Anda di halaman 1dari 18

REALITAS GENDER DALAM KELUARGA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Sosiologi Gender
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Endah Ratnawaty Chotim, Dra., M.Ag., M.Si.

Disusun oleh : Kelompok 5


Anggun Sindi Antika 1218030021
Anisa Nurjanah 1218030022
Annisa Dwi Rahmawati 1218030023
Annisa Sausan Shalvana 1218030024

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Realitas Gender Dalam Keluarga” ini. Shalawat dan
salam kami panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW., kepada sahabat-sahabatnya dan
kepada kita selaku umatnya hingga akhir zaman.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok
Mata Kuliah Sosiologi Gender. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Endah
Ratnawaty Chotim, Dra., M.Ag., M.Si. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Sosiologi Gender
dan terima kasih juga kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, karena kami masih dalam tahap
pembelajaran. Maka dari itu kami menghaturkan permohonan maaf apabila dalam makalah ini
terdapat kesalahan atau kekurangan. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami
pribadi khususnya dan bagi semua pihak pada umumnya.

Bandung, 14 Oktober 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
A. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
B. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
C. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
BAB II PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
A. Peran Gender dalam Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
B. Keseimbangan Kerja dan Kehidupan Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
C. Pendidikan dan Pembentukan Peran Gender dalam Keluarga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .9
D. Perubahan dan Tantangan dalam Peran Gender . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
BAB III PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .13
A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
B. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan sosial yang terus menerus mengubah dinamika keluarga di seluruh
dunia. Salah satu aspek yang terus berkembang dalam studi keluarga adalah peran gender.
Keluarga merupakan unit masyarakat yang paling fundamental dan seringkali menjadi
tempat pertama di mana individu memahami konsep gender. Konsep "realitas gender
dalam keluarga" menjadi topik penting untuk dibahas karena hal ini berkaitan dengan peran
masing-masing individu dalam keluarga, serta bagaimana konsep gender mempengaruhi
interaksi dalam rumah tangga.
Peran gender dalam keluarga memiliki akar sejarah yang panjang, di mana
masyarakat telah lama mengatur ekspektasi terhadap anggota keluarga berdasarkan jenis
kelamin. Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan dalam pandangan mengenai peran
gender dalam keluarga. Tradisi yang mendasarinya, seperti pemisahan tugas domestik
antara suami dan istri, peran orang tua dalam mendidik anak-anak dan konsep maskulinitas
dan femininitas semakin berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu. Hal ini
tercermin dalam tatanan keluarga modern di mana konsep gender menjadi lebih fleksibel
dan terbuka untuk variasi.
Dalam realitas gender dalam keluarga, perlu diperhatikan pula dampak
perkembangan budaya dan teknologi, termasuk media social yang dapat mempengaruhi
persepsi gender. Peran gender dalam keluarga tidak lagi terbatas pada peran tradisional
laki-laki sebagai pencari nafkah dan peran perempuan sebagai ibu rumah tangga.
Perubahan sosial dan ekonomi telah memungkinkan variasi dalam peran gender, termasuk
tugas rumah tangga yang dibagikan secara lebih merata, keterlibatan ayah dalam perawatan
anak dan kemungkinan pernikahan sejenis.
Selain itu, peran gender dalam keluarga juga berdampak pada kesejahteraan
psikologis anggota keluarga. Konflik dan stres dalam rumah tangga dapat muncul ketika
harapan sosial dan budaya mengenai peran gender bertentangan dengan ekspektasi
individu dalam keluarga. Oleh karena itu, pemahaman yang lebih baik tentang realitas

