2 September 2019
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji peran rekayasa pakan dan lingkungan terhadap
percepatan pertumbuhan dan kelulushidupan kepiting bakau, dengan memanfaatkan pakan dari berbagai
jenis pakan segar (limbah ikan dan wideng) dan rekayasa lingkungan dengan kombinasi biofilter system
menggunakan daun mangrove, dimana masing masing dari kepiting bakau diperlihara dengan sistem
batery. Metode penelitian dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan
pemberian jenis pakan yang berbeda. Ulangan dilakukan pemeliharaan terhadap sepuluh ekor kepiting
bakau. Dosis pemberian pakan tiap perlakuan sebanyak 5 % . Perlakuan ”A”, pemberian pakan ikan
rucah, perlakuan ”B” pemberian pakan wideng sebanyak 5 % dari berat biomassa perhari dan perlakuan
”C”, pemberian pakan pelet sebanyak 5 % dari berat biomassa perhari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pakan terbaik untuk budidaya kepiting bakau dengan sistem batery adalah pakan pelet.Sedangkan
Perbedaan pakan (Segar, Pelet) berupa ikan rucah, wideng dan pelet memberi pengaruh yang nyata
(p<0,05) terhadap pertumbuhan biomassa mutlak dan laju pertumbuhan spesifik (SGR) kepiting bakau.
Pertumbuhan mutlak dan laju pertumbuhan harian (SGR) tertinggi dihasilkan oleh perlakuan pakan C
sebesar 60.58 g ± 2.140 dan 0.81 % ± 0.022. Sedangkan terhadap kelulushidupan perbedaan pakan segar
maupun pelet tidak memberi pengaruh yang nyata (p>0,05). Kualitas air untuk budidaya kepiting bakau
relatif layak.
ABSTRACT
The study aims is to examine the role of feed engineering and the environment in accelerating growth and
survival of mangrove crabs, by utilizing feed from various types of fresh feed (fish and wideng waste)
and environmental engineering with a combination of biofilter systems using mangrove leaves, where
each of the crabs mangrove maintained with a batery system. The research method uses a completely
randomized design (CRD) with three treatments giving different types of feed. Repeated maintenance of
ten mangrove crabs was carried out. Feeding dose for each treatment is 5%. Treatment "A", feeding trash
fish, treatment "B" feeding wideng as much as 5% of the weight of biomass per day and treatment "C",
feeding pellets as much as 5% of the weight of biomass per day. The results showed that the best feed for
the cultivation of mangrove crabs with the batery system was pellet feed. While the difference in feed
(fresh, pellets) in the form of trash fish, wideng and pellets gave a significant effect (p <0.05) on the
growth of absolute biomass and growth rate specific (SGR) mangrove crabs. Absolute growth and the
highest daily growth rate (SGR) were produced by feed C treatment of 60.58 g ± 2.140 and 0.81% ±
0.022. Whereas the survival rate of differences in fresh feed and pellets did not have a significant effect
(p> 0.05). Water quality for mangrove crab cultivation is relatively decent.
47
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
48
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
49
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
terhadap sepuluh ekor kepiting bakau. dan wideng yang diperoleh dari sekitar
Dosis pemberian an tiap perlakuan tempat budidaya di perairan Pidodo
sebanyak 5 % (Giri et al, 2002). Kulon, Kendal. Sedangkan pelet yang
Perlakuan tersebut adalah pemberian digunakan adalah pakan komersial
pakan berupa ikan rucah, wideng dan udang 581 merk Bintang dalam bentuk
pelet (A, pemberian pakan ikan rucah crumble yang diproduksi oleh
sebanyak 5 % dari berat biomassa PT.Central Proteinaprima. Kemudian
perhari menggunakan biofilter sistem pakan pelet dilakukan proses repeleting
daun mangrove, (B pemberian pakan sehingga menjadi bentuk pelet.
wideng sebanyak 5 % dari berat Pelaksanaan penelitian
biomassa perhari dengan menggunakan dilakukan memulai dari persiapan alat
daun mangrove sebagai biofiltersistem) dan bahan yang digunakan selama
(C, pemberian pakan pelet sebanyak 5 penelitian. Alat yang dibutuhkan antara
% dari berat biomassa perhari dengan lain wadah pemeliharaan (basket),
menggunakan daun mangrove sebagai karamba, media pemeliharaan dan
biofitersystem). Penempatan kultivan peralatan pengukuran kualitas air.
dan perlakuannya pada karamba sistem Karamba dibuat dengan menggunakan
batery dilakukan secara acak dengan bambu yang didesain sedimikian rupa
menggunakan metode Randomisasi. sehingga dapat terapung di permukaan
air dan memudahkan dalam
Hewan Uji
pengamatan. Basket pemeliharaan
Penelitian ini menggunakan
berukuran 30 x 20 x 15 cm3 terbuat dari
hewan uji berupa kepiting bakau (S.
