Anda di halaman 1dari 126

ALSA STUDY

BOOK
MID TERM FOR EVEN SEMESTER
BATCH 2017 AND 2018

ALSA LC UNDIP
TABLE OF CONTENTS

2017
METODOLOGI PENELITIAN DAN PENULISAN HUKUM 1
UPAYA HUKUM PERKARA TATA USAHA NEGARA 16
UPAYA HUKUM PERKARA PERDATA 27
HUKUM ACARA PIDANA KHUSUS 43

2018
HUKUM LINGKUNGAN 46
HUKUM PERUSAHAAN 50
HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL 59
KRIMINOLOGI 63
HUKUM INTERNASIONAL 68
HUKUM PERJANJIAN 76
PERANCANGAN HUKUM 82
HUKUM KEKERABATAN DAN WARIS ADAT 85
HUKUM PELAYANAN PUBLIK 89
HUKUM PIDANA KHUSUS 101
HUKUM WARIS PERDATA 103
BATCH 2017
METODOLOGI
PENELITIAN DAN
PENULISAN HUKUM
ALSA STUDY BOOK

MATERI METEDOLOGI PENELITIAN DAN PENULISAN HUKUM

SIFAT KEILMUAN :
1. Berfikir dengan prosedur ilmiah
2. Menggunakan metode ilmiah
3. Memiliki pengakuan secara akademis
4. Jujur : harus bisa dipertanggungjawabkan
5. Curiositas (ingin tahu)

CIRI PENGETAHUAN UMUM :


1. Berlaku umum
2. bersifat otonom
3. memiliki dasar kebenaran (bisa dipertanggungjawabkan)
4. sistemik
5. intersubjektif : objektif

PENGERTIAN ILMU
Apakah ilmu itu?
- Ilmu adalah usaha manusia untuk mencari kebenaran
- Disamping ilmu dikenal pula usaha manusia lain dan diyakini kebenarannya
wahyu dan intuisi
- Dalam perkembangannya muncul aliran pemikiran (mazhab) rasionalisme
dan empirisme.

A. Mazhab Rasionalisme
- keyakinan bahwa dengan kemampuan akal (rasio) segala macam persoalan
kemanusiaan dapat diselesaikan dan dipecahkan.
- kebebnaran hakiki hanya dapat dicapai dengan akal
- hanya ilmu pengetahuan yang yang diperoleh melalui akal ilmu pengetahuan
ilmiah
- metode berpikir : deduktif
- credo : cegito ergosum ; saya berpikir maka saya ada
- tokoh : Rene Descartes, Spinoza, Lereni

B. Mazhab Empirisme
- sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman-pengalaman lain
menyangkut dunia dan batin, menyangkut pribadi manusia.
- pengalaman melahirkan kesan-kesan (pengamatan langsung yang diakui
manusia dari pengertian-gambaran tentang pengamatan yang redup, samar
samar diperoleh dengan perenungan terhadap kesan-kesan tersebut)
- metode : deduktif
- tokoh : Francis Bacon, David Home, August Comte

1
ALSA STUDY BOOK

C. Mazhab Keilmuan
- ilmu pengetahuan yang memadai adalah rasional dan empiris
- hasil pemikiran-pemikiran yang bersumber pada akal harus dipadukan
dengan pengalaman.
- metode : deduktif dan induktif
- tokoh : Immanuel Kant
- mazhab inilah yang tampaknya popular dan diterapkan dalam kajian-kajian
ilmiah

7 (TUJUH) JENIS PENELITIAN HUKUM NORMATIF:


- penelitian inventarisasi hukum positif
- penelitian asas-asas hukum
- penelitian hukum klinis
- penelitian hukum yang menkaji sistematika peraturan perundang-undangan
- penelitian hukum yang menelaan sinkronisasi suatu perundang-undangan
- penelitian perbandingan hukum
- penelitian sejarah hukum

PENELITIAN INVENTARISASI HUKUM POSITIF:


- kegiatan pendahuluan yang sangat mendasar sebelum menemukan norma

hukum in cocncerto harus diketahui terlebih dahulu hukum positif apa


yang sedang berlaku
- menetapan kriteria identifikasi : mengkolerasi norma-norma hukum;

melakukan pengorganisasian norma-norma secara komperhensif


- 3 konsep pokok mengidentifikasi norma hukum : legistis positifis :
mengkonstruksikan hukum sebagai perilaku yang ajeg; hukum sebagai
keputusan hakim/ kepala adat

Catatan : konsep hukum empiris dan konsep hukum antropologis lebih


tepat termasuk dalam penelitian hukum yang sosiologis

TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


1. Pancasila
2. UUD NRI 1945
3. TAP MPR
4. UU/Perpu
5. PP
6. Perpres
7. Permen
8. Perda

2
ALSA STUDY BOOK

9. Keputusan Pengadilan
(Inventarisasi secara vertical)
Inventarisasi secara horizontal : judul apa dan peraturan perundangan yang
secara horizontal atau sejajar yang dimasukan dalam
- pencurian kendaraan bermotor di wilayah X yang dilakukan oleh TKI: U
Pencurian , UU TKI

PENELITIAN ASAS-ASAS HUKUM


- penelitian etis terhadap hukum (paul Scholten)
- darimana asal, faktor-faktro asas-asas hukum tersebut
-dasar hukum positif :
1. kepantasan, kepatutuan , keharusan (faktor hati nurani yang bersih)
2. perasaan hukum, kesadaran intuitif dan serta merata
Asas-asas hukum mengandung :
1. peraturan yang mengandung kaidcoah (norma, nilai, asas hukum)
- lapangan hukum positif yang mengandung kaidah/ norma hukum. Ct : hukum
pidanay, perdata, dagang
- peraturan yg tdk mengandung kaidah hukum : hukum acara ; berisi tata cara
sidang, cara membuat gugataan, dll.

Hukum Klinis : apakah hukumnya bagi suatu perkara in concreto.


Mendesekripikan legal fact; solusi analitis kritis terhadap hukum.

METODE PENELITIAN HUKUM:


Penelitian Hukum:
- Normatif (doctrinal) – data sekunder (kepustakaan)
- sosiologis (empiris) – data primer

Penelitian hukum normatif, dikonsepsikan:


- sebagai apa yang ditulis – law in books
- kaidah atau norma yang dianggap pantas.

3 KONSEP POKOK PENELITIAN HUKUM:


- legistis – positivis : bahan hukum identic dengan norma tertulis, hukum
sebagai produk negara, sistem normative yang otonom, tertutup, terlepas dari
kehidupan masyarakat normatif
- Norma hukum tidak tertulis : norma hukum dikonsepsikan sebagai refleksi
kehidupan masyarakat, observasi tingkah laku masyarakat, mencari keajegan
yang empiril merupakan penelitian hukum yang sosiologis
- hukum identic dengan keputusan hakim : termasuk keputusan kepala adat
(sering digunakan oleh para antropolog.

3
ALSA STUDY BOOK

JENIS DATA:
a. data primer : data yng langsung diperoleh dari masyarakat
b. data sekunder : data bahan pustaka:
- bahan hukum primer yang mengikat yakni : inventarisasi hukum
positif; hukum adat; yurisprudensi ; traktat, dll
- bahan penjelasan, RUU , karya ilmiah, jurnal, hasil penelitian (skripsi,
tesis, disertasi)
- kamus, ensikopedia, indeks, website

Sistematika Usulan Penelitian Sistematika Pelaporan Penelitian


I. Judul Penelitian Halaman Pengesahan
II. Latar Belakang Penelitian Halaman Pengujian
III. Permasalahan Pernyataan
IV. Tujuan Penelitian (adakalanya yang Motto dan Persembahana
diikuti dengan manfaat) Kata Pengantar
V. Tinjauan Pustaka Abstrak
VI. Metode Penelitian Daftar Isi
A. Metode Pendekatan BAB I PENDAHULUAN
B. Spesifikasi Penelitian A. Latar Belakang
C. Jenis Data (Primer / Sekunder) B. Perumusan Masalah
D. Metode Pengumpulan Data (kualitatif / C. Tujuan Penelitian
kuantitatif) D. Manfaat Penelitian
E. Metode Analisis Data E. Sistematika Penelitian
(Kualitatif/Kuantitatif) BAB II TINJAUAN PUSTAKA
VII. Sistematika Penyajian BAB III METODE PENELITIAN
VIII. Daftar Pustaka Sementara A. Metode Pnedekatan
B. Spesifikasi Penelitian
C. Jenis dan Sumber data
D. Metode Pengumpulan Data
E. Metode Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP

Proposal Laporan (Skripsi)


I. BAB I PENDAHULUAN
… ….
VII. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
( akan…) (TELAH)

4
ALSA STUDY BOOK

Judul
Judul yang baik : menggambarkan isi : padat singkat, berkorelasi, menarik

Latar belakang
- searching and researching diarahkan untuk menemukan norma hukum yang
akan digunakan untuk memberikan dasar pembenaran kepada peristiwa
tertentu.
- diwawali dengan pernytaan berbentuk intellectual statement yang berakhir
pada pembahasan alasan dan maksud penelitian tersebut
- menentukan norma hkum yang dapat difungsikan sebagai dasar pembenar
uyang membahas pernyataan tersebut.
- menggunakan sumber hkum yang menguatkan pernyataan masalah.

Substansi latar belakang


- situasi atau keadaan yang berkaitan dengan permasalah yang akan diteliti
- alasan peneliti menginginkan penelitian terhadap masalah tersebut
- hal yang berkaitan dengan telah atau belum diketahuinya masalah yang akan
diteliti.

Pokok permasalahan
-pokok permasalah merupakan refleksi kajian studi dalam penelitian yang
harus dijawab dalam akhir penelitian
-pokok permasalahan minimal 2 buah dan maksimal 5 buah
- pokok permasalah diuraiakan dalam bentuk kalimat tanya
Pokok permasalahan :
- kata “bagaimana” digunakan untuk mengidentifikasikan persoalan yang
menurut peneliti benar telah menjadi persoalan atau bersifat mengantarkan
masalah penelitian
- kata “mengapa”merefleksikan keinginan peneliti untuk memecahkan
persoalan hukum yang ada, dalam penelitian
- kata “bagaimanakah” diwujudkan untuk mencari jawaban melalui suatu
penelitian terlebih dahulu atau menggambarkan solusi.sus
Permasalahan 1 = secara umum
2 : secara khusus

5
ALSA STUDY BOOK

Tujuan penelitian
- menggambarkan esensi pelaksanaan penelitian yang dibagi atas tujuan
umum dan tujuan khusus.
- tujuan umum : diarahkan untuk mencapai tingkat generalisasi yang akan
dicapai dalam penelitian yang diuraikan dalam suatu paragraph pernyataan
- tujuan khusus : diwujudkan untuk mengkaji aspek masalah tertentu yang
berkaitanerat dengan masala yang disampaikan dalam bentuk kalimat.

Contoh
Pokok permasalahan Tujuan khusus
1. mengapa sistem pembuktian terbalik 1. menjelaskan sistem pembuktian terbalik
sempurna belum diterapkan sepenuhnya sempurna belum diterapkan sepenuhnya
dalam kasus tidnak pidana korupsi di dalam kasus tindak pidana korupsi di
Indonesia? Indoneisa
2. Bagaimana menentukan batas hukum 2. menguraikan tata cara menentukan batas
pembuktian terbalik? hukum pembuktian terbalik

Tinjauan Pustaka
- penggunaan pustaka untuk ditinjau secara singkat pada dasarnya
bermanfaat menunjukan
- pustaka yang digunakan idealnya dalah pustaka yang berkaitan dengan topik
penelitian
- pustaka juga menjadi rujukan konsep yang akan diteliti

Ketentuan
- pustaka yang direview adalah buku atau artikel yang berkaitan dengan topik
penelitian
- buku mph dan peraturan perundang-undagan tidak termasuk yang direview
-pustaka yang dijadikan rujukan dalam penelitian harus dicantumkan :
natajukope
- pustaka yang ditinjau minimal 10-15 pustaka dengan uraian maksimal 2
paragraf

Isi
- substansi yang berkaitan
- kebaikan pustaka
- segi materi yang menarik dalam buku tersebut

6
ALSA STUDY BOOK

Metode penelitian:
➢ Uraian :
o bentuk penelitian : kepustakaan normative/lapangan empiris
o tipe penelitian : deskriptif, evaluative, eksplanatoris, eksplaratoris,
diaknostic
o jenis data : primer/ sekunder
o macam bahan hukum : primer/sekunder/tersier
o alat pengumpulan data : studi dokumen/wawancara/penelitian
o metode analissi data : kualitatif/kuantitatif
o bentuk hasil penelitian : sesuai dengan tipe penelitian

➢ Yang Mengandung Kaidah Hukum (bisa dengan pendekatan asas):


o hukum Pidana
o Hukum dagang
➢ Yang tidak :
o Hukum Acara
o Undang-undang yang berdampingan (Penjelasan)

Metodologi mengikuti objek yang diteliti / mengikuti approach terhadap objek


studi.
Dengan Memandang :
1. Normatif
Hukum adalah perundang-undangan, maka metodologi = normative – deduktif
Segala sesuatu yang dilihat dari kacamata Undang-undang, manusia,
masyarakat dan realitas sosial diusahakan untuk dimasuk-masukan ke dalam
kerangka perundang-undangan, kata putusnya = UU
Maka analisisnya = analytical positivism
Fokusnya = UU dan seluk beluknya, sistem hukum, sturktur, asas, proses
pengkritisasinya, dsb.
Studi hukum = legalistis – positivistis

2. Empiris
Hukum sebagai relevansi sosial, makna sosial , perilaku sosial, perilaku
manusia seutuhnya dari aspek biologis, status sosial, ekonomi, pendidikan,
kepercayaan, pendapatnya di mata hukum sebagai struktur sosial.
Hukum Indonesia adalah potret dari struktur sosial Indonesia sendiri.
Ct : Tema : Sistem Peradilan Pidana -> Normatif
Adat hakim, jaksa, polisi -> siapa mereka? Empiris

7
ALSA STUDY BOOK

KARAKTERISTIK PENELITIAN HUKUM SOSIOLOGIS


- disebut penelitian sosiologal, lebih dari sekedar penelitian empiris (sosiolegal
= meminjam ilmu sosial)
- kajian terhadap hukum dengan pendekatan ilmu hukum maupun ilmu sosial
- teori sosial digunakan untuk membantu analisis, namun tetap focus pada
hukum dan studi hukum
- melakukan studi tekstual dengan menganalisa pasal-lasal secara kritis
sekaligus menjelaskan makna dan implikasinya terhadap subjek
hukummumnya banyak dilakukan oleh para akademisi dan praktisi hukum
- sinkronisasi vertical dan horizontal
- pendekatan actual : analisis wacana (discourse analysis), studi budaya
(culture studies), feminisme
- isu-isu yang dibahas : access to justice, pemberdayaan hukum (legal
empowerment), pembuatan hukum , studi tentang pengadilan (coutroom
studies) , penyelesesaian sengketa di luar pengadilan, korupsi hukum,
lingkungan, hukum perburuhan, gender, dll
- metode bersifat kualitatif.

TAHAPAN PENELITIAN SOSIOLOGIS:


- data sekunder sebagai data awal
- data primer sebagai data lapangan
- tetap menggunakan prosedur normative tetapi dikaji dengan ilmu sosial
- definisi operasiona diambil dari peraturan perundang-undangan lalu diteliti
efektifitasnya
- hipotesis diperlukan jika ingin dicari korelasi antara gejala dan variable
- studi dokumentasi, observasi, wawancara
- sampling ditetapkan berdasarkan penelitian
- pengolahan bersifat kualitatif dan kuantitatif

TAHAPAN PENELITIAN
Tahap Penelitian Penelitian Hukum Normatif Penelitian Hukum Sosiologis
Metode pendekatan Normative/ Empiris / sosiologis /
yuridis/legistis/dogmatis perilaku peran (hukum
(hukum diidentikan dengan diidentikan perilaku berpola,
norma peraturan / pemahaman makna sosial)
perundang-undagn )
Kerangka konseptual Teori hukum normative/ Teori sosial tentang hukum
UU/ Peraturan/ Putusan
Pengadilan
Data/ Sumber Data Kualitatif/ logika / penalaran Kualitatif/ kuantitatif/
hukum fenomenologi/ etnologi
Pembuktian Secara yuridis normative Berdasarkan data empiris

8
ALSA STUDY BOOK

MERENCANAKAN PENELITIAN KUALITATIF


Tujuan Penelitian Pengumpulan Data Fase Strategi Penentuan Sampling
Analisis Purpose
Paparkan konsep atau model Merencanakan Seleksi lokasi penelitian
Paparkan situasi/proses Memulai pengumpulan data Penentuan sampel secara
komprehensif
Mengkritisi situasi kultural Pengumpulan data dasar Memaksimalkan
keanekaragaman informan
Evaluasi program Mengakhiri pengumpulan Kerangka kerja
data
Identifikasi isu kebijakan Penyempurnaan Perhatikan tipe-tipe kasus
Mendahului penelitian Tentukan ebsarnya sample
statistic lit
Strategi Tingkatan Validitas Meminimalkan Bias Memperluas penelitian
Data kualitatif : Paparkan
Perpanjangan waktu Koordinasi singkat kepada Peranana peneliti
penelitian grup
Perhitungan ungkapan Buku harian lapangan Seleksi informan
verbal
Sederhanakan simpulan Jurnal lapangan Konteks sosial
paparan
Lipat gandakan tenaga Perhatikan rekaman Pengumpulan data & analisis
penelitian pertimbangan etik penelitian normative
Merekam data elektronik Kemampuan untuk didengar Otentikan normatifitasnya
Tingkat keterlibatan peneliti Penguatan secara formal/ Premis analisis
temuan temuan awal
Checking antar peneliti Penjelasan alternatif
Perhatikan kasus-kasus Penambahan kriteria
negative penelitian mencapai tujuan

PERBEDAAN PANDANGAN
PEMBEDA Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif
Posivitistik
Sifat Realitas Realitas bersifat ganda hasil Realitas bersifat tunggal,
konstruksi dalam pengertian konkrit, terukur dan dapat
batasan, definisi, difragmentasikan
menyeluruh
Peneliti dan yang diteliti Interaktif kesatuan yang Independen , kadang-kadang
tidak dapat dipisahkan dualism

9
ALSA STUDY BOOK

(Penelitian mendalam,
terlibat dengan objek )
Posibilitas generalisasi Hanya mungkin dalam ikatan Bebas dari ikatan konteks
konteks dan waktu dan waktu (neritic
(ideografik statement ) statement)
Posibilitas membanun Mustahil memisahkan antara Ada sebab2 riil secara
hubungan kausal sebab dan akibat temporal yang pada akhirnya
akan mengahasilakn
hubungan sebab akibat
Peran nilai Tidak bebas nilai Bebas nilai

TEKNIS PENULISAN ABSTRAK:


1. tulislah makalah terlebih dahulu.
2. tinjau dan pahami berbagai hal yang perlu ditulis di bagian abstrak
3. pertimbangkan pembaca (abstrak ditulis untuk membantu pembaca
memahami karya )
4. tentukan jenis abstrak yang harus ditulis:
- abstrak deskriptif
- abstrak informative
- abstrak kritis

5. identifikasi tujuan penelitian


6. jelaskan masalah yang terjadi
7. jelaskan metode yang dipakai
8. deskripsikan hasil penelitian (hanya dalam abstrak informatif)
9. tulis sebuah kesimpulan
10. susun abstrak dengan rapi
11. berikan informasi yang bermanfaat
12. gunakan frasa dan kata2 kunci
13. gunakan informasi yg sebenarnya
14. hindari tulisan yang terlalu spesifik
15. pastikan untuk melakukan revisi secara mendasar
15. dapatkan umpan balik dari seseorang

TEKNIS PENULISAN RINGKASAN:


1. membaca naskah asli
2. mencatat gagasan utama
3. mengadakan reproduksi

10
ALSA STUDY BOOK

4. ketentuan tambahan:
- mempergunakan dalam kalimat tunggal dari pada majemuk
- ringkaslah kalimat menjadi frase dan frase menjadi kata
- besarnya ringkasan tergantung jumlah alinea dan topik yang akan dimasukan
dalam ringkasan
- pertahankan semua gagasan asli dan urutan naskahnya
- ringkasan ditulis dengan sudut pandang orang ketiga
- dipertimbangankan panjangnya ringkasan

SUSUNAN LATAR BELAKANG PERMASALAHAN:


penjelasan secara umum mengenai permasalahan yang diteliti
- ruang lingkup focus permasalahan
- pengetahuan awal dalam bentuk informasi bahwa masalah harus diselesaiakn
Contoh : keadaan menyimpang, focus pada yang menarik, uni, actual untuk
dibahas isu yang benar-benar terjadi yang perlu diselesaikan
- sebut dengan fakta-fakta baik fakta fisik/konkret yang terjadi , fakta hukum
bisa berupa peristiwa, keadaan yang kacau, ketidakstabilan sosial
- meyakinkan kepada pembaca bahwa masalahnya menarik dan harus
diselesaikan
- harus ada bukti-bukti (media,dll)

Tinjauan pustaka tidak sama dengan latar belakang


Tinjauan pustaka pasti studi pustaka, eksplor dari pustaka
Latar belakang = fakta
Rumusan masalah yang baik
- dalam bentuk kalimat
- singkat jelas padat
- sesuai judul dengan permasalahan

Manfaat-teoritis, praktis, akademis

Teori, kerangka teori, kerangka pemikiran 🡪 matriks


Hipotesa – jawaban sementara untuk pembahasan
Patokan untuk mengolah bab IV

11
ALSA STUDY BOOK

METODE PENELITIAN
(gemma)

Penelitian Yuridis normative (penelitian doctrinal)


• Judul, Permasalahan dan Tujuan, Manfaat, Kontribusi Penelitian.
• Judul (Minimal 2 Variable)
• Permasalahan (Apa, Mengapa, Bagaimana)
• Judul (Minimal 2 Variable)
• Permasalahan (Pernyataan yang menunjukkan adanya jarak antara
harapan dengan kenyataan, antara rencana dengan pelaksanaan,
antara das sollen (seharusnya) dan das sein (senyatanya), tingkah laku
yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Tindakan yang tidak
sesuai dengan rasa keadilan, kebijakan yang tidak sesuai dengan
harapan masyarakat, janji yang tidak ditepati, pelaksanaan yang tidak
sesuai dengan rencana
• Tujuan (Mengetahui, Mengkaji, Mendeskripsikan, Mengalisis)
Permasalahan Nomor 1.2,3
• Manfaat Penelitian (Teoritis dan Praktis)
• Kontribusi Penelitian

Mengapa penelitian yuridis normative?


Suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip prinsip hukum,
maupun doktrin hukum untuk hukum permasalahan hukum yang dihadapi.
Menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sbg preskripsi dalam
menyelesaikan permslhn yang dihadapi.

Penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data


sekunder) yang mencakup :
1. Penelitian terhadap asas asas hukum, penelitian unsur unsur hukum, ideal
yang menghasilkan kaidah kaidah hukum melalui filsafat hukum dan unsur
nyata yang menghasilkan tata hukum tertentu (tertulis).
2. Penelitian terhadap sistematika hukum, yaitu mengidentifikasi thd
pengertian pokok dalam hukum (Subyek hkm, hak dan kewajiban,
peristiwahukum dlm per UU)
3. Penelitilian thd taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal, yaitu kesesarian
hukum positif (Per UU) agar tdk bertentangan berdsrkan hierarkhi Per UU
(stufenbau theory)
4. Perbandingan Hukum, yaitu membangun pengetahuan umum mengenai
hukum positif dengan membandingkan sistem hukum disuatu negara dengan
sisitem hukum di negara lain.

