Anda di halaman 1dari 311

1

2
2019

3
Hak Kekayaan
Intelektual

4
Hak Kekayaan Intelektual

Hak kekayaan intelektual berasal dari kreativitas intelektual manusia dalam bentuk nyata dan tidak
sekadar ide, gagasan, konsep atau fakta

1. Bidang Kreativitas:
 Ilmu pengetahuan, seni, sastra – Hak Cipta (Copyright)
 Teknologi – Paten
 Rangkaian kata, huruf, angka, warna pada barang atau jasa – Merek
 Penampilan produk – Desain Industri

2. HKI di Indonesia:
 UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek
 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
 UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
 UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
 UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
 UU Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit
 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat

3. HKI harus dilindungi karena merupakan:


 Hak-hak alamiah
 Perlindungan atas reputasi (cocacola, microsoft, sidomuncul, djarum, mcd dll)
 Meningkatkan gariah penemuan, penciptaan
 Fair competition

4. Kritikan Terhadap HKI:


 Monopoli harga jadi mahal
 Sistem royalty harga jadi mahal
 Penegakan yg ketat menghambat
 Perkembangan iptek
 Devisa terbuang
 Penegakan yg ketat ancaman
 Pengusaha gulung tikar

5
5. Pidana HKI:
 Delik biasa
 Delik aduan
 Perumusan ancaman pidana minimal dan maksimal

6. Perdata HKI:
 Gugatan ganti kerugian
 Pembatalan hak
 Penghentian semua kegiatan

7. Peradilan:
 Pengadilan Negeri
 Pengadilan Niaga

8. Prinsip Dasar HKI:


 HKI hanya melindungi ekspresi/bentuk dari ide, konsep atau gagasan. HKI tidak
melindungi ide, konsep, gagasan, fakta tertentu;
 HKI memberikan monopoli;
 Beberapa HKI memberikan hak pada pemiliknya karena :
a. Pendaftaran ( merek, paten, desain industri, desain tata letak sirkit terpadu)
b. Bisa didaftarakan bisa tidak (hak cipta)
c. Tidak perlu pendaftaran (rahasia dagang).

HAK CIPTA
1. Hak Cipta adalah jak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang timbul secara otomatis setelah ciptaan
selesai dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undanga. yang
berlaku. Hak cipta mencakup ilmu pegetahun, seni, sastra, juga program computer.

2. Pencipta adalah seseorang/beberapa orang yang secara sendiri/Bersama-sama


menghasilkan suatu ciptaan bersifat khas/pribadi.

3. Ciptaan: hasil hak cipta yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi,
keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.

4. Lisensi:

6
 Izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait pada
pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya dengan syarat
tertentu.
 Karakternya sewa menyewa
 Dibatasi waktu dan syarat tertentu
 Kompensasi-royalty
 Dicatatkan pada ditjen hki yang dilisensikan hak ekonomi

5. Royalty: imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi ciptaan yang diterima pencipta atau
pemilik hak terkait.

6. Pembajakan : penggandaan ciptaan atau produk hak terkait secara tidak sah dan
pendistribusian barang hasil penggandaan tersebut secara luas untuk memperoleh keuntungan
ekonomi.

7. Subjek Hak Cipta


 Pencipta: pencipta bisa lain dengan Pemegang hak cipta
 Pemegang Hak Cipta: pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pemegang yang
menerima hak tersebut secara sah dari pencipta.

8. Contoh Hak Cipta


 Karya seni film seperti Avengers, The Lion King, dll.
 Karya sastra seperti Ayat Ayat Cinta, Harry Potter, dll.
 Karya musik seperti lagu-lagu dari Agnez Monica, Mbah Surip, dll.

9. Hak-Hak yang Melekat


 Hak Ekonomi: hak pencipta atau pemegang hak cipta unutk mengambil manfaat
ekonomi suatu ciptaan dan mengkomersialkan dengan cara-cara:
a. Reproduksi ciptaan
b. Mempertunjukkan/performing
c. Mempertontonkan
d. Mempublikasikan
e. Menyalin ciptaan dalam bentuk lain/derivatif work, sekuel
f. Mengalihkan/ assignment
g. Melisensikan.
h. Advertising right
i. Mechanical right
j. Rental rights
 Hak Moral: Harus ditulis nama penciptanya.
 Hak untuk tetap dijaga keutuhan ciptaan/tidak boleh mengadakan perubahan
ciptaan kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya.Termasuk di

7
dalamnya perubahan atas judul, anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahan
nama samaran pencipta.

10. Indikator Orisinalitas


 Sebuah karya cipta untuk dianggap orisinil tidak diperlukan bahwa ciptaan
tersebut harus baru (novelty), seperti halnya di dalam sistem paten;
 Untuk dianggap orisinil tidak dibutuhkan adanya perbedaan yang sangat besar
antara karya cipta yang dibuat dengan ciptaan sebelumnya, sebagaimana banyak
dianut dalam sistem paten dalam menentukan kebaharuan
 Orisinalitas yang dimaksud dalam sistem Hak Cipta adalah orisinil dalam ekspresi
idenya bukan orisinil pada idenya;
 Dikatakan orisinil apabila karya cipta tersbut murni berasal dari si pencipta sendiri
dan bukan sekedar melakukan copy ;
 Bukan suatu yang orisinil apabila ciptaan tersebut memuat banyak informasi yang
sudah menjadi milik umum;
 Orisinalitas muncul dari hasil kreativitas dan upaya intelektual pencipta tidak
sekedar menjiplak;
 Terdapat korelasi langsung antara konsep yang ada pada pikiran pencipta dengan
ciptaan yang dihasilkan melalui tangan si pencipta;
 Secara kuantitas kontribusi yang diberikan pencipta sebagai berikut :tidak sekedar
variasi tambahan yang kelihatannya sepele, asal-asalan; terlalu minim
creativitasnya; harus merupakan variasi yang membawa daya pembeda ;harus
merupakan sentuhan yang serius dari si pencipta;

11. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta


 Umumnya dilindungi selama hidup si pencipta plus 70 tahun setelah meninggal
dunia kecuali beberapa ciptaan: program komputer, sinematografi, fotografi,
database, karya derivatif: 50 tahun sejak diumumkan
 Badan hukum: 50 tahun sejak diumumkan

12. Bentuk Pelanggaran Hak Cipta


 Melakukan copy (mereproduksi,menggabungkan rekaman suara,copy film
sinematografi);
 Publishing;
 Performing;
 Broadcasting;
 Adapting
 Konsep hukum pidana “mengambil sebagian tidak dapat dikatakan mengambil
keseluruhan “
 Konsep hak cipta “mengambil sebagian dapat merupakan pelanggaran hak cipta“
bila yang diambil bagian substansial

8
MEREK
Pelanggaran merek terjadi apabila terdapat persamaan keseluruhannya atau persamaan pada
pokoknya dengan merek yang telah terdaftar untuk barang/jasa yang sejenis dalam satu kelas

Persamaan pada pokoknya:


1. Terdapat kesan yang sama pada:
 Bentuknya
 Cara penempatan
 Cara penulisan

2. Persamaan Bunyinya:
 Salonpas – Sanoplas
 Oreo – Rodeo
 Lavendor – Lavenor

3. Penambahan Kata
 Aqua – Aquaria
 Bata – Batasa
 Gadjah Duduk – Gajah Berdiri

4. Terjemahan kata
 Harimau – Tiger
 Gajah – Elephant
 Sun – Matahari

Ancaman Pidana
 Persamaan kesseluruhannya paling lama 5 Tahun dan/atau denda maksimal 1 Milyar
 Persamaan pada pokoknya: 4 Tahun dan/atau denda maksimal 800 juta
 Memperdagangkan barang hasil pelanggaran: 1 Tahun dan/atau denda maksimal 200 juta

Penghapusan Merek
1. Diajukan oleh pemilik merek sendiri untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan atau
jasa. Bila terikat lisensi maka disertakan persetujuan tertulis dari penerima lisensi
2. Dilakukan atas prakarsa menteri, dengan alasan;
 Memiliki persamaan keseluruhan/pada pokoknya dengan indikasi geografis

9
 Bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas,
agama, kesusilaan, ketertiban umum
 Memiliki persamaan keseluruhannya/ pada pokoknya dengan ekspresi budaya
tradisional warisan budaya tak benda, nama atau logo yg sudah merupakan tradisi
turun temurun.
 Penghapusan oleh menteri baru dapat dilakukan setelah mendptkan rekomendasi
komisi banding merek atas permintaan menteri
 Pemilik merek yang berkeberatan atas penghapusan merek oleh menteri dapat
mengajukan melalui ptun
3. Diajukan oleh pihak ketiga yang berkepentingan dalam bentuk gugatan ke pengadilan
niaga dengan alasan merek tidak digunakan selama 3 tahun berturut-turut dalam perdagangan
barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir.

*Penghapusan merek dicatat dan diumumkan dalam berita resmi merek

Pembatalan Merek
1. Pembatalan merek hanya dapat dilakukan melalui gugatan pembatalan di pengadilan niaga
berdasarkan alasan Pasal 20 dan Pasal 21
2. Pemilik merek tidak terdaftar dapat mengajukan pembatalan bila telah mengajukan
permohonan kepada menteri
3. Gugatan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 th terhitung sejak tanggal pendaftaran
4. Tidak ada batas waktu dengan alasan; ikhtikad tidak baik, bertentangan dengan ideologi
negara, per uu, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

PATEN
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di
bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau
memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

1. Invensi
 Adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses.
 Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
 Invensi dapat berupa produk, proses, atau penyempurnaan dan pengembangan
produk atau proses
 Invensi tidak mencakup:
a. Kreasi estetika;
b. Skema;
c. Aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:

10
 Yang melibatkan kegiatan mental;
 Permainan;
 Bisnis.
d. Aturan dan metode yang hanya berisi program komputer;
e. Presentasi mengenai suatu informasi; dan
f. Temuan (discovery) berupa:
 Penggunaan baru untuk produk yang sudah ada dan/atau dikenal;
dan/atau
 bentuk baru dari senyawa yang sudah ada yang tidak menghasilkan
peningkatan khasiat bermakna dan terdapat perbedaan struktur kimia
terkait yang sudah diketahui dari senyawa.

2. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten, baik yang bersifat eksklusif
maupun non-eksklusif, kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk
menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu.

3. Royalti adalah imbalan yang diberikan untuk penggunaan hak atas Paten.

4. Subyek Paten
Pihak yang berhak memperoleh paten adalah inventor atau orang yang menerima lebih
lanjut hak inventor yang bersangkutan. Jika Invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara
bersama-sama, hak atas Invensi dimiliki secara bersama-sama oleh para Inventor yang
bersangkutan. Kecuali terbukti lain, pihak yang dianggap sebagai Inventor adalah seorang
atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam
Permohonan.

5. Bidang Yang Tidak Dapat Dipatenkan


 Proses atau produk yang penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan uu,
moralitas agama, ketertiban umum, dan kesusilaan
 Metode pemeriksaan, perawatan, pembedahan,pengobatan, yang diterapkan pada
hewan dan atau manusia
 Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan, matematika;
 Semua mahluq hidup kecuali jasad renik;
 Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan kecuali
proses yang non biologis atau proses microbiologis

6. Contoh Invensi di Sekitar Kita


 Palang pintu kereta api otomatis
 CDI untuk mobil
 Telur asin rasa jahe,pedas,jeruk

11
 Jamu flu burung
 Kitosan pengganti formalin
 Panci presto bertekanan rendah
 Remote control untuk baca meteran dan pemutus aliran listrik

7. Jangka Waktu
 Paten biasa 20 tahun, tidak bisa diperpanjang
 Paten sederhana 10 tahun, tidak dapat diperpanjang

8. Kewajiban Pemegang Paten


 Melaksanakan paten di Indonesia
 Membayar biaya tahunan/annual fee

9. Persyaratan Pendaftaran
 Copy KTP inventor atau pemegang paten
 Surat kuasa bila konsultan paten (konsultan HKI)
 Copy KTP kuasa
 Mengisi formulir paten
 Membayar biaya pendaftaran
 Surat pengalihan hak
 Copy akta pendirian jika badan hukum
 Spesifikasi yang terdiri dari deskripsi, klaim, abstrak, gambar teknik
 Bukti prioritas jika pemohon dari luar negeri

RAHASIA DAGANG

1. Diatur pada UU Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

2. Pengertian dan Cakupan


 Informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui umum
 Mempunyai nilai ekonomi dan berguna dalam kegiatan usaha
 Dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya

3. Kelebihan

12
 Perlindungan otomatis
 Tidak ada registrasi
 Kemungkinan melindungi hal-hal yang intangible
 Melengkapi hki yang lain(untuk produk belum sempurna)
 Jangka waktu unlimited
 Tidak perlu publikasi

4. Kelemahan
 Rekayasa ulang bukan pelanggaran rahasia dagang
 Kemungkinan banyak yang mirip-mirip
 Tidak ada monopoli

5. Objek Rahasia Dagang


 Informasi
 Bisa tertulis atau tidak tertulis
 Apa yang ada di perusahaan baik tertulis atau tidak tertulis sepanjang dirahasiakan,
mempunyai nilai kompetitif, sebagai alat bersaing; contoh:
a. Metoda produksi
b. Metoda pengolahan
c. Metoda penjualan
d. Informasi di bidang teknologi atau bisnis yang memiliki nilai ekonomi yang tidak diketahui
umum

Dikecualikan: informasi bisnis yang dapat dikembangkan secara independen


dengan hanya sedikit kesulitan

6. Contoh Informasi Rahasia Dagang


 Informasi tentang karakteristik konsumen
 Informasi yang berkaitan dengan harga dan biaya produksi
 Sumber bahan baku, ramuan

13
 Buku dan catatan bisnis
 Informasi penjualan
 Daftar pelanggan
 Info yang berkaitan dengan peluang bisnis
 Info yang berkaitan dengan distributor, supplier

7. Syarat Perlindungan Hukum Rahasia Dagang


 Informasi tersebut bersifat rahasia
 Informasi tersebut mempunyai nilai ekonomi
 Dijaga kerahasiaannya oleh pemiliknya

8. Pelanggaran Rahasia Dagang


 Dengan sengaja mengungkapkan rahasia dagang atau mengingkari kesepakatan
atau kewajiban tertulis atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang
 Memperoleh atau menguasai rahasia dagang dengan cara yang tidak layak, tidak
patut, bertentangan dengan perundang-undangan.
 Misalnya:membujuk, merayu, hadiah,mata-mata, menyadap telepon, mencuri
dokumen dsb.

9. Penyelesaian Sengketa
 Bisa perdata: gugatan ganti kerugian, penghentian kegiatan
 Bisa pidana: ancaman 7 tahun dan atau denda paling banyak 300 juta rupiah
 Bisa disidang secara tertutup

Pengecualian: Kepentingan hankam, kesehatan, keselamatan masyarakat, dan tindakan


rekayasa ulang semata-mata untuk pengembangan lebih lanjut produk yang
bersangkutan.

14
Hukum Pidana
Khusus

15
HUKUM PIDANA KHUSUS

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUPNYA

tindak pidana khusus merupakan bagian dari hukum pidana. Sebelum membahas pengertian tindak
pidana khusus, sangat perlu untuk membahas istilah pidana menurut beberapa ahli dan tindak
pidana terlebih dahulu sebagai dasar dari tindak pidana khusus. Hukum pidana menurut Moeljatno
ialah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan-aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan pidana sebagaimana yang telah diancamkan
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Selain itu, hukum pidana menurut Simons adalah
sebagai berikut:
1. Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa yaitu suatu
“pidana” apabila tidak ditaati
2. Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana
3. Keseluruhan ketentuan yang mmeberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.
Beberapa pengertian pidana oleh para ahli yang akan kita bahas tentunya berkaitan dengan kata
atau istilah pidana itu sendiri. Berawal pada penggunaan kata “hukuman” yang merupakan istilah
yang sifatnya umum, mempunyai arti yang luas dan cenderung berubah-ubah karena bidangnya
yang cukup luas. Kata “hukuman” tidak hanya dalam bidang hukum, tetapi digunakan di bidang
lainnya. Diperlukan suatu batasan yang menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat yang khas, maka

16
disepakai menggunakan kata “pidana” karena diyakini bersifat lebih khusus atau spesifik daripada
kata “hukuman”, sehingga dapat menunjukan ciri-ciri atau sifat-sifat yang lebih spesifik, seperti
dalam bidang hukum saja.Selanjutnya, Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa pidana
adalah hal-hal dipidanakan oleh instansi yang berkuasa yang dilimpahkan kepada seorang oknum
sebagai hal yang tidak enak dirasakannya, dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan. Van
Hamel berpendapat bahwa arti pidana menurut hukum positif adalah: ”Sesuatu penderitaan yang
bersifat khusus, yang telah dijatuhkan oleh kekuaaan yang berwenang menjatuhkan pidana atas
nama negara sebagai penanggung jawab dari ketertiban hukum bagi seorang pelanggar, yakni
semata-mata karena orang tersebut telah melanggar sesuatu peraturan hukum yang ditegakkan oleh
negara”. Simons, sebagaimana dikutip oleh Lamintang, juga mengemukakan bahwa pidana dapat
diartikan sebagai suatu penderitaan yang oleh undangundang pidana telah dikaitkan dengan
pelanggaran terhadap suatu norma, yang dengan suatu putusan hakim telah dijatuhkan bagi
seseorang yang bersalah.6 Sedangkan, Sudarto justru mempertanyakan istilah pidana dalam
pernyataannya sebagai berikut: “Yang jelas harus disadari ialah bahwa pengertian pidana dari abad
kesembilan belas perlu diadakan revisi apabila kita menghendaki suatu pembaharuan dalam
hukum pidana kita. Pada waktu KUHP kita dibuat, ialah lebih dari 60 tahun yang lalu, mengenakan
pidana diartikan sebagai pemberian nestapa secara sengaja. Ilmu hukum pidana dalam
perkembangannya, lebih-lebih dengan munculnya sanksi yang berupa tindakan sebagai akibat dari
pengaruh aliran modern maka di berbagi negara akhirnya pengertian pidana demikian itu harus
ditinjau kembali”. Menurut Sudarto, pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada
orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan, Roeslan
Saleh juga berpendapat bahwa pidana ialah reaksi atas delik dan berwujud suatu nestapa yang
dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik itu.7 Pidana memiliki unsur-unsur
sebagai berikut:
1. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat–
akibat lain yang tidak menyenangkan.
2. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh
yang berwenang).
3. Pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang–
undang. Selain itu, Andi Hamzah mengemukakan bahwa menurut hukum positif Indonesia, pidana

17
diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur bahwa
pidana terdiri atas pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari:
1. Pidana mati;
2. Pidana penjara;
3. Pidana kurungan;
4. Pidana denda. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari:
1. Pencabutan hak-hak tertentu;
2. Perampasan barang-barang tertentu;
3. Pengumuman putusan hakim. Selanjutnya, tindak pidana adalah suatu pengertian yuridis, lain
halnya dengan istilah “perbuatan jahat” atau “kejahatan” (crime atau Verbrechen atau misdaad)
yang diartikan secara kriminologis dan psikologis. Tindak pidana biasa dikenal dengan istilah
delik, berasal dari bahasa Latin yaitu delictum. Delik dalam kamus hukum merupakan perbuatan
yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang (tindak
pidana). Mengenai isi dari pengertian tindak pidana tidak ada kesatuan pendapat di antara para
sarjana. Djoko Prakoso mengemukakan kejahatan atau tindak pidana secara yuridis ialah
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan pelanggarannya dikenakan sanksi. Djoko
Prakoso juga mengemukakan kejahatan atau tindak pidana secara kriminologis ialah perbuatan
yang melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat dan mendapatkan reaksi negatif
dari masyarakat, sedangkan secara psikologis ialah perbuatan manusia yang abnormal yang
bersifat melanggar hukum yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dari si pelaku perbuatan
tersebut. Selain itu, tindak pidana menurut Moeljatno mengemukakan bahwa tindak pidana adalah
suatu pengertian yuridis seperti halnya untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap istilah
hukum, maka bukanlah hal yang mudah untuk memberikan definisi atau pengertian terhadap
istilah tindak pidana. Pembahasan hukum pidana dimaksudkan untuk memahami pengertian
pidana sebagai sanksi atas delik, sedangkan pemidanaan berkaitan dengan dasar-dasar pembenaran
pengenaan pidana serta teori-teori tentang tujuan pemidanaan. Pidana itu sendiri merupakan suatu
istilah yuridis yang mempunyai arti khusus berasal dari bahasa Belanda, yaitu ”straf” yang dapat
diartikan sebagai ”hukuman”. Tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan istilah strafbaarfeit dan
dalam kepustaan tentang hukum pidana sebagai delik, sedangkan pembuat Undang-Undang
merumuskan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau yang sering disebut sebagai tindak
pidana. Strafbaarfeit terdiri dari 3 kata, yaitu straf, baar dan feit. Straf berarti pidana atau hukum.

18
Baar berarti dapat atau boleh, sedangkan feit berarti tindak atau peristiwa atau pelanggaran atau
perbuatan (aktif maupun pasif). Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana
merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai
ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, barangsiapa melanggar larangan tersebut. Pendapat
beberapa doktrin tentang apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaarfeit tersebut, seperti
yang dikemukakan oleh Van Hamel dan Pompe. Van Hamel mengatakan bahwa ”Strafbaarfeit
adalah kelakuan manusia (menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam undang-undang, yang
bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (strafwaardig) dan dilakukan dengan
kesalahan”.Sedangkan pendapat Pompe mengenai Strafbaarfeit yang dapat dirumuskan sebagai
suatu pelanggaran norma yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh pelaku”. Moeljatno juga
mengemukakan bahwa istilah hukuman berasal dari kata straf, dan istilah dihukum berasal dari
kata wordt gestraft merupakan istilah yang konvensional. Lalu, karena tidak setuju dengan istilah-
istilah tersebut, digunakan istilah-istilah yang inkonvensional dimana kata wordt gestraft diganti
dengan kata pidana. Jika kata straf diartikan sebagai hukuman, maka strafrecht diartikan sebagai
hukuman-hukuman. Moeljatno kemudian mengatakan bahwa arti kata dihukum berarti “diterapi
hukuman”, baik hukum pidana maupun hukum perdata. Hukuman merupakan hasil atau akibat
dari penerapan hukum yang maknanya lebih luas dari pidana karena mencakup keputusan hakim
dan lapangan hukum perdata.18 Menurut Sudarto, bahwa ”penghukuman” berasal dari kata
”hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai ”menetapkan hukum” atau ”memutuskan tentang
hukum” (berechten). Menetapkan hukum untuk suatu peristiwa tidak hanya menyangkut bidang
hukum pidana saja, akan tetapi juga hukum perdata.19 Sudarto mengemukakan bahwa pidana
adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang
memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh pidana itu adalah reaksi atas
delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada pembuat delik
itu. Selain itu, Hart mengatakan bahwa pidana itu harus:
1. Mengandung penderitaan atau konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan;
2. Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar atau disangka benar melakukan tindak pidana;
3. Dikenakan berhubung suatu tindak pidana yang melanggar ketentuan hukum;
4. Dilakukan dengan sengaja oleh selain pelaku tindak pidana;

19
5. Dijatuhkan dan dilaksanakn oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu sistem hukum yang
dilanggar oleh tindak pidana tersebut. Pada umumnya, dalam suatu rumusan tindak pidana,
setidaknya memuat rumusan tentang:
1. Subjek hukum yang menjadi sasaran norma tersebut (addressaat norm);
2. Perbuatan yang dilarang (strafbaar), baik dalam bentuk melakukan sesuatu (commission), tidak
melakukan sesuatu (omission) dan menimbulkan akibat (kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan); dan
3. Ancaman pidana (strafmaat), sebagai sarana memaksakan keberlakuan atau dapat ditaatinya
ketentuan tersebut. Tindak pidana pada dasarnya cenderung melihat pada perilaku atau perbuatan
(yang mengakibatkan) yang dilarang oleh undang-undang. Tindak pidana khusus lebih pada
persoalan-persoalan legalitas atau yang diatur dalam undang-undang. Tindak pidana khusus
mengandung acuan kepada norma hukum semata atau legal norm, hal-hal yang diatur perundang-
undangan tidak termasuk dalam pembahasan. Tindak pidana khusus ini diatur dalam undang-
undang di luar hukum pidana umum. Penyimpangan ketentuan hukum pidana yang terdapat dalam
undang-undang pidana merupakan indikator apakah undangundang pidana itu merupakan tindak
pidana khusus atau bukan. Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum tindak pidana khusus adalah
undang-undang pidana atau hukum pidana yang diatur dalam undang-undang pidana tersendiri.
Lalu, pernyataan ini sesuai dengan pendapat pompe yang mengatakan bahwa hukum pidana
khusus mempunyai tujuan dan fungsi tersendiri undang-undang pidana yang dikualifikasikan
sebagai hukum tindak pidana khusus ada yang berhubungan dengan ketentuan hukum administrasi
negara terutama mengenai penyalahgunaan kewenangan. Tindak pidana yang menyangkut
penyalahgunaan kewenangan ini terdapat dalam perumusan tindak pidana korupsi. Selanjutnya,
tindak pidana memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi. Pada umumnya syarat-syarat
tersebut dikenal dengan unsur-unsur tindak pidana. Seseorang dapat dikenakan pidana apabila
perbuatan yang dilakukannya memenuhi syarat-syarat tindak pidana atau strafbaarfeit. Unsur-
unsur dari suatu tindak pidana antara lain:
1. Melanggar hukum
2. Kualitas si pelaku
3. Kausalitas, hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai
akibat Lamitang berpendapat bahwa setiap tindak pidana dalam Kitab UndangUndang Hukum
Pidana (KUHP) dapat dijabarkan unsur-unsurnya menjadi dua macam antara lain:

20
1. Unsur subjektif Unsur ini melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan si pelaku
dan termasuk kedalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

2. Unsur objektif Unsur ini berhubungan dengan keadaan-keadaan, yaitu keadaan-keadaan


tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Unsur subjektif dari suatu tindak pidana dapat berupa:
1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (culpa/dolus); 2. Maksud atau voornemen pada suatu
percobaan atau pogging seperti dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; 3. Macam- macam
maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan – kejahatan pencurian,
penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; 4. Merencanakan terlebih dahulu atau
voorbedachte raad seperti misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340
KUHP; 5. Perasaaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak
pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Selanjutnya, ruang lingkup tindak pidana khusus dalam buku Ruslan Renggong tidak berbeda jauh,
tetapi terdapat beberapa tindak pidana khusus lainnya, sebagai berikut:
1. Korupsi
2. Pencucian Uang
3. Terorisme
4. Pengadilan Hak Asasi Manusia
5. Narkotika
6. Psikotropika
7. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
8. Tindak Pidana Lingkungan Hidup
9. Oerikanan
10. Kehutanan
11. Penataan Ruang
12. Keimigrasian
13. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
14. Kesehatan
15. Praktik Kedokteran
16. Sistem Pendidikan Nasional
17. Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis

21
18. Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
19. Perlindungan Anak
20. Informasi dan Transaksi Elektronik
21. Pornografi
22. Kepabeanan
23. Cukai
24. Perlindungan Konsumen
25. Pangan
26. Paten
27. Merk
28. Hak Cipta
29. Pemilihan Umum (Pemilu)
30. Kewarganegaraan
31. Penerbangan

TPPU
Pencucian uang (money laundry) adalah suatu perbuatan merubah dan menyembunyikan uang
tunai atau asset yang diperoleh dari suatu kejahatan, yang terlihat seperti berasal dari sumber yang
sah. Dana haram (illifict funds) tidak bersifat seperti dunia pada umumnya, karena dana ini dapat
merusak pasar, merugikan perserta pasar yang sah dan selalu tidak memberikan kontribusi
terhadap pembangunan ekonomi jangka panjang dan stabilitas pasar tempat dimana dana tersebut
tersenbunyi. Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama ³ mulai
sekarang dibahas, karena banyak menyita perhatian dunia international disebabkan dimensi dan
implikasinya yang melanggar batas-batas negara.

Ada pelbagai rumusan bertalian dengan makna pencucian uang atau ³PRQH\ ODXQGU\¥ pada
dasarnya perumusan itu menyangkut suatu proses pencucian uang yang diperoleh dari kejahatan
dan dicuci melalui suatu lembaga keuangan (bank) atau penyedia jasa keuangan, sehingga pada
akhirnya uang yang haram itu mendapatkan suatu penampilan sebagai uang yang sah atau halal.
Dari literatur-literatur yang ada, maka dapat diketahui, maka AlCapone, penjahat terbesar di
Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari masa kejahatannya dengan memakai si genius Mayer

22
Lansky, orang Polandia, yang bekerja sebagai seorang Akuntan, Al-Capone mencuci uang
kejahatan melalui usaha binatu (laundry), demikianlah asal muasal nama

Dana haram (illifict funds) tidak bersifat seperti dunia pada umumnya, karena dana ini dapat
merusak pasar, merugikan perserta pasar yang sah dan selalu tidak memberikan kontribusi
terhadap pembangunan ekonomi jangka panjang dan stabilitas pasar tempat dimana dana tersebut
tersenbunyi. Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama
³PRQH\ ODXQGU\¥ mulai sekarang dibahas, karena banyak menyita perhatian dunia
international disebabkan dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara.

Karakteristik Pencucian Uang Melihat kepada batasan jumlah kekayaan yang dapat dikategorikan
sebagai hasil dari uang haram, yang dikalsifikasikan sebagai TPPU yaitu diatas 500 juta rupiah,
yang bersumber dari pendapatan kegiatan sebagaimana dirumuskan di dalam UU TPPU, sudah
barang tentu kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tingkat sosial tinggi, orang
pintar dan orang-orang yang sudah mempunyai modal. (Iman Sjahputra, 2006 : 35) Karena hasil
pencurian ayam, bahkan kerbau pun tidak masuk dalam kategori ini, penjahat seperti ini lazim
disebut sebagai penjahat berdasi (kemeja krah putih), istilah ini dipopulerkan oleh Edwin H.
Sutherland kemudian dilanjutkan oleh Hazel Coral.
Tahapan-Tahapan Pencucian Uang Terdapat 3 (tiga) tahapan dalam pencucian uang, yakni : a.
Plecement atau Tahap Penyimpanan Fase ini memindahkan uang haram dari sumber dimana uang
itu diperoleh untuk menghindarkan jejaknya. Atau secara lebih sederhana agar sumber uang haram
tidak diketahui oleh pihak penegak hukum. Metode yang paling umum dilakukan dari ¥ ini adalah
apa yang disebut sebagaI melalui atau dihindari. b. Layering atau Pelapisan Selalu terdapat
hubungan yaitu bahwa setiap prosedur ³yang berarti mengubah lokasi fisik atau sifat haram dari
uang itu adalah salah satu bentuk trategi pada umumnya meliputi, mengubah uang tunai menjadi
asset fisik, seperti membeli kendaraan bermotor, barang-barang perhiasan dari emas, atau batu-
batu permata yang mahal dll

c. Integration atau Penggabungan Mengintegrasikan dana dengan cara legitimasi ke dalam proses
ekonomi yang normal, hal ini dilakukan dengan cara menyampaikan laporan palsu yang
menyangkut pinjaman uang, kesemua perbuatan dalam proses pencucian uang haram ini

23
memungkinkan para raja uang haram ini menggunakan dana yang begitu besar, dalam rangka
mempertahankan ruang lingkup kejahatan mereka, atau untuk terus berproses dalam dunia
kejahatan yang menyangkut terutama narkotika atau para pejabat yang korups

Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Tindak Pidana Pencucian Uang Berkaitan dengan
Pidana Umum Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 menentukan bahwa penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam undangundang ini dilakuakn berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini. Makna rumusan ketentuan ini adalah Hukum Acara
Pidana yang berlaku saat ini (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana)
merupakan aturan / ketentuan yang dikecualikan dalam undang-undang ini merupakan aturan
khusus. Sebenarnya di dalam undang-undang ini juga ada aturan / ketentuan khusus dari hokum
pidana yang ketentuan umumnya diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penanganan tindak pidana pencucian uang sebagaimana halnya dengan tindak pidana lainnya yang
pada umumnya ditangani kejaksaan dimulai dengan penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) berdaarkan ketentuan Pasal 110 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya berjalan sebagaimana acara yang berlaku sesuai
ketentuan dalam KUHAP. Hanya perlu diingat bahwa tindak pidana pencucian uang ini tidak
berdiri sendiri karena harta kekayaan yang ditempatkan, ditransfer atau dialihkan dengan cara
integrasiitu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudah ada tindak pidana lain yang mendahuluinya
(predicate crime). Hal ini dapat kita ketahui dari rumusan Pasal 2 yaitu Harta Kekayaan yang asal
usulnya atau diperoleh dari tindak pidana tersebut (Pasal 2 ayat (1) huruf a ± y) adalah merupakan
Hasil Tindak Pidana.(Leden Marpaung, 2001 : 52) 2. Tindak Pidana Pencucian Uang Yang
Berkaitan Dengan Pidana Lainnya Ketentuan didalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 dirumuskan bahwa hasil Tindak Pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari
tindak pidana : a. Korupsi b. Penyuapan c. Dan seterusnya sampai dengan huruf y yaitu Tindak
Pidana Lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

a. Tindak Pidana Korupsi Dengan disebutnya tindak pidana korupsi,kita semua tahu bahwa tindak
pidana korupsi termasuk di dalam jenis tindak pidana khusus. Kejaksaan mempunyai wewenang
melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang selama ini sudah berjalan. Dengan demikian

24
apabila ada Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana korupsi itu merupakan hasil tindak
pidana korupsi, maka Kejaksaan dapat menyidik Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). b.
Tindak Pidana Penyuapan Apakah tindak pidana penyuapan di sini adalah ³3HQ\XDSDQ¥ sebagai
kualifikasi dari tindak pidana korupsi yang dirumuskan dalam pasal 5 ayat (1) dan (2), Pasal 6 ayat
(1) dan (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a, b, c, d, dan Pasal 12B. Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. (Marulak Pardede, 2000 : 55) Kalau memang Harta kekayaan itu
diperjelas dari Penyuapan sebgai kualifikasi perkara korupsi tersebut pasal-pasal diatas sudah tentu
kejaksaan dapat melakukan penyidikan. Peraturan Khusus Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang
Sebagaimana halnya dengan berbagai peraturan perundangundangan yang mengat

atur tentang tindak pidana yang tersebar di luar KUHP, maka dalam pengaturan tindak pidana
pencucian uang juga memberlakukan aturan khusus antara lain : (1) Pusat Pelaporan dan Transaksi
Keuangan adalah sebagai instansi yang independen untuk menganalisa tindak pidana pencucian
uang, Pasal 18 ayat (2). (2) Penyedia Jasa Keuangan (PJK), pejabat serta pegawainya yang
mempunyai kewajiban melaporkan transaksi keuang.
Penanganan tindak pidana pencucian uang sebagaimana halnya dengan tindak pidana lainnya yang
pada umumnya ditangani kejaksaan dimulai dengan penerimaan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) berdaarkan ketentuan Pasal 110 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana. Selanjutnya berjalan sebagaimana acara yang berlaku sesuai
ketentuan dalam KUHAP. Hanya perlu diingat bahwa tindak pidana pencucian uang ini tidak
berdiri sendiri karena harta kekayaan yang ditempatkan, ditransfer atau dialihkan dengan cara
integrasiitu diperoleh dari tindak pidana, berarti sudah ada tindak pidana lain yang mendahuluinya
(predicate crime). Hal ini dapat kita ketahui dari rumusan Pasal 2 yaitu Harta Kekayaan yang asal
usulnya atau diperoleh dari tindak pidana tersebut (Pasal 2 ayat (1) huruf a ± y) adalah merupakan
Hasil Tindak Pidana.(Leden Marpaung, 2001 : 52)

25
Kriminologi

26
KRIMINOLOGI

A. Definisi Kriminologi

Secara Etimologis, kriminologi ( criminology ) berasal dari kata crime ( kejahatan) dan logos
(ilmu). Dengan demikian, Kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan. Adapun pengertian Kriminologi menurut Para Ahli yaitu :

1. W.A Bonger

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

2. E.H. Sutherland

Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan
sebagai gejala sosial dan mencakup proses-proses perbuatan hukum, pelanggaran hukum dan
reaksi atas pelanggaran hukum.

3. Wood

Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman
yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat dan,termaksud di dalamnya reaksi dari
masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat.

4. Noach

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang
menyangkut orang-orang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela itu.

27
5. Walter Reckless

Kriminologi adalah pemahaman ketertiban individu dalam tingkah laku delinkuen dan tingkah
laku jahat dan pemahaman bekerjanya sistem peradilan pidana.

6. Mr. Paul Moedigdo

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang membahas kejahatan sebagai
masalah manusia. Berbagai ilmu disini menunjukkan kriminologi belum merupakan ilmu yang
berdiri sendiri”.

B.Istilah-istilah ( Penamaan) Kriminologi

Belanda =

Perancis =

Inggris = Criminology

Jerman = Kriminologie

C.Tujuan Kriminologi

1. Memberi petunjuk bagaimana masyarakat dapat memberantas kejahatan dengan hasil yang baik
dan lebih-lebih menghindarinya.

2. Mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijakan di lapangan hukum pidana, sehingga
dengan demikian dapat dicegah kemungkinan timbulnya akibat-akibat yang merugikan, baik segi
si pelaku,korban, maupun masyarakat secara keseluruhan.

28
3. Mempelajari kejahatan,sehingga menjadi misi kriminologi adalah :

a. Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi di dalam kehidupan
masyarakat, kejahatan apa dan siapa penjahatnya merupakan bahan penelitian para kriminolog;

b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya atau dilakukannya kejahatan.

4. Menjabarkan identitas kriminalitas dan kausa kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi


perencanaan pembangunan social pada era pembangunan dewasa ini dan di masa mendatang.

D. Hubungan Kriminologi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya

Adapun ilmu bantu dalam Kriminologi meliputi:

a. Ilmu Filsafat

Filsafat yang mempersoalkan hakekat manusia sebagai makhluk yang tidak sejajar dengan
makhluk lain disebut ''Antropologi Filsafat''. Antropologi Filsafat yang menentukan manusia
berbeda dengan hewan. Karena itu,hewan tidak pernah akan bertindak jahat karena untuk
menentukan sesuatu yang jahat,harus ada norma serta harus ada kesadaran. Hewan tidak bernorma
dan tidak berkesadaran sehingga pasal-pasal KUHP tidak diberlakukan.

b. Sosiologi Kriminal

Sosiolohi kriminal mempelajari faktor sosial yang menyebabkan timbulnya serta reaksi
masyarakat dan akibat kejahatan .keadaan sosial dan ekonomi yang buruk menimbulkan kejahatan.
ilmu ini berkembang dalam kriminologi sehingga melahirkan madzab lingkungan yang dirintis
oleh Perancis.

29
c. Antropologi Kriminal

Ilmu ini menginstrodusir sebab-sebab kejahatan karena kelaian anatomis yang dibawah sejak lahir.
Dengan demikian penjahat adalah salah satu jenis homosapieus yang dapat ditentukan secara
anatomis ilmu ini meneliti sebab-sebab kejahatan terletak pada tengkorak, tengkorak yang
abnormal melakukan perbuatan jahat dan melahirkan madzab autropologi.

d. Psychologi Kriminal

Ilmu ini meneliti sebab kejahatan terletak pada penyimpanan kejiwaan, meneliti relasi
watak,penyakit (jiwa) dengan bentuk kejahatan, serta situasi Psikologis yang mempengaruhi
tindakan jahat juga meneliti aspek psikis dari para oknum yang terlibat dalam persidangan
(jaksa,hakim,panitera,terdakwa).

e. Paenologi

Paenologi membahas timbulnya dan pertumbuhan hukum, arti hukuman serta faedah hukuman.

f. Neuro Pathologi Kriminal

Ilmu ini meneliti penyimpangan syaraf terhadap timbulnya kejahatan. Ahli yang bergerak dibidang
ini berpendapat ketidak beresan susunan urat syaraf mendorong seseorang untuk berbuat jahat.

E. Ruang Lingkup Kriminologi

Pemahaman mengenai ruang lingkup khususnya tentang luasnya masalah yang menjadi sasaran
perhatian kriminologi dapat bertolak dari beberapa definisi serta perumusan mengenai bidang
cakupan kriminologi yang diketengahkan oleh sejumlah kriminolog yang diakui mempunyai
pengaruh besar terhadap bidang pengetahuan ilmiah ini.

30
Menurut Walter C. Reckless dalam bukunya The Crime Problem mengemukakan 10 ruang lingkup
atau wilayah yang merupakan bidang kerja kriminologi;

1. Kriminologi mempelajari bagaimanakah kejahatan dilaporkan pada badan-badan resmi dan


bagaiman pulakah tindakan yang dilakukan menanggapi laporan itu;

2. Kriminologi mempelajari perkembangan dan perubahan hukum pidana dalam hubungannya


dengan ekonomi, politik, serta tanggapan masyarakatnya;

3. Kriminologi membahas secara khusus keadaan penjahat ,membandingkan dengan yang bukan
penjahat mengenai : sex, ras, kebangsaan, kedudukan ekonomi, kondisi kekeluargaan, pekerjaan
atau jabatan dan kedudukan, kondisi kejiwaan, phisik, kesehatan jasmani,rohani dan sebagainya;

4. Kriminologi mempelajari daerah-daerah atau wilayah-wilayah dihubungkan dengan jumlah


kejahatan dalam daerah atau wilayah yang dimaksud dan bahkan diteliti pula bentuk spesifik dari
kejahatan yang terjadi misalnya penyelundupan di daerah pelabuhan atau korupsi di lingkungan
pejabat;

5. Kriminologi berusaha memberikan penjelasan mengenai factor-faktor penyebab kejahatan


untuk menuangkannya dalam bentuk ajaran dan teori;

6. Kriminologi mempelajari jenis kejahatan yang dimanifestasikan secara istimewa dan


menunjukkan kelainan daripada yang sering berlaku, organized crime, white-collar crime yang
berupa bentuk-bentuk kejahatan modern, termasuk pembajakan pesawat, pencucian uang dan
pembobolan ATM;

7. Kriminologi mempelajari hal-hal yng sangat erat hubungannya dengan kejahatan, misalnya
alkoholisme, narkoba, pelacuran, perjudian, Vagrancy atau gelandangan dan pengemis;

8. Kriminologi mempelajari apakah peraturan perundang-undangannya beserta penegak


hukumnya sudah efektif;

31
9. Kriminologi mempelajari kemanfaatan lembaga-lembaga yang digunakan untuk menangkap,
menahan, dan menghukum;

10. Kriminologi mempelajari setiap usaha untuk mencegah kejahatan.

F. Perkembangan Kriminologi

1. Pra Kriminologi

Kriminologi sebagaimana ilmu yang lain baru lahir pada abad XIX dimulai pada tahun 1830
adalah Adolpen dari kota Quetelet Perancis sebagai pelopornya jdi bersamaan dengan dimulainya
sosiologi, namun apabila diurut ke belakang sebagaimana pada umumnya pengetahuan dan ilmu
yang lain sudah dimulai pada Jaman Kuno meski kajiannya tidak dapat atau hampir tidak dapat
dikatakan sebagai kriminologi.

Plato (427-347 SM) filsuf jaman Yunani dalam bukunya Republik mengatakan bahwa emas,
merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam pandangan manusia
makin merosot penghargaan terhadap kesusilaan.

Aritoteles (384-322 SM) murid Plato dalam bukunya Politiek mengemukakan pendapatnya
tentang hubungan antara kejahatan dengan masyarakat, bahwa kemiskinan menimbulkan
kejahatan dan pemberontakan.

2. Kriminologi

Pada abad XIX sosiologi criminal ( kriminologi) timbul akibat dari berkembangnya sosiologi dan
statistic criminal. Sehingga studi mengenai tindak pidana dan pelaku pidana pidana sudah mulai
sungguh-sungguh dipelajari.

32
3. Perkembangan Kriminologi pada Era Global

Era global yang dimulai sekitar tahun 1970 sering dinamakan globalisasi mengandung makna
yang dalam dan terjadi pada segala aspek kehidupan, misalnya ekonomi, social budaya,politik,
ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan sebagainya, sebagai dampak kemajuan teknologi
transportasi, komunikasi dan informatika modern yang luar biasa. Globalisasi yang ditandai oleh
informasi menuntut nilai-nilai dan norma baru dalam kehidupan nasional dan antar bangsa.

Kriminologi sebagai suatu ilmu pada era global memperluas cakrawala keilmuan dengan
mengkaji berbagai kejahaatan modern yang menuntut penanggukangannya secara modern pula.
Ketentuan hukum yang sesuai dan berlaku serta penegakan hukum atas terjadinya kejahatan
menjadi sorotan pula sebagai bahan kajian kriminologi.

Penjelasan kriminologi era globalisasi memerlukan pendekatan baru yang berbeda dengan
pendekatan di masa lampau; perkembangan kejahatan money laundering, terorisme,insider trading
( kejahatan ekonomi oleh orang dalam ), penyuapan terhadap pejabat publik asing oleh pihak
swasta, kejahatan lingkungan dan global, dan masih banyak lagi jenis kejahatan baru pada abad
XXI, tidak mungkin lagi dapat dianalisis dari segi pendekatan teori klasik maupun liberal.
Penjelasan jenis kejahatan baru tersebut hanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosiologi
ekonomi makro yang mengakui bahwa kejahatan tipe baru terkait dengan perkembangan ekonomi
global.

G. Aliran Kriminologi

1. Kriminologi Klasik

Aliran ini mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan cirri
fundamental manusia dan menjadi dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok.

Kunci kemajuan menurut pemikiran ini adalah kemampuan kecerdasan atau akal yang dapat

33
ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia mampu mengontrol dirinya sendiri
bak sebagai individu maupun sebagai suatu masyarakat.Di dalam kerangka pemikiran ini,
lazimnya kejahatan dan penjahat dilihat semata-mata dari batasan undang-undang.

2. Aliran Neo Klasik

Aliran Neo Klasik bertolak dari pandangan yang sama dengan Aliran Klasik, sehingga tidak
menyimpang dari konsepsi umum tentang manusia yang berlaku pada waktu itu di Eropa,bahwa
manusia bebas untuk memilih untuk berbuat kejahatan maupun berbuat baik, menghasilkan
pengecualian tertentu, yakni :

1. Anak di bawah umur 7 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap kejahatan karena
belum sanggup mengartikan pengertian perbedaan yang benar dengan yang salah;

2. Penyakit mental tertentu dapat melemahkan tanggung jawab.

Aliran Neo Klasik tidak mengekui kriminologi sebagai ilmu, walaupun demikian, aliran ini berjasa
di bidang kriminologi, pertama; pengecualian mereka terhadap prinsip bebas bertidak, termasuk
salah satu sebab walaupun cara pandang aliran ini tidak berdasarkan ilmu,ke dua; banyak di antara
undang-undang pidana dan kebijakan modern didasarkan pada prinsip yang klasik modern.

Ciri-ciri Aliran Neo Klasik adalah:

1. Adanya dokrin kehendak bebas;

2. Pengakuan dari sahnya keadaan yang memperlunak;

3. Perubahan dokrin tanggung jawab sempurnah untuk memungkinkan pelunakan hukuman


menjadi tanggung jawab sebagian saja;

34
4. Dimasukkannya kesaksian dan atau keterangan ahli dalam acara peradilan untuk menentukan
besarnya tanggung jawab.

3. Aliran Positivisme

Aliran ini menghasilkan 2 pandangan yang berbeda yaitu

1. Determinis biologic adalah organisasi social berkembang sebagai hasil individu dan
perilakunnya dipahami dan diterima sebagai pencermanan umum dari warisan biologic.

2.Determinis cultural menganggap bahwa perlaku manusia dalam segala aspeknya selalu berkaitan
dan mencerminkan ciri-ciri dunia sosio cultural yang melengkapinya.

Positivis menolak penjelasan yang berorietasi pada nilai, dan mengarahkan pada aspek yang
dapat diukur dari pokok persoalannya dalam usaha mencari sebab-akibat.

Tugas kriminologi adalah menganalisis sebab-sebab perilaku kejahatan melalui studi


lmiah terhadap ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, social,dan cultural. Aliran ini dipelopori oleh
Cesare Lombrosa(1835-1909) yang dikenal dengan biologi criminal yang menyebutkan bahwa
factor penyebab kejahatan yaitu factor alami dan sebagian karena pengaruh lingkungan.

4. Aliran Kritis

- Aliran ini mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku terutama ditentukan ole
bagaimana undang-undang disusun dan di jalankan.

- Tugas kriminologi kritis adalah menganalis proses-proses bagaimana cap jahat tersebut
diterapkan terhadap tindakan dan orang-orang tertentu.

35
- Pendekatan kritis ini dibedakan menjadi pendekatan interaksionis dan konflik.

- Pedekatan interaksionis menentukan mengapa tindakan dan orang tertentu didefisinikan sebagai
criminal di masyarakat tertentu dengan cara mempelajari persepsi makna kejahatan yang dimiliki
masyarakat yang bersangkuutan.

- Pendekatan kriminologi konflik mengatakan bahwa orang berbeda karena memilki perbedaan
kekuasaan dalam mempengaruhi perbuatannya dan bekerjanya hokum dan mengasumsikan bahwa
manusia merupakan makhluk yang terlibat kelompok kumpulannya.

5. Aliran Social Defence ( Pembelaan Masyarakat )

Aliran ini mengatakan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai dalam perkembangan studi
kriminologi. Pergeseran nilai-nilai diawali dari studi kriminologi yang menitik beratkan pada
aspek moral dan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat abstrak, dilanjutkan pada pandangan
terhadap pentingnya unsurnya individu dan peranan factor kepribadian serta lingkungan dalam
membentuk seseorang sebagai manusia penjahat, dan akhirnya terjadi perubahan tentang sikap dan
pandangan yang kurang menghargai penemuan-penemuan ilmiah dan menggantikannya dengan
pandangan yang lebih bersifat praktis pragmatis dalam menghadapi penjahat. Meskipun demikian,
aliran social defence tetap masih menghargai nilai-nilai moral pada kehidupan bermasyarakat
dalam arti bahwa perlakuan terhadap kejahatan tidak lagi sebagai obyek sarana peradilan pidana
namun diperlakukan sebagai manusia dengan integritas kemanusiaannya.

H. Teori-Teori Kriminologi

36
1. Teori Asosiasi Diferensial ( Differential Association Theory )

Dalam teori ini dijelaskan bahwa pola-pola delinquency dan kejahatan dipelajari dengan cara yang
serupa seperti setiap jabatan atau akupasi, terutama melalui jalan imitation atau peniruan dan
association atau pergaulan dengan yang lain. Berarti kejahatan yang dilakukan seseorang adalah
hasil peniruan terhadap tindakan kejahatan yang ada dalam masyarakat dan ini terus berlangsung.

2. Teori Tegang atau Teori Anomi ( Strain Theory )

Teori ini menjelaskan bahwa di bawah kondisi social tertentu, norma-norma sosial tradisional dan
berbagai peraturan, kehilangan otoritasnya atas perilaku. Dilandasi era depresi besar yang melanda
Eropa tahun 1930 sehingga terjadi perubahan besar dalam struktur masyarakat, misalnya tradisi
yang telah kehilangan dan telah terjadi a condition of deregulation di dalam masyarakat. Keadaan
demikianlah yang dinamakan ‘’anomi’’ atau keadaan ( masyarakat) tanpa norma, artinya
hancurnya keteraturan social sebagai akibat dari hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai.

3. Teori Kontrol Sosial ( Social Control Theory )

Penjelasan dalam teori ini menyatakan bahwa individu dimasyarakat mempunyai kecenderungan
yang sama kemungkinannya menjadi baik atau menjadi jahat. Berperilaku baik ataupun
berperilaku jahatnya seseorang, sepenuhnya bergantung pada masyarakat lingkungannya. Ia
menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya demikian, dan menjadi jahat apabila
masyarakatnya membuatnya demikian.

4. Teori Sub-Budaya ( Sub-Culture Theory )

Teori ini menjelaskan bahwa terjadinya peningkatan perilaku delinquent di daerah kumuh
menggambarkan bahwa frustasi pada anak kelas bawah dan menegaskan sebagai perjuangan antar
kelas, hal itu terjadi ketika anak-anak kelas bawah secara bersungguh-sungguh berjuang memiliki
symbol material untuk kesejahteraan.

37
Sub-budaya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bentuk, yakni :

1. Criminal Subculture; bentuk-bentuk perilaku gang yang ditujukan untuk kepentingan


pemenuhan uang atau harta benda;

2. Conflik subculture; bentuk gang yang berusaha mencari status dengan menggunakan kekerasan;

3. Retreatist subculture; bentuk gang dengan ciri-ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan
konvensional dan kemudian mencari pelarian dengan menyalahgunakan narkotika atau sejenisnya.

5. Teori – teori Sendiri ( The Self-Theories )

Teori ini menjalaskan bahwa teori-teori sendiri tentang kriminalitas menitikberatkan pada
interprestasi atau penafsiran individu yang bersangkutan. L. Edward Wells (1978) berspekulasi
bahwa perilaku adalah suatu usaha oleh seorang individu untuk mengkonstruksi, menguji
nengesahkan dan menyatakan apa tentang dirinya. L Edward wells memandang banyak bentuk
kesulitan emosional dan penyimpangan perilaku sebagai sesuatu yang muncul dari ketidaklayakan
yang dihipotesiskan agar terjadi di antara bayangan sendiri dan pelbagai permintaan atau
keinginan pribadi seperti aspirasi dan harapan-harapan. Perilaku dan bayangan sendiri berkaitan
paling sedikit dalam 2 (dua) cara ;

1. Perilaku dapat berupa ekspresi konsep diri snediri. Oleh sebab itu apabila seseorang memiliki
opini rendah tentang dirinya biasanya direfleksikan atau dicerminkan ke dalam susunan luas
perilaku negative termasuk juga depresi ke dalamnya misalnya penyalahgunaan alcohol dan
kriminalitas;

2. Perilaku dapat juga mendukung atau menahan self consept atau konsep diri sendiri.

6. Teori Psikoanalisis ( Psycho-Analitic )

38
igmund Freud sebagai penemu psikoanalisis berpendapat bahwa kriminalitas mungkin hasil dari
an overactive conscience yang menghasilkan perasaan bersalah yang berlebih. Sigmund Freud
menyebut bahwa mereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan
kejahatan dengan tujuan agar ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dihukum maka perasaan
bersalah mereka akan mereda. Seseorang melakukan perilaku yang terlarang karena hati nurani,
atau superego-nya begitu lemah atau tidak sempurnah sehingga ego-nya ( yang berperan sebagai
suatu penegah antara superego dan id ) tidak mampu mengontrol dorongan-dorongan id ( bagian
dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan
dipenuhi).

7. Teknik-teknik Netralisasi atau Teori Netralisasi ( The Techneques of Netralization)

Teori ini menjelaskan bahwa aktivitas menusia selalu dikendalikan oleh pikirannya,di sini
mencerminkan adanya suatu pendapat bahwa kebanyakan orang dalam berbuat sesuatu
dikendalikan oleh pikirannya yang baik. Di masyarakat selalu terdapat persamaan pendapat
tentang hal-hal yang baik dalam kehidupan masyarakat, dan menggunakan jalan layak untuk
mencapai hal tersebut.