1
gender dalam keluarga dapat membantu mengidentifikasi potensi masalah dan solusi dalam
rumah tangga.
Meskipun terdapat kemajuan signifikan dalam mencapai kesetaraan gender, masih
ada tantangan yang harus diatasi. Perubahan peran gender seringkali dihadapi dengan
resistensi, terutama dalam budaya dan tradisi yang sangat mempertahankan norma-norma
lama. Diskriminasi gender dan ketidaksetaraan dalam pendidikan, pekerjaan dan akses ke
sumber daya tetap menjadi masalah serius yang mempengaruhi peran gender dalam
keluarga.
Melalui makalah ini, kami akan menyelidiki berbagai aspek yang berkaitan dengan
realitas gender dalam keluarga, termasuk bagaimana peran gender telah berubah seiring
waktu. Dengan pemahaman yang lebih dalam tentang topik ini, diharapkan kita dapat
mempromosikan keluarga yang lebih seimbang, adil dan bahagia dalam berbagai realitas
gender.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran gender dalam keluarga?
2. Bagaimana keseimbangan kerja dan kehidupan keluarga?
3. Bagaimana pendidikan dan pembentukan peran gender dalam keluarga?
4. Apa saja perubahan dan tantangan dalam peran gender?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui peran gender dalam keluarga.
2. Untuk mengetahui keseimbangan kerja dan kehidupan keluarga.
3. Untuk mengetahui pendidikan dan pembentukan gender dalam keluarga.
4. Untuk mengetahui perubahan dan tantangan dalam peran gender.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran Gender Dalam Keluarga


Menurut Tirtaraharja keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri atas
sejumlah orang karena hubungan sedarah. Keluarga merupakan persekutuan hidup yang
diikat oleh perkawinan, hubungan darah, ataupun adopsi yang di dalamnya terdapat ayah,
ibu dan anak (keluarga inti) serta kakek atau nenek yang lain. Dalam sesuatu keluarga
terdapat peranan masing-masing.
Peran gender dalam keluarga merujuk pada peran dan tanggung jawab yang
biasanya dihubungkan dengan jenis kelamin seseorang dalam konteks rumah tangga.
Tradisionalnya, peran gender dalam keluarga sering kali terbagi, di mana laki-laki
diharapkan untuk memainkan peran sebagai pencari nafkah, sedangkan perempuan
diharapkan untuk mengurus rumah dan anak-anak. Namun, peran gender dalam keluarga
telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Banyak keluarga sekarang menerapkan
konsep persamaan gender, di mana peran-peran tersebut lebih fleksibel dan tidak terbatas
oleh jenis kelamin.
Adapun peran gender dalam keluarga sebagai berikut:
1. Perempuan (Ibu)
a. Ibu Sebagai Seorang Maneger dalam Keluarga
Ibu sebagai manajer dalam keluarga terdapat dalam “Peran Perempuan
dalam Keluarga” oleh Zahrok dan Suarmini (2018). Dalam jurnal tersebut
disebutkan bahwa peran Ibu dalam keluarga sebagai seorang manajer berarti Ibu
memiliki wewenang dalam hal-hal yang terjadi di dalam keluarga. Ibu bertugas
untuk menyatukan anggota keluarga, mengatur segala perencanaan keluarga,
kebutuhan dan sebagainya. Ibu sebagai manejer dalam keluarga artinya Ibu yang
mengatur berbagai bidang termasuk manajemen keuangan di mana Ibu memiliki
wewenang untuk mengatur pengeluaran dan mengelola pemasukan. Sebagai
manajer keluarga Ibu juga berperan dalam menjaga kondisi rumah tetap nyaman
dan kondusif.
b. Ibu Sebagai Pemberi Dorongan Emosional Dalam Keluarga