bahan plastik dan dimasukkan dalam
serrata) dewasa yang berukuran lebar
karamba bambu dan biofilter sistem dari
karapas berkisar antara 8,5–9,5 cm dan
daun mangrove ditempatkan dalam
rata-rata bobot tubuhnya sebesar 149,13
basket.
g ± 3,716. Kepiting bakau ini diperoleh
dari hasil tangkapan nelayan di wilayah Pengumpulan Data
50
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
51
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
52
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
53
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
215
energi untuk pertumbuhan dan
205
175
Fujaya.2009,2011). Menurut Hepher B
165
135
dalam pakan berfungsi bagi organisme 0 7 14 21 28 35 42
54
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
dengan pakan wideng maupun ikan dilakukan dengan melalui dua proses,
rucah. yaitu: molting atau ecdysis. Proses
molting berhubungan dengan
Kandungan nutrisi dalam pakan
perkawinan dan pergantian kulit dengan
yang biasa digunakan oleh kepiting
melukai tubuhnya, sedang ecdysis
untuk pertumbuhan adalah protein
merupakan pergantian exoskeleton
(Djunaidah,et al.2004, Herlinah.,et al.
(kulit luar) yang menyebabkan
2010, Neil, et al. 2005, Giri, et al.
meningkatnya panjang dan bobot tubuh
2002). Sedangkan kandungan nutisi
kepiting bakau.
lain, seperti: Lemak dan Karbohidrat
diubah oleh tubuh dan digunakan Konversi Pakan
sebagai energi. Menurut Hepher (1988), Penelitian yang dilaksanakan
Keenan et al (1998), Kuntiyo (1992), selama 42 hari ini, juga dilakukan
Landra (1992), Lavina (1980) pengamatan terhadap konversi pakan
mengatakan bahwa protein memiliki
atau Food Convertion Ratio (FCR)
peranan yang penting dalam pakan kepiting bakau. Hasil pengamatan dari
untuk pertumbuhan kultivan budidaya konversi pakan kepiting bakau dapat
dan setiap usaha budidaya dilihat pada Tabel.1. Berdasarkan
mengharapkan pertumbuhan yang cepat. Tabel.1., menunjukkan bahwa nilai
Lemak dan karbohidrat merupakan rasio konversi pakan kepiting bakau
nutrisi dalam pakan yang dibutuhkan dari setiap perlakuan pakan A (6,45),
oleh kultivan budidaya sebagai sumber pakan B (6,47) dan pakan C (6,07).
energi. Sedangkan analisis ragam nilai rasio
Proses pertumbuhan dari kepiting konversi pakan tidak berpengaruh
bakau ditandai dengan adanya proses terhadap kepiting bakau (P>0,05). Hal
molting atau pergantian kulit. Menurut ini menunjukkan bahwa pelakuan
Lavina (1980), Dirjen Perikanan (1990, perbedaan pakan tidak memberikan
2004), Mardjono et al 1994), perbedaan yang nyata terhadap rasio
Purnamawati dan Dewantoro, (2001), konversi pakan.
Rosminar. (2008), Shelly, dan Lovatelli, Nilai konversi pakan (FCR)
(2011), Simanchala dan Nayak. (2012),
pada perlakuan perbedaan pakan
Sopana et al (2009) mengatakan bahwa memiliki rata-rata 6,26±0,414.
pertumbuhan pada kepiting bakau
55
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
Sedangkan rata-rata nilai efisiensi pakan memiliki kualitas pakan yang kurang
(FER) pada perlakuan perbedaan pakan baik.
sebesar 16,03% ± 1,007. Berdasarkan
Protein Efficiency Ratio
analisis ragam konversi pakan dan
efisiensi pakan terlihat bahwa perlakuan Nilai Protein Efficiency Ratio
perbedaan pakan tidak memberikan (PER) selama 42 hari penelitian tersaji
pengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai pada Tabel 1. Hasil nilai PER berkisar
konversi pakan dan efisiensi pakan. Hal antara 0,1550 sd 0,3350. Analisis ragam
in sesuai dengan pendapat Shelly dan terhadap rasio efisiensi protein (PER)
Lovatelli, (2011), Simanchala dan tidak berpengaruh nyata (P>0.05).