8. Teori Pembelajaran Sosial ( Social Learning Theory )

Sosial Learning Theory berinduk pada psikhologi, dengan tokohnya; Petrovich Pavlov, John B.
waston, B.F. Skinner, belakangan Albert Bandura ( sebagai tokoh utamanya) yang
mengembangkan teori pembelajaran social ini dikaitkan dengan juvenile delinquency.

Teori ini menjelaskan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman belajar,
pengalaman kemasyarakatan disertai nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup bermasyarakat.

9. Teori Kesempatan ( Opportunity Theory )

Teori ini menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara lingkungan kehidupan, struktur
ekonomi dan pilihan pelaku yang mereka perbuat selanjutnya.

39
Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity
berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada
kesempatan, baik kesempatan patuh norma maupun kesempatan penyimpangan norma.

10. Teori Rangsangan Patologis ( Pathological Stimulation Seeking )

Teori ini menjelaskan bahwa;

1. Kriminal dilakukan dengan sistem urat syaraf yang hiporeaktif dan otak yang kurang member
respon, keadaan demikian tidak terjadi dalm vacuum melainkn berinteraksi dengan lingkungan
tempat tinggal tertentu di mana individu hidup dalam pergaulannya;

2. Anak-anak pra delinquent cenderung membiasakan diri terhadap hukuman yang diterimanya
dan rangsangan ini dengan mudah menambah frustrasi dikalangan orang tua;

3. Interaksi orang berhadapan dengan keadaanmeliputi hipotesis;

a. Respon parental yang negative dan tidak konsisten terhadap perilaku mencari stimulasi atau
rangsangan si anak merupakan daya etiologis dalam perkembangan kecenderungan-
kecenderungan kriminalitas selanjutnya;

b. Abnormalitas psikis si anak akan menyulitkan baginya mengantisipaso konsekuensi yang


menyakitkan atas tindakannya.

11. Teori Interaksionis ( Interactionist Theory )

Teori ini mempelajari proses interaksi soasial dan konsekuensinya terhadap masyarakat. Teori ini
menjelaskan suatu perilaku sosial berarti menjelaskan meaning (makna) perilaku tertentu yang
dilakukan dengan cara tertentu pula, baik yang bertalian dengan orang yang melakukan tindakan
itu maupun bagi mereka yang menyaksikan tindakan itu. Dengan demikian maka pokok persoalan

40
itu, bagaimana menjelaskan dengan sebaik mungkin perilaku sosial manusia.

12. Teori Pilihan Rasional ( Rational Choice Theory )

Teori ini menjelaskan bahwa;

1. Teori pilihan rasioanal menitikberatkan pada pemanfaatan yang diantisipasi mengenai taat pada
hukum berlawanan dengan perilaku melanggar hukum.

2.Akibat pidana yang dialami seseorang merupakan fungsi, pilihan-pilihan langsung serta
keputusan-keputusan yang dibuat relative oleh pelaku tindak pidana bagi peluang-peluang yang
ada padanya.

3. Teori pilihan rasional dengan demikian berpendapat bahwa individu menimbang dari berbagai
kemungkinan , kemudian memilih pemecahan yang optimal yang dapat dilakukan;

4. Terdaoat kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan oleh manusia yang menunjukkan
bahwa keputusan-keputusan yang diambil kadang kala tidak rasional dan bersifat non ekonomis
serta bersifat subyektif;

5. Meningkatnya pendapatan atau peluang yang lebih meluas harus berkurang, tidak saja sebagai
insentif bagi ilegalitas dan perilaku menyimpang, melainkan pula bagi perilaku criminal yang
sebenarnya seperti pada berbagai pola kejahatan konvensional, menurut perspektif pilihan
rasional.

6. Teori pilihan rasional member penjelasan yang bermanfaat dalam mempelajari kriminalitas

7. Teori pilihan rasional kurang mampu mempertanggungjawabkan mengenai perilaku criminal


untuk waktu yang relatife lama.

13. Teori – teori Perspektif Baru

41
Teori ini menjelaskan bahwa kejahatan secara tradisional karena melihat pada sifta-sifat pelaku
atau kepada social. Teori ini tidak hanya mempertanyaakan penjelasan tradisional tentang
pembuatan dan penegakkan hukum pidana, namun juga mempersalahkan hukum itu dalam
menghasilkan penjahat-penjahat, dan teori ini juga mempertanyakan tentang siapa yang membuat
hukum-hukum itu dan mengapa.

14. Teori Pemberian Nama ( Labeling Theory )

Teori ini menjelaskan bahwa sebab utama kejahatan dapat dijumpai dalam pemberian label oleh
masyarakat untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya. Berdasarkan
perspektif teori ini, pelanggar hukum tidak dapat dibedakan dari mereka yang tidak melanggar
hukum, terkecuali bagi adanya pemberian label terhadap mereka yang ditentukan demikian. Oleh
sebab itu, kriminal dipandang oleh teoritisi pemberian nama sebagai korban lingkungannya dan
kebiasaan pemberian nama oleh masyarakat konvensional.

15. Teori-teori Konflik (Conflik Theories)

Konsep dari teori ini adalah power ( kekuasaan ). Struggle ( pertarungan ) untuk kekuasaan
merupakan suatu gambaran dasar eksitensi manusia. Dalam arti pertarungan kekuasaan itulah
bahwa berbagai kelompok kepentingan berusaha mengontrol perbuatan dan penegakan hukum.
Untuk memahami pendekatan teori konflik ini, perlu secara singkat memandang bahwa kejahatan
dan peradilan pidana sebagai sesuatu yang lahir dari communal consensus ( consensus
masyarakat).

16. Teori Pemberian Malu Reintegratif atau Teori Pembangkit Rasa Malu ( Reintregrative
Shaming Theory)

Konsep-konsep dasar dari teori ini adalah ;

42
1. Interdependency atau saling ketergantungan bersifat individual,mencakup keikutsertaan warga
masyarakat dalam suatu jaringan social dimana di dalamnya mereka merasa bergantung pada
warga masyarakat lain untuk mencapai tujuan akhir dan warga masyarakat yang lainpun
bergantung padanya.

2. Communitarianism, bersifat kemasyarakatan, artinya di dalam masyarakat yang demikian warga


terikat kuat dalam suatu hubungan saling ketergantungan yang dicirikan adanya perasaan saling
mempercayai dan saling membantu.

3.Shaming ( rasa malu ) adalah semua proses social tentang pernyataan sikap pencelaan yang
mengekibatkan timbulnya penyesalan paling dalam bagi seseorang yang di permalukan atau
pencelaan oleh pihak lain yang telah menyadari hal itu.

4.Stigmatization atau Stigmatisasi adalah wujud dari disintegrative shaming atau pemberian malu
yang disintegrative, adalah menstigmatisasi dan meniadakan, jadi menciptakan suatu class of
outcast (kelas orang-orang terusir/terbuang).

5. Reintegrative atau mengintegrasikan.

17. Krimonologi Kritis ( Radicai ( Critical) Criminology )

Ian Tailor, Paul Walton, dan Jack Young-kriminolog Marxis dari Inggris menyatakan bahwa kelas
bawah ( kekuatan buruh dari masyarakat industri) yang dikontrol melalui hukum pidana dan para
penegaknya, sementara pemilik buruh-buruh itu hanya terikat oleh hukum perdata yang mengatur
persaingan antar mereka. Institusi ekonomi kemudian merupakan sumber dari konflik ,
pertarungan antar kelas selalu berhubungan dengan distribusi sumber daya kekuasaan, dan hanya
apabila kapitalisme dimusnahkan maka kejahatan akan hilang.

43
Hukum
Pelayanan
Publik

Hukum Pelayanan Publik

44
Definisi Pelayanan Publik
Pelayanan publik berasal dari kata pelayanan dan publik. Dalam KBBI, pelayanan
merupakan sebuah hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani. Sementara, publik berarti umum,
masyarakat, atau negara. Berdasarkan kedua kata tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik (UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik).

Dasar Hukum Pelayanan Publik


1. UUD NKRI 1945
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
3. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
4. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 100 Tahun 2018 tentang Penerapan Standar
Pelayanan Publik
6. Peraturan Menpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2017 tentang Pedoman
Penyelenggaran Forum Konsultasi Publik di Lingkungan Unit Penyelenggara Pelayanan
Publik
7. Peraturan Menpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman
Standar Pelayanan
8. Peraturan Menpan Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan
Pengaduan Pelayanan Publik Secara Nasional

Asas-Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik


Asas-asas penyelenggaraan pelayanan publik merupakan prinsip dasar yang menjadi acuan dalam
pengorganisasian, acuan kerja, serta pedoman oenilaian kinerja bagi setiap lembaga penyelenggara
pelayanan publik Asas-asas tersebut dapat dikategorikan sebagai asas-asas umum administrasi

45
publik yang baik (general principles of good administration). Asas penyeleggaraan pelayanan
publik memiliki dua sifat, yaitu:
1. Bersifat Umum
Asas-asas ini secara langsung menyentuh hakikat pelayanan publik sebagai wujud dari:
a. Upaya melaksanakan tugas pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak
b. Tugas pelaksanaan perintah peraturan perundang-undangan
2. Adaptif
a. Berfungsi sebagai acuan kegiatan pemberian pelayanan, baik dalam bidang
pelayanan administratif jasa, barang, ataupun kombinasinya
b. Dijabarkan lanjut kedalam penetapan aturan-aturan teknis (sistem, prosedur,
standar kualitas, pelayanan keluhan dari setiap jenis pelayanan publik

Asas-Asas dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Pasal 4)
1. Kepentingan umum
2. Kepastian hukum
3. Kesamaan hak
4. Keseimbangan hak dan kewajiban
5. Keprofesionalan
6. Partisipatif
7. Persamaan perlakuan atau tidak diskriminatid
8. Keterbukaan
9. Akuntabilitas
10. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan
11. Ketepatan waktu
12. Kecepatan, kemudahan, dan kejangkauan

Kriteria Pelayanan Publik


1. Memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraan
2. Memiliki kelompok kepentingan yang luas termasuk kelompok sasaran yang ingin dilayani
3. Memiliki tujuan sosial
4. Dituntut untuk akuntabel kepada publik

46
5. Memiliki konfigurasi indikator kinerja yang perlu kelugasan

Indikator Kinerja dalam Pelayanan Publik


1. Persyaratan
 Tersedia persyaratan yang jelas, mudah, dan tidak berbelit
 Persyaratan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
 Kemudahan dalam pengisian dan penggunaannya
2. Prosedur
 Tersedia prosedur yang jelas, mudah, dan tidak berbelit
 Prosedur pelayanan yang transparan
 Tidak adanya pihak perantara atau calo dalam pengurusan pelayanan
 Media informasi (website, brosue, pamflet, workshop/seminar) telah jelas dan lengkap
3. Waktu Pelayanan
 Terdapat standar waktu pelayanan
 Ketersediaan media informasi tentang waktu pelayanan yang jelas dan mudah diakses
(website, brosur, pamflet, workshop/seminar)
 Standar waktu pelayanan telah memenuhi aturan yang berlaku dan status permohonan
dapat diketahui dengan mudah
4. Biaya atau Tarif
 Biaya atau tarif permohonan harus terbuka/transparan
 Adanya jaminan terhadap tidak dipungut biaya (kasus tertentu)
5. Produk
 Ketersediaan informasi tentang jenis pelayanan dan spesifikasinya yang jelas
 Adanya jaminan terhadap jenis layanan dan spesifikasinya secara terbuka atau
transparan
 Kesesuaian antara hasil yang didapatkan dengan spesifikasi pelayanan
6. Kompetensi Petugas
 Petugas memberikan informasi tentang pelayanan dengan jelas dan mudah dimengerti
 Petugas bersikap proaktif dalam melayani pengguna
 Kompetensi dan kecakapan petugas dalam melayani pengguna telah memadai
 Petugas memberikan pelayanan secara menyeluruh dan tuntas

47
 Keterampilan petugas dalam melayani pelayanan telah memadai
7. Perilaku Petugas
 Petugas memberikan perhatian dalam melayani permintaan pengguna layanan
 Petugas menampung dengan seksama kebutuhan pengguna layanan
 Petugas menghormati dan menghargai pengguna layanan
 Petugas menunjukan kesungguhan dalam membantu
 Petugas pelayanan yang disiplin
8. Penanganan Pengaduan
 Petugas cepat tanggap terhadap keluhan pengguna
 Petugas merespon dengan cepat dalam menyelesaikan masalah atau memberikan
bantuan kepada pengguna
 Kemudahan dalam menyampaikan keluhan pengguna
9. Fasilitas
 Lokasi pelayanan berlokasi strategis
 Ketersediaan sarana pelayanan yaitu website pelayanan prima yang bagus, jelas, dan
mudah diakses sebagai media permohonan izin

Perkembangan Paradigma Pelayanan Publik


1. Old Public Administration (OPA)
OPA menempatkan panggung sebagai klien (client).
Dasar Teoritis Teori Politik
Konsep Kepentingan Publik Didefinisikan secara politis dan yang tercantum dalam
aturan
Pertanggungjawaban Birokrasi Klien (client) dan pemilih
Publik
Peran Pemerintah Penggayuh (Rowing)
Akuntabilitas Hierarki administratif

2. New Public Administration (NPA)


NPA menempatkan panggung sebagai pelanggan (customer)

48
Dasar Teoritis Teori Ekonomi
Konsep Kepentingan Publik Mewakili agregasi dari kepentingan individu
Pertanggungjawaban Birokrasi Publik Pelanggan (customer)
Peran Pemerintah Mengarahkan (steering)
Akuntabilitas Customer – kehendak pasar, keinginan pelanggan

3. New Public Service (NPS)


NPS menempatkan panggung sebagai pusat pelayanan (citizen focus)
Dasar Teoritis Teori Demokrasi
Konsep Kepentingan Publik Hasil dari dialog tentang berbagai nilai
Pertanggungjawaban Birokrasi Warga negara (citizen)
Publik
Peran Pemerintah Negosiasi dan elaborasi kepentingan warga negara
Akuntabilitas Multi aspek: hukum, nilai komunitas, norma politik, standar
professional, kepentingan warga.

Konsep Ideal Pelayanan Publik


Pelayanan publik dibangun atas dasar komitmet stakeholders untuk menciptakan pelayanan
publik yang berkualitas. Yang dimaksud dengan berkualitas disini adalah stakeholders
menjalankan peran yang sama, baik dalam merumuskan kriteria pelayanan, cara pemberian
pelayanan, mengatur keterlibatan masing-masing, mengatur mekanisme pengaduan, pengawasan,
dan evaluasi.
Selain itu, pelayanan publik juga dilaksanakan secara professional (akuntabilitas dan
responsibilitas). Hal tersebut diharapkan dapat membuat pelayanan publik menjadi lebih efektif
(pencapaian tujuan dan sasaran lebih diutamakan), efisien (persyaratan layanan dibatasi pada hal
yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran, ketepatan waktu dalam memberikan layanan,
responsif sehingga cepat menanggapi masalah, adaptif yaitu dapat dengan cepat menyesuaikan
aspirasi dan keinginan warga masyarakat yang dilayani), dan sederhana (pelayanan dijalankan
dengan mudah, cepat, dan mudah dipahami, adanya transparansi prosedur, persyaratan, unit kerja,

49
rincian biaya, tata cara pembayaran, hingga jadwal/waktu, dan keterbukaan dalam proses
pelayanan yang wajib diinformasikan secara terbuka, baik yang diminta atau yang tidak diminta).

Bentuk Organisasi Penyelenggara Pelayanan Publik


1. Organisasi Publik
a. Primer
Organisasi primer adalah organisasi yang hanya pemerintah saja yang menjalankannya,
contoh: perizinan, imigrasi, kependudukan, dan lain-lain).
b. Sekunder
Organisasi sekunder adalah organisasi yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi
masyarakat tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara
pelayanan.
2. Organisasi Privat
Organisasi privat merupakan organisasi yang diselenggarakan oleh swasta, contoh: rumah
sakit swasta, lembaga Pendidikan swasta, perusahaan pengangkutan, asuransi, dan lain-
lain.

Karakteristik Penyelenggaraan Pelayanan Publik


 Adaptabilitas layanan : Derajat layanan sesuai dengan tuntutan perubahan yang
dibutuhkan citizens.
 Posisi tawar citizens : Semakin tinggi posisi tawar citizens, maka akan
semakinvtinggi peluangnya untuk meminta pelayanan yang lebih baik.
 Tipe pasar : Karakteristik ini menggambarkan jumlah penyelenggara
pelayanan yang ada, dan hubungannya dengan citizens.
 Locus control : Karakteristik ini menjelaskan siapa yang memegang
kontrol atas transaksi, apakah citizens ataukah penyelenggara pelayanan.
 Sifat pelayanan : Siapa yang dominan, penyelenggara atau citizens?

Prinsip Good Governance Pelayanan Publik


 Penyelenggaraan pelayanan publik bertujuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
tujuannya dan pada hasil guna warga pengguna layanan. Hal ini ditujukan untuk memberi

50
kejelasan tentang tujuan organisasi dan hasil yang dimaksudkan untuk warga negara dan
pengguna layanan, memastikan bahwa pengguna menerima layanan berkualitas tinggi, dan
memastikan bahwa wajib pajak menerima nilai uang.
 Digunakan untuk memperjelas fungsi dan peran
a. Menjadi jelas tentang fungsi-fungsi badan pengatur
b. Menjadi jelas tentang tanggung jawab dan memastikan bahwa tanggung jawab tersebut
dilaksanakan
c. Menjadi jelas terkait hubungan antara pejabat dan publik
 Menerapkan nilai-nilai untuk seluruh organisasi dan menunjukkan tata kelola yang baik
melalui perilaku
a. Menerapkan nilai-nilai organisasi ke dalam praktik
b. Pejabat secara individu berperilaku dengan cara yang menjunjung tinggi dan
memberikan contoh yang efektif dalam tata kelola
 Mengambil keputusan yang jelas dan transparan
a. Harus tegas dan transparan dalam mengambil keputusan
b. Memiliki serta menggunakan informasi, saran, dan dukungan yang berkualitas baik.
 Mengembangkan kapasitas dan kemampuan badan pengatur agar efektif
a. Memastikan pimpinan yang ditunjuk dan dipilih memiliki kompetensi yang baik
keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang mereka butuhkan bekerja dengan
baik
b. Tanggung jawab pemerintahan dan mengevaluasi kinerja mereka
 Melibatkan pemangku kepentingan untuk mewujudkan akuntabilitas
a. Apa yang dilakukan harus akuntabel
b. Membuka ruang kepada masyarakat dan pihak lain untuk mengontrol
c. Mengambil pendekatan aktif dan terencana untuk bertanggung jawab kepada staf

Pengurusan Sektor-Sektor Pelayanan Publik


Secara empiris, administrasi negara sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
ideologi, politik, hukum, ekonomi, militer, sosial, dan budaya. Urusan pemerintah tidak hanya
berkutat dengan bagaimana cara menyelenggarakan pelayanan publik saja, melainkan juga
menyangkut bagaimana melakukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

51
Negara maju tidak lagi berkutat pada upaya percepatan pembangunan (development acceleration),
peningkatan pertumbuhan ekonomi (karena ekonomi negara maju sudah relatif stabil), serta
pelayanan publik yang menjadi program prioritas yang strategis. Sedangkan, negara berkembang
masih berkutat pada upaya mengejar pertumbuhan dan meningkatkan pembangunan serta
pelayanan publik yang mungkin belum menjadi agenda prioritas.

Alur Pengurusan Sektor Pelayanan Publik


1. Undang-Undang Pelayanan Publik dan perundang-undangan yang terkait
2. Mengurus atau memanajemen sektor-sektor pelayanan publik
3. Blue print manajemen sector-sektor pelayanan publik (kebijakan strategis)
4. Penyelenggaraan sektor-sektor pelayanan publik yang berkualitas dan akuntabel
5. Penyelenggaraan pelayanan publik berkinerja tinggi (efektif, efisien, akuntabel,
representative, ekonomis, demokratis, dan responsif)
6. Kepuasan pengguna layanan (customer driven government)

Pelayanan Publik yang Efisien-Efektif, Responsif, dan Non Partisan


1. Efisien-Efektif
a. Perspektif Pemberi Layanan
 Harus mengusahakan harga pelayanan murah, tidak terjadi pemborosan
sumberdaya publik
 Sebaiknya melibatkan sedikit mungkin pegawai
 Waktu pemberian layanan singkat
b. Perspektif Pengguna Layanan
 Pelayanan publik dapat dicapai dengan biaya yang murah
 Waktu pemberian layanan singkat
 Tidak banyak membuang energi
2. Responsif
Mengukur daya tanggap organisasi terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi serta tuntutan
warga pengguna layanan. Strategi untuk meningkatkan responsivitas adalah sebagai
berikut:

52
a. Menerapkan strategi Know Your Customers (KYC) yaitu prinsip kehati-hatian pemerintah
yang demokratis lahir untuk melayani warganya. Tugas pemerintah mencari cara agar pengguna
layanan puas dalam menerima pelayanan yang diselenggarakan.
b. Model Citizen’s Charter (Kontrak Pelayanan) yaitu standar pelayanan atau disebut aspirasi
merupakan kontrak sosial antara penyelenggara layanan dan pengguna layanan guna menjamin
kualitas pelayanan publik. Melalui kontrak pelayanan, hak dan kewajiban antara penyelenggara
dan pengguna layanan disepakati, didefinisikan dan diatur secara jelas.
3. Non Partisan
a. Memperlakukan semua pengguna layanan secara adil tanpa membeda-bedakan status
sosial ekonomi, kesukuan/etnik, agama, kepartaian, dan sebagainya
b. Latar belakang pengguna layanan tidak boleh dijadikan pertimbangan dalam memberikan
layanan
c. Harus dikedepankan prinsip equality before the law, guna memberi akses yang sama bagi
semua pengguna dalam menerima pelayanan publik
d. Konsep non partisan sesuai dengan konsep demokrasi yang menuntut adanya persa-maan
perlakuan dan akses bagi setiap warga negara untuk memperoleh hak-haknya dalam penerimaan
pelayanan publik

Maldaministrasi dalam Pelayanan Publik


Pengertian dan Ruang Lingkup Maladministrasi
Maladministrasi berasal dari kata Mal (Malum dalam Bahasa Latin) yang berarti jahat atau jelek
dan administrasi (Administrare dalam Bahasa Latin) yang berarti melayani. Berdasarkan kedua
kata tersebut, maka maladministrasi dapat disimpulkan sebagai pelayanan yang jelek. Dalam Pasal
1 butir 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang OMBUDSMAN dijelaskan bahwa
maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,
menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk
kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil
dan/atau immaterial bagi masyarakat dan orang perseorangan. Unsur dari maladministrasi adalah
sebagai berikut:
a. Perilaku atau perbuatan

53
b. Melawan hukum, melampaui wewenang, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian,
pengabaian kewajiban hukum oleh penyelenggara negara dan pemerintahan
c. Menimbulkan kerugian Materiil dan/atau Immateriil bagi masyarakat dan orang
perseorangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

54
Hukum
Internasional

55
Hukum Internasional

MATERI V – Penyelesaian Sengketa Internasional

1. Cara Penyelesaian Sengketa Peacefull


a. Diplomatic Approaches
 Dilakukan untuk mencapai kesepakatan (rujukan)
 Kembali bersatu dan bersahabat via persetujuan
 Teknis
Pengakhiran sengketa melalui usaha penyesuaian pendapat pihak yang
bersengketa, secara bersahabat

1. Negosiasi
 Dilakukan diskusi secara langsung oleh para pihak
 Cara ini dapat digunakan secara simultan/bersama-sama dengan jasa baik
atau mediasi
 Cara : Pertukaran pendapat dan usul penyelesaian
➔ Contoh : Negosiasi Batas ZEE Indonesia – Filipina

2. Jasa Baik (Good Offices)


 Penyelesaian sengketa melalui pihak ketika (P-3)
 P-3 mempertemukan pihak yang bersengketa
 P-3 memberi saran penyelesaian tanpa melibatkan diri dalam perundingan
 P-3 bisa individu, negara, atau organisasi internasional
➔ Contoh
a. P-3 Individu
i.Inggris – Argentina : Alexander Heig (US)
ii.Chile – Argentina : Cardinal Antonio Samore

56
b. P-3 Negara
i.India – Pakistan 1965 : Uni Soviet
c. P-3 Organisasi Internasional
i.Indonesia – Belanda : Dewan Keamanan PBB
ii.Indonesia – Portugal : Sekretaris Jenderal PBB
iii.Kamboja : Asean

3. Mediasi
 Penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga (P-3)
 P-3 mempertemukan pihak yang bersengketa
 P-3 turut aktif ikut dalam perundingan
 P-3 mengusahakan penyelesaian dengan memberi saran yang tidak
mengikat
 P-3 bisa individu, negara, atau organisasi internasional
➔ Contoh : Indonesia Sebagai mediator Thailand – Kamboja

4. Konsiliasi
 Luas : Penyelesaian sengketa internasional dengan bantuan negara
atau
badan pemeriksa yang netral
 Sempit : Penyelesaian sengketa oleh komisi/komite yang ditunjuk
 Tugas komite
i.Mendengar kedua belah pihak
ii.Menyelidiki fakta
iii.Mendiskusikan kepada para pihak
iv.Membuat laporan dan usul penyelesaian – tidak mengikat
 Praktik

57
Negara menggunakan komite konsiliasi tidak untuk memutuskan sengketa
tetapi untuk meminta rekomendasi tentang batasan sengketa yang kemudian
diselesaikan melalui negosiasi

5. Penyelidikan
 Proses penemuan fakta oleh tim penyelidik independen
 Tugas
i.Menyelidiki kepastian peristiwa/fakta dalam sengketa dan menyiapkan penyelesaian yang telah
disepakati
➔ Contoh : Sengketa tentang perbatasan
 Bukan menemukan permasalahan hukum murni
 Tidak wajib membuat syarat penyelesaian

b. Arbitrase
 Arti
Cara penyelesaian sengketa dengan diajukan kepada orang-orang tertentu
(arbitrator) yang dipilih secara bebas oleh para pihak tanpa memperhatikan
hukum secara ketat
 Hakikat
Prosedur penyelesaian sengketa konsensual berdasarkan kesepakatan para pihak
 Susunan (Tribunal)
Tunggal, komisi, atau campuran (ditentukan oleh para pihak dengan perjanjian)
 Tribunal
The whole body of judges who composed a jurisdiction
 Lingkup wewenang tribunal
Ditetapkan dalam perjanjian tentang arbitrase yang bersangkutan (dalam praktik
juga diterapkan untuk menangani sengketa hukum dan sengketa fakta/hak)
 Dasar penyelesaian
Ex aequo et bono (kepantasan dan kebaikan), tetapi boleh berdasarkan hukum

58
 Sifat Keputusan
Mengikat para pihak

c. Pengadilan Internasional
 Dibentuk secara teratur dengan aturan tertentu
 Prosedur diterapkan dengan instrumen tertentu
 Perwujudan
Melalui badan peradilan tetap dan badan peradilan lain berdasarkan persetujuan
para pihak – tersedia hakim tetap
➔ Contoh : ICJ, ICC, ICTY, ICTR
 Perbedaan dengan aribitrase
a. Dasar Putusan
i.Peradilan : Hukum
ii.Arbitrase : Aequum et bonum (yang baik dan sewajarnya)
b. Sifat acara
i.Peradilan : Terbuka
ii.Arbitrase : Tertutup

2. International Court of Justice (ICJ)


a. Pengaturan ICJ
 UN Charter : Menetapkan wewenang dan kedudukan ICJ dalam PBB
 ICJ Statute : Mengatur tugas dan wewenang ICJ serta pelaksanaannya
 Rules of Court : Mengatur pelaksanaan tugas ICJ, prosedur kerja dan
kepaniteraan
 Resolution of the ICJ (prosedur intern)
1. Cara bertukar pendapat antarhakim sesudah pemeriksaan tertulis
2. Cara bertukar pendapat sebelum pemeriksaan lisan
3. Cara mendapatkan putusan
4. Cara pemungutan suara

59
b. Kedudukan ICJ
 Status sebagai salah satu organ utama PBB
 Konsekuensi
1. Saran mencapai tujuan PBB dengan tugas peradilan (menyelesaikan sengketa
secara damai bagi anggota dan bukan anggota PBB setelah memenuhi syarat)
2. Harus kerjasama dengan organ lain
3. Anggota PBB ipso facto (secara kenyataan) merupakan pihak dalam ICJ
Statute

c. Susunan ICJ
 Hakim beranggotakan 15 orang, yang dipilih dengan suara terbanyak di Majelis
Umum dan Dewan Keamanan PBB
 Calon diajukan dari kelompok nasional panel Mahkamah Arbitrase Permanen
 Syarat
i.Pakar hukum internasional
ii.Mewakili kelompok (kebudayaan dunia dan atau sistem hukum masyarakat dunia)
 Kepaniteraan tetap menerima dokumen dan sebagai perantara ICJ

d. Yurisdiksi ICJ
 Kewenangan : Contentious cases dan advisory opinion
 Pihak berperkara (Pasal 34 dan 92 (2)) – negara, baik anggota PBB atau bukan
 Organisasi Internasional dan individu tidak dapat menjadi pihak
 Materi perkara : Semua sengketa hukum
 Sifat yurisdiksi ICJ
a. Secara umum : Non-compulsory jurisdiction (perlu persetujuan pihak
bersengketa)

60
b. Secara khusus : Compulsory jurisdiction, jika negara yang bersengketa
terikat
1. PI yang menyatakan setuju atas yurisdiksi ICJ
2. Deklarasi Optional Clause (Article 36 (2) ICJ Statute)

e. Prosedur Permohonan Peradilan


1. Negara tidak tunduk pada compulsory
 2 pihak ajukan bersama dengan special agreement (penyerahan surat dan tunduk
pada yurisdiksi ICJ)
 Tanpa special agreement (diajukan salah satu pihak, pihak lawan menyusul)
2. Negara tunduk pada compulsory
 Permohonan diajukan salah satu pihak kepada panitera ICJ
 Panitera ICJ memberi tahu negara lawan sengketa dan semua anggota PBB

f. Pemeriksaan Perkara
1. Pemeriksaan Naskah
 Materi yang diperiksa : Tuntutan, sanggahan, papers, dan documents
 Tahapan
i.Memorials – Counter memorials
ii.Replies – Rejoinders
2. Pemeriksaan Lisan
 Bentuk : Hearing – saksi, pakar, penasehat, pengacara
 Sifat : Umumnya terbuka, kecuali ditentukan lain

g. Keputusan ICJ
1. Dasar
 Article 38 Statute (international convention, international custom, general
principles of law, judicial decision dan teaching sebagai sarana pelengkap)

61
 Bila disetujui para pihak : et aequo et bono
2. Cara
Berdasarkan mayoritas suara hakim, bila suara sama – keputusan presiden ICJ
3. Sifat
 Mengikat Pihak yang bersengketa dan terhadap perkara yang diputuskan
 Final
Tidak dapat dimintakan banding, dapat dimintakan revisi jika decisive factor baru
4. Pelaksanaan
 Para pihak bersengketa sendiri
 Dewan Keamanan PBB memberi rekomendasi atau menetapkan tindakan (jika
peradilan tidak dilaksanakan oleh negara bersengketa atau diminta oleh pihak
lawan)
 ICJ sendiri tidak berwenang melaksanakan keputusannya

h. Advisory Opinion
 Pendapat ICJ dalam memecahkan masalah hukum yang abstrak atau yang konkret
diajukan oleh badan yang berwenang berdasarkan Piagam PBB
 Sifat pemecahan masalah hukum
Bukan nasehat akademik murni tetapi sebagai penyelesaian tugas
 Sifat Keputusan
Tidak mengikat, namun biasanya dijadikan pedoman oleh negara-negara
 Pemohon
 Majelis Umum dan Dewan Keamanan secara langsung kepada ICJ
 Badan khusus/organ PBB lain atas rekomendasi Dewan Keamanan atau melalui
Majelis Umum
 Keputusan Advisory Opinion diambil berdasarkan hukum dan dalam sidang
terbuka

 Prosedur Advisory Opinion

62
a. Permohonan tertulis kepada ICJ (syarat formil)
b. Diutarakan permasalahan yang dimohonkan nasehat
c. Disertai dengan dokumen penjelasan secara bersama permohonan atau menyusul
d. Panitera memberitahu permohonan kepada
i.Negara yang berhak berperkara di ICJ
ii.Negara yang dapat memberi informasi tentang hal yang dipermasalahkan
iii.Organisasi Internasional yang dapat memberikan penjelasan/informasi
e. ICJ dapat menerima informasi baik secara tertulis atau lisan

3. International Criminal Court (ICC)


 Dasar : Rome Statute, 17 July 1998, berlaku 1 July 2002
 Kedudukan : Den Haag
 Pihak : Individu/negara pihak
 Yurisdiksi (Pasal 5)
1. The Crime of Genocide (Pasal 6)
2. Crimes Against Humanity (Pasal 7)
3. War Crimes (Pasal 8)
4. The Crimes of Aggression
 Sifat mengadilinya
Complementary (Pasal 17), “The State is unwilling or unable genuinely to carry out
the investigation or prosecution.”
 Ukuran Unwilling
 Tujuan proses justru melindungi pelaku
 Diadakan penangguhan yang tidak beralasan
 Langkah-langkah hukum yang diambil tidak sesuai dengan maksud membawa ke
pengadilan
 Ukuran Unable (runtuhnya sistem pengadilan nasional seperti)
 Tidak mampu menghasilkan tertuduh atau bukti
 Tidak mampu mengadirkan saksi – 2
 Tidak dapat melaksanakan proses hukum

63
 Yang dapat mengajukan tuntutan pada Penuntutan Umum (Pasal 13)
 Negara pihak (Pasal 14)
 Dewan Keamanan, sesuai dengan Bab VII
 Penuntut umum dapat memprakarsai (Pasal 15)
 Penyelesaian Sengketa di bawah Pengawasan PBB
 Salah satu tujuan PBB adalah untuk menyelesaikan sengketa antarnegara secara
damai
 Kewajiban negara anggota – berusaha menyelesaikan sengketa secara damai serta
mencegah menggunakan ancaman perang dan kekerasan
 PBB menggunakan 2 jalur : politik dan hukum
 Politik
 Majelis umum : Menghandle semua sengketa yang tidak sedang ditangani Dewan
Keamanan dan memberi rekomendasi tindakan yang perlu dilakukan untuk
penyelesaian
 Dewan Keamanan : Menangani sengketa yang membahayakan perdamaian dan
keamanan internasional dan peristiwa yang merupakan ancaman atau pelanggaran
terhadap perdamaian
Contoh : Agresi
 Cara
1. Anjuran penyelesaian via negosiasi, mediasi, konsilasi, etc
2. Memberi rekomendasi cara yang tepat untuk menyelesaikan sengketa atau
sarana untuk pengembalian perdamaian
3. Meminta dipenuhi tindakan yang ditetapkan

MATERI VII – ORGANISASI INTERNASIONAL

1. Hakikat dan Macam OI


 Hakikat OI – bentuk kerjasama antar pihak yang bersifat internasional (individu,
NGOs, government) dengan tujuan yang bersifat internasional (tujuan bersama dan
menyangkut berbagai bangsa)

64
 Macam OI
 OI Privat – organisasi individu dan NGOs melakukan kerja sama untuk
kepentingan internasional dengan diselenggarakan badan sejenis atau di beberapa
negara
 Contoh : ICRC 1863, International Law Association
 OI Publik – organisasi pemerintah/negara melakukan kerja sama untuk
kepentingan internasional (komunikasi, transportasi, kesehatan, etc)
 Macam :
a. Global – contoh : PBB, OKI
b. Regional – contoh : ASEAN, EU

2. Pembentukan dan Pembubaran OI


a. Pembentukan
 Dasasr : Perjanjian Internasional Multilateral, yang berisi :
1. Asas Tujuan OI – Landasan kerja, arah kegiatan, kepentingan yang dikelola
2. Keanggotaan OI – Pihak yang bekerjasama dalam mencapai tujuan OI
3. Struktur OI – Pembagian kerja dan susunan organ
4. Cara Kerja OI – Menentukan cara organ melakukan kegiatan
b. Pembubaran
 Alasan : Tugas yang dilaksanakan telah selesai, tugas diambil alih oleh OI lain,
atau gabungan keduanya
 Cara :
1. Berdasarkan ketentuan AD OI
2. Berdasarkan keputusan rapat anggota
3. Ada PI dengan OI lain
4. Kemacetan dari OI yang bersangkutan
3. Kedudukan Hukum OI
 Badan Hukum Internasional (hakikat OI)
 Subyek HI, dengan hak dan kewajiban sesuai dengan tugas OI tersebut

65
 Personifikasi OI dilakukan oleh salah satu anggota OI (status sebagai negara) atau oleh
OI yang bersangkutan sendiri
 Penetapan personalitas OI sebagai subyek HI
 Ditentukan dalam AD OI
 Adanya kenyataan didirikannya OI untuk melakukan perbuatan hukum
internasional
4. Sejarah Pembentukan
 1942 Deklarasi Washington – Sepakat membinasakan kekuasaan totaliter di dunia
 1943 Deklarasi Moscos – akan didirikan OI untuk menlu AS, Cina, Inggris, Uni
Soviet
 1944 Pembicaraan Dumbarton Oaks – usulan kerangka PBB
 1945 Konferensi Yalfa – rencana konferensi di San Fransisco 25 April 1945
(Churchill, Roosevelt, Stalin)
 25 April 1945 – Konferensi San Fransisco
 26 Juni 1945 – Penandatanganan
 24 Oktober 1945 – Piagam PBB berlaku + Statuta MI
5. Asas dan Tujuan PBB
a. Asas PBB (Pasal 2)
 Persamaan kedaulatan
 Pacta sunt servanda
 Penyelesaian sengketa secara damai
 Tidak menggunakan kekerasan
 Selaras dengan Piagam untuk membantuk tindakan PBB
 Pacta tertis – kepatuhan negara bukan anggota
 Non intervensi
6. Tujuan PBB
 Menyelamatkan generasi yang ada dari bencana perang
 Perkuat kepercayaan kepada HAM
 Menciptakan keadaan untuk memelihara keadilan
 Mendorong kemajuan sosial dan tingkat kehidupan yang lebih baik
 Memelihara kedamaian dan keamanan

66
 Mengembangkan hubungan persahabatan antarbangsa
 Mengusahakan kerjasama internasional memecahkan masalah ekonomi, sosial,,
budaya, dan kemanusiaan
 Menyelaraskan tindakan dalam mencapai tujuan PBB
7. Keanggotaan PBB
a. Original Members
 Peserta Konferensi San Fransisco 1945 dan Penandatanganan Deklarasi PBB 1945
 Jumlah – 51 Negara (Afsel, India, China, Iran, Thailand, Negara Barat)
b. Subsequent Members
 Diterima berdasar Pasal 4 (negara cinta damai, menyetujui, dan sanggup
melaksanakan kewajiban dalam piagam)
c. Observers
 Bukan anggota, hanya memiliki hak bicara tidak memiliki hak suara.
8. Organ PBB
1. Organ Utama
 Majelis Umum
 Dewan Keamanan
 Dewan Ecosoc
 Dewan Perwalian
 Mahkamah Internasional
 Sekretariat Jenderal
2. Organ Khusus
3. Organ Subsidier

CATATAN HUKUM PIDANA – Locus dan Tempus Delicti

1. Relevan pada saat penuntut umum menyusun dakwaan


2. Locus Delicti : Lokasi kejadian tindak pidana
3. Tempus Delicti : Waktu kejadian tindak pidana
4. Article 143 (2)(b) of The Criminal Procedural Code

67
“Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta
berisi uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan
5. Contoh Kasus 1

‘X’ dari wilayah hukum Kalimantan, menembak ‘Z’ yang sedang berdiri di wilayah hukum
Malaysia. ‘Z’ tewas di tempat. Dimana pembunuhan ini terjadi?
Jawaban
Pembunuhan terjadi dimulai di Indonesia dan berakhir di Malaysia.

6. Contoh Kasus 2

‘X’ memukul ‘Y’ di kepala pada sore hari tanggal 20 Mei 2021. ‘Y’ meninggal pada tanggal 24
Mei 2021 akibat pukulan tersebut. Kapan pembunuhan ini terjadi?
Jawaban
Pembunuhan terjadi dimulai pada sore hari 20 Mei 2021 dan selesai pada tanggal 24 Mei 2021.

7. Menentukan Locus Delicti


1. Theory of Material Act : Tempat pelaku melakukan tindak pidana (dalam kasus =
Kalimantan)
2. Theory of Instrument : Biasanya merujuk pada device, seperti case cybrcrime and
terrorism (misal cybercrime = computer/gadget)
3. Theory of Consequence : Tempat akibat dari tindak pidana (dalam kasus = Malaysia)
8. Relevansi : untuk menentukan kompetensi relative pengadilan
9. Tempus Delicti
Relevansi :
1. Apakah pada waktu kejadian, perbuatan yang bersangkutan sudah termasuk perbuatan
pidana? (Legalitas)
2. Apakah pada waktu terjadinya perbuatan pidana, pelaku sudah berusia di atas 18?
(Kompetensi, apakah Pengadilan Negeri atau PKPA)
3. Kapan selesainya suatu perbuatan pidana menentukan kapan dimulainya daluwarsa hak
penuntutan (Pasal 78 KUHP) (Daluwarsa)

68
10. Pada praktiknya, berdasarkan SE Kejagung Nomor B-S00/E/10/1996 Tahun 1996
PERUMUSAN LOCUS DAN TEMPUS DELICTI DALAM SURAT DAKWAAN sebagai
panduan tentang bagaimana menyusun locus dan tempus delicti.
a. Penyusunan surat dakwaan menyangkut waktu secara alternative seperti antara lain,
sebagai berikut
 “Bahwa ia terdakwa, pada hari ……… bulan ……….. tahun ………. atau setidak-
tidaknya dalam tahun ……..”
 Bahwa ia terdakwa, pada hari yang tidak dapat ditentukan lagi dalam bulan
………. sampai bulan ……………. tahun ……….. setidak-tidaknya suatu hari
pada tahun ………”
 Bahwa ia terdakwa pada hari Senin, tanggal 9 Oktober 1995 sekitar jam 23.00
WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu pada bulan Oktober 1995, antara
matahari terbenam dan matahari terbit………”
b. Penyusunan Surat Dakwaan menyangkut tempat dirumuskan secara alternatif seperti
antara lain sebagai berikut :
 Di jalan ……… Rt/Rw ………… Desa/Kelurahan …………. Kecamatan
………… Kabupaten/Kotamadya ……….. atau setidak-tidaknya di daerah hukum
Pengadilan Negeri ……….”

11. Prinsip Yurisdiksi


a. Territorial Principle
 Indonesian courts has jurisdiction over crimes commited within the territory of
Indonesia (as per Article 2 of Criminal Code)
 Exception : Some objects/venues are considered to be under Indonesia’s
jurisdiction despite being located in foreign land
1. Embassy premises
2. Representatives of State
3. Army premises
4. Flag ships and planes

69
Kecuali pesawat tersebut masih boarding dan belum menutup pintu, maka
masih jadi yurisdiksi negara tempat airport

b. Exterritorial Expansion
1. Subjective Territoriality refers to the jurisdiction where a crime starts
2. Objective Territoriality refers to the jurisdiction where a crime completes
3. Principle of ubiquity refers to the jurisdiction where most of the elements of crime
occurs
Unsur Delik
Contoh : Delik Pembunuhan di atas
Pasal 338 “Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain,…..”
Maka, Kalimantan/Indonesia memiliki yurisdiksi berdasarkan unsur yang terpenuhi
yaitu “barangsiapa” dan “tempat dimulai”
4. Constitutive element theory refers to the jurisdiction where the essential element of crime
occurs
Berdasarkan tempat paling esensial menurut konstitusi
Contoh : Kasus Pembunuhan dan Percobaan Pembunuhan (Percobaan)
Konstitusi mana yang lebih mengakomodasi, negara itu yang memiliki yurisdiksi.
5. The (controversial) effects doctrine refers to the jurisdiction where the effects of crime is
felt
Berdasarkan dampak yang dirasakan dari suatu tindak pidana, hal ini menjadi
kurang jelas dikarenakan tidak dielaborasi dampak seperti apa yang menjadi syarat,
sehingga ambigu.
6. Active Nationality, refers to the nationality of the offender
7. Passive Nationality, refers to the nationality of the victim
8. Protective Principle, refers to the jurisdiction on the vital interest of the state
 Protective Principle in the Criminal Code
i.Article 4(2) on crimes against currency
ii.Article 104 on treason

70
9. Universal Jurisdiction (negara yang tidak mungkin tidak memiliki hubungan secara
langsung, tetapi mungkin memiliki hubungan secara tidak langsung
Contoh : Eichmann Case (tangan kanan hitler)
Question assessed by the Israeli Court : Does the District Court of Jerusalem have
jurisdiction to try the case, taking into account, that Eichmann is a foreign national,
and the alleged crimes were committed on a foreign territory (no in Israel)?
 Universality Plus reflects a jurisdictional dimension as it implies that the state with
the most link to the crime should exercise jurisdiction
 Conditional Universality reflects an admissibility dimension, proposing that
universal jurisdiction applies only when the territorial or national state fails in
prosecuting and punishing the alleged offender
 Subsidiarity principle applies which consists of unable and unwilling test.
 Asas Universalitas hanya berlaku untuk kasus hukum internasional saja.
 Cukup unik, dimana pada asas lain menuntut berdasarkan hubungan antara
pengadilan dan tindak pidana, namun asas ini tidak mengharuskan adanya
hubungan.
 Pada saat PD II, Eichmann berperan penting dalam perencanaan bagaimana kaum
Yahudi dibawa ke concentration camp di Poland, oleh karena itu Eichmann
bertanggung jawab atas gugurnya jutaan orang Yahudi. Namun pada saat itu, dia
lari ke Argentina bersama keluarganya. Akhirnya Eichmann ditangkap dan diculik
MOSA (badan intelijen Israel) kemudian dibawa ke Jerusalem untuk diadili.
Eichmann mengatakan Pengadilan Yerusalem tidak memiliki yurisdiksi secara
locus dan tempus. Asas universalitas lah yang berlaku, karena hal tersebut
merupakan kejahatan internasional. Tidak adanya negara lain yang mengadili
kasus Eichmann, bahkan Nuremberg juga tidak mengadili membuat Israel
memiliki keinginan untuk mengadili berdasarkan yurisdiksi universal.

12. What Happens When There Is A Conflict of Jurisdiction?


1. Territoriality is primary unless decided otherwise
 Interest of the State

71
2. Real and substantial link
3. Joint legal enforcement. Example : Lockerbie Case (biasanya untuk menentukan lewat
Tidak Conditional – ketika diprioritaskan, diharapkanmampu untuk menegakkan hukum, abpabila
ada indikasi tidak mampu atau tidak ada itikadi baik untuk mnegadili, maka negra lain bisa
mengambil alih. Contoh kasus gensida rohingya, 3 negara seperti uk, Australia, gambya,
mengklaim universality maka mereka harus memprioritaskan Myanmar dahulu, apabila tidak ada
itikad baik baru ketiga negara itu bisa mengambil alih.
 Unable : objective – tidak mampu menegakkan hukum, aturan, sdm, baranag bukti
 Unwilling : mampu tpi tidak mau – mungkin pelaku pemimpin negaranya,
misalnya hukuman tidak proporsional, jika terjadi shame trial, nebis in idem tidak
berlaku. ICJ bisa mengambil alih,
13. Konflik yurisdiksi
 Territorial delalu diuamakan kecuali ada kepentingan
 Mengklaim yurid atas territorial, negara lain atas nationality, bagaimana
menentukan? Siapa yang punya hubungan paling banyak dengan perkara yang
bersangkutan
 Join etga : pesawat dari jerman ke us, ada bom di pesawat ketika di atas wilayah
hukum Scotland meledak dan jatuh di kota Lockerbie, banyak penumpang dari
berbagai negara, maka ada conflict of jurid, akhirnya uk ddan us, mereka joint
legal enforcement

72
Perancangan
Hukum

73
PERANCANGAN HUKUM

A. Undang-Undang
• Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD NRI Tahun 1945
• Perintah UU
• Pengesahan Perjanjian Internasional
• Tindak lanjut putusan MK
• Pemenuhan kebutuhan hukum

B. Perpu
• Sama dengan materi muatan undang-undang

C. Peraturan Pemerintah
• Menjalankan UU sebagaimana mestinya

D. Peraturan Presiden
• Materi yang diperintahkan oleh UU
• Melaksanakan PP
• Melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah

E. Peraturan Daerah
• Penyelenggaraan otonomi daerah
• Tugas pembantuan
• Menampung kondisi khusus daerah
• Penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi.

74
PROSES PEMBENTUKAN (PENYUSUNAN, PEMBAHASAN,
PENGESAHAN/PENETAOAN, PENGUNDANGAN)

Yang menyusun prolegnas ; Badan Legislasi (alat kelengkapan yang ada di DPR).

Penyusunan
A. Undang-Undang
 Berbentuk RUU
 Semua RUU harus ada Naskah Akademik.
 Apa isi naskah akademik?
o Penelitian berkaitan dengan RUU yang diajukan.
 RUU bisa berasal dari DPR, Presiden, atau DPD (untuk DPD, khusus Undang-
Undang tertentu) dan disertai NA (Naskah Akademik) kecuali RUU APBN, Perpu
menjadi UU, pencabutan UU/Perpu.
B. Perppu
 Diajukan DPR dalam sidang berikutnya.
 Persetujuan DPR dalam Rapat Paripurna maka menjadi Undang-Undang. Jika tidak
mendapat persetujuan, maka Peppu harus dicabut. Jika disetujui, maka ditetapkan
sebagai Undang-Undang.

PASAL 22 ayat (1) UUD 1945 :


“Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturna pemerintah
pengganti undang-undang.”
Bolehkan Perppu dimintakan judicial review ke MK?
-> Bisa, karena substansinya merupakan substani Undang-Undang.

C. PP
-> Pemrakarsa membentuk panitia antar kementrian dan/atau nonkementrian.

75
-> Dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.
D. Perpres
-> Pemrakarsa membentuk panitia antar kementrian dan/atau nonkementrian.
-> Dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.
E. Perda Prov
-> Berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur dan disertai NA.
-> DPRD dikoordinasikan alat kelengkapan bidang legislasi. Gubernur oleh biro hukum
dan mengikutsertakan kementrian hukum dan HAM.

PEMBAHASAN
A. Undang-Undang
-> Dilakukan oleh DPR & Presiden, atau Menteri yang ditugasi. Bisa juga dengan DPD
jika terkait dengan sebuah daerah.
Pembahasan melalui 2 tingkat pembicaraan :
1. Tingkat I : Pengantar musyawarah, pembahasan DIM (Daftar Inventarisasi
Masalah), penyampaian pendapat.
2. Tingkat II : Pengambilan keputusan.
RUU yang tidak disetujui maka tidak boleh diajukan dalam
persidangan DPR masa itu.
Pembahasan RUU tentang Penetapan Perpu dilaksanakan melalui mekanisme yang
sama dengan pembahasan RUU, kecuali RUU pencabutan Perpu (mekanisme :
Pasal 71 ayat (3))
B. Perda
 Dilakukan oleh DPRD dengan Gubernur/Walikota/Bupati.
 Gubernur/Bupati/Walikota dapat diwakilkan, kecuali dalam pengajuan dan
pengambilan keputusan.

76
PENGESAHAN/PENETAPAN
o Pengesahan : RUU.
o RUU disetujui maka disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan
menjadi UU.
Penyampaian maksimal 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.
o Presiden membubuhkan tanda tangan maksimal 30 hari sejak persetujuan bersama. Jika tidak,
maka tetap sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
o Ada batas waktu penetapan PP dan peraturan pelaksana lainnya.

o Pengesahan : Perda.
o Raperda disetujui bersama disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada
Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditetapkan menjadi Perda.
o Penyampaian maksimal 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.
o Gubernur/Bupati/Walikota membubuhkan tanda tangan maksimal 30 hari sejak persetujuan
bersama. Jika tidak, maka tetap sah menjadi Perda dan wajib diundangkan.

PENGUNDANGAN
 Dilaksanakan oleh Menteri Hukum dan HAM.

77
Hukum
Perjanjian

78
HUKUM PERJANJIAN

Hukum perjanjian diatur dalam:

KUHPerdata (Perjanjian Bernama / Nominaat) dan Diluar KUHPerdata ( Perjanjian Tidak


Bernama/ Inominaat)

Banyak perjanjian jenis baru yang muncul dalam masyarakat, contoh:

Perjanjian leasing, kartu kredit, perjanjian franchising

Definisi Perjanjian dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyebutkan
bahwa: Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih.

Menurut para pakar hukum perdata definisi ini terlalu luas, sehingga banyak para ahli mengatakan
bahwa definisi dalam Pasal 1313 KUHPerdata terdapat banyak kelemahan, antara lain:

1. Hanya menyangkut perjanjian sepihak harusnya saling mengikatkan diri bukan


mengikatkan diri kalau mengikatkan diri itu hanya sepihak saja.
2. Dari kata perbuatan ini sangat luas padahal yang dimaksud disini adalah perbuatan
hukum. Kalau hanya perbuatan saja, selain perbuatan hukum juga bisa dikategorikan
masuk dalam kata perbuatan.
3. Definisinya terlalu luas hingga bisa mencakup perjanjian kawin
4. Tanpa menyebut tujuan tertentu padahal perjanjian harus ada tujuan tertentu.

Momentum terjadinya perjanjian menurut Van Dunne:

1. Pra kontraktual: terdapat 2 perbuatan hukum yaitu penawaran / offer dan peneriman/
acceptance
2. Kontraktual : terjadi kesepakatan antar 2 pihak
3. Pos konraktual

79
Perjanjian menimbulkan perikatan : hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan
antara 2 pihak ( debitur dan kreditur) yang minumbulkan hak pada satu pihak dan kewaijaban pada
pihak lain dalam suatu prestasi.

Perjanjian merupakan hubungan hukum antara 2 orang atau lebih berdasarkan kata sepakat yang
menumbulkan akibat hukum.

Jenis – Jenis Perjanjian

 Perjanjian Bernama

Perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata.

 Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata.

 Perjanjian Timbal Balik

Perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak, misalnya jual
beli, sewa-menyewa, pemborongan.

 Perjanjian Sepihak

Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan
hak kepada kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah.

 Perjanjian Cuma-Cuma

Suatu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain tanpa imbalan apa pun,
misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah.

 Alas Hak yang Membebani

Ada prestasi dalam satu pihak dan kontraprestasi dalam pihak lainnya. Misal jual beli
penjual memiliki kewajiban benda dan pembeli berhak atas benda tadi dan pembeli
memiliki kewajiban untuk membayar.

80
 Perjanjian Kebendaan

Perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan
ini sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir.

 Perjanjian Obligator

perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan
kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas
pembayaran harga.

 Perjanjian Tertulis

Dengan ucapan saja tanpa ada bentuk tertulis

 Perjanjian Tidak Tertulis

Ada alat buktinya, ada kepastian hukum, ada alat buktinya apabila terjadi suatu sengketa

 Perjanjian Baku

Disusun secara sepihak oleh satu pihak (terdapat ketidakseimbangan hubungan hukum
antar para pihak) karena pihak lain hanya bisa memilih menerima atau menolak. sering
dikatakan take it or leave it. Perjanjian baku bentuknya tertulis berupa formulir yang isinya
telah distandarisasi (dibakukan) terlebih dulu secara sepihak, serta bersifat massal tanpa
mempertimbangkan perbedaan kondisi pihak yang menyetujui perjanjian tersebut.