3
Perempuan biasanya akan dikaitkan dengan sifat kepedulian, afektif dalam
hubungan interpersonal, dekat dengan anak dan juga ekspresif dalam emosional.
Karena memiliki sifat yang cenderung lebih hangat dan dekat, maka Ibu lebih
lebih mudah untuk membangun banyak intimasi dengan anggota keluarga dan
memiliki peran sebagai pemberi dorongan emosional utama dalam keluarga.
c. Ibu Sebagai Komunikator Utama Sosialisasi Kepada Anak Mengenai Reproduksi
Pendidikan mengenai seks dan reproduksi harusnya telah diberikan sejak
usia sedini mungkin oleh orangtua terhadap anak-anaknya. Komunikasi terbuka
dalam keluarga memiliki peran penting sebagai salah satu sarana untuk
mengajarkan anak-anak. Dalam diskusi mengenai seksualitas dan reproduksi antar
anggota keluarga baik anak laki-laki maupun perempuan, terlihat lebih nyaman
membicarakan hal-hal tersebut dengan Ibu dibandingkan dengan Ayah. Oleh
karena itu di dalam keluarga Ibu kerap kali menjadi komunikator utama untuk hal-
hal yang berkaitan dengan sosialisasi mengenai seks dan reproduksi. Dalam hal
ini anak perempuan biasanya berkaitan dengan menstruasi yang akan mereka
alami di awal usia remaja.
2. Laki-Laki (Ayah)
a. Ayah Bertanggung Jawab Sebagai Pemenuh Kebutuhan Finansial Keluarga
Laki-laki memiliki anggapan tentang bagaimana laki-laki adalah sumber
pencari nafkah yang utama dalam ekonomi atau dianggap sebagai pekerja
produktif yang paling utama. Dalam keluarga yang masih tradisional, Ayah
memiliki peran yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan finansial, role
model, serta posisi paling tinggi sebagai seorang kepala keluarga. Selain memiliki
peran yang mendominasi, kepala keluarga juga dianggap memiliki wewenang
paling besar dalam berbagai hal di dalam keluarga. Tetapi pada zaman sekarang
banyak juga perempuan yang menjadi tulang punggung, yang mana tidak jarang
perempuan mencari nafkah untuk keluarga.
b. Laki-Laki Sebagai Pengambil Keputusan
Dalam keluarga laki-laki masih memiliki peran yang sangat dominan.
Selain menjadi pekerja produktif paling utama dalam keluarga, laki-laki juga
menjadi penentu dan pengambil keputusan utama dalam keluarga. Peran laki-laki

4
tersebut masih sangat relevan dalam masyarakat hingga saat ini, di mana laki-laki
memiliki kedudukan tertinggi sebagai kepala keluarga yang paling dihormati serta
memiliki peran penting diantaranya untuk mengambil keputusan.
3. Anak Perempuan Memiliki Peran Untuk Membantu Orangtua Dalam Urusan Rumah
Menjadi seorang anak perempuan sangatlah istimewa, sebelum menikah anak
perempuan memiliki tanggung jawab dan memikul kehormatan dari ayah dan ibunya.
Anak perempuan kerap kali mendapatkan perhatian lebih dari orang sekitar sehingga
ia lebih dituntut untuk menjaga tingkah laku dan sopan santunnya. Orang tua kerap
kali mengajarkan anak-anak mereka berdasarkan gender, seperti anak perempuan yang
lebih sering membantu ibu dengan urusan domestik dibandingkan membantu ayah
dengan pekerjaan yang berhubungan dengan fisik.
4. Anak Laki-Laki Memiliki Peran Untuk Membantu Ayah Dalam Keluarga
Seorang anak laki-laki sudah sedari kecil didik untuk menjadi tangguh, karena
ketika anak laki-laki sudah dewasa dan menikah dia akan menjadi kepala keluarga
dimana dia akan menanggung tanggung jawab besar. Anak laki-laki dapat membantu
pekerjaan ayah di rumah seperti merawat kebun, memperbaiki peralatan rumah atau
tugas-tugas lain yang memerlukan bantuan fisik, tetapi tidak jarang juga anak laki-laki
membantu pekerjaan ibu seperti membantu ibu menyiapkan masakan, mencuci piring
dan lain-lain. Peran anak laki-laki dalam keluarga bisa bervariasi tergantung pada
nilai-nilai keluarga, budaya dan dinamika keluarga. Yang terpenting adalah bahwa
anak laki-laki memainkan peran ini dengan penuh rasa hormat, kasih saying dan
dukungan terhadap keluarga.

B. Keseimbangan Kerja Dan Kehidupan Keluarga


Masalah keluarga pada saat ini maupun di masa mendatang akan semakin kompleks
karena banyak perubahan dalam masyarakat yang berlangsung sangat cepat. Selain itu,
tantangan yang dihadapi keluarga juga semakin beragam. Dalam realitanya, telah terjadi
perubahan sosial yang pesat sehingga menimbulkan adanya keresahan karena nilai-nilai
lama yang diandalkan oleh komunitas kurang dapat dimanfaatkan lagi. Kondisi tersebut
sangat berpengaruh terhadap perubahan peran yang dimainkan oleh suami istri, yang
berdampak pada relasi antara suami istri dalam keluarga.