Nayak, (2012), Sopana,et al. (2009), Tabel 1 menunjukkan bahwa
Suwirya,et al.(2003), Tacon,( A.G.J. tidak ada perbedaan yang nyata
1987),Warner, (1977), Watanabe et (P>0,05) terhadap rasio efisiensi protein
al.2001), menyatakan bahwa semakin kepiting uji, menggambarkan bahwa
rendah atau kecil nilai konversi pakan, perbedaan pakan segar maupun pelet
maka efisiensi pemanfaatan pakan tidak memberi pengaruh yang nyata
semakin besar atau bertambah. (P>0,05) terhadap rasio efisiensi protein
Secara umum nilai konversi pakan kepiting bakau. Berdasarkan nilai
pakan pada penelitian ini terlalu tinggi rata-rata PER yaitu perlakuan A
dengan nilai rata-rata tiap perlakuan (0,1550), perlakuan B (0,2988) dan
adalah 6,26±0,414. Hal ini perlakuan C (0,3350). Sedangkan hasil
menunjukkan bahwa ketiga jenis pakan analisis ragam menunjukkan bahwa
yang diberikan memiliki kualitas yang perbedaan pakan segar maupun pelet
kurang baik dan menyebabkan efisiensi tidak memberi pengaruh yang nyata
pakan yang rendah. Menurut Shelly dan (P>0,05) terhadap rasio efisiensi protein
Lovatelli,(2011), Simanchala dan pakan kepiting bakau. Nilai PER yang
Nayak. (2012), nilai konversi pakan dihasilkan dalam penelitian ini sangat
(FCR) yang baik adalah kurang dari 2,0. rendah, hal ini diduga dipengaruhi oleh
Sedang menurut (Fujaya et kandungan protein dari pakan yang
al.2011),nilai konversi pakan yang tinggi. Kandungan protein dalam pakan
tinggi dan efisiensi pakan yang rendah rendah akan menyebabkan PER menjadi
menunjukkan bahwa pakan tersebut tinggi, dan akan menurun seiring
56
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
57
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
58
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
Tabel.2. Pengamatan kualitas air yang oleh Fujaya dan Alam (2012),
dilakukan selama 42 hari pada
Herlinah.,et al (2010), dan Djunaidah et
perairan tambak yang dipelihara
kepiting bakau dengan system al. (2004) bahwa kandungan nutrient
biofilter system. N,P,K sesuai bagi kehidupan kepiting
Para- Awal Penelitian Akhir Penelitian
meter bakau
Pustaka yang dipelihara.
A B C A B C
< 0,5,
N 0,019 0,017 0,017 0,315 0,302 0,294
KESIMPULAN
a)
< 4,6
P 0,033 0,030 0,028 0,041 0,033 0,030
,b)
K 0,52 0,51 0,47 0,61 0,53 0,50
0,5 – 10 Hasil penelitian menunjukkan
, c)
NH3 0,24 0,25 0,26 0,25 0,27 0,29 bahwa adanya rekayasa pakan (berbeda
< 1,d)
DO 4,2 4,1 4,1 4,0 3,9 3,8 >3,e).
jenis pakan, ikan rucah, wideng dan
< 15,
CO2 10,08 10,21 11,05 11,09 11,25 11,65
c), e)
7,5pellet)
- dan penggunaan biofilter siatem
pH 8 8 8 8 8 8
8,5,d)
Salinit 20daun
- mangrove) memberi pengaruh
20 21 20 23 22 22
as 38,a),d)
26yang
– nyata (P<0,05) terhadap
Suhu 28 29 29 29 30 30 32,d),e)
.
pertumbuhan biomassa mutlak.dan laju
Keterangan: a) Fujaya dan Alam
(2012) pertumbuhan harian (P<0,05). Serta
b) Herlinah.,et al (2010) tidak berpengaruh nyata terhadap,
c) Djunaidah et al (2004)
d) Kuntiyo (1992) terhadap konversi pakan (FCR), rasio
e) Shelly and Lovatelli efisiensi protein (PER), NPU (net
(2011)
protein utility), kelulushidupan.
Hasil pengukuran kualitas air Sedangkan pertumbuhan terbaik
yang diperoleh selama penelitian tertinggi pada budidaya kepiting bakau
berlangsung, terlihat parameter Suhu, dengan sistem batery adalah pakan
Salinitas, DO, Ammonia, Nitrit dan pH. pelet, perlakuan C yaitu (biomas mutlak
Nutrient N, P, K masih dalam kisaran 60.58±2.140bg, Spesifik growth rate
normal untuk pemeliharaan kepiting (0.81±0.022b,% ), FCR (6.07±0.192a),
bakau. Menurut Djunaidah et a.l PER (0.3350±0.170a), NPU
(2004),d). Kuntiyo.(1992).e). Shelly and (45.018±7.964a), dan kelulushidupan
Lovatelli (2011). Masih layak karena (92.50±9.574a %)
sesuai dengan syarat lokasi budidaya
yang baik adalah memiliki parameter UCAPAN TERIMA KASIH
59
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
60
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
61
PENA Akuatika Volume 18 No. 2 September 2019
62