Syarat-syarat Sahnya Perjanjian

Mengingat begitu pentingnya sebuah perjanjian, agar tidak timbul permasalahan di kemudian hari
akibat kurang pahamnya seseorang dalam membuat suatu perjanjian, berikut beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi agar perjanjian menjadi sah dan mengikat para pihak. Pasal 1320 KUH
Perdata menyebutkan adanya 4 (empat ) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni:

1. Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;


2. Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;

81
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab (causa) yang halal.

Persyaratan yang pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena berkenaan dengan subjek
perjanjian. Sedangkan, persyaratan yang ketiga dan keempat berkenan dengan objek perjanjian
dinamakan syarat objektif.

BERLAKUNYA PERJANJIAN

Pasal 1315 KUHPerdata

“Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri.”

Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan suatu perjanjian, orang tersebut harus
untuk kepentingan dirinya sendiri. Perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuat
perjanjian tersebut.

Pasal 1338 KUHPerdata

“Semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.”

Apakah perjanjian boleh dijanjikan untuk pihak ke-3 / pihak lain?

1. Pasal 1317 KUHPerdata

Ayat (1): “Lagi pun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan
seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri,

82
atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti
itu.”

Hanya memungkinkan 2 hal berlaku untuk pihak lain:

1. Apabila sesorang memberikan sesuatu kepada orang lain, contoh: A memberikan hak milik
kepada seseorang.
2. Seseorang membuat janji untuk kepentingan diri sendiri, contoh: A membuat janji kepada
B apabila C mengembalikan motornya, maka B yang akan menerima sepeda motornya
apabila C mengembalikannya karena A sedang pergi.

Ayat (2): “Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali,
apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya. Adalah tidak
bertentangan dengan kepentingan umum ataupun kesusilaan apabila seseorang telah menjanjikan
untuk memberikan suatu hak atau memberikan keuntungan kepada orang lain dan hak atau
keuntungan itu baru mempunyai akibat hukum bagi penerima hak setelah ia menyatakan
menerimanya.

2. Pasal 1340 KUHPerdata

Ayat (1): “suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Pernyataan ini
mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya.

Teori untuk Menentukan Timbulnya Hak pada Pihak Ke-3

1. Teori Penawaran

Selama pihak 3 belum menyatakan menerima tawaran, maka bisa ditarik kembali dan sebaliknya.

2. Teori Pernyataan yang Menentukan Suatu Hak

83
Hak pihak ke-3 dibuat perjanjian antara pihak yang menjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak
ke 3 tersebut, janji dapat dicabut sebelum ada penerimaan dari pihak ke-3.

3. Teori Pernyataan untuk Memperoleh Hak

Hak pihak ke 3 baru terjadi setelah pihak ke 3 menyatakan kehendak untuk menerima janji
tersebut, jadi sebelum ada pernyataan kehendak dari pihak ke-3 maka belum terjadi perjanjian
untuk pihak ke-3 tersebut.

Berlakunya Perjanjian Bagi Ahli Waris atau Mereka yang Memperoleh Hak

Pasal 1318 KUHPerdata

"Jika seorang minta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap bahwa itu untuk ahli waris-
ahliwarisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali jika dengan tegas
ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian, bahwa tidak sedemikianlah maksudnya".

· Segala sesuatu ketentuan dan perjanjian akan diberlakukan pada ahli waris. Bersifat
kuantitatif

· Bagi mereka yang memperoleh hak: hanya hak yang ada dalam perjanjian tersebut. Bersifat
kualitatif (kualitas tertentu, hanya hak haknya saja, jadi hanya hak saja bukan kewajiban)

· Contoh: A dan B bertetangga berjanji tidak membangun hal yang akan menghalangi
pemandangan rumah mereka. Lalu B menjual rumah kepada X. X adalah orang yang
memperoleh hak, jadi X yang dapat meminta kepada A untuk jangan membangun hal yang
menghalangi pemandangan.

Perjanjian bisa dibuat untuk kepentingan pihak ke-3

ASAS UTAMA DALAM PERJANJIAN (Pasal 1338 KUHPerdata)

84
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Orang memiliki kebebasan untuk:
 Membuat atau tidak membuat perjanjian
 Memilih pihak dalam perjanjian
 Menentukan isi perjanjian
 Menentukan bentuk perjanjian
 Menentukan aturan undang-undang yang sifatnya opsional.
Batasan Pasal 1337 KUHPerdata:
 Dilarang oleh undang-undang
 Bertentangan dengan ketertiban umum
 Bertentangan dengan kesusilaan
2. Asas kekuatan mengikat
Perjanjian yang dibuat mengikat seperti UU, tidak dapat ditarik secara sepihak
3. Asas Konsensualisme
Perjanjian dapat dikatakan selesai dengan adanya kata sepakat dari pihak yang membuat
perjanjian.

UNSUR PERJANJIAN
1. Essensialia
Bagian perjanjian yang mutlak harus ada. Misalnya untuk perjanjian jual beli harus ada
penyerahan hak milik atas suatu barang dan pembayaran
2. Naturalia
Bagian perjanjian yang oleh UU ditentukan sebagai peraturan yang bersifat mengatur.
Misalnya kewajiban untuk menjamin cacat tersembunyi dalam perjanjian jual beli.
3. Aksidentalia
Bagian perjanjian tmbahan oleh para pihak (tidak ada aturan dalam UU)

KEWENANGAN DAN KECAKAPAN MEMBUAT PERJANJIAN


Kedua istilah ini melekat pada subjek hukum.
A. Kewenangan

85
Kewenangan melakukan perbuatan hukum terikat oleh asas Nemo Plus, yaitu orang
dilarang mengikatkan sesuatu yang bukan haknya.
Dasar kewenangan:
1. Mengurus hak dan kepentingan sendiri
2. Perwakilan
a. Ketentuan hukum (kekuasaan ortu, kepala lembaga, dll)
b. Putusan hakim (wali, pengampu/kurator)
c. Perjanjian (pemberian kuasa)
B. Kecapakan
Kecakapan diatur dalam Pasal 1329. Orang yang tidak cakap (Pasal 1330):
a. Orang yang belum dewasa
b. Mereka yang dibawah pengampuan
c. Perempuan yang ditentukan UU
d. Orang yang oleh UU membuat perjanjian tertentu.

AKTA
 Menurut Pasal 1867 KUHPerdata diketahui dua bentuk akta:
1. Akta Otentik
Menurut Pasal 1868 KUHPer, akta otentik harus memenuhi syarat:
a. Bentuknya ditentukan oleh UU
b. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum
c. Pejabat tersebut harus berwenang untuk membuatnya
2. Akta Dibawah tangan
Pasal 1874 KUHPerdata
Akta dibawah tangan adalah tulisan-tulisan yang ditandatangani dan dibuat tanpa
perantara atau bantuan seorang pejabat umum
 BENTUK (ANATOMI AKTA)
Pasal 38 UUJN (UU No. 30 tahun 2004), anatomi akta notaris terdiri dari:

86
1. Awal akta
2. Badan akta
3. Akhir atau penutup akta
Dalam Lampiran UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan,
kerangka peraturan perundangan terdiri dari:
1. Judul
2. Pembukaan
3. Batang tubuh
4. Penutup
Anatomi Akta dibawah tangan
1. Awal akta
2. Komparisi
3. Praimisse
4. Isi akta
5. Penutup
 Awal Akta
Terdiri dari:
 Judul/Kepala akta
Tidak wajib tetapi penting untuk mengetahui spesifikasi isi kontrak
 Nomor (Tidak Wajib)
 Tempat dan tanggal dibuatnya akta (dapat juga ditulis diakhir)
 Pengantar
 Komparisi
 Artinya pihak yang hadir pada suatu perbuatan hukum yang direncanakan atau suatu
tindakan peradilan. Dapat diartikan sebagai bagian dari suatu akta berupa deskripsi
kapasitas komparan (penghadap).
 Untuk akta dibawah tangan, tidak ada komparan dan pejabat, sehingga komparisi
diartikan sebagai orang yang menandatangani akta.
 Penandatanganan dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri dan bertindak untuk
dan atas nama orang lain.
Unsur dalam Komparisi:

87
 Identitas penandatanganan
 Kualifikasi komparan
 Dasar hukum kewenangan komparan
 Identitas pihak
 Sebutan pihak dalam akta.
Untuk bertindak atas nama sendiri unsur a dan e,
sedangkan untuk bertindak untuk dan atas nama orang lain, a - e
 Praemisse
Merupakan bagian awal akta berisi pernyataan substansi kontrak para pihak yang
pengaturan selanjutnya dimuat dalam isi kontrak tsb. Berfungsi sebagai pertimbangan dan
latar belakang ttg maksud para pihak membuat kontrak bersangkutan.
 Isi Akta
Memuat secara jelas dan rinci apa yang dikehendaki para pihak untuk dimasukkan dalam
kontrak.
Secara garis besar memuat:
 Perbuatan hukum atau hubungan hukum
 Obyek perjanjian
 Hak dan kewajiban para pihak
 Pelaksanaan hak dan kewajiban
 Jangka waktu berlakunya perjanjian
 Sanksi
 Keadaan memaksa
 Pemilihan domisili
 Dasar eksekusi
 Akhir Akta
Merupakan penutup dari akta bersangkutan.
Berisi:
 Tempat dan tanggal akta dibuat (tidak perlu jika sudah ditulis di bagian awal)
 Tanda tangan
 Identitas saksi
 Meterai

88
MEMORANDUM OF UNDERSTANDING
 Merupakan perjanjian pendahuluan, dalam arti nantinya akan diikuti dan dijabarkan dalam
perjanjian lain yang mengaturnya secara detil
 MoU berisikan hal-hal pokok saja. Hal lain relatif sama dengan kontrak lainnya
 Unsur dalam MoU:
 MoU sebagai perjanjian pendahuluan
 Isinya berisi hal-hal pokok
 Isi MoU dimasukkan dalam kontrak.
 Tujuan dibuatnya MoU menurut Munir Fuady:
1. Untuk menghindari kesulitan pembatalan suatu agreement dalam hal prospek
bisnisnya belum jelas benar
2. Penandatanganan kontrak masih lama karena negosiasi yang alot
3. Ada keraguan para pihak dan masih perlu waktu untuk berpikir dalam
penandatanganan kontrak
4. MoU dibuat dan ditandatangani oleh pihak eksekutif teras dari perusahaan.
 Ciri-ciri MoU:
 Isinya ringkas
 Berisikan hal pokok saja
 Bersifat pendahuluan saja yang akan diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci
 Memiliki jangka waktu dan apabila jangka waktu tsb tidak dilanjuti dengan
perjanjian yang lebih rinci, perjanjian tersebut akan batal, kecuali diperpanjang
 Biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan
 Tidak ada kewajiban yang bersifat memaksa.
 Struktur/Anatomi MoU
1. Judul MoU
2. Nomor
3. Tempat dan tanggal dibuatnya akta
4. Pengantar
5. Komparisi
6. Isi kesepakatan

89
7. Penutup
8. Tanda tangan

BAB 7 STRUKTUR DAN ANATOMI KONTRAK

Struktur kontrak → susunan dari kontrak yang akan dibuat atau dirancang
Anatomi kontrak → berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-bagian yang satu dengan
yang lainnya.

Charles R. Calleros mengemukakan struktur dan anatomi kontrak, yaitu:


1. Identifikasi para pihak yang mengadakan transaksi;
2. Deskripsi tentang hak dan kewajiban para pihak;
3. Tanda tangan para pihak yang mengadakan kontrak;
4. Latar belakang dibuat kontrak;
5. Definisi atau pengertian, atau
6. Syarat-syarat penghentian/berakhirnya kontrak pada transaksi lainnya.
Struktur di atas tidak lazim dalam praktik penyusunan dan perancangan kontrak di Indonesia,
karena struktur perancangan kontrak di Indonesia dimulai dari judul kontrak, pembukaan kontrak,
para pihak, definisi, resital, substansi kontrak, dan penutup.

Scott J. Burnham, mengemukakan bahwa setiap kontrak dibangun dengan kerangka sebagai
berikut:
1. Bagian pembuka;
2. Identitas para pihak;
3. Transisi/peralihan;
4. Latar belakang;
5. Definisi;
6. Klausul transaksi; dan
7. Penutup.

90
Ray Wijaya mengemukakan bahwa ada tujuh anatomi kontrak/akta, yaitu:
1. Judul;
2. Pembukaan;
3. Komparisi;
4. Premis;
5. Isi perjanjian;
6. Penutup; dan
7. Tanda tangan.

Sutarno juga mengemukakan struktur dan anatomi kontrak, khususnya perjanjian kredit, yaitu:
1. Judul;
2. Kepala;
3. Komparisi;
4. Konsideransi atau pertimbangan;
5. Definisi;
6. Isi pokok;
7. Bagian penutup.

Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa ada tiga bagian utama dari kontrak, khususnya
kontrak bisnis, yaitu (1) bagian pendahuluan, (2) isi, dan (3) penutup.

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai kontrak yang berdimensi nasional, maka kita dapat
memilah struktur kontrak menjadi 12 hal pokok, meliputi:

 Judul Kontrak
Judul kontrak adalah kepala atau head dari kontrak. Judul kontrak biasanya:
 Sama dengan isi kontrak yang bersangkutan;
 Mencerminkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kontrak yang
bersangkutan;
 Judul kontrak tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit.

91
Judul kontrak dapat memberikan gambaran tentang isi dari kontrak yang bersangkutan.
Berikut ini disajikan contoh judul kontrak yang bersifat nasional:
1. Perjanjian kredit;
2. Perjanjian pembiayaan konsumen;
3. Perjanjian pemberian jaminan fidusia;
4. Perjanjian sewa guna usaha (leasing) kendaraan bermotor.

 Pembukaan Kontrak
Pembukaan kontrak merupakan bagian awal dari suatu kontrak. Ada dua model pembukaan
kontrak, yaitu:
1. Tanggal kontrak disebutkan pada bagian awal kontrak; dan
2. Tanggal kontrak disebutkan pada bagian akhir kontrak.

 Komparisi
Komparisi adalah bagian dari suatu kontrak yang memuat identitas para pihak yang
mengikatkan diri dalam kontrak secara lengkap. Biasanya memuat nama-nama para pihak,
pekerjaan, tempat tinggal, termasuk kapasitas yang bersangkutan sebagai pihak dalam
kontrak, misalnya mewakili, pemegang kuasa, bertindak untuk diri sendiri.

 Resital (Latar Belakang)


Resital adalah penjelasan resmi atau latar belakang atas suatu keadaan dalam suatu
perjanjian untuk menjelaskan mengapa terjadinya perikatan. Dalam resital dicantumkan
sebab atau kausa yang halal dari masing-masing pihak, hal ini berguna karena sebab yang
halal merupakan salah satu syarat sah perjanjian. Dalam bahasa Inggris, resital imuali
dengan kata whereas atau dalam bahasa Indonesia dimulai dengan kata “bahwa”.

 Definisi

92
Definisi adalah rumusan istilah-istilah yang dicantumkan dalam kontrak. Tujuan
mendefinisikan istilah adalah:
 Untuk memperjelas dan memperoleh kesepakatan mengenai istilah kunci yang
digunakan dalam kontrak tersebut sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang
berbeda-beda dari para pihak yang membuat kontrak;
 Istilah-istilah yang didefinisikan akan digunakan pada pasal-pasal berikutnya
sehingga dapat mempersingkat dalam merumuskan istilah-istilah pada pasal-pasal
berikutnya.

 Pengaturan Hak dan Kewajiban (Substansi Kontrak)


Pada dasarnya, substansi kontrak merupakan kehendak dan keinginan para pihak yang
berkepentingan. Dengan demikian, substansi kontrak diharapkan dapat mencakup
keinginan-keinginan para pihak secara lengkap, termasuk di dalamnya objek kontrak, hak
dan kewajiban para pihak, dan lain-lain.

 Domisili
Domisili atau tempat kediaman adalah tempat seseorang melakukan perbuatan hukum.
Perbuatan hukum adalah suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum. Domisili
dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Tempat kediaman sesungguhnya; dan
2. Tempat kediaman yang dipilih.

 Keadaan Memaksa
Keadaan memaksa atau force majeure, adalah suatu keadaan ketika debitur tidak dapat
melakukan prestasinya kepada kreditor, yang disebabkan adanya kejadian yang berada di
luar kekuasaan seperti bencana alam.

93
 Kelalaian dan Pengakhiran Kontrak
Kelalaian atau default adalah lalai atau tidak dilaksanakannya kewajiban oleh satu pihak
atau debitur, sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak. Sedangkan pengakhiran kontrak
merupakan upaya untuk menghentikan atau mengakhiri kontrak yang dibuat oleh para
pihak.

 Pola Penyelesaian Sengketa


Pola penyelesaian sengketa merupakan bentuk atau pola untuk mengakhiri sengketa atau
pertentangan yang timbul di antara pihak.

 Penutup
Penutup kontrak merupakan bagian akhir dari kontrak. Bunyi bagian penutup kontrak
adalah berbeda antara kontrak yang satu dengan kontrak yang lain, baik yang dibuat dalam
bentuk akta di bawah tangan maupun akta autentik.

 Tanda Tangan
Tanda tangan merupakan nama yang dituliskan secara khas dengan tangan para pihak.
Dalam kontrak yang dibuat dalam bentuk di bawah tanda tangan, maka tanda tangan yang
dimuat dalam kontrak meliputi tanda tangan para pihak dan saksi-saksi. Adapun kontrak
yang dibuat dalam bentuk akta autentik, maka tanda tangan itu terdiri para pihak, saksi-
saksi, dan notaris/pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

94
Hukum
Lingkungan

95
HUKUM LINGKUNGAN

Hukum Lingkungan→ seperangkat peraturan untuk mengatur manusia bagaimana mengelola


lingkungan hidup demi pelestarian fungsi lingkungan. Sebelum 72 orang mengelola lingkungan
dinamakan memanfaatkan lingkungan. Kemudian menyebabkan kerusakan dan merugikan
makhluk hidup. Setelah 72 baru menyadari bahwa manusia merupakan bagian dari lingkungan.
Ruang Lingkup Hukum Lingkungan:
• Hukum perencanaan lingkungan
• Hukum pengendalian pencemaran lingkungan
• Hukum penyelesaian sengketa lingkungan
• Hukum konservasi SDA
Lingkungan Hidup:
• Abiotic→ tanah, air, udara
• Biotik→ flora, fauna
• Energi
• Suhu
Pada awalnya hukum lingkungan bersifat perdata karena melindungi orang Hukum lingkungan
merupakan hukum fungsional Metode Pendekatan→ bersifat holistic (menyeluruh):
• Menggunakan interdispliner dan antar disipliner
Kedudukan Hukum Lingkungan:
• Sebagai Hukum Lingkungan Modern→ di dalam pengelolaan
lingkungan tidak hanya memanfaatkan saja tapi juga melestarikan
fungsi lingkungan
• sebagai hukum fungsional→ HL sekarang tidak bisa dimasukkan
kedalam kategori tradisional hukum yang ada tapi bisa memfungsikan
salah satu hukum yang ada
• sebagai hukum yang berdimensi normative dan instrument→
bahwa HL merupakan alat untuk mengelola lingkungan, ada
pembagian hak dan kewajiban untuk mengelola dan melestarikan

96
fungsi lingkungan.
EKOLOGI
1. lingkungan hidup merupakan interaksi antara kompenen lingkunganhidup: abiotic, biotik,
energi, situasi, kondisi.
2. Ekosistem→ interaksi antar kompenen LH timbal balik yang seimbang membentuk fungsi
tertentu dengan daya dukung dan daya tamping tersendiri pula.
Interaksi timbal balik yang seimbangan→ interaksi yang memenuhi keseimbangan dalam
jarring makanan dan jarring kehidupan.
Daya tampung→ kemampuan lingkungan ditempati sejumlah MH dalam melakukan
kegiatan.
Daya dukung→ kemampuan LH mendukung MH yang berkegiatan di atasnya
Masalah Lingkungan
• Konsep Pencemaran
Menurut ekologi→ apabila dimasukkanya zat cair/gas maka akan terjadi pencemaran
air/gas itu (penurunan kualitas) Menurut hukum→ saat dilampauinya baku mutu atau
terlampauinya baku mutu lingkungan yang ditentukan.
• Kerusakan
Menurut ekologi→ apabila sebuah ekosistem sudah tidak berfungsi lagi
Menurut hukum→ saat terpenuhinya baku mutu kerusakan lingkungan hidup. Baku mutu
(baku= sesuatu yang harus ada, mutu= kualitas)
 Pembangunan ramah lingkungan→ pembangunan dengan memerhatikan alam
 Pembangunan berkelanjutan→ dibiayai dari SDA harus mengikat atau memerhatikan
kepentingan generasi sekarang/yang akan datang.

Deklarasi Rio
Berkembangnya prinsip eco development menjadi sustainable development. Perkembangan
hukum lingkungan modern di Indonesia:
• UU No. 4 tahun 1982 sebagai UU paying lingkungan hidup
• UU No. 23 Tahun 1997 berisi sistem pengelolaan lingkungan
hidup
• UU No. 32 Tahun 2009 berisi pelrindungan dan pengelolaan LH

97
Latar belakang pembentukan UU 32/2009
1. Sebagai pelaksanaan PBL
2. Sebagai pelaksanaan prinsip otonomi daerah
3. Kualitas LH yang semakin menurun sehingga perlunya perlindungan LH
4. Menjamin kepastian hukum

Ruang Lingkup→ perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,


penegakan hukum.
Permasalahan lingkungan hidup menurut hukum:
1. Pencemaran LH
2. Pemanfaatan lahan yang salah
3. Pengurusan atau habisnya sumber daya
Faktor penyebab masalah lingkunga hidup
• Teknologi (seharusnya menggunakan teknologi yang tepat guna)
• Pertumbuhan penduduk (butuh sandang, pangan, papan)
• Motif ekonomi
• Tata nilai (kesadaran manusia yang berhubungan dengan lingkungan)
Dampak dari masalah lingkungan hidup→ kesehatan, estetika, kerugian ekonomi, terganggunya
ekosistem alami.
Perkembangan masalah Lingkungan Hidup:
1. Di negara barat/modern/maju
Masalah→ polusi udara, kerusakan (co: pabrik mengeluarkan asap berlebihan, yaitu pabrik
yang menggunakan teknologi rendah)
Penyelesaian→ menciptakan teknologi yang tepat guna
2. Di negara berkembang
Masalah→ kerusakan, pencemaran/polusi
Penyebab: pertumbuhan penduduk, kesadaran akan lingkungan
kurang, motif ekonomi

98
Solusi→ pembangunan yang berasal dari APBN dan APBD adalah untuk peningkatan
kesejahtaraan manusia baik fisik maupun non fisik
Lahirnya deklarasi Stockholm:
• Tanggal 5 Juli sebagai hari LH
• LH menjadi masalah dunia dan bertentangan dengan pembangunan
• Keikutsertaan negara dalam penyelesaian masalah LH
• Sebagai perkembangan tonggak hukum LH modern
• Adanya prinsip eco development
Penegakan Hukum Lingkungan
1. Preventif→ pengawasan
2. Represif→ sanksi kegiatan

Upaya untuk menaati ketentuan atau aturan dalam hukum lingkungan


1. Pasal 119→ sanksi administrasi (menghentikan perbuatan)
2. Sanksi pidana→ membuat jera
3. Sanksi perdata→ denda, ganti rugi, melakukan tindakan, tidak melakukan tindakan.
Apabila terbukti maka bisa meminta ganti rugi.

Perencanaan
• Untuk memahami perencanaan perlu diketahui tugas dan wewenang
pemerintah
• Hak, kewajiban dan larangan bagi seseorang
• Peran masyarakat
• Tahapan perencanaan
Perencanaan tata ruang wilayah
• Didasarkan pada daya dukung dan daya tampung dan BML
• Melalui tahap: investasi lahan, penetapan wilayah ecoregion,
penyusunan RPPLH, kajian lingkungan hidup strategis
• Tata ruang wilayah

99
Hukum
Kekerabatan dan
Waris Adat

100
Hukum Kekerabatan dan Waris Adat

HARTA WARISAN

Pengertian dari harta warisan, adalah harta atau barang-barang yang dibawa oleh suami
atau isteri kedalam perkawinan yang berasal dari harta warisan orang tua untuk dikuasai dan
dimiliki secara perorangan, guna memelihara kehidupan rumah tangga.

Harta warisan dapat berbentuk Materiil dan Imateriil yang terdiri dari :

a. Harta pusaka, yang meliputi :


1. Harta pusaka yang tidak dapat dibagi-bagi, ialah harta warisan yang mempunyai
nilai magis religious.
2. Harta pusaka yang dapat dibagi-bagi, ialah harta warisan yang tidak mempunyai
nilai religious : sawah, ladang, rumah.
b. Harta bawaan, yaitu harta yang di bawa baik oleh pihak istri maupun pihak suami ke dalam
perkawinan (barang gawan, barang asal, jiwa dana, tatadan). Mengenai harta bawaan ini
ada dua pendapat
1. Tetap menjadi hak masing-masing dari suami isteri.
2. Setelah lampau beberapa waktu (lebih dari 5 tahun) menjadi milik bersama.
c. Harta perkawinan, yaitu harta yang diperoleh dalam perkawinan.
d. Hak yang didapat dari masyarakat seperti : sembahyang di Masjid, di Gereja, di Pura,
mempergunakan kuburan, air sungai, memungut hasil hutan dll.
Sedangkan menurut hukum adat, yang dimaksud dengan harta perkawinan, adalah semua harta
yang dikuasai suami isteri selama mereka terikat dalam ikatan perkawinan, baik harta kerabat yang
dikuasai, maupun harta perseorangan yang berasal dari harta warisan, harta hibah, harta
penghasilan sendiri, harta pencaharian hasil bersama suami isteri, dan barang-barang hadiah.

Mengenai kedudukan harta perkawinan, dipengaruhi oleh prinsip kekerabatan yang dianut
setempat dan bentuk perkawinan yang berlaku terhadap suami isteri tersebut. Menurut harta benda
dalam perkawinan yang terdapat dalam Pasal 35 UU Nomor 1 Tahun 1974 menentukan sebagai
berikut:

101
a. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
b. Harta bawaan dari masing-masing suami isteri dan harta benda yang diperoleh masing-
masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain. Harta bawaan, dapat dibedakan antara harta bawaan suami dan harta
bawaan isteri, yang masing-masing masih dapat dibedakan antara lain :
1. Harta peninggalan adalah harta atau barang-barang yang dibawa oleh suami atau
isteri ke dalam perkawinan yang berasal dari peninggalan orang tua, untuk
diteruskan penguasaan dan pengaturan pemanfaatannya guna kepentingan ahli
waris bersama, dikarenakan harta peninggalan itu tidak terbagi-bagi kepada setiap
ahli waris. Di daerah Lampung beradat pesisir, di dalam perkawinan anak tertua
lelaki akan selalu diikutsertakan dengan harta peninggalan orang tua, untuk
mengurus dan membiayai kehidupan adikadiknya. Harta peninggalan orang tua itu
berupa harta pusaka, yaitu harta yang turun-temurun dari generasi ke generasi dan
dikuasai oleh anak laki-laki tertua menurut tingkatannya masing-masing. Pada
masyarakat adat Lampung harta pusaka dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Harta yang tidak berwujud, maksudnya harta pusaka yang tidak dapat dibagi-bagi,
mempuyai nilai-nilai magis religious, hak-hak atas gelar adat (kedudukan jabatan adat) dan hak
mengatur dan mengadili anggota-anggotanya.
b. Harta yang berwujud, berupa pakaian, perlengkapan adat, tanah pekarangan dan bangunan
rumah, tanah kerabat (tanah perladangan) dan hak-hak atas pemanfaatan atas tanah kampung
(tanah sesan/balai adat) tanah adat, semak belukar atau hutan-hutan kecil yang bebas dari
kekuasaan tertentu.
2. Harta warisan adalah harta atau barang-barang yang dibawa oleh suami atau isteri ke dalam
perkawinan yang berasal dari harta warisan untuk dikuasai dan dimiliki secara perseorangan guna
memelihara kehidupan rumah tangga. Barang-barang bawaan isteri yang berasal dari pemberian
barang-barang warisan orang tuanya seperti binatok di Lampung. Di dalam bentuk perkawinan
jujur, setelah terjadi perkawinan dikuasai oleh suami untuk dimanfaatkan guna kepentingan
kehidupan rumah tangga keluarga. Kecuali yang menyangkut hukum agama seperti mas kawin
yang merupakan hak milik pribadi isteri. Di daerah Lampung dan Batak yang melarang terjadinya
suatu perceraian dari suatu perkawinan jujur, maka isteri tidak berhak membawa kembali barang
pemberian orang tua dan kekerabatannya yang telah masuk dalam perkawinan.

102
3. Harta hibah/wasiat, adalah harta atau barang-barang yang dibawa oleh suami atau isteri ke
dalam perkawinan yang bersal dari hibah/wasiat anggota kerabat, misalnya hibah/wasiat dari
saudara- saudara ayah yang keturunannya putus. Harta hibah/wasiat ini dikuasai oleh suami atau
isteri yang menerimanya untuk dimanfaatkan bagi kehidupan keluarga rumah tangga dan lainnya
sesuai dengan “amanah” yang menyertai harta itu. Harta hibah/wasiat ini kemudian dapat
diteruskan menurut hukum adat setempat
4. Harta pemberian/hadiah, adalah harta atau barang-barang yang dibawa oleh suami atau
isteri ke dalam perkawinan yang berasal dari pemberian/hadiah para anggota kerabat dan mungkin
juga orang lain karena hubungan baik. Ada yang berpendapat, bahwa antara barang-barang yang
dikuasai atau dimiliki suami isteri yang berasal dari hibah, sampai barang-barang tersebut dapat
diteruskan pada anak-anak mereka. Jadi jika suami dan isteri putus perkawinan, karena salah satu
wafat atau karena cerai hidup tanpa meninggalkan anak, maka harta bawaan asal warisan itu harus
kembali ke keluarga asal, sedangkan harta bawaan asal hibah akan dikuasai oleh ahli waris dari
yang wafat.

Khususnya pada masyarakat adat Lampung Pesisir, yang menggunakan bentuk perkawinan
dengan jujur, di mana setelah perkawinan isteri ikut suami, maka harta peninggalan itu menjadi
harta penunggu bagi suami terhadap isteri yang akan ikut dipihaknya, sedangkan harta peninggalan
yang diberikan orang tua mempelai wanita menjadi harta bawaan isteri mengikut pihak suami.

Harta penantian suami ini merupakan harta pokok, sedangkan bawaan isteri merupakan
harta tambahan, sehingga menjadi satu kesatuan harta keluarga yang dikuasai dan dimiliki oleh
suami, yang tidak terbagi- bagi sampai pelaksanaan pewarisan atau penerusannya pada ahli
warisnya anak tertua lelaki.

Mengenai harta bawaan isteri (perbekalan) karena ikatan perkawinan jujur, bagi
masyarakat Lampung Pesisir disebut binatok (pepadun: sesan). Biasanya binatok atau barang
bawaan isteri ini terdiri dari perhiasan, ranjang kasur, alat dapur, lemari, kursi dan perabotan rumah
tangga lainnya. Barang bawaan isteri ini sebagian besar berasal dari pemberian orang tua yang
biasanya menggunakan uang jujur dari pihak suami, untuk dibelikan berbagai macam bentuk
barang. Ada juga pemberian anggota kerabat dan dari uang sendiri. Jarang sekali binatok itu
berasal dari harta warisan orang tua, karena anak perempuan tidak dapat warisan dari orang tua.
Sehingga jika terjadi perceraian, maka harta bawaan isteri tetap menjadi hak suami sepenuhnya.

103
Selama di dalam ikatan perkawinan suami isteri ada kemungkinan dan siapa saja, untuk
dipergunakan kedua suami isteri secara bersama-sama atau untuk menjadi milik pribadi isteri
sendiri atau suami sendiri. Pemberian itu mungkin juga dari mertua untuk membantu. Seperti di
daerah Lampung ada adat kebiasaan dimana mertua memberi menantunya barang tetap atau barang
bergerak, misalnya memberi pakaian wanita dan perhiasan wanita untuk menjadi milik atau hak
pakai menantu.

104
Hukum Waris
Perdata

105
Hukum Waris Perdata

1. Testamen
I. Pendahuluan
Hukum waris testamentair timbul kemudian setelah hukum waris menurut ketentuan
undang-undang. Hal ini disebabkan karena beberapa kenyataan dalam masyarakat
seperti halnya:
a. Pada abad pertengahan timbul suatu pemikiran bahwa setiap orang dapat berbuat
bebas terhadap harta bendanya, maka wajarlah apabila hartanya diberikan kepada
orang lain untuk selruhnya atau sebaguan;
b. Kadang-kadanag seorang pewaris mempunyai keinginan pada waktu hidupnya
untuk memberikan hartanya seluruhnya atau sebagian kepada sesorang.
Keingian pewairs kadang-kadang menyimpang dari hukum waris karena menganggap
bahwa pembagian menurut hukum tidak sesuai dengan keinginannya. Hukum waris
mengizinkan pewaris untuk menentukan cara pembagian warisan yang menyimpang
dari hukum waris. Hal ini merupakan hal yang wajar mengingat bahwa pada
hakekatnya, seorang pemilik harta kekeayaan berhak sepenuhnya untuk
memperlakukan miliknya dipenuhi dengan keiginannya yang menurut kehendak
tersendiri.. Hal ini bertujuan untuk menghindari hal-ha; yang tidak diinginkan, yaitu
terjadi sengketa harta warisan antara sesame ahli waris.
Ada kemungkinan kemauan terakhir dari pewaris menghendaki pembagian warisan
yang tidak adil menurut perasaan ahli waris atau tidak adil menurut hukum yang
berlaku. Penetapan waris terakhir dari pewaris disebit Testamen/Surat Wasiat.
Berlakunya surat wasiat adalah mengenai siapa yang dapat membuat testamen, yaitu:
 Orang-oranag keturunan Eropa
 Orang-oranag keturunan Tionghoa
 Orang-orang keturunan Timur asing lainnya
 Golongan penduduk yang tunduk selurunya atau sebgaian kepada hukum
perdata barat.

106
II. Pengertian Testamen (Pasal 875 KUH Perdata)\
“Adapun yang dimaksud dengan surat wasiat atau testamen ialah suatu akta yang
memuat pernyataan sesorang tentang apa yang dikehendakinya, akan terjadi setelah
ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat direbut kembali.” Dengan demikian
testamen dibuat sebelum pewaris meninggal dunia yang pelaksannaanya setelah
pewaris meninggal dunia. Biasanya harta warisan itu diberikan kepada ahli waris atau
orang lain yang menyimpang dari ketentuan undang-undang (UU) atau pembagian
menurut hukum.
Pada pasal 875 memberikan definisi tentang pengertian terakhir. Ungkapan ini
mempunyai dua arti yakni materiil dan formil. Dalam arti materill, yakni pemberian
pada waktu meninggal (beschikking bij dode). Menurut arti formil, yakni akta yang
memenuhi bentuk yang telah disyaratkan dalam pasal 930 KUH Perdata dan
seterusnya sepanjang tidak ditentukan lain oleh UU. Dengan demikian menurut isinya,
surat wasiat adalah pernyataan kehendak, sedengkan menurut bentuknya adalah
berwujud akta.
Dalam Pasal 930 KUH Perdata menentukan bahwa dalam satu akta dua orang atau lebih
tak diperbolehkan menyatkan wasiat mereka, baik untuk mengaruniai seorang ketiga,
maupun atas dasar penyataan bersama atau timbal balik.
Contoh kasus:
Skema 1
A B

A B

Skema 2

A
C

B
Penjelasan:
1. A mengangkat B sebagai satu-satunya ahli waris A dan sebaliknnya dalam satu akta
surat wasiat.
2. A dan B mengangkat C sebagai satu-satunya ahli waris A dan B.

107
(Skema 1 dan 2 di atas bertentangan dengan pasal 930 KUH Perdata)
III. Macam-Macam Surat Wasiat Menurut Isi dan Bentuknya
Menurut isinya, surat wasiat/testatmen dibagi menjadi dua (2) macam yaitu: Erfstelling
(wasita pengangkat waris) dan Legaat (Hibah Wasiat).
a. Erfstelling (Wasiat pengangkat waris) Pasal 954 KUHP Perdata
Menurut Pasal 954 KUH Perdata menyataka bahwa efstelling merupakan “wasiat
pengangkat waris, adalah suatu wasiat, dengan mana si yang mewariska, kepada
seorang atau lebih, memberikan harta kekayaan yang akan ditinggalkan apabila
ia meninggal dunia baik seluruhna maupun sebgaian seperti misalnya: setengah,
sepertiganya.”
Kedudukan ahli waris dalam bentuk testamen ini adalah sama dengan ahli waris
yang mempunyai:
 Hak Saisne;
 Hak Kereditas Petitio; dan
 Hak menuntut pembagian harta warisan.
b. Legaat (Hibah Wasiat) Pasal 957 KUH Perdata.
Menurut Pasal tersebut menyatakan bahwa “Hibah Wasiat adalah suatu penetapan
yang khusu, dengan mana si yang mewariskan kepada sesorang atau lebih
memberikan beberapa barang-barangnta dari suatu jenis tertentu, seperti
misalnya, segala barang-barangnya bergerak atau tak bergerak atau memberikan
hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.”
Mengenai hal di atas dipertegas oleh Wibowo Reksopradoto; legaat atau hibah
wasiat isinya menentukan dengan khusus bahwa si pewaris telah memberikan
kepada seseorang atau lebih apabila ia meninggal dunia:
 Satu atau beberapa benda tertentu, misalnya mobil, kursi, meja, perhiasaan,
dan lain-lain.
 Seluruh benda dari suatu macam jenis, misalnya seluruh barang yang ada di
gudang.
 Hak pakai hasil atas sebagian atau seluruh harta peninggalannya.
 Sesuatu hak lain terhadap harta peninggalan misalnya: hak untuk membeli.

108
Orang yang mendapatkan legaat disebit dengan Legataris. Ada kalanya bahwa
seorang legataris yang menerima beberapa benda, diwajibkan memberikan salah
satu benda itu kepada orang lain yang ditunjuk dalam surat wasiat. Pemberian suatu
benda yang harus ditagih dari seorang legataris disebut Sublegaat. Seorang
legataris hanya menerima aktivanya saja dari harta peninggalan dan tidak
berkewajiban menanggung pasivanya.
 Di samping Legaat masih ada variasi:
o Sub Legaat:
Adalah suatu legaat yang harus diberikan oleh Legataris kepada
seseorang yang ditetapkan dalam surat wasiat. Misalnya P memberi
kepada A sebiah rumah danperbabot rumah, dengan ketentuan A harus
memberi kursi kepada B.
o Prae Legaat
Legaat yang harus diberikanlebih dahulu dari pada legaat yang lain.

Inbreng (Pemasukan) Pasal 1086 – 1099 KUH PERDATA

Inbreng/pemasukan adalah kewajiban seorang ahli waris untuk dalam hal tertentu
memasukan Kembali ke dalam warisan suatu hibah yang pernah diterimanya dari pewaris.
Pemasukan atau memperhitungkan kembali hibah – hibah yang pernah diterima seorang ahli waris
baru akan terjadi setelah pewaris meninggal dunia.
Dalam Hukum Waris dengan adanya wasiat juga dikenal Inkorting (pemotongan) terhadap hibah
– hibah yang telah diberikan kepada ahli waris selain garis lurus ke bawah atau pihak lain yang
sama sekali tidak ada hubungan darah.

A. Perbedaan antara Inbreng (Pemasukan) dengan Inkorting (Pemotongan)

No. Aspek Perbedaan Inbreng Inkorting

109
1. Tujuan Meratakan pembagian diantara Memenuhi bagian mutlak
sesama ahli waris (Legitime Portie) legitimaris
2. Segi Akibat Inbreng tidak menghapus hibah Ada kemungkinan menghapus
hibah atau setidaknya
mengurangi dalam hal apabila
harta tidak cukup untuk
memenuhi Lp. Legitimaris
3. Kemauan Pewaris Dilakukan berdasarkan dugaan Dilakukan di luar kemauan
bahwa pewaris menghendakinya pewaris
4. Pihak yang Dilakukan untuk kebahagian Dilakukan untuk kebahagian
diuntungkan semua ahli waris para legitimaris
5. Subjek Dibebankan kepada ahli waris Pemotongan dilakukan baik
yang pernah memperoleh hibah terhadap ahli waris maupun
bukan ahli waris

B. Pasal – Pasal yang Perlu Mendapatkan Perhatian Dalam Hibah

Pasal 1086 KUH PERDATA, menentukan:

Dengan tidak mengurangi kewajiban sekalian ahli waris untuk membayar kepada kawan – kawan
waris atau memperhitungkan dengan mereka ini segala utang mereka kepada harta peninggalan,
maka segala hibah yang diperoleh dari si yang mewariskan di kala hidupnya orang ini, harus
dimasukkan :
1. Oleh para waris dalam garis turun ke bawah, kecuali apabila pemberian – pemberian itu
telah dilakukan dengan pembebasan secara jelas dari pemasukan, atau pun apabila para
penerima itu didalam suatu akta otentik atau dalam suatu wasiat telah dibebaskan dari
kewajibannya untuk memasukkan;

110
2. Oleh semua waris lainnya, namun hanya dalam hal si yang mewariskan maupun si
penghibah dengan tegas telah memerintahkan atau memperjanjikan dilakukannya
pemasukan.

Contoh Kasus 1:
P meninggal dunia meninggalkan seorang anak perempuan bernama A, dan tiga anak laki – laki
bernama B,C,dan D. Sewaktu hidupnya P menghibahkan sebidang tanah kepada D. Pada saat P
meninggal dunia, harga tanah tersebut ditaksir seharga Rp200.000.000 dan Harta waris P sebesar
Rp800.000.000.
Siapa Ahli waris P dan berapa yang diterima masing – masing ahli waris P?

Skema:

P+

Hibah kepada D
Rp200.000.000

A B C D

Pemecahan:
Harta Warisan P : Rp800.000.000
Ahli Waris P : A,B, dan C
Hibah kepada D : Rp200.000.000 (Inbreng)

Jumlah Harta + Inbreng:


Rp800.000.000 + Rp200.000.000 = Rp1.000.000.000

Ai. A= B = C = D : 1/4 x Rp1.000.000.000 = Rp250.000.000

111
Pasal 1087 KUH PERDATA menentukan:

Seorang waris yang menolak warisannya tidaklah diwajibkan memasukan apa yang pernah
dihibahkan kepadanya, selain untuk menambah bagian yang sedemikian yang menyebabkan
bagian mutlak para kawannya mewaris telah dikurangi.

Contoh Kasus 2:
P meninggal dunia meninggalkan dua orang anak perempuan bernama A dan B, tiga orang anak
laki – laki bernama C,D, dan E. Sewaktu hidupnya P menghibahkan sebidang tanah kepada D.
Pada saat P meninggal tanah tersebut ditaksir seharga Rp300.000.000, dan Harta warisan P sebesar
Rp500.000.000. Saat pembagian warisan, A menolak warisan. Siapa ahli waris P dan berapa yang
diterima maisng masing ahli waris P?

Skema:

P+

A B C D E
Menolak

Pemecahan:
Ahli waris P : B, C,D, dan E

112
Harta warisan P = Rp300.000.000
Hibah kepada D = Rp500.000.000 +

Jumlah DPLP = Rp800.000.000

A menolak warisan.

Ai. B = C = D = E = 1/4

Lp. B = C = D = E:
3/4 x 1/4 = Rp800.000.000 = Rp150.000.000

Jumlah Lp. = 4 x Rp150.000.000 = Rp600.000.000

Berhubung harta warisan P hanya Rp300.000.000, sedangkan Lp. B, C, D, dan E sebesar


Rp600.000.000, maka A wajib memasukan sebesar Rp300.000.000
Berdasarkan pemecahan kasus di atas tampak bahwa ahli waris yang menolak tidak diwajibkan
inbreng kecuali untuk memenuhi Lp. Legitimaris lain.

Pasal 1088 KUH PERDATA menentukan:

Jika pemasukan berjumlah lebih besar dari bagiannya sendiri dalam warisan, maka apa yang
selebihnya itu tidak usah dimasukan, dengan tidak mengurangi ketentuan yang lalu.

Contoh Kasus 3:
P meninggal dunia meninggalkan seorang istri bernama A, dua orang anak perempuan bernama
B dan C, seorang anak laki – laki bernama D. Sewaktu hidupnya, P menghibahkan sebidang tanah
kepada D. Pada saat P meninggal tanah tersebut ditaksir seharga Rp600.000.000, dan harta
warisan P sebesar Rp600.000.000.
Siapa ahli waris P dan berapa yang diterima masing – masing ahli waris P?

113
P+ A

Hibah kepada D
Rp600.000.000

B C D

Pemecahan:
Harta warisan P = Rp600.000.000
Ahli waris P = A,B,C, dan D
Hibah kepada D = Rp600.000.000

Jumlah Harta warisan + Inbreng:


Rp600.000.000 + Rp600.000.000 = Rp1.200.000.000

Ai. A = B = C = D = Rp1.200.000.000 x 1/4


= Rp300.000.000

Bagian D sebenarnya = Rp300.000.000


Jadi D memasukan = Rp300.000.000

Harta warisan + Inbreng D :


Rp600.000.000 + Rp300.000.000 = Rp900.000.000

Ai. A = B = C = D = Rp900.000.000 x 1/4


= Rp225.000.000

114
Jumlah bagian A,B,dan C = Rp750.000.000 Berhubungan harta warisan P yang ada sebesar
Rp600.000.000, sedangkan bagian A,B,C=Rp750.000.000, maka D memasukan sebesar
Rp150.000.000
Berdasarkan pemecahan di atas tampak bahwa hibah yang lebih besar dari bagiannya menurut
undang – undang, maka penerima hibah hanya memasukan sebesar bagiannya, sedangkan
kelebihannya Pasal 1089 KUH PERDATA menentukan:

1) Para orang tidak usah memasukkan pemberian – pemberian yang telah dilakukan kepada
anak mereka oleh kakek – neneknya anak ini. Begitu pula tak usahlah seorang anak yang
berdasarkan kedudukannya sendiri memperoleh warisan kakek – neneknya, memasukkan
pemberian yang oleh kakek – neneknya ini telah dilakukan kepada orang tuanya.
2) Seorang anak, yang memperoleh warisan tersebut hanya karena pergantian, diwajibkan
memasukkan segala pemberian, yang telah dilakukan kepada orangtuanya, sekali pun
kiranya warisan orang tuanya sendiri ditolaknya.
3) Namun demikian, anak tersebut, dalam hal penolakan seperti itu, tidaklah bertanggung
jawab terhadap para kawannya mewaris dalam warisan kakek – nenek tersebut mengenai
utang – utang orangtuanya.

Contoh Kasus 4:
P meninggal dunia meninggalkan seorang istri benama A, seorang anak laki – laki bernama C,
seorang cucu perempuan bernama B1 (B1 adalah anak B). Sewaktu hidupnya P menghibahkan
sebidang tanah kepada C. Pada saat P meninggal tanah tersebut ditaksir seharga Rp600.000.000,
dan harta warisan P sebesar Rp600.000.000.
Siapa ahli waris P dan berapa yang diterima masing – masing ahli waris P?

115
P+ A

Hibah kepada B1
Rp600.000.000

B+ C

B1

Pemecahan:
Harta warisan P = Rp600.000.000
Ahli waris P = A, B (B1), dan C
Hibah kepada B1 = Rp600.000.000

Menurut Pasal 1086 KUH PERDATA B1 tidak ada kewajiban inbreng, maka:
Ai. A = B = C = 1/3 x Rp600.000.000
= Rp200.000.000

Pasal 1090 KUH PERDATA menentukan:

1) Pemberian yang dilakukan kepada seorang suami oleh orang tua istrinya atau kepada
seorang istri oleh orang tua suaminya, tidak tunduk pada pemasukan, meskipun hanya
untuk separuh, sekalipun barang yang dihibahkan itu telah jatuh dalam persatuan.

116
2) Jika pemberian – pemberian itu telah dilakukan kepada suami-isteri kedua – duanya
Bersama – sama oleh bapak atau ibu salah seorang dari mereka, maka pemasukan haruslah
dilakukan.

3) Jika pemberian – pemberian itu telah dilakukan kepada so suami atau si istri oleh bapak
atau ibunya sendiri, maka pemberian – pemberian itu harus dimasukkan seluruhnya.

Pasal 921 KUH PERDATA menentukan:

Untuk menentukan besarnya bagian mutlak dalam sesuatu warisan, hendaknya dilakukan terlebih
dahulu suatu penjumlahan akan, segala harta peninggalan yang ada di kala si yang menghibahkan
atau mewariskan meninggal dunia; kemudian ditambahkannyalah pada jumlah itu, jumlah dari
barang – barang yang telah dihibahkan di waktu si meninggal masih hidup, barang – barang mana,
harus ditinjau dalam, keadaan tatkala hibah. Dilakukannya, namun mengenai harganya, menurut
harga pada waktu si penghibah atau si yang mewariskan meninggal dunia; akhirnya
dihitungkannyalah dari jumlah satu sama lain, setelah yang ini dikurangi dengan semua utang si
meninggal berapakah, dalam keseimbangan dengan kederajatan para ahli waris mutlak, besarnya
bagian mutlak mereka, setelah mereka terima dari si meninggal, pun sekiranya mereka dibebaskan
dari wajib pemasukan.
Dari pasal diatas tampak bahwa benda - benda yang telah dihibahkan harus dihitung menurut
keadaan pada waktu hibah diberikan, namun mengenai nilainya/harganya dihitung menurut
nilai/harga pada waktu pemberi hibah meninggal dunia.

Contoh Kasus 5:
P meninggal dunia meninggalkan 2 orang anak laki – laki bernama A dan B. Pada waktu hidupnya
P menghibahkan sebidang tanah kepada sahabatnya yang bernama X. Pada saat itu tanah tersebut
ditaksir seharga Rp100.000.000, pada saat P meninggal dunia ternyata di atas tanah tersebut telah
ditanami tanaman keras oleh X. Harga tanah dan tanaman keras pada saat P meninggal dunia
ditaksir seharga Rp500.000.000, sedangkan harga tanahnya saja ditaksir seharga Rp250.000.000,
disamping itu ternyata sewaktu hidupnya P mengangkat sahabatnya yang bernama Y sebagai satu
– satunya ahli waris yang berhak atas seluruh harta warisan P. Harta warisan P Rp650.000.000.
Siapa ahli waris P dan berapa yang diterima masing – masing ahli waris P?

117
P+ 1985

Sahabat

Test. 100%

1970

X A B Y

Keterangan:
Harta warisan P = Rp650.000.000
Hibah kepada X tanah kosong pada saat itu seharga Rp100.000.000
Harga tanah dengan luas yang sama + tanaman keras yang ada di atasnya Rp500.000.000, pada
saat P meninggal harga tanah yang dihibahkan kepada X sebesar Rp250.000.000

Pemecahan:
Harta warisan + hibah kepada X
Rp650.000.000 + Rp250.000.000 = Rp900.000.000

Ai. A = 1/2
B = 1/2

Lp. A = B = 2/3 x 1/2 = 2/6 x Rp900.000.000


= Rp300.000.000
Jumlah Lp. A dan B = 2 x Rp300.000.000
= Rp600.000.000

Y = Rp650.000.000 – Rp600.000.000 = Rp50.000.000

118
Benda – benda yang telah dihibahkan harus dihitung menurut keadaan pada waktu hibah
diberikan, namun mengenai nilainya/harganya dihitung menurut nilai/harga pada waktu pemberi
hibah meninggal dunia.

Pasal 924 KUH PERDATA menentukan:

Segala hibah antara yang masih hidup, sekali – kali tidak boleh dikurangi, melainkan apabila
ternyata, bahwa segala barang – barang yang telah diwasiatkan, tak cukup guna menjamin bagian
mutlak dalam sesuatu warisan. Apabila kendati itu masihlah harus dilakukan pengurangan
terhadap hibah – hibah antara yang masih hidup, maka pengurangan ini harus dilakukan dengan
hibah yang terkemudian, lalu dari yang ini ke hibah yang lebih tua dan demikian selanjutnya.

Contoh Kasus 6:
P meninggal dunia, meninggalkan seorang anak laki – laki bernama A. Pada tahun 1952 P
menghibahkan uang kepada B sebesar Rp150.000, pada tahun 1954 P menghibahkan uang kepada
C sebesar Rp300.000, Pada tahun 1960 P menghibahkan uang kepada B sebesar Rp400.000, pada
tahun 1961 P membebaskan hutang E sebesar Rp100.000, harta warisan P sebesar Rp1.000.000
disamping itu P meninggalkan beban warisan yang berupa hutang kepada Z sebesar 750.000, dan
ongkos pemakaman sebesar Rp250.000.
Siapa ahli waris P dan berapa yang diterima masing – masing ahli waris P?

Skema:

P+

X
Rp500.000 A

119
Pemecahan:
Pada tahun 1952 hibah kepada B = Rp150.000

Pada tahun 1954 hibah kepada C = Rp300.000

Pada tahun 1960 hibah kepada D = Rp400.000

Pada tahun 1961 pembebasan hutang E = Rp100.000 +

Jumlah hibah
= Rp950.000
Catatan: Pembebasan hutang termasuk hibah secara materil
X legataris atas suatu benda seharga Rp500.000
A merupakan legitimaris
Harta warisan P sebesar Rp1.000.000
Hutan kepada Z Rp750.000
Ongkos pemakaman Rp250.000

Hutang + ongkos pemakaman = Rp1.000.000

Pemecahan:
Harta warisan P = Rp1.000.000

Hutang + ongkos pemakaman = Rp1.000.000 -


Sisa harta warisan P = Rp0

Jumlah hibah = Rp950.000

Lp. B = 1/2 x 1 bagian jumlah hibah


= 1/2 x Rp950.000
= Rp475.000

120
Kemudian bagian B diambilkan menurut Pasal 924 KUH PERDATA, diambil dari penerima
hibah terakhir

Pertama, diambilkan dari hibah kepada E Rp100.000 (seluruhnya) akan tetapi, saldo Lp. Belum
terpenuhi
Rp100.000 – Rp475.000 = Rp(-)375.000
Kedua, diambilkan hibah kepada D Rp 375.000, sehingga sisah hibah D tersisa sebanyak
Rp25.000

Sehingga sisa hibah masing – masing:


Hibah kepada B = Rp150.000
Hibah kepada C = Rp300.000
Hibah kepada D = Rp25.000
Hibah kepada E = Rp0

121
2020

122
Sosiologi

123
Sosiologi

I. Ilmu Pengetahuan Dan Sosiologi


Pengertian Ilmu Pengetahuan : pengetahuan yang tersusun secara sistematis dengan penggunaan
kekuatan pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat dan ditelaah dengan kritis. Pada
hakikat ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia.
Secara umum dan konvensional dikenal adanya empat kelompok ilmu pengetahuan yaitu
masing-masing:
1. Ilmu Matematika;
2. Ilmu Pengetahuan Alam, yaitu kelompok ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-
gejala alam baik yang hayati (life sciences) maupun yang tidak hayati (fisika)
3. Ilmu tentang Perilaku (behavioral sciences) yang di satu pihak menyoroti perlaku hewan (
Animal Behavior), dan di lain pihak menyoroti perilaku manusia (human behavior) yang
terakhir ini sering kali dinamakan ilmu-ilmu sosial yang mencakup berbagai ilmu
pengetahuan yang masing-masing menyoroti sesuatu bidang di dalam kehidupan
masyarakat.
4. Ilmu Pengetahuan Kerohanian, yang merupakan kelompok ilmu pengetahuan yang
mempelajari perwujudan spritual kehidupan bersama manusia.