5
Diskriminasi terhadap perempuan yang terus terjadi di berbagai belahan dunia
masih menunjukkan bahwa pemahaman serta usaha-usaha untuk mewujudkan kesetaraan
gender masih banyak menemukan kendala. Masih kuatnya budaya patriarkis
memposisikan perempuan pada stereotype, peran dan posisi yang termarginalkan. Padahal
relasi yang seimbang (kesetaraan gender) antara laki-laki dan perempuan dalam segala
aspek kehidupan dapat mendorong percepatan proses pembangunan yang dilandasi nilai-
nilai kemanusiaan yang tinggi tanpa adanya imperioritas satu jenis kelamin di satu sisi dan
superioritas jenis kelamin di sisi lainnya.
Ada enam aspek konflik peran ganda yang dikemukakan menurut Kopelman &
Burley, yaitu:
1. Masalah pengasuhan anak. Pada umumnya, mereka mencemaskan kesehatan jasmani
dan rohani anak-anaknya sehingga menuntut perhatian, tenaga dan pikiran mereka di
rumah sewaktu mereka di kantor.
2. Bantuan pekerjaan rumah tangga. Wanita yang berperan ganda membutuhkan bantuan
dari berbagai pihak, baik suami, anak maupun pembantu rumah tangga untuk turut
serta dalam urusan domestik.
3. Komunikasi dan interaksi dengan keluarga. Komunikasi merupakan sarana untuk
berinteraksi dengan orang lain.
4. Waktu untuk keluarga. Ibu yang bekerja sering merasa kekurangan waktu untuk suami,
anak-anak, bahkan untuk dirinya sendiri.
5. Penentuan prioritas. Prioritas itu disusun tergantung pada kepentingan individu yang
bersangkutan agar tidak menimbulkan pertentangan antara kepentingan yang satu
dengan kepentingan yang lain.
6. Tekanan karir dan keluarga. Dalam bekerja, akan terdapat banyak masalah yang
menuntut si pekerja untuk menyelesaikannya. Begitu juga di rumah, akan terdapat
banyak pekerjaan rumah yang menuntut untuk diselesaikan. Tuntutan tersebut dapat
menjadi sebuah tekanan bagi seseorang yang kemudian akan menjadi konflik dalam
dirinya.
Berkaitan dengan keterlibatan suami dalam kehidupan rumah tangga, terdapat
beberapa teori yang membahas peran dan keterlibatan suami dalam kehidupan rumah
tangga. Strong & De Vault mengemukakan teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:

6
1. Struktural Functionalism
Para penganut teori ini berpendapat bahwa teori struktural fungsional tetap relevan
diterapkan dalam masyarakat modern. Teori struktural fungsional berupaya
menjelaskan bagaimana sistem itu senantiasa berfungsi untuk mewujudkan
keseimbangan di dalam masyarakat. Keseimbangan itu dapat terwujud, jika tradisi
peran gender mengacu pada posisi semula. Berdasarkan teori ini, maka perbedaan
status dan peran antara laki-laki dan perempuan adalah fungsional. Dengan perbedaan
ini, akan tercipta keharmonisan dan keseimbangan dalam suatu masyarakat.
Kedudukan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan harus tetap dipertahankan
agar tidak terjadi kegoncangan dalam masyarakat. Oleh karena itu, pola yang non
normatif dianggap akan melahirkan gejolak. Jika suami terlibat dalam urusan rumah
tangga, maka akan terjadi pola yang non normatif, yaitu suami sesuai dengan sifat
instrumental yang mampu bersaing, teguh, yakin pada kemampuan diri dan rasional,
lebih mendukung fungsi suami untuk sukses di dunia luar rumah.
2. Conflict Theory
Berbeda dengan teori fungsionalisme struktural, teori konflik mengakui bahwa
perbedaan adalah suatu yang dinamis. Dalam masing-masing perbedaan antara laki-
laki dan perempuan terdapat kepentingan dan kekuasaan tertentu. Kepentingan dan
kekuasaan yang berbeda inilah yang akan selalu menimbulkan konflik, yang satu
berusaha menguasai yang lainnya. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidaklah
fungsional, tetapi justru akan menimbulkan konflik kepentingan.
Dengan demikian, menurut teori ini, terjadi konflik antara cinta dan kasih sayang
dengan kekuasaan dalam keluarga. Hal ini disebabkan karena individu yang terlibat
dalam keluarga adalah individu yang masing-masing memiliki kepribadian, minat dan
tujuan yan berbeda. Suami merasa mendapat legitimasi kekuasaan dan istri tergantung
secara keuangan dengan suami, sehingga suami mengalami konflik antara
melestarikan kekuasaan dan membantu pekerjaan rumah tangga untuk membuktikan
rasa cinta terhadap istri.
3. Symbolic Interaction Theory
Teori ini berpandangan bahwa suami dapat menyalahartikan gerakan atau ucapan
yang diungkapkan oleh pasangan. Simbol-simbol yang tampak seringkali tidak