12
ALSA STUDY BOOK

5. Sejarah Hukum, yaitu meneliti perkembangan hukum positif (Per UU) dlm
kurun waktu tertentu.

Penelitian Doktrinal yaitu penelitian thd hukum yang dikonsepkan dan


dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut sang pengkonsep atau
pengembangnya.
Ada 3 jenis yaitu :
a. Penelitian doktrinal yang mengkaji hukum yg dikonsepkan sebagai asas
hukum alam dlm sistem moral mnrt doktrin hukum alam.
b. Penelitian yang mengkaji hkm yang dikonsepkan sebagai kaidah per UU
mnrt doktrin positivisme.
c. Penelitian doktrinal yang mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai
keputusan hakim in concreto.

Pendekatan Penelitian Doktrinal:


⮚ Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)
⮚ Pendekatan Konsep (Conceptual Approach)
⮚ Pendekatan Analitis (Analytical Approach)
⮚ Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)
⮚ Pendekatan Historis (Historical Approach)
⮚ Pendekatan Filsafat (Philosophical Approach)
⮚ Pendekatan Kasus (Case Approach)

Jenis data penelitian doctrinal


Data Sekunder yang terdiri dari
1. Bahan Hukum Primer (Konstitusi, Undang-Undang sampai Peraturan
terendah)
2. Bahan Hukum Sekunder (buku, literatur, hasil penelitian, jurnal, skripsi,
tesis, disertasi, majalah)
3. Bahan Hukum Tersier (kamus, ensiklopedi)
Wawancara dengan Nara Sumber untuk klarifikasi terkait topik
peneliti(orang yang memberi pendapat atas obyek yang diteliti)

Metode pengambilan data penelitian normative


1. Studi Dokumenter
2. Studi Kepustakaan
3. Wawancara dengan Nara Sumber (hanya untuk klarifikasi).

13
ALSA STUDY BOOK

Analisis data penelitian normative


1. Analisis Kualitatif , analisis data yang tidak menggunakan angka angka
tetapi memberikan penjelasan dengan kata-kata, kalimat atas temuan
temuan dalam penelitian.
2. Analisis Deskriptif Analitis, analisis data yang tidak menggunakan
angka angka tetapi memberikan gambaran, deskripsi, penjelasan
sekaligus analisa atas temuan temuan dalam penelitian.

Penelitian yuridis empiris dan penelitian sosiologis


Penelitian yang selain meneliti per UU juga mampu memberikan penjelasan
tentang proses penegakan hukum atau kondisi masy terkait penegakan hkm,
penjelasan kondisi masy, kondisi situasi sosial kemasyarakatan dimn hkm itu
diterapkan, yang kesemuanya tidak dpt dijlskn dengan sudut pandang
normatif saja)

Prof Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa untuk memahami suatu Per UU


maka tidak bisa hanya membaca UU nya saja tetapi juga harus turun dan
mengamati secara langsung apa yang terjadi di masyarakat terkait dengan
implementasi UU tersebut.
❖ Memberikan pemahaman secara utuh terhadap hukum dalam konsteks
norma maupun ketika diterapkan atau diimplementasikan dalam
konsteks sosial.
❖ Memudahkan bagi peneliti hukum untuk mendorong perkembangan
ilmu hukum yang mempunyai manfaat bagi masyarakat, praktisi dan
legislator dalam merumuskan peraturan per UU agar dpt melindungi
kepentingan masyarakat sesuai dg perkembangan jaman(Naskah
Akademik

Pendekatan Penelitian non doctrinal:


• Menggunakan beberapa pendekatan Yuris Normatif (karena Yuridis)
Ditambah Dengan :
• Pendekatan Penelitian Yuridis Sosiologis (Sociological Jurisprudence),
sering disebut pendekatan penelitian hukum sosiologis. Fokusnya pada
aspek bekerjanya hukum di masyarakat. Mengalisis reaksi dan
interaksi pada saat sistem norma bekerja di masyarakat.
• Pendekatan Antropologi Hukum, yaitu yang mengkaji cara
penyelesaian sengketa, baik dalam masyarakat modern maupun
masyarakat sederhana. ( ideologis, deskriptif, mengkaji berbagai
ketegangan, perseisihan, keonaran, keluhan)

14
ALSA STUDY BOOK

• Pendekatan Psikologi Hukum, hukum dilihat pd kejiwaan , kepatuhan


dan kesadaran masyarakat tg hukum, faktor-faktor masyarakat
melanggar hukum.

Jenis data dan metode pengumpulan data penelitian non doctrinal:


1. Data Primer
Data yang diperoleh dari data lapangan yang berasal dari responden (orang
atau kelompok masy yang terkait langs dg masalah dan menjwb pertanyaan
yang diajukan peneliti).Informan, orang tepat yang bisa menjawab pertanyaan
peneliti tanpa diarahkan (snow ball) bersifat kualitatif. Nara sumber orang
yang memberi pendapat atas obyek yang diteliti.

2. Data Sekunder
Data yang diperoleh secara tidak langsung.
• Jenis Data Penelitian Hukum Empiris (Non Doktrinal)
1. Data Primer (Data yang diperoleh dari penelitian lapangan yang
berasal dari Responden, Informan, Key Person, Nara Sumber)
2. Data Sekunder (Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan
Bahan Hukum Tersier.

LOKASI, METODE PENGAMBILAN DATA PENELITIAN EMPIRIS:


1. Bedanya dengan Penelitian Normatif adalah “lokasi penelitian”.
2. Penelitian Kepustakaan.
3. Penelitian Dokumenter.
4. Penelitian Lapangan (Observasi, wawancara)

ANALISIS DATA PENELITIAN EMPIRIS:


1. Analisis Kualitatif , analisis data yang tidak menggunakan angka angka
tetapi memberikan penjelasan dengan kata-kata, kalimat atas temuan
temuan dalam penelitian.
2. Analisis Deskriptif Analitis, analisis data yang tidak menggunakan
angka angka tetapi memberikan gambaran, deskripsi, penjelasan
sekaligus analisa atas temuan temuan dalam penelitian.

15
UPAYA
HUKUM PERKARA
TATA USAHA NEGARA
ALSA STUDY BOOK

MATERI UPAYA HUKUM TATA USAHA NEGARA

Pada dasarnya upaya hukum merupakan hak atau sarana yang


disediakan oleh peraturan perundang-undangan kepada para pihak yang
bersengketa untuk meninjau kembali putusan pengadilan tingkat dahulu
kepada pengadilan tingkat selanjutnya.
Dalam perkara tata usaha negara, terdapat 4 upaya hukum, yaitu :
1. Upaya Hukum Perlawanan Terhadap Penetapan Dismissal
2. Upaya Hukum Banding
3. Upaya Hukum Kasasi
4. Peninjauan Kembali

1. Upaya Hukum Perlawanan Terhadap Penetapan Dismissal

Proses dismissal merupakan proses penelitian terhadap gugatan yang


masuk di pengadilan Tata Usaha Negara oleh Ketua Pengadilan. Ketua
Pengadilan dalam rapat permusyawaratan memutuskan dengan suatu
Penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa
gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar.
Dalam proses dismissal tidak di kenal akan tetapi substansinya dari makna
tersebut di atur dalam Pasal 62 UU PERATUN ( UU 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah di ubah dengan UU No 9
Tahun 2004 kemudian UU 51 Tahun 2009)
PROSES DISMISSAL
Pasal 62 UU PERATUN tidak mengatur secara terperinci bagaimana
mekanisme pemeriksaan terhadap gugatan yang masuk dalam proses
dismissal. Untuk mengisi kekosongan hukum acaranya, Mahkamah Agung
dalam SEMA No.2 Tahun 1991 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa
Ketentuan Di Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, Romawi II, antara lain mengatur sebagai
berikut :
a) Prosedur dismissal dilaksanakan oleh Ketua dan dapat juga menunjuk
seorang Hakim sebagai reporteur (raportir).
b) Pemeriksaan dilaksanakan dalam rapat permusyawaratan (di dalam
kamar Ketua) atau dilaksanakan secara singkat.
c) Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan
keterangan para pihak sebelum menentukan Penetapan Dismissal
apabila dianggap perlu.
d) Penetapan Dismissal berisi gugatan dinyatakan tidak diterima atau
tidak berdasar, dan Penetapan tersebut ditandatangani oleh Ketua dan

16
ALSA STUDY BOOK

Panitera Kepala/Wakil Panitera. Wakil Ketua Pengadilan dapat pula


menandatangani Penetapan Dismissal dalam hal Ketua Pengadilan
berhalangan.
e) Penetapan Dismissal diucapkan dalam rapat permusyawaratan
sebelum hari persidangan ditentukan, dengan memanggil kedua belah
pihak untuk mendengarkan.
f) Dalam hal ada petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat
dikabulkan, maka dimungkinkan ditetapkan dismissal terhadap bagian
petitum gugatan tersebut (dismissal parsial).
g) Dalam hal ditetapkan dismissal parsial, ketentuan perlawanan
terhadap Penetapan Dismissal berlaku juga dalam hal ini.
h) Di dalam “mendismissal gugatan” hendaknya Ketua Pengadilan tidak
terlalu mudah menggunakan Pasal 62 tersebut, kecuali mengenai Pasal
62 ayat (1) butir a dan e

ALASAN-ALASAN UNTUK “MENDISMISSAL GUGATAN”


Alasan-alasan yang dapat dipakai untuk melakukan dismissal terhadap
gugatan ditentukan secara limitatif dalam Pasal 62 ayat (1) huruf a sampai
dengan huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, yaitu :
a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam
wewenang Pengadilan.
a) Yang dimaksud dengan “pokok gugatan”, menurut penjelasannya
adalah fakta yang dijadikan dasar gugatan. Atas dasar fakta tersebut
Penggugat mendalilkan adanya suatu hubungan hukum tertentu,
dan oleh karenanya mangajukan tuntutan.
b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak
dipenuhi oleh Penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan
diperingatkan.
c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh
Keputusan TUN yang digugat.
e. Gugatan diajukan sebelum waktunya, atau telah lewat waktunya.

17
ALSA STUDY BOOK

PERLAWANAN TERHADAP PENETAPAN DISMISSAL


Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal diatur dalam Pasal 62 ayat (3), (4),
(5) dan (6) UU PERATUN, selengkapnya sebagai berikut :
(3) a. Terhadap Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 hari
setelah ditetapkan ;
b. Perlawanan tersebut diajukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 56.
(4) Perlawanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diperiksa dan diputus
oleh Pengadilan dengan acara singkat.

• Maksud diterapkannya acara singkat menurut Indroharto dalam Buku


II hal. 149 adalah

1. Agar rintangan-rintangan yang mungkin terjadi untuk penyelesaian


perkara secara cepat terhadap sengketa TUN sedapat mungkin di singkirkan.
2. Cara yang sederhana dan singkat untuk menanggulangi arus masuknya
perkara yang sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai
gugatan di Pengadilan TUN.
(5) Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan, maka
Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) gugur demi hukum dan
pokok gugatan akan diperiksa, diputus dan diselesaikan menurut cara biasa.
(6) Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan
upaya hukum.
Isi perlawanan pada pokoknya menyatakan bahwa gugatan Penggugat telah
sempurna atau telah benar-benar sesuai dengan fakta-fakta yang didalilkan
dalam gugatan, dan tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) huruf
a sampai dengan huruf e Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Selanjutnya dalam JUKLAK Mahkamah Agung RI No.222/Td.TUN/X/1993
tanggal 14 Oktober 1993, ditentukan :
a) Dalam proses perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, setidak-
tidaknya Penggugat/Pelawan maupun Tergugat didengar dalam
persidangan tanpa memeriksa pokok gugatan.
b) Putusan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal tidak tersedia
upaya hukum apapun (vide Pasal 62 ayat 6 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986), baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar
biasa.
c) Dalam hal pihak Pelawan mengajukan perlawanan, banding atau upaya
hukum lainnya, maka Panitera berkewajiban membuat Akta Penolakan
Banding.

18
ALSA STUDY BOOK

d) Nomor dalam perkara perlawanan adalah sama dengan Nomor gugatan


asal dengan ditambah kode PLW.

CARA PEMERIKSAAN UPAYA HUKUM PERLAWANAN TERHADAP


PENETAPAN DISMISSAL
Undang-undang tidak mengatur mengenai tata cara pemeriksaan terhadap
perlawanan Penetapan Dismissal.
Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut diatur dalam Surat Mahkamah
Agung RI No.224/Td.TUN/X/1993 tanggal 14 Oktober 1993 perihal JUKLAK
yang dirumuskan dalam Pelatihan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara
Tahap III Angka VII.1, sebagai berikut :
a. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak perlu
sampai memeriksa materi gugatannya, seperti memeriksa bukti-bukti,
saksi-saksi, ahli dan sebagainya.
b. Barulah kalau perlawanan tersebut dinyatakan benar, maka dilakukan
pemeriksaan terhadap pokok perkaranya yang dimulai dengan
pemeriksaan persiapan dan seterusnya.
c. Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang sama
dengan yang memeriksa gugatan perlawanan tersebut, tetapi dengan
Penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak dengan secara otomatis.
Selanjutnya perlu diketahui bahwa :
1. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal dilakukan oleh
Majelis dalam sidang yang terbuka untuk umum.
2. Pemeriksaan terhadap perlawanan atas Penetapan Dismissal tidak boleh
sampai memeriksa materi gugatan.
3. Dalam hal perlawanan ditolak, maka bagi Pelawan tidak tersedia upaya
hukum. Dalam hal perlawanan diterima, maka persidangan terhadap
perkaranya dilakukan dengan acara biasa oleh Majelis Hakim yang sama,
dengan nomor perkara yang sama.
4. Gugatan perlawanan terhadap Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan
diajukan dalam waktu 14 hari setelah Penetapan Ketua Pengadilan
diucapkan.
5. Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal dilakukan dengan cara
mengajukan gugatan biasa (vide Pasal 62 ayat 3b jo. Pasal 56).
6. Untuk melengkapi gugatan perlawanan dilampirkan salinan Penetapan
Dismissal Ketua PTUN yang bersangkutan.
7. Dasar gugatan atau hal yang diminta untuk diputus dalam perlawanan
adalah menjelaskan mengenai mengapa Penetapan Dismissal Ketua
dianggap tidak tepat menurut Pelawan, disertai tuntutan agar Penetapan
Dismissal Ketua dinyatakan tidak berdasar.

19
ALSA STUDY BOOK

8. Jika diperlukan dalam gugatan perlawanan, Pelawan sendiri diminta hadir


dalam persidangan untuk didengar oleh Majelis perlawanan.
9. Gugatan perlawanan ditandatangani oleh Pelawan dan Kuasanya.
10. Pokok pemeriksaan yang dilakukan terhadap gugatan perlawanan oleh
Majelis Hakim perlawanan adalah :
a) Tepat tidaknya penetapan Ketua PTUN yang menyatakan gugatan tidak
diterima atau tidak berdasar.
b) Dengan demikian yang diuji adalah tepat tidaknya penggunaan salah
satu atau lebih alasan yang ditentukan dalam Pasal 62 huruf a sampai
dengan huruf e UU PERATUN yang digunakan sebagai dasar untuk
mendismissal gugatan Penggugat oleh Ketua PTUN dengan
menyatakan gugatan tidak diterima atau tidak berdasar.
11. Dalam hal Penetapan Dismissal Ketua Pengadilan dibenarkan oleh Majelis
Hakim Perlawanan yang memutus gugatan perlawanan, maka putusannya
harus disusun dalam bentuk yang mengacu ketentuan Pasal 109, yaitu
memuat :
a) Kepala Putusan yang berbunyi : “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
b) Nama, Jabatan, Kewarganegaraan, Tempat Kediaman atau Tempat
Kedudukan para pihak yang bersengketa.
c) Pertimbangan dan penilaian Ketua Pengadilan atau Majelis yang
memutusnya.
d) Alasan hukum yang menjadi dasar putusan.
e) Amar putusan tentang sengketa yang bersangkutan.
f) Hari, tanggal putusan, nama Majelis yang memutus, nama Panitera,
serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Apabila pihak-pihak tidak hadir pada waktu putusan diucapkan, maka kepada
Panitera diperintahkan agar salinan putusan dikirimkan dengan surat tercatat
kepada yang bersangkutan.
11. Akibat hukum apabila Penetapan Dismissal Ketua dibenarkan atau
menurut pendapat Majelis perlawanan gugatan perlawanan tidak berdasar
atau tidak dapat diterima, maka terhadap putusan Majelis perlawanan
yang dilakukan dengan acara singkat tersebut tidak dapat diajukan upaya
hukum (vide Pasal 62 ayat 6). Akibatnya terhadap Penetapan Dismissal
Ketua Pengadilan menjadi
12. berkekuatan hukum tetap seperti putusan akhir terhadap pokok
perkaranya

20
ALSA STUDY BOOK

PEMERIKSAAN DALAM PROSES DISMISSAL DAN UPAYA PERLAWANAN


DILAKUKAN DENGAN ACARA SINGKAT
Dalam Undang-Undang tidak diatur apa yang dimaksud dengan acara singkat.
Undang-undang tersebut hanya mengatur pemeriksaan dengan acara cepat
yaitu dalam Pasal 98.
Dengan mengintrodusir acara singkat, kemungkinan Pembentuk undang-
undang bermaksud agar rintangan yang mungkin akan menjadi penghalang
penyelesaian sengketa tata usaha negara dapat dihindari secara cepat. Di
samping itu, sebagai upaya untuk menghindari agar terhadap gugatan yang
sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk diproses sebagai gugatan tata usaha
negara dilanjutkan pemeriksaannya sampai dengan terhadap pokok
sengketanya.
Cara pemeriksaannya dalam hal pemeriksaan dalam proses dismissal oleh
Ketua, sesuai dengan ratio legisnya seharusnya memang sangat singkat, yaitu
pemutusannya hanya dilakukan dalam rapat permusyawaratan Ketua
Pengadilan tanpa ada proses antar pihak, dan tanpa dilakukan pemeriksaan di
muka persidangan.
Sedangkan yang dilakukan dalam proses pemeriksaan gugatan perlawanan
oleh Majelis perlawanan hanyalah menguji tepat tidaknya penggunaan Pasal
62 huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang PERATUN oleh Ketua PTUN
di dalam mendismissal gugatan.
Sumber :
https://cakimptun4.wordpress.com/artikel/proses-dismissal-dan-upaya-
hukum-perlawanan/

21
ALSA STUDY BOOK

2. Upaya Hukum Banding Terhadap perkara TUN

Banding merupakan salah satu upaya hukum yang masuk ke dalam


kategori sebagai upaya hukum biasa, adapun pengertian banding itu sendiri
tidak di jelaskan dalam UU PERATUN, akan tetapi secara umum Banding
merupakan upaya hukum yang di ajukan oleh salah satu pihak yang merasa
belum puas dengan putusan yang di jatuhkan oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN)
melalui PTUN dimana putusan tersebut di jatuhkan.
Dasar hukum ketentuan banding di atur dalam pasal 122 PERATUN yang
bunyinya;
“Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dapat
dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat”.
• Tenggang waktu pengajuan banding: 14 hari sejak putusan pengadilan
diberitahukan secara sah (Pasal 123 ayat (1) UU No. 5 /1986)
• Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon atau
kuasanya, dan membayar uang muka biaya perkara.
• Para pihak dapat mengajukan memori banding dan/atau kontra
memori banding.

Untuk tenggang waktu banding, dalam JUKLAK MA No. 224/Td.TUN/X/1993,


pada angka 2 memberi petunjuk bahwa:
a) Kalau tidak ada keragu-raguan tentang kapan diterimanya surat
pemberitahuan putusan oleh pihak-pihak, maka secara prinsip resi
surat pengiriman dapat dijadikan patokan bahwa pemberitahuan
putusan tersebut telah diberitahukan secara sah.
b) Kalau terjadi keragu-raguan tentang kapan diterimanya surat
pemberitahuan putusan tersebut, maka mengenai hal ini diserahkan
kepada kearifan hakim dengan suatu pertimbangan dengan cara
mencari petunjuk-petunjuk kapan kemungkinan besar surat
pemberitahuan tersebut diterima oleh yang bersangkutan.

1) Pemeriksaan tingkat banding: adalah pemeriksaan oleh Judex Factie


tingkat yang terakhir.

2) Pemeriksaan dilakukan secara keseluruhan, baik mengenai fakta


penerapan hukumnya dan putusan akhir yang telah dijatuhkan oleh Hakim
tingkat pertama dapat diulang kembali pemeriksaannya.

3) Pemeriksaan tingkat banding bersifat devolutif artinya: pengadilan tinggi


memindahkan dan mengulangi kembali seluruh pemeriksaan perkara

22
ALSA STUDY BOOK

yang pernah dilakukan oleh Pengadilan tingkat I pada waktu memeriksa


perkara tersebut di tingkat banding.

4) Hakim Pengadilan Tinggi seakan-akan duduk sebagai Hakim Pengadilan


tingkat I pada waktu memeriksa perkara di tingkat banding.

5) 5. Para pihak dapat mengajukan memori banding atau kontra memori


banding yang berisi alasan-alasan keberatan terhadap putusan Pengadilan
tingkat I, surat-surat atau bukti lain yang bersifat melengkapi bukti –bukti
sebelumnya.

Meskipun memori banding ini bersifat tidak wajib atau dengan kata lain
bukan merupakan suatu keharusan bagi pemohon namun hal itu sangat di
perlukan untuk memberikan gambaran kepada hakim tingkat banding
bagaimana keadaan dan duduk perkara sebenarnya. Jika pemohon
banding tidak mengajukan memori banding, biasanya hakim tingkat
banding menganggap bahwa banding tersebut tidak sungguh-sungguh,
yang mana hal ini dapat mengakibatkan permohonan tersebut tidak dapat
di terima.
6) Permohonan dapat dicabut oleh Pemohon Banding, yang hanya dapat
dilakukan sebelum pemeriksaan banding diputus oleh PTTUN.

Apabila permohonan telah dicabut, tidak boleh diajukan kembali,


meskipun tenggang waktu pengajuan permohonan banding masih ada atau
belum lewat waktu. Dengan kata lain hal ini menjelaskan bahwa hanya di
berikan kesempata 1 (satu) kali terhadap permohonan banding.
7) Apabila PTTUN berpendapat bahwa pemeriksaan PTUN kurang lengkap,
maka PTTUN berwenang untuk:

a. Mengadakan sidang sendiri untuk mengadakan pemeriksaan


tambahan

b. Memerintahkan PTUN Tk. I yang bersangkutan untuk


melaksanakan pemeriksaan tambahan tersebut.

8) Kekhususan Hukum Acara PTUN:


a. 1. Memiliki kewenangan untuk memeriksa perkara ditingkat
banding sebagai judex factie tingkat yang terakhir
b. 2. Fungsi pemeriksaan pengadilan di tingkat I, untuk gugatan
terhadap keputusan kepegawaian yang telah melewati banding
administratif.

