengajian
keluarga ini

SCENE 32
Pengajian selesai. Kartini bergegas menemui Pak Ustadz
Kartini : Pak kyai nuwun sewu. Apakah yang tadi pak kyai baca, benar-benar arti dari
surat Al-Fatihah?
Ustadz : Kebenaran itu hanya milik Gusti Allah, Ndoro Ajeng. Saya sekedar
menyampaikan apa yang saya ketahui
Kartini : Apakah ada ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang ilmu?
Ustadz : Iqra, bacalah! Itu ayat yang pertama kali turun. Yang meminta Kanjeng Nabi
Muhammad saw. untuk membaca
Kartini : Apakah dijelaskan dalam ayat itu bahwa membaca itu hanya untuk laki-laki?
Ustadz : Semua manusia baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk
membaca
Kartini : Tapi kenapa pak kyai tidak menerjemahkan ayat Al-Quran dan membuatnya
menjadi sebuah buku?
Ustadz : Saya sudah membuatnya. Tapi banyak umat Islam lebih berusaha bisa
membaca Bahasa Arab daripada mengerti artinya
Kartini : Saya minta tolong sekali. Saya sangat ingin mengerti isi Al-Quran, Pak Kyai
Ustadz : Insya Allah. Saya pamit Ndoro Ajeng. Assalamualaikum
Kartini : Waalaikumsalam. Monggoh pak kyai

SCENE 33
Hari pernikahan Kardinah

Tiba-tiba Roekmini berdiri dan pergi dari kursinya sambil menangis


Kartini : Ada apa, Kardinah?
Roekmini : Kita dibuat pincang, Nil
Kartini : Kita harus kuat Roekmini, apapun rintangannya
Roekmini : Aku wegah nikah, Nil. Kamu saksinya. Aku ra bakal nikah

SCENE 34
Malam hari. Di kamar Kartini. Tiba-tiba Moeryam masuk ke kamar Kartini
Moeryam : Roekmini ayo pindah kamar. Ayo pindah!
Kartini : Maaf ibu, ada apa ya?
Moeryam : Tidak usah ikut campur. Aku lebih punya kuasa ngatur Roekmini daripada
kamu. Ingat ini ya , setinggi-tingginya londo-londo itu memujamu, aku lebih
tinggi dari kamu
Moeryam : Ayo bereskan baju Roekmini

SCENE 35
Di depan kamar Bupati. Moeryam bertanya kepada Yayu
Moeryam : Yu, Kajeng Bupati sudah bangun?
Yayu : Belum, Ndoro

Moeryam mengecek keadaan Bupati. Ternyata Bupati pingsan


Moeryam : Yu, panggilkan Pak Atmo. Sekarang!

SCENE 36
Dokter datang, kemudian memeriksa keadaan Bupati
Dokter : Boleh saya bicara sebentar dengan Nyonya Moeryam?
Moeryam : Baik, Pak
Dokter : Maaf saya harus memberikan kabar ini, bahwa Tuan Sosroningrat memiliki
pendarahan di bagian otaknya. Untuk sementara ini Tuan Sosroningrat tidak
boleh terlalu berpikir berat

SCENE 37
Kartini sedang duduk dan berbicara dengan Moeryam dan Slamet
Kartini : Apa yang harus saya lakukan dari seorang laki-laki yang sudah memiliki 3
istri?
Moeryam : Sudah bagus Bupati Rembang yang melamarmu. Lamaranmu ini harus
dijawab dalam 3 hari. Mestine koe iku...
Kartini : Aku tidak mau mengecewakan Romo. Pangapunten, Ibu
Moeryam : Kartini!
Slamet : Tunggu bu. Nyuwun sewu, biar saya saja yang berbica dengan adik saya

Slamet menarik tangan Kartini untuk berbicara dengannya


Slamet : Kamu bisa membatalkan proposal itu kan?
Kartini : Tapi aku tidak mau mas
Moeryam : Sekarang semua sudah jelas, kamu hanya memikirkan diri kamu sendiri.