Keempat kelompok ilmu pengetahuan tersebut di atas didasarkan pada objeknya. Dari sudut
sifatnya dapat dibedakan antara ilmu pengetahuan yang eksak dan ilmu pengetahuan non-eksak.
Pada umumnya. ilmu-ilmu sosial bersifat noneksak, walaupun ekonomi misalnya, sering
menggunakan rumusan-rumusan ilmu pasti dan demikian juga psikologi dan sosiologi (sosio-
metri). Kelompok ilmu-ilmu pengetahuan alam pada umumnya bersifat eksak, sedangkan
sebaliknya ilmu pengetahuan kerohanian boleh dikatakan non-eksask.

Dari sudut penerapannya, maka biasanya dibedakan antara ilmu pengetahuan murni (pure
science) dengan ilmu pengetahuan yang diterapkan (applied science). Ilmu pengetahuan murni
terutama bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, yaitu

124
untuk mempertinggi mutunya. IImu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk
mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat dengan maksud
untuk membantu masyarakat di dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya. Selain dari
itu, maka dapat pula dibedakan antara ilmu-ilmu yang teoretis-rasional, teoretis-empiris dan
empiris-praktis pada ilmu yang teoretis-rasional (misalnya dogmatik hukum), cara berpikir yang
dominan adalah deduktif dengan mempergunakan silogisme. Cara berpiikir deduktif-induktif atau
induktif-deduktif banyak digunakan dalam ilmu-ilmu teoretis-empiris, seperti misalnya, sosiologi.
Di dalam ilmu-ilmu yang empiris-praktis, seperti misalnya pekerjaan sosial kesejahteraan sosial
(sosiatri), lebih banyak digunakan cara berpikir induktif.

II. Proses Interaksi Sosial sebagai Faktor Utama dalam Kehidupan Sosial
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial karena interaksi sosial merupakan syarat
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Pengertian Proses Sosial: Cara berhubungan yang dapat dilihat apabila antar individu dan
kelompok manusia saling beretemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan.
Interaksi Sosial Merupakan Faktor Utama Dalam Kehidupan Sosial:
Prof. Dr. Soerjono Soekanto mengatakan bahwa Interaksi Sosial adalah kunci semua kehidupan
sosial, tidak ada interkasi berarti tidak mungkin ada kehidupan bersama.
Interaksi Sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang
perorangan dengan kelompok manusia.
Macam-macam Interaksi yang terjadi di masyarakat
Interaksi sosial antara kelompok-kelompok manusia, tetapi pribadi terkait
Interaksi Sosial antara individu-individu dimana masyarakat terkait.
Beberapa faktor dasar berlangsungnya suatu proses interaksi antara lain:
1. Faktor Imitasi: Setiap individu memiliki sifat kecenderungan untuk melakukan seperti
yang dilakukan oleh orang lain. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat
mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai berlaku. Namun,

125
imitasi mungkin mengakibatkan hal-hal negatif dimana yang ditiru adalah tindakan-
tindakan yang menyimpang.
2. Faktor Sugesti: Suatu proses seseorang memberi suatu pandangan atau sikap yang berasal
dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi
karena pihak yang menerima dilanda oleh emosi, yang menghambat daya berpikirnya
secara rasional.
3. Faktor Identifikasi: Suatu kecenderungan-kencenderungan atau keinginan-keinginan
dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi dapat
terjadi dengan sendirinya, maupun dengan disengaja dengan sering kali seseorang
memerluka tipe-tipe ideal tertentu di dalam proses kehidupannya.
4. Faktor Simpati: Suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Dalam
proses ini perasaan merupakan hal yang sangat penting, walaupun dorongan pada simpati
adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.
Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu
1. Adanya kontak sosial, yang dapat berlangsung dalam tiga bentuk, Selain itu, suatu kontak
dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.
2. Adanya komunikasi sosial, yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain,
perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.
 antara orang-perorangan: Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari
kebiasaan-kebiasaan dalam keluarganya. Proses ini terjadi melalui sosialisasi
(socialization), yaitu suatu proses, dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari
norma-norma dan nilai-nilai masyarakat dimana ia menjadi anggota.
 Antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya: Kontak sosial
ini misalnya apabila seseorang merasakan bahwa tindakan-tindakannya berlawanan
dengan norma-norma masyarakat atau apabila suatu partai politik memaksa anggota-
anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan ideologi dan programnya.
 Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya: Hal ini seperti dua
partai politik mengadakan kerja sama untuk mengalahkan partai politik yang ketigak di
dalam pemilihan umum.

126
Kontak sosial adalah hubungan antara orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling
mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Terbagi
menjadi:
1. Kontak sosial tidak langsung (sekunder)
2. Kontak sosial secara langsung (primer)

Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Menurut Gilin and Gilin bentuk interaksi terbagi atas :


a. Proses yang asosiatif (akomodasi, asimilasi, dan akultrasi)
b. Proses disasosiatif (Persaingan, pertentangan.)

Proses-proses yang Asosiatif


 Kerjasama ( Cooperation) : Suatu usaha bersama antara individu atau kelompok untuk
mencapai satu tujuan atau beberapa tujuan bersama. Ada lima bentuk kerja sama, yaitu
sebagai berikut: Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong,
Bargaining, Kooptasi, Koalisi, Joint Ventrue
 Akomodasi (Accomodation) : Suatu keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang
menunjukkan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma-norma sosial yang
berlaku dalam masyarakat.
Bentuk-bentuk Akomodasi: Coercion,compromise, arbitration, mediation, conciliation,
toleration, stalemate, dan adjudication.
 Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Ia ditandai dengan adanya usaha-
usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara perorangan-perorangan atau
kelompok-kelompok manusia dengan juga meliputi usaha -usaha untuk memerhatikan
kepentingan-kepentingan dan tujuan bersama.
 Akultrasi merupakan proses terakhir akibat asimilasi yang menyebabkan perubahan-
perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial.

127
Proses Disosiatif
 Persaingan (Competition) : Suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-kelompok
manusia bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu
masa tertentu menjadi pusat perhatian umum.
 Pertikaian atau pertentangan ( Conflict) : Suatu keadaan hubungan antara kedua belah
pihak yang menunjukkan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma-norma
sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Kontravensi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara
persaingan dan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi terutama ditandai oleh gejala-gejala
adanya ketidakpastian mengenai diri seseorang atau suatu rencana dan perasaan tidak suka
yang disembunyikan, kebencian, atau penilaian kepribadian seseorang.
III. Kelompok-Kelompok Sosial

Tipe-Tipe Kelompok Sosial

Kelompok-kelompok sosial teratur


1. Klasifikasi Emiel Durkehim
a. Solidaritas mekanik Solidaritas mekanik merupakan ciri masyarakat yang masih
sederhana dan belum mengenal pembagian kerja. Tiap-tiap kelompok dapat memenuhi
keperluan mereka masing-masing tanpa memerlukan bantuan atau kerjasama dengan
kelompok di luarnya. dalam masyarakat yang menganut solidaritas mekanik yang
diutamakan adalah persamaan perilaku dan sikap. Seluruh warga masyarakat diikat oleh
kesadaran kolektif, yaitu mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan kelompok, ada
diluar warga dan bersifat memaksa.
b. Solidaritas Organik Solidaritas organik merupakan bentuk solidaritas yang telah
mengenal pembagian kerja. Bentuk solidaritas ini bersifat mengikat sehingga unsur-unsur
di dalam masyarakat tersebut saling bergantung. Karena adanya ke saling tergantungan ini,
ketiadaan salah satu unsur mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup
bermasyarakat.

128
2. Klasifikasi Ferdinand Tonies
a. Gemeinschaft Gemainschaft merupakan kehidupan bersama yang intim, pribadi dan
ekslusif. Keterkaitan tersebut dibawa sejak lahir. Contohnya adalah ikatan perkawinan,
agama, bahasa, adat dan rumahtangga.
b. Gesselschaft Gesselschaft merupakan kehidupan publik dimana sekumpulan orang
yang hadir bersama tetapi masing-masing tetap mandiri. Gesselschaft bersifat sementara
dan semu. Contoh gesselschaft adalah ikatan pekerja dn ikatan pengusaha.

3. Klasifikasi Robert K Merton


a. Membership group Suatu kelompok sosial dimana setiap orang secara fisik menjadi
anggota kelompok tersebut, atau bisa juga diartikan sebagai suatu Kelompok Sosial yang para
anggotanya tercatat secara fisik. Untuk membedakan secara tegas keanggotaan atas dasar
derajat interaksi dalam kelompok, maka ditemukan istilah yaitu nominal group member
(anggota nominal grup) dan peripheral group member (anggota periperal grup). Anggota
nominal grup adalah orang yang dianggap masih berinteraksi dengan kelompok sosial yang
bersangkutan oleh anggota lain, meskipun interaksinya tidak intens, sedangkan anggota
periferal grup dianggap sudah tidak berhubungan lagi dengan kelompok yang bersangkutan
sehingga kelompok tersebut tidak mempunyai kekuasaan apapun atas kelompok tersebut.
b. Reference Group Kelompok sosial yang menjadi acuan dalam berperilaku maupun
mengembangkan kepribadian para individu yang tidk tercatat secara fisik dalam keanggotaan
kelompok tersebut. Berikut 2 tipe umum dari reference group:
a. Tipe normatif;
b. Tipe perbandingan.

4. Klasifikasi W.G. Summer


a. Kelompok dalam (in group) Kelompok sosial yang individu-individunya
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya. Dikalangan in group dijumpai
persahabatan, kerjasama, keteraturan dan kedamaian.
b. Kelompok luar (out group) Kelompok diluar kelompok in group, apabila in group
berhubungan dengan out group muncullah rasa kebencian, permusuhan, atau perang. Rasa
kebencian itu diwariskan dari satu generasi ke generasi lain dan menimbulkan perasaan

129
solidaritas dalam kelompok. Anggota kelompok menganggap kelompok mereka sendiri
adalah pusat segala-galanya.

Kelompok-kelompok Sosial yang tidak teratur

 Kerumunan (crowd)
Ukuran utama adanya kerumunan adalah kehadiran orang-rang secra fisik. Paling tidak
batas kerumunan adalah sejauh mata dapat melihat dan selama telinga dapat
mendengarkannya. kerumunan tersebut segra mati setelah orang-orangnya bubar. Jadi
kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara (temporer).
Kerumunan jelas tidak terorganisasi sehingga dapat mempuanyi pimpinan,tetapi tidak
mempunyai sitem pembagian kerja maupun sistem pelapisan sosial. Artinya, interaksi di
dalamnya bersifat spontan dan tidak terduga, serta orang-orang yang hadir dan berkumpul
mempunyai kedudukan sosial yang sama. Identitas sosial seseorang biasanya tenggelam
apabila orang yang bersangkutan ikut serta dalam suatu kerumunan.
 Publik
berbeda dengan kerumunan, publik lebih merupakan kelom. tidak merupakan kesatuan.
Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi seperti misalnya
pembicaraan pribadi yang berantai, desas-desus, surat kabar, radio, televisi, film, dan lain
sebagai alat-alat penghubung semacam ini lebih memungkinkan suatu publik mempunyai
pengikut-pengikut yang lebih luas dan lebih besar. Akan tetapi, karena jumlahnya yang sangat
besar, tak ada pusat perhatian yang tajam sehingga kesatuan juga tak ada. Setiap aksi publik
diprakarsai oleh keinginan individual (misalnya pemungutan suara dalam pemilihan umum),
dan ternyata individu-individu dalam suatu publik masih mempunyai kesadaran akan
kedudukan sosial yang sesungguhnya dan juga masih lebih mementingkan kepentingan-
kepentingan pribadi dari-pada mereka yang tergabung dalam kerumunan. Dengan
demikian,tingkah laku pribadi kelakuan publik didasarkan pada tingkah atau perilaku individu.
Untuk memudahkan mengumpulkan publik tersebut,digunakan cara-cara dengan

130
menggandengkan nilai-nilai sosial atau tradisi masyarakat bersangkutan, atau dengan
menyiarkan pemberitaan-pemberitaan, baik yang benar maupun yang palsu sifatnya.

IV. Kebudayaan Dan Masyarakat


Seorang antropolog, yaitu E.B Tylor (1871), pernah mencoba memberikan definisi
mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya) :
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.

Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun unsur-
unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat sebagai kesatuan.
Beberapa sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok kebudayaan. Misalnya, Melville
J. Herskovits mengajukan empat unsur pokok kebudayaan, yaitu:
1. alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik
Bronislaw Malinowski, yang terkenal sebagai salah satu seorang pelopor teori fungsional dalam
antropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan, antara lain:
1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam
upaya menguasai alam sekelilingnya,
2. organisasi ekonomi,
3. alat-alat dan lembagat atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa keluarga merupakan
lembaga pendidikan yang utama,
4. organisasi kekuatan

131
Masing-masing unsur tersebut, beberapa macam unsur-unsur kebudayaan, untuk kepentingan
ilmiah dan analisisnya diklasifikasikan ke dalam unsur-unsur pokok atau besar kebudayaan, lazim
disebut cultural universals. Istilah ini menujukkan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal,
yaitu dapat dijumpai pada setiap kebudayaan di mana pun di dunia ini.
Tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals, yaitu:
1. peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3. sistem kemasyrakatan
4. bahasa
5. kesenian
6. sistem pengetahuan
7. religi
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat,
menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Apabila manusia hidup
sendiri, tak akan ada manusia lain yang merasa terganggu oleh tindakan-tindakannya. Akan tetapi,
setiap orang, bagaimanapun hidupnya akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri.

Unsur-unsur normatif yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah:


1. unsur-unsur yang menyangkut penilaian (valuational elements) misalnya apa yang baik dan
buruk, apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan apa yang sesuai dengan
keinginan dan apa yang tidak sesuai dengan keinginan;
2. unsur-unsur yang berhubungan dengan apa yang seharusnya (precriptive elements) seperti
bagimana orang yang harus berlaku;
3. unsur-unsur yang menyangkut kepercayaan (cognitive elements) seperti misalnya harus
mengadakan upacara ada pada saat kelahiran, pertunangan, perkawinan, dan lain-lain.
Kaidah-kaidah kebudayaan berarti peraturan tingkah laku atau tindakan yang harus dilakukan
dalam suatu keadaan tertentu. Dengan demikian, kaidah sebagai kebudayaan mencakup tujuan
kebudayaan, maupun cara-cara yang dianggap baik untuk mencapai tujuan tersebut. Kaidah-
kaidah kebudayaan mencakup peraturan-peraturan yang bereaneka warna yang mencakup bidang
yang luas. Akan tetapi, untuk kepentingan penelitian masyarakat, secara sosiologis dapat dibatas
pada empat hal, yaitu:

132
1. kaidah-kaidah yang dipergunakan secara luas dalam suatu kelompok manusia tertentu
2. kekuasaan yang memperlakukan kaidah-kaidah tersebut
3. unsur-unsur formal kaidah itu
4. hubungan dengan ketentuan-ketentuan hidup lainnya.
Berlakunya kaidah dalam suatu kelompok manusia tergantung pada kekuatan kaidah tersebut
sebagai petunjuk tentang bagaimana seseorang harus berlaku. Artinya sampai berapa jauh kaidah-
kaidah tersebut diterima oleh anggota kelompok sebagai petunjuk perilaku yang pantas.

Sifat Hakikat Kebudayaan


Walaupun setiap masyarakat mempunyai kebudayaan yang paling berbeda satu dengan
lainnya, setiap kebudayaan mempunyai sifat hakikat yang berlaku umum bagi semua kebudayaan
dimanapun juga.
Sifat hakikat kebudayaan tadi adalah sebagai berikut
1. kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia
2. kebudayaan telah ada terlebih dahulu dan mendahului lahirnnya suatu generasi tertentu dan
tidak akan mati dengan habisnya usai generasi yang bersangkutan
3. kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
4. kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-
tindakan yang diterima dan tiolak, tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan yang
diizinkan.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri setiap kebudayaan, tetapi bila seseorang hendak
memahami sifat hakikatnya yang sesensial, terlebih dahulu harus memecahkan pertentangan-
pertentangan yang ada di dalamnya.

Fungsi Kebudayaan bagi masyarakat


Yaitu untuk kepuasan manusia baik bidang spritual maupun materiil.
Hasil karya masyarakat menimbulkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai
kegunaan utama untuk melindung masyarakat terhadap lingkungan alamnya.
Hakekat Teknologin memiliki 7 unsur yaitu :
1. alat-alat produktif;
2. senjata;

133
3. wadah;
4. makanan dan minuman;
5. pakaian dan perhiasan;
6. tempat berlindung atau perumahan;

Kepribadian dan Kebudayaan


Kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis, psikologis, dan sosiologis yang
mendasar perilaku individu. Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan sifat lain
yang khas dimiliki seseorang yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain.
Dasar-dasar pokok perilaku seseorang merupakan faktor-faktor biologis dan psikologis.
Walaupun seorang sosiolog hanya menaruh perhatian khusus pada kepribadian yang terwujud
dalam interaksi, faktor-faktor biologis dan psikologis juga penting baginya karena faktor-faktor
sosiologi dalam perkembangannya berkisar pada faktor-faktor biologis dan psikologis.

Gerak Kebudayaan
1. Tidak ada kebudayaan yang statis, semua kebudayaan mempunyai dinamika atau gerak
2. Gerak dari kebudayaan tersebut terjadi oleh sebab gerak dari manusia yang hidup dalam
masyarakat yang menjadi wadah dari kebudayaan

V. Lembaga Sosial
Pelembagaan
Erat hubungannya dengan lembaga sosial, yaitu proses pelembagaan (institutionalization),
oleh karena pada hakekatnya suatu lembaga sosial mencakup himpunan norma-norma dari
segala tingkatan yang berkisar pada kebutuhan pokok manusia. Proses pelembagaan yaitu
suatu proses yang dilewati oelh suatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian
dari salah satu lembaga kemasyarakatan; dalam arti bahwa norma kemasyarakatan itu dikenal,
diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan seharihari. Suatu norma yang berlaku
dalam suatu sistem sosial tertentu, belum tentu berlaku pada sistem sosial lainnya; misalnya,
poligami diperkenankan dalam suatu masyarakat Islam, akan tetapi dilarang dalam

134
masyarakat Katolik. H.M. Johnson (Sunarto, 2004 )mengatakan bahwa suatu norma akan
terlembaga (institutionalized) dalam suatu sistem sosial tertentu, apabila paling sedikit
memenuhi tiga syarat, yaitu :
1. bagian terbesar dari warga suatu sistem sosial menerima norma-norma tersebut,
2. norma-norma tersebut telah menjiwai bagian terbesar warga-warga sistem sosial tersebut,
3. norma tersebut bersanksi. selain itu, maka perlu pula difahami

aspek-aspek lain dari pelembagaan tersebut yang mencakup hal-hal, sebagai berikut :
1. norma-norma yang terlembaga berlaku bagi warga-warga sistem sosial sesuai dengan
posisi sosialnya di dalam sistem sosial tersebut
2. ada berbagai derajat penjiwaan („internalization‟) pada warga-warga sistem sosial
tersebut,
3. luasnya penyebaran norma-norma tadi juga menyangkut derajat-derajat tertentu.

Konformitas dan penyimpangan


Konformitas atau conformity berarti penyesuaian diri dengan masyarakat, dengan cara
mengindahkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai masyarakat; dalam bahasa umum, konfomitas ini
dikenal dengan keselarasan, selaras dalam hubungannya dengan manusia lain, alam lingkungan,
dan alam spiritual, keselarasan terhadap norma-norma yang melembaga dianggap sebagai hal
yang wajar; seorang warga masyarakat yang telah menjiwai normanorma biasanya merasakan
adanya kebutuhan tertentu untuk melakukan konformitas. Biasanya hati nuraninya akan
terganggu, apabila dia tidak melakukan konformitas; kalaupun dia tidak melakukan hal itu , maka
warga masyarakat lainnya sudah siap untuk mencela.

Kegagalan untuk berkonformitas biasanya mengakibatkan terjadinya penjatuhan hukum,


akan tetapi evektifitas hukum tersebut berbeda-beda sesuai dengan kedudukan sosial dari fihak
yang dijatuhi hukuman tersebut. Sebenarnya, baik bagi orang yang mempunyai kedudukan sosial
yang tinggi maupun rendah, sama-sama kehilangan prestise, apabila tidak mematuhi norma-
norma. Akan tetapi, seseorang yang tinggi kedudukan sosialnya akan lebih menderita lagi, oleh

135
karena pada umumnya dia mulai dari serajat konformitas yang relatif tinggi; suatu penyimpangan
sedikitpun akan menyebabkan terjadinya reaksi yang negatif (Merton, 1967).

Gagasan-gasan yang sama sebenarnya dapat disajikan secara berbeda, warga-warga suatu
kelompok akan saling menilai perilaku dari sesama rekannya, dengan mempergunakan norma
kelompok sebagai patokan. Didalam proses kehidupan bersama yang cukup lama, masing-
masing anggotan kelompok menjadi obyek penilaian dri fihak-fihak dengan siapa dia
mengadakan interaksi; selanjutnya, dia mendapatkan reputasi yang populer atau tidak populer,
dimana penilaian mungkin datang dari orang-orang yang belum pernah dilihatnya. Apalagi
gejala-gejala tersebut sudah mapan, maka sampai batas-batas tertentu norma-norma kelompok
mengalami modifikasi yang sesuai dengan kebutuhan warga untuk siapa norma itu berlaku. Hal
itu antara lain berarti bahwa seseorang dengan reputasi sebagai orang yang tidak mempunyai
kemampuan, tidak akan diharapkan menjadi orang yang mempunyai kemampuan atau mungkin
hanya diakui sebagai fihak yang mempunyai kemampuan sedikit saja.

Sebagai akibatnya, maka tidaklah akan dijatuhi hukuman berat apabila dia agak menyimpang,
dia akan diperlakukan seperti biasanya; namun tidak demikian halnya dengan pihak-pihak yang
mempunyai reputasi yang lebih baik. Oleh karena itu, maka sanksi-sanksi hendaknya tidak
ditafsirkan sebagai imbalandan hukuman yang tetap atau pasti bagi perilaku-perilaku tertentu.

Betapapun melembaganya suatu norma, akan tetapi kadang-kadang terjadi juga


penyimpangan-penyimpangan, hal itu terbukti dengan bereksistensinya sanksi-sanksi. Sanksi-
sanksi tersebut berkaitan dalam semua bentuk pengendalian sosial, yaitu mekanisme untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dari norma-norma yang telah melembaga. Akan tetapi hal
itu bukanlah berarti, bahwa efektivitas sanksi semata-mata tergantung dari penerapannya. Salah
satu aspek terpenting dari interaksi sosial adalah, bahwa setiap fihak atau aktor mampu
menduga apakah yang merupakan tanggapan terhadap aksinya. Oleh karena itu dapat ditarik
kesimpulan, bahwa fihak-fihak yang akan melakukan penyimpangan-penyimpangan akan
melakukan mawas diri atau mengendalikan dirinya; mereka tidak akan berusaha untuk
mengetahui apa yang menjadi reaksi terhadap suatu pelanggaran, oleh karena mereka sudah

136
mengetahuinya. Pengendalian diri tersebut juga merupakan suatu bentuk pengendalian sosial,
sebagaimana halnya penerapan sanksi-sanksi.

Kehidupan pada komunitas kota agaknya lebih memberikan kelonggaran penyimpangan


norma-norma itu, karena anggota-anggota nya selalu berusaha untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam kelompoknya. Penduduk kota terdiri dari berbagai
macam manusia dengan berbagai latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda pula. Lagi pula
kota merupakan pintu gerbang masuknya pengaruh-pengaruh dari luar; peralatan modern di
bidang komunikasi massa, memungkinkan orang-orang kota mengikuti perubahan-perubahan
yag terjadi diluar batas-batas daerahnya. Dengan demikian, tidak mengherankan kalau kaidah-
kaidah yang berlaku pada komunitas kota selalu mengalami perkembangan dan perubahan.

Keadaan ini pula yang menyebabkan keberlakuan konformitas pada penduduk


kota, terutama di kota-kota besar, sangat kecil; hal mana sangat berpengaruh terhadap proses
pelembagaan nilai-nilai, yang agaknya sukar untuk terjadi kalau dibandingkan dengan
penduduk desa; bahkan suatu konformitas di kota-kota besar sering kali dianggap sebagai
penghambat kemajuan dan perkembangan. Sebaliknya, dalam kehidupan komuitas desa, suatu
penyimpangan atau deviasi bukan selalu berarti negatif; sejauh proses penyimpangan itu
dianggap bermanfaat, maka penyimpangan itu akan diterima. Biasanya proses tersebut dimulai
oleh generasi muda yang pernah pergi merantau dan mereka dianggap berhasil dalam
perantauannya; kebiasaan-kebiasaannya yang dibawa dari luar mulai ditiru oleh orang-orang
sekitarnya untuk kemudian menjalar ke seluruh masyarakat, contohnya menanamkan disiplin
dan penghargaan akan waktu.

Pengendalian Sosial (Social Control)


Pengendalian sosial sebenarnya sudah ada, semenjak awal kehidupan manusia. Pada
bentuk pergaulan hidup yang paling sederhana , pengendalian sosila merupakan suatu sarana
untuk mengorganisasikan perilaku sosial dan budaya.Sejak lahir sampai mati, manusia
dikenakan pengendalian sosial tertentu, yang kadang-kadang tidak disadarinya. Pengendalian

137
sosial diartikan sebagai suatu proses, baik direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik,
mengajak, atau bahkan memaksa warga-warga masyarakat agar mematuhi kaidah kaidah dan
nilai-nilai sosial yang berlaku.
Pengendalian Sosial : kelompok dan individu Pengendalian sosial terjadi apabila suatu
kelompok berusaha menentukan perilaku kelompok lain, atau apabila suatu kelompok
mengendalikan perilaku anggota-anggotanya, atau apabila pribadi-pribadi mempengaruhi
tanggapan dari pihak-pihak lainnya. Dengan demikian, maka pengendalian sosial berproses pada
tiga derajat yaitu kelompok terhadap kelompok lainnya, kelompok terhadap anggota-anggotanya,
dan pribadi terhadap pribadi lainnya. Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa pengendalian sosial
terjadi apabila seseorang harus berbuat (atau tidak berbuat) sesuai dengan keinginan pihak lain,
yang sesuai dengan kepentingannya ataupun tidak.

Pengendalian sosial haruslah dibedakan dengan pengendalian diri, walaupun keduanya


berhubungan erat. Pada taraf individu, maka pengendalian sosial mengacu pada usaha untuk
mempengaruhi pihak lain, sedangkan pengendalian diri tertuju pada diri pribadi sesuai dengan
gagasan atau tujuan tertentu yang ditetapkan sebelumnya. Sudah tentu bahwa tujuan–tujuan
tersebut biasanya ditentukan oleh nilai-nilai, norma-norma maupun kebiasaan yang berlaku
dalam kelompok. Dalam hal ini, maka tidaklah mustahil bahwa pengendalian diri itu berasal dari
pengendalian sosial.
Kepemimpinan dan Pengendalian Sosial Hendaknya pengendalian sosial ini tidak dicampur-
adukan dengan kepemimpinan pribadi. Apabila seseorang berusaha untuk mengendalikan
perilaku pihak-pihak lain, maka biasanya ada anggapan kuat bahwa dia menerapkan jenis
kepemimpinan tertentu. Akan tetapi kalau seseorang berhasil mengumpulkan beberapa orang dan
berusaha untuk mempengaruhi kelompok yang lebih besar, maka dikatakan bahwa dia bertindak
sebagai pelopor pengendalian sosial. Kepemimpinan kadang-kadang digunakan juga dalam arti
bahwa kegiatan melakukan pengendalian sosial adalah selaras dengan keinginan sendiri maupun
nilai-nilai yang dianut.
Antara dua studi : Sosiologi dan Psikologi Sosial Studi terhadap pengendalian sosial
merupakan suatu aspek yang penting dari sosiologi dan psikologi sosial, akan tetapi tidaklah
sama luasnya dengan kedua cabang ilmu pengetahuan tersebut. Sosiologi memberikan tekanan
pada pola perilaku kelompok serta interaksi antara kelompok dan individu sedangkan psikologi

138
sosial mempelajari aspek-aspek intelektual dan individu dari tanggapan pribadi terhadap perilaku
pihak lainnya. Pengendalian sosial berkaitan erat dengan sosiologi dan psikologi sosial sebagai
topik yang sangat penting dalam kedua cabang ilmu pengetahuan tersebut. Cabang-cabang ilmu
lainnya juga memberikan kontribusi, seperti misalnya antropologi budaya, yang menyajikan data
perihal aturan-aturan dan nilai-nilai masyarakat sederhana, serta menambang objektivitas studi-
studi terhadap peradaban kontemporer. Oleh karena itu, maka pengendalian sosial merupakan
konsepsi yang menyangkut berbagai ilmu pengetahuan, yang sekaligus menyatukan studi studi
terhadap perilaku manusia.
Tujuan-tujuan Penetapan tujuan-tujuan yang ada pada penerapan pengendalian sosial agaknya
cukup rumit, kalau mengambil motivasi para guru sebagai contoh, mungkin bisa menggambarkan
betapa rumitnya suatu pengendalian sosial itu. Semua guru adalah pelopor-pelopor pengendalian
sosial, akan tetapi tidaklah terlalu mudah untuk mengadakan kategorisasi terhadap motif-
motifnya. Guru tertentu merasakan adanya kepuasan tertentu, apabila dapat mengendalikan
perilaku fihak-fihak lain; kadang-kadang mereka mempergunakannya sebagai suatu penyaluran
rasa ketidakpuasan terhadap kebiasaan, norma dan nilai yang ada. Tidak jarang pula, bahwa para
guru menerapkan pola-pola lama, tanpa mencoba mengadakan penyesuaian dengan
perkembangan-perkembangan yang telah terjadi. Akan tetapi, ada juga yang dengan tekun untuk
senantiasa berusaha mengadakan penyesuaian-penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat. Hal-
hal tersebut merupakan petunjuk, betapa rumitnya motif-motif yang ada di balik suatu
pengendalian sosial.
Operasional Pengendalian Sosial pentingnya lembaga-lembaga ataupun sarana-sarana
pengendalian sosial, senantiasa tergantung pada konteks sosial-budaya, dimana pengendalian
sosial tersebut beroperasi. Disuatu masyarakat pedesaan yang homogen, misalnya desas desus
merupakan cara yang ampuh untuk memaksakan terjadinya konformitas; namun tidak demikian
halnya dengan masyarakat perkotaan yang heterogen. Mungkin yang lebih efektif, di tempat lain
adalah pengendalian sosial yang dilakukan secara bertahap terhadap anak-anak, remaja, dan
seterusnya. Kekuatan dan daya cakup pengendalian sosial dapat pula didasarkan pada rasa
keterasingan dari seseorang, namun dibalik itu dia masih merasa terikat pada pengendalian sosial
yang berlaku. Efektivitas pengendalian sosial juga senantiasa tergantung pada perubahan-
perubahan organisasi sosial dan nilai-nilai dalam masyarakat yang bersangkutan.

139
Perwujudan yang paling jelas dan seragam dari pengendalian sosial dapat ditemukan pada
lembaga-lembaga sosial. Lembaga-lembaga sosial selalu ada pada setiap masyarakat, oleh karena
fungsinya sebagai stabilisator masyarakat. Lembaga-lembaga itu juga memberikan pola tertentu
untuk mengadakan perubahan secara teratur, serta mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang
terus menerus, atau berkesinambungan.

Bentuk-bentuk umum Lembaga Kemasyarakatan Dari sudut pandang kompleks atau


sederhananya suatu lembaga kemasyarakat atau menentukan berapa banyak atau besar lembaga-
lembaga kemasyarakatan yang ada dalam satu masyarakat, sebenarnya sukar untuk diukur,
karena hal ini tergantung dari sifat kompleks atau sederhananya kebudayaan suatu masyarakat.
Makin besar dan kompleks perkembangan suatu masyarakat, semakin banyak pula jumlah
lembaga kemasyarakatan yang ada. Namun untuk menentukan lembaga–lembaga
kemasyarakatan yang pokok, sekurangnya setiap masyarakat memiliki delapan buah lembaga
kemasyarakatan berdasarkan fungsi untuk memenuhi keperluan hidupnya, yaitu yang
menyangkut lembaga :
1. kekerabatan yang disebut juga sebagai kinship institutions, antara lain mencakup lembaga
perkawinan, tolong menolong antar kerabat, pengasuhan anak, sopan santun pergaulan
antar kerabat, dan lain-lain.
2. ekonomi (produksi, mengumpulkan dan mendistribusikan hasil produksi, dan lain-lain),
antara lain mencakup pertanian, peternakan, berburu, industri, perbankan, koperasi, dan
sebagainya,
3. Pendidikan, yaitu yang menyangkut pengasuhan anak, berbagai jenjang pendidikan,
pemberantasan buta huruf, perpustakaan umum, pers, dan sebagainya.
4. Ilmu pengetahuan, meliputi pendidikan, penelitian, metodologi ilmiah, dan sebagainya,
5. Keindahan dan rekreasi, menyangkut berbagai cabang kesenian, olahraga, kesusastraan,
dan sebagainya,
6. Agama, menyangkut peribadatan, upacara, semedi, penyiaran agama, doa, kenduri, ilmu
gaib, ilmu dukun, dan sebagainya,
7. Kekuasaan, menyangkut pemerintahan, kepartaian, demokrasi, ketentaraan dan
sebagainya,

140
8. Kesehatan atau kenyamanan, menyangkut kecantikan dan kesehatan, kedokteran,
pengobatan tradisional, dan sebagainya.

Penggolongan tersebut di atas tentu belum lengkap, karena di dalamnya belum tercakup semua
jenis lembaga kemasyarakatan yang mungkin terdapat dalam suatu masyarakat. Hal-hal seperti
kejahatan, prostitusi, banditisme, dan lain-lain, juga merupakan lembaga kemasyarakatan.
Disamping itu juga ada lembaga kemasyarakatan yang memiliki sangat banyak aspek, sehingga
mereka juga dapat ditempatkan di dalam lebih dari satu golongan . Feodalisme, yang
menciptakan suatu sistem hubungan antara pemilik tanah dan penggarap, yang sebenarnya
menyebabkan terjadinya produksi dari hasil bumi, , dapat dianggap sebagai lembaga ekonomi;
tetapi sebagai suatu sistem hubungan antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai,
feodalisme dapat dianggap sebagai lembaga politik.

Selain itu dalam suatu masyarakat terdapat banyak lembaga yang tidak secara khusus tumbuh
dari dalam adat-istiadat masyarakat yang bersangkutan, melainkan yang secara tidak disadari
ataupun secara terencana diambil dari masyarakat lain, seperti misalnya demokrasi parlementer,
sistem kepartaian, koperasi, perguruan tinggi, dan lainnya. Lembaga asing itu pada umumnya
hanya dapat bertahan apabila lembaga-lembaga itu dapat diselaraskan dengan lembaga-
lembaga yang ada, kecuali apabila kegunaannya dapat disadari dan dipahami sepenuhnya oleh
warga masyarakat yang bersangkutan.

VI. Lapisan Masyarakat (Stratifikasi Sosial)


Pengertian
Stratifikasi sosial adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas
secara bertingkat (hierarkis). Setiap laipsan tersebut disebut strata sosial. P.J Bouman
menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golong manusia
yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan
menurut gengsi kemasyarakatan.
Wujudnya: Adanya kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah.

141
Terjadinya Lapisan Masyarakat
Secara teoritis, semua manusia dapat dianggap sederajat. Akan tetapi, sesuai dengan
kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial, halnya tidaklah demikian. Pembedaan atas lapisan
merupakan gejala universal yang merupakan bagian sistem sosial setiap masyarakat.
Faktor-faktor terjadinya Lapiasan Sosial sendiri adalah tingkat umur, kepandaian, sifat keaslian
keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan harta kekayaan.

Ada dua tipe sistem lapisan sosial, yaitu:


1. dapat terjadi dengan sendirinya
2. sengaja disusun untuk mengejar tujuan bersama

Sifat Sistem Lapisan Masyarakat


Menurut Soejono Soekanto, dilihat dari sifatnya pelapisan sosial dibedakan menjadi sistem
pelapisan sosial tertutup, sistem pelapisan sosial terbuka, dan sistem pelapisan sosial campuran.
Sifat sistem lapisan di dalam suatu masyarakat dapat bersifat tertutup (closed soscial
stratification) dan terbuka (open social stratification). Sistem lapisan yang bersifat tertutup
membatasi kemungkinan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik yang
merupakan gerak ke atas atau ke bawah.

a. Stratifikasi Sosial Tertutup (Closed Social Stratification)


Stratifikasi ini adalah stratifikasi dimana anggota dari setiap strata sulit mengadakan mobilitas
vertikal. Walaupun ada mobilitas tetapi sangat terbatas pada mobilitas horizontal saja. Contoh: -
Sistem kasta. Kaum Sudra tidak bisa pindah posisi naik di lapisan Brahmana. - Feodal. Kaum
buruh tidak bisa pindah ke posisi majikan.
b. Stratifikasi Sosial Terbuka (Opened Social Stratification)
Stratifikasi ini bersifat dinamis karena mobilitasnya sangat besar. Setiap anggotta strata dapat
bebas melakukan mobilitas sosial, baik vertikal maupun horizontal. Contoh:= Soerang miskin
karena usahanya bisa menjadi kaya atau sebaliknya.
c. Stratifikasi Sosial Campuran

142
Stratifikasi sosial campuran merupakan kombinasi antara stratifikasi tertutup dan terbuka.
Misalnya, seorang bali berkasta Brahmana mempunyai kedudukan terhormat di Bali, namun
apabila ia pindah ke Jakarta menjadi buru, ia memperoleh kedudukan rendah.

Kelas-Kelas dalam Masyarakat (Social Classes)


Kelas sosial adalah semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukan mereka itu
diketahui dan diakui oleh masyarakat umum. Dengan demikian, pengertian kelas paralel dengan
pengertian lapisan tanpa membedakan apakah dasar lapisan itu faktor uang,tanah,kekuasaan, atau
dasar lainnya.
Pada beberapa masyarakat di dunia, terdapat kelas-kelas yang tegas sekali karena orang-
orang dari kelas tersebut memperoleh sejumlah hak dan kewajiban yang dilindungi oleh hukum
positif masyarakat yang bersangkutan. Warga masyarakat semacam itu sering kali mempunyai
kesadaran dan konsepsi yang jelas tentang seluruh susunan lapisan dalam masyarakat.
Menurut Joseph Schrumpeter:
Terbentuknya kelas dalam masyarakat karena diperlukan untuk menyesuaikan masyarakat dengan
keperluan-keperluan yang nyata, akan tetapi makna kelas dan gejala-gejala kemasyarakatan
lainnya hanya dapat dimengerti dengan benar apabila diketahui riwayat terjadinya.
Definisi lain dari kelas sosial adalah berdasarkan beberapa kriteria tradisional, yaitu:
1. besar atau ukuran jumlah anggota-anggotanya,
2. kebudayaan yang sama, yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban warganya,
3. kelanggengan,
4. tanda-tanda/lambang-lambang yang merupakan ciri-ciri khas,
5. batas-batas yang tegas (bagi kelompok itu terhadap kelompok lain),
6. antagonisme tertentu.
Sehubungan dengan kriteria tersebut di atas, kelas menyediakan kesempatan atau fasilitas-fasilitas
hidup tertentu. Sosiologi menamakannya life chances.

Dasar Lapisan Masyarakat


Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang jumlahnya relatif
banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu macam saja apa yang dihargai oleh
masyarakat. Akan tetapi, kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulaitf. Artinya, mereka yang

143
mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan, dan mungkin juga
kehormatan. Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota
masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut:
1. Ukuran kekayaan
2. Ukuran kekuasaan
3. Ukuran kehormatan
4. Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran di atas tidaklah bersifat limitatif karena masih ada ukuran-ukuran lain yang dapat
digunakan. Akan tetapim ukuran-ukuran di atas amat menentukan sebagai dasar timbulnya sistem
lapisan dalam masyarakat tertentu.

Unsur-unsur Lapisan Masyarakat


Hal yang mewujudkan unsur dalam teori sosiologi tentang sistem lapisan masyarakat
adalah kedudukan (Status) dan peranan (role). kedudukan dan peranan merupakan unsur0unsur
baku dalam sistem lapisan dan mempunyai arti yang penting bagi sistem sosial. Sistem sosial
adalah pola-pola yang mengatur hubungan timbal balik antarindividu dalam masyarakat dan antara
individu dengan masyarakatnya, dan tingkah laku individu-individu tersebut.
1. Kedudukan
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial.
Masyrakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu sebagai berikut.
a. Ascribed Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyrakat tanpa memerhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan
b. Achieved status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang
disengaja. Kedudukan ini tidak diperolah atas dasar kelahiran. Akan tetapi, bersifat terbuka bagi
siapa saja, tergantung dari kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-
tujuannya.

2. Peranan (Role)
Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan.

144
Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan
kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-position) merupakan unsur statis
yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peranan mungkin mencakup tiga
hal, yaitu sebagai berikut.
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat
b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyrakat sebagai organiasi
c. Peranan jgua dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.
Perlu pula disinggung perihal fasilitas-fasilitas bagi peranan individu (
role-facilities). Masyarakat biasnaya memberikan fasilitas-fasiliatas pada indvidu untuk dapat
menjalankan peranan. Sejalan dengan adanya status-conflict, juga ada conflict of roles. Bahkan
kadang0kadang suatu pemisahan antara individu dengan peranannya yang sesungguhnya harus
dilaksanakannya. Hal ini dinamakan roledsitance. Gejala tadi timbul apabila individu merasakan
dirinya terterkan karena dia merasa dirinya tidak sesuai untuk melaksanakan peranan yang
diberikan oleh masyarakat kepadanya.

Mobilitas Sosial
1. Pengertian umum dan jenis-jenis gerak sosial
Gerak sosial atau social mobility adalah suatu gerak dalam struktur sosial (social structure) yaitu
pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup
sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan
kelompoknya
Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua macam, yaitu gerak yang horizontal dan
vertikal. Gerak sosial horizontal merupakan peralihan individu atau objek-objek sosial lainnya dari
suatu kelompok sosial ke kelompok sosial lainnya yang sederajat.
Gerak sosial vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial dari
suatu kedudukan sosial ke kedudukan lainnya, yang tidak sederajak. Sesuai degan arahnya, maka
terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal, yaitu yang naik (social-climbing) dan yang turun
(social-sinking) Gerak sosial vertikal yang naik mempunyai dua bentuk utama yaitu:

145
1. masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan
yang lebih tinggi, di mana kedudukan tersebut telah ada:
2. pembentukan suatu kelompok baru, yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih
tinggi dari kedudukan individu-individu pembentuk kelompok tersebut.
Gerak sosial vertikal yang menurun mempunyai dua bentuk utama, yaitu:
1. turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah derajatnya, dan
2. turunnya derajat sekelompok individu yang dapat berupa disintegrasi kelompok sebagai
kesatuan.
Kedua bentuk tersebut di atas dapat diibaratkan sebagai seorang penumpang kapal laut yang jatuh
ke laut, atau sebagai kapal yang tenggelam seluruh penumpangnya atau apabila kapal itu pecah.

146
Asas-Asas
Hukum Pidana

147
Asas-Asas Hukum Pidana

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian hukum Pidana


1. Definisi Hukum Pidana

Hukum pidana dapat didefinisikan sebagai aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.

Hukum pidana berpokok kepada dua hal, yaitu:

 Perbuatan yang memenuhi syarat tertentu


 Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang memungkinkan adanya pemberian
pidana. “perbuatan yg dapat dipidana” atau disingkat “perbuatan jahat”

Pidana berarti penderitaan yang sengaja dibebaankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu “Pidana = Nestapa”

2. Ius Poenale dan Ius Puniendi


 Poenale : Aturan hukum tentang pidana (kewajiban Negara)
Arti luas : Keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh Negara untuk menegakkan
hukum
 Puniendi : Hak Negara
Arti luas : hak dari negara/alat perlengkapan Negara untuk mengenakan atau
mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.
Arti sempit : hak untuk menuntut perkara-perkara pidana, menjatuhkan dan
melaksanakan pidana terhadap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

148
3. Jenis- jenis Hukum Pidana
a. Hukum pidana materiil dan formil
 Materiil : memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-
perbuatan yang dapat dipidana, memuat syarat-syarat dapat dipidana dan
ketentuan mengenai pidana. Contoh : KUHP
 Formil : mengatur bagaimana Negara dengan perantaraan alat-alat
perlengkapannya melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana (hukum
acara). Contoh : KUHAP

b. Hukum pidana umum dan Hukum Pidana Khusus


 Umum : memuat aturan-aturan yang berlaku bagi setiap orang. Contoh : KUHP
 Khusus : mengenai golongan-golongan tertentu atau perbuatan2 tertentu.
Contoh: HP tentara ~> berlaku untuk anggota tentara
HP fiskal ~> memuat delik berupa pelanggaran pajak
HP ekonomi ~> mengenai pelanggaran ekonomi.

c. Hukum Pidana dikodifikasikan (KUHP & KUHPT) dan Hukum Pidana tidak
dikodifikasikan (luar KUHP)
 Dikoodifikasikan : Pembukuan kumpulan perundang-undangan secara
terstruktur, sistematis, disahkan
 Tidak dikodifikasikan : Ordonansi (ordonansi obat bius, ordonansi lalu lintas)

d. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana lokal


 Hukum Pidana umum : dibentuk oleh pembentuk UU Pusat dan berlaku utk
sebuah Negara.

149
 Hukum Pidana lokal : dibentuk oleh pembentuk UU Daerah dan berlaku hanya
didaerah yg bersangkutan.

e. Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tidak tertulis


f. Hukum Pidana Internasional dan Hukum Pidana Nasional.

B. Fungsi Hukum Pidana


a. Fungsi Umum Hukum Pidana
Fungsi hukum pidana pada umumnya ialah mengatur kemasyarakatan atau
menyelenggarakan tata dalam masyarakat
b. Fungsi Khusus
Ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak
memperkosanya, dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika
dibandingkan dengan sanksi pada cabang hukum lainnya.
 Ultimum remedium atau obat terakhir artinya jika masih ada jalan lain janganlah
menggunakan hukum pidana (sebagai pilihan terakhir)
 Pedang bermata dua atau mengiris daging sendiri artinya melindungi benda hukum
dalam pelaksanaannya ialah apabila ada pelanggaran terhadap larangan dan
perintahnya justru mengadakan perlukaan terhadap benda hukum si pelanggar
sendiri.

C. Hukum Pidana dan Kriminologi

Objek HP: hukum pidana atau perbuatan yang dilarang

Objek kriminologi: kejahatan sebagai gejala masyarakat.

D. Sumber Hukum Pidana


 Tertulis: KUHP (berdasarkan UU No. 1 Tahun 1946)
 Tidak tertulis: Hukum adat (Pasal. 13 IS Jo. AB. UUDS 1950)

150
 Memorie Van Toelichting (Mvt): Penjelasan atas rencana UU Pidana. sebutan lain
KUHP adalah W.V.S. dari Mvt dapat dicari penjelasan pasal di KUHP.

E. Bagian Umum dan Bagian Khusus dalam Hukum Pidana


 Umum: berlaku untuk seluruh lapangan hukum pidana (KUHP atau Luar KUHP) yaitu
Buku 1 KUHP
 Khusus: menyebut perbuatan2 mana yang dapat dipidana serta ancaman pidananya.
(Buku II & III KUHP)

F. Berlaku UU Pidana menurut waktu


1. Asas Nullum Delictum
Asas legalitas atau “Nulla Poena, Sine legi” = Pasal 1 ayat (1)
“tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali kekuatan aturan pidana dalam dalam
perundang-undangan, dipakai aturan yang paling meringankan terdakwa”
Jika diperinci lg, maka pasal 1 ayat (1) berisi :
 Suatu tindak pidana harus dirumuskan/ disebutkan dalam peraturan perundang-
undangan. Terdapat dua konsekuensi: konsekuensi pertama ialah bahwa
perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai suatu
tindak pidana juga tidak dapat di pidana. konsekuensi kedua adalah bahwa
larangan penggunaan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi suatu
tindak pidana sebagaimana dirumuskan dlm UU.
 Peraturan UU ini harus ada sebelum terjadinya tindak pidana. dengan kata lain
peraturan UU pidanan tidak boleh berlaku surut.

Aturan dalam KUHP merupakan system yang beridiri di tengah. Dasarnya adalah “lex
temporis delicti” akan tetapi kalau perbuatan yang baru itu lebih meringankan
terdakwa, maka peraturan inilah yang berlaku. Jadi asas “lex tempiris delicti” itu tidak
berlaku dg perkataan lain ada retroaktivitas.

2. Asas Retroaktif ( Pasal 1 ayat (2))

151
“jika sesuatu perbuatan dilakukan ada perbuatan dalam perundang-undangan, dipakai
aturan yang paling meringankan terdakwa”

G. Ruang berlakunya tindak pidana


1. Asas Teritorial
 Berlaku bagiWNI dan WNA
 Pasal 2 KUHP, yang berbunyi
“Aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang
melakukan sesuatu tindak pidana di wilayah Indonesia.”
 Pasal 3 KUHP, yang berbunyi “Peraturan pidana Indonesia dapat diterapkan
kepada setiap orang yang berada di luar negeri yang melakukan suatu tindak
pidana dalam perahu (vaartuig) Indonesia.” (vaartuig = alat berlayar)
 Kapal/pesawat berbendera Indonesia
 Pasal 95 KUHP: Interpretasi otentik mengenai perahu (schip), yang berbunyi
“Perahu Indonesia berarti alat pelayar yang menurut undang-undang umum
tentang surat-surat laut dan pas-pas kapal di Indonesia, harus dilengkapi dengan
surat-surat atau pas kapal atau surat izin penggantinya untuk sementara.”
 Sebagian mengatakan perahu = kapal udara/pesawat, sebagian tidak. Karena
dianggap Pasal 3 KUHP adalah pengecualian dari Pasal 2 yang harus ditafsirkan
secara tegas apa yang benar-benar tertulis.

2. Asas Personalitas (nasional aktif)


 Peraturan undang-undang pidana yang mengikuti dimana orangnya (WNI) berada
khususnya di luar negri.
 Diatur dalam Pasal 5 KUHP, dua (2) golongan Tindak Pidana:

152
1. Kejahatan terhadap keamanan negara, terhadap martabat presiden,
penghasutan, penyebaran surat-surat yang mengandung penghasutan, membuat
tidak cakap untuk dinas militer, bigami dan perampokan.
 Limitatif
2. Tindak pidana yang menurut undang-undang dianggap sebagai kejahatan yang di negeri
tempat tindak pidana dilakukan itu diancam dengan pidana (bersifat umum).
 Syarat: double criminality (Indo & di luar negri) Contoh: Pencurian,
pembunuhan.
 Perluasan: Warga negara di negeri A setelah melakukan tindak pidana
datang ke Indonesia dan menjadi WNI (setelah naturalisasi) ia dapat
diadili menurut UU Pidana Indonesia (harus berupa kejahatan bagi UU
Pidana Indonesia). Contoh: Seorang WNI melakukan kejahatan di luar
negri kemudian lari ke Indonesia. Ia tidak mungkin diserahkan ke negeri
tersebut karena ia merupakan WNI. Namun, ia dapat diadili dengan UU
Pidana di Indonesia, sedangkan negara Anglo-Saxon tidak mempunyai
sistem demikian.
3. Pasal 6 KUHP (memperlunak) mengenai tindak pidana golongan kedua
dibatas hingga tidak boleh adanya penjatuhan pidana mati menurut UU negeri
tempat perbuatan itu dilakukan tidak diancam pidana mati. Contoh: Pidana
berencana di Indo ada pidana mati, tapi di negrinya gaada. Berarti gabisa
dilaksanakan sanksinya.

3. Asas Perlindungan (nasional pasif)

 Memuat prinsip bahwa peraturan Hukum Pidana Indonesia berlaku terhadap tindak
pidana yang menyerang kepentingan Hukum negara indonesia, baik oleh WNI
maupun WNA yang dilakukan di luar Indonesia.
 Kejahatan-kejahatan tersebut dibagi dalam lima (5) golongan:
1. Kejahatan-kejahatan terhadap keamanan negara dan martabat Presiden
(Pasal 4 sub 1)

153
2. Kejahatan-kejahatan tentang materai atau merk yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia (Pasal 4 sub 2)
3. Pemalsuan surat-surat hutang dan sertifikat-sertifikat hutang atas beban
Indonesia, daerah atau sebagian dari daerah ... (Pasal 4 sub 3)
4. Kejahatan jabatan yang tercantum dalam Titel XXVIII Buku ke-II yang
dilakukan oleh pegawai negeri Indonesia di luar Indonesia (Pasal 7)
Penjelasan: Pegawai negeri yang dimaksud tidak harus WNI, misalnya di
perwakilan-perwakilan Indonesia di luar negri terdapatbanyak orang asing
menjadi pegawai Indonesia
5. Kejahatan pelayaran yang tercantum dalam Titel XXIX Buku ke-II
... (pasal 8)

4. Asas Universal
 Kepentingan yang dilindungi merupakan kepentingan internasional.
 Peraturan-peraturan Hukum Pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana,
baik itu dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik WNI maupun
WNA.
 Tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 4 sub 2 KUHP yakni sejauh juga
mengenai kepentingan-kepentingan negara-negara asing & Pasal 4 sub 4
mengenai perampokan di laut (pembajakan)
 Azas mengenai penyelenggaraan hukum dunia atau ketertiban dunia
(weredrechtorde).
 Contoh: WNA di Indonesia memalsukan mata uang negaranya sendiri, ia dapat
diadili di Indonesia dengan Hukum Pidana Indonesia
 Pengadilan Indonesia hanya mengadili berdasarkan Hukum Indonesia (Pidana)
sedangkan perkara perdata dapat menerapkan Hukum Perdata negara lain
berdasarkan Hukum Perdata Internasional.