23
ALSA STUDY BOOK

9) Putusan PTTUN terhadap sengketa TUN yang dimohonkan banding, dapat


berupa:
a. Menguatkan putusan Hakim tk. I, dengan cara:
• Memperbaiki putusan Hakim tingkat I.
• Mengambil seluruh atau sebagian pertimbangannya.
b. Membatalkan untuk seluruhnya / sebagian putusan Hakim tingkat
I, dengan mengadili sendiri seperti seakan-akan duduk sebagai
Hakim tingkat I.

UPAYA HUKUM KASASI PADA PERKARA TATA USAHA NEGARA


• Peradilan Kasasi oleh judex juris dapat di artikan memecahkan atau
membatalkan putusan atau penetapan pengadilan – pengadilan di
dasarkan pada salahnya menerapkan hukum. secara prinsip,
pemeriksaan pada tingkat kasasi tidak melakukan pemeriksaan
kembali seperti halnya yang di lakukan oleh PTTUN, akan tetapi
pemeriksaan terhadap penerapan hukumnya saja, dengan kata lain
yang tunduk pada kasasi hanyalah masalah hukum/ penerapan
hukumnya saja.
• Dalam hal terdapatnya kesalahan dalam menerapkan hukum, maka
peradilan pada tingkat kasasi dapat membatalkan putusan pengadilan
dan mengadili sendiri dengan pertimbangan sendiri. Batasan mengenai
salah menerapkan hukum dapat di rumuskan secara sederhana, yaitu
salah menerapkan ketentuan hukum formil/acara atau materil.
• Dalam pasal 131 UU PERATUN di sebutkan bahwa terhadap putusan
tingkat terakhir dapat dimintakan pemeriksaan tingkat kasasi kepada
Mahkamah Agung.
• ketentuan tenggang waktu mengajukannya adalah 14 hari setelah
putusan dari PTTUN di beritahukan kepada Pembanding atau
Terbanding
• Dalam hal tenggang waktu tersebut kedua belah pihak tidak
mengajukan kasasi ( dalam hal ini di artikan menggunakan haknya
berupa kasasi) maka dengan ini kedua belah pihak telah menerima
putusan tersebut, dan putusan tersebut telah memiliki kekuatan
hukum tetap .
• selanjutnya, dalam hal selama tenggang waktu 14 hari putusan
tersebut salah satu pihak menggunakan haknya untuk melakukan
pemeriksaan kasasi, maka permohonan kasasi tersebut di daftarkan di
kepaniteraan PTUN yang pertama kali memutus, kemudian pemohon
kasasi ini berkewajiban untuk menyerahkan memori kasasi yang

24
ALSA STUDY BOOK

berisikan permohonan kasasi. Berbeda dengan upaya hukum banding,


dimana penyerahan memori banding oleh pemohon bukan merupakan
suatu kewajiban. Setelah jangka waktu 30 hari di beritahukan kepada
pihak lawan, dan dan termohon berhak mengajukan kontra memori
banding dalam jangka waktu 14 hari sejak di terimanya Salinan memori
kasasi

• Pembatasan sengketa / kasus yang dapat diajukan kasasi tercantum


Pasal 45A ayat (2) UU No. 5/2004 tentang Perubahan Atas UU
No.14/1985 tentang Mahkamah Agung. Perkara yang dikecualikan
adalah:

1. Putusan tentang Praperadilan


2. Perkara pidana yang diancam pidana 1 tahun dan/atau
diancam pidana denda
3. Perkara TUN yang obyek gugatannya berupa keputusan
Kepala Daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di
wilayah daerah yang bersangkutan
• SURAT EDARAN MA RI No 2/ 2019 SENGKETA PERANGKAT DESA

• Kewenangan MA mengadili di tingkat kasasi terhadap sengketa TUN:


hanya mencakup Keputusan TUN yang terletak di luar lingkup
pembatasan Pasal 45A ayat (2) huruf C UU No. 5/2004.

• MA bukan merupakan pengadilan tingkat ketiga.

• Kasasi di tingkat MA hanya melakukan pemeriksaan di tingkat Judex


Iuris. Artinya MA melakukan pemeriksaan hanya dari segi penerapan
hukumnya saja.

• Acara pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)


dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55
ayat (1) UU No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung

25
ALSA STUDY BOOK

UPAYA HUKUM LUAR BIASA : PENINJAUAN KEMBALI Dalam Perkara TUN


• Permohonan Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa,
karena diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
• Permohonan Peninjauan Kembali diajukan melalui PTUN Tingkat I
• Tenggang waktu pengajuan PK adalah 180 hari sejak putusan memiliki
kekuatan hukum tetap.
• PK diajukan oleh salah satu pihak.
• Syarat dan ketentuan pengajuan PK perkara TUN Mengacu pasal 67 UU
MA
a) apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu
muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya
diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh
hakim pidana dinyatakan palsu;
b) apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti
yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa
tidak dapat ditemukan;
c) apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih
dari pada yang dituntut;
d) apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e) apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang
sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau
sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan
satu dengan yang lain;
f) apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim
atau suatu kekeliruan yang nyata.
• Acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 77 ayat (1) UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Sumber :
1. https://cakimptun4.wordpress.com/artikel/proses-dismissal-dan-upaya-
hukum-perlawanan/
2. Simanjuntak, Enrico.2018. ACARA HUKUM PERADILAN TATA USAHA
NEGARA: TRANSFORMASI DAN REFLEKSI.Jakarta: Sinar Grafika
3. PPT Dosen Mata Kuliah Upaya Hukum Acara Tata Usaha Negara ( Bu Aju
Putrianti)

26
UPAYA
HUKUM PERKARA
PERDATA
ALSA STUDY BOOK

MATERI UPAYA HUKUM PERKARA PERDATA

BAB BAHASAN
“TAHAP-TAHAP PENYELESAIAN PERKARA PERDATA”

1. Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata

a. Tahap Pendahuluan
b. Tahap Penentuan
c. Tahap Pelaksanaan

2. Tahap Pendahuluan

Suatu tahap yang mendahului sebelum dilakukannya


pemeriksaan perkara.. Yang dimaksud dengan kegiatan-kegiatan
sebelum pemeriksaan adalah:
1. Adanya sengketa hukum perdata
2. Masuknya gugatan ke Pengadilan Negeri
3. Oleh panitera didaftarkan ke buku register gugatan
4. Membayar biaya perkara/panjer ongkos perkara
5. Penunjukan majelis hakim
6. Penetapan hari sidang
7. Pemanggilan para pihak sampai dengan akan disidangkannya
perkara

3. Tahap Penentuan

Merupakan tahap dilakukannya pemeriksaan perkara di


pengadilan. Tahapannya adalah sebagai berikut:
1. Disidangkannya perkara untuk pertama kali
2. Dilanjutkannya proses dengan perdamaian (Pasal 130 HIR)
3. Pembacaan gugatan dari Penggugat (Pasal 131 HIR)
4. Jawab menjawab
5. Pembuktian dari para pihak
6. Diajukan kesimpulan akhir para pihak
7. Sidang musyawarah yang dilakukan majelis hakim sampai
dengan dijatuhkannya putusan pengadilan.

27
ALSA STUDY BOOK

4. Tahap Pelaksanaan

Tahap ini deikenal dengan sebutan eksekusi. Tahap


pelaksanaan terhadap putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap/pasti, agar pihak yang menang dapat memperoleh ;apa
yang menjadi haknya sesuai dengan isi putusan, sehingga dapat
disimpulkan eksekusi merupakan upaya paksa untuk
merealisasikan hak dari pihak yang menang, dan merupakan
upaya paksa karena pihak yang kalah tidak melaksanakan
kewajibannya dengan sukarela

5. Macam-Macam Putusan
a. Penetapan (Beschikking/Decree)
Putusan yang berisi pertimbangan dan dictum penyelesaian
permohonan. Merupakan putusan bagi perkara yang bersifat
Permohonan atau Jurisdictio Voluntaria. Diktum bersifat
Deklarator/Konstitutif yakni hanya memberikan penegasan
pernyataan tentang hal yang diminta/menciptakan keadaan hukum
b. Putusan Perkara Jurisdictio Contentiosa

Putusan ini mengandung beberapa amar seperti amar yang


bersifat Kondemnatoir, Deklaratoir, Konstitutif.

6. Sifat Amar Putusan


a. Kondemnatoir: putusan ini bersifat menghukum, pihak yang
kalah untuk memenuhi prestasi. Di dalam putusan demikian diakui
hak Penggugat atas prestasi yang dituntut. Hukuman hanya terjadi
sehubungan adengan perikatan yang bersumber pada
persetujuan/UU. Prestasi dapat terdiri dari memberi, berbuat,
tidak berbuat. Putusan ini memberikan alas hak eksekutorial
kepada Penggugat untuk menjalankan putusan secara paksa
melalui Pengadilan.
b. Deklaratoir: putusan ini bersifat
menetapkan/menerangkan/menyatakan suatu keadaan
hukum. Putusan yang menolak gugatan disebut juga bersifat
deklaratoir. Tidak memerlukan eksekuis, dan sudah punya akibat
hukum tanpa harus ada bantuan pihak lawan.

28
ALSA STUDY BOOK

c. Konstitutifs: putusan ini bersifat meniadakan/menciptakan


suatu keadaan hukum/menempatkan orang dalam suatu
kedudukan. Putusan ini tidak perlu dieksekusi, karena tidak
menetapkan hak, sehingga akibat hukumnya tidak tergantung
lawan.

7. Kekuatan Putusan Hakim

Suatu putusan hakim ketika akan mencapai kekuatan tetap


(inkracht van gewijsde), apabila kedua pihak sudah dapat menerima
isi putusan, sudah tidak ada upaya hukum lagi. Jika suatu putusan
telah mencapai in kracht (kekuatan tetap/absolut), maka putusan
tersebut akan memiliki Kekuatan Mengikat, Kekuatan Pembuktian,
dan kekuatan Eksekutorial.

29
ALSA STUDY BOOK

BAB BAHASAN
“UPAYA HUKUM”

1. Upaya Hukum
Merupakan ipaya yang diberikan oleh hukum kepada para pihak
untuk mencapai sesuatu/bertindak mengadapi sesuatu. Juga dapat
diartikan suatu upaya/cara yang diberikan hukum untuk
mecegah/memperbaiki kekeliruan dalam putusan. Tidak mustahil
bahwa dalam suatu putusan gterdapat kekeliruan/kekhilafan bahkan
yang bersifat memihak. Serta merupakan langkah yang dilakukan demi
keadilan dan kebenaran para pihak dengan diberikannya kesempatan
memperbaiki kekeliruan/kekhilafan tersebut.
Memiliki kegunaan berupa adanya pihak yang merasa tidak
puas/dirugikan, dapat menanggapi suatu tindakan hukum yang
dilakukan oleh pihak lawannya dengan tujuan melindungi
hak/kepentingannya. Tujuan Upaya Hukum adalah untuk
pemeriksaan perkara berjalan lancar dan teratur.
2. Macam-macam Upaya Hukum
1. Melawan gugatan: Eksepsi; JPP; Rekonvensi
2. Melawan Putusan: Bersifat biasa, dan bersifat luar biasa.
3. Melawan Sita: Verzet dari pihak yang bersangkutan & verzet dari
pihak ketiga
4. Melawan Eksekusi: Verzet dari yang bersangkutan & verzet dari
pihak ketiga
5. Mencampuri Proses: Voeging; Vrijwaring
6. Upaya Pembuktian: Tulisan/surat; persangkaan/dugaan;
pengakuan; sumpah; pemeriksaan setempat; kesaksian ahli;
pembukuan; pengetahuan hakim
3. Upaya Hukum Melawan Gugatan
a. Eksepsi: tangkisan yang tidak langsung mengenai pokok perkara
b. JPP: Jawaban langsung mengenai pokok perkara
c. Rekonvensi: Tuntutan yang diajukan pihak penggugat saat digugat

30
ALSA STUDY BOOK

4. Eksepsi

Tangkisan yang tidak mengenai pokok perkara. Dilihat dari


dasar hukum/pengaturannya eksepsi dibedakan menjadi Eksepsi
Prosesuil dan Eksepsi Materiil, dan jika dilihat dari sifatnya eksepsi
dibedakan menjadi:
- Eksepsi Deklinatoir;
- Eksepsi Diskualifikatoir;
- Eksepsi Dilatoir;
- Eksepsi Obscuur Libel;
- Eksepsi Peremtoir:
- Eksepsi Chicaneus Proces.
5. Eksepsi Berdasarkan Dasar Hukum
- Eksepsi Prosesuil (Didasarkan pada HukumAcara Perdata)
a. Eksepsi Deklinatoir, tentang kompetensi, missal: Pengadilan
Negeri Semarang tidak berwenang (relatif), Pengadilan Negeri
tidak berwenang (absolut).
b. Eksepsi Diskualifikatoir, tentang kedudukan pihak-pihak
dalam perkara, missal: Penggugat tidak punya kedudukan
sebagai Penggugat.
c. Eksepsi Obscuur Libel, tentang persyaratan menggugat,
missal: uraian Fundamentum Petendi tidak jelas, kurang pihak.
- Eksepsi Materiil (Didasarkan pada Ketentuan Hukum Materiil)
a. Eksepsi Dilatoir, tentang saat mengajukan gugatan, misal:
gugatan belum saatnya.
b. Eksepsi Peremtoir, tentang saat mengajukan gugatan, misal:
gugatan sudah daluwarsa (Pasal 1967 KUHPer)
c. Eksepsi Chicaneus, gugatan rekayasa
6. Eksepsi Dilihat Dari Sifatnya
- Eksepsi Bersifat Mengelak: mengelak untuk diperiksa oleh satu
pengadilan, baik dalam kompetensi yang absolut maupun relatif,
missal: Pengadilan Negeri tidak berwenang (absolut) atau
Pengadilan Negeri Semarang tidak berwenang (relatif), apabila
diputus Niet Onvankelijk verklaar (NO);
- Eksepsi Bersifat menunda, missal: ekspsi yang menyatakan
bahwa gugatan belum saatnya diajukan. Kalu eksepsi diterima,
maka diputus Niet Onvankelijk verklaar. Dapat diajukan lagi setelah
tiba saatnya. Eksepsi Dilatoir

31
ALSA STUDY BOOK

7. Eksepsi Dilihat Dari Sifatnya


- Eksepsi Bersifat menyudahi, misal: eksepsi yang menyatakan
gugatan sudah pernah diputus, maka tidak boleh diajukan lagi (res
yudicata). Atau gugatan sudah daluwarsa. Kalo eksepsi diterima,
putusannya “gugatan ditolak”. Eksepsi Peremtoir.
- Eksepsi Bersifat Mendiskualifikasi, eksepsi ini mendiskualifikasi
kedudukan pihak dalam perkara, misal: Pengguga/Tergugat tidak
mempunyai kedudukan dalam perkara. Apabila eksepsi diterima
diputus gugatan Niet Onvanklijk Verklaar (NO). Eksepsi
Diskualifikatoir.
- Eksepsi Bersifat Mennagguhkan, eksepsi ini didasarkan pada
uraian peristiwa yang tidak jelas dan tidak lengkap sehingga
tidak/sulit dimengerti pihak lawan. Kalo eksepsi diterima, gugatan
diputus NO. Eksepsi Obscuur Libel.
- Eksepsi Bersifat Mengakhiri, eksepsi yang menyatakan bahwa
gugatan didasarkan pada peristiwa yang direkayasa, atau tidak ada
sengketa sebagai dasarnya. Apabia diterima gugatan ditolak.
Eksepsi Chicaneus.
8. Upaya Hukum Melawan Putusan

Suatu upaya/alat yang diberikan oleh hukum kepada pihak


dalam proses, untuk memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.
Suatu putusan hakim tidak luput darti kekeliruan/kekhilafan bahkan
tidak mustahil bersifat memihak, maka dari itu demi kebenaran dan
keadilan, maka setiap putusan hakim, dimungkinkan untuk diperiksa
ulang, agar kekeliruan/kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat
diperbaiki.
a. Yang bersifat biasa:
- Pada asasnya terbuka untuk setiap putusan pengadilan, selama
diajukan dalam tenggang waktu yang ditetapkan Undang-Undang.
- Menangguhkan Pelaksanaan Putusan.
- Macamnya: Verzet, Banding, dan Kasasi.
b. Yang bersifat luar biasa/istimewa:
- Terhadap upaya hukum ini hanya diperbolehkan dalam hal-hal
tertentu saja, sebagaimana yang disebutkan Undang-Undang.
- Tidak menangguhkan Pelaksanaan Putusan.
- Macamnya: Request Civil (PK), Derdenverzet

32
ALSA STUDY BOOK

9. Upaya Hukum Biasa

Memiliki beberapa sifat yaitu:


a. Terbuka untuk setiap putusan selama tenggang waktu yang
ditentukan Undang-Undang.
b. Hilang dengan diterimanya putusan Hakim.
c. Menghentikan eksekusi untuk sementara.
Terdiri dari: Verzet, Banding, dan Kasasi.
10. Upaya Hukum Istimewa
a. Peninjauan Kembali/Request Civil:
- Pemeriksaan atas suatu putusan yang tidak dapat dilawan
dengan Upaya Hukum kembali, atas permohonan salah satu
pihak dalam perkara yanhg telah diputus itu.
- Peninjauan Kembali dapat diajukan baik secara tertulis
maupun secara lisan oleh para pihak sendiri kepada
Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang pada
Tingkat pertama memeriksa dan memutus perkaranya.
- Beberapa alasan Peninjauan Kembali:
a. Putusan didasarkan pada suatu kebihingan/tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus, atau
didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana dinyatakan palsu.
b. Jika ditemukan surat-surat bukti yang menentukan yang
waktu perkara diperiksa tidak ditemukan.
c. Jika telah dikabulkan hal-hal yang tidak dituntut atau lebih.
b. Perlawanan Pihak III (Derdenverzet)
- Perlawanan yang diajukan oleh pihak III kepada hakim yang
menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat
para pihak yang bersangkutan dengan cara biasa. (Pasal 378
BRv).
- Pihak III tidak hanya berkepentingan saja, tetapi benar-benar
haknya dirugikan oleh putusan tersebut.
- Jika perlawanan dikabulkan maka putusan yang dilawan
diperbaiki sepanjang yang merugikan hak pihak III (Pasal 382
BRv).

33
ALSA STUDY BOOK

BAB BAHASAN
“VERZET”

1. Perlawanan (Verzet)
Verzet adalah suatu upaya hukum terhadap suatu putusan di
luar hadirnya pihak Tergugat (disebut putusan verstek). Pasal 129 ayat
(1) HIR atau Pasal 83 Rv menegaskan:Tergugat yang sedang dihukum
sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat
mengajukan perlawanan atas putusan itu. Berdasarkan ketentuan
tersebut, upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan verstek
adalah perlawanan (verzet).
Verzet artinya perlawanan terhadap putusan verstek yang telah
dijatuhkan pengadilan tingkat pertama yang diajukan oleh tergugat
yang diputus verstek tersebut, dalam waktu tertentu, yang diajukan ke
Pengadilan Negeri yang memutus perkara itu juga.
Perkara perlawanan menunda pelaksanaan (eksekusi)
“dilaksanakan lebih dahulu meskipun diajukan upaya hukum
2. Putusan Verstek, syarat putusan verstek:
- Tergugat/para tergugat belum pernah hadir dalam sidang
- Ada panggilan patut: Ketentuan siapa yang memanggil (Pasal 388
HIR), Ketentuan tentang cara memanggil (Pasal 390 HIR),
Ketentuan tenggang waktu pemanggilan (Pasal 122 HIR).
3. Pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang
(pada umum-nya) dikalahkan. Bagi penggugat yang dikalahkan dengan
putusan verstek tersedia upaya hukum banding. Jadi apabila terhadap
tergugat dijatuhkan putusan verstek, dan dia keberatan atasnya,
tergugat dapat mengaju-kan perlawanan (verzet), bukan upaya
banding. Dalam Putusan Mahkamah Agung ditegaskan bahwa
permohonan banding yang diajukan terhadap putusan verstek tidak
dapat diterima, karena upaya hukum terhadap verstek adalah verzet.
4. Dasar Hukum: Pasal 132 HIR dan Pasal 129 HIR jo. Pasal 153 RBG.
5. Acara Verzet
a. Menurut Pasal 129 ayat (1) dan Pasal 83 Rv yang berhak
mengajukan perlawanan hanya terbatas tergugat saja, sedang
penggugat tidak diberi hak mengajukan perlawanan, dalam hal ini
pihak tergugat tidak oleh pihak ketiga.
b. Tenggang Waktu Verzet, menurut Pasal 129 ayat (2) HIR:
- Jika Putusan Verstek diberitahukan Tergugat sendiri, verzet
dapat diajukan sampai dengan hari ke-14 sesudah pemberitahuan
putusan.

34
ALSA STUDY BOOK

- Jika Putusan Tidak Diberitahukan Tergugat Sendiri, verzet


dapat diajukan sampai dengan hari ke-8 sesudah
peringatan/teguran (aanmaning) meurut Pasal 196 HIR.
- Jika Tergugat Tidak Datang Pada Waktu Ditegur, maka verzet
dapat diajukan sampai dengan hari ke-8 sesudah dijalankan surat
perintah ketua yang tersebut Pasal 197 HIR.
c. Menurut Pasal 129 ayat (3) HIR pengajuan dan pemeriksaan
dilakukan menurut acara biasa yang berlaku bagi gugatan perdata
- Dapat diajukan tertulis maupun lisan
- Tidak ada kewajiban menunjuk kuasa
- Membayar ongkos perkara kecuali prodeo
6. Jenis-jenis Verzet:
a. Verzet Melawan Putusan Verstek
b. Verzet Melawan Sita
c. Verzet Melawan Eksekusi
7. Verzet Melawan Putusan Verstek merupakan suatu upaya hukum
untuk melawan putusan verstek (Pasal 125 HIR) yang disediakan bagi
pihak Tergugat.
a. Tergugat dapat ajukan verzet jika tak puas dengan bunyi
putusan verstek
b. Verzet melawan putusan verstek menghentikan eksekusi,
kecuali dalam hal Uitvoerbaar Bij Voorhad (putusan yang
dapat dilaksanakan serta merta).
8. Verzet Melawan Eksekusi/Sita
a. Pihak tereksekusi (debitor) dapat mengajukan verzet jika
eksekusi melanggar Undang-Undang (Pasal 207 HIR).
b. Pihak ketiga, jika didasarkan pada hak milik (Pasal 208 HIR).
- Untuk ketentuan a dan b tidak menghentikan eksekusi.
- Terhadap putusan a dan b dapat diajukan banding.