7
dimengerti oleh suami, akibat komunikasi yang kurang terbuka antara pasangan.
Dengan adanya berbagai peran yang disandang oleh individu, membutuhkan
keterbukaan dan penyesuaian baru yang selaras dengan situasi, harapan dan kebutuhan
bersama, sehingga tercipta kerja sama yang baik dalam menyelesaikan tugas dalam
rumah tangga.
4. Family Systems Theory
Berdasarkan teori ini, sistem kekeluargaan yang terdapat dalam setiap keluarga
tidaklah sama, seperti dukungan istri dan masyarakat mengenai setuju atau tidaknya
suami ikut serta dalam kegiatan rumah tangga. Persetujuan ini diberikan tergantung
dari latar belakang budaya yang dianut istri dan masyarakat. Dalam masyarakat Jawa
dianut paham patriarkis yang memihak kepada kaum laki-laki dan menekankan
peranan perempuan sebagai ibu dan istri. Hal ini menghalangi suami untuk turut
terlibat dalam urusan rumah tangga, karena rumah tangga merupakan wilayah istri.
5. Social Exchange Theory
Dalam teori ini, segala kegiatan didasarkan atas perhitungan untung-rugi. Bantuan
yang diberikan oleh suami, diperhitungkan merupakan hal yang menguntungkan atau
merugikan suami. Keuntungan yang didapat tidak saja dalam bentuk uang, tetapi juga
dalam bentuk cinta, persahabatan, kekuasaan, status sosial dan lain-lain. Kerugian
yang mungkin terjadi, misalnya dalam bentuk kesepian, ketakutan dan kurangnya
penghargaan. Dengan mengadakan komitmen yang harus disetujui bersama, rasa
persaingan antara suami-istri dapat diatasi.
Berdasarkan beberapa teori tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan
suami dalam rumah tangga ditentukan oleh: (a) pandangan masyarakat yaitu pantas
tidaknya seorang sumi ikut terlibat dalam kegiatan rumah tangga sesuai norma yang
berlaku dalam masyarakat tersebut dan latar budaya; (b) adanya komitmen yang harus
disetujui bersama oleh pasangan suami-istri dengan cara kompromi dan saling terbuka
antara pasangan tersebut dan (c) adanya sikap saling menghargai antara suami dan istri
sebagai perwujudan rasa cinta.
Sementara itu, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi suami untuk terlibat
dalam kegiatan rumah tangga, sebagaimana dikemukakan oleh Strong & De Vault adalah
sebagai berikut:

8
1. Waktu luang: suami cenderung lebih mengkontribusikan dirinya untuk tugas rumah
tangga, bila suami memiliki tuntutan waktu untuk bekerja yang lebih sedikit, misalnya
pada permulaan karir atau setelah pensiun.
2. Orientasi peran gender: suami yang percaya pada peran egalitarian akan menerima
lebik banyak tanggung jawab untuk pengasuhan anak, persiapan makanan dan
membersihkan rumah.
3. Pekerjaan istri: bila istri memiliki orientasi karir, maka suami akan lebih berpartisipasi
dalam pekerjaan rumah tangga, terutama bila penghasilan istri lebih besar.
4. Orientasi peran gender istri: bila istri semakin berorientasi ekspresif dan pakar,
semakin banyak bantuan yang didapat dari suaminya.
5. Identitas peran gender suami: suami yang lebih ekspresif, lebih banyak membantu
istrinya daripada suami yang dominan, agresif dan tangguh secara emosional.