Dalam KUHP terdapat pengecualian terhadap ketentuan-ketentuan dalam Pasal


2,5,7, dan 8 sebagaimana disebutkan dalam pasal 9. Dalam pasal ini disebutkan

154
bahwa penerapan Pasal 2 KUHP dibatasi oleh pengecualian yang diakui Hukum
internasional. Pengecualian yang dimaksud adalah terhadap negara asing, duta/dita
besar atau perwakilan negara asing, anak kapal dari kapal-kapal perang asing
(Exterritorialitas/immunitas/kekebalan mereka telah diakui)

5. Ekstradisi (penyerahan)
 Bantuan hukum bersifat Internasional.
Contoh: Seorang WNI dituduh membunuh seseorang di Hongkong. Setelah
perbuatan itu dituduhkan ia kembali di Indonesia dan tertangkap. Pemerintah
Indonesia dalam kasus ini berpendirian bahwa WNI tersebut tidak dapat
diserahkan ke Hongkong melainkan diadili di Indonesia.
 Dengan bantuan ini negara asing berhak untuk menuntut seseorang yang berada
di Indonesia, demikian sebaliknya. Namun, untuk dapat menyerahkan penjahat
ke negara lain harus ada persetujuan antara negara-negara yang bersangkutan,
dan harus ada UU yang mengatur. Contoh: UU tentang Perjanjian Ekstradisi
Dengan Malaysia.

6. Tempat terjadinya Tindak Pidana (locus delicti)

 Meliputi waktu dan tempat terlaksananya tindak pidana. Ketentuan waktu


diperlukan untuk menentukan apakah UU yang bersangkutan dapat diterapkan
terhadapi tindak pidana tersebut, sedang ketentuan tempat diperlukan untuk
menetapkan apakah Undang-Undang Pidana Indonesia dapat diberlakukan dalam
tindak pidana tersebut juga menetapkan pengadilan mana yang berkompeten untuk
mengadili seseorang yang melakukan tindak pidana (kompetensi relatif).
 Menetapkan locus delicti dengan tiga (3) teori:
a. Teori Perbuatan Materiil (jasmaniah)
Ditentukan oleh perbuatan jasmaniah yang dilakukan si pembuat dalam
mewujudkan tindak pidana itu. Delik formil akan lebih sulit diterapkan jika
menggunakan teori ini.
b. Teori Instrumen (alat)

155
Ditentukan oleh tempat bekerjanya alat yang dipakai si pembuat tindak pidana.
Alat dapat berupa benda atau orang, asalkan orang ini tidak dapat
dipertanggungjawabkan yang terdapat dalam Pasal 44 KUHP.
c. Teori Akibat
Ditentukan oleh tempat terjadinya akibat dalam suatu tindak pidana.
Contoh: Dalam penipuan delik dapat dianggap selesai apabila si korban telah
menyerahkan barang tipuannya.

BAB II

TINDAK PIDANA

Objek Tindak Pidana adalah perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan jahat.
Hukum Pidana dalam arti luas dapat dibedakan menjadi dua (2):
1. Perbuatan Jahat dalam arti kriminologis yaitu perbuatan jahat sebagai gejala masyarakat
dipandang secara konkret sebagaimana terwujud dalam masyarakat ialah perbuatan manusia
yang memerkosa/menyalahi norma-norma dasar dari masyarakat dalam konkret.
2. Perbuatan Jahat dalam arti hukum Pidana ialah sebagaimana terwujud in abstracto dalam
peraturan-peraturan pidana.

Perbuatan yang dapat dipidana dibagi menjadi dua (2) yaitu:


1. Perbuatan yang dilarang oleh UU.
2. Orang yang melanggar larangan itu.

A. Istilah
 Istilah tindak pidana yaitu “strafbaar feit”
 Dalam perundang-undangan Indonesia terdapat istilah-istilah lain yang dimaksudkan juga
sebagai “strafbaar feit”, misal:

156
a. Tindak Pidana UU Darurat No.7 Tahun 1953 Pasal 129 tentang Pemilihan Umum.
b. Tindak Pidana UU Darurat No.7 Tahun 1955 Pasal 1 tentang Pengusutan,
Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi, dan sebagainya.
 Menurut Prof. Muljatno, lebih tepat digunakan istilah “Perbuatan pidana”. Beliau
berpendapat bahwa perbuatan itu ialah keadaan yang dibuat oleh seseorang atau barang
sesuatu yang dilakukan. Perbuatan ini menunjuk baik pada akibatnya maupun yang
menimbulkan akibat (abstrak)
 Drs. E. Utrecht S.H menggunakan istilah “Peristiwa pidana”
 Ada penulis yang juga menggunakan istilah “delik(delict)”

B. Pengertian dan Unsur-unsur Tindak Pidana


 “Tindak Pidana” adalah suatu pengertian yuridis (hukum). Sedangkan “perbuatan jahat”
atau “kejahatan” yang dapat diartikan secara yuridis (hukum) dan secara kriminologis.
 Prof. Muljatno membedakan dengan tegas “dapat dipidananya perbuatan” dan “dapat
dipidananya orang”. Beliau juga memisahkan antara pengertian “perbuatan pidana” dan
“pertanggungjawaban pidana”. Pandangan beliau mengenai perbuatan pidana disebut juga
pandangan dualistik.
 Aliran/pendapat para penulis mengenai “tindak pidana” dibagi dua (2), yaitu aliran
monistik dan aliran dualistik. Bagi orang monistik, seseorang yang melakukan tindak
pidana sudah dapat dipidana, sedangkan bagi dualistik harus disertai syarat
pertanggungjawaban pidana yang hatus ada pada orang yang berbuat.

Aliran Monistik, D. Simons:


1. Perbuatan manusia(positif-negatif; berbuat-tidak berbuat/membiarkan).
 Objektif
2. Diancam dengan pidana.
 Objektif
3. Melawan hukum.
 Objektif
4. Dilakukan dengan kesalahan.

157
 Subjektif
5. Oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
 Subjektif

Aliran Dualistik, Muljatno:


1. Perbuatan (manusia)
2. Memenuhi rumusan dalam UU (syarat formil)
 Syarat formil harus ada dikarenakan adanya Azas Legalitas (Pasal 1 KUHP)
3. Bersifat melawan hukum (syarat materiil) mutlak.
 Syarat materiil harus ada karena perbuatan yang dilakukan harus betul-betul
dirasakan masyarakt sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tak patut dilakukan.

Muljatno berpendapat bahwa “kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab” dari


si pembuat tidak masuk sebagai unsur perbuatan pidana karena hal-hal tersebut
melekat pada orang yang berbuat. Pandangan dualistis ini yang mengadakan
pemisahan antara “dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana”
dan “dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat/adanya mens rea”

 Menurut Prof. Soedarto, syarat pemidanaan yaitu P.O.P


Perbuatan:
1. Memenuhi rumusan UU
2. Bersifat melawan hukum
*tidak ada alasan pemaaf PIDANA

Orang:

1. Mampu bertanggung jawab


2. Dolus dan culpa
*tidak ada alasan pemaaf

158
C. Rumusan Tindak Pidana
 Sumber Hukum Pidana Indonesia
1. Tertulis (KUHP dan di UU Pidana di luar KUHP)
2. Tidak tertulis (Hukum Pidana Adat)
 Syarat pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan Pidana ialah adanya “perbuatan
(manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam UU” sebagai konsekuensi dari Azas
Legalitas.

 Arti “perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam UU” adalah perbuatan
konkrit dari si pembuat harus mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri dari delik yang dibuatnya
sebagaimana secara abstrak disebutkan dalam UU. Perbuatan itu harus masuk dalam
rumusan delik tersebut. Contoh: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) menggambarkan secara
skematis syarat-syarat apa yang harus ada pada suatu perbuatan agar dapat dipidana
berdasarkan pasal tersebut.

 Syarat-syarat/unsur-unsur delik dalam arti sempit ialah unsur yang terdapat dalam rumusan
Undang-undang. Contoh: Unsur delik Pasal 338 KUHP (pembunuhan) harus ada perbuatan
misalnya menusuk dengan belati atau menembak dengan pinstol dan sebagainya yang
mengakibatkan hilangnya nyawa orang tertentu.

 UU Pidana bersifat pasti. Diketahui dengan pasti apa yang dilarang atau apa yang
diperintahkan. Jika tidak, perumusan yang lukisan syarat-syarat untuk pemidanaannya
tidak pasti akan dinamakan sebagai Pasal “Karet”. Contoh Pasal “Karet”: Pasal 1 Sub 1
Penetapan Presiden tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi (Pen. Pres. No. 11 Tahun

159
1963, L.N. 1963 No.101). Perumusannya bermakna terlalu luas sehingga tidak ada
kepastian perbuatan mana yang dimaksud.

 Perumusan delik atau perbuatan yang dapat dipidana itu berupa suatu larangan atau
perintah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perintah atau larangan dapat juga disebut
norma atau pelanggaran norma dari si pembuat yang dikenakan sanksi/pidana. Perumusan
delik dalam KUHP biasanya dimulai dengan “Barangsiapa” dan selanjutnya dimuat lukisan
perbuatan yang dilarang atau tidak dikehendaki.

 Peraturan pidana dalam perumusan norma memiliki 3 (tiga) cara:


1. Menguraikan atau menyebutkan satu persatu unsur-unsur perbuatan. Contoh: Pasal 281
KUHP Pelanggaran kesusilaan, Pasal 305 KUHP Meninggalkan anak dibawah umur 7
(tujuh) tahun, dsb.
2. Hanya disebutkan kualifikasi dari delik tanpa menguraikan unsur-unsurnya. Contoh:
Pasal 184 KUHP Duel (perkelahian tanding), Pasal 297 KUHP Perdagangan wanita,
Pasal 351 KUHP Penganiayaan. Dalam Pasal-pasal ini diperlukan penafsiran yang
didasarkan atas sejarah terbentuknay pasal itu. Pembuatan Pasal seperti ini dapat
menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda yang berimplikasi adanya ketidakpastian
hukum.
3. Penggabungan cara 1 dan 2. Contoh: Pasal 338 KUHP Pembunuhan, Pasal 362 KUHP
Pencurian, Pasal 372 Penggelapan, Pasal 378 Penipuan

 Penempatan norma dan sanksi pidana dalam UU memiliki 3 (tiga) cara:


1. Penempatan norma dan sanksi sekaligus dalam 1 pasal. Cara ini terdapat dalam buku
II dan III KUHP.
2. Penempatan terpisah. Sanksi pidana ditempatkan di pasal lain atau jika dalam pasal
yang sama, penempatannya di ayat lain. Cara ini banyak digunakan di peraturan pidana
di luar KUHP. Contoh: Bea dan Cukai, Peraturan Pengendalian Harga, Devisen.

160
3. Sanksi sudah dicantumkan terlebih dahulu, sedangakn normanya belum ditentukan
(Hukum Pidana Blangko). Contoh: Pasal 122 Sub 2 KUHP dimana normanya baru ada
jika terdapat perang dan dibuat dengan menghubungkannya kepada pasal tersebut.

 Binding dengan teori norma. Binding membedakan secara tajam antara norma yang
menjadi pedoman tingkah laku manusia (norma agendi) dan peraturan pidana (Strafgesetz)
yang memuat sanksi pidana. Norma ini terdapat di luar peraturan pidana (Hukum perdata,
hukum dagang, atau dalam hukum tak tertulis/moral dan kesusilaan). Aturan pidana itu
hanya mengatur hubungan antara negara dengan pejabat (aturan tidak memuat norma
melainkan “ancaman pidana” belaka).

D. Jenis-jenis Tindak Pidana (DELIK)


1. Kejahatan dan Pelanggaran
 Kejahatan adalah perbuatan yang bertentangn dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan
itu diancam pidana dlm suatu UU atau tidak. Sehingga, yang benar-benar dirasakan oleh
masyarakat sebagai bertentangan dengan keadilan. (buku II).
 Pelanggaran : Terdapat di daam Buku III, sifat kebalikan kejahatan, perbuatan yang oleh
umum disadari sebagai suatu tindak pidana setelah tercantum dalam UU.

2. Delik Formal dan Materiil


 Delik Formal adalah delik yang perumusannya dititikberatkan kepada perbuatan yg
dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum
dalam rumusan delik. Cth : pencurian (362 KUHP), pemalsuan surat (ps 263 KUHP).
 Delik Materiil adalah delik yg perumusannya dititikberatkan kepada akibat yg tdk
dikehendaki(dilarang). Delik selesai apabila akibat yg dikehendakitelah terjadi. Cth :
pembakaran (187 KUHP), penipuan (378 KUHP) pembunuhan (338 KUHP)

161
3. Delik Commissionis, Omissionis, dan Commisionis per omnissionem commisa
 Commissionis adalah pelanggaran terhadap larangan, yaitu berbuat sesuatu yg
dilarang. Contoh: Pasal 362 KUHP, Pasal 372 KUHP, Pasal 378 KUHP.
 Omissionis adalah pelanggaran terhadap perintah. Contoh: Tidak menghadap sebagai
saksi di muka pengadilan (Pasal 552 KUHP)
 Commisionis per omnissionem commisa adalah pelanggaran terhadap larangan dengan
tidak melakukan. Contoh : Ibu yang tidak memberikan asi kepada anaknya

4. Dolus dan Culpa


 Dolus adalah delik yg mengatur tentang unsur kesengajaan
Contoh : Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan
 Culpa adalah delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur.
Contoh : Pasal 359 KUHP tentang Kealpaan yang menyebabkan orang lain mati

5. Tunggal dan Berganda


 Tunggal adalah delik yang cukup dilakukan dalam satu kali perbuatan.
 Berganda adalah delik yang baru merupakan delik apabila dilakukan beberapa kali/
menjadi kebiasaan. Contoh : Penadahan sebagai kebiasaan (Pasal 481 KUHP).

6. Berlangsung terus dan Tidak


 Berlangsung terus adalah delik yang keadaan terlarang tersebut berlangsung terus
menerus. keadaan ada tenggang waktu delik terjadi. Contoh : Pasal 333 KUHP tentang
merampas kemerdekaan seseorang
 Tidak adalah delik selesai apabila perbuatan sudah dilakukan.

7. Delik aduan & bukan

162
 Delik aduan adalah penuntutan dilakukan apabila ada pengaduan. Terdapat dua jenis,
yaitu absolut (berdasarkan pengaduan) dan relatif (ada hubungan istimewa antara
pembuat dengan korban).
 Bukan aduan adalah tidak diperlukan adanya aduan untuk penuntutan.

8. Sederhana dan Ada Pemberatnya


 Sederhana misalnya penganiayaan
 Pemeberatnya misalnya penganiayaan sampai mati

9. Delik ekonomi dan bukan


10. Kejahatan ringan. Contoh : Pasal 364, 373, 375,... KUHP

E. Subjek Tindak Pidana


1. Manusia/ natuurlijke personen yang identik dengan rumusan delik yang berbunyi “barang
siapa yang”
2. Korporasi ( Pasal 59 KUHP). Dalam Perseroan Terbatas (PT) disebut artifial person karena
Perseroan mutlak memerlukan direksi sebagai wakilnya. Dengan demikian, Perseroan
untuk menjalankan hak dan kewajibannya butuh adanya bantuan direksi.

 Pasal 10 KUHP (stelsel pemidanaan) terdiri dari Pidana Pokok dan Pidana Tambahan.
Yaitu:
Pidana Pokok :
1. Pidana Mati
2. Pidana Penjara
3. Pidana Kurungan
4. Pidana Denda (dapat diganti pidana kurungan)

163
Pidana Tambahan :

1. Pencabutan hak-hak tertentu


2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Diumumkannya keputusan hakim

F. Perbuatan
 Unsur perbuatan adalah Berbuat dan Tidak Berbuat
 Terdapat gerakan badan yang tidak termasuk pengertian seperti di atas, yaitu:
a. Gerakan badan yang tidak dikehendaki.
Contoh : orang didorong masa sehingga menggencet orang lain
b. Gerakan reflek yang timbul karena rangsang.
c. Gerakan jasmaniah yang dilakukan dengan tidak sadar.
Contoh: penyakit, mabok, berbuat pada waktu tidur, pingsan, dibawah pengaruh
hipnotis.

G. Hubungan Sebab Akibat


1. Teori Ekivalensi
Tiap syarat adalah sebab, semua syarat nilainya sama. Satu syarat hilang maka akibat akan
berbeda. Contoh : A dilukai ringan, kemudian dibawa ke dokter ditengah jalan ia kejatuhan
genting, lalu mati. Penganiayaan A dapat menjadi sebab dari matinya.

2. Teori Individulisasi (post faction/in concreto artinya setelah peristiwa)


Dari serentetan faktor yang aktif dan pasif, dipilih sebab yang paling menentukan dari
peristiwa tersebut. Sedangkan faktor lainnya hanyalah syarat belaka. Satu-satunya sebab
ialah faktor terakhir yg menimbulkan akibat.

164
3. Teori Generalisasi (ante factum/in abstracto/sebelum kejadian)
Dari sebab-sebab itu dilihat mana yang dapat menimbulkan akibat semacam itu. Dalam
teori ini dicari sebab yang adekuat untuk timbulnya akibat yg bersangkutan.

H. Sifat Melawan Hukum

Adalah jika perbuatan “memenuhi rumusan delik” dan tidak ada alasan pembenar

 Sifat Melawan Hukum Formal adalah perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai
delik dalam UU~> melawan UU. Jadi menurut ajaran ini, melawan hukum sama dengan
melawan/ bertentangan dengan UU. (hukum tertulis)
 Sifat Melawan Hukum Materiil adalah tidak hanya dari UU saja, tetapi dilihat dari hukum
tidak tertulis termasuk tata susila, dll.
Mengenai pengertian Sifat Melawan Hukum Materiil dibedakan menjadi :
1. Fungsi negatif : mengakui bahwa adanya hal-hal diluar UU menghapus sifat melawan
hukumnya perbuatan yang memenuhi rumusan UU. Jadi hal tersebut sebagai alasan
penghapus Sifat Melawan Hukum
2. Fungsi positif : menganggap suatu perbuatan tetap sebagai suatu delik, meskipun tidak
dinyata diancam diancam dengan pidana dalam UU. Apabila bertentangan dengan
hukum ukuran-ukuran lain yang ada diluar UU.

BAB III

KESALAHAN

165
Berlakunya asas “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan (Nulla Poena Siena Culpa)” Mens Rea
merupakan subjective guilt yang melekat pada sipembuat. Dengan kata lain, seseorang harus dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.

 Kesalahan dalam arti seluas-luasnya dapat disamakan dengan pengertian “pertanggung


jawaban dalam hukum pidana” yang di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya
sipembuat atas perbuatannya maka ia dapat dicela atas perbuatannya.
 Bentuk kesalahan: Dolus dan Culpa
1. Kesalahan Psikologi: Hubungan batin sipembuat dengan perbuatannya
2. Kesalahan Normatif : Penilaian dari luar dimana pencelaan dengan memakai ukuran yang
terdapat dalam masyarakat
 Unsur kesalahan:
1. Adanya kemampuan bertanggung jawab
2. Hubungan batin pembuat dengan perbuatan
3. Tidak ada alasan pemaaf
 Syarat Pemidanaan:
1. Dapat dipidananya perbuatan
2. Dapat dipidananya orang

BAB IV

KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB

A. Pengertian

Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab apabila:

1. Mampu mengetahui atau menyadari perbuatannya bertentangan dengan hukum


2. Mampu menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.

166
B. Isi Pasal 44 KUHP

Buku I Bab III Pasal 44 berbunyi “barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam timbulnya atau terganggu
jiwanya karena penyakit tidak dipidana”. Jika diteliti, Pasal 44 KUHP memperlihatkan dua
hal, yaitu:

1. Penentuan bagaimana keadaan jiwa sipembuat


2. Adanya penentuan hubungan kausal antara keadaan keadaan jiwa sipembuat dengan
perbuatannya. Contoh: Psikopat

C. Tidak Mampu Bertanggung Jawab untuk Sebagian


Jenis:
a. Kleptomania (mengambil barang orang lain yang tidak berharga)
b. Pyromanie (suka ngebakar tanpa alasan)
c. Claustrophobia (ketakutan berada di ruang sempit)
d. Perasaan dikejar atau diuber

D. Kekurangmampuan Bertanggung Jawab


Merupakan faktor yang memberi keringanan dalam pemidanaan.
Misal: Jiwa yang kurang sempurna. Contoh kasus: X dituduh telah membunuh istrinya.
Namun X menunjukkan “kurang mampu jiwanya” sedangkan alasan penghapus pidana
yaitu kurang sempurna akal, sehingga dapat dipidana.

E. Keadaan Mabok

167
Mabok tanpa kemauan sendiri —> Tidak Mampu Bertanggung Jawab.

Mabok karena sengaja atau menghendaki —> Mampu Bertanggung Jawab/dipidana.

BAB V

KESENGAJAAN

A. Hubungan Batin Sipembuat dengan Perbuatannya


Adalah menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukannya. Hubungan batin dapat
berupa sengaja atau alpa.

B. Teori Kesengajaan
1. Teori kehendak adalah kehendak mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan UU
2. Teori pengetahuan atau membayangkan adalah mengetahui dan membayangkan akan
timbulnya akibat.

C. Corak kesengajaan
1. Kesengajaan sebagai maksud adalah perbuatan ditujukan untuk menimbulkan akibat
2. Kesengajaan sadar kepastian adalah perbuatan mempunyai dua akibat, yaitu akibat
yang memang dituju dan akibat yang tidak diinginkan tetapi harus terjadi untuk
mencapai tujuan
3. Kesengajaan sadar kemungkinan adalah keadaan tertentu yang semula mungkin terjadi
ternyata benar-benar terjadi.

D. Teori Apa Boleh Buat


1. Akibat sebenarnya tidak dikehendaki bahkan ia benci/ takuh akan kemungkinan
timbulnya akibat itu

168
2. Akan tetapi meskipun ia tidak menghendakinya, namun apabila akibat itu timbul, apa
boleh buat itu diterima juga, berarti ia berani memiliki risiko

E. Kesengajaan yang diobjektifkan


Adalah sikap batin harus disimpulkan dari keadaan lahir dan yang tampak dari luar dilihat
dari perbuatan perilaku.

F. Kesengajaan Berwarna dan Tidak Berwarna


 Berwarna adalah pengetahuan si pembuat bahwa perbuatannya dilarang atau melawan
hukum
 Tidak Berwarna adalah cukup si pembuat menghendaki perbuatan yang dilarang itu, ia
tidak perlu tahu bahwa perbuatannya terlarang atau melawan hukum.

G. Kekeliruan atau Kesesatan


1. Kesesatan mengenai peristiwanya adalah kesesatan yang tidak dapat mendatangkan
pemidanaan. Contoh:
 Mengambil barang yang dikira tidak ada pemiliknya
 Seorang ayah memukul anak yg dikira anaknya

2. Kesesatan mengenai hukumnya dibatasi sampai kesesatan mengenai dapat dipidananya


perbuatan itu sendiri, kesesatan ini tidak menghapuskan pemidanaan. “Orang tidak boleh
mengatakan yang ia lakukan itu dapat dipidana” (fictic Hukum). Contoh kesesatan banyak terdapat
dalam pelanggaran.

169
H. Error
1. In Objecto (terhadap sasarannya
Jika nilai atau sifatnya sama, maka kekeliriuan tidak menguntungkan tersangkanya.
Tetapi, jika objeknya berbeda secara hakiki maka tersangka tidak dapat dipidana.

2. In Persona adalah jika kesalahan terhadap orang.

H. Aberratio Ictus
Sengaja melakukan sesuatu terhadap objek tertentu namun mengenai objek lain. Contoh: Salah
menembak orang lain, lempar pisau meleset

I. Delik Putatief
Salah mengira bahwa ia melakukan sesuatu perbuatan yang terlarang dan dapat dipidana,
padahal tidak. Contoh : Salah mengira mencuri barang orang lain ternyata barang milik
istrinya.

J. Macam-macam Kesengajaan
1. Dolus Premeditates
Adalah terdapat unsur dengan rencana lebih dahulu. Pembuat memikirkan secara wajar
tentang apa yang ia lakukan.
2. Dolus Determinates dan Indeterminates
Adalah Kesengajaan dapat lebih pasti/tidak
 Determinates: tujuan pasti. Contoh: menembak orang
 Interdeteminates: objek belum pasti. Contoh: menembak kerumunan orang.
3. Dolus Alternative

170
Adalah pembuat dapat memperkirakan satu dan lain akibat. Contoh: menghendaki a
atau b.
4. Dolus Inderectus
Adalah semua akibat dari perbuatan disegaja, dituju atau tidak dituju, diduga atau tidak
diduga itu dianggap sebagai hal yang ditimbulkan dengan sengaja.
5. Dolus Directus
Adalah kesengajaan tidak hanya ditujukan kepada perbuatan tetapi akibatnya.
6. Dolus Generalis
Adalah pada delik materil harus ada hub kausal antara perbuatan terdakwa dan akibat.

BAB VI
KEALPAAN

A. Pendahuluan
Hubungan batin atau sikap batin yang berupa kesengajaan itu ada apabila pembuat
menghendandaki perbuatan yang dilarang itu atau mengehtahui.membayangkan akibat
perbuatan yang dilarang itu. Akibat yang ditimbulkan karena ia alpa adalah sembrono,
teledor, kurang hati-hati.

B. Delik-delik Culpa
Dalam buku II KUHP yaitu 188, 231(4), 359, 360, 409, dll.

C. Menetapkan adanya kealpaan


Dapat digunakan ukuran apakah ia “ada kewajiban untuk berbuat lain”. Kewajiban ini
dapat diambil dari ketentuan UU atau di luar UU dengan memperhatikan segala keadaan

171
apakah yang seharusnya dilakukan olehnya. Jika ia tidak melakukan yang seharusnya,
maka ia alpa. dengan cara dari perbuatan yang muncul yang dilakukan oleh pelaku dengan
ukuran objektif yaitu orang pada umumnya dimana bagaimana seharusnya pelaku berbuat.

D. Kealpaan yang disadari dan tidak disadari


1. Disadari
Pembuat menyadari tentang apa yang dilakukan beserta akibatnya, akan tetapi ia berharap
tidak terjadi
2. Tidak disadari
Pembuat melakukan sesuatu yang tidak menyadari kemungkinan akan timbulnya akibat,
padahal seharusnya dapat menduga sebelumnya.

E. Delik “Pro Parte Dolus, Pro Parte Culpa”


Memuat unsur kesengajaan dan kealpaan sekaligus.

BAB VII

ALASAN PENGHAPUS PIDANA

Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkannya seseorang

 Menurut M.v.T
1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan yang terletak pada diri orang tersebut.
(alasan pemaaf)
a. Pertumbuhan jiwa tidak sempurna atau terganggu karna sakit (Pasal 44 dan 45 KUHP)
b. Anak (pengadilan anak UU No.3 Tahun 1997)

172
2. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan yang terletak pada diri orang tersebut (alasan
pembenar)
a. Daya memaksa/overmacht (Pasal 48 KUHP)
b. Pembelaan terpaksa (Pasa 49 KUHP)
c. Melaksanakan UU (Pasal 50 KUHP)
d. Melaksanakan perintah jabatan (Pasal 51 KUHP)

A. Alasan Penghapusan Pidana Umum dalam KUHP


1. Tidak mampu bertanggung jawab
Terdapat dalam Pasal 44 KUHP karena kurang sempurna akal dan jiwanya serta terganggu
karena sakit.

2. Daya paksa (overmacht)

Terdapat dalam Pasal 48 KUHP karena kekuatan/paksaan/tekanan yang berasal dari luar
dan tidak bisa ditahan. Daya Paksa terbagi menjadi dua, yaitu:

a. Absolut : disebabkan oleh kekuatan manusia atau alam


b. Relative : pakasaan yang sebenarnya dapat ditahan tetapi dari orang dalm paksaan tersebut
tidak dapat diharapkan mengadakan perlawanan. contoh seorang perampok menodong kasir,
sebetulnya kasir ini bisa menahan hartanya dengan menyerahkan nyawanya relatif karena dapat
ditahan tetapi tidak dapat diharapkan bagi orang atau pelaku untuk melawan.

3. Keadaan darurat
a. Perbenturan antara dua kepentingan hukum.
Contoh: kapal tenggelam, dua orang berebut papan untuk menyelamatkan diri.
b. Perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum.
Contoh: ada bahaya kebakaran, lalu orang masuk rumah orang lain untuk
menyelamatkan diri .

173
c. Perbenturan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum.
Contoh: dokter angkatan laut.

4. Pembelaan darurat
Perbuatan terpaksa untuk membela dirinya atau orang lain. Terdapat hal- hal pokok, yaitu:
1) Ada serangan. Syaratnya : seketika, langsung, melawan hukum, sengaja ditujukan pada
kesopanan badan dan harta benda
2) Ada pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu.
5. Menjalankan peraturan UU (pasal 50)
Apa yang dibuat oleh pembentuk UU umum.
6. Melaksanakan perintah jabatan
Jabatan yg sah berdasarkan tugas, wewenang atau kewajiban yang didasarkan pada suatu
peraturan.
B. Alasan Penghapus Pidana Diluar KUHP
1. Hak dari orangtua dan guru untuk menertibkan anak-anaknya atau anak didiknya.
2. Hak yang timbul dari pekerjaan. Contoh : dokter, apoteker, penyidik, dll
3. Izin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepada orang lain mengenai suatu
perbuatan yang dapat dipidana.
4. Mewakili urusan orang lain
5. Tidak ada unsur sifat melawan hukum yang materiil
6. Tidak ada kesalahan sama sekali.

C. Alasan penghapusan penuntutan


1. Pasal 2-8 KUHP
2. Pasal 61, 62 KUHP untuk penerbit dan pencetak
3. Tidak adanya pengaduan pada delik aduan
nebis in idem (Pasal 76 KUHP), matinya terdakwa (Pasal 77 KUHP), dan daluwarsa (Pasal 78
KUHP)

174
Hukum
Tata Negara

175
Hukum Tata Negara

Presiden
 Dasar Hukum :
1. Pasal 4 - Pasal 17 UUD NRI tahun 1945
2. UU no.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
 Kedudukan Presiden :
1. Sebagai kepala pemerintahan
 Pasal 4, 5, 16, dan 17 UUD NRI tahun 1945
2. Sebagai kepala negara
 Pasal 10 - Pasal 15 UUD NRI tahun 1945
 Syarat mencalonkan diri menjadi Presiden dan Wakil Presiden : (Pasal 6 ayat
1)
a. Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga
negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.
b. Tidak pernah mengkhianati negara.
c. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
d. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara
langsung oleh rakyat
 Lamanya jabatan : (Pasal 7 UUD NRI 1945)
 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
 Tugas dan Wewenang Presiden :
1. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan
Angkatan Udara. (Pasal 10)

176
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR, terutama yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi Negara (Pasal 11)
3. Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya ditetapkan dengan UU
(Pasal 12)
4. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan memperhatikan
pertimbangan DPR (Pasal 13)
5. Presiden memberikan grasi dengan pertimbangan MA dan memberikan amnesti
dan abolisi dengan pertimbangan DPR (Pasal 14)
6. Presiden memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan menurut
UU (Pasal 15)
7. Presiden membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasihat dan
pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16)
8. Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai pembantu Presiden
(Pasal 17)
DPR
 Lembaga tertinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan lembaga perwakilan rakyat dan memegang kekuasaan membentuk
UU.
 DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
 Terkait dengan fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:
1. Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
2. Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
3. Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah)
4. Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
5. Menetapkan UU bersama dengan Presiden
6. Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU
(yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU

177
Terkait dengan fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang :
1. Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan
Presiden)
2. Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU
terkait pajak, pendidikan dan agama
3. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK
4. Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara
maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara
 Terkait dengan fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang :
1. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan
kebijakan pemerintah
2. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan
oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan
SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan
agama)
 DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih
berdasarkan hasil Pemilu. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun dan
berakhir bersamaan pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan
sumpah/janji.
 Tugas dan Wewenang DPR :
1. Membentuk UU yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat persetujuan
bersama.
2. Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang.
3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan
dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan.
4. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan
DPD.

178
5. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan
pemerintah.
6. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
7. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban
keuangan negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan dan
pemberhentian Komisi Yudisial.
9. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial
untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
10. Memilih tiga orang calon hakim konstitusi dan mengajukannya kepada Presiden
untuk ditetapkan.
11. Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima
penempatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam pemberian
amnesti dan abolisi.
12. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
13. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi
masyarakat.
14. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-undang APBN dan
rancangan UU yang berkaitan dengan pajak,pendidikan, dan agama.
15. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD
terhadap pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran,
dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan
agama.
 Hak-hak yang dimiliki oleh anggota DPR :
a. hak mengajukan usul rancangan undang-undang;
b. hak mengajukan pertanyaan;
c. hak menyampaikan usul dan pendapat;
d. hak memilih dan dipilih;
e. hak membela diri;

179
f. hak imunitas;
g. hak protokoler;
h. hak keuangan dan administratif;
i. hak pengawasan;
j. hak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan
dapil;
k. hak melakukan sosialisasi undang-undang.
DPD
 Dasar Hukum :
1. UUD NRI tahun 1945 Pasal 22 C dan Pasal 22 D
2. UU no. 17 tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD pasal 246-313
3. UU RI no. 2 tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua UU no.17 tahun 2014
Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
4. UU no. 7 tahun 2017 Tentang Pemilu.
5. UU RI no. 13 tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas UU no. 17 tahun 2014
Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
6. Putusan MK no. 30/PUU-XVI/2018 terkait pengujian Pasal-Pasal 182 huruf I
UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, pengurus partai politik dilarang
merangkap menjadi anggota DPD terhitung sejak Pemilu 2019 dan seterusnya.
Jika ada anggota/pengurus parpol yang sudah mencalonkan diri sebagai calon
anggota DPD tetap diperkenankan dengan syarat mengajukan pengunduran diri
sebagai pengurus parpol.
7. Putusan MA Nomor 65 P/HUM/2018
8. Peraturan KPU no. 14 tahun 2018 Tentang Pencalonan Perseorangan Peserta
Pemilu Anggota DPD
9. Peraturan KPU no. 21 tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan KPU no.
14 tahun 2018 Tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota
DPD.
 Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu, setiap provinsi
jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah
anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (Pasal 22C).
 Persyaratan Dukungan :

180
Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat di dalam daftar Pemilih
tetap :
a. Sampai dengan 1.000.000 dukungan paling sedikit 1.000 pemilih
b. Lebih dari 1.000.000 - 5.000.000 dukungan paling sedikit 2.000
pemilih
c. Lebih dari 5.000.000 - 10.000.000 orang dukungan paling sedikit
3.000 pemilih.
d. Lebih dari 10.000.000 - 15.000.000 dukungan paling sedikit 4.000
pemilih.
e. Lebih dari 15.000.000 orang dukungan paling sedikit 5.000
pemilih.
 Dukungan tersebut tersebar paling sedikit 50% dari jumlah kabupaten/kota
di provinsi yang bersangkutan.
 Dibuktikan dengan daftar dukungan yang dibubuhi tanda tangan atau cap
jempol jari tangan dan dilengkapi fotokopi KTP Elektronik atau Surat
Keterangan setiap pendukung.
 Fungsi DPD :
1. Pengajuan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah kepada DPR.
2. Ikut dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. Pemberian pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
4. Pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukn,
pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN,
pajak, pendidikan, dan agama.
 Tugas dan Wewenang :

181
a. Mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat
dan daerah kepada DPR.
b. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan hal sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
c. Menyusun dan menyampaikan daftar inventaris masalah RUU yang
berasal dari DPR atau Presiden yang berkaitan dengan hal sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
d. Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU dengan undang-
undang tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama.
e. Menerima hasil pemeriksaan atas keuangan negara dari BPK
sebagai bahan membuat pertimbangan kepada DPR tentang RUU yang
berkaitan dengan APBN.
f. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota
BPK
g. Menyusun program legislasi nasional yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran
serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
 Keanggotaan (Pasal 252)
1. Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 orang
2. Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR
3. Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden
4. Anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah
pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah
pemilihannya
5. Masa jabatan anggota DPD adalah 5 tahun dan berakhir pada saat anggota
DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

182
 Hak DPD :
1. Mengajukan RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pembahasan RUU tentang
anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang
yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama
 Hak Anggota DPD
a. Bertanya
b. Menyampaikan usul dan pendapat
c. Memilih dan diplih
d. Membela diri
e. Imunitas
f. Protokoler
g. Keuangan dan administratif

MPR
 Lembaga negara yang ada di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, yang
terdiri dari anggota DPR dan DPD. Dahulu sebelum reformasi, MPR adalah

183
lembaga negara tertinggi yang terdiri dari DPR, Utusan Daerah, dan Utusan
Golongan.

 Tugas dan Wewenang MPR :


a. Mengubah dan menetapkan UUD 1945
b. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan
umum
c. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan MK untuk
memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya
d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan
kewajibannya dalam masa jabatannya.
e. Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila
terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
f. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti
secara bersamaan dalam masa jabatannya.
g. Anggota MPR memiliki hak mengajukan usul perubahan pasal-
pasal UUD, menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan putusan, hak
imunitas, dan hak protokoler. Setelah Sidang MPR 2003, Presiden dan
Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat tidak lagi oleh MPR. MPR
hanya bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
 Sidang MPR sah apabila dihadiri oleh :
 Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR untuk memutus usul
DPR dalam memberhentikan Presiden/Wakil Presiden.
 Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR untuk mengubah dan
menetapkan UUD.
 Sekurang-kurangnya 50% + 1 dari jumlah anggota MPR sidang-sidang
lainnya.
Putusan MPR sah apabila disetujui :
1. Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir untuk
memutus usul DPR dalam memberhentikan Presiden/Wakil Presiden.

184
2. Sekurang-kurangnya 50% + 1 dari seluruh jumlah anggota MPR untuk
memutus perkara lainnya.
MA
 Lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
 MA membawahi badan peradilan dalam lingkungan :
1. Peradilan Umum pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Negeri, pada
tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi, dan pada tingkat kasasi
dilakukan oleh Mahkamah Agung.
2. Peradilan Agama pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan Agama, pada
tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Agama, dan pada tingkat
kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung.
3. Peradilan Tata Usaha Negara pada tingkat pertama dilakukan oleh Pengadilan
Tata Usaha Negara, pada tingkat banding dilakukan oleh Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara, dan pada tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung.
 Kewajiban dan Wewenang MA :
1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan di bawah UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
oleh UU.
2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
 MA dipimpin oleh seorang ketua. Ketua MA dipilih dari dan oleh hakim agung,
diangkat oleh Presiden.

MK
❑ Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang
merupakan pengawal konstitusi
❑ Memiliki 4 Kewanangan yaitu :
• Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.

185
• Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan
oleh UUD 1945.
• Memutus pembubaran partai politik
• Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu
❑ Dan satu kewajiban yaitu : Memberikan keputusan atas pendapat DPR tentang
impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden

KY
❑ Dasar Hukum KY :
Pasal 24B ayat (1) UUD NRI 1945
UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung.
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Hakim.
UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum.
UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama.
No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 Tahun 1985 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial.

❑ Tujuan dan Sasaran Strategis


Terwujudnya Peningkatan Kepercayaan Publik Terhadap Integritas Hakim (
Peraturan KY No. 1 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Komisi Yudisial Tahun
2020-2024 )
❑ Wewenang dan Tugas
Wewenang :
Pasal 13 UU KY
 Usul pengangkatan hakim agung dan ad hoc di MA kepada DPR

186
 Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, perilaku
hakim
 Menetapkan KEPPH bersama MA
 Menjaga dan menegakkan pelaksanaan KEPPH
Pasal 20 ayat (3) dan (4) UU KY
Meminta bantuan aparat untuk menyadap dan merekam pembicaraan dugaan
pelanggaran KEPPH
Tugas :
Pasal 14 UU KY
 Melakukan pendaftaran calon hakim agung;
 Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung;
 Menetapkan calon hakim agung; dan
 Mengajukan calon hakim agung ke DPR
Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU KY
 Memantau & mengawasi perilaku hakim
 Menerima laporan pelanggaran KEPPH
 Verifikasi, klarifikasi dan investigasi laporan pelanggaran KEPPH
 Memutuskan hasil laporan pelanggaran KEPPH
 Mengambil langkah hukum/langkah lain terhadap pihak yang
merendahkan hakim
 Mengupayakan kapasitas dan kesejahteraan hakim

BPK
❑ Dasar hukum
Pasal 23 E
1. Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan
negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri.

2. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan


Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

187
3. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan
dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Pasal 23 F
1. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan
Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

2. Pimpinan Badan Perneriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota

Pasal 23 G
1. Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di ibu kota negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur


dengan undang-undang.

❑ Tugas (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 Tentang


BPK)
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha
Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

❑ Wewenang (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006


Tentang BPK)

1. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan


pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun
dan menyajikan laporan pemeriksaan;
2. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap
orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga
Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan

188
Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain
yang mengelola keuangan negara;
3. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik
negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha
keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan,
surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar
lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;
4. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
5. menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi
dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
6. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara;
7. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang
bekerja untuk dan atas nama BPK;
8. membina jabatan fungsional Pemeriksa;
9. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
10. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern
Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat/Pemerintah Daerah.
KPU
❑ Tugas dan Wewenang
Dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum
dan Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Komisi Pemilihan Umum dan Penetapan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat
Umum Komisi Pemilihan Umum, dijelaskan bahwa untuk melaksanakan Pemilihan
Umum, KPU mempunyai tugas kewenangan sebagai berikut:

 Merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Umum;


 Menerima, meneliti dan menetapkan Partai-partai Politik yang berhak
sebagai peserta Pemilihan Umum;

189
 Membentuk Panitia Pemilihan Indonesia yang selanjutnya disebut PPI
dan mengkoordinasikan kegiatan Pemilihan Umum mulai dari tingkat
pusat sampai di Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut
TPS;
 Menetapkan jumlah kursi anggota DPR, DPRD I dan DPRD II untuk
setiap daerah pemilihan;
 Menetapkan keseluruhan hasil Pemilihan Umum di semua daerah
pemilihan untuk DPR, DPRD I dan DPRD II;
 Mengumpulkan dan mensistemasikan bahan-bahan serta data hasil
Pemilihan Umum;
 Memimpin tahapan kegiatan Pemilihan Umum.

Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1999 terdapat tambahan huruf:

1. Tugas dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dalam Undang-undang


Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.

Sedangkan dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tersebut juga


ditambahkan, bahwa selain tugas dan kewenangan KPU sebagai dimaksud
dalam Pasal 10, selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Pemilihan Umum
dilaksanakan, KPU mengevaluasi sistem Pemilihan Umum.

TNI
❑ Definisi
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 definisi
Tentara Nasional Indonesia adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara
berdasarkan peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004. Tentara Nasional
Indonesia (TNI) adalah menegakkakn kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah negara kesatuan Indoneisa yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara
❑ Peran

190
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan
tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
❑ Fungsi
Berdasarkan pasal 6 UU 34 /2004 tentang TNI
(1) TNI sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai;
penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar
dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a; dan
pemulih terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan
keamanan.
(2) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TNI
merupakan komponen utama sistem pertahanan negara.
❑ Tugas
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan
gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

POLRI

❑ Definisi
Menurut Satjipto Raharjo polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, memberikan pengayoman, dan memberikan
perlindungan kepada masyarakat. Selanjutnya Satjipto Raharjo yang mengutip
pendapat Bitner menyebutkan bahwa apabila hukum bertujuan untuk menciptakan
ketertiban dalam masyarakat, diantaranya melawan kejahatan. Akhirnya polisi yang
akan menentukan secara konkrit apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia


dalam Pasal 1 angka (1) dijelaskan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang

191
berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
❑ Tugas pokok Kepolisian
Pasal 13: Tugas Pokok Kepolisian Negara Rrepublik Indonesia dalam UU No.2
tahun 20002 adalah sebagai berikut:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
penjabaran tugas Kepolisian di jelaskan lagi pada Pasal 14 UU Kepolisian RI.
❑ Fungsi Kepolisian
Pasal 2 :”Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di
bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”. Sedangkan Pasal 3: “(1)
Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
dibantu oleh : a. kepolisian khusus, b. pegawai negri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa. (2) Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a,b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum masing-masing.\

❑ Kewenangan Kepolisian
Pada Pasal 15 dan 16 UU Kepolisian RI adalah perincian mengenai tugas dan
wewenang Kepolisian RI, sedangkan Pasal 18 berisi tentang diskresi Kepolisian
yang didasarkan kepada Kode Etik Kepolisian.
Sesuai dengan rumusan fungsi, tugas pokok, tugas dan wewenang Polri
sebagaimana diatur dalam UU No. 2 tahun 2002.

192
Hukum
Administrasi
Negara

193
Hukum Administrasi Negara

I.Pengertian HAN
Hukum Administrasi dalam kamus Bahasa Indonesia:
- Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta penetapan cara-cara
penyelenggaraan pembinaan Organisasi.
- Usaha dan kegiatan yang dikaitkan dengan penyelenggaraan kebijaksanaan serta
mencapai tujuan.
- Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan.
- Kegiatan kantor dan Tata usaha.

Prajudi Atmosudirdjo berpendapat bahwa Administrasi Negara mempunyai 3 arti


sebagai berikut :
1. Sebagai salah satu fungsi Pemerintah
2. Sebagai aparatur dan aparat Pemerintahan
3. Sebagai Proses penyelenggaraan tugas pekerjaan, memerlukan
kerjasama secara teratur.

Menurut E. Utrecht, Administrasi Negara merupakan gabungan jabatan-jabatan,


aparat (alat) Administrasi yang dibawah pimpinan Pemerintahan melakukan
sebagian dari pekerjaan Pemerintahan, sedangkan menurut Dimock & Dimock
Administrasi Negara adalah aktifitas-aktifitas Negara dalam melaksanakan
kekuasaan-kekuasaan politiknya atau merupakan aktifitas-aktifitas badan eksekutif
saja dalam melaksanakan Pemerintahan. Menurut teori pemerintah/ pemerintahan,
secara teori dan praktek, Pemerintah adalah bestuurvoering atau pelaksanaan tugas
Pemerintah, sedangkan Pemerintahan adalah Organ/ alat atau aparat yang
menjalankan Pemerintahan.

194
Pemerintah sebagai alat kelengkapan Negara dapat diartikan secara luas dan dalam
arti sempit.
- Pemerintah dalam arti luas : mencakup semua alat kelengkapan
Negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif,
legislative dan yudisial atau alat kelengkapan Negara lain yang bertindak untuk dan
atas nama Negara.
- Pemerintah dalam arti sempit : yaitu cabang kekuasaan eksekutif atau Organ/alat
perlengkapan Negara yang diserahkan tugas Pemerintahan atau melaksanakan
Undang-undang

Untuk jelasnya dapat dikemukakan beberapa pendapat di bawah ini :


a. Pemerintahan dalam arti luas Menurut ajaran “Trias Politica” oleh Montesquieu
meliputi tiga
kekuasaan :
- Pembentukan Undang-undang
- Pelaksanaan
- Peradilan
b. Pemerintahan dalam arti sempit
Yang dimaksud Pemerintahan/ Administrasi dalam arti sempit itu ialah hanya
badan pelaksanaan tidak termasuk badan Perundang-undangan, badan peradilan
dan badan kepolisian. Dalam berbagai keputusan istilah Pemerintahan disebutkan
memiliki dua pengertian antara lain :
- sebagai fungsi : yakni aktifitas Pemerintah adalah melaksanakan tugas-tugas
Pemerintahan, dalam istilah Donner, Penyelenggaraan kepentingan umum oleh
dinas publik/ Pemerintahan (umum) sebagai Organ kumpulan Organ-Organ dari
Organisasi Pemerintahan yang
dibebani dengan melaksanakan tugas Pemerintahan.
- sebagai Organisasi : Pemerintah sebagai Organisasi jika kita mempelajari
ketentuan-ketentuan susunan Organisasi, termasuk didalamnya fungsi, penugasan,
kewenangan, dan kewajiban masing-masing departemen Pemerintahan. Pemerintah
sebagai fungsi kita meneliti ketentuan-ketentuan yang mengatur apa dan cara
tindakan aparatur Pemerintah sesuai dengan kewenangan masing-masing.

195
Deskripsi HAN
HAN adalah merupakan bagian dari Hukum publik, yakni Hukum yang mengatur
tindakan Pemerintah dan mengatur hubungan antara Pemerintah dengan warga
Negara atau hubungan antara Organ Pemerintah. HAN memuat keseluruhan
peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana Organ Pemerintahan
melaksanakan tugasnya. Jadi HAN berisi aturan main yang berkenaan dengan
fungsi Organ-Organ Pemerintahan. HAN/HTP adalah merupakan instrument
juridis yang digunakan oleh Pemerintah untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan
masyarakat, disisi lain HAN merupakan Hukum yang dapat digunakan oleh
anggota masyarakat untuk mempengaruhi dan memperoleh perlindungan dari
Pemerintah. Jadi HAN memuat peraturan mengenai aktifitas Pemerintah. HAN
meliputi peraturan-peraturan yang berkenaan dengan Administrasi . Administasi
berarti sama dengan Pemerintahan. Oleh karena itu HAN disebut juga HTP.
Perkataan Pemerintah dapat disamakan dengan kekuasaan eksekutif, artinya
Pemerintahan merupakan bagian dari Organ dan fungsi Pemerintahan, yang bukan
Organ dan fungsi pembuat Undang-undang dan peradilan.

Ruang Lingkup HAN/HTP


“Sturen” merupakan suatau kegiatan yang kontinyu, kekuasaan Pemerintahan
dalam hal menerbitkan ijin mendirikan bangunan misalnya tindaklah berhenti dan
diterbitkannya ijin mendirikan bangunan. Kekuasaan Pemerintah senantiasa
mengawasi agar izin tersebut digunakan dan ditaati. Sturen berkaitan dengan
penggunaan kekuasaan, konsep kekuasaan adalah konsep Hukum publik, sebagai
konsep Hukum publik. Penggunaan kekuasaan harus dilandaskan pada asas-asas
Negara Hukum, asas demokrasi dan asas instrumental. Dengan asas demokrasi
tidaklah sekedar adanya badan perwakilan rakyat. Disamping badan perwakilan
rakyat, asas keterbukaan dan lembaga peran serta masyarakat(inspraak) dalam
pengambilan keputusan sangat penting artinya. Asas instrumental berkaitan
dengan hakekat Hukum Administrasi sebagai instrument.
Parajudi Atmosudirdjo membagi HAN dalam dua bagian:
- HAN Heteronom :Bersumber pada UUD, Tap MPR dan UU.
- HAN Otonomi :Ialah Hukum operasional yang diciptaka

196
Pemerintah dan Administrasi Negara.

Letak/ Kedudukan Hukum Administrasi Dalam Lapangan Hukum


Hukum Administrasi materiil terletak diantara Hukum prifat dan Hukum pidana,
karena itu disebut juga Hukum antara sifat dan letak Hukum Administrasi yang
demikian dapat digambarkan dalam skema di bawah ini :
1. Hukum Konstitusi/ HTN
2. Hukum Perdata Formil
3. Hukum Perdata Materiil
4. Hukum Administrasi Formil
5. Hukum Administrasi Materiil
6. Hukum Pidana Formil
7. Hukum Pidana Materiil

Hubungan HAN Dengan Cabang Hukum Lainnya

A. Hubungan HAN Dengan HTN


a. Van Hollenhoven : Badan Pemerintah tanpa aturan Hukum Tata Negara akan
lumpuh, oleh karena badan ini mempunyai wewenang apapun atau wewenangnya
tidak berketentuan dan Badan
Pemerintah tanpa Hukum Administrasi Negara akan bebas sepenuhnya. Oleh
karena badan dapat menjalankan wewenangnya menurut kehendaknya sendiri.
b. J.B.J.M. Ten Berger : adalah sebagai perpanjangan dari HTN atau Hukum
sekunder dari HTN.
c. Bacsan Mustafa : HTN dan HAN itu merupakan dua jenis Hukum yang dapat
dibedakan akan tetapi tidak dapat dipisahkan yang satu dengan yang lain.
d. W.F. Prins : tidak mungkin untuk menarik batas yang tegas antara dua jenis
Hukum ini.
e. Kranemburg : bahwa kita tidak mungkin mempelajari Hukum Administrasi tanpa
didahului dengan pelajaran HTN. Hubungan semacam ini agaknya sama seperti
yang terjadi pada Hukum
dagang dan Hukum Perdata.

197
Landasan Hukum Administrasi Negara
Landasan Hukum Administrasi Negara terbagi tiga sebagai berikut :
a. Negara Hukum
- Asas legalitas dalam Pelaksanaan Pemerintah
- HAM
- Pembagian Kekuasaan
- Pengawasan Pengadilan
b. Demokrasi
- Badan Perwakilan Rakyat
- Asas Keterbukaan
- Peran Serta Masyarakat
c. Karakteristik Ajaran Instrumental

Fungsi Hukum Administrasi Negara


Dua konsep yang menjadi rujukan yaitu :
1. P. De Haar ct Dalam bukunya bestUUrecht in de Sociale
Rechtstaat (1986) memaparkan tiga fungsi Hukum Administrasi yaitu :
a. Fungsi Normatif Meliputi Organisasi dan instrument Pemerintah
b. Fungsi Instrumental aktif dalam bentuk kewenangan, berupa beleid.
c. c. Fungsi Jaminan jaminan Pemerintah menyangkut keterbukaan,
berbagai mekanisme control, perlindungan Hukum dang anti kerugian.

2. J. Van Der Hoven Dalam bukunya De Drie Dimensies Van Het


BestUUrsrecht (1989) memaparkan tiga sisi Hukum Administrasi yaitu :
a. Yaitu Hukum tentang kekuasaan Pemerintahan
b. De Organizatie en instrumentarium.
c. De rechtsposotie vander burger regenover het bestuur

II. SUMBER-SUMBER HAN (Hukum Administrasi Negara)


Pengertian Sumber Hukum

198
Secara sederhana Sumber Hukum adalah : segala sesuatu yang dapat menimbulkan
aturan Hukum dan tempat dutemukannya aturan-aturan Hukum.
Menurut Soedikno Martokusumo, kata sumber Hukum sering digunakan
dalam beberapa arti yaitu :
a. Sebagai asas Hukum, sebagai sesutau yang merupakan permulaan Hukum,
misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan sebagainya.
b. menunjukkan Hukum terdahulu yang memberi bahan-bahan pada
Hukum yang sekarang berlaku, seperti Hukum Prancis, Hukum Romawi.
c. sebagai sumber berlakunya, yang memberi kekuatan berlaku secara formal
kepada peraturan Hukum (Penguasa, masyarakat)
d. sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal Hukum, misalnya dokumen, UU
Lontar, batu tertulis.
e. sebagai sumber terjadinya Hukum, sumber yang menimbulkan Hukum.

Macam-macam Sumber Hukum


Macam-macam sumber Hukum ini dapat di bagi menjadi dua :
a. Sumber Hukum Materiil Adalah factor-faktor yang ikut mempengaruhi isi dari
atura-aturan hukum. Factor tersebut adalah
b. Sumber Hukum Historis
Sumber Hukum ini mempunyai dua arti yaitu :
1. sebagai sumber pengenalan/ tempat menemukan Hukum pada saat tertentu
misalnya : UU, Putusan-putusan Hakim, tulisan-tulisan ahli Hukum dan tidak
tulisan yang bersifat Yuridis sepanjang membuat pemberitahuan mengenai
lembaga-lembaga Hukum
2. sebagai sumber dimana pembuat Undang-undang mengambil bahan dalam
membentuk peraturan Perundang-undangan misalkan, system-sistem Hukum pada
masa lalu yang pernah berlaku pada tempat tertentu seperti system Hukum Romawi,
system hukuk Perancis dan sebagainya.
c. Sumber Hukum Sosiologis Adalah factor-faktor social yang mempengaruhi isi
Hukum positif, artinya peraturan Hukum tertentu mencerminkan kenyataan yang
hidup dalam masyarakat.