35
ALSA STUDY BOOK

BAB BAHASAN
“BANDING”

1. Banding
Ialah upaya hukum yang dilakukan bilamana ada salah satu
pihak yang tidak puas terhadap suatu putusan Pengadilan tingkat
pertama. Menurut Pasal 21 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman “Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama
dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak
yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.”
Yang dimaksud dengan pengecualian itu ditujukan pada perkara
perdata yang tidak perlu dimintakan banding, tetapi langsung kasasi ke
MA, misalnya putusan Pengadilan Niaga dalam Perkara Hak Kekayaan
Intelektual (HaKI), Putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), dan
Perkara Kepailitan. Hakim tingkat pertama dan banding adalah hakim
fakta (judex facti) sehingga Hakim banding memeriksa seluruh berkas
perkara dimaksud.
2. Urgensi Lembaga Banding

Demi keadilan dan kebenaran, maka setiap putusan hakim perlu


dimungkinkan untuk diperiksa ulang bagi kesalahan/kekhilafan yang
terjadi pada putusan sehingga dapat diperbaiki.
3. Syarat Banding
- Persyaratan formal tidak dipenuhi = permohonan ditolak
- Besarnya nilai gugatan (Pasal 6 Undang-Undang No. 20 Tahun
1947), besarnya nilai gugatan atas perkara yang telah diputus
oleh Pengadilan Negeri, harus lebih dari Rp100,00. (serratus
rupiah)
4. Tenggang Waktu Mengajukan Banding
Tenggang waktu pernyataan mengajukan banding adalah 14
hari sejak putusan dibacakan bila para pihak hadir atau 14 hari setelah
pemberitahuan putusan apabila salah satu pihak tidak hadir. Dalam
praktek dasar hukum yang biasa digunakan adalah Pasal 46 UU No. 14
tahun 1985 tentang Mahkamah Agung atau Pasal 7 UU No. 20 Tahun
1947 tentang Peraturan Peradilan Ulangan Di Jawa Dan Madura.

36
ALSA STUDY BOOK

5. Prosedur Mengajukan Permohonan Banding


1) Diajukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana putusan
tersebut dijatuh-kan, dengan terlebih dahulu membayar lunas
biaya permohonan banding.
2) Permohonan banding dapat diajukan ter-tulis atau lisan (Pasal
7 UU No. 20/1947) oleh yang bersangkutan atau kuasanya.
3) Panitera Pengadilan Negeri akan membuat akte banding yang
memuat hari dan tanggal diterimanya permohonan banding dan
ditandatangani oleh Panitera dan Pembanding. Permohonan
banding ter-sebut dicatat dalam Register Induk Per-kara
Perdata dan Register Banding Per-kara Perdata.
4) Permohonan banding tersebut oleh Panitera diberitahukan
kepada pihak lawan paling lambat 14 hari setelah permohonan
banding diterima.
5) Para pihak diberi kesempatan untuk melihat surat serta berkas
perkara di Pengadilan Negeri dalam waktu 14 hari.
6) Walau tidak diharuskan Pembanding berhak mengajukan
Memori Banding sedangkan Terbanding berhak mengaju-kan
Kontra Memori Banding, dan tidak ada jangka waktu
pengajuannya sepanjang perkara belum diputus oleh
Pengadilan Tinggi masih diperkenankan. (Putusan MA-RI No. 39
K/Sip/1973, tanggal 11 September 1975).
7) Pencabutan permohonan banding tidak diatur dalam undang-
undang sepanjang belum diputuskan oleh Pengadilan Tinggi
pencabutan permohonan banding masih diperbolehkan.
6. Pemeriksaan Banding

Diajukan banding, berarti perkara menjadi mentah kembali dan


putusan Pengadilan Negeri belum memiliki kekuatan tetap/pasti.
Pemeriksaan dalam tingkat banding merupakan pemeriksaan ulang
dengan kewenangan pemeriksaan ada pada Hakim Tinggi.
Cara pemeriksaannya dengan memeriksa semiua berkas
pemeriksaan Pengadilan Negeri dan surat-surat lainnya, yang
berhubungan dengan perkara tersebut (op de stukken). Bila dianggap
perlu hakim banding dapat mendengarkan sendiri kedua belah pihak
yang berperkara & saksi-saksi (penyimpangan op de stukken).

37
ALSA STUDY BOOK

7. Putusan Yang Dijatuhkan Di Tingkat Banding


a. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri bila putusan Pengadilan
Negeri telah benar
b. Mempebaiki putusan Pengadilan Negeri bila putusan Pengadilan
Negeri terdapat kekurangan
c. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi memberikan putusan sendiri bila putusan Pengadilan
Negeri telah keliru/salah.
8. Catatan
- Inzage adalah proses untuk melihat berkas-berkas berita acara
putusan Pengadilan Negeri dan berkas-berkas lainnya untuk
keperluan banding.
- Banding ditujukan pada Pengadilan Tinggi terhadap semua
putusan tingkat pertama, melalui Pengadilan Negeri yang
memutus perkara.
- Tidak ada keharusan membuat memori banding
- Banding menghentikan eksekusi, kecuali terdapat suatu UBV
(Uitvoerbaar bij voorraad/putusan serta merta) yang
merupakan putusan yang menyatakan bahwa putusan dapat
dilaksanakan terlebih dahulu meski ada Upaya Hukum (Pasal
180 HIR).
9. Dasar Hukum
a. Ketentuan Umum: Pasal 132 HIR
b. Ketentuan Khusus:
- UU No. 20 Tahun 1947 Tentang Peradilan Ulangan;
- UU No. 48 Tahun 2009 tentang UU Kekuasaan Kehakiman.

38
ALSA STUDY BOOK

BAB BAHASAN
“KASASI”

1. Kasasi

Kasasi berasal dari Bahasa Perancis “cassation” yang berarti


memcahkan atau “membatalkan”. Tugas pengadilan kasasi adalah
menguji (meneliti) putusan pengadilan-pengadilan bawahan tentang
sudah tepat atau tidaknya penerapan hukum yang dilakukan terhadap
kasus yang bersangkutan yang duduk perkaranya telah ditetapkan oleh
pengadilan-pengadilan bawahan tersebut dan kewenangan atas kasasi
ini dimiliki oleh Mahkamah Agung.
Kewenangan Mahkamah Agung menurut Pasal 24A ayat (1)
UUD NRI 1945 jo. Pasal 20 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman mencakup:
a. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang
diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung,
kecuali undang-undang menentukan lain.
b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang.
c. Mempunyai kewenangan lainnya yang diberikan undang-
undang.

Kasasi diajukan oleh pihak yang merasa tidak puas kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Negeri yang pada tingkat pertama memutus
perkaranya.
Menurut Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung, pembatalan putusan dikarenakan:
- Tidak berwenang/melampaui batas wewenang
- Salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku
- Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian tersebut
dengan batalnya putusan.

Permohonan kasasi hanya bisa diajukan sebanyak sekali saja.


Permohonan kasasi dapat diajukan oleh:
o Pihak yang berperkara atau wakilnya: dalam perkara
perdata/perkara TUN yang diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir;

39
ALSA STUDY BOOK

o Terdakwa atau wakilnya atau Penuntut Umum atau


Oditur: dalam perkara pidana yang diperiksa dan
diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat
Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum dan Militer.
o Permohonan Kasasi demi kepentingan hukum: dapat
diajukan oleh Jaksa Agung karena jabatannya dalam
perkara perdata atau TUN yang diperiksa & diputus oleh
Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat
Banding di Lingkungan Peradilan Umum, Agama, TUN.

Putusan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh


merughikan pihak yang berperkara.
2. Syarat Kasasi
▪ Perkara yang dimohonkan kasasi sudah diputusa dalam tingkat
banding/sudah diputus dalam tingkat terakhir.
▪ Diajukan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan
pengadilan diberitahukan kepada pemohon.
▪ Membayar biaya perkara untuk kasasi, kecuali yang diajukan
secara prodeo/Cuma-Cuma.
▪ Harus melampirkan memori kasasi yang memuat alasan-alasan
kasasi.
3. Prosedur Pengajuan Kasasi
1) Pengajuan permohonan kasasi diajukan oleh pihak yang
berperkara sendiri/melalui kuasa hukum lewat panitera
Pengadilan Negeri yang memutus perkara.
2) Permohonan dapat diajukan secara lisan/tertulis kepada
Mahkamah Agung melalui pengadilan Negeri yang memutus
perkara.
3) Pengajuan permohonan kasasi dilakukan dalam tenggang waktu
14 hari setelah putusan PT/putusan pengadilan tingkat terakhir
diberitahukan kepada pemohon.
4) Pemohon kasasi membayar biaya perkara kepada panitera
Pengadilan negeri yang memutus perkara.
5) Pemohon kasasi lalu dicatat dalam buku register perkara,
selanjutnya dibuatkan akta pengajuan kasasi.
6) Selambat-lambatnya 7 hari setelah adanya akta permohonan
kasasi, maka Pengadilan Negeri memberitahukan pada pihak
lawannya tentang adanya pengajuan kasasi.
7) Permohonan kasasi wajib memberikan memori kasasi dalam
waktu 14 hari setelah permohonan dicatat dalam buu register.

40
ALSA STUDY BOOK

8) Panitera Pengadilan Negeri memberikan tanda terima atas


penerimaan memori kasasi & menyampaikan Salinan memori
kasasi pada pihak lawan paling lambat 30 hari
9) Pihak lawan berhak mengajukan kontra memori kasasi dalam
tenggang waktu 14 hari setelah diterimanya Salinan memori
kasasi.
10)Setelah memori kasasi & kontra kasasi masuk, panitera
Pengadilan Negeri mengirim berkas-berkas perkara ke
Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari.
11)Panitera Mahkamah Agung akan mencatat permohonan kasasi
dalam buku register perkara kasasi & membubuhkan nomor
urut (register perkara kasasi) & tanggal penerimaan
permohonan.
4. Pemeriksaan dalam tingkat Kasasi

Pemeriksaan kasasi yang dilakukan MA berdasarkan surat-


surat berkas perkara yang dimohonkan kasasi. Hanya jika dipandang
perlu Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi,
atau memerintahkan pengadilan tingkat pertama atau pengadilan
tingkat banding yang memutus perkara tersebut mendengar para
pihak atau para saksi. Berikut lengkapnya:
▪ Dilakukan sekurang-kurangnya dengan 3 (tiga) orang
hakim, dibantu seorang panitera/Panitera Pengganti.
▪ Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa surat-surat
berkas perkara yang dimohonkan kasasi.
▪ Persoalan yang diperiksa hanyalah pada penerapan hukum
saja (judex juris).
▪ Hakim yang memeriksa tidak boleh mempunyai
kepentingan dengan perkara yang bersangkutan.
▪ Putusan yang dijatuhkan harus diumumkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum.

5. Putusan Kasasi

Setelah pemeriksaan kasasi selesai, Mahkamah Agung


memberikan putusannya yang dapat berupa:
a. Permohonan kasasi tidak dapat diterima.
b. Permohonan kasasi ditolak.
c. Permohonan kasasi diterima (dikabulkan)

41
ALSA STUDY BOOK

6. Dasar Hukum
- Ketentuan Umum: Pasal 132 HIR
- Ketentuan Khusus:
o UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
o UU No. 5 tahun 2004 tentang perubahan atas UU 14 tahun 1985
o UU No. 3Tahun 2009 tentang perubahan kedua UU No. 14 tahun
1985
o UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

42
HUKUM ACARA
PIDANA KHUSUS
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM ACARA PIDANA KHUSUS

I. Batasan dan Ruang Lingkup Hukum Acara Pidana Khusus


• J de Bosch Kemper:
Adalah sejumlah asas-asas dan peraturan-peraturan
Undang-Undang yang mengatur wewenang negara (khusus)
untuk menghukum bilamana Undang-Undang Pidana
(khusus) dilanggar.
• Simons
Bertugs mengatur cara-cara negara dengan alat
perlengkapannya mempergunakan wewenang-nya (khusus)
untuk memidana dan menjatuhkan pidana.

• Wirjono Prodjodikoro
Adalah peraturan yang mengatur cara bagaimana badan
pemerintah berhak menuntut jika terjadi suatu tindak
pidana, cara bagaimana akan didapat suatu putusan
pengadilan yang menjatuhkan suatu hukuman dapat
dilaksanakan.
• Sudarto
Adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang
seharusnya dilakuakan oleh aparat penegak hukum dan
pihak-pihak yang terlibat didalamnya, apabila
dipersangkakan hukum pidana telah dilanggarnya disana.

II. Hukum Pidana dan Hukum Pidana Khusus


Hukum Pidana dilaksanakan oleh Hukum Acara Pidana Kodifikasi
Hukum Acara Pidana adalah KUHAP (UU Neg RI No.8 Th 1981).
Sama dengan KUHP, KUHAP juga punya pasal jembatan, yaitu
Psl.284 ayat (2) yg menghubkan KUHAP dengan UU diluar KUHAP,
seperti UU Neg RI No.7/Drt/1955, dsb.

III. Hukum Acara Pidana dan Sistem Peradilan Pidana

Hukum Acara Pidana beroperasi melalui SPP dan SPP merupakan


lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman UU dalam lingkup
kekuasaan kehakiman blm ter-kodifikasi,missal:
1.UU Neg RI No.48 Th.2009 ttg Kekuasaan Kehakiman
2.UU Neg RI No.49 Th.2009 ttg Peradilan Umum, dll.

43
ALSA STUDY BOOK

IV. Kekuasaan Kehakiman


Dalam kekuasaan kehakiman terdapat 4 lingkungan peradilan yaitu
:
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara

Hukum Acara Pidana Khusus terdiri dari :


1.Ketentuan khusus Hk.Acara Pidana di dlm UU
2.UU Hk.Acara Pidana Khusus
3.Pengadilan Khusus dalam Lingkup Peradilan Umum
Ketentuan khusus Hk.Acara Pidana dlm UU Pidana Khusus, misal :
1.Psl.27 ayat (1) UU Neg. RI No.7/Drt/1955 ttg
Pengusutan,Penuntutan dan Peradilan TPE
2.UU Neg.RI No.22 Th.1997 ttg Narkotika
3.UU Neg.RI No.15 Th.2003 ttg Penetapan Perpu No.1 Th.2002
ttg Pemberantasan TP Terorisme Menjadi UU, dsb.

V. Beda Prespektif dalam Memandang HAM


- Definisi HAM :
Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
- Menurut Sumbernya HAM terbagi atas :
1. Hak alamiah
2. Hak konstitusional
3. Hak statutair
4. Hak yuridis
- Menurut si penerima hak terbagi atas :
1. Hak Individu
2. Hak Kolektif

44
ALSA STUDY BOOK

- Menurut aspek yang dilindungi didalamnya terbagi atas :


1. Hak-hak sipil
2. Hak-hak politik
3. Hak-hak ekonomi
4. Hak-hak sosial
5. Hak-hak kultural

- Tahapan perjuangan bangsa-bangsa dalam memperjuangkan


Hak Asasi Manusi :
1. Generasi Pertama
Yaitu HAM sebgimana tersurat dan tersirat di dalam
Declaration of Human Rights 1948.
2. Generasi Kedua
Yaitu HAM sebagaimana diperjuangkan oeleh negara-negara
berkembang dalam Kovenan Th.1966.
3. Generasi Ketiga
Yaitu HAM sebagaimana di-perjuangkan oleh negara-negara
Afrika dan negara terbelakan atau baru merdeka dalam
Kovenan Th.1986.

- Peranan Pemerintah
Pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab dalam
penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan dan
pemenuhan hak asasi manusia

- Asas Retroaktif
Dalam pasal 43 ayat (1) UU No.26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM menyebutkan bahwa:
“Pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diundangkannya UU ini,
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.”
Oleh karena itu berlaku asas berlaku surut.

45
BATCH 2018
HUKUM
LINGKUNGAN
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM LINGKUNGAN

Hukum Lingkungan→ seperangkat peraturan untuk mengatur manusia


bagaimana mengelola lingkungan hidup demi pelestarian fungsi lingkungan.
Sebelum 72 orang mengelola lingkungan dinamakan memanfaatkan
lingkungan. Kemudian menyebabkan kerusakan dan merugikan makhluk hidup.
Setelah 72 baru menyadari bahwa manusia merupakan bagian dari lingkungan.
Ruang Lingkup Hukum Lingkungan:
• Hukum perencanaan lingkungan
• Hukum pengendalian pencemaran lingkungan
• Hukum penyelesaian sengketa lingkungan
• Hukum konservasi SDA
Lingkungan Hidup:
• Abiotic→ tanah, air, udara
• Biotik→ flora, fauna
• Energi
• Suhu
Pada awalnya hukum lingkungan bersifat perdata karena melindungi orang
Hukum lingkungan merupakan hukum fungsional

Metode Pendekatan→ bersifat holistic (menyeluruh):


• Menggunakan interdispliner dan antar disipliner
Kedudukan Hukum Lingkungan:
• Sebagai Hukum Lingkungan Modern→ di dalam pengelolaan
lingkungan tidak hanya memanfaatkan saja tapi juga melestarikan
fungsi lingkungan
• sebagai hukum fungsional→ HL sekarang tidak bisa dimasukkan
kedalam kategori tradisional hukum yang ada tapi bisa memfungsikan
salah satu hukum yang ada
• sebagai hukum yang berdimensi normative dan instrument→
bahwa HL merupakan alat untuk mengelola lingkungan, ada
pembagian hak dan kewajiban untuk mengelola dan melestarikan
fungsi lingkungan.

EKOLOGI
1. lingkungan hidup merupakan interaksi antara kompenen lingkungan
hidup: abiotic, biotik, energi, situasi, kondisi.
2. Ekosistem→ interaksi antar kompenen LH timbal balik yang seimbang
membentuk fungsi tertentu dengan daya dukung dan daya tamping
tersendiri pula.

46
ALSA STUDY BOOK

Interaksi timbal balik yang seimbangan→ interaksi yang memenuhi


keseimbangan dalam jarring makanan dan jarring kehidupan.
Daya tampung→ kemampuan lingkungan ditempati sejumlah MH
dalam melakukan kegiatan.
Daya dukung→ kemampuan LH mendukung MH yang berkegiatan di
atasnya

Masalah Lingkungan
• Konsep Pencemaran
Menurut ekologi→ apabila dimasukkanya zat cair/gas maka
akan terjadi pencemaran air/gas itu (penurunan kualitas)
Menurut hukum→ saat dilampauinya baku mutu atau
terlampauinya baku mutu lingkungan yang ditentukan.
• Kerusakan
Menurut ekologi→ apabila sebuah ekosistem sudah tidak
berfungsi lagi
Menurut hukum→ saat terpenuhinya baku mutu kerusakan
lingkungan hidup.
Baku mutu (baku= sesuatu yang harus ada, mutu= kualitas)
Pembangunan ramah lingkungan→ pembangunan dengan memerhatikan
alam
Pembangunan berkelanjutan→ dibiayai dari SDA harus mengikat atau
memerhatikan kepentingan generasi sekarang/yang akan datang.

Deklarasi Rio
Berkembangnya prinsip eco development menjadi sustainable development.
Perkembangan hukum lingkungan modern di Indonesia:
• UU No. 4 tahun 1982 sebagai UU paying lingkungan hidup
• UU No. 23 Tahun 1997 berisi sistem pengelolaan lingkungan
hidup
• UU No. 32 Tahun 2009 berisi pelrindungan dan pengelolaan LH
Latar belakang pembentukan UU 32/2009
1. Sebagai pelaksanaan PBL
2. Sebagai pelaksanaan prinsip otonomi daerah
3. Kualitas LH yang semakin menurun sehingga perlunya perlindungan
LH
4. Menjamin kepastian hukum

47
ALSA STUDY BOOK

Ruang Lingkup→ perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,


pengawasan, penegakan hukum.
Permasalahan lingkungan hidup menurut hukum:
1. Pencemaran LH
2. Pemanfaatan lahan yang salah
3. Pengurusan atau habisnya sumber daya
Faktor penyebab masalah lingkunga hidup
• Teknologi (seharusnya menggunakan teknologi yang tepat guna)
• Pertumbuhan penduduk (butuh sandang, pangan, papan)
• Motif ekonomi
• Tata nilai (kesadaran manusia yang berhubungan dengan lingkungan)
Dampak dari masalah lingkungan hidup→ kesehatan, estetika, kerugian
ekonomi, terganggunya ekosistem alami.
Perkembangan masalah Lingkungan Hidup:
1. Di negara barat/modern/maju
Masalah→ polusi udara, kerusakan (co: pabrik mengeluarkan asap
berlebihan, yaitu pabrik yang menggunakan teknologi rendah)
Penyelesaian→ menciptakan teknologi yang tepat guna
2. Di negara berkembang
Masalah→ kerusakan, pencemaran/polusi
Penyebab: pertumbuhan penduduk, kesadaran akan lingkungan
kurang, motif ekonomi
Solusi→ pembangunan yang berasal dari APBN dan APBD adalah
untuk peningkatan kesejahtaraan manusia baik fisik maupun non fisik
Lahirnya deklarasi Stockholm:
• Tanggal 5 Juli sebagai hari LH
• LH menjadi masalah dunia dan bertentangan dengan pembangunan
• Keikutsertaan negara dalam penyelesaian masalah LH
• Sebagai perkembangan tonggak hukum LH modern
• Adanya prinsip eco development
Penegakan Hukum Lingkungan
Preventif→ pengawasan
Represif→ sanksi kegiatan
Upaya untuk menaati ketentuan atau aturan dalam hukum lingkungan
Pasal 119→ sanksi administrasi (menghentikan perbuatan)
Sanksi pidana→ membuat jera
Sanksi perdata→ denda, ganti rugi, melakukan tindakan, tidak melakukan
tindakan
Apabila terbukti maka bisa meminta ganti rugi.

48
ALSA STUDY BOOK

Perencanaan
• Untuk memahami perencanaan perlu diketahui tugas dan wewenang
pemerintah
• Hak, kewajiban dan larangan bagi seseorang
• Peran masyarakat
• Tahapan perencanaan

Perencanaan tata ruang wilayah


• Didasarkan pada daya dukung dan daya tampung dan BML
• Melalui tahap: investasi lahan, penetapan wilayah ecoregion,
penyusunan RPPLH, kajian lingkungan hidup strategis
• Tata ruang wilayah

49
HUKUM
PERUSAHAAN
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM PERUSAHAAN

Perusahaan adalah suatu kegiatan usaha yang dilakukan secara terus


menerus, terang-terangan melakukan kegiatan tertentu yang berkaitan
dengan bidang ekonomi yang bertujuan dapat keuntungan, didirikan di
Indonesia dan berkewajiban membuat laporan keuangan.
Unsur-unsur perusahaan:
• Suatu kegiatan usaha
• Dilakukan secara terus menerus
• Terang-terangan (adanya legalitas)
• Berkaitan dengan bidang ekonomi
• Bertujuan mendapat keuntungan
• Didirikan di Indonesia
• Berkewajiban membuat laporan keuangan (untuk mengetahui hak dan
kewajiban perusahaan)

Perbedaan pemisahan harta kekayaan pada badan usaha berbadan


hukum dan non badan hukum
• Badan hukum → jelas pemisahannya
• Non badan hukum → ada, tetapi secara hukum tidak ada. Tanggung
jawabnya adalah renteng yang mana ditangguung bersama. Karena
sejak awal digantungkan pada anggotanya.

Badan usaha berbadan hukum→ suatu badan usaha yang dianggap sama
dengan manusia yang punya hak dan kewajiban punya harta kekayaan yang
terpisah anatara pengurus dan pendiri, penanam saham.
PT bangkrut bisa menjadi tanggung jawab pengurus apabila terbukti
dirugikan oleh pengurus itu sendiri. Apabila PT terbukti bersih maka yang
bertanggung jawab adalah PT saja.