C. Pendidikan Dan Pembentukan Peran Gender Dalam Keluarga


Kemitraan peran antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan sehari-hari
sudah terjadi. Kemitraan gender tercermin dalam akses kontrol terhadap sumber daya
keluarga, meskipun belum tercapai kesetaraan yang sempurna. Seperti, masih adanya
ketidakseimbangan dalam pembagian kerja rumah tangga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, keseimbangan karir, pendidikan serta pengasuhan anak dan lain-lain. Adanya
gender role atau peran gender dapat dilihat melalui dua sudut pandang. Jika dilihat dari
sudut pandang fungsinya, pembagian peran gender dianggap perlu untuk menjaga
keseimbangan masyarakat. Di sisi lain, kehadiran gender role dianggap sebagai usaha
superordinate untuk mempertahankan posisinya.
Penting untuk mengetahui tentang fungsi dari keluarga itu sendiri dan relasinya
dalam pembantukan peran gender di dalamnya. Terdapat pembagian tugas, tanggung jawab
dan fungsi berdasarkan kodrat dalam keluarga. Baik ayah, ibu, maupun anak memiliki
tugas dan tanggung jawab tertentu yang dapat menunjang kehidupan keluarga.
Berkenaan dengan hal itu, dalam penyelenggaraan kehidupan, keluarga harus
menciptakan keharmonisan dan keserasian antara anggota keluarga, di mana masing-
masing anggota keluarga menjalankan perannya masing-masing agar kedisiplinan,

9
keamanan dan fungsi-fungsinya dapat terbina. Keluarga merupakan satuan masyarakat
terkecil dan memiliki fungsi penting, seperti:
a. Fungsi pendidikan. Rumah yang merupakan tempat berkumpulnya keluarga
merupakan tempat berlangsungnya proses pendidikan, meliputi agama, akhlak dan
sopan santun. Dalam hal ini, peran ibu sangat penting untuk mendidik dengan
memberikan afeksi atau kasih sayang.
b. Fungsi ekonomi. Hal ini berkaitan erat dengan pendidikan dan keterampilan keluarga
tersebut. Semakin tinggi pendidikan dan keterampilan anggota keluarganya, maka
akan semakin terbuka kesempatan untuk setiap aggota keluarga tersebut memperoleh
kehidupan dan kedudukan ekonomi yang baik.
c. Fungsi keamanan. Arti keamanan di sini luas, di mana keamanan seseorang baik rohani
maupun jasmani anggota keluarga harus bisa terjamin di dalamnya. Oleh karenanya,
keluarga harus dapat menjaga dan bertanggung jawab terhadap keamanan anak tanpa
ada perbedaan.
d. Fungsi sosial. Keluarga diharapkan mampu menciptakan kehidupan sosial yang baik
bagi anaknya agar anggota keluarga dapat memberikan timbal balik yang baik pula
terhadap lingkungan luar rumah.
e. Fungsi agama. Hal ini karena agama merupakan sumber pendidikan paling luhur bagi
manusia karena memuat berbagai ketentuan yang mengatur berbagai hal mendasar
dalam kehidupan, seperti akhlak, karakter dan mental manusia yang kemudian akan
memberi corak pada hasil karsa dan karya manusia.
Gender sendiri didefinisikan sebagai perbedaan peran, kedudukan, atapun sifat yang
dilekatkan pada kaum laki-laki maupun perempuan melalui konstruksi sosial maupun
kultural. Dan karena gender dibentuk oleh sosial budaya, maka gender bukanlah kodrat
atau ketentuan Tuhan yang sifatnya tetap, melainkan bisa dipertukarkan.
Pendidikan berbasis gender dalam keluarga dapat dikatakan sebagai upaya untuk
membina orangtua agar dapat melakukan fungsinya sesuai dengan pembagian peran dan
tanggung jawab yang sama sehingga dapat sama-sama berperan aktif dalam upaya
kesejahteraan keluarga. Di bawah ini terdapat beberapa faktor yang memengaruhi relasi
gender antara laki-laki dan perempuan:
a. Sosioalisasi dalam keluarga yang tidak selalu berhasil