199
d. Sumber Hukum Filosofis
Memiliki dua arti yaitu : Pertama : sebagai sumber Hukum untuk isi Hukum yang
adil.
Kedua : sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari Hukum.
e. Sumber Hukum Formal adalah berbagai bentuk aturan Hukum yang ada, sumber
Hukum ini terdiri dari :
1. Peraturan Perundang-undangan
Dalam keputusan Hukum, tidak semua peraturan dapat dikategorikan sebagai
peraturan Hukum, suatu peraturan adalah peraturan Hukum bilamana peraturan itu
mengikat setiap orang dank arena itu ketaatannya dapat dipaksakan oleh Hakim.
Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU
No. 5/1986 Peraturan Perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat
mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan
Rakyat bersama Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun Daerah, serta
semua keputusan Badan atau Pejabat TUN baik ditingkat pusat maupun
Daerah yang juga mengikat umum.
2. Konvensi/ Praktek Administrasi Negara atau Hukum Tidak
Tertulis
Meskipun Undang-undang dianggap sebagai sumber Hukum Administrasi
Negara yang paling penting, namun Undang-undang sebagai peraturan
tertulis mempunyai kelemahan.
3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah Peradilan akan tetapi dalam arti sempit yang
dimaksut dengan Yurisprudensi adalah ajaran Hukum yang tersusun dan
dalam radilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan Hukum.
Yurisprudensi juga diartikan sebagai himpunan putusan-putusan pengadilan
yang disusun sistematik.
4. Doktrin
Meskipun ajaran Hukum atau pendapat para sarjana Hukum tidak memiliki
kekuatan mengikat, namun pendapat sarjana Hukum ini begitu penting
bahkan dalam sejarah pernah terdapat ungkapan bahwa orang tidak boleh
menyimpang dari pendapat umum para ahli Hukum

200
Selanjutnya dalam perjalanannya, sumber Hukum Administrasi dalam arti
formal yaitu :

1. UUD 1945
2. Tap MPR
3. UU dan PERPU
4. PP
5. Kepres
6. Peraturan Menteri dan Surat Keputusan Menteri
7. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
8. Yurisprudensi
9. Hukum Tidak tertulis
10. Hukum Internasional
11. Keputusan Tata Usaha Negara
12. Doktrin

III. ORGANISASI ADMINISTRASI NEGARA


Pengertiaan Administrasi Negara
a. Organisasi adalah suatu jaringan sistematis dari bagian-bagian yang saling
ketergantungan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat dimana koordinasi dan
pengawasan dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
b. Organisasi Administrasi Negara adalah pola hubungan formal yang dibentuk
dengan peraturan Perundang-undangan dalam Pemerintahan. Hal ini berdasarkan
sifat dan beban kerja yang harus diselesaikan, sesuai dengan syarat-syarat efesiensi,
menjamin penggunaan yang efektif dari manusia dan material serta tanggung
jawabnya. Organisasi ini dibentuk berdasarkan suatu kewenangan tertentu yang
harus dilaksanakan, biasanya dilengkapi dengan bagan-bagan dan diagram yang
mengambarkan hubungan kerja.

Organisasi Pemerintah Pusat


Adalah Organ yang menjalankan urusan Pemerintahan di tingat pusat
- Presiden

201
- Wakil Presiden
- Menteri dan Departemen
a. Lembaga Pemerintah Non Departemen
o SAKORSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional)
o LAN (Lembaga Administrasi Negara)
o LSN (Lembaga Sandi Negara)
o BAPPENAS (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
o LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Negara)
o Arsip Nasional
o Dewan HANKAMNAS (Pertahanan Keamanan Nasional)
o BULOG (Badan Urusan Logistik)
o BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional)
o BIN (Badan Intelijen Negara)
o LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
o BPN (Badan Pertanahan Negara)
o BPS (Biro Pusat Statistik)

Organisasi Pemerintah Daerah

Wilayah NKRI dibagi dalam Daerah Propinsi dan Propinsi dibagi atas Kabupaten
dan Kora yang masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah. Daerah Propinsi
disamping sebagai memiliki status Daerah Otonom, juga berkedudukan sebagai
wilayah Administrasi. Sedangkan Daerah Kota dan Daerah Kabupaten sepenuhnya
berkedudukan sebagai Daerah Otonom.
o Daerah Otonom adalah : Daerah kesatuan masyarakat Hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sisten Negara kesatuan R.I. (UU No.32/2004)
o Penyelenggaraan Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah dan
DPRD (Pasal 1 ayat 2 UU No.32/2004)
o Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah dan perangkat Daerah (Pasal 3 ayat
2 UU 32/2004)

202
o Dalam menyelenggarakan Pemerintahan, Pemerintah menggunakan Asas
Desentralisasi, tugas pembantuan dan Dekonsentrasi sesuai dengan peraturan
Perundang-undangan (Pasal 20 ayat 2 UU 32/2004)
o Desentralisasi adalah : penyerahan wewenang Pemerintah oleh Pemerintah
kepada Daerah Otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dalam
sisti Negara kesatuan R.I (Pasal 7 ayat 7)
o Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan atau
desa dari Pemerintah Propinsi kepada Kabupaten/Kota/desa serta dari Pemerintah
Kabupaten/ Kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu (Pasal 1 ayat 9)
o Demokrasi adalah pelimpahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada
Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada isntansi di wilayah tertentu
(Pasal 1 ayat 8)
o Otonomi Daerah adalah hak, kewenangan dan kewajiban Daerah Otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kegiatan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. (Pasal 1 ayat 5)
o Daerah Otonom/ Daerah adalah kesatuan masyarakat Hukum yang mempunyai
batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam system Negara Republik Indonesia (Pasal 1 Ayat 6 UU No.
32/2004)
o Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah
menggunakan Asas Otonomi dan tugas Pembantuan. (Pasal 20 ayat 3 UU
No.32/2004)
o Asas Demokrasi hanya diterapkan di Daerah-daerah Propinsi yang dan
Kabupaten/Kota yang belum siap atau belum sepenuhnya melaksanakan prinsip
Otonomi sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Dasar.

Kewenangan Pemerintah
A. Asas Legalitas
1. Asas Legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan

203
sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan Pemerintahan dan
kenegaraan di setiap Negara Hukum.
2. Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan Negara Hukum dan
gagasan Negara demokrasi.

a. Gagasan Demokrasi : menuntut agar setiap bentuk Undang-


undang dan berbagai keputusan menuntut persetujuan dari
wakil rakyat dan sebanyak mungkin memperhatikan kepentingan rakyat.
b. Gagasan Negara Hukum : menuntut agat penyelenggaraan

kenegaraan dan Pemerintahan harus didasarkan pada Undang-


undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak dasarrakyat.

3. Asas Legalitas menjadi dasar legitimasi tindakan Pemerintahan dan


jaminan perlindungan dari hak-hak rakyat.
B. Wewenang Pemerintahan
1. Penyelenggaraan kenegaraan dan Pemerintahan harus

memiliki legitimasi kewenangan yang diberikan oleh Undang-


undang.

2. Sumber wewenang bagi Pemerintah adalah peraturan Perundang-


undangan.

Cara Memperoleh Wewenang Pemerintahan melalui 3 cara yaitu :

1. Atribusi : Pemberi Wewenang Pemerintah Oleh pembuat Undang-


undang kepada Organ Pemerintahan.

2. Delegasi : Pelimpahan wewenang Pemerintahan dari satu Organ


Pemerintahan kepada Organ Pemerintahan Kepada Organ
pemeritnahan lainnya.

204
3. Mandat : Terjadi ketika Organ Pemerintahan mengizinkan
kewenangannya dijalankan oleh Organ lain atas namanya.

IV. ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (AUPB)


(Algemene Beginselen Van Behoorlijk Bestuur)
Pengertian AUPB
Berdasarkan Penelitiannya, Jazim Hamidi menemukan pengertian AUPB
sebagai berikut :
a. AUPB merupakan nilai-nilai etik yang hidup dan berkembang dalam
lingkungan Hukum Administrasi Negara.
b. AUPB berfungsi sebagai pegangan bagi pejabat Administrasi Negara
dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi Hakim
Administrasi menilai tindakan Administrasi Negara, dan sebagai dasar
pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.
c. Sebagian besar AUPB masih merupakan asas-asas yang tidak tertulis,
masih abstrak, dan tidak digali dalam praktek kehidupan di masyarakat.
d. Sebagian asas yang lain sudah menjadi kaidah Hukum tertulis dan
terpencar dalam berbagai peraturan Hukum positif. Meskipun sebagian
asas itu berubah menjadi kaidah Hukum tertulis, namun sifatnya tetap
sebagai asas Hukum.

Hakekat AAUPB
- AAUPB Merupakan norma Pemerintah
- AAUPB Merupakan Hukum Tidak tertulis
- AAUPB berbeda dengan asas-asas umum
- AAUPB lahir dari praktek

Pengembangan AAUPB
Kekuasaan bebas (discrectionary bevoegheid) yang semula se akan-akan tidak
terjamah oleh rechtmatigheidstoetsing sudah lama ditingalkan. Criteria
Hukum yang digunakan untuk menilai segi kekuasaan bebas itu di Belanda.

205
Unsur-unsur semula di usulkan oleh G.J. Wiarda lima asas sbb
1. Asas
2. Asas Kecermatan
3. Asas sasaran yang tepat
4. Asas keseimbangan
5. Asas kepastian Hukum.
Sistematisasi AAUPB dikutip oleh Indroharto dalam bukunya berjudul Usaha
Memahami UU tentang PTUN hal . 307-312 asas tersebut dikelompokkan
menjadi :
a. Asas formal mengenai pembentukan keputusan yang meliputi
kecermatan formal, asas fairplay
b. Asas-asas formal mengenai dormulasi keputusan yang meliputi :
- Asas pertimbangan
- Asas kepastian Hukum formal
c. Asas material mengenai keputusan yang meliputi :
- Asas kepastian Hukum material
- Asas kepercayaan atau harapan-harapan yang telah ditimbulkan
- Asas persamaan
- Asas kecermatan material
- Asas keseimbangan
Penyelenggaraan Pemerintah berpedoman pada asas umum
penyelenggaraan Negara yang terdiri atas :
a. Asas Kepastian Hukum
b. Asas tetib peyelenggaraan Negara
c. Asas kepentingan umum
d. Asas keterbukaan
e. Asas proporsionalitas
f. Asas akuntabilitas
g. Asas efesiensi
h. Asas efektifitas
(Pasal 20 Ayat 1 UU No. 32/2004)

206
Governance
Merupakan proses penyelenggaraan negara dalam melaksanakan penyediaan
barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas

Karakteristik good governance menurut UNDP


 Partisipasi merupakan berperan aktif melalui penyusunan kebijakan-
kebijakan negara serta penyelenggaraan pemilu yang luber dan jurdil
 Rule of law merupakan kerangka hukum yang dilaksanakan secara adil dan
tanpa pandang bulu
 Transparansi merupakan penyampaian dalam penyelenggaran pemerintah
dalam sosialisasinya
 Responsiveness merupakan Lembaga negara yang harus selalu melayani
kebutuhan masyarakat untuk mengambil alternatif yang lebih baik
 Efectiveness and efficiency merupakan penggunaan sumber-sumber yang
ada secara bijak
 Akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban mengenai keuangan negara
( arti sempit
) serta kinerja dan hal-hal yang lain yang harus dilaksanakan ( arti luas ),
melingkupi pelayanan publik yang professional serta kepuasan masyarakat
terhadap layanan public tersebut.
 Keterbukaan merupakan kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan
tanggapan dan kritik kepada pemerintah yang dinilainya tidak transparan
pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang transparan dalam
memberikan data sebagai bahan bagi masyarakat untuk melakukan
penilaian

V. TINDAKAN PEMERINTAHAN
Definisi dan Pengertian Tindakan Pemerintahan
Tindakan Pemerintahan adalah pemeliharaan kepentingan Negara dan rakyat secara
spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendahan “Prinsip Herarkhi”
(pendapat Van Vollenhoven). Pendapat Romeyn, tindak Pangreh adalah tiap
tindakan/ perbuatan daripada satu alat perlengkapan Pemerintahan, juga diluar

207
lapangan Hukum Tata Pemerintahan, misalnya keamanan, peradilan, yang
bermaksut menimbulkan akibat Hukum di bidang Hukum Administrasi.

Pembatasan dan Cara Bertindak Pemerintah


Pembatasan : tindak Pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan peraturan
Perundang-undangan atau kepentingan umum antara lain :
1. Tidak boleh melawan Hukum baik formil maupun materiil, dalam arti
luas.
2. Tidak boleh melampaui atau menyelewengkan kewenangan menurut
Undang-undang.
Cara Bertindak : cara bertindak alat Pemerintahan harus berdasarkan kebijaksanaan
pada umumnya atau dengan mengingat asas “freies ermenssen” tidak perlu
mendasari secara ketat, norma-norma undang-undang seperti Hakim (peradilan),
akan tetapi harus cepat segera bertindak menurut keperluan, untuk mengatasi situasi
mendadak dan sebagainya, asal bijaksana dan tidak melampaui batas kewenangan
dan Hukum.

Macam-macam Tindakan Pemerintahan


Pemerintah atau Negara adalah sebagai subyek Hukum, sebagai pendukung
hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Sebagai subyek Hukum Permerintah
sebagaimana seperti subyek Hukum lainnya melakukan berbagai tindakan, baik
tindakan nyata maupun tindakan Hukum tidak nyata/ materiil adalah tindakan yang
tidak ada relevansinya dengan Hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan
akibat Hukum.
Pemerintah atau Administrasi Negara adalah subyek Hukum yang mewakili
dua institusi yaitu Jabatan Pemerintahan dan Badan Hukum Pemerintahan/ Badan
Hukum Publik, sehingga tindakan Hukum yang dilakukan Pemerintah dalam
menjalankan fungsi Pemerintahan dapat dibedakan dalam tindakan Hukum publik
dan tindakan Hukum privat. Tindakan Hukum Publik Adalah tindakan Hukum yang
dilakukan itu yang didasarkan atas Hukum publik. Sedangkan tindakan Hukum

208
Perdata berarti tindakan Hukum yang dilakukan tersebut yang didasarkan pada
ketentuan Hukum Perdata. Secara teoritis cara untuk menentukan apakah tindakan
Pemerintahan itu diatur oleh Hukum publik atau Hukum Perdata adalah dengan
melihat kedudukan pemeritah dalam menjalankan tindakan tersebut. Jika
Pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai Pemerintah, maka hanya Hukum
publiklah yang berlaku, dan jika Pemerintah bertindak tidak dalam kualitas
Pemerintah, maka Hukum privatlah yang berlaku.
Tindakan Hukum publik yang dilakukan Pemerintah dalam menjalankan
Pemerintahannya, dapat dibedakan tindakan Hukum publik yang bersifat sepihak
dan tindakan banyak pihak. Peraturan bersama antar Kabupaten atau antar
Kabupaten dengan Propinsi adalah contoh tindakan Hukum publik beberapa pihak.
Ada beberapa contoh seperti pada ijin usaha pertambangan tidak dapat
dikatakan bahwa pihak yang bersangkutan berkesempatan untuk terlebih dahulu
menyatakan persetujuannya, sebab ijin pegusahaan pertambangan dan konsesi
pertambangan tersebut terjadinya justru keputusan Pemerintah, yang sifatnya
sepihak dan berlaku seketika.

Syarat Keabsahan Tindakan Pemerintahan


Syarat keabsahan tindakan Pemerintah dapat di bagi sebagai berikut:

1. Perbuatan tersebut harus berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.


2. Perbuatan tersebut dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya
sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan Pemerintah.
3. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi Pemerintah.
4. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat
Hukum di bidang Hukum Administrasi.
5. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaankepentingan
Negara dan rakyat.
5.5. Perbuatan Melanggar Hukum Oleh Pemerintahan Secara konseptual ruang
lingkup tanggung gugat Pemerintah dibagi menjadi dua :
1. Tanggung gugat bidang Hukum Perdata dalam bentuk perbuatan melanggar
Hukum oleh penguasa melalui peradilan umum.

209
2. Tanggung gugat bidang Hukum Administrasi khusus tentang KTUN melalui
peradilan TUN.

VI. INSTRUMEN PEMERINTAHAN


Pengertian Instrumen Pemerintahan
Instrument Pemerintah adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan
Pemerintah atau Administrasi Negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya, baik
menggunakan sarana yang terhimpun dalam publik domein/ kepunyaan publik
maupun menggunakan sarana Yuridis.

Macam-macam Instrumen Pemerintahan


Macam-macam Intrumen Pemerintahan sebagai berikut :
1. Sarana yang terhimpun dalam publik domein, misalnya : alat tulis menulis,
sarana transportasi, gedung-gedung perkantoran, dll.
2. sarana/ instrument Yuridis
1) Peraturan Perundangan-undangan

Peraturan adalah merupakan Hukum yang sifatnya mengikat umum (berlaku


umum) dan tugasnya mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). Secara
teoritik istilah Perundang-undangan mempunyai dua pengertian sebagai berikut :

1) Perundang-undangan merupakan proses pembentukan peraturan-peraturan


Negara, baik ditingkat pusat maupun ditingkat Daerah.
2) Perundang-undangan adalah segala peraturan Negara yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
Daerah.

2) Peraturan Kebijaksanaan

Pelaksanaan Pemerintah sehari-hari menunjukkan, badan atau pejabat Tata


Usaha Negara acap kali menempuh berbagai langkah kebijaksanaan tertentu, antara
lain menciptakan apa yang kini sering dinamakan peraturan kebijaksanaan. Produk

210
semacam peraturan kebijaksanaan tidak terlepas kaitan penggunaan freies
ermessen. Karena itu sebelum menjelaskan peraturan kebijaksanaan terlebih dahulu
dikemukakan mengenai “freies ermessen”
Freies ermessen berasal dari kata Freies artinya bebas, lepas, tidak terkait,
dan merdeka. Sedangkan ermessen mempertimbangkan, menilai, menduga, dan
memperkirakan. Jadi Freies ermessen adalah orang yang memiliki kebabasan untuk
menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu, istilah ini secara khas
digunakan Pemerintah. Sehingga Freies ermessen diartikan juga sebagai salah satu
sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau Badan Administrasi Negara
untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada Undang-undang
Didalam praktek penyelenggaraan
Pemerintahan, Freies ermessen dilakukan oleh aparat Pemerintah atau
Administrasi Negara dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Belum ada peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian
in konkrito terhadap suatu masalah tertentu, padahal masalah tersebut menuntut
penyelesaian segera. Misalnya dalam menghadapi bencana alam, atau wabah
penyakit menular.
b. Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat apparat Pemerintah
memberikan kebebasan sepenuhnya, missal dalam pemberian ijin berdasarkan
pasal 1 HO, setiap pemberi ijin bebas untuk menafsirkan pengertian
“menimbulkan keadaan bahaya” sesuai dengan situasi dan kondisi daerah
masing-masing.
c. Adanya delegasi Undang-undang, maksudnya aparat Pemerintah diberi
kekuasaan untuk mengatur sendiri, yang sebenarnya kekuasaan ini merupakan
kekuasaan aparat yang lebih tinggi tingkatannya, missal dalam menggali
sumber-sumber keuangan daerah. Daerah bebas untuk mengelolahnya asalkan
sumber itu sumber yang sah.

3)Pengertian Peraturan Kebijaksanaan


Didalam penyelenggaraan tugas Administrasi Negara Pemerintah banyak
mengeluarkan kebijaksanaan yang dituangkandalam berbagai bentuk seperti:
Garis-garis Kebijaksanaan, peraturan-peraturan, pedoman-pedoman, petunjuk-

211
petunjuk, surat edaran, resolusi-resolusi, instruksi-instruksi, nota kebijaksanaan,
peraturan menteri, keputusan dan pengumuman. Secara praktis kewenangan
Diskresioner Administrasi Negara yang kemudian melahirkan peraturan,
kebijaksanaan, mengandung dua aspek pokok sebagai berikut :
a. Kebebasan menafsirkan ruang lingkup wewenang yang dirumuskan dalam
peraturan dasar wewenagnya, aspek pertama ini lazim dikenal dengan kebebasan
menilai yang bersifat obyektif.
b. Kebebasan untuk menentukan sendiri dengan cara bagaimana dan kapan
wewenang yang dimiliki Administrasi Negara itu dilaksanakan. Aspek kedua ini
dikenal dengan kebebasan menilai yang bersifat subyektif. Kewenangan bebas
untuk menafsirkan secara mandiri dari Pemerintah inilah yang melahirkan
peraturan kebijaksanaan.

4) Ciri-ciri Peraturan Kebijaksanaan


Bagir Manan menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijaksanaan sebagai berikut:

1. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan Perundang- undangan


2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan Perundang-undangan
tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.
3. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat di uji secara wetwatigheid karena memang
tidak ada dasar peraturan Perundang-undangan untuk membuat keputusan
peraturan kebijaksanaan tersebut.
4. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang Administrasi bersangkutan membuat peraturan Perundang-undangan.
5. Pengujian terhadap peraturan lebih diserahkan pada doelmatigheid dank arena
itu Bantu ujinya adalah asas-asas umum Pemerintahan yang layak.
6. dalam praktek diberikan format dalam berbagai bentuk dan jenis peraturan yaitu:
keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain bahkan dapat ditemui
dalam bentuk peraturan-peraturan.

212
Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan
Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dab berdaya guna
sebagai berikut :
1. Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana peraturan yang melengkapai
menyempurnakan dan mengisi kekurangan yang ada pada peraturan Perundang-
undangan.
2. Tepat guna dan berdaya guna sebagai sarana pengatur bagi keadaan vacuum
peraturan Perundang-undangan.
3. Tepat guna dan berdaya guna sebagai serasana pengaturan kepentingan yang
belum terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan
Perundang-undangan.
4. Tepat guna dan berdaya guna sarana pengaturan mengenai kondisi peraturan
Perundang-undangan yang sudah ketinggalan jaman.
5. Tepat guna dan berdaya guna kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi
Administrasi Negara di bidang Pemerintahan dan pembangunan yang bersifat cepat
berubah atau memerlukan pembaharuan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi.
6. Rencana-rencana
Rencana merupakan himpunan kebijaksanaan yang akan di tempuh pada masa yang
akan dating, akan tetapi ia bukan peraturan kebijaksanaan karena kewenangan
untuk membuatnya ditentukan oleh peraturan perundan-undangan atau didasarkan
pada wewenang Pemerintah yang jelas. Rencana memiliki sifat norma yang umum
abstrak, namun ia bukan peraturan Perundang-undangan, karena tidak semua
rencana itu mengikat umum dan tidak selalu mempunyai akibat Hukum langsung.
Rencana merupakan hasil penetapan oleh Organ Pemerintahan tertentu atau
dituangkan dalam bentuk ketetapan, tetapi ia bukan Beschikking karena
didalamnya memuat peraturan yang bersifat umum.

Perencanaan terbagi dalam tiga kategori sebagai berikut :


a. Perencanaan Informative yaitu rancangan estimasi mengenai perkembangan
masyarakat yang dituangkan dalam alternative-alternative kebijakan tertentu.
Rencana seperti ini tidak memiliki akibat Hukum bagi warga Negara.

213
b. Perencanaan Indikatif adalah rencana yang memuat kebijakan yang akan di
tempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan. Kebijakan
ini masih harus diterjemahkan ke dalam keputusan operasional atau normative.
Perencanaan seperti ini memiliki akibat Hukum yang tidak langsung.
c. Perencanaan Operasional atau Normative, merupakan rencana yang terdiri dari
persiapan, perjanjian, dan ketetapan, rencana Tata ruang kota, pembebasan tanah,
pemberian subsidi, dll.

7) Unsur-unsur Rencana

Dalam perspektif HAN, J.B.J.M. ten Berge menggunakan unsur rencana


sebagai berikut :
- Schriftelijke (tertulis)
- Keputusan atau tindakan terkandung pilihan
- Oleh Organ Pemerintahan
- Ditujukan pada waktu yang akan datang
- Unsur-unsur Rencana (sering kali berbentuk tindakan-tindakan atau
keputusan-keputusan).
- Memiliki sifat yang tidak sejenis, beragam.
- Sering kali secara programatis
- Untuk jangka waktu tertentu.
- Gambaran tertulis.

8) Perizinan

Pengertian Perizinan yaitu dispensasi, konsesi, dan lisensi. Dipensasi adalah


keputusan Administrasi Negara yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan
peraturan yang menolak perbuatan tersebut.

9) Unsur-unsur izin
- Instrumen Yuridis
- Peraturan Perundang-undangan

214
- Peristiwa kongkrit
- Prosedur dan persyaratan.

10) Tujuan dan Fungsi Perizinan


Secara Umum dapat disebutkan sebagai berikut :
- Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas tertentu (misalkan
ijin bangunan)
- Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan)
- Keinginan melindungi obyek-obyek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada
monument-monumen)
- Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin menghuni didaerah padat
penduduk)
- Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas (izin berdasarkan
dimana pengurus harus memenuhi syarat tertentu)

11) Bentuk dan isi Izin


Izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis, sebagai ketetapan tertulis izin memuat hal-
hal sebagai berikut :
- Organ yang berwenang
- Yang dialamatkan
- Ketentuan, pembatasan, serta syarat-syarat.
- Pemberian alasan
- Pemberitahuan, tambahan.

VII. KEPUTUSAN/KETETAPAN TUN (Tata Usaha Negara)

Pengertian Ketetapan/ Keputusan


Ketetapan Tata usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana
Jerman “Otto Mayer” dengan istilah “verwaltungsakt”, istilah ini diperkenalkan di
negeri Belanda dengan nama “beschikking” di Indonesia istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh W.F. Prins istilah yang menerjemahkan “ketetapan” . Menurut

215
para sarjana terdapat beberapa perbedaan dalam mendefinisikan istilah ketetapan/
keputusan. Berikut definisi terserbut :
1. Ketetapan adalah pernyataan kehendak dari Organ Pemerintahan untuk
melaksanakan hal khusus, ditujukan untuk menciptakan hubungan Hukum
baru, menghapus serta meniadakan Hukum yang ada.
2. Ketetapan adalah suatu pernyataan kehendak yang disebabkan oleh surat
permohonan yang diajukan, atau setidak-tidaknya keinginan atau keperluan
yang dinyatakan.
3. Beschikking adalah keputusan tertulis dari Administrasi Negara yang
mempunyai akibat Hukum.
4. Beschikking adalah perbuatan Hukum publik bersegi satu (yang dilakukan
oleh alat Pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan istimewa).
Beschikking adalah suatu tindakan Hukum yang bersifat sepihak dalam
bidang Pemerintahan yang dilakukan oleh suatu Badan Pemerintah
berdasarkan wewenang yang luas biasa.
a. Definisi Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 1 (3) UU No. 5/1986.
Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan Hukum yang berdasarkan peraturan Perundang-
undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual dan final, yang
menimbulkan akibat Hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.
b. Rumusan Pasal 1 (3) tersebut diatas mengadung elemen utama sebagai berikut:
Pengertian Penetapan Tertulis cukup ada hitam di atas putih, karena menurut
penjelasan pasal tersebut dikatakan : “Form” tidak penting dan bahkan nota atau
memo saja sudah memenuhi syarat sebagai penetapan tertulis. Pengertian
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dirumuskan dalam Pasal 1 angka 2 pada
dasarnya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara melakukan urusan Pemerintah.
Konkrit dan Individual keputusan Tata Usaha Negara haruslah tidak bersifat
Umum melainkan harus konkrit dan individual. Final artinya keputusan Tata
Usaha Negara tidak bersifat sementara akan tetapi sudah final. Menimbulkan
akibat Hukum bagi
c. seorang atau Badan Hukum Perdata membawa konsekwensi bahwa Penggugat
haruslah seseorang atau Badan Hukum Perdata (Pasal 53 angka 1 UU No.

216
9/2004) Pengecualian dari Pengertian KTUN adalah ketentuan Pasal 2 UU No.
5/1986 yaitu :
- KTUN yang merupakan perbuatan Hukum Perdata
- KTUN yang merupakan pengaturan yang bersifat umum
- KTUN yang masih memerlukan persetujuan
- KTUN yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan KUH Pidana atau KUHAP dan
Peraturan Perundang-undangan lain yang bersifat Pidana
- KTUN yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan Badan Peradilan
berdasarkan ketentuan Undang-undang yang berlaku.
- KTUN Mengenai Tata Usaha ABRI
- Keputusan Panitia Pemilihan Umum, baik di pusat maupun daerah mengenai hasil
pemilu.

Macam-macam KTUN
a. E. Utrecht Membedakan Ketetapan atas :
1. Ketetapan positif dn ketetapan negative
2. Ketetapan deklalatur dan konstitutif (menciptakan keadaan Hukum)
3. Ketetapan kilat dan tetap
4. Dispensasi, izin (vurgunning) lisensi (sifatnya mencari keuntungan)
dan konsesi.
b. P. De Haan, Cs membagi ketetapan atas :
1. Ketetapan perseorangan dan ketetapan kebendaan (keputusan
diberikan atas dasar kualitas)
2. Ketetapan Deklaratif dan ketetapan konsumtif
3. Ketetapan terikat dan ketetapan bebas.
4. Ketetapan menguntungkan dan memberi beban.
5. ketetapan kilat dan ketetapan langeng
6. Ketetapan Lisan

Macam-macam KTUN
Agar suatu keputusan dinyatakan sebagai keputusan yang syah harus memenuhi
syarat tententu antara lain :

217
a. keputusan harus dibuat oleh Organ atau badan atau pejabat yang berwenang
membuatnya.
b. harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan yang menjadi dasarnya dan harus
menurut prosedur pembuatnya.
c. Suatu putusan harus memenuhi syarat formal, contoh : prosedur cata
pembuatannya, bentuk keputusan, pemberitahuan kepada yang bersangkutan. (
Pasal 53 UU No. 5/1986)
d. Keputusan tidak boleh memuat kekuranga-kekurangan yuridis
e. Isi dan tujuannya harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat Materiil terdiri dari :
1. Organ Pemerintah yang membuat ketetapan harus berwenang
2. Karena ketetapan suatu pernyataan kehendak, maka ketetapan tidak boleh
mengandung kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan atau suap dan
kesesatan.
3. Ketetapan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu.
4. Ketetapan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peraturan lain serta isi
dan tujuan ketetapan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
Syarat-syarat Formil terdiri dari :
1. Syarat yang ditentukan berhubungan dengan persiapan dibuatnya ketetapan dan
berhubung dengan cara dibuatnya tetapi harus dipenuhi;
2. Ketetapan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan Undang-
undang yang menjadi dasar dikeluarkannya ketetapan itu.
3. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan ketetapan itu harus dipenuhi.
4. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan
dibuatnya dan di umumkannya ketetapan itu harus diperhatikan.

VIII. PENEGAKAN HAN


Pengertian Penegakan HAN
Penegakan Hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi
kenyataan (Soetjipto Rahardjo). Dalam arti lain penegakan Hukum

218
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah- kaidah/
pandangan-pandangan nilai yang mantap dan mengejawantah dan

sikap tidak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahab akhir untuk menciptakan.
Memelihara dan mempertahankan perdamaian hidup, secara konkrit adalah
berlakunya Hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya patut ditaati
(Soerdjono Soekanto)

Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerdjono Soekanto ada lima factor yang mempengaruhi penegakan
Hukum, sebagai berikut :
1. Faktor Hukumnya sendiri
2. Faktor penegak Hukum
3. Faktor sarana/ fasilitas yang mendukung penegakan Hukum
4. Faktor masyarakat
5. Faktor kebudayaan.

Sarana/ Instrumen Penegakan HAN


Menurut P. Nicolai, dkk. Pengawasan bahwa Organ Pemerintahan dapat
melaksanakan ketaatan pada atau berdasarkan Undang-undang yang ditetapkan
secara tertulis dan pengawasan terhadap keputusan yang meletakan kewajiban
kepada individu. Kata lain Penerapan kewenangan sanksi Pemerintahan.
Menurut Ten Berge Instrumen penegakan HAN meliputi : Pengawasan
dan penegakan sanksi, pengawasan merupakan langkah preventif untuk
melaksanakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif
untuk memaksakan kepatuhan.

Saksi Dalam HAN


Sanksi dalam HAN adalah alat kekuasaan yang bersifat Hukum publik yang
dapat digunakan oleh Pemerintah segingga reaksi atas ketidak patuhan
terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma Hukum Administrasi Negara
Macam-macam Sanksi dalam HAN :

219
1) Paksaan Pemerintah
2) Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan(izin, subsidi,
pembayaran dll)
3) Pengenaan uang paksa oleh Pemerintah
4) Pengenaan denda Administratif

IX.Pengawasan Pemerintah
Pengawasan pemerintah merupakan salah satu unsur penting dari fungsi
manajemen, yaitu, meliputi, fungsi perencanan, pengorganisasian, dan
pelaksanaan.

Tujuan pengawasan merupakan untuk menjaga agar jalannya pemerintahansesuai


dengan UU terutama UU APBN (pusat) dan UU APBD (daerah) dan juga untuk
melindungi HAM, contoh konkretnya seperti proses penggusuran untuk
pembangunan jalan tol dengan memberikan kompensasi ganti untung kepada tanah
yang sudah ada pemiliknya

Definisi Pengawasan menurut Siagian, M.P.A


“Proses pengamatan dari pelaksanan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin
agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.”

Landasan pengawasan merupakan perencanaan sehingga pengawas harus


mengetahui dan memahami secara persis dan detail mengenai perencanaannya.

Pengawasan dibedakan menjadi dua:


1. Pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung
2. Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawas
fungsional
Pengawasan yudikatif (dari peradilan) dan bersifat represif karena baru
berlaku setelah adanya pelanggaran oleh pemerintah baik itu administrative
perdata maupun pidana

220
Hukum Islam

221
Hukum Islam

1. Dasar, syarat dan rukun perkawinan dalam Islam

Dasar Hukum :

· Pasal 2 Ayat 1 dan 2 UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan “Perkawinan


adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu. Tiap – tiap perkawinan dicatat menurut peraturan – peraturan,
perundang-undangan yang berlaku”

· Kompilasi Hukum Islam Pasal 2, 3 dan BAB IV Tentang Rukun dan Syarat
Perkawinan “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad
yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”

Syarat :

Perkawinan tidak boleh bertentangan dengan larangan perkawinan dalam al-Qur’an


:

· Q.S. al-Baqarah (2) : 221 tentang larangan perkawinan karena perbedaan agama,

· Q.S. an-Nisaa (4) : 22, 23, 24 tentang larangan perkawinan karena hubungan
darah, semenda dan saudara sesusuan.

Rukun :

· Calon Suami

· Calon Isteri

· Wali Nikah

· Dua Orang Saksi

· Ijab dan Qabul

222
2. Syarat khusus dalam perkawinan Islam

Untuk Suami :

• Calon suami beragama Islam

• Terang ( jelas ) bahwa calon suami itu betul laki-laki (bukan banci)

• Orangnya diketahui dan tertentu/jelas

• Calon laki-laki itu jelas halal dikawin dengan calon istri

• Calon laki-laki tahu/kenal pada calon istri serta tahu betul calon istri halal
baginya (bukan mahram)

• Calon suami rela /setuju untuk melakukan perkawinan itu ( UU RI No. 1


Tahun 1974 pasal 6 Ayat 1) –tidak ada paksaan.

• Tidak sedang melakukan ihram

• Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri

• Tidak sedang mempunyai istri empat. (UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasal 3
Ayat (1) )

Untuk Isteri :

• Beragama Islam.

• Terang bahwa ia wanita (bukan banci)

• Terentu/jelas orangnya

• Halal bagi calon suami / bukan muhram (UU RI No. 1 Tahun 1994 Pasal 8)

• Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam iddah

• Tidak dipaksa/ikhtiyar (UU RI No. 1 Tahun 1974 Pasal 6 Ayat 1)

• Tidak dalam ihram haji atau umrah

Untuk Wali Nikah :

223
· Muslim

· Aqil

· Baligh

· Tidak tuli, bisu, atau uzur (Ps 22 KHI)

· Laki-laki,

· Adil

· Tidak sedang ihram atau umroh.

Untuk Saksi Nikah :

· Saksi harus berjumlah paling kurang dua orang. Inilah pendapat


yang dipegang oleh jumhur ulama.

· Beragama islam.

· Orang yang merdeka.

· Laki-laki.

· Bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak
selalu melakukan dosa kecil dan tetap menjaga muruah (sopan sntun).

· Dapat mendengar dan melihat.

3. Peminangan, mahar dan perwalian dalam perkawinan Islam

Peminangan

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), peminangan adalah kegiatan upaya ke


arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita.
Dalam kitab Hasyiyah Rad al-Mukhtar (3/8), Imam Ibnu Abidin, ulama hanafiyah,
menyebutkan bahwa khitbah adalah sebuah permintaan untuk menikah. Menurut
Imam asy-Syaribini (1958), ulama syafi’iyah, khitbah adalah permintaan seorang
laki-laki untuk menikahi perempuan yang akan dipinang.

224
Dasar Hukum

َ ِ‫ضتُم بِِۦه ِم ۡن ِخ ۡطبَ ِة ٱلن‬


‫س ۤا ِء أَ ۡو أَ ۡكنَنت ُ ۡم فِ ۤی أَنفُ ِس ُك ۡم‬ ۡ ‫َو ََل ُجنَا َح َعلَ ۡی ُك ۡم فِی َما َع َّر‬

“Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran
atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati.”

(QS al-Baqarah [2]: 235)

‫اذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر إلى ما يدعوه إلى نكاحها فلیفعل‬

“Jika kalian meminang seorang perempuan, jika mampu melihat sesuatu yang dapat
membuat termotivasi menikahinya maka lakukanlah.”

(HR Abu Dawud)

Mahar

Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah


pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon
suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon
suaminya. Atau suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon
istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa.

Syarat Mahar

a. Harga berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga walaupun tidak
ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar, mahar sedikit, tapi bernilai tetap sah
disebut mahar.

b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan memberikan
khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga.

c. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang milik orang
lain tanpa seizinnya namun tidak termasuk untuk memilikinya karena berniat untuk
mengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak
sah, tetapi akadnya tetap sah

225
d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan memberikan
barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak disebutkan jenisnya.

Macam-macam Mahar/maskawin

Semua ulama’ telah sepakat bahwa membayar mahar itu adalah wajib. Sedangkan
macam-macam mahar dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Mahar Musamma dan
Mahar Mitsil.

a. Mahar Musamma

Mahar musamma merupakan mahar yang telah jelas dan ditetapkan bentuk dan
jumlahnya dalam shighat akad. Jenis mahar ini dibedakan lagi menjadi dua yaitu:

Pertama, Mahar Musamma Mu’ajjal, yakni mahar yang segera diberikan oleh calon
suami kepada calon isterinya. Menyegerakan pembayaran mahar termasuk perkara
yang sunnat dalam Islam.

Kedua, Mahar Musamma Ghair Mu’ajjal, yakni mahar yang telah ditetapkan bentuk
dan

jumlahnya, akan tetapi ditangguhkan pembayarannya.

Berkenaan dengan pembayaran mahar, maka wajib hukumnya apabila telah terjadi
dukhul. Ulama’ sepakat bahwa membayar mahar menjadi wajib apabila telah
berkhalwat (bersepi-sepian/berdua-duan) dan juga telah dukhul.

Perwalian

Orang yang diberi kekuasaan perwalian disebut wali, yang akan dibicarakan di sini
ialah yang berhubungan dengan perwalian orang dalam perkawinannya. Pernikahan
merupakan perbuatan yang mulia dan terhormat, karena pernikahan itu di samping
menjadi wadah untuk mengembangkan umat manusia, lebih jauh lagi pernikahan
itu merupakan suatu perbuatan yang mengandung nilai ibadah.

Dasar Hukum

“Dan apabila kamu menceraikan perempuan, kemudian telah habis masa iddahnya,
maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka (wanita-wanita yang di

226
bawah perwaliannya ) kawin dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat
kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan
kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian.
Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui”.(Al-Baqarah : 232 )

Kedudukan Perwalian

Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang mesti dan tidak sah
akad perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Wali itu ditempatkan sebagai
rukun dalam perkawinan menurut kesepakatan ulama secara prinsip. Dalam akad
perkawinan itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas
nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta
persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan tersebut.

4. Hak dan kewajiban suami istri, perceraian dan hak harta

Hak dan Kewajiban

dimaksud dengan hak di sini adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari
orang lain, sedangkan kewajiban adalah apa yangmesti dilakukan seseorang
terhadap orang lain. Kewajiban timbul karenahak yang melekat pada subyek
hukum. Sesudah pernikahan dilangsungkan, kedua belah pihak suami isteri harus
memahami hak dan kewajiban masing-masing. Hak bagi isteri menjadi kewajiban
bagi suami. Begitu pula, kewajiban suami menjadi hak bagi isteri. Suatu hak belum
pantas diterima sebelum kewajibandilaksanakan.

Hak isteri yang bersifat materi

1. .Mahar

Mahar menurut syara’ adalah sesuatu yang wajibsebab nikah atau bercampur atau
keluputan yang dilakukan secarapaksa seperti menyusui dan ralat para saksi.
Pemberian mahar dari suami kepada isteri adalah termasuk keadilan dan keagungan
hukum Islam.

227
2. Nafkah

Maksud dari nafkah dalam hal ini adalah penyediaankebutuhan isteri, seperti
pakaian, makanan, tempat tinggal dan lainsebagainya yang menjadi kebutuhan
isteri

Namun, untuk mendapatkan nafkah, terdapat syarat-syarat agar seorang isteri


bisa mendapatkan nafkah adalah sebagai berikut:

a) Akad pernikahan yang dilakukan adalah sah.

b) Isteri menyerahkan dirinya kepada suami.

c) Isteri memungkinkan suami untuk menikmatinya.

d) Isteri tidak menolak untuk berpindah ke tempat manapun yang di kehendaki


oleh suami.

e) Keduanya meiliki kemampuan untuk menikmati hubungan suami isteri.

hak isteri yang bersifat nonmateri

1. Mempergauli isteri dengan baik


Kewajiban pertama seorang suami kepada isterinya ialah memuliakan
dan mempergaulinya dengan dengan baik,menyediakan apa yang dapat
ia sediakan untuk isterinya yangakan dapat mengikat hatinya,
memperhatikan dan bersabar apabilaada yang tidak berkenan dihatinya.

2. Menjaga Istri
Suami juga wajib menjaga martabat dan kehormatan isterinya,
mencegah isterinya jangan sampai hina, dan jangan sampai isterinya
berkata jelek

Suami mempunyai beberapa hak yang menjadi kewajiban isteri terhadap


suaminya. Diantaranya adalah

1. Taat kepada suami. Rasulullah telah menganjurkan kaum wanita agar patuh
kepada suami ereka, karena hal tersebut dapat membawa maslahat dan

228
kebaikan. Rasulullah telah menjadikan ridha suami sebagai penyebab
masuk surga.
2. Tidak durhaka kepada suami
Rasulullah telah memberi peringatan kepada kaum wanitayang menyalahi
kepada suaminya dalam sabda beliau

ََ ‫ُةَأْ َرلم ِاتَتاَب‬:‫بََ نال ََلَق‬


ِ َِ ‫ىَّلَص‬ ‫َ َّملَس َو ِ ْهیَلَع ُ َّهلال‬:‫بََ ا ْنَع‬ َ ِ‫َلَق ُ ْهنَع ُ َّهلال َي‬
ِ ِ ‫ضر َة َْريَ ُره‬
‫صت َّتَّ ََ ح ُة َ ِكئَالَ ْمال ا َ ْهت َ َنعَل اَهِجْ َوز َشا َ ِرف ًة َِرج‬ ِ ‫ِة َيا َ ِور‬، ‫اَذِإا َ َهعِجْ َرت َتَّ ََ ح‬
ُ ‫ َِحب‬، ‫ِف ََو‬

Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “NabiSaw.,


bersabda : Apabila seorang wanita menghindari tempattidur suaminya pada
malam hari, maka para malaikatmelaknatnya hingga pagi hari”. Dalam
suatu riwayat yanglain disebutkan : “Sehingga dia kembali” (HR.
MuttafaqAlaihi)

Perceraian

Dalam fikih Islam, perceraian atau talak berarti “bercerai lawan dari
berkumpul”.Kemudian kata ini dijadikan istilah pengertian perceraian (talak)
sebagai berikut:

1. Sayyid Sabiq

Talak adalah melepaskan ikatan atau bubarnya hubungan perkawinan.

2. Abdur Rahman al-Jaziri

Talak secara istilah adalah melepaskan status pernikahan. Talak dalam pengertian
ini adalah hilangnya ikatan atau membatasi geraknya dengan kata-kata khusus,
sedangkan makna adalah hilangnya ikatan perkawinan sehingga tidak halal lagi
suamiistri bercampur.

3. al-Hamdani

Bercerai adalah lepasnya ikatan dan berakhirnya hubungan perkawinan.


Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat di pahami perceraian adalah
putusnya ikatan perkawinan antara suami-isteri dalam rangka membina rumah

229
tangga yang utuh, kekal dan abadi, sehingga antara keduanya tidak halal lagi
bergaul sebagaimana layaknya suami-isteri.

Perceraian berdasarkan pasal 114 KHI yaitu putusnya perkawinan yang disebabkan
karena perceraian dapat terjadi karena talak, atau berdasarkan gugatan perceraian,
namun lebih lanjut dalam pasal 116 KHI dijelaskan beberapa alasan atau alasan-
alasan perceraian yang akan diajukan kepada pengadilan untukdi proses dan
ditindak lanjuti. Adapun alasan-alasan tersebut adalah:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan
sebagainya yang sukar di sembuhkan.

b. Salah pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin
pihak laindan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.

c. Salah pihak mendapat hukuman penjara selama lima tahun atau hukuman yang
lebih berat selama perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiyayaan berat yang


membahaya kan pihak lain.

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami-isteri.

f. Antara suami-isteri terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

g. Suami melanggar ta’lik talak.

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan


dalam rumah tangga.

Adapun yang dimaksud talak pasal 117 Kompilasi Hukum Islam, talak adalah ikrar
suami dihadapan pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan.

Sedangkan yang dimaksud dengan perceraian adalah:

230
- Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada pengadilan agama,
yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat, kecuali meninggal
kan tempat kediaman bersama tanpa izin suami.

- Dalam hal gugat bertempat kediaman di luar negeri, ketua pengadilan agama mem
beritahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Republik
Indonesia setempat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perceraian dengan jalan talak


adalah permohonan cerai yang diajukan oleh suami, sedangkan gugatan perceraian
diajukan oleh pihak isteri atau kuasanya kepada pengadilan agama.

Adapun sebab-sebab perceraian adalah sebagaimana yang diterangkan dalam


hukum positif dimana terdapat beberapa sebab atau alasan yang dapat menimbulkan
perceraian, sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik
Indonesia nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Hak Harta

Konsep

“konsep harta” dalam rumah tangga Islam :

Bahwa harta merupakan tonggak kehidupan rumah tangga. Kewajiban suami yang
berkenaan dengan harta adalah sebagai berikut :

 Memberikan mahar kepada istri, dan


 Memberikan nafkah kepada istri dan anak.

Suami tidak boleh mengambil harta istri, kecuali dengan izin dan ridhonya,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 4.

Jika terjadi perceraian antara suami istri, maka ketentuannya sebagai berikut:

 Istri mendapat seluruh mahar jika ia telah melakukan hubungan suami istri
dengan suaminya atau salah satu diantara kedua suami istri tersebut
meninggal dunia dan mahar telah ditentukan.

231
 Istri mendapat setengah mahar jika dia belum melakukan hubungan suami
istri dengan suaminya dan mahar telah ditentukan.
 Istri mendapat mut’ah (uang pesangon) jika dia belum melakukan hubungan
suami istri dengan suaminya dan mahar belum ditentukan.

Status harta bersama dalam perkawinan adalah harta milik bersama suami-istri yang
diperoleh oleh mereka berdua selama di dalam perkawinan, seperti halnya jika
seseorang menghibahkan uang, atau sepeda motor, atau barang lain kepada suami
istri, atau harta benda yang dibeli oleh suami isteri dari uang mereka berdua, atau
tabungan dari gaji suami dan gaji istri yang dijadikan satu, itu semuanya bisa
dikatagorikan harta bersama. Pengertian tersebut sesuai dengan pengertian harta
bersama yang disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yaitu: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama”.

Namun, ada beberapa catatan bahwa harta merupakan mutlak milik istri dengan
klasifikasinya yakni :

 Harta yang dibeli dari gaji suami dan termasuk harta warisan
 Harta yang secara jelas diberikan oleh suami kepada istrinya
 Harta yang diperoleh istri.

Konsep Syirkah

Syirkah menurut etimologi adalah percampuran, sedang menurut terminologi


adalah jaminan hak terhadap sesuatu yang dialakukan oleh dua orang atau lebih
secara umum, atau bisa juga dikatakan akad yang menunjukkan hak terhadap
sesuatu yang dilakukan oleh dua orang atau lebih sesuai pandangan umum.

Syirkah adalah perkongsian antara dua orang terhadap harta mereka dengan diawali
k Pada asalnya hukum syirkah menurut Islam boleh. Sedang kebolehan melakukan
akad syirkah adalah tergantung dari macam-macam syirkah yang telah ditetapkan
para ulama. Menurut Sayyid Sabiq syirkah itu ada dua macam yakni syirkah amlak
dan syirkah uqud. Hal ini juga sama dengan pendapat ulama madzah Hanafiayah
syirkah ada dua yaitu syirkah amlak dan syirkah uqud.esepakatan tertentu sehingga
tidak ada yang dirugikan setelahnya.

232
Konsep Al-Maslahah Al-Mursalah dalam Ketetapan Harta Bersama

Maslahah yang mu’tabrah yaitu meliputi lima jaminan dasar :

 Keselamatan keyakinan agama


 Keselamatan pria
 Keselamatan akal
 Keselamatan keluarga dan keturunan
 Keselamatan harta benda

Teori al-maslahah al-mursalah sudah diakui dan dicetuskan oleh Imam Maliki.
Maka menurut beliau sebagaimana dikutip oleh Muhammad Muslehuddin
mensyaratkan al-maslahah wa mursalah ada 3 landasan hukum, yaitu :

 Bahwa persoalan yang dipertimbangkan haruslah sesuatu yang


menyinginggung persoalan-persoalan transaksi.
 Kepentingan tersebut harus sejalan dengan semangat Syari’ah
 Ketentuan tersebut harus bersifat daruri (esensial dan mendesak)

Al maslahah wa mursalah harus ada yang perlu diperhatikan dalam ketetapannya


sebagai penetapan hukum bersama yaitu :

 Kemaslahatan yang mu’tabaroh tidak bertentangan dengan semangat


syari’at
 Bukan Tahsini

Kemaslahatan yang lain adalah, mengurangi beban mantan istri agar setelah terjadi
perceraian tidak mendapat kesulitan dalam membiayai hidup sendiri atau anak yang
ikut kepadanya

Pembagian Harta Bersama

Di dalam Islam tidak ada aturan secara khusus bagaimana membagi harta harta
bersama. Islam hanya memberika rambu-rambu secara umum di dalam
menyelesaikan masalah harta bersama. Pembagian harta harta bersama tergantung
kepada kesepakatan suami dan istri. Kesepakatan ini di dalam Al Qur’an disebut

233
dengan istilah “Ash Shulhu “yaitu perjanjian untuk melakukan perdamaian antara
kedua belah pihak (suami istri) setelah mereka berselisih.

5. Perjanjian perkawinan, kawin hamil dan akibat hukumnya

Perjanjian Perkawinan (pra-nikah)

Pada dasarnya perjanjian pra-nikah adalah sebuah perjanjian yang dibuat oleh calon
mempelai sebelum mengadakan acara pernikahan untuk mengesahkan keduanya
sebagai pasangan suami istri. Perjanjian pra nikah bersifat mengikat dan berlaku
sejak pernikahan dilangsungkan yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan
finansial bagi kedua belah pihak apabila terjadi pertikaian dalam rumah tangga
yang berujung dengan perceraian, selain itu surat perjanjian pra nikah juga memiliki
peran penting untuk melindungi aset dan properti selama pernikahan jika terjadi
kebangkrutan atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.

Pembagian harta pada perjanjian perkawinan

Kompilasi Hukum Islam Pasal 47, yang membolehkan adanya perjanjian pra nikah
yang mana isinya dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta
pencaharian masing-masing sepanjang tidak bertentangan dengan Hukum Islam,
maka isi perjanjian itu diperbolehkan menetapkan kewenangan masingmasing
untuk mengadakan ketetapan hipotik atas harta bersama atau harta syarikat. Dan
pada Pasal 85 KHI dijelaskan bahwa pada dasarnya tidak ada 7 percampuran harta
suami dan harta istri dalam perkawinan, harta istri tetap menjadi hak istri dan
dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami.

Kawin Hamil :

Kawin hamil adalah kawin dengan seorang perempuan yang dihamili diluar nikah,
baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya maupun oleh laki-laki yang tidak
menghamilinya

Dasar Hukum Kawin Hamil :

Surat An-Nur ayat (3)

234
َ‫ان أ َ ْو ُم ْش ِركٌ َو ُح ِر َم َٰذَلِكَ َعلَى ْال ُمؤْ ِمنِین‬
ٍ َ‫الزانِیَةُ ََل يَ ْن ِك ُح َها إِ ََّل ز‬
َّ ‫الزانِي ََل يَ ْن ِك ُح إِ ََّل زَ انِیَةً أ َ ْو ُم ْش ِر َكةً َو‬
َّ

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas orang-orang yang mukmin.Dasar Hukum Kawin Hamil

Status Nasab Pada Anaknya

1. Jika yang dinikahi wanita tersebut bukan laki-laki yang menghamilinya, dan
janin dalam kandungan ibunya dalam perkawinan tersebut berusia 6 bulan lebih,
maka status anak tersebut, secara hukum dianggap sebagai anak (sah secara hukum)
dari suami ibunya. Namun jika usia janin kurang dari 6 bulan, maka hanya bernasab
kepada ibunya.

2. Jika yang menikahi wanita tersebut adalah anak laki-laki yang menghamilinya,
terjadi perbedaan pendapat yaitu:

a. Bayi itu termasuk anak zina, bila janin dalam kandungan kurang dari 6 bulan
masa pernikahan ibunya, maka secara hokum dan hakiki merupakan anak dari
ayahnya. Dengan demikian, jika masa janin kurang dari 6 bulan, maka secara
hokum, bukan anak dari ayahnya.

b. Bayi tersebut termasuk anak zina karena anak itu adalah anak di luar nikah
walaupun dilihat dari segi bahasa bahwa anak itu anak hasil dari sperma dan ovum
bapak dan ibunya.

Akibat Hukum

Menurut pendapat:

 Imam Hanafi, Maliki, Syafii dan Hanbali berpendapat bahwa perkawinan


keduanya sah dan boleh bercampur sebagai suami istri, dengan ketentuan
bila si laki-laki itu yang menghamilinya dan kemudian baru ia
mengawininya.
 Ibnu Hazm berpendapat bahwa keduanya boleh dikawinkan dan boleh
bercampur, dengan ketentuan bila telah bertaubat dan menjalani hukuman
dera(cambuk), karena keduanya telah berzina.