50
ALSA STUDY BOOK

Kriteria PT
Dianggap sebagai subjek hukum, namun terbatas pada yang berkaitan dengan
harta kekayaan (keperdataan), artinya boleh menjadi para pihak dalam
perjanjian, bisa digugat, bisa menggugat. Ada pemisahan harta kekayaan yang
jelas. Keberadaan PT tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Seperti: usia
pendiri/pemegang saham/direksi.
Badan Hukum (perbedaan tujuaanya)
1. PT→ untuk bisnis, mencari keuntungan
2. Koperasi→ disamping mencari keuntungan juga memberikan manfaat
untuk anggotanya
3. Yayasan→ fungsi sosial

PERSEROAN TERBATAS
Pasal 1 angka 1 UU PT→ perseroan terbatas yang selanjutnya disebut
perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksaananya.
Indonesia→ PT
Negara asing→ xxx Ltd. (Ltd→ limited company)
Malaysia→ xxx Sdn.bhd.
Sero→ saham
Perseroan→ kumpulan saham/perkumpulan modal dan/atau saham
Terbatas→ adanya tanggung jawab yang terbatas dari pendiri, pemegang
saham

51
ALSA STUDY BOOK

Sejarah PT
Namloes Venotschaap= perserikatan tanpa nama, artinya:
• Tidak harus menggunakan nama bersama
• Pake nama yang berkaitan dengan bidang usahanya (co: makanan
(food))
• Pada tahun 1995, Indonesia punya UUPT sendiri, pak soeharto sadar
KUHD sudah tidak relevan lagi di Indonesia
• Disempurnakan tahun 1997
• Peraturan PT→ KUHD, UU tahun 1997, UU no 40 tahun 2007

UNSUR PT
• Badan hukum
• Perkumpulan modal (persekutuan modal)
• Didirikan berdasarkan perjanjian (perjanjian harus dibuat dalam akta
pendirian), perjanjian yang bisa dilakukan oleh PT adalah yang
berkaitan dengan harta kekayaan (Hukum Perdata).
• Bertujuan untuk melakukan kegiatan usaha
• Modal PT harus terbagi atas saham
• Harus memenuhii syarat yang sudah ditetapkan dalam UU

PROSEDUR PENDIRIAN PT
1. PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN DI MUKA NOTARIS

2. PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM

3. PERNYATAAN TIDAK KEBERATAN OLEH MENTERI

4. PENYAMPAIAN SECARA FISIK SURAT PERMOHONAN

5. PENERBITAN KEPUTUSAN PENGESAHAN BADAN HUKUM

6. DAFTAR PERSEROAN DAN PENGUMUMAN DALAM TBN

7. RUPS PERTAMA

52
ALSA STUDY BOOK

Nama PT
o Nama Yang digunakan sebagai identitas untuk membedakan suatu
Perseroan Terbatas dari Perseroan Terbatas yang lain.

o Untuk memberikan perlindungan hukum bagi pemakai nama PT yang


sudah beritikad baik.

o Nama PT dapat dipakai setelah memperoleh persetujuan Menteri


Hukum dan HAM

o Dimuat dalam Anggaran Dasar PT

o Permohonan diajukan sebelum PT didirikan

Pengajuan Nama PT
Diajukan melalui jasa SABH secara elektronik

Mengisi format pengajuan nama PT

Dengan memenuhi syarat :

1. Ditulis dengan hhuruf latin

2. Belum dipakai secara sah oleh PT lain atau tidak sama pada pokoknya
dengan nama PT lain;

3. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan

4. Tidak sama dengan nama lembaga negara,pemerintah kecuali


mendapat ijin

5. Tidak terdiri atas angka ,rangkaian angka huruf yang tidak membentuk
kata.

Persetujuan/penolakan Menteri disampaikan secara elektronik kepada


pemohon dalam waktu 3 hari kerja sejak pengajuan diterimma.
Nama PT wajib dinyatakan dalam Akta dalam jangka waktu 60 hari terhitung
sejak perstujuan Menteri Hukum dan HAM.

53
ALSA STUDY BOOK

Akta Pendirian
ANGGARAN DASAR :
1. Nama dan tempat kedudukan Perseroan;

2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

3. Jangka waktu berdirinya Perseroan;

4. Besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor;

5. nilai nominal saham beserta klasifikasi saham;

6. Nama jabatan dan jumlah anggota direksi dan dewan komisaris;

7. Penetapan dan tata cara penyelenggaraan RUPS

8. Pengangkatan direksi dan komisaris

9. Penggunaan laba dan pembagian deviden.

KETENTUAN LAIN :
1. Identitas pendiri Perseroan ( individu ,badan hukum)

2. Identitas anggota Direksi dan Dewan Komisaris

3. Nama pemegang saham ( nilai saham yang ditempatkan dan disetor

Format SABH
o NAMA (Peraturan Pemerintah No.43 tahun 2011 tentang tata cara
pengajuan dan pemakaian nama Perseroan) DAN TEMPAT
KEDUDUKAN PERSEROAN
o JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN
o MAKSUD DAN TUJUAN SERTA KEGIATAN USAHA PERSEROAN
o JUMLAH MODAL DASAR,MODAL DITEMPATKAN DAN MODAL
DISETOR
o ALAMAT LENGKAP PERSEROAN

54
ALSA STUDY BOOK

Daftar Perusahaan
o DILAKUKAN OLEH MENTERI
o MEMUAT TENTANG DATA PERSEROAN (Pasal 29)
o SEBAGAI SUMBER INFORMASI RESMI BAGI YANG
BERKEPENTINGAN MENGENAI IDENTITAS PERSEROAN DALAM
RANGKA MENJAMIN KEPASTIAN BERUSAHA.

Pengumuman
o SETELAH PENNGESAHAN PT
o DILAKUKAN OLEH MENTERI HUKUM DAN HAM
o DALM WAKTU 14 HARI
o TIDAK LAGI MEMILIKI KETERKAITAN LANGSUNG DENGAN
TANGGUNG JAWAB DIREKSI.

MODAL DAN SAHAM PT


Modal PT:
o Modal Dasar→ modal yang tertera dalam Anggaran Dasar PT
(berdasarkan UU PT minimal 50 juta rupiah)
o Modal Ditempatkan→ minimal 25 % dari modal dasar PT harus
ditempatkan ke dalam kas perseroan saat PT didirikan
o Modal Disetorkan→ modal ditempatkan yang harus disetor penuh
(tidak diangsur) pada saat PT didirikan dengan dibuktikan bukti
setoran tunai yang sah ke dalam kas perseroan.

Modal PT diperbesar:
Tujuannya untuk perkembangan PT

Di dapat dari Bank atau lembaga keuangan non bank

55
ALSA STUDY BOOK

Modal PT diperkecil:
Adanya keadaan PT yang rugi terus menerus (dis agio)

Salah satunya dengan memperkecil nilai nominal saham ( AFT


Stampeling)

Perubahan Modal PT
PERUBAHAN MODAL PADA PT MENGAHARUSKAN PERUBAHAN PADA
ANGGARAN DASAR PT (PASAL 21)

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR HARUS DENGAN KEPUTUSAN RUPS

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR HARUS DISAMPAIKAN KEPADA


MENTERI HUKUM DAN HAM DAN MENDAPAT PERSETUJUAN
MENTERI

PERUBAHAN AD HARUS DIBUAT DALAM AKTA NOTARIIL ATAU


DIBUAT AKTA PERNYATAAN KEP RUPS (30 HARI).

SAHAM
o Merupakan tanda bukti kepemilikan ,bahwa pemilik mempunyai
bagian dari modal dasar PT
o Digolongkan sebagai surat berharga
o Dapat diperjual belikan
o Merupakan benda bergerak tidak berwujud
o saham perseroan terbatas harus memiliki nilai nominal saham

56
ALSA STUDY BOOK

Pengalihan Saham
Pewarisan

Hibah

Wasiat

Perjanjian tertulis

Sahnya pengalihan saham dengan dibuat akta pengalihan :


1. Akta notaris

2. Akta bawah tangan

Hak-hak Pemegang Saham


Hak utama→ Hak untuk mengeluarkan suara, Hak atas deviden, Hak
atas sisa aset ketika PT dibubarkan

Hak derivative→ Hak yang diatur dalam UU maupun dalam


AD.misalnya hak pemegang saham agar sahamnya dibeli dengan harga
yang pantas.

Klasifikasi Saham
o Saham dengan hak suara
o Saham tanpa hak suara
o Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan direksi dan atau
anggota dewan komisaris (saham prioritas), biasanya diatur dalam
AD. Sering dijumpai pada PT Persero BUMN.
o Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau
ditukar dengan klasifikasi saham lain;
o Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk
menerima deviden lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi
lain atas pembagian deviden secara kumulatif atau non
kumulatif.(saham preferen)

57
ALSA STUDY BOOK

o Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk


menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas
pembagian sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.

58
HUKUM
KEKAYAAN
INTELEKTUAL
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL

Hak Kekayaan Intelektual ( Intelectual Property Rights), atau yang kerap


disingkat HKI adalah hak yang timbul dari hasil olah pikir yang menghasilkan
suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya kekayaan
intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu
kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam kekayaan intelektual berupa
karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Sehingga dapat dikatakan hak kekayaan intelektual berbicara mengenai hak,
baik hak yang melekat pada buku, lagu, film, lukisan, desain dan lain-lain.
Hak Kekayaan Intelektual:
• Merupakan hak yang lahir atau berasal dari kreatifitas manusia
• Adanya kreatifitas yang terkandung di dalam karya tersebut
• Bentuk dari karya haaruslah nyata, karena daklam HKI segala hal baru
mendapat perlindungan apabila sudah berbentuk konkret
• Karya yang diciptakan tidak dalam lingkup sekedar ide ataupun
gagasan konsep.

Karena hak kekayaan intelektual berbicara mengenai kreatifitas, berikut


adalah bidang-bidang kreatifitas yang ada di dalam hak kekayaan intelektual:
• Ilmu pengetahuan, seni, sastra, yang mana ruang lingkupnya adalah
hak cipta, dan diatur oleh UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
• Teknologi, yang mana ruang lingkupnya adalah paten, dan diatur oleh
UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten
• Rangkaian kata, huruf, angka, warna pada barang atau jasa yang mana
ruang lingkupnya adalah merek, diatur oleh UU No. 20 tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis
• Penampilan produk yang ruang lingkupnya adalah desain industri, dan
diatur oleh UU No. 31 Tahun 2000
• Informasi di bidang bisnis teknologi yang ruang lingkupnya adalah
rahasia dagang, dan diatur oleh UU No. 30 Tahun 2000
• Layout design dan semikonduktor, yang ruang lingkupnya adalah
desain tata letak sirkuit terpadu, dan diatur oleh UU No. 32 Tahun 2000
Tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu

59
ALSA STUDY BOOK

Hak Cipta ( UU No. 28 Tahun 2014)


Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaan yang timbul secara otomatis
setelah ciptaan selesai dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
perundangan-undangan yang berlaku.
• Di dalam hak cipta dikenal istilah automatic protection atau
perlindungan otomatis yang mana perlindungan akan hak cipta secara
otomatis akan diperoleh oleh pencipta setelah hasil cipta itu selesai
dibuat.
• Hak cipta dapat didaftarkan atau dicatatkan namun pencatatan
tersebut bukanlah suatu keharusan, pencatatan ciptaan bukanlah
sarana legalitas dan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi,
arti atau bentuk dari ciptaan yang didaftarkan.
• Delik yang dilanggar dalam hak cipta adalah delik aduan, karena sesuai
ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2014, pihak yang dapat mengadu
adalah pihak yang merasa dirugikan yaitu pencipta atau penerima
ciptaan atas suatu hasil karya yang diakui oleh UU Hak Cipta setelah
dilakukan pendaftaran terhadap hak cipta tersebut.

Paten (UU No. 13 tahun 2016)


Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas
hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya
kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
• Hak paten harus didaftarkan, hak paten hanya akan diberikan kepada
yang pertama kali mengajukan permohonan paten yang setidaknya
sudah dilengkapi syarat minimum pengajuannya, sehingga berhak
mendapatkan Tanggal Penerimaan (filing date).
• Di dalam hak paten dikenal discovery dan invention, pengertian dari
discovery sendiri adalah penemuan terhadap suatu sifat baru dari satu
material atau benda yang sudah dikenal atau sudah ada sebelumnya
secara alami, penemuan semacam ini tidak dapat dipatenkan,
sedangkan invention adalah penemuan berupa ide yang dituangkan ke
dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang
teknologi yang dapat berupa proses atau hasil produksi atau
penyempurnaan dan pengembangan proses atau hasil produksi
• Hak paten juga mengenal jangka waktu, jangka waktu tersebut dibagi
menjadi paten biasa dan paten sederhana, paten biasa adalah paten
dengan diberikan jangka waktu selama 20 tahun sejak tanggal
penerimaan permohonan, sedangkan paten sederhana adalah paten

60
ALSA STUDY BOOK

dengan jangka waktu 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan


Paten sederhana. Di mana, paten sederhana yang dimaksud ini dapat
diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau
proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri.
• Delik yang dilanggar dalam paten adalah delik aduan, karena yang
dapat mengadu adalah pihak yang sudah mendaftarkan hak patennya
dan merasa dirugikan.

Merek (UU No. 20 Tahun 2016)


Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan
barang atau jasa.

• Merek harus didaftarakan, karena karena dengan didaftrakan


merek yang akan kita gunakan dalam kegiatan perdagangan dan
jasa akan mendapatkan perlindungan hukum.
• Delik yang dilanggar dalam merek adalah delik aduan karena pihak
yang mengadu adalah orang yang memiliki haknya dengan bukti
sertifikat merek, dan diajukan ke kepolisian.
• Adanya jenis merek, yaitu merek dagang, merek jasa, merek
kolektif.
✓ Merek dagang adalah, merek yang digunakan pada barang
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk
membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
✓ Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
✓ Merek kolektif, merek yang dimiliki bersama-sama dalam
bentuk asosiasi

61
ALSA STUDY BOOK

Desain Industri ( UU No. 31 tahun 2000)


Desain industry adalah uatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau
komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya
yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis
dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat
dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau
kerajinan tangan.
• Desain Industri harus didaftarkan, dan hasil dari pendaftaran tersebut,
pihak yang mendaftarkan desain industry akan mendapat sertifikat
desain
• Desain industri meiliki fungsi untuk melindungi penampilan luar
• Desain industry diproduksi secara massal atau berulang-ulang
• Desain industry memiliki pola
• Ruang lingkup dari desain industry adalah seni terapan

Rahasia Dagang ( UU No. 30 tahun 2000)


Rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam
kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiannya oleh pemilik rahasia dagang.
• Dalam rahasia dagang tidak ada pendaftaran
• Objek informasi dari rahasia dagang adalah informasi dibidang
teknologi dan bisnis
• Delik yang dilanggar dalam rahasia dagang adalah delik aduan yang
terjadi apabila seseorang dengan sengaja mengungkapkan rahasia
dagang, mengingkari kesepakatan atau mengingkari kewajiban tertulis
atau tidak tertulis untuk menjaga rahasia dagang yang bersangkutan
dan Apabila seseorang dianggap melanggar rahasia dagang orang lain
apabila ia memperoleh atau menguasai rahasia dagang tersebut
dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (UU No. 32 Tahun 2000)

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu adalah kreasi berupa rancangan peletakan
tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen
tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam
suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk
persiapan pembuatan sirkuit terpadu.

62
KRIMINOLOGI
ALSA STUDY BOOK

MATERI KRIMINOLOGI

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan. Secara etimologis


kriminologi berasal dari bahasa Yunani yaitu crimen yang berarti kejahatan
dan logos yang artinya pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Sehingga secara
umum kriminologi bertujuan mempelajari kejahatan serta fenomena-
fenomenanya dari berbagai aspek.
Dalam kriminologi dikenal dua aliran pemikiran yaitu aliran demonologik dan
naturalistitk. Aliran demonologik menggunakan dasar dunia lain untuk
menjelaskan apa yang terjadi, sedangkanaliran naturalistik menggunakan ide-
ide dan penafsiran terhadap obyek-obyek dan kejadian-kejadian serta
hubungannya dengan dunia yang ada atau nyata Pendekatan naturalistik
dapat dibedakan dalam tiga bentuk sistem pemikiran atau paradigama, yaitu:
▪ Kriminologi klasik
Kriminologi klasik mendasarkan pada pandangan bahwa intelegensi
dan rasionalitas merupakan ciri fundamental manusia dan menjadi
dasar bagi penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perorangan
maupun yang bersifat kelompok. Dalam paradigm kriminologi klasik k
ejahatan didefenisikan sebagai setiap pelanggaran terhadap perbuatan
yang dilarang undang-undang pidana, penjahat adalah setiap orang
yang melakukan kejahatan. dalam hal ini tugas kriminologi adalah
menbuat pola dan menguji sistem hukuman yang dapat meminimalkan
terjadinya kejahatan

▪ Kriminologi Positif
kriminologi Positif bertolak pada pandangan bahwa perilaku manusia
ditentukan oleh faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa
faktor biologis maupun kultural. manusia bukan mahkluk yang bebas
untuk menuruti dorongan keinginannya dan intelegensinya, akan
tetapi mhkluk yang dibatasi atau ditentukan perangkat biologisnya dan
situasi kulturalnya, yakni faktor-faktor yang alami atau yang dibawa
manusia dan dunianya, yang sebagian bersifat biologis dan sebagian
karena pengaruh lingkungan.

▪ Kriminologi Kritis
Aliran pemikiran kritis tidak berusaha menjawab pertanyaan apakah
perilaku manusia itu bebas atau ditentukan, akan tetapi lebih
mengarahkan pada mempelajari proses-proses manusia dalam
membangun dunianya dimana dia hidup. Kriminolgi kritis mempelajari
proses-proses dimana kumpulan tertentu dari orang-ornag dan

63
ALSA STUDY BOOK

tindakan-tindakan ditunjuk sebagai kriminal pada waktu dan tempat


tertentu. Kriminologi kritis bukan sekedar mempelajari perilaku dari
orang-orang yang didefenisikan sebagai kejahatan, akan tetapi juga
perilaku dari agen-agen control social (aparat penegak hukum).

Kriminologi bagi hukum pidana sebagai pengaruh pemikiran kritis


diharapkan dapat mengarahkan studinya pada proses-proses (kriminalisasi),
baik proses pembuatan maupun bekerjanya undang-undang, dapat
memberikan sumbangan di bidang sistem peradilan, khususnya berupa
penelitian tentang penegakan hukum, akan dapat digunakan untuk
memperbaiki bekerjanya aparat penegak hukum, seperti untuk memberikan
perhatian terhadap hak-hak terdakwa maupun korban kejahatan, organisasi
(birokrasi) penegakan hukum serta perbaikan terhadap perundang-undangan
itu sendiri. Karena terkait proses-proses kriminalisasi, H. Mannheim
memberikan pandangannya bahwa terdapat banyak bentuk perbuatan anti
sosial yang tidak dijadikan tindak pidana dan banyak diantaranya yang
seharusnya tidak boleh dijadikan tindak pidana karena tiga alasan :
• Efesiensi dalam menjalankan undang-undang pidana banyak
tergantung pada adanya dukungan dari masyarakat luas, sehingga
harus diselidiki apakah tentang kelakuan yang bersangkutan itu ada
sikap yang sama dalam masyarakat.
• Sekalipun ada sikap yang sama, maka harus diselidiki pula apakah
tingkah laku yang bersangkutan merupakan tingkah laku yang
penindakannya secara teknis sangat sulit atau tidak. Sebab apabila ini
terjadi, akan menimbulkan manipulasi dalam pelaksanaannya.
• Perlu diingat pula apakah tingkah laku yang bersangkutan sebenarnya
merupakan sesuatu yang tidak sesuai untuk dijadikan obyek hukum
pidana, artinya apakah nantinya tidak terlalu banyak mencampuri
kehidupan pribadi atau individu.

Kejahatan dan hubungannya dengan norma-norma


Kejahatan adalah perbuatan manusia yang dapat dipidana oleh hukum pidana.
Tetapi kejahatan tidak semata-mata berbatasan undang-undang, artinya ada
perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh masyarakat dipandang sebagai jahat,
tetapi oleh undang-undang tidak menyatakan sebagai kejahatan (tidak
dinyatakan sebagai tindak pidana), begitu pula sebaliknya.
Secara umum terdapat tiga perspektif mengenai pembentukan undang-
undang yang dapat dipakai untuk menjelaskan hubungan hukum (undang-
undang) dengan masyarakat yaitu model konsesus, pluralis, dan konflik.
Masing-masing model tersebut mencerminkan perbedaan pandangan

64
ALSA STUDY BOOK

mengenai asal pembuatan aturan dan nilai-nilai dasar kehidupan sosial.


Penerapan undang-undang dipandang sebagai pembenaran hukum yang
mencerminkan keinginan kolektif. Apabila model konsesus menganggap
adanya persetujuan umum atas kepentingan dari nilai-nilai dasar manusia,
sebaliknya model pluralis menyadari adanya keanekaragaman kelompok-
kelompok sosial yang mempunyai perbedaan dan persaingan atas
kepentingan dan nilai-nilai. Menyadari kebutuhan akan adanya mekanisme
penyelesaian konflik, orang-orang sepakat terhadap struktur hukum yang
dapat menyelesaikan konflik-konflik tersebut tanpa membahayakan
kesejahteraan masyarakat. Menurut perspektif tersebut, konflik timbul karena
adanya ketidaksetujuan dalam substansinya, akan tetapi mereka setuju
mengenal asal dan bekerjanya hukum.

Hubungan Kejahatan dengan Norma-Norma Lain


Ruang Lingkup Obyek Studi Kriminologi
Menurut Sutherland, kriminologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :
• Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab
kejahatan
• Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah
lahirnya hukuman, perkembangannya serta arti dan faedahnya.
• Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-
kondisi mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

Objek Studi Kriminologi


• Kejahatan
Objek yang dipelajari adalah perbuatan yang disebut sebagai kejahatan,
dan hal terutama yang dipelajari adalah peraturan perundang-
undangan (pidana), yaitu norma-norma termuat di dalam peraturan
pidana. Kriminologi memperluas studinya terhadap perbuatan-
perbuatan yang dipandang sangat merugikan masyarakat luas, baik
kerugian materi maupun kerugian/bahaya terhadap jiwa dan
kesehatan manusia, walaupun tidak diatur dalam undang-undang
pidana.
• Pelaku
Pelaku sendiri artinya orang yang melakukan kejahatan atau sering
disebut "penjahat". Studi terhadap pelaku ini terutama dilakukan oleh
kriminologi positivis dengan tujuan untuk mencari sebab-sebab orang
melakukan kejahatan.

65
ALSA STUDY BOOK

• Reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan pelaku


Studi mengenai reaksi masyarakat terhadap kejahatan bertujuan untuk
mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap
perbuatan-perbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang di
pandang sebagai merugikan atau membahayakan masyarakat luas,
akan tetapi undang-undang belum bisa mengaturnya. Yang mana
berdasarkan studi ini bisa dihasilkan apa yang disebut sebagai
kriminalisasi, deskriminalisasi atau depenalisasi.