Moeryam menarik tangan Kartini dan memaksanya masuk ke kamar pingitan


Moeryam : Kamu disini sampai Bupati Rembang itu memboyongmu. Akan aku kunci
pintu ini supaya kamu tidak bisa keluar dari sini

SCENE 38
Ibu trinil membuka kunci pintu pingitan dan menggandeng Trinil ke tepi danau untuk
berbicara
Ngasirah : Nil, ilmu apa yang bisa kamu ambil dari Aksara Londo?
Kebebasan, ibu
Dan apa yang tidak ada dalam aksara londo?
Nil tidak tau
Bakti

SCENE 39
Flashback belajar aksara
Sekarang yu mau nulis nama trinil, tembung trinil terdiri dari 3 aksara, to,no,lo

Manusia ketika dipangku hatinya tentram, karena keseimbangnanya ergjaga. Sepintar


pintarnyalondo itu menguasai dunia, mereka tidak akan pernah mengenal pangku. Kalau ibu
selama ini, menerimna diisahkan dengan tembok kehidupan dengan anak anak ibu sebagai
bakti ibu sama rama dan anak ank ibu. Harapan ibu anak-anak bisa sekolah dan derajatnya
lebih tinggi dri ibu. Yang kuat ya nak

Scene
Bagaiman apa kamu sudah siap menyandang gelar raden ayu
Kartini hanya menunduk karena ragu
Kulo sanggup saya menerima pinangan rm joyoadiningrat, tapi saya punya 3 syarat.
Kamu mau apa lagi
Sudah biarkan saja, apa syarat yang kamu mau?
Yg pertama saya tidak mau mencuci kaki kang mas rm joyoadiningrat di pelamnan, syarat
kedua saya tidak mau dibebani dengan peranatan sopan satun yg rumit dan saya mau
diperlakukan seperti orang biasa saja. Yg ketiga..
Cukup trinil, kamu hanya memikirkan dirimu sendiri. Ibu tidak akan membiarkan semua
syarat kamu itu terlaksana

Tiba tiba kakak tiri pr datang lastri


Lastri?
nil leres bu
nil teruskan, mbak yu mu ini mendukungmu
syarat yg ketigs saya mengharuskan calon suami saya untuk mendukung saya mendirikan
sekolah buat perempuan dan orang miskin
sudah? Cuma itu saja?
Sebentar lagi rama saya ingin yu ngasirah tidak lagi tinggal dirumah brlskng tpi didepn, saya
putra putri rama memambbfil yu ngasirah dengan ssebutan mas ajeng bukan yu lagi.
Yo wis, cepet-cepet ditulis syarat mu itu dan berikan kepada bupati rembang
Permisi ayah, izinkan saya menulis surat ini rama saya itu aak lah’ pertama sudh menjadi
kewabiam saya untuk melindungi adik adik saya

Kartini mengajar tiba tiba ada orang datang


Ini ada apa ya?
Pangantunten ndoro ajeng, disana ada banyak rombongan dari rembang
Opo bener de ajeng yang meuis saray itu
Nyuwun sewu kang mas, menawi kang mas keberatan dengan syarat-itu saya mohon supaya
kang mas tidk menjadikan sayart itu menjadi maslah permusuhan keluarga

Calon ketawa
Nuwun sewu romo, saya geli dengan kekawatiran de ajeng, tapi itu wajar. Itu karena dia
belum mengenal siapa saya. Oleh karena itu saya dateng kesini untuk mluruskana. Permii
romo

Nasih bingkisan
Istri sya yg mengumpulkan semua itu dia sangat memukja muja mu, dri dulu dia penen
membawa anak bertemu jeng katini, tetapi sebelum semua tu terjadi istri saya sakit dan
meninggal
Saaya turut berduka cita kang mas
Ssebelum meninggl dia ingin jika kelak dia harus pergi dia sangat ingin anak kami diasuh
oleh wanita yang kuat dan sangat pintar seperti de ajeng kartini
Aku ikhlas mereiman saray mu aku akan ikut mengawal cita citamu, bagaimana de ajeng?

Part nikah
Kartini bersimbuh ke ibu
Nyuwun pamit bu, nil mau dadi raden ayu
Nangis ibunya

Part dibelanda
Meski batal melanjutkan sekolah, kartini berhasil mendirikan sekolah perempuan di pendopo
rembang atas dukungan suaminya. Surat-suratnya kepada sahabatnya di belanda telah
dibukukan dan berhasil mempengaruhi pemikiran perempuan indonesia hingga sekarang.

Anda mungkin juga menyukai