10
Dalam hal ini, keluarga memiliki andil yang cukup penting karena berperan untuk
mengulangi sikap budaya yang dihasilkan masyarakat. Seperti perbedaan peran,
pembagian kerja dan lain-lain. Namun, sosialisasi peran gender dalam keluarga juga
tidak selalu berhasil karena masalah-masalah lain yang dihadapi oleh keluarga tersebut.
Seperti masalah kemiskinan yang menyebabkan orangtua gagal memenuhi fungsi
keluarga dengan cukup atau memadai dan akhirnya, anak-anaknya diwariskan pola
ketidakmampuan atau ketergantungan dan bukan bekal intelektual.
b. Faktor nilai sosial budaya
Faktor ini menentukan peranan stereotip mengenai peranan apa yang dianggap
cocok untuk laki-laki maupun perempuan, sesuai dengan sifat bilogis masing-masing
yang kemudian menimbulkan kesenjangan. Seperti, adanya anggapan bahwa
perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin sehingga perempuan lebih cocok untuk
memegang semua pekerjaan domestik rumah. Hal tersebut kemudian membentuk
perempuan untuk menekuni peran gender mereka yang seperti itu.
c. Faktor persepsi
Pandangan yang menggambarkan perempuan sebagai makhluk yang lemah lembut dan
manja, serta tidak punya kemampuan untuk berprestasi baik dalam ilmu eksakta dan
lain-lain. Faktor ini berkaitan lagi dengan stereotype masyarakat terhadap perempuan.

D. Perubahan Dan Tantangan Dalam Peran Gender


Perubahan dalam distribusi kekuasaan, akan dapat dilihat dari adanya perubahan
pola pengambilan keputusan oleh laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek
kehidupan keluarga. Dalam sistem kekerabatan patrilineal seperti di Bali, norma yang pada
umumnya telah diterima oleh masyarakat bahwa perempuan punya status yang lebih
rendah dibandingkan dengan laki-laki. Apabila, ternyata potensi perempuan dalam
pengambilan keputusan itu cukup tinggi, maka dapat diartikan status perempuan dalam hal
ini meningkat, bahwa perempuan yang tertanggung seratus persen pada suami. Jika,
menghadapi hal-hal yang membutuhkan kesepakatan, posisinya selalu di bawah karena ia
tidak memiliki nilai tawar. Kalau juga istri memiliki kekuatan secara ekonomi posisinya
bisa setengah-tengah (sama besar).

11
Sistem pengembangan dan pengendalian sosial dalam perubahan peran gender
dalam budaya patriarki adalah, sebagai berikut:
Pertama, perlunya sosialisasi peran gender secara berkesinambungan di semua
lapisan masyarakat baik dipedesaan maupun di kota. Dengan penyadaran gender di
masyarakat nantinya dapat mengurangi ketidakadilan gender dalam rumah tangga dan
masyarakat.
Kedua, dalam upaya pemberdayaan perempuan dalam proses pembangunan
dimasyarakat pada masa yang akan datang, perlu melibatkan kaum perempuan dalam
pengambilan keputusan diikut sertakan.
Ketiga, pada dasarnya perjuangan kaum perempuan ingin menuju pada prinsip
kesetaraan dan kemitraan. Kondisi kesetaraan laki-laki dan perempuan bisa dicapai bila
hegemoni budaya patriarki dikurangi dan memberi kesempatan yang sama antara laki-laki
dan perempuan.
Keempat, peran gender adalah peran (hak dan kewajiban) laki-laki dan perempuan
yang meliputi tiga hal, yakni: peran produktif (peran yang menghasilkan uang), peran
reproduktif (peran atau pekerjaan yang tidak menghasilkan uang) dan peran sosial
kemasyarakatan (peran untuk berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan). Semua peran
di atas dapat saling dipertukarkan baik laki-laki dan perempuan.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Peran gender dalam keluarga memiliki karakteristik yang tradisional, tetapi juga
mengalami perubahan dan fleksibilitas seiring berjalannya waktu. Perempuan,
khususnya ibu, memiliki peran sebagai manajer keluarga, pemberi dorongan emosional
dan komunikator utama mengenai masalah reproduksi. Sementara itu, laki-laki, atau
ayah, diharapkan untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga dan menjadi
pengambil keputusan utama. Anak perempuan sering kali memiliki peran untuk
membantu ibu dalam urusan rumah, sementara anak laki-laki diharapkan untuk
membantu ayah dalam pekerjaan rumah tangga.
2. Perubahan sosial yang cepat dan variasi tantangan dalam masyarakat telah
mengakibatkan kompleksitas masalah keluarga pada masa kini dan masa mendatang.
Perubahan nilai-nilai tradisional dalam masyarakat, terutama terkait dengan peran
gender, telah memengaruhi hubungan suami-istri dalam keluarga. Terdapat berbagai
aspek konflik peran ganda yang dapat memengaruhi hubungan keluarga, termasuk
masalah pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah tangga, waktu untuk keluarga dan
lain sebagainya. Dalam konteks keterlibatan suami dalam kehidupan rumah tangga,
teori-teori, seperti Struktural Functionalism, Conflict Theory, Symbolic Interaction
Theory, Family Systems Theory dan Social Exchange Theory memberikan pandangan
yang berbeda. Namun, faktor-faktor seperti waktu luang, orientasi peran gender,
pekerjaan istri, orientasi peran gender istri dan identitas peran gender suami dapat
mempengaruhi sejauh mana suami terlibat dalam tugas rumah tangga.
3. Kemitraan gender dalam kehidupan sehari-hari adalah suatu perkembangan positif
yang mencerminkan adanya progres dalam perjuangan menuju kesetaraan gender.
Namun, kendala dan ketidakseimbangan dalam pembagian peran gender masih ada,
terutama dalam hal pembagian tugas rumah tangga, pengambilan keputusan keluarga,
keseimbangan karir, pendidikan dan pengasuhan anak. Gender role atau peran gender
masih ada dalam masyarakat, yang dapat dilihat dari dua perspektif: sebagai
mekanisme menjaga keseimbangan sosial atau sebagai upaya mempertahankan posisi