Penelitian Kriminologi
Penelitian kriminologi bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang
kejahatan dengan cara mengumpulkan, mengklasifikasikan, mengnalisisn, dan
menafsirkan fakta-fakta kejahatan serta hubungannya dengan fakta-fakta
yang lain, seperti fakta sosial, ekonomi, politik, budaya, serta struktur yang
dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Metode yang digunakan
dalam penelitian kriminologi terutama ditentukan dan disesuaikan dengan
obyek yang diteliti, dan metode penelitian yang kerap dipakai adalah metode
statistik.

Metode Statistik
Statistik kriminal ini disusun berdasarkan kriminalitas yang tercatat, baik
secara resmi (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan sebagainya) maupun yang
dicatat oleh para peneliti sendiri. Kriminalitas yang tercatat tersebut hanya
merupakan sampel dari seluruh kriminalitas yang terjadi, sedangkan jumlah
kriminalitas yang terjadi tidak pernah diketahui. Bagian kriminalitas yang
tidak pernah diketahui dinamakan angka gelap (dark numbers atau dark
figures). Namun demikian statistik kriminal tidak pernah dapat mencatat
seluruh kriminalitas yang ada.
Adapun tujuan dari metode statistik kriminal ini oleh pemerintah adalah
untuk mendapatkan gambaran atau data mengenai kriminalitas yang ada
dimasyarakat, seperti jumlahnya, frekuensinya serta penyebaran pelakunya
dan kejahatannya, yang mana pengukuran ini hanya dapat dilakukan dengan
asumsi bahwa hubungan antara kriminalitas yang dilaporkan dengan yang
tidak dilaporkan adalah tetap (konstan), tetapi asumsi mengenai hubungan
diatas tidak terbukti karena

1. Sifat dan bentuk dari kejahatan,


2. Peranan korban kejahatan dan masyarakat,
3. Aktivitas aparat penegak hukum khususnya polisi

66
ALSA STUDY BOOK

Tujuan metode statistik kriminologi selain untuk kepentingan


pemerintah, metode ini dipakai oleh ilmuan guna menjelaskan fenomena
kejahatan atau menyusun teori. Statistik kriminsl walaupun dipakai sebagai
pencerminan kejahatan yang ada di masyarakat, dalam arti diterima sebagai
sampel yang sah memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
• Statistik kriminal merupakan hasil pencatatan yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum (polisi) berdasarkan laporan korban dan
anggota masyarakat pada umumny, yang mana sebagian besar laporan
berasal dari laporan masyarakat. Namun dari berbagai penelitian dapat
menunjukan adanya kecenderungan korban untuk melaporkan karena
dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti jenis kejahatannya, nilai
kerugian, pandangannya terhadap kemampuan polisi, hubungannya
dengan pelaku kejahatan serta berbagai kepentingan praktis lannya.
• Apa yang disebut sebagi kejahatan, dalam perwujudannya akan
menampakkan dirinya dalam berbagi bentuk perilaku dan seringkali
tidak jelas sehingga memerlukan penafsiran. Menafsirkan suatu
kejadian atau fakta tertentu sebagai kejahatan dipengaruhi oleh
pengetahuan dan persepsinya tentang apa yang disebut sebagai
kejahatan. Namun dari persepsi yang ditunjukan oleh korban atau
masyarakat sering kali bias terutama mengenai kejahatan white collar,
sehingga memunculkan ketimpangan antara kejahatan warungan dan
kejahatan white collar.
• Perhatian dan persepsi polisi terhadap jeni-jenis kejahatan menjadikan
hanya kejahatan tertentu yang mendapat prioritas penanggulangan,
akibatnya kejahatan yang mendapat perhatian polisi, yang pada
akhirnya masuk dalam statistik kriminal, yakni dan terutama
kejahatan warungan.

Sehingga dari beberapa kelemahan yang ada dapat disimpulkan bahwa


statistic kriminal bukan pencerminan kejahatan yang ada di masyrakat
melainkan gambaran mengenai aktivitas penegakan hukum.

67
HUKUM
INTERNASIONAL
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM INTERNASIONAL

1. HAKIKAT, PENGERTIAN, DAN PERKEMBANGAN HI

1. Peristilahan
- Hukum Bangsa – bangsa (the law of nations)
- Hukum antar bangsa (the law among nations)
- Hukum antar negara (inter states law)

Semakin berkembangnya masyarakat Internasional, maka


a. subyek atau pelaku di dalam hubungan yang melintasi batas negara
tidak hanya dilakukan oleh negara; bisa juga berupa Organisasi
Internasional, Perusahaan Multinasional, Individu
b. kaedah dan prinsip hukum yang muncul sudah semakin luas dan
kompleks
Maka dipakailah istilah Hukum Internasional
Ada beberapa istilah Hukum Internasional
1. Hukum Transnasional : Hukum yang berlaku diantara negara yang
berbatasan
2. Hukum Supranasional : Hukum yang diakui oleh seluruh negara (HAM)
3. Hukum Internasional
Definisi Hukum Internasional
Pengertian Tradisional : sistem yang semata mata terdiri dari kaidah
yang mengatur hubungan antara negara – negara
- Menurut Mochtar Kusumaatmadja :
Keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas negara, antara:
a. Negara dengan negara
b. Negara dengan subyek hukuk lain bukan negara, atau subyek
hukum bukan negara satu sama lain
- Menurut Boer Mauna :
Himpunan Peraturan dan Ketentuan yang Mengikat serta
mengatur hubungan antara negara – negara dan subyek – subyek
hukum lainnya dalam kehidupan masyarakat Internasional

68
ALSA STUDY BOOK

2. Pola Perkembangan Hukum Internasional


- Hk. Internasional Umum : Peraturan yang dilaksanakan
secara universal
- Hk. Internasional Regional : Hk Internasional yg terbatas
berlakunya ( tumbuh melalui kebaisaan)
- Hk. Internasional khusus lain : kaidah khusus berlaku bagi negara
tertentu (diatur koncensi multilateral) dan pesertanya tidak
terbatas pada suatu region tertentu)
- Hukum Internasional Universal/Hukum Dunia

3. Sifat Hk Internasional
- Bersifat koordinatif (bukan subordinatif)
- Sub ordinatif : terdapat hub. tinggi rendah antara yang diperintah
dan yg memerintah
- Hubungan Internasional yg diatur Hk. Internasional dilandasi oleh
persamaan kedudukan antara anggota
- Tidak ada badan supranasional atau pemerintahan dunia yang
memiliki kewenangan membuat sekaligus memaksakan
berlakunya suatu aturan internasional

4. Perwujudan Hk, Internasional


- Bilateral : aturan dibuat oleh dua negara dan hanya mengikat
kedua negara
- Regional : aturan dibuat oleh negara dalam suatu wilayah
- Multilateral : aturan dibuat oleh banyak negara
- Universal : aturan yang berlaku di semua negara
- Semua negara berhak membuat perjanjian internasional

5. Perbedaan Pendapat dan Pandangan terhadap Hk. Internasional


a. Hukum Internasional bukan sebagai hukum yang sesungguhnya
- S. Austin
HI bukanlah hk sesungguhnya krn untuk dpt dikatakan sbg hukum
harus memenuhi 2 unsur
a. Ada badan legislatif pembentuk aturan
b. Aturan tsb dpt dipaksakan
Dasar : Identik dengan UU
- Kelemahan Pendapat S. Austin
a. Austin menghulangkan fungsi pengadilan
b. Mengabaikan adanya hukum yang hidup dlm masyarakat

69
ALSA STUDY BOOK

b. Hukum Internasional sebagai hukum yang sesungguhnya


- Oppenheim :
HI adalah hukum sesungguhnya krn 3 syarat utk dikatakan sbg
hukum
a. Adanya aturan hukum
b. adanya masyarakat
c. adanya jaminan pelaksanaan dari luar (external power) aturan
tsb.
External Power : SANKSI
a. Tuntutan permintaan maaf, ganti rugi, pemulihan keadaan
b. Sanksi yg berwujud kekerasan : pemutusan hub.diplomatik,
embargo, pembalasan,perang

6. Kepatuhan terhadap Hk. Internasional


Hk. Internasional dipatuhi krn faktor:
a. Kebutuhan dan Kepentingan bersama akan jaminan kepastian
hukum
b. Biaya politik dan eonomi harus dibayar jika melanggar
c. Sanksi yang dijatuhakn oleh negara lain, OI, dan Pengadilan
d. Faktor psikologis : takut dikecam atau dikutuk negara lain

7. Kelemahan Hk. Internasional


Kelemahan terdapat pada Penegakan Hukumnya
1. Tidak ada institusi formal penegak hukum
a. Tidak ada polisi yang menindak pelanggar HI
b. Jaksa dan hakim pengadilan internasional tidak memeiliki
otoritas memaksa negara pelanggar
2. Tidak jelasnya aturan yang ada, mendukung terjadi berbagai
penafsiran di lapangan, tidak ada kepastian hukum

8. Peran Hk. Internasional


1. Mengatur hampir semua aktivitas negara
2. Mengakomodasi dan memfasilitasi kerjasama antar negara yang
saling bergantung satu sama lain

70
ALSA STUDY BOOK

2. HUBUNGAN HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

1. Aliran Monisme(Obyektivitas)
- Hukum dipandang sebagai satu kesatuan ilmu pengetahuan yang
tidak terpisah dengan lainnya

- Terbagi 2 golongan
*primat = mengutamakan
a. Monisme dengan primat Hukum Nasional
- Hi merupakan lanjutan dari HN, atau HN untuk urusan luar negeri
- HI bersumber dari HN, alasan:
1. tidak ada organisasi di atas negara yang mengatur
2. Dasar HI mengatur terletak dalam wewenang negara
- Kelemahan dari pendapat ini:
Hanya berfokus pada hukum tertulis dan merupakan
penyangkalan adanya HI yang mengikat negara
b. Monisme dengan primat Hukum Internasional
- HN bersumber pada HI sebagai perangkat hukum yang secara
hierarkis lebih tinggi
- HN tunduk pada HI
- Memuaskan dari sudut logika
- Kelemahan pendapat ini:
a. HN bersumber pd HNI, mendalihkan faktor HI ada lebih duu
drpd HN -> bertentangan dengan sejarah
b. Kekuatan mengikat HN diperoleh dr HNI -> tidak dapat
dipertahankan

2. Aliran Dualisme (Voluntarisme)


- HI dan HN merupakan dua bidang hukum berbeda
- Sumber : Teori Kemauan Negara
- Berbeda subtek ruang lingkup dan sumber
- Tidak ada pengutamaan
- Manifestasi dari ajaran hukum positif yang melihat hukum sbg
sesuatu yang hidup dan tumbuh dalam pergaulan hidup manusia,
berubah dari waktu ke waktu dan berbeda antara hukum di suatu
tempat dengan tempat lain
- Perbedaan tidak sesuai dengan realitas perkembangan masy.
internasional

71
ALSA STUDY BOOK

3. MASYARAKAT INTERNASIONAL
1. Definisi
Suatu komplek kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam
masyarakat (subyek hk) yang saling menjallin dengan erat dan
memiliki struktur kehidupan bermasyarakat yang rapi tertata
2. karakter
- Setiap negara dalam batas wilayahnya punya kekuasaan eksklusif
- Hubungan antar negara dilandaskan prinsip kesederajatan dan
kemerdekaan
- Tidak ada kekuasaan di atas negara
- Hubungan antar negara berdasarkan hukum Internasional
3. Syarat Keberadaan Masyarakat Internasional
- negara sebagai par exceleence
- syarat negara yang berdaulat diatur oleh Konvensi Montevideo
4. Kedaulatan dan Hak Berdaulat
Kedaulatan merupakan wewenang dimana suatu negara memiliki
hak dan wewenang untuk memaksakan peraturan perundang –
undangannya di dalam suatu wilayah kedaulatan, misalnya : Kapal
Malaysia berlabuh di Wilayah teritorial Indonesia
Hak Berdaulat adalah hak sebuah negara untuk mengambil kekayaan
alam di dalam suatu wilayah, misalnya : Indonesia dapat mengambil
kekayaan lau di dalam wilayah ZEE nya

5. Dasar Kekuatan mengikatnya HI


1. Teori Hk. Alam
Bagian dari hukum alam yang telah disekulerisasi, misal : Asas
Pacta Sunt Servanda
2. Teori kehendak negara
Mengikat karena kehendak negara itu sendiri untuk tunduk
3. Teori Kehendak bersama
Mengikat karena kehendak negara secara bersama
4. Mazhab Wina
Didasarkan pada suatu kaidah yang lebih tinggi yang pada
gilirannya didasarkan pula pada suaru kaidah yang lebih tinggi lagi
dan demikian seterusnya sampai kaidah dasar

5. Mazhab Peranci
Terdapat dalam kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum itu

72
ALSA STUDY BOOK

mutlak untuk dapat terpenuhinya kebutuhan manusia untuk hidup


bermasyarakat.

4. SUBYEK HUKUM ITERNASIONAL


1. Pengertian
- Umum
setiap pemegang, pemilik, atau pendukung hak dan pemikul
kewaijban berdasarkan hukum
- Subyek Hukum Internasional
setiap pemilik pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban
berdasarkan hukum internasional
2. Subyek Hukum Internasional
1. Negara
2. Organisasi Internasional
3. Palang Merah Internasional
4. Takhta Suci Vatikan
5. Organisasi Pembebasan
6. Belligerensi
7. Wilayah Perwalian
8. Individu
9. Organisasi Internasional Non Negara (NGO)
10. Perusahaan Multinasional
3. Negara
- Memiliki kedaulatan
- Pembatasasn:
a. Hk. internasiomal
b. Kedaulatan neegara lain
c. Nilai kemanusiaan universal
- Tanggung jawab negara berdaulat
a. melaksanakan fungsi perlindungan thd keselamatan dan
kehidupan warga negaranya
b. bertanggung jawab thd warga negaranya dan masyarakat
internasional melalui keanggotaannya di PBB
c. bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakan yang diambil

73
ALSA STUDY BOOK

4. Organisasi Internasional
- Wujud dari keinginan untuk meingkatkan dan melembagakan
kerjasama internasional secara permanen dalam rangka mencapai
tujuan bersama
- Contoh : PBB, ASEAN, NATO
- dikatakn subyek HI apabila:
a. mampu menunjukkan kemandiriannya
b. ditegaskan dalam piagam pendiriannya

5. Palang Merah Internasional


- Hakikatnya adalah NGO
- Faktor sejarah, kedudukannya unik
- Berkedudukan di Jenewa,Swiss
- Subjek HI yg mandiri, terutama berkaitan dengan masalah
kemanusiaan yg universal seperti perang, bencana alam,
pengungsian, dsb
- Berperan dalam pengembangan hukum humaniter internasional -
>melahirkan konvensi jenewa
6. Takhta Suci Vatikan
- Berpusat di Roma, Italia
- The Lateran Treaty 11 Feb 1929 – antara Italia dan tahta Suci
- Italia menyerahkan wilayah Vatikan sebagai tempat kedudukan
Takhta Suci
- Merupakan Pengakuan italia atas eksistensi Takhta Suci sebagai
pribadi HI
- Memiliki kewenangan di bidang kerohanian dan keagamaan di
bawah kekuasaan Paus
- Menjalin hubungan diplomatik dengan negara di dunia

7. Organisasi Pembebasan
- Masih kontroversial, kriteria sangat politis dan subjektif
- Berkaitan erat dengan munculnya kebangitan rakyat di wilayah
jajah atas hak mereka utk berdiri sbg negara merdeka, sejajar
dengan negara lain
- muncul di level internasional untuk memperoleh simpati dan
dukungan
- tidak mudah mendapat pengakuan masyarakat internasional
- pengakuan sebagai subyek HI hanya bersifat sementara
- contoh : PLO & SWAPO

74
ALSA STUDY BOOK

8. Belligerensi
- Muncul sbg akibat masalah dalam negeri, penyelesaiannya
merupakan urusan negara setempat
- Dukungan asing thd pemberontakan dianggap sebagai intervensi
dan dilarang HI
- Pengakuan eksistensi pemberontak lebih didasarkan pada
kepentingan dan pertimbangan politik yang subjektif
9. Wilayah Perwalian
- wilayah bakas jajahan dari negara yang kalah PD I dan
ditempatkan di bawah mandat negara yang menang perang
- Dibimbing dan diarahkan untuk merdeka
- Misal ; Papua Nugini di bawah Australia
- Subjek HI dalam batas tertentu diberikan hak untuk mengadakan
hubungan internasional secara mandiri
10. Individu
- Dapat menjadi subjek HI apabila mendapat ijin negaranya
- Muncul peradilan yang mengadili individu
- IMT Nuremberg
- IMTFE Tokyo
- ICT Yugoslavia
- ICT Romania

ICC (Statuta Roma 1998)

75
HUKUM
PERJANJIAN
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM PERJANJIAN

DEFINISI PERJANJIAN
➢ Batasan dari suatu perjanjian diatur dalam pasal 1313 KUH Perdata
yang berbunyi: “suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan
nama satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
lain atau lebih.”
➢ Menurut Rutten, Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi
sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada,
tergantung dari persesuaian pernyataan ehedak dua atau lebih orang-
orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan
salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas
beban masing-masing pihak secara timbal balik.
➢ Perjanjian dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Perjanjian tertulis
b. Perjanjian tidak tertulis (lisan)

JENIS-JENIS PERJANJIAN
Menurut Vollmar, jenis-jenis perjanjian dapat dibedakan menjadi:
1. Perjanjian timbal balik, timbal baik tidak sempurna, dan sepihak.
a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian dimana kedua belah pihak
timbul kewajiban pokok (Contoh: jual beli, sewa menyewa) dimana
prestasi kedua belah pihak seimbang.
b. Perjanjian timbal balik tidak sempurna (secara kebetulan) adalah
perjanjian dimana salah satu pihak timbul prestasi sedangkan pihak
lain ada kemungkinan untuk kewajiban sesuatu tanpa dapat
dikatakan dengan pasti bahwa kedua prestasi itu seimbang
c. Perjanjian sepihak adalah hanya salah satu pihak saja yang
mempunyai kewajiban pokok (contoh: perjanjian pinjam-pakai)

2. Perjanjian dapat dibuat dengan Cuma-Cuma atau dengan alas hak yang
membebani
➢ Perjanjian dimana prestasi dari pihak yang satu selalu ada kontra
prestasi dari pihak lain, dan prestasi tersebut saling berhubungan.
➢ Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang menurut
hukum salah satu pihaknya akan mendapat/menerima keuntungan
(contoh: hadiah, pinjam pakai).

76
ALSA STUDY BOOK

➢ Perjanjian timbal balik selalu adalah adalah perjanjian dengan alas


hak yang membebani tetapi tidak sebaliknya. Bisa dikatakan
perjanjian dengan alas hak yang membebani apabila prestasi kedua
belah pihak seimbang. (contoh: perjanjian pinjam mengganti
dengan bunga.)

3. Perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaan


➢ Penjanian kebendaan memiliki tujuan untuk menyerahkan hak
milik (hak eigendom).
➢ Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan
perikatan yang meletakkan kewajiban kepada kedua belah pihak.
➢ Perbedaannya adalah perjanjian obligatoir mengikat untuk
menyerahkan suatu benda, sedangkan perjanjian kebendaan
mengikat untuk menyerahkan hak eigendom (hak milik
kebendaannya).

4. Perjanjian konsensuil dan riil


➢ Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang berdasar kesepakatan
atau persesuaian kehendak
➢ Perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang terjadi tidak hanya
berdasar persesuaian kehendak saja tetapi ada penyerahan nyata.
(contoh: penitipan barang, pinjam pakai, pinjam mengganti, dll)

5. Perjanjian bernama, perjanjian tidak bernama, dan campuran


➢ Dianggap sebagai perjanjian apabila bernama atau tidak bernama
namun apakah diatur didalam undang-undang atau tidak.

6. Berlakunya perjanjian diatur dalam pasal 1315, 1318, dan 1340 KUH
Perdata
a. Perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian.
b. Perjanjian berlaku bagi para ahli waris dan mereka yang
memperoleh hak.
c. Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga

77
ALSA STUDY BOOK

SYARAT-SYARAT PERJANJIAN
➢ Menurut pasal 1320 KUH Perdata, sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu hal tertentu.
4. Suatu sebab yang halal.

TEORI-TEORI KESEPAKATAN
➢ Teori pernyataan :
Kesepakatan terjadi pada saat yag menerima tawaran menulis surat
atau telegram, telex, yang menyatakan bahwa ia menerima tawaran itu
(Uitingstheorie).
➢ Teori pengiriman :
Kesepakatan terjadi pada saat surat atau telegram dikirim kepada yang
menawarkan bahwa tawaran mengirim surat, telegram, telex, kepada
yang menawarkan.
➢ Teori pengetahuan :
Kesepakatan terjadi pada saat yang menawarkan mengetahui bahwa
tawarannya diterima (Vernemingstheorie).
➢ Teori penerimaan :
Kesepakatan terjadi pada saat yang menawarkan betul-betul
mengetahui dengan menerima jawaban bahwa tawarannya diterima
(Ontvangtheorie).
➢ Teori Pengetahuan yang Objektif :
Menurut akal yang sehat menerima tawaran itu telah mengetahui atau
telah membaca surat dari yang menawarkan
(Geobjectiveerdevernemings-theorie).
➢ Teori Kepercayaan :
Kesepakatan dianggap telah terjadi pada saat yang menerima tawaran
percaya bahwwa tawarannya betul-betul yang dimaksud
(Vertriouwenstheorie).

SIMULASI (PERJANJIAN PURA-PURA)


- Simulasi adalah perbuatan atau beberapa perbuatan dimana dua orang
atau lebih bahwa mereka keluar menunjukan seolah-olah terjadi
perjanjian antara merekka, namun sebenarnya secara rahasia mereka
setuju bahwa perjanjian yang Nampak keluar itu tidak berlaku.

78
ALSA STUDY BOOK

- Ada 2 macam simulasi, yaitu:


a. Simulasi mutlak, yaitu bahwa dengan perjanjian pura-pura
hubungan hukum antara mereka tidak ada perubahan apa-apa.
Perjanjian jual beli tetapi tidak akan terjadi perubahan hak milik
atas barang.
b. Simulasi relative, yaitu bahwa dengan perjanjian pura-pura itu
ada hal lain yang terjdadi; perjanjian jual beli tetapi yang
dimaksud perjanjian hibah. Perjanjian ini dapat batal demi
hukum sesuai pasal 1337 KUH Perdata.

CACAT KEHENDAK (Wilsgebrek)


- Biasanya terjadi karena terjadi sebuah cacat dalam persesuaian
kehendak hall ini dikarenakan salah satu pihak tidak apat
mengemukakan kehendaknya secara murni.
- Cacat kehendak merupakan akibat dari
- Kekhilafan
- Penipuan
▪ Perjanjian yang dilakukan dengan penipuan dapat
dibatalkan

- Paksaan (Pasal 1323-1324 KUH Perdata)


▪ Orang yang dibawah ancaman maka kehendaknya tidak
bebas maka perjanjian dapat dibatalkan.
▪ Orang yang di bawah paksaan fisik maka perjanjiannya
batal.

- Undue influence (pengaruh tidak pantas, penyalahgunaan


keadaan).
▪ Keadaan yang dapat disebut sebagai cacat kehendak
berdasar kepada analogi dari paksaan, kekhilafan, dan
penipuan.
▪ Penyalahgunaan keadaan terjadi apabila orang
mengetahui atau seharusnya mengerti bahwa pihak lain
karena suatu keadaan khusus seperti keadaan darurat,
ketergantungan, tidak dapat berpikir panjang, keadaan
jiwa yang abnormal atau tidak berpengalaman tergerak
untuk melakukan suatu perbuatan hukum.