235
 Imam Abu Yusuf, mengatakan keduanya tidak boleh dikawinkan. Sebab
bila dikawinkan perkawinannya itu batal (fasid).

6. Masa iddah, nusyus dan rujuk dalam perkawinan Islam

Iddah

Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan
suaminya, baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya
meninggal dunia yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh
melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain. Sementara itu, hanya
perempuan yang memiliki rahim dan mengalami kehamilan, maka sangat logis
kalau iddah hanya berlaku bagi perempuan. Dalam hal ini, berarti iddah hanya
berhubungan dengan seks (jenis kelamin), bersifat kodrati, dan tidak bisa diubah.
Namun demikian, ada tujuan lain iddah, yaitu memberi kesempatan bagi masing-
masing pasangan untuk rekonsiliasi, serta bertujuan untuk bergabung bagi istri yang
ditinggal suami. Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah
mengadakan perceraian, masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban
antara keduanya.

Nusyuz

Pengertian Nusyuz

Secara bahasa (etimologi) nusyuz adalah masdar atau infinitive dari kata, -‫ص ٘اش‬
َ‫ َْشض‬ٝ -‫ شض‬yang mempunyai arti tanah yang terangkat tinggi ke atas.( ‫س اِ ا ٍرسرعاغ‬
‫ٍ )اب‬suatu yang terangkat ke atas dari bumi). Nusyuz dengan arti sesuatu yang
menonjol di dalam, atau dari suatu tempatnya. Dan jika konteksnya dikaitkan
dengan hubugan suami-isteri maka diartikan sebagai sikap isteri yang durhaka,
menentang dan membenci kepada suaminya.

Dasar Hukum Nusyuz

"Dari Muawiyah al-Qusyairiy berkata: aku pernah bertanya kepada Rasulullah,


"wahai Rasulullah, apakah hak istri kami?" Beliau menjawab, "memberinya makan
jika kamu makan, memberinya pakaian jika kamu berpakaian, tidak memukul

236
wajahnya, tidak mencaci maki, dan tidak mendiamkannya kecuali di dalam
rumah".(H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Nasa'i)

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) aturan mengenai prsoalan nusyuz


dipersempit hanya pada nusyuznya isteri saja serta akibat hukum yang
ditimbulkannya. Mengawali pembahasannya dalam persoalan nusyuz KHI
berangkat dari ketentuan awal tentang kewajiban bagi isteri, yaitu bahwa dalam
kehidupan rumah tangga kewajiban utama bagi seorang isteri ialah berbakti lahir
dan batin kepada suami dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam. Dan
isteri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajibankewajiban
sebagaimana dimaksud tersebut. Walaupun dalam masalah menentukan ada atau
tidak adanya nusyuz isteri tersebut menurut KHI harus didasarkan atas bukti yang
sah

Rujuk

Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara


penuh setelah terjadi thalak raj‟i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas
istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu. Rujuk ialah mengembalikan
istri yang telah dithalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Sedangkan
rujuk menurut para ulama madzhab adalah sebagai berikut:

1. Hanafiyah, rujuk adalah tetapnya hak milik suami dengan tanpa adanya
penggantian dalam masa iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan hilang
bila masa iddah.

2. Malikiyah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijatuhi talak, karena takut berbuat
dosa tanpa akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talak ba‟in, maka
harus dengan akad baru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan rujuk.

3. Syafi‟iyah, rujuk adalah kembalinya istri ke dalam ikatan pernikahan setelah


dijatuhi talak satu atau dua dalam masa iddah. Menurut golongan ini bahwa istri
diharamkan berhubungan dengan suaminya sebagaimana berhubungan dengan
orang lain, meskipun sumi berhak merujuknya dengan tanpa kerelaan. Oleh karena
itu rujuk menurut golongan syafi‟iyah adalah mengembalikan hubungan suami istri
kedalam ikatan pernikahan yang sempurna.

237
4. Hanabilah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijtuhi talak selain talak ba‟in
kepada suaminya dengan tanpa akad. Baik dengan perkataan atau perbuatan
(bersetubuh) dengan niat ataupun tidak.

Pada dasarnya para ulama madzhab sepakat, walaupun dengan redaksi yang
berbeda bahwa rujuk adalah kembalinya suami kepada istri yang dijatuhi talak satu
dan atau dua, dalam masa iddah dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa melihat
apakah istri mengetahui rujuk suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak,
dengan alasan bahwa istri selama masa iddah tetapi menjadi milik suami yang telah
menjatuhkan talak tersebut kepadanya.

Dasar Hukum

Q.S. (2) Al-Baqoroh ayat 228-229:

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru‟
tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya,
jika mereka beriman merujukinya dalam masa menanti itu. Jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma‟ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”.228 “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu oleh
rujuk lagi dengan cara yang ma‟ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum
Allah, maka janganlah kamu melanggarnya brangsiapa yang melanggar hukum-
hukum Allah mereka itula orang-orang yang zalim”.229

Rukun dan Syarat Rujuk

Di antara rukun dan syarat-syarat rujuk tersebut adalah sebagai berikut :

1. Istri,

238
keadaan istri disyaratkan sebagai berikut.

a. Sudah dicampuri, karena istri yang belum dicampuri apabila ditalak, terus
putus pertalian antara keduanya. Jika istri dicerai belum pernah dicampuri, maka
tidak sah rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.
b. Istri yang tertentu. Kalau suami menalak beberapa istrinya, kemudian ia
rujuk kepada salah seorang dari mereka dengan tidak ditentukan siapa yang
dirujukkan, rujuknya itu tidak sah.
c. Talaknya adalah talak raj‟i. jika ia ditalak dengan talak tebus atau talak tiga,
ia talak dapat dirujuk lagi. Kalau bercerainya dari istri secara fasakh atau khulu atau
cerai dengan istri yang ketiga kalinya, atau istri belum pernah dicampuri, maka
rujuknya tidak sah.
d. Rujuk itu terjadi sewaktu istri masih dalam iddah talaq raj‟i. lakilaki masih
mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya secara thalaq raj‟i,
selama masih berada dalam iddah. Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama
sekali dan dengan sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya.
2. Suami
Rujuk itu dilakukan oleh suami atas kehendak sendiri, artinya bukan,atau
laki-laki yang merujuk adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia
miliki dia menikahi istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang
merujuk mestilah seseorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan
sendirinya, yaitu telah dewasa dan sehat akalnya dan bertindak dengan
kesadarannya sendiri. Seseorang yang masih belum dewasa atau dalam
keadaan gila tidak ada rujuk yang dilakukan. Begitu pula bila rujuk itu
dilakukan atas paksaan dari orang lain, tidak sah rujuknya. Tentang sahnya
rujuk orang yang mabuk karena sengaja minum yang memabukan, ulama
beda pendapat sebagaimana beda pendapat dalam menetapkan sahnya akad
yang dilakukan oleh orang mabuk.
3. Saksi
Dalam hal ini Para ulama masih berbeda pendapat, apakah saksi itu wajib
menjadi rukun atau sunat. Sebagian mengatakan wajib, sedangkan yang lain
mengatakan tidak wajib, melainkan hanya sunat.
4. Ada ucapan rujuk yang diucapkan oleh laki-laki yang merujuk.

239
Rujuk dalam pandangan fiqh adalah tindakan sepihak dari suami. Tindakan
sepihak itu didasarkan kepada pandangan ulama fiqh bahwa rujuk itu
merupakan hak khusus seorang suami. Adanya hak khusus itu dipahami dari
firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 228. Oleh karena sifatnya yang
sepihak itu tidak diperlukan penerimaan dari pihak perempuan yang dirujuk,
atau walinya. Dengan begitu rujuk tidak dilakukan dalam bentuk suatu akad.
Untuk sahnya tindakan rujuk hanya diperlukan ucapan rujuk yang dilakukan
oleh orang yang merujuk. Dalam hal bolehnya rujuk itu dilakukan dengan
perbuatan Ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama termasuk Imam Syafi‟i
dan Imam Ahmad berpendapat, bahwa rujuk harus dilakukan dengan
ucapan dan tidak dapat dengan hanya perbuatan. Kecuali bila dia seorang
yang bisu, maka untuk itu rujuk dilakukan dengan isyarat yang dapat
dipahami.

5. Sighat (lafazh). Sighat ada dua, yaitu:


a. Terang-terangan, misalnya dikatakan ,” Saya kembali kepada istri saya,”
atau “saya rujuk kepadamu.”
b. Melalui sindiran, misalnya “Saya pegang engkau,” atau “menikahi
engkau,” dan sebagainya, yaitu dengan kalimat boleh dipakai untuk rujuk
atau lainnya. Sighat sebaiknya merupakan perkataan tunai, berarti tidak
digantungkan dengan sesuatu. Umpamanya dikatakan, “Saya kembali
kepadamu jika engkau suka,” atau “Kembali kepadamu kalau si Anu
datang.” Rujuk yang digantungkan dengan kalimat seperti itu tidak sah.
c. Dengan perbuatan: Ada ikhtilaf dikalangan ulama atas hukum rujuk
dengan perbuatan. Imam Syafi‟i berpendapat tidak sah, karena dalam ayat
di atas, Allah menyuruh agar rujuk tersebut dipersaksikan, sedangkan yang
dapat dipersaksikan hanya dengan sighat (perkataan). Perbuatan itu tidak
dapat dipersaksikan oleh orang lain. Akan tetapi menurut pendapat
kebanyakan ulama, rujuk dengan perbuatan itu sah (boleh). Mereka
beralasan kepada firman Allah SWT

7. Poligami dalam Islam dan akibat hukumnya

Pengertian dan Dasar Hukum Poligami

240
Poligami merupakan bentuk dari perkawinan, dimana perkawinan dilakukan oleh
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk sebuah keluarga,
sementara poligami merupakan perkawinan dimana seorang laki-laki bisa memiliki
istri lebih dari satu. Menurut KBBI, Poligami adalah sistem perkawinan yang
membolehkan seseorang mempunyai istri atau suami lebih dari satu orang. Maka
poligami artinya istri-istri masih menjadi tanggungan suami karena hubungan
sebagai suami-istri tetap lah sah dan tidak termasuk perceraian.

Indonesia sebenarnya menganut pernikahan monogami, namun


memberikan pengecualian kepada agama yang mempersilahkan umatnya untuk
melakukan poligami. Tapi dapat dilihat bahwa pengaturan dan pembatasan
poligami di Indonesia sangat ketat. Dapat dilihat dalam Pasal 3 ayat (1) UU
Perkawinan yang menjelaskan tentang asas monogami perkawinan nasional dan
Pasal 3 ayat (2) yang mengatur secara ketat perkawinan poligami

Alasan Poligami

Pada zaman Rasulullah sebenarnya orang-orang melakukan poligami untuk tujuan


suci dan memerdekakan janda serta yatim piatu. Memberikan mereka perlindungan
dari maraknya terjadi perang pada zaman dahulu kala dan memberikan sosok ayah
kepada anak yatim. Namun, zaman sekarang banyak yang menyalahgunakan
poligami untuk menyalurkan nafsu laki-laki kepada wanita lain dan bahkan banyak
yang hanya menikah siri dengan istri kedua dan seterusnya supaya mereka tidak
mendapatkan perlindungan hukum.

Syarat Pelaksanaan Poligami

Dalam Pasal 5 UU Perkawinan tercantum persyaratan pelaksanaan poligami, yaitu:

Ada persetujuan dari istri-istri

Suami dapat menjamin keperluan hidup anak dan istrinya

Ada jaminan bahwa suami akan berlaku adil kepada istri dan anaknya

241
Selain syarat di dalam Pasal 5 UU Perkawinan, poligami juga harus mengikuti
syariat islam, yaitu:

Mampu berlaku adil

Jumlah istri maksimal 4 orang

Mampu memberi nafkah lahir batin

Niat melakukan poligami untuk beribadah

Mampu menjaga kehormatan istri

d. Akibat Hukum Poligami

Apabila perkawinan poligami tersebut dilakukan di bawah tangan, maka


perkawinan tersebut hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut
hukum positif karena tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), sehingga
hak-hak keperdataannya tidak mempunyai kekuatan hukum, baik bagi wanita yang
dinikahi maupun bagi anak yang dilahirkannya kelak. Rumusan masalah terdiri dari
dua pokok permasalahan, pertama, apakah perkawinan poligami di bawah tangan
dibolehkan menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Kedua, apakah akibat
hukum perkawinan poligami di bawah tangan terhadap hak anak. Dampak dari
perkawinan poligami yang dilakukan di bawah tangan mengakibatkan sang anak
hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya saja.
Adapun saran dari penulis yaitu sebaiknya seorang laki-laki (suami) tidak
melakukan perkawinan poligami karena dapat menimbulkan dampak yang
merugikan baik terhadap isteri maupun terhadap anak yang dihasilkannya kelak.
Kalaupun suami melakukan perkawinan poligami, hendaknya harus sesuai dengan
prosedur yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu
Undang-undang Nonor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta Peraturan
Pelaksananya.

242
8. Perkawinan yang dilarang dalam Islam

Nikah Syighar

Laki-laki (A) yang menikahkan anak perempuannya (C) kepada laki-laki lain (B)
tanpa mahar. Dengan perjanjian (A) akan menikah dengan anak perempuan di
bawah perwalian (B) tanpa mahar juga. Anak perempuan yang dinikahkan oleh
walinya itu sama sekali tidak menerima dan merasakan mahar dari pernikahan
tersebut, padahal keadaan mahar semestinya untuk perempuan yang dinikahkannya
itu, bukan untuk wali yang menikahkannya.

Larangan pernikahan syighar ini tercantum di dalam HR. Muslim yang berbunyi:
“Rasulullah bersabda: Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang
lain, 'nikahkanlah aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan
dirimu.' Atau berkata, 'nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku
akan nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu.”

Nikah Tahlil

Nikah tahlil adalah menikahi seorang wanita yang ditalak tiga dengan syarat
setelah si suami kedua menghalalkannya (menggauli) bagi suami pertama, maka
suami kedua menceraikan wanita tersebut. Yang dimaksud dengan nikah tahlil
adalah seorang muhallil (orang yang disuruh menikahi mantan istri orang lain)
menikahi seorang wanita yang ditalak ba’in kubra, dengan syarat, setelah
menghalalkan (dinikahi dan digauli) bagi suami pertama, ia menceraikan wanita
tersebut.

Larangan pernikahan tahlil ini tercantum dalam HR. Ahmad, An-Nasa’i,


dan At-Tarmidzi (sahih) yang berbunyi: “Rasulullah SAW melaknat muhallil
(orang yang menikahi wanita yang ditalak tiga untuk menghalalkan suaminya yang
pertama) dan muhallalah (bekas suami yang menyuruh orang lain menjadi
muhallil).

Nikah Mut’ah (Kontrak)

243
Nikah mut’ah adalah sebuah bentuk pernikahan yang dibatasi dengan
perjanjian waktu dan upah tertentu tanpa memperhatikan perwalian dan saksi,
untuk kemudian terjadi perceraian apabila telah habis masa kontraknya tanpa terkait
hukum perceraian dan warisan. Sedang dalam kamus Bahasa Arab bahwa kata
mut’ah berasal dari kata mata’a yang bermakna bersenang-senang dan
memanfaatkan. Dan Al-Mata’ menjadi amti’ah bentuk jamknya, juga bisa dibentuk
menjadi jam’ul jama’nya adalah amati’ dan amatii’. Artinya adalah seluruh yang
dimanfa’atkan dari perhiasan dunia baik sedikit maupun banyak. Dan tamatta’ atau
istamta’a : memanfaatkan sesuatu dalam waktu lama.

Nikah dalam Masa Iddah

Macam-macam Iddah dari perceraian:

‘Iddah istri yang dicerai dalam keadaan haid adalah tiga kali sucian.

‘Iddah istri yang dicerai pada kondisi suci adalah tiga bulan.

‘Iddah istri yang ditinggal mati oleh suaminya adalah empat bulan sepuluh hari (bila
ia tidak hamil).

‘Iddah istri yang dicerai dalam keadaan hamil adalah sampai melahirkan.

‘Iddah istri yang ditinggal mati oleh suaminnya dalam keadaan hamil menurut
sebagian ulama’ iddahnya adalah sampai ia melahirkan.

Para ulama’ sepakat bahwa wanita yang sedang menjalani masa ‘Iddah haram untuk
dinikahi, dan apabila pernikahan itu terjadi maka wajib difasakh. Sementara
Khalifah Umar menetapkan putusan hukum bagi wanita yang dinikahi dalam masa
‘iddah hukumnya haram dan pernikahannya tidak sah serta wajib di fasakh dan
wanita tersebut tidak boleh dinikahi selamanya.

Nikah beda agama

Pada dasarnya, hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus


mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum.

244
Mengenai sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan
kepercayaannyasebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UUP. Hal ini berarti UU
Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing.

Namun, permasalahannya apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak


tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya,
dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak
beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221). Selain itu, juga dalam ajaran Kristen
perkawinan beda agama dilarang (II Korintus 6: 14-18).

Nikah dengan saudara senasab atau punya hubungan keluarga

“Diharamkan atas kamu (menikahi)

Ibu-ibumu

anak-anak perempuanmu

saudara-saudara perempuanmu

saudara-saudara perempuan ayahmu

saudara-saudara perempuan ibumu

anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu

anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu

ibu-ibu yang menyusuimu

saudara-saudara perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu isterimu (mertua)

anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari
isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya (dan sudah
kamu ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan
bagimu)

isteri-isteri anak kandungmu (menantu),

245
dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” [An-Nisaa’: 23]

Nikah saat menjalankan ibadah ihram

Istilah ihram disebut juga dengan “muhrim” untuk tunggal dan


“muhrimun” untukistilah jamaknya. Nah memang ada beberapa larangan ketika diri
kita tengah melakukanibadah ihram. Termasuk salah satu larangannya adalah
menjalankan akad nikah, dan bahkandilarang menjadi wali dalam pernikahan.
Seperti yang dijelaskan, seperti pendapat yangdiikuti oleh mazhab Syafi’i, dalam
kitab Fath al-Qorib: “Ke 8 (dari sepuluh perkara yangdilarang dilakukan ketika
ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yangsedang ihram,
bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)”.

Nikah dengan wanita pezina atau pelacur

Surah An-Nur ayat 3:

"Laki-laki penzina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita penzina, atau wanita
musyrik, dan wanita penzina tidak boleh menikah menikah kecuali dengan lelaki
penzina atau lelaki musyrik, yang demikian diharamkan jadi orang-orang
beriman."

Nikah dengan lebih dari empat wanita

Surat An Nisaa ayat 3 berbunyi:

“dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan
dapat Berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”

246
9. Kewarisan Islam dan asas-asasnya

Pengertian : Seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari


seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang
berdasar wahyu Ilahi yang terdapat dalam Al Qur’an dan penjelasannya diberikan
oleh Nabi Muhammad SAW

Asas Kewarisan Islam

1. Ijbari, asas yang berlaku dengan sendirinya, tanpa dipengaruhi oleh


kemauan pewaris maupun ahli waris, serta tidak terkait dengan individu maupun
lembaga-lembaga manapun.

2. Bilateral-Individual, asas yang menerangkan bahwa Ahli waris dapat


menerima hak waris dari pihak bapak/kerabat laki-laki maupun pihak ibu/kerabat
perempuan. Asas ini dimiliki secara perorangan oleh ahli waris.

3. Penyebarluasan Dengan Prioritas di Lingkup Keluarga, asas ini


menjelaskan bahwa penyebarluasan dibatasi pada kelompok keutamaan (prioritas)
keluarga berdasarkan pernikahan/ keturunan (nasab) yang sah. Kedekatan yang
dimaksud ialah hubungan yang menunjukkan peranan dan atau jasa dari ahli waris
kepada pewaris pada masa sebelum hingga saat meninggal.

4. Persamaan Hak dan Perbedaan Bagian (Keadilan berimbang), yakni asas


yang menjelaskan Persamaan dalam hak mendapatkan harta waris antara laki-laki
dan perempuan dari ibu bapak dan kerabatnya, juga antara orang dewasa dan anak-
anak. Perbedaan hubungan tersebut ialah beban kewajiban yang harus ditunaikan
ahli waris dalam keluarga, sebagai contoh bagian yang diterima oleh anak lebih
banyak dibanding orang tua, karena anak mempunyai kewajiban sebagai pelanjut
orang tua dalam meneruskan eksistensi keluarga.

10. Sumber kewarisan Islam dan perkembangan hukum kewarisan Islam di


Indonesia

Sumber Hukum Kewarisan di Indonesia

247
Hukum kewarisan Islam ialah seperangkat ketentuan yang mengatur cara-
cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang
masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan kepada wahyu Ilahi
yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Hukum Waris Islam atau Hukum Kewarisan Islam
yang berlaku di Negara Indonesia pada dasarnya adalah bersumber dari Al – Qur'an
dan Al - Hadist.

- Sumber Hukum Waris Islam yang berasal dari Al – Qur’an, diantaranya dari
ayat – ayat berikut ini:

· Al – Qur’an Surat An – Nisa Ayat 7, yang artinya:

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan
bagi wanita ada hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

· Al – Qur’an Surat An – Nisa ayat 11-12, yang artinya:

Allah mensyari’atkan bagimu tentang [pembagian pusaka untuk] anak-anakmu.


Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi
masingmasingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal
itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagianpembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau
(dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa’atnya

248
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.

· Al – Qur’an Surat An – Nisa ayat 176, yang artinya:

Mereka meminta fatwa kepadamu [tentang kalalah]. Katakanlah: “Allah memberi


fatwa kepadamu tentang kalalah [yaitu]: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
lakilaki mempusakai(seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai
anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka [ahli waris itu
terdiri dari] saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara
laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan
(hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.

- Sumber Hukum Waris yang berasal dari Al – Hadist yaitu:

1. Pembagian waris untuk anak dan cucu

Artinya: “Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW


menetapkan bagi anak tunggal perempuan setengah bagian, dan buat anak
perempuan dari anak laki seperenam bagian sebagai penyempurnaan dari 2/3. Dan
yang tersisa buat saudara perempuan.” (HR. Jamaah kecuali Muslim dan Nasai).

2. Bagian waris untuk cucu perempuan dari anak laki-laki

Artinya: “Nabi SAW. telah menetapkan seperenam bagian untuk cucu perempuan
dari anak laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan”. (H.R. Bukhari ).

3. Dari Huzail bin Surahbil RA

249
Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris cucu perempuan (dari
anak laki-laki) yang mendapat 1/6 bagian jika bersama dengan seorang anak
perempuan yang mendapat 1/2 bagian. Sementara itu, saudara perempuan
mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair
dengan sebab adanya anak perempuan dan/atau cucu perempuan).

4. Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa'ad RA)

Dalam kasus pembagian warisan yang ahli warisnya terdiri dari dua orang anak
perempuan, isteri, dan paman, maka kedua anak perempuan mendapat 2/3 bagian,
isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi ‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.

- Sumber Hukum Kewarisan Islam dalam KHI diatur pada buku II yang
terdiri dari 43 pasal yaitu Mulai dari Pasal 171 sampai dengan Pasal 214. Di dalam
buku tersebut dimuat hal-hal sebagai berikut :

· BAB I : Ketentuan umum mengenai hukum kewarisan, pewaris, ahli waris,


harta peninggalan, harta waris, wasiat, hibah, anak angkat, dan baitul mal.

· BAB II : Mengenai Ahli Waris, baik itu penghalangnya untuk menjadi ahli
waris, kelompok-kelompok ahli waris, kewajiban, dan tanggung jawab ahli waris.

· BAB III : Mengenai besarnya bagian waris, baik itu untuk anak perempuan,
ayah, ibu, duda, janda, dan pihak lainnya yang berhak mendapatkan waris.

· BAB IV : Mengenai Aul dan Rad.

· BAB V : Mengenai Wasiat, baik itu syarat orang yang berwasiat, batalnya
wasiat, pencabutan wasiat, dan hal-hal lainnya tentang wasiat.

· BAB VI : Mengenai Hibah.

Perkembangan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia

Perkembangan hukum kewarisan Islam di Indonesia dibagi dalam beberapa masa,


antara lain:

- SEBELUM KEMERDEKAAN

250
1. Sebelum Masa Pemerintahan Belanda

Pemberlakuan hukum Islam telah banyak dilakukan oleh kerajaan Islam, seperti
kerajaan Samudera Pasai, Demak, Cirebon, Buton, dan Ternate dan paham yang
dianut pada umumnya adalah paham bermahzab Syafi’i. Kala itu, kerajaan-kerajaan
serta kesultanan-kesultanan selalu membentuk badan-badan peradilan untuk
memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara berdasarkan hukum acara
peradilan Islam karena hal tersebut merupakan pendekatan syariat Islam. Hal
tersebut diikuti bahwa kerajaan dan kesultanan juga menerapkan hukum waris
sebagai hukum yang hidup (living law) dan menjadikan budaya hukum Indonesia
pada kala itu.

2. Masa Pemerintahan belanda (Penjajahan)

Ketika pemerintah Hindia Belanda datang, Indonesia sudah melaksanakan hukum


Islam, yang pada akhirnya tetap dilanjutkan dan diakui kewenangan hukumnya.
Van den Berg mengonsepkan Staatsblad 1882 Nomor 152 yang berisikan ketentuan
bagi rakyat pribumi atau rakyat jajahan harus berlaku hukum agama di lingkungan
hidupnya. Setelah mencermati fakta-fakta hukum yang terjadi pada masyarakat
pribumi, terdapat teori yang merupakan rumusan hasil pergulatan pemikirannya.
Teori tersebut diantaranya :

a. Teori receptive in complex oleh Lodewijke William Christian van den Berg
(1884) yang menyatakan bahwa hukum Islam berlaku bagi orang-orang Islam
Indonesia walaupun dengan sedikit penyimpangan-penyimpangan.

b. Teori receptie oleh oleh Chritian Snouck Hoergronje yaitu memperkuat


kritikan Van Vollenhomen terhadap teori receptie in complexu, menurut Snouck
Horgronje, hukum yang berlaku bagi orang-orang Islam adalah hukum adat mereka
masing-masing.

251
c. Hukum Islam dapat berlaku apabila telah diresepsi oleh hukum adat.
Pendapat Snouck Horgronje ini disebut dengan teori receptie. Jadi, adatlah
menentukan ada tidaknya hukum Islam.

Perubahan teori ini juga berdampak bagi pengadilan agama. Kewenangan


pengadilan agama di Jawa dan Madura diubah dengan staatsblad 1937 No. 116 dan
No. 610. Masalah kewarisan yang sebelumnya menjadi kewenangan pengadilan
agama diserahkan menjadi pengadilan umum, denganpertimbangan hukum waris
belum menjadi hukum adat.

3. Perkembangan Kewarisan setelah kemerdekaan

Dengan pernyataan Indonesia merdeka berarti berpengaruh terhadap sistem hukum


di Indonesia yang selanjutnya berimbas dengan dikeluarkannya pasal II tentang
Aturan Peralihan Undang-Undang 1945 yang menekankan bahwa hukum warisan
kolonial Belanda masih tetap berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar.

Dalam hal ini Hazairin memahami pasal tersebut bahwa hukum kolonial Belanda
yang memiliki hasil produk teori receptie dianggap tidak berlaku lagi harus exit
karena bertenatangan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul (teori receptie exit).
Komitmen Pemerintah memperjuangkan dengan teguh untuk menjadikan
pengadilan agama mempunyai kedudukan, tugas dan fungsi yang sederajat dengan
pengadilan yang lain ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, dengan memiliki kewenagan dalam perkara perkawinan, waris,
wasiat, wakaf dan hibah berdasarkan hukum Islam, wakaf dan sadakah (Pasal 49).
Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang amandemen UU Nomor
7 Tahun 1989 kata berdasarkan hukum Islam dihilangkan, maka pengadilan agama
memiliki kewenangan dalam perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf,
zakat, infak, shadakah dan ekonomi syari’ah. Dalam perkembangan hukum Islam
di Indonesia selanjutnya lahirlah Kompilasi Hukum Islam(KHI), setelah eksistensi
Peradilan Agama diakui dengan hadirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama.

252
11. Syarat dan rukun kewarisan Islam

Syarat

Adapun syarat waris harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan. Rukun
waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu:

1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang, yang
mewariskan

hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal dunia. Kematian


seorang uwaris itu, menurut ulama dibedakan menjadi 3

macam:

a. Mati Haqiqy (mati sejati).

Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa
membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang
banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan
nyata.

b. Mati Hukmy ( mati menurut putusan hakim atau yuridis).

Mati Hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah suatu kematian
yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya beberapa pertimbangan.
Maka dengan putusan hakim secara yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal
meskipun terdapat kemungkinan muwaris masih hidup. Menurut pendapat
Malikiyyah dan Hambaliyah, apabila lama meninggalkan tempat itu berlangsung
selama 4 tahun, sudah dapat dinyatakan mati.

c. Mati Taqdiry (mati menurut dugaan).

Mati taqdiry (mati menurut dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris)


berdasarkan dugaan yang sangat kuat, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang
dipukul perutnya atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan

253
mati, maka dengan dugaan kuat kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap
ibunya.

2. Waris (ahli waris)

Yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik hubungan


darah (nasab), hubungan sebab semenda atau perkawinan, atau karena
memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris,
ahli waris diketahui benar-benar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini
adalah bayi yang masih dalam kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang
harus dipenuhi, yaitu, antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling
mewarisi.

3. Al –Mauruts (barang warisan)

Adalah segala sesuatu harta benda yang menjadi warisan. Baik berupa harta atau
hak yang termasuk dalam kategori warisan.

Rukun

Terdapat tiga rukun dalam warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga
syarat tersebut adalah:

1. Pewaris baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap telah meninggal)


maupun secara taqdiri.

2. Adanya ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima
harta penenggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab),atau
ikatan pernikahan, atau lainnya.

3. Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalankan
pewaris baik

berupa uang, tanah.

12. Hibah, wasiat dan wasiat wajibah dalam Hukum waris Islam

Hibah

1). Pengertian

254
Menurut istilah dalam Agama Islam hibah merupakan sebuah akad atau perjanjian
yang menyatakan pemindahan milik seorang kepada orang lain diwaktu ia masih
hidup tanpa mengharapkan sedikitpun. Jadi hibah adalah pemberian sesuatu untuk
dimiliki tanpa adanya ganti sesuatu semasa hidupnya.

2). Dasar hukum disyariatkannya hibah

Surat Al Baqarah: 177:


ۡٓ
۞ ‫ٱل ٓۡ ِخ ِر َو ۡٱل َم َٰلَئِ َك ِة‬
ۡ ‫ٱَّللِ و ۡٱلیَ ۡو ِم‬
َ َّ ِ‫ب َولَ ِك َّن ۡٱلبِ َّر َم ۡن َءا َمنَ ب‬
َٰ ِ ‫لَّ ۡیس ۡٱلب َّر أَن تُولواْ و ُجو َه ُك ۡم قِ َب َل ۡٱلم ۡشرق و ۡٱلم ۡغر‬
ِ َ َ ِ ِ َ ُ َ ِ َ
‫سبِیل َوٱلسَّآئِلِینَ َوفِي‬ َّ ‫سكِینَ َو ۡٱبنَ ٱل‬َ َٰ ‫ب َوٱلنَّ ِب ِّۧیِنَ َو َءات َى ۡٱل َما َل َعلَ َٰى ُحبِِۦه ذَ ِوي ۡٱلقُ ۡربَ َٰى َو ۡٱلیَ َٰت َ َم َٰى َو ۡٱل َم‬
ِ َ ‫َو ۡٱل ِك َٰت‬
‫صلَ َٰوة َ َو َءاتَى‬ َ َ‫ب َوأَق‬
َّ ‫ام ٱل‬ ِ ‫ٱلرقَا‬
ِ

ْ‫صدَقُو ْۖا‬ ۡٓ َٰ
َ َ‫س أ ُ ْولَئِكَ ٱلَّذِين‬ ِۗ ِ ‫آء َو ِحینَ ۡٱلبَ ۡأ‬
ِ ‫آء َوٱلض ََّّر‬
ِ ‫س‬ َّ َٰ ‫ٱلزك ََٰوة َ َو ۡٱل ُموفُونَ ِب َعهۡ ِده ِۡم ِإذَا َٰ َع َهد ُو ْۖاْ َوٱل‬
َ ‫ص ِب ِرينَ فِي ۡٱلبَ ۡأ‬ َّ
ۡٓ
١٧٧ َ‫َوأ ُ ْو َٰلَئِكَ ُه ُم ۡل ُمتَّقُون‬

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar
dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang
yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yangbertakwa”.

Wasiat

1. Pengertian Wasiat

Istilah wasiat berasal dari bahasa Arab yang berarti tausiyah, kata kerjanya berasal
dari ausa, dan secara etimologi wasiat berarti pesan, nasehat dan juga diartikan
menyari’atkan.

2.Dasar Hukum Wasiat

Dasar hukum wasiat dalam surat Al Baqarah: 180

255
‫وف ح‬ ۡ ‫صیَّةُ ِل ۡل َٰو ِلدَ ۡين و‬
ِ ْۖ ‫ٱلََ ۡق َربِینَ بِ ۡٱل َمعۡ ُر‬ ِ ‫ض َر أ َ َحدَ ُك ُم ۡٱل َم ۡوتُ إِن ت ََركَ خ َۡی ًرا ۡٱل َو‬
َ ‫ب َعلَ ۡی ُك ۡم إِذَا َح‬
َ ِ‫ُكت‬
َ ِ َ

١٨٠ َ‫َعلَى ۡٱل ُمتَّقِین‬

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)


maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”

Dalam ayat tersebut, dianjurkan setiap orang yang sebentar lagi dijemput oleh
malaikat pencabut nyawa haruslah memberikan wasiat kepada keluarga yang akan
ditinggalkan. Wasiat itu mengandung perbuatan sosiologis karena menyangkut
beberapa orang yang terkait seperti orang yang berwasiat, penerima wasiat dan
harta benda yang diwasiatkan

Wasiat Wajibah

Dalam Perspektif Ilmu Fiqh, Wasiat Wajibah adalah suatu wasiat yang
diperuntukan kepada ahli waris atau kerabat yang tidak memperoleh bagian harta
warisan dari orang yang wafat, karena adanya suatu halangan syara’. Wasiat
Wajibah juga diartikan sebagai wasiat yang pelaksanaannya tidak dipengaruhi atau
tidak bergantung kepada kemauan atau kehendak si yang meninggal dunia

Para ahli hukum Islam mengemukakan bahwa wasiat adalah pemilikan yang
didasarkan pada orang yang menyatakan wasiat meninggal dunia dengan jalan
kebaikan tanpa menuntut imbalan atau tabarru’ .

13. Ahli waris pengganti dalam hukum waris Islam

Ahli Waris Pengganti

Pada dasarnya, hukum waris Islam tidak mengenal adanya ahli waris pengganti,
karena alQur'an tidak secara tegas mengatur ketentuan ahli waris pengganti. Ahli
waris pengganti baru dikenal setelah dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang pelaksanannya diatur
berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 154 Tahun 1991.

256
Dalam Pasal 185 misalnya disebutkan bahwa Si A ahli waris yang meninggal lebih
dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya.
sementara bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi bagian ahli waris
yang sederajat dengan yang diganti. Ahli waris pengganti pada dasarnya adalah ahli
waris karena penggantian, yaitu orang-orang yang menjadi ahli waris karena
orangtuanya yang berhak mendapat warisan meninggal lebih dahulu daripada
pewaris, sehingga kedudukan orangtuanya digantikan olehnya. Anak yang
menggantikan kedudukan orangtuanya untuk mewarisi harta pewaris oleh Hazairin
disebut Mawali. Maka alam hukum kewarisan Hazairin dikenal tiga macam ahli
waris, yaitu dzawil furudl, dzawil qarabat, dan mawali.

Pada pembagiannya, Ahli waris pengganti akan mendapat bagian sebesar bagian
ahli waris yang digantikan. Artinya, jika ahli waris pengganti menggantikan
kedudukan anak lakilaki, maka ia akan mendapatkan bagian sebesar bagian anak
laki-laki. Jika ia menggantikan kedudukan anak perempuan maka bagiannya adalah
sebesar bagian anak perempuan dan jika ahli waris pengganti itu ada dua orang atau
lebih, maka mereka akan berbagi sama rata atas bagian ahli waris yang mereka
gantikan, dengan ketentuan laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan,
begitu seterusnya. Sederajat dalam Pasal 185 ayat (2) adalah sederajat dalam arti
antara anak laki-laki, bukan antara anak laki-laki dan anak perempuan sebagaimana
yang disebutkan dalam QS. an-Nisa ayat 11, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal
176 dan 182 membedakan hal ini. Bagian ahli waris pengganti yang menggantikan
kedudukan anak laki-laki, dengan demikian tidak boleh melebihi dari bagian anak
laki-laki pewaris yang masih hidup, namun tetap lebih besar dari bagian anak
perempuan, tergantung kasusnya seperti apa.

257
Hukum
Konstitusi

258
Hukum Konstitusi

BAB I HUKUM KONSTITUSI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN


1. Definisi
Keseluruhan dari peraturan-peraturan, baik yang tertulis, maupun yang
tidak, yang mengatur secara mengikat cara-cara pemerintahan
diselenggarakan dalam suatu masyarakat
Menurut Para Ahli :
 Jimly Assiddiqie
Konstitusi merupakan hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis
yang lazim disebut UUD, dan dapat pula tidak tertulis
2. Konsep Konstitusi
A. Pengertian secara luas:
Konstitusi adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau
hukum dasar (droit constitutionelle), baik yang tertulis ataupun tidak
tertulis maupun campuran antara keduanya.
B. Pengertian secara sempit (terbatas)
Konstitusi berarti piagam dasar atau UUD (Loi Constitutionelle),
ialah suatu dokumen lengkap mengenai peraturan-peraturan dasar
negara.
Konstitusi tidak sama dengan UUD, Karena konstitusi adalah
hukum dasar danlebih luas dari pada UUD sedangkan UUD
merupakan Hukum dasar yang tertulis. Menurut pendapat Herman
Heller UUD adalah Konstitusi yang tertulis.
3. Objek dan Fungsi Hukum Konstitusi
 Hukum Konstitusi merupakan seperangkat hukum dasar yang berisi
konsensus antar rakyat untuk hidup bersama dalam suatu komunitas
bernegara, yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu
negara. Objek hukum konstitusi adalah konstitusi
 Fungsi konstitusi dibagi menjadi 3 yaitu :

259
1. Pembatasan kekuasaan
2. Pengawasan kekuasaan
3. Legitimasi kekuasaan

BAB II NILAI DAN SIFAT KONSTITUSI


1. Pengertian UUD
Menurut Miriam Budiarjo “UUD merupakan suatu perangkat peraturan
yang menentukan kekuasaan dan tanggung jawab dari berbagai alat
kenegaraan. UUD juga menentukan batas-batas berbagai pusat
kekuasaan itu dan memaparkan hubungan-hubungan di antara mereka.”
Sedangkan menurut ECS Wade dalam bukunya Constitutional Law,
“UUD adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok
dari badan-badan pemerintah suatu negara dan menentukan pokok-
pokok cara kerja badan-badan tersebut.”
2. Nilai Konstitusi
1. Nilai Normatif
Suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan
bagi
mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum,
akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti
sepenuhnya diperlukan dan efektif. Contoh: Pasal 7B UUD NRI Th
1945
2. Nilai Nominal
Konstitusi yang mempunyai nilai nominal berarti secara hukum
konstitusi itu berlaku, tetapi kenyataannya kurang sempurna, sebab
pasal-pasal tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya
tidak berlaku. Contoh: Pasal 31 ayat (2) UUD NRI Th 1945
3. Nilai Semantik
Suatu konstitusi mempunyai nilai semantik jika konstitusi tersebut
secara hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah
sekedar untuk memberikan bentuk dari tempat yang telah ada, dan

260
dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Contoh: Pasal
7 UUD 1945, sebelum Perubahan.
3. Sifat konstitusi
A. Konstitusi Formal dan Materiil
Konstitusi dalam arti formal berarti konstitusi yang tertulis dalam
suatu ketatanegaraan suatu negara. Dalam pandangan ini suatu
konstitusi baru bermakna apabila konstitusi tersebut telah berbentuk
naskah tertulis dan diundangkan , misal UUD 1945.
Konstitusi materiil adalah konstitusi yang jika dilihat dari segi isinya
yang merupakan peraturan bersifat mendasar dan fundamental .
Artinya tidak semua masalah yang penting harus dimuat dalam
konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar, atau asas-
asasnya saja.
B. Konstitusi Tertulis dan Tidak Tertulis
Konstitusi tertulis:
Suatu konstitusi (UUD) yang dituangkan dalam sebuah dokumen
atau beberapa dokumen formal.
Konstitusi tidak tertulis:
Konstitusi yang tidak dituangkan dalam suatu dokumen formal,
seperti konstitusi yang berlaku di Inggris, Israel dan New Zaeland.
C. Konstitusi yang Flexibel (luwes) dan Rigid (kaku):
a.Cara mengubah konstitusi
b.apakah konstitusi itu mudah atau tidak mengikuti perkembangan
jaman
Menurut C.F strong undang-undang dasar yang dikenal kaku atau
rigid, prosedur perubahannya dapat dilakukan:
a. Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-
pembatasan
b. Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum
c. Oleh urusan negara-negara bagian (negara serikat)

261
d. Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga
negara yang khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan

4. Klasifikasi Konstitusi

Klasifikasi Konstitusi atau UUD menurut KC Wheare:


1. Konstitusi tertulis dan konstitusi bukan tertulis (written constitution and no
written constitution)
2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid (flexible constitution and rigid
constitution)
3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi tidak derajat tinggi (supreme
constitution and not supreme constitution)
Konstitusi tingkat tinggi adalah konstitusi dengan status tertinggi di
negara ini. Selain itu, dari segi bentuknya, konstitusi ini mengesampingkan
peraturan perundang-undangan lainnya. Demikian pula, kondisi untuk
mengubahnya lebih parah daripada kondisi lainnya.
Konstitusi tidak tingkat tinggi, sebaliknya tidak memiliki status dan
derajat konstitusi tingkat tinggi, persyaratan untuk mengubahnya sama
dengan untuk mengubah peraturan perundang-undangan lainnya.
4. Konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan (federal constitution and unitery
constitution)
Klasifikasi ini berkaitan erat dengan bentuk suatu negara, artinya
jika bentuk suatu negara itu serikat, maka akan didapatkan sistem
pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah
negara bagian. Pembagian kekuasaan tersebut diatur dalam konstitusi atau
UUD nya.
Dalam negara kesatuan pembagian kekuasaan tersebut tidak dijumpai,
karena seluruh kekuasaannya tersentralkan di pemerintah pusat, walaupun
dikenal juga sistem desentralisasi. Hal ini juga diatur dalam konstitusinya

262
5. Konstitusi sistem pemerintahan presidensiil dan konstitusi sistem
pemerintahan parlementer (pesidential executive and parliamentary
executive constitution)
Konstitusi yang di dalamnya mengatur beberapa ciri sistem
presidensiil disebut sistem pemerintahan presidensiil.Sedangkan konstitusi
yang di dalamnya mengatur beberapa ciri sistem peperintahan parlementer
disebut konstitusi sistem pemerintahan parlementer.
BAB III ISI KONSTITUSI
1. Isi Konstitusi

i. Dipengaruhi oleh ideologi


ii. Didasarkan atas kekuasaan tertinggi
iii. Berlandaskan pada tujuan bernegara
ISI KONSTITUSI
1. Konsensus antar rakyat untuk hidup bersama dalam suatu
komunitas bernegara.
2. Organisasi negara, baik pembagian kekuasaan, bentuk,
hubungan, maupun prosedur penyelesaian.
3. Prinsip dan mekanisme hubungan antara organisasi negara
dengan warga negara
4. Hak Asasi Manusia.
5. Prosedur perubahan.
6. Larangan untuk mengubah sifat tertentu.
7. Aturan hukum tertinggi yang mengikat semua warga negara
dan lembaga negara.
2. Mukadimah UUD

Mukadimah UUD sering memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi


negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan spirit yang oleh penyusun UUD
ingin diabadikan dalam UUD itu, sehingga mewarnai seluruh naskah UUD itu.
3. TUJUAN NEGARA KONSTITUSIONAL
1. Memelihara ketertiban dan ketenteraman.
2. Mempertahankan kekuasaan.

263
3.Mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
 Tujuan Konstitusi
Menjaga keseimbangan antara: ketertiban, kekuasaan dan
kebebasan.
5. Teori Perubahan Konstitusi

•Model perubahan konstitusi -> “perubahan” (amandemen), dan


“pembaharuan” atau “penggantian” (renewal).
•Model Amandemen -> perubahan konsep dalam konstitusi
yang ditandai dengan perubahan teks konstitusi. Model
amandemen biasanya masih mempertahankan teks konstitusi
yang lama, namun ia sudah tidak memiliki kekuatan hukum lagi,
melainkan sekedar menjadi dokumen sejarah, dan hasil
perubahan teks konstitusi yang memiliki kekuatan hukum
ditempatkan sebagai “lampiran” (adendum) dari konstitusi yang
sudah diubah tersebut.
•Model renewal -> biasanya ditandai dengan digantinya suatu
konstitusi dalam suatu negara dengan konstitusi yang lain.
BAB IV PENGELOLAAN LINGKUNGAN DALAM UUD NRI TAHUN 1945
Pengaturan Pengelolaan LH dalam UUD NRI Tahun 1945:
1.Pasal 28 H
(2)Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, danmen
dapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhakmemperoleh pelayana
n kesehatan.
2. Pasal 33
(3)Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasaioleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
3. Pasal 33
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomiden
gan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingku
ngan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangankemajuan dan kesatuan e
konomi nasional.

264
●Secara garis besar,
UU Nomor 32 Tahun 2009 berisikan upaya sistematis dan terpadu untuk melestari
kan lingkungan serta sebagai upaya pencegahanterjadinya pencemaran dan atau k
erusakaan lingkungan hidup

●Pasal 1 angka 2 UU Nomor 32 Tahun 2009:


"Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terp
adu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah te
rjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perenca
naan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum."
LARANGAN

Pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009


(1) Setiap orang dilarang:
A. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lin
gkunganhidup;
B. b.memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-
undangan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
C. c.memasukkan limbah yang berasal dariluar wilayahNegara Kesatuan Republik
Indonesia ke media lingkungan hidupNegara Kesatuan Republik Indonesia;
D. d.memasukkan limbah B3 ke dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indone
sia;
E. e.membuang limbah ke media lingkungan hidup;
a. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
b. b.melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidupyang bertent
angan dengan peraturanperundang-undangan atauizin lingkungan;
c. c.melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
d. d.menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusunamdal;
dan/atau
e. e.memberikan informasi palsu,menyesatkan,menghilangkaninformasi,merusak i
nformasi,atau memberikan keterangan yang tidak benar.

265
B 3: Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 1 angka 21 UU No. 32 Tahun 2009
◦B3 adalah: zat, energi ,dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,da
n/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidaklangsung, dapat mencemark
an dan/atau merusak lingkunganhidup,dan/atau membahayakan lingkunga hidup,
kesehatan,sertakelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.

Sanksi
◦Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas.
◦Sanksi diatur dalam Bab XV tentang ketentuan pidana Pasal 97-123.
➢ ◦Pasal 103 yang berbunyi: Setiap orang yang menghasilkan limbah B3
dan tidak melakukanpengelolaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahundan paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyakRp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

BAB V Filosofis Terbentuknya Konstitusi Indonesia.


Pengertian Filosofi :
Filosofi adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia.
Sejarah Lahirnya UUD 1945
Pada Tgl 28 Mei 1945, Pemerintah Bala Tentara Jepang melantik Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pembentukan
BPUPKI merupakan pemenuhan janji dari pemerintah Jepang yang diucapkan PM
Jepang Koiso didepan DPR Jepang, yang akanmemberikan kemerdekaan kepada
Indonesia di kemudian hari. BPUPKI beranggotakan 62 orang, ketuanya adalah Dr.
K.R.T. Radjiman danwakil ketuanya adalah R.P. Suroso, BPUPKI bersidang
sebanyak 2 kali, yaitu;
1. 29 Mei 1945 – 1 Juni 1945
2. 10 Juli 1945 – 17 Juli 1945

266
Pada sidang pertama, BPUPKI tela hmembicarakan tentang Philosofisch
eGrondslag, yaitu dasar falsafah dari Indonesia merdeka.Pada tanggal 29 Mei 1945
dan 1 Juni1945, Mr. Moh Yamin dan Ir. Soekarnotelah mengucapkan pidatonya,
yang memuat dasar-dasar dari Indonesia merdeka. Pada sidang kedua, baru
membicaraan tentang Rancangan UUD, dengan membentuk panitia kecil yang
berjumlah 19 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno Pada tanggal 13Dengan
selesainya tugas BPUPKI, maka pemerintah Bala Tentara Jepang membentuk
Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas untuk menyiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kemerdekaan Indonesia. PPKI terdiri dari
21 orang, dengan ketua Ir. Soekarno, dan wakil ketua Drs. Moh Hatta Rencananya
PPKI akan mulai bekerja pada tanggal 9 agustus 1945 dan diharapkan pada tanggal
24 Agustus1945, hasil kerja panitia ini dapat disahkan oleh Pemerintah Jepang di
Tokio. Pada tanggal 6 agustus 1945 Sekutu menjatuhkan bomatom di Hirosima,
dan pada tanggal 9 agustus 1945 di Nagasaki. Akibatnya Jepang menyerah pada
Sekutu.
•PPKI mengesahkan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945
•Dalam Pembukaan UU1945 perlu diperhatikan apayang dicetuskan oleh 9 orang
tokoh bangsa Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945 di Jakarta yang dinamakan
Piagam Jakarta

Piagam Jakarta
•Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segalabangsa, dan oleh sebab it
u maka penjajahan di atas duniaharus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan.
•Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telahsampailah kepada saat y
ang berbahagia, dengan selamatsentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintugerbang negara Indonesia,
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
•Atas berkat rahmat AllahYang Maha Kuasa, dan dengandidorongkan oleh keingi
nan luhur, supaya berkehidupankebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia m
enyatakan dengan ini kemerdekaannya Kemudian daripada itu untuk membentuk

267
suatupemerintahan negara Indonesia Merdeka yang melindungi segenap bangsa In
donesia dan seluruhtumpah darah Indonesia, dan untuk memajukankesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dankeadilan sosial, maka disus
unlah kemerdekaankebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan negara Republi
k Indonesia,
yang berkedaulatan rakyat, denganberdasarkan kepada: Ketuhanan, dengan kewaji
banmenjalankan syari'at Islam bagi pemeluk pemeluknya, menurut dasar kemanus
iaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin ol
eh hikmat bagi seluruhrakyatindonesia.
➢ Setelah dihilangkan 7 kata-
kata dalam Piagam Jakarta tersebut, maka seluruhisinya dijadikan Pembukaan UU
D 1945.
➢ Falsafah bangsa Indonesia adalah Pancasila yang berarti5 sila atau lima prinsip
dasar untuk mencapai ataumewujudkan empat tujuan bernegaraKelima sila terseb
ut dipakai sebagai dasar filosofis-
ideologis untuk mewujudkan empat tujuan atau cita-citaideal bernegara, yaitu:
1. .melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruhtumpah darah Indonesia;
2. meningkatkan kesejahteraan umum;
3. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkankemerdekaan, perdamaian yang
abadi, dan keadilansosial
5. Pancasila Sebagai Materi Konstitusi
Menurut Teori Nawiasky yang disebut dengan theorie von stufenbau der rechtsor
dnung.
• Susunan norma terdiri dari
1.Norma fundamental negara(Staatsfundamentalnorm);
2.Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);
3.Undang-undang formal (formell gesetz); dan
4.Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom(verordnung en autonome satzung)

268
Mnurut A. Hamid S. Attamimi berdasarkan teori dariNawiasky tersebut, maka str
uktur tata hukum Indonesia adalah:
1. Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
2. Staatsgrundgesetz: Pasal-pasal UUD NRI Tahun1945, Tap
MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.
3. Formell gesetz: Undang-Undang.
4. Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkismulai dari Peraturan Pemeri
ntah hingga KeputusanBupati atau Waliko

BAB VI KESEPAKATAN DALAM UUD NRI TAHUN 1945


1. Berdirinya Negara Indonesia
Alinea III UUD NRI Tahun 1945 memuat pernyataan kemerdekaan bangsa
Indonesia, sebagai berikut :
Atas berkat rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan
oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka
rakyat indonesia menyatakan dengan ini KEMERDEKAANNYA
.Di situ ditegaskan bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia itu selain
upaya manusia, juga tidak terlepas dari berkat rahmat Allah Yang Maha
Kuasa. Dengan demikian tampak jelas ada keseimbangan antara motivasi
material dan spiritual dari pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia itu.
2. Pengaturan Kewilayahan dalam Konstitusi Indonesia
a. Pengertian Kewilayahan
Pengaturan kewilayahan Indonesia diatur dalam Pasal 25 A UUD NRI
Tahun 1945 NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri
Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang. Juga diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 43
Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang berbunyi: “Wilayah Negara
adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah
daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial
beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya,
termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya.”

269
b. Asas dan Tujuan
Kewilayahan Indonesia diatur berdasarkan beberapa asas, di antaranya
adalah:
1.) Asas Kedaulatan
Pengelolaan Wilayah Negara harus senantiasa memperhatikan
kedaulatan Wilayah Negara demi tetap terjaganya keutuhan
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
.
2.) Asas Kebangsaan
Pengelolaan Wilayah Negara harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang pluralistik atau kebhinekaan dengan tetap
menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.) Asas Kenusantaraan
Pengelolaan Wilayah Negara harus senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh Wilayah Negara Indonesia.
4.) Asas Keadilan
Pengelolaan Wilayah Negara harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
5.) Asas Keamanan
Suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat
terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainya tujuan nasional.
6.) Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum
Pengelolaan Wilayah Negara harus menjamin terciptanya ketertiban
dan kepastian hukum.
7.) Asas Kerja Sama
Pengelolaan Wilayah Negara harus dilakukan melalui kerja sama
dari berbagai pemangku kepentingan.
8.) Asas Kemanfaatan
Pengelolaan Wilayah Negara harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.
9.) Asas Pengayoman

270
Pengelolaan Wilayah Negara harus mengayomi kepentingan seluruh
warga negara khususnya masyarakat di Kawasan Perbatasan.
Selain asas terdapat pula, tujuan pengaturan wilayah Indonesia, di
antaranya adalah:
1.) Menjamin keutuhan Wilayah Negara, kedaulatan negara, dan
ketertiban di Kawasan Perbatasan demi kepentingan kesejahteraan
segenap bangsa;
2.) Menegakkan kedaulatan dan hak-hak berdaulat;
3.) Mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan
Kawasan Perbatasan, termasuk pengawasan batas-batasnya.
c. Batas Wilayah Negara Indonesia
 Di darat berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua
Nugini, dan Timor Leste;
 Di laut berbatas dengan Wilayah Negara: Malaysia, Papua
Nugini, Singapura, dan Timor Leste; dan
 Di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut,
dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan
perkembangan hukum internasional.
 Pasal 7 UU No. 43 Tahun 2008:
“Negara Indonesia memiliki hak-hak berdaulat dan hak-hak lain
di Wilayah Yurisdiksi yang pelaksanaannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum
internasional.”
d. Batas Wilayah Yuridiksi
1.) Wilayah Yurisdiksi Indonesia berbatas dengan wilayah yurisdiksi
Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand,
Timor Leste, dan Vietnam.
2.) Batas Wilayah Yurisdiksi termasuk titik-titik koordinatnya
ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral dan/atau trilateral.
3.) Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak berbatasan dengan negara lain,
Indonesia menetapkan Batas Wilayah Yurisdiksinya secara

271
unilateral berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan hukum internasional.
3. Pengaturan Sistem Pemerintahan Secara Luas dalam UUD NRI Tahun
1945
a. Pasal 1 UUD NRI Tahun 1945 ayat (2) dan (3) berbunyi:
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
b. Pasal 4 UUD NRI Tahun 1945 ayat (1) dan (2) berbunyi:
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar.
(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang
Wakil Presiden.
c. Pasal 5 UUD NRI Tahun 1945 ayat (1) dan (2) berbunyi:
(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
undang-undang sebagaimana mestinya.
d. Pasal 20 UUD NRI Tahun 1945 ayat (2), (3), (4) dan (5) berbunyi:
(2) Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.
(3) Jika RUU itu tidak mendapat persetujuan bersama, RUU itu tidak
boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.
(4) Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk
menjadi UU
(5) Dalam hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak RUU
tersebut disetujuiRUU tersebut sah menjadi UU dan wajib
diundangkan.