13
tertentu. Pendidikan berbasis gender dalam keluarga adalah upaya untuk memastikan
bahwa orangtua memainkan peran mereka sesuai dengan pembagian peran dan
tanggung jawab yang adil, sehingga kesejahteraan keluarga dapat tercapai secara
harmonis. Ada faktor-faktor yang memengaruhi relasi gender antara laki-laki dan
perempuan, termasuk sosialisasi dalam keluarga, nilai-nilai sosial budaya dan persepsi
tentang peran gender.
4. Perubahan peran gender dalam budaya patriarki memerlukan kesadaran gender,
partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan, pengurangan hegemoni budaya
patriarki dan kesetaraan dalam distribusi peran gender. Dengan demikian, perempuan
dapat mencapai status yang lebih setara dan berperan aktif dalam kehidupan keluarga
dan masyarakat.

B. Saran
Mendorong pasangan suami-istri untuk berbagi peran dan tanggung jawab dalam
keluarga secara adil. Pasangan harus dapat saling mendukung dalam tugas produktif,
reproduktif dan sosial kemasyarakatan. Selain itu, mendorong peran aktif laki-laki dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat. Laki-laki harus mendukung perempuan dalam
mengejar kesetaraan gender, termasuk berbagi pekerjaan rumah tangga dan mendukung
partisipasi perempuan dalam kehidupan sosial dan ekonomi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, O. P., Kusuma, R. S., & Kom, M. I. (2020). PERAN GENDER DALAM FILM
KELUARGA INDONESIA (Studi Analisis Isi Kualitatif Peran Gender dalam Film
Keluarga Indonesia) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Herien, P. (2010). Persepsi Peran Gender Terhadap Pekerjaan Domestik dan Publik Pada
Mahasiswa IPB. Jurnal Studi Gender & Anak, 17-34.
Rahadian, A. (2016). Peran Gender dalam Keluarga: Tinjauan Perspektif Kelas. Medium.com.
Rahman, M. (2015). Pendidikan Keluarga Berbasis Gender. Musawa, Vol. 7 No. 2, 234-255.
Rahmawati, A. (2016). Harmoni dalam keluarga perempuan karir: upaya mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender dalam keluarga. Palastren: Jurnal Studi Gender, 8(1), 1-34.
Sriningsih, K. (2019). Perubahan Peran Gender Dalam Budaya Patriarki. Universitas Udayana.

15

Anda mungkin juga menyukai