79
ALSA STUDY BOOK

KECAKAPAN UNTUK MEMBUAT SUATU PERIKATAN:


- Tidak cakap adalah orang yang yang umumnya berdasar ketentuan
undang-undang tidak mampu membuat sendiri perjanjian-perjanjian
dengan akibat hukum yang lengkap, seperti:
▪ orang belum dewasa
dalam pasal 330, belum dewasa adalah mereka yang belum
genap 21 tahun dan belum kawin.
▪ Di bawah kuartil (pengampunan)
Dalam pasal 443, setiap orang dewasa dalam keadaan
dungu, sakit otak, atau mata gelap harus ditahan di bawah
pengampunan, pun apabila cakap menggunakan pikirannya.
▪ sakit jiwa
- Tidak berwenang adalah orang cakap tapi tidak dapat melakuakan
perbuatan hukum tertentu.
▪ Akibat hukum dari tidak berwenang tidak diatur tetapi demi
perlindungan kepentingan umum maka akobat hukum dari
tidak berwenang adalah batal.
- Ketidakcakapan seseorang merupakan pengecualian dalam membuat
suatu perikatan.

SUATU SEBAB YANG HALAL


- Syarat suatu sebab yang halal mempunyai 2 fungsi, yaitu:
a. Perjanjian harus memiliki sebab, tanpa hal ini perjanjian batal
b. Sebab harus halal, tanpa hal ini perjanjian batal
- Dalam pasal 1320, telah ditentukan syarat-syarat sahnya suatu
perjanjian
a. Kesepakatan kedua belah pihak dan kecakapan untuk membuat
perjanjian merupakan syarat subjektif. Apabila syarat subjektif
tidak tepenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan
(Vernietigbaar)
b. Suatu hal tertentu dan sebab yang halal merupakan syarat
objektif. Apabila syarat Objektif tidak terpenuhi maka perjanjian
batal demi hukum.

ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN


- Menurut Rutten, asas-asas hukum perjanjian diatur dalam pasal 1338
ada 3, yaitu:
a. Azas Konsensualisme, bahwa perjanjian yang dibuat itu dibuat
bukan secara formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu selesai
karena persetujuan kehendak atay consensus semata-mata.

80
ALSA STUDY BOOK

b. Azas kekuatan mengikat dari perjanjian, pihak-pihak harus


memenuhi apa yang telah dijanjikan.
c. Azas kebebasan berkontrak, orang bebas membuat atau tidak
membuat perjanjian, dengan entuk tertentu atau tidak dan bebas
memilih undang-undang mana yang akan dipakai untuk perjanjian
tersebut.
▪ Asas kebebasan berkontrak (dibatasai pada pasal 1337 KUH
Perdata), artinya:
a. Orang bebas mengadakan/terlibat perjanjian
b. Orang bebas menentukan pihak yang diajak membuat
perjanjian
c. Orang bebas menentukan isi perjanjian
d. Orang bebas menentukan bentuk perjanjian
e. Orang bebas menentukan memakai atau tidak memakai
aturan hukum yang sifatnya opsional.

81
PERANCANGAN
HUKUM
ALSA STUDY BOOK

MATERI PERANCANGAN HUKUM

BAB II UUD NRI Tahun 1945 Sebagai Dasar Pengembangan Perancang Hukum
Sistem adalah sesuatu yang terdiri dr sejumlah unsur / komponen yang saling
mempengaruhi dan terkait satu sama lain

Komponen Sistem Hukum (Friedman)


• Struktur : Kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum dengan
berbagai fungsinya dalam rangka mendukung bekernya sistem
tersebut.
• Substansi : norma-norma hukum yang berupa peraturan peraturan,
doktrin doktrin, keputusan keputusan.
• Kultur : Nilai-nilai & sikap-sikap yg mrpk pengikat sistem tsb, juga
kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara bertindak,
baik dari para penegak hukum maupun dari masyarakat utk taat atau
tidak terhadap hukum
Hukum Nasional Indonesia
• Segala hukum yang berlaku secara nasional dan sah di seluruh
Indonesia yg dibuat oleh Badan / Lembaga Nasional yg berwenang
A.Unsur Unsur SHNI dalam UUD NRI 1945 meliputi :
1) Bentuk dan Kedaulatan Negara
2) Sumber Hukum
3) Jenis Hukum Tertulis yang Disebut dengan istilah Peraturan
Perundang-Undangan
4) Hierarkhi Peraturan Perundang-Undangan
5) Materi Muatan Peraturan Perundangan
6) Lembaga Negara Pemegang/Pejabat Pemegang dan Pembentuk
Peraturan Perundang-Undangan
7) Penyiapan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan
8) Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan
9) Keberlakuan Peraturan Perundangan-Undangan
10)Tata Cara Pembentukan Undang-Undang
11)Pengujian Peraturan Perundang-Undangan
12)Penyelnggaraan Hukum
13)Pengakuan Keberlakuan Nilai-Nilai yang Harus Diperhatikan Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Juga Dalam
Penyelenggaraan Serta Penegakannya
1.Bentuk dan Kedaulatan Negara Indonesia
a. Pasal 1
• Ayat (1) : Mengandung Prinsip Negara Kesatuan
• Ayat (2) : Mengandung prinsip Kedaulatan di tangan rakyat
• Ayat (3) : Mengandung prinsip negara hukum
b. Pasal 28 I
• Ayat (5) : mengandung prinsip negara hukum yang demokratis

82
ALSA STUDY BOOK

2.Sumber Hukum
• Segala sesuatu yang menimbulkan aturan aturan yang mempunyai
kekuatan mengikat dan bersifat memaksa yakni aturan aturan yang jika
dilanggar akan mengakibatkan sanksi yaang tegas bagi pelanggarnya
a. Sumber Hukum Materil : Sumber hukum yang menentukan isi/materi
hukum tersebut
b. Sumber Hukum Formil : Sumber hukum dilihat dari bentuknya
3. Jenis Hukum Tertulis yang Disebut dengan istilah Peraturan Perundang-
Undangan
a. Hukum Tertullis : Hukum yang dicantumkan pada berbagai
perundangan (Contoh : Peraturan Perundang-Undangan > UUD NRI
Tahun 1945)
b. Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan) : Hukum yang masih hidup
dalam keyakinan masyarakat, tapi tidak tertulis, namun berlakunya
ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
4.Hierarkhi Peraturan Perundang-Undangan
• Pasal 7 ayat (1) UU No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan :
a. UUD NRI Tahun 1945
b. Ketetapan MPR
c. UU/Perpu
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi; dam
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
5.Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan
• Materi Muatan : Muatan yang sesuai dengan bentuk Peraturan
Perundang-Undangan
• UUD NRI Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan
perundang-Undangan
• Tidak boleh ada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945
6. Lembaga Negara Pemegang/Pejabat Pemegang dan Pembentuk Peraturan
Perundang-Undangan.
• Pasal 3 ayat (10 UUD NRI Tahun 1945 : Kewenangan MPR (mengubah
UUD NRI Tahun 1945)
• Pasal 5 ayat (10) UUD NRI Tahun 1945 : Presiden berhak mengajukan
RUU kepada DPR
• Pasal 20 ayat (1) UUD NRO Tahun 1945 : DPR memegang kekuasaan
membentuk UU
• Pasal 22 D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 : Kewenangan DPD dapat
mengusulkan dan ikut membahas RUU tertentu yang menjadi
kewenangannya

83
ALSA STUDY BOOK

• Pasal 18 ayat (6) UUD NRI Tahun 1945 : Pemerintah Daerah berhak
menetapkan perda dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan
7.Penyiapan Rancangan Peraturan Perundang-Undangan
8.Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan
9.Keberlakuan Peraturan Perundang-Undangan
• Pasal 2 (Atiran Peralihan dalam UUD NRI Tahun 1945) : Segala
peraturan perundang-undangan yg masih ada tetap berlaku selama
belum diadakan yg baru menurut Undang-Undang Dasar ini
10.Tata cara Pembentukan Perundang-Undangan
• Pasal 22A UUD NRO Tahun 1945 : Ketentuan lebih lanjut tentang cara
pembentukan undang undang diatur dengan undang undang
11.Pengujian Peraturan Perundang-Undangan
12.Penyelenggaraan Hukum
13.Penegakan Hukum
14. Pengakuan Keberlakuan Nilai-Nilai yang Harus Diperhatikan Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Juga Dalam
Penyelenggaraan Serta Penegakannya

Makna SHNI
• Keseluruhan unsur aturan, baik tertulis yang berupa peraturan
perundang-undangan dan keputusan serta putusan hakim, maupun
aturan tidak tertulis yg saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan Hukum Nasional Indonesia

84
HUKUM
KEKERABATAN
DAN
WARIS ADAT
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM KEKERABATAN DAN WARIS ADAT

➢ Kekeraatan danwaris terbentuk kearena adanya hubungan antar


anggota kerabat yang satu dengan yang lainnya, yang berdasarkan
aturan.
➢ Pengaturan kekerabatan dan waris di Indonesia beragam (pural)
➢ Subjek hukum menurut hukum adat adalah
a. Manusia
Kriteria manusia sebagai subjek hukum:
▪ Mampu melakukan perbuatan hukum atau cakap hukum
▪ Mampu berbuat hukum dan dapat dipertanggung jawabkan
di hadapanumum.
b. Badan Hukum (koperasi)
Kriteria badan hukum sebagai subjek hukum:
▪ Merupakan kesatuan yang memiliki tata peraturan yang
rapi;
▪ Memiliki pengurus sendiri;
▪ Memiliki harta kekayaan sendiri;
▪ Memiliki aktivitas.

A. MANUSIA SEBAGAI SUBJEK HUKUM


➢ Perbedaan Dewasa menurut Undang-Undang dan Hukum Adat:
a. Menurut Undang-Undang
Sudah berusia 21 tahun atau sudah menikah, hal ini dikarenakan
pembuat Undang-Undang berkiblat kepada hukum barat (KUH
Perdata).

b. Menurut Hukum Adat


Tidak didasarkan pada usia tertentu tetapi lebih didasarkan
kepada kenyataan.

Contoh: dalam KHI, hak waris antara anak laki-laki dan perempuan
(2:1) tetapi anak laki-laki yang mendapat waris itu bertanggung jawab
atas saudara perempuannya.

➢ Kedudukan manusia dalam tatanan kehidupan manusia:


- Sama
- Semua warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
- Semua warga negara bebas memelil agama dan kepercayaannya
- Semua warga negara berhak dan wajib ikut bela negara
- Semua warga negara berhak atas pengajaran
Menurut Prof Hilman Hadikusuma, dalam kenyataannya masih ada
perbedaan sebagai akibat dari pandangan politik, ekonomi, sosial dan
hukum adat.

85
ALSA STUDY BOOK

➢ Perbedaan istilah wenang hukum dan cakap hukum kedudukan


manusia dalam tatanan kehidupan masyarakat menurut Hukum Adat:
a. Kewenangan berhak (Wenang):
Sesuatu kewenangan dalam hukum yang diberikan kepada
seseorang menurut hukum adat. (ex: yang berhak terima warisan
orang tua adalah anaknya)
Contoh: di Jawa, umur 40 tahun, laki-laki menjadi kepala desa, Di
Minang laki-laki sebagai mamak kepala waris/kaum. (penghulu)
b. Kewenangan bertindak (Cakap):
Kewajiban orang perorangan untuk melakukan perbuatan hukum.
Dimana tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan.

Seseorang yang wenang hukum belum tentu cakap hukum, begitupun


orang yang cakap hukum belum tentu wenang hukum.

➢ Perngertian dewasa menurut para sarjana hukum


a. Prof. Soepomo
Kriteria dewasa dilihat pada kenyataan atau ciri-ciri tertentu,
yaitu:
1. Cakap unruk melakukan segala pergaulan dalam kehidupan
masyarakat dan dapat mempertanggungjawabkan
perbuatannya.
2. Mampu mengurus harta benda dan keperluannya sendiri
b. Prof. Djojodiguno
Kriteria dewasa, yaitu:
1. Cakap melakukan perbuatan hukum
2. Pada umunya sudah dapat hidup mandiri dan berkeluarga
3. Proses peralihan ke cakap hukum berlangsung sedikit demi
sedikit menurut keadaan.
c. Surojo Wigjodipuro
Dalam perkembangan, kriteria umur, disamping status sudah
kawin lambat laun menjadi biasa diterima dalam hukum adat.

B. BADAN HUUM SEBAGAI SUBJEK HUKUM


➢ Prof Djojodiguno
Perkumpulan-perkumpulan yang mempunyai organisasi yang
dinyatakan tegas dan rapih.

86
ALSA STUDY BOOK

HUKUM KEKERABATAN ADAT


a. Latar Belakang:
- Manusia sebagai makhluk sosial
- Sejak lahir manusia telah hidup dalam lingkungan keluarga inti,
kerabat, dan masyarakat
- Di lingkungan kerabatnya ada kaidah/hukum yang mengatur hak
dan kewajiban bagi setiap anggota kerabat.
- Kaidah/hukum dipengaruhi oleh hukum adat kekerabatan
menurut struktur masyarakat setempat.
- Kuat tidaknya hubungan hukum yang sesuai dengan hukum
kekerabatan setempat tergantung dari pribadi warga adat,
pemuka adat dan masyarakat adat setempat.

b. Pengertian
Berupa kaidah-kaidah yang tercatat dalam bentuk naskah-naskah adat
setempat maupun dalam bentuk perilaku kebiasaan masyarakat yang
sudah merupakan untuk melaksanakannya dalam kesatuan
kekerabatan yang bersangkutan.

c. Hukum Kekerabatan Adat


Menurutf Prof Hilman Hadikusuma, Aturan-aturan adat yang
mengatur hubungan antara warga adat yang satu dengan warga adat
yang lainnya dalam ikatan kekerabatan

d. Terbentuknya Kekerabatan
1. Faktor biologis/keturunan
Hubungan darah atau keunggulan leluhur antara seseorang
dengan orang yang lain
o Lurus
Hubungan darah antara dua orang dalam kekerabatan,
dimana orang yang seorang adalah keturunannya atau
sebaliknya adalah leluhurnya dari pada yang lain. (contoh:
ayah dengan anaknya)
o Bercabang
Hubungan darah antara dua orang saudara dan
keturunannya (contoh: paman dengan kepnakannya)
2. Faktor peristiwa hukum :
o Perkawinan
o Pengangkatan anak

87
ALSA STUDY BOOK

PENGERTIAN ANAK MENURUT HUKUM ADAT:


1. Anak kandung
▪ Anak yang sah, anak yang lahir dari perkawinan ayah dan
ibunya yang sah sebagai ahli waris dari orang tuanya
▪ Anak yang tidak sah, lahir dari perkawinan ayah atau ibunya
yang tidak sah)
2. Anak tiri
▪ Anak yang dibawa oleh suami/istri ke dalam perkawinan
▪ Kedudukan dalam keluarga tergantung dari susunan kerabat
dan bentuk perkawinan
▪ Dalam patrilineal (perkawinan jujur), maka :
✓ Anak tiri yang dibawa bapak kedalam perkawinan
dengan seorang wanita maka sebagai ahli waris dari
bapak.
✓ Anak tiri yang dibawa ibunya ke dalam perkawinan
maka sebagai ahli waris bapak kandungnya.
3. Anak angkat
▪ Anak orang lain yang diangkat menurut hukum adat setempat
dengan tujuan untuk kelansungan keturunan dana tau
pemeliharqaan harta kekayaan rumah tangga
▪ Punya hak mewarisi

4. Anak akuan
▪ Anak demang di Minang, anak pupon/pungut di Jawa
▪ Anak orang lain yang diakui orang tua yang mengakui, karena
belas kasihan, atau untuk membantu pekerjaan di rumah
tangga tanpa bayaran.
▪ Tidak behak mewaris dari orang tua yang mengakui tersebut.

Mengapa anak akuan nggak berhak waris?


Karena diakui hanya karena kashian saja, tidak ada rencana atau
keinginan untuk mengakui anak tersebut tadinya.

5. Anak piara
▪ Anak yang diserahkan orang lain untuk dipelihara sehingga
anak yang menerima berkewajiban untuk memeliharanya
▪ Tidak berhak mewarisi dari orang tua yang memeliharanya

88
HUKUM
PELAYANAN PUBLIK
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM PELAYANAN PUBLIK

BAB 1 Hukum Pelayanan Publik dalam Konteks HAN


Fungsi HAN :
A. Fungsi Normatif / Legitimasi
1. Secara konkret, fungsi normatif/legitimasi hukum administrasi
tercermin dalam pembentukan dan pengembangan badan
administrasi/pemerintahan, pemberian wewenang administrasi dan
prosedur pengambilan keputusan.
2. Tindakan administrasi secara substansial (material)juga harus
dilegitimasi. Ini berarti bahwa mereka harus mematuhi aturan hukum
tertulis dan tidak tertulis.
3. Hukum administrasi bertujuan untuk membenarkan seluruh tindakan
badan administrasi dengan menyediakan dasar hukum yang memadai,
dan dengan membakukannya baik secara substantif maupun
prosedural melalui aturan hukum.

B. Fungsi Instrumental
1. Fungsi instrumental hukum administrasi menyangkut peran yang
dimainkan hukum ini dalam penetapan dan implementasi kebijakan
pemerintah. Akibatnya, hukum administrasi mengalami perubahan
yang cepat dan berjangkauan jauh.
2. Dalam pendekatan instrumental, hukum terutama dilihat sebagai
perantara untuk mencapai tujuan tertentu. Sasaran (kebijakan) yang
ingin dicapai ditempuh melalui perumusan keputusan pemerintah
dengan karakter normatif. Ini mrp instrumen khusus.
3. Badan Administrasi diharuskan untuk mengambil keputusan dan
mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk melindungi
kepentingan publik.
4. Tugas-tugas pemerintah ini telah berkembang menjadi intervensi/
campurtangan pemerintah yang sangat luas dan beragam sejak abad
ke-20.(sbg antitesa doktrin Laissez faire – Biarkan berbuat/terjadi)

C. Fungsi Jaminan / Perlindungan (waarborgfunctie)


1. Melalui standarisasi hukum administrasi, posisi hukum warga negara
ketika berhadapan dengan pemerintah harus terjamin [hukum
administrasi substansial dan hukum administrasi prosedural/formal].

89
ALSA STUDY BOOK

2. Jaminan yang paling penting bagi warga negara adalah hak dan
prosedur umum dan khusus yang diberikan oleh hukum administrasi :
aturan hukum khusus, dilengkapi dengan materi umum dan jaminan
formal dari Hukum Administrasi Umum dan prinsip-prinsip
pemerintahan yang tidak tertulis.
3. Prinsip-prinsip tsb telah dielaborasi pada hukum positif dalam
prinsip-prinsip umum administra

*si yang baik,yang berisi bahan dan perlindungan prosedural yang dengann
tindakan administratif yang sebenarnya dapat diuji untuk legitimasi.
Tetapi prinsip demokrasi juga telah dinyatakan dalam jaminan hukum
yang lebih konkret seperti partisipasi publik dan publisitas.

Fungsi Pemerintah :
1. Fungsi Pelayanan Masyrakat (Public Sevice Function)
2. Fungsi Pembangunan (Development Function)
3. Fungsi Perlindungan (Protection Function)

Ruang Lingkup Pelayanan Pemerintah


1.Pelayanan Barang dan Jasa Publik
a. Pengadaan dan penyaluran barang dan jasa publik yang dilakukan
oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.
b. Pengadaan dan penyaluran barang dan jasa publik yang dilakukan
oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau
seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan
daerah yang dipisahkan.

2.Pelayanan Administratif yang diatur dalam Peraturan Perundang-


Undangan
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan
diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda warga Negara
b. Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan
oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang undangan serta
diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.

90
ALSA STUDY BOOK

Keabsahan, Efesiensi, dan Efektivitas dalam Pelayanan Publik


A.Rechtmatigheid
Keabsahan Legalitas adalah istilah Hukum Administrasi,yang menunjukkan
bahwa tindakan harus sesuai dengan UU dan peraturan yang berlaku. Uji
legalitas terbatas pada penilaian apakah suatu keputusan mematuhi
undangundang dan peraturan serta Asasasas yang hidup dalam
berpemerintahan.
Uji Rehchtmatigheid menyangkut
1. Wewenang (bevoegd) :
a. onbevoegdheid ratio materiae – kompetensi absolut
b. onbevoegdheid ratio loci – kompetensi relatif
c. onbevoegdheid ratio temporis – tenggang waktu jabatan
2. Prosedur (procedure)
3. Substansi (substantie)

Ketiga syarat di atas harus dipenuhi dalam uji Keabsahan(rechtmatigheid),


yaitu tentang apakah suatu keputusan dapat ditegakkan dan dibenarkan
secara hukum.
B.Doelmatigheid (Efesiensi/Ketepatan Tujuanm)
a. Badan administrasi dapat meninjau keputusan (melalui
prosedur keberatan) tentang efisiensi dan legitimasinya. Dalam
uji keabsahan yang diadili adalah apakah keputusan dapat
dibenarkan secara hukum.
b. . Pemeriksaan efisiensi jauh lebih luas. Dalam menilai efisiensi,
badan administratif menilai, antara lain, apakah keputusan
tersebut memenuhi kebijakan internal, peraturan internal,
kewajaran, masuk akal, sesuai tujuan, manfaat dan sebagainya.
Suatu keputusan secara hukum beralasan, tetapi kadangkadang
badan pemerintahan sampai pada kesimpulan berdasarkan
efisiensi bahwa keputusan yang sah harus ditarik.

Syarat Doelmatigheid : Doelgerichtheid (pencapaian tujuan) &


Doebewustheid (sadar dan mengetahui tujuan.

C.Doeltreffendheid (efektivitas/berhasilguna)
• Efektivitas menunjukkan bahwa tujuan yang dikehendaki dalam suatu
kebijakan (keputusan) badan pemerintah telah terealisasikan dan
dampak sosial yang diinginkan dari kebijakan tersebut benar-benar
tercapai.
• Efektivitas menyiratkan bahwa hasil kebijakan sesuai dengan apa
yang dimaksudkan dengan kebijakan (tujuan kebijakan).

91
ALSA STUDY BOOK

Doelmatigheidscontrole vs Rechtmatigheidscontrole
No Doelmatigheidscontrol Rechtmatigheidscontrole
1 Bottom up (Bawah ke atas) Topdown (Atas ke bawah)
2 Middelen efficiënt en effectief Middelen besteed in overeenstemming
aangewend (Sumber daya met wet en regelgeving (Sumber daya
digunakan secara efisien dan dihabiskan sesuai dengan UU dan
efektif) peraturan)
3 Gebaseerd op kengetallen Gebaseerd op wet en regelgeving
(performanceindicatoren), (Berdasarkan UU dan peraturan)
begroting en processen.
(Berdasarkan angka-angka kunci
(kinerja indikator), anggaran dan
proses.