BAB VII SISTEM HUKUM DI INDONESIA BERDASARKAN UUD NRI


TAHUN 1945
1. Struktur (Aparat Hukum Secara Luas)

272
a. Pembentuk Peraturan Perundang-undangan (Legislatif)
b. Penyelenggara Negara (Eksekutif)
c. Penegak hukum (Yudikatif)
2. Substansi (Materi Hukum)
a. Hukum yang dicitakan :
“Cita Hukum” Indonesia, menurut UUD NRI 1945
b. Hukum yang ditetapkan :
1.) Tertulis (dalam peraturan per UUan)
2.) Tidak tertulis ( hk.adat/kebiasaan) menurut UUD NRI 1945
c. Kultur (Budaya Hukum)
Kondisi dan pandangan masyarakat Indonesia menurut UUD NRI 1945

BAB VIII HAM DALAM UUD NRI TAHUN 1945


1. Hak Asasi Manusia
a. Pengertian Hak Asasi Manusia
HAM adalah hak yang dimiliki manusia berdasarkan martabatnya
sebagai manusia. Negara dapat saja tidak mengakui hak asasi tersebut
sehingga tidak dapat dituntut di depan hukum, tetapi hak tetap dimiliki.
HAM mengungkapkan tuntutan dasar manusia dan dirumuskan menjadi
hak atau kewajiban yang konkret dan operasional. Tuntutan tersebut
dapat dimasukkan ke dalam hukum positif.
b. Sejarah Perkembangan HAM
1.) Lahir di Inggris abad 17: Magna Charta Libertatum; Habeas Corpus;
The Glorious Revolution.
2.) Dalam Magna Carta dinyatakan bahwa hukum yang sah berlaku
bagi semua orang, tidak peduli latar belakang keluarga dan
statusnya. Prinsip yang mendasari pernyataan itu adalah apa yang
dikenal sebagai “Habeas Corpus”.
3.) Habeas Corpus merupakan frasa dalam bahasa Latin untuk kalimat
“Anda harus memiliki tubuh”. Artinya, seseorang tidak dapat
dipenjarakan atau ditangkap dengan semena-mena tanpa bukti
bahwa ia telah melakukan kesalahan.

273
4.) John Locke: selain toleransi religius mengemukakan bahwa semua
orang diciptakan sama dan memiliki hak-hak alamiah yang tidak
dapat dilepaskan (hak atas hidup, kemerdekaan, hak milik, dan
kebahagiaan). Gagasan John Locke berpengaruh di negara jajahan
Inggris (Amerika dan Perancis).
5.) the Glorious Revolution. Revolusi ini adalah sebuah puncak dari
sejumlah transformasi yang sebelumnya berlangsung di dalam
sejarah Inggris.
6.) Perancis: Revolusi Perancis 1789 menghasilkan Declarations des
droits des hommes et des citozens (pernyataan hak asasi manusia
dan waga negara). Pernyataan hak asasi sedunia yang pertama:
Majelis Umum PBB 10 Desember 1948. Bagi negara yang dijajah
pernyatan tersebut untuk mencapai kemerdekaan. Persetujuan PBB
tahun 1966: Hak ekonomi, sosial dan kultural, dan Persetujuan
Internasional tentang hak sipil dan politik, sehingga memperhatikan
negara bekas jajahan. Tahun 1970, repressive developmentalist
regimes (banyak muncul di negara berkembang)
c. Sifat Hak Asasi Manusia
1) Hak-hak dimiliki manusia dikarenakan ia manusia sehingga hak-hak
asasi manusia bersifat universal.
2) Pasal 2 pernyataan PBB tahun 1948: “Setiap orang berhak atas
semua hak dan kebebasannya tanpa ada perkecualian.
3) Kesadaran manusia memiliki hak asasi muncul dalam sebuah
konteks modernitas. HAM bersifat kontekstual.
4) Universalitas dan kontekstual tidak saling bertentangan.
5) Hal ini tidak berarti HAM yang membongkar struktur sosial
tradisional tetapi proses modernisasai sendiri yang membongkarnya.
6) Proses modernisasi di Indonesia merupakan akibat tak terelakkan
dari globalisasi komunikasi dan perekonomian yang sudah diinisiasi
sejak kekuasaan kolonial, kemudian ditambah dengan pemerintah
Indonesia.

274
7) HAM bukan mendukung penyebaran individualisme melainkan
membendungnya, sebagai sarana untuk menjamin solidaritas dalam
masyarakat modern.
d. Pengelompokkan Hak Asasi Manusia
Pengelompokkan HAM dibagi kedalam tiga generasi, sebagai berikut:
1) Generasi Pertama
Berasal dari perlawanan terhadap kesewenangan raja dan
bangsawan. Dasar filosofis: liberalisme
Kelompok HAM:
 Kebebasan Dasar
 Hak Dasar Demokratis
 Hak Atas Perlindungan Negara
2) Generasi Kedua
Hasil dari perjuangan kaum buruh industri dan kelompok kelas
bawah abad 19. Dasar filosofis: Sosialisme.
Kelompok HAM: Hak Asasi Sosial
3) Generasi ketiga
Hancurnya kolonialisme.
Kelompok HAM: Hak – hak Kolektif
e. Hak Asasi yang Boleh Dibatasi
Hormat terhadap hak-hak asasi manusia tidak bisa berlebihan karena
merupakan garis dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Pembatasan
suatu HAM sah apabila berdasarkan ketentuan dalam UUD. Dengan
demikian hak asasi dalam kondisi tertentu boleh dibatasi, kecuali hak-
hak paling dasar yang bersifat larangan.
Makin terbatas kepentingan yang bersangkutan, makin kebebasan
harus didahulukan terhadap tuntutan untuk menjaga kesamaan situasi.
Sebaliknya, makin umum kepentingan yang bersangkutan, semakin
kewajiban untuk memperlakukan semua pihak dengan sama harus
diutamakan terhadap kebebasan masing-masing.
Kebebasan maupun kesamaan tidak boleh dimutlakkan supaya tidak
meniadakan dirinya sendiri.

275
2. Hak Asasi Manusia dalam UUD NRI Tahun 1945
a. Pembukaan
Alinea Pertama dari Pembukaan menunjukkan adanya pengakuan
terhadap kemerdekaan, perikemanusian dan perikeadilan bagi suatu
bangsa dan tidak ada eksploitasi antar sesama manusia. Alinea tersebut
berbunyi:
"Bahwa sesungguhnya kemerdeknaan itu hak segala banggsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di alas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan ".
Alinea kedua juga kembali diulang pengakuan terhadap kemerdekaan
dan keadilan. Alinea ketiga mengakui adanya kehidupan kebangsaan
yang bebas. Terakhir, Alinea keempat mengemukakan pengakuan dan
perlindungan hak- hak asasi dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan
pendidikan.
b. Ketentuan HAM dalam UUD NRI Tahun 1945
Ketenuan Hak Asasi Manusia menurut UUD NRI Tahun 1945 dibagi ke
dalam 4 (empat) kelompok, yaitu:
1) Kelompok Pertama: Ketentuan yang menyangkut hak-hak sipil
2) Kelompok Kedua: Ketentuan mengenai hak-hak politik, ekonomi,
sosial, dan budaya
3) Kelompok Ketiga: Ketentuan mengenai hak-hak khusus dan hak
atas pembangunan
4) Kelompok Keempat: Ketentuan yang mengatur tentang tanggung
jawab negara dan kewajiban asasi manusia
c. Hak Asasi
1) Hak Asasi Manusia bersifat universal
2) Hak Asasi Warga Negara hanya berlaku untuk warga negara, negara
tersebut
d. Hak Asasi Warga Negara dalam UUD NRI Tahun 1945
 Pasal 27 ayat (1)

276
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa
kecuali
 Pasal 27 ayat (2)
Hak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan
 Pasal 28
Kebebasan untuk berkumpul berserikat dan mengeluarkan
pendapat,
 Pasal 29 ayat (2)
Kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing dan
beribadat sesuai dengan agamanya itu
 Pasal 30
Hak untuk bela negara, termasuk kewajibannya
 Pasal 31
Hak untuk mendapat pendidikan
 Pasal 33
Hak untuk berusaha dalam perekonomian,
 Pasal 34
Hak kesejahteraan sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar,

BAB IX SISTEM EKONOMI, KESEJAHTERAAN SOSIAL, DAN


KEUANGAN NEGARA DALAM UUD NRI TAHUN 1945
1. UUD Sebagai Konstitusi Ekonomi
a. Pengertian
Konstitusi ekonomi adalah konstitusi yang mengatur mengenai
pilihan-pilihan kebijakan ekonomi dan prinsip-prinsip tertentu dibidang
hak-hak ekonomi (economic rights).
b. Konstitusi di Indonesia

277
1) UUD 1945. Pasal 33 UUD 1945, Bab Kesejahteraan Sosial. UUD
1945 adalah Konstitusi Ekonomi
2) Konstitusi RIS. Tidak secara jelas memuat ketentuan tentang
perekonomian sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Materi
yang berkaitan dengan perekonomian memang ada; misal keuangan
negara (Pasal 164 sampai Pasal 173), pemeriksaan keuangan dan
badan pemeriksa keuangan/auditor (Pasal 115 dan Pasal 116)
3) UUDS 1950. Konstitusi yang mengandung norma-norma kebijakan
ekonomi. Keuangan negara (Pasal 109 sampai Pasal 119),
Perekonomian sosial dan kesejahteraan sosial (Pasal 35 sampai
Pasal 38).
4) UUD NRI Tahun 1945. Pasal 33 dan Pasal 34. Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial
2. UUD 1945 Bab XIV Tentang Kesejahteraan Sosial
a. Pasal 33 mengatur mengenai:
(2) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(3) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang
menguasai hajat hidup orangbanyak dikuasai oleh negara.
(4) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dandipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
b. Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anakyang terlantar dipelihara oleh negara.

3. Ketentuan dalam UUD NRI Tahun 1945


Terdapat 34 butir ketentuan yang terkandung dalam teks UUD NRI
Tahun 1945 berkaitan dengan kebijakan-kebijakan ekonomi sosial. Butir-
butir tersebut mencakup:
1) Prinsip-prinsip dasar hak atas ekonomi dan konsepsi mengenai hak
milik.

278
2) Kebijakan dasar di bidang perekonomian untuk kesejahteraan sosial
3) Kebijakan dasar di bidang kesejahteraan sosial
4) Hal keuangan negara yang menyangkut kebijakan anggaran dan
perpajakan
5) Mata uang dan bank sentral
6) Pemerikasaan keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan
7) Hak Ekonomi dan Konsepsi Hak Milik
Perubahan paradigma mengenai peran individu dalam kegiatan
ekonomi. HAM seimbang dengan kewajiban dan tanggungjawab asasi
setiap individu dan kolektivitas untuk menghormati hak orang lain. Hak
ekonomi dan sosial mencakup: hak bekerja; untuk mendapat upah yang
sama; tidak dipaksa bekerja; untuk cuti; hak atas makanan; hak atas
perumahan; hak atas kesehatan; dan hak atas pendidikan.
8) Perkonomian Nasional untuk Kesejahteraan Sosial
Semua bentuk usaha dapat dianggap cocok atau sesuai asalkan berjiwa
kekeluargaan sehingga usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
9) Program corporate social responsibility.
Penyelenggaraan pembangunan nasional melindungi lingkungan hidup
sesuai dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, terpeliharanya daya
dukung lingkungan untuk kehidupan generasi selanjutnya.
4. Perbedaan Kesejahteraan UUD 1945 dan Kesejahteraan Sosial UUD
NRI Tahun 1945
UUD NRI Tahun 1945 UUD 1945
Pasal 34 berbunyi: Pasal 34 berbunyi:
(1) Fakir miskin dan anak- Fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara oleh anakyang terlantar
negara. dipelihara oleh negara.
(2) Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi
seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu

279
sesuai dengan martabat
kemanusiaan.
(3) Negara bertanggung
jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan
dan fasilitas pelayanan umum
yang layak.

5. Kesejahteraan Sosial
 Pasal 34 ayat (1).
Pemeliharaan adalah tindak aktif. Negara (legislatif dan
eksekutif). Tidak hanya negara
 Pasal 34 ayat (2).
Unsur: sistem jaminan sosial, masyarakat lemah, masyarakat
tidak mampu, dan martabat kemanusiaan.
 Pasal 34 ayat (3).
Unsur: Tanggung jawab negara, penyediaan fasilitas kesehatan,
dan fasilitas umum yang layak. Tidak boleh dibebankan pihak
lain tetapi melibatkan pihak lain. Noble industri.
 Pasal 34 ayat (4).
Bersifat operasional tetapi tetap bersifat prinsipil karena
berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara yang bersifat
membebani baik dari segi kekayaan maupun kebebasan pribadi
 Pasal 34
Menjadi rujukan dalam setiap kebijakan untuk meningkatkan
kesejahteraan umum sebagiamana dimaksud dalam Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945.
6. Keuangan Negara (Bab VIII)
(1) APBN dituangkan dalam bentuk UU. APBD dalam bentuk Perda.
(2) Cara rakyat sebagai bangsa mendapatkan belanja untuk hidup
ditetapkan oleh rakyat itu sendiri melalui perantara DPR sehingga
kedudukan DPR lebih kuat.

280
(3) Beban rakyat sebagai wajib pajak dan pungutan lain harus dengan
persetujuan DPR.
(4) Pajak dan retribusi berbeda.
(5) Bank sentral.

BAB X PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM UUD NRI


TAHUN 1945
1. Pengaturan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam UUD NRI Tahun
1945
 Pasal 28 H
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
 Pasal 33
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
 Pasal 33
(5) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Secara garis besar, UU Nomor 32 Tahun 2009 berisikan upaya
sistematis dan terpadu untuk melestarikan lingkungan serta sebagai
upaya pencegahan terjadinya pencemaran dan atau kerusakaan
lingkungan hidup
 Pasal 1 angka 2 UU Nomor 32 Tahun 2009:
"Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum."

281
2. Larangan Terkait Lingkungan Hidup dalam UUD NRI Tahun 1945
 Pasal 69 UU No. 32 Tahun 2009
Setiap orang dilarang:
a. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup;
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-
undangan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
c. Memasukkan limbah yang berasal dariluar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidupNegara
Kesatuan Republik Indonesia;
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam wilayahNegara Kesatuan
Republik Indonesia;
e. Membuang limbah ke media lingkunganhidup;
f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
g. Melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup
yang bertentangan dengan peraturanperundang-undangan atau izin
lingkungan;
h. Melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
i. Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun
amdal; dan/atau
j. Memberikan informasi palsu,menyesatkan,menghilangkan
informasi,merusak informasi,atau memberikan keterangan yang
tidak benar.
3. B3: Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 1 angka 21 UU No. 32 Tahun 2009
B3 adalah:
Zat,energi,dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi,dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan,serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain.
4. Sanksi

282
a. Larangan-larangan tersebut diikuti dengan sanksi yang tegas dan jelas.
b. Sanksi diatur dalam Bab XV tentang ketentuan pidana Pasal 97-123.
c. Pasal 103 yang berbunyi:
“Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan
pengelolaan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
BAB XI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DALAM UUD NRI TAHUN
1945
1. Undang - undang Yang Berkaitan dengan Pendidikan
a. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
 Pasal 33 ayat (2), bahwa Bahasa Daerah dapat digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam tahap awal pendidikn apabila
diperlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau
ketrampilan tertentu.
 Pasal 37 ayat (2), bahwa Kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan
bahasa.
 Pasal 49 ayat (1) bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik
dan biaya pendidikan kedinasan, dialokasikan minimal 20% dari
APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.
b. UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
 Pasal 2, bahwa Pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, UUD
NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
 Pasal 3, bahwa Pendidikan Tinggi berasaskan kebenaran ilmiah,
penalaran, kejujuran, keadilan, manfaat, kebajikan,
tanggungjawab, kebhinekaan, dan keterjangkauan.
2. Pendidikan
a. Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
b. Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas:

283
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
c. Pasal 31 UUD NRI Tahun 1945:
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
d. Dasar, Fungsi, dan Tujuan Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang
SISDIKNAS
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 dimuat dalam Pasal 2, dasar
pendidikan adalah Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan, fungsi pendidikan terdapat dalam Pasal 3 yaitu Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan tujuan yang juga terdapat dalam Pasal 3 yaitu
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
e. Hak Menerima Pendidikan Nasional dan Kewajiban Menjalankan
Pendidikan Nasional
Pihak – pihak yang memiliki hak dan kewajiban terkait pendidikan
nasional adalah:
1) Warga Negara

284
2) Orang Tua
3) Masyarakat
4) Pemerintah
f. Hak Warga Negara dalam Bidang Pendidikan
Hak warga negara terkait pendidikan terdapat dalam Pasal 5 ayat (1)
hingga (5)
(1) Setiap WN mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
(2) WN yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3) WN di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4) WN yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.
(5) Setiap WN berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat

g. Kewajiban Warga Negara dalam Bidang Pendidikan


(1) Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2) Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
h. Hak dan Kewajiban Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan
 Hak Orang Tua:
Berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan
memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan
anaknya.
 Kewajiban Orang Tua
Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban
memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
i. Hak dan Kewajiban Masyarakat dalam Mendukung Pendidikan
Nasional di Indonesia

285
 Hak Masyarakat
Pasal 8 “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.”
 Kewajiban Masyarakat
Pasal 9 “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan
sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.”
j. Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah di Bidang
Pendidikan
 Hak Pemerintah dan Pemerintah daerah
Pasal 10 “Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak
mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
 Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan
layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun
3. Aspek Penting Kebudayaan
a. Pengembangan budaya Indonesia adalah tanggung jawab Negara, bukan
hanya Pemerintah tetapi juga masyarakat.
b. Kebudayaan tidak hanya masalah seni dan sastra, tetapi mencakup
sistem nilai, norma, gagasan, dan ide-ide yang hidup dan dipergunakan
oleh warga untuk berinteraksi dengan lingkungannya
c. Konstitusi menegaskan bahwa perkembangan budaya itu didasarkan
kepada kekayaan budaya daerah dan pada kesadaran akan keberadaan
budaya kita ditengah peradaban dunia.
d. Kebijakan pembangunan budaya diperlukan agar kebudayaan kita
tumbuh dan memperkaya dirinya dengan nilai-nilai yang sehat

286
4. Sistem Budaya dalam UUD NRI Tahun 1945
Pasal 32 UUD NRI Tahun 1945:
(1). Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.
(2). Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.
BAB XII KEHIDUPAN BERAGAMA DI INDONESIA
1. Dasar Hukum Kehidupan Beragama di Indonesia
a. UUD NRI Tahun 1945:
Pasal 28E ayat (1), 28I ayat (1), 29 ayat (2), 28J ayat (1), 28J ayat (2), Pasal
31
b. Undang-Undang:
(1) UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/
Atau Penodaan Agama
(2) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
(3) UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International
Covenant On Civil and Political Rights (Kovenan Internasonal
Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik)
(4) UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan
Dan/Atau Penodaan Agama
Penjelasan Pasal 1: "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk di
Indonesia ialah Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha
dan Khong Hu Cu (Konfusius)"
2. Jaminan Kebebasan Beragama
(1) Pasal 28E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.”
(2) Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
Pengakuan bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia

287
(3) Pasal 29 ayat (2) UUD NRI Tahun1945
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk
agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya
(4) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
Pasal 22 : "Setiap orang mempunyai kebebasan berpikir, berkeyakinan
dan beragama."
Indonesia sebagai negara yang menjamin hak kebebasan beragama
meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (CCPR)
atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik 1966 melalui
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005.
(1) UU No.12 Tahun 2005 Tentang ICCPR
Pasal 18:
1. Setiap warga negara berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan
beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau
kepercayaan atas pilihannya sendiri dan kebebasan, baik secara sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau
tertutup, untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan
ibadah, pentaatan, pengamalan dan pengajaran.
2. Tidak seorangpun dapat dipaksa sehingga terganggu kebebasannya
untuk menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan sesuai
dengan pilihannya.
3. Kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau kepercayaan
seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan undang-
undang, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban,
kesehatan, atau moral
masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan dasar orang lain.
4. Negara pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk menghormati
kebebasan orang tua dan apabila diakui, wali hukum yang sah untuk
memastikan bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anak mereka
sesuai dengan keyakinan mereka sendiri..
3. Agama dan Hak Asasi Manusia
a. Pasal 28J ayat (1) UUD 1945:

288
Mengatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain
b. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945
Mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada
pembatasan-pembatasan dalam undang-undang.
HAM tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-
pembatasan yang diatur dalam undang-undang.
Diantaranya seperti kewajiban untuk menghargai semua umat
beragama, menjaga kerukunan antar umat beragama, menghormati
orang yang beribadah, serta saling membantu dan kerja sama antar umat
beragama.
4. Delapan Komponen Normatif Terkait Kebebasan Beragama atau
Berkeyakinan dalam HAM
(1) Kebebasan Internal Setiap orang mempunyai kebebasan berfikir,
berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk
menganut atau menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya
sendiri termasuk untuk berpindah agama dan keyakinannya
(2) Kebebasan Eksternal Setiap orang memiliki kebebasan, apakah
secara individu atau di dalam masyarakat, secara publik atau pribadi
untuk memanifestasikan agama atau keyakinan di dalam pengajaran
dan peribadahannya.
(3) Tidak ada Paksaan Tidak seorangpun dapat menjadi subyek
pemaksaan yang akan mengurangi kebebasannya untuk memiliki
atau mengadopsi suatu agama atau keyakinan yang menjadi
pilihannya.
(4) Tidak Diskriminatif Negara berkewajiban untuk menghormati dan
menjamin kebebasan beragama atau berkepercayaan semua individu
di dalam wilayah kekuasaannya tanpa membedakan suku, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama dan keyakinan, politik atau
pendapat, penduduk: asli atau pendatang, serta asal usulnya.
(5) Hak dari Orang Tua dan Wali Negara berkewajiban untuk
menghormati kebebasan orang tua, dan wali yang sah, jika ada untuk

289
menjamin bahwa pendidikan agama dan moral bagi anak-anaknya
sesuai dengan keyakinannya sendiri.
(6) Kebebasan Lembaga dan Status Legal Aspek yang vital dari
kebebasan beragama atau berkeyakinan, bagi komunitas keagamaan
adalah untuk berorganisasi atau berserikat sebagai komunitas. Oleh
karena itu komunitas keagamaan mempunyai kebebasan dalam
beragama atau berkeyakinan termasuk di dalamnya hak kemandirian
di dalam pengaturan organisasinya.
(7) Pembatasan yang diijinkan pada Kebebasan Eksternal Kebebasan
untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat
dibatasi oleh undang-undang dan demi kepentingan melindungi
keselamatan dan ketertiban publik, kesehatan atau kesusilaan umum
atau hak-hak asasi dan kebebasan orang lain.
(8) Non-Derogability Negara tidak boleh mengurangi kebebasan
beragama atau berkeyakinan dalam keadaan apapun.
5. Hubungan Agama dan Negara
a. Dari awal norma konstitusi menempatkan Allah dan Tuhan itu dalam
satu kepercayaan yang utuh bagian dari terbentuknya negara Indonesia,
karena itu dapat dikatakan agama menempati posisi pertama dan
terpenting
b. Pasal 31 UUD 1945 dikatakan pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia.
c. Dengan dasar itu, segala kebijakan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai agama. Konsekuensi lain dari pelaksanaan nilai-nilai agama
dalam bernegara, maka kehidupan beragama diurus oleh Kementerian
Agama
d. Di negara sekuler, tidak ada kementerian agama karena tidak ada
hubungannya antara agama dan negara, sementara pada negara yang
didasarkan pada suatu agama tidak memiliki Kementerian Agama
karena semua kehidupan bernegara harus dilaksanakan berdasar agama.

290
e. Agama memiliki kaitan yang erat dengan negara. “Konstitusi atau UUD
NRI Tahun 1945 tidak memisahkan agama dengan negara, agama
kebebasannya dijamin oleh negara, nilai-nilai agama merupakan sumber
dari kebijakan-kebijakan negara, segala kebijakan yang bertentangan
dengan nilai agama maka bertentangan dengan konstitusi
f. Setiap orang berhak atas kebebasan beragama atau berkepercayaan.
Konsekwensinya tidak seorang pun boleh dikenakan pemaksaan yang
akan mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu
agama atau kepercayaan pilihannya sendiri. Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama/
kepercayaannya.
g. Negara (Pemerintah) wajib mengatur kebebasan di dalam
melaksanakan/ menjalankan agama atau kepercayaan agar pemerintah
dapat menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM
dan demi terpeliharanya keamanan, ketertiban, kesehatan atau
kesusilaan umum.

291
Hukum Perdata

292
Hukum Perdata

Buku III
Hukum Benda
Hukum benda bersumber pada KUHPer dan UU kebendaan lainnya.
Syarat benda menurut KUHPer:
1. Harus ada nilai ekonomis.
2. Dapat dikuasai oleh perseorangan maupun badan hukum.

Definisi hukum benda adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur tentang
kebendaan.
Hak kebendaan dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Hak yang bersifat memberikan kenikmatan; bezit, eigendom, detentie.
2. Hak kebendaan yang bersifat memberikan jaminan. Fungsinya yaitu , untuk
memberikan jaminan prestasi terhadap debitur dan sifatnya tidak boleh
dinikmati oleh kreditur dalam sehari-hari. Contoh: gadai, hipotik, hak
tanggungan, jaminan fidusia.

Definisi Hak Benda


Hak benda adalah hak yang memberikan kekuasaan pada benda yang
dimiliki oleh orang atau badan hukum. Benda merupakan objek hukum yang
menjadi hubungan antara subjek hukum berkaitan dengan hak dan kewajiban. Hak
benda bersifat mutlak, yang artinya dapat dipertahankan.
Pembagian benda:
 -Benda berwujud: benda yang dapat ditangkap oleh panca indera.
-Benda tidak berwujud: Piutang.

 -Benda bergerak: benda yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat
lain.
-Benda tidak bergerak: Tanah dan segala sesuatu yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah. Contoh: Patung yang didirikan dari dalam tanah.
Pentingnya Pembagian Benda Bergerak dan Benda tidak Bergerak

293
Benda Bergerak Benda Tidak
Bergerak
Penyerahan Penyerahan dilakukan Penyerahan dilakukan
secara nyata, yaitu dari dengan balik nama.
tangan ke tangan.
Jaminan Penggadaian. Hak tanggungan.
Daluwarsa Tidak ada daluwarsa. Terdapat daluwarsa
(Pasal 1977 KUHPer).

Res Nullius: Benda yang tidak ada pemiliknya dan sedari awalpun tidak memiliki
pemilik. Contoh: Ikan di laut dan burung di udara.

Res Derelictae: Benda yang tidak ada pemiliknya, namun pada awalnya dimiliki
oleh subjek hukum, tetapi kemudian ia melepaskan kepemilikannya tersebut.
Contoh: Tas bekas, Laptop bekas, dsb.
*note: Dalam melepaskan kepemilikan benda, harus dilepaskan dengan
kehendak. Sebab, hal ini berkaitan dengan penuntutan terhadap benda tersebut.

Definisi Hak Kebendaan


Hak kebendaan adalah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas
suatu benda. Berarti adanya hubungan hukum antara subjek hukum dengan objek
hukum yang dilindungi oleh hukum.
Ciri-ciri hak kebendaan:
 Merupakan hak mutlak, yakni dapat dipertahankan kekuasaannya oleh
siapapun.
 Mempunyai sifar droit de suite & revindikasi. Dengan kata lain, hak
kebendaan melekat pada bendanya dimanapun benda tersebut berada di
tangan siapapun.
 Mempunyai hak untuk didahului (preferen).
 Objeknya benda.

Bezit (Hak Menguasai)


Beziter: orang yang memiliki bezit.

294
Detentie: hak menguasai benda untuk orang lain.
Eigendom: hak kepemilikan.
Detentor: orang yang menguasai benda tersebut.
Definisi Bezit Menurut Pasal 529 KUHPer
Bezit adalah kedudukan seseorang yang menguasai atau menikmati suatu
kebendaan, baik dengan diri sendiri maupun dengan perantaraan orang lain seolah-
olah kebendaan itu eigendomnya.
Bezit memiliki 2 arti:
1. Untuk diri sendiri, yakni ia menguasai benda tersebut secara langsung.
2. Dengan perantaraan orang lain (tidak langsung). Misal: Benda yang ia
sewakan, pinjamkan, atau juga ia titipkan.

Orang yang mempunyai benda kemudian bendanya ia sewakan, maka ia


tetap mempunyai hak bezit.
Hak atas benda dari orang yang menyewa dinamakan detentie.
Perbedaan Hak Eigendom dan Hak Bezit terletak pada cara memperoleh bendanya
(dasar haknya).
 Hak eigendom: cara memperolehnya dengan sah menurut hukum.
 Hak bezit: cara memperolehnya dengan tidak sah atau cacat hukum. Misal:
mencuri barang milik orang lain atau membeli barang curian.

Syarat Memperoleh Hak Eigendom (Hak Milik)


Berdasarkan Pasal 584 KUHPer dengan jalan penyerahan yang harus
memenuhi 2 syarat:
1. Atas hak/titie: yang mewajibkan untuk menyerahkan kebendaan. Misal:
jual-beli.
2. Orang yang berwenang: orang yang berhak bebas atas kebendaan yang
diserahkan.

*note: apabila salah satu syarat yang tidak tepenuhi, maka yang menerima
penyerahan benda, haknya atas benda tersebut hanyalah hak bezit (hak menguasai).

Perbedaan Antara Hak Eigendom, Hak Bezit, dan Detentie


Hak Eigendom Hak Bezit Detentie

295
-Menguasai benda untuk -Menguasai benda untuk -Ia menguasai benda
dirinya sendiri. dirinya sendiri. untuk orang lain.
-Cara memperoleh -Cara memperoleh Misal: Meminjam,
bendanya dengan sah bendanya ada cacat menyewa atau dititipi
menurut hukum. hukum. sebuah barang.

Fungsi-fungsi yang Ada Pada Hak Bezit:


 Dalam keadaan normal (keadaan sesuai hukum), bezit sama dengan
eigendom.
 Hak bezit mempunyai perlindungan hukum.
 Eigenar dapat mengajukan gugatan revindikasi.

Perlindungan Hukum dari Hak Bezit Bagi Beziter:


o Fungsi Polisionil:
Perlindungan hukum dari hak bezit dari beziter terhadap eigenar.
Hal demikian, eigenar tidak dapat bertindak sewenang-wenang terhadap
beziter.
o Fungsi Hak Kebendaan:
Perlindungan hukum dari hak bezit bagi beziter terhadap pihak
ketiga. Hak kebendaan bersifat mutlak, sehingga dapat dipertahankan oleh
siapapun. Misal: B menyewa laptop dari pihak A. Si C mengetahui laptop
tersebut milik A, tetapi ia tidak dapat sewenang-wenang mengambil laptop
tersebut dari si B, sebab B memiliki hak kebendaan dari hak bezitnya.

Pembedaan Bezit
Ditinjau dari cara memperoleh bendanya:
 Beziter beritikad baik: ia tidak mengetahui adanya cacat dalam cara
memperoleh kebendaannya.
 Beziter beritikad buruk: ia mengetahui adanya cacat dalam cara
memperoleh kebendaannya.
*note: Hakim yang menentukan apakah ia beziter baik atau buruk.

Dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPER Terdapat tiga teori:

296
1. Detentie adalah eigendom
Orang yang dititipi atau menyewa benda dianggap sebagai
eigenar sehingga pemilik benda tidak bisa menggugat revindikasi.
Ia hanya bisa meminta ganti kerugian berdasarkan hak perorangan,
misalnya penjanjian sewa-menyewa itu.
2. Bezit adalah eigendom
Teori ini tidak memperhatikan itikad dari si beziter, sehingga
teori ini memiliki kelemahan dalam hal perolehan benda dengan
jalan daluwarsa.
3. Bezit melegitimasi eigendom (Teori Legitimasi)
Barangsiapa dengan itikad baik menguasai suatu benda
dianggap ialah eigenarnya, maka ia dilindungi oleh hukum. Dalam
teori ini, syarat kewenangan orang dikesampingkan. Teori ini
terdapat dua fungsi:
a) Fungsi normal (prossesuil/keacaran)
Fungsi ini hanya berlaku antara pihak 1 dan pihak 2.
Menurut fungsi ini, seseorang yang memperoleh benda
bergerak dari pihak lain apabila digugat cukup membuktikan
hak bezitnya saja dan penggugat akan dimenangkan apabila
hak eigendom masih ada padanya. Contoh pembuktian
berupa bagaimana cara si beziter tersebut memperoleh
bendanya.
b) Fungsi materiil
Fungsi ini berlaku antara pihak 1 dan pihak 3.
Menurut fungsi ini, orang yang memperoleh benda bergerak
dari pihak lain yang nampaknya berwenang untuk
menyerahkan benda tersebut (meskipun tidak), akan menjadi
eigenar dari benda tersebut asalkan penyerahan dilakukan
dengan alas hak yang sah.

Pengecualian dari Pasal 1977 ayat (2) KUHPer adalah Pasal 582 KUHPer

297
Pemilik benda dapat mengajukan revindikasi dalam hal bendanya dicuri dan
ia tidak diwajibkan untuk mengganti rugi terhadap beziter, kecuali apabila beziter
tersebut memperoleh bendanya di pasar tahunan, di tempat pelelangan umum, dan
dari penjual yang menjual barang sejenis.
Sehingga apabila beziter memperoleh bendanya pada salah satu tempat
yang disebutkan diatas, si penuntut revindikasi wajib untuk mengganti rugi kepada
beziter.

Hak Eigendom
Hak eigendom merupakan hak untuk menikmati suatu kebendaan secara
bebas dan mempergunakan kebendaan itu secara bebas dan mempergunakan
kebendaan itu secara mutlak (mutlak berarti dapat dipertahankan). Sehingga, ada
hubungan antara subjek hukum dan objek hukum yang dilindungi oleh hukum, dan
orang lain wajib menghormati hal tersebut.
Pembatasan-pembatasan Hak Eigendom:
 Tidak boleh bertentangan dengan UU/ atau peraturan hukum
lainnya.
 Tidak boleh mengganggu haknya yang orang lain baik secara
materiel, immateriel, maupun penyalahgunaan hak.

Materiel: kerugian yang terlihat, seperti perusakan barang


Immateriel: gangguan yang hanya mengurangi penikmatan terhadap haknya orang
lain.
Hinder: gangguang yang mengakibatkan kerugian immateriel.
Penyalahgunaan hak: gangguan kecil berupa perbuatan yang tidak mempunyai
kepentingan yang pantas dan bertujuan untuk merugikan orang lain.

Hak eigendom dapat dicabut demi kepentingan umum (Pasal 18 UUPA),


berdasarkan undang-undang (UU No. 29 Tahun 1961) dengan penggantian
kerugian yang layak.

Pedoman Mengajukan Gugatan dengan Adanya Hinder


o Didasarkan pada Pasal 1365 KUHPer mengenai perbuatan melawan hukum.

298
Unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPer yang harus terpenuhi:
a) Harus ada perbuatan melawan hukum;
b) Ada kesalahan dari orang yang melakukan perbuatan;
c) Ada kerugian yang timbul;
d) Ada hubungan kausal dari perbuatan melawan hukum
seseorang dengan kerugian yang timbul.
o Gangguan harus berhubungan dengan keadaan dan tempat.
o Gangguan harus mengenai penikmatan atas hak eigendomnya sendiri secara
normal.
o Gangguan harus mengenai penikmata yang sesungguhnya dari hak
eigendomnya sendiri.

Eigendom Bersama
Terbagi menjadi dua, yakni eigendom milik bersama bebas dan eigendom
milik bersama terikat.
 Milik Bersama Bebas
Hal ini terjadi apabila diantara yang bersangkutan hanya ada satu
ikatan hukum sebagai pemilik. Hak untuk memindahtangankan milik
bersama bebas, masing-masing yang menjadi haknya merupakan objek
kekayaan milik sendiri, sehingga tiap kawan milik dapat
memindahtangankan sebagian ataupun seluruhnya benda terkait.
Begitupula mengenai pembagian eigendom bersama dapat dilakukan secara
bebas dan kapanpun oleh kawan miliknya.
 Milik Bersama Terikat
Hal ini terjadi apabila diantara yang bersangkutan ada lebih dari satu
ikatan hukum, misalnya ia juga memiliki ikatan hukum waris, suami-istri,
kawan persero. Milik bersama terikat, benda yang dimiliki merupakan
kesatuan sehingga hak untuk memindahtangankan milik bersama terikat
harus seluruh bendanya, agar tidak menyulitkan kawan milik yang lain.
Mengenai penuntutan pembagian milik bersama terikat harus
menunggu ikatan hukum yang mengakibatkan adanya kepemilikan bersama
ini terputus terlebih dahulu. Misalnya, harta gonogini antara suami-istri

299
yang timbul pada saat mereka bercerai serta pembagian hak milik para
anggotanya pada saat pembubaran persero.

Cara-cara Memperoleh Hak Eigendom


Menurut Pasal 584 KUHPer:
 Pendakuan
Pendakuan hanya bisa dilakukan pada benda bergerak yang tidak
memiliki subjek hukum (Res Nullius dan Res Derelictae).

 Perlekatan
Pada suatu benda yang menjadi kesatuan dengan benda lainnya,
maka menjadi bagian dari benda tersebut. Contoh: kancing yang
diperlekatkan pada kemeja menjadi kesatuan benda pada kemeja tersebut.

 Daluwarsa
a) Acquisitive Verjaring
Merupakan daluwarsa untuk memperoleh hak eigendom.
Fungsi: untuk mengakhiri ketidakpastian hukum mengenai siapa
pemilik sesungguhnya benda tersebut. Berlaku pada benda bergerak
dan benda tidak bergerak. Pada tanah, sejak UUPA tidak dapat
memperoleh hak eigendom dengan jalan daluwarsa.
b) Extentieve Verjaring
Merupakan daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu
kewajiban.
Syarat beziter untuk memperoleh hak eigendom dengan jalan
daluwarsa:
-Beziter beritikad baik.
-Harus ada bezit sebagai eigendom. (Bezit menguasai benda untuk
dirinya sendiri).
-Bezit harus terus menerus, tidak terputus, dan tidak terganggu.
Misal: dalam 20 thn menguasai benda tidak pernah mengalami
gangguan atau gugatan.

300
-Bezit harus di muka umum.
-Jangka waktu menguasai 20 thn/30 thn.

 Pewarisan
Tanpa melakukan perbuatan tertentu. Dengan adanya peristiwa
meninggalnya seseorang maka ia memperoleh hak eigendomnya.

 Penyerahan
a) Nyata: langsung dari tangan ke tangan.
b) Yuridis: menyerahkan kekuasaan atas benda tsb.
Syarat memperoleh hak eigendom dengan jalan penyerahan:
-Ada alas hak yang sah. Misal: jual-beli.
-ada kewenangan dari orang yang menyerahkan. Bisa pemiliknya,
bisa orang yang memiliki pemegang jaminan (kreditur berhak
mengalihkan benda tersebut apabila debitur wanprestasi).

Yang tidak diatur dalam Pasal 584 KUHPer:


o Penciptaan barang: apabila benda tersebut berubah bentuknya.
o Penggabungan benda: benda yang tidak dapat atau sulit untuk dipisahkan.
Bisa terjadi karena dua hal: perbuatan seseorang atau karen kebetulan.
o Penarikan hasil: hanyalah berlaku pada beziter beritikad baik. Benda
pokoknya harus tetap dikembalikan (dalam hal pengadilan). Namun,
hasilnya dimiliki olehnya.

Pencabutan Hak Eigendom


Konfiskasi
Adanya hukuman tambahan dari putusan hakim.

Persatuan Kekayaan Perkawinan


Terjadinya perkawinan kemudian tidak adanya perjanjian pranikah,
maka menimbulkan persatuan harta kekayaan.

301
Pembubaran Badan Hukum
Kekayaan badan hukum tersebut dibagi kepada para anggotanya.
Dengan begitu, masing-masing anggota berhak memperoleh hak
eigendomnya. Misal: pembubaran persero.

Abandonnement
Apabila benda diasuransikan dan kemudian terjadi musibah, si pihak
asuransi harus menggantikan kerugian. Apabila ada sebuah sisa dari
musibah tersebut, pihak asuransi menjadi eigenar dari barang tersebut.

Sifat Cara Memperoleh Hak Eigendom


1. Secara originer; terjadi apabila hak eigendom diperoleh tanpa
bantuan pihak yang baru sama sekali. Contoh: perlekatan.
2. Secara derivatier
-Hak secara umum: memperoleh sebagian/seluruhnya dari harta
kekayaan orang lain. Contoh: para ahli waris.
-Hak secara khusus: memperoleh benda tertentu karena adanya
penyerahan.

Upaya yang Dapat Dilakukan Apabila Ada Gangguan Terhadap Haknya


 Gangguan Besar
Gangguan yang mengakibaykan hilangnya kekuasaan eigenar atas
bendanya. Contoh: bendanya dicuri. Sehinga dalam gugatan gangguan
besar dapat dilakukan revindikasi.
 Gangguan kecil
Gangguan yang tidak mengakibatkan hilangnya kekuasaan eigenar.
Misal terjadi kerusakan barang (kerugian materiel), hinder (kerugian
immateriel), serta penyalahgunaan hak. Sehingga, gugatan terhadap
gangguan kecil berupa ganti kerugian.

302
Hukum Perikatan

Istilah dan Pengertian


Hukum Perikatan diatur dalam Pasal 1233 buku III KUH Perdata.
Hukum perikatan memiliki beberapa istilah yaitu “Van Verbintenissen” dalam
Burgerlijk Wetboek, “Obligatio” dalam hukum Romawi, dan “Obligation” dalam
Bahasa Prancis.
Pengertian Hukum Perikatan menurut para ahli:
1. Menurut Hofmann, perikatan merupakan hubungan hukum antara
sejumlah terbatas objek-objek hukum sehubungan dengan itu seseorang
atau beberapa orang daripadanya untuk bersikap dengan cara-cara
tertentu terhadap pihak yang lain yang berhak atas sikap yang demikian
itu.
2. Menurut Pittlo, Hukum Perikatan merupakan suatu hubungan hukum
yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana
pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban
(debitur) atas sesuatu prestasi.
3. Prof. Subekti mengartikan Hukum Perikatan sebagai suatu perhubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang
lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
4. Prof. Purwahid Patrik mengartikan perikatan sebagai hubungan hukum
dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana
pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lain berkewajiban
atas sesuatu.

Unsur Pokok dalam Perikatan


Dari pengertian-pengertian mengenai hukum perikatan, maka dapat diambil
beberapa unsur pokok dalam Perikatan untuk menentukan apakah suatu tindakan
merupakan perikatan atau bukan.
Unsur-unsur pokok tersebut yaitu:
1. Adanya hubungan hukum.

303
2. Adanya harta kekayaan yang melibatkan para pihak akan tetapi harta
kekayaan karena perkawinan tidak termasuk.
3. Adanya 2 orang atau lebih sebagai subjek Hukum Perikatan yang
dibebani hak yaitu kreditur dan kewajiban yaitu debitur.
4. Adanya prestasi atas sesuatu (objek) yang dapat timbul karena
perjanjian atau perundang-undangan.

Subjek dari Perikatan


Subjek dalam hukum pada umumnya dapat berupa orang/perseorangan dan
badan hukum. Subjek dalam hukum perikatan dengan hukum secara general sama,
akan tetapi dalam perikatan adanya hubungan hukum dimana yang satu memiliki
hak dan lainnya berkewajiban.
Perikatan merupakan hubungan hukum antara kreditur dan debitur. Maka yang
menjadi subjek dari perikatan adalah kreditur dan debitur.
Kreditur merupakan pihak yang aktif dan berhak atas sesuatu. Sifat aktif pada
kreditur dapat digunakan untuk melakukan tindakan tertentu seperti menggugat
debitur di muka peradilan.
Debitur merupakan pihak yang pasif dan berkewajiban atas sesuatu.
Jenis Perikatan
A. Perikatan Perdata dan Wajar
Perikatan Perdata : pemenuhan prestasinya dapat digugat di muka
pengadilan.
Perikatan Wajar : pemenuhan prestasinya tidak dapat gigugat di muka
peradilan, jadi tanpa gugat (ada Schuld tanpa haftung).
B. Perikatan yang dapat dibagi-bagi dan tidak dapat dibagi-bagi
Perikatan yang dapat dibagi-bagi : prestasinya dapat dibagi-bagi.
Perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi : prestasinya tidak dapat dibagi-bagi.
C. Perikatan principaal dan accessoir
Perikatan Principaal : perikatan yang pokok.
Perikatan Accessoir : perikatan yang tambahan.
D. Perikatan spesifik dan generik
Perikatan Spesifik : prestasinya ditentukan satu persatu (terperinci).

304
Perikatan Generik : prestasinya ditentukan menurut jenisnya.
E. Perikatan sederhana dan berlipat ganda
Perikatan Sederhana : prestasinya terdiri dari satu prestasi.
Perikatan Berlipat Ganda : prestasinya ada beberapa.
F. Perikatan sepintas dan terus menerus
Perikatan Sepintas : pemenuhan prestasinya hanya dilakukan dengan satu
kali dalam jangka waktu yang singkat. Misalnya penyerahan barang dalam
jual beli.
Perikatan Terus Menerus : pemenuhan prestasinya dilakukan terus-menerus
dalam waktu yang panjang. Misalnya sewa menyewa.
G. Perikatan murni dan bersyarat dan dengan ketentuan waktu
Perikatan Murni : prestasinya dapat dipenuhi pada saat itu juga.
Perikatan Bersyarat : pemenuhan prestasinya digantungkan pada syarat
tertentu.
Perikatan dengan ketentuan waktu : pemenuhan prestasinya digantungkan
pada waktu yang tertentu.

Objek Perikatan
Diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata. Objek dalam perikatan adalah
sesuatu yang ingin dicapai oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu. Objek
dalam perikatan juga sering disebut dengan prestasi. Prestasi dalam perikatan yaitu
:
1. Untuk memberikan sesuatu.
2. Untuk berbuat sesuatu.
3. Untuk tidak berbuat sesuatu.

Syarat-Syarat Objek
1. Harus diperkenankan  sesuai dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
2. Tertentu dan dapat ditentukan  terang dan jelas (barang yang sudah
ada dan barang yang akan ada, kecuali warisan).

305
3. Harus mungkin (objektif)  jika tidak objektif maka tak pernah terjadi
perikatan.

Sumber-Sumber Hukum Perikatan

Eksekusi Riil
Kreditur dapat memaksa debitur untuk memenuhi prestasi apabila ia
mempunyai hak untuk itu. Dalam hal tersebut, maka eksekusi riil merupakan
keadaan dimana kreditur dapat menuntut kepada hakim agar dengan putusannya
memaksa debitur untuk memenuhi prestasinya.
Jika kreditur tidak dapat melakukan eksekusi riil maka akan menderita kerugian
akibat tidak dipenuhinya prestasi. Kreditur dapat menuntut ganti kerugian, uang
pemaksa, atau pemutusan perjanjian jika perjanjiannya timbal balik.
Peristiwa-peristiwa yang memungkinkan diadakannya eksekusi riil:
1. Dalam hal prestasi untuk memberi sesuatu yaitu dalam hal memperoleh
hak eigendom, hak bezit, atau menikmati sesuatu kebendaan.
2. Dalam hal prestasi untuk berbuat sesuatu, kita harus mengetahui apakah
prestasi melekat pada diri debitur atau tidak. Jika melekat (mengenai
keahlian dan pengetahuannya) maka eksekusi riil tidak bisa dilakukan.

306
3. Dalam hal prestasi untuk tidak berbuat sesuatu, adakalanya
dimungkinkan dan sebaliknya.

Schuld dan Haftung


Schuld dan Haftung adalah saling bergantungan sangat erat satu sama lain.
Pasal yang memberikan pengaturan mengenai Schuld dan Haftung adalah Pasal
1131 KUH Perdata.
Schuld adalah kewajiban kreditur untuk menyerahkan prestasi kepada debitur.
Haftung adalah kewajiban debitur untuk menyerahkan harta kekayaannya
untuk diambil kreditur sebanyak utang debitur, guna pelunasan hutang si debitur,
apabila debitur tidak memenuhi kewajiban membayar utang tersebut. (Mariam
Darus Badrulzaman, 1994: 5).
Prestasi dan Wanprestasi
Prestasi dalam Hukum Kontrak dikenal juga sebagai performance dalam istilah
Inggris. Prestasi merupakan pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan
menurut tata cara yang telah disepakati bersama (term and condition). Macam-
macam prestasi diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata.
Wanprestasi adalah suatu kondisi tidak dilaksanakannya suatu prestasi/
kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama – sebagaimana
yang dinyatakan dalam kontrak. Wanprestasi juga dikenal dengan istilah cidera
janji; default; nonfulfillment; ataupun breach of contract.
Bentuk-bentuk dari wanprestasi adalah berupa:
1. Tidak memenuhi prestasi
2. Terlambat memenuhi prestasi
3. Tidak sempurna memenuhi prestasi
Apabila tidak ditentukan lain dalan kontrak atau undang-undang maka
wanprestasinya debitur resmi terjadi setelah dinyatakannya lalai oleh
kreditur dengan dikeluarkannya ‘akta lalai’ oleh pihak kreditur. Akta lalai
diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata. Akta lalai dalam praktek dikenal
dengan istilai somasi. Akta lalai hanya berlaku di negara-negara dengan
civil law system, sementara negara-negara dengan common law system tidak
berlaku.

307
Pengecualian terhadap akta lalai dalam hal:
1. Ditentukannya termin waktu di dalam kontrak
2. Debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi
3. Debitur keliru memenuhi prestasi
4. Ditentukan dalam undang-undang bahwa wanprestasi terjadi demi
hukum
Dalam ilmu hukum kontrak dikenal suatu doktrin yang disebut “Doktrin
Pemenuhan Prestasi Substansial (Substantial Performance)” jika dalam hal
wanprestasi yang terjadi berupa tidak sempurna dalam memenuhi prestasi. Doktrin
ini yang mengajarkan bahwa dalam hal terjadi wanprestasi berupa tidak sempurna
memenuhi prestasi, namun pihak tersebut telah melaksanakan prestasinya secara
substantial maka pihak lain tersebut harus juga melaksanakan prestasinya secara
sempurna (Substantial Performance).

Force Majeure dan Akibat Hukumnya


Force Majeure merupakan keadaan dimana seorang debitur terhalang untuk
melaksanakan prestasinya karena keadaan/peristiwa yang tidak terduga pada saat
dibuatnya kontrak.
Keadaan/peristiwa yang terjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada
debitur, sementara debitur tidak dalam beritikad buruk. Peristiwa tersebut juga juga
tidak telah diasumsikan kemungkinan terjadinya. Contoh peristiwa yang
menyebabkan force majeure adalah bencana alam, mogok massal, serta munculnya
peraturan baru yang melarang pelaksanaan prestasi dari kontrak tersebut.
Masalah mengenai force majeure diatur dalam Pasal 1244&1245 KUH Perdata
hanya mengenai hubungannya dengan penggantian biaya rugi dan bunga saja,
namun juga dapat dijadikan pedoman secara umum. Berdasarkan pasal tersebut,
force majeure dapat disebabkan karena sebab-sebab yang tidak terduga, keadaan
memaksa, perbuatan tersebut dilarang.
Apabila force majeure terjadi terhadap suatu kontrak yang menyebabkan salah
satu atau kedua belah pihak terhalang untuk melaksanakan prestasinya, maka para
pihak dibebaskan untuk melaksanakan prestasi dan tidak ada satu pihak pun yang
dapat meminta ganti rugi karena tidak dilaksanakannya kontrak bersangkutan.

308
Ganti Rugi
Ganti rugi merupakan kewajiban pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan penggantian atas kerugian yang telah ditimbulkannya.
Ganti rugi diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata.
Komponen-komponen ganti rugi ialah:
1. Biaya
meliputi segala biaya (cost) yang telah dikeluarkan oleh pihak yang
dirugikan sehubungan dengan kontrak, misalnya akomodasi, biaya
notaris.
2. Rugi
Pengertian dalam arti sempit yaitu berkurangnya nilai kekayaan dari
pihak yang dirugikan karena adanya wanprestasi dari pihak lainnya.
3. Bunga
adalah dimaksudkan sebagai kekurangan yang seharusnya diperoleh
tetapi tidak jadi diperoleh oleh pihak kreditur karena adanya wanprestasi
debitur.
Dalam praktek, dikenal 5 macam ganti rugi, yaitu:
1. Ganti rugi
2. Pelaksanaan kontrak tanpa ganti rugi
3. Pelaksanaan kontrak dengan ganti rugi
4. Pembatalan kontrak tanpa ganti rugi
5. Pembatalan kontrak dengan ganti rugi

Berakhirnya Perjanjian/Perikatan
Berakhirnya perjanjian : selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat
antara dua pihak tentang suatu hal.
Hapusnya perikatan menurut Pasal 1381 KUH Perdata dapat dilaksanakan
dengan:
a. Pembayaran
o Pembayaran : setiap pelunasan perikatan.

309
o Yang melakukan pembayaran : debitur atau bisa dilakukan oleh
setiap orang baik yang berkepentingan atau pun tidak.
o Kepada siapa pembayaran harus dilakukan menurut Pasal 1385:
 Kreditur
 Orang yang dikuasakan oleh kreditur
 Orang yang dikuasakan oleh hakim atau undang-undang
untuk menerima pembayaran.
o Objek pembayaran : adalah apa yang terutang.
o Waktu dilakukannya pembayaran : undang-undang tidak mengatur
dan yang menentukan adalah persetujuan.
o Subrogasi : penggantian kreditur dalam suatu perikatan sebagai
akibat adanya pembayaran.
b. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
c. Pembaharuan utang
d. Perjumpaan utang atau kompensasi
e. Pencampuran utang
f. Pembebasan utangnya
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Pembatalan
i. Berlakunya suatu syarat batal
j. Lewatnya waktu

310
311

Anda mungkin juga menyukai