Konsep Welfare State Sebagai Tujuan Dalam Pelayanan Publik


Staatsonthouding Staatsbemoeienis Welfare State
(ketidakhadiran Negara) (intervensi Negara)

membatasi peran negara dan menghendaki negara dan Menjadi


landasan kedu
pemerintah untuk mencampu- pemerintah aktif dalam dukan
dan fungsi pe-
ri kehidupan ekonomi dan so- sial kehidupan ekonomi dan
merintah (bestuurs-
masyarakat (Laissez faire) social masyarakat functie)
oleh negara
negara
modern
(moderne rechtsstaat)
Staats in de Rust / Nacht-wakersstaat Staats in Bewegung (Negara
(Negara dlm kea-daan diam / Penjaga malam) dlm keadaan
bergerak)

92
ALSA STUDY BOOK

Kenyataan Empiris yang Menandai Welfare State (Welvaarsstaat)


1. Market Failure (Kegagalan Pasar) – Liberal dgn Tricle down effect
nya
2. State Failure (kegagalan Negara) - Staatsonthouding
• Negara kesejahteraan sering diasosiasikan dengan proses
distribusi sumber daya yang ada kepada publik, baik secara
tunai maupun dalam bentuk tertentu (cash benefits or benefits in
kind).
• Konsep kesejahteraan terkait erat dengan kebijakan sosial-
ekonomi (untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat secara
umum).
• Bidang² yang paling mendesak untuk diperhatikan dalam
kebijakan kesejahteraan adalah masalah pendidikan, kesehatan
dan penyediaan lapangan kerja.

Penggagas Konsep Welfare State


1. Jeremy Bentham (1748-1832) – A.S Father of Welfare State
Utility (utilitarianisme) – Kegunaan
• “pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin the greatest
happiness (welfare) of the greatest number of their citizens”
(kebahagiaan terbesar (kesejah-teraan) bagi jumlah terbesar warga
mereka).
2. Otto Von Bismarck (1850) – Jerman
3. Sir William Beveridge (1942) dan T.H. Marshall (1963) – Inggris

Beveridge Report :‘the five giant evils’ yang harus diperangi


• Want (Hidup dalam kemiskinan)
• Squalor (Keadaan Terlantar)
• Ignorance (Kebodohan)
• Idleness (Pengangguran)
• Disease (Penyakit)

Empat Pilar Negara Kesejahteraan


1. social citizenship (warga sosial);
2. full democracy (demokrasi penuh);
3. modern industrial relation systems (sistem hubungan industrial modern);
4. rights to education and the expansion of modern mass educations systems
(hak atas pendidikan dan perluasan sistem pendidikan massal modern).

93
ALSA STUDY BOOK

Asumsi Kuat Negara Kesatuan Republik Indonesia di desain sebagai Negara


( Welfare State)
1. Pembukaan UUD 1945, bahwa “Pemerintah melindungi segenap bangsa
dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa”.
2. Pasal 27 (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidup-an yang layak bagi kemanusiaan”;
3. Pasal 28A “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya;
4. Demikian pula pada Pasal-pasal 28B, 28C, 28H, 31, 33, dan 34.

6 Prinsip Inti Good Governance dalam Pelayanan Publik


1. Berfokus pada tujuan organisasi dan pada hasil untuk warga dan
pengguna layanan
• Menjadi jelas tentang tujuan organisasi dan hasil yang dimaksudkan
untuk warga negara dan pengguna layanan
• Memastikan bahwa pengguna menerima layanan berkualitas tinggi
• Memastikan bahwa wajib pajak menerima nilai uang

2. Berperan efektif dalam fungsi dan peran secara jelas


• Menjadi jelas tentang fungsi-fungsi badan pengatur
• Menjadi jelas tentang tanggung jawab non-eksekutif dan eksekutif,
dan memastikan bahwa tanggung jawab tersebut dilaksanakan
• Menjadi jelas tentang hubungan antara pejabat dan publik

3. Mempromosikan nilainilai untuk seluruh organasasi dan


menunjukkan tata kelola yang baik melalui perilaku
• Menerapkan nilai-nilai organisasi ke dalam praktik
• Pejabat secara individu berperilaku dengan cara yang menjunjung
tinggi dan memberikan contoh yang efektif dalam tata kelola

4. Mengambil keputusan yang jelas dan transparan serta mengelola


risiko secara baik
• Menjadi keras dan transparan tentang bagaimana keputusan diambil
• Memiliki dan menggunakan informasi, saran, dan dukungan yang
berkualitas baik
• Memastikan bahwa sistem manajemen risiko yang efektif sedang
beroperasi

94
ALSA STUDY BOOK

5. Mengembangkan kapasitas dan kemampuan badan pengatur


agar efektif
• Memastikan bahwa gubernur yang ditunjuk dan dipilih memiliki
keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang mereka butuhkan
untuk bekerja dengan baik
• Mengembangkan kemampuan orang dengan tanggung jawab
pemerintahan dan mengevaluasi kinerja mereka, sebagai individu dan
sebagai kelompok
• Mencapai keseimbangan, dalam keanggotaan badan pengatur, antara
kontinuitas dan pembaruan

6. Melibatkan Pemangku Kepentingan dan Menjadikan


Akuntabilitas Nyata
• Memahami hubungan akuntabilitas formal dan informal
• Mengambil pendekatan aktif dan terencana untuk dialog dengan dan
per-tanggungjawaban masyarakat
• Mengambil pendekatan aktif dan terencana untuk bertanggung jawab
kepada staf
• Terlibat secara efektif dengan pemangku kepentingan institusional

Faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas Pelayanan Publik


• Kontes Monopolistik
• Tekanan Lingkungan
• Budaya Patrimonial

8 Area dalam reformasi Birokrasi Perpres No. 81 Tahun 2010 Tentang Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025
1. Organisasi
2. Tata Laksana
3. Peraturan Perundang-Undangan
4. SDM Aparatur
5. Pengawasan
6. Akuntabilitas
7. Pelayanan Publik
8. Pola Pikir dan Budaya Kerja

95
ALSA STUDY BOOK

Reformasi Birokrasi Sektor/Area Pelayanan Publik


(Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelayanan Publik - PRINSIP PELAYANAN
PRIMA)

PELAYANAN PRIMA SBG INTI (CORE) DARI PELAYANAN PUBLIK


1. Kesederhanaan Prosedur Pelayanan;
2. 2. Kejelasan : Persayaratan Teknis, Administratif, Unit Kerja, Biaya
Pelayanan;
3. 3. Kepastian Waktu Pelayanan;
4. 4. Akurasi Produk Pelayanan Diterima Dengan Benar, Tepat dan Sah;
5. 5. Keamanan, Proses dan Produk Pelayanan Memberi Kepastian
Hukum;
6. 6. Tanggungjawab Pimpinan Dalam Pelayanan Dan Penyelesaian
Keluhan;
7. 7. Tersedianya Kelengkapan Sarana Dan Prasarana;
8. 8. Kemudahan Akses, Tempat dan Lokasi Pelayanan;
9. 9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan Dalam Memberi
Pelayanan; dan
10. 10. Kenyamanan Lingkungan (Tertib, Teratur, Tersedia Ruang
Tunggu).

96
ALSA STUDY BOOK

BAB II Kriteria Pelayanan Publik


1. Memiliki Dasar Hukum yang jelas dalam Penyelenggaraan;
2. Memiliki Kelompok Kepentingan yang luas termasuk Kelompok Sasaran
yang ingin dilayani
3. Memiliki Tujuan Sosial;
4. Dituntut untuk Akuntabel Kepada Publik;
5. Memiliki Konfigurasi Indikator Kinerja yang perlu Kelugasan;
6. Sering Menjadi Sasaran Isu Politik;
7. Problem yang dihadapi Multi Dimensi.

Indikator kerja Dalam Pelayanan Publik


1.Persyaratan
• Tersedia persyaratan yang jelas, mudah dan tidak berbelit.
• Persyaratan telah sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
• Kemudahan dalam pengisian dan penggunaannya.

2.Prosedur
• Prosedur pelayanan yang transparan
• Tidak adanya pihak perantara/calo dalam pengurusan pelayanan
• Media informasi (website, brosur, pamflet, workshop/seminar) telah
jelas dan lengkap

3.Waktu Pelayanan
• Terdapat standar waktu pelayanan
• Ketersediaan media informasi tentang waktu pelayanan yang jelas
dan mudah diakses (website, brosur, pamflet, workshop/seminar)
• Standar waktu pelayanan telah memenuhi aturan yang berlaku dan
Status permohonan dapat diketahui dengan mudah

4.Biaya / Tarif
• Biaya / Tarif permohonan secara terbuka/transparan
• Biaya / Tarif permohonan secara terbuka/transparan

5.Produk
• Ketersediaan informasi tentang jenis pelayanan dan spesifikasinya
yang jelas
• Adanya jaminan terhadap jenis layanan dan spesifikasinya secara
terbuka / transparan
• Kesesuaian antara hasil yang didapatkan dengan spesifikasi pelayanan

97
ALSA STUDY BOOK

6.Kompetensi Tugas
• Petugas memberikan informasi tentang pelayanan dengan jelas dan
mudah di-mengerti
• Petugas bersikap proaktif dalam melayani pengguna
• Kompetensi dan kecakapan petugas dalam melayani pengguna telah
memadai
• Petugas memberikan pelayanan secara menyeluruh dan tuntas
• Keterampilan petugas dalam melayani pelayanan telah memadai

7.Perilaku Petugas
• Petugas memberikan perhatian dalam melayani permintaan pengguna
layanan
• Petugas menampung dengan seksama kebutuhan pengguna layanan
• Petugas menghormati dan menghargai pengguna layanan
• Petugas menunjukan kesungguhan dalam membantu
• Petugas pelayanan yang disiplin

8.Penanganan Pengaduan
• Petugas cepat tanggap terhadap keluhan pengguna
• Petugas merespon dengan cepat dalam menyelesaikan masalah atau
mem-berikan bantuan kepada pengguna
• Kemudahan dalam menyampaikan keluhan pengguna

9. Fasilitas
• Lokasi pelayanan/gedung yang berlokasi strategis.
• Ketersediaan sarana pelayanan yaitu website pelayanan prima yang
bagus, jelas dan mudah diakses sebagai media permohonan izin.

Asas-Asas Penyelenggaraan Pelayanan Publik


• Merupakan prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan dalam
pengorga-nisasian, acuan kerja, serta pedoman penilaian kinerja
bagi setiap lembaga penyelenggara pelayanan publik.
• Asas-asas ini dapat dikategorikan sebagai asas-asas umum adminis-
trasi publik yang baik (general principles of good administration).

98
ALSA STUDY BOOK

Asas-Asas Pelayanan Pubik


A.Bersifat Umum
Asas-asas ini secara langsung menyen-tuh hakikat pelayanan publik
sebagai wu-jud dari :
1. upaya melaksanakan tugas pemerin-\tah dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat banyak; dan /atau
2. tugas pelaksanaan perintah peratur-an perundang-undangan.

B.Adaptif
1. Berfungsi sbg acuan kegiatan pem-berian pelayanan, baik di bidang
pela-yanan administratif, jasa, barang, atau-pun kombinasinya.
2. Dijabarkan lanjut ke dalam penetapan aturan-aturan teknis (sistem,
prosedur, standar kualitas, pelayanan keluhan, dari setiap jenis
pelayanan publik).

Perbedaan :
A.Bersifat Umum (materil)
• Dijabarkan lanjut ke dalam penetapan aturan-aturan teknis (sistem,
prosedur, standar kualitas, pelayanan keluhan, dari setiap jenis
pelayanan publik)
• Pelaksanaan Pera-turan Per-UU-an

B.Adaptif (formil)
• Acuan kegiatan pem-berian pelayanan &
• Penetapan aturan-aturan teknis

Asas-Asas Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan


Publik (Pasal 4)
a. Kepentingan umum
b. Kepastian hukum
c. Kesamaan hak
d. Keseimbangan hak dan kewajiban
e. Keprofesionalan
f. Partisipatif
g. Persamaan perlakuan atau tidak diskriminatif
h. Keterbukaan
i. Akuntabilitas
j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok Rentan
k. Ketepatan waktu
l. Kecepatan, kemudahan dan kejangkauan

99
ALSA STUDY BOOK

Catatan :
• UU harusnya berisi Norma, bukan Asas.
• Asas harus dirumuskan sebagai Nor
• Semakin banyak Asas dicantumkan menjadi ketentuan Pasal UU, maka
Kualitas UU menjadi semakin Tidak Baik.

100
HUKUM
PIDANA KHUSUS
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM PIDANA KHUSUS

Dasar Hukum
Pasal 103 KUHP
“Aturan di dalam Bab I sampai Bab VIII KUHP berlaku bagi aturan di
dalam KUHP (Buku I dan Buku III) dan aturan perundang – undangan
di luar KUHP sepanjang tidak mengatur lain
(Lex Specialis derogat Legi Generali)

Misal : Ketentuan Stelsel Pidana Pasal 10 KUHP berlaku pada Undang Undang
lainnya selama tidak diatur ketentuan Stelsel Pidana pada UU tersebut

SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK


1. Dasar Hukum Penetapan UU No. 11 Tahun 2012
- UUD RI 1945
a. Pasal 28B ayat (2)
b. Pasal 28D ayat (1)
- UU No. 35 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak:
a. Pasal 59 ayat (1)
b. Pasal 59 ayat (2) huruf b
c. Pasal 59 A huruf d
d. Pasal 64 jo. 59 ayat (2) huruf b
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
a. Pasal 66

2. Politik Hukum UU No. 11 Tahun 2012


- Anak sebagai amanah dan karunia Tuhan memiliki harkat dan
martabat sebagai manusia seutuhnya
- Anak berhak mendapatkan perlindungan khusus, terutama
perlindungan hukum dalam sistem peradilan
- Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
mengatur prinsip perlindungan hukum terhadap anak, negara
mempunyai kewajiban terhadap anak, negara mempunyai
kewajiban memberikan perlindungan khusus terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum
- UU No. 3 Tahun 1997 belum secara komprehensif memberikan
perlindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum

101
ALSA STUDY BOOK

3. SPP Anak membagi anak berhadapan dengan hukum dengan 3


kategori
- Anak berkonflik dengan hukum
Anak berumur 12 tahun tapi belum berumur 18 tahun yang
diduga melakukan tindak pidana
- Anak sebagai korban
Anak belum berumu 18 tahun yang mengalami penderitaan fisik,
mental, dan kerugian ekonomi sebagai akibat tindak pidana
- Anak Saksi Tindak Pidana
anak yang belum berumur 18 tahun yang dapat memberikan
keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana
yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri

4. Asas – asas dalam SPP Anak


- Pasal 2
5. SPP Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif
6. Dalam SPP Anak wajib diupayakan Diversi
7. Diversi
Pengalihan penyelesaian sengketa anak dari proses peradilan pidana
ke proses di luar peradilan pidana
8. Kriteria Diversi
- Ancaman TP di bawah 7 Tahun
- TP bukan residiv

102
HUKUM
WARIS PERDATA
ALSA STUDY BOOK

MATERI HUKUM WARIS PERDATA

➢ Di Indonesia ada beberapa hukum waris yang berlaku, yakni:


a. Hukum Waris Adat
b. Hukum Waris Islam
c. Hukum Waris KUH Perdata

➢ Hukum Waris BW
KUH Perdata dibagi 4 buku:
1. Orang = keluarga
2. Kebendaan = waris ( karena merupakan harta bagian dari
kebendaan)
3. Perikatan
4. Pembuktian dan Daluarsa

➢ Pengaturan Hukum Waris


Diatur dalam Buku II KUH Perdata
Titel XII : Perwarisan karena kematian / menurut Undang-
Undang / Ai Mistato
Titel XIII : Tentang Surat Wasiat dan Hukum Waris Testamenter
Yang lain sampai pada title XVIII

➢ Pengertian Hukum Waris


Ketentuan hukum yang mengatur perpindahan hak dan hubungan
hukum darai seorang yang meninggal dunia kepada seseorang (bukan
hanya aktiva saja tepai pasiva pun termasuk harta waris).
Penerima waris = ahli waris
Pemberi waris = pewaris

➢ Unsur-unsur pewarisan
1. Pewaris
2. Ahli waris
3. Harta warisan

➢ Prinsip Pewarisan:
Hak dan hubungan hukum yang dapat beralih dari pewaris ke ahli
waris hanya sebatas pada hak dan kewajibannya yang mengenai harta
kekayaan saja.

103
ALSA STUDY BOOK

➢ Surat Keterangan Waris


➢ WNI (Islam/ Non-Islam), dikeluarkan keluarahan/kecamatan.
➢ WNI Tionghoa, Notaris
➢ WNI Timur Asing, Balai Harta Peninggalan.

Harta berupa tanah maka akan turun


waris/dibaliknamakan jadi ahli waris

➢ Syarat-Syarat Pewarisan
➢ Bagi pewaris harus meninggal lebih dahulu
Pasal 830 BW : Pewarisan hanya berlangsung karena kematian
Apabila yang mewaris belum meninggal tetapi sudah bagi waris
maka diatur oleh hukum adat

➢ Syarat bagi Ahli Waris:


(Untuk memperoleh kedudukan sebagai ahli waris)
1. Orang yang bersangkutan harus mempunyai hak atas harta
peninggalan pewaris hak ini muncul karena:
a. Adanya hubungan darah antara Ahli Waris (AW) dan Pewaris
(P) sah maupun luar kawin.
b. Adanya surat wasiat

2. Orang yang akan jadi ahli waris harus sudah ada dan atau masih
ada pada saat pewaris meninggal. Orang tersebut tidak merupakan
orang yang dinyatakan tidak cakap, tidak patut atau menolak
warisan.

➢ Hak-hak Ahli Waris:


1. Hak Saisine
Seorang ahli waris dengan sendirinya atau secara otomatis pada
saat meninggalnya pewaris memeroleh hak milik atas harta benda
dan segala kewajiban dari pada si pewaris tanpa perlu melakukan
suatu tindakan apapun juga. Hak ini berlaku untuk ahli waris
menurut Undang-Undang (pasal 833 ayat 4) dan ahli waris
tertamrntair (pasal 955). Hak saisine yang membedakan negara
dengan Ahli Waris yang lain. Oleh karena it untuk menduduki Hak
Milik atas Harta warisan negara harus minta keputusan hakim
terlebih dahulu.

104
ALSA STUDY BOOK

2. Hak Heredita
Seorang ahli waris berhak untuk mengajukan gugatan, guna
mempertahankan hak warisnya. Seseorang yang mengajukan
“hereditatis petition” harus membuktikan dirinya adalah ahli
waris. Jadi ahli waris dapat menggugat apabila harta warisnya
berada di pihak ke-3.

3. Hak untuk menuntut pembagian warisan


Hak ini merupakan hak yang terpenting dan merupakan ciri khas
dari pada hukum perdata. Dapat diadakan persetujuan untuk tidak
mengadakan pembagian warisan paling lama lima tahun, bisa
diperpanjangkan 5 tahun

4. Hak menolak warisan


Pewarisan karena kematian atau pewarisan menurut undng-
undang / hukum waris AB Intentato.

➢ 4 (empat) golongan ahli waris AI


a. Ahli Waris Golongan I
Anak-anak beserta keturunannya kebawah tanpa batas dan suami
atau istri yang hidup.
b. Ahli Waris Golongan II
Orang tua pewaris dan suadara-saudara beserta keturunannya
sampai derajat ke-6.
c. Ahli Waris Golongan III
Keluarga sedarah pewaris dalam garis keturunan lurus keatas
(kakek, nenek dari pihak ayah dan ibu).
d. Ahli Waris Golongan IV
Keluarga dalam garis kesamping beserats keturunannya sampai
derajat ke-6 (paman dan bibi dari garis ayah dan ibu).

➢ Bagian masing-masing ahli waris


a. Golongan I (Pasal 852 atau (1))
Bagiannya sama, untuk anak tidak dibedakan laki-laki atau
perempuan juga tidak dibedakan anak dari perkawinan pertama
atau kedua.
o Bagian suami / istri dalam perkawinan kedua dan seleihnya
dibatasi dalam pasal 853 A ayat (1))
▪ Tidak boleh melebihi bagian terkecil anak
▪ Tidak boleh lebih dari ¼ harta peninggalan.

105
ALSA STUDY BOOK

b. Golomgan II (pasal 854)


jika kedua orang tua masih hidup
Bagiannya, jika ada satu saudara bagian masing-masing 1/3
Jika ada 2 atau lebih saudara bagian orangtua masing-masing 1/4 .
Pasal 855:
o Jika ada satu saudara masing-masing 1/2
o Jika ada dua saudara masing-masing 1/3
o Jika ada tiga saudara atau lebih, bagian orang tua 1/4
sisanya dibagi kepada saudara
c. Golongan III (pasal 853)
Pasal 853 : harta diklovinf untuk masing-masing garis ½. KLOVING
HANYA TERJADI SATU KALI.
d. Golongan IV (Pasal 858)
➢ Pergantian Tempat (Piatsvervulling)
Diantur dalam pasal 841 dan seterusnya.
Definisi:
Pergantian tempat adalah hak seseorang untuk bertindak sebagai
pengganti dalam derajat dan dalam segala hak dari orang yang
digantikan. PERGANTIAN TEMPAT HANYA UNTUK GARIS KE BAWAH.
➢ Syarat Pergantian Tempat (bagian warisnya = yang terganti)
1. Yang digantikan tempatnya harus sudah meninggal dunia
2. Orang yang bertindak sebagai pengganti harus keturunan sah dari
orang yang digantikannya. (tidak boleh anak luar kawin)
3. Seseorang ahli waris pengganti harus memenuhi syarat-syarat
sebagai ahli waris biasa, dimana ahli waris biasa tidak menolak
warisan, cakap, patut.
➢ Pergantian tempat dimungkinkan dalam tiga hal:
1. Pergantian tempat golongan I (Pasal 842)
Pergantian tempat dalam garis lurus ke bawah berlangsung terus
dengan tiada akhirnya.
2. Pergantian tempat golongan II (Pasal 844)
3. Pergantian tempat jenis yang lain (Pasal 845)
Pergantian dalam garis menyimpang diperbolehkan dalam
pewarisan bagi para keponakan ialah dalam bilamana di samping
keponakan yang bertalian keluarga sedarah terdekat dengan si
mati masih ada anak-anak dan keturunan saudara laki-laki atau
perempuan darinya saudara-saudara mana telah mati lebih dulu.

106
ALSA STUDY BOOK

➢ Hak waris dari anak luar kawin:


Anak luar kawin yang bisa mearis yang telah diakui dulu. Pengakuan
bisa dilakukan dengan empat jalan:
1. Dengan mencatat pengakuan dalam akta kelahiran
2. Dengan akta otentik
Pengakuan dengan akta otentik bisa dengan testamen demikian
testamen pengakuan anak luar kawin tidak dicabut.
3. Dalam akta perkawinan orang tuanya
4. Dengan mebuat sebuah akta dihadapan pegawai

➢ Ketentuan mengenai besarnya bagian ALD diatur dalam pasal 863


ayat (1):
▪ ALD mewaris Bersama Golongan bagiannya: 1/3 kali seandainya
dia anak sah.
▪ ALD mewaris Bersama Golongan II : 1/2 Bagian
▪ ALD mewaris Bersama Golongan III : 1/2 Bagian
▪ ALD mewaris Bersama Golongan IV : 3/4 Bagian
(ayat (2))
▪ ALD mewaris Bersama Golongan III dan IV : ½ bagian

107

Anda mungkin juga menyukai